Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PENGARUH OBAT TERHADAP PENDERITA PENYAKIT

PENDERITA HIPERTENSI SERTA KEBUTUHAN GIZI

OLEH :

NAMA : NATALIA ROSARI PASARIBU


NIM : P01031220109
KELAS : DIV-IVC

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MEDAN JURUSAN GIZI
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas perkenaNya, makalah yang
berjudul “ PENGARUH OBAT TERHADAP PENDERITA PENYAKIT HIPERTENSI) “ dapat
saya selesaikan dengan baik. Seperti yang kita ketahui di Indonesia penyakit hipertensi begitu
menggandrungi masyarakat baik wanita, pria, orang berekonomi rendah mau tinggi. Kejadian
hipertensi di Indonesia sangat memprihatikan seperti penyakit favorit di masyarakat. Semoga
dengan membaca makalah ini pembaca dapat mengetahui dan mengambil hal yang positif dan
negatif tersebut.

Medan,  18 April 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

Cover……………………………………………………………………………………….

Kata Pengantar …………………………………………………………………………….

Daftar Isi…………………………………………………………………………………..

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………………………….

B. Rumusan Masalah………………………………………………………………….

C. Tujuan………………………………………………………………………………

D. Manfaat Penelitian…………………………………………………………………

BAB II ISI

1. Pengertian Hipertensi…………………………………………………………..
2. Obat yang berpengaruh pada hipertensi………………………………………..

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………………………….
B. Saran…………………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan penyakit kardiovaskular yang paling banyak
dijumpai dalam pelayanan kesehatan dan merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian di
beberapa negara di dunia termasuk di Indonesia. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
sosial ekonomi yang semakin cepat mengubah gaya hidup dan lingkungan masyarakat, hal ini
meningkatkan pula populasi hipertensi di dalam masyrakat (Setyani dkk, 2006). Hipertensi telah
membunuh 9,4 juta jiwa warga dunia setiap tahunnya. WHO memperkirakan jumlah penderita
hipertensi akan terus meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang membesar. Pada 2025
mendatang, diproyeksikan sekitar 29% warga dunia terkena hipertensi. Presentasi penderita hipertensi
saat ini paling banyak terdapat dinegara berkembang. Terdapat 40% negara berkembang memiliki
penderita hipertensi sedangkan negara maju hanya 35%. Kawasan afrika memegang puncak penderita
hipertensi sebanyak 46%, kawasan Amerika 35%, kawasan Asia Tenggara 36% orang dewasa yang
menderita hipertensi (WHO, 2010). Dikawasan Asia penyakit ini telah membunuh 1,5 juta jiwa setiap
tahunnya. Untuk pria peningkatan penderita dari 18% menjadi 31% sedangkan wanita terjadi
peningkatan jumlah penderita dari 16% menjadi 29% (WHO, 2010). Di Indonesia angka penderita
hipertensi mencapai 32% pada tahun 2008 dengan kisaran usia diatas 25 tahun (Limpakarnjanarat,
2013). Di Provinsi Gorontalo berdasarkan data yang diperoleh dari Data Sistem Informasi Rumah
Sakit (SIRS) Dinas Kesehatan Provinsi Gorontalo pada tahun 2012-2013 penyakit hipertensi
menempati urutan pertama dalam 10 penyakit terbesar di Gorontalo (Jumriana dkk, 2014). Hal ini
juga dibuktikan dengan data laporan RSUD Bumi Panua Pohuwato pada tahun 2015 bahwa penyakit
hipertensi berada diposisi ke-3 dalam 10 penyakit terbanyak dirumah sakit tersebut (Anonim,
2016).Hipertensi merupakan penyakit yang berkaitan dengan penurunan usia harapan hidup dan
sering diderita manusia dibelahan dunia yang dapat menyebabkan komplikasi seperti stroke, gagal
jantung, gagal ginjal, diabetes melitus dan infark miokard (Martin, 2008). Hipertensi dapat
menyebabkan komplikasi yang menyerang beberapa organ tubuh seperti jantung, ginjal, dan otak
(Mutaqin, 2009). Hipertensi juga menyebabkan timbulnya penyakit jantung koroner dan penyakit
stroke (Prasetyaningrum, 2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Fitrianto dkk, (2014) di
Poliklinik RSUD Dr. M. Djamil, Padang periode Januari-Desember 2011 didapatkan 277 pasien
hipertensi tanpa penyakit penyerta dan sebanyak 103 pasien hipertensi dengan penyakit penyerta,
diantaranya 63 pasien dengan diabetes melitus, 13 pasien dengan penyakit jantung koroner, 13 pasien
dengan penyakit stroke, 7 pasien dengan gagal jantung, 4 pasien dengan pasca infark miokard dan 3
pasien dengan gagal jantung kronik. Obat antihipertensi yang yang sering digunakan yaitu
hidroklorotiazid (35,5%), captopril (26,2%), valsartan (20,6%), amlodipin (15,2%), dan obat
antihipertensi lain (2,5%). Hipertensi dengan penyakit penyerta seperti ini biasanya akan memicu
penggunaan obat yang bermacam-macam (polifarmasi) yang mendorong terjadinya pola pengobatan
yang tidak rasional termasuk interaksi obat (Syarif dan Estuningtyas, 2007). Selain itu seringkali
dokter memberikan obat berdasarkan gejala-gejala yang dikeluhkan penderita tanpa
mempertimbangkan penting atau tidaknya gejala yang dihadapi, sehingga memudahkan terjadinya
interaksi obat (Utami, 2013). Interaksi obat merupakan salah satu dari delapan kategori masalah
terkait obat (drug related problems) yang diidentifikasi sebagai kejadiaan atau keadaan terapi obat
yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Sebuah interaksi obat terjadi ketika efek suatu obat
dalam tubuh diubah oleh kehadiran suatu enzim yang berinteraksi (Piscitelli dan Rodvold, 2005).
Menurut penelitian Yuliani (2012) pada pasien geriatri yang menderita penyakit jantung dan penyakit
dalam di instalasi Rawat Inap B Teratai Rumah Sakit Umum Pusat (RSUDP) Fatmawati Periode
Oktober-November 2012 bahwa terdapat 8% dari subjek penelitian (pasien geriatri) yang mengalami
interaksi obat. Sebagian besar yang mengalami interaksi obat yaitu pasien yang mendapatkan 5
macam obat atau lebih. Kasus interaksi obat yang terjadi yaitu interaksi antara captopril dengan
furosemid, ondansetron dengan tramadol dan captopril dengan valsartan. Selain itu berdasarkan hasil
penelitian tentang kajian interaksi obat antihipertensi pada pasien hemodialisis di Bangsal Rawat Inap
RSU PKU Muhammadiyah Yogyakarta Periode Tahun 2010, kejadian interaksi obat antihipertensi
yang paling banyak terjadi adalah pada tingkat signifikan 3 terdapat 27 kasus (45,76%), onset yaitu
delayed sebesar 48 kasus (81,36%), dan severity yaitu minor sebesar 44 kasus (74,58%). Mekanisme
interaksi terbanyak yaitu farmakodinamik 37 kasus (62,71%) dari total 59 kejadian yang mengalami
interaksi obat (Rahmatia dan Supadmi, 2010). Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Yasin dkk,
(2005) tentang kajian interaksi obat pada pengobatan pasien gagal ginjal kronik hipertensi di RSUD
DR. Sardjito Yogyakarta Tahun 2005 menyatakan bahwa terjadi interaksi obat antara furosemid
dengan ACE inhibitor sebanyak 84 pasien (76,36%), furosemid dengan asetosol pada 57 pasien
(51,82%), interaksi ini terjadi pada pasien rawat inap. Dan untuk pasien rawat jalan ditemukan
interaksi antara asetosol ACE inhibitor terjadi pada 90 pasien (70,87%), furosemid dengan ACE
inhibitor pada 85 pasien (66,93%), dan ACE inhibitor dengan suplemen kalium pada 85 pasien
(66,93%). Observasi awal yang dilakukan di rumah sakit Bumi Panua Pohuwato diperoleh beberapa
jenis obat yang berpotensi berinteraksi antara lain nifedipin dengan ranitidin, captopril dengan
digoxin, furosemid dengan digoxin, captopril dengan glimepirid, amlodipin dengan digoxin,
amlodipin dengan simvastatin, furosemid dengan captopril, digoxin dengan spironolaktan. Dengan
tingginya prevalensi hipertensi dan resiko terjadinya masalah terkait obat (drug releated problems)
khususnya interaksi obat pada pasien hipertensi dengan penyakit penyerta, oleh karena itu diperlukan
suatu penelitian mengenai interaksi obat pada pasien hipertensi dengan penyakit penyertanya.

I.2 Rumusan Masalah

Apakah ada interaksi obat antihipertensi oral pada pasien hipertensi dengan penyakit penyerta di instalasi
rawat inap RSUD Bumi Panua Pohuwato Tahun 2016?

I.3 Tujuan Penelitian

Tujuan Umum Mengetahui adanya interaksi obat antihipertensi oral pada pasien hipertensi dengan
penyakit penyerta di instalasi rawat inap RSUD Bumi Panua Pohuwato. 1.3.2 Tujuan Khusus Adapun
tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui penggunaan obat antihipertensi yang digunakan
pada penyakit hipertensi 2. Mengetahui penggunaan obat yang digunakan pada penyakit penyerta lainnya
3. Mengetahui tingkat keparahan interaksi obat antihipertensi yang diberikan pada pasien hipertensi
dengan penyakit penyerta. 4. Mengetahui level signifikan interaksi obat antihipertensi yang terjadi pada
tingkat minor, maoderat dan mayor.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat untuk Instalasi Rumah Sakit Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi adanya
interaksi obat yang terjadi pada pasien hipertensi dengan penyakit penyerta bagi apoteker, dokter dan
tenaga kesehatan lainnya di RSUD Bumi Panua Pohuwato sehingga mempermudah dalam memilih obat-
obatan yang tepat bagi pasien hipertensi dengan penyakit penyerta. 1.4.2 Manfaat untuk Instansi Kampus
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan atau dasar untuk bahan penelitian lebih lnjut. 1.4.3 Manfaat
untuk Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya
tentang interaksi obat pada pasien hipertensi.
BAB II

ISI

2.1 Pembahasan
Hipertensi adalah penyakit seumur hidup yang tidak bisa disembuhkan secara permanen
sehingga penderita harus selalu mengonsumsi obat sepanjang hidupnya. Oleh karena itu,
banyak penderita yang merasa jenuh ataupun malas untuk mematuhi pengobatan sehingga
menyebabkan tekanan darah penderita semakin tidak terkontrol (Adib, 2009). Perilaku
konsumsi obat pada pasien hipertensi merupakan hal yang perlu diperhatikan karena
hipertensi hanya dapat dikendalikan. Perilaku pasien hipertensi dilihat berdasarkan keputusan
untuk meminum obat antihipertensi dan peran aktif dalam pemeriksaan rutin ke dokter.
Keberhasilan pengendalian tekanan darah merupakan usaha bersama antara pasien dengan
dokter yang menanganinya (Palmer dan William dalam Puspita, 2016). Hasil penelitian yang
telah dilakukan menunjukkan bahwa ketiga subjek merupakan individu yang telah didiagnosa
memiliki penyakit hipertensi lebih dari lima tahun. Ketiga subjek memiliki persepsi yang
hampir sama tentang penyakit hipertensi, tetapi subjek RW memiliki persepsi yang berbeda
tentang konsumsi obat antihipertensi. Perilaku subjek dalam mengkonsumsi obat merupakan
proses yang diawali oleh keyakinan untuk berobat ke petugas medis yang mempertimbangkan
risiko dan efek yang dirasakan (Weinman dan Horne, 2008). Pertimbangan rasional subjek
berdasarkan manfaat konsumsi obat antihipertensi yang telah dirasakan menjadi bahan
pertimbangan untuk melanjutkan konsumsi obat. Pada penelitian ini, seluruh subjek
melakukan pertimbangan untuk konsumsi obat berdasarkan pengetahuan, pengalaman,
manfaat dan efek samping obat yang telah mereka rasakan sebelumnya, hambatan yang
dirasakan, efikasi diri, dan cues of action. Keputusan penggunaan obat selalu mengandung
pertimbangan manfaat dan risiko. Keamanan pemakaian obat antihiperetnsi perlu
diperhatikan, risiko pengobatan harus diminimalkan agar dapat meningkatkan kualitas hidup
penderita hipertensi. Mekanisme pengamanan pemakaian obat berupa pemantauan efektivitas
dan efek samping obat tersebut (Ikawati, Jumiani, dan Putu, 2012).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh subjek telah merasakan gejala sebelum
mengetahui mereka memiliki penyakit hipertensi. Seluruh subjek secara tidak langsung telah
mempertimbangkan efek positif dan negatf dari obat yang telah digunakan yang
mengakibatkan subjek patuh atau tidak patuh terhadap anjuran konsumsi obat (Notoatmojo,
2010). Health Belief Model dinilai berdasarkan tindakan yang dilakukan berdasarkan manfaat
pengobatan yang telah dilakukan sebelumnya. Perilaku dalam mengkonsumsi obat harian
merupakan faktor psikologis penting dalam menentukan tingkat keberhasilan pengobatan
pasien dengan penyakit kronis, sehingga tenaga medis dan keluarga pasien harus berusaha
kerasa agar perilaku kepatuhan pasien akan timbul. Berdasarkan studi fenomenologi yang
dilakukan oleh Andriati (2015), faktor-faktor yang menjadi pertimbangan dalam perilaku
konsumsi obat antara lain pemberian obat dalam waktu panjang, persepsi terhadap obat, dan
persepsi terhadap penyakit. Tujuan utama dari penggunaan obat antihipertensi yaitu
mengatasi hipertensi dan mengidentifikasi faktor risiko lainnya yang dapat menyebabkan
penyakit kardiovaskular (Weber, 2013). Selain memiliki fungsi untuk menurunkan tekanan
darah, beberapa obat antihipertensi juga memiliki efek samping yang dapat dirasakan oleh
penderita walaupun hanya sebagian kecil penderita hipertensi yang merasakannya. Salah satu
obat antihipertensi yang dapat menimbulkan efek samping yaitu Amlodipin, obat ini dapat
menimbulkan efek samping seperti edema (pembengkakan), sakit kepala, flushing,
takikardia/palpitasi, dispepsia, dizziness, nausea, dan gusi berdarah (Pessina dalam
Baharuddin, Kabo, dan Danny, 2015). Penderita hipertensi yang memiliki persepsi positif
terhadap manfaat konsumsi obat akan dapat memahami cara yang tepat untuk mengontrol
penyakitnya, sebaliknya apabila penderita memiliki persepsi negatif maka akan membuat
penderita memilih untuk tidak mengkonsumsi obat. Penelitian Aflaksier (2012) menunjukkan
bahwa pasien dengan persepsi negatif memiliki persentase minum obat yang rendah, yaitu
sekitar 23%.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan ketiga subjek memiliki persepsi yang beda tentang
manfaat yang dirasakan. Subjek TT dan RM menggambarkan penderita yang mengkonsumsi
obat karena merasakan manfaat berupa berkurangnya gejala hipertensi yang dirasakan
(pusing, tengkuk pegal, dan cepat lelah) apabila mengkonsumsi obat, sedangkan gejala akan
timbul apabila mereka lupa konsumsi obat. TT dan RM juga menyadari diri mereka rentan
terhadap penyakit dan takut akan komplikasi yang dapat ditimbulkan, mereka percaya dengan
rutin konsumsi obat antihipertensi tekanan darah mereka dapat terkontrol dan mencegah
terjadinya komplikasi. Oleh karena itu kedua subjek memiliki perilaku mengkonsumsi obat
antihipertensi. Sedangkan Subjek RW menggambarkan penderita yang memilih untuk tidak
mengkonsumsi obat antihipertensi karena tidak merasakan manfaat dari obat antihipertensi,
bahkan mengalami efek samping yang tidak menyenangkan. RW juga menganggap keadaan
tubuhnya baik-baik saja walaupun ia tidak mengkonsumsi obat antihipertensi dan tidak
menjaga pola makan. Oleh karena itu, subjek memiliki perilaku tidak mengkonsumsi obat
antihipertensi. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Andriati (2015) yang menyatakan
perilaku konsumsi obat antihipertensi disebabkan oleh faktor pengaruh obat yang besar bagi
pasien, keyakinan pasien dalam konsumsi obat dapat mengontrol penyakitnya, serta manfaat
obat yang dirasakan sehingga pasien berharap dengan meminum obat antihipertensi tekanan
darahnya dapat stabil. Peneliti menyadari pada penelitian ini terdapat beberapa kelemahan
diantaranya adalah:
1. Terbatasnya subjek, karena penelitian ini membahas tentang penyakit hipertensi dan tidak
banyak penderita hipertensi yang bersedia meluangkan waktu untuk diwawancara.
2. Beberapa subjek tidak menceritakan secara detail ketika wawancara berlangsung.
3. Keterbatasan penelitian yang hanya melakukan proses wawancara tanpa dilakukannya
observasi dan pedoman wawancara yang kurang detail
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang dilakukan tentang evaluasi penggunaan obat antihipertensi pada pasien stroke
iskemik di IRNA RSSN Bukittinggi tahun 2016 dapat disimpulkan bahwa: 1. Evaluasi obat antihipertensi
pada pasien hipertensi yaitu ketepatan indikasi 100%, ketetapan obat 84,16% ketepatan pasien
100% ,ketepatan dosis 96,16% dan ketepatan frekuensi adalah 98,72% serta potensi interaksi obat
38,66%. 2. Karakteristik pasien hipertensi yang paling banyak, berdasarkan karakteristik demografi
adalah jenis kelamin laki-laki (53,33%), dengan rentang umur 40-65 tahun (75,33%). Sementara
berdasarkan karakteristik klinis adalah diagnosa stroke pertama (93,33%), dengan kondisi patologis
penyebab hipertensi (50%). Pola penggunaan obat antihipertensi yang paling banyak adalah terapi tunggal
sebesar 30,24% yaitu obat golongan CCB yakni diltiazem. Terapi 2 kombinasi yaitu golongan obat CCB
dan ARB yakni Amlodipin dan Candesartan (4,48%) serta terapi 3 kombinasi adalah CCB, ARB ,agonis
reseptor alfa adrenergik yakni Amlodipin, Candesartan,Clonidin (0,96%) dan kombinasi CCB, CCB,
ARB yakni Diltiazem, Amlodipin dan Candesartan (0,96%).

3.2 Saran

1. Disarankan dilakukan penelitian monitoring efek samping obat secara observasi langsung kepada
pasien, supaya dapat mendeteksi secara dini efek samping yang ditimbulkan dalam pemakaian obat
antihipetensi.

2. Disarankan adanya apoteker berperan dalam memberikan konseling terutama pasien dengan gangguan
ginjal dan geriatric tentang kepatuhan dalam meminum obat dan penyesuaian dosis obat antihipertensi
agar efektifitas tercapai dan mengurangi efek samping obat antihipertensi.

3. Perlu adanya sistem komputerisasi dalam menentukan potensi interaksi obat antihipertensi dengan
membuat list obat yang sering berinteraksi agar mengurangi kejadian polifarmasi dan adverse drug
reaction (ADR)
DAFTAR PUSTAKA

Amartya DE, Bala NN, Khanra S. Rhabdomyolysis and its treatments. International Journal of Research
in Pharmaecutical and Biomedical Sciences. 2013;4(1):344-8.

Anggraini, A.D. Faktor--Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Hipertensi Pada Pasien yang
Berobat Di Poliklinik Dewasa Puskesmas Bangkinang Periode Januari Sampai Juni 2008.

Fakultas Kedokteran Universitas Riau ; 2009. Antons, KA et al.Clinical Perspective of Statin-Induce


Rhabdomiolysis. The American Journal of Medicine. 2006;119(5):400-9.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar
2013.

Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2013. Carretero OA, Oparil S. Essential
Hypertension, Part 1: Definition And Etiology, Circulation. 2000. 101 (3): 329-35. Carter BL et al. How
Pharmacist Can Assist Physicians with Controlling Blood Pressure. J Clin Hypertens. 2003; 5(1): 31-37
Chobaniam AV et al. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. JAMA 2003; 289: 2560-2572. Corwin J.E. Buku
Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta

. Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2009. Chung, et al. Statins Of High Versus Low Cholesterol-Lowering
Efficacy And The Development Of Severe Renal Failure. Pharmacoepidemiology And Drug Safety 2013;
22: 583–592. Desai, et al. Non-Cardiovascular Effects Associated With Statins. British Medical Journal.
2014;30 - 37.

Dewi, Yunika. Performa Formula Cockroft-Gault, MDRD dan CKD-EPI. Yogyakarta. Fakultas
kedokteran UGM; 2014. Dharma S. Buku Ajar Praktis Patofisiologi Farmakologi Dan Farmakoterapi. Gre
Publishing. Yogyakarta. 2016. 49 Diaz, K., Daichi, S. Physical Activity And The Prevention Of
Hypertension. Current Hypertension, 2014;15, 6, 659-668.

Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik. Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Hipertensi.
Departemen Kesehatan. 2006. Dosh SA. The Diagnosis Of Essential And Secondary Hypertension In
Adults. J.Fam Pract. 2001;50:707-712. Executive Summary Of The Third Report Of The National
Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Cholesterol in Adults. JAMA 2001;285:2486-2497. Feryadi R, Delmi S, Husnil K. Hubungan
Kadar Profil Lipid dengan Kejadian Hipertensi pada Masyarakat Etnik Minangkabau di Kota Padang
Tahun 2012. Jurnal Kesehatan Andalas. 2014; 3(2).
Geng Qiang et al. Meta-Analysis of the Effect of Statins on Renal Function. Am J Cardiol. Departemenet
of Cardiology, Peking University Beijing. 2014;(4):562:70 Goodman, Gilman. Manual of Pharmacology
and Therapeutics. New York, USA: The Mc Graw Hill; 2008. Goodman, L. S and A. Gilman. The
pharmacological Basis of Therapeutics, 11 th Ed, macmillan Publishing Co. Inc., New York. 2006.
Guyton and Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran; alih bahasa, Irawati [et al]; editor bahasa Indonesia,
Luqman Yanuar Rachman [et al]. Edisi 11. EGC, Jakarta. 2007.

Haendra, F. Nanang. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Tekanan Darah. Jurnal Ilmiah Kesehatan.
2013;5(1). 21-25. He J et al. Long-Term Effects Of Weight Loss And Dietary Sodium Reduction On
Incidence Of Hypertension. Hypertension. 2000; 35:544-549 Hunt SA et al. ACC/AHA Guideline Update
For The Diagnosis And Management Of Chronic Heart Failure In The Adult. A report of the American
College of Cardiology/ American Heart Association Task Force on Practice Guidelines. American
College of Cardiology Foundation (ACCF). 2005.

Hyman DJ et al. Characteristic Of Patients With Uncontrolled Hypertension In The United States. NEJM.
2001; 345: 479-486 International Network for Rational Use of Drugs (INRUD). Session Guide: Problems
of Irrational Drug Use. Diakses: November 2017 dari
http://doc2.bumc.bu.edu/prdu/Session_Guides/problems_of_irrational_dru g_use.htm; 1999.

Anda mungkin juga menyukai