Anda di halaman 1dari 31

RAHASIA

SOLOTECH CHRISTIAN UNIVERSITY

KEWARGANEGARAAN

BAB I

PENDAHULUAN

1. Umum.

a. Warga negara merupakan salah satu unsur hakiki dan unsur pokok suatu negara yang
memiliki hak dan kewajiban yang perlu dilindungi dan dijamin pelaksanaannya. Status
kewarganegaraan menimbulkan hubungan timbal balik antara warga negara dengan negaranya.
Setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban terhadap negaranya, sebaliknya negara
mempunyai kewajiban memberikan perlindungan terhadap warga negaranya. Adanya
hubungan yang erat antara negara dan warga negara, diperlukan suatu aturan, ketentuan
berupa Undang-undang yang mengatur keduanya.

b. Sejak Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, masalah kewarganegaraan diatur


dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 1946. Selama kurun waktu berjalan Undang-undang
tersebut diadakan perubahan-perubahan yang selanjutnya menjadi Undang-undang Nomor 6
Tahun 1947, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1947, Undang-undang Nomor 62 Tahun 1958 dan
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1976. Karena secara filosofis, yuridis dan sosiologis Undang-
undang tersebut dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan masyarakat dan
ketatanegaraan Republik Indonesia maka selanjutnya disempurnakan lagi menjadi Undang-
undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.

c. Mahasiswa dituntut untuk memiliki pengetahuan yang luas termasuk pengetahuan


tentang kewarganegaraan. Dengan mempelajari ilmu tentang kewarganegaraan diharapkan
dapat memberikan bekal pengetahuan yang berguna untuk mendukung pelaksanaan tugas
dikemudian hari.

2. Maksud dan Tujuan.

a. Maksud. Modulini disusun dengan maksud untuk dijadikan salah satu bahan ajaran bagi
pendidikan Mahasiswa program SPARK #1 .

b. Tujuan. Agar pendidikan Mahasiswa program SPARK #1 mengerti tentang


Kewarganegaraan sebagai bekal dalam pelaksanaan tugas di satuan.

RAHASIA

3. Ruang Lingkup dan Tata urut.

a. Bab I Pendahuluan.
2

b. Bab II Pemahaman tentang Bangsa dan Negara.


c. Bab III Hubungan Warga Negara dan Negara.
d. Bab IV Demokrasi.
e. Bab V Hak Azasi Manusia.
f. Bab VI Penutup.

4. Pengertian.

a. Monarki berasal dari bahasa Yunani “Monos” yang berarti tunggal dan “archein” yang
berarti memerintah. Jadi negara monarki adalah bentuk negara yang pemerintahannya hanya
dikuasai dan diperintah oleh satu orang secara turun temurun.

b. Demokrasi liberal yang artinya pemerintahan dijalankan oleh kelompok pemilik modal.

c. Diktator suatu pemerintahan yang dijalankan sesuai kehendak pimpinan dengan cara
kekerasan.

d. Koorporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik badan
hukum maupun bukan badan hukum.

BAB II

PEMAHAMAN TENTANG BANGSA DAN NEGARA

5. Umum. Terbentuknya suatu bangsa dapat dilihat dari proses terjadinya sebuah negara atau
terbentuknya suatu bangsa, beberapa ahli berpendapat tentang proses terbentuknya negara dan unsur-
unsur yang harus dimiliki oleh suatu bangsa, sehingga untuk dapat dikatakan/disebut suatu negara, maka
perlu mempelajari tentang proses terbentuknya dan unsur-unsur suatu bangsa dan negara.

6. Pemahaman tentang Bangsa dan Negara.

a. Bangsa Indonesia. Bangsa adalah orang-orang yang memiliki kesamaan asal keturunan,
adat, bahasa dan sejarah serta berpemerintahan sendiri. Bangsa adalah kumpulan manusia yang
biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan wilayah tertentu di muka bumi (Kamus Besar
Bahasa Indonesia Edisi Ke dua, Depdikbud, halaman 89). Dengan demikian, bangsa Indonesia
adalah sekelompok manusia yang mempunyai kepentingan yang sama dan menyatakan dirinya
sebagai satu bangsa serta berproses di dalam satu wilayah: nusantara/Indonesia.

b. Pemahaman negara.

1) Pemahaman negara.

a) Negara adalah suatu organisasi dari sekelompok atau beberapa


kelompok manusia yang bersama-sama mendiami satu wilayah tertentu dan
mengakui adanya satu pemerintahan yang mengurus tata tertib serta
keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia tersebut.
3

b) Negara adalah satu perserikatan yang melaksanakan satu pemerintahan


melalui hukum yang mengikat masyarakat dengan kekuasaan untuk memaksa
untuk ketertiban sosial. Masyarakat ini berada dalam satu wilayah tertentu
yang membedakannya dari kondisi masyarakat lain di luarnya.

2) Teori terbentuknya negara.

a) Teori hukum alam. Pemikiran pada masa Plato dan Aristoteles: Kondisi
alam → tumbuhnya manusia→ berkembangnya negara.

b) Teori Ketuhanan. (Islam + Kristen) → segala sesuatu adalah ciptaan


Tuhan.

c) Teori Perjanjian (Thomas Hobbes). Manusia menghadapi kondisi alam


dan timbullah kekerasan. Manusia akan musnah bila ia tidak mengubah cara-
caranya. Manusia pun bersatu untuk mengatasi tantangan dan menggunakan
persatuan dalam gerak tunggal untuk kebutuhan bersama.

3) Proses terbentuknya negara di zaman modern. Proses tersebut dapat berupa


penaklukan, peleburan (fusi), pemisahan diri dan pendudukan atas negara atau wilayah
yang belum ada pemerintahan sebelumnya.

4) Unsur negara:

a) Bersifat konstitutif. Ini berarti bahwa dalam negara tersebut terdapat


wilayah yang meliputi udara, darat dan perairan (dalam hal ini unsur perairan
tidak mutlak), rakyat atau masyarakat dan pemerintahan yang berdaulat.

b) Bersifat deklaratif. Sifat ini ditunjukkan oleh adanya tujuan negara,


undang-undang dasar, pengakuan dari negara lain baik secara "de jure" maupun
"de facto" dan masuknya negara dalam perhimpunan bangsa-bangsa misalnya
PBB.

5) Bentuk Negara. Sebuah negara dapat berbentuk negara kesatuan (unitary


state) dan negara serikat (federation).

7. Negara dan Warga Negara dalam Sistem Kenegaraan Indonesia. Kedudukan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Negara yang pada dasarnya mensyaratkan adanya wilayah, pemerintahan, penduduk
sebagai warga negara dan pengakuan dari negara-negara lain sudah dipenuhi oleh Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). NKRI negara berdaulat yang mendapatkan pengakuan dari dunia internasional
dan menjadi anggota PBB. NKRI mempunyai kedudukan kewajiban yang sama dengan negara-negara
lain di dunia serta memelihara dan menjaga perdamaian dunia karena kehidupan di NKRI tidak dapat
terlepas dari pengaruh kehidupan dunia internasional (global). NKRI didirikan berdasarkan UUD NRI
1945 yang mengatur tentang kewajiban negara terhadap warganya dan hak serta kewajiban warga
negara terhadap negaranya dalam suatu sistem kenegaraan. Kewajiban negara terhadap warganya pada
dasarnya adalah berikan kesejahteraan hidup dan keamanan lahir bathin sesuai dengan sistem
demokrasi yang dianutnya. Negara juga wajib melindungi hak Azasi warganya sebagai manusia secara
individual (HAM) berdasarkan ketentuan internasional, yang dibatasi oleh ketentuan agama, etika moral
dan budaya yang berlaku di negara Indonesia dan oleh sistem kenegaraan yang digunakan.

8. Proses Bangsa yang Menegara. Proses bangsa yang menegara memberikan gambaran tentang
bagaimana terbentuknya bangsa, di mana sekelompok manusia yang berada di dalamnya merasa sebagai
4

bagian dari bangsa. Negara merupakan organisasi yang mewadahi bangsa. Bangsa tersebut merasakan
pentingnya keberadaan negara, sehingga tumbuhlah kesadaran untuk mempertahankan tetap tegak dan
utuhnya negara melalui upaya bela negara. Upaya ini dapat terlaksana dengan baik apabila tercipta pola
pikir, sikap dan tindak/perilaku bangsa yang berbudaya yang memotivasi keinginan untuk membela
negara: bangsa yang berbudaya, artinya bangsa yang mau melaksanakan hubungan dengan penciptanya
“Tuhan" disebut agama, bangsa yang mau berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya disebut
ekonomi, bangsa yang mau berhubungan dengan lingkungan sesama dan alam sekitarnya disebut sosial ,
bangsa yang mau berhubungan dengan kekuasaan disebut politik, bangsa yang mau hidup aman tentram
dan sejahtera dalam negara disebut pertahanan dan keamanan.

Pada zaman modern adanya negara lazimnya dibenarkan oleh anggapan atau pandangan
kemanusiaan. Demikian pula halnya dengan bangsa Indonesia. Alinea Pertama Pembukaan UUD NRI
1945 merumuskan bahwa adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah karena kemerdekaan adalah
hak segala bangsa sehingga penjajahan yang bertentangan dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan
harus dihapuskan. Apabila "dalil" ini kita analisis secara teoritis, hidup berkelompok baik bermasyarakat,
berbangsa maupun bernegara seharusnya tidak mencerminkan eksploitasi sesama manusia (penjajahan)
melainkan harus berperikemanusiaan dan berperikeadilan. Inilah teori pembenaran paling mendasar dari
bangsa Indonesia tentang bernegara. Hal yang ke dua yang memerlukan suatu analisis ialah bahwa
kemerdekaan merupakan hak segala bangsa. Tetapi dalam penerapannya sering timbul pelbagai ragam
konsep bernegara yang saling bertentangan. Perbedaan konsep tentang negara yang dilandasi oleh
pemikiran ideologis adalah penyebab utamanya. Karena itu kita perlu memahami filosofi
ketatanegaraan tentang makna kebebasan atau kemerdekaan suatu bangsa dalam kaitannya dengan
ideologinya. Namun di zaman modern, teori yang universal ini tidak diikuti orang. Kita mengenal
banyak bangsa yang menuntut wilayah yang sama dan pemerintahan yang menuntut bangsa yang sama.
Orang kemudian beranggapan bahwa untuk memperoleh pengakuan dari bangsa Iain, suatu negara
memerlukan mekanisme yang lazim disebut proklamasi kemerdekaan. Perkembangan pemikiran seperti
ini mempengaruhi perdebatan di dalam PPKI, baik pada saat pembahasan wilayah negara maupun
perumusan Pembukaan UUD NRI 1945 yang sebenarnya direncanakan sebagai naskah Proklamasi.
Karena itu, merupakan suatu kenyataan bahwa tidak satu pun warga negara Indonesia yang tidak
menganggap bahwa terjadinya Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah pada waktu Proklamasi 17
Agustus 1945 sekalipun ada pihak-pihak (terutama luar negeri) yang beranggapan berbeda dari teori
yang universal.

Dengan demikian, sekalipun pemerintah belum terbentuk, bahkan hukum dasarnya pun belum
disahkan, bangsa Indonesia beranggapan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah ada sejak
kemerdekaannya diproklamasikan. Bahkan apabila kita kaji rumusan alinea ke dua Pembukaan UUD
NRI 1945, bangsa Indonesia beranggapan bahwa terjadinya negara merupakan suatu proses atau
rangkaian tahap-tahap yang berkesinambungan. Secara ringkas proses tersebut adalah sebagai berikut:

a. Perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia;

b. Proklamasi atau pintu gerbang kemerdekaan; dan

c. Keadaan bernegara yang nilai-nilai dasarnya ialah merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur.

Bangsa Indonesia menerjemahkan secara terperinci perkembangan teori kenegaraan tentang terjadinya
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai berikut:

Pertama. Terjadinya Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan suatu proses yang tidak
sekadar dimulai dari proklamasi. Perjuangan kemerdekaan pun mempunyai peran khusus dalam
pembentukan ide-ide dasar yang dicita-citakan;
5

Ke dua. Proklamasi baru "mengantar bangsa Indonesia" sampai ke pintu gerbang kemerdekaan.
Adanya proklamasi tidak berarti bahwa kita telah "selesai" bernegara;

Ke tiga. Keadaan bernegara yang kita cita-citakan belum tercapai hanya dengan adanya
pemerintahan, wilayah dan bangsa, melainkan harus kita isi untuk menuju keadaan merdeka,
berdaulat, bersatu, adil dan makmur;

Ke empat. Terjadinya negara adalah kehendak seluruh bangsa, bukan sekedar keinginan
golongan yang kaya dan yang pandai atau golongan ekonomi lemah yang menentang golongan
ekonomi kuat seperti dalam teori kelas; dan

Ke lima. Religiositas yang tampak pada terjadinya negara menunjukkan kepercayaan bangsa
Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Unsur ke lima inilah yang kemudian diterjemahkan
menjadi pokok-pokok pikiran ke empat yang terkandung di dalam Pembukaan UUD NRI 1945
yaitu bahwa Indonesia bernegara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang (pelaksanaannya)
didasarkan pada kemanusiaan yang adil dan beradab.

Karena itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan
penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral
rakyat yang luhur. Demikianlah terjadinya negara menurut bangsa Indonesia dan dampak yang
diharapkan akan muncul dalam bernegara. Proses bangsa yang menegara di Indonesia diawali dengan
adanya pengakuan yang sama atas kebenaran hakiki dan kesejarahan yang merupakan gambaran
kebenaran secara faktual dan otentik. Kebenaran hakiki dan kesejarahan yang dimaksud adalah:

Pertama Kebenaran yang berasal dari Tuhan pencipta alam semesta, kebenaran tersebut adalah
sebagai berikut: Ke-Esa-an Tuhan, manusia harus beradab; manusia harus bersatu, manusia
harus memiliki hubungan sosial dengan lainnya serta mempunyai nilai keadilan, Kekuasaan di
dunia adalah kekuasaan manusia. Kebenaran-kebenaran ini kemudian dijadikan sebagai falsafah
hidup yang harus direalisasikan sebagai sebuah cita-cita atau ideologi. Di Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI), rumusan falsafah dan ideologi tersebut disebut Pancasila. Lima
kebenaran hakiki ini telah digali oleh Bung Karno (Presiden RI pertama) dan dikemukakan oleh
Badan Pekerja Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) tanggal 1 Juni 1945 pada saat
sidang lanjutan yang membicarakan dasar negara. Lima hal itu kemudian dituangkan dalam
Pembukaan UUD NRI 1945; dan

Ke dua Kesejarahan. Sejarah adalah salah satu dasar yang tidak dapat ditinggalkan karena
merupakan bukti-otentik. Berdasarkan sejarah pula bangsa kita akan mengetahui dan
memahami proses terbentuknya NKRI sebagai hasil perjuangan bangsa. Dengan demikian kita
akan mengerti dan menyadari kewajiban individual terhadap bangsa dan negara. NKRI dalam
kesejarahan terbentuk karena bangsa Indonesia memerlukan wadah organisasi untuk
mewujudkan cita-cita memproklamasikan kebebasan bangsa dari penjajahan Belanda. Dengan
demikian, adalah logis apabila bangsa Indonesia memperoleh hak-haknya dan mempertahankan
utuhnya bangsa dan tetap tegaknya negara dari generasi ke generasi. Setiap generasi harus
mempunyai pandangan yang sama mengenai kepentingan ini. Kesamaan pandangan ini penting
bagi landasan visional (Wawasan nusantara) dan landasan konsepsional (Ketahanan nasional)
yang disampaikan melalui pendidikan, lingkungan pekerjaan dan lingkungan masyarakat disebut
pendidikan pendahuluan bela negara.

9. Pemahaman Hak dan Kewajiban Warga Negara. Dalam UUD NRI 1945 Bab X, pasal tentang
warga negara telah diamanatkan pada Pasal 26, 27, 28 dan 30, sebagai berikut:
6

a. Pasal 26, Ayat (1) yang menjadi warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli
dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-undang sebagai warga negara. Pada
ayat (2) syarat-syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan Undang-undang;

b. Pasal 27, Ayat (1) Segala warga negara bersamaan dengan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya. Pada ayat (2) tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan;

c. Pasal 28, Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan
dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang; dan

d. Pasal 30, ayat (1) Hak dan kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam pembelaan
negara dan ayat (2) menyatakan pengaturan lebih lanjut diatur dengan Undang-undang.

BAB III

HUBUNGAN WARGA NEGARA DAN NEGARA

10. Umum. Setiap negara mengatur warga negaranya dalam setiap kehidupan yang dijamin oleh
Undang-undang, salah satunya Undang-undang Nomor 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan dalam
pasal 26 ayat 1 mengatur bahwa yang menjadi warga negara Indonesia adalah orang-orang bangsa
Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang bertempat tinggal di Indonesia dan mengakui Indonesia
sebagai tanah airnya, bersikap setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dan disahkan oleh
Undang-undang sebagai warga negara.

11. Warga Negara. Kedudukan warga negara dalam negara. Dalam menentukan kewarganegaraan
seseorang dikenal adanya Azas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran dan azas kewarganegaraan
berdasarkan perkawinan. Dalam penentuan kewarganegaraan didasarkan pada sisi kelahiran dikenal dua
azas yaitu azas ius soli dan azas ius sanguinis. Ius artinya hukum atau dalil, soli berasal dari kata solum
yang artinya negeri atau tanah, sanguinis berasal dari kata sanguis yang artinya darah.

a. Azas Ius Soli. Azas yang menyatakan bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan
dari tempat di mana orang tersebut dilahirkan.

b. Azas Ius Sanguinis. Azas yang menyatakan bahwa kewarganegaraan seseorang


ditentukan berdasarkan keturunan dari orang tersebut.

c. Selain dari sisi kelahiran, penentuan kewarganegaraan dapat didasarkan pada aspek
perkawinan yang mencakup azas kesatuan hukum dan azas persamaan derajat:

1) Azas persamaan hukum didasarkan pandangan bahwa suami isteri adalah suatu
ikatan yang tidak terpecah sebagai inti dari masyarakat dalam menyelenggarakan
kehidupan bersama. Berdasarkan azas ini diusahakan status kewarganegaraan suami
dan isteri adalah sama dan satu; dan

2) Azas persamaan derajat berasumsi bahwa suatu perkawinan tidak menyebabkan


perubahan status kewarganegaraan suami atau isteri, ke duanya memiliki hak yang sama
7

untuk menentukan sendiri kewarganegaraan dan mereka dapat berbeda


kewarganegaraannya seperti halnya ketika mereka belum berkeluarga.

12. Warga Negara Indonesia. Ketentuan mengenai warga negara Indonesia diatur dalam Undang-
undang Dasar NRI 1945 dan dijabarkan ke dalam Undang-undang RI Nomor 12 tahun 2006.

a. Negara Indonesia telah menentukan siapa-siapa yang menjadi warga negara. Ketentuan
tersebut tercantum dalam pasal 26 UUD NRI 1945 sebagai berikut:

1) yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-
orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-undang sebagai warga negara;

2) penduduk ialah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal
di Indonesia; dan

3) hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan Undang-undang.

b. Dalam Undang-undang Dasar NRI 1945 ketentuan tentang warga negara telah
diamanatkan pada pasal 26, 27, 28, 29, 30, 31 dan 33 memiliki hubungan yang erat dengan
negaranya antara lain:

1) Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan. Negara Kesatuan


Republik Indonesia menganut azas bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan
yang sama di hadapan hukum dan pemerintahan. Ini adalah konsekuensi dari prinsip
kedaulatan rakyat yang bersifat kerakyatan. Pasal 27 ayat (1) menyatakan tentang
kesamaan kedudukan warga negara di dalam hukum dan pemerintahan dan kewajiban
warga negara dalam menjunjung hukum dan pemerintahan tanpa perkecualian. Hal ini
menunjukkan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban dan tidak adanya
diskriminasi di antara warga negara mengenai ke dua hal ini. Pasal ini, seperti telah
dijelaskan sebelumnya, menunjukkan kepedulian kita terhadap hak azasi.

2) Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 27
ayat (2) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal ini memancarkan azas keadilan
sosial dan kerakyatan. Berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur hal ini
seperti yang terdapat dalam Undang-undang agraria, perkoperasian, penanaman modal,
sistem pendidikan nasional, tenaga kerja, usaha perasuransian, jaminan sosial tenaga
kerja, perbankan dan sebagainya bertujuan menciptakan lapangan kerja agar warga
negara memperoleh penghidupan yang layak.

3) Kemerdekaan berserikat dan berkumpul. Pasal 28 UUD NRI 1945 menetapkan


hak warga negara dan penduduk untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
secara lisan maupun tertulis dan sebagainya. Syarat-syaratnya akan diatur dalam
Undang-undang. Pasal ini mencerminkan bahwa negara Indonesia bersifat demokratis.
Pelaksanaan pasal 28 telah diatur dalam Undang-undang antara lain:

a) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1985 tentang perubahan atas Undang-


undang Nomor 15 Tahun 1969 tentang Pemilihan umum anggota-anggota badan
permusyawaratan/perwakilan rakyat sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang Nomor 4 Tahun 1975 dan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1980.
8

b) Undang-undang Nomor 2 Tahun 1985 tentang perubahan atas Undang-


undang Nomor 16 Tahun 1969 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan
DPRD sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1975.

Kemerdekaan berserikat dan berkumpul ini menyangkut sejarah yang panjang, baik pada
zaman penjajahan maupun pada zaman Indonesia merdeka. Sedangkan hak
mengungkapkan pikiran secara lisan, tertulis dan sebagainya dalam pasal 28 UUD NRI
1945, terutama untuk media pers, telah diatur dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun
1982 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 tahun 1966 tentang ketentuan-
ketentuan pokok pers sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 4
Tahun 1967 yang menentukan bahwa pers Indonesia pada dasarnya adalah bebas untuk
mengeluarkan pikirannya, namun harus bertanggung jawab. Pers ini lazimnya disebut
pers yang bebas dan bertanggung jawab. Pasal 28 UUD NRI 1945 memuat frase "dan
sebagainya" untuk menunjukkan terbukanya kemungkinan bahwa seseorang
mengeluarkan pikiran bukan secara lisan atau tertulis, tetapi dengan cara lain.

4) Kemerdekaan memeluk agama (pasal 29):

a) Ayat (1) UUD NRI 1945 menyatakan: "Negara berdasar atas Ketuhanan
Yang Maha Esa". Selanjutnya penjelasan UUD NRI 1945 menyebutkan bahwa
ayat ini menyatakan kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha
Esa; dan

c) Ayat (2) menyatakan: "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk


untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut
agamanya dan kepercayaannya itu". Kebebasan memeluk agama
merupakan salah satu hak yang paling azasi di antara hak-hak azasi manusia
karena kebebasan beragama itu langsung bersumber pada martabat
manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Hak atas kebebasan beragama
bukan pemberian negara atau pemberian golongan. Agama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah berdasarkan keyakinan
sehingga tidak dapat dipaksakan. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa itu sendiri tidak memaksa setiap manusia untuk memeluk
dan menganutnya.

5) Hak dan kewajiban pembelaan negara (pasal 30).

a) Ayat (1) UUD NRI 1945 menyatakan hak dan kewajiban setiap warga
negara untuk ikut serta dalam usaha pembelaan negara.

b) Ayat (2) menyatakan bahwa pengaturannya lebih lanjut dilakukan


dengan Undang-undang. Undang-undang yang dimaksud adalah Undang-
undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang pokok-pokok pertahanan keamanan
negara yang antara lain mengatur sistem pertahanan keamanan rakyat semesta.

6) Hak mendapat pengajaran. Sesuai dengan tujuan Negara Kesatuan Republik


Indonesia yang tercermin dalam alinea ke empat Pembukaan UUD NRI 1945, yaitu
bahwa pemerintah negara Indonesia antara lain berkewajiban mencerdaskan kehidupan
bangsa, pasal 31 ayat (1) UUD NRI 1945 menetapkan bahwa tiap-tiap warga negara
berhak mendapat pengajaran. Untuk itu, UUD NRI 1945 mewajibkan pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur
dengan Undang-undang (pasal 31 ayat 2).
9

Sistem pendidikan nasional diatur dengan Undang-undang Nomor 2 Tahun


1989. Undang-undang ini menetapkan bahwa penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan
melalui dua jalur, yaitu jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah. Jalur
pendidikan sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui
kegiatan belajar-mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan. Sedangkan jalur
pendidikan luar sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarkan di luar sekolah.
Pendidikan luar sekolah ini mencakup pendidikan keluarga. Pelaksanaan Undang-
undang ini terdapat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27, 28, 29 Tahun 1990 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 1999, masing-masing tentang pendidikan pra
sekolah, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi. Peraturan
pemerintah tersebut juga menetapkan pelaksanaan wajib belajar 9 tahun secara
bertahap.

7) Kesejahteraan sosial. Pasal 33 dan 34 UUD NRI 1945 mengatur kesejahteraan sosial.
Pasal 31 yang terdiri atas tiga ayat menyatakan:

a) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan


kekeluargaan.

b) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai


hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.

c) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Selanjutnya penjelasan pasal 33 UUD NRI 1945 menetapkan bahwa produksi


dikerjakan oleh semua, untuk semua, di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-
anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran
satu orang saja. Karena itu, perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan
azas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.
Perekonomian di negara Indonesia berdasarkan demokrasi ekonomi di mana
kemakmuran adalah bagi semua orang. Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting
bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara.
Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-orang tertentu yang berkuasa
sementara rakyat banyak justru tertindas. Hanya perusahaan yang tidak menguasai
hajat hidup orang banyak yang boleh berada di tangan orang-seorang. Bumi dan air
dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran
rakyat sehingga harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Pasal 33 UUD NRI 1945 ini merupakan pasal yang penting dan
esensial karena menyangkut pelaksanaan demokrasi ekonomi dan keadilan sosial.
Cukup banyak Undang-undang sebagai pelaksana pasal 33 UUD NRI 1945 ini, antara lain
Undang-undang Nomor 25 tahun 1992 tentang perkoperasian sebagai penyempurnaan
dari Undang-undang Nomor 12 tahun 1967, Undang-undang Nomor 2 tahun 1992
tentang usaha perasuransian dan Undang-undang Nomor 7 tahun 1992 tentang
Perbankan. Semangat mewujudkan keadilan sosial terpancar pula di dalam pasal
berikutnya, yaitu pasal 34 UUD NRI 1945 yang mengatur bahwa fakir miskin dan anak-
anak terlantar dipelihara oleh negara. Undang-undang sebagai pelaksana pasal 34 UUD
NRI 1945 ini misalnya Undang-undang Nomor 6 tahun 1974 tentang ketentuan-
ketentuan pokok kesejahteraan sosial, Undang-undang Nomor 4 tahun 1979 tentang
kesejahteraan anak.
10

c. Dalam Undang-undang RI Nomor 12 tahun 2006 pasal 4 dan 5 dinyatakan bahwa warga
negara Indonesia adalah:

1) setiap orang yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dan atau


berdasarkan perjanjian pemerintah Republik Indonesia dan negara lain sebelum Undang-
undang ini berlaku sudah menjadi warga negara Indonesia;

2) anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah dan ibu warga
negara Indonesia;

3) anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara asing
dan ibu warga negara Indonesia;

4) anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang ayah warga negara
Indonesia dan ibu warga negara asing;

5) anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara
Indonesia, tetapi ayahnya tidak mempunyai kewarganegaraan atau hukum negara asal
ayahnya tidak memberikan kepada anak tersebut;

6) anak yang lahir dalam tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari setelah ayahnya
warga negara Indonesia. Ditentukannya “tenggang waktu 300 (tiga ratus) hari“ dengan
pertimbangan bahwa tenggang waktu tersebut merupakan tenggang waktu yang
dianggap cukup untuk meyakini bahwa anak tersebut benar-benar anak dari ayah yang
meninggal dunia;

7) anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara
Indonesia;

8) anak yang lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang ibu warga negara asing
yang diakui dari seorang ayah warga negara Indonesia sebagai anaknya dan pengakuan
itu dilakukan sebelum anak itu berusia 18 (delapan belas) tahun ataupun belum kawin;

9) anak yang lahir di wilayah Republik Indonesia yang pada waktu lahir tidak jelas
status kewarganegaraan ayah dan ibunya;

10) anak yang baru lahir di wilayah negara Republik Indonesia selama ayah dan
ibunya tidak diketahui;

11) anak yang lahir di wilayah Republik Indonesia apabila ayah dan ibunya tidak
mempuyai kewarganegaraan atau tidak diketahui keberadaannya;

12) anak yang lahir dilahirkan di luar wilayah Republik Indonesia dari seorang ayah
dan ibu warga negara Indonesia yang karena ketentuan dari negara tempat anak
tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan;

13) anak dari seorang ayah atau ibu yang telah dikabulkan permohonan
kewarganegaraannya kemudian ayah atau ibunya meninggal dunia sebelum
mengucapkan sumpah atau janji setia;
11

14) anak warga negara Indonesia yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah, belum
berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin diakui secara sah oleh ayahnya yang
berkewarganegaraan asing tetap diakui warga negara Indonesia; dan

15) anak warga negara Indonesia yang belum berusia 5 (lima) tahun diangkat secara
sah sebagai anak sebagai anak warga negara asing berdasarkan penetapan pengadilan
tetap diakui sebagai warga negara Indonesia.

Yang dimaksud ”pengadilan” adalah pengadilan tempat tinggal pemohon dalam


hal permohonan diajukan dalam wilayah negara Republik Indonesia. Bagi pemohon yang
bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia yang dimaksud
“pengadilan” adalah pengadilan sesuai dengan ketentuan di negara tempat tinggal
pemohon.

d. Ketentuan mengenai status kewarganegaraan dan perlakuan terhadap warga negara


diatur dalam Undang-undang RI Nomor 12 tahun 2006 pasal 6 dan pasal 7, yang menyatakan
bahwa:

1) dalam hal status kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak,


sebagaimana yang dimaksud pada angka 3), 4), 11), 14) dan 15) di atas, berakibat anak
berkewarganegaraan ganda, setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin
anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu kewarganegaraaannya;

2) pernyataan untuk memilih kewarganegaraan dibuat secara tertulis dan


disampaikan kepada pejabat dengan melampirkan dokumen sebagaimana ditentukan
dalam peraturan perundang-undangan;

3) pernyataan untuk memilih kewarganegaraan disampaikan dalam waktu paling


lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;
dan

4) Setiap orang yang bukan warga negara Indonesia diperlakukan sebagai orang
asing.

13. Syarat dan Tata Cara Memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia. Dalam pasal 8
Undang-undang RI Nomor 12 tahun 2006 dinyatakan bahwa kewarganegaraan Republik Indonesia dapat
juga diperoleh melalui pewarganegaraan. Pewarganegaraan adalah tata cara bagi orang asing untuk
memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia melalui permohonan.

a. Syarat memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam Undang-undang


RI Nomor 12 tahun 2006 pasal 9. Permohonan pewarganegaraan dapat diajukan oleh pemohon
jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1) telah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin;

2) pada waktu pengajuan permohonan sudah bertempat tinggal di wilayah negara


Republik Indonesia paling singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10
(sepuluh) tahun tidak berurut-turut;

3) sehat jasmani dan rohani;


12

4) dapat berbahasa Indonesia serta mengakui dasar negara Pancasila dan Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945;

5) tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak pidana yang diancam
dengan pidana penjara 1 (satu) tahun atau lebih;
6) jika dengan memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia, tidak menjadi
berkewarganegaraan ganda;

7) mempunyai pekerjaan atau penghasilan yang tetap; dan

8) membayar uang pewarganegaraan ke kas negara.


b. Tata cara mengajukan dan memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia diatur
dalam UU RI Nomor 12 tahun 2006 pasal 9 sampai dengan pasal 22. Tata cara permohonan
pewarganegaraan sebagai berikut:

1) permohonan pewarganegaraan diajukan di Indonesia oleh pemohon secara


tertulis dalam bahasa Indonesia di atas kertas materai cukup kepada Presiden melalui
Menteri;

2) berkas permohonan pewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada 1)


disampaikan kepada Pejabat/Menteri;

3) menteri meneruskan permohonan disertai dengan pertimbangan kepada


Presiden dalam waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal permohonan
diterima;

4) permohonan pewarganegaraan dikenai biaya;

5) biaya sebagaimana dimaksud pada 4) diatur dengan Peraturan Pemerintah;

6) presiden mengabulkan atau menolak permohonan pewarga-negaraan;

7) pengabulan permohonan pewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada 6)


ditetapkan dengan Keputusan Presiden;

8) keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada 7) ditetapkan paling lambat 3


(tiga) bulan terhitung sejak permohonan diterima oleh Menteri dan diberitahukan
kepada pemohon paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak Keputusan
Presiden ditetapkan;

9) penolakan permohonan pewarganegaraan sebagaimana dimaksud pada 6) harus


disertai alasan dan diberitahukan oleh Menteri kepada yang bersangkutan paling lambat
3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal permohonan diterima oleh Menteri;

10) keputusan Presiden mengenai pengabulan terhadap permohonan


pewarganegaraan berlaku efektif terhitung sejak tanggal pemohon mengucapkan
sumpah atau menyatakan janji setia;

11) paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak Keputusan Presiden dikirim kepada
pemohon, pejabat memanggil pemohon untuk mengucapkan sumpah atau menyatakan
janji setia;
13

12) dalam hal setelah dipanggil secara tertulis oleh Pejabat untuk mengucapkan
sumpah atau menyatakan janji setia pada waktu yang telah ditentukan ternyata
pemohon tidak hadir tanpa alasan yang sah, Keputusan Presiden tersebut batal demi
hukum;

13) dalam hal pemohon tidak dapat mengucapkan sumpah atau menyatakan janji
setia pada waktu yang telah ditentukan sebagai akibat kelalaian pejabat, pemohon dapat
mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia di hadapan pejabat lain yang ditunjuk
Menteri;

14) pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia sebagaimana dimaksud pada
10) dilakukan di hadapan pejabat;

15) pejabat sebagaimana dimaksud pada 14) membuat berita acara pelaksanaan
pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia;

16) paling lambat 14 (empat belas) hari terhitung sejak pengucapan sumpah atau
pernyataan janji setia, pejabat sebagaimana dimaksud pada 14) menyampaikan berita
acara pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia kepada Menteri;

17) sumpah atau pernyataan janji setia diatur dalam Undang-undang RI Nomor 12
tahun 2006 pasal 14 sebagai berikut:

a) yang mengucapkan sumpah, lafal sumpahnya sebagai berikut:

Demi Allah/demi Tuhan Yang Maha Esa, saya bersumpah melepaskan seluruh
kesetiaan saya kepada kekuasaan asing, mengakui, tunduk dan setia kepada
Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan akan membelanya dengan sungguh-
sungguh serta akan menjalankan kewajiban yang dibebankan negara kepada
saya sebagai warga negara Indonesia dengan tulus dan ikhlas.

b) yang menyatakan janji setia, lafal janji setianya sebagai berikut:

Saya berjanji melepaskan seluruh kesetiaan saya kepada kekuasaan asing,


mengakui, tunduk dan setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia,
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
akan membelanya dengan sungguh-sungguh serta akan menjalankan kewajiban
yang dibebankan negara kepada saya sebagai Warga Negara Indonesia dengan
tulus dan ikhlas.

18) setelah mengucapkan sumpah atau menyatakan janji setia, pemohon wajib
menyerahkan dokumen atau surat-surat keimigrasian atas namanya kepada kantor
imigrasi dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal
pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia. Yang dimaksud dengan “dokumen
atau surat-surat keimigrasian” misalnya paspor biasa, visa, izin masuk, izin tinggal dan
perijinan lainnya yang dikeluarkan oleh Pejabat Imigrasi;
14

19) salinan Keputusan Presiden tentang pewarganegaraan dan berita acara


pengucapan sumpah atau pernyataan janji setia dari Pejabat menjadi bukti sah
kewarganegaraan Republik Indonesia seseorang yang memperoleh kewarganegaraan;

20) menteri mengumumkan nama orang yang telah memperoleh kewarganegaraan


dalam Berita Negara Republik Indonesia;

21) warga negara asing yang kawin secara sah dengan warga negara Indonesia dapat
memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia dengan menyampaikan pernyataan
menjadi warga negara di hadapan pejabat;

22) pernyataan sebagaimana dimaksud pada 21) dilakukan apabila yang


bersangkutan sudah bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia paling
singkat 5 (lima) tahun berturut-turut atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tidak
berturut-turut, kecuali dengan perolehan kewarganegaraan tersebut mengakibatkan
berkewarganegaraan ganda;

23) dalam hal yang bersangkutan tidak memperoleh kewarganegaraan Republik


Indonesia yang diakibatkan oleh kewarganegaraan ganda sebagaimana dimaksud pada
22), yang bersangkutan dapat diberi izin tinggal tetap sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;

24) ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara menyampaikan pernyataan untuk
menjadi warga negara Indonesia sebagaimana dimaksud pada 22) dan 23) diatur
dengan Peraturan Menteri;

25) orang asing yang telah berjasa kepada negara Republik Indonesia atau dengan
alasan kepentingan negara dapat diberi Kewarganegaraan Republik Indonesia oleh
Presiden setelah memperoleh pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia, kecuali dengan pemberian kewarganegaraan tersebut mengakibatkan yang
bersangkutan berkewarganegaraan ganda. Yang dimaksud “orang asing yang telah
berjasa kepada negara Republik Indonesia” adalah orang asing yang karena prestasinya
yang luar biasa di bidang kemanusiaan, ilmu pengetahuan telah memberikan kemajuan
keharuman nama bangsa Indonesia;

26) anak yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin berada dan
bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia, dari ayah atau ibu yang
memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia dengan sendirinya
berkewarganegaraan Republik Indonesia;

27) anak warga negara asing yang belum berusia 5 (lima) tahun yang diangkat secara
sah menurut penetapan pengadilan sebagai anak oleh warga negara Indonesia
memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia. Yang dimaksud dengan
“pengadilan” adalah pengadilan negeri di tempat tinggal pemohon bagi pemohon yang
bertempat tinggal di wilayah negara Republik Indonesia. Bagi pemohon yang bertempat
tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia, yang dimaksud dengan “pengadilan”
adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; dan

28) dalam hal anak sebagaimana dimaksud pada 26) dan 27) memperoleh
kewarganegaraan ganda, anak tersebut harus menyatakan memilih salah satu
kewarganegaraannya.
15

c. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mengajukan dan memperoleh


kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah.

14. Kehilangan Kewarganegaraan RI. Ketentuan mengenai bagaimana, siapa saja warga negara yang
kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam Undang-undang RI Nomor 12 tahun 2006
pasal 23 sampai dengan pasal 28.

a. Dalam Undang-undang RI Nomor 12 tahun 2006 pasal 23 dinyatakan bahwa warga


negara Indonesia kehilangan kewarganegaraannya jika yang bersangkutan:

1) memperoleh kewarganegaraan lain atas kemauannya sendiri;

2) tidak menolak atau tidak melepaskan kewarganegaraan lain, sedangkan orang


yang bersangkutan mendapat kesempatan untuk itu;

3) dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonannya


sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin,
bertempat tinggal di luar negeri dan dengan dinyatakan hilang kewarganegaraan
Republik Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan;

4) masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari Presiden.
Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi mereka yang mengikuti program pendidikan di
negara lain yang mengharuskan mengikuti wajib militer;

5) secara sukarela masuk dalam dinas negara asing yang jabatan dalam dinas
semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
hanya dapat dijabat oleh warga negara Indonesia. Yang dimaksud dengan ”jabatan
dalam dinas semacam itu di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan hanya dapat dijabat oleh warga negara Indonesia” antara lain pegawai negeri,
pejabat negara dan intelijen. Apabila warga negara Indonesia menjabat dalam dinas
sejenis itu di negara asing, yang bersangkutan kehilangan kewarganegaraan Republik
Indonesia. Dengan demikian tidak semua jabatan dalam dinas negara asing
mengakibatkan kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia;

6) secara sukarela mengangkat sumpah atau menyatakan janji setia kepada negara
asing atau bagian dari negara asing tersebut;

7) tidak diwajibkan tetapi turut serta dalam pemilihan sesuatu yang bersifat
ketatanegaraan untuk suatu negara asing;
8) mempunyai paspor atau surat yang bersifat paspor dari negara asing atau surat
yang dapat diartikan sebagai tanda kewarganegaraan yang masih berlaku dari negara
lain atas namanya;

9) bertempat tinggal di Iuar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima)


tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan
dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi warga negara
Indonesia sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir dan setiap 5 (lima) tahun
berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi warga
negara Indonesia kepada perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal yang bersangkutan padahal perwakilan Republik Indonesia tersebut telah
memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan sepanjang yang
bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan; dan
16

10) ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 huruf d tidak berlaku bagi
mereka yang mengikuti program pendidikan di negara lain yang mengharuskan
mengikuti wajib militer.

b. Ketentuan kehilangan kewarganegaraan bagi ayah, ibu, anak laki-laki, perempuan warga
negara Indonesia yang kawin dengan warga negara asing diatur dalam Undang-undang RI
Nomor 12 tahun 2006 pasal 24, pasal 25 dan pasal 26, yang menyatakan:

1) kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia bagi seorang ayah tidak dengan


sendirinya berlaku terhadap anaknya yang mempunyai hubungan hukum dengan
ayahnya sampai dengan anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah
kawin;

2) kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia bagi seorang ibu tidak dengan


sendirinya berlaku terhadap anaknya yang tidak mempunyai hubungan hukum dengan
ayahnya sampai dengan anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah
kawin;

3) kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia karena memperoleh


kewarganegaraan lain bagi seorang ibu yang putus perkawinannya, tidak dengan
sendirinya berlaku terhadap anaknya sampai dengan anak tersebut berusia 18 (delapan
belas) tahun atau sudah kawin;

4) dalam hal status kewarganegaraan Republik Indonesia terhadap anak


sebagaimana dimaksud pada 1), 2), dan 3) berakibat anak berkewarganegaraan ganda,
setelah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin anak tersebut harus
menyatakan memilih salah satu kewarganegaraannya;

5) perempuan warga negara Indonesia yang kawin dengan laki-laki warga negara
asing kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum negara asal
suaminya, kewarganegaraan isteri mengikuti kewarganegaraan suami sebagai akibat
perkawinan tersebut;

6) laki-laki warga negara Indonesia yang kawin dengan perempuan warga negara
asing kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia jika menurut hukum negara asal
isterinya, kewarganegaraan suami mengikuti kewarganegaraan isteri sebagai akibat
perkawinan tersebut;

7) perempuan sebagaimana dimaksud pada 5) atau laki-laki sebagaimana dimaksud


pada 6), jika ingin tetap menjadi warga negara Indonesia dapat mengajukan surat
pernyataan mengenai keinginannya kepada pejabat atau perwakilan Republik Indonesia
yang wilayahnya meliputi tempat tinggal perempuan atau laki-laki tersebut, kecuali
pengajuan tersebut mengakibatkan kewarganegaraan ganda;

8) surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada 4) dapat diajukan oleh


perempuan sebagaimana dimaksud pada 5) atau laki-laki sebagaimana dimaksud pada 6)
setelah 3 (tiga) tahun sejak tanggal perkawinannya berlangsung; dan

9) kehilangan kewarganegaraan bagi suami atau isteri yang terikat perkawinan


yang sah tidak menyebabkan hilangnya status kewarganegaraan dari isteri atau suami.
17

c. Setiap orang yang memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia berdasarkan


keterangan yang kemudian hari dinyatakan palsu atau dipalsukan, tidak benar atau terjadi
kekeliruan mengenai orangnya oleh instansi yang berwenang dinyatakan batal
kewarganegaraannya.

d. Menteri mengumumkan nama orang yang kehilangan kewarganegaraan RI dalam berita


negara RI.

e. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara kehilangan dan pembatalan
kewarganegaraan diatur dalam Peraturan Pemerintah.

15. Syarat dan Tata Cara Memperoleh Kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia. Bagaimana
prosedur untuk memperoleh kembali kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam Undang-
undang RI Nomor 12 tahun 2006 pasal 31 dan pasal 32.

a. Dalam Undang-undang RI Nomor 12 tahun 2006 pasal 31 dinyatakan bahwa seseorang


yang kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia dapat memperoleh kembali
kewarganegaraannya melalui prosedur pewarganegaraan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9
sampai dengan pasal 18 dan pasal 22. Pasal-pasal tersebut mengatur tentang syarat dan tata
cara memperoleh kewarganegaraan Republik Indonesia.

b. Dalam Undang-undang RI Nomor 12 tahun 2006 pasal 32 mengatur ketentuan proses


memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia bagi warga negara Indonesia yang
telah dinyatakan kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia karena alasan perkawinan
dengan warga negara asing dan karena bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik
Indonesia.

1) warga Negara Indonesia yang kehilangan kewarganegaraan Republik Indonesia


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (9), Pasal 25, dan Pasal 26 ayat (1) dan ayat
(2) dapat memperoleh kembali Kewarganegaraan Republik Indonesia dengan
mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri tanpa melalui prosedur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 sampai dengan Pasal 17. Ketentuan ini dimaksudkan untuk
memberikan kemudahan kepada anak dan isteri atau anak dan suami yang kehilangan
kewarganegaraan Republik Indonesia tanpa melalui proses pewarganegaraan;

2) dalam hal pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertempat tinggal di
luar wilayah negara Republik Indonesia, permohonan disampaikan melalui perwakilan
Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pemohon;

3) permohonan untuk memperoleh kembali kewarganegaraan Republik Indonesia


dapat diajukan oleh perempuan atau laki-laki yang kehilangan kewarganegaraannya
akibat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan ayat (2) sejak
putusnya perkawinan. Yang dimaksud dengan ”putusnya perkawinan” adalah putusnya
perkawinan karena perceraian berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap atau karena suami atau isteri meninggal dunia; dan

4) kepala perwakilan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada 2)


meneruskan permohonan tersebut kepada Menteri dalam waktu paling lama 14 (empat
belas) hari setelah menerima permohonan.

c. Selanjutnya penentuan lamanya waktu pemberian persetujuan dan penolakan,


ditentukan dalam Undang-undang RI Nomor 12 tahun 2006 pasal 33, yang menyatakan bahwa
18

persetujuan atau penolakan permohonan memperoleh kembali kewarganegaraan Republik


Indonesia diberikan paling lambat 3 (tiga) bulan oleh Menteri atau pejabat terhitung sejak
tanggal diterimanya permohonan.

d. Menteri mengumumkan nama orang yang memperoleh kembali kewarganegaraan RI


dalam berita negara RI.

e. Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara memperoleh kembali
kewarganegaraan Republik Indonesia diatur dalam Peraturan pemerintah.

16. Ketentuan Pidana. Ketentuan pidana bagi pejabat dan pemohon kewarganegaraan diatur dalam
Undang-undang RI Nomor 12 tahun 2006 pasal 36, pasal 37 dan pasal 38.

a. Dalam pasal 36 dinyatakan:

1) pejabat yang karena kelalaiannya melaksanakan tugas dan kewajibannya


sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang ini sehingga mengakibatkan seseorang
kehilangan hak untuk memperoleh atau memperoleh kembali dan atau kehilangan
kewarganegaraan Republik Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun; dan

2) dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan karena
kesengajaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun.

b. Dalam pasal 37 dinyatakan:

1) setiap orang yang dengan sengaja memberikan keterangan palsu, termasuk


keterangan di atas sumpah, membuat surat atau dokumen palsu, memalsukan surat atau
dokumen dengan maksud untuk memakai atau menyuruh memakai keterangan atau
surat atau dokumen yang dipalsukan untuk memperoleh kewarganegaraan Republik
Indonesia atau memperoleh kembali kewarganegaraan Republik Indonesia dipidana
dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun
dan denda paling sedikit Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling
banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); dan

2) setiap orang yang dengan sengaja menggunakan keterangan palsu, termasuk


keterangan di atas sumpah, membuat surat atau dokumen palsu, memalsukan surat atau
dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling sedikit Rp
250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

c. Dalam pasal 38 dinyatakan:

1) dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dilakukan korporasi,
pengenaan pidana dijatuhkan kepada korporasi dan atau pengurus yang bertindak untuk
dan atas nama korporasi;

2) korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana denda
paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp.
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan dicabut izin usahanya; dan
19

3) pengurus korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan


pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda
paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp
5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

BAB IV

DEMOKRASI

17. Umum. Di dalam perkembangan zaman modern ketika kehidupan memasuki skala luas tidak lagi
berorentasi kepada sistem pemerintahan, setiap negara mempunyai ciri khas dalam pelaksanaan
kedaulatan demokrasinya maka perlu memahami tentang konsep demokrasi, bentuk demokrasi dan
pemahaman demokrasi Indonesia.

18. Konsep Demokrasi. Demokrasi adalah sebuah bentuk kekuasaan (kratein) dari/oleh/untuk
rakyat (demos). Menurut konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan,
sedangkan rakyat beserta warga masyarakat didefinisikan sebagai warga negara. Kenyataannya, baik
dari segi konsep maupun praktek, demos menyiratkan makna diskriminatif. Demos bukanlah rakyat
keseluruhan, tetapi hanya populus tertentu yaitu mereka yang berdasarkan tradisi atau kesepakatan for -
mal mengontrol akses ke sumber-sumber kekuasaan dan bisa mengklaim kepemilikan atas hak-hak
prerogratif dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan urusan publik atau
pemerintahan. Dalam perkembangan zaman modern ketika kehidupan memasuki skala luas, tidak lagi
berformat lokal dan demokrasi tidak mungkin lagi direalisasikan dalam wujud partisipasi langsung
masalah diskriminasi dalam kegiatan politik tetap berlangsung meskipun prakteknya berbeda dari
pengalaman yang terjadi di masa Yunani kuno. Tidak semua warga negara dapat langsung terlibat
dalam perwakilan. Hanya mereka yang karena sebab tertentu seperti kemampuan membangun
pengaruh dan menguasai suara politik yang terpilih sebagai wakil. Sementara sebagian besar rakyat
hanya dapat puas jika kepentingannya terwakili. Mereka tak memiliki kemampuan dan kesempatan
yang sama untuk mengefektifkan hak-hak mereka sebagai warga negara.

19. Bentuk Demokrasi dalam Pengertian Sistem Pemerintahan Negara.

a. Bentuk Demokrasi. Setiap negara mempunyai ciri khas dalam pelaksanaan kedaulatan
rakyat atau demokrasinya. Hal ini ditentukan oleh sejarah negara yang bersangkutan,
kebudayaan, pandangan hidup, serta tujuan yang ingin dicapainya. Ada berbagai bentuk
demokrasi dalam sistem pemerintahan negara, antara lain:

1) Pemerintahan monarki: monarki mutlak (absolut), monarki


konstitusional dan monarki parlementer.

2) Pemerintahan Republik: berasal dari bahasa Latin: Res yang


berarti pemerintahan dan Publica yang berarti rakyat. Dengan
demikian pemerintahan republik dapat diartikan sebagai
20

pemerintahan yang dijalankan oleh dan untuk kepentingan


orang banyak (rakyat).

b. Kekuasaan dalam pemerintahan. Kekuasaan pemerintahan dalam negara dipisahkan


menjadi tiga cabang kekuasaan yaitu kekuasaan legislatif (kekuasaan untuk membuat Undang-
undang yang dijalankan oleh parlemen), kekuasaan eksekutif (kekuasaan untuk melaksanakan
Undang-undang yang dijalankan oleh pemerintahan) dan kekuasaan federatif (kekuasaan untuk
menyatakan perang dan damai, membuat perserikatan dan tindakan-tindakan lainnya yang
berkaitan dengan pihak luar negeri). Kekuasaan yudikatif (mengadili) merupakan bagian dari
kekuasaan eksekutif. (Teori Trias Politica oleh John Locke).

Kemudian Montesque menyatakan bahwa kekuasaan negara harus dibagi dan


dilaksanakan oleh tiga orang atau badan yang berbeda dan terpisah satu sama lainnya. Masing-
masing badan ini berdiri sendiri (independen) tanpa dipengaruhi oleh badan yang lainnya. Ke
tiganya adalah badan legislatif yang memegang kekuasaan untuk membuat Undang-undang,
badan eksekutif yang memegang kekuasaan untuk menjalankan Undang-undang dan badan
yudikatif yang memegang kekuasaan untuk mengadili jalannya pelaksanaan Undang-undang.

c. Pemahaman demokrasi di Indonesia.

1) Dalam sistem kepartaian dikenal adanya tiga sistem kepartaian yaitu sistem
multi partai (polyparty system), sistem dua partai (biparty system) dan sistem satu partai
(monoparty system).

2) Sistem pengisian jabatan pemegang kekuasaan negara.

3) Hubungan antar pemegang kekuasaan negara terutama antara


eksekutif dan legislatif.

Mengenai model sistem-sistem pemerintahan negara ada empat macam sistem-sistem


pemerintahan negara yaitu sistem pemerintahan diktator (diktator borjuis dan proletar), sistem
pemerintahan parlementer, sistem pemerintahan presidentil; dan sistem pemerintahan
campuran.

d. Prinsip dasar pemerintahan Republik Indonesia. Pancasila sebagai landasan idiil bagi
bangsa Indonesia memiliki arti bahwa Pancasila merupakan pandangan hidup dan jiwa bangsa ,
kepribadian bangsa, tujuan dan cita-cita, cita-cita, hukum bangsa dan negara serta cita-cita
moral bangsa Indonesia. Pancasila sebagai dasar negara mempunyai kedudukan yang pasti
dalam penyelenggaraan pemerintahan negara Indonesia. Dalam hal ini ada dua hal yang
mendasar yang digariskan secara sistematis yaitu Pancasila sebagai sumber dari segala sumber
hukum dan tata urut peraturan perundangan Republik Indonesia yang terdiri dari UUD NRI 1945,
Ketetapan MPR, UU dan Perpu, PP; Keppres dan Peraturan Pelaksanaan lainnya. UUD NRI 1945
sebagai sumber pokok sistem pemerintahan Republik Indonesia terdiri atas hukum dasar tertulis
yaitu UUD NRI 1945 dan hukum dasar tidak tertulis yaitu perjanjian dasar yang dihormati,
dijunjung tinggi serta ditaati oleh segenap warga negara, alat dan lembaga negara dan
diperlakukan sama seperti hukum dasar tertulis.

20. Pemahaman tentang Demokrasi Indonesia. Demokrasi dapat kita pandang sebagai suatu
mekanisme dan cita-cita hidup berkelompok yang di dalam UUD NRI 1945 disebut kerakyatan.
Demokrasi dapat dikatakan merupakan pola hidup berkelompok di dalam organisasi negara, sesuai
dengan keinginan orang-orang yang hidup berkelompok tersebut. Keinginan orang-orang (demos) yang
berkelompok tersebut ditentukan oleh pandangan hidup bangsa (Weltanschauung), falsafah hidup
21

bangsa (filosofiche grondslag) dan ideologi bangsa yang bersangkutan. Demokrasi Indonesia adalah
pemerintahan rakyat yang berdasarkan nilai-nilai palsafah Pancasila atau pemerintahan dari, oleh dan
untuk rakyat berdasarkan sila-sila Pancasila. Ini berarti bahwa:

a. Demokrasi atau pemerintahan rakyat yang digunakan oleh pemerintah Indonesia adalah
sistem pemerintahan rakyat yang dijiwai dan dituntun oleh nilai-nilai pandangan hidup bangsa
Indonesia (Pancasila).

b. Demokrasi Indonesia pada dasarnya adalah transformasi nilai-nilai falsafah Pancasila


menjadi suatu bentuk dan sistem pemerintahan khas Pancasila.

c. Demokrasi Indonesia yang dituntun oleh nilai-nilai Pancasila


adalah konsekuensi dari komitmen pelaksanaan Pancasila dan UUD NRI 1945 secara murni dan
konsekuen di bidang pemerintahan atau politik.

d. Pelaksanaan demokrasi Indonesia dengan baik mensyaratkan


pemahaman dan penghayatan nilai-nilai falsafah Pancasila.

e. Pelaksanaan demokrasi Indonesia dengan benar adalah pengamalan Pancasila melalui


politik pemerintahan.

Kita dapat membedakan demokrasi Indonesia dengan jenis demokrasi lainnya, terutama
mengenai sikap dan perilaku pemerintah pada semua jenjang pemerintahan. Berdasarkan
pengertian tentang demokrasi Indonesia, kita dapat menyimpulkan bahwa demokrasi Indonesia
adalah penting dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah populer. Sementara itu, belum
ada kesatuan pendapat para ahli mengenai rumusan pengertian atau definisi demokrasi
Indonesia yang definitif. Demokrasi Indonesia atau pemerintahan rakyat yang berdasarkan
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
memberi kesan bahwa demokrasi tersebut hanya berfokus pada satu prinsip dasar yaitu sila ke-4
dari Pancasila. Padahal perlu diingat dan disadari bahwa ke lima sila Pancasila berkedudukan
setara dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh. Selain pengertian di atas, ada pula
rumiisan lainnya, yaitu demokrasi Indonesia adalah sekaligus demokrasi politik, ekonomi, dan
sosial budaya. Maksudnya adalah bahwa demokrasi Indonesia merupakan satu sistem
pemerintahan rakyat yang mengandung nilai-
nilai politik, ekonomi, sosial dan budaya. Palsafah Pancasila sesungguhnya tidak hanya
mengandung nilai politik, ekonomi, sosial dan budaya namun juga mengandung nilai religius.
Jadi rumusan pengertian di atas belum mencakup seluruh nilai Pancasila. Dengan kata lain,
rumusan tersebut hanya mencakup nilai-nilai sila ke dua hingga sila ke lima. Rumusan tersebut
hanya mencakup aspek tanggung jawab duniawi sedangkan menurut filsafat Pancasila tanggung
jawab itu meliputi tanggung jawab kemanusiaan sekaligus terhadap Tuhan pencipta alam
semesta atau tanggung jawab Tuhan. Ke dua rumusan di atas memang masih mengandung
banyak kelemahan namun keduanya dapat mendorong ditemukannya dan dirumuskannya suatu
pengertian demokrasi Indonesia yang lebih lengkap, lebih sempurna, lebih ilmiah dan dapat
dipertanggungjawabkan secara menyeluruh.

Menurut Prof. Dr. Hazairin, SH: "Demokrasi Pancasila, istilah yang digunakan oleh MPRS
1968, pada dasarnya adalah demokrasi sebagaimana telah dipraktekkan oleh bangsa Indonesia
sejak dahulu kala dan masih dijumpai sekarang ini dalam kehidupan masyarakat hukum adat,
seperti Desa, Kerja, Marga, Nagari dan Wanua yang telah ditingkatkan ke taraf urusan negara di
mana kini disebut Demokrasi Pancasila" (Hazairin, 1981: 35). Rumusan di atas mengingatkan
kita bahwa demokrasi kita adalah demokrasi asli Indonesia atau sistem pemerintahan rakyat asli
Indonesia yang tumbuh dari kesatuan masyarakat adat Indonesia. Dalam kehidupan
22

bermasyarakat dan bernegara setelah Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, demokrasi


berdasarkan hukum adat ini dikembangkan dan ditingkatkan menjadi Demokrasi Indonesia,
sehingga menjadi milik nasional. Dalam rumusannya, Prof. Hazairin menggunakan istilah
"ditingkatkan" yang berarti:

1) peningkatan status demokrasi adat menjadi demokrasi Indonesia yang bertaraf


nasional dengan jangkauan yang lebih luas yaitu seluruh Indonesia; dan

2) peningkatan bobot materi demokrasi adat yang semula hanya


mencakup aspek kedaerahan menjadi lebih luas yaitu mencakup
aspek kebangsaan, kemanusiaan dan keagamaan.

Rumusan Sri Soemantri adalah sebagai berikut: "Demokrasi Indonesia adalah kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang
mengandung semangat Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, dan keadilan sosial" (Soemantri, 1969: 7). Rumusan ini dapat dipandang
sebagai rumusan pengertian demokrasi Indonesia yang sangat lengkap meskipun sepintas lalu
tampak sebagai rangkaian ke lima sila Pancasila. Kunci pemahaman rumusan tersebut terletak
pada kata "Kerakyatan" yang sama artinya dengan pengertian kata "Kedaulatan" atau
"Kekuasaan tertinggi di tangan rakyat. "Dengan demikian rumusan Demokrasi Indonesia dari Sri
Soemantri, SH bertalian secara fungsional dan material dengan pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945.
Pamudji menyatakan sebagai berikut: "Jadi dengan demikian Demokrasi Indonesia dapat
dirumuskan secara agak lengkap dan menyeluruh sebagai berikut: Kerakyatan yang dipimpin
oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang Berketuhanan yang Maha
Esa, yang berperikemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia dan yang
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia." (Pamudji, 1979: 11) Tampak jelas bahwa
rumusan Drs. Pamudji, M.P.A. identik dengan rumusan Sri Soemantri, S.H. sehingga dapat
diduga bahwa ke dua sarjana tersebut menyimak pengertian itu dari sumber yang sama yaitu
karya Prof. Drs. Notonegoro, S.H. yang berjudul beberapa hal mengenai palsafah Pancasila.

Ensiklopedi Indonesia setelah memberi pendahuluan tentang pelaksanaan Demokrasi


Terpimpin pada saat UUD NRI 1945 diberlakukan kembali berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli
1955 menyebutkan bahwa Demokrasi Terpimpin bertentangan dengan Pancasila dan UUD NRI
1945 meskipun ia mempunyai kekuatan hukum yaitu Ketetapan MPRS Nomor VIII/MPRS/1965.
Karena bertentangan, ketetapan itu kemudian dicabut dengan Ketetapan MPRS Nomor
XXXVII/MPRS/1968. Dalam Ketetapan ini tercantum bahwa Demokrasi Pancasila merupakan
pengganti Demokrasi Terpimpin. Pelaksanaan Demokrasi Pancasila diatur dan ditetapkan lebih
lanjut dengan Ketetapan MPR Nomor 1/ MPR/1978 tentang pengambilan keputusan MPR.
Introduksi Ensiklopedi Indonesia berakhir dengan rumusan berikut: "dalam pola dasar
pembangunan nasional GBHN, azas demokrasi ialah demokrasi berdasarkan Pancasila yang
meliputi bidang-bidang politik, sosial dan ekonomi serta yang dalam penyelesaian masalah-
masalah nasional berusaha sejauh mungkin menempuh jalan permusyawaratan untuk mencapai
mufakat" (Sadely, 1980: 784). Rumusan yang diangkat dalam ensiklopedi Indonesia tersebut
sesungguhnya juga adalah rumusan dari naskah GBHN yang terlampir pada Ketetapan MPR
Nomor IV/1978. Keseluruhan uraian tentang demokrasi memberi kesan bahwa demokrasi lahir
sebagai hasil ciptaan manusia, bukan tanpa sebab dan tanpa tujuan. Demokrasi muncul sebagai
satu sistem pemerintahan (pemerintahan rakyat) karena adanya pemerintahan diktator yang
otoriter yang membawa akibat buruk bagi rakyat. Akibat-akibat buruk tersebut antara lain:

1) penindasan dan eksploitasi terhadap rakyat, terutama eksploitasi tenaga dan


pikiran rakyat sehingga rakyat hanya punya kewajiban tanpa hak. Sebaliknya, penguasa
atau pemerintah tampak seolah-olah hanya punya hak tanpa kewajiban;
23

2) kondisi kehidupan masyarakat seperti di atas selalu mengakibatkan timbulnya


konflik dengan korban yang lebih banyak di pihak rakyat; dan

3) kesejahteraan bertumpu pada para penguasa sedangkan rakyat dibiarkan hidup


melarat tanpa jaminan masa depan.

Faktor-faktor di atas melatarbelakangi ide pemerintahan yang demokratis untuk


menjamin kesejahteraan rakyat banyak secara merata. Cita-cita kesejahteraan hidup setiap
kelompok masyarakat senantiasa tergambar dalam falsafah hidupnya. Misalnya, cita-cita
kesejahteraan hidup bangsa Indonesia tersurat dalam falsafah Pancasila yang biasanya
diungkapkan dalam rumusan masyarakat yang adil makmur dan merata secara material dan
spiritual. Dengan demikian demokrasi Indonesia dapat dirumuskan sebagai berikut: Demokrasi
Indonesia adalah satu sistem pemerintah berdasarkan kedaulatan rakyat dalam bentuk
musyawarah untuk mufakat untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan berbangsa dan
bernegara demi terwujudnya suatu kehidupan masyarakat yang adil dan makmur, merata secara
material dan spiritual. Rumusan di atas menekankan:

1) kedaulatan rakyat, karena Demokrasi Indonesia menolak niat memanipulasi


kekuasaan rakyat seperti yang lazim berlangsung pada:

a) demokrasi liberal yang dijalankan oleh kelompok pemilik modal; dan

b) demokrasi rakyat yang dijalankan oleh kelompok yang karena


kelihaiannya berhasil merebut, menguasai dan mengendalikan partai atau
negara.

2) bentuk musyawarah mufakat karena bentuk ini lebih berorientasi


pada kepentingan masyarakat umum dan bukan individu; dan

3) sosialisasi demokrasi Indonesia akan terlihat dalam gerak Iangkah


atau mekanismenya.

Mekanisme demokrasi Indonesia pada dasarnya adalah keseluruhan Iangkah


pelaksanaan kekuasaan pemerintah rakyat yang dijiwai oleh nilai-nilai falsafah Pancasila dan
yang berlangsung menurut hukum yang berkiblat pada kepentingan, aspirasi dan kesejahteraan
rakyat banyak. Hukum yang tertinggi ini selanjutnya dijabarkan secara formal menjadi hukum
dasar tertulis yang disebut UUD atau konstitusi. Paham yang dianut dalam sistem kenegaraan.
Republik Indonesia adalah negara kesatuan/uni, United States Republic of Indonesia.
Penyelenggara kekuasaan adalah rakyat yang membagi kekuasaan menjadi enam yaitu:

1) kekuasaan tertinggi diberikan oleh rakyat kepada Majelis Permusyawaratan


Rakyat (MPR) yang disebut Lembaga Konstitutif;

2) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai pembuat Undang-undang disebut


Lembaga Legislatif;

3) Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan disebut Lembaga.


Eksekutif;

4) Dewan Pertimbangan Agung (DPA) sebagai pemberi saran kepada


penyelenggara pemerintahan disebut Lembaga Konsultatif;
24

5) Mahkamah Agung (MA) sebagai lembaga peradilan dan penguji


Undang-undang disebut Lembaga Yudikatif; dan

6) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai lembaga yang


mengaudit keuangan negara disebut Lembaga Auditatif.

Sistem demokrasi ini sebenarnya telah memberi gambaran tentang adanya tujuan yang ingin
dicapai oleh negara melalui hak-hak individual sesuai dengan azasinya dalam koridor manajemen
nasional. Dalam sistem otonomi daerah di Negara Kesatuan Republik Indonesia, penyelenggaraan
pemerintahan didasarkan atas luasnya wilayah dan azas kewilayahan yaitu daerah merupakan daerahnya
pusat dan pusat merupakan pusatnya daerah. Daerah terbagi dalam daerah besar dan daerah kecil.
Pemerintahan di daerah besar disebut pemerintah daerah tingkat I yang sekaligus berperan sebagai per-
wakilan pemerintah pusat yang berada di daerah besar atau propinsi. Pemerintah di daerah kecil disebut
pemerintah daerah tingkat II sekaligus sebagai perwakilan pusat di daerah kecil yang disebut kabupaten
atau kota. Titik berat otonomi berada di daerah tingkat II, kecuali urusan luar negeri moneter,
pertahanan dari keamanan .

BAB V

HAK AZASI MANUSIA

21. Umum. Hak azasi manuisa adalah hak dasar manusia yang dijamin Deklarasi Universal
tentang hak Azasi manusia yang telah disetujui dan diumumkan oleh Resolusi Majelis Umum
Perserikatan Bangsa Bangsa Nomor 217 A (III) tanggal 10 Desember 1948 dan dijamin oleh Undang-
undang Dasar Negara Republik Indonesia yang diuraikan secara rinci dalam Undang-undang Nomor 39
tahun 1999 tentang Hak azasi manusia.

22. Deklarasi Universal tentang HAM. Di dalam Mukadimah Deklarasi Universal tentang Hak Azasi
Manusia terdapat pertimbangan-pertimbangan berikut:

a. Menimbang bahwa pengakuan atas martabat yang melekat dan


hak-hak yang sama dan tidak terasingkan dari semua anggota keluarga kemanusiaan, keadilan
dan perdamaian di dunia.

b. Menimbang bahwa mengabaikan dan memandang rendah pada


hak-hak Azasi manusia telah mengakibatkan perbuatan-perbuatan bengis yang menimbulkan
rasa kemarahan dalam hati nurani umat manusia dan bahwa terbentuknya suatu dunia di mana
manusia akan mengecap kenikmatan kebebasan berbicara dan agama serta kebebasan dari rasa
takut dan kekurangan telah dinyatakan sebagai aspirasi tertinggi dari rakyat jelata.

c. Menimbang bahwa hak-hak, manusia perlu dilindungi oleh peraturan hukum supaya
orang tidak akan terpaksa memilih pemberontakan sebagai usaha yang terakhir guna menentang
kezaliman dan penjajahan.
25

d. Menimbang bahwa persahabatan antara negara-negara perlu


dianjurkan.

e. Menimbang bahwa bangsa-bangsa dari anggota Perserikatan


Bangsa-Bangsa dalam Piagam telah menyatakan sekali lagi kepercayaan mereka atas hak-hak
dasar dari manusia, martabat serta penghargaan seorang manusia dan hak-hak yang sama bagi
laki-laki maupun perempuan dan telah memutuskan akan meningkatkan kemajuan sosial dan
tingkat penghidupan yang lebih baik dalam kemerdekaan yang lebih luas.

f. Menimbang bahwa negara-negara anggota telah berjanji akan mencapai perbaikan


penghargaan umum terhadap pelaksanaan hak-hak manusia dan kebebasan-kebebasan azas
dalam kerja samadengan PBB.

g. Menimbang bahwa pengertian umum terhadap hak-hak dan kebebasan-kebebasan ini


adalah penting sekali untuk pelaksanaan janji ini secara benar.

Atas pertimbangan di atas, Majelis Umum PBB menyatakan: Deklarasi universal tentang Hak-hak
Azasi Manusia ini merupakan suatu pelaksanaan umum yang baku bagi semua bangsa dan negara.
Setiap orang dan setiap badan dalam masyarakat perlu senantiasa mengingat pernyataan ini dan
berusaha, dengan cara mengajar dan mendidik, untuk mempertinggi penghargaan terhadap hak-hak dan
kebebasan-kebebasan ini dan melalui tindakan-tindakan progresif secara nasional maupun internasional,
menjamin pengakuan dan pelaksanan hak-hak dan kebebasan-kebebasan itu secara umum dan efektif
oleh bangsa-bangsa dari negara-negara anggota maupun dari daerah-daerah yang berada di bawah
kekuasaan hukum mereka.

23. Pasal-pasal Hak Azasi Manusia.

a. Pasal 1. Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang
sama. Mereka dikaruniai akal dan budi dan hendaknya, bergaul satu sama lain dalam
persaudaraan.

b. Pasal 2. Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang tercantum dalam
pernyataan ini tanpa pengecualian apa pun, misalnya bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa,
agama, politik atau pendapat lain, asal usul kebangsaan atau sosial, milik, kelahiran atau status
lainnya. Selanjutnya, tidak ada perbedaan status politik, status hukum dan status internasional
negara atau wilayah dari mana seseorang berasal, baik dari negara yang tidak merdeka, yang
berbentuk trust, yang tidak berpemerintahan sendiri maupun yang berada di bawah pembatasan
kedaulatan lainnya.

c. Pasal 3. Setiap orang berhak atas penghidupan, kemerdekaan dan keselamatan


seseorang.

d. Pasal 4. Tidak seorangpun boleh diperbudak atau diperhambakan perhambaan dan


perdagangan budak dalam bentuk apa pun harus dilarang.

e. Pasal 5. Tidak seorang pun boleh dianiaya atau diperlakukan secara kejam tanpa
mengingat kemanusiaan atau dengan perlakuan atau hukuman yang menghinakan.

f. Pasal 6. Setiap orang berhak atas pengakuan sebagai manusia pribadi di hadapan
Undang-undang di mana saja ia berada.
26

g. Pasal 7. Semua orang adalah sama di hadapan Undang-undang dan berhak atas
perlindungan yang sama dari setiap perbedaan yang memperkosa pernyataan ini dan dari segala
hasutan yang ditujukan kepada perbedaan semacam ini.

h. Pasal 8. Setiap orang berhak atas pengadilan yang efektif oleh Hakim-hakim nasional
yang berkuasa mengadili perkosaan hak-hak dasar yang diberikan kepadanya oleh Undang-
undang dasar negara atau Undang-undang.

i. Pasal 9. Tidak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang secara sewenang-
wenang.

j. Pasal 10. Setiap orang berhak memperoleh perlakuan yang sama dan suaranya
didengarkan sepenuhnya di muka umum secara adil oleh pengadilan yang merdeka dan tidak
memihak dalam menetapkan hak-hak dan kewajiban-kewajibannya dan dalam setiap tuntutan
pidana yang ditujukan kepadanya.

k. Pasal 11.

(1) Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan suatu pelanggaran
pidana dianggap tak bersalah sampai dibuktikan kesalahannya menurut Undang-undang
dalam suatu sidang pengadilan yang terbuka di mana segala jaminan yang perlu untuk
pembelaanya diberikan.

(2) Tidak seorang pun boleh dipersalahkan melakukan pelanggaran pidana karena
perbuatan atau kelalaian yang tidak merupakan suatu pelanggaran pidana menurut
Undang-undang nasional atau internasional ketika perbuatan tersebut dilakukan. Juga
tidak diperkenankan menjatuhkan hukuman yang lebih berat dari pada hukuman yang
seharusnya dikenakan ketika pelanggaran pidana itu dilakukan.

l. Pasal 12. Tidak seorangpun dapat diganggu secara sewenang-wenang dalam urusan
perseorangannya, keluarganya, rumah tangganya, hubungan surat-menyuratnya dan nama
baiknya. Setiap orang berhak mendapat perlindungan undang-undang terhadap gangguan-
gangguan atau pelanggaran-pelanggaran demikian.

m. Pasal 13.

(1) Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam batas-batas
lingkungan tiap negara.

(2) Setiap orang berhak meninggalkan satu negeri, termasuk negerinya


sendiri dan berhak kembali ke negerinya.

n. Pasal 14.

(1) Setiap orang berhak mencari dan mendapat suaka di negeri-negeri lain untuk
menjauhi pengejaran.

(2) Hak ini tidak dapat dipergunakan dalam pengejaran yang benar-benar timbul
dari kejahatan-kejahatan yang tak berhubungan dengan politik atau dari perbuatan-
perbuatan yang bertentangan dengan tujuan dan dasar-dasar PBB.

o. Pasal 15.
27

(1) Setiap orang berhak atas suatu kewarganegaraan.

(2) Tidak seorang pun dengan semena-mena dapat dikeluarkan dari


kewarganegaraannya atau ditolak haknya untuk mengganti kewarganegaraannya.

p. Pasal 16.

(1) Orang-orang dewasa, baik laki-laki maupun perempuan, berhak untuk mencari
jodoh dan untuk membentuk keluarga tanpa dibatasi oleh kebangsaan,
kewarganegaraan atau agama. Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal
perkawinan, di dalam perkawinan dan di kala perceraian.

(2) Perkawinan harus dilakukan hanya dengan cara suka sama suka dari ke dua
mempelai.

(3) Keluarga adalah kesatuan yang sewajarnya serta bersifat pokok dari masyarakat
dan berhak mendapat perlindungan dari masyarakat dan negara.

q. Pasal 17.

(1) Setiap orang berhak mempunyai milik baik sendiri maupun bersama-sama
dengan orang lain.

(2) Tidak seorang pun boleh dirampas miliknya dengan semena-mena.

r. Pasal 18. Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani, dan agama,
termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan dan kebebasan untuk menyatakan
agama atau kepercayaannya dengan cara sendiri maupun bersama-sama orang lain di tempat
umum maupun di tempat tersendiri.

s. Pasal 19. Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat,
termasuk kebebasan mempunyai pendapat tanpa mendapat gangguan dan untuk mencari,
menerima serta menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat-pendapat dengan cara
apa pun tanpa memandang batas-batas.

t. Pasal 20.

(1) Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berapat.

(2) Tidak seorang pun dapat dipaksa memasuki salah satu perkumpulan.

u. Pasal 21.

(1) Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya sendiri baik
secara langsung maupun dengan perantaraan wakil-wakil yang dipilih secara bebas.

(2) Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam jabatan
pemerintah negerinya.

(3) Kemauan rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah kemauan ini harus
dinyatakan dalam pemilihan-pemilihan berkala yang jujur yang dilakukan menurut hak
28

pilih yang bersifat umum dan berkesamaan serta melalui pemungutan suara yang
rahasia atau cara-cara lain yang juga menjamin kebebasan mengeluarkan suara.
v. Pasal 22. Setiap orang sebagai anggota masyarakat berhak atas jaminan sosial dan
berhak melaksanakan hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya yang perlu untuk martabatnya dan
untuk perkembangan bebas pribadinya dengan perantaran usaha-usaha nasional dan kerjasama
internasional yang sesuai dengan sumber-sumber kekayaan setiap negara.

w. Pasal 23 dan Pasal 24.

(1) Pasal 23.

(a) Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak memilih pekerjaan dengan
bebas, berhak atas syarat-syarat perburuhan yang adil dan baik serta atas
perlindungan terhadap pengangguran.

(b) Setiap orang tanpa ada perbedaan berhak atas pengupahan yang sama
untuk pekerjaan yang sama.

(c) Setiap orang yang melakukan pekerjaan berhak atas pengupahan yang
adil dan baik yang menjamin penghidupannya bersama dengan keluarganya
sepadan dengan martabat manusia dan apabila perlu ditambah dengan bantuan-
bantuan sosial lainnya.

(d) Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat pekerja untuk
melindungi kepentingan-kepentingannya.

(2) Pasal 24. Setiap orang berhak atas istirahat dan liburan, termasuk pembatasan-
pembatasan jam kerja yang layak dan hari-hari liburan berkala dengan menerima upah.

x. Pasal 25 dan Pasal 26.

(1) Pasal 25.

(a) Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang menjamin kesehatan,
keadaan yang baik untuk dirinya dan keluarganya, termasuk soal makanan,
pakaian, perumahan, perawatan kesehatannya serta usaha-usaha sosial yang
diperlukan dan berhak atas jaminan di waktu mengalami pengangguran,
kematian suami, lanjut usia atau mengalami kekurangan nafkah atau ketiadaan
mata pencaharian yang lain di luar penguasaannya.

(b) Ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan khusus.
Semua anak baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan harus
mendapat perlindungan sosial yang sama.

(2) Pasal 26.

(a) Setiap orang berhak mendapat pengajaran. Pengajaran harus dengan


percuma, setidak-tidaknya dalam tingkat rendah dan tingkat dasar. Pengajaran
sekolah rendah diwajibkan. Pengajaran teknik dan vak harus terbuka bagi
semua orang dan pengajaran tinggi harus dapat dimasuki dengan cara yang
sama oleh semua orang berdasarkan kecerdasan.
29

(b) Pengajaran harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang seluas-


luasnya serta upaya memperkokoh rasa penghargaan terhadap hak-hak azasi
manusia dan kebebasan dasar. Pengajaran harus meningkatkan saling
pengertian, rasa saling menerima, persahabatan antara semua bangsa, golongan
kebangsaan atau kelompok agama dan harus memajukan kegiatan-kegiatan
Perserikatan Bangsa-bangsa dalam memelihara perdamaian.

(c) Ibu-bapak mempunyai hak utama untuk memilih jenis pengajaran yang
akan diberikan kepada anak-anak mereka.

y. Pasal 27 dan Pasal 28.

(1) Pasal 27.

(a) Setiap orang berhak untuk turut serta secara bebas dalam kehidupan
budaya masyarakat, untuk mengecap kenikmatan kesenian dan untuk turut serta
dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan dalam mendapat manfaatnya.

(b) Setiap orang berhak mendapat perlindungan atas kepentingan-


kepentingan moril dan materiil yang didapatnya sebagai hasil dari lapangan ilmu
pengetahuan, kesusasteraan atau kesenian yang diciptakannya sendiri.
.
(2) Pasal 28. Setiap orang berhak atas susunan sosial internasional di mana hak-
hak dan kebebasan-kebebasan yang termaktub dalam pernyataan ini dapat dilaksanakan
sepenuhnya.

z. Pasal 29 dan Pasal 30.

(1) Pasal 29.

(a) Setiap orang mempunyai kewajiban terhadap masyarakat di mana ia


mendapat kemungkinan untuk mengembangkan pribadinya sepenuhnya dan
seutuhnya.

(b) Di dalam menjalankan hak-hak dan kebebasan-kebebasannya, setiap


orang tunduk hanya pada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh
undang-undang semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan
yang layak bagi hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi syarat-syarat benar kesusilaan, tata tertib umum dalam suatu
masyarakat demokratis.

(c) Hak-hak dan kebebasan-kebebasan ini tidak boleh dijalankan dengan


cara yang bertentangan dengan tujuan-tujuan dan dasar-dasar PBB.

(2) Pasal 30. Tidak sesuatu pun dalam pernyataan ini boleh diartikan sebagai
pemberian hak kepada salah satu negara, golongan atau seseorang untuk melakukan
kegiatan atau perbuatan yang bertujuan merusak salah satu hak dan kebebasan yang
termaktub dalam pernyataan ini.
30

Masing-masing individu dan semua orang yang beragama akan sependapat dengan ke tiga puluh
pasal Deklarasi Universal tentang Hak Azasi Manusia (HAM) tersebut. Namun manakala manusia telah
memproklamasikan diri menjadi suatu kaum atau bangsa dalam suatu negara, status manusia individual
akan menjadi status warga negara. Pemberian hak sebagai warga negara ini diatur dalam mekanisme
kenegaraan. Sebagai warga negara, masing-masing individu tidak hanya memperoleh hak tetapi juga
kewajiban.

BAB VI

EVALUASI AKHIR PELAJARAN


(Bukan Naskah Ujian)

24. Evaluasi Akhir.

a. Jelaskan pengertian negara!

b. Sebutkan teori terbentuknya negara!

c. Sebutkan proses tahapan terbentuknya negara Indonesia!

d. Jelaskan pasal 26 ayat (1) tentang warga negara Indonesia!

e. Jelaskan yang dimaksud azas ius soli dan azas ius sanguinis!

f. Jelaskan yang dimaksud pewarganegaraan!

g. Sebutkan persyaratan untuk memperoleh kewarganegaraan RI!

h. Jelaskan ketentuan pidana bagi pejabat yang lalai dalam melaksanakan tugasnya
sehingga seseorang dapat kehilangan kewarganegaraan!

i. Sebutkan bentuk demokrasi dalam sistem pemerintahan sebuah negara!

j. Jelaskan pemahaman demokrasi di Indonesia!


RAHASIA
k. 35 dan fungsi!
Sebutkan pembagian berdasarkan tugas

l. Jelaskan bentuk demokrasi yang ditolak di Indonesia!

m. Jelaskan bunyi pasal I deklarasi universal PBB tentang HAM!

n. Jelaskan bunyi pasal 15 deklarasi universal PBB tentang HAM!

o Jelaskan bunyi pasal 20 deklarasi universal PBB tentang HAM!

BAB VII
31

PENUTUP

25. Penutup. Demikian Modul ini disusun sebagai bahan ajaran untuk pedoman bagi Dosen
dan Mahasiswa dalam proses belajar mengajar Kewarganegaraan pada pendidikan Mahasiswa program
SPARK #1 .

RAHASIA

Anda mungkin juga menyukai