Anda di halaman 1dari 21

TUGAS PENGGANTI PRESENTASI,

PERBAIKAN NILAI DAN ABSEN

Mata Kuliah: Ekonomi Mikro

Disusun Oleh:

Nama : Maria Eka C.A.

NIM : 2013121064

Semester / Ruang : II / 322

FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM STUDI EKONOMI AKUNTANSI

UNIVERSITAS PAMULANG

2014
31

Menggambarkan pergerakan nilai fungsi terkait dengan perubahan asset-asset financial

yang mereka miliki.

Sumber: Kahneman and Tversky (1979)

Gambar 2.1

Ekspektasi Utilitas berdasarkan Prospect Theory

Berdasarkan prospect theory, perilaku manjemen dalam pengelola resiko berhubunga

dengan perilaku mengenai prospect untung atau rugi (Kahneman and Amos Tversky;

1979):

1. Risk taker ketika manajemen akan mulai merasakan kerugian, manajemen akan

menjual bank yang tdak efisien untuk menutupi kerugiannya,

2. Risk averse, ketika mulai untung, manajemen akan memproteksi keuntungannya,

biasanya dengan menjual sekuritas atau bukti utang lainnya.

3. Usaha dan energy yang akan dikeluarkan itu akan lebih besar pada saat dirasakan

akan mulai rugi dibandingkan pada saat untung. Hal ini seperti digambarkan pada

peraga atau Gambar 2.1. tesebut.


32

Sehubungan dengan teori principal-agent, principal yang menganut prospect theory

ini akan cenderung percaa kepada manager jika bank nya terus untung dan kemudian

principal akan memberikan kompensasi yang cukup tinggi kepada manajer tesebut.

Sebaliknya jika bank mengalami kerugian, principal cenderung tidak akan percaya

tehadap manajer dan akan memotong atau tidak akan memberikan kompensasi lagi.

Principal akan berusaha semaksimal mungkin agar manajemen diperbaiki dan jika

mungkin memecat manajer.

Implikasi dari prospect theory ini bagi pengelola risiko ialah bahwa manajemen

cenderung tidak akan peduli tentang pengelolaan risiko jika keadaan bank masih baik

sedangkan pengelolaan risiko akan mulai dilakukan jika bank mulai menghadapi risiko

kerugian atau bangkrut.

2.1.3.3. Teori Informasi A-Simetris( Asymmetric Information Theory)

Akerlof (1987) menyatakan bahwa terdapat perbedaan peguasaan informasi yang

nyata antara manajemen dengan para outsider investor. Pendapat ini sangat bertolak

belakang dengan teori yang menyatakan bahwa informasi yang diterima para pelaku

pasar di asumsikan akan sama dengan informasi yang ada pada manajemen peusahaaan.

Pada umumnya manajer memiliki pengetahuan yang terbatas mengenai pasar saham

serta tingkat bunga dimasa dating, tetapi pada sisi lai, mereka pada umumnya

mengetahui lebih banyak mengenaipospek perusahaan dari pada investor atau analis

investasi sekalipun. Hal ini memungkinkan munculnya asymmetric information. Dalam


33

kasus ini mungkin manajer perusaan percaya bahwa saham perusahaan undervalued atau

overvalued, tergantung apakah menurutnya informasi tersebut menguntungkan atau

tidak. Asymmetric information dapat terjadi diantara dua kondisi ekstrim yaitu

perbedaan informasi yang kecil sehingga tidak mempengaruhi manajemen, atau

perbedaan yang sangat signfikan sehingga sangat berpengaruh terhadap manajemen dan

harga saham.

Dampak potensial dari terjadinya asymmetric information adalah timbulnya

kegagalan pasar. Sebagai contoh pasar mobil bekas dimana penjual memiliki informasi

yang leih baik atau terdapat asymmetric information atas calon pembeli. Pemilik mobil

bekas lebih mengetahui kondisi mobilnya dibandingkan calon pembelinya. Pemilik

mobil besak ini mungkin menjual “Lemon” (mobil yang jelek) dan mengakunya sebagai

“Orange” (mobil yang bagus). Sebaliknya pembeli mobil, yang menyadari memiliki

informasi yang kurang dibandingkan dengan yang dimiliki oleh penjual, tidak dapat

membedakan antara lemon dan orange.

Dari ilustrasi diatas yang dikemukan oleh Akerlof (1987), asymmetric

information dapat juga terjadi antara bank dengan calon debitur, dimana pihak bank

lebih mengetahui kondisi serta prospek banknya dibandingkan pihak caon debitur atau

analisis kredit, sehingga dapat menimbulkan asymmetric information antara bank

dengan calon debitur.


34

2.1.3.4. Teori Intermediasi Keuangan

Santomero and Allen (1977) menyatakan bahwa teori tradisional tentang

intermediasi didasarkan pada biaya transaksi dan infomasi a-simetris. Walaupun

demikian dalam beberapa decade terakhir terdapat beberapa perubahan yang signifikan.

Meskipun pembahasan tentang biaya transaksi dan informai a-simetris telah menurun,

tetapi pembahasan tentang intermediasi meningkat. Dalam artikelnya ini, Allen (1977)

melakukan review terhadap teori intermediasi dan berupaya merekonsiliasikannya

dengan perilaku institusi yang ada di pasar modal.

Friksi diantara pendapat-pendapat ini diantaranya direview oleh Allen (1977)

melalui pendapat dari Leland dan Pyle yang menyatakan bahwa lembaga intermediasi

memberikan sinyal informasi dengan menginvestasikan kekayaannya dalam bentuk-

bentukaset tertentu. Setara dengan itu diamond juga menyatakan bahwa lembaga

intermediasi dapat melampaui masalah informasi a-simetris dengan beraksi sebagai

“pemantau”. Selainitu masih banyak lagi penulis artikel berikutnya yang menyatakan

pentingnya peran lembaga intermediasi.

Secara factual peran lembaga intemediasi seperti bank dan asuransi dapat maju

dan berkembang dibanyak Negara. Perbedaan nyata antara teori dan realitas untuk hal ini

biasanya muncul dalam lingkup manajemen risiko. Perubahan penting dalam aktivitas

lembaga intermediasi adalah bertambah petingnya manajemen risiko yang diperankan

oleh lembaga intermediasi.


35

2.1.3.5. Teori Asset and Liability Management

Stigum (1990) mendefinisikan manajemen harta dan kewajiban atau asset dan

liability management atau ALM sebagai berikut : “ALM is a strategy of managing both

sources and uses of funds while keeping risks withinthe certain limits to achieve the

optimum profit”.

Bedasarkan difinisi tersebut dapat ditarik suatu penjelasan secara umum bahwa

ALM adalah suatu proses perencanaan dan pengawasan operasi perbankan yang

terkoordinasi dan secara konsekuen dijalankan dengan selalu memperhatikan

perkembangan factor-faktor yang memengaruhi operasi perbankan baik itu berasal dari

dalam (Rax, 1996) untuk mendapatkan penetapan strategi dan kebijakan yang meliputi

permodalan, pemupukan dana dan penggunaan dana yang satu dengan lainnya saling

terkait dalam menapai tingkat laba yang optimal dengan tingkat risiko yang telah

diperhitungkan (Riyadi, 2003).

Dari batasan tersebut dapat disimulkan bahwa ALM yang di implementasikan

dalam dunia perbankan dimaksudkanuntuk membantu manajemen dalam

memecahkankendala-kendala (constralints) atau mengambil kesempatan-kesempatan

(opportunities) sehingga diharapkan manajemen mampu mengambil keputusan-

keputusan strategis yang tepat sesuai dengan perubahn situasi yang diperkirakan. Dengan

demikian maka kemampuan dalam ALM yang tinggi dapat menampilkan kondisi bank

yang baik, sementara keputusan dan pengawasan ALM yang lemah dapat mengakibatkan

kehancuan bank.
36

2.1.4. Definisi Kapailitan Yang Lazim Digunakan Dunia Internasional

Menurut Standart & Poors ( S&P ) Seperti yang dikutip oleh Muliaman D Hadad,

Wimboh Santoso & Ita Rulina (2003) mendefinisikan kapailitan (default) sebagai

berikut: The first occurrence of a payment default on any financial obligation, rated or

unrated,other than a financial obligations subject to a bonafide commercial dispute; an

exception occurs when an interest payment missed on the date is made within the grace

period

Sedangkan pengertian kapailitan menurut international Swaps And Derivatives

Association (ISDA) adalah terjadinya salah satu kejadian – kejadian berikut ini :

1. Bank yang mengeluarkan surat hutang berhenti operasi

2. Bank tidak solven atau tidak mampu membayar hutang

3. Timbulnya tuntutan kapailitan;

4. Proses kapailitan sedang terjadi;

5. Telah ditunjukannya receivership;

6. Dititipkannya selurah aset kepada pihak ketiga.

Teori keuangan megamsumsikan bahwa sistem kapailitan yang baik akan

memberikan manfaat yang cukup berharga bagi perkonomiaan. Pada umumnya dikenal

dua macam biaya yang akan terjadi pada bank yang pailit, yaitu direct cost and indirect

cost. Direct cost merupakan biaya yang langsung dikeluarkan oleh bank tersebut untuk

membayar pengacara, akuntan dan tenaga perfessional lain untuk merestrukturisasi


37

keuangannya yang kemudian akan dilaporkan kepada para kreditur. Selain itu, bunga

yang dibayar bank untuk pinjaman selanjutnya yang biasanya jauh lebih mahal juga

merupakan direct cost dari kapailitan. Sedangkan indirect Cost merupakan pontensial

loss yang dihadapi bank yang sedang menghadapi keuangan tersebut, seperti kehilangan

nasabah dan depositor. Kehilangan depositor baru karena manajemen berkonsentrasi

kepada penyelesaian kesulitan keuangan dalam jangka waktu pendek.

Hilangnya nilai bank saat manager atau hakim melikuidasi bank yang masih

memiliki net present value positif juga merupakan indirect cost dari kapailitan. Melihat

dari direct and indirect cost bank yang mengalami kesulitan keuangan yang cukup

tinggi, pengadilan kapailitan Modern berusaha untuk mempertahankan bank sebagai

going concern dan menangani tagihan kreditur secepatannya. Hukum kapailitan yang

sudah mapan memberikan proteksi bagi depositor dan borrower yang juga memberikan

mekanisme yang baik untuk menyelesaikan perselisihan anter pihak dengan lebih cepat.

Dengan menghilangkan ketidakpastian, system kapailitan yang sudah mapan tersebuat

akan mendorong pengusaha dan bank besar mengambil resiko yang lebih besar lagi. Hal

itu juga dapat menurunkan biaya modal dengan cara meminta ahli keuangan untuk

menghitung atau memperkirakan bagaimana depositor dan borrower dibayar saat terjadi

default.

Dari deskripsi konsep yang dijelaskan pada bagian sebelumnya maka dapat

dibuat suatu peta konsep yang melandasi peneliatian desertasi ini.Argumentasi dasar

untu selanjutnya merupakan grand theory atau main theory,selanjutnya konsep yang

menghubungkan dengan konsep operasional dikelompokan menjadi middle range theory

dan tori yang melandasi praktisnya merupakan applied theory


38

Grand Theory adalah teori dasar,dalam penelitian disertai ini yang menjadi teori

dasarnya adalah teori kepemilikan sebagai teori akuntansi baik Investment maupun

leverage dan financing theory (agency theory, asymmetric information theory,prospect

theory) sementara middle range theory-nya adalah banking theory ( teori intermediasi

perbankan asset liability management concept) dan applied theory-nya adalah teori

kapailitan usaha. Peta teori adalh seperti gambar 2.2 sebagai berikut :

GRAND THEORY : teori kepemilikan, corporate


finance theory (agency theory, asymmetric

MIDLE THEORY adalah banking theory (teori intermediasi


perbankan, asset liability management concept

APPLIED THEORY : adalah teori kepailitan usaha

Gambar 2.2 Peta Teori Dasar, Middle, Applied Theory.

2.1.5 Pengertian Kesulitan Keuangan Dan Kapailitan Di Indonesia

Pengertian kapailitan (failure) di Indonesia mengacu pada Peraturan Pemeritahan

Pengganti Undang – Undang Nomor 1 Tahun 1998 Tentang perubahan atas Undang –

Undang Kepailitan, yang menyebutkan;


39

1. Debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur ydan yang tidak membayar

setidaknya sedikitnya satu hutang telah jatuh waktu yang tidak dapat ditagih,

dinyatakan pailit dengan putasan pengadilan yang berwenang, baik atas permohonan

sendiri maupun atas permintaan seorang atau lebih kediturnya

2. Permohonan sebagaimana dalam butir satu tersebut, dapat juga diajukan oleh

kejaksaan untuk kepentingan umum.

Undang – undang kepailitan pada dasarnya menyatakan bagaimana menyesaikan

sengketa yang muncul dikala satu bank tidak bisa lagi memenuhi kewajiban utang,

juga bagaimana menangani pertikaan antar individu yang berkaitan dengan bisnis

Yang dijalankan. Ada beberapa criteria penting:

1. Pembukuaan harus jelas, penilaan aktiva harus transparan dan dengan cara yang

diakui umum (international standart )

2. Tingkat gradasi utang piutang berdasarkan tanggungan menentukan siapa yang boleh

didahulukan dalammenyelesaikan masalah hutang. Misalnya, sebuah bank bangkrut,

siapa yang berhak memperoleh pembayaran terlebih dahulu dan siapa yang

kemudian.

3. Acara hukum perdata mengatur siapa yang berkepentingan,pihak pengaturan

kepailitan, pengadilan mana yang kompeten dan bagaiman cara atau proses uang

harus dilakukan untuk menyelsaikan perkara ini.

4. Penetapan sanksi oleh pengadilan yang berwenang andai kata satu pihat tidak

memenuhi janji. Berapa waktu yang diberikan kepada bank yang merasa mampu

membereskan hutang hutangnya sendiri


40

5. Sekalipun dinyatakan pailit, tentunya bank masih bisa bverjalan sementara.dalm hal

ini diterapkan prsyaratn persyaratannya dan siapa yang harus megawasi proses

penyehatannya. Suatu bang yang dinyatakan pailit tidak perlu langsung menghetikan

semua kegiatannya. Mereka haru siberikan kesempatan untuk membereskan

keuangan dan kegiatan yang lain demi kepentingan penagih utang.

6. Penyelesaian sengketa boleh dijalankan lewat arbitrase diluar pengadilan.

Bank dinyatakan pailit atau bangkrut apabila dalam jangka waktu tertentu tidak

bisa membayar pokok pinjaman dan atau bunganya. Kapailitan juga bisa diminta

pemilik bank atau juga boleh para penagih utang.

Selain istilah kapailitan seperti yang diuraikan tersebut, dalam dunia bisnis

dikenal pula istilah delisted. Peraturan pencatatan Bursa Efek Indonesia Nomor IB

Tahun 2000 dan 2001 menyebutkan peraturan delisted sebagai berikut :

1. Delisting dapat dilakuakn bai atas permohonan emiten maupun diputuskan oleh

Bursa. Dalam hal delisting diputuskan oleh bursa terlebih dahulu wajib mendengar

pendapat dari Komite Pencatatan Efek

2. Delisting atas permohona emiten hanya dapat dilaksanakan apabila hal tersebut telah

diputuskan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan emiten yang

bersangkutan telah memyelesaikan seluruh kewajibannya kepada bursa.

3. Delisting atas permohonan diajukan 2 (dua) bulan sebelum tangan delisting

diberlakukan dengan mengemukakan alas annya serta melampirkan berita acar RUPS

seperti dimaksud pada angka 2 (dua).


41

4. Dalam hal permohonan delisting dipenuhi, bursa wajib mengumumkan rencan

delisting tersebut sekurang –kurangnya 20 (tiga puluh) hari sebelum tanggal delisting

dibelakukan.

5. Emiten yang efeknya tercatat dibursa yang mengalami salah satu kondisi tersebut

dibawah ini , dipertimbangkan untuk dikenakan delisting :

a. Salama tiga (tiga) tahun berturut –turut menderita rugi atau terdapat saldo rugi

sebesar 50% atau lebih dari modal disetordalam neraca bank pada tahun terakhir.

b. Selama 3(tiga) tahun berturut – turut tidak membayar dividen tunai ( untuk saham).

Melakukan tiga kali cedara janji ( untuk obligasi )

c. Jumlah modal sendiri kurang dari Rp. 3.000.000.000,-

d. Jumlah pemegang saham kurang dari 100 pemodal ( orang atau badan ) selama 3

(tiga) bulan berturut – turut berdasarkan laporan bulanan emiten atau biro

administrasi efek;

e. Selama 6 (enam) bulan berturut-turut tidak terjadi transaksi

f. Laporan keuangan disusun tidak sesuai dengan perinsip akuntansi yang berlaku

umum dan ketentuan yang diteteapkan oleh Badab Pengawasan Pasar Modal-

Lembaga Keuangan (Bapepam-LK)

g. Melanggar ketentuan bursa pada khususnya dan ketentuan pasar modal pada

umumnya.

h. Melakukan tidakan-tidakan yang melanggar kepentingan umum berdasarkan

keputusan instansi yang berwenang.

i. Emitan dilikuidasi baik karena merger, penggabungan , dibubarkan, atau alasan

lainnya

j. Emitan dinyatakan pailit oleh pengadilan


42

k. Khusus untuk emitan reksadana, nilai kekayaan bersih (net-value) turun mwnjadi

kurang dari 50% dari perdana disebabkan oleh kerugian operasi.

Kapailitan adalah kesulitan keuangan yang sangat parah sehingga bank tidak

mampu untuk menjalankan operaisi bank dengan baik.Sedangkan kesulitan keuangan

(financial distress) adalah kesuliatan keuangan atau likuiditas yang mungkin sabagai

awal kapailitan. Diindonesia, studi tentang prediksi kapailitan akibat kesulitan keuangan

masih jarang dilakukan, karena sulitnya mencari data kuangan bank di Indonesia dan

atau bangkrut yang dipublikasikan.Analisi kesulitan keuangan akan sangat membantu

pembuat keputusan untuk menentukan sikap terhadap bank yang mengalami kesulitan

keuangan. Oleh karena itu, perlu dicari model tentang petunjuk adanya bank yang

mengalami kesulitan keuangan dan mungkin mengalami kepailitan.

Adapun pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengetahui model kesulitan

keuangan dan diprediksikan akan mengalami kepailitan adalah sebagi berikut:

1. Kreditur. Hasil penelitian mngenai prediksi kesulitan keuangan mempunyai

hubungaan yang erat dengan lembaga ini baik untuk mengambil keputusan apakah

akan memberikan pinjaman dengan syarat-syarat tertentu atau merancang

kebijaksanaan untuk memonitor pinjaman yang telah ada.

2. Pemodal. Model prediksi kesulitan(distress Prediction Models) dapat membantu

investor dalam menentukan sikap terhadap surat surat berharga (debt securities) yang

dikeluarkan oleh suatu bank, ketika menilai kemungkinan bank mengalami kesulitan
43

dalam membayar bunga dan hutang pokoknya. Bagi investor yang melakukan

investasi dengan pendekatan aktif, dapat mengembangkan suatu strategi yang

didasarkan pada asumsi bahwa model prediksi kesulitan keuangan dapat menjadi

peringatan awal adanya kesulitan keuangan, dibandingkan dengan sesuatu yang

tersembunyi pada harga surat berharga yang berlaku.

3. Otoritas Pembuat Peraturan. Bagi otoritas pembuat peraturan, seperti ikatan

akuntan, badan pengawas pasar modal atau institusi lainnya, studi tentang keszulitan

keuangan sangat membantu untuk mengeluarkan peraturan - peraturan yang bisa

melindungi kepentingan masyarakat. Misalnya bank yang mengalami kesulitan

keuangan harus memberikan laporan tertulis kepada pihak otoritas tertentu agar bisa

disusun peraturan yang tidak akan merugikan masyarakat.

4. Pemerintah. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk melindungi tenaga kerja,

industry, dan masyarakat. Hasil penelitian yang akan menemukan model kesulitan

keuangan dan petunjuk kepailitan akan membantu dalam mengeluarkan peraturan

untuk melindungi masyarakat dari kerugian dan kemungkinan mengganggu stabilitas

ekonomi dan politik Negara.

5. Auditor. Satu penelitianyang harus dibuat oleh auditor adalah apakah bank bisa

going concern atau tidak. Apabila ada petunjuk bahwa bank tidak bisa melangsungkan

operasinya, maka auditor harus memberikan pendapat tentang adanya petunjuk going

concern tersebut. Dengan adanya model untuk memprediksi kepailitan, maka auditor

bisa melakukan audit dan memberikan pendapat terhadap laporan keuangan bank

dengan lebih baik.


44

6. Manajemen. Kepailitan akan menyebabkan adanya biaya baik langsung maupun

tidak langsung. Biaya langsung termasuk fee untuk akuntan dan pengacara. Sedangkan

biaya tidak langsung adalah kehilangan pendapat atau keuntungan yang disebabkan

adanya pembatasan yang dilakukan oleh pengadilan. Untuk menghindari adanya biaya

yang cukup besar, manajemen dengan indicator kesulitan keuangan yang bisa

menyebabkan kepailitan, dapat melakukan merger dengan menawarkan banknya

kepada peminat agar bisa menghindari kepailitan.

Dari berbagai jenis kesulitan keungan yang ada antara lain terdapat 5 (lima)

definisi sebagai berikut :

1. Economic Failure. Yang berarti bahwa pendapatan bank tidak dapat menutup

biaya total, termasuk biaya modal. Usaha yang mengalami economic failure

dapat meneruskan operasinya sepanjang kreditur berkeinginan untuk

menyediakan tambahan modal dan pemilik dapat menerima tingkat pengembalian

(return) di bawah tingkat bunga pasar.

2. Business Failure. Istilah ini digunakan oleh Dun & Bradstreet dalam Muliaman

D. Hadad; et.al (2004), penyusun utama failure statistic, untuk mendefinisikan

usaha yang menghentikan operasinya dan berakibat kerugian bagi kreditur.

Dengan demikian suatu usaha dapat diklarifikasikan sebagai gagal meskipun

tidak melalui kepailitan secara normal. Juag suatu usaha dapat menghentikan atau

menutup usahanya tetapi tidak dianggap sebagai gagal.

3. Technical Insolvency. Sebuah bank dapat dinilai bangkrut apabila tidak

memenuhi kewajibannya yang jatuh tempo. Technical insolvency ini mungkin

menunjukan kekurangan likuiditas yang sifatnya sementara dimana dimana pada


45

suatu waktu bank dapat mengumpulkan uang untuk memenuhi kewajibannya dan

tetap hidup. Di lain pihak apabila technical insolvency ini merupakan gejala awal

dari economic failure, maka hal ini merupakan tanda kearah bencana keuangan

(Financial disaster).

4. Insolvency in bankruptcy. Sebuah bank dikatakan insolvency bankruptcy

apabila nilai buku dari total kewajiban melebihi nilai pasar dari asset bank. Hal

ini merupakan suatu keadaan yang lebih serius bila dibandingkan dengan

technical insolvency, umumnya hal ini merupakan pertanada dari economic

failure yang mengarah ke likuidasi usaha. Perlu dicatat bank yang mengalami

insolvency in bankruptcy tidak perlu melalui proses legal bankcruptcy.

5. Legal Bankcruptcy. Istilah kepailitan digunakan untuk setiap bank yang gagal

sebuah bank tidak dapat dikatakan sebagai bangkrut secara hokum, kecuali

diajukan tuntutan secara resmi dengan undang-undang.

Suatu bank yang mengalami kepailitan memiliki penyebab yang berbeda dari satu

situasi ke situasi yang lain. Namun demikian, pengertian penyebab kepailitan akan

member pemahaman yang mendasar untuk menghindari gagalnya bisnis dan melakukan

perbaikan apabila restrukturisasi memang diperlukan untuk menghindari gagalnya suatu

usaha. Factor-faktor penyebab kegagalan usaha dapat dibagi menjadi dua, yaitu factor

intern dan ekstern. Factor intern berasal dari dalam bank itu sendiri baik yang meliputi

factor keuangan dan non keuangan. Factor keuangan meliputi adanya hutang yang terlalu

besar sehingga menjadi beban tetap yang berat bagi bank, adanya kewajiban jangka

pendek yang lebih besar dari aktiva lancer, lambatnya pengumpulan piutang atau

banyaknya bad debt, kesalahan dalam kebijakan deviden, dan tidak cukupnya dana

penyusutan.
46

Sedangkan faktor non keuangan adalah adanya kesalahan-kesalahan dalam pemilihan

lokasi, penentuan produk-produk yang dijual bank dan penentuan skala usaha, kurang

baiknya struktur organisasi, kesalahan dalam pemilihan pimpinan bank, adanya

manajerial incompetence (kebijakan pengadaan, penjualan, pemasaran). Sedangkan

faktor ekstern yang berasal dari luar bank dan berada di luar jangkauan atau control

pimpinan bank antara lain adalah adanya persaingan yang hebat, berkurangnya minat

nasabah terhadap produk yang dijual bank. Penelitian terbaru yang dilakukan oleh Dun

dan Bradstreet (1994) dalam Muliaman (2004) menunjukan bahwa factor yang paling

besar pengaruhnya terhadap gagalnya suatu usaha adalah factor-faktor ekonomi dimana

didalamnya termasuk factor lemahnya industry dan lokasi usaha yang kurang baik, dan

factor-faktor keuangan.

2.1.6. Analisis Profil dan Prediksi Kesulitan Keuangan

Secara historis studi tentang kepailitan usaha tidak bisa dipisahkan dengan

keberadaan studi profile analysis dan prediction distress analysis. Pelopor studi profile

analysis adalah Winakor & Smith, (1935); dan Merwin (1942) dalam Muliaman et.al

(2004) sedangkan pelopor studi prediction distress analysis adalah Beaver (1966) untuk

univariate model dan altman (1968) untuk multivariate model. Pada profile analysis

ditunjukan bahwa terdapat perbedaan yang jelas antara rasio-rasio keuangan bank yang

pailit dan yang tidak pailit. Adapun prediction distress analysis lebih menekankan pada

daya ramal informasi laporan keuangan tentang satu hal penting, misalnya kepailitan

usaha. Hasil seluruh studi tersebut didasarkan pada nilai dan rata-rata rasio keuangan
47

bank (untuk profile analysis) dan sejauh mana dispersinya atau tingkat penyebaran untuk

beberapa waktu sebelum pailit.

2.1.7. Perkembangan Teknik Penelitian Corporate Failure

Beaver (1966) dalam Muliaman D Hadad et.al (2004) menyebutkan bahwa beliau

merupakan salah satu akademisi yang menjadi pioneer dalam meneliti corporate failure

dan penelitiannya sering dianggap sebagai milestone penelitian corporate failure.

Pendekatan yang dipakai Beaver adalah univariat, yaitu setiap rasio, tanpa diikuti oleh

rasio lainnya, diuji kemampuannya untuk memperkirakan corporate failure. Altman

(1968) dalam Muliaman D Hadad et.al (2003) mencoba memperbaiki penelitian Beaver

dengan menerapkan multivariate linear discriminant analysis. Teknik discriminant

analysis (DA) yang digunakan oleh Altman merupakan suatu teknik regresi dari

beberapa uncorrelated time series variables, dengan menggunakan cut-off value untuk

menetapkan ktriteria klarifikasi masing-masing kelompok. Kelebihan penggunaan teknik

discriminant analysis ini adalah seluruh cirri karakteristik variable yang diobservsi

dimasukkan, bersamaan dengan interaksi mereka. Altman juga menyimpulkan bahwa

discriminant analysis mengurangi jarak pengukuran atau dimensionality dari para

peneliti dengan menggunakan cut-off points. Pada umumnya, karena discriminant

analysis mudah digunakan dan diinterprestasikan, discriminant analysis sering menjadi

pilihan para peneliti corporate failure.

Namun demikian, dalam menggunakan rasio keuangan untuk memprediksi

corporate failure, teknik discriminant analysis menggunakan metode error yang

mengikuti karakteristik data yang digunakan. Dengan kondisi tersebut, issu penting yang

banyak didiskusikan di literature-literatur penelitian adalah pada penggunaan asumsi


48

proporsionalitas dan zero intercept dari rasio keuangan. Secara keseluruhan, bukti

empiris yang dihasilkan menjadi lebih tidak pasti dan belum ada pernyataan resmi yang

menyebutkan bahwa bentuk rasio yang lebih canggih akan lebih baik dari rasio dasar

tersebut. Untuk alasan tersebut, rasio-rasio sederhana masih tetap digunakan dalam

kebanyakan studi corporate failure.

Masalah lain yang terkait dengan discriminant analysis pada prediksi corporate

failure adalah masalah normalitas data, inequality dari matriks dispersion dari seluruh

kelompok dan non-random-sampling dari bank yang fail maupun tidak fail. Setiap

masalah tersebut menyebabkan output regresi menjadi biasa. Para peneliti pada

umumnya, tampak mengabaikan keterbatasan tersebut dan tetap melanjutkan penelitian

Altman, dengan harapan mendapatkan model yang lebih akurat lagi. Beberapa contoh

dari penelitian lanjutan dalam Muliaman D Hadad et al (2004) tersebut adalah :

1. Proyek probability membership classes,

2. Penggunaan quadratic classifier,

3. Penggunaan Cashflow based model,

4. Penggunaan informasi laporan keuangan triwulanan, dan

5. Current cost information.

Tetapi tidak ada satupun dari penelitian itu yang memberikan keakuratan lebih baik

dari pada penelitian Altman. Lebih lanjut, pada kebanyakan kasus, aplikasi pemakaian

model-model kepailitan tersebut menghadapi kesulitan karena model-model yang

digunakan ternyata lebih kompleks. Penelitian mengenai Corporate Failure diawali dari

analisis rasio keuangan. Alasan utama digunakannya rasio keuangan kaleran laporan

keuangan lazimnya berisi informasi-informasipenting mengenai kondisi dan prospek


49

bank tersebut dimas datang. Laporan keuangan merupakan laporan kinerja masa lalu

bank yangs sering dugunakan sebagai prediksi kinerja bank di masa datang. Keputusan-

keputusan yang diambil manajemen biasanya terkait dengan 2 (dua) informasi utama.

Pertama, informasi yang tercantum pada kelompok pendapatan dan biaya, dan kedua,

waktu terjadinya transaksi-transaksi pendapatan dan biaya tersebut. Pada beberapa kasus,

manajemen termotivasi untuk tidak jujur sepenuhnya dalam melaporkan pendapatan dan

jumlah pajak yang harus dibayar. Manajemen juga terkadang melaporkan peningatan

laba, hanya untuk menarik investor atau untuk mengatasi tekanan keuangan yang sedang

dihadapi bank.

Penggunaan rasio keuangan untuk membuat pernyataan mengenai kemampuan going

concern suatu usaha merupakan teknik yang banyak dipakai. Namun, penggunaan

generalisasi rasio keuangan yang dibuat lagi seluruh bank merupakan tindakan yang

kurang berhati-hati. Setiap textbook akunting akan menekankan kenyataan bahwa setiap

perhitungan rasio yang dihasilkan dari laporan keuangan tidak langsung dapat

dibandingkan antar industry, apalagi untuk jenis industry yang berbeda. Sebelum

dibandingkan, agar didapatkan kesamaan struktur, “we compare apple to apple, not

apple to oranges” maka rasio keuangan yang dihasilakan dari laporan keuangan harus

direview terlebih dahulu teknik atau prosedur akuntansi yang digunakan untuk

menghasilkan laporan keuangan yang bersangkutan setelah itu dikombinasikan dengan

tambahan informasi lainnya yang terkait dengan sifat bank dan pasar dimana bank

tersebut beroperasi, persaingan pasar, ketergantungan industry pada siklus bisnis.

2.1.8. Studi Empiris Sebelumnya


50

Para peneliti sebelumnya juga mencoba mengatasi masalah kepailitan dengan

membuat suatu model yang dibangun dari indicator-indikator rasio keuangan untuk

memprediksi kepailitan suatu perusahaan. Berikut beberapa studi empiris yang pernah

dilakukan oleh sejumlah peneliti yang menganalisis mengenai terjadinya kepailitan.

Penelitian Altman (1968)

Dalam bukunya yang berjudul “Corporate Financial Distress and Bankruptcy”

kemudian pada tahun 1993 penelitian tersebut disempurnakan dan

Anda mungkin juga menyukai