Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Setelah suatu Negara terbentuk maka Negara tersebut berhak membentuk
undang-undang atau konstitusi. Konstitusi di Indonesia sudah ada sejak zaman dahulu
bahkan sebelum kemerdekaan Indonesia. konstitusi yang ada berfungsi mengatur
kehidupan bermasyarakat yang disebut dengan adat istiadat, yang berasal dari
kesepakatan suatu masyarakat yang dipakai sebagai pengatur kehidupan
bermasyarakat.
Seperti halnya adat istiadat, konstitusi juga mengatur kehidupan suatu Negara
supaya tertatanya kehidupan dalam Negara. Jika dalam adat istiadat, pelanggar adat
istiadat dikenai hukum adat maka dalam konstitusi, pelanggar konstitusi dikenai
hukuman yang telah diatur dalam undang-undang. Maka untuk mengatur kehidupan
Negara dan unsur-unsur didalamnya, konstitusi sangat dibutuhkan keberadaannya.
Suatu Negara tanpa konstitusi atau undang-undang seperti halnya mobil yang tanpa
stir yang tidak dapat diatur geraknya dan jika dibiarkan akan menabrak dan hancur.
Dasar Negara menjadi sumber bagi pembentukan kostitusi. Dasar Negara
menempati kedudukan sebagai norma hukum yang tertinggi disuatu Negara. Sebagai
norma tertinggi , dasar negara menjadi sumber pembentukan bagi norma-norma
hukum yang ada dibawahnya. Konstitusi adalah salah satu norma hukum dibawah
dasar negara. Konstitusi dalam arti luas adalah hukum tata negara, yaitu keseluruhan
aturan dan ketentuan (hukum) yang menggambarkan sistem ketatanegaraan suatu
negara.
Maka dari itu, makalah ini kami tulis dengan mengfokuskan pembahasan
tentang 1) pengertian negara, 2) pengertian konstitusi, 3) sejarah UUD 1945 sebagai
konstitusi negara 4) bagaimana hubungan negara dan konstitusi.

B. RUMUSAN MASLAH
1. Apa Pengertian Negara?
2. Apa Pengertian Konstitusi?
3. Bagaimana Sejarah UUD 1945 Sebagai Konstitusi Indonesia?
4. Bagaimana Hubungan Antara Negara Dan Konstitusi?

1
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk Mengetahui Pengertian Negara?
2. Untuk Mengetahui Pengertian Konstitusi?
3. Untuk Mengetahui Sejarah UUD 1945 Sebagai Konstitusi Indonesia?
4. Untuk Mengetahui Hubungan Antara Negara Dan Konstitusi?

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN NEGARA
1. Pengertian Negara

Negara adalah suatu organisasi atau lembaga tertinggi dari kelompok masyarakat
yang terdiri dari sekumpulan orang di wilayah tertentu, memiliki cita-cita yang sama,
serta memiiki sistem pemerintahan yang berdaulat. Negara juga disebut sebagai asosiasi
tertinggi manusia yang ada di suatu wilayah tertentu, memiliki pemerintahan sah dan
berdaulat, memiliki sistem dan aturan yang berlaku bagi seluruh masyarakat
didalamnya, serta berdiri secara mandiri.1
Dari segi bahasa, kata “negara” dalam Bahasa inggris disebut dengan “state” yang
artinya suatu keadaan dengan sifat tegak dan tetap. Sedangkan di Indonesia, kata negara
berasal dari “nagari” atau “nagara” yang berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti
wilayah atau penguasa.2 Dalam penyelenggaraan negara, terdapat tiga sifat, yaitu :

 Bersifat memaksa, yaitu memaksa rakyatnya untuk melakukan/melaksanakan


peraturan yang telah ditetapkan.
 Bersifat monopoli, yaitu menguasai semua sumber daya alam yang penting di
wilayah negara tersebut.
 Bersifat totalitas, yaitu negara memiliki wewenang atas semua hal tanpa
pengecualian.3

Pengertian tentang negara telah banyak didefinisikan oleh para ahli termasuk para
filsuf Yunani Kuno, para ahli abad pertengahan sampai abad modern. Beberapa
pendapat tersebut antara lain :
a. Menurut Aristoteles (Schmandt, 2002), negara adalah komunitas keluarga dan
kumpulan keluarga yang sejahtera demi kehidupan yang sempurna dan
berkecukupan. Kehidupan berkecukupan bagi manusia merupakan titik tolak adanya
sebuah negara, karena manusia sebagai individu tidak bisa mencukupi kebutuhan
dirinya.

1
Saffana Wahyu, Safari Hasan, Negara Dan Konstitusi, (Kediri: Artikel Negara, Konstitusi, Peraturan,
Hukum, Pemerintah: 2019). Hal 2.
2
Ibid.
3
Ibid.

3
b. Jean Bodin (Schmandt, 2002) mengemukakan negara adalah pemerintahan yang
tertata dengan keluarga serta kepentingan bersama mereka oleh kekuasaan
berdaulat. Esensi dari negara mencakup tatanan yang benar, keluarga, kekuasaan
yan berdaulat, dan tujuan bersama. Pemerintah yang dibangun dalam negara yang
benar adalah sejalan dengan hukum alam, adalah sifat sejati masyarakat negara yang
membedakan dengan gerombolan perampok atau pencuri.
c. Roger Soltau, (Budardjo, 2007; Agustino, 2007; Kaelan dan Achmad Zubaidi, 2007)
menyatakan bahwa negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau
mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.
d. Harold J. Laski (Budiardjo, 2007; Kaelan dan Achmad Zubaidi, 2007)
mendefinisikan negara sebagai suatu masyarakat yang diintegrasikan, karena
mempunyai kewenangan yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung
daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu.
Masyarakat sendiri adalah suatu kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama
untuk mencapai keinginan-keinginan bersama. Masyarakat merupakan negara,
kalau cara yang harus ditaati baik oleh individu atau asosiasi-asosiasi ditentukan
oleh suatu wewenang yang bersifat memaksa dan mengikat.

2. Unsur-Unsur Negara
Suatu negara mempunyai beberapa unsur unruk membuatnya menjadi suatu
kesatuan yang utuh, setiap unsur tersebut akan saling melengkapi, sehingga tanpa
adanya satu unsur, negara tidak akan terbentuk dengan sempurna. 4 Beberapa unsur
tersebut ialah sebagai berikut :
a. Wilayah
Merupakan suatu daerah yang dikuasai dan diduduki oleh sekelompok manusia,
serta menjadi batas teritorial suatu kedaulatan. Wilayah meiputi tiga bagian, yaitu
darat, perairan, dan udara.
b. Penduduk/Rakyat
Merupkan orang orang yang menempati suatu wilayah dalam kurun waktu yang
cukup lama. Rakyat merupakan unsur terpenting dalam suatu negara. Negara
hanya dapat terbentuk dengan kesepakatan para penduduknya.

4
Ibid. Hal 5.

4
c. Pemerintahan yang Berdaulat
Merupakan suatu lembaga di dalam negara yang memegang kekuasaan tertinggi
dan dibentuk untuk melaksanakan jalannya pemerintahan suatu negara.
d. Pengakuan Negara Lain
Pengakuan negara lain diperlukan untuk mencegah terjadinya ancaman dari dalam
atau campur tangan dari luar. Adanya pengakuan dari negara lain membantu suatu
negara untuk menjalin hubungan kerjasama dengan berbagai negara dalam
berbagai bidang.

3. Fungsi Negara
Pada dasarnya fungsi negara adalah sebagai lembaga yang mewujudkan cita-cita
dan harapan masyarakat di dalamnya.5 Untuk mewujudkannya, maka negara memiliki
beberapa fungsi sebagai berikut :
a. fungsi ketertiban dan keamanan
Negara memiliki fungsi sebagai pihak yang mengatur serta melakukan ketertiban
dan keamanan masyarakatnya. Dengan begitu maka kegiatan para warga negara
dapat berlangsung dengan baik.
b. fungsi kesejahteraan dan kemakmuran
Pemerintah harus mengupayakan kesejahteraan dan kemakmuran warga
negaranya, khususnya di bidang ekonomi dan sosial.
c. fungsi pertahanan
Dalam hal ini negara memiliki fungsi mempertahankan dan menjamin
kelangsungan hidup suatu bangsa dari berbagai ancaman, baik serangan dari dalam
maupun luar.
d. fungsi penagakan keadilan
Negara harus dapat menjamin keadilan untuk setiap rakyatnya yang mencakup
seluruh aspek kehidupan (ideologi, ekonomi, sosial budaya, politik, pertahanan
dan keamanan). Fungsi keadilan ini dilakukan dengan cara penegakan hukum
melalui badan-badan peradilan suatu negara.

5
Ibid. Hal 5-6.

5
4. Tujuan Negara

Pembentukan suatu negara tentunya memiliki tujuan-tujuan yang ingin dicapai.


Menurut Miriam Budiarjo, tujuan utama dibentuknya suatu negara adalah untuk
mewujudkan kedamaian, kebahagiaan, dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya.6
Beberapa pendapat ahli mengenai tujuan sebuah negara :
a. Plato
Tujuan negara adalah memajukan kesusilaan manusia sebagai perseorangan atau
sebagai makhluk sosial.
b. Ibnu Arabi
Tujuan negara adalah agar manusia dapat menjalankan kehidupan bai jauh dari
sengketa atau perselisihan.
c. Ibnu Khaldun
Tujuan negara adalah untuk mengusahakan kemaslahatan agama dan dunia yang
bermuara pada kepentingan akhirat.

B. PENGERTIAN KONSTITUSI
1. Pengertian Konstitusi
Konstitusi berasal dari bahasa Perancis "constituer" yang berarti membentuk.
Maksud dari istilah tersebut ialah pembentukan, penyusunan, atau pernyataan akan
suatu negara. Dalam bahasa latin, "konstitusi" merupakan gabungan dua kata, yakni
cume berarti "bersama dengan...", dan statuere berarti "membuat sesuatu agar berdiri
atau mendirikan, menetapkan sesuatu". Dengan kata lain, constitutio (tunggal) berarti
menetapkan sesuatu secara bersama-sama, constitutiones berarti segala sesuatu yang
telah ditetapkan. Sedangkan Undang-Undang Dasar merupakan terjemahan dari istilah
Belanda "Crondwet". Kata grond berarti tanah atau dasar dan wet berarti undang-
undang.7
Istilah konstitusi (constitution) dalam bahasa Inggris memiliki makna yang lebih
luas daripada Undang-Undang Dasar, yakni konstitusi adalah keseluruhan dari
peraturan-peraturan baik yang tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur secara

6
Ibid. Hal 6.
7
Aep Saepuloh, Tarsono, Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi Islam, (Bandung: Batic
Press 2011). Hal 71-72.

6
mengikat cara-cara bagaimana suatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu
masyarakat. Konstitusi menurut Miriam Budiardjo adalah suatu piagam yang
menyatakan cita-cita bangsa dan merupakan dasar organisasi kenegaraan suatu bangsa.
Sedangkan undangundang dasar merupakan bagian tertulis dalam konstitusi.8
Dalam terminologi hukum Islam (fiqh siyasah), istilah konstitusi dikenal dengan
sebutan dustur. Dustur pada mulanya diartikan dengan seseorang yang memiliki
otoritas, baik dalam bidang politik maupun agama. Dalam kontek konstitusi, Dustur
berarti kumpulan kaidah yang mengatur dasar dan hubungan kerjasama antar sesama
anggota masyarakat dalam sebuah negara, baik yang tidak tertulis (konvensi) maupun
yang tertulis (konstitusi). Lebih lanjut dijelaskan oleh Abdul Wahab Khallaf, bahwa
prinsip yang ditegakan dalam perumusan undang-undang dasar (dustur) adalah jaminan
atas hak-hak asasi manusia setiap anggota masyarakat dan persamaan kedudukan semua
orang di mata hukum, tanpa membedakan stratifikasi sosial, kekayaan, pendidikan dan
agama (Ubaedillah, Abdul Rozak, 2005).9

2. Tujuan, Fungsi dan Ruang Lingkup Konstitusi

Tujuan konstitusi secara garis besar adalah membatasi tindakan sewenang-


wenang pemerintah, menjamin hak-hak rakyat yang diperintah, dan menetapkan
pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Menurut Bagir Manan, hakikat tujuan konstitusi
merupakan perwujudan menjamin hak-hak paham tentang konstitusi atau
konstitusionalisme yaitu pembatasan terhadap kekuasaan pemerintah di satu pihak dan
jaminan terhadap diperintah, dan hak-hak warganegara maupun setiap penduduk di
pihak lain.10
Dalam berbagai literatur hukum tata negara maupun ilmu politik ditegaskan
bahwa fungsi konstitusi adalah sebagai dokumen nasional dan alat untuk membentuk
sistem politik dan sistem hukum negara. Karena itu ruang lingkup isi Undang-undang
Dasar sebagai konstitusi sebagai dokumen tertulis sebagaimana dikemukakan A.A.H
Struycken memuat nasional dan alat tentang:

8
Ibid.
9
Ibid. Hal 71-72.
10
Ibid. Hal 72.

7
 Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau.
 Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa.
 Pandangan tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik waktu sekarang maupun
untuk masa yang akan dating.
 Suatu keinginan dengan mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan bangsa
hendak dipimpin.

Adapun fungsi konstitusi adalah sebagaimana dikemukakan oleh C.J.


Friedrich (Miriam Budiardjo, 2008) bahwa konstitusi merupakan proses (tata cara)
untuk membatasi perilaku pemerintah secara efektif. Konstitusi mempunyai fungsi
khusus dan meupakan perwujudan atau manifestasi dari hukum tertinggi yang harus
ditaati, bukan hanya rakyat, tetapi juga oleh pemerintah. Pembatasan-pembatasan
kekuasaan dalam konstitusi diwujudkan dalam bentuk membagi kekuasaan dalam
negara, membatasi kekuasaan dari penguasa dalam negara, dan adanya akses yang
bebas untuk mengawasi kekuasaan yang dilaksanakan para penguasa, baik melalui
saling mengawasi dan mengendalikan secara seimbang dan proporsial antara lembaga
negara maupun akses terbuka dan bebas dari warganegara.11
Sedangkan menurut Sri Soemantri dengan mengutip pendapat Steenbeck
menyatakan bahwa terdapat tiga materi muatan pokok dalam konstitusi yaitu: 1)
jaminan hak-hak asasi manusia; 2) susunan ketatanegaraan yang bersifat mendasar;
3) pembagian dan pembatasan kekuasaan.12
Selanjutnya dalam paham konstitusi (konstitusionalisme) demokratis
dijelaskan bahwa isi konstitusi meliputi:

1) Anatomi kekuasaan (kekuasaan politik) tunduk pada hukum.


2) Jaminan dan perlindungan hak-hak asasi manusia.
3) Peradilan yang bebas dan mandiri.
4) Pertanggungjawaban kepada rakyat (akuntabilitas publik) sebagai sendi utama
dari asas kedaulatan rakyat.

11
Sarbaini, Zainul Akhyar, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi, (Yogyakarta:
Aswaja Pressindo, 2015) Hal 81.
12
Aep Saepuloh, Tarsono, Op.Cit. Hal 72-73.

8
Keempat cakupan isi di atas merupakan dasar utama bagi suatu pemerintahan
yang konstitusional. Namun demikian, indikator suatu negara atau pemerintahan disebut
demokratis tidaklah tergantung pada konstitusinya. Sekalipun konstitusinya telah
menatapkan aturan dan prinsip-prinsip di atas, jika tidak diimplementasikan dalam
praktik penyelenggaraan tata pemerintahan, ia belum bisa dikatakan sebagai negara
yang konstitusional atau menganut paham konstitusi demokrasi.13

C. SEJARAH UUD 1945 SEBAGAI KONSTITUSI NEGARA INDONESIA

Undang-Undang Dasar Proklamasi yang kemudian kita kenal dengan UUD


1945, ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18
Agustus 1945. Perumusan tentang rencana dasar negara dan UUD 1945 sebelumnya
telah dilakukan oleh Badan Penyelidik UsahaUsaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI), yang dimulai dalam siding pertama BPUPKI pada tanggal 9
Mei sampai 1 Juni 1945 dengan ketua Dr. Radjiman Wedyodiningrat.14

Dalam sidang pertama BPUPKI, permasalahan mendasar yang menjadi


agenda persidangan adalah perumusan dasar negara. Tiga tokoh Moh. Yamin,
Supomo, dan Sukarno, menyampaikan usulan dasar negara. Sukarno yang
mendapatkan kesempatan menyampaikan pokok pikirannya dengan mengusulkan
lima dasar negara yang dinamai dengan Pancasila. Sidang pertama BPUPKI belum
menghasilkan keputusan berarti, sehingga sidang dilanjutkan dengan dibentuknya dua
panitia, yaitu Panitia Kecil, dikenal sebagai Panitia Sembilan yang diketuai oleh
Sukarno dan Panitia Perancang UUD yang diketuai oleh Supomo. Panitia Sembilan
berhasil merumuskan Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945 yang akan direncanakan
sebagai Pembukaan UUD negara, sedang Panitia Perancang UUD berhasil
merumuskan rancangan UUD negara tanggal 16 Juni 1945.15

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, yang ditandatangani oleh Sukarno-Hatta


atas nama Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, ditindaklanjuti dengan sidang
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, yang didahului kompromi antara wakil-

13
Ibid. Hal 73.
14
Sarbaini, Zainul Akhyar, Op.Cit. Hal 84.
15
Ibid.

9
wakil kelompok Islam dan wakil Indonesia Bagian Timur yang mayoritas berasal dari
penganut agama Nasrani tentang sila pertama dasar negara dari Piagam Jakarta.
Pertemuan ini terjadi karena wakil Indonesia Timur yang mayoritas pemeluk agama
Nasrani merasa dinomorduakan dengan rumusan rencana dasar negara, yakni terdapat
rumusan syariat Islam bagi pemeluknya. Perjuangan Bung Hatta sebagai mediator
berhasil meyakinkan kedua belah pihak, yaitu kelompok Islam dan wakil Indonesia
Timur, tentang rumusan dasar negara dalam Piagam Jakarta, dari Ketuhanan dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya diganti dengan
Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagaimana kita kenal sekarang.16

Perubahan dari sila pertama berdampak pada perubahan pasal 29, UUD 1945,
serta syarat Presiden yang tadinya ada kata-kata harus beragama Islam cukup dengan
orang Indonesia asli. Berdasarkan kesepakatan tersebut akhirnya UUD 1945 berhasil
ditetapkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945, bersama dengan pengangkatan
Presiden dan Wakil Presiden pertama di Indonesia.17

Ketika membahas tentang konstitusi di Indonesia maka perlu membahas


sedikit tentang alinea keempat Pembukaan UUD NRI 1945 yang kemudian dapat
memberikan gambaran terkait fungsi dari konstitusi di Indonesia. Alinea keempat
Pembukaan UUD NRI 1945 menyebutkan sebagai berikut.

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia


yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar
Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik
Indonesia yang berkedaulatan rakyat…”.

16
Ibid. Hal 84-85.
17
Ibid. Hal 85.

10
Berdasarkan pada alinea keempat UUD NRI 1945 tersebut maka tersirat bahwa
pemerintah negara yang memimpin jalannya roda pemerintahan di Indonesia memiliki
kewajiban untuk meraih beberapa tujuan negara, yaitu sebagai berikut.
1) Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
2) Memajukan kesejahteraan umum.
3) Mencerdaskan kehidupan bangsa.
4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial.

Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka dibutuhkan aturan main yang


disepakati bersama sebagai hukum tertinggi yaitu UUD NRI 1945 yang harus
didasarkan pada dasar negara Indonesia yaitu Pancasila (Soemarsono, 2007).18

D. HUBUNGAN NEGARA DENGAN KONSTITUSI

Negara dan konstitusi memiliki hubungan yang sangat erat. Negara tanpa sebuah
konstitusi tidak akan berjalan sebagaimana mestinya. Karena dalam negara tersebut
tidak akan ada batasan batasan dan aturan aturan yang harus dilaksanakan dan
dipatuhi. Keberadaan konstitusi dalam sebuah negara merupakan jantung dari negara
tersebut. Tanpa konstitusi, sebuah negara akan berada di ambang kekacauan.19

Konstitusi bersumber dari suatu dasar negara. Hubungan antar dasar negara
dan konstitusi dapat dilihat pada gagasan dasar, cita-cita, dan tujuan negara yang
terdapat pada pembukaan UUD suatu negara. Konstitusi memuat bangunan negara
dan sendi-sendi pemerintahan negara dan dapat tertulis maupun tidak tertulis.
Menurut Hafizah (2013), dasar negara dan konstitusi mempunyai keterkaitan secara:

1. Filosofis

Secara filosofis, konstitusi bangsa Indonesia selalu didasarkan pada filosofi-


filosofi bangsa. Pancasila telah diletakkan sebagai dasar negara yang kuat oleh
para pendiri negara. Pancasila merupakan perwujudan dari bangsa Indonesia

18
Ali Akbar, DKK, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Hal. 109-110.
19
Saffana Wahyu, Safari Hasan. Op.Cit. Hal. 7.

11
sendiri dan mewariskan landasan konstitusional, yang kemudian disahkan pada
tanggal 18 Agustus dalam sidang PPKI.
2. Yuridis
Secara yuridis, konstitusi atau UUD Indonesia mengandung pokok pikiran dasar
negara yang kemudian diwujudkan dalam bentuk pasal-pasal perundang
undangan.
3. Keterkaitan secara sosiologi
Konstitusi sebaiknya dapat memuat seluruh nilai-nilai yang berkembang dalam
masyarakat karena merupakan prinsip dasar dalam menjalankan kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.

12
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan uraian pada pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

1. Negara merupakan suatu organisasi di antara sekelompok atau beberapa kelompok


manusia yang secara bersama-sama mendiami suatu wilayah (territorial) tertentu
dengan mengakui adanaya suatu pemerintahan yang mengurus tata tertib dan
keselamatan sekelompok atau beberapa kelompok manusia yang ada di wilayahnya.
2. Konstitusi diartikan sebagai peraturan yang mengatur suatu negara, baik yang tertulis
maupun tidak tertulis. Konstitusi memuat aturan-aturan pokok (fundamental) yang
menopang berdirinya suatu negara.
3. Antara negara dan konstitusi mempunyai hubungan yang sangat erat. Karena
melaksanakan konstitusi pada dasarnya juga melaksanakan dasar negara.

B. SARAN

Penulis menyadari bahwa penulis masih sangat jauh sekali dari kata-kata
sempurna. Untuk itu dibutuhkan kritikan-kritikan dan saran-saran kepada penulis guna
untuk menyempurnakan dan bahan evaluasi penulis dalam penulisan makalah ataupun
penulisan karya ilmiah lainnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Saffana Wahyu, Safari Hasan, Negara Dan Konstitusi, (Kediri: Artikel Negara,
Konstitusi, Peraturan, Hukum, Pemerintah: 2019).

Aep Saepuloh, Tarsono, Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi Islam,


(Bandung: Batic Press 2011).

Sarbaini, Zainul Akhyar, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi,


(Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2015).

Ali Akbar, Dkk, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi, (Aceh:


Yayasan Penerbit Muhammad Zaini, 2021).

14

Anda mungkin juga menyukai