Anda di halaman 1dari 10

RISET TERKAIT PEMBUANGAN DAN RECYCLE LIMBAH BATERAI PADA PT

XL AXIATA Tbk

A. Peraturan dan Dokumen yang Diteliti


1. Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 yang telah diubah dengan Perppu No 2
Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“UU PLH”)
2. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (“PP 22/2021”).
3. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 6 Tahun 2021
tentang Tata Cara dan Persyaratan Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (“Permen LHK 6/2021”).
4. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 12/2021 tentang
Baku Mutu Emisi Daur Ulang Baterai Lithium (“Permen LHK 12/2021”).
5. Peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 4 Tahun 2021 tentang
Pedoman dan Tata Cara Pelayanan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dan
Fasilitas Penanaman Modal (“PerBKPM 4/2021”)
6. Peraturan Gubernur No. 79 Tahun 2009 tentang Pelaksanaan Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (“Pergub DKI Jakarta 29/2009”)
7. Peraturan Walikota Palembang No. 20 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Pemberian Izin Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Limbah B3)
(“Peraturan Walikota Palembang No 20/2010”)

B. Hasil Analisis

Baterai yang Digunakan pada Layanan Bisnis PT. XL Axiata Tbk Pada
Umumnya Dapat di Daur Ulang dan tergolong sebagai Limbah B3
Baterai yang digunakan oleh perusahaan telekomunikasi seperti XL Axiata umumnya
termasuk dalam kategori baterai isi ulang (rechargeable battery), seperti baterai
dengan jenis lithium-ion (Li-ion) atau baterai nikel-kadmium (Ni-Cd). Baterai jenis
tersebut merupakan jenis baterai yang dapat didaur ulang.1

Baterai isi ulang yang digunakan untuk beberapa kegiatan operasional XL Axiata,
adalah sebagai berikut:
1. Jaringan Telekomunikasi: Baterai lithium digunakan sebagai sumber cadangan
daya untuk memastikan operasional jaringan telekomunikasi terus berjalan
dalam situasi darurat atau pemadaman listrik.
2. Baterai untuk Stasiun Base Transceiver (BTS): Stasiun Base Transceiver
(BTS) adalah infrastruktur yang digunakan XL Axiata untuk memfasilitasi
komunikasi antara ponsel dan jaringan operator. Baterai ini digunakan pada
Tower BTS sebagai daya cadangan apabila terjadi pemadaman listrik atau
gangguan daya. XL Axiata diketahui menggunakan baterai berjenis lithium
pada 2000 lebih infrastruktur BTS milik XL Axiata.
1 XL Axiata. 2023. Gencar Terapkan Prinsip ESG pada Infrastruktur Jaringan XL Axiata Gunakan Green BTS
Secara Massal
3. Baterai untuk Peralatan Telekomunikasi Portabel: Baterai yang dapat di daur
ulang digunakan dalam perangkat telekomunikasi portabel seperti ponsel,
modem portabel, dan perangkat hotspot Wi-Fi.

Namun demikian, dalam beberapa kegiatan operasional XL Axiata seperti pada


penggunaan Uninterruptible Power Supply Specification (UPS) pada fasilitas Cloud
dan Data Center milik XL Axiata yang bekerjasama dengan Princeton Digital Group
diketahui juga menggunakan baterai. Baterai ini berfungsi untuk menyimpan tenaga
cadangan apabila terdapat gangguan kelistrikan pada fasilitas tersebut.

Secara spesifik, tidak ditemukan informasi mengenai jenis baterai yang digunakan
pada UPS di fasilitas Cloud dan Data Center milik XL Axiata dan Princeton Digital
Group di Indonesia. Namun pada praktiknya, jenis baterai yang digunakan dalam UPS
untuk keperluan Cloud dan Data Center tersebut diantaranya: 2 Valve Regulated Lead
Acid (VRLA), Sealed Lead Acid (SLA), atau lithium.

VRLA merupakan salah satu jenis baterai yang hanya dapat didaur ulang dalam
beberapa kondisi (dapat didaur ulang secara terbatas). Hal ini disebabkan oleh
beberapa hal, diantaranya adalah:3
a. Kristalisasi Timbal Sulfat: Selama penggunaan dan siklus pengisian ulang
baterai VRLA, timbal sulfat yang terbentuk di dalam baterai dapat mengkristal
dan membentuk lapisan yang sulit untuk dipulihkan sepenuhnya selama proses
daur ulang. Kristalisasi ini dapat mengurangi kemampuan baterai untuk
mengembalikan timbal sulfat menjadi timbal aktif.
b. Kompleksitas Proses Daur Ulang: Daur ulang baterai VRLA melibatkan
proses yang kompleks dan membutuhkan perlakuan khusus, seperti
penghancuran mekanis dan pemisahan komponen. Proses ini memerlukan
peralatan dan teknologi yang canggih serta biaya yang tinggi. Selain itu,
baterai VRLA juga mengandung bahan berbahaya seperti asam sulfat dan
timbal, yang membutuhkan perlakuan khusus dan proses pemurnian yang
lebih lanjut.
c. Efisiensi Daur Ulang yang Rendah: Efisiensi daur ulang baterai VRLA
umumnya rendah dibandingkan dengan jenis baterai lain seperti baterai
lithium-ion atau nikel-kadmium. Proses daur ulang yang melibatkan
pemurnian dan pemisahan komponen sering kali tidak dapat menghasilkan
bahan baku yang setara dengan baterai baru dengan kualitas yang sama.
d. Biaya dan Ekonomi: Daur ulang baterai VRLA sering kali tidak ekonomis
karena biaya dan kompleksitas proses yang terlibat. Baterai VRLA biasanya
memiliki nilai daur ulang yang rendah, dan biaya yang diperlukan untuk

2Xi Tian, Yu Gong, Yufeng Wu, Amma Agyeiwaa, Tieyong Zuo. Management of used lead acid battery in
China: Secondary lead industry progress, policies and problems. Resources, Conservation and Recycling.
Volume 93, 2014.

3 Data Centre. 2023. The Deployment of Lithium-Ion Batteries in UPS Applications


memulihkan baterai sering kali melebihi manfaat ekonomi yang diperoleh dari
hasil daur ulang tersebut.

Dalam hal ini, limbah dari VRLA, SLA dan lithium sebagai suatu baterai tergolong
dalam kategori Limbah B3. Hal ini sesuai dengan penjelasan Lampiran XI tentang
Daftar Limbah B3 dari Sumber Tidak Spesifik pada PP 22/2021 yang
mengkategorikan bahwa “Aki/Baterai Bekas” termasuk sebagai Limbah B3 dengan
kategori Bahaya 1.

Bentuk Kerjasama yang Umumnya digunakan XL Axiata dalam Pembangunan


BTS
Pada umumnya, XL Axiata bekerjasama dengan pihak ketiga dalam proses
pembangunan BTS. Tidak dapat dipastikan secara khusus bentuk kerjasama yang
digunakan XL Axiata dalam pembangunan BTS. Namun demikian, terdapat beberapa
bentuk kerjasama yang umumnya dilakukan perusahaan telekomunikasi ketika
melakukan pembangunan BTS, beberapa diantaranya adalah:
1. Sistem Joint Purchase and Installation, kerjasama antara perusahaan
telekomunikasi dan mitra dalam membeli dan memasang peralatan jaringan
BTS secara bersama-sama. Hal ini disebabkan dengan proses pembelian,
pemasangan, dan penggunaan biaya yang dilakukan secara bersama-sama.
Dalam sistem ini biasanya proses akuisisi tanah juga merupakan
tanggungjawab bersama. Namun demikian, dalam sistem kerjasama ini
manfaat dan pengoperasian BTS dilakukan sepenuhnya oleh perusahaan
telekomunikasi. Mitra hanya bekerjasama sebatas pembelian dan
pembangunan BTS sehingga proses pengoperasian termasuk perbaikan atas
BTS yang rusak dan pengolahan limbah baterai atas BTS yang sudah rusak
merupakan tanggung jawab penuh dari perusahaan telekomunikasi. Biasanya
risiko yang ditanggung oleh mitra hanya terbatas risiko yang terjadi selama
pembelian dan pembangunan.
2. Sistem Joint Build and Operate, pada sistem ini perusahaan telekomunikasi
melakukan kerjasama dengan mitra dalam pembangunan dan juga
pengoperasian BTS. Setelah pembangunan selesai, perusahaan telekomunikasi
dan mitra kerjasama akan berbagi tanggung jawab dalam mengoperasikan
BTS. Ini meliputi manajemen jaringan, pemeliharaan, penanganan lalu lintas
telekomunikasi, pemantauan kinerja, dan peningkatan jaringan sesuai dengan
kebutuhan. Oleh karena itu, mitra juga turut bertanggung jawab untuk
melakukan pengolahan limbah.
Namun sistem ini digunakan untuk BTS yang dioperasikan di daerah luar dari 3T
(terpencil, terluar, terdepan). Hal ini disebabkan dengan Permenkominfo No. 19
Tahun 2016 tentang Kewajiban Pelayanan Universal/Universal Service Obligation
yang mewajibkan operator seluler untuk bekerjasama dengan Badan Aksesibilitas
Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) untuk melakukan pembangunan BTS di
daerah 3T. Dalam skema kerja sama ini, aspek pembangunan serta pemeliharaan
infrastruktur BTS, termasuk di dalamnya untuk mendapatkan dukungan penuh dari
pemerintah daerah pada penyediaan lahan, merupakan tanggung jawab BAKTI.
Sedangkan aspek penyediaan layanan kepada pelanggan, termasuk operasi dan
pemeliharaan layanan 4G secara keseluruhan, merupakan tanggung jawab XL
Axiata.4 Oleh karena itu, XL Axiata tidak bertanggung jawab dalam hal terjadi
kerusakan infrastruktur dan pengurusan limbah baterai untuk pembangunan BTS di
daerah 3T.

XL Axiata Dapat Membentuk Badan Hukum Khusus atau Menunjuk Pihak


Lain Guna Melakukan Pembuangan dan Pendaurulangan Limbah Baterai
Pada dasarnya, XL Axiata wajib untuk melakukan pembuangan dan/atau
pendaurulangan limbah baterai yang dihasilkannya. Dalam kondisi ini, XL Axiata
harus membentuk badan hukum baru yang khusus menangani pembuangan dan
pendaurulangan limbah baterai. Sebab berdasarkan PP 22/2021, untuk melakukan
masing-masing kegiatan tersebut diperlukan persyaratan berupa Perizinan Berusaha
khusus dan Persetujuan Lingkungan khusus.

Sebagaimana diketahui berdasarkan PerBKPM 4/2021, setiap Perizinan Berusaha


hanya diperkenankan melakukan satu kegiatan usaha berdasarkan lingkup Klasifikasi
Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang dimilikinya. Hal ini berimplikasi pada
bahwa badan hukum XL Axiata dilarang untuk melakukan kegiatan usaha diluar
lingkup KBLI-nya. Di sisi lain, setiap Perizinan Berusaha sejatinya memiliki
Persetujuan Lingkungan yang berbeda-beda sesuai dengan masing-masing KBLI. Hal
ini membuat badan hukum XL Axiata secara mandiri tidak dapat untuk melakukan
pembuangan dan pendaurulangan limbah baterai.

Sebagai alternatif, berdasarkan Pasal 355 ayat (1) Permen LHK 6/2021, XL Axiata
diperbolehkan untuk menunjuk individu atau badan hukum yang dapat pembuangan
dan pendaurulangan limbah baterai. Syaratnya adalah bahwa individu atau badan
hukum yang ditunjuk memiliki Perizinan Berusaha dan Persetujuan Lingkungan
khusus untuk hal tersebut. Dalam hal XL Axiata menunjuk pihak lain, maka XL
Axiata diwajibkan untuk melakukan pelaporan berkaitan dengan penyerahan limbah
B3-nya kepada KLHK. Hal ini dilakukanpaling lama 7 (tujuh) hari setelah
penyerahan limbah baterai tersebut.

Persyaratan Perizinan Berusaha Badan Usaha untuk Melakukan Pembuangan dan


Pendaurulangan Limbah Baterai:
Suatu badan usaha (CV/PT) yang melakukan pembuangan dan pendaurulangan limbah
baterai wajib untuk terlebih dahulu memperoleh memiliki Perizinan Berusaha di bidang
penimbunan dan pemanfaatan limbah B3. Untuk memperoleh Perizinan Berusaha tersebut,
maka pelaku usaha perlu memenuhi persyaratan-persyaratan sesuai dengan KBLI kegiatan
usaha penimbunan limbah B3. Berdasarkan PermenLHK 3/2021, KBLI yang berkaitan
dengan penimbunan limbah B3 adalah “388220” dengan uraian “Treatment dan Pembuangan

4 Pasal 135, PermenLHK 6/2021.


Limbah Berbahaya”. Kegiatan usaha ini memiliki tingkat risiko usaha Tinggi sehingga
memerlukan NIB dan perizinan sektoral untuk mendapatkan Perizinan Berusaha-nya. NIB
diperoleh dari Kementerian Investasi/BKPM.

Sedangkan, perizinan khusus untuk penimbunan limbah B3 diperoleh dari KLHK.Dalam hal
ini, perizinan khusus yang dimaksud adalah Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah B3
(PTLB3) dan Surat Layak Operasi Pengelolaan Limbah B3 (SLO-PLB3). Untuk memperoleh
PTBL3, diperlukan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi yakni kajian teknis, dana
jaminan lingkungan hidup senilai 5 milyar rupiah, perhitungan biaya, dan sertifikat
kompetensi di bidang pengelolaan B3 sebagaimana Pasal 222 ayat (1) Permen LHK 6/2021.
Sedangkan, untuk memperoleh SLO-PLB3, penanggung jawab pengelolaan limbah baterai
diwajibkan untuk melaporkan kepada KLHK terkait laporan penyelesaian pembangunan
fasilitas dan laporan uji coba pengelolaan limbah B3 terlebih dahulu. Nantinya, Dokumen
PTLB3 dan SLO-PB3 akan menjadi dasar dimulainya kegiatan pembuangan limbah dan/atau
pendaurulangan limbah baterai.

Proses Pengelolaan Limbah Baterai Harus Berdasarkan PP 22/2021, Permen


LHK 6/2021, dan Permen LHK 12/2021.
Pengelolaan limbah baterai sebagai limbah B3 berdasarkan ketentuan tersebut
meliputi 6 (enam), yakni:
1. Pengumpulan Limbah B3. Berdasarkan Pasal 89 ayat (1) Permen LHK 6/2021,
XL Axiata wajib melakukan pengumpulan limbah ini melalui segregasi
(pemisahan) limbah B3 dan penyimpanan limbah B3. Dalam hal ini, untuk
melakukan segregasi limbah baterai, XL Axiata wajib mengacu pada
penjelasan Lampiran XI tentang Daftar Limbah B3 dari Sumber Tidak
Spesifik pada PP 22/2021 dan Karakteristik Limbah B3. Sedangkan, untuk
melakukan penyimpanan limbah baterai, maka XL Axiata dapat mengacu pada
Pasal 51 ayat (1) Permen LHK 6/2021.
2. Penyimpanan limbah B3. Berdasarkan Pasal 51 ayat (1) Permen LHK 6/2021,
XL Axiata wajib melakukan kegiatan penyimpanan limbah sesuai dengan
standar dan tata cara penyimpanan yang diintegrasikan kepada Nomor Induk
Berusaha (NIB) dan Persetujuan Lingkungan. Hal ini didukung dengan
kegiatan pemantauan aktif dari XL Axiata terhadap proses penyimpanan
limbah dan pelaporan kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
(KLHK) sebagaimana Pasal 80 Permen LHK 6/2021.
3. Pengangkutan Limbah B3, Untuk melakukan pengangkutan limbah baterai,
XL Axiata wajib memiliki rekomendasi dan perizinan berusaha di bidang
pengangkutan Limbah B3. Sebagai alternatif, Permen LHK 6/2021
memperbolehkan XL Axiata untuk menunjuk pihak yang melakukan hal
tersebut.
4. Pemanfaatan Limbah. Pemanfaatan limbah meliputi kegiatan penggunaan
kembali, daur ulang dan perolehan kembali Limbah B3. Berdasarkan Pasal
108 Permen LHK 6/2021, XL Axiata dapat melakukan pemanfaatan limbah
baterai melalui 4 (empat) cara, yakni: (1) pemanfaatan sebagai substitusi
bahan baku; (2) pemanfaatan sebagai substitusi sumber energi; (3)
pemanfaatan sebagai bahan baku; dan (4) pemanfaatan sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan teknologi.
Khusus untuk pendaurulangan limbah baterai sebagaimana poin 1 dan 2, XL
Axiata wajib berdasarkan Pasal 112 Permen LHK 6/2021 untuk terlebih
dahulu melakukan uji coba terhadap peralatan, metode dan fasilitas
pemanfaatan limbah baterai.
5. Pengolahan Limbah B3. Pengolahan limbah adalah proses untuk mengurangi
dan/atau menghilangkan sifat bahaya dan/atau sifat racun dari suatu Limbah
B3. Dalam hal ini, XL Axiata diperbolehkan melakukan pengolahan limbah
baterai melalui metode termal (pembakaran).
6. Penimbunan Limbah B3. XL Axiata dapat melakukan kegiatan penimbunan
pada fasilitas penimbunan sebagaimana Pasal 171 ayat (1) Permen LHK
6/2021. Dalam melakukan hal tersebut, XL Axiata wajib memenuhi ketentuan
persyaratan fasilitas, lokasi, hasil uji, tata cara dan penetapan penghentian
kegiatan penimbunan limbah B3.

Dalam keseluruhan proses ini, XL Axiata wajib mengawasi dan melaporkan kepada
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan batas baku mutu emisi sebagaimana
dalam Lampiran I Permen LHK 12/2021. Hal ini berlaku baik ketika XL Axiata
melakukan pengelolaan limbah baterai secara mandiri maupun ketika XL Axiata
menunjuk pihak lain untuk melakukan pengelolaan limbah baterai tersebut.

Metode Pengelolaan Limbah Baterai Berdasarkan Permen LHK 6/2021


Berdasarkan PP 22/2021, pada Lampiran IX limbah baterai termasuk kedalam limbah
B3 dengan kode B326-1 yang masuk kedalam kategori bahaya 2. Secara keseluruhan,
PermenLHK 6/2021 mencakup tiga metode untuk pengolahan Limbah B3.
Berdasarkan analisis lebih lanjut, pengolahan baterai dapat dilakukan dengan metode
stabilisasi dan solidifikasi sebagaimana memenuhi kriteria sebagai berikut:5
a) Mudah meledak;
b) Mudah menyala;
c) Reaktif, infeksius dan/atau korosif; dan
d) Beracun;
Selain kriteria tersebut di atas, setiap Limbah B3 yang diproses melalui metode
stabilisasi dan solidifikasi harus ditangani dengan memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
1) Harus dilakukan melalui penggunaan fasilitas yang memadai (yaitu fasilitas
harus dilengkapi dengan lantai kedap air, laboratorium dan bangunan beratap);
2) Harus dilakukan di lokasi bebas banjir;

5 Pasal 136 - 138, Permen LHK 6/2021.


3) Harus dilakukan sesuai dengan persyaratan tertentu yang berkaitan dengan
pengaturan komposisi dan pencampuran Limbah B3, serta untuk mengontrol
nilai pH.6
Setiap hasil Limbah B3 yang diproses melalui metode ini juga harus lulus uji berikut:
1) Uji kuat tekan;
2) Uji paint filter; dan
3) Uji TCLP.7

Bahwa XL Axiata Wajib Melakukan Pengumpulan Limbah Baterai Sebelum


Melakukan Pembuangan dan/atau Pendaurulangan
Berdasarkan Pasal 89 ayat (1) Permen LHK 6/2021, XL Axiata wajib melakukan
melalui segregasi (pemisahan) limbah dengan memperhatikan karakteristik K3 limbah
tersebut. Hal ini dilakukan guna mengurangi bahaya terpaparnya zat berbahaya dari
baterai terhadap masyarakat. Setelah dikumpulkan, wajib dilakukan penyimpanan
terhadap limbah baterai. Penyimpanan ini wajib dilakukan pada fasilitas yang
memenuhi kriteria Standar Penyimpanan Limbah sebagaimana Pasal 52 Permen LHK
6/2021 selama paling lama dari 90 (sembilan puluh) hari. Setelah itu, limbah baterai
baru dapat diproses untuk dilakukan pembuangan dan/atau pendaurulangan.

Dalam melakukan proses pembuangan limbah baterai, wajib dilakukan stabilisasi dan
solidifikasi untuk mengurangi zat berbahaya dari baterai. Berdasarkan Pasal 139 ayat
(3) Permen LHK limbah baterai yang telah dilakukan solidifikasi dan stabilisasi baru
diperbolehkan untuk dilakukan pembuangan dan/atau pendaurulangan. Dalam hal
terhadap limbah baterai tersebut dilakukan pembuangan, maka hal ini dilakukan
dengan cara penimbunan di daratan (landfill).

Sedangkan, untuk melakukan pendaur ulangan limbah baterai, maka hal ini dilakukan
melalui kegiatan peleburan dan pereduksian bahan baterai. Proses ini dilakukan
menggunakan larutan bahan kimia untuk memisahkan kandungan senyawa dari
limbah baterai (hydrometallurgy), proses bioteknologi yang melibatkan interaksi
antara mikroorganisme dengan logam (metalurgi) atau proses kegiatan lainnya
sehingga dihasilkan produk cairan zat yang dapat dimanfaatkan kembali dan memiliki
nilai ekonomi.8

Untuk melaksanakan proses pendaurulangan, berdasarkan Pasal 111 Permen LHK


6/2021, wajib dilakukan uji coba terlebih dahulu untuk selanjutnya dilaporkan kepada
KLHK. Selain itu, wajib pula untuk memperhatikan dan mematuhi ketentuan batas
baku mutu emisi dalam proses pengelolaan limbah baterai sebagaimana tertuang
dalam Permen LHK 12/2021.

6 Pasal 139, Permen LHK 6/2021


7 Definisi “Daur Ulang Baterai Lithitum” dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan
Kehutanan Nomor 12 Tahun 2021 tentang Baku Mutu Emisi Daur Ulang Baterai Lithium
8 http://perpustakaan.menlhk.go.id/pustaka/images/docs/LEMBAR_OPERASIONAL_TEKNIS.pdf
Secara singkat, proses daur ulang baterai dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:9

Bahwa Diperlukan Perizinan Berusaha PLB3 dan Persetujuan Teknis Untuk


Melakukan Proses Pembuangan dan/atau Pendaurulangan Baterai

Perizinan Berusaha ini didapatkan melalui pengajuan badan usaha baru kepada
Kementerian Investasi dan BKPM. Sedangkan, Persetujuan teknis yang dimaksud ini
diperoleh dari KLHK dengan bentuk Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah B3
(PTLB3) dan Surat Layak Operasi Pengelolaan Limbah B3 (SLO-PLB3).

Untuk memperoleh PTBL3, diperlukan sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi


yakni kajian teknis, dana jaminan lingkungan hidup senilai 5 milyar rupiah,
perhitungan biaya, dan sertifikat kompetensi di bidang pengelolaan B3 sebagaimana
Pasal 222 ayat (1) Permen LHK 6/2021. Sedangkan, untuk memperoleh SLO-PLB3,
penanggung jawab pengelolaan limbah baterai diwajibkan untuk melaporkan kepada
KLHK terkait laporan penyelesaian pembangunan fasilitas dan laporan uji coba
pengelolaan limbah B3 terlebih dahulu.

9 BAKTI Kominfo. Bakti Kominfo, XL, dan Telkomsel Tandatangani Perjanjian Kerjasama,
https://www.baktikominfo.id/id/informasi/siaran-pers/bakti_kominfo_xl_dan_telkomsel_tandatangani_perjanjia
n_kerja_sama_program_penyediaan_layanan_seluler_4g_di_wilayah_3t-1280
Dokumen PTLB3 dan SLO-PB3 akan menjadi dasar dimulainya kegiatan
pembuangan limbah dan/atau pendaurulangan limbah baterai.

Bahwa Beberapa Daerah Memiliki Perizinan Pengelolaan Limbah Baterai


Tersendiri
Pembangunan BTS merupakan salah satu kegiatan bisnis yang dilakukan oleh XL
Axiata dengan menggunakan baterai. XL Axiata melakukan pembangunan BTS di
berbagai daerah di Indonesia sebagaimana setiap daerah memiliki lingkup perizinan
dan regulasi pengelolaan limbah yang berbeda-beda sebagaimana diatur dalam Pasal
59 ayat (4) UU PLH bahwa pengelolaan limbah B3 wajib mendapat izin dari
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

Berdasarkan Pasal 221 PermenLHK 6/2021, Permohonan Persetujuan PLB3 harus


diajukan kepada pejabat pemerintah terkait sehubungan dengan berbagai kegiatan,
yaitu:
1) Kepada Menteri, untuk kegiatan: a) Pengumpulan Limbah B3 skala nasional;
b) Pemanfaatan Limbah B3; c) Pengolahan Limbah B3; d) Penimbunan
Limbah B3; dan e) Pembuangan Limbah B3;
2) Kepada gubernur, untuk kegiatan yang menyangkut pengumpulan Limbah B3
skala provinsi; dan
3) Kepada bupati/walikota, untuk kegiatan yang menyangkut pengumpulan
Limbah B3 skala kabupaten/kota.
Berikut adalah beberapa contoh regulasi di beberapa daerah yang mengatur secara
khusus mengenai pengelolaan limbah baterai yang termasuk sebagai limbah B3:
1. Kota Palembang, Sumatera Selatan: Berdasarkan Peraturan Walikota
Palembang No 20/2010 bahwa limbah baterai yang akan dikelola harus
menerima izin pengelolaan limbah B3 oleh Dinas Penanaman Modal
Perizinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Palembang. Bahwa pada
dasarnya suatu badan usaha dapat diberikan izin penyimpanan limbah B3
sementara yang nantinya akan dilakukan verifikasi lapangan apabila suatu
badan usaha telah memenuhi persyaratan untuk memperoleh izin penyimpanan
sementara limbah B3.
Terdapat studi kasus dari putusan No. 252/Pid.LH/2020/PT PLG, sebagaimana
dalam kasus tersebut Terdakwa melakukan pengumpulan dan penyimpanan
baterai aki sebagaimana hal tersebut termasuk sebagai suatu tindakan
pengelolaan limbah B3 tanpa izin.
2. Kota DKI Jakarta: Secara khusus diatur dalam Pergub DKI Jakarta 79/2009
bahwa DKI Jakarta memberlakukan dua jenis perizinan yakni Kegiatan
penyimpanan sementara limbah B3 dan pengumpulan limbah B3 skala
Provinsi kecuali pelumas/oli bekas sebagaimana keduanya wajib mendapat
izin dari SKPD.
Pengelolaan limbah B3 di DKI Jakarta hanya wajib dilakukan oleh Badan Usaha.
Berdasarkan Pasal 10 Pergub DKI Jakarta 79/2009, XL Axiata sebagai badan usaha
yang menghasilkan limbah B3 wajib untuk:
a. melakukan 3R (reuse, recycle dan recovery) terhadap limbah B3 yang
dihasilkannya;
b. melakukan analisis laboratories TCLP untuk limbah yang tidak terdaftar
dalam. limbah B3;
c. melakukan pemisahan limbah B3 dengan sampah domestik;
d. mengisi neraca limbah sesuai dengan format yang berlaku;
e. mendapatkan salinan manifest limbah B3 dari pengangkut limbah B3; dan
f. menyampaikan laporan pengelolaan limbah B3 sekurang-kurangnya I (satu)
kati dalam (tiga) bulan kepada SKPD.
Sebagaimana diatur dalam pasal selanjutnya bahwa XL Axiata yang melakukan
pembangunan BTS di Jakarta wajib memiliki standar operasi prosedur yang
disesuaikan dengan karakteristik dan spesifikasi limbah B3 yang dihasilkan, meliputi:
a. sistem tanggap darurat;
b. penanggulangan kecelakaan pengelolaan Iimbah B3; dan
c. pemulihan akibat pencemaran limbah B3

Daur Ulang Baterai Lithium


Bahwa secara khusus Permen LHK 12/2021 dikeluarkan sebagai usaha mencegah
pencemaran udara dari kegiatan daur ulang baterai bekas jenis lithium karena
berpotensi menimbulkan pencemaran udara. Setiap penanggung jawab usaha kegiatan
daur ulang baterai lithium wajib memenuhi baku mutu emisi pada seluruh sumber
emisi yang berasal dari proses produksi.

Dalam memenuhi kewajiban tersebut, penanggung jawab harus menerapkan langkah-


langkah wajib berikut:
1. Pemantauan emisi;
2. Pengelolaan data dan informasi pemantauan emisi;
3. Pengelolaan Emisi Fugitif;
4. Pengelolaan Sarana bagi Cerobong Emisi yang Dilengkapi Dengan Fasilitas
Lift; dan
5. Penanggulangan Keadaan Darurat Pencemaran Udara.

Anda mungkin juga menyukai