Anda di halaman 1dari 45

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di


luar, tanpa mempersoalkan penyebabnya. Bayi baru mungkin dapat hidup
didunia luar bila berat badannya telah mencapai >500 gram atau umur
kehamilan >20 minggu. Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh
akibat - akibat tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berUmur 22
minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan
(Dewi, 2018).

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) terjadi 20 juta kasus


abortus tiap tahun dan 70.000 wanita meninggal karena abortus tiap tahunnya.
Angka kejadian abortus di Asia Tenggara adalah 4,2 juta pertahun termasuk
Indonesia, sedangkan insiden abortus spontan diperkirakan 10% - 15% dari 6
juta kehamilan setiap tahunnya. Lebih dari 80% abortus terjadi pada Umur
kehamilan 12 minggu, setengah di antaranya disebabkan karena kelainan
kromosom, penyebab abortus juga dapat terjadi karena faktor eksternal seperti
radiasi, obat - obatan dan zat kimia yang terpapar dengan ibu, faktor genetik,
penyebab anatomik dan faktor janin, anemia pada ibu hamil dan nutrisi (WHO,
2021)

Berdasarkan Data Kemenkes tahun 2021 angka kematian ibu di


Indonesia yaitu 7.389 orang, jumlah tersebut meningkat 59,69 % dibandingkan
tahun sebelumnya yang sebanyak 4.627 orang. Penyebab utama kematian ibu
antara lain 30,1% disebabkan oleh perdarahan, 26,9% hipertensi, 5,6% infeksi,
abortus 1,6% dan 40,8% oleh hal lainnya.

Berdasarkan data dari RSUD Arifin Ahmad Propinsi Riau kasus


abortus tahun 2020 mancapai 23% ibu hamil yang berkunjung, tahun 2021
kasus abortus menurun menjadi 20%. Kemudian Tahun 2022, kasus abortus
menjadi kasus nomor 2 yang terbesar dari 10 kasus yang dalam kebidanan
yaitu sebanyak 37%.
2

Berdasarkan data yang didapatkan dari buku register ruang bersalin


RSUD Rokan Hulu pada tahun 2022 angka ibu hamil yang dirawat yaitu 1231
orang. Angka kejadian abortus berdasrakan total kejadian abortus yaitu
sebanyak 99 orang, angka kejadian abortus imminens sebanyak 63
orang,abortus inkomplet sebanyak 33 orang, abortus insipien sebanyak 3
orang.

Secara klinis abortus dibedakan menjadi abortus imminens (keguguran


mengancam), abortus insipiens (keguguran berlangsung), abortus inkompletus
(keguguran tidak lengkap), abortus kompletus (keguguran lengkap), abortus
tertunda (missed abortion), dan abortus habitualis (keguguran berulang)
(Tyastuti, 2016).

Faktor - Faktor yang merupakan penyebab terjadinya abortus yaitu


Paritas 25% dan umur 12 - 26% (Fajria, 2013). Umur ibu nampaknya memiliki
peranan yang penting dalam terjadinya Abortus. Umur yang terlalu muda
kurang dari 20 tahun atau umur yang terlalu tua juga beresiko sama, abortus
meningkat pada umur diatas 35 Tahun (Manuaba, 2012). Jumlah Paritas yang
terlalu tinggi (Paritas >3) juga mempengaruhi angka kejadian Abortus. Resiko
terjadinya abortus meningkat seiring dengan bertambahnya paritas ibu. Begitu
juga paritas yang rendah (Paritas 1) dapat menyebabkan kejadian abortus
(Prawirohardjo, 2013).

Berdasarkan tingginya angka abortus di RSUD Rokan Hulu, dan


komplikasi yang ditimbulkan abortus maka penulis tertarik mengangkat judul “
Hubungan Umur, Paritas dan Pendidikan Terhadap Kejadian Abortus Di Rsud
Rokan Hulu”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan Latar Balakang Diatas Rumusan Masalah Penelitian ini


adalah “Apakah ada Hubungan Umur, dan Paritas Terhadap Kejadian
Abortus Di Rsud Rokan Hulu”?”
3

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Mengetahui Hubungan Umur dan Paritas ibu dengan Kejadian


Abortus di RSUD Rokan Hulu.
2. Tujuan khusus
a. Untuk Mengetahui Distribusi Frekuensi Paritas ibu yang mengalami
kejadian Abortus di RSUD Rokan Hulu.
b. Untuk Mengetahui Distribusi Frekuensi Umur ibu yang mengalami
kejadian Abortus di RSUD Rokan Hulu.
c. Untuk Mengetahui Hubungan Paritas dengan kejadian Abortus di
RSUD Rokan Hulu.
d. Untuk Mengetahui Hubungan Umur dengan kejadian Abortus di
RSUD Rokan Hulu
D. Manfaat

1. Pusat Layanan Kesehatan

Meningkatkan penanganan kasus dengan abortus pada wilayah kerja


RSUD Rokan Hulu dalam upaya deteksi dini abortus.
2. Bagi Klien dan Keluarga

Klien dan keluarga dapat mengetahui tanda - tanda abortus sehingga


dengan diketahuinya tanda - tanda abortus, klien maupun keluarga dapat
mencegah terjadinya abortus.

3. Bagi Profesi Bidan

Diharapkan dapat bermanfaat bagi tenaga bidan dalam menerapkan


asuhan kebidanan khususnya pada kasus kehamilan dengan abortus.

4. Bagi peneliti Selanjutnya

Dengan adanya penelitian ini di harapkan dapat menambah referensi


atau wawasan tentang kehamilan aborus bagi peneliti selanjutnya
4

E. Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian ini merupakan matriks yang memuat tentang judul

penlitian, nama peneliti, tahun dan tempat penelitian, rancangan penelitian,

variabel yang diteliti dan hasil penelitian.

Tabel I.I Keaslian Penelitian

no Judul Penelitian Nama / tahun


Hasil
1 Hubungan Umur dan Eka Yuli
Hasil penelitian ini yaitu distribusi
Paritas Dengan Handayani frekuensi umur dan paritas ibu
Kejadian Abortus Di 2015 ) hamil di RSUD Rokan Hulu pada
RSUD kategori umur beresiko sebanyak
Kabupaten Rokan Hulu 122 orang (70,9%). Distribusi
frekuensi abortus di RSUD Rokan
Hulu sebanyak 118 (68,6%).
Distribusi frekuensi paritas ibu
hamil kategori paritas 1
(primipara) sebanyak 119 orang
(69,2%), dan minoritas pada
paritas 2 - 4 (multipara) sebanyak
6 orang (3,5 %). Dari uji statistik
chi square diperoleh hasil bahwa
ada hubungan anatara umur ibu
hamil dengan kejadian abortus di
RSUD Rokan Hulu dan ada
hubungan antara paritas dengan
kejadian abortus di RSUD Rokan
Hulu. Disarankan pada ibu hamil
yang berumur < 20 tahun dan > 35
tahun untuk sesering mungkin
memeriksakan kehamilan
ketenaga kesehatan terdekat.Dan
ibu yang memiliki anak > 4 untuk
menjarangkan kehamilannya.
2 Hubungan Antara Umur Devi Hasil penelitian ini menunjukan
dan Paritas ibu dengan Maryana, Leni bahwa responden yang mengalami
kejadian abortus Megamaulia, kejadian abortus sebesar 134
Tuti responden (45,9%). Dari uji Chi -
Meihartati. square didapatkan Ada hubungan
2016. Vol. 1, bermakna antara umur dengan
No. 1: 80 - 90 kejadian abortus pada ibu dari uji
5

statistik didapatkan ρ value =


0,005. Tidak ada hubungan
bermakna antara paritas dengan
kejadian abortus pada ibu dari uji
statistik didapatkan ρ value =0,111
di RSIA Paradise Kecamatan
Simpang Empat Kabupaten Tanah
Bumbu

3 Hubungan Umur Dan St.Subriani, Hasil penelitian ini diperoleh


Paritas Dengan Vol.2, No.2, untuk umur ibu nilai P = 0,000 < α
Kejadian Abortus di Desember = 0,05 artinya ada hubungan
RSIA Sitti Khadijah I 2018 antara umur ibu dengan kejadian
Makassar Tahun 2018, abortus. Untuk variabel paritas ibu
nilai P = 0,000 < α = 0,05 artinya
ada hubungan antara paritas
dengan kejadian abortus.
Kesimpulan dari dua variabel
yaitu ada hubungan antara umur
dan paritas terhadap kejadian
abortus di RSIA St.Khadiha I
Makassar 2018.
6

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Abortus

1. Pengertian

Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup di


luar, tanpa mempersoalkan penyebabnya. Bayi baru mungkin dapat hidup
didunia luar bila berat badannya telah mencapai >500 gram atau umur
kehamilan >20 minggu. Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh
akibat - akibat tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berUmur 22
minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan
(Dewi, 2018).
Abortus adalah kehilangan kehamilan pada Umur kehamilan <20
minggu atau janin dengan berat <500 gram. Dari beberapa pengertian yang
diambil dari berbagai sumber, dapat disimpulkan bahwa abortus adalah
berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin mampu hidup di luar kandungan
dengan berat badan kurang dari 500 gram atau umur kehamilan kurang dari
500 gram (Anik, 2015).
2. Etiologi
Penyebab abortus (early pregnancy loss) bervariasi dan sering
diperdebatkan. Umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak di
antaranya adalah sebagai berikut (Dewi, 2018).
a. Faktor genetik

Sebagian besar abortus disebabkan oleh kelainan kariotip


embrio. Paling sedikit 50% kejadian abortus pada trimester
pertama merupakan kelainan sitogenetik. Bagaimanapun gambaran
ini belum termasuk kelainan yang disebabkan oleh gangguan gen
tunggal (misalnya kelainan mendelian) atau mutasi pada beberapa
lokus (misalnya gangguan poligenik atau multifaktor) yang tidak
terdeteksi dengan pemeriksaan kariotip.
7

Kejadian tertinggi kelainan sitogenetik konsepsi terjadi pada


awal kehamilan. Kelainan sitogenetik embrio biasanya berupa
aneuploidi dari fertilitas abnormal. Separuh dari abortus karena
kelainan sitogenetik pada trimester pertama berupa trisomi autosom.
Triploidi ditemukan pada 16% kejadian abortus, dimana terjadi
fertilisasi ovum normal haploid oleh 2 sperma sebagai mekanisme
patologi primer. Trisomi timbul akibat dari nondisjunction selama
gametogenesis pada pasien dengan kariotip normal. Untuk sebagian
besar trisomi, gangguan meiosis maternal bisa berimplikasi pada
gametogenesis. Insiden trisomi meningkat dengan bertambahnya
Umur. Trisomi 16, dengan kejadian sekitar 30% dari seluruh trisomi,
merupakan penyebab terbanyak. Semua kromosom trisomi berakhir
abortus kecuali pada trisomi kromosom satu.
b. Penyebab anatomik

Defek anatomik uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi


obstetrik, seperti abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi
janin. Insiden kelainan bentuk uterus berkisar 1/200 sampai 1/600
perempuan. Pada perempuan dengan riwayat abortus ditemukan
anomali uterus pada 27% pasien.
Pasien hamil dengan malformasi uterus, mendapatkan hasil
hanya 18,8% yang bisa bertahan sampai melahirkan cukup bulan,
sedangkan 36,5% mengalami persalinan abnormal (prematur,
sungsang). Penyebab terbanyak abortus karena kelainan anatomik
uterus adalah septum uterus (40 - 80%), kemudian uterus bikornis
atau uterus didelfis atau unikornis (10 - 30%). Mioma uteri bisa
menyebabkan baik infertilitas maupun abortus berulang.
c. Faktor janin

Kelainan yang paling sering dijumpai pada abortus adalah


gangguan pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta. Kelainan
tersebut biasanya menyebabkan abortus pada trimester pertama, yakni:
8

1) Kelainan telur, telur kosong (blighted ovum), kerusakan


embrio, atau kelainan kromosom.
2) Embrio dengan kelainan lokal.
3) Abnormalitas pembentukan plasenta (hipoplasi
trofoblas).

d. Faktor eksternal
1) Umur
Kehamilan merupakan proses reproduksi yang normal, namun
kehamilan yang normal pun mempunyai resiko, walaupun tidak secara
langsung meningkatkan risiko kematian ibu. Salah satu faktor risiko
tersebut adalah umur ibu saat hamil kurang dari 20 tahun atau lebih
dari 35 tahun. Dalam kurun reproduksi sehat, umur yang aman untuk
kehamilan adalah umur antara 20 - 35 tahun. Oleh karena itu umur
juga merupakan salah satu faktor penyebab abortus yaitu pada umur di
bawah 20 tahun dan diatas 35 tahun (Yuliarsih, 2013).
Menurut Bobak (2014) Umur seorang ibu berkaitan dengan alat
reproduksi wanita. Umur reproduksi yang sehat dan aman adalah pada
Umur 20 - 35 tahun. Pada Umur >35 tahun terkait dengan kemunduran
dan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering
menimpa di Umur ini. Umur yang kemungkinan tidak risiko tinggi pada
saat kehamilan dan persalinan yaitu umur 20 - 35 tahun, karena pada
Umur tersebut rahim sudah siap menerima kehamilan, mental sudah
matang dan sudah mampu merawat bayi dan dirinya sendiri.
Umur<20 tahun atau >35 tahun merupakan risiko tinggi kehamilan dan
persalinan. Dengan demikian diketahui bahwa umur pada saat
melahirkan turut berpengaruh terhadap morbiditas dan mortalitas ibu
maupun anak yang dilahirkan.
Idealnya, kehamilan berlangsung saat ibu berUmur 20 tahun
sampai 35 tahun. Kenyataannya sebagai perempuan hamil berUmur
dibawah 20 tahun sampai 35 tahun. Kenyataannya sebagian perempuan
hamil berUmur dibawah 20 tahun dan tidak sedikit pula yang
9

mengandung di atas Umur 35 tahun. Padahal kehamilan yang terjadi


dibwah Umur 20 tahun mupun diatas Umur 35 tahun termasuk
berisiko, karena dibayang - bayangi beragam faktor gangguan
(Muharram, 2014).
Menurut Saifuddin (2012) Umur mempunyai pengaruh terhadap
kehamilan dan persalinan ibu. Ibu yang berumur dibawah 20 tahun
organ reproduksinya yang belum sempurna secara keseluruhan dan
kejiwaan yang belum bersedia menjadi ibu yang dapat mengakibatkan
peningkatan risiko komplikasi persalinan atau komplikasi obstretrik
seperti Abortus, toksemia, eklampsia, solusio plasenta, inersia uteri,
perdarahan post partum, persalinan macet, BBLR, kematian neonatus
dan perinatal. Demikian juga ibu yang berumur di atas 35 tahun
mempunyai risiko 2 atau 3 kali untuk mengalami komplikasi kehamilan
dan persalinan seperti perdarahan atau hipertensi dalam kehamilan, dan
partus lama.
Bertambahnya Umur pada wanita juga sangat berpengaruh
terhadap jumlah sel telur yang belum di keluarkan dari ovarium atau
indung telur. DiUmur pubertas, seorang wanita akan memiliki sekitar
300 ribu sel telur. Telur - telur ini akan dilepaskan satu demi satu
setiap bulan bersamaan dengan siklus menstruasi (ovulasi) dan siap
untuk dibuahi. Ketika wanita mengalami mengalami menopause di
Umur 50 - 55 tahun, terdapat beberapa ribu sel telur berUmur tua
saja yang masih tertinggal diindung telur. Itu sebabnya, wanita yang
menjelang menopause kesulitan mengalami ovulasi. Sel - sel yang
sudah tua mengalami penurunan kemampuan untuk dibuahi dan
kehilangan kemampuan untuk menghasilkan hormon, teutama estrogen
dan progesterone. Kemungkinan keguguran pada perempuan yang
mengandung anak pertama diUmur 35 tahun ke atas, yaitu sekitar 20%.
Keguguran terjadi dibawah Umur 16 - 20 minggu (Evariny, 2013).
Menurut penelitian Erlina (2015) risiko terjadinya komplikasi
pada kehamilan seperti abortus dan persalinan yang dapat menyebabkan
10

kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada Umur dibawah 20 tahun


fungsi reproduksi wanita belum berkembang dengan sempurna,
sedangkan pada Umur diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita
sudah mengalami penurunan dibandingkan dengan fungsi reproduksi
normal yaitu pada Umur 20 - 34 tahun sehingga kemungkinan
komplikasi pada saat kehamilan dan persalinan akan lebih besar.
Menurut penelitian Mariani (2012) umur ibu dengan kejadian
abortus dapat menyebabkan kematian maternal.dikarenakan pada Umur
dibawah 19 tahun fungsi reproduksi wanita belum berkembang dengan
sempurna karena perkembangan organ reprduksi wanita sempurna
pada Umur 20 - 34 Tahun. Risiko terjadinya abortus meningkat
bersamaan dengan peningkatan jumlah paritas , Umur ibu, jarak
persalinan dengan kehamilan berikutnya. Abortus meningkat sebesar
12% pada wanita Umur kurang dari 20 tahun dan meningkat sebesar
26% pada Umur lebih dari 40 tahun. Insiden terjadinya abortus
meningkat jika jarak persalinan dengan kehamilan berikutnya 3 bulan.
Semakin lanjut umur wanita, semakin tipis cadangan telur yang
ada, indung telur juga semakin kurang peka terhadap rangsangan
gonadotropin. Makin lanjut Umur wanita, maka resiko terjadi abortus,
makin meningkat karena menurunnya kualitas sel telur atau ovum dan
meningkatnya resiko terjadinya kelainan kromosom. Hal ini seiring
dengan naiknya kejadian kelainan kromosom pada ibu yang berUmur
diatas 35 tahun. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kejadian tumor
mioma uteri pada ibu dengan Umur lebih tinggi dan lebih banyak
sehingga dapat menambah risiko terjadinya abortus (Erlina, 2015).

2) Paritas
Paritas adalah keadaan seorang wanita sehubungan dengan
keadaan seorang anak yang dapat hidup yang dibedakan menjadi
primipara, multipara, dan grande multipara. Paritas merupakan faktor
risiko yang mempengaruhi terjadinya abortus, pada paritas yang rendah
(paritas 1) ibu belum memiliki pengalaman sehingga tidak mampu
11

dalam menangani komplikasi yang mungkin terjadi selama kehamilan,


persalinan dan nifas. Semakin sering wanita mengalami kehamilan dan
melahirkan (paritas lebih dari 3) maka uterus semakin lemah sehingga
semakin besar risiko komplikasi kehamilan (Saifuddin, 2012).
Paritas adalah banyaknya anak yang dimiliki ibu dimulai
dari anak yang pertama sampai anak yang terakhir. Kondisi rahim
dipengaruhi juga oleh jumlah anak yang dilahirkan, Paritas dapat
dibedakan menjadi primipara, multipara dan grandemultipara. Paritas
adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin yang mampu hidup
diluar rahim (28 minggu) (Bobak, 2014). Menurut Saifuddin (2012)
Nullipara adalah seorang wanita yang belum pernah melahirkan bayi
yang viable untuk pertama kali. Multipara atau pleuripara adalah
seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang untuk beberapa kali.

Paritas adalah jumlah kehamilan yang menghasilkan janin hidup,


bukan jumlah janin yang dilahirkan. Janin yang lahir hidup atau mati
setelah viabilitas dicapai, tidak mempengaruhi paritas. Primipara adalah
seorang wanita yang telah menjalani kehamilan sampai janin mencapai
tahap viabilitas. Multipara adalah seorang wanita yang telah menjalani
dua atau lebih kehamilan dan menghasilkan janin sampai pada tahap
viabilitas. Paritas tinggi (Grandemultipara 5 atau lebih) viabilitas
merupakan kapasitas hidup diluar uterus, sekitar 22 minggu periode
menstruasi (20 minggu kehamilan) atau berat janin lebih dari 500 gram
(Nisa, 2014).
Menurut penelitian Setiadi (2014) paritas 2 - 3 merupakan paritas
paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal seperti kejadian
abortus. Paritas tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian
maternal lebih tinggi. Lebih tinggi paritas maka lebih tinggi resiko
komplikasi dan kematian maternal. Risiko pada paritas 1 dapat
ditangani dengan asuhan obstretrik lebih baik, sedangkan risiko pada
paritas tinggi dapat dikurangi atau dicegah dengan keluarga berencana.
Komplikasi yang mungkin timbul pada paritas tinggi antara lain adalah
12

distosia, perdarahan antepartum, ruptur uteri, hipertensi, penyakit


ginjal, anemia, kelainan letak, prolabsus uteri, diabetes mellitus.

Uterus yang meregang adalah etiologi dari abortus sehingga


dapat disimpulkan bahwa paritas yang meningkat menjadi salah satu
faktor resiko ibu untuk terjadi abortus. Paritas 2 - 3 merupakan paritas
paling aman ditinjau dari sudut kematian maternal. Paritas 1 dan paritas
tinggi (lebih dari 3) mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi.
Resiko pada paritas 1 dapat ditangani dengan asuhan obstetrik yang
lebih baik, sedangkan resiko pada paritas tinggi dapat dikurangi atau
dicegah dengan keluarga berencana. Sebagian kehamilan dengan paritas
tinggi adalah tidak direncanakan (Rahmawati, 2011).
Paritas I dan ≥ IV memiliki risiko yang lebih besar pada ibu dan
juga janinnya. Ibu yang baru pertama kali melahirkan seringkali secara
mental dan psikologis belum siap sehingga hal ini dapat memperbesar
kemungkinan terjadinya komplikasi. Sedangkan ibu yang terlalu sering
melahirkan, fungsi dari organ reproduksinya mengalami kemunduran
dan rahim akan semakin lemah untuk berkontraksi dan kemungkinan
akan mengalami komplikasi lebih besar. Hasil penelitian ini sejalan
dengan teori yang dikemukakan Winkjosastro (2017), bahwa salah satu
penyebab kelainan his yang dapat menyebabkan partus lama terutama
ditemukan pada primigravida sedangkan pada multipara banyak
ditemukan kelainan - kelainan lain yang bersifat inersia uteri

3) Radiasi

Bila wanita hamil atau Umur kehamilan 10 hari, dapat


mengakibatkan keguguran. Pada wanita hamil 3 - 4 minggu sampai 12
minggu akan mengakibatkan terjadinya gangguan pertumbuhan. Hal ini
terlihat berupa perubahan bentuk atau kelainan pada bayi, bayi
dilahirkan akan mempunyai cacat bawaan. Bila dosis radiasi sangat
besar, akan mengakibatkan kematian pada fetus/janin yang sedang
dikandungnya.
13

a. Obat - obatan. Mengkonsumsi asam folat, antikoagulan, dan lain - lain.


Sebaiknya tidak menggunakan obat - obatan sebelum kehamilan 16
minggu, kecuali telah dibuktikan bahwa obat tersebut tidak
membahayakan janin, atau untuk pengobatan penyakit ibu yang parah.
b. Bahan - bahan kimia lainnya, seperti bahan yang mengandung arsen dan
benzene.
Pada trimester I, dimana embrio berdiferensi untuk membentuk
sistem organ. Jadi bahan berbahaya yang masuk ke dalam tubuh wanita
hamil dapat mempengaruhi perkembangan hasil konsepsi. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Nurjaya, menyatakan bahwa ibu yang
bekerja memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibanding ibu yang
tidak bekerja. Namun yang menjadi masalah adalah terhadap
reproduksi wanita, karena
apabila bekerja pada tempat yang banyak terdapat bahan
berbahaya seperti zat kimia, radiasi dan jika terpapar. Sehingga
kehamilan tersebut mengakibatkan trauma mekanis yang berakhir
dengan abortus..

4) Nutrisi

Makanan untuk ibu hamil haruslah lebih diperhatikan lagi


supaya mempertahankan kesehatan dan kekuatan badan ibu. Untuk
pertumbuhan dan perkembangan janin, nutrisi sangat dibutuhkan bagi
fisik ibu hamil agar bisa menyembuhkan luka setelah persalinan dan
sebagai cadangan masa laktasi.
Makanan dengan gizi seimbang adalah makanan yang cukup
mengandung karbohidrat dan lemak sebagai sumber tenaga, protein
sebagai sumber zat pembangun, serta vitamin dan mineral sebagai zat
pengatur. Kebutuhan nutrien akan meningkat selama hamil, namun
tidak semua kebutuhan nutrien meningkat secara proporsional.
Makanan yang mengandung zat besi, asam folat dan vitamin B12
seperti hati, ikan teri, daging merah, kacang– kacangan, sayuran
14

berwarna hijau, kuning telur, dan buah–buahan sangat dibutuhkan oleh


ibu hamil.
Pada dasarnya menu makanan ibu hamil tidak banyak berbeda
dari menu sebelum hamil. Oleh karena itu, diharapkan tidak ada
kesulitan dalam pengaturan menu selama hamil. Selama hamil calon ibu
memerlukan lebih banyak zat gizi daripada wanita yang tidak hamil,
karena makanan ibu hamil dibutuhkan untuk dirinya dan janin yang
dikandungnya, bila makanan ibu terbatas janin akan tetap menyerap
persediaan makanan ibu sehingga ibu menjadi kurus, lemah, pucat.
Demikian pula, bila makanan ibu kurang, tumbuh kembang janin
akan terganggu, terlebih bila keadaan gizi ibu pada masa sebelum hamil
telah buruk pula. Keadaan ini dapat mengakibatkan abortus, bayi lahir
prematur, atau bahkan bayi lahir mati. Penambahan berat badan ibu
hamil normal dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Standar Pertambahan Berat Badan Ibu Hamil Tiap Trimester
IMT Total pertambahan Total pertambahan berat
sebelum berat badan pada badan pada trimester ke II
hamil trimester I dan ke III per minggu
Kurang < 18,5 1 – 3 kg 0,44 – 0,58 kg
Normal 18,5 – 1 – 3 kg 0,35 – 0,5 kg
24,9
Over weight 1 – 3 kg 0,23 – 0,33 kg
25 -
29,9
Obesitas >30 0,2 – 2 kg 0,17 – 0,27 kg
kg
15

5) Pemakaian obat dan faktor lingkungan

Pemakaian obat dapat mempengaruhi terjadinya kejadian abortus,


akan tetapi hal ini masih belum menjadi penyebab umum kejadian
abortus.
6) Tembakau

Merokok dilaporkan menyebabkan peningkatan resiko abortus.


Bagi wanita yang merokok lebih dari 14 batang perhari, resiko tersebut
sekitar dua kali lipat dibandingkan dengan kontrol normal. Menghitung
bahwa resiko abortus meningkat secara linier 1,2 kali untuk setiap 10
batang rokok yang diisap perhari.

7) Alkohol
Abortus spontan dan anomali janin dapat terjadi akibat sering
mengkonsumsi alkohol selama 8 minggu pertama kehamilan. Angka
abortus meningkat dua kali lipat pada wanita yang minum 2 kali setiap
minggu, dan tiga kali pada wanita yang mengkonsumsi alkohol setiap
hari dibandingkan bukan dengan peminum.
8) Kafein

Konsumsi kopi dalam jumlah lebih dari empat cangkir perhari


dapat meningkatkan resiko abortus. Resiko tampaknya meningkat seiring
dengan peningkatan jumlah. Dalam suatu studi oleh Klebanoff dkk, kadar
paraxantin (suatu metabolit kafein) dalam darah ibu menyebabkan
peningkatan dua kali lipat resiko abortus hanya apabila kadar tersebut
sangat tinggi.
3. Klasifikasi abortus

Abortus dapat dibagi sebagai berikut:

a. Menurut Kejadiannya

1) Abortus spontan adalah keluarnya hasil konsepsi tanpa


intervensi medis maupun mekanis.
2) Abortus provocatus (disengaja, digugurkan), indikasi abortus
16

untuk kepentingan ibu, misalnya penyakit jantung, hipertensi


esensial, dan karsinoma serviks.
b. Menurut Bentuk Klinis
Secara klinis abortus dibedakan menjadi:

1) Abortus imminens (keguguran mengancam). Abortus ini baru mengancam


dan masih ada harapan untuk mempertahankannya. Beberapa sumber
menyebutkan beberapa resiko terjadinya prematuritas atau gangguan
pertumbuhan dalam rahim.
2) Abortus insipiens (keguguran berlangsung). Abortus ini sedang berlangsung
dan tidak dapat dicegah lagi dan berlangsung hanya beberapa jam saja.
Abortus insipiens didiagnosis bila pada wanita ditemukan perdarahan
banyak, kadang - kadang keluar gumpalan darah disertai nyeri
karenakontraksi rahim kuat dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehinga jari
pemeriksa dapat masuk dan ketuban dapat diraba. Kadang - kadang
perdarahan dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan jaringan yang
tertinngal dapat menyebabkan infeksi sehingga evaluasi harus segera
dilakukan.
3) Abortus inkompletus (keguguran tidak lengkap). Abortus inkomplitus
didiagnosis apabila sebagian dari hasil konsepsi telah lahir atau teraba pada
vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan plasenta). Perdarahan
biasanya terus berlangsung, banyak dan membahayakan ibu. Serviks terbuka
karena masih ada benda di dalam rahim yang dianggap sebagai benda asing.
Oleh karena itu, uterus akan berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan
kontraksi sehingga ibu merasakan nyeri namun tidak sehebat insipiens. Pada
beberapa kasus perdarahan tidak banyak dan bila dibiarkan, serviks akan
menutup kembali. Bila perdarahan banyak akan terjadi syok.
4) Abortus kompletus (keguguran lengkap). Seluruh buah kehamilan telah
dilahirkan dengan lengkap, ostium tertutup uterus lebih kecil dari umur
kehamilan atau ostium terbuka kavum uteri kosong.
5) Abortus tertunda (missed abortion). Keadaan dimana janin telah mati sebelum
minggu ke 20, tetapi tertahan di dalam rahim selama beberapa minggu setelah
17

janin mati. Saat kematian janin kadang - kadang ada perdarahan pervaginam
sedikit sehingga menimbulkan gambaran abortus imminens. Selanjutnya
rahim tidak membesar bahkan mengecil karena absorpsi air ketuban dan
maserasi janin.
6) Abortus habitualis (keguguran berulang). Abortus yang telah berulang dan
berturut - turut terjadi, sekurang - kurangnya 3 kali berturut - turut.

4. Skrining dan diagnosis abortus

a. Abortus imminens Diagnosis dasar:


1) Anamnesis

a) Kram perut bagian bawah

b) Perdarahan bercak hingga sedang dari jalan lahir

2) Objektif

a) Pemeriksaan fisik

Keadaan umum tampak lemah atau kesadaran menurun, tekanan


darah normal atau menurun, denyut nadi normal, cepat atau kecil, suhu
badan normal atau meningkat. Perdarahan pervaginam dapat bervariasi
dari sekret vagina berdarah sampai sedikit bercak atau minimum, biasanya
kurang dari haid normal. Warna darah lebih banyak merah segar, kecuali
telah bercampur dengan darah tua sehingga warnanya kecoklatan.
b) Pemeriksaan dalam

(1) Fluksus ada (sedikit)

(2) Ostium uteri tertutup

(3) Ukuran uterus sesuai dengan masa kehamilan

(4) Uterus lunak

3) Pemeriksaan penunjang

a) USG: Hasil konsepsi masih utuh, diperhatikan ukuran biometri


18

janin/kantong gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan


HPHT. Adanya tanda kehidupan janin meliputi denyut jantung janin dan
gerakan janin diperhatikan disamping ada tidaknya hematoma
retroplasenta atau pembukaan kanalis servikalis.
b) Laboratorium:

(1) Darah perifer lengkap: kadar Hb untuk menilai anemia, leukosit.

(2) pemeriksaan tes hamil masih positif

b. Abortus insipiens Dasar diagnosis:


1) Anamnesis

a) Disertai nyeri/kontraksi rahim yang lebih hebat

b) Perdarahan sedang hingga masif/ banyak dari jalan lahir

2) Pemeriksaan dalam

a) Perdarahan sedang hingga banyak

b) Ostium uteri terbuka

c) Jaringan atau hasil konsepsi dapat diraba

d) Ukuran uterus sesuai dengan Umur kehamilan

e) Hasil konsepsi masih berada dalam rahim, belum terjadi ekspulsi


hasil konsepsi
f) Ketuban utuh (menonjol)

c. Abortus komplit Dasar diagnosis:


1) Anamnesis

a) Nyeri perut bagian bawah sedikit/tidak ada

b) Perdarahan dari jalan lahir sedikit

2) Pemeriksaan dalam

a) Perdarahan bercak sedikit hingga sedang


19

b) Teraba sisa jaringan hasil konsepsi

c) Ostium uteri tertutup, bila ostium uteri terbuka teraba rongga uterus
kosong

d) Ukuran uterus lebih kecil.

3) Pemeriksaan penunjang

a) Laboratorium: hasil pemeriksaan ter hamil negatif


d. Abortus inkompletus (keguguran tidak lengkap) Dasar diagnosis:
1) Anamnesis
a) Kram atau nyeri perut bagian bawah

b) Perdarahan sedang hingga masif/banyak dari jalan lahir tergantung


pada jaringan yang tersisa yang menyebabkan sebagian sisi plasenta
masih terbuka sehingga perdarahan berjalan terus.
2) Pemeriksaan dalam

a) Pada pemeriksaan vagina kanalis servikalis masih terbuka.

b) Sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada
yang tertinggal.
c) Teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri
eksternum.
e. Missed abortion

Dasar diagnosis:

1) Anamnesis

a) Penderita biasanya tidak merasakan keluhan apapun kecuali


merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan.
2) Pemeriksaan dalam

a) Hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan.


3) Pemeriksaan penunjang

a) USG: Ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam


20

kandungan sebelum kehamilan 20 minggu. Kadangkala missed abortion


juga diawali dengan abortus iminens yang kemudian merasa sembuh,
tetapi pertumbuhan janin terhenti.
b) Laboratorium: Pada pemeriksaan urin kehamilan biasanya negatif
setelah satu minggu dari terhentinya pertumbuhan kehamilan.
5. Patofisiologi abortus

Patofisiologi terjadinya keguguran mulai dari terlepasnya sebagian atau


seluruh jaringan plasenta yang menyebabkan perdarahan sehingga janin
kekurangan nutrisi dan O2, bagian yang terlepas dianggap benda asing
sehingga rahim berusaha untuk mengeluarkan seluruh atau sebagian hasil
konsepsinya dengan kontraksi.
Pengeluaran tersebut dapat terjadi spontan seluruhnya atau sebagian
masih tertinggal yang menyebabkan sebagian penyakit, oleh karena itu
keguguran memberikan gejala umum sakit perut karena kontraksi rahim,
terjadi perdarahan, dan disertai pengeluaran seluruh atau sebagian hasil
konsepsi.
Bentuk pengeluaran bervariasi di antaranya:

a. Sedikit - sedikit dan berlangsung lama.

b. Sekaligus dalam jumlah yang besar dapat disertai gumpalan.

c. Umur kehamilan di bawah 14 minggu dimana plasenta belum terbentuk


sempurna, dikeluarkan seluruh atau sebagian konsepsi.
d. Di atas 16 minggu dengan pembentukan plasenta sempurna dapat diikuti
pengeluaran hasil konsepsi dan dilanjutkan dengan pengeluaran plasenta.
e. Hasil konsepsi tidak dikeluarkan lebih dari 6 minggu sehingga terjadi
ancaman baru dalam bentuk gangguan pembekuan darah.
Kadang - kadang telur dengan abortus mempunyai bentuk yang istimewa,
seperti:
a. Telur kosong (blighted ovum) yang terbentuk hanya kantong amnion berisi
air ketuban tanpa janin
b. Mola kruenta adalah telur yang dibungkus oleh darah kental. Mola kruenta
21

terbentuk kalau abortus terjadi dengan lambat laun hingga darah sempat
membeku antara desidua dan korion. Kalau darah beku ini sudah seperti
daging disebut juga mola karnosa.
c. Mola tuberosa ialah telur yang memperlihatkan benjolan - benjolan,
disebabkan oleh hematom - hematom antara amnion dan korion.
d. Nasib janin yang mati bermacam - macam, kalau masih sangat kecil dapat
diabsorbsi dan hilang. Kalau janin sudah agak besar, cairan amnion
diabsorbsi hingga janin tertekan.
6. Komplikasi abortus

Komplikasi yang serius kebanyakan terjadi pada fase abortus yang


tidak aman (unsafe abortion) walaupun kadang - kadang dijumpai juga
pada abortus spontan. Komplikasi dapat berupa perdarahan, kegagalan
ginjal, infeksi, syok akibat perdarahan dan infeksi sepsis.
a. Perdarahan

Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari


sisa - sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah.
Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila tidak diberikan
penanganan pada waktunya.

b. Perforasi

Perforasi uterus pada saat kerokan terjadi pada uterus pada posisi
hiperretrofleksi. Jika terjadi seperti ini penderita perlu diamati dengan teliti
jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparotomi, dan tergantung dari
luas dan bentuk perforasi atau perlu histerektomi. Perforasi uterus pada
abortus yang dikerjakan oleh seorang awam menimbulkan persoalan gawat
dengan adanya dugaan atau kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus
segera dilakukan untuk menentukan luasnya cedera, untuk selanjutnya
mengambil tindakan - tindakan seperlunya guna mengatasi komplikasi.
c. Infeksi
22

Infeksi dalam uterus dan adneksa dapat terjadi dalam setiap abortus
tetapi biasanya didapatkan pada abortus inkomplet yang berkaitan erat dengan
suatu abortus yang tidak aman (unsafe abortion). Tanda dan gejala terkena
sepsis diantaranya nyeri abdomen bawah, nyeri lepas, uterus terasa lemas,
perdarahan berlanjut, lemah - lesu, demam, sekret vagina berbau, sekret dan
pus dari serviks, nyeri goyang serviks.
Kehamilan sering tejadi bersamaan dengan infeksi yang dapat
memengaruhi kehamilan atau sebaliknya memberatkan infeksi. Di samping
itu, terdapat beberapa infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital
sehingga kombinasi tersebut memerlukan pengobatan yang intensif dan
melakukan gugur kandung.
Herpes simpleks dilaporkan berkaitan dengan peningkatan insidensi
abortus setelah terjadi infeksi genital pada awal kehamilan. Saat kehamilan,
jumlah produksi imun mengalami perubahan responsif, yang membantu
dalam mencegah fetal resection (penyayatan jaringan tubuh fetus), tetapi
memengaruhi wanita terhadap infeksi. Infeksi saat kehamilan dapat
memengaruhi fetus sekaligus ibunya.
Macam - macam infeksi yang dapat menyebabkan abortus:

1) Infeksi rubela pada kehamilan

Penyakit ini sebagian besar terjadi pada masa anak - anak.


Peyakit rubela pada masa kehamilan dapat menimbulkan keguguran,
persalinan prematur bahkan mungkin cacat bawaan. Penyakit ini
bukanlah merupakan petunjuk untuk melakukan pengguguran.
2) Infeksi sifilis pada kehamilan

Penyebab infeksi ini adalah Treponema pallidum yang dapat


menembus plasenta setelah Umur kehamilan 16 minggu. Oleh karena itu, ada
baiknya melakukan pemeriksaan serologis sebelum hamil sehingga
pengobatan dapat diterapkan sampai sembuh.
Diagnosis penyakit ini tidak telalu sukar karena terdapat luka pada
daerah genitalia, mulut, atau ditempat lainnya. Pengaruhnya terhadap
23

kehamilan dapat dalam bentuk persalinan prematuritas atau kematian dalam


rahim dan infeksi bayi dalam bentuk plak kongenital (pemfigus sifilitus,
deskuamasi kulit telapak tangan dan kaki, terdapat kelainan pada mulut dan
gigi).
3) Infeksi abdominalis pada kehamilan
Penyakit infeksi tifus abdominalis yang disertai demam tinggi dan
kemungkinan perforasi, sehingga memerlukan diet cair secara tidak langsung
dapat menimbulkan gangguan pada kehamilan yang menyebabkan keguguran,
persalinan prematuritas, atau lahir mati. Angka kematian ibu dengan kehamilan
disertai tifus abdominalis cukup tinggi sedangkan kematian bayi sekitar 65 -
70%. Sebagai upaya pengobatan, perlu dilakukan kerja sama dengan ahli
penyakit dalam.
4) Infeksi Erisipelas pada kehamilan

Penyebab infeksi erisipelas adalah streptokokus hemolitikus yang


terdapat pada kulit. Kehamilan yang disertai erisipelas dapat lebih infeksius,
sehingga menimbulkan sepsis dan infeksi kala nifas. Pada saat hamil
pengaruhnya tidak terlalu berat, kecuali panas badan yang tinggi yang sering
menimbulkan keguguran. Pada saat persalinan mungkin infeksi dapat menular
ke bayi sehingga memerlukan perlindungan antibiotika.
5) Infeksi malaria pada kehamilan

Malaria merupakan infeksi yang masih terdapat di daerah pedesaan


dan merupakan penyakit rakyat. Seperti diketahui serangan malaria terjadi
secara teratur dengan jadwal waktu tertentu. Bentuk serangannya berupa
demam tinggi yang dapat disertai menggigil. Di samping itu penghancuran
darah merah menyebabkan anemia sehingga mengganggu pertumbuhan
dan perkembangan janin dalam rahim.
Infeksi malaria dapat menyebabkan infeksi plasenta sehingga makin
menganggu pertukaran nutrisi janin dan menimbulkan gangguan
perkembangan dan pertumbuhan janin sekunder. Infeksi malaria lebih
sering terjadi pada kehamilan karena daya tahan ibu hamil makin menurun
24

terhadap semua bentuk infeksi. Infeksi malaria serebral pada kehamilan


dapat meningkatkan angka kematian.
Pengaruh malaria terhadap kehamilan adalah:

a) Pemecahan sel darah merah menyebabkan anemia dan mengganggu


penyaluran dan pertukaran nutrisi ke arah janin.
b) Infeksi plasenta dapat menghalangi pertukaran dan menyalurkan nutrisi
ke janin.
c) Demam tinggi merangsang kontraksi otot rahim.

Sebagai akibat gangguan tersebut dapat terjadi keguguran dan


persalinan prematur, persalinan dismaturitas, kematian neonatus yang
tinggi, ibu mengalami anemia hamil dan kala nifas, gangguan persalinan
kala II sehingga memerlukan bantuan tindakan dari luar.
Infeksi maternal dapat membawa resiko bagi janin yang sedang
berkembang, terutama pada akhir trimester pertama atau awal trimester
kedua. Tidak diketahui penyebab kematian janin secara pasti, apakah janin
yang menjadi terinfeksi ataukah toksin yang dihasilkan oleh
mikroorganisme penyebabnya.
Penyakit - penyakit yang dapat menyebabkan abortus diantaranya:
(1) Virus seperti rubella, sitomegalovirus, virus herpes simpleks, varicella
zoster, vaccinia, campak, hepatits, polio. Bakteri seperti Salmonella
typhi. Parasit diantaranya Toxoplasma gondii, Plasmodium.
(2) Penyakit vascular. Misalnya hipertensi vascular

(3) Kelainan endokrin. Abortus spontan dapat terjadi bila produksi


progesterone tidak mencukupi atau pada penyakit disfungsi tiroid.
(4) Trauma. Kasusnya jarang terjadi, umumnya abortus terjadi segera
setelah trauma tersebut, misalnya trauma akibat pembedahan:
(a)Pengangkatan ovarium yang mengandung korpus luteum
graviditatum sebelum minggu ke 8.
(b)Pembedahan intraabdominal dan operasi pada saat hamil.
Kelainan uterus. Hypoplasia uterus, mioma.
25

Jumlah leukosit dan laju endap darah perlu diperiksa untuk


mendeteksi adanya infeksi yang tidak terdeteksi. Untuk menegakkan ibu
hamil terkena infeksi makan dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Pada pemeriksaan laboratorium leukosit normal 8 - 10 ribu/uL. Jika
leukosit lebih dari 10 ribu/uL kemungkinan terjadi infeksi.
d. Syok

Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan
area infeksi berat (syok endoseptik).
7. Penanganan Umum Abortus

a. Lakukan penilaian awal untuk segera menentukan kondisi awal pasien


(gawat darurat, komplikasi berat atau masih cukup stabil).
b. Pada kondisi gawat darurat, segera upayakan stabilisasi pasien
sebelum melakukan tindakan lanjutan (evaluasi medik atau merujuk).
c. Penilaian medik untuk menentukan kelaikan tindakan di fasilitas
kesehatan setempat atau dirujuk ke rumah sakit
1) Bila pasien syok atau kondisinya memburuk akibat perdarahan
berat, segera atasi komplikasi tersebut
2) Gunakan jarum infus besar (16G atau lebih besar) dan berikan
tetesan cepat (500 ml dalam 2 jam pertama) larutan garam
fisiologis atau Ringer.
3) Periksa kadar Hb, golongan darah dan uji padanan - silang. Ingat:
kemungkinan kehamilan ektopik pada pasien hamil muda
dengan syok berat
d. Bila terdapat tanda - tanda infeksi/sepsis: berikan antibiotik yang
sesuai
e. Temukan dan hentikan dengan segera sumber perdarahan

f. Lakukan pemantauan ketat tentang kondisi pascatindakan dan


perkembangan lanjutan.
g. Pemeriksaan dalam: fluksus ada (sedikit), ostium uteri tertutup, dan
besar uterus sesuai dengan umur kehamilan.
26

h. Pemeriksaan penunjang: hasil USG dapat menunjukkan buah


kehamilan masih utuh, diperhatikan ukuran biometri janin/kantong
gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT.
Adanya tanda kehidupan janin meliputi denyut jantung janin dan
gerakan janin, diperhatikan disamping ada tidaknya hematoma
retroplasenta atau pembukaan kanalis servikalis. Hasil laboratorium
menunjukkan tes urine positif.
8. Prognosis

Pada abortus imminens, janin biasanya masih dapat diselamatkan,


bergantung pada jumlah perdarahan yang dialami sang ibu. Prognosis ibu
pada abortus imminens juga baik.
9. Komplikasi

a. Perdarahan hebat dan persisten.


b. Sepsis.
c. Infeksi.
d. Sinekia intrauterin.
e. Infertilitas.
f. Perforasi dinding uterus.
g. Cedera usus dan kandung kemih.
B. Kerangka Konsep

Umur

Abortus

Paritas
27

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian


Keterangan :
Variable terikat (Dependent Variabel) : Abortus
Variable bebas (Independent Variabel) : Umur dan Paritas

C. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara umur dengan abortus di RSUD Rokan Hulu.
2. Ada hubungan antara paritas dengan abortus di RSUD Rokan Hulu.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Desain Penelitian


1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
analitik observasional. Peneliti berupaya mencari hubungan antara variabel
yang satu dengan variabel lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui Hubungan Umur dan Paritas Terhadap Kejadian Abortus Di
Rsud Rokan Hulu”.
2. Desain Penelitian
Desain yang digunakan adalah case - control study. Pada case -

control study dilakukan identifikasi subyek (kasus) yang telah terkena

penyakit (efek), kemudian ditelusur secara retrospektif ada atau tidaknya

faktor risiko yang diduga berperan. Pada desain ini, pengukuran variabel

dependen disebut efek sedangkan independennya dicari secara retrospektif.

Dalam penelitian ini subyek yang telah terkena penyakit adalah ibu hamil

dengan abotus (efek) kemudian ditelusuri kebelakang yaitu paritas dan umur
28

sebagai faktor risiko yang mempengaruhi (Bendatu,2015).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di RSUD Rokan Hulu.
2. Waktu Penelitian
Telah dilakukan penelitian pada bulan Februari - Mei 2023.
C. Populasi dan sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan sumber data yang diperlukan dalam
suatu penelitian (Bendatu,2015). Populasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang dirawat yaitu 1231 Orang.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang akan

diteliti. Bila populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari

semua yang ada pada populasi misalnya karena keterbatasan dana,

tenaga dan waktu.

Rumus mencari besar sampel :


n1= n2={ Z1 α/2 √(2 p 2(1−P 2)) + Z1 β √ ( P1 ( 1 p 1 ) ) +( p 2 ( 1− p 2 ) )} 2

(P1 – p2 ) 2

Dimana :

N = Besar sampel

Za = 1.96

Zβ = (1.64)

P1 = Poposi papaan pada kelompok kasus (a/a+c)

P2 = Poposi papaan pada kelompok kontrol (b/b+d)

Jadi sampel yang digunakan dala penelitian ini adalah 100


29

sampel yang diambil Penelitian tedahulu Yanti (2018) besar sampel

dari kelompok kasus sejumlah 50 responden dan kelompok kontrol

sejumlah 50 responden. Dengan perbandingan rasio kelompok

kasus dan kelompok kontrol adalah 1 : 1

3. Teknik sampling
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah sistematik
random sampling.

D. Definisi Operasional

Defenisi operasional ini juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada


pengukuran dan pengamatan terhadap variabel - variabel yang bersangkutan
serta pengembangan instrumen (alat ukur) (Neolaka, 2016).

Berdasarkan uraian diatas maka defenisi operasional yang penulis


rumuskan dalam penelitian ini adalah :

Tabel 2.1 Defenisi Operasional


No VariabelDefenisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ukur

umur Umur reproduksi sehat untuk ceklis Ordinal


mengandung dan 1. Umur reproduksi
melahirkan yaitu 20 - 35 sehat 20 - 34
tahun. tahun
2. Umur reproduksi
tidak sehat <20 -
≥35 tahun

Paritas Paritas adalah jumlah kelahiran


Ceklis 1. Paritas beresiko Ordinal
(1
yang menghasilkan bayi dan >3 kali)
hidup atau mati. 2. Paritas tidak
beresiko (2-3 kali)
30

abortus Abortus adalah berakhirnyaCeklis 1. ya ordinal


kehamilan sebelum janin 2. tidak
dapat hidup di luar, tanpa
mempersoalkan
penyebabnya

E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan adalah dengan menggunakan lembar
ceklis, dokumen dan rekam medis yang berisi tentang variabel yang akan
diteliti.
F. Jenis Data
a. Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti sendiri, pada
penelitian ini diperoleh langsung dari responden.
b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari sumber lain diluar
dari responden penelitian. Sumber tersebut diperoleh dari Rekam
Medik RSUD Rokan Hulu.
G. Pengolahan dan Analisa Data

1. Pengolahan Data
Menurut Emzir (2014) pengolahan data secara manual pada
umumnya melalui langkah - langkah sebagai berikut :
a) Editing (Penyuntingan Data)

Hasil wawancara atau angket yang diperoleh atau


dikumpulkan melalui kuisioner perlu disunting (edit) terlebih
dahulu. Kalau ternyata masih ada data atau informasi yang tidak
lengkap, dan tidak mungkin dilakukan wawancara ulang, maka
kuisioner tersebut dikeluarkan (drop out).
b) Coding Sheet (Membuat Lembaran Kode)

Lembaran atau kartu kode adalah instrumen berupa


31

kolom - kolom untuk merekam data secara manual. Lembaran


atau kartu kode berisi nomor responden, dan nomor - nomor
pertanyaan.
c) Data Entry (Masukan Data)

Yaitu kegiatan memasukkan data yang telah


dikumpulkan dalam master tabel atau data base
komputer,kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana.
d) Tabulasi

Yakni membuat tabel - tabel data, sesuai dengan


tujuan penelitian atau yang diinginkan oleh peneliti.
2. Analisis data

Hasil analisa data disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi,


dan persentase data yang disajikan adalah :

a) Univariat

Univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan


karakteristik tiap variabel penelitian.Pada umumnya dalam analisis
ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap
variable.Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik
masing - masing variable yang diteliti.
b) Biivariat

Analisis bivariat yaitu secara analitik untuk mengetahui


hubungan antara dua variabel dengan uji chi - square. Uji chi -
square pada α = 0,05 (IK=95%). Jika diperoleh hasil nilai p<0,05
maka hipotesa diterima karena Ada Hubungan Umur, Paritas dan
Pendidikan Terhadap Kejadian Abortus Di Rsud Rokan Hul. dan
jika p>0,05 maka hipotesa ditolak karena tidak ada Hubungan
Umur, Paritas dan Pendidikan Terhadap Kejadian Abortus Di
Rsud Rokan Hulu.

Ha = Ada Hubungan Umur, Paritas dan Pendidikan Terhadap


32

Kejadian Abortus Di Rsud Rokan Hulu.

Ho = Tidak ada Hubungan Umur, Paritas dan Pendidikan Terhadap


Kejadian Abortus Di Rsud Rokan Hulu. Analisa
menggunakan komputer.
H. Etika Penelitian

Dalam penelitian yang melibatkan manUmur atau hewan,

peneliti harus memperhatikan isu etik. Beberapa yang harus

diperhatikan dalam penelitian ini antara lain :

1. Mencantumkan nama dan sumber apabila mengutip karya orang


lain.
2. Informed consent. Tujuan informed consent adalah supaya
responden mengerti maksud dan tujuan penelitian serta mengetahui
dampaknya. Responden dapat menentukan bersedia ataupun
menolak menjadi sampel penelitian.
3. Anonymity yaitu tidak mencantumkan nama responden pada lembar

alat ukur dan hanya menuliskan kode.

4. Kerahasiaan (confidentiality) yang merupakan masalah etika

dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik

informasi maupun masalah - masalah lainnya.


33

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Sejarah Singkat Rumah Sakit Umum Daerah Rokan Hulu

Rumah Sakit Umum Daerah Rokan Hulu adalah rumah sakit milik

pemerintah kabupaten rokan hulu propinsi riau yang terletak di pusat kota Pasir

Pengeraian yang melayani rujukan dari semua kecematan yang ada dan intuisi

kesehatan lainnya di kabupaten rokan hulu maupun dari kabupaten lainnya

yang wilayahnya berdekatan. Rumah Sakit Umum Daerah Rokan Hulu di

dirikan pada tahun 2004 yang di tetapkan melalui keputusan bupati rokan hulu

No. 061 tahun 2004 sebagai rumah sakit tipe C dan mulai di resmikan

fungsinya oleh bupati rokan hulu pada tanggal 14 september 2004.

Luas area rumah sakit adalah 5,8 Hektar, terletak di Jl. Syekh Ismail

Pasir Pengaraian. Status RSUD Rokan hulu Terstandar Starker Tingkat


34

Paripurna Rating Bintang 5 (Lima) pada Tahun 2023. Data Penelitian ini di

ambil di ruangan Rekam Medik RSUD Rokan Hulu.

B. Batas Wilayah

Batas-batas wilayah RSUD Rokan Hulu sebagai berikut :

a. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Padang Lawas dan Labuhan

Batu selatan

b. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kampar

c. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Bengkalis dan Rokan Hilir

d. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Pasaman

C. Hasil Penelitian

Berdasarkan Penelitian tentang Apakah ada Hubungan Umur, Paritas

dan Pendidikan Terhadap Kejadian Abortus di RSUD Rokan Hulu Di RSUD

Rokan Hulu telah dilaksanakan dari bulan Februari - Mei 2023. Dalam

penelitian ini menggunakan teknik pengambilan sampel simple random sampling

(Daniel, 2011). Responden pada penelitian ini berjumlah 100 orang terdiri dari

50 Kontrol dan 50 kasus. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan uji

statistik Chi-Square.

1. Analisis Univariat

Analisis Univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi

Frekuensi Karakteristik ibu yang mengalami abortus di RSUD Rokan

Hulu. Adapun hasil analisis univariat dapat dilihat pada uraian berikut :

a. Distribusi Frekuensi Umur ibu yang mengalami kejadian Abortus


di RSUD Rokan Hulu
35

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Umur ibu yang mengalami kejadian


Abortus di RSUD Rokan Hulu

Umur Kasus % Kontrol %


Umur Reproduksi Sehat (20 – 34
41 82% 37 74%
Tahun)
Umur Reproduksi Tidak Sehat
9 18% 13 26%
(<20 dan ≥35Tahun)
Total 50 100% 50 100%

Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa Umur

Reproduksi Sehat Kategori kasus 41 Orang ( 82%) dan Kontrol 37 Orang

(74%). Sedangakan Umur Reproduksi Tidak Sehat Kasus 9 Oang (18%)

dan Kategori kontrol 13 Orang ( 26%).

b.Distribusi Frekuensi Paritas ibu yang mengalami kejadian Abortus di


RSUD Rokan Hulu

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Paritas ibu yang mengalami kejadian


Abortus di RSUD Rokan Hulu

Kontro
Paritas Kasus % %
l
Paritas Beresiko (1 dan >3 Kali) 24  48%  28  56%

Paritas Tidak Beresiko (2 dan 3 Kali) 26 52% 22 44%

Total 50 100% 50 100%

Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa Paritas ibu Kategori kasus

yang beresiko 24 Orang (48%) dan Kontrol 28 Orang (56%). Sedangakan

Paritas Kategori Kasus Tidak beresiko 26 Oang (52%) dan Kategori kontrol 22

Orang (44%).

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square. Apabila P Value < 0,05


36

Ha diterima, maka Ada Hubungan Umur dan Paritas Terhadap Kejadian

Abortus di RSUD Rokan Hulu.

a. Hubungan Umur terhadap Kejadian Abortus

Tabel 4.3
Hubungan Umur terhadap Kejadian Abortus Di RSUD Rokan Hulu

Abortus
Nilai
Umur Ya Tidak OR 95% CI
p
∑ % ∑ %
Umur Reproduksi Sehat
41 82% 37 74%
(20 – 34 Tahun)
Umur Reproduksi Tidak  0.613 –
9 18% 13 26%  0.469  1.601 4.176
Sehat (<20 dan ≥35 Tahun)
 Total 50 100% 50 100%

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa ibu hamil pada kategori umur

reproduksi sehat lebih banyak yang mengalami abortus berjumlah

41 orang (82%) dari pada kelompok yang tidak abortus (74%).Hasil

uji chi square di peroleh nilai p >0,05 yaitu p = 0.469 menunjukkan

bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara Umur ibu dengan

kejadian abortus dengan Nilai OR = 1.601

b. Hubungan Paritas terhadap Kejadian Abortus

Tabel 4.4
Hubungan Paritas ibu yang mengalami kejadian Abortus
di RSUD Rokan Hulu

Abortus
95%
Paritas Ya Tidak Nilai p OR
CI
∑ % ∑ %
Paritas Beresiko (1 dan
24  48%  28  56%
>3 Kali)  0.330-
 0.423  0.725
Paritas Tidak Beresiko 1.594
26 52% 22 44%
(2 dan 3 Kali)
37

 Total 50 100% 50 100%

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa ibu hamil pada pada kategori

paritas tidak beresiko lebih banyak mengalami abortus berjumah 26

orang (52%) dari pada keompok yang tidak abortus berjumah 22

orang (44%)

Hasil uji statistic chi square di peroleh nilai p >0,05 yaitu

p= 0.423 menunjukkan bahwa Tidak ada hubungan yang signifikan

antara paritas ibu dengan kejadian abortus dengan Nilai OR =0.725

ini Menunjukakn bahwa paritas beresiko bukan menjadi faktor

penyebab terjadinya abortus.

3. Pembahasan

Dalam penelitian ini peneliti menyesuaikan pada teori yang ada dan

membandingkan dengan kenyataan yang ditemukan di lapangan hasil penelitian

ini dibahas sesuai dengan variabel-variabel yang di teliti.

Berdasarkan hasil penelitian Hubungan Umur dan Paritas terhadap

kejadian abortus pada ibu hamil dan melahirkan di RSUD Rokan Hulu yang

dilakukan pada bulan Januari – Mei 2023 dengan data yang diambil dari bulan

Januari sampai Desember 2023 dengan jumlah responden sebanyak 100 ibu

yang abortus membuktikan bahwa ada beberapa faktor yang mendukung


38

kejadian abortus di RS tersebut. Faktor yang mendukung terjadinya abortus di

RSUD Rokan Hulu, yang pertama adalah faktor Umur, berdasarkan Umur ibu

peneliti membagi 2 kategori Umur yang pertama Umur reproduksi sehat yaitu

rentang Umur 20 - 34 tahun dan Umur reproduksi tidak sehat yaitu <20 dan

≥35 tahun.

Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ibu yang mengalami abortus

terdapat Umur reproduksi sehat berjumlah 41 orang (82%) sedangkan Umur

reproduksi tidak sehat berjumlah 9 orang (18%). Dari 50 ibu tidak mengalami

abortus terdapat Umur Reproduksi Sehat sebanyak 37 orang (74%) sedangkan

Umur Reproduksi Tidak Sehat sebanyak 13 orang (26%).

Hasil uji statistic chi square di peroleh nilai p >0,05 yaitu p= 0.469

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara Umur ibu

dengan kejadian abortus. Nilai OR = 1.601 ini menunjukkan Umur Reproduksi

Tidak Sehat tidak sebagai faktor risiko terjadinya abortus.

Penelitian ini Tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh

Adeniran (2015) bahwa umur memengaruhi angka kejadian abortus yaitu pada

Umur bawah 20 tahun dan diatas 35 tahun, kurun waktu reproduksi sehat

adalah 20 - 30 tahun dan keguguran dapat terjadi pada Umur muda karena

pada Umur muda/remaja alat reproduksi belum matang dan belum siap

untuk hamil. Kehamilan maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada

Umur di bawah 20 tahun ternyata 2 - 5 kali lebih tinggi daripada kematian

maternal yang terjadi pada Umur 20 - 29 tahun. Kematian maternal meningkat

kembali sesudah Umur 30 - 35 tahun. Frekuensi abortus bertambah dari 12 %


39

pada wanita 20 tahun menjadi 26% pada wanita diatas 40 tahun. Penyebab

keguguran yang lain adalah kelainan sitogenetik. Kelainan sitogenetik embrio

biasanya berupa aneuploidi yang disebabkan oleh kejadian sporadic

misalnya nondijunction meiosis atau poliploidi dari fertilisasi abnormal (Sitti,

2013).

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan

oleh Elvira Junita, dkk, (2013), dimana faktor umur yang mempengaruhi

kejadian abortus di RSUD Rokan Hulu tahun 2011 dari 132 ibu mayoritas

pada kategori umur <20 tahun sebanyak (40,9%) dan minoritas pada kategori

umur >35 tahun sebanyak (22%). Distribusi frekuensi abortus ibu hamil yang

mengalami abortus sebanyak (93%). Sedangkan distribusi frekuensi umur ibu

hamil yang beresiko terhadap kejadian abortus adalah kelompok umur <20

tahun yaitu sebanyak 98%. Dari analisa hubungan umur ibu hamil dengan

kejadian abortus terdapat hubungan yang signifikan antara umur ibu hamil

dengan kejadian abortus.

Faktor yang kedua adalah paritas. Berdasarkan hasil olah data

diperoleh Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ibu yang mengalami

abortus terdapat paritas berisiko berjumlah 29 orang (61.7 %) sedangkan paritas

yang tidak berisiko berjumlah 18 orang (38.3%). Dari 50 ibu yang dirawat yang

tidak mengalami abortus terdapat paritas berisiko sebanyak 20 orang (43.4%)

sedangkan paritas yang tidak berisiko sebanyak 30 orang (56.6%).

Hasil uji statistic chi square di peroleh nilai p >0,05 yaitu p= 0.548

menunjukkan bahwa terdapat tidak ada hubungan yang signifikan antara


40

paritas ibu dengan kejadian abortus. Dalam penelitian ini lebih banyak yang

mengalami abortus pada Paritas Tidak Beresiko mengalami abortus Hal tersebut

tidak sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh (Adeniran, 2015) yang

menjelaskan tentang risiko terjadinya abortus meningkat dengan

meningkatnya jumlah kehamilan dan kelahiran, Umur ibu dan Umur ayah

serta jarak kelahiran.

Penelitian ini sejalan dengan penelitian Azhar, 2016 di RSIA Paradise

Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Tanah Bumbu, paritas berisiko sebagian

besar (57,9%) mengalami abortus, dan hampir setengahnya (42,1%) yang tidak

mengalami abortus. Sedangkan paritas yang tidak berisiko sebagian besar

(55,9%) yang tidak mengalami abortus dan hampir setengahnya (44,1%) yang

mengalami abortus, dari hasil uji statistic maka tidak ada hubungan antara paritas

dengan kejadian abortus.

Menurut asumsi peneliti berasumsi bahwa Berdasarkan hasil penelitian ini

paritas berisiko primipara dan multipara dapat disebabkan oleh kuranganya

asuhan obstetric yang baik selama kehamilan, seperti ibu yang tidak

melakukan antenatal care secara teratur dan ibu yang mudah sterss dapat

mengaggu pertumbuhan dan perkembangan janin sehingga janin tidak mampu

hidup aterm. Tetapi jika dilakukan asuhan obstetric yang lebih baik selama

kehamilan,maka kehamilan akan berlangsung sampai aterm. Sedangkan pada

grandamultipara lebih dari atau sama dengan 4 kali dapat disebabkan oleh

menurunnya fungsi alat reproduksi dalam menerima buah kehamilan dan dapat

dikurangi atau dicegah dengan mengikuti program keluarga berencana.


41

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada 100 responden tentang

Hubungan Umur, Paritas dan Pendidikan Terhadap Kejadian Abortus di

RSUD Rokan Hulu . diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Umur ibu hamil dengan kejadian Abortus di RSUD Rokan Hulu


menunjukkan tidak ada Hubungan yang bermakna dengan nilai p-value
42

0,469.
2. Paritas ibu hamil dengan kejadian Abortus di RSUD Rokan Hulu
menunjukkan tidak ada Hubungan yang bermakna dengan nilai p-value
0,548

B. Saran

1. Bagi Universitas Pasir Pengaraian

Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dalam proses

belajar mengajar dan sumber referensi penelitian selanjutnya bagi

mahasiswa Universitas Pasir Pengaraian.

2. Bagi RSUD Rokan Hulu

Hasil Penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan

bagi institusi dan tenaga kesehatan di RSUD Rokan Hulu dalam

memberikan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat tentang

Abortus.

3. Bagi Responden

Dengan penelitian ini diharapkan kepada responden dapat

menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebagai sumber

informasi Tentang Abortus.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat menambah

pengetahuan, wawasan dan sumber informasi serta dapat dijadikan

sebagai data penunjang bagi peneliti selanjutnya dengan responden

yang lebih banyak, tempat yang berbeda dan penelitian yang lebih
43

dalam lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Adeniran, A. S., & et al. 2015. Spontaneous Abortions Miscarriage : Analysis of


case at tertiary center in North Central Nigeria. Jurnal of Medicine in The
Tropics, 22-16.
Bendatu, M. 2015. Metodologi penelitian Kesehatan. Swarjana. Pt Andi Ofset.
Depkes RI. 2017. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Depkes RI
Diyah,A. 2020. Hubungan Umur Dan Paritas Dengankejadian Abortus: Studi
Literature Review. Universitas Aisyiyah Yogyakarta.
44

http://digilib.unisayogya.ac.id/5973/1/1910104058_Angraini_Naskah
%20Publikasi%20 - %20Diyah%20Ayu.pdf. Diakses pada 2 Febuari 2023.
Emzir, 2014. Analisis data. Depok. Fajar intapertama Mandiri
Fajria, L. (2013). Analisis Faktor Resiko Kejadian Abortus Di RSUP Dr. M.
Djamil Padang . Ners Jurnal Keperawatan, 2.
Handayani, E. Y. (2015). Hubungan Umur dan Paritas Dengan Kejadian
Abortus Di RSUD Kabupaten Rokan Hulu. Jurnal Maternity and Neonatal ,
249.
Heryanti. (2018). Hubungan Umur Dan Paritas Ibu Hamil Dengan Kejadian
Abortus Inkumplit Di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun
2017 . Jurnal Kesehatan Palembang , 1.
Janiwarty, dkk. 2013. Pendidikan psikologi untuk bidan. Yogyakarta. Andi Offset.
Junita, E (2013). Hubungan Umur dan Paritas Dengan Kejadian Abortus Di
RSUD Kabupaten Rokan Hulu. Jurnal Maternity and Neonatal ,
249.Kurniasih, N., & Modjo, R. 2015, 09 1. Faktor-Faktor Yang
Berhubungan dengan Kejadian Abortus pada Pekerja Wanita di PT X
Kabupaten Sumedang propinsi Jawa Barat tahun 2013. Dipetik 12 11, 2016,
dari Lib.UI.ac.id: ac.id
Jyoshma, P. Dkk. 2017. Prevalence Of Congenital Anomaly In A Tertiary Care
Hospital In Coastal Karnataka: A Three Year Retrospective Study.
International Journal of Recent Scientific Research Vol. 8, Issue, 12, pp.
22289-22291, December, 2017
Sitti H. 2013. Faktor Risiko Kejadian Abortus Di Rsud Dr. Chasan Boesoirie

Ternate Provinsi Maluku Utara. Program Pascasarjana Universitas

Hasanuddin Makassar. 2013

Lisani, R.s. 2013. faktor-faktor apakah yang berpengaruh terhadap kejadian

abortus di Rumah Sakit Prikasih Tahun 2013. UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Linda, dkk (2006). The Reproduktive system at at a Glance. Yoyakarta: Penerbit


45

Erlangga.
Linda. (2018). Faktor Determinan Kejadian Abortus pada Ibu Hamil di
RSUD Goeteng Tarunadibrata Purbalingga. Jurnal Ilmiah Ilmu - ilmu
Kesehatan, 85 - 100.
Neolaka, A. 2016.Metode penelitian dan statistik. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Who, 2013. Comprehensive cervical cancer prevention and control a healthier
future for girls and women. WHO Library Cataloguing - in - Publication
Data.

Anda mungkin juga menyukai