Anda di halaman 1dari 23

SISTEM PEMERINTAHAN

A. Negara
1. Sejarah Terjadinya Negara
Setiap manusia sejak hidup di muka bumi selalu hidup bersama-sama dengan
membentuk kelompok. Kelompok yang terbentuk itu kemudian didalamnya manusia
berjuang bersama-sama untuk mempertahankan hidupnya: mencari pangan, membuat
keturunan, dan melawan bencana dan bahaya. Kelompok-kelompok manusia yang
terbentuk itu pada awalnya hidup dengan melakukan perburuan sehingga memiliki pola
kehidupan yang selalu berpindah-pindah tempat. Seiring waktu dan perkembangan
terjadi, mereka kemudian mulai hidup secara menetap di suatu tempat atau wilayah
tertentu karena memiliki cara hidup lain, selain perburuan, yaitu peternakan dan
bercocok tanam.
Dengan adanya tempat tinggal spesifik dan menetap, tentu saja kelompok-
kelompok manusia membutuhkan seseorang atau sekelompok kecil orang-orang yang
dapat mengatur dan memimpin kelompok mereka agar dapat mempertahankan hak
hidup mereka. Pemimpin kelompok yang terpilih kemudian diberikan kekuasaan-
kekuasaan tertentu dan anggota-anggota dari kelompok haruslah menaati peraturan dan
perintah dari pemimpin kelompok. Dengan adanya seorang atau beberapa orang yang
dijadikan pemimpin dari suatu kelompok untuk mengatur kehidupan anggota
kelompoknya dan adanya ketaatan dari anggota-anggota kelompok kepada pemimpin
kelompok, maka terbentuklah di dalam kelompok tersebut suatu kekuasaan
“pemerintahan” yang sangat sederhana.1
Dalam hal ini para anggota kelompok dengan kesadaran mengakui dan mendukung
serta menaati peraturan-peraturan dan tata hidup yang ditetapkan oleh pemimpin
mereka. Pada awalnya, tata dan peraturan hidup yang dijalankan tersebut tidak tertulis
dan memiliki batasan yang samar serta berbentuk adat kebiasaan saja.2 Kemudian,
lambat laun tata dan peraturan kehidupan dituliskan dan berubah menjadi peraturan-
peraturan tertulis yang ditaati dan dijalani oleh seluruh manusia di dalam kelompok.
Kehidupan zaman yang terus berkembang dan kebutuhan serta kepentingan kelompok-
kelompok yang meluas sehingga memunculkan adanya kesulitan yang dating dari
dalam maupun dari luar kelompok, mengharuskan perlu adanya suatu organisasi yang
lebih terstruktur dan lebih berkekuasaan.3
Dengan banyaknya kebutuhan, kepentingan, dan kesulitan yang muncul, organisasi
amat diperlukan untuk melaksanakan dan mempertahankan peraturan-peraturan hidup
yang ada agar dapat berjalan dengan baik dan tertib. Organisasi yang memiliki
kekuasaan itu dinamakan dengan Negara.4
2. Teori Terbentuknya Negara
Timbulnya suatu negara dapat dijelaskan ke dalam beberapa teori, antara lain:
a. Teori Kenyataan, bahwa terbentuknya suatu negara adalah soal kenyataan dimana
jika unsur-unsur negara telah terpenuhi (rakyat, wilayah, pemerintah yang
berdaulat), maka saat itu juga sebuah negara terbentuk atau menjadi suatu
kenyataan.

1
C.S.T.Kansil dan Christine S.T. Kansil, 2011, Sistem Pemerintahan Indonesia, Jakarta: PT Bumi Aksara, hlm. 1
2
Ibid.
3
Ibid., hlm. 2.
4
Ibid.
b. Teori Ketuhanan, bahwa terbentuknya suatu negara adalah atas kemauan dan
kehendak Tuhan. Dalam teori ini, dipercaya bahwa segala sesuatu tidak akan terjadi
apabila Tuhan tidak memperkanankannya atau dengan kata lain segala sesuatu yang
terjadi adalah karena Tuhan berkehendak. Kalimat yang menunjuk pada teori ini
adalah: “Atas berkat rahmat Tuhan Yang Mahakuasa ….” “By the grace of God
….”
c. Teori Perjanjian, bahwa terbentuknya suatu negara terjadi karena adanya perjanjian
yang dilakukan oleh orang-orang yang awalnya hidup secara bebas dan merdeka
kemudian terlepas satu sama lain tanpa ikatan kenegaraan. Adapun perjanjian
dilakukan dengan tujuan agar kepentingan bersama dapat terpelihara dan terjamin.
Perjanjian yang dilakukan disebut dengan perjanjian masyarakat. Perjanjian juga
dapat terjadi antara pemerintah dari negara penjajah dengan rakyat daerah jajahan,
seperti contohnya: kemerdekaan Filipina tahun 1946 dan India tahun 1947.
d. Teori Penaklukan, bahwa terbentuknya suatu negara karena rombongan manusia
menaklukkan daerah dari rombongan manusia lain. Dengan maksud agar daerah
atau rombongan yang ditaklukkan dapat dikuasai, maka dibentuk sebuah organisasi
berupa negara. Pada teori ini, suatu negara dapat terbentuk atau terjadi karena
beberapa kondisi berikut,
1) Pemberontakan terhadap negara lain yang menjajahnya5, contohnya: Amerika
Serikat terhadap Inggris pada tahun 1776-1783
2) Peleburan antara beberapa negara menjadi satu negara baru, contohnya Jerman
Bersatu pada tahun 1871
3) Suatu daerah yang belum memiliki rakyat atau daerah yang pemerintahnya
diduduki atau daerah yang dikuasai oleh bangsa/negara lain, contohnya Liberia
4) Suatu daerah yang melepaskan diri dari negara/bangsa yang
menguasainya/menjajahnya dan menyatakan dirinya menjadi suatu negara
baru, contohnya Proklamasi Kemerdekaan Negara Indonesia pada tahun 1945.
Pada kondisi ini, dapat terjadi secara damai; disetujui oleh negara yang
menguasai/menjajah atau secara kekerasan; (1) cara pertama yaitu dengan
perjanjian dan penyerahan kedaulatan, dan (2) cara kedua timbul dengan cara
kekerasan (revolusi).6
3. Bentuk Negara
Bentuk negara yang terpenting dalam teori-teori modern yang berkembang
sekarang ada 2, yaitu Negara Kesatuan (Unitarisme) dan Negara Serikat (Federasi)7
a. Negara Kesatuan
Negara kesatuan adalah negara yang merdeka dan berdaulat dan hanya
memiliki satu pemerintah yang mengatur seluruh daerah. Negara kesatuan memiliki
2 pembagian dengan penggunaan system yang berbeda, yaitu:
1) Negara kesatuan dengan system sentralisasi, dimana segala sesuatu diatur oleh
pemerintah pusat dan daerah-daerah hanya melaksanakan
2) Negara kesatuan dengan system desentralisasi, dimana kepala daerah diberi
kesempatan dan kekuasaan untuk mengurus daerahnya masing-masing
(otonomi daerah).

5
Ibid.
6
Ibid., hlm. 3
7
Ibid.
Negara Indonesia merupakan negara kesatuan yang berbentuk republic. Hal ini
terdapat di dalam UUD Tahun 1945 pasal 1 ayat (1).8
b. Negara Serikat (Federasi)
Negara serikat atau federasi adalah negara yang merupakan gabungan dari
beberapa negara.9 Gabungan tersebut yang kemudian menjadi negara-negara
bagian dari negara serikat tersebut.
Negara-negara bagian tersebut pada awalnya adalah negara yang merdeka dan
berdaulat serta berdiri sendiri yang kemudian menggabungkan diri dalam suatu
negara serikat dengan melepaskan sebagian kekuasaannya dan menyerahkan
kepada negara serikat. Kekuasaan sesungguhnya ada pada negara bagian. Negara
bagian berhubungan langsung dengan rakyat sedangkan kekuasaan negara serikat
adalah kekuasaan yang diterima dari negara bagian.10
4. Bentuk Kenegaraan
a. Negara Dominion
Bentuk negara ini secara khusus terdapat dalam lingkungan Negara Kerajaan
Inggris. Negara dominion adalah negara daerah jajahan Inggris yang telah merdeka
dan berdaulat, kemudian mengakui Ratu Inggris sebagai ratunya, sebagai lambing
persatuan. Negara-negara dominion ini memiliki gabungan Bernama “The British
Commonwealth of Nations” (Negara Persemakmuran). Negara-negara yang
termasuk ke dalam negara dominion adalah Malaysia, Australia, Selandia Baru,
Kanada, India, dan Afrika Selatan.11
b. Negara Protektorat
Bentuk negara ini adalah negara yang berada di bawah lindungan negara lain.
Negara protektorat biasanya bukanlah subjek hukum internasional. Adapun negara
protektorat kemudian dipisahkan atas 2, yaitu:
1) Protektorat Kolonial, negara lindungan yang hubungan luar negeri, urusan
pertahanan, dan sebagian besar urusan dalam negeri penting diserahkan kepada
negara pelindung.
2) Protektorat Internasional, negara yang protektoratnya merupakan subjek hukum
internasional. Contoh negara protektorat internasional adalah Mesir (1917),
Zanzibar (1890), dan Albania (1936).12
c. Negara Uni
Negara Uni adalah negara-negara yang memiliki satu kepala negara yang sama.
Negara-negara yang termasuk ke dalam negara uni adalah negara-negara yang
merdeka dan berdaulat. pembagian negara uni juga terbagi atas 2, yaitu: (1) Uni
Riil: negara-negara tersebut memiliki alat kelengkapan bersama yang telah
ditentukan lebih dahulu dan (2) Uni Personil: negara-negara yang hanya memiliki
kepala negara yang sama.
5. Unsur-Unsur Negara

8
Ibid
9
Ibid
10
Ibid., hlm. 4
11
Ibid.
12
Ibid., hlm. 5
Pada umumnya, untuk dapat menjadi suatu negara, terdapat beberapa syarat yang
harus dipenuhi, yaitu:13
a. Wilayah Negara, dibagi atas wilayah darat, wilayah laut, dan wilayah udara.
1) Wilayah darat, wilayah darat negara dibatasi oleh wilayah darat atau wilayah
laut dari negara lain
2) Wilayah laut (perairan), bagian laut yang termasuk wilayah negara disebut
dengan lautan atau perairan tertitorial dari negara yang bersangkutan. Batas
territorial pada umumnya adalah 3 mil laut dihitung dari garis pantai ketika air
surut.14
3) Wilayah udara, udara yang berada dia atas wilayah darat dan wilayah laut
negara termasuk ke dalam wilayah negara tersebut. Batas ketinggian wilayah
udara suatu negara tidak dibatasi asal wilayah udara tersebut dapat
dipertahankan oleh negara yang bersangkutan.15
b. Rakyat Negara, adalah semua orang yang berada di dalam wilayah suatu negara
dan tunduk pada kekuasaan negara tersebut. Asas pokok yang digunakan dalam
menentukan kewarganegaraan seseorang adalah ius sanguinis dan ius soli.16
c. Pemerintahan Negara, pemerintahan negara dalam bidang ilmiah dibedakan antara
pengertian sebagai organ (alat) negara) yang menjalankan tugas (fungsi) dan
pengertian pemerintahan sebagai fungsi daripada pemerintah.17
6. Tujuan Negara
Membahas mengenai tujuan negara, terdapat beberapa ajaran, antara lain:
a. Ajaran Plato, bahwa negara bertujuan untuk memajukan kesusilaan manusia
sebagai perseorangan dan makhluk sosial.
b. Ajaran Negara Kekuasaan, bahwa negara bertujuan untuk memperluas kekuasaan
semata.
c. Ajaran Teokratis, bahwa negara bertujuan untuk mencapai penghidupan dan
kehidupan yang aman dan tentram dengan taat kepada Tuhan.18
d. Ajaran Negara Polisi, bahwa negara bertujuan mengatur semata-mata keamanan
dan ketertiban dalam negara.
e. Ajaran Negara Hukum, bahwa negara bertujuan untuk menyelenggarakan
ketertiban hukum dengan berpedoman kepada hukum.
f. Ajaran Kesejahteraan, bahwa negara bertujuan mewujudkan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban umum yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.19
7. Organ dan Fungsi Kekuasaan Negara20
a. Pembatasan Kekuasaan
1) Fungsi-Fungsi Kekuasaan

13
Ibid., hlm. 14
14
Ibid., hlm. 15
15
Ibid., hlm. 16-17
16
Ibid.
17
Ibid., hlm. 17
18
Ibid., hlm. 13
19
Ibid., hlm. 14
20
Jimly Asshiddiqie, 2014, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hlm. 281.
Salah satu ciri negara hukum adalah adanya ciri pembatasan kekuasaan
dalam penyelenggaraan kekuasaan negara. ide pembatasan kekuasaaan muncul
dan harus ada karena sebelumnya fungsi kekuasaan negara terpusat di tangan
satu orang, Raja atau ratu secara turun temurun. Kekuasaan negara dikelola
semuanya berdasarkan kehendak pribadi penguasa sehingga tidak ada kontrol
yang jelas agar kekuasaan itu tidak meniadakan hak-hak dan kebebasan rakyat.
Salah satu upaya pembatasan kekuasaan dilakukan dengan menggunakan
pola-pola pembatasan, yaitu dengan mengadakan pembedaan dan pemisahan
kekuasaan negara ke dalam beberapa fungsi yang berbeda-beda.21 Terdapat 2
tokoh yang mengemukakan pemikiran-pemikiran mereka terhadap pembatasan
kekuasaan ini, yaitu Montesquieu dengan teori trias politica dan John Locke.
John Locke membagi kekuasaan negara meliputi: fungsi legislatif, fungsi
eksekutif, dan fungsi federatif, dan Montesquieu membagi menjadi: fungsi
legislatif, fungsi eksekutif, dan fungsi yudikatif.22 Persoalan pembatasan
kekuasaan berkaitan erat dengan teori pemisahan kekuasaan dan teori
pembagian kekuasaan.
2) Pembagian dan Pemisahan Kekuasaan
Istilah pemisahan kekuasaan berdasarkan teori trias politica/tiga fungsi
kekuasaan yang menurut Montesquieu haruslah dipisahkan secara struktural
dalam organ-organ dan tidak saling mencampuri urusan masing-masing.23
Kadang-kadang istilah pemisahan kekuasaan diidentikkan dengan istilah
pembagian kekuasaan. Istilah-istilah pemisahan kekuasaan dan pembatasan
kekuasaan sebenarnya memiliki arti yang sama, tergantung konteks pengertian
yang digunakan.
Penggunaan istilah pembagian dan pemisahan kekuasaan dapat dibedakan
dalam 2 konteks, yaitu konteks hubungan kekuasaan yang bersifat horizontal
atau vertikal. Dalam konteks vertikal, pemisahan atau pembagian kekuasaan
digunakan untuk membedakan antara kekuasaan pemerintahan atasan dan
kekuasaan pemerintahan bawahan (hubungan antara pemerintahan federal
dengan pemerintahan negara bagian).24
Untuk membatasi pengertian dari pemisahan kekuasaan, G. Marshall
membedakan ciri-ciri doktrin pemisahan kedalam 5 aspek, yaitu:
a) Doktrin pemisahan kekuasaan bersifat membedakan fungsi-fungsi
kekuasaan legislatif, eksekutif, dan yudisial.25
b) Doktrin pemisahan kekuasaan menghendaki pemangku jabatan di lembagi
legislatif tidak boleh merangkap jabatan di luar legislatif
c) Doktrin pemisahan kekuasaaan menentukan bahwa setiap organ tidak boleh
melakukan intervensi terhadap organ lain
d) Adanya prinsip checks and balances, yaitu setiap cabang kekuasaan
mengendalikan dan mengimbangi kekuasaan cabang lainnya

21
Ibid., hlm. 282
22
Ibid., hlm. 283.
23
Ibid., hlm. 285.
24
Ibid., hlm. 288.
25
Ibid., hlm. 289.
e) Adanya prinsip koordinansi dan kesederajatan, yaitu semua organ yang
menjalankan fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif mempunyai
kedudukan yang sama dan sederajat dan hubungannya bersifat
koordinatif.26
3) Desentralisasi dan Dekonsentrasi
Menurut Hoogerwarf dalam (Jimly Asshiddiqie, 2014), desentralisasi
adalah penyerahan wewenang dari badan-badan publik lebih tinggi kepada
badan-badan publik yang lebih rendah kedudukannya untuk bertindak mandiri
dan berdasarkan kepentingan sendiri dapat mengambil keputusan di bidang
pengaturan dan bidang pemerintahan. Desentralisasi dapat dibedakan kedalam
2 kelompok, yaitu (1) dekonsentrasi atau desentralisasi administratif, dan (2)
desentralisasi politik.27
Tujuan dan manfaat dengan adanya kebijakan desentralisasi dan
dekonsentrasi, yaitu: (1) desentralisasi dapat mencegah penumpukan dan
pemusatan kekuasaan yang menyebabkan tirani (hakikat), (2) desentralisasi
adalah wujud untuk pendemokratisasian kegiatan pemerintahan (politik), (3)
desentralisasi dapat menciptakan pemerintahan yang lebih efisien (teknis
organisatoris), (4) desentralisasi membuka kesempatan partisipasi dari bawah
yang lebih aktif (sosial), (5) desentralisasi dilakukan agar perhatian dapat
ditumpahkan sepenuhnya kepada kekhususan yang terdapat di daerah agar
keanekaragaman budaya dapat terpelihara (budaya), dan (6) desentralisasi
dapat membuat pembangunan ekonomi terlaksana lebih cepat dengan biaya
yang murah (kepentingan pembangunan ekonomi).28
b. Cabang Kekuasaan Legislatif29
Adapun fungsi dari kekuasaan legislatif, yaitu:
1) Fungsi pengaturan (legislasi)30
2) Fungsi pengawasan (control)31
3) Fungsi perwakilan (representasi)32
4) Fungsi deliberatif dan resolusi konflik33
c. Cabang Kekuasaan Yudikatif
Kekuasaan kehakiman merupakan pilar ke-3 dalam sistem kekuasaan negara
modern. Pemisahan kekuasaan terkait dengan independensi peradilan, bahwa para
hakim dapat bekerja secara independen dari pengarus kekuasaan legislatif, dan
eksekutif.34 Dalam kehidupan bernegara, kedudukan hakim bersifat sangat khusus.
Dalam kepentingan yang bersifat triadik antar negara, pasar, dan masyarakat
madani, kedudukan hakim harus berada di tengah.35

26
Ibid., hlm. 290.
27
Ibid., hlm. 294.
28
Ibid., hlm. 297.
29
Ibid., hlm. 298.
30
Ibid.
31
Ibid., hlm. 301
32
Ibid., hlm. 304.
33
Ibid., hlm. 308.
34
Ibid., hlm. 311.
35
Ibid., hlm. 312.
Beberapa prinsip penting yang harus menjadi pegangan bari para hakim di
dunia, yaitu: (1) independensi, (2) ketidakberpihakan, (3) integritas, (4) kepantasan
dan kesopanan, (5) kesetaraan, (6) kecakapan dan kesaksamaan.36
Struktur organisasi kekuasaan kehakiman memiliki beberapa fungsi yang
dilembagakan secara internal dan eksternal. Terdapat pula pejabat-pejabat hukum,
yaitu: (1) pejabat penyidik, (2) pejabat penuntut umum, (3) advokat (penegak
hukum). Pada lingkungan pejabat penyidik, terdapat: (a) polisi, (b) jaksa, (3)
penyidik KPK, dan (4) penyidik pegawai negeri sipil. Adapun yang menjalankan
fungsi penuntutan adalah: (i) jaksa penuntut umum, dan (ii) Komisi Pemberantasan
Korupsi. Adapun di dalam lingkungan internal organisasi pengadilan, dibedakan
atas 3 jabatan fungsional, yaitu (1) hakim, (ii) panitera, (iii) pegawai administrasi
lainnya.37
d. Cabang Kekuasaan Eksekutif38
1) Sistem Pemerintahan
Cabang kekuasaan eksekutif merupakan cabang kekuasaan yang memegang
kewenangan administrasi pemerintahan negara tertinggi. Adapun dikenal 3
sistem pemerintahan negara, yaitu: (i) sistem pemerintahan presidential, (ii)
sistem pemerintahan perlementer, dan (iii) sistem campuran. 39 Adapun
penjelasan lebih lanjut akan dijelaskan bagian “C. Sistem Pemerintahan” dalam
makalah ini.
B. Pemerintahan Negara dan Tata Pemerintahan
1. Pengertian & Fungsi Pemerintahan
Pengertian atau pemahaman dari kata “pemerintahan” belum memiliki kesepakatan
yang sama atau kesepahaman di lingkungan ahli hukum. Hal ini terjadi disebabkan oleh
adanya cara pandang atau pemikiran yang berbeda dalam memberikan arti atau maksud
dari kata “pemerintahan” itu sendiri. Adapun ketidaksepahaman di dalam dunia
akademik dan ilmu pengetahuan adalah suatu hal yang lumrah terjadi sehingga tidak
perlu diperdebatkan.40
Pemerintahan diambil dari kata “pemerintah” dan ditambahkan akhiran -an
menyebabkan penafsiran yang berbeda-beda. Penafsiran atas kata pemerintahan
tersebut terbagi atas 2 kubu41, yaitu:
a. Sebagian ada yang menyamakan pemerintahan dengan eksekutif
b. Sebagian ada yang menyamakan pemerintahan dengan negara
Dapat disimpulkan bahwa kata pemerintahan memiliki pengertian ganda, yaitu
mengacu pada eksekutif dan mengacu pada konotasi negara. Adapun perbedaan yang
terjadi disini dikarenakan masuknya ajaran trias politika membagi kekuasaan negara
menjadi 3 cabang kekuasaan, yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. 42

36
Ibid., hlm. 317-319.
37
Ibid., hlm. 320.
38
Ibid., hlm. 323.
39
Ibid., hlm. 323.
40
Benediktus Hestu Cipto Handoyo, 2015, Hukum Tata Negara Indonesia, Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, hlm.
118.
41
Ibid.
42
Ibid., hlm. 119.
Pengertian pemerintahan terbagi atas 2, yaitu pengertian pemerintahan dalam arti
luas dan pengertian pemerintahan dalam arti sempit.
a. Pemerintahan dalam arti luas adalah segala atau seluruh kegiatan atau aktifitas
penyelenggaraan negara yang dijalankan oleh organ-organ atau alat-alat
perlengkapan negara yang mengemban tugas dan fungsi sama seperti yang
digariskan atau ditetapkan oleh konstitusi. Aktifitas-aktifitas yang dimaksud disini
mencakup aktifitas penyelenggaraan negara yang dijalankan oleh eksekutif,
legislatif, dan yudikatif dalam ruang lingkup organisasi negara.
b. Pemerintahan dalam arti sempit adalah kegiatan atau aktifitas yang diselenggarakan
oleh badan pemegang kekuasaan yaitu eksekutif sesuai dengan tugas dan
fungsinya. Dalam hal ini, yang dimaksudkan adalah presiden atau perdana menteri
sampai ke level yang paling rendah yaitu level birokrasi. Pemerintahan dari arti
sempit disini ialah penyelenggaraan tugas dan fungsi administratuur.43
Berdasarkan pengertian di atas, adapun pembahasan mengenai pemerintahan
negara dalam arti luas meliputi pembagian kekuasaan negara, hubungan antar alat
kelengkapan negara yang menjalankan kekuasaan, baik bentuk pembagian kekuasaan
maupun bentuk pemencaran kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah.44
Pemerintahan memiliki setidaknya 3 fungsi yang dijabarkan oleh Rahyunir Rauf,
yaitu:
a. Memberikan pelayanan kepada masyarakat;
b. Memberdayakan segala potensi yang dimiliki;
c. Melaksanakan pembangunan.
Ketiga fungsi diatas haruslah dilaksanakan secara bersamaan oleh pemerintahan
karena ketiganya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lainnya.45
2. Landasan Hukum Tata Pemerintahan46
Dalam menjalankan atau menyelenggarakan suatu pemerintahan, salah satu hal
yang penting adalah memiliki suatu landasan atau pijakan dasar agar dapat
menyelenggarakan pemerintahan secara baik dan akuntabel, juga dapat digunakan
sebagai tolak ukur penilaian apakah penyelenggaraan pemerintahan telah berjalan
sesuai dengan arah dan tujuan yang ingin dicapai atau belum sepenuhnya, sehingga
dibutuhkan kerangka dasar penyelenggaraan pemerintahan sebagai landasan berpijak
bagi pemerintah dalam melakukan tindakan atau perbuatan pemerintah. Terdapat 2
kerangka landasan penyelenggaraan pemerintahan yang dapat menjadi pijakan dasar,
yaitu konsepsi negara hukum dan konsepsi negara demokrasi.47
a. Konsep Negara Hukum
Dalam konsepsi negara hukum, kekuasaan menjalankan pemerintahan harus
berdasarkan pada kedaulatan hukum atau supremasi hukum dan memiliki tujuan
utama yaitu mewujudkan ketertiban umum dalam lingkungan penyelenggaraan

43
Ibid.
44
Ibid., hlm. 120.
45
Rahyunir Rauf, Perubahan Kedudukan Kelurahan dari Perangkat Daerah menjadi Perangkat Kecamatan, Jurnal
Pemerintahan, Politik, dan Birokrasi, Vol. III, No. 01, April 2017, hlm. 225.
46
Aminuddin Ilmar, 2018, Hukum Tata Pemerintahan, Jakarta: Prenadamedia Group, hlm. 33.
47
Ibid., hlm 36.
negara. Dalam konsep negara hukum, terdapat 2 yang selalu menjadi rujukan, yaitu
konsep negara hukum dalam artian “rechtsstaat” dan konsep negara hukum dalam
artian “rule of law” di samping terdapat konsep negara hukum lainnya.48
b. Konsep Negara Demokrasi
Konsep negara demokrasi dikenal juga dengan mekanisme bagaimana system
pemerintahan dalam negara dijalankan sebagai upaya dalam mewujudkan
kedaulatan rakyat untuk dijalankan oleh pemerintah negara.49 Adanya prinsip
demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan memberikan batasan kepada
pemerintahan tentang bagaimana pemerintahan diselenggarakan berdasar atas
kedaulatan rakyat.50 Konsep negara demokrasi digunakan sebagai tolak ukur untuk
menilai pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan suatu negara apakah
berkesesuaian dengan aspirasi dan kepentingan masyarakat secara keseluruhan atau
hanya segelintir kelompok saja. Konsep negara demokrasi berkaitan dengan
pembatasan kekuasaan (pembagian kekuasaan atau pemisahan kekuasaan).51
3. Kedudukan Hukum Pemerintahan
Kedudukan hukum pemerintahan terbagi atas 2, yaitu tindakan menggunakan
hukum publik dan tindakan menggunakan hukum privat.
a. Hukum publik
Berdasarkan konsep hukum tata negara bahwa negara adalah sebuah organisasi
jabatan. Jabatan adalah lingkungan pekerjaan tetap yang dilakukan guna memenuhi
kepentingan negara. Jabatan bersifat tetap dan pemangku jabatan bersifat temporer
atau sementara/berganti.52 Suatu jabatan pemerintahan hanya dapat melakukan
perbuatan hukum apabila dijalankan oleh pemangku jabatan.53 Pemangku jabatan
hanyalah menjalankan wewenang dan tugas jabatan sehingga pemangku jabatan
tidak memiliki wewenang karena yang memiliki wewenang hanyalah jabatan.54
Kewenangan pemerintahan berupa hak dan kewajiban melekat pada jabatan bukan
pada pemangku jabatan. Dapat disimpulkan bahwa pada keduanya, yaitu jabatan
dan pemangku jabatan diterapkan dua jenis hukum yang berbeda sehingga tindakan
atau perbuatan hukum dari jabatan pemerintahan dijalankan oleh pemangku jabatan
sebagai sebuah organ pemerintahan yang menjadikan kedudukan hukum
pemerintah berdasarkan konsep hukum publik adalah sebagai wakil dari jabatan
atau organ pemerintahan.55
b. Hukum privat
Dalam hukum keperdataan, yang menjadi subjek hukum adalah manusia
alamiah dan badan hukum. Badan hukum sendiri terbagi atas badan hukum privat
dan badan hukum publik.56 Negara merupakan suatu badan hukum. Dalam hukum
keperdataan, subjek hukum adalah pendukung hak dan kewajiban sehingga
kedudukan negara sebagai badan hukum publik dapat menjalankan perbuatan
48
Ibid., hlm. 37.
49
Ibid., hlm. 47.
50
Ibid., hlm. 48.
51
Ibid., hlm. 51.
52
Ibid., hlm. 58-59.
53
Ibid., hlm. 60.
54
Ibid., hlm. 61.
55
Ibid., hlm. 63.
56
Ibid.
perdata. Dalam praktik kehidupan bernegara, dapat dilihat bahwa perbuatan hukum
badan pemerintahan dilakukan oleh pemerintah dan bahwa pemerintah seperti
manusia dan badan hukum privat terlibat di dalam pergaulan hukum.57 Oleh karena
itu, ketika pemerintah melakukan perbuatan hukum dalam bidang hukum
keperdataan dan tunduk pada peraturan hukum perdata, maka perbuatan hukum
pemerintah tersebut dianggap sebagai wakil dari badan hukum/badan hukum publik
dan bukan lagi merupakan wakil dari jabatan sebagaimana ditentukan oleh hukum
publik.58 Apabila perbuatan hukum pemerintahan didasari pada hukum publik,
berarti kedudukannya adalah sebagai wakil dari organ atau jabatan, dan apabila
perbuatan hukum pemerintahan didasari pada ketentuan hukum privat, maka
kedudukannya adalah sebagai wakil dari badan hukum.59
4. Wewenang Pemerintahan
Kedudukan wewenang pemerintahan terhadap penyelenggaraan pemerintahan
tidak terlepas dari penerapan asas legalitas dalam kosepsi negara hukum yang
demokratis. Pemerintah dalam melakukan suatu perbuatan hukum yang memberikan
kewajiban kepada masyarakat haruslah dilandasi dengan dasar kekuasaan yang sah
sehingga perbuatan hukum yang dilakukan dianggap sah pula.60 Dalam
penyelenggaraan pemerintahan, asas legalitas dijadikan acuan pemerintah dalam
berbuat. Konsep ini kemudian dijadikan asas dalam penyelenggaraan pemerintahanan
dengan nama asas pemerintahan berdasarkan undang-undang.61
Dalam konsep negara hukum, wewenang pemerintahan berasal dari peraturan
perundang-undangan yang berlaku.62 Secara umum, wewenang merupakan kekuasaan
untuk melakukan perbuatan hukum publik.63 Wewenang pemerintahan adalah
kekuasaan pemerintah untuk menjalankan fungsi dan tugas berdasarkan pada peraturan
perundang-undangan atau kekuasaan yang memiliki landasan untuk melakukan
perbuatan hukum agar tidak timbul kesewenang-wenangan. Jadi, keseluruhan
pelaksanaan dari wewenang pemerintahan dijalankan oleh pemerintah sehingga dapat
diartikan bahwa tanpa adanya wewenang pemerintah, maka pemerintah tidak dapat
melakukan perbuatan pemerintahan.64 Dapat pula disimpulkan bahwa wewenang
pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan.65 Penyalahgunaan
wewenang meliputi, melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang, dan
bertindak sewenang-wenang.66
5. Tindakan atau Perbuatan Pemerintahan
Tindakan atau perbuatan pemerintahan adalah suatu perbuatan atau tindakan
hukum yang dijalankan atau dilakukan oleh pemerintah dalam menyelenggarakan
fungsi dan tugas pemerintahan.67 Tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan akan

57
Ibid., hlm. 66.
58
Ibid., hlm. 67.
59
Ibid., hlm. 68.
60
Ibid., hlm. 71.
61
Ibid., hlm. 72.
62
Ibid., hlm. 79.
63
Ibid., hlm. 81.
64
Ibid., hlm. 82
65
Ibid., hlm. 84.
66
Ibid., hlm. 94.
67
Ibid., hlm. 103.
menimbulkan akibat hukum, baik berkenaan dengan penciptaan hubungan hukum baru
atau perubahan dan pengakhiran hubungan hukum baru.68 Tindakan atau perbuatan
hukum pemerintahan adalah pernyataan kehendak sepihak dari organ atau badan
pemerintahan dan berakibat pada hubungan hukum yang ada. Hubungan hukum yang
timbul ialah hubungan hukum publik sehingga kehendak organ/badan hukum tidak
boleh mengalami kecacatan (kekhilafan, unsur penipuan, dan paksaan pemerintahan). 69
Adapun unsur-unsur dari tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan, yaitu: (1)
tindakan atau perbuatan hukum dilakukan oleh organ dan badan pemerintahan baik
kedudukannya sebagai penguasa atau alat perlengkapan pemerintahan dengan
tanggung jawab sendiri, (2) dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi
pemerintahan, (3) dimaksudkan sebagai sarana menimbulkan akibat hukum di bidang
hukum administrasi, dan (4) dilakukan dalam rangka memelihara kepentingan rakyat
dan negara.70
6. Instrumen (Sarana) Pemerintahan
a. Instrumen hukum publik, yang termasuk kedalam instrumen hukum publik adalah:
(1) peraturan, (2) ketetapan atau keputusan pemerintahan, (3) peraturan kebijakan,
(4) rencana pemerintahan, (5) izin pemerintahan.71
b. Instrumen hukum keperdataan, yang termasuk ke dalam instrumen hukum
keperdataan adalah: (1) perjanjian/perikatan, (2) pembentukan badan usaha
pemerintah.72
7. Pengaruh Faktor-Faktor Lingkungan terhadap Tata Pemerintahan73
Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap tata pemerintah yang
dikemukakan oleh Marmin Martin antara lain:
a. faktor ideologi,
b. faktor politik,
c. faktor ekonomi,
d. faktor sosial budaya.
C. Sistem Pemerintahan
1. Pengertian Sistem, Pemerintahan, dan Sistem Pemerintahan
Sistem Pemerintahan terdiri atas 2 kata, yaitu sistem dan pemerintahan. Dari segi
etimologi, sistem merupakan sekelompok bagian yang bekerja secara bersama-sama
untuk melakukan sesuatu.74 Pengertian sistem menurut St. Munadjat yang dikutip oleh
Dasril Radjab, yaitu kata sistem sendiri berasal atau dijabarkan dari kata Yunani
systema yang berarti kesatuan yang tersusun secara rapi atas bagian-bagian yang
perinciannya sedimikian rupa hingga mencapai tujuan yang pasti.75 Sistem menurut
Pamudji yang dikutip oleh adalah suatu kebulatan atau keseluruhan yang utuh, dimana
didalamnya terdapat komponen-komponen yang pada gilirannya merupakan sistem

68
Ibid., hlm. 102.
69
Ibid., hlm. 104.
70
Ibid., hlm. 105.
71
Ibid., hlm. 119-163.
72
Ibid., hlm. 163-183.
73
Marmin Martin Roosadijo, 1982, Ekologi Pemerintahan di Indonesia, Bandung: Penerbit Alumni, hlm. 87.
74
Dasril Radjab, 2005, Hukum Tata Negara Indonesia (Edisi Revisi), Jakarta: PT Rineka Cipta, hlm. 64.
75
Ibid., hlm. 65
tertentu yang mempunyai fungsi masing-masing, saling berhubungan satu dengan yang
lain menurut pola, tata atau norma tertentu dalam rangka mencapai satu tujuan.76
Adapun menurut Carl J. Friedrich yang dikutip oleh Moh. Kusnardi dan Harmaily
Ibrahim dalam bukunya menyatakan bahwa sistem adalah suatu keseluruhan yang
terdiri atas beberapa bagian yang memiliki hubungan fungsionil dengan bagian-bagian
maupun hubungan fungsionil dengan keseluruhannya, sehingga hubungan tersebut
membentuk ketergantungan antara bagian-bagian yang menyebabkan suatu akibat
apabila salah satu bagian tidak bekerja dengan baik, maka akan mempengaruhi
keseluruhannya.77 Menurut Bahasa Ilmu Pengetahuan, sistem adalah suatu tatanan
yang berupa struktur yang terdiri atas komponen-komponen yang saling berkaitan satu
sama lain secara terencana dan teratur untuk mencapai tujuan.78
Disamping pengertian dari sistem di atas, Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim
mengemukakan pengertian dari “pemerintahan” dalam arti luas ialah segala urusan
yang dilakukan oleh negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan
kepentingan negara sendiri; jadi tidak diartikan sebagai pemerintah yang hanya
menjalankan tugas eksekutif saja, melainkan juga meliputi tugas-tugas lainnya
termasuk legislatif dan yudikatif.79
Menurut pengertian pemerintahan terbagi atas 2, yaitu pengertian pemerintahan
dalam arti luas dan pengertian pemerintahan dalam arti sempit.
a. Pemerintahan dalam arti luas adalah segala atau seluruh kegiatan atau aktifitas
penyelenggaraan negara yang dijalankan oleh organ-organ atau alat-alat
perlengkapan negara yang mengemban tugas dan fungsi sama seperti yang
digariskan atau ditetapkan oleh konstitusi. Aktifitas-aktifitas yang dimaksud disini
mencakup aktifitas penyelenggaraan negara yang dijalankan oleh eksekutif,
legislatif, dan yudikatif dalam ruang lingkup organisasi negara.
b. Pemerintahan dalam arti sempit adalah kegiatan atau aktifitas yang diselenggarakan
oleh badan pemegang kekuasaan yaitu eksekutif sesuai dengan tugas dan
fungsinya. Dalam hal ini, yang dimaksudkan adalah presiden atau perdana menteri
sampai ke level yang paling rendah yaitu level birokrasi. Pemerintahan dari arti
sempit disini ialah penyelenggaraan tugas dan fungsi administratuur.80
Berdasarkan pengertian di atas, adapun pembahasan mengenai pemerintahan
negara dalam arti luas meliputi pembagian kekuasaan negara, hubungan antar alat
kelengkapan negara yang menjalankan kekuasaan, baik bentuk pembagian kekuasaan
maupun bentuk pemencaran kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah.81
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim mengemukakan bahwa pembicaraan
mengenai sistem pemerintahan berarti sedang membicarakan bagaimana pembagian

76
Anris Faisal HG, 2014, Pembentukan Kabinet pada Sistem Pemerintahan Presidensial di Indonesia Pasca
Amandemen UUD 1945, Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, hlm. 15.
77
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1981, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Pusat Studi
Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan CV Sinar Bakti, hlm. 171.
78
Benediktus Hestu Cipto Handoyo, 2015, Hukum Tata Negara Indonesia, Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, hlm.
118.
79
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Op.cit., hlm. 171
80
Benediktus Hestu Cipto Handoyo, 2015, Hukum Tata Negara Indonesia, Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka,
Op.cit., hlm. 119
81
Ibid., hlm. 120.
kekuasaan serta hubungan antara lembaga-lembaga negara yang menjalankan
kekuasaan-kekuasaan negara dalam rangka menyelenggarakan kepentingan rakyat.82
Ditinjau dari segi pembagian kekuasaannya, organisasi pemerintah dibagi menurut
garis horizontal dan vertikal. Pembagian kekuasaan secara horizontal didasarkan atas
sifat tugas yang berbeda-beda jenisnya yang menimbulkan berbagai macam Lembaga
di dalam suatu negara, sedangkan pembagian kekuasaan secara vertikal menimbulkan
dua garis hubungan antara pusat dan daerah dalam sistem desentralisasi dan
dekonsentrasi.83
Menurut Mahfud MD yang dikutip oleh Saldi Isra mengemukakan bahwa sistem
pemerintahan dipahami sebagai suatu sistem hubungan tata kerja antarlembaga-
lembaga negara. Secara spesifik, Harun Alrasyid dikutip oleh Saldi Isra memaparkan
bahwa yang dimaksud dengan sistem pemerintahan adalah sistem hukum
ketatanegaraan, baik yang berbentuk monarki maupun republik, yaitu mengenai
hubungan antarpemerintah dan badan yang mewakili rakyat. Hampir sama dengan
yang dikemukakan oleh Harun Alrasyid, Usep Ranawijaya yang dikutip oleh Saldi Isra
mengemukakan bahwa sistem pemerintahan adalah suatu sistem hubungan antara
eksekutif dan legislatif.84
Menurut Jimly Asshiddiqie yang dikutip oleh Cora Elly Noviati, sistem
pemerintahan diartikan sebagai suatu sistem hubungan antar lembaga-lembaga negara.
Adapun Ismail Suny memiliki pendapat mengenai sistem pemerintahan yaitu suatu
sistem tertentu yang menjelaskan bagaimana hubungan antara alat-alat perlengkapan
negara yang tertinggi di suatu negara.85 Adapun Sri Soemantri menyatakan bahwa
system pemerintahan adalah hubungan antara lembaga legislatif dan eksekutif.86
Muliadi Anangkota sendiri menyimpulkan bahwa yang termasuk ke dalam kajian
sistem pemerintahan adalah kajian tentang bagaimana lembaga-lembaga negara
bekerja dengan memperhatikan tingkat kewenangan dan pertanggungjawaban antar
lembaga negara. Sistem pemerintahan di sisi lain juga berfokus pada kedudukan antara
lembaga legislatif dan parlemen. Sistem pemerintahan juga mengkaji bagaimana
pembentukan dan pertanggungjawaban kabinet atau menteri apakah dibentuk oleh
legislatif atau eksekutif. Pertanggungjawaban menteri apakah kepada legislatif atau
eksekutif. Kesemuanya merupakan bagian dari kajian sistem pemerintahan.87
Sementara itu, dalam Ilmu Negara Umum, yang dipahami sebagai sistem
pemerintahan adalah sistem hukum ketatanegaraan, baik yang berbentuk monarki
ataupun republik, yang mengenai hubungan antara pemerintah dan badan yang
mewakili rakyat.88 Menurut Muhammad Naufal Eprillian Salsabil, sistem

82
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Op.cit.
83
Ibid.
84
Saldi Isra, 2019, Sistem Pemerintahan Indonesia: Pergulatan Ketatanegaraan Menuju Sistem Pemerintahan
Presidensial, Depok: PT RajaGrafindo Persada, hlm. 2-3.
85
Cora Elly Noviati, Demokrasi dan Sistem Pemerintahan, Jurnal Konstitusi, Vol. 10, No. 02, Juni 2013, hlm. 337-
338.
86
Ahmad Yani, Sistem Pemerintahan Indonesia: Pendekatan Teori dan Praktek Konstitusi Undang-Undang Dasar
1945, Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, Vol. 12, No. 2, Juli 2018, hlm. 124.
87
Muliadi Anangkota, Klasifikasi Sistem Pemerintahan: Perspektif Pemerintahan Modern Kekinian, Jurnal Ilmu
Pemerintahan, Vol. 03, No. 02, Oktober 2017, hlm. 150-151.
88
Hafid Nafi Maula, 2018, Tinjauan Yuridis terhadap Sistem Presidensial di Indonesia Sebelum dan Sesudah
Amandemen UUD 1945, Diploma thesis, Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten, hlm. 40.
pemerintahan adalah sebuah susunan lembaga-lembaga negara yang tertata secara
sistematis dan semua lembaga saling terkait antar satu sama lain untuk mencapai tujuan
tertentu.89
2. Pembagian Sistem Pemerintahan
a. Sistem Pemerintahan Parlementer
Sistem pemerintahan parlementer merupakan sistem pemerintahan yang paling
luas diterapkan di seluruh dunia. Berdasarkan sejarah, Inggris merupakan tempat
kelahiran sistem pemerintahan parlementer. Dikarenakan fakta tersebut, Douglas
V. yang dikutip dalam Saldi Isra mengingatkan bahwa apabila hendak untuk
melakukan analisis terhadap sistem pemerintahan parlementer, maka sebaiknya
dimulai dengan mengacu kepada berbagai lembaga dalam sistem politik Inggris.
Selain itu, analisis juga dirujuk atau mengacu pada pengalaman Inggris dalam
membangun sistem pemerintahan parlementer.90
Douglas V. yang dikutip dalam Saldi Isra mengemukakan bahwa proses evolusi
menuju sistem pemerintahan parlementer berlangsung melalui 3 tahapan, yaitu: (1)
pemerintahan dipimpin oleh seorang raja yang bertanggung jawab atas seluruh
sistem politik dan sistem kenegaraan, (2) muncul majelis yang menentang
hegemoni raja, dan (3) majelis mengambil alih tanggung jawab atas pemerintahan
dengan bertindak sebagai parlemen sehingga raja kehilangan sebagian besar
kekuasaan tradisionalnya. Memahami perkembangan tersebut, Inggris kemudian
membangun model sistem pemerintahan yang kemudian dikenal dengan sistem
pemerintahan parlementer.91
Sistem pemerintahan parlementer sejatinya adalah kebalikan dari sistem
pemerintahan presidensial. Pada sistem pemerintahan parlementer, hubungan
antara eksekutif dan badan perwakilan (legislatif) sangat erat. Hal ini dikarenakan
adanya hubungan pertanggungjawaban para menteri kepada parlemen, maka setiap
kabinet yang dibentuk harus memperoleh dukungan kepercayaan dengan suara
terbanyak dari parlemen. Hal ini berarti kebijaksanaan pemerintah atau kabinet
tidak boleh menyimpang dari apa yang dikehendaki oleh parlemen.92
Menurut Darcy B. Frisina di dalam buku “Parliamentary System of
Government”, “The parliamentary system of government is a government where
the ability to create and execute laws is held by the legislature. The legislature is
often called a Parliament. Countries with a parliamentary system of government
do not elect their head of government. They elect their representatives in the
Parliament. The members of Parliament then select the head of government. In
other words, the people of the country do not decide who should be their prime
minister. Once the parliament selects a head of government, the head of state must
approve the choice. In many countries, the head of state is a monarch. In other

89
Muhammad Naufal Eprillian Salsabil, 2019, Sistem Presidensial dan Dinamika Hubungan Eksekutif-Legislatif,
Diploma thesis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, hlm. 20.
90
Saldi Isra, 2019, Sistem Pemerintahan Indonesia: Pergulatan Ketatanegaraan Menuju Sistem Pemerintahan
Presidensial, Depok: PT RajaGrafindo Persada, hlm. 13.
91
Ibid., hlm. 15.
92
Fajlurrahman Jurdi, 2019, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: Prenadamedia Group, hlm. 424.
countries, the head of state is a president. The head of participates in ceremonies
and agrees to the laws created by the representatives. They do not make laws”.93
Jika dibentuk dalam sebuah siklus, perjalanan sistem pemerintahan parlementer
dapat dibagi secara lebih jelas kegiatannya dalam pembagian: (1) fase pembentukan
pemerintahan, (2) fase berlangsungnya pemerintahan, dan (3) fase berakhirnya
pemerintahan. Pada fase pembentukan pemerintahan, dimulai dengan pemilihan
anggota parlementer yang hasilnya dapat berupa terdapatnya satu partai yang
mendapatkan suara mayoritas mutlak sehingga terbentuk pemerintahan 1 partai
atau tidak terdapat 1 partai pun yang mendapat suara mayoritas sehingga
pembentukan pemerintahan terjadi berdasarkan negosiasi di antara artai-partai yang
memiliki kursi di parlemen. Pada fase berjalannya parlementer, memiliki prinsip
yang berpatokan kepada asumsi bahwa pemerintahan akan tetap dalam
kekuasaannya jika tidak ada mosi tidak percaya yang berhasil menjatuhkannya.
Perdana menteri di sistem pemerintahan parlementer sangat berkepentingan untuk
menjaga dukungan mayoritas di parlemen karena dalam rangka memastikan
stabilitas ini terdapat beberapa aturan yang mendukung. Pada fase berakhirnya
pemerintahan ditandai dengan keberadaan mosi tidak percaya parlemen kepada
kabinet yang dapat berakibat jatuhnya pemerintahan. Dalam fase ini, terdapat
kekuasaan dari perdana menteri untuk membubarkan parlemen yang berakibat
terjadinya percepatan pemilihan umum. Jika pemerintah berhasil dijatuhkan
melalui mosi tidak percaya maka siklus berikutnya adalah pembentukan
pemerintahan baru.94
Menurut Alan R. Ball yang dikutip Muliadi Anangkota, ciri-ciri sistem
pemerintahan parlementer, yaitu sebagai berikut:
1) Kepala negara hanya memiliki kekuasaan nominal. Hal ini bahwa kepala negara
hanya merupakan simbol yang hanya memiliki tugas-tugas yang bersifat
formal, sehingga pengaruh politiknya terhadap kehidupan negara sangatlah
kecil.
2) Pemegang kekuasaan eksekutif yang sebenarnya/ nyata adalah perdana menteri
bersama-sama kabinetnya yang dibentuk melalui lembaga legislatif/ parlemen;
dengan demikian kabinet sebagai pemegang kekuasaan eksekutif riil harus
bertanggung jawab kepada badan legislatif/parlemen dan harus meletakkan
jabatannya bila parlemen tidak mendukungnya.
3) Badan legislatif dipilih untuk bermacam-macam periode yang saat
pemilihannya ditetapkan oleh kepala negara atas saran dari perdana menteri.95
Menurut Douglas V. Verney yang dikutip oleh Cora Elly Noviati, berikut
beberapa pokok-pokok sistem pemerintahan parlementer, yaitu:
1) Hubungan antar lembaga parlemen dan pemerintahan tidak murni terpisahkan,
2) Fungsi eksekutif dibagi ke dalam dua bagian, yaitu kepala pemerintahan dan
kepala negara,
3) Kepala pemerintahan diangkat oleh kepala negara,
4) Kepala pemerintahan mengangkat menteri-menteri sebagai suatu kesatuan
institusi yang bersifat koletif,

93
Darcy B. Frisina, 2007, Parliamentary System of Government, San Diego, CA: Classroom Complete Press, hlm. 8.
94
Fitra Arsil, 2017, Teori Sistem Pemerintahan, Depok: PT RajaGrafindo Persada, hlm. 20-22.
95
Muliadi Anangkota, 2017, Klasifikasi …., hlm. 151-152.
5) Menteri biasanya adalah anggota parlemen,
6) Pemerintah bertanggung jawab kepada parlemen, tidak kepada rakyat, karena
pemerintah tidak dipilih oleh rakyat secara langsung,
7) Kepala pemerintahan dapat memberikan pendapat kepada kepala negara untuk
membubarkan parlemen,
8) Kedudukan parlemen lebih tinggi daripada pemerintah,
9) Kekuasaan negara terpusat pada parlemen.96
Menurut Sri Soemantri yang dikutip oleh Dasril Radjab mengemukakan ciri-
ciri sistem parlementer, yaitu:
1) Kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri berdasarkan kekuatan-kekuatan
yang menguasai parlemen
2) Para anggota kabinet mungkin seluruhnya anggota parlemen dan mungkin pula
tidak seluruhnya dan mungkin pula seluruhnya bukan anggota parlemen
3) Kabinet dengan ketuanya bertanggung jawab kepada parlemen. Apabila cabinet
atau seorang atau beberapa orang anggotanya mendapat mosi tidak percaya dari
parlemen maka cabinet atau seorang atau beberapa orang dari padanya harus
mengundurkan diri
4) Sebagai imbangan dapat dijatuhkan kabinet kepada negara (presiden/raja/ratu)
dengan sarana nasihat perdana menteri dapat membubarkan parlemen.97
Menurut Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, beberapa ciri-ciri dari system
pemerintahan parlementer, yaitu:
1) Raja/Ratu atau Presiden adalah sebagai kepala negara. kepala negara tidak
bertanggung jawab atas segala kebijaksanaan yang diambil oleh cabinet
2) Eksekutif bertanggung jawab kepada legislatif. Dan yang disebut eksekutif
disini adalah kabinet. Kabinet harus meletakkan atau mengembalikan
mandatnya kepada kepala negara, manakala parlemen mengeluarkan
pernyataan mosi tidak percaya kepada Menteri tertentu atau seluruh Menteri
3) Dalam sistem dua partai, yang ditunjuk sebagai pembentuk kabinet dan
sekaligus sebagai perdana menteri adalah ketua partai politik yang
memenangkan pemilihan umum. Sedangkan partai politik yang kalah akan
berlaku sebagai pihak oposisi
4) Dalam sistem banyak partai, formatur kabinet harus membentuk cabinet secara
koalisi, karena kabinet harus mendapat dukungan kepercayaan dari parlemen
5) Apabila terjadi perselisihan antara kabinet dengan parlemen dan kepala negara
beranggapan kabinet berada dalam pihak yang benar, maka kepala negara akan
membubarkan parlemen. Dan adalah menjadi tanggung jawab kabinet untuk
melaksanakan pemilihan umum dalam tempo 30 hari setelah pembubaran itu.
Sebagai akibatnya, apabila partai politik yang menguasai parlemen menang
dalam pemilihan umum tersebut, maka kabinet akan terus memerintah.
Sebaliknya apabila partai oposisi yang memenangkan pemilihan umum, maka
dengan sendirinya kabinet mengembalikan mandatnya dan partai politik yang
menang akan membentuk kabinet baru.98

96
Cora Elly Noviati, 2013, Demokrasi dan Sistem …., hlm. 345.
97
Dasril Radjab, 2005, Hukum Tata …., hlm. 68.
98
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1981, Pengantar …., hlm. 175-176.
Menurut S.L. Witman dan JJ. Wuest yang dikutip oleh Muliadi Anangkota, juga
mengemukakan ciri dan syarat sistem pemerintahan parlementer, yaitu:
1) it is based upon the diffusion of powers principle
2) there is mutual responsibility between the executive and the legislature, hence
the executive may dissolve the legislature or the must resign together with the
rest of the cabinet when his policies are nt longer accepted by the majority of
the membership in the legislature
3) there is mutual responsibility between the executive and the cabinet
4) the executive (prime minister, premier or chancellor) is chosen by the titular
head of state (Monarch or President, according to the support of the majority
in the legislature.99
Adapun negara-negara yang menganut sistem pemerintahan parlementer, yaitu:
(1) Inggris, (2) Prancis, (3) India, (4) Thailand.100
Adapun menurut Rahmat, sistem pemerintahan parlementer memiliki beberapa
kelebihan dan kelemahan, yaitu sebagai berikut:
1) Kelebihan Sistem Pemerintahan Parlementer
a) Dalam sistem parlementer apabila ada ancaman kemandegan hubungan
antara eksekutif dan legislatif selalu menemukan jalan keluar karena
parlemen dapat membuat mosi terhadap eksekutif.
b) Sistem parlementer dipandang lebih fleksibel karena tidak ada pembatasan
masa jabatan yang pasti. Sepanjang parlemen masih memberikan dukungan
terhadap eksekutif, maka eksekutif dapat terus bekerja, namun sebaliknya
apabila parlemen tidak memberikan dukungannya, maka kabinet akan jatuh.
Sistem ini memberikan fleksibilitas untuk mengubah atau mengganti
pemerintahan dengan cepat ketika keadaan atau kegagalan eksekutif yang
menuntut kepemimpinan baru.
c) Sistem parlementer lebik demokratis karena kabinet yang dibentuk adalah
koalisi dari berbagai partai yang ada di parlemen.
2) Kelemahan Sistem Pemerintahan Parlementer
a) Dalam sistem pemerintahan parlementer identik dengan instabilitas
eksekutif. Karena adanya ketergantungan kabinet pada mosi tidak percaya
legislatif
b) Pemilihan kepala eksekutif tidak dilakukan secara langsung oleh rakyat,
tetapi oleh partai politik.
c) Tidak adanya pemisahan kekuasaan yang tegas antara legislatif dan
eksekutif. Hal ini dapat membahayakan kebebasan individu101
b. Sistem Pemerintahan Presidensial
Sistem pemerintahan presidensial tidak dapat dipisahkan dari model
ketatanegaraan Amerika Serikat. Dalam literatur, dinyatakan bahwa selain menjadi
tanah kelahiran, Amerika Serikat juga menjadi contoh utuh karena memenuhi
hampir semua kriteria dalam sistem pemerintahan presidensial. Jimly Asshiddiqie
menyatakan Amerika Serikat sering disebut sebagai salah satu contoh ideal

99
Muliadi Anangkota, 2017, Klasifikasi …., hlm. 152.
100
Sunarso, 2012, Perbandingan Sistem Pemerintahan, Yogyakarta: Penerbit Ombak, hlm. 5-6.
101
Rahmat, 2016, Implentasi Cheks and Balances antara Presiden dan Dpr Dalam Sistem Pemerintahan Presidensial
di NKRI Pasca Reformasi Perspektif Fikih Siyasah, Masters Thesis, UIN Sunan Ampel Surabaya, hlm. 40-41.
pemerintahan presidensial di dunia. Karena itu Douglas V. Verney mengingatkan
apabila melakukan kajian terhadap sistem presidensial, sebaiknya dimulai dengan
menelaah sistem politik Amerika Serikat. Berbeda dengan sejarah sistem
parlementer, sistem presidensial tidak dibangun melalui proses evolusi yang lambat
dan Panjang. Secara historis, lahirnya sistem pemerintahan presidensial tidak
terlepas dari perjuangan Amerika Serikat menentang dan melepaskan diri dari
kolonial Inggris serta sejarah singkat pembentukan konstitusi Amerika Serikat.
Sebagai bentuk penolakan terhadap Inggris, pembentuk konstitusi Amerika Serikat
berupaya membentuk sistem pemerintahan yang berbeda dengan sistem yang
dipraktikkan Inggris, yaitu dengan cara memisahkan antara eksekutif dan legislatif.
Selain itu, posisi ganda presiden yaitu jabatan presiden sebagai kepala negara dan
sekaligus sebagai kepala pemerintahan pun pertama kali muncul di Amerika
Serikat. Sekalipun memilih Presiden dan menolak raja, para perancang konstitusi
Amerika Serikat memutuskan bahwa presiden harus mempunyai kekuatan yang
memadai untuk menyelesaikan rumitnya masalah bangsa. Oleh karena itu,
dirancanglah konstitusi yang memberikan kekuasaan besar kepada Presiden namun
dengan tetap menutup hadirnya pemimpin sejenis raja yang tiran. Upaya mencegah
kemungkinan munculnya seorang presiden yang tiran tersebutlah yang
menyebabkan konstitusi Amerika Serikat meletakkan hubungan antar lembaga
negara dalam mekanisme checks and balances.102
Dalam sistem pemerintahan presidensial, kedudukan eksekutif tidak tergantung
kepada badan perwakilan rakyat. Adapun dasar hukum dari kekuasaan eksekutif
dikembalikan kepada pemilihan rakyat. Sebagai kepala eksekutif, seorang presiden
menunjuk pembantu-pembantunya yang akan memimpin departemennya masing-
masing dan mereka itu hanya bertanggung jawab kepada presiden (menteri).
Karena pembentukan kabinet itu tidak tergantung pada badan perwakilan rakyat
atau tidak memerlukan dukungan kepercayaan dari perwakilan rakyat itu, maka
menteri pun tidak bisa dihentikan oleh perwakilan rakyat. Sistem ini terdapat di
Amerika Serikat yang mempertahankan ajaran Montesquieu dimana kedudukan
tiga kekuasaan, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif terpisah satu sama lain serta
tajam dan saling menguji serta mengadakan perimbangan.103
Menurut Alex Woolf di dalam buku “Systems of Government Democracy”, “In
a presidential system (as in the USA, France, and most Latin American countries),
the government (known as president) and the legislative assembly are kept apart.
The president does not sit in the legislative assembly, and there are separate
elections for government and legislature. Under this system, the president combines
the roles of chief executive with head of state.”104
Sistem pemerintahan presidensial merupakan sistem yang memisahkan
kekuasaan eksekutif dengan kekuasaan legislatif sehingga sistem ini dikenal pula
dengan nama sistem pemisahan kekuasaan. Keberadaan dua pemilihan umum
dalam sistem ini menegaskan pemisahan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif.
Pemilihan umum anggota parlemen dan pemilihan umum untuk memilih Presiden
membuat kedua lembaga ini tidak saling memberikan legitimasi kepada lembaga

102
Saldi Isra, 2019, Sistem …., hlm. 22-24.
103
Fajlurrahman Jurdi, 2019, Hukum …., hlm. 418.
104
Alex Woolf, 2009, System of Government Democracy, London: Evan Brothers by Book Factory Limited, hlm. 7.
lainnya atau saling mandiri. Dengan demikian, dua kekuasaan ini secara prinsip
tidak dapat saling menjatuhkan, presiden tidak dapat dijatuhkan parlemen dan
parlemen tidak dapat dibubarkan presiden walaupun dijumpai beberapa pengaturan
yang berbeda mengenai prinsip ini di beberapa negara bersistem presidensial. Dua
fitur sistem presidensial yang dianggap mengimplementasikan keterpisahan dalam
sistem presidensial adalah keberadaan pemilihan presiden langsung secara masa
jabatan yang tetap. Sistem ini memang dirancang untuk terjadinya stabilitas
pemerintahan pergantian kekuasaan eksekutif terjadi sesuai masa jabatan yang
telah ditentukan oleh konstitusi.105
Menurut Sarundajang yang dikutip oleh Muliadi Anangkota, sistem
pemerintahan presidensial memiliki kelebihan yaitu pemerintahan yang dijalankan
oleh eksekutif berjalan relatif stabil dan sesuai dengan batas waktu yang telah diatur
dan ditetapkan dalam konstitusi. Sedangkan kelemahan dari sistem pemerintahan
presidensial adalah setiap kebijakan pemerintahan yang diambil merupakan
bargaining position antara pihak legislatif dan eksekutif yang berarti terjadi
pengutamaan sikap representatif – elitis dan bukan partisipatif – populis.106
Menurut Cora Elly Noviati, terdapat beberapa prinsip pokok dalam sistem
pemerintahan presidensial, yaitu:
1) Terdapat pemisahan yang jelas antara kekuasaan eksekutif dan legislatif,
presiden merupakan eksekutif tunggal dan kekuasaan eksekutif tidak terbagi.
2) Kepala pemerintahan adalah sekaligus kepala negara,
3) Presiden mengangkat para menteri sebagai pembantu/bawahan yang
bertanggung jawab kepadanya,
4) Anggota parlemen tidak boleh menduduki jabatan eksekutif dan sebaliknya,
5) Presiden tidak dapat membubarkan parlemen, dan
6) Pemerintah bertanggung jawab kepada rakyat.107
Menurut Simbodo Tikok yang dikutip oleh Dasril Radjab, ciri-ciri sistem
presidensial, yaitu:
1) Presiden adalah kepala eksekutif pemimpin kabinet yang semua anggota
diangkat olehnya dan bertanggung jawab kepadanya. Ia sekaligus juga
berkedudukan sebagai kepala negara (lambang negara) dengan masa jabatan
yang telah ditentukan dengan pasti oleh Undang-Undang Dasar.
2) Presiden tidak dipilih oleh badan legislatif tetapi oleh sejumlah pemilih. Oleh
karena, itu presiden bukan bagian dari badan legislatif.
3) Presiden tidak bertanggung jawab kepada badan legislatif dan dalam hal ini
tidak dapat dijatuhkan oleh badan legislatif.
4) Sebagai imbangnya, presiden tidak dapat mempunyai wewenang membubarkan
badan legislatif.108
Menurut Shepard L. Witman dan John J. Wuest yang dikutip oleh Fitra Arsil,
ciri-ciri sistem pemerintahan presidensial, yaitu:
1) It is based upon the separation of powers principle;

105
Fitra Arsil, 2017, Teori …., hlm. 23.
106
Muliadi Anangkota, 2017, Klasifikasi …., hlm. 149-150.
107
Cora Elly Noviati, 2013, Demokrasi …., hlm. 342.
108
Dasril Radjab, 2005, Hukum Tata …., hlm. 68-69.
2) The executive has no power to dissolve the legislature nor must he resign when
he loses the support of the majority of its membership;
3) There is no mutual responsibility between the president and his cabinet the
latter is wholly responsible to the chief executive
4) The executive is chosen by the electorate.109
Jimly Asshiddiqie yang dikutip oleh Fitra Arsil mengemukakan ciri-ciri yang
lebih detail dari sistem pemerintahan presidensial, yaitu:
(1. Masa jabatan presiden tertentu biasanya periode masa jabatan dibatasi dengan
tegas;
(2. Presiden dan wakil presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen
melainkan langsung bertanggung jawab kepada rakyat. Presiden dan wakil
presiden hanya dapat diberhentikan dari jabatannya karena alasan pelanggaran
hukum yang biasanya dibatasi pada kasus-kasus pidana tertentu;
(3. Presiden dan wakil presiden dipilih oleh rakyat secara langsung ataupun melalui
mekanisme perantara tertentu yang tidak bersifat perwakilan permanen;
(4. Presiden tidak tunduk kepada kepada parlemen, presiden tidak dapat membuat
membubarkan parlemen dan sebaliknya parlemen tidak dapat menjatuhkan
presiden dan membubarkan kabinet;
(5. Tidak dikenal perbedaan kepala pemerintahan dan kepala negara.
(6. Tanggung jawab pemerintahan berada pada presiden, oleh karena itu
presidenlah pada prinsipnya yang berwenang membentuk pemerintahan,
menyusun kabinet, mengangkat dan memberhentikan para menteri.110
Adapun menurut Rahmat, sistem pemerintahan presidensial memiliki beberapa
kelebihan dan kelemahan, yaitu sebagai berikut:
1) Kelebihan Sistem Pemerintahan Presidensial
a) Stabilitas eksekutif yang didasarkan pada masa jabatan presiden.
b) Pemilihan kepala pemerintahan oleh rakyat dapat dipandang lebih
demokratis dari pada pemilihan tidak langsung.
c) Pemisahan kekuasaan berarti pemerintahan yang dibatasi (perlindungan
kebebasan individu atas tirani pemerintah)
2) Kelemahan Sistem Pemerintahan Presidensial
a) Konflik eksekutif-legislatif bisa berubah menjadi jalan buntu, adalah akibat
dari koeksistensi dari dua badan independen yang diciptakan oleh
pemerintahan presidensial yang mungkin bertentangan.
b) Masa jabatan presiden yang pasti menguraikan periode-periode yang
dibatasi secara kaku dan tidak berkelanjutan, sehingga tidak memberikan
kesempatan untuk melakukan berbagai penyesuaian yang dikehendaki oleh
keadaan.
c) Sistem ini berjalan atas dasar aturan “pemenang menguasai semua” yang
cenderung membuat politik demokrasi sebagai sebuah permainan dengan
semua potensi konfliknya.111
c. Sistem Pemerintahan Campuran (Quasi)

109
Fitra Arsil, 2017, Teori …., hlm. 23-24.
110
Ibid., hlm. 24-25.
111
Rahmat, 2016, Implentasi …., hlm. 43-44.
Sistem campuran atau quasi adalah sistem pemerintahan yang memadukan
kelebihan dari sistem pemerintahan parlementer dan presidensial. Dalam sistem ini
diusahakan hal-hal yang terbaik dari kedua sistem pemerintahan tersebut. Dalam
sistem pemerintahan ini, selain memiliki Presiden sebagai Kepala Negara, juga
memiliki Perdana Menteri sebagai kepala Pemerintahan untuk memimpin kabinet
yang bertanggungjawab kepada parlemen. Bila presiden tidak diberi posisi
dominan dalam sistem pemerintahan ini, presiden tidak lebih dari sekedar lambang
dalam pemerintahan. Akan tetapi presiden tidak bisa dijatuhkan oleh parlemen,
bahkan presiden dapat membubarkan parlemen. Menurut Syafiee yang dikutip oleh
Muliadi Anangkota, sistem pemerintahan campuran terbentuk dari sejarah
perjalanan pemerintahan suatu negara.
Menurut Mariana dkk yang dikutip oleh Muliadi Anangkota, beberapa ciri-ciri
pemerintahan campuran, yaitu:
1) Menteri-menteri dipilih oleh parlemen.
2) Lamanya masa jabatan eksekutif ditentukan dengan pasti dalam konstitusi
3) Menteri-menteri tidak bertanggung jawab baik kepada parlemen maupun
kepada presiden.112
Pada umumnya negara-negara bekas jajahan Perancis di Afrika menganut
sistem pemerintahan campuran. Di satu segi ada pembedaan antara kepala negara
dan kepala pemerintahan, tetapi kepala negaranya adalah presiden yang dipilih dan
bertanggung jawab kepada rakyat secara langsung seperti dalam sistem
presidensial. Adapun kepala pemerintahan di satu segi bertanggung jawab kepada
Presiden, tetapi disegi lain ia dianggkat karena kedudukannya sebagai pemenang
pemilu yang menduduki kursi parlemen, dan karena itu ia juga bertanggung jawab
kepada parlemen.113
Sistem pemerintahan campuran disebut juga dengan sistem kuasi-presidensial
dan kuasi-parlementer. Sistem pemerintahan kuasi pada hakekatnya merupakan
bentuk variasi dari sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan
presidensial Hal ini disebabkan situasi dan kondisi yang berbeda, sehingga
melahirkan bentuk-bentuk. Sistem pemerintahan kuasi bukan merupakan bentuk
sebenarnya dalam sistem ini dikenal bentuk kuasi-parlementer dan kuasi-
presidensial.114
Dalam sistem pemerintahan di berbagai negara yang menganut sistem
campuran, kadang-kadang ciri presidensialnya memang lebih menonjol, tetapi ada
pula negara yang ciri parlementernya-lah yang lebih menonjol. Apabila ciri
presidensialnya yang lebih menonjol, maka sistem demikian dapat disebut sebagai
sistem kuasi-presidensial atau semi presidensial.115
Sistem pemerintahan campuran yang dianut oleh beberapa negara di dunia
diantaranya, Perancis, Jerman dan India. Republik Perancis mempunyai Presiden
dan Perdana Menteri sekaligus, Presiden bertindak sebagai kepala negara yang
dipilih langsung oleh rakyat, sedangkan perdana menteri diangkat oleh presiden

112
Muliadi Anangkota, 2017, Klasifikasi …., hlm. 148-149.
113
Cora Elly Noviati, 2013, Demokrasi …., hlm. 346.
114
Fajlurrahman Jurdi, 2019, Hukum …., hlm. 427.
115
Jimly Asshiddiqie, 2014, Pengantar …., hlm. 324.
dari partai politik atau gabungan partai politik yang menguasai kursi mayoritas di
parlemen.116
d. Sistem Pemerintahan Referendum
Sistem referendum merupakan bentuk variasi dari sistem kuasi (kuasi-
presidensial) dan sistem presidensial murni. Tugas pembuat undang-undang berada
dibawah pengawasan rakyat yang mempunyai hak pilih. Pengawasan itu dilakukan
dalam bentuk referendum.117
Tidak banyak negara yang menggunakan sistem referendum. Munculnya sistem
referendum selalu dikaitkan dengan negara Swiss. Hal ini disebabkan hanya negara
Swiss sebagai satu-satunya negara yang menerapkan sistem ini. Sistem ini
sebenarnya perwujudan nyata dari sistem pemerintahan dengan pengawasan
langsung oleh rakyat terhadap lembaga legislatif. Terminologi referendum adalah
permintaan/persetujuan dan atau pendapat rakyat apakah setuju atau tidak terhadap
kebijaksanaan yang telah, sedang dan akan dilaksanakan oleh badan eksekutif atau
badan legislatif. Dalam sistem ini parlemen tunduk kepada kontrol langsung dari
rakyat. Kontrol dilakukan dengan dua cara, yaitu referendum dan usul inisiatif
rakyat. Menurut Sarundajang dalam Muliadi Anangkota, referendum merupakan
kegiatan politik yang dilakukan oleh rakyat untuk memberikan keputusan setuju
atau menolak terhadap kebijaksanaan yang ditempuh oleh parlemen atau setuju atau
tidak terhadap kebijaksanaan yang dimintakan persetujuan rakyat.118
Menurut Sarundajang dalam Muliadi Anangkota, macam-macam referendum,
yaitu:
1) Referendum Obligator/Referendum wajib, dimana berlakunya suatu undang-
undang yang dibuat parlemen, dan telah disetujui oleh rakyat melalui suara
terbanyak.
2) Referendum Fakultatif, suatu undang-undang yang dibuat oleh parlemen
setelah diumumkan, beberapa kelompok masyarakat yang berhak meminta
disahkan melalui referendum
3) Referendum Konsultatif, referendum untuk soal-soal tertentu yang teknisnya
rakyat tidak tahu.119
Keuntungan dari sistem referendum ialah bahwa pada setiap masalah negara,
rakyat langsung ikut serta menanggulanginya. Sedangkan kelemahannya, bahwa
tidak setiap rakyat mampu menyelesaikannya, karena untuk mengatasi masalah
perlu pengetahuan yang cukup yang harus dimiliki oleh rakyat sendiri.sistem ini
tidak dapat dilaksanakan jika banyak perbedaan faham antara rakyat dan eksekutif
yang menyangkut kebijaksanaan politiknya. Keuntungan yang lain yaitu
kedudukan pemerintah stabil yang membawa akibat pemerintah akan memperoleh
pengalaman yang baik dalam menyelenggarakan kepentingan rakyatnya.120

116
Muhammad Yusrizal Adi Syaputra, 2011, Perkembangan Sistem Pemerintahan Presidensial pada Praktek Multi
Partai di Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Master thesis, Universitas Sumatera Utara Medan, hlm. 77.
117
Fajlurrahman Jurdi, 2019, Hukum …., Op.cit., hlm. 428.
118
Muliadi Anangkota, Klasifikasi …., hlm. 149.
119
Ibid., hlm. 149-150.
120
Moh. Jusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1981, Pengantar …., hlm. 181.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Arsil, Fitra. 2017. Teori Sistem Pemerintahan. Depok: PT RajaGrafindo Persada.
Asshiddiqie, Jimly. 2014. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Frisina, Darcy B. 2007. Parliamentary System of Government. San Diego, CA: Classroom
Complete Press.
Handoyo, B. Hestu Cipto. 2015. Hukum Tata Negara Indonesia. Yogyakarta: Cahaya Atma
Pustaka.
Ilmar, Aminuddin. 2018. Hukum Tata Pemerintahan. Jakarta: Prenadamedia Group.
Isra, Saldi. 2019. Sistem Pemerintahan Indonesia: Pergulatan Ketatanegaraan Menuju Sistem
Pemerintahan Presidensial. Depok: PT RajaGrafindo Persada.
Jurdi, Fajlurrahman. 2019. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta: Prenadamedia Group.
Kansil, C.S.T. dan Kansil, Christine S.T. 2011. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: PT Bumi
Aksara.
Kusnardi, Moh. dan Ibrahim, Harmaily. 1981. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta:
Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan CV Sinar Bakti.
Radjab, Dasril. 2005. Hukum Tata Negara Indonesia (Edisi Revisi). Jakarta: PT Rineka Cipta.
Roosadijo, Marmin Martin. 1982. Ekologi Pemerintahan di Indonesia. Bandung: Penerbit Alumni.
Sunarso. 2012. Perbandingan Sistem Pemerintahan. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Woolf, Alex. 2009. System of Government Democracy. London: Evan Brothers by Book Factory
Limited.
Jurnal
Anangkota, Muliadi. 2017. Klasifikasi Sistem Pemerintahan: Perspektif Pemerintahan Modern
Kekinian. Jurnal Ilmu Pemerintahan. Volume 03, Nomor 02, Oktober.
Noviati, Cora Elly. 2013. Demokrasi dan Sistem Pemerintahan. Jurnal Konstitusi. Vol. 10, Nomor
02, Juni.
Rauf, Rahyunir. 2017. Perubahan Kedudukan Kelurahan dari Perangkat Daerah menjadi
Perangkat Kecamatan. Jurnal Pemerintahan, Politik, dan Birokrasi. Volume III, Nomor 01,
April.
Yani, Ahmad.2018. Sistem Pemerintahan Indonesia: Pendekatan Teori dan Praktek Konstitusi
Undang-Undang Dasar 1945. Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum. Volume 12, Nomor 2, Juli.
Skripsi & Tesis
HG, Anris Faisal. 2014. Pembentukan Kabinet pada Sistem Pemerintahan Presidensial di
Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945. Skripsi thesis. Universitas Islam Negeri Sultan
Syarif Kasim Riau.
Maula, Hafid Nafi. 2018. Tinjauan Yuridis terhadap Sistem Presidensial di Indonesia Sebelum dan
Sesudah Amandemen UUD 1945. Diploma thesis. Universitas Islam Negeri Sultan Maulana
Hasanuddin Banten.
Rahmat. 2016. Implentasi Cheks and Balances antara Presiden dan Dpr Dalam Sistem
Pemerintahan Presidensial di NKRI Pasca Reformasi Perspektif Fikih Siyasah. Masters
Thesis. UIN Sunan Ampel Surabaya.
Salsabil, Muhammad Naufal Eprillian. 2019. Sistem Presidensial dan Dinamika Hubungan
Eksekutif-Legislatif. Diploma thesis. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Syaputra, Muhammad Yusrizal Adi. 2011. Perkembangan Sistem Pemerintahan Presidensial pada
Praktek Multi Partai di Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945. Master thesis. Universitas
Sumatera Utara Medan.

Anda mungkin juga menyukai