Anda di halaman 1dari 10

BAB II

KETERAMPILAN NEGOSIASI

2.1 Pengertian Negosiasi


Menurut Robbins & Judge (2013)negosiasi yaitu sebagai suatu proses
yang terjadi di mana dua pihak atau lebih menyepakati bagaimana cara
mengalokasikan sumber daya yang langka. Menurut Ivancevich (2007) negosiasi
merupakan sebuah proses di mana dua pihak (atau lebih) yang berbeda pendapat
berusaha mencapai kesepakatan.Menurut Sopiah (2008) negosiasi merupakan
suatu proses tawar-menawar antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa negosiasi adalah
suatu upaya yang dilakukan antara pihak-pihak yang berkonflik dengan maksud
untuk mencari jalan keluar untuk menyelesaikan pertentangan yang sesuai
kesepakatan bersama.

2.2 Tipe Dasar Negosiasi


Para ahli negosiasi membedakan antara dua tipe negosiasi, yaitu:
a. Negosiasi Distributif
Negosiasi distributif adalah suatu negosiasi yang berusaha untuk
membagi sejumlah tetap sumber daya, dimana terdapat situasi kalah-menang.
Hakikat negosiasi distributif adalah mengenai siapa mendapat seberapa besar
bagian dari sesuatu yang tetap. Contoh, dalam perundingan tenaga kerja
manajemen mengenai gaji. Umumnya, wakil tenaga kerja datang ke meja
bernegosiasi dengan tekad memperoleh sebanyak mungkin uang dari tangan
manajemen. Ketika bernegosiasi masing-masing pihak memeperlakukan
sebagai lawan yang harus ditaklukan.
Gambar 1. Negosiasi Distributif

Pihak A dan B mewakili kedua perunding. Tiap titik sasaran menetapkan


apa yang ingin dicapainya. Masing-masing juga mempunyai titik penolakan
(resistance point) yang menandai hasil terendah yang dapat diterima.
Negosiasi distributif, memfokuskan pada upaya memaksa lawannya
untuk menyetujui titik sasaran spesifik atau sedekat mungkin dengan titik
tersebut. Contohnya adalah meyakinkan lawan mengenai mustahilnya
mencapai titik sasaran lawan (yang meminta negosiasi) dan keuntungan dari
menerima suatu penyelesaian didekat titik sasaran kita, kemukakan bahwa
sasaran kita adil, sedangkan sasaran lawan tidak, dan upayakan agar lawan
kita merasa dermawan secara emosional terhadap kita dan karenanya
menerumam suatu hasil yang mendekati sasaran kita.
b. Negosiasi Integratif
Negosiasi integratif adalah negosiasi yang mengusahakan satu
penyelesaian atau lebih yang dapat menciptakan suatu pemecahan yang
saling menguntungkan. Penyelesaian negosiasi integratif adalah menang-
menang.
Negosiasi Integratif didalam periaku intraorganisasi menurut Kreitner
dan Kinicki (2004) memberi keuntungan. Karena dapat membina hubungan
jangka-panjang dan mempermudah kerjasama di masa mendatang. Negosiasi
Integratif mengikat para negotiator dan memungkinkan masing-masing untuk
meninggalkan tempat bernegosiasi dengan perasaan mendapat kemenangan.
Sedangkan untuk negosiasi distributif meninggalkan satu pihak sebagai
kalah. Negosiasi ini memberikan ruang perpecahan apabila individu-individu
berada dalam suatu kerja sama yang terus berjalan.
Ciri-ciri Negosiasi Negosiasi Distributif Negosiasi Integratif
Jumlah sumber daya
Jumlah sumber daya
untuk dapat dibagi
Sumber daya tersedia untuk dapat dibagi
sesuai dengan pihak
tetap
yang bernegosiasi
Saya menang-anda Saya menang-anda
Motivasi Primer
kalah menang
Saling cocok atau sama
Kepentingan Primer Saling berlawanan
dan sebaliknya
Fokus pada hubungan Jangka Pendek Jangka Panjak

2.3 Faktor-Faktor yang mempengaruhi kemampuan negosiasi


1. Mc Guire (2004) mengatakan terdapat tiga faktor utama dalam kemampuan
negosiasi yang baik, yaitu:
a. Patience adalah negosiator yang baik menyadari bahwa negosiasi
membutuhkan proses, termasuk di dalamnya untuk menghilangkan sekat
diantara kedua pihak dan bukan merupakan hasil instan.
b. Self confidence, yaitu negosiator yang baik menyadari bahwa dengan
memiliki kepercayaan diri berarti memiliki pula keyakinan akan
kemampuannya untuk mencapai keberhasilan negosiasi.
c. Communication skill, yaitu negosiator yang baik menyadari bahwa
dengan melibatkan dua pihak, negosiasi membutuhkan kemampuan
komunikasi yang baik agar mampu menangkap pesan secara efektif.
Joseph A Devito (dalam Cangara, 2007) membagi komunikasi menjadi
empat macam yaitu komunikasi kelompok kecil, komunikasi publik dan
komunikasi massa. Di dalam mayarakat, komunikasi interpersonal
merupakan bentuk komunikasi antara seseorang dengan orang lain untuk
mencapai tujuan tertentu yang bersifat pribadi.
2. Filley (dalam Sepasthika, 2010) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi kemampuan negosiasi adalah:
a. Kehadiran masing-masing pihak untuk mencapai tujuan. Kehadiran ini
merupakan bentuk kerjasama untuk mempertemukan perbedaan-
perbedaan yang terjadi.
b. Kepercayaan diri pribadi untuk memecahkan masalah. Pihak yang
percaya bahwa mereka dapat bekerjasama, biasanya mampu melakukan
pemecahan masalah dengan kepercayaan dirinya.
c. Kepercayaan terhadap perspektif sendiri dan pihak lain. Pemahaman
terhadap masing-masing sudut pandang akan menumbuhkan kepercayaan
tersebut, karena saat bernegosiasi masing-masing pihak diharap mampu
menerima sikap dan informasi secara akurat dan valid.
d. Motivasi dan komitmen untuk bekerjasama. Untuk mewujudkan hal
tersebut dalam rangka mencapai tujuan negosiasi, masing-masing pihak
harus memiliki interest terhadap masalah yang dihadapi secara obyektif
dan menunjukkan respon terhadap tuntutan dan kebutuhan masing-
masing.
e. Komunikasi yang akurat dan jelas. Merupakan komunikasi yang tidak
menimbulkan ambiguitas.
f. Pemahaman akan dinamika negosiasi. Proses negosiasi bersifat dinamis
dan fleksibel sehingga masing-masing pihak diharapkan mampu
menyesuaikan taktik dan strategi yang digunakan.

2.4 Proses Negosiasi


Menurut Robbins & Judge (2013)proses negosiasi memiliki suatu model
yang memiliki lima langkah, yaitu seperti pada gambar beriku

Gambar 2. Proses Negosiasi


1. Persiapan dan Perencanaan
Ada beberapa yang harus di persiapkan dan direncanakan sebelum
memulai sebuah perundingan. Sebelum melakukan sebuah perundingan, ada
beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu sebagai berikut:
a. Dasar dari konflik yang terjadi.
b. Awal mula atau sejarah faktor yang mendorong konflik tersebut ke arah
perundingan.
c. Siapa saja yang terlibat dari konflik tersebut.
d. Bagaimana persepsi mereka mengenai konflik tersebut.
e. Apa tujuan dari perundingan yang akan dilakukan tersebut.
Dan juga beberapa hal mengenai pendirian pihak lain terhadap tujuan
perundingan yaitu seperti sebagai berikut:
a. Apa yang mungkin mereka minta?
b. Seberapa besar mereka bertahan pada posisi mereka?
c. Apa yang penting bagi mereka?
d. Apa yang ingin mereka selesaikan?

Dengan menyiapkan beberapa poin diatas, maka pada saar perundingan


berlangsung akan semakin siap dalam mengatasi pendirian lawan dan siap untuk
melawan argumen-argumen lawan dengan fakta dan angka yang mendukung.

Dan mengembangkan strategi dengan menetapkan BATNA (Best


alternative to a negotiated agreement). BATNA adalah alternatif terbaik pada
suatu persetujuan yang dirundingkan; nilai terendah yang dapat diterima pada
seorang individu untuk suatu persetujuan yang dirundingkan.
2. Penentuan Aturan Dasar

Setelah menyiapkan persiapan dan mengembangkan strategi di tahap awal,


maka di tahap kedua ini yaitu menentukan aturan-aturan dasar dan prosedur
dengan pihak lain mengenai perundingan tersebut yaitu seperti:

a. Siapa saja yang akan melakukan perundingan?


b. Dimana lokasi perundingan akan dilaksanakan?
c. Tentukan waktu yang tepat untuk melakukan perundingan tersebut.
d. Batasi masalah dalam perundingan tersebut.

Pada tahap ini, pihak-pihak terkait juga akan mempertukarkan usulan atau
tuntutan mereka.
3. Penjelasan dan Pembenaran
Di tahap ini, setelah tiap pihak terkait mempertukarkan pendirian dan
keinginan masing-masing, maka pada tahap ini kedua belah pihak saling
menegaskan, memperjelas, memperkuat, dan membenarlkan antar permintaan
masing-masing pihak.
Pada tahap ini, kedua belah pihak memberi informasi mengenai
persoalan, mengapa persoalam ini penting, dan bagaimana keinginan masing-
masing pihak.
4. Tawar-menawar dan Pemecahan Masalah
Di tahap ini lah hakikat dari proses perundingan yaitu beri dan ambil
yang aktual dalam upaya memperbincangkan suatu persetujuan. Di tahap ini juga
kedua belah pihak perlu membuat sebuah konsesi (kontrak).
5. Penutupan dan Pelaksanaan
Langkah terkahir dalam proses perundingan adalah memformalkan
persetujuan yang telah dikerjakan dan dikembangkan di setiap prosedurnya.hal-
hal spesifik diperlukan dalam memfornalkan persetujuan tersebut.

2.5 Perilaku Negosiasi


Menurut Jackman (2005) memilih perilaku yang tepat pada saat bernegosiasi bisa
menjadi faktor penentu keberhasilan atau kegagalan. Ketika berhadapan dengan
lawan negosiasi, ada empat macam perilaku yaitu: asertif, agresif, pasif, dan
manipulatif.
a. Perilaku Asertif
Negosiator yang memilih berlaku asertif dalam negosiasi akan
memperlakukan oranhlain dengan hormat dan tulus. Berlaku asertif berarti
menerima karakteristik diri, baik yang positif maupun negatif. Dengan
berlaku demikian, kita juga akan lebih mudah mnerima keberadaan
oranglain. Hasilnya kita tidak perlu merasa mengalahkan lawan karena tidak
merasa harus selalu menang. Perilaku asertif meliputi:
1. Bertanggung jawab atas pilihan dan perilaku sendiri
2. Menentukan batasan sehingga lawan mengetahui posisi mereka saat
sedang bersama kita
3. Berkomunikasi dengan jelas
Berlaku asertif berarti memilih pedekatan yang positif dan proaktif.
Perilaku ini berakar pada penghargaan yang tinggi terhadap diri sendiri.
Berlaku asersif berarti mau berkompromi dan bernegosiai untuk
mencapai hasil win-win.
Saya berlaku asersif dalam negosiasi jika saya:
1. Mengatakan apa yang saya inginkan dengan jelas dan ringkas
2. Mengambil keputusan untuk diri sendiri
3. Tidak mudah patah semangat
4. Memperlakukan diri sendiri dan lawan negosiasi dengan hormat serta
menjunjung tinggi kesetaraan
5. Menyadari sepenuhnya bahwa saya bertanggung jawab atas setiap
tindakan dan perasaan saya
6. Meminta maaf jika merasa menyesal
7. Jika perlu saya bisa bersikap tegas dan mempertahahankan pendirian
8. Mengutarakan pendapat lawan dengan seksama
9. Bersikap tenang, santai, dan percaya diri
10. Mengharapkan win-win ketika menghadapi perbedaan pendapat
b. Perilaku Agresif
Perilaku agresif adalah perilaku yang kompetitif. Tujuan utama perilaku
ini, baik yang terlihat maupun tidak, adalah untuk menjadi pemenang. Dalam
kondisi ini harus ada seseorang yang kalah. Negosiator agresif biasanya
mencapai tujuannya dengan mematahkan semangat lawan negosiasi atau
mengabaikan perasaan, keinginan dan hak mereka. Negosiator gresif tidak
mau mempertimbangkan sudut pandang lawan. Ketika dihadapkan pada
sebuah konflik atau konfrontasi, negosiator agresif akan menanggapinya
dengan serangan balik secara teang-terangan. Perilaku agresif mengakibatkan
reaksi emosional yang berlebihan. Ia memilih melakukan serangan verbal
atau fisik, meninggalkan jejak perasaan sakit hati atau terhina. Orang yang
berlaku agresif sering kali tidak yakin dengan diri mereka sendiri dan
menggunakan agresi sebagai mekanisme pertahanan diri.
Agresi bukanlah perilaku yang efektif dalam negosiasi. Perilaku itu
memungkinkan bagi negosiator agresif mencapai keinginan dalam jangka
pendek. Namun, untuk jangka panjang, perilaku ini bisa membuat lawan
memendam rasa kesal dan dendam. Sebagai akibatnya, negosiasi ini, cepat
atau lambat akan membawa hasil win-lose.
Saya berlaku agresif dalam negosiasi jika:
1. Mengatakan apa yang saya inginkan, seringkali dengan sikap yang
menuntut terus-menerus
2. Mengambil keputusan untuk lawan negosiasi
3. Menggertak, membujuk, dan memaksa
4. Menyalahkan dan menyerang
5. Melanggar hak lawan
6. Memperlakukan lawan dengan kurang hormat
7. Bertanggung jawab untuk tindakan lawan
8. Mengatakan Maafkan saya, tetapi...
9. Menyela pembicaraan lawan
10. Bersifat mendominasi, licik, dan kasar
11. Menyela pembicaraan lawan
12. Mengharapkan win-lose ketika menghadapi perbedaan pendapat
c. Perilaku Pasif
Seseorang yang menunjukkan perilaku pasif bisa dianggap sebagai
korban yang tidak berdaya. Tipe orang seperti ini target dari taktik agresif
yang telah disebutkan sebelumnya.
Negosiator pasif kurang percaya diri dan memainkan peran yang hampir
tidak terlihat selama negosiasi. Mereka akan menghindar dari keharusan
mengambil keputusan karena merasa lebih mudah lepas tangan dan
8membiarkan lawan negosiasi melakukannya atas nama mereka.
Negosiator pasif memiliki cara pandang negatif. Hal itu membuatnya
frustasi karena merasa tidak mempunyai kemauan atau mudah menyerah. Di
dalam dirinya, selalu ada penyangkalan diri dan sikap mengasihani diri
sendiri. kemungkinan timbulnya konfrontasi juga akan membuat mereka
langsung menghindar dan melarikan diri. Perilaku pasif sering dipicu oleh
kurangnya rasa percaya diri atau persiapan. Perilaku pasif bukanlah perilaku
yang efektif untuk bernegosiasi karena negosiator seperti ini berpeluang
sangat kecil untuk meraih yang diinginkan. Mereka seringkali harus
menerima hasil lose-win. Untuk jangka panjang, negosiator pasif tidak akan
diperhitungkan
Saya bersikap Pasif dalam negosiasi jika:
1. Tidak mengatakan apa yang saya inginkan
2. Menerima dan mengikuti begitu saja keputusan lawan negosiasi
3. Membiarkan lawan menggertak, memaksa, dan mempermalukan saya
4. Menyangkal hak saya dan membiarkan dilanggar oleh lawan
5. Tidak bisa menerima tanggung jawab atas apa yang sedang terjadi pada
diri saya
6. Terlalu banyak mengatakan maaf
7. Sering membiarkan diri patah semangat
8. Bersikap ragu-ragu dan gugup
9. Merasa frustasi, tidak berdaya, sedih, terluka dan gelisah
10. Mengharapkan hasil lose-win ketika menghadapi perbedaan pendapat

d. Perilaku Manipulatif
Perilaku seperti ini kadang kala disebut sebagai agresi tidak langsung
karena didasari oleh keinginan untuk menang dengan cara apa
pun.Dibandingkan dengan taktik agresif yang mencolok, perilaku tidak
langsung lebih samar dan tersembunyi. Negosiator manipulatif selalu
menyimpan tujuan terselubung, yaitu menempuh cara sendiri. Kebutuhan
untuk memanipulasi berakar dari rasa takut jika tujuan yang dirahasiakan
terbongkar. Rasanya akan jauh lebih aman untuk mengontrol dan
memanipulasi daripada harus menghadapi konfrontasi langsung.
Berlaku manipulatif berarti menipu diri sendiri dan lawan negosiasi.
Berlaku manipulatif juga berarti mendapatkan semua kebutuhan dengan cara
licik, yaitu membuat lawan merasa bersalah jika tidak melakukan apa yang
pelaku inginkan. Dari penampilan luarnya, karakter agresif tidak langsung
mungkin tampak begitu menghormati lawan, tetapi sikap tidak sependapat
yang tersembunyi sekalipun biasanya akan ketahuan. Orang yang berlaku
manipulatif seringkali mematahkan semangat lawan dan menggunakan kata-
kata sinis untuk mengungkapkan ketidaksetujuan mereka. Usaha untuk
memperjelas atau mengklarifikasi mereka tanggapi dengan
penyangkalan,sehingga lawan bingung, buntu, dan merasakan bersalah.
Pelaku manipulatif umumnya tidak efektif digunakan dalam negosiasi
karena lawan tidak akan pernah benar-benar mempercayai negosiator seperti
itu, sehingga tidak ingin bernegosiasi. Negosiator manipulatif akan mencapai
hasil win-lose. Namun biasanya mereka hanya akan berhasil satu kali dengan
cara ini. Orang tidak suka dipermainkan atau dipaksa mencapai kesepakatan
Saya bersikap pasif dalam negosiasi jika:
1. Bersikap tidak langsung dan berharap orang lain mengetahui apa yang
saya inginkan
2. Meninggalkan petunjuk
3. Membujuk, merayu, dan pura-pura memuji
4. Bersikap sarkastik
5. Memanipulasi lawan dengan mempermainkan perasaan mereka
(biasanya perasaan bersalah)
6. Bersikap pasif dengan niat yang agresif
7. Merasa frustasi, marah, dsn tidak berdaya
8. Seringkali mendapat hasil win-lose ketika menghadapi perbedaan
pendapat

2.6 Trend
Berbagai ulasan baik riset experimen atau teoritis lebih banyak
mengarahkan ke negosiasi menang-menang (win-win). Tracy dan Peterson
(dalam Meiyanto & Soedarjo, 1999) dan Jackman (2005) menemukan bahwa
pendekatan atau taktik negosiasi integratif (win-win) menunjukkan hasil yang
lebih berguna dibandingkan dengan negosiasi distributif (win-lose). Negosiasi
Integratif direkomendasikan karena memiliki potensi untuk memperluas alternatif
dan meningkatkan hasil kedua belah pihak. Ditemukan pula bahwa dalam
negosiasi integrati ditunjukkan betapa pentingnya hubungan saling percaya dan
saling menghormati yang dibangun atas dasar kemurnian, keterbukaan dan
komitmen bersama.
Kreitner dan Kinicki (2004) menambahkan bahwa berdasarkan penelitian
negosiasi diketahui bahwa ciri-ciri kepribadian dapat mempengaruhi keberhasilan
bernegosiasi. Begitu pula dengan suasana hati baik dan buruk dapat berdampak
positif atau negatif masing-masing pada rencana-rencana dan hasil-hasil
negosiator. Serta kurang memahami pihak lain membuat negosiasi lintas budaya
lebih sulit daripada negosiasi di dalam negeri.

Anda mungkin juga menyukai