Anda di halaman 1dari 21

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara umum Negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Bahkan, setelah abad pertengahan yang
ditandai dengan ide demokrasi dapat dikatakan tampa konstitusi Negara tidak
mungkin terbentuk. Konstitusi merupakan hukum dasarnya suatu Negara.
Dasar-dasar penyelenggaraaan bernegara didasarkan pada konstitusi sebagai
hokum dasar. Negara yang berlandaskan kepada suatu konstitusi dinamakan
Negara konstitusional. Akan tetapi, untuk dapat dikatakan secara ideal sebagai
Negara konstitusional maka konstitusi Negara tersebut harus memenuhi sifat-
sifat dan ciri-ciri dari konstitusionalisme. Jadi Negara tersebut harus menganut
gagasan tentang konstitusionalisme.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Pengertian negara?
2. Apa itu Pengertian konstitusi?
3. Apa itu Nilai dan norma konstitusi?
4. Apa Tujuan perubahan konstitusi?
5. Apa Teori perubahan konstitusi?
6. Apakah Konstitusi bersifat normatif?
7. Apa itu Fungsi konstitusi?
8. Apa itu Fungsi konstitusi dalam sebuah negara?
9. Apa itu Sistem ketatanegaraan?
10. Apa saja Konstitusi menurut para ahli?
2

C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui apa itu Pengertian negara.
2. Mengetahui Pengertian konstitusi.
3. Mengetahui Nilai dan norma konstitusi.
4. Mengetahui Tujuan perubahan konstitusi.
5. Mengetahui Teori perubahan konstitusi.
6. Bahwa Konstitusi bersifat normatif.
7. Mengetahui Fungsi konstitusi.
8. Mengetahui Fungsi konstitusi dalam sebuah negara.
9. Mengetahui apa itu Sistem ketatanegaraan.
10. Mengetahui Konstitusi menurut para ahli.

.
3

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pengertian Negara
Secara historis pengertian negara senantiasa berkembang sesuai

dengan kondisi masyarakat ada saat itu. Pada zaman Yunani Kuno para ahli

filsafat negara merumuskan pengertian negara secara beragam. Aristoteles

yang hidup pada tahun 384-322 S.M., merumuskan negara dalam bukunya

Politica, yang disebutnya sebagai negara polis. Yang pada saat itu asih

dipahami negara masih dalam suatu wilayah yang dipahami negara masih

dalam suatu wilayah yang kecil. Dalam pengertian itu negara disebut sebagai

negara hukum, yang didalamnya terdapat sejumlah warga negara yang ikut

dalam permusyawaratan (ecclesia). Oleh karena itu menurut Aristoteles

keadilan merupakan syarat mutlak bagi terselenggarannya negara yang baik,

demi terwujudnya cita-cita seluruh warganya.

Pengertian lain tentang negara dikembangkan oleh Agustinus, yang

merupakan tokoh Katolik. Ia membagi negara dalam dua pengertian yaitu

Civitas Dei yang artinya negara Tuhan, dan Civites Terrena atau civites

Diaboli yang artinya negara duniawi. Civites Tarrena ini ditolak Oleh

Agustinus, sedangkan yang dianggap baik adalah negara Tuhan atau Civies

Dei. Negara Tuhan bukanlah negara dari dunia ini. Melainkan jiwanya yang

memiliki oleh sebagian atau beberapa orang di dunia ini untuk mencapainya.

Adapun yang melaksanakan negara adalah Gereja yang mewakili negara

Tuhan bukanlah negara dari dunia ini. Melainkan jiwanya yang dimiliki oleh
4

sebagian atau beberapa orang di dunia ini untuk mencapainya. Adapun yang

melaksanakan negara adalah Gereja yang mewakili negara Tuhan. Meskipun

demikian bukan berarti apa yang diluar gereja itu terasing sama seklai dari

Civites Dei (Kusnardi, 1995).

Berbeda dengan konsep penelitian Negara menurut kedua tokoh

pemikir negara tersebut, Nicollo Machiavelli (1469-1527), yang merumuskan

Negara sebagai negara kekuasaan, dalam bukunya ‘II Prin ciple’ yang dahulu

merupakan 3 buku referensi pada raja. Machiavelli memandang negara daru

sudut kenyataan bahwa dalam suatu negara harus ada sesuatu yang dimiliki

oleh seorang pemimpin negara atau raja. Raja sebagai pemegang kekuasaan

nengara tidak mungkin hanya mengandalkan kekuasaan hanya pada suatu

moralitas atau kesusilaan. Kekacauan timbul dalam suatu negara karena

lemahnya kekuasaan negara. Bahkan yang lebih terkenal lagi ajaran

Machiavelli. Tentang tujuan yang dapat menghalalkan segala cara. Akibat

ajaran ini muncullah berbagai praktek pelaksanaan kekuasaan negara yang

otoriter, yang jauh dari nilai-nilai moral. Berikut ini konsep pengertian negara

modern : Roger H. Soultou, mengemukakan bahwa negara adalah alat-alat

agency atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan-

persoalan bersama atas nama masyarakat.1

Karakteristik Negara Indonesia memiliki suatu identitas untuk

melambangkan keagungan suatu negara. Seperti negara Indonesia yang

memiliki identitas yang dapat menjadi penciri atau pembangun jati diri bangsa

1
Kaelan, Pendidikan Kewarganegaraan untuk Pergerian Tinggi (Yogyakarta: Paradigma, 2016),
hlm. 99
5

Indonesia. Identitas Indonesia menjadikan bangsa Indonesia sebagai

pemersatu dan simbol kehormatan negara. Selain itu identitas Nasional

menjadikan negara Indonesia yang bermatabat di antara negara-negara lain

yang memiliki beragam kebudayaan, agama, dan memiliki jiwa toleransi

maupun solidaritas yang tinggi.2

B. Pengertian Konstitusi

 Konstitusi atau undang-undang dasar (bahasa latin : constitutio) dalam

negara adalah sebuah norma sistem politik dan hukum bentukan pada

pemerintahan negara biasanya dikodifikasikan sebagai dokumen tertulis.

Hukum ini tidak mengatur hal-hal yang terperinci, melainkan hanya

menjabarkan prinsip-prinsip.

yang menajdi dasar bagi peraturan-peraturan lainnya. Dalam kasus

bentukan negara, kontitusi memuat aturan dan prinsip-prinsip entitas politik

dan hukum, istilah ini merujuk secara khusus untuk menetapkan konstitusi

nasional sebagai prinsip-prinsip dasar politik, prinsip-prinsip dasar hukum

termasuk dalam bentuk struktur, prosedur, wewenang dan kewajiban

pemerintahan negara pada umumnya. Konstitusi merujuk umumnya merujuk

pada pinjaman hak kepada warga masyarakatnya. Istilah konstitusi dapat

diterapkan kepada seluruh hukum yang mendefinisikan fungsi pemerintahan

negara. Konstitusi pada dasarnya memiliki pengertian luas, yaitu keseluruhan

peraturan baik tertulis maupuntidak tretulis yang mengatur secara mengikat

mengenai cara penyelenggaraan suatu pemerintahan. Istilah konstitusi pada

2
Maulana Arafat Lubis, Pembelajaran PPKn di SD/MI ( Medan: AKASHA SAKTI, 2018), hlm.
33.
6

umumnya menggambarkan keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara.

Sistem itu berupa kumpulanm peraturan yang membentuk, mengatur atau

memenuhi negara. Peraturan perundang-undangan tersebut ada yang tretulis

sebagai keputusan badan yang berwenang dan ada yang tidak tertulis yang

berupa kebiasaan dalam praktik penyelenggaraan negara. Dengan demikian,

pengertian konstitusi sampai dewasa ini dapat menunjuk pada peraturan

ketatanegaraan baik yang tertulis maupun tidak tertulis.

Terdapat beberapa definisi konstitusi dari pada ahli, yaitu: a. Herman

Heller, membagi pengertian konstitusi menjadi tiga yaitu:

1. Konstitusi dalam pengertian politik sosiologi. Konstitusi mencerminkan

kehiupan politik didalam masyarakat sebagai suatu kenyataan.

2. Konstitusi merupakan suatu kesatuan kaidah yang hidup dalam masyarakat

yang selanjutnya dijadikan satu kesatuan kaidah yang hidup dalam

masyarakat yang selanjutnya dijadikan suatu kesatuan kaidah hukum.

Konstitusi atau undang-undang dapat dianggap sebagai perwujudan dari

hukum tertinggi yang harus ditaati oleh negara dan pejabat-pejabat negara

sekalipun. Hal ini sesuai dengan dalil “Goverment by law, not by men”

(pemerintahan berdasarkan hukum, bukan oleh manusia). Pada permulaan

abad ke-19 dan awal abad ke 20, gagasan mengenai konstitusionalisme,

(kekuasaan terbatas dan jaminan hak dasar warga negara). Mendapatkan

perumusan secara yuridis.3

C. Nilai Dan Norma Konstitusi

3
Effendi Suryani dan Kaswan, Pancasila dan Ketahanan Jati Diri Bangsa (Bandung: PT Refika
Aditama, 2015 ), hlm. 141.
7

Konstitusi berfungsi sebagai landasan kontitusionalisme. Landasan

konstitusionalisme adalah landasan berdasarkan konstitusi Konstitusi

berfungsi untuk membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa, sehingga

penyelenggaraan kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan

demikian, diharapkan hak-hak warganegara akan lebih terlindungi. Konstitusi

berfungsi: 1.membatasi atau mengendalikan kekuasaan penguasa agar dalam

menjalankan kekuasaannya tidak sewenang-wenang terhadap rakyatnya;

2.memberi suatu rangka dasar hukum bagi perubahan masyarakat yang

dicitacitakan tahap berikutnya

3.dijadikan landasan penyelenggaraan negara menurut suatu sistem

ketatanegaraan tertentu yang dijunjung tinggi oleh semua warga negaranya;

(d) menjamin hak-hak asasi warga negara.4

Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislatif,

eksekutif, dan yudikatif: Pada negara federal, pembagian kekuasaan antara

pemerintah federal dan pemerintah negara-negara bagian, dan tentang

prosedur menyelesaikan masalah pelanggaran yurisdiksi oleh salah satu badan

pemerintahan. Hak-hak asasi manusia. Dalam UUD NRI Tahun 1945,

misalnya diatur secara khusus dalam BAB XA, Pasal 28A sampai Pasal 28 J.

Prosedur mengubah UUD. Dalam UUD NRI Tahun 1945, misalnya diatur

secara khusus dalam BAB XVI, Pasal 37 tentang Perubahan Undang- Undang

Dasar. Ada kalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari

UUD. Dalam UUD NRI 1945, misalnya diatur mengenai ketetapan bangsa
4
Farida Hardja, https://docplayer.info/64893032-Nilai-dan-norma-konstitusional-uud-nri-uud-nri-
1945-sebagai-konstitusi-negara-indonesia-apa-isinya.html. Diakses pada tanggal: 14.12.2022
8

Indonesia untuk tidak akan mengubah bentuk Negara Kesatuan Republik

Indonesia (Pasal 37, Ayat 5). Memuat cita-cita rakyat dan asas-asas ideologi

negara. Ungkapan ini mencerminkan semangat (spirit) yang oleh penyusun

UUD ingin diabadikan dalam UUD sehingga mewarnai seluruh naskah UUD

itu.5

D. TUJUAN PERUBAHAN KONSTITUSI

Tujuan dilakukan perubahan Undang –Undang Dasar Negara Republik

Indonesia tahun 1945 untuk:

1. Menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara dalam

mencapai tujuan nasional yang terulang dalam pembukaan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan

memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan

Pancasila.

2. Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan

kedaulatan rakyat serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai

dengan perkembangan paham demokrasi.

3. Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan

hak asasi manusia agar sesuai perkembangan paham hak asasi manusia

dan peradaban umat manusia yang sekaligus merupakan syarat bagi

suatu negara hukum di cita-citakan oleh Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

4. Menyempurnakan aturan dasar penyelengaraan negara secara

demokratis dan modern, anatar lain melalui pembagian kekuasaan


5
Ibid.
9

yang lebih tegas, sistim saling mengawasi dan saling megimbangi

(check and balance) yang lebih ketat transparan dan pembentukan

lembaga –lembaga negara yang baru untuk mengakomodasi

perkembangan kebutuhan bangsa dan tantangan zaman .

5. Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan konstutisional dan

kewajiban negara mewujudkan kesejahtraan sosial , mencerdaskan

kehidupan berbangsa dan bernegara , menegakan etika , moral dan

solidaritas bernegara , sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan

dalam perjuangan mewujudkan negara sejahtra .

6. Melengkapi aturan dasar yang sangat penting dalam penyelengaraan

negara bagi eksitensi negara dan perjuangan negara mewujudkan

demokrasi, seperti pengaturan wilayah negara dan pemilihan umum

7. Menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan bernegara dan

berbangsa sesuai dengan perkembangan aspirasi, kebutuhan, serta

kepentingan bangsa dan Negara Indonesia dewasa ini sekaligus

mengakomodasi kecenderungan untuk kurun waktu yang akan datang.6

E. Teori Perubahan Konstitusi

Pasal 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945

telah memberikan wewenang kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

sebagai lembaga negara yang berwenang mengubah serta menetapkan

Undang-Undang Dasar. Hal tersebut dipertegas dalam pasal 37 yang

menjelaskan aturan dalam melakukan perubahan terhadap undang-undang


6
Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR Periode 2009-2014, Panduan Pemasyarakatn
Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Ketetapan MPR RI..., Op
cit, Hal, 12
10

dasar, seperti kuorum dalam pengusulan, pembahasan, serta penetapan dan

larangan terhadap perubahan Undang-Undang Dasar.

Melakukan suatu peubahan konstitusi, pada dasarnya tidak hanya

dilakukan melalui suatu proses amandemen. K.C.Wheare mengatakan bahwa

perubahan konstitusi sulit untuk digambarkan atau dinilai, terutama karena ia

tidak statis. Cara-cara perubahan konstitusi dapat dilakukan melalui

mekanisme proses amandemen formal, mekanisme proses keputusan yudisial,

dan melalui terbentuknya adat dan kebiasaan.7

Mekanisme perubahan konstitusi juga bisa dilakukan melalui proses

keputusan yudisial. Perubahan konstitusi melalui proses ini perlu

dipertanyakan apakah penafsiran dan keputusan yudisial bisa mengubah

konstitusi. Mesti ditekankan bahwa pengadilan tidak bisa mengamandemen

konstitusi. Mereka tidak bisa mengubah kalimatnya. Mereka mesti menerima

kalimat tersebut, dan kalaupun mereka memasukan perubahan, itu hanya bisa

dilakukan melalui penafsiran mereka atas makna kalimat tersebut. Pengadilan,

dengan keputusan-keputusannya, bisa menjelaskan kandungan kata atau

kalimat; mereka boleh menyempurnakan, melengkapi atau memperhalus

keputusan sebelumnya; mereka bahkan boleh mencabut atau membatalkan

keputusan sebelumnya. Tetapi mereka mesti tetap berpegang pada kalimat

konstitusi. Kalimat ini terkadang kabur atau samar, memberikan kesempatan

bagi hakim untuk menyisipkan apa yang belum atau tidak dikatakan oleh para

penyusun konstitusi; benar bahwa pendapat hakim bisa saja salah, tidak logis,

dan berubah-ubah; benar bahwa pembedaan yang samar dan bahasa tekhnis
7
K.C. Wheare, Konstitusi-Konstitusi Modern, Pustaka Eureka, Surabaya, 2005, hlm. 129. 10.
11

yang diperhalus mungkin nampaknya bertentangan dengan penggunaan secara

umum dan pemahaman umum; dan akhirnya, benar pula bahwa hakim

mungkin melampaui fungsi mereka yang sesungguhnya. Untuk hal tersebut

para hakim bisa dikritik dan sistem penafsiran yudisial itu sendiri bisa

ditentang. Tetapi hal pokok yang perlu diingat adalah bahwa fungsi hakim

yang sebenarnya adalah menafsirkan, bukan mengubah, kalimat dalam

undang-undang dasar atau konstitusi. Perubahan makna konstitusi semacam

ini sebagaimana yang secara sah bisa dilakukan oleh pengadilan berasal dari

fungsinya untuk menafsirkan bukannya dari fungsi tersembunyi mereka dalam

pembuatan undang-undang.8

K.C. Wheare menambahkan, keputusan hukum berjalan seiring dengan

proses amandemen formal dalam menciptakan perubahan dalam konstitusi.

Terkadang keputusan hukum akan menciptakan situasi yang mendorong

munculnya gerakan untuk mengamandemen konstitusi. Dengan kata lain,

keputusan hukum ‘bersekutu’ dengan amandemen konstitusi untuk mengubah

konstitusi.

Mekanisme perubahan konstitusi yang selanjutnya dipengaruhi oleh

kebiasaan dan tradisi. Kebiasaan dan tradisi memiliki pengaruh yang dapat

membatalkan ketentuan konstitusi. Perlu ditekankan bahwa tradisi tidak

mengamandemen atau menghapuskan hukum. Ia tidak memotong bagian

tubuh; ia hanya membuat bagian tubuh itu tidak mungkin dapat digunakan.

Meskipun tradisi terkadang membatalkan hukum konstitusi, dan dengan

demikian menyebabkan wewenang yang diberikan tidak mungkin dijalankan


8
Ibid. hlm.165-166
12

sama sekali, tradisi tidak selalu berjalan sampai sejauh ini.9 Yang sering

terjadi adalah wewenang yang diberikan dalam konstitusi benar-benar

dijalankan tetapi dalam prakteknya wewenang tersebut dijalankan oleh orang

atau lembaga lain, meski secara hukum ia dijalankan oleh mereka yang diberi

wewenang. Pendek kata, tradisi melimpahkan wewenang yang diberikan

dalam konstitusi dari satu pihak ke pihak lain.10

F. Konstitusi Bersifat Normatif

Nilai normatif adalah nilai yang ideal (das sollen) dalam konstitusi.

Konstitusi dikatakan mempunyai nilai normatif apabila mengandung nilai

(value) yang ideal. Konstitusi dalam pandangan nilai normatif, tidak hanya

dilihat hanya sebatas kesepakatan tertinggi dan berbentuk teks saja. Konstitusi

adalah kenyataan kesepakatan bersama yang harus dijalankan secara bersama-

sama, tertib, dan tegak serta melaksanakan segala konsekuensi. Adapun

konstitusi yang mempunyai nilai nominal adalah konstitusi tidak dijadikan

sebagai dasar pijakan dalam kehidupan bernegara, tidak dijadikan dasar

pengambilan kebijakan, dan terdapat perbedaan antara yang seharusnya (das

sollen) dengan kenyataan (das sein). Kemudian nilai semantik adalah nilai

yang ada dalam konstitusi dan menjadikan konstitusi hanya sebagai pedoman,

sumber referensi, klaim kebenaran pihak tertentu, dan slogan

atau tagline semata. Pelaksanaan konstitusi dalam kenyataannya berbeda

dengan apa yang tertuang dalam materi muatan konstitusi. Nilai semantik juga

9
Ibid., hlm. 195.
10
Ibid., hlm. 200.
13

bermakna bahwa konstitusi hanya dijadikan sebagai instrumen kekuasaan

untuk melegitimasi kekuasaan.11

Melihat tiga nilai yang ada dalam konstitusi maka dapat dijadikan sebagai

referensi untuk melihat alasan dalam amandemen UUD 1945. Apakah

konstitusi dalam hal ini UUD 1945 mengandung nilai normatif atau nominal

atau semantik? Jika alasan amandemen UUD 1945 karena mengandung nilai

normatif tentu rencana amandemen tersebut relatif sulit diterima secara

rasional. Bagaimana mungkin UUD 1945 yang sudah mempunyai nilai

normatif atau nilai ideal dan pelaksanaannya sudah sesuai harus di

amandemen? Apa alasan teknisnya? Kemudian jika alasan amandemen UUD

1945 karena berisi nilai nominal atau nilai semantik, maka alasan untuk

amandemen UUD 1945 rasional. Hanya yang menjadi pertanyaan adalah

mengapa UUD 1945 bernilai nominal atau sementik? Apakah materi

muatannya yang menjadi penyebab atau pelaksanannya?12

G. FUNGSI KONTITUSI

Fungsi konstitusi antara lain:

1. Fungsi konstitusi adalah sebagai alat membatasi kekuasaan.

2. Fungsi konstitusi adalah sumber hukum tertinggi negara.

3. Fungsi konstitusi adalah sebagai piagam kelahiran suatu negara.

11
Ayon diniyanto, UUD 1945 konstitusi bernilai normatif, https://rechtsvinding.bphn.go.id/?
page=artikel&berita=458#:~:text=Nilai%20normatif%20adalah%20nilai%20yang,tertinggi
%20dan%20berbentuk%20teks%20saja.

12
Ibid
14

4. Fungsi konstitusi adalah menentukan dan pembatas kekuasaan organ

negara.

5. Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara.

6. Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara dengan warga

negara.

7. Fungsi konstitusi adalah sebagai sumber legitimasi terhadap kekuasaan

negara ataupun kegiatan penyelenggaraan kekuasaan negara

8. Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan yang

asli (rakyat) kepada organ negara.

9. Fungsi konstitusi sebagai pelindung hak asasi manusia.

10. Fungsi konstitusi adalah sebagai identitas nasional dan lambang.

11. Fungsi simbolik sebagai pusat upacara (ceremony).

12. Fungsi sebagai sarana pengendalian masyarakat baik dalam arti sempit

hanya di bidang politik maupun dalam arti luas mencakup bidang sosial

dan ekonomi.

13. Fungsi sebagai sarana perekayasaan dan pembaharuan masyarakat, baik

dalam arti sempit maupun dalam arti luas.

14. Fungsi simbolik sebagai pemersatu bangsa.13

H. FUNGSI KONSTITUSI DALAM SEBUAH NEGARA

Fungsi konstitusi adalah sebagai sumber dasar hukum tertinggi negara.

Secara umum, terbentuknya konstitusi berhubungan dengan teori terbentuknya

13
Ibrahim hasan, fungsi konstitusi adalah sebagai sumber hukum tertinggi,
https://www.merdeka.com/jateng/fungsi-konstitusi-adalah-sebagai-sumber-hukum-tertinggi-ini-
tujuannya-dalam-negara-kln.html.
15

negara. Berbagai teori terbentuknya negara seperti teori teokrasi, teori

kekuasaan, teori perjanjian masyarakat, atau teori lain pada dasarnya

berpengaruh terhadap bagaimana konstitusi disusun. Dalam konteks

Indonesia, konstitusi yang membentuk negara kesatuan yang berbentuk

republik sebagaimana kita saksikan hari ini merupakan karya dari para pendiri

negara. Ada dua bagian pokok yang terkandung dalam konstitusi, yakni

bagian formil dan bagian materiil. Bagian formil mengandung aturan-aturan

yang berhubungan dengan badan-badan tertinggi dalam negara, prosedur dan

penetapan badan-badan tersebut, dan prinsip-prinsip struktural pokok dari

negara. Bagian formil konstitusi juga memuat masalah kekuasaan sekaligus

batasan kekuasaan masing-masing badan-badan penyelenggara

negara. Sedangkan bagian materiil meletakkan nilai-nilai, maksud dan tujuan

yang hendak dicapai negara, demokrasi, keadilan sosial, tata pemerintahan

yang baik, perlindungan lingkungan dan hak-hak dasar manusia/warga negara.

Adapun tujuan konstitusi itu sendiri antara lain: 

1. Tujuan konstitusi memberikan pembatasan sekaligus pengawasan terhadap

kekuasaan politik. Tujuan ini berfungsi untuk membatasi kekuasaan

penguasa sehingga tidak melakukan tindakan yang merugikan masyarakat

banyak.

2. Tujuan konstitusi adalah untuk melepaskan kontrol kekuasaan dari

penguasaan sendiri. Bisa juga memberikan perlindungan terhadap hak

asasi manusia (HAM), sehingga dengan adanya konstitusi maka setiap


16

penguasa dan masyarakat wajib menghormati HAM dan berhak

mendapatkan perlindungan dalam melakukan haknya.

3. Konstitusi bertujuan memberikan batasan-batasan ketetapan bagi para

penguasa dalam menjalankan kekuasaannya. Selain memberikan batasan-

batasan untuk penguasa dalam menjalankan kekuasaanya, hal ini juga

bertujuan untuk memberikan pedoman bagi penyelenggara negara agar

negara dapat berdiri kokoh.14

I. Sistem Ketatanegaraan Indonesia

Sistem ketatanegaraan Indonesia menurut UUD 1945 adalah sebagai berikut.

1. Bentuk Negara adalah kesatuan

2. Bentuk pemerintahan adalah republik.

3. Sistem pemerintahan adalah presidensial.

4. Sistem politi adalah demokrasi atau kedaulatan rakyat.

a. Bentuk Negara Kesatuan

Undang-undang dasar 1945 menetapkan bahwa bentuk susunan Negara

Indonesia adalah kesatuan bukan serikat atau federal. Dasar penetapan ini

tertuang dalam pasal 1 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan “ Negara Indnesia

ailah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik”.

b. Bentuk Pemerintahan Republik

UUD 1945 menetapkan bahwa bentuk pemerintah Indonesia adalah republic

bukan monarki atau kerajaan. Yang tertuang dalam pasal 1 ayat (1) UUD 1945

yang menyatakan “Negara Indonesia ialah Negara Kesaruan, yang berbentuk

republik”. Berdasarkan pasal tersebut dapat diketahui bahwa “ kesatuan” adalah

bentuk Negara, sedang “republik” adalah bentuk pemerintah.


14
Ibid.
17

a) Sistem Pemerintahan Presidensial

Bedasarkan ketentuan dalam UUD 1945, Indonesia menganut sistem

pemerintahan presidensial. Secara teoritis, sistem pemerintahan dibagi dalam

dua klafikasi besar, yaitu sistem pemerintahan parlementer dan sistem

pemerintahan presidensial15

J. Konstitusi menurut para ahli

Berikut adalah beberapa pengertian konstitusi menurut para ahli:

1. Soehino

Konstitusi adalah dokumen yang memuat aturan-aturan hukum dan

ketentuan-ketentuan hukum yang pokok-pokok atau dasar-dasar yang

sifatnya, baik tulisan maupun tidak tertulis yang mengambarkan tentang

sistem ketatanegaraan suatu negara.

2. J. Van Apeldoorn

Gronwet atau UUD adalah bagian tertulis dari suatu konstitusi,

sedangkan constitution memuat baik peraturan tertulis maupun yang tidak

tertulis.

3. Herman Heller

Pengertian konstitusi dibagi menjadi tiga, yaitu konstitusi

mencerminkan kehidupan politik di dalam masyarakat sebagai suatu

15
Winarno, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah di Perguruan Tinggi
(Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007), hlm. 71-81
18

kenyataan (mengandung arti politis dan sosiologis), konstitusi sebagai

kaidah yang hidup dalam masyarakat (mengandung arti hukum atau

yuridis), dan konstitusi sebagai kesepakatan yang ditulis dalam suatu

naskah sebagai undang-undang yang tertinggi yang berlaku dalam suatu

negara.

4. C. F. Strong

Pengertian konstitusi adalah kumpulan asas-asas yang menyelenggarakan

kekuasaan pemerintahan serta hak-hak dari pemerintah dan hubungan antara

pemerintah dan yang diperintah, yang menyangkut hak-hak asasi manusia

5. F. Lasalle

Secara sosiologis dan politis, konstitusi adalah naskah yang memuat

bangunan negara dan sendi pemerintahan. Konstitusi megandung pengertian

yang lebih luas dari UUD. Namun, secara yuridis terdapat faham kodifikasi yang

menyamakan konstitusi dengan UUD.16

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Secara historis pengertian negara senantiasa berkembang sesuai

dengan kondisi masyarakat ada saat itu. Pada zaman Yunani Kuno para ahli

filsafat negara merumuskan pengertian negara secara beragam. Aristoteles

16
Renata christha auli, https://www.hukumonline.com/klinik/a/pengertian-konstitusi-menurut-
para-ahli-dan-secara-etimologis-lt62f1f95c8b86c.
19

yang hidup pada tahun 384-322 S.M., merumuskan negara dalam bukunya

Politica, yang disebutnya sebagai negara polis. Yang pada saat itu asih

dipahami negara masih dalam suatu wilayah yang dipahami negara masih

dalam suatu wilayah yang kecil.

Konstitusi atau undang-undang dasar (bahasa latin : constitutio) dalam

negara adalah sebuah norma sistem politik dan hukum bentukan pada

pemerintahan negara biasanya dikodifikasikan sebagai dokumen tertulis.

Hukum ini tidak mengatur hal-hal yang terperinci, melainkan hanya

menjabarkan prinsip-prinsip.

Fungsi konstitusi adalah sebagai sumber dasar hukum tertinggi negara.

Secara umum, terbentuknya konstitusi berhubungan dengan teori terbentuknya

negara. Berbagai teori terbentuknya negara seperti teori teokrasi, teori

kekuasaan, teori perjanjian masyarakat, atau teori lain pada dasarnya

berpengaruh terhadap bagaimana konstitusi disusun.

B. Saran

Di dalam makalah ini penulis ingin mengatakan bahwa konstitusi

dalam bernegara itu wajib diketahui oleh rakyat nya, khususm dinegara kita

sendri. Bahwa kita harus mengetahui peraturan peraturan bernegara agar tisak

melanggar suatu peraturan itu. Kami selaku penulis membuat makalah ini
20

dengan penuh tanggung jawab, sepenuhnya ingin mengingatkan bahwa norma

dan nilai konstitusi Ud dasar adalah hal yabg sangat penting.

DAFTAR PUSTAKA

Kaelan, Pendidikan Kewarganegaraan untuk Pergerian Tinggi (Yogyakarta:


Paradigma, 2016)
21

Arafat Lubis Maulana, Pembelajaran PPKn di SD/MI ( Medan: AKASHA


SAKTI, 2018)

Suryani Effendi dan Kaswan, Pancasila dan Ketahanan Jati Diri Bangsa (Bandung: PT
Refika Aditama, 2015 ),

Hardja Farida, https://docplayer.info/64893032-Nilai-dan-norma-konstitusional-uud-nri-


uud-nri-1945-sebagai-konstitusi-negara-indonesia-apa-isinya.html.

Pimpinan MPR dan Tim Kerja Sosialisasi MPR Periode 2009-2014, Panduan
Pemasyarakatn Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
Ketetapan MPR RI..., Op ci

K.C. Wheare, Konstitusi-Konstitusi Modern, Pustaka Eureka, Surabaya, 2005

diniyanto Ayon UUD 1945 konstitusi bernilai normatif, https://rechtsvinding.bphn.go.id/?

page=artikel&berita=458#:~:text=Nilai%20normatif%20adalah%20nilai
%20yang,tertinggi%20dan%20berbentuk%20teks%20saja

hasan Ibrahim, fungsi konstitusi adalah sebagai sumber hukum tertinggi,


https://www.merdeka.com/jateng/fungsi-konstitusi-adalah-sebagai-sumber-hukum-tertinggi-ini-
tujuannya-dalam-negara-kln.html.

Winarno, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan Panduan Kuliah di Perguruan


Tinggi (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007),
Renata christha auli, https://www.hukumonline.com/klinik/a/pengertian-konstitusi-menurut-
para-ahli-dan-secara-etimologis-lt62f1f95c8b86c.

Anda mungkin juga menyukai