Anda di halaman 1dari 6

Perkembangan Teknologi Mikroelektronika #01

Kemampuan menguasai teknologi tinggi adalah merupakan syarat mutlak bagi


suatu negara untuk memasuki negara industri baru. Salah satu bidang teknologi
tinggi yang sangat mempengaruhi peradaban manusia di abad ini adalah teknologi
semikonduktor dan mikroelektronika.

Oleh Wilson Walery Wenas, Ph.D

Bidang ini biasanya dianalogikan dengan tiga kata bahasa Inggris yang
mempengaruhi kehidupan modern yaitu Computer, Component, and
Communication. Untuk komputer, topik utama dalam bidang ini adalah bagaimana
membuat komputer menjadi lebih cepat, lebih ramping dengan fungsi yang lebih
kompleks dan komsumsi daya yang makin kecil. Untuk tujuan tersebut, terdapat
dua pendekatan yang saling mendukung yakni dari segi hardware dan software.

Dari segi hardware adalah bagaimana membuat transistor sebagai komponen aktif
terkecil menjadi semakin kecil dan berkecepatan tinggi. Dari segi software adalah
bagaimana mendisain rangkaian terpadu (integrated circuit) yang makin kompleks
menjadi semakin ramping dan kompak. Tulisan di bawah ini membahas mengenai
pendekatan dari segi hardware yakni perkembangan dari divais-divais elektron
(electron devices) saat ini dan yang akan datang sebagai komponen dasar peralatan
semikonduktor/elektronika, dengan tinjauan dari sudut material semikonduktor itu
sendiri.

Teknologi Silikon

Pembahasan tentang divais semikonduktor tentunya tidak bisa lepas dari material
semikonduktor itu sendiri sebagai bahan dasar pembuatan divais tersebut. Silikon
(Si) dengan persediaan yang berlimpah di bumi dan dengan teknologi pembuatan
kristalnya yang sudah mapan, telah menjadi pilihan dalam teknologi
semikonduktor. Teknologi silikon very large scale integration (VLSI) telah
membuka era baru dalam dunia elektronika di abad ke-20 ini.

Kebutuhan akan kecepatan yang lebih tinggi dan unjuk kerja yang lebih baik dari
komputer telah mendorong teknologi silikon VLSI ke teknologi silikon ultra high
scale integration (ULSI). Saat ini metaloxide semiconductor field effect transistor
(MOSFET) masih dominan sebagai divais dasar teknologi integrated circuit (IC).
Dimensi dari MOSFET menjadi semakin kecil dan akan menjadi sekitar 0,1 mikron
untuk ukuran giga-bit dynamic random acces memories (DRAMs). Beberapa masalah
yang timbul dalam usaha memperkecil dimensi dari MOSFET antara lain efek short
channel dan hot carrier yang akan mengurangi unjuk kerja dari transistor itu
sendiri.

Walaupun sudah banyak kemajuan yang dicapai, pertanyaan yang selalu muncul
adalah sampai seberapa jauh limit pengecilan yang dapat dilakukan ditinjau dari
segi proses produksi, sifat fisika dari divais itu sendiri dan interkoneksinya. Banyak
masalah dari segi fabrikasi yang dapat menjadi penghambat. Sebagai salah satu
contoh keterbatasan dari proses produksi adalah teknik lithography yaitu teknik
yang diperlukan untuk merealisasikan desain sirkuit ke lempengan (waver) silikon
dalam proses fabrikasi IC. Dengan menggunakan cahaya sebagai sumber berkas,
dimensi dari lithography dengan sendirinya akan dibatasi oleh panjang gelombang
dari cahaya itu sendiri. Oleh sebab itu dikembangkan teknik lithography yang lain
menggunakan sinar-X dan berkas elektron. Dengan menggunakan kedua teknik ini
tidak terlalu ekonomis untuk digunakan pada proses produksi IC secara massal. Dari
uraian di atas, terlihat masih adanya beberapa masalah yang akan timbul dalam
proses fabrikasi IC di masa yang akan datang.

Teknologi berbasis silikon, seperti diketahui, ditinjau dari struktur elektroniknya,


material semikonduktor dapat dibedakan atas dua jenis yaitu yang memiliki celah
pita energi langsung (direct bandgap) dan celah pita energi tidak langsung
(indirect bandgap). Silikon adalah material dengan celah energi yang tidak
langsung, di mana nilai minimum dari pita konduksi dan nilai maksimum dari pita
valensi tidak bertemu pada satu harga momentum yang sama. Ini berarti agar
terjadi eksitasi dan rekombinasi dari pembawa muatan diperlukan perubahan yang
besar pada nilai momentumnya. Dengan kata lain, silikon sulit memancarkan
cahaya. Sifat ini menyebabkan silikon tidak layak digunakan sebagai piranti
fotonik/ optoelektronik, sehingga tertutup kemungkinan misalnya membuat IC
yang di dalamnya terkandung detektor optoelektronik atau suatu sumber
pemamcar cahaya dengan hanya menggunakan material silikon saja.

Beberapa usaha telah dilakukan untuk mengatasi hal ini antara lain dengan
mengembangkan apa yang dikenal sebagai bandgap engineering. Salah satu
contohnya adalah menumbuhkan struktur material SiGe/Si straitned layer
superlattice. Parameter mekanik strain yang timbul karena perbedaan konstanta
kisi kristal antara lapisan SiGe dan Si tersebut akan mempengaruhi struktur
elektronik dari material di atas sehingga muncul efek brillioun-zone folding yang
mengubah struktur pitanya menyerupai material dengan celah energi langsung
(direct bandgap). Kombinasi dari kedua material tersebut memungkinkan
terjadinya pemancaran dan penyerapan cahaya.

Cara lain yang juga popular untuk memperbaiki sifat optik dari silikon adalah apa
yang dinamakan material silikon porous. Dengan pelarutan secara elektrokimia,
pada lempeng silikon dapat berbentuk lubang-lubang yang berukuran puluhan
angstrom. Dengan bantuan sinar laser, akan dapat dilihat dengan mata telanjang
pemancaran cahaya dari material silikon tersebut. Fenomena ini dapat dijelaskan
dengan menggunakan model two-dimensional quantum confinement. Kelemahan
dari teknik ini adalah sifat reproductibility-nya yang rendah. Kemajuan-kemajuan
di atas membuka era baru bagi material silikon dan paduannya untuk diaplikasikan
pada divais optoelektronika.

Teknologi GaAs

Salah satu hambatan dari teknologi silikon adalah sifat listrik yang berhubungan
dengan rendahnya mobilitas pembawa muatan dari material silikon ini. Mobilitas
adalah parameter yang menyatakan laju dari pembawa muatan dalam
semikonduktor bila diberi medan listrik. Untuk membuat piranti berkecepatan
tinggi, galium arsenide (GaAs) dan material-material paduannya telah
dipertimbangkan sebagai material pengganti silikon. Selain untuk divais elektron,
material ini juga digunakan divais fotonik/laser dan divais gelombang mikro
(microwave device). GaAs adalah material semikonduktor dari golongan III-V yang
memiliki mobilitas elektron sekitar enam kali lebih tinggi dari silikon pada suhu
ruang.

Material ini bertipe celah energi langsung. Dengan memanfaatkan kelebihan ini,
telah berhasil dibuat transistor yang disebut high electron mobility transistor
(HEMT), menyusul transistor yang lebih dahulu popular untuk teknologi GaAs yaitu
metal semiconductor field effect transistors (MESFET). Struktur dari HEMT mirip
dengan MOSFET, tapi dengan menggunakan teknik modulasi doping, di mana
elektron dapat dipisahkan dari ion pengotornya dan bergerak dalam sumur
potensial dua dimensi (2DEG) dengan kecepatan tinggi.
Pengembangan IC dengan berbasis material GaAs saat ini juga sedang ramai
diteliti. Beberapa tahun yang lalu telah berhasil dibuat 64 kb static random access
memory (SRAM) yang berkecepatan tinggi sebesar 2 ns dengan menggunakan
teknologi HEMT berukuran 0,6 mikron. Transistor berkecepatan tinggi lainnya yang
sedang dikembangkan adalah heterojunction bipolar transistor (HBT). Struktur dari
transistor ini adalah sambungan npn di mana emiter menggunakan material dengan
celah energi yang lebih besar dibandingkan dengan base dan kolektor.

Pada kondisi ini, diharapkan resistansi dari base dan kapasitansi dari sambungan
base-emitter akan dapat direduksi sehingga dapat diperoleh frekuensi maksimum
osilasi (fmaks) yang tinggi. Saat ini sudah dibuat HBT dengan fmaks = 200 GHz.
Walaupun banyak kemajuan yang sudah dicapai, banyak orang meragukan
kemampuan teknologi GaAs ini untuk dapat bersaing dengan teknologi silikon
dalam orde 0,1 mikron atau yang lebih kecil. Itulah sebabnya, banyak perusahaan
semikonduktor terutama di Amerika Serikat yang tidak menganggap teknologi GaAs
ini sebagai pengganti silikon.

Divais Kuantum

Dewasa ini, perhatian besar juga diberikan pada struktur semikonduktor


berdimensi rendah (low-dimensional semiconductor) seperti quantum well (2D),
quantum wire (1D) dan quantum dot (0D). Struktur seperti ini adalah pembuka
jalan ke era fabrikasi nanoteknologi dan divais kuantum (quantum device). Telah
diketahui bahwa bila elektron dikurung dalam daerah potensial dengan dimensi
yang sama dengan panjang gelombangnya maka akan muncul sifat gelombang
elektron dan berbagai fenomena kuantum akan dapat diamati.

Beberapa fenomena kuantum dapat mengurangi performansi dari divais itu sendiri
sedangkan fenomena yang lain dapat memacu terciptanya divais kuantum yang
baru. Beberapa divais kuantum seperti wire-transistor, single-electron transistor
sudah berhasil dibuat dan menunjukkan kecepatan yang tinggi.

Permasalahan yang timbul dari divais yang dibuat berdasarkan struktur


semikonduktor dimensi rendah ini adalah arus drive yang rendah sehingga masih
sulit untuk diaplikasikan. Secara umum, permasalahan yang dihadapi divais
kuantum ini adalah operasi kerjanya yang masih harus dilakukan pada suhu rendah
(seperti suhu helium cair: 4,2K) agar dapat diamati fenomena kuantum secara
jelas. Hal ini tentunya akan menaikkan ongkos pembuatan sehingga belum menarik
untuk diproduksi.

Intelligent material

Dari uraian di atas terlihat bahwa meskipun perkembangan divais semikonduktor


dewasa ini sangat cepat, beberapa hambatan sudah mulai terlihat. Pertanyaan
yang muncul adalah apakah usaha-usaha untuk memperbaiki performasi dari divais
semikonduktor dapat terus dilakukan dengan pola yang ada sekarang ini atau harus
dicari pola yang lain. Pola yang ada sekarang adalah bahwa dalam teknologi IC,
transistor sebagai divais aktif dasar hanya mempunyai satu fungsi saja dan
kemudian diubah menjadi berfungsi banyak dengan bantuan disain sirkuit dan
software.

Dengan berkembangnya permintaan untuk menciptakan suatu rangkaian terpadu


yang makin kompleks, beban yang ditanggung oleh disainer software akan makin
berat sehingga kemungkinan besar sulit untuk direalisasikan. Untuk itu, dari pihak
hardware, haruslah dilakukan usaha untuk dapat membantu meringankan beban
tersebut.

Salah satu usul adalah menciptakan divais yang multifungsi sehingga divais menjadi
lebih adaptif. Divais seperti ini dapat direalisasikan dengan menggunakan apa yang
disebut sebagai intelligent material. IC yang terbuat dari divais yang adaptif
seperti ini akan menjadi bermultifungsi tanpa harus membebani disainer software
yang makin kompleks.

Tantangan di Indonesia

Jadi terlihat bahwa teknologi semikonduktor berkembang sangat pesat dengan


mengeksploitasi fenomena-fenomena fisika yang sebelumnya hanya tertulis dalam
textbook semikonduktor atau zat padat saja. Hal ini dimungkinkan karena
banyaknya kemajuan yang dicapai dalam pengembangan peralatan-peralatan
penumbuh material dalam bentuk film tipis. Hal ini juga diimbangi dengan
kemajuan dalam teknik fabrikasi divais dan proses produksi. Sebagai teknologi
tinggi, teknologi semikonduktor saat ini hanya terpusat di negara-negara industri
dan negara industri baru saja, karena memang membutuhkan biaya riset yang
besar dan banyak tenaga ahli.
Untuk Indonesia, langkah terbaik yang harus dilakukan adalah secepat mungkin
terlibat dalam teknologi ini sehingga tidak jauh tertinggal. Prioritas pengembangan
harus dapat ditentukan sendiri tanpa harus mengikuti jejak dari negara-negara
yang sudah lebih dahulu maju dengan teknologi ini. Hal ini tentunya harus
dikaitkan dengan peluang kompetisi yang masih tersisa. Negara-negara industri
baru di Asia sudah membuktikan bahwa selalu ada peluang yang dapat ditempuh.
Salah satu langkah konkrit yang mendesak saat ini adalah memperbanyak para ahli
yang menguasai teknologi ini sehingga dapat terbentuk suatu masyarakat
semikonduktor ynag dapat bekerja sama.

Anda mungkin juga menyukai