Anda di halaman 1dari 8

MENTAKHRIJ HADIST

‫عن عائشت ان النبي ﷺ قبّل بعض نسائه ثم خرج الى الصالة ولم يتوضأ‬

MAKALAH

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Metode Pemahaman Hadist
yang Diampu oleh K.H. Najiburrahman, M.A

Oleh:

Ahmad Maulidin 2110200063


Kusyairi 2110200064
Zainul Ibed 2110200053
Aris Sandi 211020007

UNIVERSITAS NURUL JADID


FAKULTAS AGAMA ISLAM
PRODI PENDIDIKAN BAHASA ARAB
JULI 2023
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hadist dalam makna secara bahasa adalah adalah hal yang baru baik yang dekat

maupun jauh, atau bisa juga bermakna sebagai berita atau pembicaraan yang

ditransmisikan lewat suara ataupun tulisan. Makna hadist secara istilah adalah

sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Saw berupa perkataan, perbuatan,

ketetapan, sifat.

Dalam khazanah Islam hadist berfungsi sebagai penjelas Al-Qur’an, dalam

artian hadist merperluas terhadap hukum-hukum dalam al-Qur’an yang sifatnya

universal. Sehingga hadist menempati posisi kedua sebagai sumber penentuan

hukum setelah Al-Qur’an. Maka jika para ulama’ tidak menemukan penjelasan

tentang suatu hal dalam al-Qur’an maka mereka mencarinya dalam hadsit.

1.2. Topik Pembahasan

Memandang pentingnya hadist sebagai sumber hukum Islam setelah al-Qur’an,

maka para muhadditsin memberikan perhatian penuh dalam menjaga keautentikan

sebuah hadist. Mereka tidak serta merta menilai sebuah hadist sebagai hadist

shohih, hasan, do’if. Namun mereka memeriksa hadist tersebut melewati jalur

perawinya apakah yang meriwayatkan itu dapat dipercaya atau tidak, hal itulah

yang disebut takhrij hadist. Dalam makalah ini kami memilih satu hadist Nabi

Saw yang diriwayatkan dari Aisyah Ra.

2
1.3. Tujuan

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memeriksa derajat hadist yang

diriwayatkan dari Sayyidah Aisyah Ra yang kemudian akan berpengaruh pada

sebuah hukum yang dikandung dalam hadist tersebut.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Takhrij Hadist

Takhrij hadist sendiri bermakna penulusuran letak hadist pada kitab-kitab primer

yang mencantumkan hadist secara lengkap. Salah satunya contohnya seperti

dibawah ini:

1
‫عن عائشت ان النبي ﷺ قبّل بعض نسائه ثم خرج الى الصالة ولم يتوضأ‬

Hadist ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Imam at-Turmudzi, Imam Abu

Daud, Imam Ibu Majah dan Imam Al Baihaqi. Seluruhnya mengambil dari jalur

A’masy dari Habib bin Abi Tsabit dari ‘urwah bin Zubair dari Aisyah Ra. bahwa

Nabi Saw mencium sebagian istrinya kemudian dia sholat dengan tanpa berwudu’

kembali.2

Memang hadist ini ada yang menilai shohih dan ada juga yang

mendo’ifkan. Maka kemudian penulis mencoba secara pribadi melihat dan

merinci satu persatu perawi yang meriwaytakan hadist ini untuk mengetahui status

hadist ini atau mentakhrij hadist ini dari segi sanadnya yang kami nukil semuanya

dari kitab tahdzibut tahdzib karya syekh Abi Fadl Ahmad bin Ali bin Hajar

Syihabuddin al-Asqlani.

a) Urwah bin Zubair bin Awwam bin Khuwaylid / Abu Abdillah al Madani,

beliau lahir di permulaan masa kholifah Ustman bin Affan dan meninggal

1
Ibnu Hajar al-Asqolani, Bulugh al-Marom (Surabaya: Maktabah Imarotulllah) hal. 25
2
Sunan Ibnu Majah, 1:502

4
pada tahun 94 H menurut pendapat yang shohih.3 Dia merupakan salah

satu perawi dari kutubus sittah meriwayatkan hadist dari ayahnya,

saudaranya yaitu Abdullah, ibunya asma’ binti Abu Bakr, bibinya yaitu

Sayyidah ‘Aisyah Ra, dari Sayyidina Ali bin Abi Thalib Kw.

Maka berkata al-ijly mengenai Urwah bahwa dia merupakan tabi’in yang

Tsiqqoh dan dia merupakan seorang yang sholih yang tidak pernah terjun

dalam kefitnaan. Begitupun Abu Zinad menjadikannya sebagai salah satu

dari ahli fiqih di Madinah.4

b) Habib bin Tsabit Qais bin Dinar, beliau merupakan seorang tabi’in kufah

yang tsiqqoh dan jujur sebagaimana yang dikatakatan oleh Imam an-

Nasa’i, al-‘Ijliy, dan Abu Hatim.5 Dia meriwayatkan hadist dari Ibnu

Umar, Ibnu Abbas, Anas bin Malik, Zaid bin Arqom, Abi Tufail, dll.

c) Sulaiman bin Mihran al-Asadi al-Kahiliy/Abu Muhammad al-Kufiy atau

lebioh dikenal dengan al-A’masyi, dikatakan bahwa beliau dari

Thabaristan dan beliau dilahirkan di Kufah pada saat terbunuhnya al Imam

Husain As pada hari asyuro. Dikatakan beliau tsiqqoh dalam periwayatan

hadist, dan ahli dalam ilmu faroid dan beliau mendapat julukan mushaf

karna kejujurannya.6

Dalam hal sanad semua perawinya tsiqqoh, berangkat dari hal ini dapat

memunggkinkan hadist itu dalam kategori shohih. Namun, setelah penulis cermati

3
Ibnu Hajar al-Asqolani, Taqribu at-Tahdzib ( Medan, Dar al-A’simah) hal. 674
4
Ibnu Hajar al-Asqolani, Tahdzib at-Tahdzib (Muassasah ar-Risalah, 1995) vol.3, hal. 93
5
Ibid.,vol. 1, hal. 347
6
Ibid.,vol. 2, hal. 110

5
kembali ditemukan bahwa Habib bin Tsabit tidak meriwayatkan hadist dari

‘Urwah bin Zubair.

Sehingga di sebagian redaksi itu hanya di sebut dengan Urwah saja, maka ada

sebagian ulama’ hadist mengatakan bahwa itu adalah Urwah al-Mazini. Kemudian

penulis telusuri kembali dan dikatakan bahwa Habib bin Abi Tsabit pun tidak

pernah mendengar atau meriwayatkan dari ‘Urwah al-Mizani. Maka berkata Imam

at Turmudzi bahwa beliau mendengar Muhammad bin ‘Ismail mendo’ifkan hadist

ini disebabkan terputusnya sanad. Karena status seorang ‘Urwah al-Maziniy tidak

diketahui siapa dia, maka status wudu’ saat telah menyentuh istri menjadi batal.

Hal ini senarai dengan pendapat bahwa batal wudu’ seseorang jika menyentuh

selain mahromnya (yang haram dinikahi karna sebab mahrom nasab) . Namun,

Imam yang lain ada yang berpendapat bahwa tidak batal seperti Imam Abu

Hanifah dan Imam Malik dikarnakan perbedaan mereka dalam menilai suatu

hadist. Meskipun banyak juga dari kalangan ulama’ malikiyah yamg juga

menganggap hadist itu mursal. Namun, banyak pula hadist yang kasus hukumnya

hampir sama dengan hadsit diatas.

Terlepas dari perbedaan dalam menilai hadist diatas, bahwa setiap Imam

mempunyai dalil/alasan terhadap pendapatnya. Salah satunya Imam Syafi’i, beliau

berpendapat bahwa batal wudhu’ seseorang apabila menyentuh wanita selain


7
mahromnya karena belaiu memahami ayat ‫ اولمستم النساء‬bahwa yang dimaksud

dengan menyentuh disitu adalah menyentuh dengan tangan. Berbeda dengan

Imam yang lain seperti Imam Abu Hanifah memaknai ayat tersebut dengan makna

7
al-Qur’an, 3:43.

6
jima’ maka menurut pendapat beliau bahwa menyentuh istri tidak membatalkan

wudhu’ kecuali berjima’.8

BAB III
PENUTUP
Maka setelah pengamatan pada sanad hadist diatas maka dapat dapat disimpulkan

bahwa hadist itu munqoti’ karna sebab seorang perawi tidak bertemu lansung

dengan pembawa berita. Namum ini hanya analisa penulis semata yang kemudian

penulis uraikan hukum-hukum yang berkaitan, yang menimbulkan perbedaan

pendapat karena bedanya para Imam dalam menilai sebuah hadist.

8
Muhammad Ali as-Shobuni, Tafsir Ayat al-Ahkam (Beirut, Dar Ibn Assosoh, 2004) vol.
1, hal. 347

7
8

Anda mungkin juga menyukai