Anda di halaman 1dari 24

Pembentukan Amilum

1.1 Pengertian Amilum


Amilum tidak larut dalam air dan berbentuk bubuk putih. Amilum di
dalam tubuh manusia akan dicerna menjadi glukosa sebagai sumber energi.
Amilum akan dipecah menjadi maltosa oleh air liur di mulut, lalu menjadi
glukosa di usus kecil (Rosmawati, 2013).
Amilopektin adalah polisakarida yang terdiri dari rantai panjang molekul
glukosa yang terhubung melalui ikatan alfa-1,4 glikosidik. Struktur
amilopektin mirip dengan amilosa, tetapi memiliki cabang-cabang pendek
yang terbentuk melalui ikatan alfa-1,6 glikosidik. Cabang-cabang ini
memberikan amilopektin kemampuan untuk membentuk struktur rantai yang
bercabang, yang memungkinkan enzim amilase untuk lebih mudah mencerna
dan mengurai pati atau glikogen menjadi glukosa. Sedangkan amilosa adalah
polisakarida yang terdiri dari rantai linier molekul glukosa yang terhubung
melalui ikatan alfa-1,4 glikosidik. Strukturnya tidak memiliki cabang-cabang
seperti amilopektin. Karena bentuknya yang linier, amilosa membentuk
struktur spiral yang khas yang membuatnya lebih tahan terhadap enzim
amilase. Ini berarti amilosa membutuhkan waktu lebih lama untuk dicerna dan
dipecah menjadi glukosa, sehingga menghasilkan peningkatan perasaan
kenyang dan memperlambat penyerapan glukosa dalam tubuh (Sakinah, 2018)
& (Wahyuni, 2020).

2.1 Sifat-Sifat Amilum


Amilum memiliki beberapa sifat-sifat yang khas, antara lain:
- Amilum memang memiliki sifat yang tidak larut dalam air dalam
kondisi normal. Warna biru disebabkan oleh adanya amilosa, yaitu
polimer glukosa dengan bentuk rantai lurus.
- Amilopektin adalah polimer glukosa dengan bentuk susunan
bercabang, yang memiliki lebih dari 1000 unit per molekul glukosa
(Shastra, 2022).

1
- Amilum memiliki bentuk, ukuran, dan susunan butir yang
berbeda-beda pada setiap tanaman. Butir amilum memiliki titik
permulaan terbentuknya butir tepung (disebut hilus), yang dapat
berada di tengah (amilum konsentris) atau di tepi (amilum
eksentris) (Kumalawati et al., 2018).

3.1 Sumber-Sumber Tanaman yang Menghasilkan Amilum


3.1.1 Biji-Bijian
Tanaman seperti gandum, jagung, beras, dan sorgum menghasilkan
amilum dalam endosperm bijinya. Endosperm adalah jaringan yang
menyimpan cadangan makanan untuk embrio tanaman. Amilum dalam
biji-bijian biasanya berbentuk butiran kecil dan beragam bentuknya.
Amilum dari biji-bijian digunakan sebagai bahan pangan, pakan ternak,
bahan industri, dan bahan baku etanol.
3.1.2 Umbi-Umbian
Tanaman seperti kentang, ubi jalar, ubi kayu, dan singkong
menghasilkan amilum dalam umbinya. Umbi adalah bagian batang atau
akar yang membengkak dan menyimpan cadangan makanan. Amilum
dalam umbi-umbian biasanya berbentuk butiran besar dan bulat. Amilum
dari umbi-umbian digunakan sebagai bahan pangan, tepung, kanji, sirup,
dan bahan industri (Shastra, 2022).
3.1.3 Batang Sagu
Tanaman sagu (Metroxylon sagu) menghasilkan amilum dalam
batangnya. Batang sagu adalah batang yang berongga dan berdaging yang
menyimpan cadangan makanan. Amilum dalam batang sagu biasanya
berbentuk butiran kecil dan lonjong. Amilum dari batang sagu digunakan
sebagai bahan pangan, tepung, kanji, dan bahan industri (Wijaya, 2017).
3.1.4 Rizom Umbi Tumbuhan Berstamina
Tanaman seperti garut (Maranta arundinacea), kunyit (Curcuma
longa), temulawak (Curcuma xanthorrhiza), dan kencur (Kaempferia
galanga) menghasilkan amilum dalam rizomnya. Rizom adalah batang
yang tumbuh mendatar di bawah tanah dan membentuk umbi pada

2
ruas-ruasnya. Amilum dalam rizom umbi tumbuhan bersitamina biasanya
berbentuk butiran besar dan bulat pipih. Amilum dari rizom umbi
tumbuhan bersitamina digunakan sebagai bahan pangan, obat tradisional,
pewarna alami, dan bahan kosmetik (Shastra, 2022).
3.1.5 Daun Hijau
Tanaman hijau menghasilkan amilum dalam daunnya sebagai hasil
dari proses fotosintesis. Daun hijau memiliki kloroplas yang mengandung
klorofil dan enzim yang mengubah karbondioksida dan air menjadi
glukosa. Glukosa kemudian disimpan dalam bentuk amilum di dalam
kloroplas atau disalurkan ke bagian tanaman lainnya melalui floem.
Amilum dalam daun hijau biasanya berbentuk butiran mikroskopis dan
tidak teratur. Amilum dari daun hijau digunakan sebagai indikator
fotosintesis (Shastra, 2022).
3.1.6 Biji-Bijian Legum
Tanaman seperti kacang-kacangan, kacang tanah, kacang hijau, dan
kacang kedelai menghasilkan amilum dalam bijinya. Biji-bijian legum
adalah biji yang terbungkus dalam polong yang berasal dari tanaman
berbunga. Amilum dalam biji-bijian legum biasanya berbentuk butiran
kecil dan bulat. Amilum dari biji-bijian legum digunakan sebagai bahan
pangan, tepung, tahu, tempe, dan bahan industri.
3.1.7 Buah-Buahan
Tanaman seperti pisang, apel, pir, dan jeruk menghasilkan amilum
dalam buahnya. Buah-buahan adalah bagian tanaman yang berasal dari
ovarium bunga yang membengkak dan mengandung biji. Amilum dalam
buah-buahan biasanya berbentuk butiran mikroskopis dan tidak teratur.
Amilum dari buah-buahan digunakan sebagai bahan pangan, jus, selai,
dan bahan industri.

4.1 Proses Pembuatan Amilum dari Tanaman


4.1.1 Proses Fotosintesis
Tanaman hijau menghasilkan amilum dalam daunnya sebagai hasil
dari proses fotosintesis. Fotosintesis adalah salah satu proses vital dalam

3
ekosistem karena menghasilkan oksigen yang diperlukan oleh hampir
semua bentuk kehidupan di Bumi. Selain itu, fotosintesis juga merupakan
mekanisme utama dalam siklus karbon, di mana karbon dioksida dari
atmosfer diubah menjadi bahan organik melalui pembentukan glukosa
(Maftukhah et al., 2023).
4.1.2 Pembentukan Amilum
Glukosa yang dihasilkan dari reaksi gelap fotosintesis dapat disimpan
dalam bentuk amilum di dalam kloroplas atau disalurkan ke bagian
tanaman lainnya melalui floem. Pembentukan amilum terjadi melalui
reaksi polimerisasi glukosa dengan bantuan enzim amilase. Amilase
mengkatalisis penggabungan molekul glukosa menjadi rantai lurus
(amilosa) atau rantai bercabang (amilopektin). Amilum tersusun dari 20%
amilosa dan 80% amilopektin (Mustafa, 2015).
4.1.3 Penyimpanan Amilum
Amilum disimpan dalam bentuk butiran-butiran mikroskopis yang
tidak larut dalam air, tidak berwarna, tidak berbau, dan memberikan
warna biru dengan larutan iodium. Butiran-butiran amilum memiliki
bentuk, ukuran, dan susunan yang berbeda-beda pada setiap tanaman.
Butiran-butiran amilum memiliki titik permulaan terbentuknya butir
tepung (disebut hilus), yang dapat berada di tengah (amilum konsentris)
atau di tepi (amilum eksentris). Butiran-butiran amilum dapat terkumpul
dalam granula-granula besar yang dikelilingi oleh membran (Mustafa,
2015).
4.1.4 Pengambilan Sampel
Untuk membuat amilum dari tanaman, langkah pertama adalah
mengambil sampel tanaman yang mengandung amilum, seperti
biji-bijian, umbi-umbian, batang sagu, rizom umbi tumbuhan bersitamina,
atau buah-buahan. Sampel tanaman harus dipilih yang segar, bersih,
matang, dan tidak rusak. Sampel tanaman kemudian dicuci dengan air
bersih untuk menghilangkan kotoran dan kontaminan (Mustafa, 2015).
4.1.5 Penimbangan Sampel

4
Setelah dicuci, sampel tanaman ditimbang dengan menggunakan
timbangan analitik untuk mengetahui berat basahnya. Berat basah sampel
tanaman diperlukan untuk menghitung rendemen atau persentase hasil
amilum yang diperoleh dari sampel tanaman (Mustafa, 2015).
4.1.6 Pengolahan Sampel
Setelah ditimbang, sampel tanaman diolah sesuai dengan jenisnya.
Biji-bijian harus digiling menjadi tepung dengan menggunakan blender
atau penggiling. Umbi-umbian harus dikupas kulitnya dan diparut atau
diblender menjadi bubur. Batang sagu harus dipotong-potong menjadi
bagian kecil dan direndam dalam air selama beberapa hari untuk
melarutkan patinya. Rizom umbi tumbuhan bersitamina harus dikupas
kulitnya dan diparut atau diblender menjadi bubur. Buah-buahan harus
dikupas kulitnya dan diblender menjadi jus (Mustafa, 2015).
4.1.7 Ekstraksi Amilum
Setelah diolah, sampel tanaman diekstraksi dengan menggunakan air
untuk memisahkan amilum dari komponen lainnya. Ekstraksi dapat
dilakukan dengan cara sederhana atau dengan menggunakan alat khusus
seperti sentrifuge atau hidrosiklon. Cara sederhana adalah dengan
menyaring bubur atau jus sampel tanaman dengan menggunakan kain
saring atau kertas saring untuk memperoleh filtrat yang mengandung
amilum dan ampas yang mengandung serat dan komponen lainnya. Filtrat
kemudian didiamkan selama beberapa jam agar amilum mengendap di
dasar wadah dan air berada di atasnya. Air kemudian dibuang dan
endapan amilum dikumpulkan (Mustafa, 2015).
4.1.8 Pemurnian Amilum
Setelah diekstraksi, amilum harus dimurnikan untuk menghilangkan
zat-zat pengotor yang masih tersisa, seperti protein, lemak, gula, mineral,
dan pigmen. Pemurnian dapat dilakukan dengan cara mencuci endapan
amilum dengan air bersih beberapa kali sampai air cucian menjadi jernih.
Selain itu, dapat juga ditambahkan bahan-bahan kimia seperti asam sitrat,
natrium hipoklorit, atau hidrogen peroksida untuk memutihkan dan
menghilangkan bau pada amilum (Mustafa, 2015).

5
4.1.9 Pengeringan Amilum
Setelah dimurnikan, amilum harus dikeringkan untuk mengurangi
kadar airnya dan meningkatkan daya simpannya. Pengeringan dapat
dilakukan dengan cara alami atau dengan menggunakan alat khusus
seperti oven atau pengering vakum. Cara alami adalah dengan menyebar
endapan amilum tipis-tipis di atas loyang atau kertas dan menjemurnya di
bawah sinar matahari sampai kering. Cara ini membutuhkan waktu yang
lama dan bergantung pada cuaca. Cara lain adalah dengan memanaskan
endapan amilum dalam oven atau pengering vakum pada suhu 40-60°C
selama beberapa jam sampai kadar airnya kurang dari 15% (Mustafa,
2015).
4.1.10 Penyimpanan Amilum
Setelah kering, amilum harus disimpan dalam wadah yang tertutup
rapat dan bersih untuk mencegah kontaminasi dan kerusakan. Amilum
harus disimpan di tempat yang kering, sejuk, dan gelap untuk menjaga
kualitasnya. Amilum yang disimpan dengan baik dapat bertahan selama
beberapa bulan sampai beberapa tahun tergantung pada jenisnya
(Mustafa, 2015).

5.1 Metode Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Amilum


5.1.1 Metode Analisis Kualitatif Amilum
Metode ini digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya amilum
dalam suatu sampel. Metode yang paling umum digunakan adalah uji
iodin. Uji iodin dilakukan dengan menambahkan larutan iodium ke dalam
sampel yang mengandung amilum. Jika terdapat amilum, maka warna
sampel akan berubah menjadi biru tua atau hitam keunguan. Jika tidak
terdapat amilum, maka warna sampel tidak berubah atau menjadi kuning
(Mustakin & Tahir, 2019).
5.1.2 Metode Analisis Kuantitatif Amilum
Metode ini digunakan untuk mengukur jumlah amilum dalam suatu
sampel. Metode yang paling umum digunakan adalah metode Lowry.
Metode Lowry dilakukan dengan menambahkan larutan Lowry

6
(campuran dari larutan tembaga sulfat, natrium karbonat, dan natrium
kalium tartarat) ke dalam sampel yang mengandung amilum. Larutan
Lowry akan bereaksi dengan amilosa dan amilopektin dalam amilum dan
menghasilkan warna biru yang intensitasnya berbanding lurus dengan
konsentrasi amilum. Intensitas warna biru dapat diukur dengan
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm (Lestari
& Suryani, 2015.)

6.1 Manfaat dan Aplikasi Amilum dalam Berbagai Bidang


6.1.1 Bidang Pangan
Amilum digunakan sebagai bahan pangan pokok bagi manusia dan
hewan, karena merupakan sumber energi dan gizi yang penting. Amilum
dapat dikonsumsi dalam bentuk beras, jagung, sagu, kentang, ubi, dan
sebagainya. Amilum juga dapat diolah menjadi tepung, kanji, sirup,
maltosa, dekstrin, dan sebagainya. Amilum juga digunakan sebagai bahan
tambahan pangan (food additive) yang berfungsi sebagai pengental
(thickener), pengisi (filler), pengikat (binder), pengemulsi (emulsifier),
penstabil (stabilizer), dan penstabil tekstur (texturizer) (Cahyani et al.,
2017).
6.1.2 Bidang Farmasi
Amilum digunakan sebagai eksipien dalam pembuatan sediaan
farmasi, seperti tablet, kapsul, sirup, suspensi, dan sebagainya. Amilum
berfungsi sebagai bahan pengisi (diluent), penghancur (disintegrant),
pengikat (binder), pelapis (coating), dan penyalur (dispersant). Amilum
juga digunakan sebagai bahan dasar pembuatan dekstran, siklodekstrin,
dan maltodekstrin yang memiliki berbagai manfaat farmakologis (Salam,
2021).
6.1.3 Bidang Industri
Amilum digunakan sebagai bahan baku atau bahan tambahan dalam
berbagai industri, seperti industri tekstil, kertas, kosmetik, detergen, cat,
lem, plastik, biofuel, dan sebagainya. Amilum berfungsi sebagai perekat
(adhesive), pelembut (softener), pengawet (preservative), pewarna (dye),

7
pelarut (solvent), biopolimer (biopolymer), dan bioetanol (bioethanol)
(Sakinah, 2018) & (Irana, 2018).
6.1.4 Bidang Pertanian
Amilum digunakan sebagai bahan organik yang dapat meningkatkan
kesuburan tanah dan produktivitas tanaman. Amilum dapat dijadikan
kompos yang dapat memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kapasitas
tukar kation, menambah unsur hara mikro dan makro, serta meningkatkan
aktivitas mikroba tanah (Nurcahyani, 2019).
6.1.5 Bidang Bioteknologi
Amilum digunakan sebagai substrat untuk produksi enzim amilolitik
yang dapat menghidrolisis amilum menjadi glukosa atau oligosakarida.
Enzim amilolitik meliputi amilase, glukoamilase, siklodekstrin
glikotransferase, dan sebagainya. Enzim amilolitik memiliki banyak
aplikasi dalam bidang pangan, farmasi, industri, dan lingkungan.
6.1.6 Bidang Medis
Amilum digunakan sebagai bahan untuk diagnosis penyakit yang
berkaitan dengan metabolisme karbohidrat. Misalnya, tes toleransi
glukosa yang menggunakan amilum sebagai sumber glukosa untuk
mengukur kadar gula darah pasien. Tes ini dapat mendeteksi adanya
diabetes mellitus atau gangguan insulin (Sari, 2019).
6.1.7 Bidang Pendidikan
Amilum digunakan sebagai bahan untuk praktikum biologi atau kimia
yang berkaitan dengan karbohidrat. Misalnya, uji iodin untuk
mengidentifikasi adanya amilum dalam sampel makanan atau tumbuhan.
Uji ini dapat menunjukkan perubahan warna sampel menjadi biru tua atau
hitam keunguan jika terdapat amilum.

7.1 Parameter Kualitas Amilum dan Metode Pengujian


7.1.1 Kadar Air
Kadar air adalah jumlah air yang terdapat dalam amilum. Kadar air
yang terlalu tinggi dapat menyebabkan pertumbuhan mikroba, perubahan
warna, dan penurunan aktivitas amilum. Kadar air yang terlalu rendah

8
dapat menyebabkan keretakan, kehilangan massa, dan penurunan
kelarutan amilum. Metode pengujian kadar air amilum adalah metode
gravimetri dengan menggunakan oven pada suhu 105°C selama 3 jam
(Gilang et al., 2013) & (Adawiyah, 2017).
7.1.2 Kadar Abu
Kadar abu adalah jumlah mineral atau zat anorganik yang tersisa
setelah amilum dibakar pada suhu tinggi. Kadar abu menunjukkan tingkat
kemurnian amilum dan kandungan kontaminan yang tidak diinginkan.
Kadar abu yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi warna, rasa, dan
tekstur amilum. Metode pengujian kadar abu amilum adalah metode
gravimetri dengan menggunakan mufler furnace pada suhu 550°C selama
3 jam (Gilang et al., 2013) & (Adawiyah, 2017).
7.1.3 Kadar Protein
Kadar protein adalah jumlah protein yang terdapat dalam amilum.
Protein merupakan komponen minor dalam amilum yang berasal dari
sumber tanaman asalnya. Protein dapat mempengaruhi sifat fungsional,
nutrisi, dan alergenisitas amilum. Metode pengujian kadar protein amilum
adalah metode Kjeldahl dengan menggunakan asam sulfat pekat dan
larutan natrium hidroksida (Gilang et al., 2013) & (Amalia & Fahri,
2020).
7.1.4 Kadar Lemak
Kadar lemak adalah jumlah lemak yang terdapat dalam amilum.
Lemak merupakan komponen minor dalam amilum yang berasal dari
sumber tanaman asalnya. Lemak dapat mempengaruhi sifat fungsional,
nutrisi, dan stabilitas oksidatif amilum. Metode pengujian kadar lemak
amilum adalah metode Soxhlet dengan menggunakan pelarut eter (Gilang
et al., 2013) & (Sofyan et al., 2020).
7.1.5 Kadar Pati
Kadar pati adalah jumlah pati yang terdapat dalam amilum. Pati
merupakan komponen mayor dalam amilum yang terdiri dari dua polimer
glukosa yaitu amilosa dan amilopektin. Pati menentukan sifat fungsional,

9
nutrisi, dan tekstur amilum. Metode pengujian kadar pati amilum adalah
metode polarimetri dengan menggunakan larutan iodium.
7.1.6 Derajat Putih
Derajat putih adalah ukuran intensitas warna putih pada permukaan
amilum. Derajat putih menunjukkan tingkat kemurnian dan keseragaman
warna amilum. Derajat putih yang tinggi menunjukkan bahwa amilum
memiliki warna putih bersih dan bebas dari kontaminan warna lainnya.
Metode pengujian derajat putih amilum adalah metode spektrofotometri
dengan menggunakan panjang gelombang 460 nm (Gilang et al., 2013) &
(Harini et al., 2021).
7.1.7 Ukuran Butir
Ukuran butir adalah ukuran diameter rata-rata butir-butir mikroskopik
yang membentuk amilum. Ukuran butir menentukan sifat alir, kelarutan,
viskositas, dan tekstur amilum. Ukuran butir yang kecil menunjukkan
bahwa amilum memiliki sifat alir yang baik, kelarutan yang tinggi,
viskositas yang rendah, dan tekstur yang halus. Metode pengujian ukuran
butir amilum adalah metode mikroskopi dengan menggunakan mikroskop
optik atau elektron.

8.1 Perbandingan Amilum dari Berbagai Sumber Tanaman


8.1.1 Amilum dari Biji
Amilum dari biji berasal dari endosperm biji tanaman seperti gandum,
jagung, padi, dan sebagainya. Amilum dari biji memiliki bentuk butir
yang bervariasi, mulai dari bulat, lonjong, poligonal, hingga tidak
beraturan. Ukuran butir amilum dari biji juga bervariasi, mulai dari 1-40
mikrometer. Struktur butir amilum dari biji terdiri dari dua lapisan yaitu
lapisan luar yang disebut hilum dan lapisan dalam yang disebut lamela.
Hilum merupakan titik permulaan terbentuknya butir amilum dan
biasanya berwarna gelap. Lamela merupakan lapisan-lapisan tipis yang
tersusun secara konsentris dan mengandung amilosa dan amilopektin
(Harni et al., 2022).
8.1.2 Amilum dari Umbi

10
Amilum dari umbi berasal dari umbi tanaman seperti kentang, ubi
jalar, ubi kayu, dan sebagainya. Amilum dari umbi memiliki bentuk butir
yang umumnya bulat atau oval. Ukuran butir amilum dari umbi relatif
besar, mulai dari 10-100 mikrometer. Struktur butir amilum dari umbi
terdiri dari dua bagian yaitu inti dan korteks. Inti merupakan bagian
tengah butir amilum yang mengandung amilopektin tinggi dan
memberikan warna ungu pekat pada tes iodin. Korteks merupakan bagian
luar butir amilum yang mengandung amilosa tinggi dan memberikan
warna biru muda pada tes iodin (Harni et al., 2022).
8.1.3 Amilum dari Batang
Amilum dari batang berasal dari batang tanaman seperti sagu, aren,
nira, dan sebagainya. Amilum dari batang memiliki bentuk butir yang
umumnya bulat atau poligonal. Ukuran butir amilum dari batang relatif
kecil, mulai dari 1-10 mikrometer. Struktur butir amilum dari batang
terdiri dari tiga bagian yaitu hilus, lamela, dan kapsul. Hilus merupakan
titik permulaan terbentuknya butir amilum dan biasanya berwarna gelap.
Lamela merupakan lapisan-lapisan tipis yang tersusun secara konsentris
dan mengandung amilosa dan amilopektin. Kapsul merupakan lapisan
pelindung yang mengelilingi butir amilum dan mengandung selulosa
(Harni et al., 2022).
8.1.4 Amilum dari Rimpang
Amilum dari rimpang berasal dari rimpang tanaman seperti gembili,
suweg, kunyit, jahe, dan sebagainya. Amilum dari rimpang memiliki
bentuk butir yang umumnya bulat atau lonjong. Ukuran butir amilum dari
rimpang relatif sedang, mulai dari 5-20 mikrometer. Struktur butir
amilum dari rimpang terdiri dari dua bagian yaitu hilus dan lamela. Hilus
merupakan titik permulaan terbentuknya butir amilum dan biasanya
berwarna gelap. Lamela merupakan lapisan-lapisan tipis yang tersusun
secara konsentris dan mengandung amilosa dan amilopektin (Harni et al.,
2022).

9.1 Tantangan dan Kendala dalam Pembuatan Amilum

11
8.1.4 Kualitas Bahan Baku
Kualitas bahan baku yang digunakan untuk membuat amilum sangat
mempengaruhi kualitas amilum yang dihasilkan. Kualitas bahan baku
dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti jenis tanaman, varietas, kondisi
tanah, iklim, penyakit, hama, panen, pasca panen, penyimpanan, dan
transportasi. Kualitas bahan baku yang buruk dapat menyebabkan
penurunan kandungan amilum, kerusakan struktur butir amilum,
kontaminasi mikroba atau zat kimia, perubahan warna atau rasa amilum
(Rosida, 2021).
8.1.4 Metode Ekstraksi
Metode ekstraksi yang digunakan untuk memisahkan amilum dari
bahan baku juga berpengaruh terhadap kualitas amilum yang dihasilkan.
Metode ekstraksi yang umum digunakan adalah metode basah dan
metode kering. Metode basah melibatkan penggunaan air sebagai pelarut
untuk melarutkan amilum dari bahan baku dan kemudian dipisahkan
dengan filtrasi atau sentrifugasi. Metode kering melibatkan penggunaan
alat mekanis seperti penggilingan atau penumbukan untuk memecah
bahan baku dan kemudian dipisahkan dengan ayakan atau pemisah udara.
Metode ekstraksi yang tidak tepat dapat menyebabkan kerugian amilum,
kerusakan struktur butir amilum, kontaminasi mikroba atau zat kimia,
perubahan sifat fungsional amilum (Rosida, 2021).
8.1.4 Proses Modifikasi
Proses modifikasi yang dilakukan untuk meningkatkan sifat
fungsional amilum juga berpengaruh terhadap kualitas amilum yang
dihasilkan. Proses modifikasi yang umum dilakukan adalah
pregelatinisasi, cross-linking, asetilasi, hidroksipropilasi, dan sebagainya.
Proses modifikasi melibatkan penggunaan suhu tinggi, tekanan tinggi,
asam basa, enzim, atau zat kimia lainnya untuk mengubah struktur butir
amilum secara fisik atau kimia. Proses modifikasi yang tidak sesuai dapat
menyebabkan kerusakan struktur butir amilum, kontaminasi mikroba atau
zat kimia, perubahan sifat fungsional amilu (Rosida, 2021).
8.1.4 Standar Kualitas

12
Standar kualitas yang digunakan untuk menentukan kualitas amilum
juga berpengaruh terhadap kualitas amilum yang dihasilkan. Standar
kualitas yang umum digunakan adalah standar Codex Alimentarius
(CAC), standar Farmakope Indonesia (FI), standar United States
Pharmacopeia (USP), standar British Pharmacopoeia (BP), dan
sebagainya. Standar kualitas menetapkan parameter-parameter kualitas
amilum seperti kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar
pati, derajat putih, ukuran butir, viskositas larutan, derajat substitusi (DS),
derajat polimerisasi (DP), dan sebagainya. Standar kualitas yang tidak
sesuai dapat menyebabkan ketidaksesuaian spesifikasi amilum (Rosida,
2021).

10.1 Pengaruh Perlakuan Fisik, Kimia, atau Biologi Terhadap Sifat


Fungsional Amilum
10.1.1 Perlakuan Fisik
Perlakuan fisik adalah proses perubahan struktur amilum dengan
menggunakan suhu tinggi, tekanan tinggi, atau radiasi. Perlakuan fisik
dapat meningkatkan sifat fungsional amilum seperti kelarutan, viskositas,
gelatinisasi, dan retrogradasi. Contoh perlakuan fisik adalah
pregelatinisasi, ekstrusi, dan iradiasi. Pregelatinisasi adalah proses
pemanasan amilum dengan air hingga terjadi gelatinisasi parsial atau
total. Pregelatinisasi dapat meningkatkan kelarutan dan viskositas
amilum. Ekstrusi adalah proses pemanasan dan tekanan tinggi amilum
dengan bahan lainnya melalui alat ekstruder. Ekstrusi dapat
meningkatkan gelatinisasi dan resistensi terhadap retrogradasi amilum.
Iradiasi adalah proses penyinaran amilum dengan sinar gamma, sinar X,
atau sinar elektron. Iradiasi dapat meningkatkan kelarutan dan
menurunkan viskositas amilum (Rosida, 2021).
10.1.2 Perlakuan Kimia
Perlakuan kimia adalah proses perubahan struktur amilum dengan
menggunakan asam basa, oksidan, reduktor, atau zat kimia lainnya.
Perlakuan kimia dapat meningkatkan sifat fungsional amilum seperti

13
kelarutan, viskositas, gelatinisasi, retrogradasi, dan sineresis. Contoh
perlakuan kimia adalah asetilasi, hidroksipropilasi, dan oksidasi. Asetilasi
adalah proses penggantian gugus hidroksil pada amilum dengan gugus
asetil dengan menggunakan asam asetat anhidrat atau anhidrida asetat.
Asetilasi dapat meningkatkan kelarutan dan menurunkan viskositas
amilum. Hidroksipropilasi adalah proses penggantian gugus hidroksil
pada amilum dengan gugus hidroksipropil dengan menggunakan oksida
propilen. Hidroksipropilasi dapat meningkatkan kelarutan dan resistensi
terhadap retrogradasi amilum. Oksidasi adalah proses pengenalan gugus
karboksil atau aldehid pada amilum dengan menggunakan oksidan seperti
hipoklorit atau hidrogen peroksida. Oksidasi dapat meningkatkan
kelarutan dan menurunkan viskositas dan sineresis amilum (Rosida,
2021).
10.1.3 Perlakuan Biologi
Perlakuan biologi adalah proses perubahan struktur amilum dengan
menggunakan enzim atau mikroba tertentu. Perlakuan biologi dapat
meningkatkan sifat fungsional amilum seperti kelarutan, viskositas,
gelatinisasi, retrogradasi, dan sineresis. Contoh perlakuan biologi adalah
hidrolisis enzimatis, fermentasi mikroba, dan modifikasi enzimatis.
Hidrolisis enzimatis adalah proses pemecahan ikatan glikosidik pada
amilum dengan menggunakan enzim seperti alfa-amilase, beta-amilase,
glukoamilase, atau siklodekstrin glucanotransferase. Hidrolisis enzimatis
dapat meningkatkan kelarutan dan menurunkan viskositas amilum.
Fermentasi mikroba adalah proses penguraian amilum menjadi asam
laktat atau etanol dengan menggunakan mikroba seperti Lactobacillus sp.,
Saccharomyces sp., atau Aspergillus sp… Fermentasi mikroba dapat
meningkatkan kelarutan dan menurunkan viskositas amilum. Modifikasi
enzimatis adalah proses perubahan struktur butir amilum dengan
menggunakan enzim tertentu tanpa mengubah komposisi kimia amilum.
Modifikasi enzimatis dapat meningkatkan gelatinisasi dan resistensi
terhadap retrogradasi amilum (Rosida, 2021).

14
11.1 Pengaruh Amilum Terhadap Kesehatan dan Gizi Manusia
11.1.1 Dampak Positif (Fitri & Fitriana, 2020).
- Amilum dapat memberikan efek kenyang yang lebih lama,
sehingga membantu mengatur nafsu makan dan mencegah masalah
berat badan berlebih atau obesitas.
- Amilum dapat membantu mengendalikan lonjakan gula darah
dengan meningkatkan penyerapan glukosa secara perlahan, yang
penting bagi individu dengan diabetes untuk mencegah fluktuasi
kadar gula darah yang berisiko.
- Amilum mengandung serat yang baik untuk kesehatan usus dan
dapat mendukung proses pencernaan yang sehat dan memperlancar
buang air besar.
- Amilum mengandung beta-glukan yang dapat merangsang
aktivitas sel-sel imun, sehingga dapat meningkatkan sistem
kekebalan tubuh.
- Konsumsi amilum dalam jumlah yang tepat dapat membantu
menurunkan risiko penyakit kardiovaskular, seperti tekanan darah
tinggi, stroke, dan penyakit jantung koroner, dengan mengatur
kadar kolesterol dan tekanan darah.
11.1.2 Dampak Negatif (Irmayantu, 2023).
- Amilum dapat menyebabkan peningkatan berat badan atau
obesitas, jika dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan atau tidak
seimbang dengan aktivitas fisik.
- Amilum dapat menyebabkan penurunan kadar gula darah secara
tiba-tiba (hipoglikemia), jika dikonsumsi dalam jumlah yang
terlalu sedikit atau tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh.
- Amilum dapat menyebabkan gangguan pencernaan, seperti
kembung, gas, diare, atau sembelit, jika dikonsumsi dalam jumlah
yang tidak sesuai dengan toleransi tubuh atau bersamaan dengan
makanan yang mengandung gluten.

15
- Amilum dapat menyebabkan kerusakan gigi atau karies gigi, jika
dikonsumsi dalam bentuk makanan yang manis atau lengket dan
tidak disertai dengan kebersihan mulut yang baik.
- Amilum dapat menyebabkan alergi atau intoleransi makanan pada
beberapa orang yang sensitif terhadap amilum atau
komponen-komponen lain yang terkait dengan amilum, seperti
gluten atau ragi.
Oleh karena itu, penting untuk mengkonsumsi amilum dalam jumlah
yang sesuai dengan kebutuhan tubuh dan disesuaikan dengan kondisi
kesehatan masing-masing individu. Selain itu, perhatikan juga jenis dan
kualitas amilum yang dikonsumsi. Pilihlah amilum yang berasal dari sumber
alami dan sehat, seperti beras merah, jagung manis, ubi ungu, atau kentang
organik. Hindari amilum yang berasal dari sumber olahan dan tidak sehat,
seperti tepung terigu putih, roti putih, mie instan, atau keripik.

12.1 Perbandingan Amilum dengan Karbohidrat Lain


- Glukosa adalah monosakarida yang memiliki rumus molekul
C6H12O6. Glukosa dapat ditemukan dalam buah-buahan, madu,
sirup jagung, dan gula darah (Oktaviani, 2022).
- Fruktosa adalah monosakarida yang memiliki rumus molekul
C6H12O6. Fruktosa memiliki rasa manis yang lebih tinggi dari
glukosa. Fruktosa dapat ditemukan dalam buah-buahan, madu,
nektar bunga, dan sirup jagung tinggi fruktosa (Salamba, 2018).
- Sukrosa adalah jenis gula atau disakarida yang terdiri dari satu unit
fruktosa dan satu unit glukosa yang terikat bersama melalui ikatan
glikosidik. Ini adalah gula alami yang ditemukan dalam banyak
sumber tumbuhan, terutama tebu, bit gula, kelapa, dan beberapa
buah-buahan seperti jeruk, apel, dan anggur (Ridha & Aini, 2021).
- Laktosa adalah jenis gula atau disakarida yang terdiri dari dua unit
monosakarida, yaitu glukosa dan galaktosa. Ini adalah karbohidrat
yang ditemukan secara alami dalam susu mamalia, termasuk susu
sapi, susu kambing, dan susu manusia. Laktosa memiliki rasa

16
manis yang rendah dan memberikan rasa gurih pada susu. Laktosa
dapat ditemukan dalam susu dan produk olahan susu (Wardana,
2013).
- Selulosa adalah polisakarida yang tersusun dari banyak molekul
glukosa yang saling berikatan dengan ikatan glikosidik beta-1,4.
Selulosa memiliki struktur yang kaku dan tidak larut dalam air.
Selulosa berperan sebagai bahan penyusun dinding sel tumbuhan.
Selulosa dapat ditemukan dalam sayuran, buah-buahan, biji-bijian,
dan serat pangan (Waste, 2020).
Perbedaan antara amilum dengan karbohidrat lain dapat dilihat dari
struktur kimia, sumber makanan, fungsi, dan dampak kesehatan dari
masing-masing karbohidrat tersebut. Secara umum, amilum memiliki struktur
yang lebih kompleks dan bercabang daripada karbohidrat lain. Amilum juga
lebih banyak ditemukan dalam makanan pokok daripada karbohidrat lain.
Amilum berperan sebagai cadangan energi pada tanaman dan sebagai sumber
energi bagi manusia dan hewan. Amilum juga dapat mempengaruhi sifat
fisikokimia makanan, seperti viskositas, tekstur, dan rasa. Dampak kesehatan
dari amilum tergantung pada jumlah, jenis, dan waktu konsumsinya. Amilum
dapat memberikan manfaat kesehatan jika dikonsumsi dalam jumlah yang
sesuai dengan kebutuhan tubuh dan disesuaikan dengan kondisi kesehatan
masing-masing individu. Namun, amilum juga dapat menimbulkan masalah
kesehatan jika dikonsumsi dalam jumlah yang berlebihan atau tidak seimbang
dengan aktivitas fisik.

13.1 Metode Ekstraksi dan Pemurnian Amilum

Ekstraksi adalah proses pemisahan atau pengambilan senyawa atau


komponen tertentu dari suatu campuran dengan menggunakan pelarut tertentut
(Tetti, 2014).
Untuk mengekstrak amilum dari sumber tumbuhan, pertama-tama bahan
harus dibersihkan, dikupas, dan dipotong-potong. Kemudian bahan
dimasukkan ke dalam blender atau penggiling dengan menambahkan air atau

17
buffer fosfat sesuai dengan rasio tertentu. Proses ini bertujuan untuk
menghancurkan dinding sel tumbuhan dan melepaskan amilum dari sel.
Setelah itu, bubur bahan disaring dengan kain saring atau kertas saring untuk
memisahkan bagian padat dan cair. Bagian cair yang mengandung amilum
disebut ekstrak kasar, sedangkan bagian padat yang mengandung serat,
protein, lemak, dan pati yang tidak larut disebut ampas. Ekstrak kasar
kemudian didinginkan dan didekantasi untuk memisahkan endapan pati dari
larutan. Endapan pati disebut amilum mentah, sedangkan larutan yang
mengandung gula pereduksi, garam, dan zat-zat lain disebut supernatan.
Amilum mentah masih mengandung zat-zat pengotor seperti protein, lemak,
pigmen, dan garam. Untuk mendapatkan amilum murni, diperlukan proses
pemurnian yang meliputi beberapa langkah, yaitu: fraksinasi, dialisis,
presipitasi, dan pengeringan (Saraswati et al., 2023) & (Akshin, 2018).
Fraksinasi adalah proses pemisahan komponen-komponen dalam
campuran berdasarkan perbedaan kelarutan atau afinitasnya terhadap suatu
pelarut. Fraksinasi dapat dilakukan dengan menggunakan garam seperti
amonium sulfat atau natrium klorida sebagai agen presipitasi. Fraksinasi
bertujuan untuk mengendapkan protein dan lemak yang mengganggu aktivitas
amilum. Caranya adalah dengan menambahkan garam ke dalam ekstrak kasar
hingga mencapai tingkat kejenuhan tertentu. Kemudian campuran diaduk dan
didiamkan hingga terbentuk endapan protein dan lemak. Endapan ini disaring
dan dibuang, sedangkan larutan yang masih mengandung amilum disebut
fraksi (Cahyani, 2018).
Dialisis adalah proses pemisahan zat-zat terlarut dalam larutan
berdasarkan perbedaan ukuran molekulnya. Dialisis dapat dilakukan dengan
menggunakan membran semipermeabel seperti selofan atau dializer yang
hanya membolehkan molekul-molekul kecil melewatinya.
Dialisis bertujuan untuk menghilangkan garam, gula pereduksi, dan
zat-zat lain yang masih tersisa dalam fraksi. Caranya adalah dengan
memasukkan fraksi ke dalam membran semipermeabel dan merendamnya
dalam air atau buffer fosfat yang sering diganti. Proses ini dilakukan hingga

18
konsentrasi zat-zat pengotor dalam fraksi sama dengan konsentrasi zat-zat
pengotor dalam air atau buffer fosfat (Papriani, 2020).

14.1 Potensi Amilum Sebagai Bahan Baku Energi Terbarukan Melalui


Proses Hidrolisis Menjadi Glukosa dan Fermentasi Menjadi Etanol
Proses hidrolisis adalah proses pemecahan molekul amilum menjadi
molekul glukosa dengan bantuan air dan katalis asam atau enzim. Proses ini
dapat dilakukan secara kimia atau biologi. Proses hidrolisis kimia
menggunakan katalis asam seperti H2SO4 atau HCl dengan suhu dan tekanan
tinggi. Proses hidrolisis biologi menggunakan enzim seperti amilase atau
selulase yang dihasilkan oleh mikroorganisme seperti jamur atau bakteri
(Novitasari et al., 2021).
Proses fermentasi adalah proses pengubahan glukosa menjadi etanol
dengan bantuan mikroorganisme penghasil alkohol seperti ragi
(Saccharomyces cerevisiae) atau bakteri (Zymomonas mobilis). Proses ini
dapat dilakukan secara anaerobik (tanpa oksigen) atau aerobik (dengan
oksigen). Proses fermentasi anaerobik menghasilkan etanol murni, sedangkan
proses fermentasi aerobik menghasilkan asam asetat dan asam laktat selain
etanol (Hanidah et al., 2016).
Potensi amilum sebagai bahan baku energi terbarukan cukup besar
mengingat ketersediaan sumber amilum yang melimpah di Indonesia, seperti
jagung, singkong, ubi jalar, dan lain-lain. Selain itu, penggunaan etanol
sebagai bahan bakar alternatif dapat mengurangi ketergantungan terhadap
bahan bakar fosil yang tidak terbarukan dan berdampak negatif terhadap
lingkungan. Etanol memiliki nilai kalor yang tinggi, mudah terbakar, dan
dapat dicampur dengan bensin atau solar.

15.1 Dampak Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan dari Pengembangan Energi


Terbarukan Berbasis Amilum
15.1.1 Dampak Sosial
- Meningkatkan akses listrik hingga ke daerah pelosok yang belum
terjangkau oleh jaringan listrik nasional. Hal ini dapat

19
meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas masyarakat di
daerah tersebut.
- Membuka lapangan pekerjaan baru di sektor energi terbarukan,
baik dalam hal produksi, distribusi, maupun pemanfaatan etanol.
Hal ini dapat meningkatkan pendapatan dan keterampilan
masyarakat.
- Mengancam pekerjaan di sektor energi fosil yang akan mengalami
penurunan permintaan akibat penggantian oleh etanol. Hal ini
dapat menimbulkan konflik sosial dan kebutuhan transisi yang adil
bagi pekerja dan masyarakat terdampak.
15.1.2 Dampak Ekonomi
- Menarik investasi swasta dan publik untuk pengembangan energi
terbarukan berbasis amilum. Hal ini dapat meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan inovasi teknologi.
- Memberikan potensi imbal hasil yang tinggi dari investasi energi
terbarukan berbasis amilum. Hal ini dapat meningkatkan PDB
nasional dan global, serta menghemat devisa dari impor bahan
bakar fosil.
- Memberikan solusi atas fluktuasi harga bahan bakar fosil yang
seringkali tidak stabil dan dipengaruhi oleh faktor geopolitik. Hal
ini dapat meningkatkan ketahanan energi dan stabilitas ekonomi.
15.1.3 Dampak Lingkungan
- Mengurangi penggunaan lahan pertanian untuk produksi amilum
yang akan dikonversi menjadi etanol. Hal ini dapat mengurangi
ketersediaan pangan dan biodiversitas tanaman.

16.1 Peran Amilum Dalam Metabolisme Karbohidrat Pada Hewan


Pada hewan ruminansia, seperti sapi dan kambing, proses pencernaan
amilum sedikit berbeda dengan hewan non-ruminansia. Hal ini karena hewan
ruminansia memiliki sistem pencernaan khusus yang terdiri dari empat ruang
lambung, yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasum (Ramaiyulis et al.,
2022).

20
Amilum yang dikonsumsi oleh hewan ruminansia akan masuk ke rumen,
yaitu ruang lambung pertama yang berisi mikroorganisme simbiotik seperti
bakteri, protozoa, dan jamur. Mikroorganisme ini akan menghidrolisis amilum
menjadi glukosa dengan bantuan enzim amilase. Glukosa yang dihasilkan dari
hidrolisis amilum akan difermentasi oleh mikroorganisme menjadi asam-asam
organik, seperti asam asetat, asam propionat, dan asam butirat. Asam-asam
organik ini merupakan sumber energi utama bagi hewan ruminansia. Sebagian
glukosa juga akan difermentasi menjadi gas metana dan karbon dioksida yang
dilepaskan melalui eruktasi (sendawa). Asam-asam organik yang dihasilkan
dari fermentasi glukosa akan diserap oleh dinding rumen dan masuk ke aliran
darah. Asam-asam organik ini akan diangkut ke hati dan seluruh tubuh untuk
digunakan sebagai bahan bakar metabolisme. Sebagian kecil amilum yang
tidak tercerna oleh mikroorganisme akan masuk ke retikulum, omasum, dan
abomasum, yaitu ruang lambung kedua, ketiga, dan keempat. Di sini, amilum
akan dicerna lebih lanjut oleh enzim amilase pankreas dan usus halus seperti
pada hewan non-ruminansia (Nuriyasa, 2017).

Daftar Referensi:
Adawiyah, R., 2017. Analisis kadar saponin ekstrak metanol kulit batang kemiri
(Aleurites moluccana (L) Willd) dengan metode Gravimetri. Fakultas
kedokteran dan ilmu pengetahuan Universitas Islam Negri Alauddin
Makasar.
Adrian, A., Syaiful, A.Z., Ridwan, R. and Hermawati, H., 2020. Sakarifikasi Pati
Ubi Jalar Putih Menjadi Gula Dekstrosa Secara Enzimatis. Jurnal Saintis,
1(1), pp.1-12.
Akhsin, R.M., 2018. Konversi Enzimatis Pati Onggok Menjadi Glukosa
Menggunakan Enzim a-Amilase dari Bacillus subtilis Itcbcb148 yang
Diamobilisasi Dengan Zealot Alam Untuk Produksi Bioetanol.
Amalia, D. and Fajri, R., 2020. Analisis Kadar Nitrogen Dalam Pupuk Urea Prill
Dan Granule Menggunakan Metode Kjeldahl Di Pt Pupuk Iskandar Muda.
QUIMICA: Jurnal Kimia Sains dan Terapan, 2(1), pp.28-32.

21
Cahyani, L.D., 2018. Fraksinasi Senyawa Antituberkulosis Dari Ekstrak Larut
N-Heksan Dan Uji Jati Merah (Tectona grandis LF).
Fitri, A.S. and Fitriana, Y.A.N., 2020. Analisis senyawa kimia pada karbohidrat.
Sainteks, 17(1), pp.45-52.
Gilang, R., Affandi, D.R. and Ishartani, D., 2013. Karakteristik fisik dan kimia
tepung koro pedang (Canavalia ensiformis) dengan variasi perlakuan
pendahuluan. Jurnal Teknosains Pangan, 2(3).
Harni, M., Anggraini, T., Rini, R. and Suliansyah, I., 2022. Review Artikel: Pati
pada Berbagai Sumber Tanaman. Agroteknika, 5(1), pp.26-39.
Harini, B.W., Martanto, P.Y.M. and Priantoro, A.T., 2021. Aplikasi metode
spektrofotometri untuk pengukuran kekeruhan air pada sistem monitoring
kualitas air kolam.
Irmayanti, A., 2023. Zat Gizi makro (karbohidrat, protein dan lemak).
Lestari, M. and Suryani, T., 2015. Kadar Protein Dan Asam Total Dadih Susu
Kambing Etawa Dengan Variasi Penutup Dan Lama Fermentasi (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Surakarta).
Maftukhah, M., Sholikhah, N.I. and Fawaida, U.U., 2023. Pengaruh Cahaya
Terhadap Proses Fotosintesis pada Tanaman Naungan Dan Tanaman
Terpapar Cahaya Langsung. Jurnal Pengabdian Masyarakat MIPA dan
Pendidikan MIPA, 7(1), pp.51-55.
Mustafa, A., 2015. Analisis proses pembuatan pati ubi kayu (tapioka) berbasis
neraca massa. Agrointek: Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 9(2),
pp.118-124.
Mustakin, F. and Tahir, M.M., 2019. Analisis kandungan glikogen pada hati, otot,
dan otak hewan. Journal of Food Technology, Nutritions, and Culinary., 2,
pp.75-80.
Novitasari, D.T., Purnomo, P.W., Jati, O.E., Ayuningrum, D. and Sabdaningsih,
A., 2021. Skrining Bakteri Penghasil Enzim Amilase dari Sedimen Tambak
Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei). JFMR (Journal of Fisheries and
Marine Research), 5(2), pp.297-303.

22
Nurcahyani, E., 2019. Analisis Kandungan Karbohidrat Terlarut Total Planlet
Buncis (Phaseolus vulgaris L.) Menggunakan Metode Fenol-Sulfur Secara
In Vitro. Analit: Analytical and Environmental Chemistry, 4(1), pp.73-80.
Nuriyasa, I., 2017. Lingkungan Fisik, Kimia, dan Biologi.
Oktaviani, N.K.S., 2022. Hubungan Tingkat Konsumsi Karbohidrat Dan
Frekuensi Olahraga Dengan Kadar Glukosa Darah Pasien Dm Tipe 2
Pada Masa Pandemi Covid–19 Di UPTD Puskesmas Ii Denpasar Barat
(Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Denpasar Jurusan Gizi 2022).
Ramaiyulis, R., Salvia, S. and Dewi, M., 2022. Ransum Ruminasia.
Ridhani, M.A. and Aini, N., 2021. Potensi Penambahan Berbagai Jenis Gula
Terhadap Sifat Sensori Dan Fisikokimia Roti Manis. Pasundan Food
Technology Journal (PFTJ), 8(3), pp.61-68.
Rosida, D.F., 2021. Buku Ajar Pati Termodifikasi dari Umbi-umbian Lokal dan
Aplikasinya untuk Produk Pangan.
Rosmawati, R., 2013. Isolasi kapang pendegradasi amilum pada ampas sagu
(Metroxylon sagoo) secara in vitro. BIOSEL (Biology Science and
Education): Jurnal Penelitian Science dan Pendidikan, 2(1), pp.20-28.
Sakinah, A.R., 2018. Isolasi, karakterisasi sifat fisikokimia, dan aplikasi pati
jagung dalam bidang farmasetik. Farmaka, 16(2).
Salam, D., 2021. Ekstraksi Minyak Atsiri Daun Salam (Syzygium Polyanthum)
Menggunakan Metode Enfleurasi.
Salamba, W.A., 2018. Sintesis Carbon Dots (C-Dots) dari Bahan Gula Pasir
dengan Teknik Microwave untuk Mendeteksi Logam Berat Besi (Fe3+).
Universitas Islam Negeri Alauddin, 162.
Saraswati, L. A. P., & Putra, I. G. N. A. D. (2023). Pengaruh Variasi Waktu
Pengeringan Oven Terhadap Karakteristik Fisik Amilum Talas Kimpul
(Xanthosoma sagittifolium). Journal Transformation of Mandalika (JTM)
e-ISSN 2745-5882 p-ISSN 2962-2956, 4(1), 42-46.
Sari, R., 2019. Gambaran Kadar Glukosa Darah Pada Lansia di Puskesmas
Simpang Limun Kecamatan Medan Kota.

23
Shastra Wijaya, S., 2022. Analisis Tipe-Tipe Amilum Pada Umbi-Umbian
Sebagai Referensi Praktikum Anatomi Tumbuhan (Doctoral dissertation,
Uin Ar-Raniry).
Sofyan, S., Maesaroh, E., Windyaningrum, R. and Mahardhika, B.P., 2020. The
comparison of crude fat analysis between separated soxhlet method and one
extractor soxhlet method for several feed ingredients. Jurnal Temapela,
3(2), pp.60-64.
Tetti, M., 2014. Ekstraksi, pemisahan senyawa, dan identifikasi senyawa aktif.
Jurnal Kesehatan, 7(2).
Wahyuni, L., 2020. Karakteristik Nanopartikel Antioksidan dari Hasil Hidrolisis
Protein Ikan Bandeng Menggunakan Metode Gelasi Ionik (Doctoral
dissertation, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember).
Wardana, A.S., 2013. Keberadaan Laktosa Pada Susu Fermentasi.
Waste, M.O.B.S., 2020. Pengaruh Konsentrasi Asam Formiat dan Waktu Reaksi
Pada Proses Delignifikasi Metode Organosolv dari Limbah Batang Pisang
(Musa Parasidiaca) The Influence of Formic Acid Concentration AND
Reaction Time ON Delignification Organosolv.
Wijaya, K.D., 2017. Sorbet Lidah Buaya Dengan Penambahan Tepung Lokal
Sebagai Fat Mimetics (Doctoral dissertation, Universitas Katolik
Soegijapranata Semarang).
Yusuf, B.F., 2019. Potensi Jenis Substrat Limbah Buah dan Efektivitas Waktu
Fermentasi Terhadap Volume dan Rendemen Bioetanol (Doctoral
dissertation, Universitas Muhammadiyah Purwokerto).

24

Anda mungkin juga menyukai