Anda di halaman 1dari 81

PROPOSAL

TIMBANG TERIMA
MANAJEMEN KEPERAWATAN

Disusun oleh :
Kelompok 6

1. Devi Eka Safitri (NIM 21101016)


2. Dewi Afifah (NIM 21101017)
3. Dianti Anggraini (NIM 21101018)
4. Efiq Elvira Rismasita (NIM 21101019)
5. Ella Agustina (NIM 21101021)
6. Ely Choirun Nisa’ (NIM 21101022)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER
2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Manajemen keperawatan adalah proses bekerja melalui anggota saf keperawatan


untuk memberikan asuhan keperawatan secara profesional. Profesional dalam pelayanan
keperawatan dapat dicapai dengan mengoptimalkan peran dan fungsi perawat, terutama
peran dan fungsi mandiri perawat. Hal ini dapat diwujudkan dengan baik melalui
komunikasi yang efektif antar perawat, maupun dengan tim kesehatan yang lain. Salah
satu bentuk komunikasi yang harus ditingkatkan efektifitasnya adalah saat pergantian
shift (timbang terima pasien) (Nursalam, 2015).

Disini dituntut tugas menejer keperawatan untuk merencanakan, mengorganisir,


memimpin dan mengevaluasi sarana dan prasarana yang tersedia untuk memberikan
asuhan keperawatan seefektif dan seefesien mungkin bagi individu, keluarga dan
masyarakat (Gillis, 1996). Salah satu strategi untuk mengoptimalkan peran dan fungsi
perawat dalam pelayanan keperawatan dalam pembenahan manajemen keparawatan,
karena dengan adanya faktor kelola yang optimal diharapkan mampu menjadi wahana
peningkatan keefektifan pembagian pelayanan keperawatan sekaligus lebih menjamin
kepuasan klien terhadap pelayanan keperawatan. Salah satu upaya yang dapat digunakan
untuk meningkatkan pelayanan keperawatan klien adalah dengan melakukan timbang
terima saat pergantian dinas.

Timbang terima merupakan teknik atau cara menerima sesuatu (laporan) yang
berkaitan dengan keadaan klien. Timbang terima dilakukan oleh perawat primer ke
perawat asosiet yang bertanggung jawab pada dinas sore atau dinas malam. Timbang
terima yang efektif dapat dilakukan secara lisan maupun tulisan. Tujuan dari timbang
terima adalah menyampaikan kondisi atau keadaan secara umum klien, menyampaikan
hal-hal penting yang perlu ditindaklanjuti oleh pergantian dinas berikutnya, agar semua
perawat dapat mengikuti perkembangan klien secara paripurna, meningkatkan
kemampuan komunikasi antar perawat dan yang lebih penting adalah agar terjadi suatu
hubungan kerjasama antar perawat serta terlaksananya asuhan perwatan terhadap klien
yang berkesinambungan. Berdasarkan hal tersebut, maka mahasiswa STIKES dr.
Soebandi Jember akan melakukan role play mengenai pelaksanaan timbang terima guna
menerapkan asuhan keperawatan yang profesional.
1.2 TUJUAN

1. Tujuan Umum

Meningkatkan kepuasaan klien terhadap pelayanan keperawatan yang komprehensif.

2. Tujuan Khusus

a. Menyampaikan kondisi atau keadaan umum klien


b. Tersusunnya rencana kerja untuk dinas berikutnya
c. Perawat dapat mengikuti perkembangan klien secara paripurna
d. Meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat
e. Meningkatkan hubungan kerjasama yang bertanggung jawab antar anggota tim
perawat serta terlaksana asuhan keperawatan terhadap klien yang
berkesinambungan.

1.3 MANFAAT
1. Bagi Perawat atau Mahasiswa Keperawatan
a. Meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat
b. Menjalin hubungan kerjasama dan bertanggung jawab antar perawat
c. Pelaksanaan asuhan keperawatan pada klien yang berkesinambungan
d. Perawat dapat mengikuti perkembangan klien secara paripurna
2. Bagi Klien
Klien dapat menyampaikan masalah secara langsung bila ada masalah yang belum
terselesaikan
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian
Timbang terima pasien (operan) merupakan teknik atau cara untuk menyampaikan
dan menerima sesuatu (laporan) yang berkaitan dengan keadaan pasien. Timbang
terima pasien harus dilakukan seefektif mungkin dengan menjelaskan secara singkat,
jelas dan lengkap tentang tindakan mandiri perawat, tindakan kolaboratif yang sudah
dilakukan/belum, dan perkembangan pasien saat itu. Informasi yang disampaikan
harus akurat sehingga kesinambungan asuhan keperawatan dapat berjalan dengan
sempurna. Timbang terima dilakukan oleh perawat primer keperawatan kepada
perawat primer (penanggung jawab) dinas sore atau dinas malam secara tertulis dan
lisan (Nursalam, 2017).

2.2 Tujuan Timbang Terima


1. Tujuan umum :
Mengkomunikasikan keadaan pasien dan menyampaikan informasi yang penting.

2. Tujuan khusus:
a. Menyampaikan kondisi dan keadaan pasien (data focus).
b. Menyampaikan hal yang sudah/belum dilakukan dalam asuhan keperawatan
kepada pasien.
c. Menyampaikan hal yang penting yang harus ditindaklanjuti oleh perawat dinas
berikutnya.
d. Menyusun rencana kerja untuk dinas berikutnya.
2.3 Manfaat Timbang Terima
1. Bagi perawat
a. Meningkatkan kemampuan komunikasi antar perawat.
b. Menjalin hubungan kerja sama dan bertanggung jawab antar perawat.
c. Pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap pasien yang berkesinambungan
d. Perawat dapat mengikuti perkembangan pasien secara paripurna.
2. Bagi pasien
Klien dapat menyampaikan masalah secara langsung bila ada yang belum
terungkap. Timbang terima (handover) memiliki tujuan untuk mengakurasi,
mereliabilisasi komunikasi tentang tugas perpindahan informasi yang relevan yang
digunakan untuk kesinambungan dalam keselamatan dan keefektifan dalam bekerja.
Timbang terima (handover) memiliki 2 fungsi utama yaitu:
a. Sebagai forum diskusi untuk bertukar pendapat dan mengekspresikan perasaan
perawat.
b. Sebagai sumber informasi yang akan menjadi dasar dalam penetapan keputusan
dan tindakan keperawatan.
2.4 Langkah-langkah dalam Timbang Terima
1. Kedua kelompok shift dalam keadaan sudah siap.
2. Shift yang akan menyerahkan perlu menyiapkan hal-hal yang akan disampaikan.
3. Perawat primer menyampaikan kepada perawat penanggung jawab shift
selanjutnya meliputi :
a. Kondisi atau keadaan pasien secara umum
b. Tindak lanjut untuk dinas yang menerima operan
c. Rencana kerja untuk dinas yang menerima laporan
4. Penyampaian timbang terima diatas harus dilakukan secara jelas dan tidak
terburu- buru.
5. Perawat primer dan anggota kedua shift bersama-sama secara langsung melihat
keadaan pasien.
2.6 Prosedur Timbang Terima

Tahap Kegiatan Waktu Tempat Pelaksanaan


1. Timbang terima
Persiapan dilaksanakan setiap pergantian 5 menit Ners PP dan PA
shift/operan. station
2. Prinsip timbang terima, semua
pasien baru masuk dan pasien
yangdilakukantimbang
terimakhususnya
pasienyangmemiliki
permasalahan yang
belum/dapat teratasi serta
yang
Membutuhkan observasi
lebih lanjut.
3. PP menyampaikan timbang
terima pada PP berikutnya, hal
yang perlu disampaikan dalam
timbang terima :
a. Jumlah pasien
b. Identitas klien dan diagnosis
medis.
c.Data (keluhan/subjektif dan
objektif)
d. Masalah keperawatan yang
masih muncul
e. Intervensi keperawatan yang
belum dilaksanakan (secara
umum)
f. Intervensi kolaboratif dan
dependen
g. Rencana umum dan persiapan
yang perlu dilakukan
(persiapan operasi,
pemeriksaan penunjang, dan
lain-lainn)
3. Kedua kelompok dinas
Pelaksana sudah siap (shift jaga). 20 menit Ners Karu, PP dan
an 4. Kelompok yang akan bertugas station PA
menyiapkan buku catatan Kepala
ruang membuka acara timbang
terima.
5. Perawat yang melakukan
timbang terima dapat melakukan
klarifikasi, Tanya jawab, dan
melakukan validasi terhadap hal-
hal yang telah ditimbang
terimakan dan berhak
menanyakan mengenai hal-hal
yang kurang jelas.
a. Kepala ruang/PP
menanyakan kebutuhan
dasar pasien.
b. Penyampaian yang jelas,
singkat dan padat.
c. Perawat yang melaksanakan
timbang terima Mengkaji
secara penuh terhadap
masalah keperawatan,
kebutuhan, dan Tindakan
yang telah/belum
dilaksanakan serta hal-hal
penting lainnya selama
masa perawatan
d. Hal-hal yang sifatnya
khusus dan memerlukan
perincian yang matang
sebaiknya dicatat secara
khusus untuk kemudian
diserah terimakan kepada
petugas berikutnya.
e. Lama timbang terima untuk
tiap pasien tidak lebih dari
5 menit kecuali pada
kondisi khusus dan
memerlukan keterangan
yang rumit.
1. Diskusi.

2. Pelaporan untuk timbang terima 5 menit Ners Karu, PP dan

dituliskan secara langsung pada station PA

format timbang terima yang


ditandatangani oleh pp yang
jaga saat itu dan pp yang jaga
berikutnya diketahui oleh
kepala ruang.
3. Ditutup oleh kepala ruang

2.7 Timbang terima memiliki 3 tahapan yaitu :

1. Persiapan yang dilakukan oleh perawat yang akan melimpahkan tanggung jawab.
Meliputi faktor informasi yang akan disampaikan oleh perawat jaga sebelumnya.
2. Pertukaran shift jaga, dimana antara perawat yang akan pulang dan datang
melakukan pertukaran informasi. Waktu terjadinya operan itu sendiri yang berupa
pertukaran informasi yang memungkinkan adanya komunikasi dua arah antara
perawat yang shift sebelumnya kepada perawat shift yang datang.
3. Pengecekan ulang informasi oleh perawat yang datang tentang tanggung jawab dan
tugas yang dilimpahkan. Merupakan aktivitas dari perawat yang menerima operan
untuk melakukan pengecekan data informasi pada medical record atau pada pasien
langsung.

2.8 Metode dalam Timbang Terima


1. Timbang terima dengan metode tradisional
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kassesan dan Jagoo (2005) di
sebutkan bahwa operan jaga (handover) yang masih tradisional adalah:
a. Dilakukan hanya di meja perawat.
b. Menggunakan satu arah komunikasi sehingga tidak memungkinkan munculnya
pertanyaan atau diskusi.
c. Jika ada pengecekan ke pasien hanya sekedar memastikan kondisi secara umum
d. Tidak ada kontribusi atau feedback dari pasien dan keluarga, sehingga proses
informasi dibutuhkan oleh pasien terkait status kesehatannya tidak up to date.
2. Timbang terima dengan metode bedside handover
Menurut Kassean dan Jagoo (2005) handover yang dilakukan sekarang sudah
menggunakan model bedside handover yaitu handover yang dilakukan di samping
tempat tidur pasien dengan melibatkan pasien atau keluarga pasien secara langsung
untuk mendapatkan feedback.
Secara umum materi yang disampaikan dalam proses operan jaga baik secara
tradisional maupun bedside handover tidak jauh berbeda, hanya pada handover
memiliki beberapa kelebihan diantaranya:
a. Meningkatkan keterlibatan pasien dalam mengambil keputusan terkait
kondisi penyakitnya secara up to date.
b. Meningkatkan hubungan caring dan komunikasi antara pasien dengan perawat.
c. Mengurangi waktu untuk melakukan klarifikasi ulang pada kondisi pasien
secara khusus. Bedside handover juga tetap memperhatikan aspek tentang
kerahasiaan pasien jika ada informasi yang harus ditunda terkait adanya
komplikasi penyakit atau persepsi medis yang lain.
3. Timbang terima memiliki beberapa metode pelaksanaan diantaranya:
a. Menggunakan Tape recorder
Melakukan perekaman data tentang pasien kemudian diperdengarkan kembali
saat perawat jaga selanjutnya telah datang. Metode itu berupa one way
communication.
b. Menggunakan komunikasi Oral atau spoken Melakukan pertukaran informasi
dengan berdiskusi.
c. Menggunakan komunikasi tertulis –written
Melakukan pertukaran informasi dengan melihat pada medical record saja atau
media tertulis lain.
Berbagai metode yang digunakan tersebut masih relevan untuk
dilakukan bahkan beberapa rumah sakit menggunakan ketiga metode untuk
dikombinasi.
Menurut Joint Commission Hospital Patient Safety, menyusun pedoman
implementasi untuk timbang terima, selengkapnya sebagai berikut:
1. Interaksi dalam komunikasi harus memberikan peluang untuk adanya
pertanyaan dari penerima informasi tentang informasi pasien.
2. Informasi tentang pasien yang disampaikan harus up to date meliputi
terapi, pelayanan, kodisi dan kondisi saat ini serta yang harus diantipasi.
3. Harus ada proses verifikasi tentang penerimaan informasi oleh perawat
penerima dengan melakukan pengecekan dengan membaca, mengulang
atau mengklarifikasi.
4. Penerima harus mendapatkan data tentang riwayat penyakit, termasuk
perawatan dan terapi sebelumnya.
5. Handover tidak disela dengan tindakan lain untuk meminimalkan
kegagalan informasi atau terlupa.
2.9 Faktor-faktor dalam Timbang Terima

1. Komunikasi yang objective antar sesama petugas kesehatan.


2. Pemahaman dalam penggunaan terminology keperawatan.
3. Kemampuan menginterpretasi medical record.
4. Kemampuan mengobservasi dan menganalisa pasien
5. Pemahaman tentang prosedur klinik.

2.10 Efek Timbang Terima dalam Shift Jaga


Timbang terima atau operan jaga memiliki efek-efek yang sangat mempengaruhi diri
seorang perawat sebagai pemberi layanan kepada pasien. Efek- efek dari shift kerja atau
operan adalah sebagai berikut:
a) Efek Fisiologi
Kualitas tidur termasuk tidur siang tidak seefektif tidur malam, banyak gangguan
dan biasanya diperlukan waktu istirahat untuk menebus kurang tidur selama kerja
malam. Menurunnya kapasitas fisik kerja akibat timbulnya perasaan mengantuk dan
lelah. Menurunnya nafsu makan dan gangguan pencernaan.
b) Efek Psikososial
Efek ini berpengeruh adanya gangguan kehidupan keluarga, efek fisiologis
hilangnya waktu luang, kecil kesempatan96 untuk berinteraksi dengan teman, dan
mengganggu aktivitas kelompok dalam masyarakat. Saksono (1991) mengemukakan
pekerjaan malam berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat yang biasanya
dilakukan pada siang atau sore hari. Sementara pada saat itu bagi pekerja malam
dipergunakan untuk istirahat atau tidur, sehingga tidak dapat berpartisipasi aktif
dalam kegiatan tersebut, akibat tersisih dari lingkungan masyarakat.
c) Efek Kinerja
Kinerja menurun selama kerja shift malam yang diakibatkan oleh efek fisiologis dan
efek psikososial. Menurunnya kinerja dapat mengakibatkan kemampuan mental
menurun yang berpengaruh terhadap perilaku kewaspadaan pekerjaan seperti
kualitas kendali dan pemantauan.
d) Efek Terhadap Kesehatan
Shift kerja menyebabkan gangguan gastrointestinal, masalah ini cenderung terjadi
pada usia 40-50 tahun. Shift kerja juga dapat menjadi masalah terhadap
keseimbangan kadar gula dalam darah bagi penderita diabetes.
e) Efek Terhadap Keselamatan Kerja
Survei pengaruh shift kerja terhadap kesehatan dan keselamatan kerja yang
dilakukan Smith et. Al (dalam Adiwardana, 1989), melaporkan bahwa frekuensi
kecelakaan paling tinggi terjadi pada akhir rotasi shift kerja (malam) dengan rata-
rata jumlah kecelakaan 0,69 % per tenaga kerja. Tetapi tidak semua penelitian
menyebutkan bahwa kenaikan tingkat kecelakaan industri terjadi pada shift malam.
Terdapat suatu kenyataan bahwa kecelakaan cenderung banyak terjadi selama shift
pagi dan lebih banyak terjadi pada shift malam.

2.11 Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan :


a. Dilaksanakan tepat pada saat pergantian shift.
b. Dipimpin oleh kepala ruang atau penanggung jawab pasien (PP).
c. Diikuti oleh semua perawat yang telah dan yang akan dinas
d. Informasi yang disampaikan harus akurat, singkat, sistematis, dan
menggambarkan kondisi pasien saat ini serta menjaga kerahasiaan pasien.
e. Timbang terima harus berorientasi pada permasalahan pasien
f. Pada saat timbang terima di kamar pasien, menggunakan volume suara yang
cukup sehingga pasien disebelahnya tidak mendengar sesuatu yang rahasia bagi
klien. Sesuatu yang dianggap rahasia sebaiknya tidak dibicarakan secara
langsung didekat klien.
2.12 Timbang Terima dengan SABR

Komunikasi efektif saat timbang terima yang dilaksanakan dengan baik dapat
membantu mengidentifikasi kesalahan serta memfasilitasi kesinambungan
perawatan pasien. Prinsip komunikasi efektif dalam timbang terima menurut.
Komunikasi yang tidak efektif dapat mengancam keselamatan pasien di rumah
sakit. Alvarado (2006) mengatakan ketidakakuratan informasi dapat menimbulkan
dampak yang serius pada pasien, hampir 70% kejadian sentinel yaitu kejadian yang
mengakibatkan kematian atau cedera yang serius di rumah sakit disebabkan karena
buruknya komunikasi. Sejalan dengan prinsip komunikasi efektif di atas, Nursalam
(2012) membagi kegiatan timbang terima menjadi beberapa tahapan yaitu tahap
persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap post timbang terima.
2.13 Definisi SBAR
Komunikasi SBAR merupakan komunikasi yang dilaksanakan secara
face to face yang terdiri dari 4 komponen yaitu:
1) S (Situation): merupakan suatu gambaran yang terjadi pada saat itu.
2) B (Background): merupakan sesuatu yang melatar belakangi situasi yang
terjadi.
3) A (Assessment): merupakan suatu pengkajian terhadap suatu masalah.
4) R (Recommendation): merupakan suatu tindakan dimana meminta saran untuk
tindakan yang benar yang seharusnya dilakukan untuk masalah tersebut.
(Jefferson,2012).
Penggunaan komunikasi yang tepat dengan read back telah menjadi
salah satu sasaran dari program keselamatan pasien yaitu peningkatan
komunikasi yang efektif. Selain itu dengan menggunakan komunikasi SBAR
dapat menghemat waktu sehingga perawat yang akan dinas dapat melakukan
tindakan segera terutama terhadap pasien kritis seperti di ruang intensif (Smith,
2008; Rushton, 2010; JCAHO, 2013).
SBAR adalah metode terstruktur untuk mengkomunikasikan informasi
penting yang membutuhkan perhatian segera dan tindakan berkontribusi
terhadap eskalasi yang efektif dan meningkatkan keselamatan pasien. SBAR
juga dapat digunakan secara efektif untuk meningkatkan serah terima antara
shift atau antara staf di daerah klinis yang sama atau berbeda. Melibatkan
semua anggota tim kesehatan untuk memberikan masukan ke dalam situasi
pasien termasuk memberikan rekomendasi. SBAR memberikan kesempatan
untuk diskusi antara anggota tim kesehatan atau tim kesehatan lainnya.
2.14 Ruang Lingkup SBAR
Metode SBAR sama dengan SOAP yaitu Situation, Background,
Assessment, Recommendation. Komunikasi efektif SBAR dapat diterapkan
oleh semua tenaga kesehatan, diharapkan semua tenaga kesehatan maka
dokumentasi tidak terpecah sendiri-sendiri. Diharapkan dokumentasi
catatan perkembangan pasien terintegrasi dengan baik. sehingga tenaga
kesehatan lain dapat mengetahui perkembangan pasien.

1. Situation :
Bagaimana situasi yang akan dibicarakan/ dilaporkan
a. Mengidentifikasi nama diri petugas dan pasien.
b. Diagnosa medis
c. Apa yang terjadi dengan pasien yang memprihatinkan
2. Background :
Apa latar belakang informasi klinis yang berhubungan dengan situasi
a. Obat saat ini dan alergi
b. Tanda-tanda vital terbaru
c. Hasil laboratorium : tanggal dan waktu tes dilakukan dan hasil
tes sebelumnya untuk perbandingan
d. Riwayat medis
e. Temuan klinis terbaru
3. Assessment :
Berbagai hasil penilaian klinis perawat
a. Apa temuan klinis ?
b. Apa analisis dan pertimbangan perawat ?
c. Apakah masalah ini parah atau mengancam kehidupan?
4. Recommendation :
a. Apa yang perawat inginkan terjadi dan kapan?
b. Apa tindakan / rekomendasi yang diperlukan untuk
memperbaiki masalah?
c. Apa solusi yang bisa perawat tawarkan dokter ?
d. Apa yang perawat butuhkan dari dokter untuk memperbaiki
kondisi pasien?
e. Kapan waktu yang perawat harapkan tindakan ini terjadi ? Sebelum
serah terima pasien, perawat harus melakukan :
1. Perawat mendapatkan pengkajian kondisi pasien terkini.
2. Perawat mengkumpulkan data-data yang diperlukan yang
berhubungan dengan kondisi pasien yang akan dilaporkan.
3. Perawat memastikan diagnosa medis pasien dan prioritas
masalah keperawatan yang harus dilanjutkan.
4. Perawat membaca dan pahami catatan perkembangan terkini &
hasil pengkajian perawat shift sebelumnya.
5. Perawat menyiapkan medical record pasien termasuk rencana
perawat harian.
2.8 Alur Timbang Terima

PASIEN

DIAGNOSIS MEDIS DIAGNOSIS KEPERAWATAN


MASALAH KOLABORATIF
(didukung data)

RENCANA TINDAKAN

TELAH DILAKUKAN BELUM DILAKUKAN

PERKEMBANGAN/KEADAAN
PASIEN

MASALAH :

TERATASI
BELUM TERATASI
MUNCUL MASALAH BARU
FORMAT SBAR TIMBANG TERIMA

S B A R
(SITUATION) (BACKGROUND) (ASSASMENT) (RECOMENDATION)

TANDA TANGAN

PENERIMA PELAKSANA
PEMBERI
PERINTAH PERINTAH
PERINTAH

( ) ( ) ( )
Tgl Jam Tgl Jam Tgl Jam
BAB 3
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Pada model metode praktik keperawatan professional harus mampu
memberikan asuhan keperawatan professional dan untuk itu diperlukan
penataan 3 komponen utama: Tenaga perawat (M1), Sarana, Prasarana (M2),
Metode pemberian asuhan keperawatan (M3)
1. Sumber Daya Mnausia
(M1) a. Struktur organisasi
- Jumlah tenaga d Ruang perawatan
- Tingkat ketergantungan paien dan kebutuhan tenaga perawat
2. Sarana dan Prasarana (M2-Material)
- Lokasi dan denah ruangan
- Peralatan dan fasilitas
- Administrasi penunjang
3. Metode Asuhan Keperawatan (M3-Method)
Penerapan model MAKP, Timbang Terima, Ronde Keperawatan,
Pengelolaan Sentralisasi Obat, Supervisi, Discharge Planning,
Dokumentasi Keperawatan
Data focus dalam timbang terima terdiri dari:
a. Pra: masalah pasien, tinadakan yang sudah dan rencana yang
belum dilakukan: perhatian khusus
b. Pelaksaan: mekanisme timbang terima
c. Pasca: klarifikasi, tindak lanjut tindak

3.2 SARAN

Dalam aplikasi timbang terima harus dipahami alur overran, dan point-
point yang harus diklarifikasi oleh PP dan PA yang sedang berdinas saat itu.
DAFTAR PUSTAKA

Adreoli, A., Fancott, C., Velji, K et al . (2010). Using SBAR to


CommunicateFalls risk and manajement in Inter-profesional
Rehabilitation Teams. Journal Healthcare Quarterly. Diunduh
dariwww.longwoods.com

Azrul Azwar. 1997. Peran Perawat Profesional dalam Sistem Kesehatan di


Indonesia.Jakarta: Makalah Seminar. UI.

Nursalam. 2008. Mnajaemen Keperawatan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam. 2012. Mnajaemen Keperawatan Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika

Seto Sagung. 2008. Manajemen Kinerja Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta:


Sabarguna

Nursalam.2008.Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik


Keperawatan Profesional.Jakarta: Salemba Medika

Kassean, H.K., & Jagoo, Z.B.2005.Managing Change in the Nursing Handover


from Traditional to Beside Handover.

\Nursalam.2002.Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik


Keperawatan Profesional.Jakarta: Salemba Medika

Raymond, M., & Harrison, M.C. (2014). The structured communication


toolSBAR improves communication in neonatology. South African
Medical Journal.vol 104;1-5 diunduh dari:
http://dx.doi.org/10.7196/SAMJ.8684
PROPOSAL
PRE DAN POST-CONFERENCE
MANAJEMEN KEPERAWATAN

Disusun oleh :
Kelompok 6

1. Devi Eka Safitri (NIM 21101016)


2. Dewi Afifah (NIM 21101017)
3. Dianti Anggraini (NIM 21101018)
4. Efiq Elvira Rismasita (NIM 21101019)
5. Ella Agustina (NIM 21101021)
6. Ely Choirun Nisa’ (NIM 21101022)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER
2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Keperawatan sebagai salah satu pemberi layanan kesehatan di rumah sakit


wajib memberikan layanan perawatan yang prima, efisien, efektif dan
produktif kepada masyarakat. Perawat merupakaan kelompok pemberi jasa
pelayanan kesehatan terbesar di rumah sakit yang jumlahnya 40%-60%,
mengerjakan hampir 90% layanan kesehatan di rumah sakit melalui asuhan
keperawatan dan sangat berpengaruh pada hasil akhir (outcome) pasien. Di
rumah sakit, perawat memiliki peran fundamental yang luas selama 24 jam
sehari , 365 hari dalam setahun, dan berdampak pada efisiensi, kualitas, dan
efektifitas layanan kesehatan.
Pengoptimalan peran dan fungsi perawat dapat dilakukan melalui
pembagian tugas yang jelas kepada perawat. Untuk itu, kejelasan dalam
pembagian tugas dan kewajiban perawat sangatlah penting. Pembagian tugas
membuat perawat membuat perawat memiliki pengaturan pekerjaan yang
tepat untuk menentukan apa hasil kerja sesuai dengan tujuan. Sehingga, perlu
adanya diskusi terhadap perencanaan kegiatan dari perawat dan seberapa jauh
rencana tersebut dapat dilakukan guna mencapai tujuan asuhan keperawatan.
Conference klinik merupakan pengalaman belajar kelompok yang menjadi
bagian integral dari pengalaman klinik (Billings dan Judith, 1999). Menurut
Reilly dan Obermann (1999), conference adalah bentuk diskusi kelompok
mengenai beberapa aspek klinik. Terdapat dua jenis conference, yaitu pre-
conference dan post-conference. Conference dapat menjadi sarana dalam
meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan pengambilan keputusan klinik
serta meningkatkan kepercayaan diri dalam bertugas.

1.2 Tujuan
1. Tujuan umum
Mengomunikasikan rencana kerja dan hasil kegiatan sepanjang shift oleh
perawat pelaksana kepada ketua tim atau penanggungjawab tim.
2. Tujuan khusus
a. Mengklarifikasi rencana kegiatan yang akan dilakukan.
b. Mengklarifikasi rencana tambahan dari ketua tim atau
penanggungjawab tim.
c. Mengklarifikasi hasil kegiatan sepanjang shift.
d. Menyampaikan hal yang sudah/belum dilakukan dalam rencana
kegiatan yang telah disusun sebelumnya.
e. Mendiskusikan kegiatan yang belum tercapai dan membangun sistem
pendukung di unit rawat inap.

1.3 Manfaat
1. Bagi Perawat
a. Meningkatkan kemampuan perawat dalam berpikir kritis.
b. Miningkatkan kemampuan perawat dalam pengambilan keputusan
klinik.
c. Meningkatkan kepercayaan diri perawat dalam bertugas.
d. Menjalin hubungan bekerjasama dan bertanggungjawab antar perawat
e. Pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap pasien yang berkesinambungan
2. Bagi pasien
Klien mendapatkan asuhan keperawatan yang optimal melalui kegiatan-
kegiatan yang telah terencana dan matang sehingga dapat meningkatkan
kepuasan klien.

1.4 Sasaran
Perawat ruang Melati Atas

1.5 Materi
Terlampir

1.6 Metode
Diskusi

1.7 Media
a. Lampiran materi sosialisasi
b. Sarana diskusi : kertas, pulpen

1.8 Proses Pelaksanaan

Waktu Kegiatan Uraian kegiatan Respon sasaran

5 menit Pembukaan 1. Memberikan salam pembuka 1. Membalas salam


2. Memperkenalkan diri 2. Mendengarkan
3. Apersepsi 3. Mendengarkan
4. Menyampaikan tujuan 4. Mendengarkan
penyuluhan
20 menit Inti 1. Menggali pengetahuan sasaran 1. Mengungkapkan
tentang pre dan post- hal-hal yang
conference diketahui tentang
2. Menjelaskan pengertian pre pre dan post-
dan post-conference conference
3. Menjelaskan pedoman pre dan 2. Mendengarkan
post-conference 3. Mendengarkan
4. Menjelaskan alur pre dan post- 4. Mendengarkan
conference 5. Mendengarkan
5. Menjelaskan hal-hal yang perlu
diperhatikan tentang pre dan
post-conference
5 menit Penutup 1. Menyimpulkan materi yang 1. Mendengarkan
telah diberikan 2. Menjawab
2. Mengevaluasi pemahaman pertanyaan yang
sasaran tentang materi yang diberikan
diberikan 3. Membalas salam
3. Mengucapkan permintaan maaf
dan salam penutup
1.9 Kriteria Evaluasi

1. Struktur
a. Materi sosialisasi siap dua hari sebelum sosialisasi dilaksanakan.
b. Anggota kelompok berperan sesuai dengan pembagian tugas.
2. Proses
a. Peserta mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir.
b. Seluruh peserta berperan aktif dalam kegiatan sosialisasi.
3. Hasil
a. 70 % perawat jaga hadir dalam sosialisasi
b. 70 % perawat paham dengan materi pre dan post-conference
c. 70 % perawat dapat mengimplementasikan kegiatan pre dan post-
conference
BAB II
MATERI PRE DAN POST CONFERENCE
2.1 Pengertian
Pre dan post-conference adalah sesi diskusi kelompok yang dilakukan
sebelum dan sesudah praktik klinik. Keduanya sama-sama memberikan
kesempatan kepada perawat untuk berdiskusi. Conference dilaksanakan oleh
ketua tim dan perawat pelaksana dalam MPKP.
Pre-conference merupakan kegiatan perawat dalam membagi informasi
tentang pengalaman yang akan dihadapi, saling bertanya, mengungkapkan
perhatian dan melakukan klarifikasi tentang rencana kerja atau rencana
intervensi keperawatan (Billings & Judith, 1999). Pre-conference meliputi
identifikasi masalah, perencanaan, dan evaluasi hasil untuk mencari solusi.
Kegiatan pre-conference dalam MPKP jiwa mencakup komunikasi ketua tim
dan perawat pelaksana setelah selesai operan untuk merencanakan kegiatan
pada shift tersebut. Isi pre-conference mencakup rencana kegiatan harian
(RKH) dan rencana tambahan dari ketua tim atau penanggungjawab tim.
Post-conference adalah upaya komunikasi antara ketua tim dan perawat
pelaksanan mengenai hasil kegiatan sepanjang shift tersebut dan dilakukan
sebelum operan pada shift berikutnya. Pada sesi ini perawat mendiskusikan
pengalaman klinik, menanyakan pengalaman klinik yang baru dilakukan,
menganalisis situasi klinik, mengklarifikasi keterkaitan antara masalah dan
situasi yang ada, mengidentifikasi masalah, menyampaikan perasaan dan
membangun sistem pendukung (Billings & Judith, 1999). Proses diskusi pada
post-conference dapat menghasilkan strategi efektif dan mengasah
kemampuan berpikir kritis untuk merencanakan kegiatan pada layanan
perawatan selanjutnya agar dapat berkesinambungan.
Isi post-conference berupa hasil asuhan keperawatan setiap perawat dan
hal-hal penting yang perlu diperhatikan untuk operan (tindak lanjut).
Kegiatan diskusi pada post-conferenci memberi kesempatan ketua tim dan
perawat pelaksana untuk berkomunikasi secara profesional dengan
menanyakan pengalaman klinik yang baru dilakukan, mendiskusikan
pengalaman klinik tersebut, menganalisis situasi klinik, mengklarifikasi
keterkaitan masalah dan situasi, mengidentifikasi masalah, mengungkapkan
perasaan dan membangun sistem pendukung di unit rawat inap.

2.2 Pedoman Pre-Conference


Waktu Kegiatan : Setelah operan
Tempat : Meja masing-masing tim
Penanggungjawab : Ketua tim/Penanggungjawab tim
Kegiatan:
1. Ketua tim/penanggungjawab tim membuka acara.
2. Ketua tim/penanggungjawab tim menanyakan tentang rencana harian
setiap perawat pelaksana.
3. Ketua tim/penanggungjawab tim memberikan masukan dan tindak
lanjut terkait asuhan yang akan diberikan saat itu.
4. Ketua tim/penanggungjawab tim memberikan reinforcement.
5. Ketua tim/penanggungjawab tim menutup acara.

2.3 Pedoman Post-Conference


Waktu Kegiatan : Sebelum operan ke dinas berikutnya
Tempat : Meja masing-masing tim
Penanggungjawab : Ketua tim/Penanggungjawab tim
Kegiatan:
1. Ketua tim/penanggungjawab tim membuka acara.
2. Ketua tim/penanggungjawab tim menanyakan hasil asuhan setiap
pasien.
3. Ketua tim/penanggungjawab tim menanyakan kendala dalam asuhan
yang telah diberikan.
4. Ketua tim/penanggungjawab tim menanyakan tindak lanjut asuhan
pasien yang harus dioperkan kepada perawat shift berikutnya.
5. Ketua tim/penanggungjawab tim memberikan reinforcement.
6. Ketua tim/penanggungjawab tim menutup acara.
2.4 Alur Conference

Ketua tim/Penanggungjawab tim

PP yang PP yang PP yang


selesai dinas selesai dinas selesai dinas

POST-CONFERENCE

Operan Jaga

Ketua tim/Penanggungjawab tim

PP yang akan PP yang akan PP yang akan


dinas dinas dinas

PRE-CONFERENCE

Perawat dinas sesuai


dengan rencana kegiatan
2.5 Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan
1. Pre-conference dilaksanakan setelah operan shift dan post-conference
dilaksanakan sebelum operan shift.
2. Dipimpin oleh ketua tim atau penanggungjawab tim.
3. Jika staf yang berdinas pada tim tersebut hanya satu orang, pre-conference
akan ditiadakan
4. Pre-conference diikuti oleh perawat yang akan dinas pada masing-masing
tim dan post-conference diikuti oleh perawat yang telah dinas pada
masing-masing tim.
5. Media yang digunakan adalah RKH perawat pelaksana dan buku
conference.
LAMPIRAN SOP

STANDAR PROSEDUR OPERATIONAL


MONITORING PRE CONFERENCE
NO NO REVISI HALAMAN
DOKUMEN

DITETAPKAN OLEH

KETUA/PIMPINAN UNIT

PENGERTIAN Komunikasi katim dan perawat pelaksana setelah selesai operan


untuk rencana kegiatan pada shift tersebut yang dipimpin oleh
ketua tim atau penanggungjawab tim.

KEBIJAKAN 1. Jika yang dinas pada tim tersebut hanya satu orang, maka pre
conference di tiadakan.
2. Isi pre conference adalah rencana tiap perawat (rencana
harian), dan tambahan rencana dari katim atau
penanggungjawab tim
TUJUAN 1. Membantu untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien,
merencanakan asuhan dan merencanakan evaluasi hasil.

2. Mempersiapkan hal-hal yang akan ditemui di lapangan.

3. Memberikan kesempatan untuk berdiskusi tentang keadaan


pasien

1. Katim atau penanggungjawab tim membuka acara dengan


salam
PROSEDUR KERJA
2. Katim atau penanggungjawab tim menanyakan rencana
harian masing-masing perawat pelaksana
3. Katim atau pennggungjawab tim memberikan masukan
dan tindak lanjut terkait dengan asuhan yang diberikan saat
itu.
4. Katim atau penanggungjawab tim memberikan reinforcemen
5. Katim atau penanggungjawab tim menutup acara
UNIT TERKAIT Seluruh unit kerja

137
LAMPIRAN SOP

STANDAR PROSEDUR OPERATIONAL MONITORING POST CONFERENCE

NO NO REVISI HALAMAN
DOKUMEN

DITETAPKAN OLEH
KETUA/PIMPINAN UNIT

PENGERTIAN Komunikasi katim dan perawat pelaksana tentang hasil kegiatan


sepanjang shift dan sebelum operan kepada shift berikut.

KEBIJAKAN 1. Isi dari post conference adalah hasil asuhan keperawatan tiap
perawatan dan hal penting untuk operan (tindak lanjut).
2. Post conference dipimpin oleh kepala tim atau
penanggungjawab tim
TUJUAN 1. Untuk memberikan kesempatan mendiskusikan penyelesaian
masalah dan membandingkan masalah yang dijumpai.

1. Ketua tim membuka acara dengan salam


2. Ketua tim menanyakan hasil asuhan masing-masing pasien
PROSEDUR KERJA
3. Ketua tim menanyakan kendala dalama suhan yang telah
diberikan.
4. Ketua tim menanyakan tindak lanjut asuhan pasien yang
harus dioperkan kepada perawat shift berikutnya.
5. Ketua tim menutup acara
UNIT TERKAIT Seluruh unit kerja
DAFTAR PUSTAKA

Kurniadai, Anwar. 2013. Manajemen Keperawatan dan Prospektifnya: Teori, Konsep,


dan Aplikasi. Jakarta: Badan Penerbit FK UI
Nursalam, 2009, Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktek Keperawatan
Profesional Edisi 3,Salemba Medika, Jakarta.
Sugiarto, Achmad Sigit dkk. 2012. Manajemen Keperawatan: Aplikasi MPKP di
Rumah Sakit. Jakarta: EGC
PROPOSAL
DISCHARGE PLANNING
MANAJEMEN KEPERAWATAN

Disusun oleh :
Kelompok 6

1. Devi Eka Safitri (NIM 21101016)


2. Dewi Afifah (NIM 21101017)
3. Dianti Anggraini (NIM 21101018)
4. Efiq Elvira Rismasita (NIM 21101019)
5. Ella Agustina (NIM 21101021)
6. Ely Choirun Nisa’ (NIM 21101022)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER
2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perencanaan pulang (discharge planning) akan menghasilkan sebuah
hubungan yang terintegrasi yaitu antara keperawatan yang diterima pada
waktu di rumah sakit dengan keperawatan yang diberikan setelah pasien
pulang. Keperawatan di rumah sakit akan bermakna jika dilanjutkan dengan
perawatan di rumah. Namun sampai dengan saat ini, perencanaan pulang bagi
pasien yang dirawat di rumah sakit belum optimal dilaksanakan, di mana
peran keperawatan terbatas pada kegiatan rutinitas saja yaitu hanya berupa
informasi kontrol ulang. Pasien yang memerlukan keperawatan kesehatan di
rumah, konseling kesehatan atau penyuluhan, dan pelayanan komunitas tetapi
tidak dibantu dalam upaya memperoleh pelayanan sebelum pemulangan sering
kembali ke ruang kedaruratan dengan masalah minor, sering kali diterima
kembali dalam waktu 24 jam sampai 48 jam, dan kemudian pulang kembali
(Nursalam, 2014).
Discharge planning keperawatan merupakan komponen yang terkait
dengan rentang keners. Rentang keperawatan sering pula disebut dengan
keperawatan berkelanjutan yang artinya keperawatan yang dibutuhkan oleh
pasien di mana pun pasien berada. Kegagalan untuk memberikan dan
mendokumentasikan perencanan pulang akan berisiko terhadap beratnya
penyakit, ancaman hidup, dan disfungsi fisik. Dalam perencanan pulang
diperlukan komunikasi yang baik terarah, sehingga apa yang disampaikan
dapat dimengerti dan berguna untuk keperawatan di rumah.

1.2 Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah dilaksanakan praktik manajemen keperawatan diharapkan
mahasiswa mampu menerapkan discharge planning.
2. Tujuan Khusus
a. Mengkaji kebutuhan rencana pemulangan.
b. Mengidentifikasi masalah pasien.
c. Memprioritaskan masalah pasien yang utama.
d. Membuat perencanaan pasien pulang, yaitu mengajarkan pada
pasien yang harus dilakukan dan dihindari selama di rumah.
e. Melakukan evaluasi pada pasien selama diberikan penyuluhan.
f. Mendokumentasikan.

1.3 Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
a. Terjadi pertukaran informasi antara mahasiswa dengan pasien
sebagai penerimaan pelayanan.
b. Mengevaluasi pengaruh intervensi yang terencana pada
penyembuhan pasien.
c. Membantu kemandirian pasien dalam kesiapan melakukan
keperawatan di rumah.
2. Bagi Pasien
a. Meningkatkan kemandirian pasien dalam melakukan keperawatan
di rumah.
b. Meningkatkan keperawatan yang berkelanjutan pada pasien.
c. Membantu pasien memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap
dalam memperbaiki, serta mempertahankan status kesehatan
pasien.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Pengertian Discharge Planning


Discharge planning merupakan proses berkesinambungan guna
menyiapkan perawatan mandiri pasien pasca rawat inap. Proses identifikasi
dan perencanaan kebutuhan keberlanjutan pasien ditulis guna memfasilitasi
pelayanan kesehatan dari suatu lingkungan ke lingkungan lain agar tim
kesehatan memiliki kesempatan yang cukup untuk melaksanakan discharge
planning. Discharge planning dapat tercapai bila prosesnya terpusat,
terkoordinasi, dan terdiri dari berbagai disiplin ilmu untuk perencanaan
perawatan berkelanjutan pada pasien setelah meninggalkan rumah sakit.
Sasaran pasien yang diberikan perawatan pasca rawat inap adalah mereka
yang memerlukan bantuan selama masa penyembuhan dari penyakit akut
untuk mencegah atau mengelola penurunan kondisi akibat penyakit kronis.
Petugas yang merencanakan pemulangan atau koordinator asuhan
berkelanjutan merupakan staf rumah sakit yang berfungsi sebagai konsultan
untuk proses discharge planning dan fasilitas kesehatan, menyediakan
Pendidikan kesehatan, memotivasi staf rumah sakit untuk merencanakan serta
mengimplementasikan discharge planning. Misalnya, pasien yang
membutuhkan bantuan sosial, nutrisi, keuangan, psikologi, transportasi pasca
rawat inap. (Nursalam, 2016; The Royal Marsden Hospital, 2014; Potter &
Perry, 2005; Discharge Planning Association, 2016 ).

2.2 Tujuan Discharge Planning


a. Menyiapkan pasien dan keluarga secara fisik, psikologis, dan sosial;
b. Meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga;
c. Meningkatkan keperawatan yang berkelanjutan pada pasien;
d. Membantu rujukan pasien pada sistem pelayanan yang lain;
e. Membantu pasien dan keluarga memiliki pengetahuan dan keterampilan
serta sikap dalam memperbaiki serta mempertahankan status kesehatan
pasien;
f. Melaksanakan rentang keperawatan antara rumah sakit dan masyarakat.

2.3 Manfaat Discharge Planning


Discharge planning bermanfaat dalam menurunkan jumlah kekambuhan,
menurunkan perawatan kembali di rumah sakit dan ke ruang kedaruratan
yang tidak perlu kecuali untuk beberapa diagnosa, membantu klien untuk
memahami kebutuhan setelah perawatan di rumah sakit, serta dapat
digunakan sebagai bahan dokumentasi keperawatan (Doengoes, 2016)
Menurut Nursalam (2016), manfaat Discharge Planning meliputi sebgai
berikut:
a. Memberi kesempatan kepada pasien untuk mendapat penjaran selama di
rumah sakit sehingga bisa dimanfaatkan sewaktu di rumah.
b. Tindak lanjut yang sistematis yang digunakan untuk menjamin kontinuitas
keperawatan pasien.
c. Mengevaluasi pengaruh dari intervensi yang terencana pada penyembuhan
pasien dan mengidentifikasi kekambuhan atau kebutuhan keperawatan
baru.
d. Membantu kemandirian pasien dalam kesiapan melakukan keperawatan
rumah.

2.4 Prinsip Discharge Planning


a. Pasien merupakan fokus dalam perencanan pulang. Nilai keinginan dan
kebutuhan dari pasien perlu dikaji dan dievaluasi.
b. Kebutuhan dari pasien diidentifikasi. Kebutuhan ini dikaitkan dengan
masalah yang mungkin timbul pada saat pasien pulang nanti, sehingga
kemungkinan masalah yang timbul di rumah dapat segera diantisipasi.
c. Perencanaan pulang dilakukan secara kolaboratif. Perencanaan pulang
merupakan pelayanan multidisiplin dan setiap tim harus saling bekerja
sama.
d. Perencanaan pulang disesuaikan dengan sumber daya dan fasilitas yang
ada. Tindakan atau rencana yang akan dilakukan setelah pulang
disesuaikan dengan pengetahuan dari tenaga yang tersedia atau fasilitas
yang tersedia di masyarakat.
e. Perencanaan pulang dilakukan pada setiap sistem pelayanan kesehatan.
Setiap pasien masuk tatanan pelayanan maka perencanaan pulang harus
dilakukan (Nursalam, Manajemen Keperawatan: Aplikasi Dalam Praktik
Keperawatan Profesional Edisi 4, 2014).

Departemen Kesehatan R.I (2008) menjabarkan bahwa prinsip discharge


planning diawali dengan melakukan pengkajian pada saat pasien masuk
rumah sakit guna mempermudah proses identifikasi kebutuhan pasien.
Merencanakan pulang pasien sejak awal dapat menurunkan lama masa
perawatan sehingga diharapkan akan menurunkan biaya perawatan.
Discharge planning disusun oleh berbagai pihak yang terkait antara lain
pasien, keluarga, dan care giver berdasarkan kebutuhan pasien dan keluarga
secara komprehensif. Hal ini memungkinkan optimalnya sumber-sumber
pelayanan kesehatan yang sesuai untuk pasien setelah rawat inap. Prinsip
discharge planning juga meliputi dokumentasi pelaksanaan yang
dikomunikasikan kepada pasien dan keluarga dalam kurun waktu 24 jam
sebelum pasien keluar dari rumah sakit

2.5 Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Discharge Planning


Menurut penelitian Radiatul (2017) berberapa faktor perawat yang
mempengaruhi pelaksanaan discharge planning yaitu motivasi yang dimiliki
oleh perawat dan cara yang komunikatif dalam penyampaian informasi
kepada pasien dan keluarga sehingga informasi akan lebih jelas untuk dapat
dimengerti oleh pasien dan keluarga. Pengetahuan perawat merupakan kunci
keberhasilan dalam pendidikan kesehatan. Pengetahuan yang baik akan
mengarahkan perawat pada kegiatan pembelajaran pasien dan keluarga,
sehingga dapat menerima informasi sesuai dengan kebutuhan.
Menurut Potter & Perry (2005) faktor yang mempengaruhi keberhasilan
dalam pemberian pendidikan kesehatan yang berasal dari pasien sebagai
berikut:
a. Motivasi: Motivasi merupakan keinginan pasien untuk belajar. Apabila
motivasi pasien tinggi, maka pasien akan antusias untuk mendapatkan
informasi tentang kondisinya dan perawatan tindak lanjut untuk
meningkatkan kesehatannya.
b. Sikap positif: Sikap positif terhadap penyakit dan perawatan akan
mempermudah pasien untuk menerima informasi ketika dilakukan
pendidikan kesehatan.
c. Emosi: Emosi stabil akan mempermudah pasien menerima informasi yang
disampaikan, sedangkan perasaan cemas atau perasaan negatif lainnya
dapat mengurangi kemampuan pasien untuk menerima informasi.
d. Usia: Tahap perkembangan yang berhubungan dengan usia berperan
dalam penerimaan informasi yang akan disampaikan. Semakin dewasa
usia, maka kemampuan menerima informasi semakin baik karena
didukung oleh pengetahuan yang dimiliki sebelumnya.
e. Kemampuan belajar: Kemampuan belajar seringkali berhubungan dengan
tingkat pendidikan yang dimiliki. Semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang maka kemampuan dalam menerima informasi dapat lebih
mudah.
f. Kepatuhan: Kepatuhan pasien adalah perilaku pasien sesuai dengan
ketentuan yang diberikan oleh profesional kesehatan dari pendidikan
kesehatan yang telah disampaikan. Kepatuhan dari pendidikan kesehatan
tersebut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan
dari discharge planning.
g. Dukungan: Dukungan dari keluarga dan orang sekitar sangat
mempengaruhi proses percepatan kesembuhan seorang pasien. Keluarga
akan melanjutkan perawatan pasien dirumah setelah pasien dipulangkan.
Memberikan informasi kesehatan kepada keluarga dapat membantu
mempercepat proses kesembuhan pasien dan dukungan yang baik akan
mempengaruhi keberhasilan suatu pendidikan kesehatan dan juga
mempengaruhi keberhasilan discharge planning.

2.6 Jenis-jenis Pemulangan Pasien


a. Conditioning discharge (pulang sementara atau cuti), keadaan pulang
ini dilakukan apabila kondisi pasien baik dan tidak terdapat
komplikasi. Pasien untuk sementara dirawat di rumah namun harus
ada pengawasan dari pihak rumah sakit atau puskesmas terdekat
b. Absolute discharge (pulang mutlak atau selamanya), cara ini
merupakan akhir dari hubungan pasien dengan rumah sakit. Namun
apabila pasien perlu dirawat kembali maka prosedur keperawatan
dapat dilakukan kembali.
c. Judicial discharge (pulang paksa), kondisi ini pasien diperbolehkan
pulang walaupun kondisi kesehatan tidak memungkinkan untuk
pulang, tetapi pasien harus dipantau dengan melakukan kerja sama
dengan keperawatan puskesmas terdekat.

2.7 Hal-hal yang Harus Diketahui Pasien Sebelum Pulang


a. Instruksi tentang penyakit yang diderita, pengobatan yang harus
dijalankan, serta masalah-masalah atau komplikasi yang dapat terjadi.
b. Informasi tertulis tentang keperawatan yang harus dilakukan di rumah.
c. Pengaturan diet khusus dan bertahap yang harus dijalankan.
d. Jelaskan masalah yang mungkin timbul dan cara mengantisipasi.
e. Pendidikan kesehatan yang ditujukan kepada keluarga maupun pasien
sendiri dapat digunakan metode ceramah, demonstrasi, dan lain-lain.
f. Informasi tentang nomor telepon layanan keperawatan, medis, dan
kunjungan rumah apabila pasien memerlukan.
2.8 Alur Discharge Planning
Dokter dan tim Ners PP
kesehatan lain dibantu PA

Penentuankeadaan
pasien :

Program HE: 1. Klinis dan


pemeriksaan penunjang lain
1. Kontrol obat/nersan
dan Nutrisi Aktivitas dan
2. istirahat
Tingkat
Perawatan diri ketergantunga n pasien
2.
3.

4.

Perencanaan Pulang Lain-


lainnya

Monitor (sebagai program servicesofety)oleh


keluarga dan petugas Penyelesaian
administrasi
BAB III
RENCANA KEGIATAN
3.1 Pelaksanaan Kegiatan
Hari/tanggal
:
Pukul
:
Topik
: Discharge Planning
Tempat
: Ruang Melati atas

3.2 Metode
1. Diskusi
2. Tanya jawab

3.3 Media
1. Status pasien
2. SOP
3. Sarana dan prasarana perawatan

3.4 Pengorganisasian
Kepala Ruangan
Kepala TIM
Perawat Pelaksana 1
Dokter
Keluarga
Pasien
3.5 Pelaksanaan
Tahap Kegiatan Waktu Tempat Pelaksana
Persiapan 1. PP 1 sudah siap dengan status 10 Nurse station PP1
pasien dan format discharge menit KARU
planning.
2. Menyebutkan masalah pasien.
3. Menyebutkan hal-hal yang
perlu diajarkan pada pasien dan
keluarga.
4. KARU memeriksa kelengkapan
administrasi.
Pelaksanaan 1. PP 1 menyampaikan pendidikan 30 Bed pasien PP1
kesehatan, melakukan demonstrasi menit
dan redemonstrasi:
a. diet,
b. aktivitas dan istirahat,
c. minum obat teratur,
d. keperawatan diri.
2. PP1 menanyakan kembali pada
pasien tentang materi yang
telah disampaikan,
3. PP1 mengucapkan terima kasih.
4. Pendokumentasian.
BAB IV
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Discharge planning merupakan proses berkesinambungan guna
menyiapkan perawatan mandiri pasien pasca rawat inap. Proses identifikasi
dan perencanaan kebutuhan keberlanjutan pasien ditulis guna memfasilitasi
pelayanan kesehatan dari suatu lingkungan ke lingkungan lain agar tim
kesehatan memiliki kesempatan yang cukup untuk melaksanakan discharge
planning. Petugas yang merencanakan pemulangan atau koordinator asuhan
berkelanjutan merupakan staf rumah sakit yang berfungsi sebagai konsultan
untuk proses discharge planning dan fasilitas kesehatan, menyediakan
Pendidikan kesehatan, memotivasi staf rumah sakit untuk merencanakan serta
mengimplementasikan discharge planning. Misalnya, pasien yang
membutuhkan bantuan sosial, nutrisi, keuangan, psikologi, transportasi pasca
rawat inap. (Nursalam, 2016; The Royal Marsden Hospital, 2014; Potter &
Perry, 2005; Discharge Planning Association, 2016 ).
Discharge planning bermanfaat dalam menurunkan jumlah kekambuhan,
menurunkan perawatan kembali di rumah sakit dan ke ruang kedaruratan
yang tidak perlu kecuali untuk beberapa diagnosa, membantu klien untuk
memahami kebutuhan setelah perawatan di rumah sakit, serta dapat
digunakan sebagai bahan dokumentasi keperawatan (Doengoes, 2016)

3.2 Saran
Discharge planning tidak hanya diberikan leaflat saja, sebaiknya juga
diberikan poster agar keluarga dapat memahami tentang penyakitnya
Lampiran SOP discharge planning
SOP DISCHARGE PLANNING
No. Dokumen No. Revisi Halaman

Tanggal Terbit Dikeluarkan Oleh

Discharge planning merupakan persiapan pasien sebelum pulang


PENGERTIAN ke rumah dengan memberikan penyuluhan tentang perawatan di
rumah, pencegahan, dan sebagainya.
1. Meningkatkan kemandirian pasien dalam melakukan
keperawatan di rumah.
2. Meningkatkan keperawatan yang berkelanjutan pada pasien.
TUJUAN
3. Membantu pasien memiliki pengetahuan, keterampilan dan
sikap dalam memperbaiki serta mempertahankan status
kesehatan pasien.
INDIKASI Saat pasien mulai MRS sampai persiapan pulang ke rumah.
KONTRA INDIKASI -
1. Perawat harus tahu penyakit apa yang diderita pasien, dan
bagaimana melakukanperawatandi rumah,dan
PERSIAPAN
pencegahannya.
PERAWAT
2. Perawat harus percaya diri dalam menyampaikan discharge
planning.
1. Lembar telah dilakukan discharge planning.
PERSIAPAN ALAT
2. Lingkungan yang nyaman.
Beri penjelasan pada keluarga dan pasien tentang cara perawatan di
PERSIAPAN PASIEN
rumah dan pencegahannya.
1. Memberikan salam.
PROSEDUR 2. Mengenalkan nama perawat.
3. Memberi penyuluhan kepada pasien dengan cara diskusi, tanya
jawab, demonstrasi.
4. Menggunakan alat peraga bila diperlukan.
5. Mengadakan evaluasi.
6. Memberikan umpan balik.
7. Mengakhiri kegiatan dengan memberikan salam.
8. Mencatat hasil penyuluhan.
HASIL Dokumentasi :
1. Catat tindakan yang telah dilakukan.
2. Waktu dan Tanggal Tindakan.
3. Nama Pasien, Usia, Nomor Rekam Medik.
4. Nama Perawat dan Tanda Tangan Perawat.
Lampiran check list discharge planning

Check list observasi proses pelaksanan discharge planning


No Proses discharge planing dilaksananan Tidak
dilaksanakan
Pada saat pasien pertama kali masuk ruang rawat
inap
1 Melakukan pengkajian tentang kebutuhan pelayanan
kesehatan untuk pasien pulang dengan menggunakan
riwayat keperawatan, rencana keperawatan dan
pengkajian kemampuan fisik dan fungsi kognitif
2 Mengkaji kebutuhan pendidikan kesehatan untuk pasien
dan keluarga yang berhubungan dengan:
- terapi dirumah
- hal-hal yang harus dihindari
- akibat dari gangguan kesehatan yang dialami
- komplikasi yang mungkin terjadi
3 Mengkaji faktor-faktor lingkungan dirumah yang dapat
mengganggu perawatan diri (ukuran kamar, lebar jalan,
tangga, keadaan lantai, fasilitas kamar mandi dll)
4 Kolaborasi dengan dokter dan tenaga kesehatan lainnya
tentang perlu tidaknya rujukan untuk mendapakan
perawatan dirumah atau di tempat pelayanan yang
lainnya
5 Kolaborasi dengan tim kesehatan lainnya tentang
berbagai kebutuhan pasien setelah pulang
6 Evaluasi kemajuan pasien secara terus menerus, dan
ketika akan pulang tentukan tujuan pemulangan paisen
yang relevan
Persiapan sebelum hari kepulangan pasien
7 Memberikan informasi tentang sumber pelayanan
kesehatan di masyarakat kepada pasien dan keluarga
8 Melakukan pendidikan kesehatan kepada pasien dan
keluarga tentang:
- tanda dan gejala penyakit
- komplikasi penyakit
- informasi obat-obatan yang diberikan
- penggunaan perawatan medis dan perawatan
Lanjutan
- diet makanan
- latihan fisik
- hal-hal yang harus dihindari atau pantangan
9 Memberikan leaflet atau buku saku
Pada hari kepulangan pasien
10 Memeriksa order dokter tentang resep, perubahan
tindakan pengobatan atau alat-alat khusus yang di
Butuhkan
11 Menanyakan transportasi pasien ketika pulang
12 Tawarkan kepada pasien dan keluarga untuk
mempersiapkan seluruh barang-barang pribadi untuk
dibawa pulang
13 Memeriksa seluruh ruang rawat inap termasuk kamar
mandi dan carilah salinan daftar-daftar barang berharga
yang dimiliki pasien
14 Memberikan pasien resep atau obat-obat sesuai
dengan pesan dokter
15 Menghubungi bagian keuangan untuk menentukan
apakah pasien atau keluarga sudah bisa mengurus
Administrasi
16 Memberi tawaran kepada pasien untuk menggunakan
kursi roda sampai kendaraan yang akan membawa
pasien Pulang
17 Mencatat format ringkasan pulang pasien (dibeberapa
institusi, pasien juga mendapat salinan format ringkasan
pemulangan tersebut)
18 Dokumentasi status masalah kesehatan pasien pulang
Lampiran format pasien pulang

Pasien Pulang

DISCHARGE PLANNING No. Reg. :


Nama :
Jenis Kelamin :

Tanggal MRS : Tanggal KRS :


Bagian : Bagian :

Dipulangkan dari RS Y dengan keadaan

Sembuh Pulang paksa


Meneruskan dengan obat jalanLari
Pindah ke RS lainMeninggal

A. Kontrol:
Waktu:
Tempat:

B. Lanjutan keperawatan di rumah (luka operasi, pemasangan gift,


pengobatan, dan lain-lain)

C. Aturan diet/nutirisi:

D. Obat-Obat yang masih diminum dan jumlahnya:

E. Aktivitas dan istirahat:


Hal yang dibawa pulang (hasil laboratorium, foto, EKG, obat, lainnya):

Lain-lain:

Jember,
…………………….
PROPOSAL MANAJEMEN KEPERAWATAN

SUPERVISI

Disusun Oleh :
KELOMPOK 6
1. Devi Eka Safitri (NIM 21101016)
2. Dewi Afifah (NIM 21101017)
3. Dianti Anggraini (NIM 21101018)
4. Efiq Elvira Rismasita (NIM 21101019)
5. Ella Agustina (NIM 21101021)
6. Ely Choirun Nisa’ (NIM 21101022)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS dr. SOEBANDI
2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring dengan semakin tingginya tingkat pengetahuan dan kesadaran akan


kebutuhan kesehatan maka semakin tinggi pula tuntutan masyarakat pada
pelayanan keperawatan. Keadaan tersebut menuntun perawat pada suatu
bentuk persaingan untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat akan
pelayanan keperawatan, hal mana membuat perawat harus meningkatkan
pelayanan keperawatan yang paripurna. Pelayanan yang berkualitas haruslah
didukung oleh sumber-sumber yang memadai, antara lain sumber daya
manusia yang bermutu, standar pelayanan termasuk pelayanan keperawatan
yang berkualitas, disamping fasilitas yang sesuai harapan masyarakat. Agar
pelayanan keperawatan senantiasa memenuhi harapan konsumen dan sesuai
dengan standar yang berlaku maka diperlukan suatu pengawasan terhadap
pelaksanaan asuhan keperawatan. Melalui pengawasan atau supervisi
diharapkan perawat dapat melaksanakan asuhan yang berkualitas sesuai
standar. Supervisi tersebut merupakan salah satu bentuk kegiatan dari
manajemen dan merupakan cara yang tepat untuk menjaga mutu pelayanan
keperawatan.
1.2 Tujuan
1. Tujuan umum
Setelah melakukan tindakan supervisi keperawatan, mahasiswa
mampu mengaplikasikan peran kepala ruangan sebagai supervisor dan
peran perawat primer maupun perawat associate.
2. Tujuan khusus
a. Kepala ruangan mampu mengevaluasi dan menilai kinerja perawat
dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
b. Kepala ruangan mampu memberikan umpan balik ( feed back) terhadap
tindakan keperawatan yang telah dilakukan perawat.
c. Kepala ruangan memberikan tindak lanjut (follow up) terhadap
permasalahan yang dihadapi oleh perawat selama melakukan asuhan
keperawatan.
d. Mampu menjalin kerjasama dan keakraban antar perawat.
e. Meningkatkan kinerja perawat primer dan perawat associatc

1.3 Manfaat
1. Bagi Perawat
a. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan perawat yang
disupervisi dan meningkatkan hubungan dan suasana kerja yang
lebih harmonis antara supervisor dan perawat yang disupervisi.
b. Meningkatkan kemampuan perawat primer dan perawat associate
dalam menerapkan asuhan keperawatan dan mengurangi adanya
kesalahan yang dilakukan perawat.
2. Bagi Institusi
Membantu menyusun pedoman atau petunjuk tentang pelaksanaan
tindakan keperawatan sehingga tercipta pelayanan keperawatan
professional
3. Bagi Pasien
Pasien mendapat pelayanan keperawatan yang berkualitas dan sesuai
dengan tuntutan pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Supervisi

Supervisi adalah suatu teknik pelayanan yang tujuan utamanya


adalah mempelajari dan memperbaiki secara bersama – sama (H. Burton,
dalam Pier AS, 1997 : 20).

Supervisi keperawatna adalah kegiatan pengawasan dan pembinaan


yang dilakukan secara berkesinambungan oleh supervisor mencakup
masalah pelayanan keperawatan, masalah ketenagaan, dan perawatan agar
pasien mendapat pelayanan yang bermutu setiap saat (Depkes, 2000).

Supervisi keperawatan adalah suatu proses pemberian sumber -


sumber yang dibutuhkan perawat untuk menyelesaikan tugas dalam rangka
mencapai tujuan.

2.2 Tujuan supervisi

Tujuan supervisi adalah pemenuhan dan peningkatan pelayanan


pada klien dan keluarga yang berfokus pada kebutuhan, keterampilan dan
kemampuan perawat dalam melaksanakan tugas.

2.3 Prinsip supervisi

a. Supervisi dilakukan sesuai dengan struktur organisasi.

b. Supervisi memerlukan pengetahuan dasar manajemen, keterampilan


hubungan antar manusia dan kemampuan menerapkan prinsip
manajemen dan kepemimpinan.

c. Fungsi supervisi diuraikan dengan jelas, terorganisir dan dinyatakan


melalui petunjuk, peraturan, uraian tugas dan standar.

d. Supervisi merupakan proses kerjasama yang demokratis antara


supervisor dan perawat pelaksana.
e. Supervisi merupakan visi, misi, falsafah, tujuan, dan rencana yang
spesifik.

f. Supervisi menciptakan lingkungan yang kondusif, komunikasi efektif,


kreativitas dan motivasi.

g. Supervisi mempunyai tujuan yang berhasil guna dan berdaya guna


dalam pelayanan keperawatan yang memberi kepuasaan klien,
perawat, dan manajer.

2.4 Pelaksana Supervisi

1. Kepala ruangan :

a. Bertanggung jawab dalam supervisi pelayanan keperawatan


pada klien di ruang perawatan.

b. Merupakan ujung tombak penentu tercapai atau tidaknya tujuan


pelayanan kesehatan di rumah sakit.

c. Mengawasi perawat pelaksana dalam melaksanakan praktek


keperawatan diruang perawatan.

2. Kepala instalasi rawat inap :

Mengawasi instalasi rawat inap dalam melaksanakan tugas


secara langsung dan seluruh perawat secara tidak langsung.

3. Kepala sub. Bagian keperawatan :

Bertanggung jawab untuk melaksanakan supervisi kepala


seksi perawatan secara langsung dan semua perawat secara tidk
langsung.
2.5 Alur Supervisi

Kepala Sub. Bagian Keperawatan

Ka. Instalasi Rawat Inap

Kepala Ruangan

Supervisi

Perawat Primer

Delegasi

Perawat Asosiate

Kinerja perawat dan


kualitas
pelayanan
Keterangan :

Kegiatan supervisi

Delegasi dan

supervisi
2.6 Langkah-langkah Supervisi

1. Pra supervisi

a. Supevisor menetapkan kegiatan yang akan disupervisi

b. Supervisor menetapkan tujuan

2. Supervisi

a. Supervisor menilai kinerja perawat berdasarkan instrument atau


alat ukur yang telah disiapkan.

b. Supervisor menemukan beberapa hal yang memerlukan


pembinaan.

c. Supervisor memanggil PP dan PA untuk mengadakan


pembinaan dan klarifikasi masalah

d. Pelaksanaan supervisi dengan inspeksi, wawancara, dan


memvalidasi data sekunder.

 Supervisor mengklarifikasi masalah yang ada.

 Supervisor melakukan tanya jawab dengan PP dan PA

3. Pasca supervisi 3F

a. Supervisor memberikan penilaian supervisi (F – Fair).

b. Supervisi memberikan Feed Back dan Klarifikasi

c. Supervisi memberikan reinforcement dan Follow up perbaikan.

4. Peran Supervisor dan Fungsi Supervisi

Peran dan fungsi supervisor dalam supervisi adalah


mempertahankan keseimbangan manajemen pelayanan
keperawatan dan manajemen sumber daya yang tersedia.
a. Manajemen pelayanan keperawatan

Tanggung jawab supervisor adalah :

1) Menetapkan dan mempertahankan standar praktek


keperawatan.

2) Menilai kualitas asuhan keperawatan dan pelayanan yang


diberikan.

3) Mengembangkan peraturan dan prosedur yang mengatur


pelayanan. keperawatan, bekerjasama dengan tenaga
kesehatan lain yang terkait.

4) Memastikan praktek keperawatan professional


dilaksanakan.

b. Manajemen anggaran

Manajer keperawatan berperan aktif dalam membantu


perencanaan, dan pengembangan.

Supervisor berperan dalam :

1) Membantu menilai rencana keseluruhan dikaitkan dengan


dana tahunan yang tersedia, mengembangkan tujuan unit
yang dapat dicapai sesuai tujuan RS.

2) Membantu mendapatkan informasi statistik untuk


merencanakan anggaran keperawatan.

3) Memberi justifikasi proyeksi anggaran unit yang dikelola,


Supervisi memerlukan praktek dan evaluasi yang benar agar
dapat berjalan sesuai prosedur.

2.7 Teknik Supervisi

Proses Supervisi keperawatan terdiri dari 3 elemen pokok, yaitu :


1. Mengacu pada standar asuhan keperawatan

2. Fakta pelaksanaan praktek keperawatan sebagai pembanding


untuk menetapkan pencapaian.

3. Tindak lanjut dalam upaya memperbaiki dan mempertahankan


kualitas asuhan.

Area yang disupervisi adalah pelaksanaan asuhan keperawatan yang


diberikan oleh Perawat Primer dan Perawat Associate berdasarkan
standar asuhan yang telah ditetapkan.

Supervisi dapat dilakukan melalui dua cara yaitu :

1. Supervisi langsung : Supervisi dilakukan secara langsung pada


kegiatan yang sedang berlangsung, dimana supervisor dapat terlibat
dalam kegiatan, feed back dan perbaikan.

Adapun prosesnya adalah :

a. Perawat pelaksana melakukan secara mandiri suatu tindakan


keperawatan didampingi oleh supervisor.

b. Selama proses, supervisor dapat memberi dukungan,


reinforcement dan petunjuk.

c. Setelah selesai, supervisor dan perawat pelaksana melakukan


diskusi yang bertujuan untuk menguatkan yang telah sesuai
dan memperbaiki yang masih kurang. Reinforcement pada
aspek yang positif sangat penting dilakukan oleh supervisor.

2. Supervisi secara tidak langsung : Supervisi dilakukan melalui


laporan baik tertulis maupun lisan. Supervisor tidak melihat
langsung apa yang terjadi dilapangan sehingga mungkin terjadi
kesenjangan fakta. Umpan balik dapat diberikan secara tertulis.

3. Pengorganisasian Peran
a. Peran Kepala Ruangan :

 Sebagai konsultan dan pengendali mutu perawat primer.

 Orientasi dan merencanakan karyawan baru.

 Menyusun jadwal dinas dan memberi penugasan pada


perawat asisten.

 Evaluasi kerja.

 Merencanakan / menyelenggarakan pengembangan staf

 Membuat 1- 2 pasien untuk model agar dapat mengenal


hambatan yang terjadi.

b. Peran Perawat Primer :

 Menerima klien dan mengkaji kebutuhan pasien secara


komprehensif

 Membuat tujuan dan rencana keperawatan

 Melaksanakan rencana yang telah dibuat

 Mengkomunikasikan dan mengkoordinasikan pelayanan


yang diberikan oleh disiplin lain maupun perawat lain.

 Mengadakan kunjungan rumah bila perlu

c. Peran Perawat Associate : Peran Perawat Assosiate adalah


melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana
yang telah disusun oleh Perawat Primer.
BAB III
KEGIATAN SUPERVISI

A. Pelaksanaan

Topik : Supervisi

Hari/Tanggal : Kamis, 11 Mei 2022

Waktu : 08.00-12.00

Tempat :RSX

Materi : Pemasangan O2
B. Metode

1. Observasi dan Diskusi dan tanya jawab

C. Instrumen

1. Status klien

2. Instrumen supervisi

3. Alat – alat pemasangan Infus

D. Struktur Pengorganisasian

1) Kepala ruangan

2) Perawat primer

3) Perawat asociate

4) Pembimbing

5) Supervisor

6) Nurse Station
E. Mekanisme Kegiatan Supervisi

Tahap Kegiatan Kegiatan Waktu Tempat

Pra Pelaksana 1. PP mengucapakan Salam dan 5 menit Nurse station


melaporkan bahwa hari ini akan
ada supervisi tentang perawatan
luka, Karu menyetujui PP untuk
melakukan supervisi

2. Karu menanyakan cek


persiapan supervisi.

3. PP menyebutkan hal-hal yang


perlu dipersiapkan.

4. Karu memeriksa kelengkapan


supervise meliputi alat-alat
perawatan luka.

5. Kontrak waktu dengan pasien


dan keluarga

Pelaksanaan 1. Karu, PP, dan PA menuju bed 30 menit Nurse station


pasien untuk melaksanaka
supervisi.
Bed Pasien
2. Karu memberi salam kepada
klien atau keluarga dan
mempersiapkan PP untuk
menjelaskan supervisi.
3. Menjelaskan kepada pasien dan
keluarga tentang prosedur
pemasangan O2 yang akan
dilaksanakan.

4. Mendelegasikan kepada PA
untuk membantu pemasangan
O2.

5. Melakukan langkah – langkah


pemasangan O2.

Post Pelaksanaan 1. Dokumentasi hasil supervisi 5 menit Nurse Station

2. Salam penutup oleh kepala


ruangan.

Evaluasi

1. Evaluasi struktur

Persiapan dilaksanakan 2 hari sebelum acara dimulai dari


pembuatan proposal, undangan dan berlatih role play untuk perawat
primer yang akan dilakukan supervisi serta Kepala ruangan sebagai
supervisor dalam kegiatan supervisi.

2. Evaluasi proses

Evaluasi dilihat berdasar kelancaran proses sesuai dengan rencana


dan alur yang ada serta perawat yang bertugas sesuai perannya.

3. Evaluasi hasil

a. Perawat primer mampu melaksanakan kegiatan tindakan sesuai


dengan prosedur
b. Kepala ruang mampu melakukan kegiatan supervisi sesuai
dengan prosedur.

c. Acara berjalan sesuai dengan proposal rencana kegiatan.


BAB IV
PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Supervisi merupakan upaya untuk membantu pembinaan dan


peningkatan kemampuan pihak yang di supervisi agar mereka dapat
melaksanakan tugas kegiatan yang telah ditetapkan secara efisien dan
efektif (Huber, 2000). Supervisi Keperawatan adalah kegiatan
pengawasan dan pembinaan yang dilakukan secara berkesinambungan
oleh supervisor mencakup masalah pelayanan keperawatan, masalah
ketenangan dan peralatan agar pasien mendapatkan pelayanan yang
bermutu setiap saat (Nursalam, 2014).

1.2 Saran

Diharapkan kegiatan supervisi dapat meningkatkan kinerja perawat dan


meningkatkan pelayanan keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam. (2015). Manajemen Keperawatan : Aplikasi Dalam Praktik


Keperawatan Profesional Edisi 5. Jakarta :Salemba Medika.
Setiadi. (2016). Manajemen dan Kepemimpinan dalam Keperawatan (
Teori dan Aplikasi Praktik bagi Mahasiswa dan Perawat
Klinis). Yogyakarta : Indomedia Pustaka.
Suarli, S & Bachtiar. (2009). Manajemen Keperawatan dengan
Pendekatan Praktik. Jakarta : Erlangga
Lampiran dan Ceklist SOP
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

ORAL HYGIENE

NO.DOKUMEN NO. REVISI HALAMAN

TGL TERBIT

PROSEDUR Ditetapkan oleh :

TETAP 17 JULI 2022 UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER

PENGERTIAN Oral hygiene adalah tindakan membersihkan mulut pasien yang lemah dan
tidak dapat melakukan sendiri

TUJUAN 1) Mencegah infeksi gusi dan gigi


2) Mempertahankan kenyamanan rongga mulut
INDIKASI 1) Pasien dengan penurunan kesadaran
2) Pasien yang mendapat oksigenasi dan NGT
KONTRA -
INDIKASI

PERSIAPAN 1) Obat kumur


ALAT 2) Air masak/NaCl
3) Tongue spatel yang dibungkus kassa
4) Kom kecil
5) Bengkok
6) Handscoon bersih
7) Deppers dan tissue
PROSEDUR Pra Interaksi :

a) Mencuci tangan
b) Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar
Orientasi :

a) Mengucap salam
b) Memperkenalkan diri
c) Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan oral hygiene
d) Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
Pelaksanaan :
Menjaga privasi klien
Memakai sarung tangan
Membasahi deppers dengan obat kumur yang sudah dicampur air/NaCl
Membuka mulut klien dengan tongue spatel yang sudah dibungkus kassa
Membersihkan rongga mulut mulai dari dinding gusi gigi dan gigi luar hingga bersih
Bersihkan mulut dengan air/NaCl
Merapikan pasien
Terminasi :

Mengevaluasi hasil tindakan


Berpamitan dengan pasien
Membereskan dan kembalikan alat ke tempat semula
Mencuci tangan
Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
HASIL Mulut terasa lebih bersih dan nyaman, pasien terhindar dari resiko infeksi
pada gigi dan mulut
INSTRUMEN ORAL HYGIENE

Tanggal : 20 Juli 2022


Ruang : Melati Atas

Aspek Dilakukan
Parameter Keterangan
Penilaian Ya Tidak
Persiapan Persiapan Alat
1. Obat kumur √
2. Air masak/NaCl √
3. Tongue spatel yang dibungkus √
kassa
4. Kom kecil √
5. Bengkok √
6. Handscoon bersih √
7. Deppers dan tissue √

Pelaksanaan Pra Interaksi :


1. Mencuci tangan √
2. Menempatkan alat di dekat √
pasien dengan benar
Orientasi :
1. Mengucap salam √
2. Memperkenalkan diri √
3. Menjelaskan prosedur dan √
tujuan tindakan oral hygiene
4. Menanyakan kesiapan klien √
sebelum kegiatan dilakukan
Pelaksanaan :
1. Menjaga privasi klien √
2. Memakai sarung tangan √
3. Membasahi deppers dengan √
obat kumur yang sudah
dicampur air/NaCl
4. Membuka mulut klien dengan √
tongue spatel yang sudah
dibungkus kassa
5. Membersihkan rongga mulut √
mulai dari dinding gusi gigi
dan gigi luar hingga bersih
6. Bersihkan mulut dengan √
air/NaCl
7. Merapikan pasien √
Terminasi :
1. Mengevaluasi hasil tindakan √
2. Berpamitan dengan pasien √
3. Membereskan dan kembalikan √
alat ke tempat semula
4. Mencuci tangan √
5. Mencatat kegiatan dalam √
lembar catatan keperawatan
Sikap Sikap perawat pada waktu
oral hygiene
1. Komunikasi √
2. Kerja sama √
3. Tanggung jawab √
4. Kewaspadaa √
n 5.
Hasil:
1. Mulut terasa lebih bersih da

nyaman, pasien terhindar n
resiko infeksi pada gigi dar
Evaluasi mulut i
da
n
Jumlah 30
STANDART OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

SKIN TEST (INTRA CUTAN)

NO.DOKUMEN NO. REVISI HALAMAN

TGL TERBIT

PROSEDUR Ditetapkan oleh :

TETAP 18 JULI 2022 UNIVERSITAS dr. SOEBANDI JEMBER

PENGERTIAN Suatu kegiatan memasukan obat secara benar dan efektif untuk
menghindari terjadinya alergi obat

TUJUAN Sebagai acuan penerapan langkah-langkah tindakan keperawatan dalam


melaksanakan tindakan test obat suntik (skin test) untuk menghindari reaksi
alergi pasien terhadap obat yang diberikan

INDIKASI Dilakukan pada pasien-pasien untuk program pengobatan antibiotik

KONTRA -
INDIKASI

PERSIAPAN 1. Meja atau baki


ALAT 2. Obat yang akan diberikan
3. Aquabides
4. Bak spuit berisi kapas alcohol
5. Sarung tangan
6. Spuit 1 cc
7. Neddle
8. Pulpen dan jam
PROSEDUR Pra Interaksi :

1. Mencuci tangan
2. Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar
Orientasi :

1. Mengucap salam
2. Memperkenalkan diri
3. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan skin test (intra cutan)
4. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
Pelaksanaan:

1. Perawat mencuci tangan


2. Tanyakan nama pasien
3. Beri etiket obat untuk mencegah kekeliruan (6 benar)
4. Dekatkan alat
5. Gunakan sarung tangan
6. Oplos obat, ambil 0,1 cc obat campur dengan aquabides dengan
perbandingan (1:9)
7. Atur posisi
8. Lakukan desinfeksi, biarkan mongering
9. Lakukan skin test (intra cutan) dengan posisi penyuntikan 15 derajat
10. Lingkari area penyuntikan dengan menggunakan pulpen dengan
diameter 2,5 cm, beri jam pemeriksaan hasil
11. Perawat membereskan alat
12. Perawat mencuci tangan
Terminasi :

1. Mengevaluasi hasil tindakan


2. Berpamitan dengan pasien
3. Membereskan dan kembalikan alat ke tempat semula
4. Mencuci tangan
5. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
HASIL Lihat hasil skin test,alergi apa tidak dengan obat yang akan di berikan
INSTRUMEN SKIN TEST (INTRA CUTAN)

Tanggal : 21 Juli 2022


Ruang : Melati Atas

Aspek Dilakukan
Parameter Keterangan
Penilaian Ya Tidak
Persiapan Persiapan Alat
1. Meja atau baki √
2. Obat yang akan diberikan √
3. Aquabides √
4. Bak spuit berisi kapas alcohol √
5. Sarung tangan √
6. Spuit 1 cc √
7. Neddle √
8. Pulpen dan jam √

Pelaksanaan Pra Interaksi :


1. Mencuci tangan √
2. Menempatkan alat di dekat √
pasien dengan benar
Orientasi :
1. Mengucap salam √
2. Memperkenalkan diri √
3. Menjelaskan prosedur dan √
tujuan tindakan oral hygiene
4. Menanyakan kesiapan klien √
sebelum kegiatan dilakukan
Pelaksanaan :
1. Perawat mencuci tangan √
2. Tanyakan nama pasien √
3. Beri etiket obat untuk √
mencegah kekeliruan (6 benar)
4. Dekatkan alat √
5. Gunakan sarung tangan √
6. Oplos obat, ambil 0,1 cc obat √
campur dengan aquabides
dengan perbandingan (1:9)

7. Atur posisi
8. Lakukan desinfeksi, biarkan √
mongering
9. Lakukan skin test (intra √
cutan) dengan posisi
penyuntikan 15 derajat
10. Lingkari area penyuntikan √
dengan menggunakan pulpen
dengan diameter 2,5 cm,
beri jam pemeriksaan hasil
11. Perawat membereskan alat √
12. Perawat mencuci tangan √
Terminasi :
6. Mengevaluasi hasil tindakan √
7. Berpamitan dengan pasien √
8. Membereskan dan kembalikan √
alat ke tempat semula
9. Mencuci tangan √
10. Mencatat kegiatan dalam √
lembar catatan keperawatan
Sikap Sikap perawat pada waktu skin
test
1. Komunikasi √
2. Kerja sama √
3. Tanggung jawab √
4. Kewaspadaan √

Hasil:
1. Lihat hasil skin test,alergi apa √
tidak dengan obat yang akan di
Evaluasi berikan

Jumlah 36
Lampiran Dokumentasi

Dokumentasi Kegiatan

A. Timbang Terima B. Pre Conference

C. Post Conference
D. Roll Over

E. Supervisi

Skintest Oral Hygine


F. Lampiran 4 Implementasi
Pemasangan label risiko jatuh
1)

Sebelum Sesudah

2) Pemasangan struktur organisasi dan visi misi


3) Pembuatan lembar bolak-balik sebagai media discharge planning

4) Pembuatan surat rekomendasi ketersediaan kursi roda

Anda mungkin juga menyukai