Anda di halaman 1dari 3

Pendahuluan

Penyakit kelenjar tiroid termasuk penyakit yang sering ditemukan di masyarakat, salah satunya
penyakit hipertiroid (Juwita, et al, 2018). Hipertiroid adalah suatu gangguan yang terjadi karena
kelenjar tiroid memproduksi hormon tiroid lebih banyak dari yang tubuh butuhkan
(Prawirohardjo S., 2014). Hipertiroid merupakan penyakit hormonal yang menempati urutan
kedua terbesar di Indonesia setelah Diabetes Mellitus (Juwita, et al, 2018). Prevalensi hipertiroid
dilihat dari jenis kelamin lebih banyak pada perempuan daripada laki-laki dengan presentase 0,6
% pada perempuan dan 0,2 % pada laki-laki (Kementrian Kesehatan RI, 2015). Di Amerika
Serikat, prevalensi terjadinya hipertiroid pada kehamilan adalah 0,1 – 0,4 %, secara global
hipertiroid terjadi pada 0,053 % dari seluruh kehamilan. Hipertiroid dalam kehamilan disebabkan
karena stimulasi hebat kelenjar tiroid oleh hCG dan biasanya terbatas pada 12 – 16 minggu
pertama kehamilan (Cunningham FG, 2014). Hipertiroidisme yang tidak diobati sering dikaitkan
dengan kejadian komplikasi kehamilan, termasuk keguguran, gangguan hipertensi, persalinan
premature, berat badan lahir rendah dan keadaan darurat ibu seperti krisis tirotoksik dan gagal
jantung kongestif ibu (Turunen S, et al, 2020).

Terdapat berbagai macam tatalaksana untuk hipertiroid dalam kehamilan. Jenis-jenis terapi yang
digunakan untuk mengatasi hipertiroid dalam kehamilan meliputi: pemberian adrenergik beta
blocker dan obat anti tiroid (Pramono dan Soebijanto, 2016).

Penggunaan obat adrenergik beta blocker seperti Propranolol dengan dosis 20 – 40 mg setiap 6 –
8 jam ditujukan untuk menghilangkan gejala adrenergik yang ditimbulkan akibat hipertiroid.
Gejalanya berupa tremor, takikardi, gelisah. Obat ini harus diturunkan penggunaannya seiring
dengan indikasi klinis. Penggunaan obat beta blocker jangka panjang berdampak pada kelahiran
premature dan kematian perinatal (Iskandar 2021).

Untuk mengatasi hipertiroid dapat juga digunakan obat anti tiroid. Obat ini bekerja dengan
menghambat sintesis hormone tiroid. Sintesis ini dihambat dengan mereduksi iodin organifikasi
dan kopling dari MIT dan DIT pada jalur sintesis hormone tiroid. Obat golongan ini adalah
Propylthiouracil (PTU) dan Methimazole (MMI). Penggunaan obat anti tiroid PTU hanya
terbatas pada trimester pertama, setelah itu penggunaan MMI direkomendasikan. Pada beberapa
orang yang menggunakan terapi anti tiroid mengalami alergi sebesar 3 – 5 %. Namun yang harus
menjadi perhatian dalam penggunaan obat anti tiroid adalah efek samping. Dosis awal untuk
PTU adalah 50 – 300 mg perhari, sedangkan MMI adalah 5 – 15 mg per hari. Dalam
memberikan pengobatan dengan kedua obat tersebut disarankan untuk diberikan dosis terkecil
dan efektif yang dapat diberikan (Iskandar, 2021).

Komplikasi yang paling sering muncul pada ibu hamil dari penggunaan obat anti tiroid dibagi
menjadi minor dan mayor. Komplikasi minor meliputi reaksi kulit, atralgia, dan gejala tidak
nyaman pada perut, sedangkan komplikasi mayor adalah gejala yang dapat mengancam nyawa
seperti agranulositosis, vasculitis, immunoallergic hepatitis. Selain komplikasi yang terjadi pada
ibu hamil, kita juga harus memperhatikan komplikasi yang dapat terjadi pada janin yang
dikandung yaitu efek teratogenik akibat penggunaan obat MMI berupa aplasia cutis dan atresia
koanal maupun esophagus. Penggunaan obat anti tiroid juga dapat menyebabkan gejala
hipotiroid pada bayi, selain itu dapat juga menyebabkan terhambatnya pertumbuhan fisik dan
mental (Pramono dan Soebijanto, 2016).

Untuk mengetahui efektifitas dan keamanan obat anti tiroid pada kehamilan maka kita perlu
melakukan studi farmakoepidemiologi obat anti tiroid pada kehamilan dari berbagai sumber
seperti bulletin meso dan penelitian-penelitian terkait yang terbaru.

Daftar Pustaka
Cunningham FG. Williams Obstetrics, 24 th ed. (setia dr R,ed). Jakarta: EGC; 2014.
Evaluasi Penggunaan Obat Antitiroid Pada Pasien Hipertiroid di RSUD Dr. M. Djamil Padang,
Indonesia, Jurnal Sains Farmasi& Kimia, 5(1), 49 – 54.
Iskandar, Kehamilan dengan Hipertiroid, Jurnal Kedokteran Nanggroe Medika, Vol 4 No.1,
2021.
Juwita, D. A., Suhatri, dan Hestia R., (2018).
Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan RI. Infodatin situasi dan analisis gangguan
tiroid. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI, 2015; p. 1.
Prawirohardjo S., Ilmu Kebidanan. Keempat. (Prof. dr Abdul Bari Saifuddin, MPH S,ed.).
Jakarta: PT. Bina PUstaka; 2014.
Pramono LA, Soebijanto N. Pengelolaan Penyakit Graves pada Kehamilan. 2016; 43(6):435 –
439.
Turunen S, Vaarasmaki M., Lahesmaa-Korpinen AM, et al. Meternal hypetiroidism and
pregnancy outcomes: A population-based cohort study. Clin Endocrinol (Oxf). 2020;93 (6):721 –
728. Doi:10.1111/cen.14282

Anda mungkin juga menyukai