Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Aset merupakan elemen neraca yang akan membentuk informasi semantik
berupa posisi keuangan bila dihubungkan dengan elemen yang lain yaitu
kewajiban dan ekuitas. Aset merepresentasikan potensi jasa fisis dan nonfisis yang
memampukan badan usaha untuk menyediakan barang dan jasa.
Terdapat beberapa sumber dari definis aset, diantaranya adalah menurut
FASB. FASB mendefinisi aset dalam rerangka konseptualnya (SFAC No. 6, prg.
25) sebagai manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang diperoleh atau
dikuasai/dikendalikan oleh suatu entitas sebagai akibat transaksi atau kejadian
masa lalu. Hampir sama dengan itu IASC juga mendefinisi aset sebagai suatu
sumber daya yang dikendalikan oleh perusahaan sebagai hasil kejadian masa lalu
yang mana manfaat ekonomis masa depan diharapakan didapatkan oleh
perusahaan. Sumber lain, yaitu AASB, mendefinisi aset sebagai potensial jasa
atau manfaat ekonomis yang dikendalikan oleh pelaporan entitas sebagai hasil
transaksi masa lalu atau kejadian masa lalu lainnya. APB No. 4 membedakan aset
menjadi sumber ekonomik dan nonsumber ekonomik. APB No. 4 merinci aset
yang digolongkan sebagai sumber ekonomik yaitu: sumber produktif, produk
yang merupakan keluaran kesatuan usaha, uang Klaim untuk menerima uang, hak
kepemilikan atau investasi pada perusahaan lain.
Untuk dapat disebut sebagai aset, suatu objek harus memiliki manfaat
ekonomik di masa datang yang cukup pasti. Manfaat ekonomik ini ditunjukkan
oleh potensi jasa atau utilitas yang melekat padanya sebagai yaitu suatu daya atau
kapasitas langka yang dapat dimanfaatkan kesatuan usaha dalam upayanya untuk
mendapatkan pendapatan melalui kegiatan ekonomik. Disamping manfaat
ekonomik, suatu objek bisa dikatakan sebagai aset, objek tersebut tidak harus
dimiliki oleh entitas tetapi cukup dikuasai oleh entitas. Artinya, untuk memiliki
aset harus terdapat proses yang disebut dengan transfer kepemilikan. Krtieria lain

yang merupakan penyempurnaan dalam pendefinisian objek sebagai aset adalah


aset merupakan akibat transaksi atau kejadian masa lalu.
Selain beberapa karakteristik yang telah disebutkan, FASB menyebutkan
beberapa karakteristik pendukung yaitu melibatkan kos, berwujud, tertukarkan,
terpisahkan, dan berkekuatan hukum. Karakteristik pendukung tersebut lebih
menguatkan atau meyakinkan adanya aset tetapi tiadanya karakteristik pendukung
tidak menghalangi suatu objek untuk memenuhi syarat sebagai aset.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang yang telah dipaparkan, adapun tujuan kami membuat
makalah yang berjudul Teori Asset, yaitu:
1.
2.
3.
4.

Menyebut dan menjelaskan tentang teori asset.


Menjelaskan bagaimana pengukuran dan penilaian dalam konsep aset/
Menjelaskan bagaimana karakteristik dari asset.
Menjelaskan bagaimana asset diakui

1.3 Tujuan
1. Untuk memahami bagaimana gambaran tentang aset yang dapat diakui dan
tidak..
2. Untuk lebih memahami tentang pengukuran maupun penilaian tentang
sebuah asset..

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
FASB mendefinisi asset dalam rerangka konseptualnya sebagai berikut
(SFAC No. 6, prg. 25):
Assets are probable future economic benefits obtained or controlled by a y
as a result of past transactions or events.
(Aset adalah manfaat ekonomik masa dating yang cukup pasti yang
diperoleh atau dikuasai/dikendalikan oleh suatu entitas sebagai akibat
transaksi atau kejadian masa lalu.)
Dengan makna yang sama , IAC mendefinisi aset sebagai berikut:
An asset is a resource controlled by the enterprise as a result of past
events and from

which future economic benefits are espected to

flow to the enterprise.


Dalam statemet of accounting concepts No, 4, Australian Accounting
Standards Board (AASB) mendefinisi asset sebagai berikut (prg.12):
Assets are service potential or future economic benefits controlled by
reporting entity as a result of past transaction or other past events.
Definisi-definisi diatas memisahkan antara makna atau pengertian dan
pengukuran serta pengakuan sehingga definisi tersebut lebih bersifat semantic
daripada structural. Definisi IASC dan AASB menanggalkan kata probable karena
dianggap bahwa tia merupakan criteria pengakuan bukan sifat dari asset.
Definisi yang menggabungkan makna, pengukuran, dan pengakuan diajukan oleh
APB dalam APB No. 4 sebagai berikut (prg. 132):
Assets economic resources of an enterprise thar are recognized and
measured in conformity with generally accepted accounting principles. Assets also
include certain deferred charges that are not resources butthat we recognized and
measured in conformity wth gerally accepted accounting principles.
Definisi FASB dan AASB cukup luas dibanding definisi yang lain karena
asset, disifati sebagai manfaat ekonomik (economic benefits) dan bukan sebagai
sumber ekonomik (resources) karena manfaat ekonomik tidak membatasi bentuk

atau jenis sumber ekonomik yang dapat dimasukkan sebagai asset. Definisi
tersebut tidak membedakan antara asset real (real assets) dan asset financial
(financial assets) dan antara sumber ekonomik (resources) dan non sumber
ekonomik ( nonresources). APB No. 4 mendefinisi sumber ekonomik sebagai
berikut (prg. 57):
Economic resources are the scarce means (limited in supply relative to
desired uses) available for currying on economic activities.
Pengertian asset sebagai sumber ekonomik sebagaimana dikemukakan
APB sejalan dengan pengertian yang dikemukakan Ijiri (1975, blm 52):
resources are object that the entity intends to place under its control.
This means that resources must have utility. However, utility alone is not sufficient
reason for an entity to place an object under its control. The object must be
scarce, this ruling out free goods.
APB dan Ijiri mendefinisi asset sebagai sumber ekonomik karena adanya
unsure kelangkaan sehingga suatu entitas harus mengendalikannya dari akses
pihak lain melalui transaksi ekonomik. APB juga membedakan asset menjadi
sumber ekonomik dan nonsumber ekonomik. APB No. 4 merinci asset yang
digolongkan sebagai sumber ekonomik sebagai berikut (prg. 57):
1. Sumber produktif (productive resources):
a. Sumber produktif kesatuan usaha yang meliputi bahan baku, gedung,
pabrik, perlengkapan, sumber alam, paten dn semacamnya, jasa dan
sumber lain yang digunakan dalam produksibarang dan jasa.
b. Hak kontraktual atas sumber produktif meliputi semua hak untuk
menggunakan
2.
3.
4.
5.

sumber

ekonomik

pihak

lain

dan

hak

untuk

mendapatkan barang atau jasa dari pihak lain.


Produk (products) yang merupakan keluaran kesatuan usaha terdiri atas:
a. Barang jadi yang menunggu penjualan
b. Barang dalam proses
Uang (money)
Klaim untuk menerima uang (clains to receive money)
Hak pemilihan atau investasi pada perusahaan lain (ownership interest in
other enterprise)

Dengan jenis asset yang disebut APB di atas, APB secara implicit menekankan
pengertian asset sebagai sesuatu yang nyata-nyata dapat digunakan dalam
kegiatan produktif (penyediaan barang dan jasa). Nyata-nyata dapat digunakan
bearti bahwa asset merupakan sediaan jasa (embodiment or strorage of future
services) baik berwujud (tangible) maupun tak berwujud (intangible). Sumber
ekonomik yang didefinisi APB di atas dapat diklasifikasikan menjadi objek fisi
(physical objects) dan hak ( rights).
APB menggolongkan bentuk atau jenis asset selain yang disebut di atas
sebagai nonsumber ekonomik meskipun tetap masuk dalam penegrtian asset.
Nonsumber ekonomik meliputi beban atau pengurang pendapatan tangguhan
(deferred charges) seperti: goodwill, rugi selisih kurs, kos organisasi, dan
beberpaa pos yang timbul akibat penyesuaian (sering disebutpos-pos transitoris).
Berbeda dengan FASB, IASC memaknai manfaat ekonomik masa dating
(future economic benefits) bukan sebagai potensi jasa yang sekarang dikuasai
badan usaha tetapi sebagai manfaat yang diharapkan mengalir ke badan usaha.
Jadi, manfaat ekonomik yang dimaksud oleh IASC bukan manfaat yang
dikandung (embodied) oleh sumber ekonomi yang dikuasai tetapi manfaat yang
didatangkan atau yang mengalir ke badan usaha. Karena bukan manfaat yang
dikandung, pengertian manfaat ekonomik masa datang oleh IASC dapat
diinterpretasi sebagai aliran masuk manfaat akibat pemerolehan sumber ekonomik
baru lantaran pertukaran dengan sumber ekonomik yang sebelumnya dikuasai atau
lantaran aliran masuk pendapatan.
Definisi FASB dan AASB lebih luas disbanding definisi lain dalam hal
entitas yang dicakupi. Dengan menyatakan a particular entity atau reporting entity
bukannya enterprise sebagai pengendali asset, FASB dan AASB tidak membatasi
pengertian asset hanya berlaku untuk organisasi bisnis tetapi juga untuk organisasi
non bisnis. Kata enterprise yang digunakan oleh IASC DAN apb member kesan
bahwa asset didefinisi dalam konteks organisasi bisnis.
Dengan berbagai perbedaan di atas, pada dasarnya dapat disimpulkan
bahwa terdapat tiga karakteristik utama yang harus dipenuhi agar suatu objek atau
pos dapat disebut asset yaitu: (a) manfaat ekonomik masa datang yang cukup
pasti, (b) dikuasai atau dikendalikan oleh entitas, dan (c) timbul akibat transaksi
masa lalu. Criteria (a) merupakan criteria utama dan lebih memuat aspek semantic
sedangkan criteria (b) dan (c) lebih memuat aspek pengakuan daripada semantik.
5

2.1.1 Manfaat Ekonomik


Untuk dapat disebut sebagai aset, suatu objek harus mengandung manfaat
ekonomik di masa datang yang cukup pasti (probable). Ini mengisyaratkan bahwa
manfaat tersebut terstruktur dan dapat dikaitkan dengan kemampuannya untuk
mendatangkan pendapatan atau aliran kas di masa datang. Sejalan dengan APB,
FASB menyatakan bahwa asset adalah sumber ekonomik karena potensi jasa
(service potential) atau utilitas (utility) yang melekat di dalamnnya yaitu suatu
daya atau kapasitas langka (scarce) yangdapat dimanfaatkan kesatuan

usaha

dalam upayanya untuk mendatangkan pendapatan melalui kegiatan ekonomik


yaitu konsumsi, produksi, dan pertukaran.
Uang atau kas mempunyai manfaat atau pootebsi jasa karena apa yang
dapat tia beli atau karena daya tukarnya. Dengan kata lain, potensi jasa kas dapat
ditukarkan dengan potensijasa apapun yang diperlukan kesatuan usaha untuk
melaksanakan kegiatan ekonomiknya. Kemampuan ini disebutdengan daya beli
atas sumber ekoomik (command over resources). Daya beli uang menjadi
pengukur manfaat ekonomik masa datang.
Sumber selain kas mempunyai manfaat ekonomik karena dapat
ditukarkan dengan kas, barang, atau jasa, karena dapat digunakan untuk
memproduksi barang dan jasa, atau karena dapat digunakan untuk melunasi
kewajiban. Berkaitan dengan manfaat ekonomik ini, FASB mengajukan dua hal
yang harus dipertimbangkan dalam menilai apakah pada saat tertentu suatu pos
atau objek maih dapat disebut asset yaitu:
(a) Apakah suatu pos yang dikuasai oleh suatu kesatuan usaga pada mulanya
mengandung manfaat ekonomik masa datang.
(b) Apakah semua atau sebagian manfaat ekonomik tersebut masih tetap ada
pada saat penilaian.
2.1.2 Dikuasai oleh Entitas
Untuk dapat disebut sebagai asset, suatu objek atau pos tidak harus
dimiliki oleh entitas tetapi cukup dikuasai oleh entitas. Pemilihan (ownership)
mempunyai makna yuridis atau legal. Artinya, untuk memiliki suatu objek
diperlukan proses yang disebut transfer hak milik (transfer of title). Bila pemilikan
menjadi criteria asset, akan banyak pos yang tidak masuk sebagai asset sehingga

tidak dapat dilaporkan dalam neraca. Dengan kata lain, pemilikan sebagai criteria
akan mengakibatkan banyak pos dilaporkan diluar neraca (off-balance sheet).
Oleh karena itu, konsep penguasaan (kendali) lebih penting daripada
konsep pemilikan. Hal ini dilandasi olehkonsep dasar substansu mengungguli
bentuk yuridis (substance over form). Substansi atau tujuan dari pemilikan adalah
penguasaan. Penguasaan disini bearti kemampuan entitas untuk mendapatkan,
memelihara/menahan, menukarkan, menggunakan manfaat ekonomik dan
mencegah akses pihak lain terhadap manfaat tersebut. Dengan demikian,
pemilikan (misalnya dengan cara membeli) dan hak secara hukum (legal rights)
hanya merupakan salah satu cara untuk mendapatkan penguasaan atau kendali.
Most : 1982. Hlm. 341-342) mengemukakan bahwa penguasaan atau kendali
terhadap suatu object dapat diperoleh dengan cara:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Pembelian (by purchase)


Pemberian (by gift)
Penemuan (by discovery)
Perjanjian (by agreement)
Produksi/transformasi (by production/transformation)
Penjualan (by sale)
Lain-lain seperti pertukaran (by barter), peminjaman (by loan),
penjaminan (by bailment), pengkogsinaan (by consignment), dan
berbagai transaksi komersial (by commercial transactions) yang diakui
hukum atau kebiasaan bisnis

Pemerolehan perlengkapan (equipment) secara tunai merupakan contoh


penguasaan manfaat ekonomik karena pembelian. Piutang dagang adalah manfaat
ekonomik yang dikuasai kesatuan usaha karena penjualan. Kendaraan sewa
gunaan (leased vehicles) adalah contoh manfaat ekonomik yang dikuasai karena
perjanjian/kontrak. Jadi, pemilikan sebenarnya hanya merupakan karakteristik
pendukung karena hak yuridis yang melekat (disrbut property right atau legal
right) menguatkan penguasaan. Dapat saja terjadi kesatuan usaha menguasai suatu
objek karena pemberian atau hadiah dan kemudian secara yuridis menguatkan
penguasaan tersebut secara hukum dengan cara mencatatkannya ke pihak
berwenang sebagai hak milik (title of ownership).
Lebih lanjut, pendefinisian asset lebih difokuskan pada manfaat
ekonomik masa datang yng dikuasai oleh entitas dan baru kemudian pada objek

fisis dan pihak yang menyediakan manfaat. Karena pemilikan bukan bagian dari
definisi asset, manfaat yang dikuasai tidak harus mencakupi seluruh objek fisis
atau seluruh manfaat yang dimiliki/dikuasai pihak lain. Dua entitas atau lebih
dapat menguasai secara bersama-sama satu objek fisis atau satu onggok (bundles)
jasa yang disediakan pihak lain. Misalnya, suatu entitas menyewa sebagian
gudang barang di pelabuhan yang disediakan oleh autoritas pelabuhan (misalnya
Pelindo).
2.1.3 Akibat Transaksi atau Kejadian Masa Lalu
Criteria ini sebenarnya menyempurnakan criteria penguasaan dan
sekaligus sebagai criteria atau tes pertama (first-test) pengakuan objek sebagai
asset tetapi tidak cukup untuk mengakui secara resmi dalam sistem pembukuan.
Telah dibahas dalam rerangka konseptual bahwa criteria pengakuan elemen adalah
definisi, keterukuran, keberpautan, dan keterandalan. Bahwa asset harus timbul
akibat transaksi atau kejadian mas lalu adalah criteria untuk memenuhi definisi
tetapi bukan criteria untuk pengakuan. Jadi, manfaat ekonomik dan penguasaan
atau hak atas manfaat saja tidak cukup untuk memasukkan suatu objek ke dalam
asset kesatuan usaha untuk dilaporkan via statemen keuangan (neraca). Criteria
pengakuan yang lain harus dipenuhi (keterandalan, keberpautan, dan keterukuran).
Penguasaan harus didahului oleh transaksi atau kejadian ekonomik.
Sebagai contoh, manfaat baru atau kenaikan nilai karena pertumbuhan alamiah
(akresi) dalam industry pertanian atau kehutanan secara automatis dikuasai oleh
kesatuan usaha. Akan tetapi, manfaat tersebut tidak dengan sendirinya dapat
diakui sebagai asset kesatuan usaha karena criteria pengakuan lain juga harus
dipenuhi. Pertumbuhan alamiah dapat dikatakan sebagai suatu kejadian ( event )
masa lalu yang menimbulkan manfaat ekonomik sehingga akresi memenuhi
definisi asset.
Demikian juga, apakah penandatanganan kontrak pembangunan suatu
gedung antara kesatuan usaha dan kontraktor dapat diperlakukan sebagai transaksi
masa lalu yang menimbulkan asset? Ya, kontrak tersebut menimbulkan asset tetapi
tidak dengan sendirinya nilai kontrak gedung tersebut dapat diakui. Kontrak yang
belum dilaksanakan oleh salah satu pihak mempunyai status yang disebut kontrak
eksekutori ( executor contract) yang bearti belum berlaku sebelum saatnya (atau
baru berlaku pada saatnya). Sebelum berlaku, kontrak semata-mata merupakan

kesepakatan atau janji yang bersifat saling mengimbangi antara hak dan
kewajiban (offsetting). Artinya, sebelum salah satu pihak berprestasi (to perform)
pada saatnya, hak dan kewajibanpihak lain belum terjadi sehingga nilai kontrak
tidak dapat diakui. Bagi perusahaan, manfaat ekonomik masa datang sudah cukup
pasti, manfaat tersebut akan dikuasai perusahaan, dan transaksi telah terjadi
sehingga secara definisi kontrak telah menimbulkan asset tetapi asset tersebut
tidak dapat diakui karena criteria lain harus dipenuhi. Jadi kontrak eksekutori
memenuhi tes pertama (definisi) asset sebagai salah satu criteria pengakuan.
Dengan kata lain, transaksi atau kejadian masa lalu merupakan syarat perlu tetapi
tidak merupakan syarat cukup (sufficient condition) untuk pengakuan asset.
Syarat perlu harus ditetapkan agar tidak terjadi pengakuan asset yang bersifat
hipotesis. Contoh lain adalah penganggaran pembelian mesin yang disetujui
dalam RUPS tidak dengan sendirinya menimbulkan asset sebelum ada transaksi
pembelian. Walaupun bencana alam dapat menurunkan atau menghilangkan
manfaat ekonomik masa datang, suatu kesatuan usaha tetap dapat menguasai dan
melaporkan asset kalau bencana tersebut belum terjadi.
FASB memasukkan transaksi atau kejadian sebagai criteria asset karena
transaksi atau kejadian tersebut dapat menimbulkan ( menambah) atau
meniadakan asset. Asset atau nilainya dapat dipengaruhi oleh kejadian atau
keadaan yang sebagian atau seluruhnya dluar kemampuan kesatuan usaha atau
manajemennya untuk mengendalikan misalnya kenaikan harga, perubahan tingkat
bunga, pertumbuhan alamiah (akresi), penyusutan, pencurian, huru-hara,
kecelakaan, dan bencana alam. Berbagai transaksi, kejadian atau keadaan pada
akhirnya akan memicu pengakuan atau penghapusan manfaat ekonomik suatu
objek(asset).
2.1.4 Karakteristik pendukung
Selain ketiga karakteristik di atas, FASB menyebutkan beberapa
karakteristik pendukung yaitu melibatkan kos (acquired at a cost), berwujud
(tangible), tertukar (exchangeable), terpisahkan (severabble) dan berkekuatan
hukum (legally enforceable). Karakteristik pendukung tersebut lebih menguatkan
atau meyakinkan adanya asset tetapi tiadanya karakteristik pendukung
menghalangi suatu objek untuk memenuhi syarat sebagai asset.

tidak

Melibatkan kos. Pemerolehan asset pada umumnya melibatkan kos (pengeluaran


sumber ekonomik misalnya kas) sebagai penghargaan sepakatan ( measured
consideration). Bila kos terjadi karena pemerolehan suatu objek terjadi akibat
pertukaran atau pembelian, objek tersebut lebih kuat untuk masuk sebagai asset.
Akan tetapi, tiadanya kos tidak membatalkan suatu objek sebagai asset. Suatu
asset dapat diperoleh misalnya dari hadiah yang tidak melibatkan pengeluaran
sumber ekonomik. Walaupun demikian, kos objek tersebut harus tetap ditentukan
atau ditaksir secara layak sebagai dasar pencatatan pertama kali.
Jadi, meskipun suatu kesatuan usaha umumnya mengeluarkan atau
mengorbankan sumber ekonomik ( menjadi kos) , kos yang terjadi tersebut tidak
dengan sendirinya membentuk asset. Esensi set lebih terletak pada manfaat
ekonomik masa datang daripada pada terjadinya kos. Walaupun demikian,
terjadinya kos merupakan hal penting untuk mengaplikasi definisi kos karena dua
hal yaitu : (1) sebagai bukti pemerolehan suatu asset dan (2) sebagai pengukur
atribut asset yang cukup objektif.
Berwujud. Bila suatu sumber ekonomik secara fisis dapat diamati, tia memang
lebih kuat untuk disebut sebagai asset. Akan tetapi, keterwujudan (tangibility)
bukan criteria untuk mendefinisi asset. Objek-objek seperti hak paten, hak cipta,
merek dagang, dan goodwill tetap dapat diamsukkan sebagai asset meskipun tidak
berwujud fisis. Pada umumnya, pos-pos tak berwujud (intangibles). Most (1982,
hlm. 379) mengajukan tiga tes (criteria) untuk memasukkan suatu pos ke dalam
asset tak berwujud, yaitu :
(1) Apakah pos tersebut diperoleh dari suatu transaksi dengan pihak
independen (arms length tramsaction)? Hal ini dimaksudkan agar tidak
terjadi penilaian lebih (over-valuation) atas asset takberwujud.
(2) Dapatkah manfaat ekonomik masa datang yang diharapkan diidentifikasi?
Dapat diidentifikasi artinya

dapat dikaitkan dengan kemampuan

perusahaan mendatangkan laba di masa datang. Hal ini dimaksudkan ntuk


meyakinkan bahwa objek tak berwujud memenuhi criteria utama asset.
(3) Dapatkah kos pos tersebut dipisahkan dengan kos asset lain yang
diperoleh? Misalnya suatu kesatuan usaha membeli sebuah mesin yang
secara khusus dirancang oleh perushaan

lain melalui riset dan

pengembangan. Kos mesin sudah termasuk kos riset dan pengembangan.


10

Kos riset dan pengembangan dapat menjadi asset tak berwujud bagi
pembeli mesin bila rancang bangun (design) menjadi hak ekslusif pembeli
dan kosnya dapat dipisahkan dari kos kontrak pembuatan mesin.
Tertukarkan. Beberapa penulis mengajukan gagasan atau argument bahwa untuk
memenuhi syarat sebagai asset, suatu sumber ekonomik harus dapat ditukarkan
dengan sumber ekonomik lainnya. Syarat ini diajukan dengan alasan bahwa
manfaat ekonomik mempunyai daya atau nilai tukar. Dengan kata lain, manfaat
ekonomik diturunkan dari daya tukar. Syarat dan argument ini disanggah karena
manfaat ekonomik tidak hanya terletak pada daya tukar tetapi juga dari daya guna
suatu objek untuk produksi. Mesin, mialnya mungkin sekali tidak mempunyai
daya tukar tetapi dapat digunakan untuk menghasilkan produk. Bahkan hampir
sebagian besar asset manfaatnya didapat dari penggunaan daripada dari
pertukaran. Sebagaimana dikutip Kam (1990, hlm. 107-108), Moonitz
menyatakan bahwa exchange does not make values, it merely reveals them.
Terpisahkan. Syarat ini diajukan oleh Chambers dengan alasan bahwa posisi
keuangan harus ditentukan dengan pengukuran nilai berbagai asset dan kewajiban
secara individual. Kalau syarat ini dimaksukkan sebagai asset. Chambers dan
MacNeal mengajukan syarat ini karena dia tidak setuju bahwa goodwill
dimasukkan sebagai asset. Alasannya adalah pengukuran goodwill sangat
subjektif dan hipotesis. Alain lain adalah tujuan penyajian neraca adalah
melaporkan nilai bersih asset dan bukan nilai perusahaan secara keseluruhan.
Melaporkan goodwill atau semacamnya akan menyesatkan.
Pihak yang menentang syarat keterpisahan (severability) berargumen
bahwa ketertukaran dan keterpisahan hanyalah merupakan syarat untuk
memperoleh manfaat suatu asset. Lagipula, pemasukan goodwill sebagai asset
memamng tidak dimaksudkan untuk menilai perusahaan secara keseluruhan tetapi
untuk mengidentifikasi dan menilai manfaat ekonomik mas adatang bagi
perusahaan. Dwngan argument-argumen tersebut, FASB tidak memasukkan
keterpisahan sebagai criteria untuk mendefinisi asset (Kam 1990, hlm. 108).
Berkekuatan hukum. Penguasaan atau hak atas asset tidak harus didukung
secara yuridis formal. Klaim seperti piutang usaha tidak harus didukung oleh

11

dokumen yang mempunyai daya paksa secara hukum ( legally enforceable ) untuk
memenuhi definisi asset. Memang pada umumnya, kemampuan suatu entitas
untuk menguasai manfaat ekonomik timbul akibat hak-hak hukum (legal rights).
Meskipun demikian, hak paksa yang melekat pada hak-hak hukum bukan
merupakan syarat mutlak untuk mengakui adanya asset kalau suatu entitas dapat
memperoleh dan menguasai manfaat dengan cara lain sebagaimana dibahas
sebelumnya (misalnya dengan cara perjanjian atau penemuan).
2.2 Pengukuran
Pengukuran bukan merupakan kriteria untuk mendefenisikan asset tetapi
merupakan kriteria pengukuran asset. Salah satu criteria pengukuran asset adalah
keterukuran (measurability) manfaat ekonomik masa dating. Yang dimaksud
pengukuran dalam pembahasan di sini adalah penentuan jumlah rupiah yang harus
diletakan pada suatu objek asset pada saat terjadinya yang akan dijadikan data
dasar untuk mengikuti alairan fisis objek tersebut. Dengan konsep kontinuitas
usaha, pos atau sumber ekonomik akan mengalami tiga tahap perlakuan sejalan
dengan kegiatan usaha yaitu tahap pemerolehan (acquisition), pengelolahan
(processing, dan penjualan / penyerahan (seles/delivery). Tahap terakhir
(penjualan) melibatkan penyerahan barang dan jasa (keluarnya sumber
ekonomik). Secara akuntansi (aliran informasi), aliran fisis suatu sumber
ekonomik atau objek harus direprensentasi dalam jumlah rupiah sehingga
hubungan antar objek bermakan sebagai informasi. Sebagaimana dilukiskan
dalam Gambar 5.8, kos merupakan representasi kuantitatif suatu objek. Kos
menjadi data dasar untuk mengikuti aliran fisis kegiatan ekonomik badan usaha.
Sebagai aliran informasi, kos juga mengalami tiga tahap perlakuan akuntansi
mengikuti aliran fisis yaitu:
(1) Pengukuran (measurement), pengakuan (recognition), dan klasifikasi
(classification) pertama kali pada saat terjadinya. Untuk selanjutnya
seluruh kegiatan dalam tahap ini disebut pengukuran saja.
(2) Pencatatan berikutnya dalam rangka mengikuti aliran fisis asset barupa
alokasi, distribusi, dan penggabungan untuk kepentingan internal /
manajerial

atau

untuk

kepentingan

12

penkosan

produk.

Untuk

selanjutnya semua kegiatan dalam tahap ini disebut penelusuran


(tracing).
(3) Pembebanan ke pendapatan periode berjalan atau periode periode
yang akan dating. Kos yang belum menjadi beban pendapatan (biaya)
akan tetap melekat pada objek menjadi asset beban usaha. Untuk
selanjutnya dalam tahap ini disebut pembebanaan ke pendapatan
(charging to revenues).
2.2.1 Kos sebagai pengukuran dan bahan oleh akunatansi.
Kos dasar penghargaan sepakat menegaskan bahwa pengukuran asset
pada saat pemerolEhan yang paling objektif adalah jumlah rupiah yang terlibat
dalam transaksi pertukaran antara dua pihak independen yang sama sama
berkehendak (arms length bargaining). Jumlah rupiah tersebut akan menjadi
pengukuran asset yang diperoleh kesatuan usaha dan akan menjadi bahan olah
akuntansi yang disebut kos. Jadi, kos dalam arti luas mempunyai makna sebagai
agregat harga (prince aggregate) dalam pemerolehan suatu asset. Jadi,
penghargaan sepakatan (kos) dalam taransaksi antar pihak independen menjadi
dasar pengukuran karena jumlah rupiah tersebut dianggap cukup terandalakan
untuk mendekati / mengaproksimasi nilai sebenarnya (true value) atau nilai wajar
(fair value) suatu objek pada saat transaksi. Nilai sebenarnya atau nilai wajar tidak
dapat diamati tetapi dapat diaproksimasi dengan penghargaan sepakatan.
Penghargaan sepakatan akan bebeda atau bervariasai antar transaksi yang sama
yang terjadi berkali kali untuk objek yang sama ( baik dari satu entitas maupun
berbagai entitas). Kos yang didasarkan atas penghargaan sepakatan lebih
terandalkan karena penyebarannya lebih terpusat atau variansi ( variance) lebih
kecil atau sempit dari pada kos yang didasarkan atas penilaian secara subjektif
atau selain penghargaan sepakatan.
2.2.2 Pengukuran Kos.
Dalam praktiknya, pemerolehan asset merupakan proses yang tidak
terjadi begitu saja selesai dalam satu kegiatan tetapi terdiri atas serangkaian
kegiatan misalnya, mendapatkan order, menerima barang, meneliti kecocokan,
mengangkut barang, dan akhirnya menggunakan barang tersebut. Tiap kegiatan
biasanya melibatkan pengorbanan sumber ekonomik. Oleh karena itu, besar

13

kecilnya kos yang harus dicatat pertama kali sebagai pengukur suatu asset pada
saat pemerolehan ditentukan oleh dua hal yaitu: (1) batas kegiatan yang disebut
pemerolehan dan (2) jenis penghargaan.
(1). Batas Kegiatan.
Batas kegiatan berkaitan dengan masalah umur pengorbanan sumber
ekonomik ( kegiatan) apa saja yang membentuk kos suatu asset. Secara teoritis
dan sebagai ketentuan umum, batas akhir kegiatan untuk memasukan unsur kos
sebagai bagian dari kos asset adalah saat dimulainya penggunaan asset. Dengan
kata lain, secara konseptual pembentuk kos suatu asset (baik berwujud atau tidak)
adalah semua pengeluaran (pengorbanan sumber ekonomik) yang terjadi atau
yang diperlukan akibat kegiatan pemerolehan suatu asset sampai dia ditempatkan
dalam kondisi siap dipakai atau berfungsi sesuai dengan tujuan pemerolehannya.
Misalnya, jumlah rupiah pengeluaran untuk balik nama pembelian sebidang tanah
dan jumlah rupiah pengeluaran untuk mempersiapakan tanah tersebut harus
dimasukkan sebagai kos total tanah tersebut. Bila sebuah gedung dibangun sendiri
dengan menggunakan fasilitas yang dimiliki perusahaan sendiri maka hal yang
perlu diperhatikan adalah bahwa semua jumlah rupiah yang terjadi yang cukup
bermasalah untuk dikaitakan dengan pembangunan gedung tersebut, seperti
misalnya jasa arsitek dan pengeluaran tak langsung (overhead) lainnya, harus
dimasukkan sebagai kos bangunan tersebut. Jumlah rupiah pengeluaran untuk
menyimpan dan mengasuransikan barang dagangan selama dalam periode
persiapan untuk dijual adalah abagian dari kos barang dagang tersebut. Pajak dan
pengeluaran tambahan lainnya yang wajar yang berkaitan dengan pembangunan
sebuah kawasan pemukiman atau asset real (real astate) selama periode
pengorganisasian (pengembangan) dan pembangunan samapai siap dipakai atau
dijual adalah jumlah rupiah pengeluaran yang sah dan wajar untuk dilekatkan
pada kos asset real tersebut.
Walaupun demikian, secara teknis pembukuan unsur unsur kos tersebut
tidak harus dicatat dalam satu akun untuk krprtluan analisis internal. Berbagai
pengeluaran untuk mendapatkan sediaan barang, misalnya, tidak harus dicatat
dalam satu akun sediaan barang tetapi dicatat dalam akun pembantu seperti
14

pembelian, asuransi pembelian barang, dan kos pengangkutan pembelian. Dalam


pemisahan semacam ini merupakan praktik yang sehat karena akan menghindari
pengaburan antara kos utama dengan kos tambahan. Kos utama merupakan unsure
kos yang merepresentasi penghargaan sepakatan pada waktu suatu asset diperoleh
atau pada saat pertukaran. Pada umumnya pertukaran merupakan kegiatan utama
dalam serangkaian kegiatan

pemerolehan suatu asset

sampai asset siap

digunakan.
(2) Jenis penghargaan.
Masalah ini berkaitan dengan penentuan kos utama yang harus dicatat.
Dalam transaksi pertukaran, penghargaan sepakatan dapat dinyatakan dalam
berbagai bentuk sumber ekonomik atau instrument yang diserahkan oleh
pemeroleh asset. Instrument tersebut dapat berupa misalnya uang tunai atau barng
atau lainnya (misalnya saham atau obligasi). Bentuk instrument mempengaruhi
dasar penentuan kos utama. Pemeroleh asset dapat terjadi dari taransaksi atau
kejadian yang melibatakan kas dan nonkas.
Agar penghargaan yang telah distujui dapat dicatat dalam sistem
akuntansi, penghargaan tersebut harus

dinyatakan dalam satuan uang.

Persayaratan ini akan mudah dilakuakan kalau penghargaan tersebut berwujut


uang tunai (kas). Seluruh jumlah rupiah yang disepakati sebagai penghargaan
pada saat taransaksi akan membentuk kos yang paling objektif karena tidak lagi
melibatkan interpretasi atau pertimbang penilaian. Bila transaksi terjadi dalam
mekanisme pasar bebas antara pihak independen,kos tunai (cash cost) adalah
pengukuran asset yang paling valid dan objektif. Kalau sumber ekonomik nonkas
merupakan penghargaan yang digunakan dalam transaksi, pengukuran yang ideal
untuk menetukan kos asset yang diperoleh adalah jumlah rupiah uang tunai yang
akan diperoleh seandainya sumber ekonomik tersebut dijual dulu secara tunai
kepada umum. Kos barang atau jasa yang diperoleh secara tunai adalah jelas
merupakan jumlah rupiah uang yang dibayarkan sedangkan kos barang atau jasa
yang diperoleh melalui pertukaran barang dan jasa lain adalah jumlah rupiah tunai
yang secara implicit melekat pada nilai jual barang atau jasa yang diserahkan
dalam pertukaran tersebut. Jumlah rupiah melekat ini disebut jumlah setara tunai

15

(money or cash equivalent) atau kos tunai terkandung atau implisit (imlied cash
cost) dari wujud penghargan yang diserahkan oleh pemeroleh asset. Bila asset
diperoleh tanpa penghargan (misalnya hadiah), kos asset ditentukan atas dasar
setara tunai atau kos tunai terkandung asset yang diterima pada saat transaksi atau
kejadian. Berikut ini dibahas berbagai dasar pengukuaran kos untuk transaksi atau
kejadian pemerolehan asset dengan instrument selain kas dan konsep atau teori
yang melandasinya.
Kos dalam barter. Barter atau pertukaran asset adalah pemerolehan
asset (biaya asset berwujud atau nonmoneter) dengan penghargan berupa asset
berwujud atau nonmoneter lainnya. Bila hal ini terjadi, pengukuran asset yang
diperoleh bergantung pada apakah asset yang dipertukarkan sejenis (similar) atau
tak sejenis (dissimilar). Asset sejenis artinya asset yang fungsinya sama dan tidak
harus asset yang identik. Misalnya, truk dan pick up dianggap sejenis kalau
fungsinay sama sama untuk pengiriman barang.
Bila suatu kesatuan menukarkan asset sejenis, secara konseptual
dianggap bahwa perusahan tersebut melakuakan pemeliharaan atau pemertahanan
capital (daya produksi) dan bukan melakukan penjualan sehingga penerimaan
asset dan penyerahan asset dianggap sebagai transaksi pemeliharaan bukan
taransaksi penjualan. Dengan demikian, fungsi asset dalam memberikan
kontribusi untuk pembentukan pendapatan belum berhenti atau habis. Jadi, proses
pembentukan pendapatan (earning proses) oleh fungsi asset tersebut belum
selesai. Oleh karena itu, kalau terjadi utang ( atau pendapatan) tidak dapat timbul
dari transaksi penjualan. untung yang timbul harus diperlakukan sebagai
pengurangan kos asset yang masuk. Akan tetapi kalau terjadi rugi, dia dapat
segera diakui karena alas an konservatisme.
Bila kesatuan uasaha menukarkan asset tidak sejenis, secara konseptual
dianggap transaksi tersebut melibatkan dua transaksi yaitu penjualan dan
pembelian. Dalam hal ini dianggap bahwa kesatuan usaha menjual asset yang
diserakan secara tunai kemudian seketika itu pulah menggunakan selurh kas yang
diterima untuk membeli asset yang diterima (baru). Dengan dijualnya asset,
kontribusi asset dalam pembentukan pendapatan telah selesai atau berhenti

16

sehingga bila dalam penjualan asset terlibat untung, dia dapat diakui sebagai
untung penjualan asset dan masuk dalam statement laba rugi.
Dalam barter, dapat pula terlibat kas sebagai tombok (boot) baik dari
pihak kesatuan usaha atau dari lawan barter. Bila dalam barter asset sejenis
tombok diberikan oleh lawan barter, maka barter tersebut tidak murni sejenis
tetapi campuran. Artinya, asset yang diserahkan sebagian ditukar dengan asset
sejenis dan sebagian dengan kas. Bagian yang ditukar dengan kas dianggap
sebagai barter tak sejenis sehingga dianggap melibatkan penjualan tunai. Oleh
karena itu, bagian untung yang timbul dari penjualan tunai dapat diakui sebagai
untung yang masuk dala statement laba rugi. Untung yang dapat diakui adalah
proporsional antara tombok dan haraga pasar asset yang diterima kesatuan usaha.
Atas dasar penalaran atau teori diatas, berikut ini disarikan prinsi
prinsip penentuan kos asset yang diterima dalam barter atau pertukaran.
1. Pertukaran tak sejenis, tanpa pembayaran tombok :
Asset yang diterima dicatat sebagai nilai wajar / pasar asset yang
diserahkan atau nilai wajar asset yang diterima, mana yang lebih
mudah atau jelas ditentukan. Untung atau rugi yang timbul diakui pada
saat pertukaran.
2. Pertukaran tak sejenis, dengan pembayaran tombok :
Asset yang diterima dicatat sebagai nilai pasar asset yang
diserahkan ditambah tombok atau nilai wajar / pasar asset yang
diterima. Dalam hal ini, nilai pasar asset yang diserahkan menunjukan
kas yang akan diterima seandainya asset tersebut dijual. Untung atau
rugi yang timbul diakui pada saat pertukaran.
3. Pertukaran sejenis, tanpa pembayar tombok :
Asset yang diterima dicatat sebesar nilai buku atau nilai pasar asset
yang diserahkan, mana yang lebih rendah. Ini berarti bahwa kalau
terjadi untung maka untung tidak diakui dan sebaliknya kalau terjadi
rugi, rugi tesebut diakui pada saat transaksi.

17

4. Pertukaran sejenis dengan pembayaran tombok :


Asset yang diterima dicatat sebesar nilai buku asset yang
diserahkan ditamba tombok atau nilai pasar asset yang diserahkan
ditamba tombok, mana yang lebih rendah. Ini juga berarti bahwa kalau
terjadi untung maka untung tidak diakui dan sebaliknya kalau terjadi
rugi, rugi tersebut diaku pada saat transaksi.
5. Pertukaran sejenis, dengan penerimaan tombok :
Bila terjadi rugi : asset yang diterima dicatat sebesar harga pasar
asset yang diserahkan dikurangi kas yang diterima. Ini berarti rugi
yang terjadi diakui semua pada saat terjadinya transaksi.
Bila terjadi untung : asset yang diterima dicatat sebesar nilai buku
asset yang diserahkan dikurangi porsi nilai buku asset yang diserahkan
yang dianggap dijual (ditukar dengan kas). Atau ,nilai pasar / wajar
asset yang diterima dikurangi untung tangguhan (deferred gain).
Saham sebagai penghargaan. Saham sebagai penghargaan merupakan salah satu
bentuk perolehan aset dengan barter. Dalam beberapa kasus transaksi yang
menggunakan saham perusahan sebagai penghargaan untuk barang dan saham
tidak dapat merepresentasi kos yang sebenarnya (states value) untuk tiap
transaksi. Pengukur yang dapat untuk menentukan kos dalam situasi semacam itu
adalah jumlah rupiah uang tunai yang akan diterima oleh perusahan seandainya
perusahan menerbitkan saham-saham yang akan digunakan untuk penghargaan
diatas
Dalam beberapa hal, jumlah setara tunai saham dapat dicari dengan
membandingkan harga tunai jenis saham yang sama untuk memperoleh dana tunai
(kas)yang diterbitkan kira-kira bersamaan dengan penyerahan saham untuk
memperoleh aset bersangkutan. Acapkali, kursa saham yang tercatat di bursa pada
tanggal transaksi merupakan petunjuk yang bermanfaat untuk menentukan nilai
tunai saham. Mungkin juga terjadi dalam banyak hal bahwa penghargaan yang
didasarkan pada nilai tunai saham tidak menetukan jumlah yang meyakinkankarna
harga saham tidak dapat di tentukan dengan memuaskan. Pendekatan praktis

18

untuk memecah masalah ini adalah penentuan kos yang di dasarkan atas taksiran
harga pasar aset yang di peroleh. Perbedaan antara nilai nominal saham yang
diserahkan dengan niali setara tunai aset tersebut diperlakukan sebagai
prenum(agio) atau diskun (disagio) saham.
Kos Dalam Reorganisasi. Bila suatu perushan sudah berjalan atau beroperasi
cukup lama kemudian mengalami reorganisasi, perusahan tersebut biasanya tidak
mempunyai data kos yang memedai untuk menetukan kos aset yang dikuasainya.
Karna tujuan reorganisasi biasanya adalah menetukan nilai perusahan untuk
mempertimbangkan kondisi aset dan keadaan pasar pada waktu itu. Dalam
keadaan semacam itu, pengukuran kos harus didasarkan atas keadaan seakan-akan
perusahan baru berdiri (fress stars). Jadi, dianggap bahwa aset perusahan
merupakan suatu kesatuan berbagai aset yang barunsaja dibeli.
Hadiah atau hibah. Masalah khusus timbul bilamana barang atau jasa yang jelasjeas mempunyai manfaat ekonomik yang besar diperoleh perusahan tanpa kos
yang berarti atau dengan kos yang tidak sebanding dengan nilai ekonomik barang
yang diperoleh. Gedung atau tanahnya yang diperoleh perusahan melalui
sumbangan atau hibah adalah contoh perolehan tanpa kos. Walaupun dasarnya
demilkian, ada alasan yang kuat untuk tetap kekayaan terseut atas dasar kos tunai
implisitnya. Alasannya adalah bahwa setiap fasilitas atau faktor ekonomik yang di
pergunakan dalam operasi perusahan, tampa memandang asalnya, harus
diperlakukan dengan seksama sebagai petensi jasa. Oleh karena itu, perusahan
dalam menghasilkan laba (earning power) yang biasanya ditunjukan olehntingkan
kembalian investasi (rate of return on investment).
Temuan. Kadangkala terjadi bahwa suatu sumber alam atau sarana ditemukan
atau dikembangkan dan mempunyai nilai ekonomi yang jauh melebihi
pengeluaran yang sebenarnya untuk memperolehnya. Di

bidang eksploitasi

sumber alam misalnya, tambang minyak yang sangat berharga di temukan dengan
pekerjaan eksplorasi dengan kos minimal (cukup rendah dibandingka dengan
hasilnya). Demikian juga , suatu peralatan atau teknik pemprosesan yang
mempunyai harga pasar yang dikembangkan yang cukup tinggi

mungkin

dikembangkan dan didaftarkahak patennya tanpa suatu pengeluaran yang

19

sebanding dengan nilai pasar temuan tersebut. Dalam kondisi khusus yang seperti
ini,diperlukan suatu pengukuran baru kos atas dasar jumlah tunai imflisit. Jumlah
ini adalah jumlah rupiah uang tunai (kas) yang pasti di perlukan untuk
memperoleh sumber alam atau teknik pemrosesan tersebut seandainya keduanya
sudah dalam keadaan siap pakai atau dalam status siap di pasarkan atau di
komersialkan. Akan tetapi, perlu di tegaskan bahwa hal yang serupa tidak
semestinya dilakukana begitu saja semata-mata untuk menaikkan aset atas dasar
harapan dalam peramalan atau untuk memulai catatan dengan saldo yang baru.
Jadi, harus ada alasan yang kuat atau kondisi yang khusus untuk dapat melakukan
pengukuran seperti di atas. Pemrolehan aset melalui sumbangan ataupun twmuan
akan menimbul tambahan modal pemegang saham.
Kos Dalam Pembelian Kredit. Dengan sistem kredit nilai waktu uang menjadi
faktor yang sangat penting dalam mengukur kos yang sebenarnya (true kos). Kos
yang sebenarnya dalam transaksi kredit bukan berapa nilai kontrak yang harus di
lunasi dalam beberapa angsuran tetapi beberapa kos yang sebenarnya pada saat
transaksi. Kekeliruan sering terjadi karna anggapan bahwa nilai nominal atau nilai
jatuh tempo utang menunjukan kos barang atau jasa yang di beli dan memang
dalam beberapa kasus hal ini cukup beralasan karna kepraktisan dan materialitas.
Meskipun demikian, kalau barang atau jasa di beli secara kredit maka kos yang
sebenarnya adalah harga tunai imflisit. Harga tuani imflisit tersebut ditentukan
atas dasar jumlah rupiah yang di perlukan seandainya utang tersebut dilunasi pada
saat transaksi. Dalam di pembayaran dilakukan dengan surat wesel, surat obligasi,
atau surat tanda utang lain maka jumlah rupiah tunai imflisit di ukur dengan
jumlah rupiah uang tunai yang akan diterima seandainya surat berharga tersebut
diterbitkan atau dijual secara umum pada saat memperoleh aset.
Dalam transaksi kontrak pemilihan dengan harga kontrak tertentu, hanya
kontrak yang di sepakati mungkin melebihi harga pembelian tunai. Misalnya,
harga kontrak pemilihan sebua mesin adalah Rp 1.600.000 dan dibayar dalam
delapan kali angsuran tiap akhir triwulan sebesar Rp.200.000 tanpa menyebutkan
adanya bunga secara eksplisit. Dalam kasus ini, sebenarnya harga nominal
(kontrak) tersebut melebihi kos yang sebenarnya yaitu jumlah rupiah uang yang
di perlukan seandainya pembelian di lakukan tunai. Kalau mesin tersebut dapat
20

diperoleh juga dari tokoh yang sama dengan harga tunai Rp1.465.000 maka
jumlah ini dapat di anggap sebagai dasar pencatatan kos berdasarkan jumlah
setara tunai sedangkan selisih antara jumlah ini dengan nilai kontrak yaitu
Rp135.000. adalah setara dengan bunga dan harus dibebabkan kependapatan
(sebagai biaya) selama jangka waktu kontrak.
Pada umumnya, perusahaan tidak berusahan untuk menentukan harga
tunai efektif baik dengan cara menanyakan langsung ke toko penjual barang
ataupun dengan cara mendiskun nilai kontrak dengan tarif bunga yang berlaku.
Kalau ini terjadi maka akibatnya adalah bahwa kos tercatatat terlalu tinggi.
Walaupun demikian, kalau jangkan waktu kontrak adalah pendek (short-terms)
maka jumlah kelebihan kos adalah kecil dan tidak cukup berarti sehingga nilai
kontrak dapat dianggap sebagai jumlah rupiah tunai sebagai dasar untuk mencatat
kos.
Potongan Tunai dan Keringanan. Kos akan tercatat terlalu tinggi kalau
potongan tunai (cash discount) dan keringan-keringan (allowances) lain tidak
dikurangkan terhadap harga kesepakatan. Secara teknis pembukuan, memang
dimungkinkan untuk sementara mendebit harga faktur bruto kedalam akun aset
yang bersangkutan dan nantinya harus di lakukan penyesuaian untuk mengurangi
jumlah yang tercatat tersebut menjadi jumlah setara tunainya.potongann yang di
manfaatkan oleh pembeli sering di anggap sebagai laba. Hal ini tidak sejalan
dengan konsep yang mendasarinya yaitu bahwa laba tidak di peroleh melalui
prose pembelian atau memperoleh potensi jasa. Pembelian semata-mata
merupakan langkah pertama dalam upaya (effort) untuk menghasilka pendapatan.
Potongan dan keringanan lainnya sudah menjadi kebiasaan yang umum
dalam setiap kegiatan usaha dan pada umumnya akan selalu di manfaatkan oleh
perusahaan yang dikelola dengan baik (well-managed). Dalam perusahaan yang
mengakibatkan rugi. Rugi bukan sumber ekonomi dan karnanya tidak selayaknya
kalau dicacat sebagai aset. Oleh karena itu, sebenarnya setiap perusahan sudah
tahu pasti berapa harga yang sesungguhnya harus di bayar dalam suatu netto (net
cash price). Pencatatan kos atas dasar harga tunai netto sering tidak dilakukan

21

karena kebiasaan mencatat transaksi dalam jumah rupiah yang tercantum dalam
faktur.

Rugi Dalam Pemerolehan Aset


Sebelum pendapatan terjadi yang di timbulkan oleh upaya yang
dipersentasi oleh biaya,semata-mata mengalami penghimpunan, penggabungan
dan reklasifikasi. Kos yang terhimpun tersebut tetap merepresentasi aset kalau
aset tersebut belum di keluarkan sebagai biaya. Akan tetapi, dapat terjadi bahwa
karna sesuatu hal (keadaan yang tidak normal) potensi jasa tertentu menjadi tidak
mempunyai lagi kemampuan atau daya dalam menghasilkan pendapatan pada
waktu mendatang. Dalam keadaan semacam itu, dapat dikatakan bahwa manfaat
ekonomi telah hangus atau menguap dan merupakan rugi ssebelum kos petensi
jasa dinyatakan hangus maka sebenarnya dapat di katakan bahwa kos tersebut
statusnya adalah menunggu perlakuaan berikutnya (in suppense). Rugi dapat saja
terjadi sebelum penjualan dilakukan atau sebelum perusahaan mulai berproduksi.
Pengikatan atau kontrak yang tidak bijaksana, kecurangan pihak lain atau
sekedar musibah belakan tidak jarang mengakibatkan hngusnya (dissipation)
manfaat ekomonik dalam periode pendirian badan usahan atau pembangunan
pabrik.pemogokan yang berkepanjangan, kebakaran besar, banjir bandang atau
bencana lainnya adalah contoh keadaan khusus atau tidak normal yang dapa
mengakibatkan rugi besar. Kalau keadaan menunjukkan dengan jelas bahwa rugi
telah diderita, satu-satunya perlakuan yang tepat adalah pemisahan jumlah rupiah
rugi tersebut sebagai defisit atau dalam keadaan tertentu penghapusan jumlah
rupiah rugi tersebut dengan pengurangan modal. Jadi rugi hendaknya tidak
dikapitalisasi atau di asetkan karena kriteria manfaat ekonomik masa akan datang
tidak di penuhi lagi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa, keculi karena hal-hal yang tidak normal
yang mengharuskan kos yang terjadi segera di akui sebagai rugi yang dapat terjadi
22

pada tahapan kegiatan usaha manapun, semua kos yang terjadi merupakan aset
atau merupakan bagian dari jumlah rupiah total aset perusahaan paling tidak
dalam beberapa saat. Berbagai kos tersebut dapar merepresentai objek fisis
maupun nonfisis. Tiap aset yang direpresentasi dengan tersebut berbeda dalam hal
kecepatannya untuk diserap habis sebagai pengurang atau beban pendapatan.

2.3 Penilaian
Didalam akuntansi, penilaian

biasanya digunakan untuk menunjuk

proses penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada tiap elemen atau pos
statemen keuangan pada saat penyajian.
2.3.1 Tujuan Penilaian Asset :
menyediakan informasi yang dapat membantu investor dan kreditor
dalam menilai jumlah, saat dan ketidakpastian aliran kas bersih ke

badan usaha.
Menyediakan informasi semantic berupa: posisi keuangan,
profitabilitas, likuiditas, dan solvensi.

2.3.2 Konsep Dan Basis Penilaian

Masa lalu
sekarang
Masa datang

NILAI MASUKAN
Kos historis

kos pengganti
Kos harapan

NILAI KELUARAN
Harga jual masa

lalu
harga

sekarang
Nilai terealisasi

jual

harapan
Hendriksen (1982) menyebutkan bahwa ada dua jenis nilai pertukaran
yang dapat digunakan yaitu nilai keluaran (output values) dan nilai masukan
(input values). Nilai keluaran menunjukan aliran dana (kas) yang diperkirakan
akan diterima perusahaan dimasa mendatang sesuai dengan harga pertukaran
output/produk

yang

dihasilkan

perusahaan.

Sedangkan

Nilai

masukan

menunjukan jumlah rupiah yang harus dikeluarkan perusahaan untuk memperoleh


aktiva yang akan digunakan dalam kegiatan operasi perusahaan.

23

2.3.3 Nilai Masukan


Nilai masukan didasarkan atas jumlah rupiah yang harus dikorbankan
untuk memperoleh asset atau objek jasa tertentu yang masuk dalam unit usaha.
Kalau tujuan penyajian asset ini adalah untuk menunjukan aliran kas yang akan
keluar dari unit usaha (seandainya unit usaha harus memperoleh objek yang sama)
maka nilai masukan merupakan alternative nilai keluaran untuk objek jasa bila
memang ada pasar objek tersebut sehingga nilai keluaran tidak dapat diukur
dengan cukup pasti dan andal.
Dasar penilaian yang dapat digunakan untuk nilai masukan adalah sebagai berikut
:
1. Kos Historis sebagai nilai masukan merupakan pengukur potensi jasa yang
paling objektif untuk pos asset yang baru diperoleh. Salah satu keunggulan
kos historis dari sudut konsep penilaian adalah dapat diujinya hasil
penilaian tersebut (verifiable), karena merupakan harga kesepakatan antara
pembeli dan penjual dalam kondisi yang bebas. Kelemahan utama dasar
penilaian ini adalah bahwa nilai aktiva akan berubah sepanjang waktu
sehingga cost tersebut tidak dapat menunjukan nilai yang sebenarnya dari
aktiva yang bersangkutan. Kelemahan lain, cost historis tdak menunjukan
adanya pengakuan untung atau rugi pada periode tertentu yang benarbenar terjadi. Beberapa konsep kos masukan historis diajukan sebagai
jawaban atas masalah ini yaitu:

Kos bijaksana adalah kos selayaknya yang manajemen bijaksana,


atau hati-hati bersedia membayarnya untuk suatu objek. kos ini
tidak termasuk kos yang mereprentasi ketidaknormalan atau
ketidakbijaksanaan seperti pemborosan, manipulasi, salah urus,

atau kurang kompetennya manajemen.


Kos standar, menunjukan cost sekarang dalam kondisi perusahaan
beroperasi pada tingkat efisiensi dan kapasitas produksi normal.

24

Dasar penilian ini dapat diterapkan pada persediaan barang jadi dan
beberapa fasilitas fisik yang dibangun sendiri. Jumlah rupiah yang
akan dicatat untuk suatu potensi jasa adalah jumlah rupiah yang
seharusnya terjadi pada kondisi efisien dan kapasitas produksi
perusahaan yang diharapkan. Kelemahan utamanya terletak pada
jenis cost standar yang digunakan dan cara untuk menerapkannya.
Pemakaian dasar ini nantinya akan menyebabkan aktiva dinilai
terlalu rendah karena adanya usaha untuk mengeluarkan cost yang
berasal dari inefisiensi dan kapasitas mengganggur.
2. Kos Pengganti

Atau Kos Masukan Sekarang, menunjukan harga

pertukaran yang harus dikorbankan pada saat sekarang untuk memperoleh


aktiva yang sejenis dalam kondisi yang sama. Dasar ini dapat digunakan
apabila ada bukti pendukung yang kuat untuk menentukan besarnya cost
masukan terkini. Cost masukan terkini menjadi dasar penilaian yang
penting terutama dalam penyajian informasi yang menunjukan pengaruh
inflasi terhadap perusahaan. Beberapa alternative penilaian lain yang
masuk dalam kategori penilaian pengganti adlah sebgai berikut:

Nilai penaksiran biasanya ditujukan untuk asset tetap perusahaan


yang berjalan terus guna menetapkan nilai buku sekarang yaitu kos
pengganti atau reproduksi sekarang dikurangi depresiasi sampai

tanggap penaksiran.
Nilai wajar , secara khusus nilai wajar dimaksudkan untuk
menunjuk jumlah rupiah asset untuk menentukan agar laba yang

diperoleh mereprentasikan tingkat kembalian wajar bagi investor.


Nilai terealisasi bersih dikurangi laba normal adalah nilai yang
diharapkan mempresentasi kos pengganti bila data untuk
menentukan kos pengganti tidak tersedia. Jadi, nilai terealisasi
bersih/ netto dikurangi laba normal merupakan cara menaksir kos
pengganti atau sekarang.

3. Kos Harapan adalah nilai pengorbanan ekonomik dimasa datang


seandainya potensi jasa asset tersebut diperoleh secara bagian demi bagian
dan bukan sekaligus.
25

Kos harapan sekarang/ diskunan Dasar penilaian ini menunjukan


nilai sekarang pengorbanan ekonomi di masa mendatang
seandainya potensi jasa tertentu diperoleh sekaligus pada saat
sekarang. Syarat utama digunakannya penilian ini adalah adanya
kepastian tentang harga potensi jasa di masa mendatang atau
setidaknya dapat ditaksir dengan cukup pasti. Bila tidak ada
kepastian maka penilaian ini akan bersifat hipotesis belaka.

2.3.4 Nilai Keluaran


Nilai keluaran didasarkan pada jumlah kas atau penghargaan lain (non
kas) yang diterima suatu unit usaha bila suatu aktiva/potensi jasa akhirnya keluar
dari unit usaha tersebut karena suatu pertukaran. Secara umum penilain ini lebuh
berpaut dengan asset yang tujuannya adalah dijual atau dikonversi menjadai kas
dan bukan digunakan untuk kegiatan prroduksi. Ada beberapa dasar penilaian
yang dapat digunakan dan tiap asset pos dapat menilai menurut dasar yang paling
sesuai dengan tujuan pelaporan tiap pos, yakni:
1. Harga Jual Masa Lalu:
Harga jual masa lalu (post selling price) sebenarnya menunjukan
kas yang cukup pasti akan diterima dari konversi suatu pos asset yang
timbul karena transaksi masa lalu. Pos yang mempunyai atribut semacam
ini adalh pitang usaha karena jumlah rupiah piutang usaha merupakan
harga jual masa lalu.
Nilai terealisasi netto adalah seluruh kas yang akhirnya berhasil diperoleh
atas konversi piutang atau penjualan barang dagangan sampai tuntas
transaksinya.
2. Harga Jual Sekarang:
Apabila produk perusahaan umumnya dijual dipasar yang
teroganisir, harga pasar sekarang merupakan dasar yang rasional untuk
menilai besarnya harga jual di masa mendatang. Ada beberapa kelemahan
yang melekat pada dasar penilaian ini. Pertama, dasar penilaian tersebut
hanya dapat diterapkan untuk aktiva yang pemiliknya dimaksudkan untuk
dijual seperti persediaan, surat berharga, peralatan dan tanah yang tidak
memiliki manfaat lagi untuk kegiatan operasi perusahaan.

26

Kedua, dasar penilaian ini merupakan pengganti harga jual masa


mendatang sehingga relevansi pemakaiannya menimbulkan masalah. Harga jual
sekarang menunjukan jumlah yang akan dibayar pembeli dan tidak perlu
menunjukan jumlah yang akan dibayar di masa mendatang kecuali dalam keadaan
ceteris paribus. Bila tidak ada pasar regular penilaian dapat ditentukan atas dasar :
a. Nilai likuidasi sama dengan harga jual sekarang/nilai setara kas
sekarang, dengan perbedaan bahwa nilai keluarannya diperoleh
dari kondisi pasar yang berbeda. Nilai Likuidasi hanya digunakan
dalam kondisi berikut :
Bila produk/aktiva lainnya kehilangan manfaat normal

sehingga menjadi usang atau tidak laku dijual.


Bila unit usaha merencanakan untuk membubarkan
usahanya dalam waktu dekat sehingga tidak dapat menjual

seluruh aktiva di pasar yang normal.


Nilai setara tunai sekarang (nilai wajar) Nilai setara kas
sekarang menunjukan jumlah kas atau daya beli umum
yang dapat diperoleh dengan menjual setiap aktiva
berdasarkan keadaan perusahaan normal. Nilai setara kas
sekarang dianggap relevan karena menunjukan kondisi
perusahaan dalam hubungannya dengan penyesuaian
keadaan lingkungan. Kesulitan utama dari konsep ini
adalah perlunya penyesuaian untuk memisahkan pos yang
tidak memiliki harga pasar sekarang, misalnya peraltaan
khusus yang tidak dapat dijual seperti aktiva tidak
berwujud. Kelemahan kedua adalah nilai setara kas
sekarang tidak memiliki sifat yang dapat ditambahkan.
3. Nilai terealisasi harapan
Merupakan penerimaan kas atau potensi jasa masa datang yang
jumlah dan waktunya cukup pasti. Penerimaan kas masa datang diskunan :
dasar ini dapat digunakan apabila harapan penerimaan kas atau setaranya
cukup pasti dan senggang waktu sampai penerimaan cukup panjang tapi
saat atau tanggal penerimaan pasti. Investasi tunggal (individual): dasar
penilaian ini lebih beermanfaat dan valid untuk menilai investasi tunggal
27

atau perusahaan secara keseluruhan dari sudut oandang investor. Tidak


cocok untuk penilaian asset secara individual karena mengandung beberpa
kelemahan.
2.3.5 Kos Atau Pasar Yang Lebih Rendah
KAPYLR (Penilaian atas dasar kos atau pasar yang lebih rendah)
merupakan kombinasi nilai masukan dan keluaran karena pengertian pasar dalam
hal ini dapat berarti pasar barang masukan dan keluaran. KAPYLR sebenarnya
merupakan penilaian atas dasar kos pengganti untuk merefleksi nilai pasar
masukan. Argumen yang mendasari adalah bahwa penurunan dalam kos pengganti
pada umumya merefleksi atau memberi indikasi dalam penurunan harga jual.
Dengan kos pengganti (melalui KAPYLR), perusahaan dapat mempertahankan
tingkat laba kotor penjualan normal. Namun demikian, penurunan kos pengganti
tidak selalu disertai dengan penurunan ekonomik sehingga penerapan KAPYLR
dibatasi agar penilaian atas dasar pasar tidak terlalu rendah. Hal ini dimaksudkan
agar KAPYLR tidak digunakan sebagai sarana untuk menurunkan laba melalui
manajemen laba khususnya bila pasar sangat rendah.
2.3.6 Penilaian Menurut FASB
FASB mengidentifikasi lima makna

atau

atribut

yang

dapat

direpresentasi berkaitan dengan aset, dasar penilaian menurut FASB (SFAC No. 5,
prg. 67) dapat diringkas sebagai berikut:
a. Historical cost. Tanah, gedung, perlengkapan, perlengkapan pabrik,
dan kebanyakan sediaan dilaporkan atas dasar kos* historisnya yaitu
jumlah

rupiah

kas

atau

setaranya

yang

dikorbankan

untuk

memperolehnya. Kos historis ini tentunya disesuaikan dengan jumlah


bagian yang telah didepresiasi atau diamortisasi.
b. Current (replacement) cost. Beberapa sediaan disajikan sebesar nilai
sekarang atau penggantinya yaitu jumlah rupiah kas atau setaranya
yang harus dikorbankan kalau aset tertentu diperoleh sekarang.
c. Current market value. Beberapa jenis investasi dalam surat berharga
disajikan atas dasar nilai pasar sekarang yaitu jumlah rupiah kas atau
setaranya yang dapat diperoleh kesatuan usaha dengan menjual aset
tersebut dalam kondisi perusahaan yang normal (tidak akan

28

dilikuidasi). Nilai pasar sekarang juga digunakan untuk aset yang


kemungkinan akan laku dijual dibawah nilai bukunya.
d. Net realizable value. Beberapa jenis piutang jangka pendek dan
sediaan barang disajikan sebesar nilai terealisasi bersih yaitu jumlah
rupiah kas atau setaranya yang akan diterima (tanpa didiskun) dari aset
tersebut dikurangi dengan pengorbanan (kos) yang diperlukan untuk
mengkonversi aset tersebut menjadi kas atau setaranya.
e. Present (or discounted) value of future cash flows. Piutang dan
investasi jangka panjang disjikan sebesar nilai sekarang penerimaan
kas di masa mendatang sampai piutangterlunasi (dengan tarif diskun
implisit) dikurangi dengan tambahan kos yang mungkin diperlukan
untuk mendapatkan penerimaan tersebut.
2.4 Pengakuan
Suatu jumlah rupiah atau kos diakui sebagai aset apabila jumlah rupiah
tersebut timbul akibat transaksi, kejadian, atau keadaan yang mempengaruhi aset.
Pada umumnya pengakuan aset dilakukan bersamaan dengan adanya transaksi,
kejadian, atau keadaan tersebut. Disamping memenuhi definisi aset, kriteria
keterukuran, keberpautan, dan keterandalan, harus dipenuhi pula. Dengan
mengutip Sterling, Belkaui (1993, Hal 194-195) menunjukan kondisi perlu
(necessary) dan kondisi cukup (sufficient) yang merupakan penguji (tests) yang
cukup rinci untuk mengakui aset yaitu:
1. Deteksi adanya aset (detection of existence test). Untuk mengakui aset,
harus ada transaksi yang menadai timbulnya aset.
2. Sumber ekonomik dan kewajiban (economic resources and obligation
test). Untuk mengakui aset, suatu objek harus merupakan sumber
ekonomik yang langka, dibutuhkan, dan berharga.
3. Berkaitan dengan entitas (entity association test). Untuk mengakui aset,
kesatuan usaha harus mengendalikan atau menguasai objek aset.
4. Mengandung nilai (non-zero magnitude test). Untuk mengakui aset, suatu
objek harus mempunyai manfaat yang terukur secara moneter.
5. Bekaitan dengan pelaporan(temporal association test). Untuk mengakui
aset, semua penguji di atas harus dipenuhi pada tanggal pelaporan (tanggal
neraca)

29

6. Verifikasi (verifikation test). Untuk mengakui aset, harus ada bukti


pendukung untuk meyakinkan bahwa kelima penguji di atas dipenuhi.
Apa yang dikemukakan Belkaoui di atas sebenarnya adalah apa yang
disebut dengan kaidah pengakuan (recognition rules) yang merupakan petunjuk
teksis atau prosedur untuk menerapkan empat kriteria pengakuan (recognition
criteria) FASB yaitu definisi, keterukuran, keberpautan, da keterandalan. Kaidah
tersebut diperlukan karena kriteria pengakuan sifatnya konseptual dan umum.
Penerapan kaidah pengakuan diatas sebenarnya berkaitan dengan masalah apakah
suatu kos dikapitalisasi(capitalized) atau dibiayakan (expence). Bila kaidah
pengakuan diatas tidak dipenuhi, kos harus diperlakukan menjadi beban
pendapatan sebagai biaya atau rugi.

2.4.1

Beban Tangguhan
Kaidah untuk menetapkan apakah suatu kos memenuhi syarat untuk

ditangguhkan pembebanannya ke pendapatan disajikan dalam gambar 6.8 di


halaman berikut. Kaidah ini merupakan penyederhanaan dari enam kaidah
dijelaskan diatas tadi.
Kos yang mempunyai karakteristik unik sehingga menimbulkan masalah
penangguhan pembebanannya adalah kos yang terlihat dalam transaksi, kejadian,
atau keadaan berikut.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

Sewa Guna
Bunga selama masa kontruksi aset tetap
Riset dan pengembangan
Eksplorasi minya dan gas bumi
Rugi selisih kurs valuta asing atau penjabaran valuta asing
Sumber daya manusia
Kos organisasi

2.4.2

Sewa Guna
Sewa Guna (lease) menimbulkan masalah pelik dalam pengakuan aset

karena di Amerika pada mulanya sewa guna digunakan sebagai sarana


30

pemerolehan aset tetap atau fasilitas fisis tanpa harus menunjukan utang yang
timbul dari pemerolehan tersebut. Dengan kata lain, sewaguna diperlakukan
sebagai sewa menyewa biasa sehingga jumlah rupiah sewa yang dibayarkan
diperlakukan sebagai biaya sewa. Praktik semacam ini, disebut dengan pendanaan
lepas-neraca

(off-balance-sheet financing), dipandang tidak sehat dari segi

pelaporan keuangan karena terdapat utang akan cukup besar yang tidak dilaporkan
dalam proses. Dalam menangani permasalahan terebut, FASB mengajukan empat
kriteria berikut ini: (SFAS No.13 prg 7):
a. Kontrak sewa guna menyebutkan adanya transfer hak milik barang
atau properitas (property) krpada tersewa guna (lessee) pada akhir
jangka sewa guna.
b. Kontrak sewa guna memuat pasal bahwa tersewa guna boleh pilih
untuk membeli pada tanggal yang ditetapkan dalam jangka sewa guna
dengan harga yang ditetapkan dan harga tersebut cukup murah
sehingga dapat dipastikan di muka bahwa tersewaguna akan membeli
properitas bersangkutan. Pasal semacam ini disebut bargain purchase
option.
c. Jangka sewa guna adalah 75% atau lebih dari sisa umur ekonomik
taksiran properitas sewagunaan sejak penandatangan kontrak. Apabila
sisa umur ekonomik mulai dari penandatanganan kontrak kurang dari
25% umur ekonomik total, kriteria ini tidak berlaku.
d. Pada saat penandatanganan kontrak sewaguna, nilai sekarang semua
pembayaran sewa guna minimum selam jangka sewaguna adalah
sama atau lebih besar dari 90% nilai wajar bersih bagi pesewaguna
(lessor). Nilai wajar bersih bagi pesewaguna adalah nilai wajar
dipandang dari sudut pesewaguna setelah dikurangi dengan kredit
pajak investasi (invesment tax credit), kalau ada, menjadi hak
pesewaguna.
IAI juga mengeluarkan standart untuk mengkapitalisasi sewaguna. Kriteria yang
diajukan adalah (PSAK No. 30, Bab II, Prg 3)

31

a. Penyewa guna usaha memiliki hak opsi untuk membeli aset yang
disewagunakan pada akhir masa-masa sewa guna usaha dengan harga yang
disetujui bersama pada saat dimulainya perjanjian sewaguna usaha.
b. Seluruh pembayaran berkala yang dilakukan oleh penyewa guna usaha
ditambah dengan nilai sisa mencakup pengembalian harga perolehan
barang modal yang disewagunakan serta bunganya, sebagai keuntungan
perusahaan sewa guna usaha (full payout lease)
c. Masa sewa guna usaha minimum 2 (dua) tahun.
Stadart yang Mengatur
Adanya berbagai alternatif perlakuan kos bunga menurut adanya stadart
akuntansi menjadi acuan praktik agar pembandingannya statmen keuangan
menjadi mudah dilakukan dan bermakna. Secara konseptual memang layaknya
kalau kos bunga selama konstruksi dikapitalisasi tetapi perlu ada syarat-syarat
yang harus dipenuhi yang berkaitan dengan jenis aset yang dapat dilekati kos
bunga, besarnya kos bunga yang dikapitalisasi, dan periode kapitalisasi. Kedua
standar ini pada dasarnya membolehkan adanya kapitalisasi bunga asalkan
memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang diatur dalam standar tersebut.
Standar yang relevan dengan hal ini di Amerika adalah SFAS No 34.
2.4.3

Kos Bunga
Telah disebutkan bahwa kos suatu aset adalah semua pengeluaran

(menjadi unsur kos) yang diperlukan untuk menyiapkan aset tersebut sampai siap
dipakai atau dikonsumsi sebagaimana direncanakan (intended usu). Masalah yang
berkaitan dengan hal ini adalah perlakuan kos bunga sebagi unsur kos fasilitas
fisis (gedung dan pabrik) yang dibangun sendiri. Bila kesatuan usaha membangun
sendiri fasilitas fisis dengan dana pinjaman dan pembangunannya memakan
waktu yang cukup lama, masalahnya adalah apakah kos bunga selama masa
pembangunan/konstruksi dapat dikapitalisasi.
FASB menyebutkan bahwa tujuan mengkapitalisasi kos bungaadalah
untuk mendapatkan angka kos pemerolehan yang paling merefleksi investasi total
kesatuan usaha dalam aset dan membebankan suatu kos yang berkaitan dengan
pemerolehan suatu sumber ekonomik yang akan memberi manfaat di masa datang

32

untuk ditandingkan dengan pendapatan yang dihasilkan oleh manfaat tersebut.


Tujuan akhir dimaksudkan agar terjadi penandingan yang tepat terutama bila
waktu pembangunan atau perioda pemerolehan (aquisition period) cukup lama.
Akan tetapi, kapitalisasi kos bunga hanya dilakukan apabila manfaat informasi
melebihi kos penyediaan informasi (kos administrasi dalam mengakapitalisasi
bunga).
Aset Memenuhi Syarat
Standar akuntansi menentukan aset yang memenuhi syarat (cukup
disebut aset memenuhi) untuk dilekati kos bunga (qualifying assets) yang dalam
PSAK No 26 disebut aset tertentu. FASB (SFAS No 34 prg 9) menetapkan bahwa
kapitalisasi bunga hendaknya dilakukan hanya untuk aset yang memenuhi syarat:
a. Aset yang dibangun atau diproduksi untuk digunakan sendiri oleh
perusahaan (termasuk aset yang dibangun atau diproduksi oleh pihak lain
atas pesanan perusahaan untuk digunakan sendiri oleh perusahaan dan
untuk pesanan/kontrak tersebut perusahaan melakukan pembayaran uang
muka atau pembayaran bertahap atau dasar kemajuan pekerjaan
pembangunan aset bersangkutan).
b. Aset dibangun atau diproduksi dengan tujuan untuk dijual sebagai suatu
unit atau projek yang berdiri sendiri terpisah dari objek atau kegiatan
operasi lainnya (misalnya kapal, kawasan industri, real estate, jembatan,
atau semacamnya).
c. Investasi jangka panjang )ekuitas, pinjaman, dan penanaman kas) yang
diperlakukan dengan metode ekuitas sementara terinvestasi (investee)
sedang melaksanakan kegiatan pembangunan fasilitas fisis asalkan
kegiatan tersebut menggunakan dana investasi itu untuk memperoleh
fasilitas fisis tersebut.
Sediaan barang yang diproduksi secara rutin atau diproduksi secara masa dan
berulang-ulang tiap periode tidak memenuhi syarat untuk menjadi objek
kapitalisasi bunga. Hal ini didasarkan pada gagasan bahwa manfaat informasional
tambahan yang diperoleh dari kapitalisasi tersebut tidak sepadan dengan tambahan

33

kos akuntansi dan administrasinya. Karakteristik lain suatu aset yang tidak dapat
menjadi objek kapitalisasi adalah:
a. Aset yang sudah digunakan atau sudah siap digunakan sesuai dengan
tujuan penggunaan dalam operasi menghasilkan pendapatan.
b. Aset yang belum digunakan dalam kegiatan menghasilkan pendapatan
perusahaan dan juga tidak mengalami penyelesaian/perbaikan atau
kegiatan yang lain yang diperlukan untk menjadikan aset tersebut siap
digunakan dalam operasi. Jadi, kalau kegiatan konstruksi terhenti, bunga
selama berhentinya kegiatan tidak dapat dikapitalisasi.
c. Aset yang tidak dimasukan dalam neraca konsolidasi perusahaan induk
dan perusahaan-perusahaan anaknya.
d. Investasi yang diperlakukan dengan metode ekuitas setelah kegiatan
operasi utama yang direncanakan oleh terinvestasi dimulai.
e. Investasi dalam perusahaan regulasian (regulated investee) yang
mengkapitalisasi baik kos utang maupun ekuitas (cost of debt and equty
capital)
f. Aset yang diperoleh dengan dana hadiah atau hibah yang dibatasi
penggunanya

oleh

penghadiahatau

oenghibah

semata-mata

untuk

pemerolehan aset tersebut.


Pengungkapan. Bila sebagian atau seluruh bunga dikapitalisasi tentu saja akan
ada bagian informasi bunga yang hilang. Oleh karena itu, perlu ada pengungkapan
(disclosure) tentang hal ini sehingga statemen keuangan tidak menyesatkan. Agar
stetemen keuangan tetap informatif hal-hal; berikut ini harus diungkapkan sebagai
penjelasan statemen keuangan:
a. Bila tidak ada kos bunga yang dikapitalisasi, total bunga yang terjadi
selama periode dan dibebankan sebagai biaya periode tersebut.
b. Bila sebagian kos bunga dikapitalisasi, bunga total yang terjadi dan bagian
yang dikapitalisasi.
2.5 Penyajian
Prinsip akuntansi berterima umum, terutama standar akuntansi,
menetapkan penyajian dan pengungkapan tiap pos-pos aset. Walaupun aset
didefinisikan secara umum sevagai manfaat ekonomi masa datang yang dikuasi

34

kesatuan usaha dan yang benar-benar timbul dari transaksi yang sah, tiap pos aset
didefinisi lebih lanjut atau spesifik sesuai dengan sifat pos tersebut.
Pengungkapan dan penyajian pos-pos aset harus dipelajari dari standar yang
mengatur tiap pos. Secara umum, prinsip akuntansi berterima umum memberi
pedoman penyajian dan pengungkapan aset sebagai berikut:
a. Aset yang disajikan di sisi debit atau kiri dalam neraca berformat akun
atau dibagian atas dalam neraca berformat laporan.
b. Aset diklasifikasi menjadi aset lancar dan tetap.
c. Aset diurutkan penyajiannya atas dasar likuiditas atau kelancarannya, yang
paling lancar dicantumkan pada urutan yang pertama.
d. Kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan pos-pos tertentu harus
diungkapkan (misalnya metode depresiasi aset tetap dan dasar penilaian
sediaan barang).

35

BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Asset merupakan salah satu sumber daya perusahaan yang dapat dikuasai
maupun diakui dalam penggunaannya. Dalam setiap pengakuan yang nantinya
akan dicatat dalam laporan keuangan sebagai salah satu pertimbangan dalam
membuat keputusan, dibutuhkan suatu proses yang dinamakan penilaian dan
pengungkapan. Dimana setiap aset yang telah dimiliki dinilai terlebih dahulu unuk
mengetahui karakteristik dari asset tersebut dan dari mana sumber asset tersebut.
Penilaian asset pun tidak serta merta dilakukan dengan cara yang berosientasi
pada keuntungan perusahaan, akan tetapi setiap proses penilaian yang ada harus
dilakukan sesuai dengan standar atau pedoman yang berlaku umum. Sehingga
dalam proses akhir penyajian kepemlikan asset yang dicantumkan dalam laporan
keuangan, bisa dapat diterima dan dipahami secara umum yang diharapkan
mampu memberikan manfaat yang besar bagi pihak-pihak yang menggunakannya.
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaannya karena keterbatasan informasi serta tentang produk BRI
Syariah maka jika ada kekurangan penulis sangat mengharapkan kritik serta saran

36

para pembaca yang bersifat membangun untuk perbaikan isi makalah penelitian
ini.

37

Anda mungkin juga menyukai