Anda di halaman 1dari 14

NAMA: Muhammad Afif Mulyana

NIM: 200810201224

UAS MANAJEMEN STRATEGI SUMBER DAYA MANUSIA (C)

Manajemen strategi SDM (Sumber Daya Manusia) adalah pendekatan yang


digunakan oleh organisasi untuk merencanakan, mengembangkan, dan mengelola
sumber daya manusia mereka secara strategis guna mencapai tujuan organisasi.
Tujuan utama dari manajemen strategi SDM adalah mengoptimalkan kontribusi dan
kinerja individu-individu dalam organisasi untuk mencapai keunggulan kompetitif.
Dari pembahasan saya dan analisis saya, terkait jurnal/artikel yang saya pakai
dalam menjawab, saya cantumkan pada bagian Daftar Pustaka di akhir halaman.

Isu-isu Pengelolaan SDM: Perbedaan organisasi profit dan organisasi non


profit dalam konteks pengelolaan SDM atau sistem SDM

Setelah saya menjadikan beberapa jurnal sebagai refrensi guna mengetahui


pembeda antara organisasi profit dan non profit dalam konteks pengelolaan sdm
dan sistem sdm, dapat saya simpulkan bahwa:

Organisasi profit dan non-profit memiliki perbedaan yang signifikan dalam


pengelolaan sumber daya manusia (SDM) dan sistem SDM mereka.

Organisasi profit bertujuan untuk menghasilkan keuntungan finansial bagi


pemilik atau pemegang saham. Fokus utama mereka adalah pada pertumbuhan
pendapatan, profitabilitas, dan nilai bagi para pemangku kepentingan
(stakeholders). Dalam pengelolaan SDM, organisasi profit cenderung
menggunakan pendekatan yang berorientasi pada pencapaian target keuangan dan
peningkatan produktivitas. Mereka mungkin mengadopsi strategi penggajian yang
terkait dengan kinerja individu, pengembangan karyawan untuk meningkatkan
keterampilan yang relevan, dan sistem insentif untuk mendorong motivasi dan
pencapaian. Evaluasi kinerja dalam organisasi profit didasarkan pada metrik
keuangan seperti pendapatan, laba bersih, laba per saham, dan pertumbuhan pasar.
Di sisi lain, organisasi non-profit memiliki tujuan sosial atau melayani
kepentingan publik. Mereka tidak bertujuan untuk menghasilkan keuntungan
finansial, tetapi untuk memenuhi misi atau tujuan amal mereka. Fokus utama
organisasi non-profit adalah pada dampak sosial atau pelayanan masyarakat. Dalam
pengelolaan SDM, organisasi non-profit lebih berfokus pada perekrutan dan
pengembangan sukarelawan yang terlibat dalam misi organisasi. Mereka cenderung
memiliki pendekatan yang lebih fleksibel dan kolaboratif dalam mengelola SDM
mereka. Evaluasi kinerja dalam organisasi non-profit menggunakan indikator non-
keuangan seperti jumlah orang yang dilayani, efektivitas program, dan dampak
sosial yang dihasilkan. Umpan balik dari penerima manfaat atau masyarakat yang
dilayani juga dapat menjadi bagian dari evaluasi kinerja.

Sumber daya yang digunakan oleh kedua jenis organisasi juga berbeda.
Organisasi profit mendapatkan sumber daya dari penjualan produk atau jasa
mereka. Mereka mengandalkan pendapatan dari pelanggan, investor, atau pihak lain
yang membeli produk atau layanan mereka. Di sisi lain, organisasi non-profit
mendapatkan sumber daya dari sumbangan, donasi, atau pendanaan dari pihak lain
yang tertarik dengan tujuan mereka. Mereka mungkin juga mengandalkan dana
pemerintah, hibah, atau kegiatan penggalangan dana. Keterbatasan keuangan sering
kali menjadi tantangan bagi organisasi non-profit dalam mengelola SDM mereka,
sehingga mereka harus mengelola sumber daya dengan efisien dan mencari cara
alternatif untuk mendukung program mereka.

Struktur organisasi dan budaya juga membedakan organisasi profit dan non-
profit. Organisasi profit umumnya memiliki struktur hierarkis yang jelas, dengan
sistem otoritas dan pembagian tugas yang terdefinisi dengan baik. Budaya
perusahaan sering kali lebih berfokus pada persaingan, pengambilan risiko, dan
pencapaian individu. Di sisi lain, organisasi non-profit cenderung memiliki struktur
yang lebih fleksibel dan demokratis. Mereka sering mendorong kolaborasi,
partisipasi, dan perasaan kepemilikan bersama dalam mencapai tujuan mereka.
Budaya organisasi bisa lebih orientasi pada kepedulian sosial, kesetaraan, dan nilai-
nilai amal.
Terakhir, fokus jangka waktu menjadi perbedaan penting antara organisasi
profit dan non-profit. Organisasi profit berfokus pada keberlanjutan jangka panjang
dan pertumbuhan. Mereka sering mengadopsi strategi jangka panjang untuk
meningkatkan pangsa pasar, ekspansi geografis, dan diversifikasi produk atau
layanan. Di sisi lain, organisasi non-profit memiliki fokus jangka panjang yang
terkait dengan pencapaian misi atau tujuan amal mereka. Mereka berupaya untuk
memberikan dampak sosial yang berkelanjutan dan mencapai perubahan positif
dalam masyarakat yang mereka layani.

Perbedaan antara organisasi profit dan non-profit dalam pengelolaan SDM


dan sistem SDM mencakup tujuan organisasi, sumber daya, pendekatan
pengelolaan SDM, struktur organisasi dan budaya, evaluasi kinerja, keterbatasan
keuangan, dan fokus jangka waktu.

Sumber Daya Manusia Global: Contoh kasus strategi SDM global yang
dijalankan perusahaan multinasional, terkait dengan strategi etnosentris,
polisentris, dan geosentris.

1. Strategi Etnosentris: Perusahaan multinasional yang menerapkan strategi


etnosentris cenderung menganggap negara asal mereka sebagai pusat
pengambilan keputusan dan menganggap karyawan dari negara asal sebagai
pilihan utama untuk posisi kunci di perusahaan tersebut. Sebagai contoh,
Salah satu contoh perusahaan multinasional yang menggunakan strategi
etnosentris adalah Toyota Motor Corporation. Sebagai perusahaan otomotif
terkemuka di Jepang, Toyota menerapkan pendekatan etnosentris dalam
pengelolaan sumber daya manusia dan pengambilan keputusan strategis di
berbagai cabang dan anak perusahaannya di seluruh dunia.

Toyota memiliki kebijakan yang kuat dalam mempromosikan


eksekutif dan manajer tingkat atas dari Jepang ke posisi kunci di seluruh
perusahaan. Mereka percaya bahwa eksekutif Jepang memiliki pemahaman
yang lebih baik tentang budaya dan nilai-nilai perusahaan, serta keahlian
dalam mengimplementasikan filosofi manajemen Toyota yang unik, seperti
Toyota Production System (TPS).

Selain itu, Toyota cenderung mengirim manajer senior dari Jepang


ke cabang-cabang internasionalnya untuk memimpin operasi dan
memastikan bahwa praktik manajemen yang sama diterapkan secara
konsisten di seluruh perusahaan. Keputusan strategis yang signifikan,
seperti pengembangan produk baru atau kebijakan harga, juga sering kali
dibuat di pusat operasional utama di Jepang.

Namun, penting untuk dicatat bahwa strategi etnosentris tidak selalu


berarti bahwa perusahaan sepenuhnya mengabaikan karyawan dan manajer
lokal. Meskipun Toyota tetap memegang prinsip-prinsip dan nilai-nilai inti
dari budaya Jepang dalam operasinya, mereka juga menyadari pentingnya
melibatkan karyawan lokal dalam pengambilan keputusan, memahami
kebutuhan pasar setempat, dan menciptakan budaya kerja yang inklusif dan
kolaboratif.

Dalam beberapa tahun terakhir, Toyota juga mulai mengadopsi


pendekatan yang lebih polisentris dan geosentris dalam pengelolaan SDM
mereka. Mereka lebih terbuka terhadap diversitas karyawan dan mengakui
nilai dari perspektif yang beragam dalam mencapai keunggulan kompetitif.

2. Strategi Polisentris: Dalam strategi polisentris, perusahaan multinasional


memberikan otonomi besar kepada anak perusahaan di setiap negara.
Mereka menganggap bahwa orang-orang yang paling kompeten dalam
mengelola operasi lokal adalah orang-orang dari negara tersebut. Sebagai
contoh, Salah satu contoh perusahaan di dunia yang menerapkan strategi
polisentris adalah Unilever. Unilever, perusahaan multinasional yang
bergerak di bidang produk konsumen, menggunakan pendekatan polisentris
dalam pengelolaan sumber daya manusia dan pengambilan keputusan di
berbagai cabang internasionalnya.
Unilever mengakui pentingnya memahami dan merespons
kebutuhan pasar lokal di setiap negara di mana mereka beroperasi. Oleh
karena itu, mereka cenderung mempekerjakan manajer lokal dengan
pengetahuan dan pemahaman mendalam tentang pasar dan budaya
setempat. Manajer lokal ini diberi otonomi dalam pengambilan keputusan
operasional yang relevan dengan kondisi pasar dan kebutuhan konsumen di
negara tersebut.

Sebagai contoh, Unilever memiliki tim manajemen yang terdiri dari


karyawan lokal di cabang-cabangnya di berbagai negara. Tim ini memiliki
keahlian dan pemahaman yang spesifik tentang pasar lokal, dan mereka
berperan dalam mengembangkan strategi penjualan, pemasaran, dan
distribusi yang sesuai dengan preferensi konsumen setempat. Keputusan-
keputusan strategis ini dibuat berdasarkan pemahaman mendalam tentang
pasar, budaya, dan kebutuhan konsumen di setiap negara.

Unilever juga memberikan perhatian khusus pada pengembangan


karyawan lokal melalui program pelatihan dan pengembangan yang
berfokus pada peningkatan keterampilan dan pemahaman tentang pasar
lokal. Dengan mendorong partisipasi dan keterlibatan karyawan lokal dalam
pengambilan keputusan, Unilever menciptakan budaya kerja yang inklusif
dan kolaboratif.

Melalui pendekatan polisentris, Unilever mengakui nilai dari


perspektif lokal dalam mencapai kesuksesan di pasar global. Mereka
menyesuaikan strategi dan operasional mereka untuk mengakomodasi
perbedaan budaya, preferensi konsumen, dan kebutuhan pasar di setiap
negara di mana mereka beroperasi. Pendekatan ini memungkinkan Unilever
untuk lebih responsif terhadap perubahan pasar dan memperkuat kehadiran
mereka di tingkat lokal.

3. Strategi Geosentris: Strategi geosentris melibatkan pengakuan terhadap


keahlian dan bakat karyawan di seluruh dunia. Perusahaan multinasional
yang menerapkan strategi geosentris berusaha untuk menggabungkan
pengetahuan dan keterampilan terbaik dari berbagai negara untuk mencapai
keunggulan kompetitif. Sebagai contoh, Salah satu contoh perusahaan di
dunia yang menerapkan strategi geosentris adalah Coca-Cola Company.
Sebagai salah satu perusahaan minuman terbesar di dunia, Coca-Cola
mengadopsi pendekatan geosentris dalam pengelolaan sumber daya
manusia dan pengambilan keputusan di berbagai pasar internasional.

Coca-Cola menyadari pentingnya menghormati dan memahami


keunikan setiap pasar lokal di mana mereka beroperasi. Perusahaan ini
berupaya untuk menyesuaikan strategi mereka dengan mempertimbangkan
budaya, kebiasaan konsumen, dan preferensi lokal. Mereka menerapkan
pendekatan geosentris dengan menggabungkan elemen-elemen budaya
lokal dalam kampanye pemasaran, kemasan produk, dan strategi penjualan
mereka.

Contoh konkret dari strategi geosentris yang diadopsi oleh Coca-


Cola adalah melalui pengembangan produk yang disesuaikan dengan
preferensi lokal. Mereka meluncurkan varian rasa yang dirancang khusus
untuk pasar tertentu, menggabungkan bahan-bahan lokal yang populer dan
memperhatikan selera konsumen setempat. Selain itu, Coca-Cola juga
seringkali berkolaborasi dengan artis lokal, mempromosikan kebudayaan
setempat, dan berpartisipasi dalam perayaan budaya lokal sebagai bagian
dari strategi pemasaran mereka.

Perusahaan ini juga menerapkan kebijakan pengambilan keputusan


yang inklusif dengan melibatkan tim manajemen dari berbagai negara dalam
proses pengambilan keputusan strategis. Coca-Cola menghargai
pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh karyawan dari berbagai
latar belakang budaya dan bangsa. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk
mendapatkan perspektif yang beragam dan mengambil keputusan yang
lebih tepat dalam konteks setempat.
Dengan pendekatan geosentris, Coca-Cola berhasil menciptakan
hubungan yang kuat dengan konsumen lokal di berbagai negara. Mereka
menghormati keberagaman budaya, membangun kemitraan dengan
komunitas setempat, dan berinvestasi dalam inisiatif sosial yang bermanfaat
bagi masyarakat lokal. Pendekatan ini memungkinkan Coca-Cola untuk
membangun citra merek yang positif dan memperluas pasar global mereka
dengan tetap menghargai dan merespons keunikan setiap pasar lokal.

Pilihan strategi SDM global yang diadopsi oleh perusahaan


multinasional akan tergantung pada banyak faktor, termasuk budaya
perusahaan, lingkungan bisnis global, dan tujuan organisasi. Setiap strategi
memiliki keuntungan dan tantangan sendiri, dan perusahaan perlu
mempertimbangkan dengan cermat konteks dan kebutuhan mereka untuk
memilih strategi yang paling sesuai.

Contoh perubahan yang berhasil dan gagal serta argumentasi.

• Contoh Perubahan yang berhasil:

1. Strategi Polisentris - Nestlé: Nestlé adalah perusahaan yang menggunakan


strategi polisentris dengan sukses. Mereka memberikan otonomi kepada
anak perusahaan di setiap negara untuk mengadaptasi produk, pemasaran,
dan operasi bisnis sesuai dengan kebutuhan pasar lokal. Hal ini
memungkinkan Nestlé untuk membangun hubungan yang kuat dengan
konsumen setempat dan merespons dengan cepat terhadap perubahan
permintaan pasar.

2. Strategi Geosentris - Coca-Cola: Coca-Cola adalah contoh perusahaan yang


berhasil menerapkan strategi geosentris. Mereka mengintegrasikan elemen-
elemen dari berbagai budaya dalam produk dan pemasaran mereka secara
global. Coca-Cola menggunakan pendekatan ini untuk menciptakan ikatan
emosional dengan konsumen di berbagai negara, sambil tetap
mempertahankan ciri khas merek mereka.

• Contoh Perubahan yang Gagal:


1. Strategi Etnosentris - Walmart di Jerman: Pada tahun 1997, Walmart
mencoba memasuki pasar Jerman dengan menerapkan strategi etnosentris,
yaitu menerapkan model bisnis dan praktik Amerika secara langsung tanpa
banyak adaptasi lokal. Namun, pendekatan ini gagal karena tidak
memperhitungkan perbedaan budaya dan preferensi konsumen Jerman.
Walmart tidak berhasil bersaing dengan pesaing lokal yang lebih memahami
kebutuhan pasar setempat, dan akhirnya mereka mengakhiri operasi mereka
di Jerman pada tahun 2006.

2. Strategi Polisentris - Starbucks di Australia: Pada awal 2000-an, Starbucks


membawa strategi polisentris mereka ke pasar Australia. Namun, strategi ini
tidak berhasil karena Starbucks gagal memahami kebiasaan minum kopi
yang sudah mapan di Australia. Rasa kopi mereka tidak sesuai dengan
preferensi konsumen Australia yang lebih suka rasa kopi tradisional.
Akibatnya, Starbucks menghadapi persaingan yang sengit dengan merek
lokal yang sudah mapan, dan akhirnya banyak toko Starbucks ditutup di
Australia.

Analisis saya:

Keberhasilan atau kegagalan perusahaan dalam menerapkan strategi


etnosentris, polisentris, atau geosentris dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor, termasuk pemahaman mendalam tentang budaya lokal, adaptasi
produk yang tepat, dan kemampuan perusahaan untuk beradaptasi dengan
cepat terhadap perubahan permintaan pasar.

Strategi etnosentris, yang mengandalkan pemindahan model bisnis


dan praktik dari negara asal tanpa banyak adaptasi lokal, seringkali gagal
karena kurangnya pemahaman terhadap budaya dan preferensi konsumen
setempat. Contohnya adalah Walmart di Jerman.

Strategi polisentris, yang memberikan otonomi kepada anak


perusahaan di setiap negara untuk mengadaptasi produk dan operasi bisnis
sesuai dengan kebutuhan pasar lokal, memiliki potensi keberhasilan yang
lebih besar. Contoh sukses adalah Nestlé, yang berhasil membangun
hubungan yang kuat dengan konsumen lokal dan merespons dengan cepat
terhadap perubahan pasar.

Strategi geosentris, yang mengintegrasikan elemen budaya dari


berbagai negara dalam produk dan pemasaran secara global, juga dapat
berhasil jika dilakukan dengan tepat. Coca-Cola adalah contoh sukses dalam
menerapkan strategi ini dengan menciptakan ikatan emosional dengan
konsumen di berbagai negara.

Penting bagi perusahaan untuk melakukan riset pasar yang


mendalam, beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan, dan memahami
kebutuhan konsumen setempat dalam upaya mereka untuk menerapkan
strategi yang tepat.

Pengembangan karir: Pengembangan karir yang efektif untuk


organisasi non profit (karakter sdm bersifat ekstrinsik).

Pengembangan karir yang efektif dalam organisasi non-profit


melibatkan perhatian pada karakteristik SDM yang bersifat ekstrinsik, yaitu
faktor-faktor yang berhubungan dengan lingkungan kerja dan imbalan
ekonomi. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat diambil dalam
pengembangan karir yang efektif untuk karakteristik sdm ekstrinsik di
organisasi non-profit:

1. Penilaian dan pengakuan kinerja: Penting untuk memiliki sistem penilaian


kinerja yang jelas dan adil di organisasi non-profit. Evaluasi kinerja yang
baik akan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang kekuatan dan
kelemahan setiap individu. Pengakuan kinerja yang baik juga penting untuk
memotivasi karyawan dan meningkatkan kepuasan mereka dalam pekerjaan
mereka.

2. Program kompensasi yang kompetitif: Meskipun organisasi non-profit


biasanya memiliki keterbatasan anggaran, penting untuk menawarkan
program kompensasi yang kompetitif. Hal ini dapat mencakup gaji yang
wajar, tunjangan yang relevan, insentif kinerja, dan paket manfaat lainnya.
Dengan memberikan imbalan yang kompetitif, organisasi non-profit dapat
menarik dan mempertahankan karyawan yang berkualitas.

3. Pelatihan dan pengembangan: Organisasi non-profit harus memberikan


peluang pelatihan dan pengembangan kepada karyawan mereka. Ini dapat
mencakup pelatihan keterampilan teknis, pelatihan kepemimpinan, atau
pengembangan profesional lainnya. Dengan memberikan peluang
pengembangan karir, organisasi non-profit dapat membantu karyawan
untuk meningkatkan keterampilan mereka dan merasa dihargai.

4. Kesempatan promosi dan mobilitas karir: Penting untuk memberikan


kesempatan promosi dan mobilitas karir kepada karyawan di organisasi
non-profit. Ini berarti memungkinkan karyawan untuk naik ke posisi yang
lebih tinggi atau beralih ke posisi yang berbeda dalam organisasi. Dengan
menyediakan jenjang karir yang jelas, organisasi non-profit dapat
memotivasi karyawan untuk terus berusaha dan meningkatkan kinerja
mereka.

5. Keseimbangan kerja-hidup: Organisasi non-profit harus memperhatikan


keseimbangan kerja-hidup karyawan mereka. Ini bisa mencakup
fleksibilitas jam kerja, program cuti yang adil, dan kebijakan lain yang
mendukung keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan. Dengan
memperhatikan keseimbangan kerja-hidup, organisasi non-profit dapat
meningkatkan kepuasan dan kesejahteraan karyawan.

Pengembangan karir yang efektif dalam organisasi non-profit harus


mempertimbangkan karakteristik sdm ekstrinsik, seperti kompensasi yang
kompetitif, peluang pengembangan, promosi, dan keseimbangan kerja-
hidup. Dengan memperhatikan faktor-faktor ini, organisasi non-profit dapat
meningkatkan retensi karyawan, memotivasi kinerja yang tinggi, dan
mencapai tujuan mereka dengan lebih efektif.
Model penilaian kerja dalam organisasi profit atau non profit.

Untuk organisasi profit, model penilaian kinerja yang umum


digunakan sering kali didasarkan pada prestasi finansial dan pencapaian
tujuan bisnis. Beberapa model penilaian kinerja yang umum digunakan
dalam organisasi profit meliputi:

1. Metode Penilaian Berbasis KPI (Key Performance Indicators): Model ini


menilai kinerja karyawan berdasarkan pencapaian KPI yang relevan dengan
tujuan bisnis. KPI dapat meliputi parameter finansial seperti penjualan,
pendapatan, margin keuntungan, atau parameter lain yang berhubungan
dengan produktivitas, efisiensi, kualitas, dan kepuasan pelanggan.

2. Metode Penilaian Berbasis Skor Balanced Scorecard: Model ini


menggunakan kerangka Balanced Scorecard untuk menilai kinerja
karyawan. Balanced Scorecard melibatkan penilaian dalam empat
perspektif yaitu keuangan, pelanggan, proses internal, dan pembelajaran
dan pertumbuhan. Evaluasi dilakukan berdasarkan pencapaian dalam
masing-masing perspektif ini.

3. Metode Penilaian 360 Derajat: Seperti yang telah disebutkan sebelumnya,


metode ini melibatkan penilaian dari berbagai pihak yang terlibat dalam
pekerjaan karyawan, termasuk atasan langsung, rekan kerja, dan bawahan.
Namun, dalam konteks organisasi profit, fokus penilaian mungkin lebih
terkait dengan kinerja terhadap tujuan bisnis dan kontribusi terhadap hasil
finansial.

4. Metode Penilaian Berbasis Peringkat: Model ini melibatkan peringkat atau


peringkat karyawan berdasarkan kinerja mereka. Para pemimpin atau
pemberi penilaian akan memberikan peringkat relatif karyawan berdasarkan
pencapaian mereka terhadap kriteria penilaian yang ditetapkan sebelumnya.

5. Metode Penilaian Berbasis Kompetensi: Seperti yang telah disebutkan


sebelumnya, model ini menilai karyawan berdasarkan keterampilan,
kompetensi, dan perilaku yang diinginkan oleh organisasi. Namun, dalam
organisasi profit, kompetensi ini mungkin lebih berfokus pada aspek-aspek
yang mendukung pencapaian tujuan bisnis dan keberhasilan finansial.

Pilihan model penilaian kinerja yang efektif dalam organisasi profit


harus mempertimbangkan sasaran dan tujuan bisnis, serta aspek finansial
yang penting. Model tersebut harus mencerminkan prioritas organisasi
dalam mencapai keuntungan dan pertumbuhan yang berkelanjutan.

Untuk organisasi non-profit, model penilaian kinerja sering kali


berfokus pada pencapaian tujuan organisasi, dampak sosial, dan pengukuran
keberhasilan program. Beberapa model penilaian kinerja yang sering
digunakan dalam organisasi non-profit meliputi:

1. Metode Penilaian Berbasis Tujuan dan Hasil: Model ini menilai kinerja
karyawan berdasarkan sejauh mana mereka mencapai tujuan dan hasil yang
telah ditetapkan dalam konteks misi organisasi non-profit. Evaluasi
melibatkan pengukuran kontribusi mereka terhadap keberhasilan program,
dampak sosial yang dihasilkan, dan pencapaian tujuan jangka panjang.

2. Metode Penilaian Berbasis Kompetensi: Seperti yang telah disebutkan


sebelumnya, model ini menilai kinerja karyawan berdasarkan keterampilan,
kompetensi, dan perilaku yang relevan dengan misi organisasi non-profit.
Evaluasi dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan mereka dalam
melaksanakan tugas yang berkaitan dengan program dan aktivitas
organisasi.

3. Metode Penilaian Berbasis Partisipasi dan Kolaborasi: Model ini menilai


kinerja karyawan berdasarkan tingkat partisipasi mereka dalam aktivitas
kolaboratif, kerjasama tim, dan kontribusi mereka terhadap hubungan
dengan mitra, relawan, atau pihak lain yang terlibat dalam upaya organisasi
non-profit. Faktor ini penting dalam mencapai tujuan organisasi non-profit
yang melibatkan banyak pemangku kepentingan.

4. Metode Penilaian Berbasis Pengukuran Dampak Sosial: Model ini menilai


kinerja organisasi non-profit berdasarkan pengukuran dampak sosial yang
dihasilkan oleh kegiatan dan program mereka. Evaluasi melibatkan
pengumpulan data dan analisis terhadap perubahan positif yang dihasilkan
oleh organisasi dalam masyarakat atau komunitas target.

5. Metode Penilaian Berbasis Penghargaan dan Pengakuan: Model ini


mencakup pengakuan dan penghargaan terhadap karyawan yang telah
memberikan kontribusi luar biasa terhadap misi organisasi non-profit. Hal
ini melibatkan pemberian apresiasi dan pengakuan atas kinerja yang luar
biasa, yang dapat meningkatkan motivasi dan retensi karyawan.

Pemilihan model penilaian kinerja yang efektif dalam organisasi


non-profit harus mempertimbangkan tujuan misi organisasi, dampak sosial
yang diinginkan, dan tujuan jangka panjang. Model tersebut harus
mencerminkan nilai-nilai dan prinsip organisasi non-profit, serta
memberikan gambaran yang komprehensif tentang kontribusi karyawan
terhadap pencapaian tujuan sosial dan program yang dijalankan.
Daftar Pustaka:

Nugroho, Agung. Perencanaan Sumber Daya Manusia di Organisasi Nirlaba.

Pynes, Joan E. 2009. Human Resource Management For Public and Non Profit
Organizations. Third Edition. Jossey-Bass. San Francisco.

Brewster, Chris., Cerdin, Jean-Luc. 2018. HRM in Mission Driven Organization.


Springer. Switzerland.

Avianto, B., Derriawan & Tabroni, 2019. Pengaruh Praktik Manajemen Sumber
Daya Manusia dan Persepsi Dukungan Organisasi terhadap Keterikatan Karyawan
dengan Kualitas Kehidupan Kerja sebagai Variabel Intervening.

Astuti, T. & Anitra, V., 2019. Pengaruh Praktik Manajemen Sumber Daya Manusia
terhadap Budaya Organisasi pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Provinsi Kalimantan Timur

Wikaningrum, T., 2019. Praktik dan Kebijakan Manajemen Sumber Daya Manusia
Pada Perbankan Syariah.

Anda mungkin juga menyukai