Anda di halaman 1dari 8

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemecahan Masalah Open Ended


Masalah matematika merupakan soal dari matematika yang belum dipecahkan
dan tidak bisa dijawab dengan langkah penyelesaian secara rutin (Wulandari,
2019). Menurut Rochmad, dkk (2016), yang dikatakan dengan masalah matematika
merupakan suatu perkara atau soal yang menampakkan adanya tantangan, sulit
diselesaikan dengan prosedur yang sudah diketahui, dan membutuhkan
perencanaan yang sesuai didalam proses penyelesaiannya atau pemecahan
masalahnya.
Pemecahan masalah ialah tindakan dalam mencari solusi dari suatu
permasalahan (Rasni, 2017). Sedangkan pemecahan masalah matematika
merupakan sebuah proses yang dilakukan siswa dalam mencari sebuah solusi atau
penyelesaian pada masalah matematika dengan menerapkan semua pengetahuan
matematika yang didapat (Gawe, 2018). Penggunaan pemecahan masalah open
ended dalam pembelajaran matematika dapat mengakomodasi berbagai macam
karakteristik siswa (Mahmudi, 2008).

Open-ended adalah salah satu pendekatan yang permasalahannya dirancang


mempunyai banyak jawaban benar, problem inilah yang disebut problem terbuka
(Pratiwi, 2015). Menurut Rini (2018) open-ended problem ialah persoalan yang
memiliki multi jawaban benar dimana pada kegiatan pembelajarannya
mengarahkan siswa didalam mencari solusi dengan melakukan beragam langkah
dan mungkin saja menemukan banyak hasil yang tepat sehingga dapat memancing
intelligence quotient dan keahlian siswa dalam langkah mendapatkan hal yang baru.

Membantu mengembangkan keaktifan serta berpikir matematis siswa dalam


pemecahan masalah merupakan Tujuan dari pembudayaan pembelajaran
matematika dengan open-ended (Alimuddin, Asdar, 2018). Bagi Suherman, tujuan
dari permasalahan open-ended yaitu memfokuskan bagaimana langkah suatu
penyelesaian masalah sampai pada hasil mutlak (Nurfitria, 2018). Oleh sebab itu,
bukan hanya satu solusi dalam memperoleh hasil akhir, melainkan beberapa atau
banyak solusi.

6
Open ended ialah bentuk pertanyaan yang disusun dimana harus diselesaikan
dengan berbagai macam strategi penyelesaian (Restanto et al, 2018). Hal tersebut
serasi dengan pendapat Takahashi yang menyatakan bahwa soal open ended ialah
pertanyaan yang memiliki beragam solusi dan teknik penyelesaian (Rasni, 2017).
Ciri dari soal open-ended membolehkan siswa untuk memecahkan masalah melalui
langkah yang mereka pilih (Gafu et al, 2015). Karena setiap siswa memiliki
karakteristik yang berbeda-beda terkait dengan aktivitas penyelesaian masalah
(Alimuddin, Asdar, 2018).
Bentuk pertanyaan yang digunakan pada permasalahan open-ended hendaknya
dikembangkan untuk membangun pengetahuan matematika secara utuh (Rasni,
2017). Ariyadi dalam Rasni (2017) membedakan soal open-ended menjadi tiga
kategori berdasarkan tujuan, antara lain:
1) Menemukan hubungan (finding relation), maksudnya siswa mencari relasi
matematis dari masalah yang diberikan
2) Mengklasifikasikan (classifying), artinya siswa mengelompokkan karakteristik
yang berbeda untuk menyusun konsep matematika
3) Mengukur (measuring), artinya siswa mengukur suatu peristiwa atau
permasalahan matematika

Salah satu kelebihan dari masalah open-ended yaitu menjadikan siswa lebih giat
dalam menggali alternatif jawaban dan pemecahan masalah (Rasni, 2017). Dengan
demikian masalah open-ended memberikan dampak positif pada siswa selama
pembelajaran berlangsung (Rasni, 2017).

Adapun aspek dari masalah open ended yang dikelompokkan menjadi tiga tipe,
yaitu: (1) terbuka proses penyelesaiannya yaitu masalah tersebut mempunyai
berbagai macam langkah solusi, (2) terbuka hasil akhirnya yakni masalah tersebut
mempunyai beragam jawaban mutlak, dan (3) terbuka pengembangan lanjutannya
yaitu keadaan dimana siswa sudah selesai dengan suatu persoalan lalu mampu
mengembangkannya menjadi masalah yang baru namun dengan syarat mengubah
kondisi pada soal yang telah diselesaikan (Rasni, 2017). Pada penelitian ini, peneliti
menggunakan tipe masalah open ended yang mana terbuka proses penyelesaian

7
atau sebagai solusi dalam pemecahan masalah open ended yang dilakukan juga
pada penelitian Fatimah (2009) yang menjelaskan bahwa dalam matematika satu
soal terdapat banyak cara atau solusi dalam mencari hasil akhirnya .

B. Kemampuan Numerik
Menurut Badru (2016) kemampuan numerik selalu berhubungan dengan
perhitungan angka yang digunakan untuk mengetahui seseorang bisa berfikir,
mengerti makna dan ide serta menyelesaikan persoalan yang berbentuk angka.
Senada dengan Irawan (2015) yang menyatakan kemampuan numerik merupakan
keahlian pada penggunaan angka dan logika yang mencakup pengelompokan data.
Jadi bisa disimpulkan bahwa kemampuan numerik yaitu kemampuan yang dimiliki
oleh seseorang yang berhubungan dengan penggunaan angka, perhitungan,
pemahaman ide dan konsep, serta menyelesaikan persoalan bentuk kalimat ke
bentuk angka sehingga dilakukan perhitungan matematika.
Kemampuan numerik juga terikat dengan kemampuan penalaran berhitung dan
berfikir secara logis, jika digabungkan dengan kemampuan mengingat (Istiqomah
et al., 2019). Oleh karena itu, mengingat pelajaran matematika berhubungan dengan
pengerjaan operasi hitung, maka perlu diperhatikan kemampuan numerik siswa
karena kemampuan numerik yang tinggi memungkinkan siswa berhasil pada mata
pelajaran matematika. Menurut Kumala & Harini (2015), kemampuan numerik
ialah kemampuan yang berhubungan dengan bilangan, operasi hitung, pola,
pemikiran logis dan ilmiah serta mencakup pengolahan angka.
Menurut Indrawati (2015), kemampuan numerik mempunyai ciri-ciri antara
lain:
a) Menghitung masalah aritmatika secara cepat dan benar
b) Menyukai penggunaan bahasa komputer atau program logika.
c) Selalu bertanya pertanyaan logis.
d) Menerangkan masalah secara jelas.
e) Menyusun percobaan untuk menguji hal-hal yang belum dimengerti.
f) Mudah mengerti sebab akibat.
g) Menikmati pelajaran matematika, IPA dan berprestasi tinggi.

8
Siswa yang tergolong mempunyai kemampuan numerik tinggi lebih condong
aktif pada pembelajaran, menguasai kemampuan pemecahan masalah,
mengelompokkan info, serta melakukan perhitungan matematika yang jelas dan
lengkap. Sedangkan siswa yang tergolong kemampuan numerik rendah berbading
terbalik dengan kemampuan numerik tinggi dan cenderung pesimis didalam
mengolah keahliannyanya untuk menyelesaikan masalah (Ayu et al., 2013). Studi
yang dilakukan oleh Ishola dan Raimi dalam Badru (2016) menegaskan fakta
bahwa kemampuan numerik merupakan prediktor yang baik untuk pencapaian
dalam mata pelajaran matematika dan sains.
Adapun komponen yang menguji kemampuan numerik antara lain:
menghitung secara matematis, berpikir logis, pemecahan masalah, ketajaman
bentuk-bentuk numerik serta hubungannya (Muhammad, 2018). Penelitian ini
menggunakan indikator yang sesuai dengan 4 komponen kemampuan numerik yang
digunakan oleh Oktaviana (2019). Berikut adalah indikator didalam penelitian ini :
Tabel 1: Indikator Kemampuan Numerik
No Indikator Aspek Pengamatan

1 Menghitung secara Melakukan perhitungan dasar yang berupa


sistematis hitungan biasa (pertambahan, pengurangan,
perkalian, dan pembagian)

2 Berfikir logis Menjelaskan secara logika, sebab-akibatnya


serta sistematis

3 Pemecahan masalah Memahami sebuah cerita selanjutnya menyusun


ke dalam bentuk matematika

4 Ketajaman bentuk- Menganalisis bilangan yang dihubungkan


bentuk numerik serta sehingga menimbulkan hasil akhir yang sesuai
hubungannya

Adaptasi (Oktaviana, 2019)


C. Kemampuan Verbal
Penyelesaian suatu permasalahan matematika memerlukan representasi
matematis yang baik. Representasi adalah gambaran dari suatu ide-ide matematis
sebagai bentuk pemahaman siswa berupa pemikiran bebas dalam menemukan

9
solusi dan menyelesaikan suatu masalah matematika (Muhammad, 2018). Menurut
Steffe, dkk (dalam Imtinan, 2018) representasi matematika terbagi menjadi verbal,
benda konkrit, gambar, tabel, dan model-model manipulatif.
Representasi verbal atau biasa disebut kemampuan verbal dapat mencetuskan
ide atau pendapat didalam pikiran dan menanggapi hal-hal yang bersifat verbal dari
pihak lain (Wahyuddin, 2016). Menurut Imtinan (2018) kemampuan verbal
mempunyai kecakapan dalam bahasa tertulis maupun lisan untuk menyimak,
menelaah makna dalam pernyataan, berani mengemukakan gagasan ide, pendapat,
dan pemikirannya sehingga siswa tersebut mampu mendapat hasil yang tepat.
Menurut Irawan & Kencanawaty, (2017) kemampuan verbal merupakan
kemampuan yang dilakukan oleh seseorang dalam menganalisa bahasa dengan
tujuan menterjemahkan ke dalam bentuk yang lebih mudah dipahami. Jadi bisa
disimpulkan kemampuan verbal matematika adalah keahlian dalam diri seseorang
untuk menekuni, meneliti makna didalam pernyataan kemudian memperoleh hasil
pada matematika baik secara lisan maupun tertulis (Muhammad, 2018).

Pikiran dan bahasa siswa akan terwujud melalui kemampuan verbalnya yang
dapat dijadikan sebagai dasar siswa dalam merancang konsep yang selanjutnya
diungkapkan gagasannya kepada pihak lain (Muhammad, 2018). Jika kemampuan
verbal seseorang tinggi maka seseorang tersebut bisa memahami konsep dan
menyelesaikan persoalan matematika dengan mudah serta cepat (Fatchurrohmah,
2017). Menurut Muhammad (2018) individu yang mempunyai kemampuan verbal
tinngi menunjukkan kecakapannya dalam berbicara selalu jelas, tertata, lancar, serta
memiliki perluasan kosa kata yang sopan.

Penelitian ini menggunakan indikator sesuai dengan 4 bentuk operasional yang


telah digunakan oleh Wahyuddin (2016), namun kemudian dikembangkan oleh
Imtinan (2018). Berikut adalah indikator yang digunakan dalam penelitian ini :

10
Tabel 2: Indikator Kemampuan Verbal
Bentuk Operasional Indikator

Membuat situasi masalah Menuliskan apa yang diketahui dan apa


berdasarkan contoh yang diberikan yang ditanyakan pada soal

Menuliskan interpretasi dari suatu Membuat model matematika


representasi berdasarkan soal yang diberikan

Menuliskan langkah-langkah Menyelesaikan suatu permasalahan


penyelesaian masalah matematika matematis dengan menggunakan
secara matematis langkah-langkah penyelesaian

Memberikan kesimpulan dengan Memberikan suatu kesimpulan jawaban


menggunakan kata-kata atau tertulis dengan menggunakan kata-kata dan
jawaban yang diberikan

Adopsi (Imtinan, 2018)


D. Gaya Kognitif
Karakteristik siswa yang tidak sama akan berdampak terhadap cara setiap
siswa memahami, menganalisis dan membicarakan info yang berbeda sehingga hal
tersebut dapat mempengaruhi keahlian siswa didalam menemukan solusi
permasalahan matematika. Perbedaan tersebut mengacu pada gaya kognitif siswa
yang tidak sama. Gaya kognitif adalah bahan dasar yang bisa membedakan interaksi
dan cara berpikir dari individu itu sendiri (Putri et al., 2017). Gaya kognitif ialah
karakteristik individu yang memuat cara berpikir, mengingat, memecahkan
masalah, membuat keputusan, mengorganisir, dan memproses informasi
(Kamandoko & Suherman, 2017). Dapat disimpulkan bahwa gaya kognitif adalah
kepribadian dalam diri seseorang terhadap keahlian berpikirnya untuk mendapat
dan mengolah info info agar dapat menemukan solusi dari permasalahan.
Menurut Witkin, dkk bahwa gaya kognitif dikelompokkan menjadi Field
Dependent (FD) dan Field Independent (FI) (Firdausi, 2018). Gawe (2018)
menunjukkan bahwa siswa bergaya kognitif FI cenderung menikmati ilmu tersusun
seperti matematika fisika, biologi, teknik serta aktivitas mekanik lainnya,
sedangkan siswa yang bergaya kognitif FD condong menyukai ilmu yang
terhubung antar perorangan contohnya ilmu sosial, aktivitas persuasif, ilmu sastra,
dan manajemen perdagangan. Karakteristik dari siswa yang bertipe FD cenderung

11
memerlukan arahan dari pihak lain, sedangkan siswa dengan tipe FI mampu
mengerti persoalan secara mandiri dan mengevaluasi masalah dengan kritis
(Yousefi, 2011).
Disamping itu, gaya kognitif siswa baik Field Independent (FI) maupun Field
Dependent (FD) mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan yang dimiliki
siswa dengan gaya kognitif Field Dependent (FD) menurut Rochani (2016) yaitu
mengarah lebih ahli dalam hal menghafal informasi yang mengandung sosial
seperti interaksi antar individu dan memahami materi bahasa dan sosial. Sedangkan
kelebihan yang dimiliki siswa bergaya kognitif Field Independent (FI) adalah siswa
ahli dalam memecahkan masalah, membahas hal-hal yang bersifat kompleks dan
belajar ilmu pengetahuan alam serta matematika. Masing-masing siswa yang
bergaya kognitif juga mempunyai kekurangan. Kekurangan siswa bergaya kognitif
Field Dependent (FD) adalah cenderung rendah dalam hal kemampuan
memecahkan masalah pada pelajaran ilmu pengetahuan alam dan matematika,
sedangkan kekurangan pada gaya kognitif Field Independent (FI) adalah kurangnya
afeksi dan interaksi terhadap individu lain.
Garge dan Guild dalam Ulya (2015) menegaskan bahwa terdapat perbedaan
karakter siswa antara gaya kognitif FI dan FD pada tabel berikut:

12
Tabel 3: Perbedaan Karakteristik Siswa FD dan Siswa FI
Karakteristik Siswa Field Dependent Siswa Field Independent
(FD) (FI)

Proses menerima Penerimaan secara global Penerimaan secara analisis


informasi
Proses memahami Memahami secara global Memahami secara artikulasi
struktur informasi struktur informasi yang struktur yang diberikan
diberikan
Proses membuat Membuat konsep dan Membuat konsep tertentu dan
perbedaan konsep hubungannya secara sedikit Overlap
dan keterkaitannya umum luas

Orientasi dan Orientasi sosial. Orientasi personal.


kecenderungan Cenderung dipengaruhi Cenderung mengabaikan
siswa oleh teman-temannya masukan dari teman-
temannya

Ketertarikan dalam Tertarik materi yang Tertarik dengan konsep-


mempelajari suatu relevan dengan konsep yang baru untuk
materi pengalamannya kepentingannya sendiri

Cara penguatan diri Memerlukan bantuan Tujuan digapai sendiri


luar dan penguatan untuk dengan penguatan sendiri
mencapai tujuan
Cara mengatur Memerlukan Mengatur situasi struktur
kondisi pengelompokan sendiri

Pengaruh kritikan Lebih dipengaruhi oleh Kurang berpengaruh oleh


kritikan kritikan

Metode dan cara Pasif, menggunakan Aktif, menggunakan


belajar yang cocok pendekatan penonton pendekatan tes hipotesis
(ceramah, demonstrasi) (discovery, inkuiri,
untuk mencapai konsep. eksperimen) dalam
Memperhatikan petunjuk pencapaian konsep
awal yang menonjol memperhatikan contoh awal
diluar relevansi diluar konsep penting

Cara memotivasi Termotivasi secara Termotivasi secara intrinsic


diri ekstrinsik
Adaptasi (Ulya, 2015)

13

Anda mungkin juga menyukai