Anda di halaman 1dari 52

Tugas Makalah

PENGANTAR ILMU LINGKUNGAN DAN KEHUTANAN

“Kerusakan Lingkungan Akibat Perubahan Iklim”

OLEH :

LEONITA TRIASTUTI

M1B121004

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN

FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU LINGKUNGAN

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2021
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat dan limpahan rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan sebuah
makalah dengan tepat waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul
“Kerusakan Lingkungan Akibat Perubahan Iklim” yang menurut penulis dapat
memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajarinya.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon
memaklumi bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang penulis
buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.
Dengan ini penulis mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima
kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan
manfaat.

Kendari, Oktober 2021

Leonita Triastuti

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang………………………………………………………………. 4

2. Rumusan Masalah …………………………………………………………...7

3. Tujuan ………………………………………………………………………..7

BAB II PEMBAHASAN

1. Defenisi Perubahan Iklim ………………………………………………….. 8

2. Faktor-Faktor Penyebab Perubahan Iklim ………………………………….10

3. Dampak Perubahan Iklim terhadap Lingkungan ………………………….. 23

4. Penganggulangan Dampak Perubahan Iklim ……………………………… 41

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan …………………………………………………………………. 50

2. Saran ………………………………………………………………………… 50

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Lingkungan hidup berdasarkan pengertiannya menurut Undang-Undang


Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu
sendiri, kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup
lainnya. Sedangkan menurut Emil Salim, istilah lingkungan hidup yaitu mengacu
kepada semua benda, keadaan, kondisi, dan juga pengaruh yang berada dalam
ruangan yang sedang kita tinggali dan hal tersebut mempengaruhi kehidupan di
sekitarnya baik itu hewan, tumbuhan, dan juga manusia. Berdasarkan pengertian
tersebut maka lingkungan hidup mencakup dua komponen utama yaitu makhluk
hidup dan alam. makhluk hidup itu sendiri adalah manusia, hewan, tumbuhan,
mikroorgaisme, serta makhluk hidup lainnya, sedangkan alam mencakup ruang yang
luas dan merupakan tempat makhluk hidup berkembang biak serta mampu
menyediakan seluruh yang dibutuhkan makhluk hidup yang disebut sebagai sumber
daya karena lingkungan memiliki kemampuan untuk mendukung kelangsungan
perikehidupan. Sehingga dalam sebuah lingkungan terdapat lingkungan alam yang
terdiri atas alamiah dan buatan. Istilah alam merupakan istilah yang berasal dari
bahasa latin yaitu nature. 

Hutan merupakan salah satu contoh lingkungan hidup yang sangat penting


bagi kehidupan karena merupakan sumber kebutuhan primer di bumi . Hutan sebagai
salah satu bagian dari alam mampu menyediakan berbagai kebutuhan makhluk hidup
serta menjadi habitat bagi sebagian besar makhluk hidup terutama bagi tumbuhan dan
satwa. Beberapa fungsi pentingnya hutan bagi lingkungan hidup adalah menjaga
kestabilan suhu tanah dan bumi, menyerap karbon, menyediakan oksigen bagi

4
makhluk hidup, menyediakan sumber makanan, menjaga ketersediaan air,
menstabilkan polusi udara dan lain-lain.

Berdasarkan pemahaman tersebut diatas terdapat bidang ilmu yang


mempelajari mengenai hutan dan lingkungan yaitu ilmu kehutanan dan ilmu
lingkungan. Ilmu kehutanan mempelajari segala sesuatu tentang hutan mulai dari
ekologi hutan, fisiologi tumbuhan, satwa, ilmu tanah, sampai pengolahan dan
manajemen hasil hutan itu sendiri. Namun tidak hanya bagaimana menghasilkan dan
memeroleh hasil hutan saja, ilmu Kehutanan juga termasuk tentang pelestarian hutan
tersebut melalui rehabilitasi dan perlindungan hutan yang erat kaitannya dengan
berbagai permasalahan lingkungan. Sedangkan Ilmu Lingkungan Ilmu lingkungan
merupakan salah satu ilmu yang mengintegrasikan berbagai ilmu yang mempelajari
makhluk hidup (termasuk manusia) dengan lingkungannya, antara lain dari aspek
sosial, ekonomi, kesehatan, pertanian, sehingga ilmu ini dapat dikatakan sebagai
suatu poros, tempat berbagai asas dan konsep berbagai ilmu yang saling terikat satu
sama lain untuk mengatasi masalah hubungan antara makhluk hidup dengan
lingkungannya.

Seiring dengan perkembangan zaman, majunya peradaban dan perkembangan


teknologi, kelestarian lingkungan semakin terancam sejalan dengan pesatnya
pertumbuhan jumlah penduduk yang menuntut pemenuhan kebutuhan akan
kelangsungan kehidupan. Manusia dengan segala kebutuhannya seperti kebutuhan
primer, sekunder, dan tersier semakin bergantung terhadap alam dan lingkungan
sehingga untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia cenderung melakukan
tindakan-tindakan yang mengancam kelestarian lingkungan hidup dan alam dengan
melakukan eksploitasi. Banyak diantara aktivitas-aktivitas manusia yang memberikan
dampak buruk terhadap lingkungan. Salah satu contoh dampak buruk aktivitas
manusia yang merusak lingkungan adalah terjadinya perubahan iklim. Perubahan
iklim disebabkan oleh adanya efek gas rumah kaca yang memicu terjadinya
pemanasan global (Global warming) yang menyebabkan suhu permukaan bumi

5
meningkat. Pemanasan global itu sendiri disebabkan oleh aktivitas manusia yang
memicu kenaikan emisi gas rumah kaca yang berasal dari pelepasan gas buang seperti
gas karbon, metan, sulfurdioksida, dan gas-gas rumah kaca lainnya yang dampaknya
kembali merugikan manusia itu sendiri dan lingkungan.

Anomali iklim dan cuaca yang semakin sering terjadi selama dasawarsa
terakhir ini, merupakan fenomena nyata telah terjadinya perubahan iklim yang sangat
signifikan di semua belahan dunia (Global Climate Change). Kalau pada pada
dasawarsa sebelumnya, pergantian musim dapat ditebak dengan menghitung bulan
setiap tahunnya, namun kondisi itu kini sudah nyaris berubah total. Bulan Meret
sampai September yang selama ini selalu diindentikkan dengan musim kemarau,
namun pada bulan-bulan tersebut sering terjadi curah hujan dengan intensitas tinggi,
sehingga dampaknya sulit di antisipasi, karena memang diluar prediksi. Begitu juga
dengan musim penghujan yang biasanya terjadi pada bulan Oktober sampai dengan
Pebruari, sekarang juga sudah sangat sulit di prediksi, pada bulan-bulan dimana
biasanya terjadi hujan dengan intensitas tinggi, namun di beberapa daerah malah
terjadi kekeringan.

Terjadinya perubahan iklim dan cuaca yang semakin meluas itu, banyak
ditengarai akibat kerusakan lingkungan yang semakin parah. Penebangan hutan
secara liar dan tidak terkendali, penggunaan gas freon dan pestisida kimia secara
berlebihan, pencemaran udara oleh pabrik maupun kendaraan bermotor, penggunaan
plastik dan benda lain yang sulit terurai dalam tanah dan berbagai tindakan atau
prilaku tidak peduli kepada lingkungan yang dilakukan baik secara sadar maupun
tidak sadar. Tindakan atau perilaku tersebut kemudian berdampak pada kenaikan
suhu permukaan bumi atau pemanasan global (Global Warming), menurunnya
kualitas tanah, udara dan air akibat pencemaran yang kemudian terakulumulasi
sebagai penyebab terjadinya perubahan iklim secara signifikan.

6
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka makalah ini dibuat untuk memahami


terjadinya fenomena perubahan iklim, penyebab dan dampaknya terhadap
lingkungan, serta cara menanggulangi dampak perubahan iklim. Adapun rumusan
masalah makalah ini adalah sebagai berikut :

a. Apa yang dimaksud dengan perubahan iklim ?


b. Apa saja faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan iklim ?
c. Bagaimana dampak perubahan iklim terhadap lingkungan ?
d. Bagaimana cara menanggulangi dampak perubahan iklim ?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, adapun tujuan dalam makalah ini


adalah sebagai berikut:

a. Mendefenisikan perubahan iklim


b. Menjelaskan kegiatan yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim
c. Menjelaskan dampak perubahan iklim terhadap lingkungan
d. Menjelaskan cara penanggulangan dampak perubahan iklim.

7
BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi Perubahan Iklim

Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca pada wilayah tertentu dalam waktu yang
panjang. Iklim merupakan salah satu komponen ekosistem alam sehingga kehidupan
manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan tidak terlepas dari pengaruh atmosfer dengan
segala prosesnya. Iklim adalah rata-rata keadaan cuaca dalam jangka waktu yang
cukup lama, minimal 30 tahun, yang sifatnya tetap (Sapoetra, 2004).

Perubahan iklim sebagai setiap perubahan dalam iklim pada suatu selang
waktu tertentu, apakah diakibatkan oleh variasi alamiah atau karena aktivitas manusia
(anthropogenic). Perubahan iklim berdasarkan beberapa studi adalah sesuatu yang
nampak dan jelas terlihat, khususnya perubahan suhu yang sangat mempengaruhi
beberapa sistem fisik dan biologi diseluruh dunia (Subair, 2015).

Handoko memberikan pengertian tentang iklim adalah sintesis atau


kesimpulan dari perubahan nilai unsur-unsur cuaca ( hari demi hari dan bulan demi
bulan ) dalam jangka panjang disuatu tempat atau pada suatu wilayah. Iklim dapat
pula diartikan sebagai sifat cuaca di suatu tempat atau wilayah (Handoko, 1995).

Selama satu abad terakhir suhu permukaan bumi terus meningkat ± 0,8°C,
telah banyak diamati perubahan yang sebelumnya tidak pernah terjadi bahkan hingga
ribuan tahun yang lalu. Atmosfer dan lautan semangkin menghangat, jumlah tutupan
salju dan es bekurang dan permukaan air laut telah meningkat dan kejadian ekstrim
sebagai tanda iklim telah berubah (IPCC, 2014). Perubahan iklim mengacu pada
perubahan keadaan iklim yang dapat diidentifikasi, misalnya dengan menggunakan
uji statistik oleh perubahan rata-rata dan / atau variabilitas sifat-sifatnya, dalam
periode yang panjang, biasanya dekade atau lebih lama baik karena variabilitas alami

8
atau sebagai hasil aktivitas manusia (IPCC, 2007). Penggunaan berbeda dari
Konvensi PBB mengenai Perubahan Iklim (UNFCCC), disebutkan bahwa perubahan
iklim mengacu pada perubahan iklim yang dikaitkan secara langsung atau tidak
langsung dengan aktivitas manusia yang mengubah komposisi atmosfer global.
Sementara menurut UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup, perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang disebabkan langsung atau
tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga mengakibatkan perubahan komposisi
atmosfer secara global, selain itu juga, berupa perubahan variabilitas iklim alamiah
yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan.

Semakin hari perubahan iklim semakin kita rasakan bahkan semakin


mengkhawatirkan. Siang hari sangat panas tiba-tiba hujan. Perlu diingat bahwa
perubahan iklim tidak terjadi tiba-tiba, peristiwa ini terjadi oleh berbagai sebab.
Untuk itu kita harus berusaha menanggulanginya dengan mulai mencintai dan
menjaga lingkungan seperti menanam pohon, tidak membuang sampah sembarangan,
melakukan daur ulang, dan cara-cara sederhana lainnya.

Aliadi (2008) menyatakan bahwa perubahan iklim menyebabkan perubahan


pada parameter iklim seperti cuaca, temperature, curah hujan, tekanan udara,
kelembapan udara, laju dan arah angin, kondisi awan, serta radiasi matahari. Menurut
Salim (2003) apabila terjadi terjadi peningkatan suhu yang besar pada daerah lintang
tinggi maka akan menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan secara global yang
menimbulkan pencairan es di daerah kutub , distribusi vegetasi alami, dan
berkurangnya keanekaragaman hayati. Sedangkan pada daerah lintang tinggi akan
menerima dampak berupa penurunan produktivitas tanaman, distribusi hama dan
penyakit tanaman dan manusia.

Kementrian Lingkungan Hidup Indonesia (1992) ,Tmendefenisikan


perubahan iklim merupakan berubahnya kondisi fisik atmosfer bumi antara lain suhu
dan distribusi curah hujan yang membawa dampak luas terhadap berbagai sektor

9
kehidupan manusia. Selanjutnya LAPAN (2002) turut mendefinisikan perubahan
iklim sebagai perubahan rata-rata salah satu atau lebih elemen cuaca pada suatu
daerah tertentu. BMKG (2011) menyatakan bahwa perubahan iklim diukur
berdasarkan perubahan komponen utama iklim yaitu suhu atau temperature, musim
(hujan dan kemarau), kelembapan dan angin. Berdasarkan defenisi-defenisi iklim
tersebut yang paling banyak dikemukakan adalah perubahan suhu dan curah hujan.

B. Faktor-Faktor Perubahan Iklim

Iklim adalah rata-rata cuaca dimana cuaca merupakan keadaan atmosfer pada
suatu saat di waktu tertentu. Iklim didefinisikan sebagai ukuran rata-rata dan
variabilitas kuantitas yang relevan dari variabel tertentu (seperti temperatur, curah
hujan atau angin), pada periode waktu tertentu, yang merentang dari bulanan hingga
tahunan atau jutaan tahun. Iklim berubah secara terus menerus karena interaksi antara
komponen-komponennya dan faktor eksternal seperti erupsi vulkanik, variasi sinar
matahari, dan faktor-faktor disebabkan oleh kegiatan manusia seperti misalnya
perubahan pengunaan lahan dan penggunaan bahan bakar fosil.

Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Kerangka Kerja


Perubahan Iklim (United Nations Framework Convention on Climate
Change/UNFCCC) mendefinisikan Perubahan iklim sebagai perubahan iklim
yang disebabkan baik secara langsung atau tidak langsung oleh aktivitas
manusia sehingga mengubah kompoisi dari atmosfer global dan variabilitas
iklim alami pada perioda waktu yang dapat diperbandingkan. Komposisi
atmosfer global yang dimaksud adalah komposisi material atmosfer bumi berupa Gas
Rumah Kaca (GRK) yang di antaranya, terdiri dari Karbon Dioksida, Metana,
Nitrogen, dan sebagainya.

Perubahan iklim bukanlah hal baru. Iklim global sebelumnya sudah selalu
berubah-ubah. Pada jutaan tahun yang lalu, sebagian wilayah dunia yang dahulunya

10
tertutupi oleh es kini berubah menjadi daratan akibat fluktuasi radiasi matahari atau
letusan gunung berapi. 

Perubahan iklim yang ada saat ini dan akan datang dapat disebabkan bukan
hanya oleh peristiwa alam melainkan lebih karena berbagai aktivitas manusia.
Kemajuan pesat pembangunan ekonomi telah memberikan dampak yang serius
terhadap iklim dunia, seperti penggunaan energi fosil untuk sumber energi,
peningkatan jumlah kendaraan bermotor, dan pembukaan lahan dengan cara
membabat hutan besar-besaran. 

Perubahan iklim dipengaruhi oleh beberapa hal:

1. Dipengaruhi oleh posisi jauh dekatnya matahari dari bumi. Ketika matahari
mendekat, maka radiasi yang diterima bumi semakin banyak. Radiasi ini
membantu proses konveksi atau naiknya uap air ke langit.

2. Keadaan lingkungan, apakah daerah itu bergunung, berbukit, berhutan, atau


berpasir. Daerah yang bergunung atau berbukit mempengaruhi gerak udara.
Gunung atau bukit membuat udara terbantu untuk bergerak ke atas. Udara
yang terangkat ke atas atau ke langit mempermudah proses terbentuknya
awan.

3. Dekat atau jauhnya suatu tempat dari sumber air, seperti laut atau danau.
Daerah yang dekat dengan sumber air memiliki peluang mengalami curah
hujan lebih tinggi daripada daerah yang jauh dari sumber air. Hal ini
disebabkan oleh besarnya tingkat penguapan daerah yang dekat dengan
sumber air. Karena itu, Indonesia memiliki curah hujan jauh lebih tinggi
daripada pedalaman Australia. Selain karena terletak di dekat garis
khatulistiwa, Indonesia juga dikelilingi oleh samudra yang luas sekali.

4. Perubahan iklim juga dipengaruhi oleh aerosol yang bertebaran di atmosfer.


Aerosol adalah partikel-partikel halus dalam gas dan udara. Aerosol bisa

11
berasal dari debu padang pasir, letusan gunung berapi, atau akibat aktivitas
manusia seperti asap motor dan pabrik

Radiasi matahari yang masuk ke bumi dalam bentuk gelombang pendek yang
menembus atmosfer bumi kemudian berubah menjadi gelombang panjang ketika
mencapai permukaan bumi. Setelah mencapai permukaan bumi, sebagian gelombang
di pantulkan kembali ke atmosfer. Namun sayangnya tidak semua gelombang panjang
yang di pantulkan kembali oleh bumi dapat menembus atmosfer menuju angkasa luar
karena di hadang dan diserap oleh gas-gas yang berada di atmosfer yang di sebut Gas
Rumah Kaca (GRK). Peristiwa alam ini di kenal dengan Efek Rumah Kaca (ERK).

Meskipun telah banyak disebutkan faktor-faktor penyebab perubahan iklim


dari berbagai sumber seperti efek gas rumah kaca, pemanasan global, rusaknya
lapisan ozon, rusaknya fungsi hutan, serta berbagai aktivitas yang memicu kenaikan
emisi, ada dua faktor kunci dalam masalah perubahan iklim itu sendiri yaitu efek gas
rumah kaca dan rusaknya fungsi hutan akibat deforestasi. Karena semua aktivitas
manusia yang menghasilkan emisi menuju ke arah peningkatan efek gas rumah kaca
yang memicu pemanasan global dan rusaknya lapisan ozon serta rusaknya fungsi
hutan menyebabkan menurunnya kualitas lingkungan akibat menurunnya fungsi
hutan dalam menangkal efek buruk kenaikan emisi gas rumah kaca.

1. Efek Gas Rumah Kaca (GRK)

Secara alamiah cahaya matahari (radiasi gelombang pendek) yang menyentuh


permukaan bumi akan berubah menjadi panas dan menghangatkan bumi . Sebagian
dari panas ini akan dipantulkan kembali oleh permukaan bumi ke angkasa luar
sebagai radiasi infra merah gelombang panjang . Sebagian panas sinar matahari yang
dipantulkan itu akan diserap oleh gas-gas di atmosfer yang menyelimuti bumi
(disebut gas rumah kaca seperti : uap air, karbon-dioksida / CO2 dan metana)
sehingga panas sinar tersebut terperangkap di atmosfer bumi . Peristiwa ini dikenal
dengan Efek Rumah Kaca (Green House Effect = GHE) karena peristiwanya sama

12
dengan rumah kaca, di mana panas yang masuk akan terperangkap di dalamnya, tidak
dapat menembus ke luar kaca, sehingga dapat menghangatkan seisi rumah kaca
tersebut .

Gambar : Mekanisme Gas Rumah Kaca

Peristiwa alam ini menyebabkan bumi menjadi hangat dan layak ditempati
manusia , karena jika tidak ada Efek Rumah Kaca maka suhu permukaan bumi akan
33 derajat Celcius lebih dingin . Akan tetapi, bila gas-gas ini semakin berlebih di
atmosfer dan berlanjut, akibatnya pemanasan bumi akan berkelebihan dan akan
semakin berlanjut Efek rumah kaca, yang pertama kali diusulkan oleh Joseph Fourier
pada tahun 1824, merupakan proses pemanasan permukaan suatu benda langit
(terutama pada planetatau satelit) yang disebabkan oleh komposisi dan keadaan
atmosfernya. Efek rumah kaca hanya terjadi pada planet-planet yang mempunyai
lapisanatmosfer seperti Bumi, Mars, Venus, dan satelit alami Saturnus (Titan).

Efek rumah kaca disebabkan karena naikknya konsentrasi gas Karbondioksida


(CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer . Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini terjadi
akibat kenaikan pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batu bara, dan bahan bakar
organic lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan- tumbuhan dan laut untuk

13
mengabsorsinya. Bahan- bahan di permukaan bumi yang berperan aktif untuk
mengabsorsi hasil pembakaran tadi ialah tumbuh- tumbuhan, hutan , dan laut . Jadi
bisa dimengerti bila hutan semakin gundul , maka panas di bumi akan semakin naik.
Energi yang diabsorsi dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi infra merah
olehawan dan permukaan bumi. Hanya saja sebagian sinar inframerah tersebut
tertahan olehawan, gas CO2, dan gas lainnya sehingga terpantul kembali ke
permukaan bumi . Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 dan gas-gas lain di
atmosfir maka semakin banyak pula gelombang panas yang dipantulkan bumi dan
diserap atmosfir. Dengan perkataan lain semakin banya jumlah gas rumah kaca yang
berada di atmosfir , maka semakin banyak pula panas matahari yang terperangkap di
permukaan bumi. Akibatnya suhu permukaan bumi akan naik . Sudah disebutkan di
atas bahwa efek rumah kaca terjadi karena emisi gas rumah kaca. Meningkatnya gas
rumah kaca tersebut dikontribusi oleh hal-hal berikut:

a. Energi , Pemanfaatan berbagai macam bahan bakar fosil atau BBM


memberikontribusi besar terhadap naiknya konsentrasi gas rumah kaca , terutama
CO2.

b. Kehutanan , Salah satu fungsi hutan adalah sebagai pernyerap emisi gas rumah
kaca . Karena hutan dapat mengubah CO2 menjadi O2 . Sehingga pengerusakan
hutan akan memberi kontribusi terhadap naiknya emisi gas rumah kaca .

c. Peternakan dan Pertanian, Di sektor ini emisi gas rumah kaca dihasilkan dari
pemanfaatan pupuk, pembusukan sisa-sisa pertanian dan pembusukan kotoran-
kotoran ternak, serta pembakaran sabana . Pada sektor pertanian , gas metan
(CH4) yang paling banyak dihasilkan.  Sampah, Sampah sebagai salah satu
kontributor terbesar bagi terbentuknya gasmetan (CH4), karena aktifitas manusia
sehari-hari .

14
Gambar : Faktor Gas Rumah Kaca

Meningkatnya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan adanya perubahan


iklim yang sangat ekstrim di bumi . Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan
danekosistem lainnya sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap
karbondioksidadi atmosfir. Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung-
gunung es di daerah kutub yang dapat menyebabkan naiknya permukaan air laut.
Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya suhu air laut sehingga air
laut mengembang dan terjadi kenaikan permukaan laut yang mengakibatkan negara
yang berupa kepulauan akan mendapat pengaruh yang sangat besar.

Pengaruh masing-masing gas rumah kaca terhadap terjadinya efek rumah kaca
bergantung pada besarnya kadar gas rumah kaca di atmosfer, waktu tinggal di
atmosfer dan kemampuan penyerapan energi . Peningkatan kadar gas rumah kaca
akan meningkatkan efek rumah kaca yang dapat menyebabkan terjadinya pemanasan
global. Adapun gas-gas yang terdapat dalam rumah kaca , adalah sebagai berikut :

15
 CO2 (Karbon Dioksida)

CO2 adalah gas rumah kaca terpenting penyebab pemanasan global yang
sedang ditimbun di atmosfer karena kegiatan manusia. Sumbangan utama manusia
terhadap jumlah karbon dioksida dalam atmosfer berasal dari pembakaran bahan
bakar fosil, yaitu minyak bumi, batu bara, dan gas bumi. Pembukaan lahan baru
pertanian dan penggundulan hutan juga meningkatkan jumlah karbon dioksida dalam
atmosfer. Namun selain efek rumah kaca , CO 2 juga memainkan peranan sangat
penting untuk kehidupan tanaman . Karbon dioksida diserap oleh tanaman dengan
bantuan sinar matahari dan digunakan untuk pertumbuhan tanaman dalam proses
yang dikenal sebagai fotosintesis . Proses yang sama terjadi di lautan di mana karbon
dioksida diserap oleh ganggang . Dampak dari meningkatnya CO 2 di atmosfer antara
lain: meningkatnya suhu permukaan bumi, naiknya permukaan air laut, anomali iklim
, timbulnya berbagai penyakit pada manusia dan hewan (Astin, 2008) . Berbagai
upaya dilakukan untuk menekan laju peningkatan emisi CO2 di atmosfer.

 CH4 (Metana)

Metana dihasilkan ketika jenis-jenis mikroorganisme tertentu menguraikan


bahan organik pada kondisi tanpa udara (anaerob) . Gas ini juga dihasilkan secara
alami pada saat pembusukan biomassa di rawa-rawa sehingga disebut juga gas rawa .
Metana mudah terbakar, dan menghasilkan karbon dioksida sebagai hasil sampingan.
Kegiatan manusia telah meningkatkan jumlah metana yang dilepaskan ke atmosfer .
Sawah merupakan kondisi ideal bagi pembentukannya, di mana tangkai padi
nampaknya bertindak sebagai saluran metana ke atmosfer. Meningkatnya jumlah
ternak sapi , kerbau dan sejenisnya merupakan sumber lain yang berarti , karena
metana dihasilkan dalam perut mereka dan dikeluarkan ketika mereka bersendawa
dan kentut. Ketika suatu peternakan tidak melakukan pengelolaan yang baik terhadap
kotoran-kotoran ternak maka konsentrasi gas metan meningkat seiring dengan
banyaknya kotoran ternak yang tertimbun. Metana juga dihasilkan dalam jumlah

16
cukup banyak di tempat pembuangan sampah , sehingga menguntungkan bila
mengumpulkan metana sebagai bahan bakar bagi ketel uap untuk menghasilkan
energi listrik. Metana merupakan unsur utama dari gas bumi . Gas ini terdapat dalam
jumlah besar pada sumur minyak bumi atau gas bumi .

Penumpukan sampah organic yang berlebih pada tempat pembuangan akhir


(TPA) yang tidak dikelola dengan baik dapat menyebabkan terjadinya peningkatan
emisi gas metan karena terjadinya pembusukan secara terus menerus selain itu juga
akibat pengelolaan sampah yang buruk adalah terjadinya kebakaran pada kawasan
TPA yang membakar sampah-sampah plastik sehingga menaikan konsentrasi gas
karbonmonoksida di atmosfer.

 CFC (Chloro Flouro Carbon)

Chlorofluorocarbon adalah sekelompok gas buatan. CFC mempunyai sifat


tidak mudah terbakar dan tidak beracun. CFC amat stabil sehingga dapat digunakan
dalam berbagai peralatan . Mulai digunakan secara luas setelah Perang Dunia II .
Chloro fluoro carbon yang paling banyak digunakan mempunyai nama dagang Freon.
Dua jenis chlorofluoro carbon yang umum digunakan adalah CFC R11 dan CFC R-12
. Zat-zat tersebut digunakan dalam proses mengembangkan busa , di dalam peralatan
pendingin ruangan dan lemari es selain juga sebagai pelarut untuk membersihkan
mikrochip. CFC menghasilkan efek pemanasan hingga ribuan kali dari CO2 . Tetapi
untungnya pemakaian CFC telah dilarang di banyak negara karena CFC telah lama
dituding sebagai penyebab rusaknya lapisan ozon.

 O3 (Ozon)

Ozon terdapat secara alami di atmosfer (troposfer, stratosfer). Di troposfer,


ozon merupakan zat pencemar hasil sampingan yang terbentuk ketika sinar matahari
bereaksi dengan gas buang kendaraan bermotor. Ozon pada troposfer dapat
mengganggu kesehatan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan (Pratama, 2019).

17
2. Kerusakan Hutan (Deforestasi)

Hutan Indonesia adalah hutan yang sering disebut salah satu paru dunia yang
menyumbangkan oksigen untuk keberlangsungan makhluk hidup yang dapat meyerap
karbon dioksida yakni karbon yang berbahaya dan menghasilkan gas oksigen yang
diperlukan oleh manusia (Shafitri, Prasetyo, & Haniah, 2018). Hutan merupakan
sumber daya alam yang berperan penting pada lini kehidupan, baik dari ekonomi,
sosial, budaya, dan lingkungan (Widodo & Sidik, 2020). Areal hutan yang semakin
berkurang tentunya menyebabkan punahnya berbagai jenis spesies yang
menyebabkan berbagai dampak termasuk menimbulkan efek gas rumah kaca
(Novalia, 2017).

Permasalahan lingkungan yang paling utama muncul teridentifikasi menjadi


lima yang satu diantaranya yaitu kerusakan lahan yang disebabkan oleh penebangan
hutan, dan alih fungi lahan untuk perkebunan (Akhmaddhian, 2016). Industri minyak
sawit berperan dalam penghasil devisa terbesar di Indonesia yang dapat menyerap
banyaknya tenaga kerja hingga luasnya lahan perkebunan kelapa sawit terus
mengalami peningkatan secara signifikan (Purba & Sipayung, 2017). Perkebunan
kelapa sawit memiliki peran yang sangat strategis sebagai menunjang ekonomi secara
nasional akan tetapi perkebunan kelapa sawit juga menimbulkan dampak negatif
yakni dapat menimbulkan kerusakan lingkungan dan konflik sosial (Ngadi &
Noveria, 2018). Diperkirakan bahwa 57 % deforestasi di negara Indonesia sebagian
besar disebabkan oleh perubahan lahan menjadi yang menjadi lahan perkebunan
kelapa sawit dan 20 % lainnya bersumber dari pulp dan kertas (Ariana, 2017).
Hampir disetiap tahunnya Indonesia dihadapkan dengan bencana kebakaran hutan,
pada tahun 2015 tercatat 1,7 juta ha yang terbakar dan menyebabkan bencana asap
yang menimbulkan dampak serius pada pendidikan, transportasi udara, kesehatan,
ekonomi, dan tentunya kerusakan lingkungan (Adiputra & Barus, 2018).

18
Gambar : Kerusakan Hutan Akibat Kebakaran

Deforestasi adalah kondisi luas hutan yang mengalami penurunan yang


disebabkan oleh konvensi lahan untuk infrastrukur, permukiman, pertanian,
pertambangan, dan perkebunan (Addinul Yakin, 2017). Perubahan lahan hutan yang
menjadi lahan non hutan menyebabkan pemanasan global karena akibat dari
kebakaran hutan yang sering terjadi (Syah, 2017). Deforestasi berkaitan dengan
penebangan atau pembalakan liar yang mengancam seluruh mahluk hidup yang pada
umumnya diakibatkan oleh kebakaran hutan yang menyebabkan pemanasan global
(Rimbakita, 2020). Pemanasan global adalah isu penting yang terjadi akibat aktivitas
ekonomi yang dilakukan dengan tidak memperhatikan dampak lingkungan yang
menyebabkan meningkatnya temperatur di bumi pada beberapa tahun terakhir
(Prakoso, Ardita, & Murtyantoro, 2019). Kerusakan hutan yang ada di Indonesia
terus mengalami pentingkatan dan dapat diketahui bahwa hutan di Indonesia terus
mengalami pengurangan disetiap tahunnya, hal tersebut memicu dampak buruk bagi
Indonesia maupun dunia (Arif, 2016). Data dari Greenpeace, Indonesia adalah negara
penyumbang emisi gas karbon ketiga setelah negara Amerika Serikat dan negara
Tiongkok sekitar 80 % yang disebabkan oleh pembakaran hutan, pembakaran hutan

19
juga menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan manusia seperti dapat
menimbulkan sesak nafas berkepanjangan (Han, Goleman, Boyatzis, & Mckee,
2019). Studi baru kini kian mulai menyoroti tentang permasalahan pemanasan global
yang menujukan bahwa negara Indonesia merupakan negara dengan penyumbang
utama terhadap perubahan iklim dan kian rentan terhadap dampak-dampak yang
ditimbulkan.

3. Fenomena Iklim El Nino dan La Nina

Penyimpangan iklim merupakan salah satu masalah alam yang tak bisa
dihindari oleh manusia akibat ulahnya sendiri. Dalam beberapa dekade terakhir, telah
terjadi perubahan iklim yang sangat terasa di bumi. Hal ini sangat berpengaruh pada
alam dan aktivitas manusia. Salah satunya adalah terdapat penyimpangan suhu yang
mencolok, yang mengakibatkan banyak terjadinya fenomena alam seperti pemanasan
global dan peristiwa El Nino dan La Nina. Peristiwa El Nino dan La Nina merupakan
gejala alam yang tak bisa dihilangkan tetapi hanya bisa dihindari. Banyak sekali
dampak dan pengaruh peristiwa El Nino dan La Nina di dalam aktivitas dan
kehidupan manusia juga di alam.

El Nino dan La Nina merupakan dinamika atmosfer dan laut yang


mempengaruhi cuaca di sekitar laut Pasifik. El Nino merupakan salah satu bentuk
penyimpangan iklim di Samudera Pasifik yang ditandai dengan kenaikan suhu
permukaan laut di daerah katulistiwa bagian tengah dan timur. El Nino adalah
fenomena perubahan iklim secara global yang diakibatkan oleh memanasnya suhu
permukaan air laut Pasifik bagian timur. El Nino terjadi pada 2-7 tahun dan bertahan
hingga 12-15 bulan. Ciri-ciri terjadi El Nino adalah meningkatnya suhu muka laut di
kawasan Pasifik secara berkala dan meningkatnya perbedaan tekanan udara antara
Darwin dan Tahiti (Taufiq & Marnita, 2011) Fenomena el-nino berpengaruh kuat
terhadap iklim di Indonesia. Berkurangnya curah hujan dan terjadinya kemarau

20
panjang adalah dampak langsung yang bisa memicu masalah lain pada sektor
pertanian seperti gagal panen dan melemahnya ketahanan pangan.

a. Faktor Penyebab

El nino dan La nina merupakan peristiwa penyimpangan suhu yang terjadi


sebagai dampak dari pemanasan global dan terganggunya keseimbangan iklim.
Beberapa faktor penyebab terjadinya El Nino dan La Nina diantaranya anomali suhu
yang mencolok di perairan samudera pasifik, melemahnya angin passat (trade winds)
di selatan pasifik yang menyebabkan pergerakan angin jauh dari normal, kenaikan
daya tampung lapisan atmosfer yang disebabkan oleh pemanasan dari perairan panas
dibawahnya. Hal ini terjadi di perairan peru pada saat musim panas, serta adanya
perbedaan arus laut di perairan samudera pasifik (Tjasyono, 2002).

b. Proses Terjadinya

Proses Terjadinya El Nino Dan La Nina El-Nino berasal dari bahasa Spanyol
yang berarti “anak lelaki (Yesus), karena munculnya El Nino di sekitar hari natal
(Akhir Desember). Kemudian para ahli juga mengemukakan bahwa selain fenomena
menghangatnya suhu permukaan laut, terjadi pula fenomena sebaliknya yaitu
mendinginnya suhu permukaan laut akibat menguatnya upwelling. Kebalikan dari
fenomena ini selanjutnya diberi nama La-Nina (juga bahasa Spanyol) yang berarti
“anak perempuan” (Ahrens, C.Donald, 1982) El Nino dan La Nina adalah merupakan
dinamika atmosfer dan laut yang mempengaruhi cuaca di sekitar laut Pasifik. El Nino
merupakan salah satu bentuk penyimpangan iklim di Samudera Pasifik yang ditandai
dengan kenaikan suhu permukaan laut di daerah katulistiwa bagian tengah dan timur.
El Nino adalah peristiwa memanasnya suhu air permukaan laut di pantai barat
PeruEquador (Amerika Selatan), yang mengakibatkan gangguan iklim secara
global.Biasanya suhu air permuakaan laut di daerah dingin, karena adanya ”up
welling” arus dari dasar laut menuju permukaan. Proses Terjadinya El Nino,Pada
saatsaat tertentu air laut yang panas dari perairan Indonesia bergerak ke arah timur

21
menyusuri equator, hingga sampai ke pantai barat Amerika Selatan (Peru-Bolivia).
Pada saat yang bersamaan, air laut yang panas dari pantai Amerika Tengah bergerak
ke arah selatan, hingga sampai ke pantai barat PeruEquador. Akhirnya akan terjadilah
pertemuan antara air laut yang panas dari Indonesia dengan air laut yang panas dai
Amerika Tengah di pantai barat Peru-Equador, dan berkumpulan massa air laut panas
dalam jumlah yang besar dan menempati daerah yang luas. Permukaan air laut yang
panas tersebut, kemudian menularkan panasnya pada udara di atasnya, sehingga
udara di daerah itu memuai ke atas (konveksi), dan terbentuklah daerah bertekanan
rendah, di pantai barat PeruEquador. Akibatnya angin yang menuju Indonesia hanya
membawa sedikit uap air, sehingga terjadilah musim kemarau yang panjang. La Nina
merupakan kebalikan El Nino.

La Nina menurut bahasa penduduk lokal (Amerika Latin) berarti bayi


perempuan. Peristiwa ini dimulai ketika El Nino mulai melemah, dan air laut yang
panas di pantai Peru-Equador kembali begerak ke arah barat, air laut di tempat itu
suhunya kembali seperti semula (dingin), dan up-welling muncul kembali, atau
kondisi cuaca menjadi normal kembali. Dengan kata lain La Nina adalah kondisi
cuaca yang normal kembali setelah terjadinya El Nino. Proses Terjadinya La
Nina,Perjalanan air laut yang panas ke arah barat tersebut akhirnya akan sampai ke
wilayah Indonesia. Akibatnya wilayah Indonesia akan berubah menjadi daerah
bertekanan rendah (minimum) dan semua angin di sekitar Pasifik Selatan dan
Sumadera Hindia akan bergerak menuju Indonesia. Angin tersebut banyak membawa
uap air, sehingga di Indonesia akan sering terjadi hujan lebat. Itulah sebabnya
penduduk Indonesia diminta untuk waspada, karena hujan yang lebat dapat
menyebabkan banjir.

22
C. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Lingkungan

Perubahan iklim menjadi salah satu isu utama yang menjadi perhatian
berbagai pihak. Masalah perubahan iklim juga telah menjadi masalah kebijakan
publik terbesar yang dihadapi oleh pemangku kepentingan.Perubahan iklim secara
langsung berdampak negatif kepada manusia dan lingkungan sekitarnya.

United States Global Climate Change Programme mendefinisikan perubahan


iklim sebagai reaksi ekstrem fenomena cuaca yang menciptakan dampak negatif pada
sumber daya pertanian, sumber daya air, kesehatan manusia, penipisan lapisan ozon,
vegetasi dan tanah, yang menyebabkan dua kali lipat dari konsentrasi karbon dioksida
dalam ekosistem.

Perubahan iklim berdampak sangat luas pada kehidupan masyarakat.


Kenaikan suhu bumi tidak hanya berdampak pada naiknya temperatur bumi tetapi
juga mengubah sistem iklim yang mempengaruhi berbagai aspek pada perubahan
alam dan kehidupan manusia, seperti kualitas dan kuantitas air, habitat, hutan,
kesehatan, lahan pertanian dan ekosistem wilayah pesisir.

1. Air

Perubahan iklim menyebabkan terjadinya peningkatan curah hujan ekstrim


dibeberapa wilayah sehingga seringkali memicu terjadinya banjir dan tanah longsor.
Kejadian tersebut mempengaruhi kondisi air bersih bagi masyarakat. Perubahan
iklim merupakan fenomena global yang telah memberikan dampaknya secara nyata
belakangan ini. Ciri – ciri dari fenomena perubahan iklim yang terjadi secara global,
diantaranya adalah rata - rata uap air, dan curah hujan diproyeksikan meningkat.

Laporan Penilaian Pertama dari jaringan Riset Pergantian Iklim Kota


menyebutkan bahwa pergantian iklim berpengaruh pada air. Berdasarkan studi - studi
literatur yang telah dilakukan didapatkan keseimbangan air tanah dipengaruhi oleh
ketersediaan air, curah hujan presipitasi dan evapotranspirasi, oleh karena itu

23
diperlukan data curah hujan sebagai faktor pendukungnya. Salah satu dampaknya di
wilayah pesisir, berkurangnya airtanah disertai kenaikan muka air laut juga telah
memicu intrusi air laut ke daratan – mencemari sumber-sumber air untuk keperluan
air bersih dan irigasi (UNDP Indonesia, 2007). Dalam jurnal yang yang berstudi
kasus di West Bank menyebutkan bahwa, di West Bank palestina, air tanah
merupakan sumber air utama dengan ketersediaan air perkapita sekitar 63 m3 .
Meningkatnya suhu udara juga berkaitan dengan menurunnya presipitasi dan debit air
tanah di West Bank (Mizyed, 2008). Di samping suhu udara, peningkatan jumlah
penduduk juga berarti meningkat pula kebutuhan akan air tanah. Berbasis dari
peningkatan nilai evapotranspirasi, merubah pengisian ulang air tanah dan memotong
kebutuhan air yang diperkirakan merupakan dampak dari perubahan iklim terhadap
ketersediaan air. Banyak studi sebelumnya yang mengatakan bahwa perubahan iklim
akan meningkatkan temperatur dan berdampak negatif pada ketersediaan air (Iglesias
dkk ; El-Fadel and Zeid dalam Mizyed, 2008). Meningkatnya temperatur udara yang
disebabkan oleh pemanasan global dalam perubahan iklim menyebabkan semakin
cepatnya penguapan / evaporasi sehingga menyebabkan air tanah semakin cepat
berkurang.

Gambar : Dampak Perubahan Iklim menyebabkan terjadinya kekeringan

24
a. Menurunnya kualitas air

Terlalu tingginya curah hujan akan mengakibatkan menurunnya kualitas


sumber air. Selain itu, kenaikan suhu juga mengakibatkan kadar klorin pada air
bersih.

b. Berkurangnya kuantitas air bersih bagi masyarakat

Pemanasan global akan meningkatkan jumlah air pada atmosfer, yang


kemudian meningkatkan curah hujan. Meski kenaikkan curah hujan sebetulnya dapat
meningkatkan jumlah sumber air bersih, namun curah hujan yang terlalu tinggi
mengakibatkan tingginya kemungkinan air untuk langsung kembali ke laut, tanpa
sempat tersimpan dalam sumber air bersih untuk digunakan manusia.

2. Habitat dan Keanekaragaman Hayati

Dampak dari perubahan iklim global terjadi secara perlahan dalam jangka
waktu yang cukup panjang, antara 50 – 100 tahun. Walaupun terjadi secara perlahan,
perubahan iklim memberikan dampak yang sangat besar pada kehidupan mahluk
hidup. Dampak langsung perubahan iklim terhadap keanekaragaman hayati.

Gambar: Dampak Perubahan Iklim terhadap Habitat Beruang Kutub dan Orang Hutan

25
Pemanasan suhu bumi, kenaikan batasan air laut, terjadinya banjir dan juga
badai karena perubahan iklim akan membawa perubahan besar pada habitat sebagai
rumah alami bagi berbagai spesies binatang, tanaman, dan berbagai organisme lain.
Perubahan habitat akan menyebabkan punahnya berbagai spesies, baik binatang
maupun tanaman, seperti pohon-pohon besar di hutan yang menjadi penyerap utama
karbondioksida. Hal ini disebabkan karena mereka tidak sempat beradaptasi terhadap
perubahan suhu dan perubahan alam yang terjadi terlalu cepat. Punahnya berbagai
spesies ini, akan berdampak lebih besar lagi pada ekosistem dan rantai makanan.

Keanekaragaman hayati merujuk pada keanekaragaman semua jenis


tumbuhan, hewan dan jasad renik (mikroorganisme), serta proses ekosistem dan
ekologis dimana mereka menjadi bagiannya (UU No. 5 Tahun 1994 tentang
Pengesahan UNCBD). Keanekaragaman genetik (di dalam jenis) mencakup
keseluruhan informasi genetik sebagai pembawa sifat keturunan dari semua makhluk
hidup yang ada. Keanekaragaman jenis berkaitan dengan keragaman organisme atau
jenis yang mempunyai ekspresi genetis tertentu. Sementara itu, keanekaragaman
ekosistem merujuk pada keragaman habitat, yaitu tempat berbagai jenis makhluk
hidup melangsungkan kehidupannya dan berinteraksi dengan faktor abiotik dan biotik
lainnya. Keanekaragaman hayati lebih dari sekedar jumlah jenis-jenis flora dan fauna.

Ada beberapa fakta yang disampaikan oleh Al Gore pada bukunya Earth in
The Balance tentang pengaruh perubahan iklim terhadap biodiversitas antara lain:

1. Terjadinya perubahan iklim menyebabkan terjadinya perubahan iklim di hutan


Amazon. Awan yang biasanya diatas hutan Amazon selalu Hitam menunjukan
bahwa intensitas hujan sangat tinggi, akan tetapi sekarang intensitas hujan
berkurang ditandai dengan awan yang berada diatas hutan Amazon menjadi
terang. Hal tersebut menyebabkan terjadinya penurunan jumlah burung di hutan
Amazon. Akan tetapi hubungan antara hilangnya beberapa spesies burung

26
apakah ada berhubungan langsung dengan berkurangnya curah hujan masih
dipertanyakan.

2. Naiknya suhu laut menyebabkan terjadinya kematian terumbu karang. Memang


dibeberapa tempat terumbu karang mengalami kamatian, akan tetapi kematian
terumbu karang lebih banyak disebabkan eksploitasi yang berlebihan oleh
manusia seperti penggunaan bom ikan. 3. Terjadinya penurunan biodiversitas
yang eksponensial sejak terjadinya revolusi industri dan berbanding lurus dengan
pertambahan populasi manusia. Hal tersebut sangat erat sekali dengan eksploitasi
seperti diburu atau habitatnya berubah untuk menjadi pemukiman dan pertanian,
bukan karena perubahan iklim.

Dampak langsung perubahan iklim yang paling berpengaruh terhadap


keanekaragaman hayati :

a) Spesies ranges (cakupan jenis) Perubahan Iklim berdampak pada pada temperatur
dan curah hujan. Hal ini mengakibatkan beberapa spesies tidak dapat
menyesuaikan diri, terutama spesies yang mempunyai kisaran toleransi yang
rendah terhadap fluktuasi suhu.

b) Perubahan fenologi Perubahan iklim akan menyebabkan pergeseran dalam siklus


yang reproduksi dan pertumbuhan dari jenis-jenis organisme, sebagai contoh
migrasi burung terjadi lebih awal dan menyebabkan proses reproduksi terganggu
karena telur tidak dapat dibuahi. Perubahan iklim juga dapat mengubah siklus
hidup beberapa hama dan penyakit, sehingga akan terjadi wabah penyakit.

c) Perubahan interaksi antar spesies Dampak yang iklim perubahan akan berakibat
pada interaksi antar spesies semakin kompleks (predation, kompetisi, penyerbukan
dan penyakit). Hal itu membuat ekosistem tidak berfungsi secara ideal.

d) Laju kepunahan Kepunahan telah menjadi kenyataan sejak hidup itu sendiri
muncul. Beberapa juta spesies yang ada sekarang ini merupakan spesies yang

27
berhasil bertahan dari kurang lebih setengah milyar spesies yang diduga pernah
ada. Kepunahan merupakan proses alami yang terjadi secara alami. Spesies telah
berkembang dan punah sejak kehidupan bermula. Kita dapat memahami ini
melalui catatan fosil. Tetapi, sekarang spesies menjadi punah dengan laju yang
lebih tinggi daripada waktu sebelumnya dalam sejarah geologi, hampir
keseluruhannya disebabkan oleh kegiatan manusia. Di masa yang lalu spesies yang
punah akan digantikan oleh spesies baru yang berkembang dan mengisi celah atau
ruang yang ditinggalkan. Pada saat sekarang, hal ini tidak akan mungkin terjadi
karena banyak habitat telah rusak dan hilang. Kelangsungan hidup rata-rata suatu
spesies sekiar 5 juta tahun. Rata-rata 900.000 spesies telah menjadi punah setiap 1
juta per tahun dalam 200 juta tahun terakhir. Laju kepunahan secara kasar diduga
sebesar satu dalam satu persembilan tahun. Laju kepunahan yang diakibatkan oleh
ulah manusia saat ini beratus-ratus kali lebil tinggi. Perubahan iklim yang lebih
menyebar luas tampaknya akan terjadi dalam pada masa mendatang sejalan
dengan bertambahnya akumulasi gas-gas rumah kaca dalam atmosfer yang
selanjutnya akan meningkatkan suhu permukaan bumi. Perubahan ini akan
menimbulkan tekanan yang cukup besar pada semua ekosistem, sehingga
membuatnya semakin penting untuk mempertahankan keragaman alam sebagai
alat untuk beradaptasi.

Beberapa kelompok spesies yang lebih rentan terhadap kepunahan daripada


yang lain. Kelompok spesies tersebut adalah :

1) Spesies pada ujung rantai makanan, seperti karnivora besar, misal harimau
(Panthera tigris). Karnivora besar biasanya memerlukan teritorial yang luas untuk
mendapatkan mangsa yang cukup. Oleh karena populasi manusia terus
merambah areal hutan dan penyusutan habitat, maka jumlah karnivora yang
dapat ditampung juga menurun.

28
2) Spesies lokal endemik (spesies yang ditemukan hanya di suatu area geografis)
dengan distribusi yang sangat terbatas, misalnya badak Jawa (Rhinoceros
javanicus). Ini sangat rentan terhadap gangguan habitat lokal dan perkembangan
manusia.

3) Spesies dengan populasi kecil yang kronis. Bila populasi menjadi terlalu kecil,
maka menemukan pasangan atau perkawinan (untuk bereproduksi) menjadi
masalah yang serius, misalnya Panda.

4) Spesies migratori adalah spesies yang memerlukan habitat yang cocok untuk
mencari makan dan beristirahat pada lokasi yang terbentang luas sangat rentan
terhadap kehilangan ‘stasiun habitat peristirahatannya. 5) Spesies dengan siklus
hidup yang sangat kompleks. Bila siklus hidup memerlukan beberapa elemen
yang berbeda pada waktu yang sangat spesifik, maka spesies ini rentan bila ada
gangguan pada salah satu elemen dalam siklus hidupnya. 6) Spesies spesialis
dengan persyaratan yang sangat sempit seperti sumber makanan yang spesifik,
misal spesies tumbuhan tertentu.

Satu spesies diperkirakan punah setiap harinya. Inventarisasi yang dilakukan


oleh badan-badan internasional, seperti International Union for Conservation of
Nature and Natural Resources (IUCN) dapat dijadikan indikasi tentang keterancaman
spesies. Pada 1988 sebanyak 126 spesies burung, 63 spesies binatang lainnya
dinyatakan berada di ambang kepunahan (BAPPENAS, 1993). Pada 2002, Red data
List IUCN menunjukan 772 jenis flora dan fauna terancam punah, yaitu terdiri dari
147 spesies mamalia, 114 burung, 28 reptilia, 68 ikan, 3 moluska, dan 28 spesies
lainnya serta 384 spesies tumbuhan. Salah satu spesies tumbuhan yang baru-baru ini
juga dianggap telah punah adalah ramin (Gonystylus bancanus). Spesies tersebut
sudah dimasukkan ke dalam Appendix III Convention of International Trade of
Endengered Species of Flora and Fauna (CITES). Sekitar 240 spesies tanaman
dinyatakan mulai langka, di antaranya banyak yang merupakan kerabat dekat

29
tanaman budidaya. Paling tidak 52 spesies keluarga anggrek (Orchidaceae)
dinyatakan langka.

3. Hutan

Kebakaran hutan merupakan salah satu dampak dari perubahan iklim akibat
terjadinya peningkatan suhu ekstrim. Sebagai paru paru bumi hutan merupakan
produsen Oksigen (O2), selain itu, hutan juga membantu menyerap gas rumah kaca
yang menjadi penyebab terjadinya pemanasan global. Selain itu, pohon-pohon yang
mati karena perubahan tata guna hutan, ataupun karena mengering dengan sendirinya
akibat meningkatnya suhu dalam perubahan iklim, akan melepaskan karbondioksida.
Selain itu, kematian pohon-pohon menyebabkan berkurangnya penyerap
karbondioksida itu sendiri. Dengan demikian, karbondioksida dan gas rumah kaca
lain akan meningkat drastis.

Gambar : Kebakaran Hutan Akibat Kenaikan Suhu di Hutan Amazon

Ekosistem hutan mengalami ancaman kebakaran hutan yang terjadi akibat


panjangnya musim kemarau. Jika kebakaran hutan terjadi secara terus menerus, maka
akan mengancam spesies flora dan fauna dan merusak sumber penghidupan
masyarakat. Indonesia mempunyai lahan basah (termasuk hutan rawa gambut) terluas
di Asia, yaitu 38 juta ha yang tersebar mulai dari bagian timur Sumatera, Kalimantan,
Sulawesi, Jawa, Maluku sampai Papua. Tetapi luas lahan basah tersebut telah
menyusut menjadi kurang lebih 25,8 juta ha (Suryadiputra, 1994).Penyusutan lahan

30
basah dikarenakan berubahnya fungsi rawa sebesar 37,2 persendan mangrove 32,4
persen. Luas hutan mangrove berkurang dari 5,2 juta ha tahun1982 menjadi 3,2 juta
ha tahun 1987 dan menciut lagi menjadi 2,4 juta ha tahun 1993 akibat maraknya
konversi mangrove menjadi kawasan budi daya (Suryadiputra, 1994, Dahuri et al,
2001).

Perubahan iklim dan konsentrasi karbon dioksida akan mempengaruhi


struktur dan fungsi ekosistem, interaksi ekologi antar spesies dan sebaran geografi
spesies, dengan konsekuensi keragaman hayati (Malcolm et al. 2006) serta jasa-jasa
ekosistem. Dalam abad ini, banyak ekosistem, termasuk hutan tropis, sepertinya
dipengaruhi kombinasi perubahan iklim yang belum pernah terjadi sebelumnya,
gangguan yang terkait (contohnya: banjir, kekeringan, kebakaran hutan atau semak,
serangan serangga), dan penggerak perubahan global lainnya (contohnya: perubahan
tata guna lahan, polusi, eksploitasi sumberdaya alam secara berlebihan). Efek
perubahan iklim terhadap sistem ekologi telah diamati di berbagai tingkat organisasi
ekologi mulai dari organisme hingga ekosistem. Pengamatanpengamatan itu termasuk
perubahan dalam struktur dan fungsi, perputaran karbon dan nitrogen, distribusi
spesies, besarnya populasi, saat reproduksi atau migrasi, dan lamanya musim
pertumbuhan (Corlett dan Lafrankie 1998; Gitay et al. 2002; Root et al. 2003; Clark
2007). Penelitian-penelitian ini melaporkan bahwa perubahan global dapat menjadi
ancaman konservasi pada masa ini maupun masa mendatang. Penelitian ini juga
menekankan pentingnya mempertimbangkan perubahan iklim dalam konservasi,
pengelolaan atau restorasi hutan tropis. Ancaman lainnya akan muncul ketika iklim
terus berubah, terutama ketika iklim berinteraksi dengan tekanan-tekanan lain seperti
fragmentasi habitat (McCarty 2001; Brook et al. 2008).

Dampak potensial dari perubahan iklim terhadap hutan tropis adalah fungsi
paparan dan sensitivitas. Hutan tropis terpapar oleh berbagai faktor perubahan iklim
dan variabilitasnya, serta faktor penggerak lain seperti perubahan tata guna lahan atau
polusi yang memperburuk dampak dari perubahan iklim . Sensitivitas merujuk pada

31
suatu derajat dimana suatu sistem akan menanggapi suatu perubahan pada iklim, baik
secara positif maupun negative.

Penelitian tentang perubahan wilayah hutan tropis sejak zaman es terakhir


memperlihatkan sensitivitas dari komposisi spesies dan ekologi terhadap perubahan
iklim (Hughen et al. 2001). Beberapa penelitian telah meramalkan dampak dari
perubahan iklim terhadap hutan-hujan tropis. Di wilayah tropis Queensland utara
(Australia) yang lembab, perubahan yang nyata dalam tingkatan dan distribusi hutan
tropis sangat mungkin, sebab beberapa jenis hutan sangatlah sensitif terhadap
pemanasan 1º. Terlebih, kebanyakan jenis hutan itu sensitif terhadap perubahan curah
hujan (Hilbert et al. 2001). Penurunan curah hujan di lembah sungai Amazon telah
diprediksi oleh beberapa model iklim dan semakin kerapnya angin monsun
(monsoon) di India akan berakibat besar terhadap ketersediaan air bagi hutan tropis
(Bazzaz 1998). Di hutan Amazon, beberapa penelitian memprediksikan layunya
pepohonan hutan yang secara masal digantikan oleh kehadiran padang rumput (Cox
et al. 2001; Nepstad et al. 2008). Sensitivitas hutan hujan tropis terhadap iklim
bertambah dengan semakin kerapnya interaksi dengan fragmentasi hutan yang meluas
dan masih berlangsung. Di hutan Amazon, interaksi antara meluasnya pertanian,
kebakaran hutan dan perubahan iklim mampu mempercepat proses degradasi hutan
(Nepstad et al. 2008). Meski demikian, beberapa dampak perubahan iklim pada hutan
hujan tropis masih belum dapat diukur (Granger Morgan et al. 2001; Wright 2005)

4. Kesehataan Manusia

Kenaikan suhu curah hujan dapat meningkatkan penyebaran wabah penyakit


yang mematikan, seperti malaria, kolera dan demam berdarah. Hal ini disebabkan
karena nyamuk pembawa virus-virus tersebut hidup dan berkembang biak pada cuaca
yang panas dan lembab, dimana kondisi demikian akan secara umum disebabkan oleh
perubahan iklim. Penipisan ozon menyebabkan peningkatan intesitas sinar ultra violet
yang mencapai permukaan bumi yang menyebabkan kanker kulit, katarak, dan

32
penurunan daya tahan tubuh sehingga manusia menjadi rentan terhadap penyakit.
Manusia menjadi lebih rentan terhadap asma dan alergi, penyakit kardiovaskular,
jantung dan stroke.

Perubahan iklim dapat mempengaruhi kesehatan manusia dengan dua cara


yaitu secara langsung dan tidak langsung yaitu mempengaruhi kesehatan manusia
secara langsung berupa paparan langsung dari perubahan pola cuaca ( temperatur,
curah hujan, kenaikan muka air laut, dan peningkatan frekuensi cuaca ekstrim).
Kejadian cuaca ektrim dapat mengancam kesehatan manusia bahkan kematian. Selain
itu mempengaruhi kesehatan manusia secara tidak langsung. Mekanisme yang terjadi
adalah perubahan iklim mempengaruhi faktor lingkungan seperti perubahan kualitas
lingkungan (kualitas iar,udara, dan makanan), penipisan lapisan ozon,penurunan
sumber daya air, kehilangan fungsi ekosistem, dan degradasi lahan yang pada
akhirnya faktorfaktor tersebut akan mempengaruhi kesehatan manusia. Dampak tidak
langsunya berupa kematian dan kesakitan akibat penyakit terkait perubahan iklim
dipicu oleh adanya perubahan suhu,pencemaran udara,penyakit bawaan air dan
makanan, serta penyakit bawaan ventor dan hewan pengerat, Malnutrisi, dapat terjadi
karena terganggunya sumber makanan dan panen.

5. Pertanian

Suhu yang terlalu panas, berkurangnya ketersediaan air, dan bencana alam
yang disebabkan perubahan cuaca dapat merusak lahan pertanian. Suhu yang terlalu

33
panas dan berkurangnya ketersediaan air akan menghambat produktivitas pertanian.
Perubahan iklim juga akan menyebabkan perubahan masa tanam dan panen ataupun
menyebabkan munculnya hama dan wabah penyakit pada tanaman yang sebelumnya
tidak ada.

Dampak dari perubahan iklim ini akhirnya dirasakan oleh semua sektor
kehidupan, namun dampak terbesar sangat dirasakan di sektor pertanian. Menurunnya
kualitas, kesuburan dan daya dukung lahan, menyebabkan produktivitas hasil
pertanian juga ikut menurun, begitu juga dengan ketersediaan air yang semakin
terbatas dan kualitasnyapun yang semakin menurun, juga menjadi penyebab terus
anjloknya produksi pertanian. Ditambah lagi dengan fenomena El Nino dan La
Nina yang juga sangat berpengaruh terhadap siklus iklim yang secara otomatis
menyebabkan bergesernya jadwal tanam berbagai komoditi pertanian serta semakin
besarnya kemungkinan terjadi gagal panen (puso).

Kondisi demikian membuat banyak pihak semakin mengkhawatirkan dampak


dari Global Climmate Change ini. Organisasi pangan dan pertanian dunia atau Food
and Agricultural Organisation (FAO) termasuk pihak yang paling mengkhawatirkan
kondisi ini dalam kaitannya dengan pembangunan pertanian dan ketersediaan pangan.
Karena menurunnya produktivitas hasil pertanian juga akan berdampak pada
penurunan tingkat ketahanan pangan, sementara ketahanan pangan sendiri merupakan
salah satu faktor penting dalam ketahanan sebuah bangsa atau negara. Krisis pangan
yang terjadi di suatu negara, akan memicu timbulnya krisis lain seperti krisis sosial
dan krisis keamanan, seperti yang telah terjadi di beberapa negara di Afrika. Krisis
pangan di Negara-negara tersebut telah memicu meningkatnya tindak kriminal,
gangguan keamanan bahkan peperangan.

34
Sebagai contohnya adalah Kasus gagal panen akibat kekeringan yang
disebabkan oleh perubahan iklim terjadi di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.
Puluhan hektar sawah di Kecamatan Bangkinang, Kabupaten Kampar tersebut
dipastikan gagal panen akibat kekeringan dengan kerugian mencapai puluhan juta
rupiah. Tidak hanya Kecamatan Bangkinang, namun gagal panen akibat kekeringan
ini diperkirakan akan melanda ratusan hektar sawah lain di seluruh Kabupaten
Kampar. Kekeringan ini merupakan yang terburuk selama dua puluh tahun terakhir.

6. Wilayah Pesisir

Fenomena kenaikan muka air laut merupakan issue yang mengemuka, seiring
dengan terjadinya persoalan pemanasan global (global warming). Soemarwoto (2000)
mengemukakan bahwa dampak pemanasan global akan menyebabkan kenaikan suhu
permukaan laut yang kemudian mengakibatkan terjadinya pemuaian air laut.
Pemanasan global juga akan menyebabkan mencairnya es abadi di pegunungan serta
di daerah Arktik dan Antartik. Pemuaian air laut dan mencairnya salju-salju abadi
akan menyebabkan naiknya permukaan air laut. Dampak perubahan iklim terhadap
aspek kelautan sangat kompleks, hal ini dapat terjadi secara langsung dan tidak
langsung, baik dalam jangka waktu pendek dan yang umumnya pada masa waktu
yang panjang. Naiknya suhu udara di Bumi, berdampak pada meningkatnya suhu air,
dan secara tidak langsung menambah volume air di samudera dan menyebabkan
semakin tinggi paras laut (sea level rise).

35
Naiknya paras laut memengaruhi formasi North Atlantic Deep Water
(NADW) yang akan sangat berpengaruh langsung pada sirkulasi global air laut. Pada
Samudera Pasifik, meningkatnya stratifikasi air laut akan meningkatkan frekuensi
kejadian El Nino/Southern Oscillation (ENSO) dan variasi iklim lebih ekstrim. ENSO
mengakibatkan suhu permukaan laut meningkat dan lapisan termoklin menipis.
Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelago) yang terdiri dari ±17.508 pulau
dengan luasan daratan yang mencapai ±2,9 juta km2 , dimana sekitar 992 pulau yang
berpenghuni dan kurang lebih 5.700 buah atau 33% saja yang telah diberi nama.
Pulau-pulau ini pada dasarnya dapat diklasifikasi menjadi empat kelompok, yaitu
pulau besar, pulau sedang, pulau kecil, dan pulau sangat kecil (Murdiyarso 1999).
Perubahan naiknya paras air laut akan memberikan pengaruh yang besar terhadap
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia. Perubahan ini disebabkan antara
lain: 1) Kenaikan permukaan air laut; 2) Perubahan suhu permukaan air laut; 3)
Perubahan keasaman air (pH); dan 4) Peningkatan frekuensi dan intensitas terjadinya
iklim ekstrim seperti terjadinya badai dan gelombang tinggi (KLHI 2007).

Wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan.
Apabila ditinjau dari garis pantai (coastline), maka suatu wilayah pesisir memiliki
dua macam batas (boundaries), yaitu: batas yang sejajar garis pantai (longshore) dan
batas yang tegak lurus terhadap garis pantai (cross-shore). Penetapan batas-batas
suatu wilayah pesisir yang tegak lurus terhadap garis pantai, sejauh ini belum ada
kesepakatan. Wilayah pesisir yang digunakan di Indonesia adalah wilayah tempat
daratan berbatasan dengan lautan. Batas di daratan meliputi daerah-daerah yang
tergenang air maupun yang tidak tergenang air yang masih dipengaruhi oleh peristiwa
di laut seperti pasang-surut, angin laut dan intrusi garam. Sedangkan batas di laut
ialah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan seperti
sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah-daerah laut yang
dipengaruhi oleh kegiatan manusia di daratan.

36
Ekosistem pesisir merupakan unit fungsional komponen hayati (biotik) dan
non-hayati (abiotik). Komponen biotik yang menyusun suatu ekosistem pesisir
terbagi atas empat kelompok utama: a) produsen (vegetasi autotrof, alga dan
fitoplankton yang menggunakan energi matahari untuk proses fotosintesa yang
menghasilkan zat organik kompleks dari zat anorganik sederhana); b) konsumen
primer (hewan yang memakan produsen); c) konsumen sekunder (karnivora, yaitu
semua organisme yang memakan hewan); dan d) Dekomposer (sebagai dekomposer
adalah organisme avertebrata, bakteri dan cendawan yang memakan sisa materi
organik berupa bangkai, daun, ekskreta, dan lainnya). Komponen abiotik suatu
ekosistem pesisir adalah faktor iklim (suhu, curah hujan, kelembaban) merupakan
penentu keberadaan suatu jenis organisme. Faktorfaktor ini senantiasa berada dalam
satu seri gradien. Kemampuan adaptasi organisme seringkali berubah secara bertahap
sepanjang gradien tersebut, tapi sering pula terdapat titik perubahan yang berbaur
atau zona persimpangan yang disebut ekoton (misalnya zona intertidal perairan laut).

Peningkatan permukaan air laut menyebabkan bergesernya batas daratan di


daerah pesisir yang kemudian menenggelamkan sebagian daerah pesisir ataupun
pemukiman di daerah pesisir. Kenaikan suhu bumi yang menyebabkan mencairnya es
pada dataran kutub-kutub bumi, kemudian menyebabkan peningkatan permukaan air
laut yang menenggelamkan pulau-pulau kecil. Wilayah pesisir adalah wilayah yang
paling rentan terkena dampak buruk pemanasan global sebagai akumulasi pengaruh
daratan dan lautan. Dalam ringkasan teknisnya tahun ini, Intergovernmental Panel on
Climate Change, suatu panel ahli untuk isu perubahan iklim, menyebutkan beberapa
faktor penyebab kerentanan wilayah ini (TSWG I IPCC, 2007:40).Pertama,
pemanasan global ditenggarai meningkatkan frekuensi badai di wilayah pesisir.

37
Gambar: Dampak Perubahan Iklim yang Menyebabkan Kenaikan Muka Air Laut di
Wilayah Pesisir

Setiap tahun, sekitar 120 juta penduduk dunia di wilayah pesisir menghadapi
bencana alam tersebut, dan 250 ribu jiwa menjadi korban hanya dalam kurun 20
tahun terakhir (tahun 1980-2000). Peneliti bidang Meteorologi di AS mencatat
adanya peningkatan frekuensi badai tropis di Laut Atlantik dalam seratus tahun
terakhir (KCM, 31 Juli 2007). Pada periode 1905-1930 di wilayah pantai Teluk
Atlantik terjadi rata-rata enam badai tropis per tahun. Rata-rata tahunan itu melonjak
hampir dua kali lipat (10 kali badai tropis per tahun) pada periode tahun 1931-1994
dan hampir tiga kali lipat (15 kali badai tropis) mulai tahun 1995 hingga 2005. Pada
tahun 2006 yang dikenal sebagai “tahun tenang”saja masih terjadi 10 badai tropis di
wilayah pesisir ini. Juga dilaporkan pola peningkatan kejadian badai tropis ini tetap
akan berlangsung sepanjang pemanasan global masih terjadi,. Kedua, pemanasan
global diperkirakan akan meningkatkan suhu air laut berkisar antara 1-3°C. Dari sisi
biologis, kenaikan suhu air laut ini berakibat pada meningkatnya potensi kematian
dan pemutihan terumbu karang di perairan tropis.

Indonesia sebagai negara kepulauan yang terletak antara dua benua dan dua
samudra memiliki kondisi iklim yang rentan terhadap fenomena perubahan iklim baik
global maupun regional. Kerentanan tersebut meliputi perubahan temperature,
kenaikan muka air laut, perubahan curah hujan, serta peningkatan frekuensi dan

38
intensitas kejadian iklim ekstrim seperti fenomena El-Nino dan La-Nina yang
menyebabkan peningkatan resiko bencana kekeringan, kebakaran, dan banjir akibat
curah hujan yang tinggi. Fenomena perubahan iklim akan sangat mempengaruhi
kehidupan manusia dalam berbagai sektor baik positif maupun negative. Adapun
dampak tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.1. Dampak Perubahan Iklim pada Berbagai Sektor Kehidupan (UN-
HABITAT, 2012)

No Sektor Dampak
1. Lingkungan Hidup a. Peningkatan Suhu :
penyusutan air tanah, kekurangan air,
kekeringan, degradasi kualitas udara, efek
pemanasan pulau

b. Peningkatan Presipitasi:
peningkatan banjir, peningkatan resiko tanah
longsor atau lumpur longsor pada lereng yang
berbahaya.

c. Peningkatan Muka Air Laut


banjir di pesisir, intrusi air laut ke cadangan air
tanah, peningkatan gelombang badai,

d. Peristiwa Cuaca Ekstrim:


peningkatan intensitas banjir, peningkatan
resiko tanah longsor.
e. Kehilangan kenaekaragaman hayati

2. Ekonomi a. Penipisan sumber daya alam yang esensial.


b. Kerusakan infrastruktur pemadaman listrik,
kerentanaan infrastruktur
c. Keengganan investasi asing berkaitan dengan
resiko lingkungan
d. Produksi yang tidak efisien

3. Sosial a. Kesehatan ekologis tempat bermukim dan


ketidakproporsional dampak kehidupan

39
masyrakat berpenghasilan rendah :
relokasi, kehilangan tempat dan lahan,
kehilangan penghidupan, ketidakamanan
makanan. Ketidakproporsional dampak
terkait nutrisi, penyediaan air dan energi,
memburuknya ketidakadilan berbasis gender
terkait hak perumahan, sumberdaya, akses ke
informasi.
b. Ketidakproporsionalan dampak pada orang
tua dan remaja
kekurangmampuan untuk menghindari
dampak langsung atau tidak langsung dari
perubahan iklim, ketidak mampuan untuk
mengatasi cidera dan sakit

Dampak Perubahan iklim di Indonesia sebagai negara agraris mengakibatkan


terjadinya gangguan pada siklus air dan penurunan produksi tanaman pangan.
Intensitas hujan yang semakin tinggi pada musim hujan dengan rentang waktu yang
pendek justru menimubulkan bencana banjir ditempat-tempat yang tidak biasa sebab
diperparah dengan adanya aktivitas penggundulan hutan pada daerah tersebut. Selain
itu sebagai negara yang memiliki banya pulau-pulau kecil juga rentan terhadap
dampak perubahan iklim akibat naiknya permukaan air laut yang disebabkan oleh
pemanasan global (global warming) selain mengancam penduduk pesisir fenomena
tersebut akan berdampak tenggelam atau hilangnya pulau-pulau kecil tersebut akibat
naiknya permukaan air laut sebagai dampak dari perubahan iklim. Namun demikian
dampak perubahan iklim tidak hanya akan dirasakan oleh penduduk-penduduk
dipulau kecil saja akan tetapi juga dapat dirasakan oleh penduduk diwilayah daratan
yang berupa perubahan musim tanam, kekeringan atau kemarau dengan durasi yang
cukup panjang, banjir dan tanah longsor maupun kebakaran hutan (Santoso, 2015).

Dampak perubahan iklim tidak hanya terbatas pada fenomena meningkatnya


suhu di atmosfer, tingginya curah hujan, kenaikan muka air laut, serta ancaman
terhadap ketahanan pangan tetapi peningkatan emisi gas rumah kaca akan semakin

40
mempengaruhi variabilitas iklim alami sehingga akan semakin memicu fenomena-
fenomena iklim ekstrim yang lebih intens (Ardianysah et al, 2007). Kejadian banjir
dan badai mengahncurkan rumah-rumah dan bangunan serta dapat menghambat
tujuan terpenuhinya program MDGs tujuan kedua untuk mencapai pendidikan
universal. Dampak El-Nino pada tahun 1997 di Indonesia mengakibatkan 426.000
hektar sawah mengalami gagal panen akibat kekeringan dan disaat yang bersamaan
juga mengakibatkan kerugian terhadap perkebunan kopi, kakao, dan karet sehingga
memicu terjadinya krisis air dan kebakaran hutan yang luas. Kebakan hutan
berdampak pada habitat-habitat alami hutan, polusi pada daerah aliran sungai,
berkurangnya kenaekaragaman hayati, serta dampak kesehatan yang cukup serius.
Sedangkan fenomena iklim La-Nina akan meningkatkan curah hujan sehingga
menimbulkan banjir dan tanah longsor serta munculnya penyakit akibat air seperti
kolera (Santoso, 2015).

D. Penanggulangan Dampak Perubahan Iklim

Sejak abad 18 hingga awal abad 19 dimana terjadinya revolusi industri


berhasil menyebabkan perubahan iklim terus terjadi dengan sangat pesat. Tindakan
yang sebelumnya dilakukan oleh manusia selama masa revolusi industri seperti
penebangan hutan hingga menciptakan berbagai mesin industri yang berukuran masif
sangatlah mempengaruhi perubahan iklim hingga menyebabkan terjadinya
pemanasan global seperti yang kita tahu saat ini.

Salah satu upaya dalam mengatasi perubahan iklim adalah dengan


pengelolaan lingkungan yang dilakukan dengan melibatkan seluruh pihak dan lapisan
masyarakat atas dasar kerjasama. Telah banyak inisiasi gerakan sosial yang dibentuk
untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya perubahan iklim, dan
mempromosikan langkah-langkah untuk mencegahnya.

Manusia mempunyai tanggung jawab yang sangat besar untuk setidaknya


mengembalikan kondisi bumi agar menjadi lebih baik seperti sedia kala. Berbagai

41
upaya dan mitigasi terus dilaksanakan secara besar – besaran untuk mengurangi dan
mengatasi perubahan iklim dalam waktu yang cepat. Di bawah ini merupakan
beberapa langkah global yang terus dilakukan untuk mengatasi perubahan iklim.

a. Menggunakan Sumber Energi yang Terbarukan dan Ramah Lingkungan

Langkah global pertama yang dilakukan dalam rangka mengatasi perubahan


iklim adalah dengan cara menggunakan sumber energi yang terbarukan dan lebih
ramah lingkungan. Hingga saat ini sudah mulai banyak perumahan dan apartemen
yang berada pada kota – kota besar mulai mengandalkan dan memasang panel surya
untuk mengurangi penggunaan dan beban listrik pada tempat tinggal mereka.

Banyak pabrik – pabrik besar juga yang mulai mengalihkan sumber energi
yang digunakan agar menjadi lebih ramah lingkungan dan tidak menghasilkan emisi
gas buang yang berbahaya bagi lingkungan. Manusia sejatinya dapat menggunakan
energi alternatif guna meminimalisir hal - hal yang dapat menjadi penyebab
pemanasan global. Penggunaan energi alternatif terbarukan ini hendaknya harus
segera di terapkan di seluruh dunia. Pembangkit listrik berbahan bakar fosil harus
segera diganti dengan energi bersih, seperti sinar matahari, angin, air, panas bumi dan
biomassa. Sumber energi tersebut sejatinya berlimpah namun belum bisa
dimanfaatkan secara maksimal.

Berikut beberapa contoh energi terbarukan:

1. Tenaga Air

Energi air adalah satu diantara sekian banyak sumber energi terbarukan yang
telah banyak dimanfaatkan untuk menggantikan energi fosil. Air sifatnya terus-
menerus bergerak. Tiap gerakan air menghasilkan energi alami yang sangat besar.
Energi ini datang baik air dari sungai yang mengalir atau gelombang air yang berupa
ombak di lautan. Energi yang dihasilkan oleh air dapat dimanfaatkan dan
dikonversikan menjadi listrik. Tidak seperti tenaga matahari dan angin, manfaat

42
energi terbarukan dari air ini dapat menghasilkan tenaga terus menerus selama 24 jam
setiap harinya.

2. Panas Bumi

Energi Geo (Bumi) thermal (panas) berarti memanfaatkan panas dari dalam
bumi. Inti planet kita sangat panas- estimasi saat ini adalah 5,500 celcius (9,932 F).
Tiga meter teratas permukaan bumi suhunya konstan sekitar 10-16 Celcius (50-60 F)
sepanjang tahun. Sumber energi terbarukan yang berasal dari dalam inti atom bumi
ini memiliki tenaga yang sangat kuat dan jumlahnya pun sangat melimpah.
Pembangkit Listrik tenaga geothermal biasanya menggunakan sumur dengan
kedalaman sampai 1.5 KM atau lebih untuk mencapai cadangan panas bumi.

43
3. Biomassa

Biomassa adalah sumber energi terbarukan yang berasal dari organisme yang
ada di bumi seperti tumbuhan, hewan, dan juga manusia. Contoh biomassa antara lain
adalah tanaman, pepohonan, rumput, ubi, limbah pertanian, limbah hutan, tinja, dan
kotoran ternak. Biomassa cukup umum digunakan sebagai sumber energi (bahan
bakar).

4. Tenaga Surya

Energi surya atau matahari telah cukup banyak dimanfaatkan di banyak


negara. Jika dimanfaatkan dengan tepat, sumber energi terbarukan yang melimpah ini

44
akan mampu menyediakan kebutuhan konsumsi energi harian dunia. Potensi energi
surya pada suatu wilayah sangat bergantung pada posisi antara matahari dengan
kedudukan wilayah tersebut di permukaan bumi.

Indonesia yang berada dalam wilayah khatulistiwa mempunyai potensi energi


surya yang cukup besar sepanjang tahunnya. Pemanfaatan energi terbarukan ini dapat
dilakukan secara langsung dengan membiarkan objek pada radiasi matahari, atau
menggunakan peralatan yang mencakup kolektor dan konsentrator surya (panel
surya).

5. Tenaga Angin

Angin dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi menggunakan kincir angin.


Energi mekanik yang dihasilkan oleh kincir angin dapat dimanfaatkan secara
langsung atau dikonversi menjadi energi listrik. Ramah lingkungan adalah
keuntungan dari tenaga angin. Sumber energi terbarukan ini bebas dari polusi yang
sering diasosiasikan dengan pembangkit listrik berbahan bakar fosil dan nuklir. Untuk
mendapatkan energi yang stabil, penempatan turbin angin disarankan dilakukan pada
daerah yang memiliki kecepatan angin yang relatif konstan, dan dengan arah angin
yang tak berubah-ubah.

45
b. Membatasi Penggunaan Kendaraan Berbahan Bakar Fosil

Bahan bakar fosil merupakan salah satu jenis energi yang berasal dari dalam
bumi yang tidak dapat diperbarui lagi, terdiri dari minyak bumi, batu bara dan gas
alam.

Bahan bakar fosil terbentuk dari adanya proses alami yang berupa
pembusukan dari makhluk hidup yang telah mati dalam jangka waktu jutaan tahun
seperti dinosaurus dan berbagai jenis pepohonan yang telah lama mati. Proses
pembentukan minyak bumi, batu bara dan gas bumi membutuhkan waktu yang sangat
lama dan dapat menyebabkan bahan bakar fosil habis dalam beberapa tahun ke depan.
Oleh karena itu, manusia harus mengurangi serta mempertahankan keberadaan bahan
bakar fosil sebagai cadangan sumber energi yang tidak dapat diperbarui. Penggunaan
bahan bakar fosil sering kali menimbulkan masalah lingkungan Kini, manusia telah
berinovasi dalam melakukan pembangkitan energi yang ramah lingkungan seperti
dari kincir angin, air, dan masih banyak lainnya.

Bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan batubara merupakan sumber
energi utama di Indonesia, akan tetapi sumber energi tersebut berdampak terhadap
lingkungan termasuk pencemaran udara, emisi gas rumah kaca dan pemanasan
global. Permasalahan lain adalah tingginya harga bahan bakar fosil, kenaikan jumlah
impor minyak bumi akibat konsumsi bahan bakar nasional, serta cadangan minyak

46
bumi yang semakin menipis. Lebih dari 50% kebutuhan energi nasional didominasi
oleh bahan bakar fosil, untuk itu pengembangan energi alternatif menjadi pilihan
penting. Sudah saatnya kita mengurangi ketergantungan terhadap sumber energi fosil,
beralih ke sumber energi alternatif berbahan baku nabati yang sifatnya terbarukan

Saat ini sudah sangat banyak negara yang mulai memberlakukan uji emisi
yang sangat ketat terhadap berbagai kendaraan komersil. Tidak hanya itu saja,
beberapa negara sudah memberlakukan transportasi umum tidak boleh untuk
menggunakan bahan bakar fosil sama sekali. Dengan mengalihkan transportasi umum
untuk tidak menggunakan bahan bakar fosil sama sekali sangatlah membantu untuk
mengurangi kadar emisi yang ada di udara.

Kendaraan komersil pribadi juga sudah mulai sangat banyak yang


menggunakan bahan bakar terbarukan seperti baterai dan tidak menggunakan bahan
bakar fosil sama sekali. Tesla Motors merupakan salah satu pabrikan kendaraan
pribadi yang disiapkan sejak awal agar seluruh kendaraannya secara 100%
menggunakan tenaga listrik yang disimpan di dalam baterai.

Elon Musk sebagai salah satu pendiri Tesla percaya bahwa dunia yang kita
tinggali bisa benar – benar meninggalkan bahan bakar fosil dan menggunakan energi
yang terbarukan sebagai sumber tenaga alternatif. Visi dari Elon Musk tersebut terus
digaungkan dan membuat dirinya menjadi salah satu yang berhasil untuk mendobrak
penggunaan kendaraan listrik yang tetap nyaman untuk digunakan dan sangat aman
bagi bumi yang kita tinggali.

c. Melakukan Penanaman Hutan dalam Skala Besar

Hutan merupakan jantung kehidupan bagi dunia ini. Tanpa adanya hutan dan
wilayah hijau akan membuat kondisi bumi menjadi lebih panas dan tidak ada yang
bisa menghasilkan oksigen yang segar untuk kita hirup.

47
Saat ini setiap negara sudah mulai sukses dalam menjalankan program
penanaman pohon dalam jumlah yang besar. Setiap rumah juga diharuskan untuk
mempunyai halaman sendiri ataupun taman vertikal bagi yang tidak mempunyai
halaman rumah sama sekali. Singapura menjadi salah satu negara yang bisa dibilang
sukses untuk menciptakan lahan hijau vertikal yang sangat menarik dilihat dan tidak
mengurangi manfaatnya sama sekali.

Peran hutan tropis dalam memitigasi perubahan iklim, melalui penyimpanan


karbon, telah diketahui dan disertakan ke dalam kesepakatan dan instrumen
kebijakan-kebijakan internasional. Kontribusi dari aktivitas aforestasi dan reforestasi
telah diakui dalam Mekanisme Pengembangan Bersih (CDM) Protokol Kyoto.
Banyak pasar karbon yang memberi kompensasi kepada aktivitas hutan tropis.
Dimasukkannya pencegahan deforestasi hutan tropis dalam kesepakatan internasional
di masa mendatang kini sedang dibahas. Sementara hutan-hutan tropis menjadi
komponen penting dalam ilmu dan kebijakan mitigasi, peran mereka dalam adaptasi
semakin jelas. Mengaitkan adaptasi dan hutan tropis merupakan wilayah baru bagi
pengetahuan dan kebijakan, adaptasi merupakan wilayah baru bagi para ahli hutan
tropis, dan hutan tropis merupakan wilayah baru bagi spesialis adaptasi.

Adaptasi dan hutan tropis memiliki ikatan ganda. Pertama, karena hutan tropis
rentan terhadap perubahan iklim, mereka yang mengelola atau melindunginya harus
menyesuaikan pengelolaan mereka terhadap kondisi di masa mendatang. Orang-orang
yang tinggal di hutan sangatlah bergantung pada bahan-bahan dan jasa hutan, dan
mereka rentan terhadap perubahan hutan baik secara sosial maupun ekonomis.
Bahkan, bila para pemangku kepentingan setempat mengetahui lebih banyak
mengenai hutan mereka dibandingkan orang lain, tingkat perubahan iklim yang
belum pernah terjadi sebelumnya bisa mengacaukan kemampuan mereka untuk
beradaptasi terhadap kondisi baru. Peningkatan kapasitas dan pengetahuan ilmiah
dibutuhkan untuk memahami kerentanan hutan dan penduduk setempat serta untuk
merancang dan menerapkan langkah adaptasi. Kedua, hutan tropis memberi jasa

48
ekosistem yang penting bagi manusia melebihi hutan manapun di seluruh dunia.
Karena jasa ekosistem ini memberi sumbangan dalam mengurangi kerentanan
masyarakat terhadap perubahan iklim, konservasi atau pengelolaan hutan tropis harus
disertakan dalam kebijakan adaptasi. Hubungan institusi antara hutan tropis dan
sektor lainnya harus diciptakan atau digerakkan dengan menggunakan pendekatan
lintas sektoral terhadap adaptasi.

d. Membantu Mencegah Perubahan Iklim di Rumah

Setelah Kita melihat dan sadar bahwa betapa pentingnya peran kita sebagai
individu untuk membantu mewujudkan terjadinya negara yang hijau dan
meminimalisir perubahan iklim di dunia yang kita tinggali. Kita bisa memulainya
dengan cara untuk menanam berbagai tanaman yang rindang pada halaman rumah.
Halaman yang rindang akan menciptakan suasana yang sejuk dan teduh bagi
lingkungan tempat tinggal dan menjadikannya semakin nyaman untuk ditinggali.
Apabila tidak mempunyai halaman yang luas maka bisa mengakalinya dengan
membuat halaman secara vertikal agar tetap ada tanaman yang bisa memproduksi
oksigen yang sangat dibutuhkan oleh kita

49
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perubahan iklim merupakan suatu fenomena alam yang berkaitan dengan
kerusakan lingkungan dimana antara keduanya terjadi hubungan timbal balik dimana
perubahan iklim dapat disebabkan oleh perubahan kondisi lingkungan yang merusak
serta peristiwa perubahan iklim itu sendiri juga dapat menyebabkan kerusakan
lingkungan.

B. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan dalam makalah ini adalah semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca terutama
dalam menambah wawasan mengenai terjadinya fenomena perubahan iklim.

50
DAFTAR PUSTAKA

Addinul Yakin. (2017). Prospek Dan Tantangan Implementasi Pasar Karbon.

Arif, A. (2016). Analisis Yuridis Pengerusakan Hutan (Deforestasi) Dan Degradasi


Hutan Terhadap Lingkungan. Jurisprudentie, 3, 33–41.

Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu, 2001., Pengelolaan Sumber Daya
Pesisir dan Lautan Secara Terpadu, Pradnya Paramita, Jakarta.

Handoko.1995. Klimatologi Dasar. PT Dunia Pustaka Jaya. Jakarta

Subair. 2015. Resiliensi Sosial Komunitas Lokal Dalam Konteks Perubahan Iklim
Global. Aynat Publishing. Yogyakarta.

Ance Gunarsih Karta Sapoetra. 2004. Klimatologi Pengaruh Iklim Terhadap Tanah
dan Tanaman, PT Bumi Aksara, Jakarta.

Prakoso, S. G., Ardita, N. D., & Murtyantoro, A. P. (2019). Analisis Diplomasi Soft
Power Denmark Terhadap Indonesia (Studi Tentang Kerja Sama Pengelolaan
Lingkungan di Indonesia)[An Analysis of Denmark’s Soft Power Diplomacy
in Indonesia (A Study nn Environmental Management Coorperation in
Indonesia)]. Jurnal Politica Dinamika Masalah Politik Dalam Negeri Dan
Hubungan Internasional, 10(1), 57– 76.

Pratama, Riza. 2019. Efek Rumah Kaca Terhadap Bumi. Buletin Utama Teknik
[Jurnal Vol. 14. No.02]. Universitas Islam Sumatera Utara.

Santoso, WY. 2015. Kebijakan Nasional Indonesia dalam Adaptasi dan Mitigasi
Perubahan Iklim. [Jurnal. Vol: 01.No.03. pp;371-390]. Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.

United Nations Human Settlements Programme. 2012. Sustainable Urbanization in


Asia: A Sourcebook for Local Governments. Nairobi. Kenya.

51
52

Anda mungkin juga menyukai