Anda di halaman 1dari 4

BAB 10 ASSET DAN PENGUKURANNYA

A. Definisi Aset

Pada kerangka konseptual dirumuskan definisi masing masing elemen laporan


keuangan. FASB (SFAC No. 6, prg.25) mendefinisi aset sebagai berikut : Assets are probable
future economic benefits obtained or controllled by a particular entity as a result of past
transactions or events. (Aset adalah manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang
diperoleh atau dikuasai/dikendalikan oleh suatu entitas sebagai akibat transaksi atau
kejadian masa lalu.)

Definisi yang telah dirumuskan IAI mengacu pada definisi IASB sebagai berikut: Aset
adalah sumber daya yang dikendalikan oleh entitas sebagai akibat peristiwa masa lalu dan
manfaat ekonomi masa depan dari aset tersebut diharapkan diperoleh oleh entitas.

Sedangkan pengertian Aset Menurut pendapat beberapa ahli, yaitu  :

 Paton : Kekayaan adalah sesuatu dalam bentuk barang atau lainnya yang dimiliki
perusahaan tertentu yang mempunyai nilai bagi perusahaan.
 Sprague : Aset merupakan sekumpulan jasa yang akan diterima, berkaitan untuk
memperoleh laba.
 Canning : Aset merupakan sejumlah jasa yang terpisah (dapat berdiri sendiri) yang
merupakan milik perusahaan.
 Paton & Littleton : Aset merupakan sejumlah potensi jasa yang dapat dipertukarkan
yang memberikan potensi jasa yang lain bagi perusahaan.
 Valter : Aset merupakan sejumlah potensi jasa yang dapat diubah, dipertukarkan dan
disimpan untuk dimasa yang akan datang.
 Peirsen : Dapat disimpan sehingga mempunyai manfaat yang akan datang.

Karakteristik Utama Aset

Dengan berbagai perbedaan definisi di atas, pada dasarnya dapat disimpulkan


bahwa terdapat tiga karakteristik utama yang harus dipenuhi agar suatu objek dapat disebut
aset yaitu :

Manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti (future economic benefit) Untuk
dapat disebut sebagai aset, suatu objek harus mengandung manfaat ekonomik di masa
datang yang cukup pasti (probable).  Manfaat ekonomik tersebut terukur dan dapat
dikaitkan dengan kemampuannya untuk menghasilkan pendapatan atau aliran kas di masa
datang. Manfaat ekonomik berhubungan dengan konsep sumber ekonomik (barang
ekonomik). Untuk dapat dikatakan barang ekonomik maka harus dapat memenuhi dua
kriteria yaitu langka (scarcity) dan manfaat (utility). Kalau barang dimiiki secara umum dan
bebas maka tidak dapat dikatakan sebagai barang ekonomik.  Sebagai contoh: Bagi orang
sehat oksigen bukan barang ekonomik karena bisa dinikmati dengan bebas gratis dan
bermanfaat. Bagi orang yg sakit tertentu tidak dapat menghirup oksigen dengan leluasa dan
harus dibantu dengan tabung oksigen, maka jadilah oksigen sebagai barang ekonomik.

Potensi manfaat ekonomik dari suatu aset dapat berbentuk :

 Sumber produktif dari suatu entitas yang dapat menghasilkan barang dan jasa. Misal
peralatan, bahan baku, gedung, pabrik, perlengkapan, sumber alam, hak paten dan
sejenisnya.
 Sumber ekonomik yang dapat menghasilkan kas atau setara kas.
 Sumber ekonomik yang dapat digunakan untuk menyelesaikan liabilitas dan
distribusi kepada pemilik.
 Sumber ekonomik yang dapat dipertukarkan
 Dikuasai atau dikendalikan oleh entitas (control by an entity). Untuk dapat disebut
sebagai aset, suatu objek tidak harus dimiliki oleh entitas tetapi cukup dikuasai oleh
entitas. Pemilikan (ownership) mempunyai makna yuridis atau legal. Hal ini sesuai
dengan prinsip substansi mengungguli bentuk (substance over form), artinya bahwa
akuntansi lebih mengutamakan makna ekonomi dari suatu objek dari pada melihat
pada aspek hukumnya (legal). Dijelaskan oleh Ijiri bahwa akuntansi tidak hanya
sekedar berhubungan dengan sumber2 ekonomik tapi lebih utama adalah
penguasaan atas aset tersebut oleh suatu entitas.

Syarat bahwa aset merupakan sumber ekonomik memberikan manfaat di masa yang
akan datang dan dikendalikan perusahaan belum cukup, harus ada tambahan kriteria bahwa
sumber ekonomik tersebut diperoleh dari transaksi yg telah terjadi (masa lalu). Bahwa aset
harus timbul akibat transaksi atau kejadian masa lalu adalah kriteria untuk memenuhi
definisi aset. Jadi, manfaat ekonomik dan penguasaan atau hak atas manfaat saja tidak
cukup untuk memasukkan suatu objek ke dalam aset entitas usaha untuk dilaporkan dalam
laporan posisi keuangan (neraca).

Karakteristik Pendukung

Di samping 3 karakteristik utama aset yang telah diuraikan sesuai definisi, terdapat
beberapa karakteristik pendukung yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi aset
(Suwarjono:2005) :

 Melibatkan kos (acquired at cost). Pemerolehan aset pada umumnya melibatkan kos
(pengeluaran sumber ekonomik, misalnya kas) sebagai penghargaan sepakatan
(measured consideration). Akan tetapi, tiadanya kos tidak membatalkan suatu objek
sebagai aset. Suatu aset dapat diperoleh misalnya dari hadiah yang tidak melibatkan
pengeluaran sumber ekonomik.
 Berwujud (tangible). Bila suatu sumber ekonomik secara fisis dapat diamati, tia
memang lebih kuat untuk disebut sebagai aset. Akan tetapi, keterwujudan
(tangibility) bukan kriteria untuk mendefinisi aset. Objek-objek seperti hak paten,
hak cipta, merek dagang, dan goodwill tetap dapat dimasukkan sebagai aset
meskipun tidak berwujud fisis.
 Tertukarkan (exchangeable). Syarat ini diajukan dengan alasan bahwa manfaat
ekonomik akan menjadi cukup pasti dan terukur kalau suatu sumber ekonomik
mempunyai daya atau nilai tukar. Dengan kata lain, manfaat ekonomik diturunkan
dari daya tukar.
 Terpisahkan (severable). Untuk dapat ditukarkan suatu sumber ekonomik harus
dapat dipisahkan dengan sumber ekonomik yang lain atau berdiri sendiri. Syarat ini
diajukan dengan alasan bahwa posisi keuangan harus ditentukan dengan
pengukuran nilai berbagai aset dan kewajiban secara individual.
 Berkekuatan hukum (legally enforceable). Penguasaan atau hak atas aset tidak harus
didukung secara yuridis formal. Memang pada umumnya, kemampuan suatu entitas
untuk menguasai manfaat ekonomik timbul akibat hak-hak hukum (legal rights).
Meskipun demikian, hak paksa yang melekat pada hak-hak hukum bukan merupakan
syarat mutlak untuk mengakui adanya aset kalau suatu entitas dapat memperoleh
dan menguasai manfaat dengan cara lain.

B. PENGUKURAN ASSET

Jika suatu objek (pos) telah memenuhi definisi aset maka hal yang harus diketahui
berikutnya ialah pengukurannya. Pengukuran aset adalah merupakan penentuan jumlah
satuan moneter yang harus dinyatakan atau dilekatkan pada aset. Pengukuran merupakan
syarat suatu aset dapat diakui, artinya bahwa aset dapat diakui jika dapat diukur dengan
handal (measurability). Pengukuran dilakukan berdasarkan manfaat ekonomik masa datang.

Dengan mendasarkan pada asumsi kelangsungan usaha (going concern), maka sumber
ekonomik akan mengalami pengukuran tiga tahap selama berada dalam suatu entitas, yaitu
tahap perolehan, tahap pemanfaatan dan tahap pemberhentian atau keluar dari entitas.
Misal: aset tetap, diawali dengan perolehan, kemudian dimanfaatkan dalam proses bisnis
perusahaan dan diberhentikan penggunaannya dikarenakan sudah habis manfaatnya atau
dijual. Pada setiap tahap terdapat aturan tentang pengukuran yang harus diikuti sesuai
dengan standar akuntansi yang berlaku.

Sejumlah dasar pengukuran yang berbeda digunakan dalam derajat dan kombinasi yang
berbeda dalam laporan keuangan. Berbagai dasar pengukuran tersebut adalah sebagai
berikut:

 Biaya historis. Aset dicatat sebesar pengeluaran kas (atau setara kas) yang dibayar
atau sebesar nilai wajar dari imbalan (consideration) yang diberikan untuk
memperoleh aset tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah
yang diterima sebagai penukar dari kewajiban (obligation), atau dalam keadaan
tertentu (misalnya, pajak penghasilan), dalam jumlah kas (atau setara kas)yang
diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha
yang normal.
 Biaya kini (current cost). Aset dinilai dalam jumlah kas (atau setara kas) yang
seharusnya dibayar bila aset yang sama atau setara aset diperoleh sekarang.
Kewajiban dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara kas) yang tidak didiskontokan
(undiscounted) yang mungkin akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban
(obligation) sekarang.
 Nilai realisasi/penyelesaian (realisable/settlement value). Aset dinyatakan dalam
jumlah kas (atau setara kas) yang dapat diperoleh sekarang dengan menjual aset
dalam pelepasan normal (orderly disposal). Kewajiban dinyatakan sebesar nilai
penyelesaian; yaitu, jumlah kas (atau setara kas) yang tidak didiskontokan yang
diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan usaha
normal.
 Nilai sekarang (present value). Aset dinyatakan sebesar arus kas masuk bersih di
masa depan yang didiskontokan ke nilai sekarang dari pos yang diharapkan dapat
memberikan hasil dalam pelaksanaan usaha normal. Kewajiban dinyatakan sebesar
arus kas keluar bersih di masa depan yang didiskontokan ke nilai sekarang yang
diharapkan akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban dalam pelaksanaan
usaha normal.
 Nilai wajar (fair value). Pengukuran dengan nilai wajar dapat dilakukan dengan
beberapa pendekatan, antara lain:
 Market Approach : menggunakan harga dan informasi dari transaksi yang
sesungguhnya untuk aset dan liabilitas yang sejenis dan diperbandingkan.
 Income Approach : konversi dari diskonto uang yang diterima dimasa yang akan
datang.
 Cost Approach: Sejumlah uang yang digunakan untuk memperoleh kapasitas yang
sama (current replacement cost).

Harga wajar dengan pendekatan harga pasar lebih praktis karena tidak perlu dilakukan
penyesuaian apapun. Apabila harga pasar tidak tersedia, maka diestimasi dengan harga aset
dan liabilitas yang sejenis. Kalau tidak ada harga pasar, kita perlu melakukan taksiran,
berapa kalau beli atau berapa kalau jual. Apabila harga pasar tidak dapat diperoleh dan
taksiran yang ideal tidak ada maka nilai wajar diestimasi dengan beberapa penilaian,
Penilaian dengan menggunakan kombinasi dari penghematan dan uang yang dikeluarkan
seandainya belum memiliki aset saat tersebut.

SUMBER : https://www.kompasiana.com/lvionita/5e86da00097f36494f496042/tugas-prof-
dr-apollo-teori-akuntansi-definisi-aset-pengakuan-aset-dan-pengukuran-aset?page=all

Anda mungkin juga menyukai