D
i
s
u
s
u
n
Oleh :
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
2
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat terhadap semua
pihak dalam menambah informasi bernegosiasi melalui pengertian, tahapan dan strategi
dalam negosiasi.
3
BAB II
PENGERTIAN NEGOSIASI
Adapun negosiasi menurut Hayes (2002) adalah sebuah proses menghasilkan keputusan
bersama, dimana orang-orang dengan tujuan/ keinginan yang berbeda berinteraksi dengan
tujuan untuk menyelesaikan perbedaan-perbedaan tersebut. Salah satu tujuan orang
bernegosiasi adalah menemukan suatu keputusan atau kesepakatan kedua belah pihak secara
adil dan dapat memenuhi harapan atau keinginan kedua belah pihak tersebut.
Negosiasi yang baik dan efektif adalah negosiasi yang didasarkan pada data fakta
yang akurat dan faktual, sehingga setiap argumen dan kehendaknya tidak terlepas dari fakta
yang ada. Di samping itu juga harus ditopang dengan negosiator yang handal dan
professional, yang memahami tujuan negosiasi dilakukan dan mempunyai daya kemampuan
optimal dalam menemukan solusi terhadap masalah yang dihadapi dan terhindar dari
kemungkinan dead lock.
Lewiki dkk (dalam Hargie, 2011) memberi penekanan lebih pada manfaat negosiasi.
Menurutnya negosiasi bukanlah hal yang biasa saja, namun sangat penting untuk hidup yang
efektif dan memuaskan hidup. Pada intinya negosiasi menjunjung prinsip win-win solution,
akan tetapi saat ini negosiasi mengalami pergeseran nilai. Pergesaran nilai ini merujuk pada
salah satu pihak yang memenangkan objek yang dinegosiasikan, hanya dikarenakan kekuatan
yang tidak dimiliki pihak-pihak minoritas. Oleh karena itu negosiasi harus selalu diiringi
dengan ingatan dan pengaplikasian secara nyata mengenai etika dan nilai-nilai kebaikan
lainnya.
4
a. Target, ketika orang-orang mulai bernegosiasi, maka umumnya memiliki beberapa ide
mengenai level keuntungan (pada bisnis) atau tujuan yang mereka harapkan dapat
tercapai.
b. Limit, pada sisi lain mereka juga memiliki ide tentang tingkat keuntungan paling rendah
atau batas terendah capaian yang menjadi patokan minimal agar kesepakatan negosiasi
dapat diterima. Penyelesaian hanya dapat dicapai ketika ambang batas minimal capaian
(limit) dari tiap-tiap pihak yang dibawa ke proses negosiasi bertepatan atau cocok satu
dengan lainnya.
Menurut Marjorie Corman Aaron dan Roobert.H Mnookin (1995), ketika melakukan
negosiasi, seorang perunding yang baik harus membangun kerangka dasar yang penting
tentang negosiasi yang akan dilakukannya agar dapat berhasil menjalankan tugasnya tersebut.
Kerangka dasar yang dimaksud antara lain : Apakah alternatif terbaik untuk menerima atau
menolak kesepakatan dalam negosiasi? Berapa besar nilai atau penawaran minimum yang
akan dapat diterima sebagai sebuah kesepakatan? Seberapa lentur proses negosiasi akan
dilakukan dan seberapa akurat pertukaran yang ingin dilakukan? Untuk membangun
kerangka dasar tersebut di atas, ada 3 konsep penting yang harus dipahami oleh seorang
negosiator, yaitu :
2. Reservation Price, yaitu nilai atau tawaran terendah yang dapat diterima sebagai sebuah
kesepakatan dalam negosiasi.
3. ZOPA (Zone of Possible Agreement), yaitu suatu zona atau area yang memungkinkan
terjadinya kesepakatan dalam proses negosiasi.
Dengan pemahaman yang baik terhadap 3 konsep dasar tersebut diatas , maka para
perunding diharapkan dapat menentukan hal-hal yang ingin dicapainya dalam negosiasi,
menentukan besarnya konsesi yang ingin didapat dan dapat diberikan, menentukan perlu
tidaknya melanjutkan negosiasi, dan melakukan langkah lain yang lebih menguntungkan.
Secara ringkas dapat dirumuskan, bahwa negosiasi adalah suatu proses perundingan antara
para pihak yang berselisih atau berbeda pendapat tentang sesuatu permasalahan.
5
BAB III
TAHAPAN NEGOSIASI
Proses negosiasi bukanlah proses sesaat yang dapat segera diperoleh hasilnya. Proses
negosiasi yang berlangsung dalam sekali episode (one-off episode) tampaknya jarang terjadi,
proses yang umum terjadi suatu proses yang berlangsung secara kontinu atau terus-menerus
hingga tercapai suatu kesepakatan bagi kedua belah pihak.
1. Perencanaan (planning)
Perencanaan dapat memberi kontribusi yang vital terhadap hasil sebuah negosiasi. Pada
tahap ini negosiator perlu menetapkan tingkat keuntungan (target) yang ingin dicapai
dalam sebuah negosiasi. Bersamaan dengan itu pula, negosiator perlu menentukan batas
terendah (limit), sebagai lampu merah dalam proses negosiasi yang akan terjadi. Seorang
negosiator yang cakap (skilled negotiator) tentu akan berusaha untuk mencoba
menemukan ambang batas minimal (limit) capaian pihak lawan, agar memudahkan bagi
negosiator dalam menyusun strategi. Selain itu, juga untuk menghindari terjadi
kemacetan (breakdown) dalam negosiasi.
2. Persiapan (preparation).
Untuk mengetahui capaian minimal (limit) pihak lawan, maka seorang negosiator perlu
mengamati, memantau dan bahkan meneliti lawan negosiator, dengan cara berupaya
sebisa mungkin untuk mengorek informasi tentang lawan negosiator, seperti
menerjunkan tim untuk memata-matai, sapotase, bahkan menyadap. Tindakan tersebut
dibutuhkan agar segala informasi yang dibutuhkan terkait pihak lawan terkumpul
seluruhnya dan dapat digunakan untuk memaksimalkan keuntungan bagi pihak
negosiator.
6
Casse juga memiliki pandangan mengenai tahapan penting dalam bernegosiasi, yaitu
sebagai berikut :
1. Tahap Perencanaan
Tahap perencanaan negosiasi membutuhkan tiga tugas utama, yaitu merencanakan
sasaran negosiasi dan memperjelas proses negosiasi. Sasaran negosiasi adalah hasil yang
diharapkan dalam bernegosiasi. Hal ini merupakan salah satu alasan utama mengapa
seseorang bernegosiasi. Penentuan sasaran sangatlah penting sebagai arahan atau petunjuk
dalam bernegosiasi.
Strategi negosiasi yang merupakan cara untuk mencapai tujuan bernegosiasi. Untuk
mencapai kesepakatan kedua belah pihak memang diperlukan strategi yang tepat. Proses
negosiasi merupakan suatu proses tawar-menawar yang diharapkan mampu menghasilkan
suatu kesepakatan dikedua belah pihak yang saling menguntungkan
2. Tahap Implementasi
Tahap implementasi merupakan tahapan peranan atau tindakan yang diperlukan agar
mencapai sukses dalam bernegosiasi. Implementasi negosiasi memiliki beberapa komponen
penting, antara lain :
7
3. Tahap Peninjauan Negosiasi
Tahap ini merupakan tahapan setelah berlangsungnya suatu proses negosiasi. Ada
beberapa alasan penting mengapa tahap peninjauan negosiasi perlu dilakukan, antara lain:
Untuk memeriksa apakah Anda sudah mencapai tujuan anda
Jika tidak, maka hal itu dapat menjadi pelajaran sekaligus pengalaman yang sangat
berharga bagi seorang negosiator
Jika ya, maka pastikan apa yang sudah Anda lakukan dengan baik dan bangunlah
kesuksesan anda.
Keberhasilan atau kesuksesan dalam bernegosiasi dapat ditentukan oleh berbagai faktor
penting, diantaranya adalah keterampilan seseorang negosiator dalam bernegosiasi dengan
pihak lawan negosiasi. Menurut Hartman,ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan
dalam ketrampilan bernegosiasi (negotiation skills) antara lain.
1. Persiapan
Persiapan yang baik merupakan salah satu kunci sukses negosiasi. Tanpa persiapan
yang baik,hasil yang diperoleh dalam bernegosiasi tidak akan memuaskan kedua
belah pihak atau bahkan mengalami kegagalan yang pada akhirnya menimbulkan
kekecewaan bagi kedua belah pihak.
2. Memulai Negosiasi
Bagaimana memulai bernegosiasi? Ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan
dalam memulai bernegosiasi,antara lain: memilih waktu yang tepat, tempat yang
tepat, pengaturan tempat duduk yang tepat, menciptakan suasana yang positif dan
santai, menetapkan agenda, meumusakn tawaran/ posisi pembuka, menghadapi
konflik, berkomunikasi secar efektif, meningkatkan ktrampilan mendengarka,
peringatan, menciptakan kesepakatan dengan lebih cepat.
8
4. Kompromi
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa proses bernegosiasi melibatkan kedua
belah pihak. Kompromi merupakan salah satu upaya menuju pencapaian kesepakatan
kedua belah pihak dalam bernegosiasi. Dalam upaya menu kompromi, seseorang
negosiator rmenyajikan kerangka dasar atau garis besarnya terlebih dulu, kemudian
melangkah pada perbedaan kedua belah pihak secara lebih spesifik, dan akhirnya
disajikan pernyataan yang bersifat penilaian untuk mendukung posisi mereka sendiri.
9
2) Berlatih
Berlatih bernegosiasi merupakan kunci percaya diri. Hal itu dapat menjadi pintu
pembuka besar atau kecil masalah dan kesulitan yang akan muncul. Cobalah rinci
bagaimana Anda berlatih, pendekatan apa yang akan Anda gunakan, pernyataan kunci
apa yang akan Anda sampaikan, dan bagaiman Anda merespons pernyataan pihak
lawan Anda. Jangan bimbang dan ragu, berlatih dan berlatilah! Semakin sering
berlatih dan selalu memperbaiki diri setiap terjadi kekeliruan akan menjadikan modal
dasar yang berharga menuju kesuksesan Anda.
5) Penawaran
Salah satu respon yang eektif dalam bernegosiasi adalah bagaimana melakukan
tawaran bagi pihak lawan dengan cara-cara yang baik. Bagaimanapun, proses
bernegosiasi tidak dapat dilepaskan dengan proses penawaran. Gunakan kesempatan
proses penawaran ini dengan sebaik-baiknya.
6) Persetujuan
Dalam proses penawaran yang intens,sangatlah mudah untuk melupakan apa yang
telah disetujui. Sasaran dari setiap kali bernegoisai adalah untuk mencapai
kesepakatan. Suatu kesepakatan itu tidak hanya terbatas pada hasil akhir dari
kesepakatan, tetapi butir-butir dari setiap kesepakatan juga menjadi bagian penting
yang tak terpisahkan dalam proses bernegosiasi.
10
Untuk mencapai suatu kesepakatan yang baik (efektif) bagi kedua belah pihak, Anda
perlu memahami dengan sebaik-baiknya apa yang sebenarnya diinginkan oleh pihak lawan.
Menurut Mattock dan Ehrenborg, ada sepuluh hal yang sangat diinginkan oleh pihak lawan
Anda, antara lain (1) merasa nyaman akan dirinya sendiri, (2) tidak merasa dibohongi, (3)
sekutu yang kekal, (4) mengetahui dan memahami lebih banyak, (5) menyelesaikan negosiasi
tanpa harus bekerja terlalu kera, (6) uang, barang, dan pelayanan yang bagus, (7)
diperlakukan dengan ramah-artinya didengarkan, (8) disenangi, (9) komunikasi yang jelas,
(10) mengetahui kemampuan dan usahanya-dari Anda, bos, dan rekan kerjanya.
11
BAB IV
STRATEGI DALAM NEGOSIASI
Agar proses negosiasi berjalan sesuai yang diharapkan, maka hasil yang akan dicapai
sangat bergantung pada strategi dan taktik yang digunakan dalam proses negosiasi. Keahlian
seorang negosiator sangat dibutuhkan dalam menyusun strategi yang jitu, dan mampu
membaca situasi yang berkembang selama proses negosiasi berlangsung.
Saner (2012) memberi benang merah perbedaan strategi dan taktik. Menurutnya strategi
merupakan keseluruhan garis pedoman dalam negosiasi, yang mengindikasikan arah yang
kita butuhkan dalam negosiasi mulai dari keinginan (interest) hingga kebutuhan untuk
mewujudkan keinginan itu (objective). Adapun taktik, selalu mengikuti setelah strategi,
menyempurnakan strategi dengan garis aksi yang kongkrit. Bila strategi adalah pikiran, maka
taktik adalah formulasi untuk mewujudkan pikiran tersebut.
Taktik tidak berorientasi langsung pada tujuan (objective), melainkan berorientasi pada
strategi. Berikut ini merupakan skema konteks trategi dalam negosiasi :
John Hayer (2002: 230) mengungkapkan bahwa terdapat tiga sifat hirarki keterampilan
bernegosiasi, yakni perilaku (behaviour), taktik, dan strategi. Dan kaitannya sebagai berikut :
a. Perilaku merupakan komponen utama dalam keahlian bernegosiasi, karena perilaku dapat
disusun dan dibentuk berdasarkan taktik dan strategi negosiasi. Ragam perilaku itu di
antaranya yakni mengirim informasi, mencari informasi dan beragumentasi.
b. Beragam perilaku tersebut di atas, dapat disusun dan rangkai dalam berbagai pengaturan
yang disebut dengan taktik bernegosiasi.
12
c. Dan strategi merupakan level tertinggi dalam hierarki itu dan mencerminkan keseluruhan
pendekatan dan gaya seorang negosiator.
1. Strategi
Mengacu pada Carnevale dan Pruitt (1992) dalam sebuah tinjauan luas mengenai
negosiasi, disebutkan bahwa ada dua tradisi pemikiran dalam negosiasi, yakni:
i. Tradisi kognitif (The cognitive tradision), yang berberpendapat bahwa pendekatan
seorang negosiator terhadap pemprosesan informasi (information processing) yang
menentukan keberhasilan hasil (outcome) dari sebuah negosiasi.
ii. Tradisi motivasi dan strategi (The motivation and strategy tradition), berpendapat bahwa
orientasi motivasi seorang negosiator, berpengaruh pada pemilihan strategi yang
digunakan dan pada gilirannya berpengaruh pada hasil (outcome) sebuah negosiasi. Fokus
penjelasan tentang strategi, pemakalah akan lebih banyak mengulas point kedua ini.
Pada model dua dimensi konflik perilaku yang dikonsep oleh Thomas (1979), ia
menyediakan dasar untuk sebuah model pilihan pada tradisi motivasi dan strategi, yakni
kerjasama (cooperation), yang merefleksikan konsentrasi negosiator untuk keuntungan pihak
lain dan ketegasan (assertiveness), yang merefleksikan konsentrasi negosiator untuk
keuntungan sepihak.
Berikut ini merupakan hubungan antara dua orientasi motaivasi tersebut (kerja sama dan
ketegasan), yang memprediksi strategi yang dipilih oleh negosiator. Pilihan strategi itu akan
menentukan cara mereka berprilaku serta taktik yang akan mereka adopsi. Terdapat lima
orientasi motivasi, yakni :
13
c. Kolaboratif (collaborative negotiator), termotivasi untuk mendapatkan keuntungan
maksimum untuk kedua belah pihak (win-win). Negosiator menggunakan taktik
pemecahan masalah (problem-solving), termasuk prilaku seperti mendengarkan secara
empati (emphatic listening).
Bagan 2. Model orientasi motivasi, diadopsi dari Ruble dan Thomas, 1979.
Selain lima faktor orientasi motivasi tersebut di atas, menurut Hayes (2002) terdapat
faktor-faktor lain yang mempengaruhi negosiator memilih strategi negosiasi yakni :
a. Keberlanjutan interaksi (continuity of the interaction), terkadang negosiasi terjadi
hanya dalam sekali peristiwa saja (one-off episode) dan apa pun yang terjadi antara
para pihak tidak memiliki konsekuensi jangka panjang. Namun, mengakomodasi
beberapa tuntutan/ keinginan pihak lain dalam negosiasi, akan menciptakan rasa utang
budi (sense of indebtedness) yang dapat memberi pengaruh yang menguntungkan
sebagai pendekatan terhadap negosiasi di masa akan datang.
b. Budaya lokal (local culture), budaya menyediakan sebuah konteks dalam negosiasi,
bahwa negosiasi terjadi dalam bingkai kerja (framework) sebuah institusi budaya dan
dipengaruhi oleh norma dan nilai. Menurut Brett dan kolega (1998), budaya juga
14
merupakan satu di antara beberapa faktor yang mempengaruhi proses dan hasil
negosiasi. Dan pilihan strategi negosiasi dipengaruhi oleh budaya tersebut.
c. Taruhan (stakes), strategi kompetisi dan kolaborasi memakan waktu dan energi bila
dibandingkan dengan strategi lainnya. Dengan demikian, taruhan yang kecil akan
menyebabkan pihak lain enggan untuk menginvestasikan waktu dan energi dalam
proses negosiasi dan mereka lebih cenderung lebih fokus terhadap isu-isu yang lebih
penting.
d. Atribusi terhadap maksud pihak lain, terdapat bias yang kuat terhadap cara seorang
negosiator mempersepsikan niat/ maksud dari pihak lain. Kecenderungan yang terjadi
yakni melihat diri negosiator sebagai kooperatif dan pihak lain sebagai kompetitif.
Para pihak merespon pihak lain atas dasar interpretasi mereka terhadap perilaku
pihak lain. Kecenderungan melihat pihak lain sebagai kompetitif, maka akan
meningkatkan bias seorang negosiator untuk melindungi kepentingannya. Untuk itu,
strategi kolaborasi perlu digunakan/ diadopsi agar ada tingkat kepercayaan (level of
trust) yang dapat diterima oleh para pihak.
e. Persepsi terhadap keseimbangan kekuatan (balance of power), seorang negosiator
mungkin merasa enggan untuk mengadopsi strategi kompetitif, ketika pihak lain
dilihat lebih kuat dan mampu unggul/ menang.
Pada saat proses negosiasi berlangsung, para negosiator perlu menganalisa proses
negosiasi yang sedang berlangsung. Bahkan juga, perlu untuk memodifikasi strategi guna
memperoleh hasil yang terbaik dari proses negosiasi.
Sebagai contoh, salah satu pihak mungkin memulai negosiasi dengan mengadopsi
pendekatan kolaborasi. Kemudian saat berlangsungnya proses negosiasi, pihak lawan
cenderung menggunakan strategi kompetitif, maka negosiator harus memodifikasi strateginya
dengan menggunakan taktik menantang. Dengan demikian, pihak-pihak yang menggunakan
strategi kompetitif mungkin menyadari bahwa lawan mereka memiliki kekuatan yang sama
(equal power).
Sebagai alternatif, mungkin mereka menyadari bahwa satu-satunya cara untuk
mencapai penyelesaian yang dapat diterima bersama yakni dengan cara berkompromi atau
bekerja sama untuk menemukan solusi bersama (win-win solution).
15
2. Taktik
Taktik merupakan seperangkat perilaku yang disusun dan dirangkai dalam berbagai
cara yang membantu negosiator untuk memperoleh hasil akhir yang diinginkan. Pemilihan
taktik juga sangat dipengaruhi oleh pilihan strategi.
Sebagai contoh, apabila negosiator mengadopsi strategi kompetitif, maka dia perlu
mengadopsi taktik menantang. Taktik tersebut didesain untuk meyakinkan pihak lain bahwa
satu-satu cara untuk mencapai kesepakatan bagi mereka adalah menyerah.
a. Menantang (contending)
Yakni suatu taktik bernegosiasi yang didesain untuk membantu seorang negosiator
menekan pihak lain untuk menerima tuntutan negosiator tersebut. Contoh menggunakan
taktik ini yaitu :
i. Mendefenisikan isu
Tujuan dari taktik ini bagi satu pihak yakni memaksakan agendanya sepihak atas
pihak lain, untuk menetapkan isu-isu yang dapat dinegosiasikan. Perilaku dominan
dalam taktik ini yaitu memberikan informasi kepada pihak lain, dan termasuk
menyatakan pentingnya isu-isu tersebut bagi diri atau pihaknya.
Taktik ini dapat digunakan untuk meyakinkan atau membujuk pihak lain untuk
menyerah, yakni dengan pertimbangan akan biaya atau resiko melanjutkan negosiasi.
16
seperti melindungi batas terendah (limit) agar tidak terdeteksi pihak lain, mencoba
mengungkap capaian yang diinginkan lawan (target).
Taktik ini didesain untuk meningkatkan keinginan pihak lain agar menyerah dan
termasuk menerapkan perilaku yang menantang.
Hayes (2002) mengatakan bahwa taktik menantang ini memiliki resiko perlawanan dari
pihak lain. Misalnya pada beberapa kasus, taktik menantang tampaknya dapat memprovokasi
sikap balas dendam dari pihak lain. Pruitt (1981) memberi pandangan bahwa reaksi pihak lain
untuk membalas atas penggunaan taktik menantang, yakni dipengaruhi oleh kerasnya usaha
negosiator untuk mempengaruhi pihak lain, diantarnya dengan membuat ancaman dan
menerapkan tekanan waktu, sehingga menghasilkan perasaan untuk marah dan membalas
dendam.
Pruitt (1981) mengidentifikasi resiko rendah dan tinggi menggunakan taktik ini dalam
strategi kolaborasi, yakni:
a. Taktik resiko tinggi (high risk tactic), negosiator mungkin menawarkan hasil/ konsesi
yang luas terhadap pihak lain, dengan harapan bahwa negosiasi (transaksi) dapat
terulang lagi. Namun, apabila transaksi tidak ternyata tidak terulang, maka negosiator
akan mengalami kerugian. Sebagai contoh, seorang pedagang memberikan harga yang
sangat murah kepada pembeli, dengan harapan agar suatu saat pembeli dapat datang
kembali ke tokonya.
b. Taktik resiko rendah (low ris tactic), suatu saat negosiator merasa ragu apakah pihak
lain dapat dipercaya atau tidak, maka negosiator yang menerapkan strategi kolaborasi
dapat melakukan tindakan seperti menarik diri dari proses negosiasti.
17
c. Fleksibel
Terdapat beberapa taktik yang fleksible yang dapat digunakan untuk mendukung
beberapa stragei seperti kompetisi, kolaborasi, kompromi dan akomodasi. Contohnya sebagai
berikut:
Ada kecenderungan kita untuk membantu, bergantung, serta memihak kepada orang-
orang yang kita sukai. Mengetahui kondisi ini, maka seorang negosiator yang cakap
(skillful) akan berusaha membuat orang lain menyukai dirinya, dengan tujuan untuk
meningkatkan rasa suka itu dan pada akhirnya orang-orang tersebut akan membantu
suatu saat.
Taktik tersebut dapat digunakan dengan baik untuk memanipulasi atau mencurangi
pihak lain, dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi. Atau juga dapat
digunakan untuk tujuan yang tulus guna membangun sikap saling percaya (mutual trust)
dan menyelesaikan berbagai perbedaan. Taktik yang dapat digunakan yakni:
a. menjadi hangat dan ramah, taktik berupa menyukai dan merespon pendapat pihak
lain. perilaku tersebut mendorong pihak lain untuk mengembangkan sikap positif
kepada negosiator.
b. Menyokong pihak lain, tujuan dari taktik ini adalah untuk menghasilkan perasaan
utang budi dan ketergantungan, sehingga mendorong pihal lain untuk menyukai
masukan dari negosiator.
c. Berperilaku sesuai dengan nilai-nilai pihak lain, pihak lain lebih suka berpihak
kepada seseorang yang berbagi nilai-nilai mereka, daripada seseorang yang
menyerang, melukainya. Contoh, ketika menegosiasikan kesepakatan in negara-
negara Islam, maka negosiator lelaki lebih diterima dengan baik dibandingkan
negosiator perempuan.
d. Memilih tempat yang menyenangkan untuk negosiasi, banyak faktor yang
mempengaruhi suasana hati dan salah satunya adalah tempat bernegosiasi. Seorang
negosiator dapat memilih suasana restauran yang rileks demi menghasilkan negosiasi
yang produktif, daripada bertemu di kantor.
d. Kompleks
Berbagai pihak direkomendasikan untuk memodifikasi strategi mereka sebagai sebuah
proses negosiasi. seorang negosiator dapat menyesuaikan dari strategi kompetisi
18
(menggunakan taktik menantang) kepada strategi kolaborasi (menggunakan taktik
penyelesaian masalah). Carnevale and Pruitt (1992), memberikan beberapa contoh bagaimana
taktik menantang dan tidak menantang dapat dihubungkan secara bersama-sama, yakni :
1. Tameng arena (arena shielding), termasuk menggunakan beberapa taktik di situasi
yang berbeda. Sebagai contoh, berprilaku menantang di meja negosiasi (negotiation
table) dan menyelesaikan masalah di pertemuan-pertemuan tidak resmi.
2. Tameng personil (personnel shielding), menerapkan taktik (good guy-bad guy)
yakni satu anggota tim berperan dengan sikap menantang dan di saat bersamaan
anggota tim lainnya bersikap menyelesaikan masalah (problem-solving approach).
Kontradiksi antara dua orang itu dapat mendorong pihak lain merasa tenang saat
negosiator jahat (bad guy) tidak ada, sehingga pihak lain merasa bahwa negosiasi
akan lebih produktif bila dilakukan bersama dengan negosiator yang baik (good guy)
tanpa harus khawatir akan dieksploitasi oleh negosiator yang baik.
3. Tameng isu (issue shielding), berpendirian teguh untuk melindungi isu-isu penting
dan mengalihkan isu atau perhatian. Sebagai contoh, negosiator melakukan gerakan
pura-pura atau memfokuskan perhatian pada isu-isu yang tidak penting, sehingga
perhatian pihak lain teralihkan dari isu yang sebenarnya lebih penting.
Hayes (2002) memberi saran tambahan berupa cara yang dapat digunakan negosiator
untuk mengalihkan perhatian pihak lain yakni menciptakan kesempatan untuk rehat sejenak
untuk berpikir. Menurut Hayes, dinamika dalam proses negosiasi terus berubah dan cukup
sulit untuk mengantisipasi setiap pergerakan lawan, sehingga situasi yang tidak diharapkan
dapat terjadi dan cukup menyulitkan negosiator. maka, perlu menciptakan ruang/ celah untuk
berpikir apa yang akan dilakukan selanjutnya. ruang tersebut dapat diciptakan dengan
beberapa cara :
a. Meminta waktu istirahat (recess), tindakan ini bertujuan untuk berkonsultasi dengan
tim yang ada.
b. Mengajukan pertanyaan yang tidak relevan, ketika pihak lain sedang memberi
jawaban, maka negosiator dapat memanfaatkan celah untuk berpikir.
3. Perilaku (behaviour)
Perilaku merupakan komponen utama dalam keahlian bernegosiasi, karena perilaku
akan disusun dan dibentuk berdasarkan taktik dan strategi negosiasi. Menurut Hayes (2002)
bentuk-bentuk perilaku dalam negosiasi sebagai berikut :
19
a. Mengirim informasi kepada pihak lain (information sending)
b. Pencarian informasi mengenai lawan (information seeking)
c. Argumentasi (argumentation)
d. Mencari pemenuhan (compliance seeking)
e. Menghasilkan ide (ide generating)
f. Penawaran (biding)
g. Menghasilkan (yielding)
h. Menerapkan sanksi (sanctioning)
Saner (2012) memberikan uraian yang berbeda mengenai ragam perilaku dalam proses
negosiasi, yakni :
a. Menjengkelkan (irritator).
Tindakan tersebut bertujuan untuk memusingkan pihak lain, sebagai reaksi alami
terhadap sikap pihak lain yang memuji diri sendiri, yang mengira bahwa setiap
argument yang dibangun selalu tepat.
b. Menginterupsi dengan adu/ banding gagasan (counter-proposal).
Teknik ini biasa sering digunakan negosiator yang kurang pengalaman (less
experienced), negosiator sering memilih interupsi di tengah proses negosiasi daripada
mendengarkan gagasan orang lain.
20
BAB V
KESIMPULAN
21
Daftar Pustaka
Brett, J. M., Adair, W., Lempereur, A., Okumura, T., Shikhirev, P., Tinsley, C., and A. Lytle.
(1998). Culture and joint gains in negotiation. Negotiation Journal, 61–86.
Carnevale, P.J. and Pruitt, D.G. (1992). Negotiation and mediation. Annual Review of
Psychology 43: 531–582.
Ruble, T. and Thomas, K. (1976) ‘Support for a two-dimensional model of conflict behavior’.
Organizational Behavior and Human Performance, 16: 145.
Hayes, John.(2002). Interpersonal Skills at Work (2nd Edition). New York: Routledge.
http://blog.ub.ac.id/adeyr/2013/01/25/negosiasi-kognisi-emosi-persepsi/
http://marianajanuarta.blogspot.com/2014/05/negoisasi-yang-berhasil.html
http://www.galeripustaka.com/2013/03/pengertian-tujuan-dan-manfaat-negosiasi.html
http://astrianjanyrayki.blogspot.com/2014/04/pengertian-tujuan-manfaat-dan-hambatan.html
http://apakabar.weebly.com/negosiasi.html
22