1. Sifat-Sifat Organisasi
a. Krakteristik dari situasi negosiasi
Setiap situasi melibatkan proses negosiasi, tidak hanya terbatas pada
bisnis jual-beli produk dan jasa. Seringkali kita dihadapkan pada situasi
negosiasi dengan pihak yang sama sekali tidak dikenal, namun tidak jarang pula
kita berhadapan dengan pihak yang sudah akrab, seperti teman atau mitra bisnis.
Tegangan selalu ada dalam proses negosiasi, terlepas dari upaya untuk
menciptakan situasi yang saling menguntungkan (win-win situation). Meskipun
demikian, kedua belah pihak yang terlibat dalam perundingan (negosiator) tetap
memiliki posisi yang berlawanan.
Karakteristik dari situasi negosiasi:
a) Melibatkan dua pihak atau lebih
b) Adan konflik bernegosiasi berdasarkan pilihan
c) Adanya proses memberi dan menerima.
d) Para pihak lebih seuka bernegosiasi dan mencari kesepakatan
daripada bertaruh sercara terbuka.
e) Negosiasi yang berhasil melibatkan pengelolaan barang
berwujud dan juga penyelesaian barang tidak berwujud
b. Penyesuaian yang saling menguntungkan
Berikut beberapa langkah untuk menciptakan negosuasi yang
menguntungkan:
a) Sampaikan maksud dan tujuan negosiasi
Dilakukan dengan mengambil inisiatif pembicaraan tanpa
menunggu lawan bicara memulainya. Sampaikan dengan
maksud melaksanakan negosiasi dengan penuh kepercayaan.
b) Sampaikan sebanyak mungkin informasi yang relevan
Untuk mencapai tujuan bersama (win-win solution), kedua belah
pihak harus menyampaikan informasi yang releban dan tidak ada
yang ditutup-tutupi. Karena memberikan informasi sebanyak
mumgkin salah satu cara untuk membuat orang lain percaya.
c) Tentukan batas waktu negosiasi
Untuk menghindari proses negosiasi yang, sebaiknya
menyampaikan batas waktu negosiasi yang realistis sejak awal
d) Menggunakan cara mirroring
Menggunakan cara ini untuk menunjukan bahwa kita
memperlihatkan lawan bicara. Mirroring adalah pengulangan
kata kunci yang digunakan oleh mitra negosiasi
e) Tawarkan solusi alternative terbaik
Jika kedua belah pihak bersikukuh dengan posisi penawaran
masing-masing, mencapai kesepakatan jadi agak mustahil. Bisa
dengan cara mencoba menawarkan beberapa solusi alternative.
Tujuannya, agar bisa mencapai titik temu meskipun pemb
icaraan sedang mengalami kebuntuan.
c. Mengklaim Nilai dan Menciptakan Nilai
Terdapat dua jenis situasi yang saling bergantungan, antara lain:
Nilai dapat diciptakan dengan banyak cara, dan inti dari proses tersebut
terletak pada
eksploitasi perbedaan yang ada di antara para negosiator. Perbedaan utama
antara negosiator
meliputi:
1. Perbedaan kepentingan. Negosiator jarang menghargai semua item dalam
negosiasi secara setara.
2. Perbedaan penilaian tentang masa depan. Orang membuat penilaian berbeda
tentang nilai sesuatu atau nilai masa depan suatu barang.
3. Perbedaan toleransi risiko. Orang berbeda dalam seberapa besar risiko yang
mereka rasakan.
4. Perbedaan preferensi waktu. Negosiator sering berbeda dalam bagaimana
waktu mempengaruhi mereka.
4. Proses Negosiasi
Berikut merupakan proses negosiasi :
1. Persiapan: Persiapan yang matang sebelum memulai negosiasi sangat penting. Ini
melibatkan pemahaman yang mendalam tentang situasi, tujuan, kebutuhan, dan
batas-batas yang ingin dicapai dalam negosiasi.
2. Komunikasi: Komunikasi yang efektif adalah kunci dalam negosiasi. Penting untuk
mendengarkan dengan baik, mengajukan pertanyaan yang relevan, dan
mengungkapkan gagasan dengan jelas dan persuasif.
3. Pemahaman Minat dan Prioritas: Memahami minat, kebutuhan, dan prioritas pihak
lain membantu mengidentifikasi kesempatan untuk menciptakan nilai tambahan
(value creation) dan menemukan solusi yang saling menguntungkan.
4. Taktik Negosiasi: Buku ini menjelaskan berbagai taktik negosiasi yang dapat
digunakan dalam situasi yang berbeda. Hal ini mencakup taktik persuasif, taktik
integratif, taktik distributif, dan taktik penyelesaian sengketa.
5. Penanganan Konflik: Konflik adalah bagian alami dari negosiasi. Penting untuk
mengelola konflik dengan bijaksana, mencari solusi yang adil, dan menjaga
hubungan yang saling menguntungkan.
6. Kesepakatan dan Implementasi: Setelah mencapai kesepakatan, langkah selanjutnya
adalah memastikan implementasi yang sukses. Ini melibatkan membuat rencana
tindakan yang jelas, memantau kemajuan, dan menyelesaikan masalah yang muncul.
7. Etika dalam Negosiasi: Buku ini menyoroti pentingnya etika dalam proses negosiasi.
Mempraktikkan etika yang baik membantu membangun kepercayaan dan hubungan
yang berkelanjutan antara pihak-pihak yang terlibat.
6. Etika Negosiasi
Etika menurut KBBI adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan
tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Etika ini sendiri erat kaitannya dengan
prinsip dalam ilmu manajemen, yakni do the right things dan do things right. Dimana
melakukan hal yang benar dan dengan cara yang benar berkaitan dengan etika,
kepribadian, nilai yang melekat pada individu. Implementasi bisnis yang mengabaikan
etika tentunya dapat berakibat buruk bagi bisnis dimana reputasi bisnis yang akan
menjadi korbannya.
Dalam melaksanakan sebuah negosaisi, seorang negosiator tentunya wajib
memahami dan memperhatikan etika dalam negosiasi Etika berbeda dengan moral
dimana individu yakin mengenai apa yang benar dan yang salah. Empat standar
evaluasi strategi dan taktik dalam bisnis serta negosiasi:
a. Serangkaian Tindakan berdasarkan hasil yang ingin dicapai. Contohnya:
keuntungan investasi yang lebih besar.
b. Serangkaian Tindakan berdasarkan tugas untuk mempertahankan aturan dan
prinsip yang benar. Contohnya: hukum.
c. Serangkaian Tindakan berdasarkan norma, nilai, dan strategi organisasi atau
masyarakat. Contohnya: hal yang biasa dilakukan orang orang disebuah
perusahaan.
d. Serangkaian Tindakan berdasarkan keyakinan. Contohnya: percaya diri dan
yakin terhadap apa yang ingin dikatakan.
Nash (2009) mendefinisikan etika bisnis sebagai studi bagaimana norma moral
personal diterapkan dalam kegiatan bisnis komersial. Dimana etika bisnis dalam tiga
area manajerial meliputi:
a. Pilihan mengenai apa hukum yang berlaku dan apakah sudah mengikuti hukum
tersebut
b. Pilihan mengenai masalah ekonomi dan masalah di luar hukum
c. Pilihan mengenai prioritas sendiri diatas prioritas kepentingan perusahaan
Ketiga pilihan ini dapat membantu seorang negosiator untuk menentukan
strategi apa dan pendekatan apa yang cocok untuk digunakan dalam setiap
negosiasi.
Berikut merupakan klasifikasi tingkatan etika
Hofstede (1991), mengemukakan ada dua orientasi budaya organisasi yaitu, orientasi
budaya prestasi (achievement oriented culture) dan memelihara (nurturing oriented
culture) yang merefleksikan persaingan versus kerja sama. Berikut merupakan dua
orientasi budaya menurut Hofstede (1991),
a. Achivement Oriented Culture
Budaya berorientasi prestasi ditandai dengan fokus pada persaingan, ketegasan,
dan kesuksesan materi. Orang-orang dalam budaya yang berorientasi prestasi
seringkali sangat termotivasi untuk mencapai tujuan dan mencapai status yang
tinggi. Mereka mungkin menghargai individualisme, kemandirian, dan
pencapaian pribadi atas keharmonisan sosial dan tujuan kolektif. Dalam budaya
seperti itu, orang mungkin terdorong untuk mengambil risiko, berinovasi, dan
menantang norma yang ada.
b. Nurturing Oriented Culture
Sebaliknya, budaya yang berorientasi pemeliharaanditandai dengan fokus pada
hubungan, kerja sama, dan kualitas hidup. Orang-orang dalam budaya yang
berorientasi pengasuhan mungkin menghargai keharmonisan sosial, kesetaraan,
dan saling mendukung atas pencapaian dan persaingan individu. Mereka
mungkin memprioritaskan kebutuhan kelompok daripada kebutuhan individu,
dan mungkin memberi nilai tinggi pada empati, perhatian, dan kasih sayang.
Budaya semacam itu mungkin menekankan pentingnya melestarikan tradisi dan
menjaga stabilitas sosial.
Berikut merupakan prinsip-prinsip etika bisnis menurut Shane dan Glinow (2000)
a. Utilitarianisme
b. Hak-hak Individu
c. Distributive Justice
Menurut Stanley Krolick dalam Alwi (2013), terdapat empat etika individual dalam
pengambilan keputusan, yaitu:
a. Individualisme, di mana individu memiliki otoritas moral yang kuat atas
kepentingan pribadi dan memiliki kebebasan untuk memilih, bertindak, dan
mengambil keputusan dalam hubungannya dengan pihak lain, baik dalam
konteks sosial maupun bisnis.
b. Altruisme, yang melibatkan perhatian terhadap pihak lain dan mengabaikan
keamanan pribadi demi kebaikan orang lain. Altruisme ditandai dengan otoritas
moral yang kuat dan motivasi untuk menciptakan perilaku yang tidak hanya
mempertimbangkan pengorbanan dan manfaat diri sendiri. Dalam negosiasi, ini
tercermin dalam perilaku dan komunikasi yang bersifat akomodatif.
c. Pragmatisme, di mana individu pragmatis mengarahkan sikap dan perilakunya
berdasarkan situasi yang dihadapi. Otoritas moral dan motivasinya adalah
berpikir realistis untuk memenuhi kebutuhan saat ini. Dalam negosiasi, ini
tercermin dalam orientasi pendekatan negosiator yang tidak terlalu fokus pada
jangka panjang.
d. Idealisme, di mana individu idealis memiliki dasar moral dan motivasi yang
didasarkan pada prinsip, konsistensi, dan tanggung jawab terhadap tindakan
yang diambil. Negosiator yang memiliki pendekatan idealis sangat memegang
teguh komitmen terhadap prinsip-prinsip yang mereka anut, termasuk komitmen
terhadap etika dan aturan yang disepakati.