Anda di halaman 1dari 68

MATERI 2

NEGARA DAN KONSTITUSI

Pengantar Awal
Secara umum negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Bahkan, setelah abad pertengahan yang
ditandai dengan ide demokrasi dapat dikatakan tampa konstitusi Negara tidak
mungkin terbentuk. Konstitusi merupakan hukum dasarnya suatu Negara.
Dasar-dasar penyelenggaraaan bernegara didasarkan pada konstitusi sebagai
hukum dasar.
Negara yang berlandaskan kepada suatu konstitusi dinamakan Negara
konstitusional. Akan tetapi, untuk dapat dikatakan secara ideal sebagai Negara
konstitusional maka konstitusi Negara tersebut harus memenuhi sifat-sifat dan
cirri-ciri dari konstitusionalisme. Jadi Negara tersebut harus menganut gagasan
tenttang konstitusionalisme. Konstitusionalisme sendiri merupakan suatu ide,
gagasan, atau paham. Oleh sebab itu, bahasan tentang negara dan konstitusi
pada bab ini terdiri atas konstitusionalisme, konstitusi Negara, UUD 1945
sebagai Konstitusi Negara Republik Indonesia, dan Sistem ketatanegaraan
Indonesia.
Negara dan konstitusi adalah dwitunggal. Jika diibaratkan bangunan,
negara sebagai pilar-pilar atau tembok tidak bisa berdiri kokoh tanpa pondasi
yang kuat, yaitu konstitusi Indonesia. Hampir setiap negara mempunyai
konstitusi, terlepas dari apakah konstitusi tersebut telah dilaksanakan dengan
optimal atau belum. Yang jelas, konstitusi adalah perangkat negara yang
perannya tak bisa dipandang sebelah mata.
Manusia hidup bersama dalam berbagai kelompok yang beragam latar
belakangnya. Mula-mula manusia hidup dalam sebuah keluarga. Lalu
berdasarkan kepentingan dan wilayah tempat tinggalnya, ia hidup dalam
kestuan sosial yang disebut masyarakat dan pada akhirnya menjadi bangsa.
Bangsa adalah kumpulan masyarakat yang membentuk suatu negara.
Berkaitan dengan tumbuh kembangnya bangsa, terdapat berbagai teori besar
dari para ahli untuk mewujudkan suatu bangsa yang memiliki sifat dan karakter
sendiri. Istilah bangsa memiliki berbagai makna dan pengertian nya yang

1
berbeda-beda. Bangsa merupakan terjemahan dari kata “nation” (dalam bahasa
inggris). Kata nation bermakna keturunan atau bangsa.

A. Negara
1. Pengertian Negara
Dalam Insiklopedia Indonesia, Negara berarti pedoman dalam mengatur
kehidupan penyelenggaraan ketatanegaraan Negara yang mencakup berbagai
kehidupan. Dasar Negara yang di gunakan di Indonesia adalah Pancasila, nilai-
nilai luhur yang terkandung. Pancasila telah ada dalam kalbu bangsa jauh
sebelum Indonesia merdeka.
Secara historis pengertian Negara senantiasa berkembang sesuai
dengan kondisi masyarakat pada saat ini. Pengertian tentang Negara telah
banyak didefinisikan oleh para ahli filsuf Yunani Kuno, para ahli abad
pertengahan, sampai abad modern.
Beberapa pendapat tersebut antara lain:
a) Pendapat Aristoteles (dalam Schmandt, 2002) negara adalah komunitas
keluarga dan kumpulan keluarga yang sejahtera demi kehidupan yang
sempurna dan berkecukupan. Aristoteles yang hidup pada tahun 384-322
S.M., merumuskan negara dalam bukunya Politica, yang disebutnya
sebagai negara polis. Yang pada saat itu asih dipahami negara masih dalam
suatu wilayah yang dipahami negara masih dalam suatu wilayah yang kecil.
Dalam pengertian itu negara disebut sebagai negara hukum, yang
didalamnya terdapat sejumlah warga negara yang ikut dalam
permusyawaratan (ecclesia). Oleh karena itu menurut Aristoteles keadilan
merupakan syarat mutlak bagi terselenggarannya negara yang baik, demi
terwujudnya cita-cita seluruh warganya.
b) Jean Bodin (dalam Schmandt, 2002), negara sebagai pemerintahan yang
tertata dengan baik dari beberapa keluarga serta kepentingan bersama
mereka oleh kekuasaan berdaulat.
c) Riger Soltau, (dalam Budiardjo, 2007; Agustino, 2007; Kaelan dan Achmad
Zubaidi, 2007), negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau
mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat.

2
d) Robert M. Mac Iver (dalam Soehino,1998;Agustino,2007), negara adala
asosiasi yang menyelenggarakan penertiban dalam suatu wilayah
berdasarkan sistem hukum diselenggarakan oleh pemerintah diberi
kekuasaan memeksa.
e) Miriam Budiardjo (2007), negara adalah suatu daerah teritorial yang
rakyatnya diperintah oleh sejumlah pejabat dan berhasil menuntut dari
warganya untuk ketaatan melalui kekuasaan yang sah.
Pengertian lain tentang negara dikembangkan oleh Agustinus, yang
merupakan tokoh Katolik. Ia membagi negara dalam dua pengertian yaitu
Civitas Dei yang artinya negara Tuhan, dan Civites Terrena atau civites Diaboli
yang artinya negara duniawi. Civites Tarrena ini ditolak Oleh Agustinus,
sedangkan yang dianggap baik adalah negara Tuhan atau Civies Dei. Negara
Tuhan bukanlah negara dari dunia ini. Melainkan jiwanya yang memiliki oleh
sebagian atau beberapa orang di dunia ini untuk mencapainya. Adapun yang
melaksanakan negara adalah Gereja yang mewakili negara Tuhan bukanlah
negara dari dunia ini. Melainkan jiwanya yang dimiliki oleh sebagian atau
beberapa orang di dunia ini untuk mencapainya. Adapun yang melaksanakan
negara adalah Gereja yang mewakili negara Tuhan. Meskipun demikian bukan
berarti apa yang diluar gereja itu terasing sama sekali dari Civites Dei
(Kusnardi, 1995).
Berbeda dengan konsep penelitian Negara menurut kedua tokoh pemikir
negara tersebut, Nicollo Machiavelli (1469-1527), yang merumuskan Negara
sebagai negara kekuasaan, dalam bukunya ‘II Prin ciple’ yang dahulu
merupakan buku referensi pada raja. Machiavelli memandang negara daru
sudut kenyataan bahwa dalam suatu negara harus ada sesuatu yang dimiliki
oleh seorang pemimpin negara atau raja. Raja sebagai pemegang kekuasaan
nengara tidak mungkin hanya mengandalkan kekuasaan hanya pada suatu
moralitas atau kesusilaan. Kekacauan timbul dalam suatu negara karena
lemahnya kekuasaan negara. Bahkan yang lebih terkenal lagi ajaran
Machiavelli. Tentang tujuan yang dapat menghalalkan segalacara. Akibat
ajaran ini muncullah berbagai praktek pelaksanaan kekuasaan negara yang
otoriter, yang jauh dari nilai-nilai moral.

3
Selain itu, Roger H. Soultou merumuskan konsep negara modern yang
mengemukakan bahwa negara adalah alat-alat agency atau wewenang yang
mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama
masyarakat.
Berrdasarkan pandangan di atas, dapat disimpulkan bahwa negara
merupakaan salah satu bentuk organisasi yang ada dalam kehidupan
masyarakat. Pada prinsipnya setiap warga mayarakat menjadi anggota dari
suatu negara dan harus tunduk pada kekuasaan negara. Melalui kehidupan
bernegara dengan pemerintah yang ada di dalamnya, masyarakat ingin
mewujutkan tujuan tujuan tertentu sepertti teerwujudnya kertentraman,
ketertiban, dan kesejahteraan masyarakat. Agar pemerintah suatu negara
memiliki kekuasaan untuk mengatur kehidupan masayakat tidak bertindak
seenaknya, maka ada sistem aturan tersebut menggambarkan suatu hierakhi
atau pertindakan dalam aturan yang paling tinggi tingkatannya sampai pada
aturan yang paling rendah.

2. Teori Terjadinya Negara


a. Teori Teokrasi
Menurut teori ini, negara berdasarkan kehendak Tuhan. Paham ini
muncul bahwa keyakinan keagamaan bahwa Tuanlah maha pencipta di langit
dan bumi,pemegang kekuasaan tertinggi, tiada kekuasaan di dunia ini yang
tidak berasal dari tuhan, termasuk negara. Penganut teori ini Thomas Aquinas,
Agustinus, FJ.Sthal, maupun Hegel.
b. Teori Organik
Teori ini pertama kali diperkenalakan oleh tinggal di wilayah geografis
saja, tapi negara harus ada ikatan yang muncul yaitu keadilan. Negara muncul
karena ada kebutuhan yang sangat banyak dan beragam.
c. Teori Perjanjian
Teori perjanjian masyarakat memandang terjadinya suatu Negara karena
adanya perjanjian masyarakat.

4
d. Teori Kekuasaan
Menurut teori kekuasan, siapa yang berkemampuan untuk memiliki
kekuasaan atau berhasil mencapai kekuasaan, selayaknya memegangg pucuk
pemerintahan.
e. Teori Kedaulatan
Teori kedaulatan rakyat memandang keberadaan Negara karena adanya
kekuasaan tertinggi yang mampu mengatur kehidupan bersama masyarakat
(negara).

3. Bentuk Negara
a) Negara Kesatuan (Unitaris)
Negara kesatuan adalah Negara yang tersusun tunggal, Negara yang
hanya berdiri satu Negara saja, tidak terdapat Negara dalam suatu
Negara.Dalam pelaksanaan pemerintah derah di nrgara kesatuan dapat di
laksanakan dengan dua alternatif sistem, yaitu:Sistem desantralisasi, dimana
daerah-daerah diberikan keleluasaan dan kekuasaan untuk mengurus rumah
tangganya sendiri (otonomi). Sistem sentralisasi: dimana segala sesuatu
urusan dalam Negara tersebut langsung diaturan diurus oleh pemerintah pusat,
termasuk segala hal yang menyangkutpemerintahan dan kekuasaan di daerah.
b) Negara Serikat (federasi)
Negara serikat adalah Negara yang merupakan gabungan dari
beberapa, kemudian menjadi negara-negara bagian dari pada suatu negara
serikat.

4. Unsur-Unsur Negara
Menurut Oppenheim-Lauterpacht, unsur-unsur negara adalah:
a) Unsur pembentuk negara (konstitutif): wilayah/daerah, rakyat,
pemerintah yang berdaulat.
b) Unsur deklaratif: pengakuan oleh negara lain.
Berikut ini adalah penjelasan dari unsur-unsur negara yang dimaksud
yakni:

5
1. Wilayah/Daerah
1) Daratan
Wilayah daratan ada di permukaan bumi dalam batas-batas
tertentu dan di dalam tanah di bawah permukaan bumi. Artinya, semua
kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi dalam batas-batas
negara adalah hak sepenuhnya negara pemilik wilayah. Batas-batas
wilayah daratan suatu negara dapat berupa:
- Batas alam, misalnya: sungai, danau, pegunungan, lembah.
- Batas buatan, misalnya: pagar tembok, pagar kawat berduri, parit
- Batas menurut ilmu alam: berupa garis lintang dan garis bujur
peta bumi.

2) Lautan
Lautan yang merupakan wilayah suatu negara disebut laut
teritorial negara itu, sedangkan laut di luarnya disebut laut terbuka (laut
bebas, mare liberum). Ada dua konsepsi pokok tentang laut, yaitu:
1. Res Nullius, yang menyatakan bahwa laut tidak ada pemiliknya,
sehingga dapat diambil/dimiliki oleh setiap negara;
2. Res Communis, yang menyatakan bahwa laut adalah milik bersama
masyarakat dunia dan karenanya tidak dapat diambil/dimiliki oleh
setiap negara.
Tidak ada ketentuan dalam hukum internasional yang
menyeragamkan lebar laut teritorial setiap negara. Kebanyakan negara
secara sepihak menentukan sendiri wilayah lautnya. Pada umumnya
dianut tiga (3) mil laut (± 5,5 km) seperti Kanada dan Australia. Tetapi
ada pula yang menentukan batas 12 mil laut (Chili dan Indonesia),
bahkan 200 mil laut (El Salvador). Batas laut Indonesia sejauh 12 mil laut
diumumkan kepada masyarakat internasional melalui Deklarasi Juanda
pada tanggal 13 Desember 1957.
Pada tanggal 10 Desember 1982 di Montego Bay (Jamaica),
ditandatangani traktat multilateral yang mengatur segala sesuatu yang
berhubungan dengan lautan, misalnya: permukaan dan dasar laut, aspek

6
ekonomi, perdagangan, hukum, militer dan lingkungan hidup. Traktat
tersebut ditandatangani 119 delegasi peserta yang terdiri dari 117
negara dan dua organisasi kebangsaan. Tentang batas lautan ditetapkan
sebagai berikut:
1. Batas laut territorial
Setiap negara berdaulat atas lautan teritorial yang jaraknya sampai
12 mil laut, diukur dari garis lurus yang ditarik dari pantai.
2. Batas zona bersebelahan
Di luar batas laut teritorial sejauh 12 mil laut atau 24 mil dari pantai.
Di dalam wilayah ini negara pantai dapat mengambil tindakan dan
menghukum pihak-pihak yang melanggar undang-undang bea cukai,
fiskal, imigrasi, dan ketertiban negara.
3. Batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE)
ZEE adalah wilayah laut suatu negara pantai yang batasnya 200 mil
laut diukur dari pantai. Di dalam wilayah ini, negara pantai yang
bersangkutan berhak menggali kekayaan laut dan menangkap
nelayan asing yang kedapatan menangkap ikan di wilayah ini serta
melakukan kegiatan ekonomi lainnya. Negara lain bebas berlayar
atau terbang di atas wilayah itu serta bebas pula memasang kabel
dan pipa di bawah laut.
4. Batas landas benua
Landas benua adalah wilayah lautan suatu negara yang batasnya
lebih dari 200 mil laut. Dalam wilayah ini negara pantai boleh
melakukan eksplorasi dan eksploitasi dengan kewajiban membagi
keuntungan dengan masyarakat internasional.

3) Udara
Wilayah udara suatu negara ada di atas wilayah daratan dan
lautan negara itu. Kekuasaan atas wilayah udara suatu negara itu
pertama kali diatur dalam Perjanjian Paris pada tahun 1919 (dimuat
dalam Lembaran Negara Hindia Belanda No.536/1928 dan
No.339/1933). Perjanjian Havana pada tahun 1928 yang dihadiri 27
negara menegaskan bahwa setiap negara berkuasa penuh atas udara di

7
wilayahnya. Hanya seizin dan atau menurut perjanjian tertentu, pesawat
terbang suatu negara boleh melakukan penerbangan di atas negara lain.
Demikian pula Persetujuan Chicago 1944 menentukan bahwa
penerbangan internasional melintasi negara tanpa mendarat atau
mendarat untuk tujuan transit dapat dilakukan hanya seizin negara yang
bersangkutan. Sedangkan Persetujuan Internasional 1967 mengatur
tentang angkasa yang tidak bisa dimiliki oleh negara di bawahnya
dengan alasan segi kemanfaatan untuk semua negara dan tujuan
perdamaian.

4) Wilayah ekstrateritorial
Suatu wilayah atau daerah karena ketetapan hukum internasional,
maka dianggap sebagai wilayah atau bagian wilayah dari suatu Negara.
Hal – hal yang termasuk dalam ketetapan hukum internasional tersebut
yakni, kapal – kapal yang berlayar di laut terbuka di bawah bendera
Negara tertentu dan tempat atau daerah kerja perwakilan diplomatik.

2. Rakyat
Rakyat (Inggris: people; Belanda: volk) adalah kumpulan manusia yang
hidup bersama dalam suatu masyarakat penghuni suatu negara, meskipun
mereka ini mungkin berasal dari keturunan dan memiliki kepercayaan yang
berbeda. Selain rakyat, penghuni negara juga disebut bangsa. Para ahli
menggunakan istilah rakyat dalam pengertian sosiologis dan bangsa dalam
pengertian politis. Rakyat adalah sekelompok manusia yang memiliki suatu
kebudayaan yang sama, misalnya memiliki kesamaan bahasa dan adat istiadat.
Sedangkan bangsa – menurut Ernest Renan – adalah sekelompok
manusia yang dipersatukan oleh kesamaan sejarah dan cita-cita. Hasrat
bersatu yang didorong oleh kesamaan sejarah dan cita-cita meningkatkan
rakyat menjadi bangsa. Dengan perkataan lain, bangsa adalah rakyat yang
berkesadaran membentuk negara. Suatu bangsa tidak selalu terbentuk dari
rakyat seketurunan, sebahasa, seagama atau adat istiadat tertentu kendati
kesamaan itu besar pengaruhnya dalam proses pembentukan bangsa. Sekadar
contoh, bangsa Amerika Serikat sangat heterogen, banyak ras, bahasa dan

8
agama; bangsa Swiss menggunakan tiga bahasa yang sama kuatnya; bangsa
Indonesia memiliki ratusan suku, agama, bahasa dan adat istiadat yang
berbeda.
Secara geopolitis, selain harus memiliki sejarah dan cita-cita yang sama,
suatu bangsa juga harus terikat oleh tanah air yang sama. Beberapa
pandangan tentang pengertian bangsa:
1) Otto Bauer berpendapat bahwa bangsa adalah suatu kesatuan yagn
terjadi karena persatuan yang telah dijalani rakyat.
2) Kranenburg dalam bukunya “Allgemeine Staatslehre” mengaitkan
konsepsi bangsa dengan budi pekerti rakyat.
3) Jacobsen dan Lipman dalam buku “Political Science” menyatakan bahwa
bangsa adalah suatu kesatuan budaya (cultural unity).
4) Ernest Renan dalam pidatonya di Universitas Sorbone (Paris) pada
tanggal 11 Maret 1882 menyatakan bahwa bangsa adalah satu jiwa atau
satu azas kerohanian yang ditimbulkan oleh adanya kemuliaan bersama
di masa lampau. Bangsa tumbuh karena adanya solidaritas kesatuan.
5) G.S. Dipondo mengatakan bahwa rakyat hanyalah sebagian kecil dari
bangsa, yaitu mereka yang tidak duduk dalam pucuk pimpinan.
Sedangkan pengertian bangsa mencakup baik pimpinan maupun rakyat
itu sendiri.
6) ·Padmo Wahyono menggunakan istilah bangsa sebagai unsur negara:
bangsa dari suatu negara jika dilihat secara perorangan berarti warga
negara.
Beberapa istilah yang erat pengertiannya dengan rakyat:
1) Rumpun (ras), diartikan sebagai sekumpulan manusia yang merupakan
suatu kesatuan karena berciri jasmaniah yang sama, misalnya: warna
kulit, warna rambut, bentuk badan, wajah, etc.
2) Bangsa (volks), diartikan sebagai sekumpulan manusia yang merupakan
suatu kesatuan karena kesamaan kebudayaan, misalnya: bahasa, adat/
kebiasaan, agama dan sebagainya.
3) Nation (natie), diartikan sebagai sekumpulan manusia yang merupakan
suatu kesatuan karena memiliki kesatuan politik yang sama.

9
Rakyat merupakan unsur terpenting dalam negara karena manusialah
yang berkepentingan agar organisasi negara dapat berjalan dengan baik.
Rakyat suatu negara dibedakan antara: a) penduduk dan bukan penduduk; b)
warga negara dan bukan warga negara.
Penduduk ialah mereka yang bertempat tinggal atau berdomisili tetap di
dalam wilayah negara. Sedangkan bukan penduduk ialah mereka yang ada di
dalam wilayah negara, tetapi tidak bermaksud bertempat tinggal di negara itu.
Warga negara ialah mereka yang berdasarkan hukum merupakan anggota dari
suatu negara. Sedangkan bukan warga negara disebut orang asing atau warga
negara asing (WNA).
George Jellinek mengemukakan empat status bangsa, yaitu:
1) Status positif, yaitu status yang memberikan hak kepada warga negara
untuk menuntut tindakan positif negara mengenai perlindungan atas jiwa
raga, hak milik,kemerdekaan, dan sebagainya;
2) Status negatif, yaitu status yang menjamin warga negara bahwa negara
tidak ikut campur terhadap hak-hak azasi (hak-hak privat) warga
negaranya.
3) Status aktif, yaitu status yang memberikan hak kepada setiap warga
negara untuk ikut serta dalam pemerintahan, misalnya melalui hak pilih
(aktif: memilih, pasif: dipilih).
4) Status pasif, yaitu status yang memberikan kewajiban kepada setiap
warga negara untuk taat dan tunduk kepada negara.

3. Pemerintah yang berdaulat


Istilah Pemerintah merupakan terjemahan dari kata asing Government
(Inggris),Gouvernement (Prancis) yang berasal dari kata Yunani κουβερμαν
yang berarti mengemudikan kapal (nahkoda). Dalam arti luas, pemerintah
adalah gabungan dari semua badan kenegaraan (eksekutif, legislatif, yudikatif)
yang berkuasa memerintah di wilayah suatu negara. Dalam arti sempit,
Pemerintah mencakup lembaga eksekutif saja.
Menurut Utrecht, istilah Pemerintah meliputi pengertian yang tidak sama
sebagai berikut:

10
1) Pemerintah sebagai gabungan semua badan kenegaraan atau seluruh
alat perlengkapan negara adalam arti luas yang meliputi badan legislatif,
eksekutif dan yudikatif.
2) Pemerintah sebagai badan kenegaraan tertinggi yang berkuasa
memerintah di wilayah suatu negara (dhi. Kepala Negara).
3) Pemerintah sebagai badan eksekutif (Presiden bersama menteri-menteri:
kabinet). Istilah kedaulatan merupakan terjemahan dari sovereignty
(Inggris), souveranete (Prancis),sovranus (Italia) yang semuanya
diturunkan dari kata supremus (Latin) yang berarti tertinggi. Kedaulatan
berarti kekuasan yang tertinggi, tidak di bawah kekuasaan lain.
Pemerintah yang berdaulat berarti pemerintah yang memegang
kekuasaan tertinggi di dalam negaranya dan tidak berada di bawah kekuasaan
pemerintah negara lain. Maka, dikatakan bahwa pemerintah yang berdaulat itu
berkuasa ke dalam dan ke luar:
1) Kekuasaan ke dalam, berarti bahwa kekuasaan pemerintah itu dihormati
dan ditaati oleh seluruh rakyat dalam negara itu;
2) Kekuasaan ke luar, berarti bahwa kekuasaan pemerintah itu dihormati
dan diakui oleh negara-negara lain.
Jean Bodin (1530-1596), seorang ahli ilmu negara asal Prancis,
berpendapat bahwa negara tanpa kekuasaan bukanlah negara. Dialah yang
pertama kali menggunakan kata kedaulatan dalam kaitannya dengan negara
(aspek internal: kedaulatan ke dalam). Kedaulatan ke dalam adalah kekuasaan
tertinggi di dalam negara untuk mengatur fungsinya. Kedaulatan ke luar adalah
kekuasaan tertinggi untuk mengatur pemerintahan serta memelihara keutuhan
wilayah dan kesatuan bangsa (yang selayaknya dihormati oleh bangsa dan
negara lain pula), hak atau wewenang mengatur diri sendiri tanpa pengaruh
dan campur tangan asing.
Grotius (Hugo de Groot) yang dianggap sebagai bapak hukum
internasional memandang kedaulatan dari aspek eksternalnya, kedaulatan ke
luar, yaitu kekuasaan mempertahankan kemerdekaan negara terhadap
serangan dari negara lain.
Sifat-sifat kedaulatan menurut Jean Bodin yakni sebagai berikut.

11
1) Permanen/abadi, yang berarti kedaulatan tetap ada selama negara
masih berdiri.
2) Asli, yang berarti bahwa kedaulatan itu tidak berasal adari kekuasaan
lain yang lebih tinggi.
3) Tidak terbagi, yang berarti bahwa kedaulatan itu merupakan satu-
satunya yang tertinggi di dalam negara.
4) Tidak terbatas, yang berarti bahwa kedaulatan itu tidak dibatasi oleh
siapapun, karena pembatasan berarti menghilangkan ciri kedaulatan
sebagai kekuasaan yang tertinggi.

4. Pengakuan oleh negara lain


Pengakuan oleh negara lain didasarkan pada hukum internasional.
Pengakuan itu bersifat deklaratif/evidenter, bukan konstitutif. Proklamasi
kemerdekaan Amerika Serikat dilaksanakan pada tanggal 4 Juli 1776, namun
Inggris (yang pernah berkuasa di wilayah AS) baru mengakui kemerdekaan
negara itu pada tahun 1783.
Adanya pengakuan dari negara lain menjadi tanda bahwa suatu negara
baru yang telah memenuhi persyaratan konstitutif diterima sebagai anggota
baru dalam pergaulan antarnegara. Dipandang dari sudut hukum internasional,
faktor pengakuan sangat penting, yaitu untuk:
1) Tidak mengasingkan suatu kumpulan manusia dari hubungan-hubungan
internasional;
2) Menjamin kelanjutan hubungan-hubungan intenasional dengan jalan
mencegah kekosongan hukum yang merugikan, baik bagi kepentingan-
kepentingan individu maupun hubungan antarnegara.
Menurut Oppenheimer, pengakuan oleh negara lain terhadap berdirinya
suatu negara semata-mata merupakan syarat konstitutif untuk menjadi an
international person. Dalam kedudukan itu, keberadaan negara sebagai
kenyataan fisik (pengakuan de facto) secara formal dapat ditingkatkan
kedudukannya menjadi suatu judicial fact (pengakuan de jure). Pengakuan de
facto adalah pengakuan menurut kenyataan bahwa suatu negara telah berdiri
dan menjalankan kekuasaan sebagaimana negara berdaulat lainnya.
Sedangkan pengakuan de jure adalah pengakuan secara hukum bahwa suatu

12
negara telah berdiri dan diakui kedaulatannya berdasarkan hukum
internasional.
Perbedaan antara pengakuan de facto dan pengakuan de jure antara
lain adalah:
1) Hanya negara atau pemerintah yang diakui secara de jure yang dapat
mengajukan klaim atas harta benda yang berada dalam wilayah negara
yang mengakui.
2) Wakil-wakil dari negara yang diakui secara de facto secara hukum tidak
berhak atas kekebalan-kekebalan dan hak-hak istimewah diplomatik
secara penuh.
3) Pengakuan de facto – karena sifatnya sementara – pada prinsipnya
dapat ditarik kembali.
4) Apabila suatu negara berdaulat yang diakui secara de jure memberikan
kemerdekaan kepada suatu wilayah jajahan, maka negara yang baru
merdeka itu harus diakui secara de jure pula.
Pada tanggal 17 Agustus 1945, Indonesia menyatakan
kemerdekaannya. Unsurunsur negara terpenuhi pada tanggal 18 Agustus 1945.
Pengakuan pertama diberikan oleh Mesir, yaitu pada tanggal 10 Juni 1947.
Berturut-turut kemerdekaan Indonesia itu kemudian diakui oleh Lebanon, Arab
Saudi, Afghanistan, Syria dan Burma. Pengakuan de facto diberikan Belanda
kepada Republik Indonesia atas wilayah Jawa, Madura dan Sumatra dalam
Perundingan Linggarjati tahun 1947. Sedangkan pengakuan de jure diberikan
Belanda pada tanggal 27 Desember 1949 dalam Konferensi Meja Bundar
(KMB).
Pengakuan terhadap negara baru dalam kenyataannya lebih merupakan
masalah politik daripada masalah hukum. Artinya, pertimbangan politik akan
lebih berpengaruh dalam pemberian pengakuan oleh negara lain. Pengakuan
itu merupakan tindakan bebas dari negara lain yang mengakui eksistensi suatu
wilayah tertentu yang terorganisasi secara politik, tidak terikat kepada negara
lain, berkemampuan menaati kewajiban-kewajiban hukum internasional dalam
statusnya sebagai anggota masyarakat internasional.
Menurut Starke, tindakan pemberian pengakuan dapat dilakukan secara
tegas (expressed), yaitu pengakuan yang dinyatakan secara resmi berupa nota

13
diplomatik, pesan pribadi kepala negara atau menteri luar negeri, pernyataan
parlemen, atau melalui traktat. Pengakuan juga dapat dilakukan secara tidak
tegas (implied), yaitu pengakuan yang ditampakkan oleh hubungan tertentu
antara negara yang mengakui dengan negara atau pemerintahan baru.
Ada dua teori pengakuan yang saling bertentangan:
1) Teori Konstitutif, yaitu teori yang menyatakan bahwa hanya tindakan
pengakuanlah yang menciptakan status kenegaraan atau yang
melengkapi pemerintah baru dengan otoritasnya di lingkungan
internasional.
2) Teori Deklaratoir atau Evidenter, yaitu teori yang menyatakan bahwa
status kenegaraan atau otoritas pemerintah baru telah ada sebelum
adanya pengakuan dan status itu tidak bergantung pada pengakuan
yang diberikan. Tindakan pengakuan hanyalah pengumuman secara
resmi terhadap fakta yang telah ada.

5. Batas-Batas Negara
a) Pengertian batas negara
Wilayah negara adalah daerah atau lingkungan yang menunjukkan
batas-batas suatu negara, dimana dalam wilayah tersebut negara yang
bersangkutan dapat melaksanakan kekuasaannya, sehingga menjadi tempat
berlindung bagi rakyat sekaligus sebagai tempat bagi tempat untuk
mengorganisir dan penyelenggarakan pemerintahannya. Sebagaimana diatur
dalam pasal 1Konvensi Montovideo 1933, salah satu unsur yang harus
dipenuhi oleh suatu negara adalah wilayah yang tetap (apermanent territory).
Wilayah disini dimaksudkan sebagai tempat atau ruang bagi warga negara atau
penduduk untuk dapat hidup dan menjalankan aktivitasnya.
Wilayah yang meliputi segala sesuatu yang tampak dipermukaan bumi,
misalnya rawa, sungai, gunung, dan lembah. Batas daratan suatu negara
ditentukan melalui perjanjian antarnegara yang wilayahnya berbatasan.Macam-
macam perbatasan negara bisa berupa: perbatasan alam, perbatasan ilmu
pasti, dan perbatasan ilmu pasti.
1) Wilayah daratan, wilayah daratan tidak sepenuhnya dapat dimilliki sendiri
oleh suatu negara. Perbatasan wilayah suatu negara umumnya

14
disepakati melalui suatu perjanjian antarnegara (perjanjian
internasional). Perjanjian tersebut dapat berbentuk bilateral apabila
hanya menyangkut kepentingan dua negara, dan dapat pula berbentuk
multilateral jika perbatasan dengan negara lain melibatkan itu melibatkan
lebih dari dua negara. Sebagai batasnya biasanya ditentukan ciri-ciri
alamiah seperti gunung dan sungai. Kadang-kadang batas “buatan”
harus dibangun, misalnya dalam bentuk tembok pembatas. Batas
wilayah suatu negara dengan negara lain di darat dapat berwujud :
- Batas alamiah, yaitu batas suatu negara lain yang terjadi secara
alamiah, misalnya dalam bentuk pegunungan, sungai, dan hutan.
- Batas buatan, yaitu batas suatu negara dengan negara lain yang
sengaja dibuat oleh manusia dalam bentuk pagar tembok, kawat
berduri, dan pos penjagaan
- Batas secara geografis, yaitu batas wilayah suatu negara dengan
negara lain yang dapat ditentukan berdasarkan letak geografis
yang melalui garis lintang dan garis bujur.
2) Wilayah lautan, sebagaimana wilayah daratan, wilayah laut pun memiliki
batas batasnya. Pada mulanya ada dua konsep dasar mengenai wilayah
lautan yaitu sebagai berikut:
- Res nullius, yaitu konsepsi yang menyatakan bahwa laut dapat
diambil dan dimiliki oleh setiap negara.
- Res communis,yaitu konsepsi yang beranggapan bahwa laut
adalah milik masyarakat dunia, sehingga tidak dapat diambil atau
dimiliki setiap negara.
Saat ini, wilayah laut yang masuk dalam wilayah negara tertentu disebut
perairan wilayah atau laut teritorial. Diluar wilayah laut merupakan laut bebas
atau perairan internasional (mare liberum). Pada tanggal 10 Desember 1982,
PBB (UNCLOS) menyelenggarakan komferemsi Hukum Laut Internasional III di
jamaika, hasil konferensi ini ditandatangani oleh 119 peserta. Konferensi ini
menetapkan bahwa wilayah laut terdiri atas hal-hal sebagai berikut.
1) Laut teritorial, yaitu wilayah yang menjadi hak kedaulatan suatu negara
dilaut.

15
2) Zona bersebelahan, yaitu wilayah laut yang lebarnya 12 mil dari laut
teritorial suatu Negara.
3) Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), yaitu wilayah laut suatu negara yang
lebarnya 200 mil ke laut bebas. Di zona ini, negara pantai berhak
menggali dan mengolah segala kekayaan alam untuk kegiaan ekonomi
eksklusif negara tersebut.
4) Landas kontinen, yaitu daratan dibawah permukaaan laut diluar laut
teritorial dengan kedalam 200 m atau lebih.
5) Landas benua, yaitu wilayah laut suatu negara yang lebarnya lebih dari
200 mil laut.
Indonesia merupakan negara maritim yaitu sepertiga bagian dari negara
Indonesia adalah laut. Indonesia memiliki garis pantai sekitar 81.900 km. Dan
Indonesia memiliki batas darat (kontinen) jika ditotal maka jumlah batas lautnya
memiliki 10 hubungan dengan negara lain dan jumlah batas daratnya 3 dengan
negara lain. Secara geografis, Indonesia terletak antara 2 benua yakni Asia dan
Australia dan diapit pula oleh 2 samudra yaitu Samudra Hindia dan Pasifik)

b) Batas Wilayah Indonesia Secara Geografis


Ada berbagai batas-batas wilayah di Indonesia dengan negara tetangga.
Batas ini mencakup batas darat dan laut, berikut ini semua batas-batas wilayah
negara Indonesia dari berbagai arah mata angin :

1. Batas wilayah Negara Indonesia bagian utara

16
Di pulau Kalimantan berbatasan langsung dengan Malaysia (Malaysia bagian
timur) dan berarti Malaysia ini berbatasan dengan batas wilayah darat
Indonesia. Kalau batas lautnya mencakup lima negara yaitu : Malaysia,
Singapura, Thailand, Vietnam dan Filipina.

2. Batas wilayah Negara Indonesia bagian timur


Di bagian timur Indonesia, ada pulau Papua. Di wilayah timur ini, Papua
berbatasan langsung dengan daratan Papua Nugini dan perairan Samudra
Pasifik. Biar Indonesia dan Papua Nugini tidak bingung mana batas negaranya,
maka kedua negara ini menyepakati hubungan bilateral tentang batas-batas
wilayah darat maupun laut.

3. Batas wilayah Negara Indonesia bagian selatan

Batas wilayan Indonesia bagian selatan


Untuk batas darat Indonesia, Indonesia berbatasan langsung dengan Timor
Leste. Untuk batas lautnya, ada Perairan Australia dan Samudera Hinda.
Sebelum tahun 1999, Timor Leste sempat menjadi wilayah Indonesia yang

17
disebut Provinsi Timor Timur. Namun akhirnya pada tahun 1999 ia memisahkan
diri dari Indonesia untuk menjadi negara sendiri.

4. Batas wilayah Indonesia bagian barat

Indonesia berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dan Perairan Negara


India. Secara geografis daratan Indonesia terpisah jauh dengan daratan India,
tapi keduanya memiliki batas wilayah pulau dimana ada titik tertentu di sekitar
Samudera Hindia dan Laut Andaman. Pulau tersebut ialah Pulau Ronde (di
Aceh) dan Pulau Nicobar (di India).

6. Tujuan dan Fungsi Negara


a. Fungsi negara
Setiap negara mempunyai fungsi yang berhubungan erat dengan tujuan
dibentuknya negara tersebut. Fungsi negara dapat diartikan sebagai kegiatan
negara untuk mencapai cita-cita dan harapan sesuai tujuan negara agar
menjadi kenyataan. Fungsi negara menurut para ahli yakni sebagai berikut.
1. John Lokce, membagi fungsi negara menjadi 3, yaitu;
1) fungsi legislative, yaitu membuat undang-undang.
2) fungsi eksekutif, yaitu melaksanakan undang-undang.
3) fungsi federative, yaitu mengurusi urusan luar negeri, perang dan damai
3. Menurut Moh. Kusnardi, SH yakni:
1) melaksanakan ketertiban.
2) menghendaki kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.
4. Montesquieu, menyatakan bahwa fungsi negara mencakup tiga tugas
pokok :

18
1) fungsi egislative, yaitu membuat undang-undang.
2) fungsi eksekutif, yaitumelaksanakan undang-undang.
3) fungsi yudikatif, yaitu mengawasi agar semua peraturan ditaati (fungsi
mengadili)
3. Van Vallenhoven, menyatakan fungsi negara meliputi seperti berikut:
1) regeling, yaitu membuat peraturan.
2) bestur, yaitu menyelenggarakan pemerintahan.
3) rechstaat, fungsi mengadili.
4) politic, fungsi ketertiban dan kemanan
Secara umum, fungsi negara mencakup 4 hal yakni sebagai berikut.
1. Fungsi keamanan dan ketertiban
Stabilitas negara yang kondusif menjamin terlaksananya program-program
pembangunan dengan lancer. Oleh karena itu, negara harus menjaga
keamanan dan ketertiban di negaranya. Selain itu, keamanan dan ketertiban
dapan mencegah bentrokan-bentrokan dan pertikaian yang terjadi antar
manusia di dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Negara merupakan
stabilisator bagi masyarakat. Negara harus menciptakan hukum untuk
mewujudkan keamanan dan ketertiban. Namun demikian, penertiban yang
dilakukan oleh negara tetap harus berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
2. Fungsi kejesahteraan dan kemakmuran
Suatu negara dibentuk dengan tujuan untuk menciptakan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat. Oleh karena itu, negara berfungsi untuk berusaha
sebaikbaiknyamenciptakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Usaha
tersebut, antara lain dengan pembangunan disegala bidang dan
menciptakan system ekonomi demi tercapainya kesejahteraan dan
kemakmuran. Namun, bukan berarti pembangunan menjadi tanggung
jawabnegara sepenuhnya, tetapi juga diperlukan dukungan rakyat.
3. Fungsi pertahanan
Fungsi pertahan negara sangat penting bagi kelangsungan hidup bangsa
dan negara. Pertahanan negara akan menentukan bertahan atau tidaknya
sebuah bangsa dan negara. Fungsi ketahanan negara berkaitan dengan
pertahanan dari serangan negara lain. Oleh karena itu, diperlukan

19
pengadaan alat pertahanan negara serta personil keamanan yang terlatih
dan tangguh.
4. Fungsi keadilan
Fungsi negara yang terakhir adalah keadilan. Keadilan bagi setiap warga
negara harus ditegakkan tanpa menbeda-bedakan. Oleh karena itu,
dibentuklah badan badan peradilan negara yang harus menjamin keadilan
setiap warga negara. Usaha yang dapat dilakukan, antara lain memberikan
keputusan yang adil dalam hukum. Jika keadilan tidak ditegakkan akan
muncul gejolak dalam masyarakat yang justru akan mengganggu keamanan
negara. Sebaiknya, jika keadilan ditegakkan akan muncul kehidupan
masyarakat yang dinamis dan harmonis.

b. Tujuan negara
Setiap warga negara yang berdiri pasti mempunyai tujuan tertentu.
Dimana tujuan negara yang satu dengan yang lain adalah berbeda-beda. Hal
ini disebabkan oleh penguasa negar yang sedang memerintah. Sebab negara
berdiri bertujuan untuk mencapai kebahagiaan bersama semua orang yang
masuk dalam organisasi negara tersebut. Berikui ini adalah tujuan negara
menurut pandangan beberapa para ahli.
1) Roger H. Soltau, tujuan negara adalah mengembangkan agar rakyat
berkembang serta mengembangkan daya ciptanya sebebas mungkin
2) J. Baren, mengklasifikasi tujuan negara dalam dua hal:
- Tujuan sebenarnya adalah memelihara keamanan, ketertiban
dan penyelenggaraan kepentingan umum.
- Tujuan tidak sebenarnya yaitu pertahanan diri yang berkuasa
untuk tetap berada dalam kedudukannya
3) Aristoteles, negara bertujuan menyelenggarakan hidup yang baik dari
warga negaranya.
4) Charles E. Miriam, tujuan negara adalah mencapai keamanan,
ketertiban, dan kesejahteraan umum.
5) Plato, tujuan negara adalah memajukan kesusilaan manusia, baik
sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial.

20
Tujuan negara secara umum yakni bermacam-macam, tujuan yang
dimaksud adalah sebagai berikut.
1. Memperluas kekuasaan
Ajaran negara kekuasaan menyatakan bahwa kekuasaan berarti
kebenaran, danndengan bertambahnya kemajuan dilapangan lain.
Negara kekuasaan menghendaki agar negaranya menjadi besar dan
jaya. Untuk mencapai tujuan maka rakyat dijadikan alat perluasan,
kepentingan orang perseorangan ada di bawah kepentingan bangsa dan
negara.
2. Menyelenggarakan ketertiban hukum
Negara bertujuan menyelenggarakan ketertiban hukum segala
kekuasaan dari alat-alat pemerintahan berdasarkan atas hukum, semua
orang harus tunduk kepada hukum, sebab hukumlah yang berkuasa
dalam negara tersebut.
3. Mencapai kesejahteraan umum
Negara bertujuan ungin mewujudkan kesejahteraan umum. Negara
dipandang sebagai alat yang dibentuk manusia untuk mencapai tujuan
bersama, yakni suatu tatanan masyarakat yang didalamnya ada
kebahagiaan, kemakmuran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
negara itu.
Adapun tujuan dan fungsi negara secara secara universal merupakan
dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Namun demikian keduanya
memiliki arti yang berbeda yaitu:

21
Jika dicermati penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan
negara menunjukkan apa yang secara ideal hendak dicapai oleh suatu negara,
sedangkan fungsi negara menunjukkan pelaksanaan cita-cita itu dalam
kenyataan.

7. Negara Indonesia
Berdasarkan berbagai teori terjadinya negara, kedaulatan Negara, serta
bentuk dan tujuan Negara, maka Negara Indoneia yang diproklamasikan
tanggal 17 Agustus 1945, dapat dijelaskan secara teoristis lahirnya negara
Indonesia.
Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945 dalam Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia yang melahirkan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Negara Kesatuan RI bukanlah merupakan tujuan terakhir
perjuangan bangsa Indonesia, melainkan merupakan alat untuk melanjutkan
perjuangan bangsa Indonesia mencapai cita-cita, membentuk masyarakat adil
makmur, aman sentosa berlandaskan pancasila.
Meskipun ditinjau berdasarkan unsur-unsur yang membentuk negara,
hampir semua negara memiliki kesamaan, namun ditinjau dari segi tumbuh dan
terbentunya negara serta susunan negara, setiap negara di dunia ini memiliki
spesifikasi serta ciri khas masing-masing. Demikian pula negara-negara lain di
dunia tumbuh dan berkembang dengan ciri khas dan sejarahnya masing-
masing.
Demikian pula bangsa dan Negara Indonesia tumbuh dan berkembang
dengan dilata belakangi oleh kekuasaan dan penindasan bangsa asing seperti
penjajahan Belanda serta Jepang. Oleh karena itu bangsa Indonesia tumbuh
dan berkembang dilatarbelakangi oleh adanya kesatuan nasib, yaitu bersama-
sama dalam penderitaan di bawah penjajahan bangsa asing serta berjuang
merebut kemerdekaan. Selain itu yang sangat khas bagi bangsa Indonesia
adalah unsur-unsur etnis yang membentuk bangsa itu sangat beraneka ragam,
baik latar belakangbudaya seperti bahasa, adat kebiasaan serta nilai-nilai yang
dimilikinya. Oleh karena itu terbentuknya bangsa dan negara Indonesia melalui
suatu proses yang cukup panjang. Sejak masa sebelum bangsa asing menjajah

22
Indonesia, seperti masa kejayaan kerajaan Kutai, Sriwijaya, Majapahit dan
kerajaan-kerajaan lainnya.
Kemudian datanglah bangsa asing ke Indonesia maka bangsa Indonesia
saat itu bertekad untuk membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut
bangsa, sebagai unsur pokok negara melalui Sumpah Pemuda 28 Oktober
1928. Isi sumpah itu merupakan suatu tekad untuk mewujudkan unsur-unsur
negara yaitu satu nusa (wilayah) negara, satu bangsa (rakyat), dan satu
bahasa, sebagai bahasa pengikat dan komunikasi antar warga negara, dan
dengan sendirinya setelah kemerdekaan kemudian dibentuklah suatu
pemerintahan negara.
Prinsip-prinsip negara Indonesia dapat dikaji melalui makna yang
terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945. Kita dapat mempelajari serta
menelaah dokumen kenegaraan Indonesia, diantaranya adalah Pembukaan
UUD 1945 terutama pada alenia satu sampai tiga yang dapat dijelaskan
sebagai berikut. Alinea I, menjelaskan tentang latar belakang terbentuknya
negara dan bengsa Indonesia, yaitu tentang kemerdekaan adalah hak kodrat
segala bangsa di dunia yang sadar dan bangkit melawan penjajah, dan
penjajahan itu tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan oleh
karena itu harus dihapuskan. Alinea ke II menjelaskan tentang perjalanan
perjuangan bangsa Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan, alinea III
menjelaskan tentang kedudukan kodrat manusia Indonesia sebagai bangsa
yang religious yang kemudian pernyataan kemerdekaan.
Karakteristik Negara Indonesia memiliki suatu identitas untuk
melambangkan keagungan suatu negara. Seperti negara Indonesia yang
memiliki identitas yang dapat menjadi penciri atau pembangun jati diri bangsa
Indonesia. Identitas Indonesia menjadikan bangsa Indonesia sebagai
pemersatu dan simbol kehormatan negara. Selain itu identitas Nasional
menjadikan negara Indonesia yang bermatabat di antara negara-negara lain
yang memiliki beragam kebudayaan, agama, dan memiliki jiwa toleransi
maupun solidaritas yang tinggi.

23
B. Konstitusi
1. Sejarah Istilah Konstitusi
Mengenai istilah “Konstitusi” pertama kali dikenal di Negara Perancis,
yaitu berasal dari bahasa Perancis “Constituer”, yang berarti membentuk. Yang
dimaksud dengan membentuk disini adalah membentuk suatu Negara.1
Dengan pemakaian istilah konstitusi, yang dimaksud adalah pembentukan
suatu Negara. Hal ini disebabkan, konstitusi mengandung permulaan dari
segala peraturan mengenai suatu Negara. Istilah tersebut muncul karena
Perancis yang pertama kali membahas teori konstitusi sebagai cabang ilmu
pengetahuan yang dilatar belakangi gejala-gejala social. Hal tersebut tidak
mengherankan karena Negara itu paling sering menghadapi persoalan
konstitusi. Sampai masa republik ke-4 (1946) Perancis sudah mengenal 12
macam konstitusi. Dalam liberator, bahkan Perancis sering disebut sebagai
Laboratory of constitution making.
Konstitusi Perancis dikatakan paling lengkap karena mengandung
beberapa unsur, yaitu:
1) Sendi-sendi dasar filsafat;artinya, perenungan yang mendalam
terhadap sesuatu ilmu.
2) Art/hasil dari seni; kata-katanya tidak menimbulkan banyak
penafsiran.
3) Konstitusi itu harus sistematis; didalam konstitusi itu harus sistematis,
antara pasal yang satu dengan pasal yang lain tidak boleh saling
bertentangan.
4) Kalimatnya tidak terlalu panjang dan tidak terlalu pendek.
Sehubungan dengan hal itu,M.Solly Lubis, S.H. mengemukakan Istilah
“konstitusi” berasal dari “consituer” (bahasa Perancis), yang berarti membentuk.
Dengan pemakaian istilah konstitusi, yang dimaksud ialah pembentukan suatu
Negara, atau menyusun dan menyatakan suatu Negara.
Dalam hal yang sama, Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H. mengemukakan
bahwa “konstitusi” berarti “pembentukan”, berasal dari kata kerja “constitution”
(Perancis) yang berarti “membentuk” Kini yang dibentuk ialah suatu Negara,
maka konstitusi mengandung permulaan dari segala peraturan mengenai suatu
Negara.

24
Berkaitan dengan hal itu pula, G.S. Diponolo menjelaskan bahwa kata
“konstitusi” dalam bahasa Inggris dan Perancis “constitution” berasal dari
bahasa latin “constitutio” yang kurang lebih berarti “dasar susunan badan”.
Seperti halnya dengan manusia mempunyai konstitusi yaitu susunan bagian-
bagian organ-organ yang masing-masing mempunyai kedudukan dan fungsinya
sendiri-sendiri tetapi bersama-sama merupakan suatu rangkaian kerja sama
yang harmonis, begitupun halnya dengan Negara. Maka konstitusi menurut
makna katanya berarti dasar susunan badan politik yang bernama Negara.
Berkaitan dengan istilah “Konstitusi” dalam bahasa Indonesia antara lain
berpadanan dengan kata “Constituonale” (bahasa Perancis). “Constitutio”
(bahasa Latin), “Constitutons” (bahasa Latin), “Constitutions” (bahasa Inggris),
“Constitutieí” atau “Grongezet” (bahasa Belanda), “Verfassung” atau
”Verfassunglehre” (bahasa Jerman).
Dalam sejarah,kita melihat bahwa identifikasi antara pengertian
konstitusi dan Undang-Undang Dasar itu, dimulai sejak Oliver Cromwell (Lord
Protector) kerajaan inggris (1599-1658) yang menamakan Undang-Undang
Dasar itu sebagai the Instrument of Government atau “ius trusment of
government” yang berati bahwa Undang-Undang Dasar dibuat sebagai
pegangan untuk memerintah dan dari sinilah muncul identifikasi dan Konstitusi
dan Undang-Undang Dasar. Pada tahun 1787 pengertian Konstitusi menurut
Cromwell tersebut kemudian diambil alih oleh Amerika Serikat yang selanjutnya
oleh Lafayette diambil oleh Negara Perancis pada tahun 1789.
Pada umumnya, negara-negara yang mendasarkan atas demokrasi
konstitusional, maka undang-undang dasar (sering disebut juga konstitusi
dalam arti sempit) mempunyai fungsi yang khusus yaitu membatasi kekuasaan
pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak
bersifat sewenang-wenang sehingga hak-hak warga Negara akan lebih
terjamin. Pandangan ini dinamakan konstitualisme.
Menurut Carl J. Friendrich bahwa konstitualisme merupakan gagasan
bahwa pemerintahan merupakan suatu kumpulan kegiatan yang
diselenggarakan oleh dan atas nama rakyat, tetapi yang dikenakan
pembatasan yang diharapkan akan menjamin bahwa kekuasaan yang
diperlukan untuk tidak disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas untuk

25
memerintah. Cara pembatasan yang dianggap efektif ialah dengan jalan
membagi kekuasaan.
Munculnya gagasan ini lebih dahulu dari konstitusi dan kontitualisme
mulai berkembang pada abad pertengahan di Inggris dimana kekuasaan raja
yang mutlak di Negara tersebut dipaksa untuk mengetahui hak-hak dari kaum
bangsawan, yaitu bahwa raja tidak dapat memungut pajak kepada kaum
bangsawan tanpa persetujuan dari kaum bangsawan tersebut, jaminan tersebut
dicantumkan dalam suatu piagam yang bernama Magna Carta.
Magna Carta ini merupakan awal dari gagasan konstitualisme terhadap
pengakuan kebebasan dan kemerdekaan rakyat. Kemudian berkembang
dengan adanya perlindungan terhadap penangkapan sewenang-wenang dan
yang menjamin pengadilan yang cepat, hak ini tercantum dalam Hobeas
Corpus act. Tahun 1679.
Pada tahap perkembangan yang berikutnya ternyata beberapa hak dari
rakyat semakin mendapat perlindungan, yaitu dengan adanya jaminan dari
Parlemen terhadap Hobeas Corpus yaitu dengan diterimanya “Bill of Rights”.
Disamping itu, ditetapkan pula beberapa hak bagi rakyat antara lain hak rakyat
untuk mengajukan petisi kepada raja serta hak untuk kebebasan berbicara bagi
setiap anggota parlemen dan hak kebal.
Perjuangan dari rakyat Inggris ini diikuti pula oleh Amerika Serikat yang
pada tahun 1778 dengan diproklamasikan piagam “Bill of Rights”, apa yang
dikemukakan dalam Bill of Rights tersebut merupakan pengaruh dari teori John
Locke mengenai teori perjanjian masyarakat (Social Contract).
Sebelumnya, yaitu pada waktu Amerika Serikat dalam perjuangan untuk
memperoleh kemerdekaannya, dicetuskanlah “Declaration of Independence”
pada tahun 1776 yang berisi pernyataan bahwa Tuhan telah memberikan hak
kemerdekaan dan hak untuk hidup sejahtera, yang hak-hak tersebut tidak boleh
dirampas.
Dalam rangka melindungi hak-hak tersebut rakyat Amerika Serikat telah
menciptakan pemerintah yang didalam melakukan tindak tanduknya harus
sesuai dengan kehendak rakyatnya. Seperti halnya di Inggris di Negara
Perancis pada tahun 1789 timbulnya revolusi sebagai reaksi untuk
menggulingkan kekuasaan raja yang bersifat absolute, yang sebagai hasil dari

26
revolusi itu kemudian dicetuskan pernyataan tentang hak-hak kemerdekaan
rakyat yang terkenal dengan nama “Declaration des Droits de I’homme et du
Citoyen”. Pernyataan ini membatasi kekuasan raja yang bersifat absolute.
Maka sejak abad ke-19 timbulah undang-undang dasar yang berasaskan
demokrasi sebagai perwujudan gagasan konstitualisme, dimana dengan
adanya undang-undang dasar maka akan menciptakan suatu keadaan dimana
kekuasaan tidak akan disalahgunakan dan hak-hak warga Negara tidak akan
diperkosa oleh penguasa.
Jadi pada dunia barat tersebut di atas konstitusi dimaksudkan untuk
menentukan batas wewenang penguasa, menjamin hak rakyat dan mengatur
jalannya pemerintahan. Karena dengan kebangkitan faham kebangsaan
sebagai faham politik yang progresif dan militant konstitusi menjadi alat rakyat
untuk konsolidas kedudukan politi dan hukum, untuk mengatur kehidupan
bersama dan untuk mencapai cita-citanya dalam bentuk Negara.
Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa Negara Inggris adalah
Negara yang faham konstitualisme yang tertua walaupun Negara tersebut tidak
mempunyai undang-undang dasar, tetapi mempunyai konstitusi yang secara
lengkap memuat aturan-aturan keorganisasian Negara berdasarkan
perkembangan selama lebih kurang delapan abad. Aturan-aturan konstitusional
tersebut tersebar dalam berbagai undang-undang dan dokumen Negara
lainnya, hukum adat (Common Law), serta Konvensi (Convention).
Walaupun Inggris tidak mempunyai undang-undang dasar, Negara ini
model Negara konstitusional tertua yang tumbuh secara evolusi sejak
diterbitkannya Magna Carta tahun 1215.
Sebaliknya kalau dilihat dari Negara-negara komunis maka gagasan
konstitusionalisme sebagaimana dikemukakan diatas tidak dianut sama sekali.
Karena faham komunis berpandangan bahwa semua aparatur serta kegiatan
pemerintahan harus ditujukan kepada tercapainya masyarakat komunis, oleh
karena itu kaum komunis tidak mau paham konstitusionalisme.
Undang-undang dasar pada Negara komunis di satu pihak mempunyai
fungsi mencerminkan kemenang-menangan yang telah dicapai dalam
perjuangan kearah tercapainya masyarakat komunis serta merupakan
pencatatan formal dan legal dari kemajuan yang telah dicapai. Pada pihak lain

27
undang-undang dasar memberikan kerangka dan dasar hukum untuk
perubahan masyarakat yang dicita-citakan dalam tahap perkembangan yang
berikutnya.
Hal-hal yang dilengkapkan dalam undang-undang dasar dari Negara-
negara yang menganut faham komunis dapat dibagi dalam dua tahap;
Tahap pertama, mengungkapkan keberhasilan perebutan kekuasaan
oleh golongan komunis dan diselenggarakan dictator ploretariat. Tahap ini pada
Negara Uni Soviet tercemin dalam Undang-Undang Dasar 1918. Sedangkan di
Negara-negara Eropa Timur hal ini terjadi setelah perang dunia II. Pada tahap
ini undang-undang dasar menunjukkan sifat-sifat kekerasan dalam rangka
menghancurkan masyarakat lama. Tahap kedua, mengungkapakan tercapainya
kemenangan sosialisme dan dimulainya pembangunan masyarakat komunis
pada Negara Uni Soviet. Tahap ini tercapai dalam tahun 1936 dan tercermin
dalam Undang-Undang Dasar 1936. Sedangkan pada Negara-negara komunis
Eropa Timur tahap kedua ini tercapai pada tahun 60-an.
Dari apa yang dikemukakan di atas tergambar bahwa terdapat
perbedaan antara Negara-negara barat dengan faham konstitualismenya
Negara-negara yang menganut faham komunis yang menolak faham
konstitualisme. Tetapi di samping perbedaan tersebut dapat kita tarik adanya
persamaan yaitu baik Negara-negara barat dan Negara-negara yang menganut
faham komunis itu mengakui perlu adanya undang-undang dasar yang sifatnya
tertulis (Konstitusi dalam arti sempit).
Penganut paham modern yang menyamakan konstitusi dengan Undang-
Undang Dasar adalah Lassale. Dalam tulisannya Uber Verfassungwessen, ia
mengemukakan bahwa Konstitusi yang sesungguhnya merupakan
penggambaran antara kekuasan yang terdapat di dalam masyarakat, seperti
golongan yang mempunyai kedudukan nyata dalam strata masyarakat (Relle
Machtsfaktoren); misalnya kepala Negara, angkatan perang dan sebagainya.
Dari pendapatnya ini kemudian Lassale menghendaki agar seluruh yang
penting itu dimasukkan dalam konstitusi (in einer Urkunde auf Blatt Papier aller
Institutionen und Regierungs prinzipien des Landes). Demikian pula halnya
dengan Struycken yang menganut paham modern karena menurut
pendapatnya konstitusi (Karya Besar) adalah Undang-Undang Dasar, hanya

28
saja berbeda dengan yang lainnya Struycken berpendapat bahwa konstitusi
memuat garis-garis besar dan asas tentang organisasi Negara.

2. Pengertian Konstitusi
Menurut Prof. Mr. A.A.H. Struycken menyatakan bahwa konstitusi adalah
undang-undang yang memuat garis-garis besar dan asas-asas tentang
organisasi daripada Negara”.
Sejalan dengan pendapat Prof. Mr. A.A.H. Struycken di atas, Prof.
Padmo Wahjono,S.H. mengemukakan bahwa konstitusi adalah suatu pola
hidup berkelompok dalam organisasi Negara, yang sering kali diperluas dalam
organisasi apa pun”. Menyangkut organisasi dalam Negara, Prof. Padmo
Wahjono, S.H. :”Organisasi dalam Negara secara garis besar terbagi dalam alat
perlengkapan Negara (staatsorganen) dan organisasi kemasyarakatan dalam
arti luas”. Dalam jenis organisasi di luar Negara atu organisasi yang lain seperti
pada partai politik dan organisasi kemasyarakatan lazim disebut Anggaran
Dasar.
Mengenai Negara dimana suatu konstitusi diberlakukan, Mr. Soenarko
mengemukakan bahwa karena negra itu tidak lain dari suatu susunan
masyarakat pada tingkat organisasi yang tertentu, maka sumber-sumber untuk
mencari pengetahuan ilmu ini, tidak saja terletak dalam kitab-kitab undang-
undang Negara yang tertulis, tetapi diluar undang-undang yang tertulis itu
masih ada sumber-sumber lain yang perlu digali untuk memperoleh
pengetahuan tentang “ke-Tata Negaraan”.
Pengertian yang luas dari konstitusi oleh sarjana Inggris Bolingbroke
dalam bukunya On Parties dirumuskan :
By Constitution, we mean, whenever we speak with propriety and
exactness, that assemblage of laws, institution and customs, derived from
certain fixed principles of reason … that compose the general system,
according to which the community hath agreed to be governed.

Dari rumusan Bolingbroke di atas, maka yang dimaksud dengan


konstitusi adalah sekumpulan kaidah-kaidah hukum, institusi-institusi dan
kebiasaan-kebiasaan, diambil dari asa penalaran tertentu dan pasti berisi
sistem umum atas dasar nama masyarakat itu sepakat/setuju untuk diperintah.

29
Berbeda dengan sarjana di atas, seorang sarjana Inggris lainnya yang
bernama Lord James Bryce yang menganut paham modern yang secara tegas
menyamakan pengertian konstitusi dengan undang-undang dasar, dalam
bukunya Studies in History and Jurisprudence mendefinisikan suatu konstitusi
sebagai berikut.
… a constitution as a frame of political society, organized through and by
law, that is to say, one which in law has established permanent institutions with
recognized functions and definite rights.
Dari definisi Lord James Bryce, maka yang dimaksud dengan konstitusi
sebagai suatu kerangka Negara, diorganisasikan melalui dengan hukum , yang
menetapkan lembaga-lembaga yang tetap dengan diakui fungsi-fungsi dan hak-
haknya. Definisi konstitusi menurut Lord James Bryce ini, bahwa konstitusi
yang dimaksud Lord James Bryce adalah dalam arti sempit.
Sarjana lainnya, C.F. Strong, OBE, Ma,Ph.D. yang menganut paham
modern yang secara tegas menyamakan pengertian konstitusi dengan undang-
undang dasar. Ia mengatakan :
“… a constitution may be said to be a collection of principles according to
which the power of the government, the rights of governed, and the relations
between the two are adjusted”.
Dari rumusan C.F. Strong, OBE, MA,Ph.D. diatas, maka konstitusi
merupakan suatu kumpulan asas-asas menurut kekuasaan pemerintah, hak-
hak yang diperintah,dan hubungan antara keduanya (pemerintah dan yang
diperintah dalam konteks hak-hak asasi manusia).
Rumusan C.F. Strong, OBE, MA, Ph.D. ini pada asasnya sama dengan
definisi Bolingbroke. Akan tetapi bila ditelaah lebih lanjut, tampak pengertian
konstitusi dari C.F. Strong, OBE, MA, Ph.D. lebih luas dari pengertian konstitusi
dari Lord James Bryce mengingat pengertian konstitusi menurut Lord James
Bryce hanya menyangkut pengaturan pengaturan mengenai lembaga-lembaga
atau alat-alat kelengkapan Negara yang disertai dengan pengaturan fungsi-
fungsi dan hak-haknya. Dalam pengertian konstitusi dari C.F. Strong, OBE,
MA,Ph.D., pengaturan mengenai lembaga-lembaga
atau alat-alat kelengkapan Negara dari Lor James Bryce itu termasuk
dalam kekuasaan pemerintah, sedangkan menurut pendapat C.F. Strong, OBE,

30
MA,Ph.D. konstitusi tidak hanya mengatur mengenai lembaga-lembaga atau
alat-alat kelengkapan Negara disertai fungsi-fungsi dan hak-haknya, tetapi juga
mengatur hak-hak yang diperintah dan hubungan antara hak-hak lembaga-
lembaga Negara dengan hak-hak yang diperintah atau warga Negara.
Dalam kaitannya dengan definisi konstitusi, Dr. Wirjono Prodjodikoro,
S.H. menyatakan suatu konstitusi memuat suatu peraturan pokok (fundamental)
mengenai soko-soko guru atau sendi-sendi pertama untuk menegakkan
bangunan besar yang bernama “negara”. Sendi-sendi itu tentunya harus kuat
dan tidak akan mudah runtuh, agar bangunan “Negara” tetap berdiri, betapapun
ada angin taufan. Maka peraturan yang termuat dalam konstitusi harus tahan
uji, kalau ada serangan dari tangan-tangan jahil yang akan menggantikan
sendi-sendi itu dengan tiang-tiang yang lain coraknya dan yang akan merubah
wajah Negara sehingga bangunan yang asli dan molek menjadi jelek.
Senada dengan pendapat Dr. Wirjono Prodjodikoro, S.H. di atas,
Sajoedin Ali mengatakan undang-undang dasar menjadi hukum dasar Negara
yang bagian terbesar daripadanya memuat peraturan-peraturan tentang
susunan Negara dan pemerintahannya, menentukan dan membatasi usaha-
usaha pemerintah, memberi jaminan bagi hak-hak utama rakyat, serta
menetapkan pokok-pokok dasar tiga kekuasaan Negara, yaitu legislatif,
eksekutif, dan yudikatif yang masing-masing mempunyai tugas yang berlainan.
Ketiganya dibentuk untuk mewakili rakyat.
Menurut Prof. K.C. Wheare, dalam bukunya Modern Constitutions,
pembahasan mengenai urusan-urusan ketatanegaraan, istilah konstitusi lazim
dipergunakan sekurang-kurangnya dalam 2 pengertian, yaitu pertama dalam
arti luas, dan kedua dalam arti sempit.
1. Konstitusi dalam arti luas
yaitu dipergunakan untuk menggambarkan seluruh sistem pemerintahan
suatu Negara yaitu sekumpulan peraturan yang menetapkan dan
mengatur pemerintahan atau sistem ketatanegaraan. Peraturan-
peraturan ini sebagian bersifat hukum dan sebagian lagi bersifat non
hukum atau ekstra-hukum. Peraturan bersifat hukum, dalam pengertian
pengadilan mengakuinya sebagai hukum dan menerapkannya dalam
menyelesaikan suatu kasus konkret. Peraturan bersifat non hukum atau

31
ekstra-hukum,dalam pengertian pengadilan tidak akan menerapkan
peraturan tersebut bila terjadi penlanggaran terhadapnya. Peraturan-
peraturan non hukum dapat berbentuk kebiasaan-kebiasaan,
kesepakatan-kesepakatan,adat istiadat, atau konvensi-konvensi (usages,
understanding, customs, or conventions).meskipun pengadilan tidak
mengakuinya sebagai hukum tetapi tidak berate peraturan-peraturan
tersebut kurang efektif dalam pengaturan pemerintahan Negara.
2. Konstitusi dalam arti sempit
Kata ini digunakan bukan untuk mendiskripsikan aturan hukum (tertulis)
dan non hukum tetapi bukan untuk yaitu menunjukan kepada suatu
dokumen atau beberapa dokumen yang berkaitan erat serta memuat
aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan tertentu yang bersifat
pokok/dasar dari ketatanegaraan suatu Negara.
Selanjutnya, Dr. Sri Soemantri Martosoewignjo, S.H. membagi konstitusi
dalam dua pengertian yaitu:
1. Dalam arti luas, menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan
suatu Negara, yaitu berupa kumpulan-kumpulan peraturan yang
membentuk, mengatur atau memerintah Negara. Peraturan-peraturan
tersebut ada yang tertulis sebagai keputusan badan yang berwenang
dan ada yang tidak tertulis yang berupa usages, understanding.
Customs, or conventions.
2. Dalam arti sempit, dituangkan dalam suatu dokumen, seperti undang-
undang dasar.
G.S. Diponolo dalam bukunya Ilmu Negara, membagi pengertian
konstitusi dalam dua pengertian pula, yaitu :
1. Dalam arti luas, konstitusi berarti keseluruhan dari ketentuan-ketentuan
dasar atau hukum dasar (droit constituonnelle).
2. Dalam arti terbatas, konstitusi berarti piagam dasar atau undang-undang
dasar (loi Constitutionnelle)
Dalam kepustakaan Hukum Tata Negara dibedakan antara pengertian
konstitusi dengan pengertian undang-undang dasar, karena yang
dimaksuddengan konstitusi ialah memuat baik peraturan yang tertulis maupun

32
peraturan yang tidak tertulis. Sedangkan undang-undang dasar adalah bagian
tertulis dari suatu konstitusi.
Beberapa sarjana berpendapat bahwa karena adanya suatu kekhilafan
dalam pandangan orang mengenai konstitusi pada Negara-negara modern,
maka kemudian perkembangannya, konstitusi diatikan sama dengan Undang-
Undang Dasar. Kekhilafan ini menurut para sarjana tersebut, disebabkan oleh
pengaruh paham kodifikasi yang menghendaki seluruh peraturan hukum tertulis
disederhanakan, demi tercapainya kesatuan hukum dan kepastian hukum.
Sedemikian besarnya pengaruh dari faham kodofikasi ini sehingga setiap
peraturan hukum yang dipandang sedemikian penting haruslah tertulis. Dan
dengan demikian konstitusi tertulis tersebut disebut dengan Undang-Undang
Dasar.
Berkenaan dengan “Constitution” atau “Undang-Undang Dasar”, Prof.
Miriam Budiardjo menerangkan bahwa alam kehidupan sehari-hari kita telah
terbiasa untuk menterjemahkan kata Inggris “constitution” dengan kata
Indonesia “Undang-Undang Dasar”. Kesukaran dengan pemakaian istilah
undang-undang-dasar adalah bahwa kita langsung membayangkan suatu
naskah tertulis, karena semua undang-undang merupakan hal yang tertulis.
Pada istilah constitution bagi banyak sarjana ilmu politik merupakan sesuatu
yang lebih luas, yaitu keseluruhan peraturan dari peraturan-peraturan_baik
yang tertulis maupun tidak tertulis – yang mengatur secara mengikat cara-cara
bagaimana suatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat.
Dari apa yang diuraikan oleh Prof. Miriam Budiardjo di atas, maka yang
dimaksud dengan istilah constitution, yaitu keseluruhan dari peraturan-
peraturan-baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis – yang mengatur secara
bagaimana suatu pemerintahan diselenggarakan dalam suatu masyarakat.
Dalam kaitannya dengan pengertian konstitusi ini, Prof. Usep
Ranawidjaya, S.H. menyatakan ada dua arti konstitusi, yaitu Konstitusi dalam
arti luas dan konstitusi dalam arti sempit.
1. Konstitusi dalam arti luas mencakup segala ketentuan yang
berhubungan dengan keorganisasian Negara, baik yang terdapat di
dalam undang-undang dasar, undang-undang organic, dan peraturan
perundangan lainnya, maupun kebiasaan atau konvensi.

33
2. Sebaliknya konstitusi dalam arti sempit, menurut sejarahnya
dimaksudkan untuk memberi nama kepada dokumen pokok yang berisi
aturan mengenai susunan organisasi Negara berserta cara kerjanya
organisasi itu. Pengertian ini yang dimaksud konstitusi sama dengan
undang-undang.
Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai perbedaan antara
konstitusi dan undang-undang dasar, maka seorang sarjana yang ahli dalam
bidang ketatanegaraan, yaitu Prof. Herman Heller dalam bukunya Staatslehre
dengan metodenya “cara perolehan pengetahuan (methode van kennis
verkrijiging), mengemukakan bahwa pengertian konstitusi itu lebih luas dari
pengertian undang-undang dasar, dimana sarjana tersebut membagi konstitusi
itu dalam tiga pengertian yaitu:
1. Konstitusi mencerminkan kehidupan politik di dalam suatu masyarakat
sebagai suatu kenyataan (Die politische Verfassung als
Gesellschafassung) atau dengan perkataan lain konstitusi itu masih
merupakan pengertian sosiologi atau politis.
2. Setelah orang-orang mencari unsur hukumnya dari Konstitusi yang hidup
dalam masyarakat itu untuk dijadikan dalam satu kesatuan kaidah
hukum, maka Konstitusi itu disebut Rechtvarssung). Tugas untuk
mencari unsur hukum dalam ilmu pengetahuan hukum disebut dengan
istilah absrtraksi.
3. Kemudian orang mulai menuliskan dalam suatu naskah sebagai undang-
undang yang tertinggi yang berlaku dalam suatu Negara. (M. Koesnardi,
SH. & Harmaily Ibrahim, SH.)
Dengan demikian menjadi jelaslah bagi kita, bahwa bilamana kita
menghubungkan pengertian Konstitusi tersebut dengan pengertian Undang-
Undang Dasar, maka Undang-Undang Dasar konstitusi itu (die geschriebene
verfassung), menurut beberapa sarjana, merupakan sebagian dari Konstitusi
dalam pengertian umum.
Hal yang menjadi catatan bahwa dalam paham modern, disatukannya
arti/pengertian antara Konstitusi dengan Undang-Undang Dasar, sedangkan
sesungguhnya, Konstitusi tidak hanya bersifat yuridis saja, tetapi juga bersifat
sosiologis dan filosofis politis.

34
Carl Schmit dalam bukunya yang berjudul “Verfassunslehre” telah
membagi konstitusi dalam empat pengertian, sedangkan pengertian yang
pertama dibagi dalam empat sub pengertian dan yang kedua dalam dua sub
pengertian, sehingga seluruhnya berjumlah delapan.15 pengertian.
Pembagiannya adalah sebagai berikut :
1. Konstitusi dalam arti Absolut (Absoluter Verfassungsbegriff)
2. Konstitusi dalam arti Relatif (Relatifer Verfassungsbegriff)
3. Konstitusi dalam arti Positif (Der positive Verfassungsbegriff)
4. Konstitusi dalam arti ideal (Idealbegriff der Verfassung).
Uraiannya adalah sebagai berikut ini. Konstitusi dalam arti Absolut (Absoluter
Verfassungsbegriff), dibagi dalam empat pengertian, yaitu :
1) Konstitusi dianggap sebagai kesatuan organisasi yang nyata yang
mencakup semua bangunan hukum dan semua organisasi-organisasi
yang ada didalam Negara.
2) Konstitusi sebagai bentuk Negara, yang dapat berbentuk demokrasi atau
monarkhi. Pada Negara demokrasi bersendi pada identik, sebab pada
demokrasi, baik langsung maupun tidak langsung, bersendi pada rakyat
yang memerintah dan yang diperintah identik yaitu rakyat. Pada Negara
monarkhi bersendi pada representasi, karena baik raja maupun kepala
Negara dalam Negara demokratis hanya merupakan wakil atau
mandataris daripada rakyat, dan pada dasarnya kekuasaan itu ada pada
rakyat.
3) Konstitusi sebagai faktor integrasi, sifatnya abstrak dan fungsional.
- abstrak misalnya hubungan antar bangsa dan Negara dengan lagu
kebangsaan, bahasa persatuannya, bendera Negara, dan lain-lain.
- fungsional, karena tugas konstitusi mempersatukan bangsa melalui
pemilihan umum, referendum, pembentukan cabinet, mosi yang diajikan
oleh DPR baik yang sifatnya menuduh atau tidak percaya, dan
sebagainya.
4) Konstitusi sebagai sistem tertutup dari norma-norma hukum yang
tertinggi di dalam Negara. Jadi konstitusi itu merupakan norma dasar
yang merupakan sumber dasar norma-norma lainnya yang berlaku di
dalam Negara.

35
Konstitusi dalam arti relatif, yaitu konstitusi yang dihubungkan dengan
kepentingan suatu golongan tertentu di dalam masyarakat (process
relatifering). Golongan itu terutama adalah golongan borjuis liberal yang
menghendaki adanya jaminan dari pihak penguasa agar supaya hak-haknya
tidak dilanggar. Dalam arti relatif ini konstitusi juga dibagi 2, yaitu :
1) Konstitusi sebagai tuntutan dari golongan borjuis liberal agar hak-
haknya dijamin tidak dilanggar oleh penguasa, dan
2) Konstitusi sebagai konstitusi dalam arti formal atau konstitusi tertulis.
Konstitusi dalam arti positif, oleh Carl Schmitt dihubungkan dengan
ajaran mengenai “Dezisionismus” yaitu ajaran tentang keputusan. Menurut
Carl Schmitt selanjutnya konstitusi dalam arti positif itu mengandung
pengertian sebagai keputusan politik yang tertinggi berhubung dengan
pembuatan Undang-Undang Dasar Weimar pada tahun 1919 yang
menentukan nasib rakyat seluruh Jerman, karena undang-undang dasar itu
telah merubah struktur dari stelsel monarchi menjadi sistem parlementer.
Konstitusi dalam arti ideal. Disebut konstitusi dalam arti ideal karena ia
merupakan idaman dari kaum borjuis liberal seperti tersebut di atas sebagai
jaminan bagi rakyat ahar hak-hak asasinya dilindungi. Cita-cita luhur ini
sesudah Perancis yang menjadi tuntutan dari golongan tersebut agar pihak
penguasa tidak berbuat sewenang-wenang terhadap rakyat.
Konstitusi atau undang-undang dapat dianggap sebagai perwujudan
dari hukum tertinggi yang harus ditaati oleh negara dan pejabat-pejabat
negara sekalipun. Hal ini sesuai dengan dalil “Goverment by law, not by men”
(pemerintahan berdasarkan hukum, bukan oleh manusia). Pada permulaan
abad ke-19 dan awal abad ke 20, gagasan mengenai konstitusionalisme,
(kekuasaan terbatas dan jaminan hak dasar warga negara) mendapatkan
perumusan secara yuridis.

3. Tujuan dan Fungsi Konstitusi


Eksistensi konstitusi dalam kehidupan ketatanegaraan, suatu negara
merupakan suatu hal yang sangat mendasar, karena tanpa konstitusi bisa jadi

36
tak akan terbentuk sebuah negara. Dalam lintasan sejarah hingga awal abad
ke-21 ini, hampir tidak ada negara yang tak memiliki konstitusi. Hal ini
menunjukkan betapa urgennya konstitusi sebagai suatu perangkat negara.
Secara umum, terdapat tiga tujuan konstitusi dalam kaitannya dengan
penyelenggaraan pemerintahan. Adapun tujuan konstitusi adalah sebagai
berikut:
1) Membuat batasan kekuasaan bagi penyelenggara negara agar tidak
bertindak sewenang-wenang. Dalam hal ini, konstitusi membatasi
kekuasaan penguasa sehingga tidak melakukan tindakan yang
merugikan masyarakat banyak.
2) Memberikan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia (HAM).
Dengan adanya konstitusi maka setiap penguasa dan masyarakat
wajib menghormati HAM dan berhak mendapatkan perlindungan
dalam melakukan haknya.
3) Memberikan pedoman bagi penyelenggara negara agar negara
dapat berdiri dengan kokoh.
Setelah mengetahui tujuannya, tentunya kita juga perlu mengetahui
fungsi dan peranan konstitusi pada suatu negara. Adapun fungsi konstitusi
adalah sebagai berikut:
1) Sebagai sumber hukum tertinggi.
2) Sebagai alat untuk membatasi kekuasaan penyelenggaran negara.
3) Sebagai pelindung hak asasi manusia dan kebebasan rakyat di
dalam suatu negara.
4) Sebagai piagam lahirnya suatu negara.
5) Sebagai sarana untuk mengendalikan masyarakat.
6) Sebagai simbol persatuan rakyat suatu negara.
7) Sebagai rujukan identitas dan lambang negara
Konstitusi dan negara ibarat dua mata uang yang satu sama lain tidak
terpisahkan. Selanjutnya, selain fungsi di atas dan bila dilihat dari fungsinya,
maka konstitusi dapat dibagi menjadi beberapa fungsi:
1) Membagi kekuasaan dalam negara.
2) Membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa dalam negara.

37
3) Menentukan pembatasan terhadap kekuasaan sebagai suatu fungsi
konstitusionalisme.
4) Memberikan legitimasi terhadap kekuasaan pemerintah.
5) Sebagai instrumen untuk mengalihkan kewenangan dari pemegang
kekuasaan asal (baik rakyat dalam sistem demokrasi atau raja
dalam sistem monarki) kepada organ-organ kekuasaan negara.
Bagi mereka yang memandang negara dari sudut kekuasaan dan
menganggap sebagai organisasi kekuasaan maka konstitusi dapat dipandang
sebagai lembaga atau kumpulan asas yang menetapkan bagaimana
kekuasaan dibagi di antara beberapa lembaga kenegaraan, misalnya antara
badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Konstitusi menentukan cara-cara bagaimana pusat-pusat kekuasaan itu
bekerja sama dan menyesuaikan diri satu sama lain serta mengatur
hubungan-hubungan kekuasaan dalam negara. Selain sebagai pembatas
kekuasaan, konstitusi juga digunakan sebagai alat untuk menjamin hak-hak
warga negara. Hak-hak tersebut mencakup hak-hak asasi, seperti hak untuk
hidup, kesejahteraan hidup dan hak kebebasan.
Mengingat pentingnya konstitusi dalam suatu negara ini, Struyken
dalam bukunya “Het staatsrecht van Het Koninkrijk der Nederlander”
menyatakan, bahwa Undang-Undang Dasar sebagai konstitusi tertulis
merupakan dokumen formal yang berisikan:
1) Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau.
2) Tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa.
3) Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan baik untuk
waktu sekarang maupun untuk waktu yang akan datang.
4) Suatu keinginan, di mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan
bangsa hendak dipimpin.

4. Bentuk-Bentuk Konstitusi
Konstitusi negara dibagi dalam dua bentuk, yaitu secara vertikal dan
secara horizontal.
a. Secara vertikal

38
Fungsi konstitusi secara vertikal adalah kekuasaan menurut tingkatnya,
artinya pembagian kekuasaan antara pembagian kekuasaan secara teritorial
(territorial division of power). Pembagian kekuasaan ini dengan jelas dapat kita
saksikan jika kita bandingkan antara negara kesatuan, negara federal serta
konfederasi. Karena perbedaan dalam cara konstitusi, maka kita mengenal
beberapa macam fungsi konstitusi di antara tingkat pemerintahan tersebut di
atas. Di samping itu kita melihat bahwa konstitusi itu mengatur juga
pembagian kekuasaan dalam negara seperti yang sudah dijelaskan di atas.
Macam-macam konstitusi tersebut adalah:
1. Konstitusi Unitaris (Konstitusi negara kesatuan).
2. Konstitusi Federalistis.
3. Konstitusi Konfederalistis.
1. Konstitusi Unitaris (Konstitusi Negara Kesatuan)
Disebut konstitusi unitaris apabila pembagian kekuasaan antara
pemerintahan pusat dan daerahnya tidak sama dan tidak sederajat, serta
kekuasaan pusat merupakan kekuasaan yang menonjol. Kekuasaan yang ada
di daerah bersifat derivatif (tidak langsung) dan sering dalam bentuk yang luas
(otonom). Dengan demikian tidak dikenal adanya badan legislatif dari
pemerintah pusat dan daerah yang kedudukannya sederajat, melainkan
sebaliknya. Karena itu juga dalam negara tersebut dikenal satu Undang-
Undang Dasar sebagai Undang-Undang Dasar Kesatuan.
2. Konstitusi Federalistis
Jika kekuasaan dibagi antara pusat dan bagian pada suatu negara,
maka masing-masing bagian bebas dari campur tangan satu sama lain, dan
hubungannya sendiri-sendiri, begitu pula hubungan bagian-bagian terhadap
pusat. Pemerintah pusat memiliki kekuasaan sendiri serta bebas dari
pengawasan pihak pemerintah negara bagian, begitu pula sebaliknya.
Kekuasaan-kekuasaan yang ada dan sederajat. Hanya untuk beberapa jenis
kekuasaan pemerintah pusat mempunyai kelebihan yaitu dalam bidang
pertahanan, urusan luar negeri, pos, dan sebagainya.
Menurut Strong, terdapat tiga ciri-ciri dari negara federal, di antaranya:
1) Adanya supremasi daripada konstitusi di mana federal itu terwujud.

39
2) Adanya pembagian kekuasaan antara negara-negara federal dengan
negara-negara bagian.
3) Adanya suatu lembaga yang diberi wewenang untuk menyelesaikan suatu
perselisihan antara negara federal dengan pemerintah negara-negara
bagian.
Nampaknya perbedaan antara kedua bentuk konstitusi tersebut masih
bersifat yuridis formal, artinya masih tetap pada peraturan konstitusi itu sendiri
dan belum menggambarkan bagaimana kenyataan yang hidup dalam
masyarakat negara itu sendiri. Titik tolak pada konstitusi federalis adalah
bahwa ada kebebasan yang sama tinggi dan sama rendah antara pemerintah
negara bagian dan pemerintah Federal. Sebagai contoh Amerika Serikat, yang
mana telah dikenal pembagian kekuasaan antara legislatif, eksekutif dan
yudikatif, namun sering kali kita melihat bahwa kekuasaan eksekutif dapat
mempunyai hak veto untuk menunda atau menolak undang-undang yang
dibuat Negara Bagian.
3. Konstitusi Konfederalistis
Negara konfederasi adalah bentuk serikat dari negara-negara
berdaulat, namun kedaulatannya tetap dipegang oleh negara-negara
bersangkutan. Ada pendapat yang mengatakan bahwa sebenarnya antara
negara-negara tersebut diadakan kerja sama untuk menyelenggarakan satu
bidang. Jadi kurang tepat jika kerja sama diatur dalam satu konstitusi. Bentuk
konfederasi lebih tepat jika disebut suatu fakta, contohnya PBB, NATO,
SEATO, ASEAN dan sebagainya.
Kedudukan dan fungsi konstitusi dalam negara berada dari zaman ke
zaman. Pada masa peralihan dari negara feodal monarki atau oligarki dengan
kekuasaan mutlak penguasa ke negara nasional demokrasi, konstitusi
berkedudukan sebagai benteng pemisah antara rakyat dan penguasa yang
kemudian secara berangsur-angsur mempunyai fungsi sebagai alat rakyat
dalam perjuangan kekuasaan melawan golongan penguasa. Sejak itu setelah
perjuangan dimenangkan oleh rakyat. Konstitusi bergeser kedudukan dan
perannya dari sekedar penjaga keamanan dan kepentingan rakyat terhadap
kezaliman golongan penguasa menjadi senjata pamungkas rakyat untuk
mengakhiri kekuasaan sepihak satu golongan dalam sistem monarki dan

40
oligarki serta untuk membangun tata kehidupan baru atas dasar landasan
kepentingan bersama rakyat dengan menggunakan berbagai ideologi seperti
individualisme, liberalisme, universalisme, demokrasi, dan sebagainya.
Selanjutnya kedudukan dan fungsi konstitusi ditentukan oleh ideologi yang
melandasi negara.
Konstitusi di Indonesia memiliki historis yang cukup panjang dan dibagi
ke dalam beberapa zaman, yaitu zaman Hindia Belanda, zaman Pendudukan
Jepang, dan zaman Kemerdekaan, bahkan hingga dewasa ini. Konstitusi yang
dijadikan dasar ketatanegaraan pun berganti-ganti. Pada zaman Hindia
Belanda pernah menggunakan Grondwet, kemudian digantikan oleh “Indische
Staatsregeling” yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1926 menggantikan
“Regeeringsreglement” dan tahun 1855. Indische Staatsregeling mengenal
empat macam undang-undang yaitu Wet, Algemene maatregel van bestuur
(firman raja atau koninklijk besluit), Ordonnantie, dan Regeeringsverordening.
Selama pendudukan Jepang, ketatanegaraan Indonesia pada
umumnya tidak berbeda dari zaman Hindia-Belanda hanya menggunakan
nama atau istilah Jepang saja.
Sejak Indonesia merdeka, konstitusi yang dimiliki Indonesia pernah
mengalami perubahan dari unitaris ke federalistis, dan kembali lagi pada
unitaris. Indonesia untuk pertama kali menggunakan konstitusi yang
ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 dan dikenal dengan nama Undang-
Undang Dasar 1945 yang berbentuk unitaris. Kemudian pada tahun 1949
menggunakan Konstitusi Republik Indonesia Serikat (yang berbentuk
federalistis) akibat ulah Belanda yang menekan Indonesia pada Konferensi
Meja Bundar di Den Haag. Konstitusi RIS tidak bertahan lama, hanya
berlangsung delapan bulan, kemudian digantikan oleh Undang-Undang Dasar
Sementara Tahun 1950 sejak tangga1 15 Agustus1950 (berbentuk unitaris).
UUD Sementara Tahun 1950 ini pun kemudian digantikan kembali oleh
UUD 1945 sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959.
Eksistensi konstitusi dalam kehidupan ketatanegaraan, suatu negara
merupakan suatu hal yang sangat mendasar, karena tanpa konstitusi bisa jadi
tak akan terbentuk sebuah negara. Dalam lintasan sejarah hingga awal abad
ke-21 ini, hampir tidak ada negara yang tak memiliki konstitusi. Hal ini

41
menunjukkan betapa urgennya konstitusi sebagai suatu perangkat negara.
Konstitusi dan negara ibarat dua mata uang yang satu sama lain tidak
terpisahkan.
Prof. K.C. Wheare, dalam bukunya Modern Constitution, sebagaimana
dikutip oleh Drs. Astim Riyanto, SH., MH., Teori Konstitusi, membagi konstitusi
ke dalam enam klasifikasi konstitusi, yaitu :
1) Konstitusi tertulis dan Konstitusi tidak tertulis (written Constitution and
unwritten Constutition);
2) Konstitusi fleksibel dan Konstitusi rijid (flexible Constitution and rigid
Constitution);
3) Konstitusi derajat tinggi dan Konstitusi tidak derajat tinggi (supreme
Constitution and not supreme Constitution);
4) Konstitusi serikat dan Konstitusi kesatuan (federal Constitution and
unitary Constitution);
5) Konstitusi sistem pemerintahan presidensial dan Konstitusi sistem
pemerintahan parlementer (presidential executive Constitution and
parliamentary Constitution);
6) Konstitusi republic dan Konstitusi kerajaan (republican Constitution and
monarchical Constitution)
Prof. Hans Kelsen, membagi konstitusi dalam tiga klasifikasi, yaitu
sebagai berikut.
1) Konstitusi rijid dan Konstitusi fleksibel (rigid Constitution and
monarchical Constitution)
2) Konstitusi republic dan Konstitusi kerajaan (monarchical Constitution
and republican Constitution)
3) Konstitusi demokratik dan Konstitusi otoratik (democratic Constitution
and autoratic Constitution).
C.F.Strong, OBE, MA, Ph.D., membagi konstitusi dalam dua klasifikasi,
yakni sebagai berikut.
1) Konstitusi bernaskah dan konstitusi tidak bernaskah (documentary
Constitution and on-documentary Constitution)
2) Konstitusi fleksibel dan konstitusi rijid (flexible Constitution and rigid
Constitution)

42
Dr. Wirjono Prodjodikoro, SH. dan M. Solly Lubis, SH., sama-sama
membagi konstitusi kedalam satu klasifikasi, yakni konstitusi tertulis dan
konstitusi tidak tertulis (written Constitution and unwritten Constitution).
Mengacu kepada klasifikasi para pakar atau ahli Hukum tata Negara dan atau
Hukum Konstitusi terurai di atas, maka dapat dibagi menjadi tujuh klasifikasi
konstitusi yaitu :
1) Konstitusi bernaskah dan konstitusi tidak bernaskah (documentary
Constitution and non-documentary Constitution)
2) Konstitusi fleksibel dan Konstitusi rijid (flexible Constitution and rijid
Constitution);
3) Konstitusi derajat tinggi dan Konstitusi tidak derajat tinggi (supreme
Constitution and not supreme Constitution);
4) Konstitusi serikat dan Konstitusi kesatuan(federal Constitution and
unitary Constitution );
5) Konstitusi sistem pemerintahan presidensial dan konstitusi system
pemerintahan parlementer (presidential executive Constitution and
parliamentary Constitution)
6) Konstitusi republik dan Konstitusi kerajaan (republican Constitution and
monarchical Constitution)
7) Konstitusi demokratik dan Konstitusi otokratik (democratic Constitution
and autoratic Constitution)
Penjelasan mengenai klasifikasi konstitusi tersebut di atas sebagai
berikut :
Dalam melakukan penggolongan konstitusi, C.F. Strong tidak memilih
istilah written Constitution and unwritten Constitution (tertulis dan tidak tertulis),
tetapi lebih suka menggunakan istilah documentary Constitution and non-
documentary Constitution. Menurut pendapat C.F. Strong, pembedaan
konstitusi atas tertulis dan tidak tertulis adalah kurang tepat , karena tidak ada
konstitusi yang seluruhnya tidak tertulis, sebaliknya tidak ada pula konstitusi
yang seluruhnya tertulis.
Suatu konstitusi disebut tertulis apabila merupakan suatu naskah,
sedangkan konstitusi tidak tertulis tidak merupakan suatu naskah, malahan
banyak dipengaruhi oleh tradisi dan konvensi. Oleh karna itu lebih tepat

43
apabila dipergunakan istilah documentary Constitution terhadap konstitusi
yang tidak tertulis adalah non-documentary Constitution.
Negara yang dewasa ini konstitusinya dianggap tidak tertulis adalah
Inggris.konstitusinya disebut tidak tertulis karena tidak merupakan suatu
naskah, tetapi bila diselidiki sungguh-sungguh, ternyata sebagian besar
konstitusi Inggris itu terdiri dari bahan tertulis berupa dokumen-dokumen.
K.C. wheare maupun C.F. Strong dalam menguraikan klasifikasi
konstitusi fleksibel atau rijid berasal dari pendapat James Bryce (yang pertama
kali memperkenalkan konstitusi fleksibel dan konstitusi rijid). Menurut James
Bryce, yang dimaksud konstitusi fleksibel ialah konstitusi yang mengandung
ciri-ciri pokok, yaitu: elastis, karena dapat menyesuaikan diri dengan mudah
dan iumumkan dan diubah dengan cara yang sama seperti undang-undang.
Sebaliknya, suatu konstitusi dikatakan konstitusi rijid apabila
mempunyai cirri-ciri yakni mempunyai kedudukan dan derajat yang lebih tinggi
dari peraturan perundang-undangan yang lain, hanya dapat diubah dengan
cara yang khusus atau istimewa.
Menurut K.C. Wheare menjelaskan konstitusi rijid, apabila konstitusi
yang berisi penghalang serta jarang diubah (perubahan dengan cara-cara
yang istimewa) konstitusi fleksibel, apabila konstitusi itu mudah diubah dan
sering diubah (perubahan konstitusi dengan cara-cara yang tidak istimewa).
Menurut C.F. Strong, konstitusi rijid, apabila perubahan konstitusi
dengan cara yang khusus sedangkan konstitusi fleksibel, apabila dapat diubah
melalui proses yang sama dengan undang-undang, artinya perubahan itu
dilakukan dengan cara yang tidak sulit.
Berkaitan dengan fleksibel dan rijidnya suatu konstitusi, M. Kusnardi,
SH dan Harmaily Ibrahim, SH., mengemukakan bahwa menentukan suatu
konstitusi bersifat fleksibel atau rijid dapat dipakai ukuran yaitu cara merubah
konstitusi dan apakah konstitusi itu mudah atau tidak mengikuti perkembangan
zaman.
Konstitusi berderajat tinggi, apabila dilihat dari segi bentuknya dia
berada diatas peraturan perundang-undangan yang lain. Juga syarat untuk
mengubah konstitusi tersebut berbeda, dalam arti lebih berat dibandingkan
dengan yang lain.

44
Konstitusi tidak berderajat tinggi, apabila persyaratan yang diperlukan
untuk mengubah konstitusi jenis ini sama dengan persyaratan yang dipakai
untuk mengubah peraturan-peraturan lain, misalnya undang-undang.
Penamaan konstitusi serikat (federal Constitusi and unitary Constitusi) dan
juga konstitusi kesatuan (unitary Constitusi) berhubungan dengan bentuk Negara.
Seperi diketahui bahwa dikenal bentuk Negara serikat dan Negara kesatuan.
Dalam negera serikat terdapat pembagian kekuasaan antara pemerintahan
Negara serikat dan pemerintah Negara-negara bagian. Pembagian kekuasaan
tersebut diatur dalam konstitusinya. Contohnya Negara feder al adalah Amerika,
Australi, dan lain-lain. Dalam Negara yang berbentuk kesatuan pembagian
kekasaan seperti tersebut di atas tidak dijumpai, pada asasnya seluruh
kekuasaan dalam Negara berada di tangan pemerintahan pusat

5. Isi Konstitusi
Prof. K. C. Wheare menjelaskan isi dari suatu konstitusi dibedakan
antara konstitusi Negara kesatuan dan Negara federal. Negara kesatuan,
berisi :
1) Struktur umum Negara/alat perlengkapan Negara.
2) Hubungan (dalam garis besar kekuasaan dalam Negara) batas-
batas kekuasaan.
3) Hubungan Negara dengan warga Negara, yaitu kewajiban warga
Negara dan kewajiban Negara.
Sedangkan negara Federal, ada tiga kemungkinan, yaitu :
1) Penetapan secara terperinci dan tuntas wewenang pemerintah
federal, selebihnya wewenang Negara bagian ;
2) Penetapan secara terperinci dan tuntas wewenang Negara bagian
selebihnya wewenang Negara federal ;
3) Dimuat semua wenag secara limitative masing-masing tugas
pemerintah Negara bagian.
Tiga unsur konstitusi menurut Savornin Lohgmann yaknis sebagai
berikut.
1) Konstitusi sebagai perwujudan perjanjian masyarakat (contrac
social). Jadi konstitusi yang ada adalah hasil / konklusi dari

45
kesepakatan masyarakat untuj membina Negara dan pemerintahan
yang akan mengatur mereka.
2) Konstitusi sebagai piagam yang berisi dan menjamin hak asasi
manusia (HAM). Berarti konstitusi harus memberikan perlindungan
dan jaminan atas HAM dan sekaligus sebagai penentuan batas
mengenai HAM dan alat-alat pemerintah
3) Sebagai forma regimenis, yaitu sebagai kerangka bangunan
pemerintah / gambaran struktur pemerintah Negara (lembaga
Negara dan hubungan lembaga Negara).
Dr. H. Bagir Manan, SH., MCL., melalui tulisanya mengenai Dewan
Konstitusi di Perancis, mengungkapkan : “ Kaidah-kaidah itu memuat prinsip-
prinsip tentang susunan dan organisasi Negara, alat-alat kelengkapan Negara,
tugas wewenang serta hubungan antara organ Negara yang satu dengan yang
lain,. Hak dan kewajiban warga Negara atau rakyat pada umumnya, serta
hubungan antara pemerintah dan warga Negara atau rakyat Negara “.
Dr. Sri Soemantri Martosoewignjo, SH., mengatakan pada umumnya
materi yang diatur dalam konstitusi ada 3 hal, yaitu :
1) Adanya jaminan hak asasi manusia dan warga Negara;
2) Ditetapkan susunan ketatanegaraan suatu Negara yang bersifat
fundamental (bentuk Negara, bentuk pemerintahan, kelembagaan
Negara, dan sebagainya)
3) Adanya pembagian kekuasaan
Selanjutnya, C.F. Strong, mengatakan bahwa konstitusi sebagai
kumpulan asas-asas yang mengatur sebagai berikut.
1) Kekuasaan pemerintah;
2) Hak-hak yang diperintah; dan
3) Hubungan antara yang diperintah dan yang memerintah
Beranjak dari definisi konstitusi C.F. Strong, berkaitan dengan muatan
materi atau isi konstitusi, Prof. Mr. Kuntjoro Purbopranoto mengemukakan
bahwa adapun isi konstitusi atau pokok-pokok kenegaraan yang diatur dalam
konstitusi itu pada umumnya berisi dasar-dasar atau pokok-pokok mengenai
kekuasaan pemerintah, hak-hak mereka yang diperintah, ada hubungan
antara pemerintah dan yang diperintah.

46
Prof. Usep Ranawidjaja, SH.30, mengemukakan bahwa isi suatu
konstitusi memuat 2 hal sebagai berikut.
1) Struktur umum organisasi Negara (Bentuk Negara; Corak
pemerintahan ; dan Sistem pemerintahan).
2) Persoalan badan-badan ketatanegaraan yang fundamental
Prof. Miriam Budiardjo, SH., dalam kaitannya dengan muatan konstitusi,
menyatakan setiap undang-undang dasar memuat ketentuan-ketentuan
mengenai soal-soal berikut :
1) Organisasi Negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan
legislatif, eksekutif, dan Yudikatif
2) Hak-hak asasi manusia
3) Prosedur mengubah undang-undang dasar
4) Ada kalanya memuat karangan untuk mengubah sifat tertentu dari
undang-undang dasar
Dr. Yusril Ihza Mahendra, SH., mengemukakan bahwa secara teoritis,
konstitusi dapat dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu konstitusi politik dan
konstitusi social. Konstitusi politik semata-mata merupakan sebuah dokumen
hukum yang berisikan pasal-pasal yang mengandung norma-norma dasar
dalam penyelengaraan Negara, hubungan antara rakyat dan Negara,
hubungan antara rakyat dan Negara, lembaga-lembaga Negara, dan
sebagainya. Sedangkan konstitusi sosial lebih luas daripada sekedar dokumen
hukum karena mengandung cita-cita social bangsa yang menciptakannya.

6. Sifat Konstitusi
Terdapat beberapa istilah konstitusi, begitu pula dapat diketahui
sifatnya, salah satunya adalah tertulis dan yang tidak tertulis. Konstitusi pada
mulanya dibentuk penguasa yang memiliki kekuasaan untuk membentuk
konstitusi, tetapi perkembangan tampak bahwa konstitusi serta kaitannya
dengan tumbuhnya, teori kedaulatan rakyat. Oleh karena itu, rakyatlah yang
memiliki kedaulatan untuk membentuk konstitusi.
Dilihat dari isi secara umum konstitusi merupakan aturan dasar yang
memuat cita-cita politik rakyat. Tetapi tidak semua cita-cita itu dapat
dituangkan dalam sebuah naskah, melainkan bagian yang pokok-pokok yang

47
sifatnya fundamental. Dengan demikian konstitusi harus bersifat fleksibel tidak
ketinggalan zaman dan dapat mengikuti dinamika masyarakat. Dan harus
bersifat luwes tidak kaku, dapat mengikuti perubahan dan jika terjadi
perubahan haruslah bersifat lentur, selain dari sifatnya yang formil dan
materiil. Itulah sifat-sifat dari sebuah konstitusi. Penjelasannya sebagai berikut.
1) Sifat luwes (flexible) atau kaku (rigid)
Naskah konstitusi atau Undang-Undang Dasar dapat bersifat luwes
(flexible) atau kaku (rigid). Ukuran yang biasanya dipakai oleh para ahli untuk
menentukan apakah suatu Undang-Undang Dasar itu bersifat luwes atau kaku
adalah (i) apakah terhadap naskah konstitusi itu dimungkinkan dilakukan
perubahan dan apakah cara mengubahnya cukup mudah atau tidak mudah
mengikuti perkembangan kebutuhan zaman.
Negara-negara yang memiliki konstitusi yang bersifat luwes misalnya
adalah New Zeland dan Kerajaan Inggris yang dikenal tidak memiliki konstitusi
tertulis. Sedangkan untuk konstitusi yang bersifat kaku misalnya konstitusi
yang dimiliki oleh Amerika Serikat, Australia, Kanada, dan Swiss.
Memang harus diakui bahwa untuk menentukan sifat fleksibel atau kaku
dari suatu Undang-Undang Dasar sebenarnya tidaklah cukup hanya dengan
melihat dari segi cara mengubahnya, melainkan bisa saja terjadi undang-
undang yang bersifat kaku tetapi dalam kenyataannya dapat diubah tanpa
melalui prosedur yang ditentukan sendiri oleh undang-undang dasarnya.
Untuk Undang-Undang Dasar yang tergolong fleksibel, perubahannya kadang-
kadang cukup dilakukan hanya dengan the ordinary legislative process seperti
di New Zeland. Sedangkan untuk Undang-Undang Dasar yang dikenal kaku,
prosedur perubahannya dapat dilakukan dengan sebagai berikut.
1. Oleh lembaga legislatif, tetapi dengan pembatasan-pembatasan
tertentu.
2. Oleh rakyat secara langsung melalui suatu referendum.
3. Oleh utusan negara-negara ketatanegaraan, atau oleh suatu
lembaga negara yang khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan
perubahan.
Mengenai hal tersebut pada akhirnya yang menentukan perlu tidaknya
Undang-Undang Dasar itu diubah adalah faktor konfigurasi kekuatan politik

48
yang berkuasa pada suatu waktu. Betapapun kakunya atau sulitnya suatu
naskah Undang-Undang Dasar diubah, apabila konfigurasi kekuatan politik
yang berkuasa berpendapat dan menghendaki atau menentukan bahwa
Undang-Undang Dasar itu harus diubah, maka konstitusi itu tentu akan
diubah. Sebaliknya walaupun Undang-Undang Dasar itu sangat mudah untuk
diubah, tetapi jika kekuatan politik yang berkuasa itu berpendapat tidak perlu
diubah atau tidak menghendaki adanya perubahan, tentu konstitusi itu tetap
tidak akan mengalami perubahan. Artinya tolok ukur fleksibilitas atau rigiditas
tidaklah dapat ditentukan dengan pasti hanya karena mudah tidaknya
prosedur perubahan itu dilakukan, karena pada pokoknya konstitusi itu
merupakan produk politik, maka faktor kekuatan politiklah yang justru sangat
determinan pengaruhnya dalam menentukan apakah konstitusi harus berubah
atau tidak berubah.

2) Sifat formil dan materiil


Sifat dari konstitusi formil dan materiil ini sering diidentikkan dengan
Undang-Undang Dasar. Kesalahan ini disebabkan antara lain pengaruh
paham kodifikasi yang menghendaki semua aturan hukum dibuat dalam
bentuk yang tertulis dengan maksud untuk mencapai kesatuan hukum,
kesederhanaan hukum, dan kepastian hukum.
Begitu besar pengaruh paham kodifikasi ini, maka di seluruh dunia
berkembang anggapan bahwa setiap peraturan itu penting, maka harus
ditulisbegitu pula dengan konstitusi. Di zaman modern sekarang ini, dapat
dikatakan bangsa Amerika Serikat lah yang pertama menuliskan konstitusi
dalam satu naskah, meskipun leluhur mereka di Inggris tidak mengenal
naskah konstitusi yang tertulis dalam satu naskah.
Sifat yang materiil, dilihat dari segi isinya berisikan hal-hal yang bersifat
dasar pokok bagi rakyat dan negara. Artinya konstitusi tersebut memiliki
substansi yang penting, terpilih, dan mendasar untuk mengatur jalannya
negara sehingga kehidupan antara rakyat dan negara dapat berjalan dengan
stabil. Rakyat dapat mematuhi segala konstitusi yang diterapkan negara begitu
pun negara dapat menjamin konstitusi yang telah diciptakannya, sehingga elite
politik atau pemerintah pun dapat tunduk terhadap konstitusi tersebut.

49
Menurut Prof. K.C. Wheare, dari sifatnya konstitusi dapat dibagi
menjadi dua, yaitu konstitusi tertulis dan tak tertulis. Dalam dunia modern,
paham yang membedakan tertulis atau tidak tertulisnya suatu konstitusi sudah
hampir tidak ada, jika pun masih ada konstitusi yang tidak tertulis, itu hanya
terdapat di Inggris. Namun gambaran dari konstitusi tersebut sudah tidak bisa
dibuktikan secara pasti.
Dua macam konstitusi, yaitu “konstitusi tertulis” (written constitution)
dan “konstitusi tak-tertulis” (unwritten constitution) memiliki arti seperti halnya
dengan “hukum tertulis” (geschrevent recht) yang termuat dalam undang-
undang dan “hukum tak-tertulis” (orgescheverent recht) yang berdasarkan atas
adat-kebiasaan.
Menurut buku anggaran karangan Amos J. Peaslee Constitutions of
Nation, hampir semua negara di dunia mempunyai konstitusi tertulis. Hanya
Inggris dan Kanada yang tidak mempunyai konstitusi tertulis.
Sehubungan dengan hal tersebut, negara yang tak memiliki konstitusi
tak tertulis (seperti di Inggris) adalah sukar untuk membedakan antara hukum
konstitusi dan hukum biasa. Oleh karena itu, setiap ketentuan konstitusional,
apakah berupa undang-undang biasa atau keputusan hakim dapat diubah
atau ditinjau kembali oleh parlemen, jadi statusnya tidak berbeda dengan
undang-undang biasa. Sedangkan di negara lain yang memiliki Undang-
Undang Dasar dianggap sebagai hukum yang tertinggi, yang lebih bersifat
mengikat bagia undang-undang biasa.
Di beberapa negara ada dokumen-dokumen yang tidak dinamakan
“konstitusi”, tetapi isinya tidak berbeda dengan “konstitusi”. Kenapa di Inggris
dikatakan ada “konstitusi tak tertulis”? kenapa tidak dikatakan saja, bahwa
Inggris tidak mempunyai konstitusi? Tentang hal ini ada tulisan dari seorang
Inggris yang bernama M. Ivor Jennings dalam buku karangannya yang
berjudul The Law and the Constitution. Jennings menyebutkan di negara-
negara dengan konstitusi tertulis ada dokumen tertentu, yang menentukan
adanya wewenang dan cara bekerja lembaga-lembaga kenegaraan dan
engakuan dan perlindungan hak asasi para Warga Negara dilindungi.
Di Inggris baik lembaga-lembaga negara maupun perlindungan hak-hak
asasi juga ada, tetapi tidak termuat dalam satu dokumen tertentu. Konstitusi-

50
konstitusi tertulis hanya memuat beberapa lembaga kenegaraan dan beberapa
hak-hak asasi yang dilindungi. Jumlahnya yang termuat dalam pelbagai
konstitusi adalah berlainan, ada yang banyak ada yang sedikit. Maka diadakan
pilihan di antara hal-hal itu untuk dimuat dalam konstitusi.
Pilihan ini di Inggris tidak ada. Maka para penulis Inggrislah yang
memilih lembaga-lembaga mana dan hak-hak asasi mana oleh mereka
dianggap bersifat constitutional demikian M. Ivor Jennings. Memang, kalau kita
membaca konstitusi-konstitusi tertulis yang sekarang ada di dunia ini dalam
buku karangan Amos J. Paslee tersebut, maka ada konstitusi yang sangat
panjang, ada yang sangat pendek, dan ada yang di tengah-tengah antara dua
pilihan tadi.
Konstitusi yang terpanjang adalah dari India dengan 394 pasal, disusul
oleh beberapa Negara di Amerika Tengah dan Amerika Selatan yaitu Uruguay
dengan 332 pasal, Nikaragua dengan 328 pasal, Cuba dengan 286 pasal,
Panama dengan 271 pasal, Peru dengan 236 pasal, Brazilia dan Columbia
masing-masing dengan 218 pasal, dari Negara-negara di Asia: Burma dengan
234 pasal, dari Negara-negara di Eropa: Belanda dengan 210 pasal.
Konstitusi yang terpendek adalah dari Spanyol dengan 36 pasal,
disusul dengan Indonesia dengan 37 pasal, Laos dengan 44 pasal, Guatemala
dengan 45 pasal, Nepal dengan 46 pasal, San Marino dengan 47 pasal,
Ethiopia dengan 55 pasal, Ceylon dengan 91 pasal, Finlandia dengan 95
pasal.
Di negara-negara lain jumlah pasal dari konstitusinya berkisar antara
100 dan 200, seperti misalnya Korea Selatan dengan 102 Pasal, Jepang
dengan 103 pasal, Rumania dengan 105 pasal, Iran dengan 107 pasal, Jordan
dengan 131 pasal, Italia dengan 138 pasal, Belgia dengan 139 pasal, Bolivia
dengan 180 pasal, Ekuador dengan 195 pasal.
Perbedaan menonjol antara konstitusi yang terpanjang (394 pasal di
India) dengan konstitusi yang terpendek (36 pasal di Spanyol) menandakan,
bahwa India dalam konstitusi (a) sangat terperinci adanya wewenang dan cara
bekerja pelbagai lembaga kenegaraan dan (b) termuat sangat banyak jumlah
hak-hak asasi manusia, sedang di Spanyol (a) sangat sederhana

51
disebutkannya lembaga-lembaga kenegaraan dan (b) termuat sangat sedikit
hak-hak asasi manusia.
Ini berarti, bahwa dalam negara-negara yang konstitusinya sangat
pendek, di luar konstitusi masih ada: (a) lembaga-lembaga kenegaraan dan,
(b) hak-hak asasi yang diperlindungkan juga.
3) Sifat tertulis dan tidak tertulis
Membedakan secara prinsipiil antara konstitusi tertulis dan konstitusi
tak tertulis adalah tidak tepat. Sebutan konstitusi tidak tertulis hanya dipakai
untuk dilawankan dengan konstitusi modern yang lazimnya ditulis dalam suatu
naskah atau beberapa naskah. Timbulnya konstitusi tertulis disebabkan
karena pengaruh kodifikasi. Salah satu negara di dunia yang mempunyai
konstitusi tak tertulis adalah negara Inggris, namun prinsip-prinsip yang
dicantumkan dalam konstitusi di Inggris dicantumkan dalam undang-undang
biasa, seperti Bill of Rights.
Dengan demikian suatu konstitusi disebut tertulis apabila ia ditulis
dalam suatu naskah atau beberapa naskah, sedangkan suatu konstitusi
disebut tidak tertulis dikarenakan ketentuan-ketentuan yang mengatur dalam
naskah tertentu, melainkan dalam banyak hal diatur dalam konvensi-konvensi
atau undang-undang biasa.
Suatu konstitusi umumnya disebut tertulis jika merupakan satu naskah,
sedangkan konstitusi tak tertulis bukan merupakan satu naskah dan banyak
dipengaruhi oleh tradisi dan konvensi. Oleh karena itu, istilah lain untuk
konstitusi tertulis adalah konstitusi bernaskah (documentary constitution),
sedangkan untuk konstitusi tak tertulis adalah konstitusi tak bernaskah (non-
documentary constitution).
Konstitusi di Amerika misalnya merupakan naskah, tetapi ada beberapa
konvensi juga yang pada hakikatnya telah mengubah beberapa asas pokok
dari naskah konstitusi itu sendiri. Sebaliknya konstitusi Inggris yang dianggap
bersifat tak tertulis memang tidak merupakan satu naskah, namun mencakup
beberapa dokumen tertulis (seperti Magna Charta, Bill of Right, Parliament
Acts dan lain-lain) yang jumlahnya lebih banyak dari naskah konstitusi
Amerika Serikat. Di samping dokumen-dokumen tertulis ini masih ada banyak
lagi konvensi yang memang tak tertulis. Mengenai hal tersebut, Kanada juga

52
termasuk negara yang tidak mempunyai konstitusi tertulis, semua lembaga-
lembaga kenegaraan dan semua hak-hak asasi manusia tersebar tanpa ada
suatu dokumen yang dinamakan konstitusi. Hal-hal itulah yang tidak termuat
dalam konstitusi, dapat diketemukan dalam pelbagai undang-undang tersendiri
dan dalam adat kebiasaan di masyarakat dengan hidup kenegaraannya.
Contoh Konstitusi Tertulis
Undang-Undang Dasar Amerika Serikat yang disusun Tahun 1787 dan
diresmikan pada Tahun 1789, merupakan naskah yang tertua di dunia dan
salah satu contoh konstitusi tertulis. Hak asasi warga negara tercantum dalam
suatu naskah tersendiri yang dinamakan Bill of Rights. Di samping itu ada
beberapa ketentuan ketatanegaraan yang tidak termuat dalam Undang-
Undang Dasar, misalnya adanya partai-partai, atau wewenang Mahkamah
Agung untuk menguji undang-undang (Judicial Review). Ketentuan-ketentuan
Konstitusional Amerika Serikat terdapat dalam:
a. Naskah Undang-Undang Dasar.
b. Sejumlah Undang-Undang.
c. Sejumlah keputusan Mahkamah Agung berdasarkan hak uji.
Undang-Undang Dasar Amerika tidak menyebut adanya partai politik,
dan hal ini diatur dalam undang-undang. Memang timbulnya partai politik
terjadi di luar dugaan dan harapan daripada negarawan yang menyusun
Undang-Undang Dasar (The Fathers of the Constitution), sebab banyak di
antara mereka mewakili golongan yang berada dan ingin mencegah rakyat
jelata bertambah kuat. Sifat aristokratis ini ternyata dari beberapa pasal dalam
Undang-Undang Dasar, misalnya secara formal tidak dipilih langsung oleh
rakyat, akan tetapi melalui pemilihan bertingkat oleh sebuah Majelis Pemilihan
(Electoral College) yang anggotanya dipilih oleh negara-negara bagian. Tetapi
sebagai akibat dari berkembangnya partai politik, maka dewasa ini presiden
praktis dipilih langsung oleh rakyat, sedangkan pemilihan oleh majelis
pemilihan hanya merupakan formalitas saja (sekalipun secara teoritis dan
dalam keadaan yang sangat khusus hasil pemilihan Majelis Pemilihan dapat
berbeda dengan hasil pemilihan umum).
Sifat aristokratis juga ternyata dari susunan badan legislatif. Menurut
naskah asli Undang-Undang Dasar para anggota senat dipilih oleh badan-

53
badan legislatif dari negara bagian, sedangkan untuk pemilihan House of
Representative beberapa negara bagian membatasi jumlah pemilih dengan
menentukan bermacam-macam syarat berdasarkan ras, warna kulit tingkat
kecerdasan atau dengan jalan memungut pajak (poll tax). Pada dewasa ini
dengan berkembangnya demokrasi, anggota Senat dipilih langsung,
sedangkan untuk pemilihan anggota Congres pembatasan-pembatasan tadi
telah dihapuskan.
Semenjak itu, banyak negara-negara di dunia cenderung berkonstitusi,
dan sikap bernegara dengan konstitusi maka mengembang dan meluas di
dunia. Sebagaimana dikatakan oleh Amos J. Peaslee, dalam bukunya
Constitutions of Nations hampir 90% dari negara modern mempunyai
konstitusi tertulis. Tentu kita ingin tahu pula sampai di mana konstitusi
diartikan dan ditafsirkan menurut pandangan modern ini. Menurut Savornin
Lohman ada tiga unsur yang terdapat dalam tubuh konstitusi sekarang, yaitu:
a. Konstitusi dipandang sebagai perwujudan perjanjian masyarakat
(kontrak sosial), sehingga menurut pengertian ini, konstitusi-konstitusi
yang ada adalah hasil atau konklusi dari persepakatan masyarakat
untuk membina negara dan pemerintahan yang akan mengatur mereka.
b. Konstitusi sebagai piagam yang menjamin hak-hak asasi manusia
berarti perlindungan dan jaminan atas hak-hak manusia dengan warga
negara yang sekaligus penentuan batas-batas hak dan kewajiban baik
warganya maupun alat-alat pemerintahannya.
c. Sebagai forma regimenis berarti sebagai kerangka bangunan
pemerintahan, dengan kata lain sebagai gambaran struktur
pemerintahan negara.

Contoh Konstitusi Tak Tertulis


Satu-satunya konstitusi dewasa ini yang dianggap tak tertulis ialah
konstitusi Inggris. Konstitusi ini disebut tak tertulis karena tidak merupakan
satu naskah, tetapi kalau diselidiki benar-benar maka ternyata bahwa
sebagian besar konstitusi Inggris itu terdiri dari bahan tertulis berupa
dokumen-dokumen.

54
Di Inggris tidak ada perbedaan antara undang-undang biasa dengan
undang-undang tata negara, oleh karena Parlemen, sebagai badan tertinggi
(Parliamentary Supremacy), berhak untuk mengadakan perubahan
konstitusional dengan undang-undang biasa. Jadi hal ini berlainan dengan
keadaan di banyak negara lain yang mana biasanya suatu badan itu lebih
tinggi dari dewan perwakilan rakyat dan berhak untuk mengubah undang-
undang dasar.
Ketentuan-ketentuan ketatanegaraan Inggris yang merupakan
konstitusi-konstitusi terdapat dalam:
a. Beberapa undang-undang, antara lain:
1. Magna Charta 1215 (yang ditandatangani oleh Raja John atas desakan
golongan bangsawan). Meskipun naskah ini bersifat feodal, tetapi
dianggap penting oleh karena untuk pertama kali raja mengakui
beberapa hak dari bangsawan bawahannya.
2. Bill of Rights 1689 dan Actof Settlement 1701. Kedua undang-undang
ini hasil kemenangan parlemen melawan raja-raja keluarga Stuart
karena memindahkan kedaulatan dari tangan raja ke tangan parlemen
(King in Parliament). Parlemen menghentikan Raja James II dari
jabatannya dan mempersembahkan mahkota kepada Puteri Mary dan
suaminya Pangeran William of Orange (Holland) 1688.
3. Parliament Acts 1911 dan 1949. Kedua undang-undang ini membatasi
kekuasaan Majelis Tinggi (House of Lords) dan menetapkan supremasi
Majelis Rendah (House of Commons). Misalnya House of Lord dalam
beberapa keadaan tertentu dilarang menolak rancangan undang-
undang yang telah diterima oleh House of Commons.
b. Beberapa keputusan hakim, terutama yang merupakan tafsiran mengenai
undang-undang Parlemen.
c. Konvensi-konvensi (aturan-aturan berdasarkan tradisi) antara lain yang
mengatur hubungan antara kabinet dan parlemen.
Berkaitan dengan sifat konstitusi, Drs. Astim Riyanto, S.H., M.H32.,
dalam bukunya Teori Konstitusi, mengungkapkan paling tidak ada enam sifat
konstitusi, yaitu :
1) Konstitusi luwes

55
Berkenan dengan konstitusi luwes, G.S. Diponolo mengemukakan
Untuk dapat bertahan lama maka konstitusi itu tidak boleh terlalu keras dan
kaku. Segala sesuatu itu senantiasa berubah, tidak ada sesuatu itu akan tetap
selama-lamanya. Dan konstitusi itu harus tahan menghadapi segala kedaan.
Selain itu konstitusi juga memerlukan pengertian yang mendalam, perhitungan
seksama, kabijaksanaan bertindak dan keluwesan bergerak dalam
menghadapi setiap keadaan. Terlalu keras, patah; terlalu kaku, beku.
Konstitusi tidak boleh menjangkau terlalu jauh dengan kehendak segala-
galanya. Konstitusi harus memberikan kesempatan bagi perkembangan dan
perubahan bagi tuntutan jaman dan jika kita menginginkan perkembangan itu
menempuh jalan yang inkonstitusional maka kita pun harus memungkinkan
penjelasan dan menampung perkembangan dan perubahan itu secara
konstitusional.
2) Konstitusi tegas
Menyangkut konstitusi tegas, G.S. Diponolo menjelaskan bahwa para
pembela konstitusi tegas umumnya berpendapat bahwa sudah semestinya
konstitusi itu harus tegas dan kokoh kuat, tahan untuk selama lamanya atau
setidak tidaknya untuk waktu yang cukup lama. Karena jika tidak demikian ia
akan kehilangan artinya sebagai piagam dasar Negara. Apa artinya konstitunsi
yang dapat dibelok-belokan kemana saja, yang dapat ditafsirkan bermacam-
macam, dan setiap waktu diubah dan dihapus.
Untuk mencegah salah tafsir dan penyelewengan, maka konstitusi itu
harus disusun secara jelas dan tandas yang tidak memungkinkan penafsiran
yang berlain-lain, apalagi bertentangan. Dan untuk menyelamatkan konstitusi
itu dari kemungkinan penghapusan, penggantian atau perubahan sewenang-
wenang konstitusi itu harus memuat klausul yang melarang penghapusan,
penggantian atau perubahan bagaimanapun, kecuali dengan prosedur tertentu
dimana diterapkan syarat-syarat yang cukup berat. Misalnya dibentuk suatu
badan khusus dan keputusannya diambil dari suatu bulat atau dengan jumblah
suara yang proposional tinggi hingga tidak memungkinkan pengambilan
keputusan yang tergesa-gesa.
3) Konstitusi realistis

56
Realistis berarti berdasarkan keadaan dan kenyataan ya ng ada. Konstitusi
yang meninggalkan kenyataan akan tidak berguna, karena tidak dapat
dilaksanakan dan akan segera lenyap. Orang tidak dapat melepaskan dan
melahirkan diri dari kenyataan.
4) Konstitusi idealistis
Berkaitan dengan konstitusi realistis, orang ataupun suatu bang sa tidak
hidup hanya dari kenyataan saja. Bangsa yang hidup dari kenyataan saja ia akan
menjadi statis dan beku, terbelajang dan ketinggalan jaman. Dengan berdiri di
atas kenyataan, orang harus dapat memandang jauh ke depan, harus dapat
melihat dan mempergunakan kemungkinan-kemungkinan bagi perkembangan
hidupnya. Dengan berpijak kuat pada realita kita tidak boleh kehilangan
pandangan pada cakrawala idealisme yang luas. Dengan realita kita mencapai
ideal. Ideal ini kita jadikan realita baru untuk mencapa i ideal baru lagi. Inilah
dinamikanya hidup yang juga harus menjadi dinamikanya Negara .
5) Konstitusi konservatif
Konstitusi harus konservatif. Konservatif dalam arti harus dapat
mempertahankan nilai-nilai yang tinggi pada unsure-unsur fundamental Negara
dan rakyatnya. Unsure-unsur ini tidak boleh tergoyahkan oleh mode atau gejolak
emosi. Ia harus dilindungi terhadap goncangan-goncangan pasang surutnya
suatu keadaan.
6) Konstitusi progresif.
Konstitusi harus juga progresif. Untuk itu maka konstitusi harus
diperlengkapi dengan daya penyesuaian pada perkembangan masyarakat.
Perkembangan yang juga menjadi kodrat hidup. Itulah sebabnya ia harus
progresif dalam arti harus dapat mengikuti jalanya perkembangan. Kita tidak
boleh takut pada perkembangan, sebaliknya kita harus senantiasa dapat
mengembangkan perkembangan.

7. Nilai-Nilai Konstitusi
Pemikiran tentang nilai konstitusi dapat dikutip dari Karl Loewenstein, yang
mengadakan suatu penyelidikan mengenai apakah arti dari suatu konstitusi
tertulis (Undang-Undang Dasar) dalam suatu lingkungan nasional yang spesifik,
terutama kenyataan bagi rakyat biasa sehingga membawa Karl Loewenstein
kepada tiga jenis penilaian konstitusi, yaitu konstitusi yang mempunyai nilai

57
normatif, konstitusi yang mempunyai nilai nominal, dan konstitusi yang
mempunyai nilai nominal, dan konstitusi yang mempunyai nilai semantik.
1) Nilai Normatif
Suatu konstitusi mempunyai nilai normatif apabila penerimaan segenap
rakyat dari suatu negara terhadap konstitusinya benar-benar murni dan
konsekuen, konstitusi ituj ditaati dan demikian dijunjung tinggi tanpa adanya
penyelewengan sedikitpun juga. Konstitusi memang demikian diperlukan bagi
perbuatan, perlakuan, dan kegiatan-kegiatan yang efektif, ketentuan-ketentuan
apa yang terdapat di dalamnya merupakan pedoman atau pegangan yang
mutlak harus dilaksanakan. Bila konstitusi itu dilaksanakan sepenuhnya maka
konstitusi itu disebut konstitusi normative
2) Nilai Nominal
Nilai nominal dari suatu konstitusi kita peroleh apabila ada kenyataan
sampai dimana batas-batas berlakunya itu, yang dalam batas-batas
berlakunya itulah yang dimaksud dengan nilai nominal suatu konstitusi. Dari
sejumlah pasaldalam suatu konstitusi terdapat beberapa pasal yang tidak
dapat diberlakukan dengan baik, bahkan mungkin dibeberapa daerah tertentu
terdapat pasal yang sama sekali tidak dapat diberlakaukan. Beberapa pasal
yang tidak dapat diberlakukan dengan baik atau tidak dapat diberlakukan
sama sekali itu mungkin dapat diberlakukan setelah mengalami perbaikan,
perubahan, atau tambahan. Dengan demikian, nilai normatif atau yang nyata
berlaku adalah pasal-pasal yang berlaku tadi, sedangkan pasal-pasal lain tidak
dapat diberlakukan,baik diseluruh maupun disebagian wilayah suatu Negara.
Karl Loewenstein, mengatakan bahwa nilai konstitusi yang bersifat
nominal ialah kalau konstitusi itu kenyataanya tidak dilaksanakan dan hanya
disebut namanya saja. Dengan kata lain, konstitusi tersebut menurut hukum
berlaku, tetapi tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya yaitu tidak memiliki
kenyataan sempurna.
3) Nilai Semantik
Nilai konstitusi yang bersifat semantic ialah suatu konstitusi yang
dilaksanakan dan diperlakukan dengan penuh, tetapi hanyalah sekedar
memberi bentuk (formalization) dari tempat yang telah ada untuk
melaksanakan kekuasaan politik. Maksud esensial dari suatu konstitusi adalah

58
mobilitas kekuasaan yang dinamis untuk mengatur, tetapi dalam ini dibekukan
demi kepentingan penguasa atau kepentingan pemehang kekuasaan yang
sebenarnya. Contoh Konstitusi Weimar (Jerman) yang demokratis, tetapi
dalam kenyataannya yang diperlakukanadalah sistem otoriter.

8. UUD 1945 Sebagai Konstitusi Negara Indonesia


Konstitusi Negara Indonesia adalah UUD 1945 yang untuk pertama kali
disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal
18 Agustus 1945. Dalam tatasusunan peraturan perundang-undangan Negara,
UUD 1945 menempati tempatan tertinggi. Menurut jenjang norma hukum,
UUD 1945 adalah kelompok aturan dasar atau pokok Negara yang berada di
bawah Pancasila sebagai Norma Dasar.

1. Konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia


Dalam sejarahnya, sejak proklamasi 17 Agustus 1945 hingga sekarang
di Indonesia telah berlaku tiga macam undang-undang dasar dalam empat
priode,yaitu sebagai berikut:
a. Periode 18 Agustus 1945-27 Desember 1949 berlaku UUD 1945.
UUD 1945 terdiri dari bagian pembukaan, batang tubuh (16 bab), 37
pasal, 4 pasal aturan paralihan, 2 ayat aturan tambahan, dan bagian
penjelasan.
b. Periode 27 Desember 1949-17 Agustus 1950 berlakunya UUD RIS.
UUD RIS terdiri atas 6 bab, 197 pasal, dan beberapa bagian.
c. Oeriode 17 Agustus 1959-5 Juli 1959 berlaku UUDS 1950 terdiri atas
6 bab, 146 pasal, dan beberapa bagian.
d. Periode 5 Juni 1959- sekarang kembali berlaku UUD 1945.
Khusus untuk periode keempat berlaku UUD 1945 dengan pembagian
berikut:
1. UUD 1945 yang belum diamandemenkan;
2. UUD 1945 yang sudah diamandemenkan (tahun 1999, tahun 2000, tahun
2001, dan tahun 2002). Amandemen tersebut adalah:
a) Amandemen ke-1 pada sidang umum MPR, disahkan 19 Oktober 1999;

59
b) Amandemen ke-2 pada sidang tahunan MPR, disahkan 18 Agustus
2000;
c) Amandemen ke-3 pada siding tahuna MPR, disahkan 10 November
2001;
d) Amandemen ke-4 pada tahunan MPR, disahkan 10 Agustus 2002;
Undang-undang dasar Negara Republik Indonesia pertama kali
ditetapkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD yang ditetapkan
oleh PPKI tersebut sebenarnya merupakan hasil karya BPUPK melalui siding-
sidangnya dari tanggal 29 Mei 1945 sampai 1 Juni 1945 dan tanggal 10 Juli
sampai 16 juli 1945. Hasil karya BPUPKI berupa rancangan pembukaaan
hukum dasar dari BPUPKI itulah yang selanjutnya ditetapkan menjadi UUD
Negara Indonesia setelah mengalami perubahan seperlunya oleh PPKI.
Sidang PPKI pertama berlangsung tanggal 18 Agustus 1945 yang
menghasilkan 3 keputusan penting, yaitu sebagai berikut.
1) Mengesahkan Rancangan Pembukaan Hukum Dasar Negara dan
Hukum Dasar Sebagai UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2) Memilih Ir. Seokarno dan Drs. Mohammad Hatta sebagai Presiden
dan wakil presiden.
3) Membentuk sebuah Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) untuk
membentuk presiden.
Sidang PPKI mengenai pengesahan undang-undang dasar inin
belangsung sangat singgat yaitu kurang lebih dua jam. Namun dengan
semangat persatuan dan keinginan untuk segera membentuk konstitusi
Negara maka penetepan UUD 1945 berjalan dengan lancar.
Perubahan yang dilakukan hanyalah hal-hal yang kecil saja, bukan
masalah yang mendasar. Hal ini karena PPKI sudah mendapatkan naskah
rancangan hukum dasar yang dihasilkan oleh BPUPKI. Beberapa perubahan
tersebut antara lain:
1) Istilah”hokum dasar” diganti menjadi” undang-undang dasar”,
2) Kata”mukadimah” diganti menjadi”pembukaan”
3) “dalam suatu hukum dasar”diubah menjadi”dalam suatu undang-
undang dasar”.

60
4) Diadakannya ketentuan tentang perubahan UUD yang sebelumnya
tidak ada;
5) Rumusan”Ketuhanan Dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam
Bagi Pemeluk-Pemluknya” diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Penetapan UUD 1945 sebagai konstitusi Negara Republik Indonesia
oleh PPKI dilakukan dalam dua tahap, yaitu sebagai berikut.
1) Pengesahan Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Yang Terdiri
Dari 4 Alinea.
2) Pengesahan Batang Tubuh Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia terdiri atas 16 Bab, 37 pasal, 4 pasal aturan peralihan, dan
dua ayat aturan tambahan.
Jadi pada waktu yang disahkan PPKI adalah UUD Negara Indonesia
yang terdiri atas dua bagaian yaitu bagian pembukaan dan bagian batang
tubuh atau pasal-pasalnya. Adapun bagian penjelasan dilampirkan kemudian
dalam satu naskah yang dibuat dalam Berita Republik Indonesia tahun II No. 7
tanggal 15 Februari 1946. Berdasarkan hal itu maka Naskah Undang-Undang
Dasar Negara Indonesia Tahun II No. 7 Tanggal 15 Februari 1946, terdiri atas:
a) Pembukaan, b) Batang tubuh, dan c) Penjelasan.
Undang-undang Dasar Neraga Republik Indonesia 18 Agustus 1945
hanya berlaku dalam waktu singkat yaitu mulai tanggal 18 Agustus 1945
sampai 27 Desember 1949. Sejak 27 Desember diberlakukannya Undang-
Undang Dasar baru disebut kontitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS) tahun
1949. Konstitusi kedua yang berlaku diindonesia adalah Konstitusi Republi
Indonesia Serikat disingkat KRIS atau UUD RIS. Dan UUD Negara Republik
Indonesia 18 Agustus 1945 tetap berlaku tetapi hanya disalah satu Negara
bagian RIS yaitu Negara Republik Indonesia (RI) yang beribu kota di
Yogyakarta. Kontitusi Republik Indonesia Serikat (KRIS) atau UUD RIS 1949
berlaku dari tanggal 27 Desember 1949 sampai tanggal 17 Agustus 1950,
bangsa Indonesia kembali kebentuk Negara kesatuan. Dengan demikian, UUD
RIS 1949 tidak diberlakukan lagi. Priode berlakunya UUD RIS 1949 dari
tanggal 27 Desember 1949 sampai 17 Agustus 1950, oleh Moh. Yamin disebut
konstitusi II.
Beberapa ketentuan pokok dala UUD RIS 1949 antara lain:

61
1) Bentuk Negara adalah serikat, sedangkan bentuk pemerintahan adalah
republic.
2) Sistem pemerintahan adalah parlamenter. Dalam sistem pemerintahan
ini, kepala pemerintahan dijabat oleh seorang perdana mentri.perdana
mentri apis saat itu adalah Moh. Hatta.
Konstitusi yang berlaku setelah UUD RIS adalah Undang-Undang
Dasar Sementara (UUDS) 1950. Undang-undang dasar sementara dimaksud
sebagai pengganti dari UUD RIS 1949 setelah Indonesia kembali ke bentuk
Negara kesatuan yang dituangkan dalam Undang-Undang Federal No.7
Tahun 1950 tentang perubahan konstitusi RepublikIndonesia Serikat menjadi
Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Konstitusi inilah yang
menyusun Undang-Undang Dasar yang bersifat tetap. UUDS 1950 terdiri atas:
1) Mukadimah yang terdiri dari empat ayat.
2) Batang tubuh yang terdiri atas 6 bab dan 164 pasal.
3) Bentuk Negara kesatuan dan bentuk pemerintahan republik;
4) Sistem pemerintah adalah parlementer menurut UUDS 1950;
5) Adanya badan Konstituante yang akan menyusun undang-undang
dasar tetap sebagai pengganti dari UUDS 1950.
Undang-Undang Dasar Sementara 1950 tidak berhasil menyelesaikan
tugasnya. Situasi ini kemudian memicu munculnya dekrit yang isinya sebagai
berikut:
1) Menetapkan pembubaran Konstituante;
2) Menetapkan berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi
UUDS1950;
3) Pembentukan MPRS dan DPAS.

2. Proses Amandemen UUD 1945


Amandemen (bahasa inggris: amendtmendt) artinya perubahan.
Mengamandemen artinya mengubah atau mengadakan perubahan. Istilah
amandemen sebenarnya merupakan hak, yaitu hak parlemen untuk
mengubah atau mengusulkan perubahan rancangan UU. Perkembangan
selanjutnya muncul istilah amandemen UUD yang artinya perubahan UUD.

62
Istilah perubahan konstitusi itu sendiri mencangkup dua pengertian yaitu: 1)
mandemen konstitusi dan 2) pembaruhan konstitusi
Dalam hal amandemen konstitusi, perubahan yang dilakukan
merupakan addendum atau sisipan dari konstitusi yang asli. Konstitusi yang
asli tetap berlaku. Adapun bagian yang diamandemen merupakan atau
menjadi bagian dari konstitusinya. Amandemen atas UUD 1945 dimaksudkan
untuk mengubah dan memperbaruhi konstitusi negara indonesia agar sesui
dengan prinsip-prinsip negara demokrasi. Dengan adanya amandemen
terhadap UUD 1945 maka konstitusi kita diharapkan semakin baik dan
lengkap meyesuikan dengan tuntutan perkembangan dan kehidupan dan
kenegaraan yang demokratis.
Perubahan konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan
legislatif, akan tetap yang dilaksanakan menurut pembatasan-pembatasan
tertentu. Perubahan ini terjadi melalui tiga macam kemungkinan.
1) Pertama, untuk mengubah konstitusi, sidang pemegang kekuasaan
legislatif harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya sejumlah anggota
tertentu (kuorum) yang ditentukan secara pasti.
2) Kedua, untuk mengubah konstitusi maka lembaga perwakilan rakyat
harus dibubarkan terlebih dahulu dan kemudian diselenggarakan
pemilihan umum. Lembaga perwakilan rakyat harus diperbaharui inilah
yang kemudian melaksanakan wewenangnya untuk mengubah
konstitusi.
3) Ketiga, adalah cara yang terjadi dan berlaku dalam sistem majelis dua
kamar. Untuk mengubah konstitusi, kedua kamar lembaga perwakilan
rakyat harus mengadakan sidang gabungan. Sidang gabungan inilah,
dengan syarat-syarat seperti dalam cara pertama, yang berwenang
mengubah kostitusi.
Penting bahwa perubahan itu didasarkan pada kepentingan negara dan
bangsa dalam arti yang sebenarnya, dan bukan hanya karena kepentingan
politik sesaat dari golongan atau kelompok tertentu.

UUD 1945 sebagai konstitusi atau hukum dasaar negara republik


Indonesia juga haus mampu menyesuaikan dengan perkembangan dan

63
tuntutan. Untuk itu perlu dilakukan perubahan terhadap UUD 1945 yang sejak
merdeka sampai masa pemerintahan presiden soeharto belum pernah
dilakukan perubahan.
Tentang perubahan UUD dinyatakan pada pasal 37 UUD 1945 sebagai
berikut:
1) Unsur perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang
majelis permusyawaratan rakyat apabila diajukan oleh sekurang-
kurangnya 1/3 dari jumlah anggota majelis permusyawaratan
2) Setiap usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan secara tertulis dan
ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk diubah beserta
alasannya.
3) Untuk mengubah asal-asar UUD, sidang majelis permusyawaratan
rakyat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota majelis
permusyawaratan rakyat.
4) Putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan
persetujuan sekurang-kurangnya 50% ditambah satu anggota dari
seluruh anggota majelis permusyawaratan rakyat.
5) Khusus mengenai bentuk negara kesatuan republik indonesia tidak
dapat dilakukan perubahan.
Perubahan atau amandemen UUD 1945 dilakukan perama kali oleh
MPR pada siadang umum MPR tahun 1999 dan mulai berlaku sejak tanggal
19 oktober 1999. Amandemen atas UUD 1945 dilakukan oleh MPR sebanyak
4 kali. Dengan demikian UUD 1945 telah mengalami 4 kali perubahan yaitu
sebagai berikut:
1) Amandemen pertama terjadi pada sidang umum MPR tahun 1999,
disahkan 19 Oktober 1999.
2) Amandemen kedua terjadi pada sidang tahunan, disahkan 18 Agustus
2000.
3) Amandemen ketiga terjadi pada sidang tahunan MPR, disahkan 10
November 2001.
4) Amandemen keempat terjadi pada sidang tahunan PPR, disahkan 10
Agustus 2002.

64
Jadi, pada perubahan keempat ini yang diamandemen sebanyak 13
pasal serta 3 pasal aturan peralihan dan 2 pasal aturan tambahan.
Dengan cara amandemen ini, UUD 1945 yang asli masih tetap berlaku,
hanya beberapa ketentuan yang sudah diganti dianggap tidak berlaku lagi.
Yang beraku adalah ketentuan-ketentuan yang baru. Naskah perubahan
merupakan bagian yang tak terpisahkan dari UUD negara republik indonesia
tahun 1945. Dengan demikian, naskah UUD 1945 kita terdiri atas:
1) Naskah asli UUD 1945
2) Naskah perubahan pertama UUD 1945
3) Naskah perubahan kedua UUD 1945
4) Naskah perubahan ketiga UUD 1945
5) Naskah perubahan keempat UUD 1945
Naskah UUD 1945 perubahan pertama, kedua, ketiga, dan keempat
tersebut tertuang dalam putusan MPR tentang UUD 1945 dan perubahannya.
Putusan MPR tersebut tidak menggunakan nomor putusan majelis. Hal inin
berbeda dengan jenis putusan majelis lainnya, yaitu ketetapan majelis dan
keputusan majelis yag menggunakan nomor keputusan majelis.
Dengan amandemen tersebut maka konstitusi negara indonesia UUD
1945 menjadi lebih lengkap dan bertambah jumlah pasal-pasalnya. Jumlah
keseluruhan pasal yang diubah dari perubahan perama sampai keempat ada
73 pasal. Namun jumlah nomor pasal tetap yaitu 37 tidak termasuk aturan
peralihan dan aturan tambahan. Perubahan diakukan dengan cara
menambahkan huruf A, B, C, dan seterusnya setelah nomor pasal (angkanya).
Misalnya pasal 28, kemudian pasal 28A, pasal 28B dan seterusnya.

3. Isi UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945


UUD 1945 sekarang ini hanya terdiri atas dua bagian, yaitu bagian
pembukaan dan bagian pasal-pasal. Bagian pembukaan pada umumnya berisi
pernyataan luhur dan cita-cita dari bangsa yang bersangkutan. Namun tidak
semua konstitusi negara meiliki bagian pembukaan ini. Konstitusi malaysia,
singapure, dan australia tidak memiliki bagian pembukaan. Contoh konstitusi
negara yang memiliki bagian pembukaan adalah konstitusi jepang, india, dan
amerika serikat.

65
Pembukaan UUD 1945 merupakan bagian yang penting dalam
konstitusi negara indonesi. Pembukaa UUD 1945 berisi empat alinie sebagai
pernyataan luhur bangsa indonesia. Selain berisi pernyataan, ia juga berisi
cita-cita dan keinginan bangsa indonesia, dalam bernegara yaitu mencapai
masyarakat merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Setiap alenia
pembukaan UUD 1945 memiliki makna dan cita-cita tersendiri sebagai satu
kesatuan.
Alenia pertama berbunyi “bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah
hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan diatas dunia harus
dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.
Alenia kedua berbunyi “dan perjuangan pergerakkan kemerdekaan Indonesia
telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa
mengantarkan rakyat indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan negara
Indonesia, yang merdeka bersatu, berdaulat, adil, dan makmur”.
Alenia ketiga berbunyi “atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa dan
dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan
yang bebas, maka rakyat indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaaannya”.
Alenia keempat sebagai berikut “kemudian dari pada itu untuk
membentuk suatu pemerintah negara indonesia yang melindungi segenap
bangsa indonesia dan seluruh tumpah dara indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
indonesia itu dalam suatu UUD 1945negara indonesia, yang terbentuk dalam
susunan negara republik indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasarkan kepada ketuhanan yang maha esa, kemanusiaan yang adil dan
beradab, persatuan indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh ikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia”.
Adapun pasal – pasal UUD 1945 merupakan isi konstitusi (UUD 1945).
Pasal – pasal UUD 1945 terdiri atas 16 bab, 37 pasal dan 3 pasal aturan

66
peralihan, serta 2 pasal aturan tambahan. Adapun hal – hal yang diatur dalam
setiap pasalnya sebagai berikut :
1. Bab I : Bentuk Dan Kedaulatan
2. Bab II : Majelis Permusyawaratan Rakyat
3. Bab III : Kekuasaan Pemerintahan Negara
4. Bab IV : Dewan Pertimbangan Agung (Dihapus)
5. Bab V : Kementrian Negara
6. Bab VI : Pemerintahan Daerah
7. Bab VII : Dewan Perwakilan Rakyat
8. Bab VIIA : Dewan Perwakilan Daerah
9. Bab VIIB : Pemilu
10. Bab VIII : Hal Keuangan
11. Bab IX : Kekuasaan Kehakiman
12. Bab IXA : Wilayah Negara
13. Bab X : Warga Negara Dan Penduduk
14. Bab XA : HAM
15. Bab XI : Agama
16. Bab XII : Pertahanan Dan Keamanan Negara
17. Bab XIII : Pendidikandan Kebudayaan
18. Bab XIV : Perekonomian Sosial Dan Kesejahteraan Sosial
19. Bab XV : Bendera, Bahasa, Dan Lambang Negara, Serta Lagu
Kebangsaan
20. Bab XVI : Perubahan Undang – Undang Dasar
Setelah melalui perjuangan yang panjang akhirnya Indonesia dapat
meraih kemerdekaannya. Seiring dengan perkembangannya bangsa
Indonesia semakin gencar dalam mengukuhkan soal birokrasi dan tentang
konstitusi. Betapapun sempurnanya sebuah konstitusi, pada suatu saat
tertentu konstitusi tersebut bsa ketinggalan zaman atau tidak lagi sesuai
dengan dinamika dan perkembangan masyarakat. Karena itulah kita
memerlukan adanya perubahan konstitusi dalam meningkatkan kesejahteraan
rakyat.

67
DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly, (2006). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid I. Jakarta:
Mahkamah Konstitusi RI.
Asshiddiqie, Jimly, (2008). Pokok-pokok Hukum Tata Negara Indonesia.
Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer.
Budiardjo, Miriam. (1983). Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.
Busroh, Abu Daud dan Busroh, Abu Bakar.(1982). Asas-asas Hukum Tata
Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Busroh, Abu Daud. (1989). Ilmu Negara. Jakarta: Bumi Aksara.
Effendi Suryani & Kaswan. (2015) Pancasila dan Ketahanan Jati Diri Bangsa.
Bandung: PT Refika Aditama.
Ismaun. (1972). Pancasila Dasar Filsafat. Bandung: Karya Remaja.
Kaelan. (2016) Pendidikan Kewarganegaraan untuk Pergerian Tinggi:
Yogyakarta: Paradigma.
Kaelan. (2001). Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Kansil, CST, dan Sr. Kansil, Christine. (1997). Hukum Tata Negara RI.
Jakarta: Rineka Cipta.
Lubis Maulana Arafat. (2018). Pembelajaran PPKn di SD/MI. Medan: AKASHA
SAKTI.
Lubis, Solly. (1982). Hukum Tata Negara. Bandung: Alumni.
Manan, Bagir. (1986). Konvensi Ketatanegaraan. Bandung: Armico.
Suny, Ismail. (1963). Pergeseran Kekuasaan Eksekutif. Jakarta: CV. Calmara
Winarno. (2007). Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan
Kuliah di Perguruan Tinggi. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Zainy Z, Hasan. (1985). Pengantar Hukum Tata Negara. Bandung: Alumni.

68

Anda mungkin juga menyukai