Anda di halaman 1dari 11

KAJIAN HADIS DALAM PERSPEKTIF ALIRAN SYI’AH

Aspek Periwayatan, Klasifikasi Kualitas Hadis dan Penggunaan


Hadis Sebagai Hujjah
Alfarabi Shidqi Ahmadi

Pascasarjana UIN Maulana Malik Ibrahim Malang


Magister Pendidikan Agama Islam
albihamid03@gmail.com

PENDAHULUAN
Aliran Syi’ah yang dianggap saling berhadapan dengan aliran Sunni, memiliki sejarah
panjang yang seakan-akan terdapat jurang pemisah di antara kedua aliran tersebut.
Pada dasarnya, Syi’ah memiliki landasan keyakinan yang bersumber dari al-Quran dan
hadis Nabi. Namun untuk hadis Nabi, mereka hanya meyakini hadis-hadis yang secara
langsung mengakui eksistensi aliran mereka. Salah satu dalil al-Quran yang mereka
jadikan dasar keyakinan adalah QS. Al-Shaffat: 83,1

ِ ِ ِِ ِ ِ ِ
َ ‫َوإ َّن م ْن ش يعَ ت ه ََل بْ َراه‬
‫يم‬
“Dan sesungguhnya Ibrahim benar-benar termasuk golongannya
(Nuh)”
Adapun dalil hadis Nabi yang mereka gunakan adalah,

‫ لما رجع رسول الله صلّى الله عليه وسلم من حجة‬:‫عن زيد بن أرقم رضي الله عنه قال‬
‫ كأنّي قد دعيت فأجبت إنّي قد تركت‬:‫الوداع ونزل غدير خم أمر بدوحات فقمن فقال‬
‫فيكم الثقلين أحدهما أكبر من اآلخر كتاب الله تعالى وعترتي فانظروا كيف تخلفوني‬
‫وجل موالي وأنا مولى‬
ّ ‫عز‬ّ ‫ إ ّن الله‬:‫يتفرقا حتى يردا على الحوض ثم قال‬
ّ ‫فيهما فإنّهما لن‬

1
Lenni Lestari, “EPISTEMOLOGI HADIS PERSPEKTIF SYI’AH,” Al-Bukhari: Jurnal Ilmu Hadis 2, no. 1
(2019). hlm. 39-40.
‫ من كنت مواله فهذا وليه اللهم وال من‬:‫مؤمن ثم أخذ بيد علي رضي الله عنه فقال‬
.‫وااله وعاد من عاداه‬
“Kurasa seakan-akan segera akan dipanggil Allah dan segera pula aku akan
memenuhi panggilan itu. Maka sesungguhnya aku meninggalkan kepadamu
a;-Saqalain yang satu lebih besar dari yang kedua: yaitu Kitab Allah dan
ithrah-ku. Jagalah baik-baik keduanya, sebab keduanya itu tak akan terpisah
sehingga terkumpul kembali denganku di al-haudh. Kemudian beliau berkata
lagi: sesungguhnya Allah adalah maulaku dan aku adalah maula bagi setiap
orang mukmin, lalu beliau mengangkat tangan Ali bin Abi Thalib sambil
bersabda: Barangsiapa yang menganggap aku sebagai pemimpinnya, maka
dia ini (Ali) adalah juga pemimpin baginya. Ya Allah, cintailah siapapun yang
mencintainya, dan musuhilah siapapun yang memusuhinya.”2

Berdasarkan hadis tersebut, pengikut aliran Syi’ah begitu meyakini bahwa


kekhalifahan dan kepemimpinan umat Islam sudah seharusnya berada di tangan Ali
setelah wafatnya Rasulullah SAW. Tetapi realita yang terjadi berbeda dengan apa yang
mereka harapkan.
Pemahaman syi’ah yang berbeda dengan sunni tersebut berimplikasi langsung pada
kodifikasi hadis. Syi’ah menganggap bahwa hadis tidak terbatas hanya sesuatu yang
bersumber pada Nabi saja, melainkan juga apa saja yang disampaikan oleh imam
keturunan dari Ali bin Abi Thalib atau yang mereka anggap sebagai imam ma’shum.
Hal tersebut senada dengan pendapat Muhammad Ridha al-Mudzaffar, bahwa sunnah
atau hadist adalah perkataan imam yang ma’shum, perbuatannya dan juga
ketetapannya.3
Maka dari itu, Syi’ah menganggap sabda Rasulullah itu setara dengan perkataan para
imam yang ma’shum, sebab menurut keyakinan mereka, para imam juga menerima
wahyu sebagaimana para nabi.4 Dasar adanya pendapat semacam itu adalah diambil

2
Ibid. hlm. 40.
3
Al-Hafidh Nasution, “Kritik Konsep Hadis Shahih Dalam Perspektif Syi’ah,” Jurnal: Penelitian Medan
Agama 9, no. 2 (2018). hlm 264.
4
Ahmad Haris Hasimy, Taustsiq As-Sunnah Baina as-Syi’ah Al-Imamiyah Wa Ahlussunnah Fi Ahkami
Al-Imamati Wa Nikah Al-Mut’ah (Kairo: Dar as-Salam, 2003). hlm. 103.
dari riwayat Hisyam bin Salim dan Haman melalui sanad Sahal bin Jiyad, yang ditulis
oleh al-Kafy sebagaimana dikutip dari kitab Ushl al-Kafy karya al-Khulaini, yaitu:
“Aku mendengar Abdullah berkata, “Hadisku adalah hadis ayahku
(Muhammad bin ‘Ali bin Husain), dan hadis ayahku adalah hadis kakekku
(‘Ali bin Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib), dan hadis kakekku adalah hadis
Husain, hadis Husain adalah hadis Hasan, sedangkan hadis Hasan adalah
hadis Amirul Mu’minin (‘Ali bin Abi Thalib), adapun hadis Amirul
Mu’minin adalah hadis Rasulullah, maka hadis Rasul pada hakekatnya adalah
berasal dari Allah Swt.” 5
Berdasarkan fenomena tersebut, maka dalam artikel ini peneliti hendak mengkaji hadist
dalam perspektif aliran Syi’ah, termasuk di dalamnya yaitu, proses kodifikasi dan
periwayatan hadis di kalangan Syi’ah, macam-macam literature hadist di kalangan
Syi’ah, persyaratan keshahihan Hadist perspektif Syi’ah, dan penggunaan hadist
sebagai hujjah atau landasan hukum perspektif Syi’ah.

PEMBAHASAN
A. Kodifikasi dan Periwayatan Hadist di Kalangan Syi’ah
Sejarah kodifikasi atau penulisan hadist pertama kali menurut Syi’ah dilakukan
oleh Abu Rafi’ salah satu budak Rasulullah SAW. Abu Rafi’ kemudian
menuliskan atau melakukan kodifikasi hadist secara tematik untuk pertama
kalinya. Menurut kalangan Syi’ah, penulisan hadist sudah dimulai dan
diperbolehkan sejak zaman Rasulullah. Bahkan ada sebagian ‘ulama Syi’ah yang
berpendapat bahwa Rasulullah sendiri pernah mendekte langsung hadist kepada
‘Ali bin Abi Thalib.6
Pendapat bahwa penulisan hadist sebenarnya telah mendapat lampu hijau dari
Rasulullah melandasi pendapatnya dengan sebuah hadist yang diriwayatkan
iamam Tirmidzi, yaitu dari Abu Hurairah berkata: “Ada seorang laki-laki Anshor
yang duduk di hadapan nabi Muhammad SAW, kemudian dia mendengar sebuah
hadist dari Nabi SAW dan dia seketika takjub, namun ia kesulitan untuk
menghafalnya. Maka lelaki itu mengeluh pada Rasulullah, “ya Rasulullah,
sesungguhnya aku telah mendengar sebuah hadist darimu kemudian aku takjub
dengan itu tetapi aku tidak mampu menghafalnya.” Kemudian Rasulullah

5
Nasution, “Kritik Konsep Hadis Shahih Dalam Perspektif Syi’ah. hlm. 264-265.”
6
Hanif Fathoni, “Kodifikasi Dalam Pandangan Sunny Dan Shi’iy,” Nabawi 1, no. 1 (2020). hlm 113.
menjawab, “Bantulah dengan (tulisan) tanganmu.” Kemudian lelaki itupun
menuliskan hadist tersebut.” 7
Menurut Syi’ah pelarangan dan pembakaran lembaran-lembaran hadist justru
muncul pasa era kekhalifahan Abu Bakar AS. Meski keputusan Abu Bakar
tersebut dilandasi faktor kekhawatiran Abu Bakar akan terjadinya perselisihan
ummat sebab adanya berbagai macam riwayat-riwayat hadis yang saling
bertentanagan dan juga agar ummat Islam fokus pada penulisan al-Qur’an, namun
tetap saja hal tersebut menjadi penambah motif kebencian Syi’ah terhadap sahabat
Nabi selain ‘Ali bin Abi Thalib, khususnya Abu Bakar AS. 8 Bahkan menurut
Syi’ah, hanya sedikit sahabat yang masih Islam setelah wafatnya Rasulullah SAW,
hingga akhirnya meraka menyatakan tabarri (melepaskan diri) terhadap para
sahabat. 9
Kodifikasi hadis awal menurut perspektif Syi’ah yang paling lengkap dan
menyeluruh cakupannya adalah karya Abu Ja’far al-Qami Muhammad bin Safar
bin Furuh as-Safar, yang diberi judul “Bashairu ad-Darajat”. Kemudian pada
abad ke-4 Hijriah mulai muncul pembaharu dalam hal kodifikasi Hadis di kalangan
Syi’ah, seperti al-Kulini dengan karyanya yang berjudul “al-Kafi”, kemudian Ibnu
Babwaih al-Qami as-Shaduq yang membuat karya kitab berjudul “Man La
Yahdhuruhu al-Faqih” yang kemudian dilanjutkan oleh maha guru Syi’ah, at-
Thusi dengan dua kitabnya yang masyhur, yaitu “át-Tahdzib” dan “al-Istibsar”.10

B. Literatur Hadist di Kalangan Syi’ah


Setelah periode awal kodifikasi atau penulisan hadis di kalangan Syi’ah,
kemudian para ‘ulama Syi’ah mulai banyak membuat karya kitab hadis yang
kebanyakan dari mereka itu merujuk pada kitab-kitab periode awal kodifikasi
hadis Syi’ah. Kitab-kitab hadis yang mu’tabarah di kalangan Syi’ah kemudian
disebut sebagai al-Kutub al-Arba’ah, yaitu kitab-kitab hadis berjumlah empat
yang disusun oleh Muhammad bin Ya’qub al-Kulaini, Muhammad bin ‘Ali bin

7
Ibid. hlm. 114.
8
Hasimy, Taustsiq As-Sunnah Baina as-Syi’ah Al-Imamiyah Wa Ahlussunnah Fi Ahkami Al-Imamati
Wa Nikah Al-Mut’ah.
9
Bahrul Ulum and Zainuddin MZ, “Analisis Kritis Metodologi Periwayatan Hadist Syiah (Studi
Komparatif Syiah-Sunni),” PROFETIKA: Jurnal Studi Islam 14, no. 2 (2013).
10
Fathoni, “Kodifikasi Dalam Pandangan Sunny Dan Shi’iy.. hlm. 116”
Babwaih dan Muhammad bin Hasan. Semua kitab-kitab hadis tersebut dikarang
pada kurun sebelum abad ke-5 Hijriah.11
Tabel 1
No Nama Kitab Penyusun Isi Kandungan Periode
Abu Ja’far
Berisi 16.099 hadis
Muhammad bin Wafat
1 Al-Kafi dengan berbagai
Ya’qub al- 328 H
macam sanadnya
Kulaini
Muhammad bin
‘Aly bin al- Berisi 9440 hadis
Man La
Husain bin tentang hokum- Wafat
2 Yahdhuruhu al-
Musa bin hukum dan sunnah- 381 H
Faqih
Babwaih al- sunnah
Qami as-Shaduq
Berisi 393 bab,
Muhammad bin Wafat
3 Tahdzib al-Ahkam mentakhrij 13.590
Hasan at-Thusi 460 H
hadis
Al-Istibsar Fi Ma
Muhammad bin Berisi 920 bab dan Wafat
4 Ta’arada min al-
Hasan at-Thusi 5511 hadis 460 H
Akhbar

Kitab al-Kafi selalu menjadi kitab pertama dalam urutan kitab-kitab hadis serta
menjadi rujukan utama di kalangan Syi’ah. Kitab al-Kafi memiliki beberapa
keistimewaan yang membuatnya diunggulkan oleh orang-orang Syi’ah. Diantara
keistimewaan kitab al-Kafi adalah; a) penyusunnya, yaitu al-Kulaini yang hidup
di masa para wakil khusus imam kedua belas dalam masa ghaib sughra. Kondisi
itu memberi peluang baginya untuk bisa melakukan klarifikasi kebenaran hadis-
hadis yang diriwayatkan dalam kitab al-Kafi kepada para wakil imam. b) penulisan
kitab al-Kafi menghabiskan waktu dua puluh tahun. Waktu dua puluh tahun
tersebut, digunakan oleh al-Kulaini untuk mengunjungi kota-kota ilmu
mengunjungi para syaikh dan para ‘ulama pemberi ijazah riwayat, yang sebagian
dari mereka pernah bertemu dengan imam ma’shum dan khususnya para wakil
imam Mahdi as. c) selama penulisan kitab al-Kafi , al-Kulaini memegang sebanyak

11
Ahmad Paishal Amin, “Histografi Pembukuan Hadis Menurut Sunni Dan Syi’ah,” al-Dzikra: Jurnal
Ilmu Studi al-Quran dan Hadis 12, no. 1 (2018), https://doi.org/10.24042/al-dzikra.vl2il.2926. hlm.
102.
empat ratus kitab Ushul dan kitab-kitab karangan murid-murid para imam
ma’shum.12
Kitab al-Kafi sebagai kitab yang paling diunggulkan di kalangan Syi’ah
tersebut juga memiliki kekhasan tersendiri dalam penulisan hadisnya, yaitu
peringkasan sanad. Sanad dalam kitab al-Kafi terkadang ditulis secara lengkap dan
terkadang membuang sebagian sanad dengan alasan atas beberapa konteks
tertentu. Misalnya, terkadang pengarang kitab, al-Kullaini meringkas sebutan dari
sejumlah sahabat dengan kata ashabuna dari Fulan dan seterusnya. Untuk konteks
tersebut adalah karena sekelompok orang yang disebut ashabuna adalah orang-
orang yang sudah terkenal. 13
Peringkasan sanad tersebut dilakukan oleh al-kullaini agar tidak
memperpanjang tulisan, dan hanya dilakukan pada perawi yang dianggap baik
serta dipercaya olehnya. Oleh karena itu, jika al-Kulaini telah menuliskan sanad
secara lengkap pada hadis sebelumnya, maka pada hadis berikutnya al-Kulaini
tidak lagi menulisnya secara lengkap.14
Kemudian pada abad ke-10 Hijriah ketika pemerintahan Syi’ah Syafawiyah
berkuasa di Iran, banyak ‘ulama Syi’ah dari berbagai penjuru dunia yang datang
ke Iran. Diantaranya adalah Husain bin Abd as-Samad dan putra beliau Bahauddin
Muhammad (Syekh Baha’i) dan Muhaqqi Karaki. Kedatangan mereka membuat
geliat keilmuan hadis yang selama ini berhenti dan vakum menjadi kembali
bergelora. Kemudian dilanjutkan lagi oleh Mulla Muhammad Amin Ester dengan
kitabnya “al-Fawaid al-Madaniyah” yang tersebar di Irak dan Iran, membuat
ulama Fiqh Syiah memiliki orientasi hadis (akhbari), sehingga memunculkan
karya-karya ulama pada tahapan berikutnya, sebagaimana tabel berikut:
Tabel 2

No Nama Kitab Keterangan Isi Pengarang


Berisi koleksi dari al-Kutub al- Muhammad bin
Arba’ah dengan menghilangkan Murtadha (Maula
1 Al-Wafi
pengulangan hadis di dalamnya, Muhsin Faid
yang mengandung penjelasan Kasyani)

12
Khoiru Muwaddin Nisa, “Hadis Di Kalangan Sunni (Shahih Bukhari) Dan Syi’ah (Al-Kafi),” An-Nuha 3,
no. 1 (2016). hlm. 59.
13
Rachma Vina Tsurayya, “HADIS ILMU DALAM PANDANGAN SYIAH-SUNNI: PERBANDINGAN DAN
IMPLEMENTASINYA DI RANAH AKADEMIK (Telaah Pada Kitab Shahih Muslim Dan Ushul Al-Kafi),”
Kordinat : Jurnal Komunikasi Antar Perguruan Tinggi Agama Islam XIX, no. 1 (2020). hlm 176.
14
Ibid.
hadis-hadis dalam al-Kutub al-
Arba’ah
Kitab ini berisi pembahasan
tentang ajaran agama yang lebih
luas dan memuat lebih dari 360 Muhammad Baqir
2 Bihar al-Anwar
bab serta hadist, serta penjelasan Majlisi
dan komentar terhadap
hadistnya.
Karya ini membahas tentang
hadis-hadis fiqih secara tematik
Muhammad ibn al-
Tafsil Wasa’il asy- yang popular di kalangan ahli
3 Hasan al-Hurr
Syi’ah fiqih Syi’ah. Yang merujuk dari
Amili
kutub arba’ah serta refrensi-
referensi sebelumnya
‘Awamil al-‘Ulumi Maula Abdullah
Isi dari kitab ini mirip dengan
4 wa al-Ma’arif wa Bahrani al-
kitab Biharu al-Anwar
al-Ahwal Ishfahani

C. Klasifikasi dan Persyaratan Hadist Perspektif Syi’ah


Pengklasifikasian hadist di kalangan ulama’ Syi’ah terbagi dalam dua periode,
yaitu menurut ulama mutaqaddimun Syi’ah dan ulama muta’akhirun Syi’ah.
Ulama’ mutaqaddimun Syi’ah adalah yang hidup di masa sebelum Ahmad bin
Thawus bin Musa al-Hilily (w. 673 H). sementara ulama’ Muta’akhirun Syi’ah
ditandai sejak masa hidupnya Ahmad bi Thawus tersebut, atau sejak memasuki
abad ke-7 H.
Adapun menurut mutaqaddimun, berdasarkan kualitasnya, hadist dibagi
menjadi dua jenis, yakni; 1) hadist mu’tabarah, dan 2) hadist ghairu mu’tabarah.
Pembagian hadist menjadi dua jenis tersebut mengacu pada dua barometer, yaitu:
1. Kriteria internal, seperti keakuratan periwayat.
2. Kriteria eksternal, seperti kemuktabaran hadis yang dihubungkan dengan
Zurarah bin A’yan, Muhammad bin Muslim, dan Fudlail bin Yasar.
Kemudian jika suatu hadist telah memenuhi kriteria dalam dua barometer
tersebut, maka dianggap sebagai hadist mu’tabarah. Namun sebaliknya, jika tidak
memenuhi kedua barometer tersebut, maka hadist tersebut dianggap ghairu
mu’tabarah.15

15
Muhammad Nasir, “KRITERIA KESHAHIHAN HADIS PERSPEKTIF SYIAH,” Jurnal Farabi 11, no. 2
(2014). hlm. 139.
Sementara menurut ulama muta’akhirun Syi’ah, hadist berdasarkan kualitasnya
diklasifikasikan ke dalam empat jenis:
1. Hadist Shahih
Sebagaimana menurut Zainuddin al-‘Amaliy dalam kitabnya Bidayah Fi Il
mar-Riwayah menjelaskan bahwa hadist Shahih adalah hadist yang
bersambung sanadnya sampai kepada imam yang ma’shum lmelalui rowi atau
orang yang ‘adil dari golongan Syi’ah Imamiyah di setiap Thabaqah-nya,
serta tidak melalui jalur yang cacat serta tidak adanya syadz. (kritik hadis hal.
266) sementara menurut Hasan bin Zayn al-Din, salah satu ‘ulama Syi’ah
Imamiyah mengatakan bahwa hadist Shahih adalah hadist yang bersambung
sanadnya kepada orang yang ma’shum, diriwayatkan oleh rowi yang ‘adil dan
dhabit dalam seluruh tingkatan sanadnya. 16Berdasarkan bebrapa definisi
tersebut, dapat disimpulkan bahwa kriteria hadist shahih menurut kalangan
Syi’ah adalah hadisy yang; a) sanadnya bersambung pada nabi Muhammad
SAW atau imam yang ma’shum, sebagai catatan bahwa Syi’ah tidak
mensyaratkan hadis Shahih harus sambung sanadnya haingga Rasulullah b)
seluruh perawi atau periwayat dari golongan Syi’ah Imamiyah pada seluruh
tingkatannya, c) seluruh perawi bersifat ‘adil, yaitu beragama Islam, mukallaf,
dan Wilayah. Dalam literatur lain dikatakan bahwa ‘Adil menurut Syi’ah ada
dua macam, yaitu: ‘adil mutlaq, yaitu periwayat tidak menyeleweng dari
faham Syi’ah Imamiah, dan ‘adil nisbiyah, yaitu perawi yang berlainan bidang
aqidahnya dengan Syi’ah Imamiah.17 d) seluruh perawi bersifat dhabit, e)
terhindar dari cacat dan syadz.
2. Hadist Hasan
‘Ulama Syi’ah memandang hadist Hasan adalah yang bersambung sanadnya
pada imam ma’shum yang adil, sifat ke’adilannya sesuai dalam semua atau
sebagian tingkatan para perawi dalam sanadnya. Maka berdasarkan definisi
tersebut dapat dipahami bahwa; a) sambung sanadnya sampai pada imam yang
ma’shum, b) semua perawinya dari kalangan Syi’ah Imamiyah, c) semua
perawinya terpuji dengan pujian yang diterima lagi diakui tanpa adanya yang
mengarah pada kecaman, d) tidak ada keterangan tentang ‘adilnya semua
perawi. 18
3. Hadist Muwassaq

16
Ibid. hlm. 140.
17
Lestari, “EPISTEMOLOGI HADIS PERSPEKTIF SYI’AH. hlm 45”
18
Tsurayya, “HADIS ILMU DALAM PANDANGAN SYIAH-SUNNI: PERBANDINGAN DAN
IMPLEMENTASINYA DI RANAH AKADEMIK (Telaah Pada Kitab Shahih Muslim Dan Ushul Al-Kafi). hlm
173”
Yaitu hadis yang bersambung sanadnya kepada imam ma’shum dengan orang
yang dinyatakan tsiqah oleh para pengikut Syi’ah Imamiyah, namun dia rusak
akidahnya, sebagaimana dia termasuk salah satu firqah yang Muwassaq (yang
melahirkan kepercayaan), terkadang juga disebut dengan Qawiy (kuat) karena
kuatnya dzan, atau singkatnya mereka (perawi) ada yang bukan dari golonga
Syi’ah Imamiyah namun masih dinyatakan tsiqah oleh kalangan Syi’ah
Imamiyah.19
4. Hadist Dhaif
Yaitu hadist yang masih belum bisa atau tidak memenuhi kriteria-kriteria
hadist Shahih, Hasan dan Muwassaq. Misalnya, dalam sanadnya terdapat
syadz, cacat atau perawinya dianggap bukan orang yang ‘adil.20

D. Penggunaan Hadist sebagai Hujjah Perspektif Syi’ah


Ulama’ Syi’ah terbagi menjadi dua golongan dalam bersikap terhadap
penggunaan hadis sebagai hujjan atau dasar hukum. Kedua golongan ‘ulama
tersebut adalah: 21
1. Al-Ikhbariyun
Kelompok ‘ulama Syi’ah Imamiah yang melarang ijtihad dan
mencukupkan diri dengan mengamalkan teks-teks hadis yang terdapat dalam
kutub arba’ah. Bukan hanya itu, mereka juga memandang bahwa apa yang
terkandung dalam keempat kitab itu diyakini qath’i berasal dari para imam
ma’shum, maka dari itu mereka tidak perlu ,elakukan pengkajian atau
penelitian lebih lanjut terkait sanadnya. Dan mereka menganggap semua hadis
di dalamnya itu shahih, tidak ada lagi pembagian hasan, muwassiq dan dhaif
hadis-hadis yang ada dalam kitab tersebut.
Bahkan mereka juga menolak ilmu Ushul Fiqh jika berkaitan dengan
hadi yang ada dalam kitab empat tersebut. Oleh sebab itu, mereka disebut ali-
Ikhbariyun sebab mereka berpegang pada khabar-khabar atau hadis-hadis
yang tertuang dalam empat kitab tersebut. Pemuka kelompok itu diantaranya
adalah; al-Kulainy, Ibnu Babwaih al-Qamy, dan al-Mufid.
2. Al- ushuliyun
Mereka adalah kelompok yang memandang perlunya ijtihad. Dan mereka
juga meyakini bahwa landasan hokum itu terdiri dari al-Quran, al-Sunnah,
Ijma dan dalil ‘aqli. Mereka juga meyakini bahwa hadis-hadis yang terdapat

19
Ibid.
20
Aulia Diana Devi and Seka Andrean, “TINJAUAN HADIS DALAM PERSPEKTIF SUNNI DAN SYI’AH,”
TAHDIS 12, no. 1 (2021). hlm. 17.
21
Lestari, “EPISTEMOLOGI HADIS PERSPEKTIF SYI’AH. hlm. 48”
dalam keempat kitab kitab (kutub arba’ah) sanadnya ada yang shahih, hasan,
dan dhaif. Oleh karena itu, perlu adanya sebuah kajian terhadap sanadnya pada
saat akan dijadikan sebagai hujjah atau landasan hukum. Pemuka tokoh
golongan ini diantaranya adalah: al-Thusy, al-Murtadhla, Muhsin al-Hakim,
dan al-Khumainy.
Perbedaan yang terjadi antar dua golongan ini bahkan sampai
menyebabkan keluarnya fatwa bahwa haram untuk shlat dibelakan satu sama
lain, dan hingga bisa saling mengkafirkan satu sama lain. Perpecahan ini
memuncak ketika salah satu ulama hadis dari golongan Akhbariy yaitu
Muhammad Amin al-Astarabady melemparkan tuduhan dan tikaman kepada
kelompok mujtahidin Syi’ah, yang kemudian membuatnya membagi
kelompok Syi;ah menjadi Akhbari dan Mujtahid. Tidak hanya itu,
Muhammad Amin juga sampai memprovokasi pengikutnya untuk menyerang
ilu Ushul Fiqh dan mencukupkan diri pada hadis-hadis yang ada di kitab
empat.22

KESIMPULAN
Sejarah kodifikasi atau penulisan hadist pertama kali menurut Syi’ah dilakukan
oleh Abu Rafi’ salah satu budak Rasulullah SAW. Abu Rafi’ kemudian menuliskan
atau melakukan kodifikasi hadist secara tematik untuk pertama kalinya. Menurut
kalangan Syi’ah, penulisan hadist sudah dimulai dan diperbolehkan sejak zaman
Rasulullah. Bahkan ada sebagian ‘ulama Syi’ah yang berpendapat bahwa Rasulullah
sendiri pernah mendekte langsung hadist kepada ‘Ali bin Abi Thalib.23
Adapun pengklasifikasian hadis berdasarkan kualitasnya dibagi menjadi dua
menurut ulama mutaqaddimun, yaitu mu;tabarah dan ghairu mu’tabarah. Sementara
menurut ulama muta’akhirun, ada empat kelas, yaitu shahih, hasan muwassaq dan
dhaif. Adapun penggunaanya sebagai hujjah ‘ulama Syi’ah terpecah menjadi dua
pendapat, gologan Ikhbariyun hanya berpegang pada hadis-hadis yang ada dalam kitab
empat tanpa perlu ijtihad, namun golongan Ushuliyun memandang perlu adanya ijtihad
dalam menentukan dalil sebagai hujjah atau landasan hokum.

DAFTAR PUSTAKA
Amin, Ahmad Paishal. “Histografi Pembukuan Hadis Menurut Sunni Dan Syi’ah.”

22
Ulum and MZ, “Analisis Kritis Metodologi Periwayatan Hadist Syiah (Studi Komparatif Syiah-Sunni)..
hlm. 4-5”
23
Hanif Fathoni, “Kodifikasi Dalam Pandangan Sunny Dan Shi’iy,” Nabawi 1, no. 1 (2020). hlm 113.
al-Dzikra: Jurnal Ilmu Studi al-Quran dan Hadis 12, no. 1 (2018).
https://doi.org/10.24042/al-dzikra.vl2il.2926.
Devi, Aulia Diana, and Seka Andrean. “TINJAUAN HADIS DALAM PERSPEKTIF
SUNNI DAN SYI’AH.” TAHDIS 12, no. 1 (2021).
Fathoni, Hanif. “Kodifikasi Dalam Pandangan Sunny Dan Shi’iy.” Nabawi 1, no. 1
(2020).
Hasimy, Ahmad Haris. Taustsiq As-Sunnah Baina as-Syi’ah Al-Imamiyah Wa
Ahlussunnah Fi Ahkami Al-Imamati Wa Nikah Al-Mut’ah. Kairo: Dar as-Salam,
2003.
Lestari, Lenni. “EPISTEMOLOGI HADIS PERSPEKTIF SYI’AH.” Al-Bukhari:
Jurnal Ilmu Hadis 2, no. 1 (2019).
Nasir, Muhammad. “KRITERIA KESHAHIHAN HADIS PERSPEKTIF SYIAH.”
Jurnal Farabi 11, no. 2 (2014).
Nasution, Al-Hafidh. “Kritik Konsep Hadis Shahih Dalam Perspektif Syi’ah.” Jurnal:
Penelitian Medan Agama 9, no. 2 (2018).
Nisa, Khoiru Muwaddin. “Hadis Di Kalangan Sunni (Shahih Bukhari) Dan Syi’ah
(Al-Kafi).” An-Nuha 3, no. 1 (2016).
Tsurayya, Rachma Vina. “HADIS ILMU DALAM PANDANGAN SYIAH-SUNNI:
PERBANDINGAN DAN IMPLEMENTASINYA DI RANAH AKADEMIK
(Telaah Pada Kitab Shahih Muslim Dan Ushul Al-Kafi).” Kordinat : Jurnal
Komunikasi Antar Perguruan Tinggi Agama Islam XIX, no. 1 (2020).
Ulum, Bahrul, and Zainuddin MZ. “Analisis Kritis Metodologi Periwayatan Hadist
Syiah (Studi Komparatif Syiah-Sunni).” PROFETIKA: Jurnal Studi Islam 14,
no. 2 (2013).

Anda mungkin juga menyukai