PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Untuk memahami bagaimana gambaran tentang aset yang dapat diakui dan
tidak..
2. Untuk lebih memahami tentang pengukuran maupun penilaian tentang
sebuah asset..
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
FASB mendefinisi asset dalam rerangka konseptualnya sebagai berikut
(SFAC No. 6, prg. 25):
Assets are probable future economic benefits obtained or controlled by a y
as a result of past transactions or events.
(Aset adalah manfaat ekonomik masa dating yang cukup pasti yang
diperoleh atau dikuasai/dikendalikan oleh suatu entitas sebagai akibat
transaksi atau kejadian masa lalu.)
Dengan makna yang sama , IAC mendefinisi aset sebagai berikut:
An asset is a resource controlled by the enterprise as a result of past
events and from
atau jenis sumber ekonomik yang dapat dimasukkan sebagai asset. Definisi
tersebut tidak membedakan antara asset real (real assets) dan asset financial
(financial assets) dan antara sumber ekonomik (resources) dan non sumber
ekonomik ( nonresources). APB No. 4 mendefinisi sumber ekonomik sebagai
berikut (prg. 57):
Economic resources are the scarce means (limited in supply relative to
desired uses) available for currying on economic activities.
Pengertian asset sebagai sumber ekonomik sebagaimana dikemukakan
APB sejalan dengan pengertian yang dikemukakan Ijiri (1975, blm 52):
resources are object that the entity intends to place under its control.
This means that resources must have utility. However, utility alone is not sufficient
reason for an entity to place an object under its control. The object must be
scarce, this ruling out free goods.
APB dan Ijiri mendefinisi asset sebagai sumber ekonomik karena adanya
unsure kelangkaan sehingga suatu entitas harus mengendalikannya dari akses
pihak lain melalui transaksi ekonomik. APB juga membedakan asset menjadi
sumber ekonomik dan nonsumber ekonomik. APB No. 4 merinci asset yang
digolongkan sebagai sumber ekonomik sebagai berikut (prg. 57):
1. Sumber produktif (productive resources):
a. Sumber produktif kesatuan usaha yang meliputi bahan baku, gedung,
pabrik, perlengkapan, sumber alam, paten dn semacamnya, jasa dan
sumber lain yang digunakan dalam produksibarang dan jasa.
b. Hak kontraktual atas sumber produktif meliputi semua hak untuk
menggunakan
2.
3.
4.
5.
sumber
ekonomik
pihak
lain
dan
hak
untuk
Dengan jenis asset yang disebut APB di atas, APB secara implicit menekankan
pengertian asset sebagai sesuatu yang nyata-nyata dapat digunakan dalam
kegiatan produktif (penyediaan barang dan jasa). Nyata-nyata dapat digunakan
bearti bahwa asset merupakan sediaan jasa (embodiment or strorage of future
services) baik berwujud (tangible) maupun tak berwujud (intangible). Sumber
ekonomik yang didefinisi APB di atas dapat diklasifikasikan menjadi objek fisi
(physical objects) dan hak ( rights).
APB menggolongkan bentuk atau jenis asset selain yang disebut di atas
sebagai nonsumber ekonomik meskipun tetap masuk dalam penegrtian asset.
Nonsumber ekonomik meliputi beban atau pengurang pendapatan tangguhan
(deferred charges) seperti: goodwill, rugi selisih kurs, kos organisasi, dan
beberpaa pos yang timbul akibat penyesuaian (sering disebutpos-pos transitoris).
Berbeda dengan FASB, IASC memaknai manfaat ekonomik masa dating
(future economic benefits) bukan sebagai potensi jasa yang sekarang dikuasai
badan usaha tetapi sebagai manfaat yang diharapkan mengalir ke badan usaha.
Jadi, manfaat ekonomik yang dimaksud oleh IASC bukan manfaat yang
dikandung (embodied) oleh sumber ekonomi yang dikuasai tetapi manfaat yang
didatangkan atau yang mengalir ke badan usaha. Karena bukan manfaat yang
dikandung, pengertian manfaat ekonomik masa datang oleh IASC dapat
diinterpretasi sebagai aliran masuk manfaat akibat pemerolehan sumber ekonomik
baru lantaran pertukaran dengan sumber ekonomik yang sebelumnya dikuasai atau
lantaran aliran masuk pendapatan.
Definisi FASB dan AASB lebih luas disbanding definisi lain dalam hal
entitas yang dicakupi. Dengan menyatakan a particular entity atau reporting entity
bukannya enterprise sebagai pengendali asset, FASB dan AASB tidak membatasi
pengertian asset hanya berlaku untuk organisasi bisnis tetapi juga untuk organisasi
non bisnis. Kata enterprise yang digunakan oleh IASC DAN apb member kesan
bahwa asset didefinisi dalam konteks organisasi bisnis.
Dengan berbagai perbedaan di atas, pada dasarnya dapat disimpulkan
bahwa terdapat tiga karakteristik utama yang harus dipenuhi agar suatu objek atau
pos dapat disebut asset yaitu: (a) manfaat ekonomik masa datang yang cukup
pasti, (b) dikuasai atau dikendalikan oleh entitas, dan (c) timbul akibat transaksi
masa lalu. Criteria (a) merupakan criteria utama dan lebih memuat aspek semantic
sedangkan criteria (b) dan (c) lebih memuat aspek pengakuan daripada semantik.
5
usaha
tidak dapat dilaporkan dalam neraca. Dengan kata lain, pemilikan sebagai criteria
akan mengakibatkan banyak pos dilaporkan diluar neraca (off-balance sheet).
Oleh karena itu, konsep penguasaan (kendali) lebih penting daripada
konsep pemilikan. Hal ini dilandasi olehkonsep dasar substansu mengungguli
bentuk yuridis (substance over form). Substansi atau tujuan dari pemilikan adalah
penguasaan. Penguasaan disini bearti kemampuan entitas untuk mendapatkan,
memelihara/menahan, menukarkan, menggunakan manfaat ekonomik dan
mencegah akses pihak lain terhadap manfaat tersebut. Dengan demikian,
pemilikan (misalnya dengan cara membeli) dan hak secara hukum (legal rights)
hanya merupakan salah satu cara untuk mendapatkan penguasaan atau kendali.
Most : 1982. Hlm. 341-342) mengemukakan bahwa penguasaan atau kendali
terhadap suatu object dapat diperoleh dengan cara:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
fisis dan pihak yang menyediakan manfaat. Karena pemilikan bukan bagian dari
definisi asset, manfaat yang dikuasai tidak harus mencakupi seluruh objek fisis
atau seluruh manfaat yang dimiliki/dikuasai pihak lain. Dua entitas atau lebih
dapat menguasai secara bersama-sama satu objek fisis atau satu onggok (bundles)
jasa yang disediakan pihak lain. Misalnya, suatu entitas menyewa sebagian
gudang barang di pelabuhan yang disediakan oleh autoritas pelabuhan (misalnya
Pelindo).
2.1.3 Akibat Transaksi atau Kejadian Masa Lalu
Criteria ini sebenarnya menyempurnakan criteria penguasaan dan
sekaligus sebagai criteria atau tes pertama (first-test) pengakuan objek sebagai
asset tetapi tidak cukup untuk mengakui secara resmi dalam sistem pembukuan.
Telah dibahas dalam rerangka konseptual bahwa criteria pengakuan elemen adalah
definisi, keterukuran, keberpautan, dan keterandalan. Bahwa asset harus timbul
akibat transaksi atau kejadian mas lalu adalah criteria untuk memenuhi definisi
tetapi bukan criteria untuk pengakuan. Jadi, manfaat ekonomik dan penguasaan
atau hak atas manfaat saja tidak cukup untuk memasukkan suatu objek ke dalam
asset kesatuan usaha untuk dilaporkan via statemen keuangan (neraca). Criteria
pengakuan yang lain harus dipenuhi (keterandalan, keberpautan, dan keterukuran).
Penguasaan harus didahului oleh transaksi atau kejadian ekonomik.
Sebagai contoh, manfaat baru atau kenaikan nilai karena pertumbuhan alamiah
(akresi) dalam industry pertanian atau kehutanan secara automatis dikuasai oleh
kesatuan usaha. Akan tetapi, manfaat tersebut tidak dengan sendirinya dapat
diakui sebagai asset kesatuan usaha karena criteria pengakuan lain juga harus
dipenuhi. Pertumbuhan alamiah dapat dikatakan sebagai suatu kejadian ( event )
masa lalu yang menimbulkan manfaat ekonomik sehingga akresi memenuhi
definisi asset.
Demikian juga, apakah penandatanganan kontrak pembangunan suatu
gedung antara kesatuan usaha dan kontraktor dapat diperlakukan sebagai transaksi
masa lalu yang menimbulkan asset? Ya, kontrak tersebut menimbulkan asset tetapi
tidak dengan sendirinya nilai kontrak gedung tersebut dapat diakui. Kontrak yang
belum dilaksanakan oleh salah satu pihak mempunyai status yang disebut kontrak
eksekutori ( executor contract) yang bearti belum berlaku sebelum saatnya (atau
baru berlaku pada saatnya). Sebelum berlaku, kontrak semata-mata merupakan
kesepakatan atau janji yang bersifat saling mengimbangi antara hak dan
kewajiban (offsetting). Artinya, sebelum salah satu pihak berprestasi (to perform)
pada saatnya, hak dan kewajibanpihak lain belum terjadi sehingga nilai kontrak
tidak dapat diakui. Bagi perusahaan, manfaat ekonomik masa datang sudah cukup
pasti, manfaat tersebut akan dikuasai perusahaan, dan transaksi telah terjadi
sehingga secara definisi kontrak telah menimbulkan asset tetapi asset tersebut
tidak dapat diakui karena criteria lain harus dipenuhi. Jadi kontrak eksekutori
memenuhi tes pertama (definisi) asset sebagai salah satu criteria pengakuan.
Dengan kata lain, transaksi atau kejadian masa lalu merupakan syarat perlu tetapi
tidak merupakan syarat cukup (sufficient condition) untuk pengakuan asset.
Syarat perlu harus ditetapkan agar tidak terjadi pengakuan asset yang bersifat
hipotesis. Contoh lain adalah penganggaran pembelian mesin yang disetujui
dalam RUPS tidak dengan sendirinya menimbulkan asset sebelum ada transaksi
pembelian. Walaupun bencana alam dapat menurunkan atau menghilangkan
manfaat ekonomik masa datang, suatu kesatuan usaha tetap dapat menguasai dan
melaporkan asset kalau bencana tersebut belum terjadi.
FASB memasukkan transaksi atau kejadian sebagai criteria asset karena
transaksi atau kejadian tersebut dapat menimbulkan ( menambah) atau
meniadakan asset. Asset atau nilainya dapat dipengaruhi oleh kejadian atau
keadaan yang sebagian atau seluruhnya dluar kemampuan kesatuan usaha atau
manajemennya untuk mengendalikan misalnya kenaikan harga, perubahan tingkat
bunga, pertumbuhan alamiah (akresi), penyusutan, pencurian, huru-hara,
kecelakaan, dan bencana alam. Berbagai transaksi, kejadian atau keadaan pada
akhirnya akan memicu pengakuan atau penghapusan manfaat ekonomik suatu
objek(asset).
2.1.4 Karakteristik pendukung
Selain ketiga karakteristik di atas, FASB menyebutkan beberapa
karakteristik pendukung yaitu melibatkan kos (acquired at a cost), berwujud
(tangible), tertukar (exchangeable), terpisahkan (severabble) dan berkekuatan
hukum (legally enforceable). Karakteristik pendukung tersebut lebih menguatkan
atau meyakinkan adanya asset tetapi tiadanya karakteristik pendukung
menghalangi suatu objek untuk memenuhi syarat sebagai asset.
tidak
Kos riset dan pengembangan dapat menjadi asset tak berwujud bagi
pembeli mesin bila rancang bangun (design) menjadi hak ekslusif pembeli
dan kosnya dapat dipisahkan dari kos kontrak pembuatan mesin.
Tertukarkan. Beberapa penulis mengajukan gagasan atau argument bahwa untuk
memenuhi syarat sebagai asset, suatu sumber ekonomik harus dapat ditukarkan
dengan sumber ekonomik lainnya. Syarat ini diajukan dengan alasan bahwa
manfaat ekonomik mempunyai daya atau nilai tukar. Dengan kata lain, manfaat
ekonomik diturunkan dari daya tukar. Syarat dan argument ini disanggah karena
manfaat ekonomik tidak hanya terletak pada daya tukar tetapi juga dari daya guna
suatu objek untuk produksi. Mesin, mialnya mungkin sekali tidak mempunyai
daya tukar tetapi dapat digunakan untuk menghasilkan produk. Bahkan hampir
sebagian besar asset manfaatnya didapat dari penggunaan daripada dari
pertukaran. Sebagaimana dikutip Kam (1990, hlm. 107-108), Moonitz
menyatakan bahwa exchange does not make values, it merely reveals them.
Terpisahkan. Syarat ini diajukan oleh Chambers dengan alasan bahwa posisi
keuangan harus ditentukan dengan pengukuran nilai berbagai asset dan kewajiban
secara individual. Kalau syarat ini dimaksukkan sebagai asset. Chambers dan
MacNeal mengajukan syarat ini karena dia tidak setuju bahwa goodwill
dimasukkan sebagai asset. Alasannya adalah pengukuran goodwill sangat
subjektif dan hipotesis. Alain lain adalah tujuan penyajian neraca adalah
melaporkan nilai bersih asset dan bukan nilai perusahaan secara keseluruhan.
Melaporkan goodwill atau semacamnya akan menyesatkan.
Pihak yang menentang syarat keterpisahan (severability) berargumen
bahwa ketertukaran dan keterpisahan hanyalah merupakan syarat untuk
memperoleh manfaat suatu asset. Lagipula, pemasukan goodwill sebagai asset
memamng tidak dimaksudkan untuk menilai perusahaan secara keseluruhan tetapi
untuk mengidentifikasi dan menilai manfaat ekonomik mas adatang bagi
perusahaan. Dwngan argument-argumen tersebut, FASB tidak memasukkan
keterpisahan sebagai criteria untuk mendefinisi asset (Kam 1990, hlm. 108).
Berkekuatan hukum. Penguasaan atau hak atas asset tidak harus didukung
secara yuridis formal. Klaim seperti piutang usaha tidak harus didukung oleh
11
dokumen yang mempunyai daya paksa secara hukum ( legally enforceable ) untuk
memenuhi definisi asset. Memang pada umumnya, kemampuan suatu entitas
untuk menguasai manfaat ekonomik timbul akibat hak-hak hukum (legal rights).
Meskipun demikian, hak paksa yang melekat pada hak-hak hukum bukan
merupakan syarat mutlak untuk mengakui adanya asset kalau suatu entitas dapat
memperoleh dan menguasai manfaat dengan cara lain sebagaimana dibahas
sebelumnya (misalnya dengan cara perjanjian atau penemuan).
2.2 Pengukuran
Pengukuran bukan merupakan kriteria untuk mendefenisikan asset tetapi
merupakan kriteria pengukuran asset. Salah satu criteria pengukuran asset adalah
keterukuran (measurability) manfaat ekonomik masa dating. Yang dimaksud
pengukuran dalam pembahasan di sini adalah penentuan jumlah rupiah yang harus
diletakan pada suatu objek asset pada saat terjadinya yang akan dijadikan data
dasar untuk mengikuti alairan fisis objek tersebut. Dengan konsep kontinuitas
usaha, pos atau sumber ekonomik akan mengalami tiga tahap perlakuan sejalan
dengan kegiatan usaha yaitu tahap pemerolehan (acquisition), pengelolahan
(processing, dan penjualan / penyerahan (seles/delivery). Tahap terakhir
(penjualan) melibatkan penyerahan barang dan jasa (keluarnya sumber
ekonomik). Secara akuntansi (aliran informasi), aliran fisis suatu sumber
ekonomik atau objek harus direprensentasi dalam jumlah rupiah sehingga
hubungan antar objek bermakan sebagai informasi. Sebagaimana dilukiskan
dalam Gambar 5.8, kos merupakan representasi kuantitatif suatu objek. Kos
menjadi data dasar untuk mengikuti aliran fisis kegiatan ekonomik badan usaha.
Sebagai aliran informasi, kos juga mengalami tiga tahap perlakuan akuntansi
mengikuti aliran fisis yaitu:
(1) Pengukuran (measurement), pengakuan (recognition), dan klasifikasi
(classification) pertama kali pada saat terjadinya. Untuk selanjutnya
seluruh kegiatan dalam tahap ini disebut pengukuran saja.
(2) Pencatatan berikutnya dalam rangka mengikuti aliran fisis asset barupa
alokasi, distribusi, dan penggabungan untuk kepentingan internal /
manajerial
atau
untuk
kepentingan
12
penkosan
produk.
Untuk
13
kecilnya kos yang harus dicatat pertama kali sebagai pengukur suatu asset pada
saat pemerolehan ditentukan oleh dua hal yaitu: (1) batas kegiatan yang disebut
pemerolehan dan (2) jenis penghargaan.
(1). Batas Kegiatan.
Batas kegiatan berkaitan dengan masalah umur pengorbanan sumber
ekonomik ( kegiatan) apa saja yang membentuk kos suatu asset. Secara teoritis
dan sebagai ketentuan umum, batas akhir kegiatan untuk memasukan unsur kos
sebagai bagian dari kos asset adalah saat dimulainya penggunaan asset. Dengan
kata lain, secara konseptual pembentuk kos suatu asset (baik berwujud atau tidak)
adalah semua pengeluaran (pengorbanan sumber ekonomik) yang terjadi atau
yang diperlukan akibat kegiatan pemerolehan suatu asset sampai dia ditempatkan
dalam kondisi siap dipakai atau berfungsi sesuai dengan tujuan pemerolehannya.
Misalnya, jumlah rupiah pengeluaran untuk balik nama pembelian sebidang tanah
dan jumlah rupiah pengeluaran untuk mempersiapakan tanah tersebut harus
dimasukkan sebagai kos total tanah tersebut. Bila sebuah gedung dibangun sendiri
dengan menggunakan fasilitas yang dimiliki perusahaan sendiri maka hal yang
perlu diperhatikan adalah bahwa semua jumlah rupiah yang terjadi yang cukup
bermasalah untuk dikaitakan dengan pembangunan gedung tersebut, seperti
misalnya jasa arsitek dan pengeluaran tak langsung (overhead) lainnya, harus
dimasukkan sebagai kos bangunan tersebut. Jumlah rupiah pengeluaran untuk
menyimpan dan mengasuransikan barang dagangan selama dalam periode
persiapan untuk dijual adalah abagian dari kos barang dagang tersebut. Pajak dan
pengeluaran tambahan lainnya yang wajar yang berkaitan dengan pembangunan
sebuah kawasan pemukiman atau asset real (real astate) selama periode
pengorganisasian (pengembangan) dan pembangunan samapai siap dipakai atau
dijual adalah jumlah rupiah pengeluaran yang sah dan wajar untuk dilekatkan
pada kos asset real tersebut.
Walaupun demikian, secara teknis pembukuan unsur unsur kos tersebut
tidak harus dicatat dalam satu akun untuk krprtluan analisis internal. Berbagai
pengeluaran untuk mendapatkan sediaan barang, misalnya, tidak harus dicatat
dalam satu akun sediaan barang tetapi dicatat dalam akun pembantu seperti
14
digunakan.
(2) Jenis penghargaan.
Masalah ini berkaitan dengan penentuan kos utama yang harus dicatat.
Dalam transaksi pertukaran, penghargaan sepakatan dapat dinyatakan dalam
berbagai bentuk sumber ekonomik atau instrument yang diserahkan oleh
pemeroleh asset. Instrument tersebut dapat berupa misalnya uang tunai atau barng
atau lainnya (misalnya saham atau obligasi). Bentuk instrument mempengaruhi
dasar penentuan kos utama. Pemeroleh asset dapat terjadi dari taransaksi atau
kejadian yang melibatakan kas dan nonkas.
Agar penghargaan yang telah distujui dapat dicatat dalam sistem
akuntansi, penghargaan tersebut harus
15
(money or cash equivalent) atau kos tunai terkandung atau implisit (imlied cash
cost) dari wujud penghargan yang diserahkan oleh pemeroleh asset. Bila asset
diperoleh tanpa penghargan (misalnya hadiah), kos asset ditentukan atas dasar
setara tunai atau kos tunai terkandung asset yang diterima pada saat transaksi atau
kejadian. Berikut ini dibahas berbagai dasar pengukuaran kos untuk transaksi atau
kejadian pemerolehan asset dengan instrument selain kas dan konsep atau teori
yang melandasinya.
Kos dalam barter. Barter atau pertukaran asset adalah pemerolehan
asset (biaya asset berwujud atau nonmoneter) dengan penghargan berupa asset
berwujud atau nonmoneter lainnya. Bila hal ini terjadi, pengukuran asset yang
diperoleh bergantung pada apakah asset yang dipertukarkan sejenis (similar) atau
tak sejenis (dissimilar). Asset sejenis artinya asset yang fungsinya sama dan tidak
harus asset yang identik. Misalnya, truk dan pick up dianggap sejenis kalau
fungsinay sama sama untuk pengiriman barang.
Bila suatu kesatuan menukarkan asset sejenis, secara konseptual
dianggap bahwa perusahan tersebut melakuakan pemeliharaan atau pemertahanan
capital (daya produksi) dan bukan melakukan penjualan sehingga penerimaan
asset dan penyerahan asset dianggap sebagai transaksi pemeliharaan bukan
taransaksi penjualan. Dengan demikian, fungsi asset dalam memberikan
kontribusi untuk pembentukan pendapatan belum berhenti atau habis. Jadi, proses
pembentukan pendapatan (earning proses) oleh fungsi asset tersebut belum
selesai. Oleh karena itu, kalau terjadi utang ( atau pendapatan) tidak dapat timbul
dari transaksi penjualan. untung yang timbul harus diperlakukan sebagai
pengurangan kos asset yang masuk. Akan tetapi kalau terjadi rugi, dia dapat
segera diakui karena alas an konservatisme.
Bila kesatuan uasaha menukarkan asset tidak sejenis, secara konseptual
dianggap transaksi tersebut melibatkan dua transaksi yaitu penjualan dan
pembelian. Dalam hal ini dianggap bahwa kesatuan usaha menjual asset yang
diserakan secara tunai kemudian seketika itu pulah menggunakan selurh kas yang
diterima untuk membeli asset yang diterima (baru). Dengan dijualnya asset,
kontribusi asset dalam pembentukan pendapatan telah selesai atau berhenti
16
sehingga bila dalam penjualan asset terlibat untung, dia dapat diakui sebagai
untung penjualan asset dan masuk dalam statement laba rugi.
Dalam barter, dapat pula terlibat kas sebagai tombok (boot) baik dari
pihak kesatuan usaha atau dari lawan barter. Bila dalam barter asset sejenis
tombok diberikan oleh lawan barter, maka barter tersebut tidak murni sejenis
tetapi campuran. Artinya, asset yang diserahkan sebagian ditukar dengan asset
sejenis dan sebagian dengan kas. Bagian yang ditukar dengan kas dianggap
sebagai barter tak sejenis sehingga dianggap melibatkan penjualan tunai. Oleh
karena itu, bagian untung yang timbul dari penjualan tunai dapat diakui sebagai
untung yang masuk dala statement laba rugi. Untung yang dapat diakui adalah
proporsional antara tombok dan haraga pasar asset yang diterima kesatuan usaha.
Atas dasar penalaran atau teori diatas, berikut ini disarikan prinsi
prinsip penentuan kos asset yang diterima dalam barter atau pertukaran.
1. Pertukaran tak sejenis, tanpa pembayaran tombok :
Asset yang diterima dicatat sebagai nilai wajar / pasar asset yang
diserahkan atau nilai wajar asset yang diterima, mana yang lebih
mudah atau jelas ditentukan. Untung atau rugi yang timbul diakui pada
saat pertukaran.
2. Pertukaran tak sejenis, dengan pembayaran tombok :
Asset yang diterima dicatat sebagai nilai pasar asset yang
diserahkan ditambah tombok atau nilai wajar / pasar asset yang
diterima. Dalam hal ini, nilai pasar asset yang diserahkan menunjukan
kas yang akan diterima seandainya asset tersebut dijual. Untung atau
rugi yang timbul diakui pada saat pertukaran.
3. Pertukaran sejenis, tanpa pembayar tombok :
Asset yang diterima dicatat sebesar nilai buku atau nilai pasar asset
yang diserahkan, mana yang lebih rendah. Ini berarti bahwa kalau
terjadi untung maka untung tidak diakui dan sebaliknya kalau terjadi
rugi, rugi tesebut diakui pada saat transaksi.
17
18
untuk memecah masalah ini adalah penentuan kos yang di dasarkan atas taksiran
harga pasar aset yang di peroleh. Perbedaan antara nilai nominal saham yang
diserahkan dengan niali setara tunai aset tersebut diperlakukan sebagai
prenum(agio) atau diskun (disagio) saham.
Kos Dalam Reorganisasi. Bila suatu perushan sudah berjalan atau beroperasi
cukup lama kemudian mengalami reorganisasi, perusahan tersebut biasanya tidak
mempunyai data kos yang memedai untuk menetukan kos aset yang dikuasainya.
Karna tujuan reorganisasi biasanya adalah menetukan nilai perusahan untuk
mempertimbangkan kondisi aset dan keadaan pasar pada waktu itu. Dalam
keadaan semacam itu, pengukuran kos harus didasarkan atas keadaan seakan-akan
perusahan baru berdiri (fress stars). Jadi, dianggap bahwa aset perusahan
merupakan suatu kesatuan berbagai aset yang barunsaja dibeli.
Hadiah atau hibah. Masalah khusus timbul bilamana barang atau jasa yang jelasjeas mempunyai manfaat ekonomik yang besar diperoleh perusahan tanpa kos
yang berarti atau dengan kos yang tidak sebanding dengan nilai ekonomik barang
yang diperoleh. Gedung atau tanahnya yang diperoleh perusahan melalui
sumbangan atau hibah adalah contoh perolehan tanpa kos. Walaupun dasarnya
demilkian, ada alasan yang kuat untuk tetap kekayaan terseut atas dasar kos tunai
implisitnya. Alasannya adalah bahwa setiap fasilitas atau faktor ekonomik yang di
pergunakan dalam operasi perusahan, tampa memandang asalnya, harus
diperlakukan dengan seksama sebagai petensi jasa. Oleh karena itu, perusahan
dalam menghasilkan laba (earning power) yang biasanya ditunjukan olehntingkan
kembalian investasi (rate of return on investment).
Temuan. Kadangkala terjadi bahwa suatu sumber alam atau sarana ditemukan
atau dikembangkan dan mempunyai nilai ekonomi yang jauh melebihi
pengeluaran yang sebenarnya untuk memperolehnya. Di
bidang eksploitasi
sumber alam misalnya, tambang minyak yang sangat berharga di temukan dengan
pekerjaan eksplorasi dengan kos minimal (cukup rendah dibandingka dengan
hasilnya). Demikian juga , suatu peralatan atau teknik pemprosesan yang
mempunyai harga pasar yang dikembangkan yang cukup tinggi
mungkin
19
sebanding dengan nilai pasar temuan tersebut. Dalam kondisi khusus yang seperti
ini,diperlukan suatu pengukuran baru kos atas dasar jumlah tunai imflisit. Jumlah
ini adalah jumlah rupiah uang tunai (kas) yang pasti di perlukan untuk
memperoleh sumber alam atau teknik pemrosesan tersebut seandainya keduanya
sudah dalam keadaan siap pakai atau dalam status siap di pasarkan atau di
komersialkan. Akan tetapi, perlu di tegaskan bahwa hal yang serupa tidak
semestinya dilakukana begitu saja semata-mata untuk menaikkan aset atas dasar
harapan dalam peramalan atau untuk memulai catatan dengan saldo yang baru.
Jadi, harus ada alasan yang kuat atau kondisi yang khusus untuk dapat melakukan
pengukuran seperti di atas. Pemrolehan aset melalui sumbangan ataupun twmuan
akan menimbul tambahan modal pemegang saham.
Kos Dalam Pembelian Kredit. Dengan sistem kredit nilai waktu uang menjadi
faktor yang sangat penting dalam mengukur kos yang sebenarnya (true kos). Kos
yang sebenarnya dalam transaksi kredit bukan berapa nilai kontrak yang harus di
lunasi dalam beberapa angsuran tetapi beberapa kos yang sebenarnya pada saat
transaksi. Kekeliruan sering terjadi karna anggapan bahwa nilai nominal atau nilai
jatuh tempo utang menunjukan kos barang atau jasa yang di beli dan memang
dalam beberapa kasus hal ini cukup beralasan karna kepraktisan dan materialitas.
Meskipun demikian, kalau barang atau jasa di beli secara kredit maka kos yang
sebenarnya adalah harga tunai imflisit. Harga tuani imflisit tersebut ditentukan
atas dasar jumlah rupiah yang di perlukan seandainya utang tersebut dilunasi pada
saat transaksi. Dalam di pembayaran dilakukan dengan surat wesel, surat obligasi,
atau surat tanda utang lain maka jumlah rupiah tunai imflisit di ukur dengan
jumlah rupiah uang tunai yang akan diterima seandainya surat berharga tersebut
diterbitkan atau dijual secara umum pada saat memperoleh aset.
Dalam transaksi kontrak pemilihan dengan harga kontrak tertentu, hanya
kontrak yang di sepakati mungkin melebihi harga pembelian tunai. Misalnya,
harga kontrak pemilihan sebua mesin adalah Rp 1.600.000 dan dibayar dalam
delapan kali angsuran tiap akhir triwulan sebesar Rp.200.000 tanpa menyebutkan
adanya bunga secara eksplisit. Dalam kasus ini, sebenarnya harga nominal
(kontrak) tersebut melebihi kos yang sebenarnya yaitu jumlah rupiah uang yang
di perlukan seandainya pembelian di lakukan tunai. Kalau mesin tersebut dapat
20
diperoleh juga dari tokoh yang sama dengan harga tunai Rp1.465.000 maka
jumlah ini dapat di anggap sebagai dasar pencatatan kos berdasarkan jumlah
setara tunai sedangkan selisih antara jumlah ini dengan nilai kontrak yaitu
Rp135.000. adalah setara dengan bunga dan harus dibebabkan kependapatan
(sebagai biaya) selama jangka waktu kontrak.
Pada umumnya, perusahaan tidak berusahan untuk menentukan harga
tunai efektif baik dengan cara menanyakan langsung ke toko penjual barang
ataupun dengan cara mendiskun nilai kontrak dengan tarif bunga yang berlaku.
Kalau ini terjadi maka akibatnya adalah bahwa kos tercatatat terlalu tinggi.
Walaupun demikian, kalau jangkan waktu kontrak adalah pendek (short-terms)
maka jumlah kelebihan kos adalah kecil dan tidak cukup berarti sehingga nilai
kontrak dapat dianggap sebagai jumlah rupiah tunai sebagai dasar untuk mencatat
kos.
Potongan Tunai dan Keringanan. Kos akan tercatat terlalu tinggi kalau
potongan tunai (cash discount) dan keringan-keringan (allowances) lain tidak
dikurangkan terhadap harga kesepakatan. Secara teknis pembukuan, memang
dimungkinkan untuk sementara mendebit harga faktur bruto kedalam akun aset
yang bersangkutan dan nantinya harus di lakukan penyesuaian untuk mengurangi
jumlah yang tercatat tersebut menjadi jumlah setara tunainya.potongann yang di
manfaatkan oleh pembeli sering di anggap sebagai laba. Hal ini tidak sejalan
dengan konsep yang mendasarinya yaitu bahwa laba tidak di peroleh melalui
prose pembelian atau memperoleh potensi jasa. Pembelian semata-mata
merupakan langkah pertama dalam upaya (effort) untuk menghasilka pendapatan.
Potongan dan keringanan lainnya sudah menjadi kebiasaan yang umum
dalam setiap kegiatan usaha dan pada umumnya akan selalu di manfaatkan oleh
perusahaan yang dikelola dengan baik (well-managed). Dalam perusahaan yang
mengakibatkan rugi. Rugi bukan sumber ekonomi dan karnanya tidak selayaknya
kalau dicacat sebagai aset. Oleh karena itu, sebenarnya setiap perusahan sudah
tahu pasti berapa harga yang sesungguhnya harus di bayar dalam suatu netto (net
cash price). Pencatatan kos atas dasar harga tunai netto sering tidak dilakukan
21
karena kebiasaan mencatat transaksi dalam jumah rupiah yang tercantum dalam
faktur.
pada tahapan kegiatan usaha manapun, semua kos yang terjadi merupakan aset
atau merupakan bagian dari jumlah rupiah total aset perusahaan paling tidak
dalam beberapa saat. Berbagai kos tersebut dapar merepresentai objek fisis
maupun nonfisis. Tiap aset yang direpresentasi dengan tersebut berbeda dalam hal
kecepatannya untuk diserap habis sebagai pengurang atau beban pendapatan.
2.3 Penilaian
Didalam akuntansi, penilaian
proses penentuan jumlah rupiah yang harus dilekatkan pada tiap elemen atau pos
statemen keuangan pada saat penyajian.
2.3.1 Tujuan Penilaian Asset :
menyediakan informasi yang dapat membantu investor dan kreditor
dalam menilai jumlah, saat dan ketidakpastian aliran kas bersih ke
badan usaha.
Menyediakan informasi semantic berupa: posisi keuangan,
profitabilitas, likuiditas, dan solvensi.
Masa lalu
sekarang
Masa datang
NILAI MASUKAN
Kos historis
kos pengganti
Kos harapan
NILAI KELUARAN
Harga jual masa
lalu
harga
sekarang
Nilai terealisasi
jual
harapan
Hendriksen (1982) menyebutkan bahwa ada dua jenis nilai pertukaran
yang dapat digunakan yaitu nilai keluaran (output values) dan nilai masukan
(input values). Nilai keluaran menunjukan aliran dana (kas) yang diperkirakan
akan diterima perusahaan dimasa mendatang sesuai dengan harga pertukaran
output/produk
yang
dihasilkan
perusahaan.
Sedangkan
Nilai
masukan
23
24
Dasar penilian ini dapat diterapkan pada persediaan barang jadi dan
beberapa fasilitas fisik yang dibangun sendiri. Jumlah rupiah yang
akan dicatat untuk suatu potensi jasa adalah jumlah rupiah yang
seharusnya terjadi pada kondisi efisien dan kapasitas produksi
perusahaan yang diharapkan. Kelemahan utamanya terletak pada
jenis cost standar yang digunakan dan cara untuk menerapkannya.
Pemakaian dasar ini nantinya akan menyebabkan aktiva dinilai
terlalu rendah karena adanya usaha untuk mengeluarkan cost yang
berasal dari inefisiensi dan kapasitas mengganggur.
2. Kos Pengganti
tanggap penaksiran.
Nilai wajar , secara khusus nilai wajar dimaksudkan untuk
menunjuk jumlah rupiah asset untuk menentukan agar laba yang
26
atau
atribut
yang
dapat
direpresentasi berkaitan dengan aset, dasar penilaian menurut FASB (SFAC No. 5,
prg. 67) dapat diringkas sebagai berikut:
a. Historical cost. Tanah, gedung, perlengkapan, perlengkapan pabrik,
dan kebanyakan sediaan dilaporkan atas dasar kos* historisnya yaitu
jumlah
rupiah
kas
atau
setaranya
yang
dikorbankan
untuk
28
29
2.4.1
Beban Tangguhan
Kaidah untuk menetapkan apakah suatu kos memenuhi syarat untuk
Sewa Guna
Bunga selama masa kontruksi aset tetap
Riset dan pengembangan
Eksplorasi minya dan gas bumi
Rugi selisih kurs valuta asing atau penjabaran valuta asing
Sumber daya manusia
Kos organisasi
2.4.2
Sewa Guna
Sewa Guna (lease) menimbulkan masalah pelik dalam pengakuan aset
pemerolehan aset tetap atau fasilitas fisis tanpa harus menunjukan utang yang
timbul dari pemerolehan tersebut. Dengan kata lain, sewaguna diperlakukan
sebagai sewa menyewa biasa sehingga jumlah rupiah sewa yang dibayarkan
diperlakukan sebagai biaya sewa. Praktik semacam ini, disebut dengan pendanaan
lepas-neraca
pelaporan keuangan karena terdapat utang akan cukup besar yang tidak dilaporkan
dalam proses. Dalam menangani permasalahan terebut, FASB mengajukan empat
kriteria berikut ini: (SFAS No.13 prg 7):
a. Kontrak sewa guna menyebutkan adanya transfer hak milik barang
atau properitas (property) krpada tersewa guna (lessee) pada akhir
jangka sewa guna.
b. Kontrak sewa guna memuat pasal bahwa tersewa guna boleh pilih
untuk membeli pada tanggal yang ditetapkan dalam jangka sewa guna
dengan harga yang ditetapkan dan harga tersebut cukup murah
sehingga dapat dipastikan di muka bahwa tersewaguna akan membeli
properitas bersangkutan. Pasal semacam ini disebut bargain purchase
option.
c. Jangka sewa guna adalah 75% atau lebih dari sisa umur ekonomik
taksiran properitas sewagunaan sejak penandatangan kontrak. Apabila
sisa umur ekonomik mulai dari penandatanganan kontrak kurang dari
25% umur ekonomik total, kriteria ini tidak berlaku.
d. Pada saat penandatanganan kontrak sewaguna, nilai sekarang semua
pembayaran sewa guna minimum selam jangka sewaguna adalah
sama atau lebih besar dari 90% nilai wajar bersih bagi pesewaguna
(lessor). Nilai wajar bersih bagi pesewaguna adalah nilai wajar
dipandang dari sudut pesewaguna setelah dikurangi dengan kredit
pajak investasi (invesment tax credit), kalau ada, menjadi hak
pesewaguna.
IAI juga mengeluarkan standart untuk mengkapitalisasi sewaguna. Kriteria yang
diajukan adalah (PSAK No. 30, Bab II, Prg 3)
31
a. Penyewa guna usaha memiliki hak opsi untuk membeli aset yang
disewagunakan pada akhir masa-masa sewa guna usaha dengan harga yang
disetujui bersama pada saat dimulainya perjanjian sewaguna usaha.
b. Seluruh pembayaran berkala yang dilakukan oleh penyewa guna usaha
ditambah dengan nilai sisa mencakup pengembalian harga perolehan
barang modal yang disewagunakan serta bunganya, sebagai keuntungan
perusahaan sewa guna usaha (full payout lease)
c. Masa sewa guna usaha minimum 2 (dua) tahun.
Stadart yang Mengatur
Adanya berbagai alternatif perlakuan kos bunga menurut adanya stadart
akuntansi menjadi acuan praktik agar pembandingannya statmen keuangan
menjadi mudah dilakukan dan bermakna. Secara konseptual memang layaknya
kalau kos bunga selama konstruksi dikapitalisasi tetapi perlu ada syarat-syarat
yang harus dipenuhi yang berkaitan dengan jenis aset yang dapat dilekati kos
bunga, besarnya kos bunga yang dikapitalisasi, dan periode kapitalisasi. Kedua
standar ini pada dasarnya membolehkan adanya kapitalisasi bunga asalkan
memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang diatur dalam standar tersebut.
Standar yang relevan dengan hal ini di Amerika adalah SFAS No 34.
2.4.3
Kos Bunga
Telah disebutkan bahwa kos suatu aset adalah semua pengeluaran
(menjadi unsur kos) yang diperlukan untuk menyiapkan aset tersebut sampai siap
dipakai atau dikonsumsi sebagaimana direncanakan (intended usu). Masalah yang
berkaitan dengan hal ini adalah perlakuan kos bunga sebagi unsur kos fasilitas
fisis (gedung dan pabrik) yang dibangun sendiri. Bila kesatuan usaha membangun
sendiri fasilitas fisis dengan dana pinjaman dan pembangunannya memakan
waktu yang cukup lama, masalahnya adalah apakah kos bunga selama masa
pembangunan/konstruksi dapat dikapitalisasi.
FASB menyebutkan bahwa tujuan mengkapitalisasi kos bungaadalah
untuk mendapatkan angka kos pemerolehan yang paling merefleksi investasi total
kesatuan usaha dalam aset dan membebankan suatu kos yang berkaitan dengan
pemerolehan suatu sumber ekonomik yang akan memberi manfaat di masa datang
32
33
kos akuntansi dan administrasinya. Karakteristik lain suatu aset yang tidak dapat
menjadi objek kapitalisasi adalah:
a. Aset yang sudah digunakan atau sudah siap digunakan sesuai dengan
tujuan penggunaan dalam operasi menghasilkan pendapatan.
b. Aset yang belum digunakan dalam kegiatan menghasilkan pendapatan
perusahaan dan juga tidak mengalami penyelesaian/perbaikan atau
kegiatan yang lain yang diperlukan untk menjadikan aset tersebut siap
digunakan dalam operasi. Jadi, kalau kegiatan konstruksi terhenti, bunga
selama berhentinya kegiatan tidak dapat dikapitalisasi.
c. Aset yang tidak dimasukan dalam neraca konsolidasi perusahaan induk
dan perusahaan-perusahaan anaknya.
d. Investasi yang diperlakukan dengan metode ekuitas setelah kegiatan
operasi utama yang direncanakan oleh terinvestasi dimulai.
e. Investasi dalam perusahaan regulasian (regulated investee) yang
mengkapitalisasi baik kos utang maupun ekuitas (cost of debt and equty
capital)
f. Aset yang diperoleh dengan dana hadiah atau hibah yang dibatasi
penggunanya
oleh
penghadiahatau
oenghibah
semata-mata
untuk
34
kesatuan usaha dan yang benar-benar timbul dari transaksi yang sah, tiap pos aset
didefinisi lebih lanjut atau spesifik sesuai dengan sifat pos tersebut.
Pengungkapan dan penyajian pos-pos aset harus dipelajari dari standar yang
mengatur tiap pos. Secara umum, prinsip akuntansi berterima umum memberi
pedoman penyajian dan pengungkapan aset sebagai berikut:
a. Aset yang disajikan di sisi debit atau kiri dalam neraca berformat akun
atau dibagian atas dalam neraca berformat laporan.
b. Aset diklasifikasi menjadi aset lancar dan tetap.
c. Aset diurutkan penyajiannya atas dasar likuiditas atau kelancarannya, yang
paling lancar dicantumkan pada urutan yang pertama.
d. Kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan pos-pos tertentu harus
diungkapkan (misalnya metode depresiasi aset tetap dan dasar penilaian
sediaan barang).
35
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Asset merupakan salah satu sumber daya perusahaan yang dapat dikuasai
maupun diakui dalam penggunaannya. Dalam setiap pengakuan yang nantinya
akan dicatat dalam laporan keuangan sebagai salah satu pertimbangan dalam
membuat keputusan, dibutuhkan suatu proses yang dinamakan penilaian dan
pengungkapan. Dimana setiap aset yang telah dimiliki dinilai terlebih dahulu unuk
mengetahui karakteristik dari asset tersebut dan dari mana sumber asset tersebut.
Penilaian asset pun tidak serta merta dilakukan dengan cara yang berosientasi
pada keuntungan perusahaan, akan tetapi setiap proses penilaian yang ada harus
dilakukan sesuai dengan standar atau pedoman yang berlaku umum. Sehingga
dalam proses akhir penyajian kepemlikan asset yang dicantumkan dalam laporan
keuangan, bisa dapat diterima dan dipahami secara umum yang diharapkan
mampu memberikan manfaat yang besar bagi pihak-pihak yang menggunakannya.
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaannya karena keterbatasan informasi serta tentang produk BRI
Syariah maka jika ada kekurangan penulis sangat mengharapkan kritik serta saran
36
para pembaca yang bersifat membangun untuk perbaikan isi makalah penelitian
ini.
37