Anda di halaman 1dari 3

Kahyangan

Nama Kahyangan tak lepas dari Panembahan Senopati, pendiri Kerajaan Mataram.
Kala itu, Panembahan Senopati yang masih bernama Danang Sutowijoto berhasil
membunuh Haryo penangsang.
Atas jasanya menang melawan Haryo Panangsang, akhirnya Danang Sutowijoyo
mendapatkan hadiah dari Sultan Pajang kala itu yakni Sultan Hadiwijaya berupa
tanah di Mentaok (Kotagede).
Saat itu Ki Ageng Pemanahan (ayah Panembahan Senopati) kala itu menjabat
sebagai penguasa di tanah Mentaok masih dibawah kekuasaaan Sultan Pajang,
yakni Hadiwijaya. Meski begitu Danang Sutowijoyo tetap bersikukuh menuju
hutan Kahyangan menjalani laku bertapa mencari kebenaran wahyu keprabon.
Hingga dalam perjalanannya,sampailah di sebuah desa terpecil (Dlepih) arah
Selatan Wonogiri.
Di lokasi inilah, masyarakat sekitar mempercayai bila Panembahan Senopati,
sebelum mendirikan tahta dinasti Mataram Islam di tanah Jawa, bertemu dengan
penguasa Laut Kidul, Kanjeng Ratu Kidul. Dilokasi yang kini diberi nama
Kahyangan itulah, Panembahan Senopati akhirnya mendapatkan wahyu keprabon
untuk mendirikan kerajaan Mataram Islam di tlatah (tanah) Jawa.
Selain itu, saat Danang Sutowijoyo bertemu dengan penguasa laut selatan, Kanjeng
Ratu Kidul itulah terjadi 'perjanjian gaib' antara keduanya. Dimana dalam
perjanjian gaib itu ditegaskan semua raja Mataram di tanah Jawa, harus menjadi
suami Kanjeng Ratu Kidul.
Mitos tersebut hingga saat ini masih dipercaya khususnya oleh masyarakat di Jawa,
tak hanya itu semua yang dating tidak boleh membawa pakaian atau menggunakan
pakaian berwarna hijau. Seperti disakralkan, tempat ini kerap dimanfaatkan orang
untuk meditasi dan mengharap berkah pada malam Selasa Kliwon juga Jumat
Kliwon. Terlebih di malam menjelang pergantian tahun Jawa (bulan Suro). Banyak
pendatang dari luar daerah, terutama dari daerah Yogyakarta dan Surakarta,
bertirakatan di sana. Termasuk menjelang pencalegan inipun banyak warga
masyarakat yang ingin duduk di kursi Wakil Rakyat pun berbondong-bondong
datang ke lokasi tersebut. Meskipun kerap digunakan dalam hal mistis tapi
keindahan Kahyangan ini tidak dapat ditolak. Wisatawan bukan hanya datang
untuk memohon doa tetapi untuk melihat keindahan alam yang dimiliki
kahyangan. Air terjun yang menyegarkan dan batu batuan yang alami membuat
kekayaan alam ini semakin cantik jika dilihat. Tiket masuk Kahyangan juga sangat
terjangkau, bahkan jika sedang sepi tidak ada biaya masuk atau gratis.
The name Kahyangan cannot be separated from Panembahan Senopati, the founder of the
Mataram Kingdom. At that time, Panembahan Senopati, whose name was still Danang
Sutowijoto, managed to kill Haryo Penangsang.
For his services in winning against Haryo Panangsang, finally Danang Sutowijoyo received a
prize from the Sultan of Pajang at that time, namely Sultan Hadiwijaya in the form of land in
Mentaok (Kotagede).
At that time, Ki Ageng Pemanahan (Panembahan Senopati's father) at that time served as the
ruler of Mentaok land, still under the authority of Sultan Pajang, namely Hadiwijaya. Even
so, Danang Sutowijoyo persisted in going t o the Kahyangan forest to undergo an ascetic
practice in search of the truth of the keprabon revelation. Until on his way, he arrived at a
remote village (Dlepih) south of Wonogiri.
It was in this location that local people believed that Panembahan Senopati, before
establishing the throne of the Islamic Mataram dynasty in Java, met with the ruler of the
South Seas, Kanjeng Ratu Kidul. It was in the location that is now called Kahyangan that
Panembahan Senopati finally received a keprabon revelation to establish an Islamic Mataram
kingdom in the tlatah (land) of Java.
In addition, when Danang Sutowijoyo met with the ruler of the southern seas, Kanjeng Ratu
Kidul, a 'magical agreement' was made between the two of them. Where in the occult
agreement it was emphasized that all Mataram kings in the land of Java, must be the
husbands of Kanjeng Ratu Kidul.
Until now, this myth is still believed especially by the people in Java, not only that all those
who come may not bring clothes or wear green clothes. As sacred, this place is often used by
people to meditate and hope for blessings on the night of Tuesday Kliwon and Friday
Kliwon. Especially on the night before the turn of the Javanese year (the month of Suro).
Many immigrants from outside the region, especially from the Yogyakarta and Surakarta
areas, have their destination there. Even before this nomination, many members of the public
who wanted to sit in the People's Representative chair came to the location in droves. Even
though it is often used in mystical terms, the beauty of this heaven cannot be denied. Tourists
do not only come to ask for prayers but to see the natural beauty that belongs to heaven.
Refreshing waterfalls and natural rocks make this natural wealth even more beautiful to look
at. The entrance ticket to Kahyangan is also very affordable, even if it's quiet there is no entry
fee or it's free.

Tempat wisata Candi Prambanan merupakan salah satu kekayaan alam Indonesia

Sejarah singkat candi Prambanan adalah termasuk salah satu candi yang terkenal di
kalangan masyarakat Indonesia, khususnya di pulau Jawa.
Candi Prambanan ini sangat terkenal dengan legenda kisah cinta Roro Jonggrang dan
Bandung Bondowoso. Legenda tersebut mengisahkan tentang kisah cinta tak sampai
akibat kegagalan memenuhi syarat yang mustahil dilakukan.

Pembuatan candi Prambanan merupakan sebagai bentuk persembahan kepada tiga


dewa utama agama Hindu atau Trimurti  yang terdiri dari Dewa Brahma, Dewa Wisnu,
dan Dewa Siwa. Jadi candi Prambanan peninggalan sejarah bercorak agama Hindu, atau
merupakan contoh dari kebudayaan Hindu.

Menurut tulisan yang terdapat di prasasti Siwahrga, candi Prambanan mulai dibangun
sekitar pada tahun 850 Masehi yang didirikan oleh Rakai Pikatan. Lalu, pembangunan
candi itu lantas diteruskan serta diperluas oleh Balitung Maha Sambu pada masa
Kerajaan Medang Mataram.

Kompleks candi Prambanan mempunyai 3 Candi Trimurti  yang dipersembahkan untuk


tiga dewa utama yaitu Siwa, Wisnu, dan Brahma, serta 3 Candi Wahana yang terdiri atas
candi Nandi, candi Garuda, dan candi Angsa.

Relief candi prambanan mengambil penggalan kisah yang terdapat dalam cerita
Ramayana dan Krishnayana yang menceritakan bagaimana kisah Sinta istri dari Rama
yang diculik oleh Rahwana. Kemudian dilanjutkan dengan bagaimana Hanuman datang
ke Kerajaan Alengka membantu Rama hingga akhirnya dapat membawa kembali Sinta
pulang.

Selain bentuk relief Ramayana dan Krishnayana, terdapat pula bentuk relief Lokapala,
Brahmana dan Dewata. Sementara pada dinding luar candi dihiasi oleh barisan ceruk
yang menyimpan arca singa yang diapit oleh dua panil yang
menggambarkan kalpataru atau pohon hayat. Kalpataru adalah pohon yang dianggap
dapat memenuhi harapan dan kebutuhan manusia dalam kepercayaan  Hindu-Budha.

Anda mungkin juga menyukai