Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, atas anugrah hidup dan kesehatan yang telah
kami terima, serta petunjuk-Nya sehingga memberikan kemampuan dan
kemudahan bagi kami dalam penyusunan makalah ini.
Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekologi. Kami
membuat makalah ini dengan mengutip dari berbagai sumber (Jurnal) untuk
memenuhi kelengkapan makalah.
Demikian pengantar dari kami semoga makalah yang kami buat ini dapat
bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan penyusun pada khususnya.
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………...…………………………………i
DAFTAR
ISI…………………………………...……………………………..Error!
Bookmark not defined.
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………1
1.1.Latar Belakang………………………………………………………...…1
1.2.Rumusan Masalah………………………………………………………..1
1.3.Tujuan
Penulisan………………………………………………....………Error!
Bookmark not defined.
1.4.Manfaat…………………………………………………………………..5
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………..3
2.1.Pengertian Ekologi Global……..…………………………………………3
2.2 Krisis Ekologi….………………………………………………………….5
2.3 Gradien Lintang………………………………………………………….8
BAB III PENUTUP........................................................................................11
3.1.Kesimpulan……………………………………………………………...11
3.2.Saran…………………………………………………………………….11
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………….1Error!
Bookmark not defined.
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berbicara tentang ekologi, ekologi berasal dari kata Yunani yang berarti;
Oikos dan Logos. Oikos artinya: tempat tinggal dengan segala penghuninya,
sementara Logos artinya: ajaran, pengetahuan dan ilmu. Ekologi secara bahasa
(etimology) berarti pengetahuan tentang cara mengatur tempat tinggal.
Menurut Arne Naess, krisis ekologi global yang dialami manusia secara
mendasar bersumber pada kesalahan fundamental–filosofis dalam pemahaman atau
cara pandang manusia mengenai dirinya, alam, dan tempat manusia dalam
keseluruhan ekosistem. Manusia keliru memandang alam, dan keliru menempatkan
diri dalam konteks alam semesta seluruhnya. Sehubungan dengan itu, dalam rangka
mengatasi krisis ekologi, maka pembenahannya harus pula menyangkut
pembenahan cara pandang dan perilaku manusia dalam berinteraksi, baik
dengan alam maupun dengan manusia lain dalam keseluruhan ekosistem. Di samping
3
kesalahan fundamental filosofis, krisis ekologi global juga terjadi akibat kesalahan
fundamental praksis.
4
1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang akan kami bahas dalam rumusan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Apa perngertian dari Ekologi Global?
2. Bagaimana Krisis Ekologi Global?
3. Apa itu Gradien Lintang?
1.3 Tujuan Penulisan
Ada pun tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengertian Ekologi Global
2. Untuk mengetahui Krisis Ekologi Global
3. Untuk mengetahui Gradien Lintang
1.4 Manfaat
Pembuatan makalah mengenai ekologi global agar pembaca terutama penulis
dapat mengetahui mengenai ekologi global. Serta kita dapat menetahui krisis-krisis
yang terjadi dalam ekologi global yang dapat menyebabkan kerusakan yang parah
bagi lingkungan. Kita sebagai Mahasiswa/mahasiswi hendaklah menjaga kelestarian
alam dengan menjaga ekologi global dengan baik.
5
BAB 2
PEMBAHASAN
Sehingga alam disiplin ekologi terdapat segmentasi kajian antara lain, peranan
dan perilaku manusia akan dipelajari secara khusus dalam ekologi manusia, begitu
juga dengan binatang dan tumbuh-tumbuhan akan dikaji dalam segmen kajian
ekologi secara khusus sesuai ruang lingkupnya. Peran ilmu ekologi. Meningkatnya
krisis ekologi global dewasa ini, telah menjadi sentral isu dunia. Dampak kerusakan
lingkungan telah lama dirasakan penduduk di berbagai belahan negara di dunia, tidak
6
hanya negara maju, negara berkembang dan miskin pun ikut merasakan hal serupa.
Adanya ancaman akan datangnya bahaya dan bencana yang sewaktu waktu bisa
“meluluhlantahkan” perdaban manusia akan sangat sulit dibendung oleh keserakahan
manusia. Hal itu terjadi akibat kerusakan lingkungan, eksploitasi alam yang kelewat
batas, serta penggunaan teknologi yang tidak ramah lingkungan, ditambah lagi
dengan faktor alam itu sendiri yang selalu dieksploitasi.
7
peranan penting dalam merespon permasalahan lingkungan hidup internasional.
Respon terhadap permasalahan lingkungan global berfokus pada perkembangan dan
implementasi dari rezim lingkungan hidup internasional. Secara khusus makna
lingkungan hidup itu sendiri yaitu seluruh kondisi eksternal yang mempengaruhi
kehidupan dan peranan organisme.
Karst Gunung Sewu merupakan salah satu kawasan dengan bentang alam
unik yang ditetapkan sebagai bentuk alam warisan dunia (World International
Heritages). Keberadaan bentang alam yang merupakankarunia Tuhan Yang Maha Esa
ini menyimpan banyak potensi, sehingga patut disyukuri sekaligus dikelola dengan
tepat. Perbukitan Karst Gunung Sewu di Kabupaten Gunung kidul terbentang pada
zona Selatan kabupaten yang memiliki total wilayahseluas 1.485,36 km2. Hampir
seluruh wilayah di Kabupaten Gunung kidul, baik di zona Utara (Perbukitan Batu
ragung), zona Tengah (Ledok Wonosari), dan zona Selatan (Perbukitan Karst Gunung
Sewu) memiliki kekayaan alam berupa bahan tambang galian golongan C. Hal yang
menjadi membingungkan adalah bahan tambang berupa batuk apur tersebut telah
mengalami proses pelarutan yang berlangsung ribuan tahun yang kemudian
membentuk system goa dan sungai bawah tanah yang dikenal sebagai topografi karst.
8
Masyarakat yang belum mengerti mengenai kawasan tersebutakan berpandangan
bahwa karst merupakan kawasan gersang, tandus, sulit air dan prasarana kurang
memadai serta tidak menarik. Pada kenyataannya, kawasan karst menyimpan banyak
sekali potensi yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Pada
dasarnya, karst bukan kawasan pertambangan karena merupakan daerah penyangga
ketersediaan air. Kawasan Perbukitan Karst Gunung Sewu merupakan geopark di
Kabupaten Gunung kidul yang telah ditetapkan menjadi salah satu GGN (Global
Geopark Network).
Meningkatnya krisis ekologi global dewasa ini, telah menjadi sentral isu
dunia. Dampak kerusakan lingkungan telah lama dirasakan penduduk di berbagai
belahan negara di dunia, tidak hanya negara maju, negara berkembang dan miskin
pun ikut merasakan hal serupa. Adanya ancaman akan datangnya bahaya dan bencana
yang sewaktuwaktu bisa “meluluhlantahkan” perdaban manusia akan sangat sulit
dibendung oleh keserakahan manusia. Hal itu terjadi akibat kerusakan lingkungan,
eksploitasi alam yang kelewat batas, serta penggunaan teknologi yang tidak ramah
lingkungan, ditambah lagi dengan faktor alam itu sendiri yang selalu dieksploitasi.
Isu ancaman global telah membuat prihatin bagi para ilmuwan dan pakar di
dunia. Mereka pun menyerukan dengan berbagai isu tentang “kelestarian lingkungan
9
dan keseimbangan ekologi”, dengan kemasan isu “pembangunan berwawasan
lingkungan tahun 1972 pada konferensi Stockholm (Stockholm Conferency),
teknologi ramah lingkungan, anti nuklir,anti polusi dan pencemaran dan anti illegal
loging”. Masalah ini mengancam kesejahteraan manusia bahkan kelangsungan hidup,
sehingga masalah itu ramai diperdebatkan oleh para pakar dan ilmuwan, kaum politik
dan masyarakat umum.
10
Terjadinya berbagai peristiwa bencana alam tersebut dalam perspektif politik
ekologi dan historis merupakan persoalan kompleks yang tidak terjadi secara instan,
tetapi menyangkut kebijakan politik nasional jauh sebelum terjadinya berbagai
peristiwa bencana yang terjalin juga dengan kekuatan-kekuatan ekonomi global.
Bencana alam di berbagai tempat dan waktu terjadi antara lain karena ketidak
setimbangan bahkan kerusakan ekosistem dan itu merupakan akibat dari pelaksanaan
pembangunan yang berideologi pertumbuhan ekonomi (economic growth), lebih
menekankan pada capaian target-target pertumbuhan ekonomi bagi pemenuhan
kebutuhan sekarang tanpa memperhitungkan kebutuh Fakta historis menunjukkan
bahwa negaranegara berkembang secara gencar menggalakan revolusi hijau melalui
intensifikasi pertanian yang didukung oleh penggunaan teknologi moderen dan
skenario global ini terbukti berhasil meningkatkan produksi pertanian secara
maksimal, tetapi juga terbukti memberi kontribusi bagi terjadinya degradasi
lingkungan (Pingali, 1989).
Selain itu, sumber-sumber daya alam lainnya seperti hutan dan tambang,
dalam rangka pemenuhan kebutuhan bahkan ambisi manusia sekarang juga
dieksplorasi dan dieksploitasi secara maksimal.Oleh karena itu, kerusakan ekosistem
di berbagai tempat dan kawasan telah menjadi ancaman yang serius bagi
kelangsungan kehidupan umat manusia. Berkaitan dengan semakin meluasnya
kerusakan ekologi global tersebut mendorong timbulnya gerakan-gerakan sosial
lingkungan yang mulai merebak sejak 1970-an. Ancaman kerusakan paling serius
terutama menimpa pada segmen yang paling lemah dalam penguasaan sumber daya
ekonomi dan kekuasaan, yaitu pedesaan/lokal yang mencakup komunitas dan
ekologinya.
11
produk hukum, pemerintah tampak lebih berpihak pada pemilik modal sebagaimana
tercermin dalam UU No.5/1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan dan
UU No. 11/1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan.Dengan berbagai
kebijakan itu posisi masyarakat lokal semakin lemah dan semakin tidak berdaya
dalam menghadapi kekuatan kekuasaan (pemerintah) dan pemodal (kapitalis asing
maupun dalam negeri).
12
bersifat lokal, tetapi mereka sering kali memiliki jaringan yang bersifat nasional
bahkan internasional. Fenomena penguatan sektor ketiga ini (civil society
organization (CSO)/civil society association (CSA), LSM) merupakan kekuatan
gerakan sosial baru yang menguat sejak dirasakan gejala deep distrust terhadap
organisasi politik konvensional seperti negara, birokrasi dan lembaga perwakilan
rakyat. Secara simultan, sains menjadi penyebab munculnya berbagai ancaman di
muka bumi, seperti timbulnya berbagai konsekuensi ekologis akibat aktivitas industri
atau akibat pengembangan teknologi rekayasa genetik yang tidak terkendali. Namun,
pada saat yang sama, pada sains pula kita terpulang untuk memahami ancaman-
ancaman itu serta merumuskan cara-cara menghadapinya.
Žižek, filsuf Slovenia yang memperoleh sebutan Elvis-nya teori kebudayaan
ini, menyebut ancaman ekologis itu sebagai salah satu simptom yang menandai
bahwa kita kini hidup di akhir sejarah. Sejarah apa? Sejarah demokrasi liberal
kapitalisme yang tidak lagi mampu mengatasi berbagai krisis yang disebabkan
olehnya dirinya sendiri.Sementara sains, biang berbagai krisis umat manusia kini,
benar-benar bersangkutan dengan modal dan kapitalisme.
Selain krisis ekologi, Žižek, filsuf yang juga dijuluki sebagai academic rock
star ini, menyebutkan ada tiga krisis lainnya, yaitu berbagai masalah yang muncul
akibat revolusi biogenetik; persoalanpersoalan yang terkait dengan hak milik
intelektual atau distribusi atas apa yang disebut sebagai common goods; serta
problematika yang ditimbulkan oleh munculnya kelompok-kelompok sosial baru
(social divisions) atau yang disebut juga sebagai new forms of apartheid.
Žižek membayangkan keempat krisis itu sebagai four horsemen of the
apocalypse, sebuah penggambaran dalam Kitab Wahyu Perjanjian Baru tentang
penetapan hari akhir yang disimbolisasikan melalui empat penunggang kuda, yang
masing-masing melambangkan penaklukan (conquer), peperangan (war), kelaparan
(famine), dan kematian (death). Empat perlambang ini pula yang digunakan Žižek
untuk menyebutkan isyarat berakhirnya suatu masa.Namun, Living in the End Times
bukan berisi cerita ihwal hancurnya alam semesta atau ramalan tanda-tanda akhir
13
zaman menuju kiamat besar.Buku ini mendedah persoalan-persoalan tak terselesaikan
pertanda berakhirnya kapitalisme global. Inilah argumen utama Žižek dalam Living
in the End Times; kapitalisme global telah mendekati ajalnya menuju ke titik nol
(apocalyptic zero-point) akibat keempat krisis yang tidak mampu diatasinya.
Sungguh pun demikian, sebagian besar orang tampaknya enggan berbicara
perihal kapitalisme.Orang-orang lebih tertarik mendiskusikan kehancuran alam
semesta akibat bencana ekologi daripada membincang sekelumit perubahan dalam
kapitalisme. Ini juga karena kemampuan sistem ini yang memiliki mekanisme K risis
E kologi dan A ncaman B agi K apitalisme naturalisasi dan netralisasi sehingga
kapitalisme tidak dipandang sebagai persoalan. Istilah kapitalisme ini juga telah
disingkirkan jauh-jauh oleh para politisi, penulis, jurnalis, bahkan ilmuwan sosial;
kadangkala cukup diganti dengan istilah “ekonomi” saja. Gerakan anti-globalisasi
pun masih berada pada aras yang sama karena kritik kapitalismenya malah
ditranformasikan ke dalam kritik imperialisme. Saat orang berwacana tentang
globalisasi dan agen-agennya, musuhmusuhnya justru dieksternalisasi, yang secara
vulgar dimanifestasikan dalam gerakan anti-Amerikanisme, sebut Žižek.
Bentuk ekologi saat ini adalah ekologi yang didasari rasa takut; takut akan
terjadinya bencana yang akan memorakporandakan kehidupan manusia; ketakutan
yang memaksa kita harus membuat perencanaan untuk memperhitungkan bagaimana
melindungi diri kita dari berbagai ancaman (respon untuk adaptasi dan mitigasi
perubahan iklim, misalnya). Walhasil, ketakutan ideologis ini dapat menjadi bentuk
ideologi kapitalisme global baru.Dengan mengutip Marx, Žižek menyebut ekologi
sebagai candu baru bagi masyarakat.Ia melenakan diri kita dari persoalan yang lebih
mendasar; bahwa krisis ekologi itu merupakan bagian dari antogonisme kapitalisme.
Ekologi telah menggantikan fungsi mendasar yang diemban oleh agama dulu;
memiliki otoritas kebenaran pengetahuan yang tidak perlu dipertanyakan. Yang
diajarkan dari sini adalah bahwa kita bukanlah subjek Cartesian yang terpisah dari
realitas, manusia adalah bagian dari biosfer, alam yang kita manfaatkan saat ini
adalah pinjaman dari anak cucu kita karena itu bumi tempat kita berpijak mesti
14
diperlakukan dengan penuh rasa hormat sebagai sesuatu yang suci, yang penuh
misteri, dan sebagai kekuatan yang mesti kita percaya, bukan kita dominasi. Jika kita
tidak mampu menjaga keseimbangan alam maka akan terjadi kekacauan. Para aktivis
lingkungan menuntut kita mengubah secara radikal cara hidup kita, tetapi di balik
tuntutan itu mengandung keraguan yang mendalam akan suatu perubahan atau
kemajuan; bahwa setiap perubahan radikal akan memicu terjadinya melapetaka.
Keraguan inilah, menurut Žižek, yang menjadikan ekologi sebagai kandidat ideologi
hegemonik yang paling ideal, yaitu semenjak ia mengumandangkan keraguan anti-
totalitarian-pascapolitik terhadap suatu gerakan kolektif. Inilah problem pertama yang
menyingkapkan bahwa kita kini tinggal di akhir masa (living in the end times).
15
2.3 Gradien Lintang
16
Kontemporer iklim dapat membatasi jumlah individu dan karenanya jumlah
spesies atau sebagai alternatif dapat membatasi jumlah penjajah sukses dari benua
terdekat. Menariknya, sampai saat ini belum ada upaya yang dilakukan untuk
menggabungkan peran iklim, area dan isolasi secara konsisten secara global model
kekayaan tanaman di pulau-pulau. . Baru-baru ini, Kalmar & Currie (2006)
memaparkan model keanekaragaman burung itu menggabungkan aspek teori
MacArthur dan Wilson dengan teori energi spesies. Menganalisis hubungan antara
beberapa karakteristik pulau abiotik dan kekayaan burung 346 pulau di seluruh dunia,
model global mereka diperhitungkan 85–90% variasi yang diamati dalam kekayaan
spesies.
Ada keyakinan lama bahwa organisme mikroba memiliki jumlah tak terbatas
kemampuan penyebaran, karena itu ada di mana-mana, dan menunjukkan keragaman
latitudinal yang lemah atau tidak ada gradien. Sebaliknya, dengan menggunakan set
data diatom air tawar global, kami menunjukkan bahwa latitudinal gradien dalam
kekayaan genus lokal dan regional hadir dan sangat asimetris antara keduanya
belahan otak. Pada skala regional hingga global, faktor sejarah menjelaskan lebih
banyak faktor mengamati pola geografis dalam kekayaan genus dari pada lingkungan
kontemporer kondisi. Bersama-sama, hasil ini menekankan pentingnya penyebaran
dan migrasi dalam penataan komunitas diatom di skala regional hingga global.
Pertama kali dijelaskan pada tahun 1937 dari kasus penyakit demam di
Uganda,Virus West Nile (WNV) menyebabkan wabah yang jarang terjadi terkait
dengan penyakit demam ringan dari tahun 1950 sampai 1980-an di Israel, Mesir,
India, Prancis, dan Afrika Selatan. Wabah pertama penyakit neuroinvasive yang
disebabkan oleh WNV (WNND) dilaporkan di antara para manula di Israel pada
tahun 1957. WNV adalah virus yang beragam secara genetik dan geografis. Empat
atau lima garis keturunan WNV yang berbeda telah diusulkan berdasarkan analisis
filogenetik dari isolat yang diterbitkan [3, 68-73]. Genom mereka berbeda satu sama
lain lebih dari 20–25% dan berkorelasi baik dengan titik geografis isolasi.
17
Sifat global dan ‘lintas batas’ dari organisasi dan gerakan lingkungan ini juga
menimbulkan konsekuansi yang luar biasa bagi masyarakat lokal, di mana gerakan
lingkungan itu beroperasi atau melakukan kegiatan. Dalam hal ini Forsyth (2003)
mengemukakan bahwa organisasi-organisasi lingkungan sering kali menjadi
tantangan yang potensial bagi jaringan kekuasaan yang dalam hal ini adalah
pemerintah (tentu saja pemerintah yang ‘tidak ramah lingkungan’).
Mereka beroperasi pada tingkat lokal, namun bila perlu mereka juga terlibat
dalam berbagai persoalan ancaman lingkungan pada tingkat global. Kelompok seperti
BioregionalRevolution diharapkan mampu menjembatani berbagai perbedaan
kepentingan antara industri yang mengeksploitasi sumber daya alam dengan berbagai
kelompok yang menghendaki pelestarian alam. Masalah seperti ini akan menjadi
salah satu problem utama pada abadXXI.
18
Adanya revolusi industri hasil buatan negara-negara maju masuk di dunia
ketiga telah merubah semuanya. Oleh karena itu, timbul apa yang disebut “teknologi
buldozer” dengan ciri-ciri teknologi pendobrak alam, teknologi yang sangat
bergantung pada minyak bumi dan bahan tambang tersebut tidak bisa diperbarui,
pembaruan metode pengolahan tanah dan penemuan varietas bibit unggul, anjuran
penggunaan paket insektisida dan pestisida hasil rekayasa industri sebagai racun
pembasmi hama, dan penggunaan pupuk kimia telah menjadikan “candu” bagi
kesuburan tanah dan tanaman.
19
Secara umum iklim di kepulauan Indonesia adalah iklim tropika basah yang
dicirikan oleh suhu dan kelembaban yang tinggi sepanjang tahun. Menurut Schmidt
dan Fergusson yang mengklasifikasikan tipe hujan berdasarkan bulan basah dan
bulan kering, Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo termasuk ke dalam daerah
dengan tipe hujan kelas A dimana 11 hingga 12 bulan dalam setahun curah hujan
rata-rata adalah > 100 mm per bulan dan hanya satu bulan yang memiliki curah hujan
rata-rata < 60 mm. Rata-rata curah hujan tahunan pada kedua kabupaten adalah antara
2149 hingga 3012 mm.
Karakteristik dan sifat tanah merupakan fungsi dari bahan induk, iklim, relief,
vegetasi dan stabilitas lanskap selama tanah dibentuk. Secara umum tanah di
bahagian timur Pulau Sumatera didominasi oleh jenis hidromorfik alluvial, daerah
rawa di bahagian timur jambi, Riau dan Sumatera Selatan dan juga Aceh bagian
barat, sumatera utara bagian selatan dan barat daya sumatera barat didominasi oleh
jenis organosol, sedangkan dataran rendah sumatera didominasi oleh podzolik merah
kuning yang berasal dari berbagai bahan induk.
Kondisi lingkungan sebagai hal yang biasa dipahami di dunia bisnis yang
disebut dengan Green is now mainstream. Ecoliteracy membuat berbagai pihak
memiliki pengetahuan tentang lingkungan sehingga timbul keinginan untuk terlibat
dalam menjaga lingkungan yang diawali dengan gerakan konsumerisme global untuk
20
menyadarkan konsumen akan hak-hak mereka untuk mendapatkan produk yang layak
dan aman. Adanya gerakan tersebut, setiap individu harus memberikan kontribusi
dalam kegiatan menyelamatkan bumi dari bencana lingkungan yang menakutkan
karena telah mendapatkan informasi yang cukup dalam kehidupan sehari-hari, baik
dari pihak konsumen dengan cara melakukan pembelian hijau (green purchasing)
ataupun dari pihak produsen dengan cara melakukan pemasaran hijau (green
marketing).
21
pengertian word of mouth lebih mengacu pada pertukaran komentar, pemikiran,atau
ide-ide antara dua orang atau lebih, dan bukan merupakan sumber pemasaran.
Kesimpulan yang dapat diambil dari tiga definisi tersebut bahwa Word of Mouth
adalah suatu bentuk komunikasi secara pribadi yang mempunyai tujuan untuk
memberi informasi atau mempengaruhi orang lain agar menggunakan produk atau
jasa dari suatu organisasi tertentu.
Sebagian besar dari semua spesies tanaman di seluruh dunia adalah terbatas
pada pulau. Sekitar 70.000 spesies tanaman vascular adalah endemik ke pulau-pulau -
sekitar seperempat dari yang diketahui spesies yang masih ada (G. Kier, data tidak
dipublikasikan). Di sisi lain Sebaliknya, pulau-pulau pada umumnya dianggap kurang
beragam dibandingkan dengan daratan yang berdekatan (Whittaker &
Ferna'ndezPalacios 2007). Namun, lima dari 20 pusat global kekayaan spesies
tanaman mewakili pulau atau bagian dari pulau (Barthlott et al. 2005). Biota pulau
berada di bawah ancaman parah karena hilangnya habitat dan perubahan iklim dan
khususnya rentan terhadap invasi biologis (Rejma'nek 1989; Sax et al. 2002; Pysek &
Richardson 2006; Buckley & Jetz 2007). Karena tingginya tingkat endemisme
ekosistem pulau dan tingkat ancaman yang cukup besar yang mereka hadapi,
sembilan di antaranya 25 hotspot keanekaragaman hayati global mencakup pulau atau
archipelagos (Myers et al. 2000).
Sampai saat ini, pola kekayaan pulau secara global hanya kurang
terdokumentasi. Studi skala global terbaru tentang pabrik keanekaragaman terutama
berfokus pada wilayah benua dan termasuk hanya sejumlah kecil pulau besar (mis.
Barthlottet al. 2005; Kreft & Jetz 2007). Akibatnya, pengetahuan kita tentang pola
spasial, penentu inti dan proses ekologis dan evolusi yang mendasari tanaman insular
keragaman sampai saat ini sangat tergantung pada skala lokal atau regional studi
(mis. Johnson & Simberloff 1974; Connor & Simberloff 1978; Harga 2004; Cody
22
2006). Namun baru-baru ini analisis keanekaragaman daratan telah menyoroti
pentingnya pendekatan skala global untuk mengurai wilayah kekhasan dari tren
global universal (Kreft & Jetz 2007). Tetapi beberapa studi di skala geografis yang
lebih luas sampai saat ini telah dibatasi oleh ukuran sampel (Wright 1983; Hobohm
2000).
Setelah lebih dari dua abad meneliti pulau, intinya driver lingkungan dan
sejarah dan masing masing peran kekayaan spesies pulau masih kontroversial. Kuat
hubungan antara wilayah dan kekayaan umumnya diamati baik di pulau-pulau dan
daratan (Arrhenius 1921; Preston 1962; Connor & McCoy 1979; Rosenzweig 1995),
tetapi ada banyak perbedaan pendapat tentang sang jenderal bentuk hubungan
spesies-daerah dan matematika dan interpretasi ekologis (Lomolino 2000; Lomolino
& Weiser 2001; Williamson et al. 2001; Tjorve 2003). Tiga
Ecology Letters, (2008) 11: 116–127 doi: 10.1111 / j.1461-
0248.2007.01129.x 2007 Blackwell Publishing Ltd / CNRS kategori luas mekanisme
potensial yang terkait dengan pengaruh daerah dapat dibedakan. Pertama, area yang
lebih luas biasanya menampung sejumlah besar individu karena mereka menyediakan
lebih banyak sumber daya dan energi yang mungkin secara langsung diterjemahkan
ke dalam jumlah spesies yang lebih tinggi (Preston 1962; MacArthur & Wilson 1967;
Wright 1983). (Preston 1962; MacArthur & Wilson 1967; Wright 1983). Kedua, lebih
besar daerah umumnya mengandung lebih banyak habitat yang berbeda
meningkatkan pergantian spesies lokal dan regional (Williams 1964). Ketiga, area
yang lebih luas mungkin memiliki potensi yang lebih tinggi spesiasi in situ
(Lomolino 2001). Semua mekanisme ini tidak harus saling eksklusif tetapi
kepentingan relatif mereka atau bagaimana mereka berinteraksi adalah masalah
perdebatan yang sedang berlangsung.
Model kekayaan spesies pulau yang paling populer adalah Teori
Keseimbangan Biogeografi Pulau (MacArthur & Wilson 1967), yang mengusulkan
bahwa angka keseimbangan
23
spesies di suatu pulau adalah fungsi dari tingkat yang berlawanan imigrasi dan
kepunahan. Dua kekuatan pendorong ini masuk akumulasi dan pergantian spesies
terkait dengan dua spesies utama Atribut pulau: daerah dan isolasi. MacArthur dan
Model Wilson telah banyak merangsang penelitian pulau-pulau samudera serta pada
sistem seperti pulau lainnya (mis. puncak gunung, fragmen habitat dan cagar alam;
misalnya Brown 1971; Harris 1984). Di antara keberatan yang dimiliki telah
diangkat, kekurangan dari rumusan Equilibrium Theory adalah kurangnya penerapan
global (lihat Whittaker & Ferna´ndez-Palacios 2007 untuk ulasan komprehensif).
Pemahaman skala global tentang jumlah spesies di pulau-pulau secara
signifikan maju oleh Wright (1983) yang dianalisis keanekaragaman angiosperma
dari 24 pulau bunga yang mencakup kisaran di Indonesia ukuran area dari 12.000
hingga 7 juta km2. Dia mengganti area variabel dalam model daya spesies-area
hubungan dengan ukuran total energi yang tersedia dan ditemukan korelasi yang
sangat tinggi dengan kekayaan spesies. Nya pekerjaan mani telah sangat
memengaruhi banyak penelitian lain hubungan skala makro antara iklim kontemporer
dan kekayaan spesies daratan (mis. Currie 1991; Hawkins et al. 2003; Currie et al.
2004; Kreft & Jetz 2007), tetapi secara mengejutkan hanya berdampak kecil pada
biogeografi pulau (tapi bandingkan Kalmar & Currie 2006). Kontemporer iklim dapat
membatasi jumlah individu dan karenanya jumlah spesies atau sebagai alternatif
dapat membatasi jumlah penjajah sukses dari benua terdekat. Menariknya, sampai
saat ini belum ada upaya yang dilakukan untuk menggabungkan peran iklim, area dan
isolasi secara konsisten secara global model kekayaan tanaman di pulau-pulau. .
Baru-baru ini, Kalmar & Currie (2006) memaparkan model keanekaragaman burung
itu menggabungkan aspek teori MacArthur dan Wilson dengan teori energi spesies.
Menganalisis hubungan antara beberapa karakteristik pulau abiotik dan kekayaan
burung 346 pulau di seluruh dunia, model global mereka diperhitungkan 85–90%
variasi yang diamati dalam kekayaan spesies.
Dalam penelitian ini, kami menganalisis kekayaan spesies asli Kalimantan
tanaman vaskular dari 488 pulau di seluruh dunia dan hubungannya dengan
24
karakteristik pulau abiotik. Untuk mengidentifikasi perbedaan efek dari penentu
keragaman diduga antar pulau dan daratan, kami membandingkan kekayaan spesies
pulau flora dengan kumpulan data global 970 flora daratan. Secara khusus, kami
meneliti pengaruh masing-masing daerah, isolasi geografis, iklim kontemporer,
topografi dan geologi pulau menggunakan pemodelan non-spasial dan spasial teknik.
METODE
Data keanekaragaman
Berdasarkan ulasan literatur yang lengkap, kami berkumpul data kekayaan
spesies untuk tanaman vaskular (pakis, gimnospermae) dan angiospermae) untuk 488
pulau di seluruh dunia (Gbr. 1a). Sumber untuk kekayaan spesies adalah flora pulau,
daftar periksa dan kompilasi. Kepulauan didefinisikan sebagai daratan yang lebih
kecil dari Australia yang dikelilingi oleh lautan. Pulau air tawar mayat tidak
dimasukkan. Kami hanya mempertimbangkan jumlah spesies asli per pulau dan
dikecualikan dibudidayakan atau invasive jenis. Jika kita menemukan nomor spesies
yang berbeda untuk satu dan pulau yang sama, kami biasanya menggunakan yang
lebih baru referensi berhipotesis bahwa referensi yang lebih muda mencerminkan
tingkat pengetahuan floristik dan taksonomi yang lebih lengkap. Pulau-pulau yang
dirangkai dalam kumpulan data ini mencakup luas
berbagai ukuran area, iklim, tipe geologi dantingkat isolasi geografis yang berbeda.
Sebagian besar daripulau-pulau mewakili daratan tunggal. Hanya dalam beberapa
kasus, sebagian besar untuk atol, pulau mungkin terdiri dari banyak pulau berbagi
asal geologis yang sama.
25
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Di dalam penulisan makalah ini saran yang dapat kami berikan selaku
penyusun makalah ini yaitu dengan mengetahui betapa pentingnya menjaga
kelestarian ekologi global. Tidak hanya manusia namun semua makhluk hidup, jadi
kami sangat mengharapkan agar mahasiswa dan mahasiswi turut serta dalam menjaga
kelestarian ekologi global.
26
DAFTAR PUSTAKA
27
Eckersley, R, “Green Theory” dalam Dunne, Tim, Milja Kurki dan Steve Smith,
International Relation Theories; Discipline and Diversity, (London : Oxford
University Press, 2006).
Burchill, S dan Linklater, Andrew, Teori-Teori Hubungan Internasional, terj. M.
Sobirin, (Bandung : Nusa Media, 1996).
Arifin, zainul. Dkk. Pengaruh Word of Mouth dan Ecoliteracy Terhadap Green
Purchasing (Survei pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Administrasi Prodi
Administrasi Universitas Brawijaya Malang Angkatan 2010/2011 dan 2011/2012
Pengguna Produk Tupperware). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)| Vol. 17 No.
2.Desember 2014.
28