Anda di halaman 1dari 12

Permasalahan Manusia Terhadap Ekosistem Buatan

MAKALAH

Diajukan Sebagai Tugas Mata Kuliah Ekologi dan Lingkungan

Disusun Oleh
NINDY NOTRILAUVIA 19168002
RAIDHATUL FIQRA 19168006

PROGRAM STUDI ILMU LINGKUNGAN


UNIVERSITAS NEGERI PADANG (UNP)
2019
KATA PENGANTAR
      Puji syukur saya haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas Rahmat dan Karunia-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas Makalah sederhana yang berjudul ”
Permasalahan Manusia Terhadap Ekosistem Buatan” dengan baik.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah Rekayasa Lingkungan. Selain itu
tujuan dari penyusunan Makalah ini juga untuk menambah wawasan tentang pengetahuan
siklus sulfur secara meluas. Sehingga besar harapan kami, Makalah yang kami sajikan dapat
menjadi konstribusi positif bagi pengembang wawasan pembaca dan bisa lebih baik lagi
dalam penyusunan Makalah yang selanjutnya.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan Makalah sederhana ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan penyusunan Makalah sederhana yang akan datang.
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Ekologi biasanya didefinisikan sebagai ilmu tentang interaksi antara organisme -


organisme dan lingkungannya. Berbagai ekosistem dihubungkan satu sama lain oleh proses-
proses biologi, kimia, dan fisika.Masukan dan buangan energi, gas, bahan kimia anorganik
dan organik dapat melewati batasan ekosistem melalui perantara faktor meteorologi seperti
angin dan presipitasi, faktor geologi seperti air mengalir dan daya tarik dan faktor biologi
seperti gerakan hewan. Jadi, keseluruhan bumi itu sendiri adalah ekosistem, dimana tidak ada
bagian yang terisolir dari yang lain.

Ekosistem terbagi menjadi 2 yakni:

a. Ekosistem Alami

Ekosistem yang terbentuk secara alami oleh alam contohnya seperti ekosistem darat
dan ekosistem air.

b. Ekosistem Buatan

suatu ekosistem yang dibentuk dengan sengaja oleh manusia contohnya seperti
ekosistem waduk, ekosistem sawah, ekosistem perkebunan, ekosistem pemukiman,
dan ekosistem tambak.

Undang-Undang Republik Indonesia No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa yang dimaksud dengan lingkungan hidup
adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk
manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan,
dan kesejahteraan manusia serta mankhluk hidup lain.

Menurut Munadjat Danusaputro, lingkungan hidup adalah semua benda dan daya
serta kondisi termasuk didalamnya manusia dan tingkah perbuatannya yang terdapat dalam
ruang dimana manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup yang lain. dengan
demikian, lingkungan hidup mencakup dua lingkungan, yaitu lingkungan fisik dan
lingkungan budaya.

Sama seperti halnya Ekosistem, Lingkungan juga terbagi menjadi 2 yakni:

a. Lingkungan Alami

Merupakan suatu wilayah atau ruang yang ditempati komponen abiotik maupun biotik
yang telah ada dengan sendirinya tanpa dibuat atau didominasi oleh manusia
b. Lingkungan Buatan

Adalah lingkungan alami yang telah melalui campur tangan manusia. Artinya
keberadaan lingkungan tersebut telah banyak berubah dari keadaan aslinya dan
dipengaruhi oleh manusia.

Ekosistem Lingkungan memiliki relasi yang kuat dengan Sumber Daya Alam (SDA)
karena tanpa adanya SDA sebagai sumber kehidupan tentu sebuah lingkungan tidak dapat
dihuni dengan baik oleh makhluk hidup. Didalam Sumber Daya Alam terdapat fungsi
lingkungan hidup yang digunakan oleh makhluk hidup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Keselarasan ekositem lingkungan dengan sumber daya alam tidak selalu berjalan baik ketika
timbul suatu masalah mengenai ekosistem lingkungan. Keselarasan dan relasi yang demikian
erat lambat laun akan mengusik kehidupan makhluk hidup.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Ekosistem

Ekosistem adalah tatanan dari satuan unsur-unsur lingkungan hidup dan kehidupan
(Biotik maupun Abiotik) secara utuh dan menyeluruh yang saling mempengaruhi dan saling
tergantung dengan yang lainnya. Ekosistem mengandung keanekaragaman jenis dalam suatu
komunitas dengan lingkungannya yang berfungsi sebagai suatu satuan interaksi kehidupan
dalam alam. Departemen Kehutanan (1997)

Ekosistem adalah unit fungsional dasar dalam ekologi yang didalamnya tercakup
organisme dan lingkungannya (lingkungan abiotik dan biotik) dan diantara keduanya saling
memengaruhi. Odum (1993)

B. Ekosistem Buatan

Ekosistem buatan adalah suatu ekosistem yang dibentuk dengan sengaja oleh
manusia. contohnya seperti ekosistem waduk, ekosistem sawah, ekosistem perkebunan,
ekosistem pemukiman, dan ekosistem tambak.

Undang-Undang Republik Indonesia No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan


Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa yang dimaksud dengan lingkungan hidup
adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk
manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan,
dan kesejahteraan manusia serta mankhluk hidup lain.

Menurut Munadjat Danusaputro, lingkungan hidup adalah semua benda dan daya
serta kondisi termasuk didalamnya manusia dan tingkah perbuatannya yang terdapat dalam
ruang dimana manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup yang lain. dengan
demikian, lingkungan hidup mencakup dua lingkungan, yaitu lingkungan fisik dan
lingkungan budaya.

C. Masalah Kerusakan Ekosistem Lingkungan

Salah satu permasalahan dunia yang menjadi tanggung jawab kita semua yakni
masalah kerusakan ekosistem lingkungan dimana hal ini apabila dibiarkan terus menerus
akan menyebabkan fungsi alam terganggu yang pada akhirnya merugikan makhluk hidup.
Berikut beberapa masalah kerusakan ekosistem lingkungan disekitar kita :

1. Kebakaran dan Kerusakan Hutan


Belum lama ini negeri kita dilanda masalah kebakaran hutan gambut di Pulau Sumatera
dan Kalimantan yang berdampak cukup besar tak hanya bagi Indonesia tetapi juga Negara-
negara tetangga. Selain itu masih banyak orang yang menutup mata dan telinga terkait
dengan pentingnya perlindungan hutan dan malah menjadi sang eksekutor. Tak cukup hanya
dengan kebakaran, kerusakan hutan pun terus mengancam yang disebabkan oleh perbuatan
manusia yang mengabaikan bahaya eksploitasi hutan.

2. Pemanasan Global

Bumi yang merupakan satu-satunya planet yang dapat ditinggali oleh mahkluk hidup
saat ini kondisinya semakin memprihatinkan. Perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas
manusia yang menghasilkan ‘efek rumah kaca’ yang membuat suhu dipermukaan bumi
semakin panas dan menjadi pemicu terkuat mencairnya es di kutub.

3. Penipisan Sumber Daya Alam

Bertambahnya jumlah penduduk dari hari ke hari tentu membuat penggunaan SDA
contoh bahan bakar fosil semakin besar dan yang menjadi masalah yakni penggunaan SDA
tersebut pada kenyataannya tidak mengikuti tata aturan yang tepat dan tidak diikuti pula
dengan pelestarian.

4. Punahnya Keanekaragaman Hayati

Tidak hanya SDA tetapi flora dan fauna pun semakin lama semakin berkurang spesies
dan habitatnya atau dalam kata lain semakin ‘punah’. Lagi-lagi aktivitas manusia lah yang
menjadi penyebabnya, salah satu contohnya yakni punahnya spesies Harimau Jawa di
Indonesia karena perburuan kulitnya.

5. Hujan Asam

    Pertambahan jumlah kendaraan bermotor dan berdirinya pabrik di era industri ini
menjadi pemicu terjadinya hujan asam. Senyawa nitrogen oksida dan sulfur dioksida hasil
dari keluaran asap kendaraan maupun limbah pabrik yang membumbung tinggi ke udara lalu
bercampur dengan air hujan dapat memiliki efek yang berbahaya pada kesehatan makhluk
hidup dan lingkungan.

D. Pengendalian Kerusakan Ekosistem Lingkungan

Meski kerusakan pada ekosistem lingkungan semakin hari semakin bertambah tetapi
masih ada cara untuk memperbaikinya sebelum terlambat. Berikut beberapa cara dalam
pengendalian kerusakan ekosistem lingkungan:

1. Penghijauan kembali

Atau dikenal pula dengan reboisasi, merupakan salah satu cara mengembalikan
kondisi hutan yang telah kering kerontang. Tak hanya itu, reboisasi dapat pula menjadi upaya
pengendalian erosi tanah.  Meski tak selalu berhasil karena sifat fisik tanah dan kondisi tanah
yang tak sebagus saat sebelum terjadinya kebakaran atau kerusakan, namun bukan berarti
tidak dapat ditumbuhi tumbuhan sama sekali.

2. Peranan pemerintah

Peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk melakukan penegakan hukum mengenai


lingkungan khususnya hutan. Diperlukan ketegasan atas hukuman dan sanksi yang dikenakan
untuk para pelaku pembakaran

3. Memperbanyak ruang terbuka hijau

Memperbanyak ruang terbuka hijau seperti taman kota atau hutan kota yang artinya
memperbanyak menanam pohon yang dapat menyerap gas karbon dioksida melalui proses
fotosintesis sehingga mengurangi bertambahnya gas rumah kaca.

4. Menekan produksi karbon dioksida

Menekan produksi gas karbon dioksida dengan cara menginjeksi atau


menyuntikkannya kedalam sumur-sumur minyak dibawah permukaan tanah sehingga tidak
dapat menguar ke permukaan. Hal ini sudah diterapkan di kilang minyak lepas pantai
Norwegia.

5. Beralih  sumber daya

Mulai beralih pada sumber daya terbarukan seperti halnya pemanfaatan tenaga surya
atau bahan bakar alternatif. Teknologi ramah lingkungan ini mungkin masih lemah secara
ekonomis namun apabila terus diberdayakan tentu akan membantu persediaan sumber daya
alam yang semakin menipis.

6. Melakukan Konservasi in-situ dan ex-situ

Konservasi in-situ dan konservasi ex-situ merupakan upaya dalam pelestarian flora
dan fauna dimana konservasi in-situ adalah konservasi didalam habitat aslinya sementara
konservasi ex-situ adalah konservasi diluar habitat aslinya.

7. Melakukan penyuluhan

Melakukan penyuluhan secara berkala mengenai pentingnya pelestarian


keanekaragaman hayati kepada masyarakat luas tanpa memandang status sosial karena siapa
pun berhak dan berkewajiban untuk melindunginya.

8. Mengganti bahan bakar

Mengganti bahan bakar menjadi pilihan yang tepat untuk mengendalikan hujan asam
yakni dengan menggunakan bahan bakar non belerang seperti metanol, etanol, dan hidrogen.
Selain itu dapat pula dengan menerapkan 3R (Reuse, Reduce, Recycle) dalam kehidupan
sehari-hari.
E. Isu Permasalahan

Ekosistem Waduk

Waduk adalah sebuah perairan yang berhenti atau menggenang yang terjadi akibat
perbuatan manusia, dimana air tersebut akan disimpan dan dimanfaatkan oleh masyarakat
sekitar. Biasanya ukurannya besar, kecil atau sedang.

Ekosistem waduk adalah ekosistem buatan yang berupa bangunan penahan atau
penimbun air yang digunakan untuk berbagai kebutuhan manusia dimana dalam proses
pembuatannya manusia memiliki peran yang sangat besar.

Ekosistem waduk memiliki sistem terbuka, maksudnya adalah pengaruh luar tidak
dapat diatur dan dikontrol, maka dari itu perairan ini mempunyai daerah litoral, limnetik dan
profundal. Penjelasan singkat mengenai daerah-daerah tersebut adalah :

 Daerah litoral – merupakan daerah yang dangkal sehingga matahari tidak dapat
tembus secara optimal.
 Daerah limnetik – merupakan daerah air bebas yang jauh dari tepian dan masih dapat
ditembus oleh sinar matahari.
 Darah profundal – merupakan daerah yang sangat dalam dari sebuah genangan air
seperti waduk

Ekosistem perairan waduk ini terdiri atas komponen biotik seperti plankton, ikan, macrophyta
dan lain sebagainya yang berhubungan dengan timbal balik antara komponen abiotik seperti
tanah, air dan sebagainya.

Manfaat Ekosistem Waduk

Setiap ekosistem yang terbentuk, baik itu secara alami ataupun buatan tentunya
masing-masing dari ekosistem tersebut memiliki manfaat atau tujuan tersendiri. Dan berikut
adalah manfaat dari salah satu ekosistem buatan yaitu ekosistem waduk.

1. Untuk Tenaga Listrik – Waduk dapat digunakan sebagai tenaga pembangkit listrik
dengan air. Dimana ada sebuah aliran yang berasal dari suatu tempat yang dialirkan
ke waduk ini. Dari aliran tersebut inilah yang nantinya akan digunakan untuk
menggerakan turbin atau kincir air untuk menghasilkan tenaga listrik.
2. Untuk Irigasi – Waduk juga dapat digunakan untuk irigasi. Dimana air yang ada
diwaduk dapat dialirkan ke beberapa tempat untuk pertanian, yang nantinya
diharapkan dapat meningkatkan hasil pertanian serta memudahkan para petani dalam
mencari sumber air ketika musim kemarau tiba.
3. Untuk Rekreasi – Waduk juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana rekreasi. Dimana
Anda dapat menikmati pemandangan yang indah disekitar waduk, melakukan
kegiatan memancing apabila dalam sekitaran waduk tersebut dibuat tempat khusus
untuk membudidayakan ikan serta juga dapat pula menikmati sekeliling waduk
dengan menaiki kapal apabila disediakan.  
4. Sumber Air Minum – Selain digunakan untuk irigasi, waduk juga dapat digunakan
sebagai sumber air minum. Sebelum layak diminum, tentunya harus melalui beberapa
proses untuk dapat diminum seperti proses filter dan membunuh komponen yang
dapat menyebabkan penyakit dengan cara mendidihkan air tersebut. ( baca : Manfaat
Air bagi Kehidupan Manusia )
5. Budidaya Ikan – Waduk juga dapat dijadikan sebagai tempat budidaya ikan,
terutama untuk ikan yang spesiesnya hampir punah. Budidaya ikan ini tujuannya
selain untuk memperbanyak spesies juga bertujuan untuk meningkatkan hasil
perikanan di Indonesia.

Dampak Ekosistem Waduk

Selain memiliki manfaat bagi masyarakat, ternyata ekosistem waduk ini juga memiliki
dampak buruk dalam lingkup sosial maupun lingkungan.

Dampak bagi Sosial

1. Terjadi Transmigrasi – Beberapa waduk yang dibuat oleh masyarakat merupakan


tempat untuk singgah bagi masyarakat lain. Apabila waduk tersebut akan dibuat,
secara otomatis masyarakat yang ada disekitaran tempat pembuatan tersebut akan
melakukan pengungsian ke tempat lain. Akan lebih baik lagi apabila masyarakat atau
pemerintah menyediakan tempat bagi warga yang tempat tinggalnya digusur untuk
pembuatan waduk.
2. Kenaikan Angka Pengangguran dan Kemiskinan – Masyarakat yang sebelumnya
berprofesi sebagai petani atau nelayan nantinya akan kehilangan pekerjaan mereka.
Hal ini disebabkan karena lahan mereka untuk mencari rezeki hilang dan dibuat
bendungan atau waduk tersebut. Akibatnya, banyak orang yang kehilangan mata
pencaharian, sehingga angka kemiskinan semakin naik. 
3. Wabah Penyakit – Waduk memang miliki komponen biotik maupun abiotik. Namun
dampak negatifnya adalah dapat berkembangnya suatu penyakit, misalnya adalah
demam berdarah yang disebabkan oleh nyamuk yang berkembang di aliran air yang
mengalir lambat.
4. Banjir Air – Bagi warga disekitar bendungan yang belum sempat atau bahkan tidak
memiliki tempat untuk tinggal, yang ditakutkan adalah ketika hujan deras yang dapat
membuat bendungan atau waduk tidak sanggup menahan air sehingga terjadi banjir.

Dampak bagi Lingkungan

1. Kualitas Air Menurun – Kualitas air dalam waduk dapat menurun sehingga tidak
dapat menjadi sumber utama masyarakat sekitar untuk mencukupi kebutuhan air
mereka. Hal ini terjadi karena adanya pembusukan hutan dan vegetasi yang tergenang
dalam waduk tersebut. Tindakan pemotongan dan pembakaran di kawasan hutan di
kawasan sekitar waduk ini tidak dapat mencegah masalah kualitas air.
2. Kesuburan Hilir Menurun – Pembangunan waduk nantinya akan mencegah endapat
air di sungai yang nantinya akan dibawa ke hilir dan laut. Padahal endapan yang
terdapat dalam air tersebut memiliki komposisi yang sangat tinggi untuk tanah.
Apabila endapan tersebut tidak ikut mengalir, maka bagian hilir pun tidak akan subur
dan dapat mempengaruhi pertumbuhan tumbuhan di sekitar waduk.
3. Sedimen menghilang dan terjadi erosi di daerah pantai – Hilangnya kadar
sedimen dari air yang berada di hilir akan menyebabkan erosi tanah di daerah pantai
atau delta. Hal ini terjadi karena hasil pada beban sediman di waduk bagian hilir
berkurang.

Contoh Kasus :

Menghidupkan Kembali Keseimbangan Ekosistem di Koto Panjang

Ketika menyebutkan nama Koto Panjang, informasi yang paling banyak didapatkan adalah
tentang Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Koto Panjang yang terletak di Kabupaten
Kampar, Riau. PLTA ini menghasilkan listrik berkapasitas 114 Megawatt yang dihasilkan
oleh tiga buah turbin dan menjadi pemasok sepuluh persen listrik untuk Pulau Sumatera.
Sumber tenaga penggerak turbin PLTA Koto Panjang adalah aliran air yang berasal dari
Sungai Kampar Kanan dan Sungai Batang Mahat, yang termasuk ke dalam Daerah Aliran
Sungai (DAS) Kampar (Sub DAS Kampar Kanan). Besarnya kapasitas listrik yang dihasilkan
oleh PLTA Koto Panjang cukup vital bagi kebutuhan listrik di Pulau Sumatera.

Namun kini debit air di bendungan Koto Panjang tidak stabil. Saat musim kemarau, debit air
berkurang drastis sehingga tidak mampu menggerakkan turbin. Akibatnya, pasokan listrik
berkurang dan terjadi pemadaman bergilir. Sedangkan ketika musim hujan tiba, permukaan
air di waduk akan melebihi debit normal yang mengakibatkan area di sepanjang sungai akan
rawan banjir.

Permasalahan tersebut muncul karena kondisi daerah resapan air di Koto Panjang sudah
sangat memprihatinkan. Luasan hutan berkurang secara signifikan dari 3.331 km 2 pada 1985,
menjadi 886,1 km2 pada 2014, atau sebanding dengan telah berkurangnya 73,40% luas hutan
yang ada sebelumnya. Penebangan hutan yang tidak terkendali, alih fungsi untuk perkebunan
kelapa sawit dan karet memengaruhi debit air di waduk. Bila kita melihat pemandangan
sekitar Koto Panjang dari udara, kebun-kebun sawit telah “mengepung” waduk tersebut.
Daerah resapan air pun tak lagi maksimal.

Selain permasalahan kritisnya daerah resapan air, pembangunan waduk Koto Panjang sendiri
telah menyimpan sejarah yang cukup kelam secara sosial maupun ekologi. Setidaknya ada 10
desa yang ditenggelamkan dalam pembuatan waduk Koto Panjang kala itu. Sepuluh desa
yang ditenggelamkan telah direlokasi ke sekitar waduk Koto Panjang.

Penggenangan waduk juga telah menghilangkan habitat terestrial (daratan) bagi satwa.
Lokasi Koto Panjang dulunya merupakan salah satu kantong Gajah Sumatera di Riau.
Adanya pembangunan waduk Koto Panjang menyebabkan gajah-gajah yang mendiami
daerah tersebut harus diselamatkan dengan memindahkannya ke beberapa tempat, salah
satunya ke PLG (Pusat Latihan Gajah) Minas. Seluruh ekosistem sungai pun ikut rusak dan
migrasi ikan serta spesies air tawar lainnya terganggu akibat kehadiran waduk.

Memang kondisi tidak bisa dikembalikan seperti awal mula. Namun, kita masih bisa
“menghidupkan” kembali keseimbangan ekosistem di Koto Panjang demi kesejahteraan
masyarakat dan kelestarian alam. Kawasan DAS memiliki fungsi-fungsi ekologis, sosial, dan
ekonomi yang sangat penting dan saling berkaitan. Pengelolaan DAS harus terintegrasi
sebagai suatu kesatuan dari hulu hingga hilir, termasuk daerah tangkapan hujan.

Salah satu kegiatan rehabilitasi yang akan dilakukan oleh WWF-Indonesia di Koto Panjang
adalah dengan restorasi hutan di sekitar waduk untuk memperbaiki daerah resapan air yang
rusak. Dalam melakukan rehabilitasi ini, WWF akan melibatkan masyarakat lokal untuk
kegiatan penanaman pohon serta berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat.
Restorasi lahan di Koto Panjang yang disertai dengan mitigasi sedimentasi ini juga akan
memperbaiki debit air dan meningkatkan kualitas air di daerah aliran sungai.

Selain untuk menghidupkan kembali keseimbangan ekosistem di Koto Panjang, kegiatan


penanaman pohon tersebut juga akan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar
yang akan menanam, merawat, dan memonitor perkembangannya untuk memastikan pohon
tumbuh dengan baik. Penyelamatan daerah resapan air Koto Panjang memerlukan kerja sama
dari semua pihak lintas sektor. Anda pun dapat turut melakukannya.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ekosistem adalah tatanan dari satuan unsur-unsur lingkungan hidup dan kehidupan
(Biotik maupun Abiotik) secara utuh dan menyeluruh yang saling mempengaruhi dan saling
tergantung dengan yang lainnya. Ekosistem mengandung keanekaragaman jenis dalam suatu
komunitas dengan lingkungannya yang berfungsi sebagai suatu satuan interaksi kehidupan
dalam alam. Departemen Kehutanan (1997)

Ekosistem buatan adalah suatu ekosistem yang dibentuk dengan sengaja oleh
manusia. contohnya seperti ekosistem waduk, ekosistem sawah, ekosistem perkebunan,
ekosistem pemukiman, dan ekosistem tambak.

Ekosistem waduk adalah ekosistem buatan yang berupa bangunan penahan atau
penimbun air yang digunakan untuk berbagai kebutuhan manusia dimana dalam proses
pembuatannya manusia memiliki peran yang sangat besar.

Setiap ekosistem yang terbentuk, baik itu secara alami ataupun buatan tentunya
masing-masing dari ekosistem tersebut memiliki manfaat atau tujuan tersendiri. Selain
memiliki manfaat bagi masyarakat, ternyata ekosistem waduk ini juga memiliki dampak
buruk dalam lingkup sosial maupun lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai