Anda di halaman 1dari 92

a.

Sistem Pemindah Tenaga pada Sepeda Motor


1) Prinsip dan Konstruksi Sistem Kopling Sepeda Motor
Sistem pemindah tenaga merupakan salah satu sistem utama pada
kendaraan, begitu juga pada sepeda motor. Sistem pemindah tenaga
berperan untuk mengkonversi putaran mesin dari poros engkol menjadi
gerak putar roda yang kemudian membuat kendaraan melaju. Tak hanya
perpindahan tenaga, sistem ini juga berfungsi untuk mengatur
perbandingan antara daya output mesin dengan kondisi jalan sehingga
sepeda motor dapat dijalankan di berbagai kondisi jalan. Seperti halnya
kendaraan bermotor pada umumnya, Sepeda motor juga yang harus bisa
melaju pada berbagai karakter jalan, misalnya jalan datar, tanjakan atau
turunan. Tanpa adanya sistem pemindah tenaga ini maka sepeda motor
tidak dapat beroperasi dengan baik pada kondisi jalan yang beragam.
Secara umum, sistem pemindah tenaga dimulai dari kopling,
transmisi, sprocket and chain dan kemudian tenaga diteruskan ke roda
sepeda motor. Kopling berfungsi meneruskan dan memutuskan aliran
tenaga dari poros engkol mesin ke transmisi. Umumnya sepeda motor
menggunakan kopling tipe basah dengan plat ganda. Tipe basah
maksudnya kopling dan komponen kopling lainnya terendam dalam
minyak pelumas. Namun, dalam beberapa tahun ini, seiring dengan
semakin populernya sepeda motor matic, semakin banyak sepeda motor
yang menggunakan kopling kering.
Berdasarkan cara kerjanya, kopling sepeda motor diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu kopling mekanik dan kopling otomatis. Cara melayani
kedua jenis kopling ini sewaktu membebaskan (memutuskan) putaran
poros engkol sangat berbeda.

a) Kopling mekanik/ manual (manual clutch)


Kopling mekanik adalah kopling yang cara kerjanya diatur secara
manual melalui handel kopling. Untuk memutuskan pemindahan tenaga
dari mesin dilakukan dengan cara menarik handel kopling. Jenis kopling
mekanis dengan handel di kemudi banyak digunakan pada sepeda motor
sport, sedangkan pada sepeda motor model cub (bebek) kopling mekanis
digerakkan dengan pedal, yang sekaligus difungsikan sebagai pedal
transmisi. Pada saat awal menekan pedal, pengemudi mengoperasikan
kopling dan pada langkah selanjutnya mengoperasikan pemindahan gigi.
Keunggulan dari kopling jenis ini adalah memberikan kebebasan bagi
pengendara sepeda motor untuk mengatur kebutuhan penggunaan kopling
sesuai dengan kebutuhan. Namun kekurangan sistem ini, kawat sebagai
media pengoperasian kopling merupakan jenis logam yang bisa memuai.
Oleh sebab itu, perlu dilakukan penyetelan agar pengoperasian
berlangsung lebih nyaman.
Komponen utama sistem kopling mekanik adalah handle dan cabel
kopling, unit pengungkit (lengan, pegas, pin dan plat pengungkit), pegas
penekan, kampas, clutch center, plat kopling dan rumah kopling. Berikut
ini komponen sistem mekanik yang digunakan pada salah satu sepeda
motor sport.
Rumah kopling menjadi tempat untuk kampas dan plat kopling yang
ditahan oleh plat penekan. Rumah kopling ini ditempatkan pada poros
utama (main shaft), tetapi rumah kopling ini bebas terhadap poros utama.
Pada bagian luar rumah kopling terdapat roda gigi (diven gear) yang
berhubungan dengan roda gigi pada poros engkol sehingga bila poros
engkol berputar maka rumah kopling juga ikut berputar. Agar putaran
rumah kopling dapat sampai pada poros utama maka pada poros utama
dipasang hub kopling (clutch sleeve hub). Kampas gesek dapat bebas
bergerak terhadap hub kopling, tetapi tidak bebas terhadap rumah kopling.
Sedangkan pelat tekan dapat bebas bergerak terhadap rumah kopling,
tetapi tidak bebas pada hub kopling. Seperti tampak pada gambar di bawah
ini:
Gambar 1. Gambar unit kopling
 Prinsip Kerja Kopling Mekanik:
Bila handle kopling pada kemudi dalam keadaan bebas (tidak ditarik),
maka kopling menghubungkan tenaga dari mesin ke transmisi. Sebab,
kampas dan plat kopling ditahan oleh plat penekan (clutch pressure plate)
yang mendapat tekanan dari pegas kopling. Saat handle kopling ditarik,
maka Cable kopling akan menarik tuas pengungkit, yang kemudian akan
menekan batang tekan (pushrod) atau release rod yang ditempatkan di
dalam poros utama. Pushrod akan mendorong piring penekan ke arah
berlawanan dengan arah gaya pegas kopling. Akibatnya kampas dan pelat
kopling akan saling merenggang, sehingga putaran rumah kopling tidak
diteruskan pada poros utama, atau hanya memutarkan rumah kopling dan
pelat geseknya saja. Ilustrasi sederhana dari prinsip kerja kopling mekanik
ini ditampilkan pada gambar di bawah ini.
Gambar 2. Ilustrasi Kerja Kopling Mekanik

b) Kopling Otomatis
Kopling otomatis adalah kopling yang bekerja berdasarkan pada gaya
sentrifugal, yaitu gaya dihasilkan sebuah benda yang bergerak melingkar.
Gerak melingkar yang dimaksud adalah gerak dari putaran dari mesin
sepeda motor yang diteruskan ke unik kopling. Makin tinggi putaran mesin
maka kopling juga akan semakin kuat untuk menekan secara sentrifugal
(gaya tekan arah luar dampak putaran buat menekan plat kopling). Jadi
bagi pengendara tidak perlu melakukan pengaturan penggunaan sistem
kopling. Oleh sebab itu dinamakan kopling otomatis.
Kedudukan kopling otomatis berada pada poros engkol dan ada juga
yang berkedudukan pada poros utama transmisi (main/ input shaft) seperti
halnya kopling mekanis. Konstruksi kopling otomatis tidak terlalu berbeda
dengan peralatan yang terdapat pada kopling mekanis, yang membedakan
tentunya tidak ada perlengkapan handle untuk mengatur kerja kopling.
Pengatur kerja kopling dilakukan secara otomatis oleh kopling sentrifugal,
berdasarkan kecepatan putaran mesin.

 Prinsip kerja kopling otomatis:


Pada putaran mesin idle (putaran rendah), putaran poros engkol tidak
diteruskan ke gigi pertama penggerak (primary drive gear) maupun ke gigi
pertama yang digerakkan (primary driven gear). Sebab, putaran mesin
belum mampu menciptakan gaya sentrifugal yang cukup untuk
mengembangkan pegas, sehingga kampas kopling sentrifugal tidak
bergesekan pada bidang rumah kopling/Clutch Outer.
Saat handle gas diputar dan putaran mesin meningkat, maka gaya
sentrifugal semakin besar, melebihi gaya pegas. Sehingga mampu
mendorong kampas kopling menempel rumah kopling. Kemudian rumah
kopling ikut berputar dan meneruskan ke primary driven gear.
Sedangkan kopling kedua ditempatkan bersama primary driven gear
pada poros center (countershaft) dan berhubungan langsung dengan
mekanisme pemindah gigi transmisi. Pada saat pengendara akan
memasukkan peseneling (misalnya perseneling 1) melalui pedal pemindah
gigi, maka kopling kedua dibebaskan oleh gear shifting shaft.

2) Merawat dan Memperbaiki Kopling Sepeda Motor


Kopling sebagai bagian dari sistem pemindah tenaga harus mendapat
pemeriksaan atau perawatan rutin. Untuk kopling manual, pemeriksaan
tersebut antara lain: pemeriksaan dan penyetelan jarak bebas handel
kopling, pemeriksaan kabel kopling, pemeriksaan respon kinerja kopling
dan pemeriksaan kampas kopling. Untuk pembongkaran, berikut ini
prosedur pembongkaran unit kopling manual:
1. Lepas unit kopling dari tempatnya.
2. Bongkar unit kopling dengan teliti dan hati - hati. Pisahkan bagian -
bagian kopling dengan teliti dan taruhlah dengan teratur dan rapi agar
memudahkan saat pemasangan kembali.
3. Periksa bagian - bagian berikut:
a. Dog pada rumah kopling, jika retak atau aus harus diganti.
b. Permukaan luar rumah kopling jika rusak, luka, atau aus harus
diganti.
c. Kampas, jika aus atau rusak harus diganti satu set.
d. Plat kopling, jika rusak atau ada salah siatu plat kopling yang tidak
rata, ganti semua plat kopling (satu set)
e. Pegas kopling, jika panjang bebas pegas kopling di luar ketentuan
seharusnya (standar), ganti pegas kopling satu set.
f. Batang penekan, jika bengkok , ganti dengan yang baru.
g. Sepatu kopling, jika retak atau rusak, ganti satu rangkain sepatu
kopling. Jika ketebalan sepatu kopling sudh tidak memenuhi syarat,
sepatu kopling harus diganti.
h. Pegas sepatu kopling, jika lemah atau rusak harus diganti.
4. Rakit kembali bagian - bagian yang telah dibongkar dengan teliti dan
hati - hati. Perhatikan jangan sampai ada komponen yang tertukar,
terbalik atau tertinggal.
5. Lakukan penyetelan jarak bebas handel kopling

Sedangkan untuk kopling otomatis, pemeriksaan relatif sederhana, antara


lain pemeriksaan renspon kopling, yang dapat mengindikasikan tingkat
keausan kampas, serta pemeriksaan setelan kopling. Berikut ini adalah
prosedurnya langkah penyetelannya:
1. Kendorkan mur pengunci baut penyetel kopling dengan kunci ring
2. Putar baut penyetel kearah kanan (searah jarum jam) hingga terasa ada
sentuhan, lalu putar kembali kearah kiri hingga mentok (terasa ada
sentuhan) dan berhenti.
3. Putar kembali baut penyetel kearah kanan sebanyak 1/4 – 1/8 putaran.
4. Kencangkan mur pengunci kearah kanan hingga baut penyetel terkunci.

Setelah dilakukan penyetelan, harus diperiksa kembali bagaimana


hasilnya, dengan langkah sebagai berikut:
o Hidupkan mesin,

o Masukkan persnelling pada gigi 1 dan tahan pedal persnelling

o Putar gas hingga seperempat putaran atau kurang lebih 1000 – 2000 RPM

o Perhatikan roda belakang, apabila diam atau bebas, artinya penyetelan

berhasil, apabila terus berputar, berarti penyetelan belum tepat, maka


harus diulang langkah di atas.

3) Prinsip dan Konstruksi Sistem Transmisi Sepeda Motor


Sistem transmisi dibuat untuk men-transmite atau menghubungkan
putaran yang dihasilkan oleh mesin ke roda. Selain menghubungkan,
transmisi atau gigi transmisi berfungsi untuk mengatur momen atau tenaga
mesin sesuai dengan kondisi jalan yang dilalui mesin sepeda motor, momen
atau tenaga mesin tersebut selanjutnya diatur dan dibagi tingkat
kecepatannya.
Transmisi pada sepeda motor terbagi menjadi, yaitu transmisi manual
dan transmisi otomatis. Transmisi manual, jenis yang ini menggunakan
beberapa perkaitan roda gigi untuk menghasilkan perbandingan yang
berbeda. Untuk memilih perbandingan gigi biasanya dilakukan melalui
selektor. Sedangkan transmisi otomatis, umumnya sepeda motor
menggunakan sistem Continously Variable Transmission (CVT) , yang
mengaplikasikan variable diameter gear untuk menentukan momen output.

a) Transmisi Manual
Sesuai dengan namanya, transmisi ini dikendalikan secara manual
oleh pengendara. Pengendara bebas memilih perseneling (rasio gear)
sepeda motor, sesuai dengan tingkat kebutuhan beban, kondisi jalan dan
kecepatan. Berikut ini adalah contoh konstruksi transmisi manual sepeda
motor.

Gambar 3. Transmisi Manual

Komponen utama sistem transmisi sepeda motor terdiri dari susunan


gigi-gigi yang berpasangan dan menghasilkan perbandingan gigi-gigi
(gear ratio). Pada pasangan roda gigi tersebut, salah satu roda gigi berada
di poros utama (input shaft atau main shaft) dan gigi lainnya
(pasangannya) terpasang pada poros keluar (output shaft atau counter
shaft). Jumlah gigi kecepatan yang ada pada transmisi tergantung dari
model dan fungsi sepeda motornya.
Sistem operasi tranmisi manual pada sepeda motor menggunakan
konsep sequential, alias berurutan dari terendah menuju tertinggi atau
sebaliknya. Beberapa model ditambahkan sistem rotary, dimana dari gigi
tertingggi bisa langsung ke netral. Mekanisme pemindahnya
menggunakan shift-drum.

 Prinsip Kerja Transmisi Manual


Ketika pedal transmisi ditekan, maka poros pemindah gigi akan
berputar. Di saat bersamaan, lengan pemutar shift drum akan mengait dan
mendorong shift drum hingga bisa berputar. Shift drum tersebut dipasang
dengan garpu pemilih gigi yang diberi pin. Kemudian Pin mengunci garpu
pemilih pada bagian ulir cacing. Supaya shift drum bisa berhenti berputar
pada titik yang dikehendaki, maka bagian lain yang dekat dengan pemutar
shift drum dipasang dengan sebuah roda yang dilengkapi pegas dan juga
bintang penghenti putaran shift drum. Mekanisme penghentian putaran
shift drum ini akan berbeda pada tiap jenis sepeda motor, namun
prinsipnya relatif sama.
Selanjutnya, garpu pemilih gigi terhubung dengan gigi geser (sliding
gear). Gigi geser tersebut kemudian akan bergerak ke kanan maupun ke
kiri mengikuti gerak garpu pemilih gigi, setiap pergerakannya akan
mengunci gigi kecepatan yang dikehendaki dengan bagian poros tempat
gigi tersebut berada.

b) Transmisi Otomatis (Continuous Variable Transmission “CVT”)


Sistem transmisi otomatis pada sepeda motor pada umumnya
menggunakan Continously Variable Transmission (CVT). Transmisi ini
bekerja dengan menggunakan dua buah pully yang memiliki diameter yang
bervariasi. Sistem transmisi ini memang cukup efektif dan nyaman,
sehingga digemari masyarakat banyak.
Gambar 4. Ilustrasi Transmisi CVT dan bagian-bagiannya

Berikut ini adalah komponen yang terdapat pada satu set CVT pada
sepeda motor antara lain:
o Primary pully, yaitu puli yang terhubung langsung ke poros engkol
yang mempunyai peran sebagai puli pemutar (drive pully).
o Weight/ roller, komponen pemberat yang berada di dalam primary pully
berperan dalam pengubahan diameter drive gear.
o Primary pully shaft, poros pada primary pully berfungsi untuk
menghubungkan putaran dari crankshaft ke primary pully transmisi.
o V-belt, sebuah sabuk karet khusus yang digunakan untuk
menghubungkan puli primer dan sekunder.
o Secondary pully, yaitu puli yang diputarkan oleh puli primer melalui
sabuk, sehingga perannya adalah puli terputar (driven pully). Lokasi
puli sekunder ada di belakang, tepatnya didekat roda belakang. Poros
puli sekunder dihubungkan ke poros roda melalui kopling sentrifugal.
o Return Spring, pegas spiral yang terletak didalam puli sekunder.
Fungsinya untuk mengembalikan diameter puli sekunder agar kembali
membesar ketika putaran puli primer menurun. Return spring berfungsi
juga untuk mengimbangi gaya yang dihasilkan berubahnya diameter
puli primer akibat roller atau disebut juga “clamping force”, agar posisi
sabuk tetap stabil ketegangannya.
o Secondary pully shaft, poros yang digunakan untuk menghubungkan
putaran dari puli sekunder ke sistem kopling sentrifugal.
o Centrifugal clutch disc, adalah mekanisme kopling otomatis yang
bekerja menggunakan gaya sentrifugal. Bentuk kampas kopling ini
mirip sepatu rem tromol.
o Clutch housing, merupakan rumah kopling, apabila kampas kopling
bentuknya seperti sepatu rem tromol maka clutch housing berbentuk
seperti tromol rem.

 Prinsip Kerja Transmisi Otomatis


Cara kerja transmisi CVT dibagi menjadi empat bagian, yakni ketika
mesin mati, mesin idle, putaran rendah, putaran tinggi dan pada saat beban
berat. Pada posisi mesin mati, crankshaft tidak dalam posisi berputar,
sehingga roller pemberat pada drive pully berada pada posisi bawah. Celah
pada drive pully melebar dan diameternya menjadi lebih kecil, karena
adanya pegas spiral pada driven pully yang membuat driven pully selalu
menyempit saat tidak ada gaya dari drive pully.
Ketika mesin hidup dalam putaran idle atau stationer, crankshaft
berputar akibatnya drive pully juga berputar. Karena terdapat V-belt yang
menghubungkan drive pully dan driven pully maka driven pully juga ikut
berputar. Namun sebelum mesin dihidupkan, diameter drive pully lebih
kecil dibandingkan diameter driven pully, sehingga terjadi perbandingan
puli yang besar. Hal ini membuat putaran driven pully jauh lebih lambat.
Karena putaran driven pully lambat, maka kopling sentrifugal belum
bekerja. Kampas kopling tetap berputar, namun gaya sentrifugal yang
diterima belum cukup kuat membuat kampas kopling melebar untuk
menekan clutch housing. Sehingga clutch housing yang terhubung dengan
roda tidak berputar. Karena drive pully menyempit maka V-belt yang
melilit driven pully bergerak keluar yang membuat diameter driven pully
membesar.
Ketika putaran meisn dinaikkan menjadi sekitar 1500-2500 RPM
(putaran lambat), maka putaran crankshaft akan menjadi lebih cepat. Dan
putaran drive pully yang terhubung ke crankshaft pun menjadi lebih cepat.
Hal ini membuat gaya sentrifugal pada roller semakin besar. Ketika roller
mendapatkan gaya sentrifugal yang lebih besar, maka roller tersebut akan
bergerak ke arah depan dan akan mendorong primary sliding sheeve untuk
bergerak mendekati primary fixed sheeve, atau dengan kata lain diameter
menjadi lebih besar. Karena panjang V-belt tetap, maka pembesaran
diameter pada drive pully memaksa diameter pada driven pully menjadi
mengecil. Hal ini membuat perbandingan gigi lebih kecil, sehingga
putaran pada driven pully menjadi lebih cepat.
Saat putaran driven pully lebih cepat, kampas kopling juga berputar
lebih cepat, sehingga gaya sentrifugal yang bekerja pada kampas kopling
juga lebih besar. Pembesaran gaya sentrifugal ini memaksa kampas
kopling semakin mengembang, sehingga permukaan kampas kopling
mengenai permukaan clutch housing dan membawa clutch housing
berputar. Dengan berputarnya clutch housing maka roda juga ikut terputar,
karena poros roda terhubung ke clutch housing.
Ketika putaran mesin semakin tinggi, maka putaran drive pully juga
semakin tinggi. Sehingga gaya sentrifugal yang dialami oleh roller
semakin besar. Hal itu menyebabkan tekanan roller terhadap primary
sliding sheeve semakin kuat, sehingga diameter drive pully semakin
membesar. Semakin membesarnya diameter drive pully membuat
diameter driven pully semakin mengecil. Hal tersebut semakin
memperkecil perbandingan puli, bahkan pada beberapa jenis CVT,
perbandingan puli-nya kurang dari 1 (diameter drive pully lebih besar
daripada driven pully), sehingga putaran pada driven pully menjadi lebih
cepat. Pada kondisi putaran yang terus naik, sebetulnya gaya sentrifugal
juga terus bertambah besar, namun karena langkah roller dan primary
sliding sheeve juga terbatas, maka puli primer akan tetap berada pada
diameter optimalnya, yang diimbangi oleh clamping force dari return
spring pada driven pully.
Sepeda motor membutuhkan torsi yang besar agar dapat membawa
beban berat, berakselarasi dengan cepat atau berjalan. Pada CVT yang
bekerja secara otomatis berdasarkan pengaturan putaran mesin, hal ini
akan menjadi kendala. Secara normal saat putaran mesin dinaikkan maka
rasio tranmisi akan menurun, sehingga akan merepotkan karena torsi yang
dihasilkan justru berkurang. Untuk mengatasi hal tersebut CVT dilengkapi
dengan perangkat yang biasa disebut “kickdown mechanism”. Konstruksi
dari kickdown mechanism terletak pada driven pulley, terdiri atas alur yang
dibuat pada puli geser dan torque cam yang dipasang pada puli tetap.
Saat roda memperoleh tahanan jalan yang besar akibat membawa
beban berat, berakselarasi sangat cepat atau saat jalan menanjak, maka
pada bagian driven pulley akan terjadi tarikan yang kuat oleh sabuk. Hal
tersebut akan terjadi sebagai akibat perlawanan antara tahanan jalan dan
tegangan sabuk saat putaran mesin dinaikkan. Tarikan yang kuat tadi akan
mengaktifkan kickdown mechanism yang akan membuat diameter driven
pulley akan tetap besar dan drive pulley akan tetap pada diameter kecil
meskipun gaya centrifugal yang diterima roller sangat tinggi. Dengan
demikian posisi CVT akan dipaksa pada rasio terbesar agar memperoleh
perbandingan puli yang besar, sehingga putaran ringan dan torsi yang
dihasilkan besar.

4) Merawat dan Memperbaiki Transmisi Sepeda Motor


Perawatan atau pemeliharaan transmisi sepeda motor baik yang manual
atau CVT salah satunya adalah memastikan komponen-komponen transmisi
dalam kondisi yang baik. dalam kondisi baik. Pada unit transmisi manual,
sistem pelumasan menjadi satu dengan sistem pelumasan mesin bagi mesin 4
tak, sedangkan pada mesin 2 tak sistem pelumasannya terpisah.
Pada transmisi manual sebetulnya nyaris tanpa perawatan. Jika terjadi
gejala kerja transmisi bermasalah atau terdapat suara yang tidak wajar maka
pembongkaran diperlukan untuk melakukan pemeriksaan komponen.
Membongkar transmisi berarti adalah overhaul mesin juga, karena konstruksi
bak transmisi adalah sekaligus blok mesin.
Setelah tranmsisi dibongkar maka pemeriksaan komponen dilakukan
dengan pengamatan secara visual maupun dengan pengukuran. Belt dan roller
adalah dua komponen tranmsisi CVT yang paling sering aus dan
mendapatkan penanganan untuk diganti. Pemeriksaan belt dan roller
dilakukan dengan pembongkaran puli primer. Setelah terbongkar lakukan
pemeriksaan komponen drive pully face, weight roller, drive face boss dan
movable drive face dari kemungkinan tergores, retak atau aus. Pemeriksaan
bagian-bagian puli sekunder juga dilakukan dengan pembongkaran. Setelah
terbongkar lakukan pemeriksaan dan pengukuran komponen, kemudian
bandingkan hasilnya dengan buku panduan servis.
Gangguan pada sistem transmisi CVT membawa pengaruh yang besar
performa berkendara. Oleh karena itu, pemeriksaan sistem transmisi CVT
harus dilakukan untuk mencegah dan mengatasi gangguan tersebut. Beberapa
gangguan yang sering terjadi pada transmisi CVT adalah sebagai berikut:
Gejala yang Penyebab Cara
No
sering Terjadi gangguan mengatasi

1 Timbul bunyi 1.Kotornya 1.Bersihkan


berdecit komponen CVT, komponen pada
terutama pada persinggungan belt
persinggungan belt. dengan cairan
cleaner.
2. Timbul
keretakan pada belt. 2. Ganti

2 Tenaga lemah 1. Kampas ganti


yang dihasilkan tak kopling aus.
sebanding dengan
2. Roller aus
Gejala yang Penyebab Cara
No
sering Terjadi gangguan mengatasi

akselerasi putaran
mesin.

3 Timbul suara 1. Belt aus bersihkan


berisik dibagian
2. Kopling
ruangan CVT.
terdapat oli/gemuk
yang berlebihan.

3. Slide
sheave pada pulley
primer terdapat
gemuk yang
berlebihan.

5 Kendaraan Pegas ganti


terasa tidak stabil pemberat kampas
sedang sepeda motor kopling rusak.
berjalan pelan

6 Mesin hidup 1. Torsi cam ganti


(normal) tetapi saat rusak.
mendaki kurang
2. Pin guide
bertenaga
aus.

A.
5) Prinsip dan Konstruksi Sistem Final Drive Sepeda Motor
Final drive merupakan penggerak akhir dari sistem pemindah tenaga
setelah dari transmisi sampai dengan ke roda-roda penggerak. Final drive
juga berfungsi sebagai pereduksi untuk menaikkan momen. Biasanya
perbandingan gigi reduksinya berkisar antara 2 sampai 3. Pada sepeda
motor, mayoritas final drive-nya adalah gir dan rantai (sprocket and
chain).
Gambar 5. Final drive model rantai dan gir

Jenis final drive lain yang dipakai pada sepeda motor adalah jenis
sabuk dan puli. Jenis ini konstruksinya lebih kompak serta minim
perawatan, namun secara konsep, masih terdapat kerugian akibat
kemungkinan selip antara sabuk terhadap puli. Dalam perkembangannya,
konstruksi pulinya berubah menjadi mirip atau menyerupai gear,
sedangkan sabuknya dibuat bergerigi, hal ini dilakukan untuk mengurahi
atau menghilangkan resiko selip.

Gambar 6. Final drive model sabuk

Jenis final drive lain yang dipakai pada sepeda motor adalah jenis
propeller shaft atau drive shaft. Jenis ini kuat dan konstruksinya lebih
kompak serta minim perawatan. Final drive jenis ini lebih berat dan biaya
pembuatannya lebih mahal.
Gambar 7. Final drive model drive shaft

6) Merawat dan Memperbaiki Final Drive Sepeda Motor


Perawatan yang dilakukan pada finel drive sepeda motor antara lain
adalah pembersihan, pelumasan dan penyetelan kekencangan rantai dan
gir. Jika rantai dan gir mengalami keausan yang berlebihan maka
perbaikan yang dilakukan adalah dengan penggeantian. Namun jika masih
memungkinkan digunakan, rantai bisa dikurangi panjangnya dengan
mengurangi mata rantainya.
Konstruksi rantai ada yang ditutup penuh ataupun ditutup sebagian
dengan casing. Jika ditutup penuh, maka untuk melakukan perawatan perlu
membuka drive chain case, agar rantai bisa dibersihkan lebih optimal. Jika
hanya untuk keperluan penyetelan saja, maka cukup dengan mengintipnya
melalui inpection hole, dengan terlebih dahulu melepas inpection hole cap.
Perawatan dilakukan dengan pemeriksaan visual, pengetesan dan
pengukuran. Pemeriksaan visual antara lain dilakukan untuk memastikan
rantai tidak terlalu kotor, tidak terjadi keausan yang berlebihan pada rantai
dan gir, baik gir depan maupun gir belakang. Jika ditemukan rantai atau
gir terlalu kotor maka perlu dibersihkan. Pembersihan dilakukan dengan
melepas rantai dengan melepas retaining clip-nya dan kemudian
mencucinya dengan cairan pembersih atau dengan minyak tanah/ solar,
menudian dikeringkan dan dilumasi dengan pelumas transmisi (oli SAE
90).
Setelah dibersihkan dan dilumasi kembali, pasangkan rantai dan
lakukan penyetelan. Sebelum dipasang, pastikan bahwa gir/ sprocket
dalam kondisi yang baik, tidak retak dan profil giginya masih baik.
Penyetelan dilakukan dengan mengendorkan rear axle nut dan lock
nut penahan adjusting nut. Setelah itu atur adjusting nut sampai didapatkan
kekencangan rantai yang sesuai, yaitu mampu defleksi antara 25-355 mm.
Pengaturan adjusting nut sisi kiri dan kanan harus sama dengan melihat
kesamaan garis penunjuknya, agar posisi roda tetap lurus.
Sprocket belakang dihubungkan ke roda belakang melalui sebuah
mekanisme peredam hentakan/ kejutan (damper). Beberapa bantalan karet
dipasangkan untuk meredam hentakan saat akselerasi dan deselerasi.
Periksa kondisi karet-karet tersebut dari keusan dan atau retak atau keras.

b. Sistem Pemindah Tenaga Mobil


1) Prinsip dan Konstruksi Sistem Kopling Mobil

Gambar 8. Ilustrasi sistem pemindah tenaga pada mobil

Gambar di atas memberikan ilustrasi sistem pemindah tenaga pada


kendaraan empat penggerak roda (4WD/AWD). Sistem pemindah tenaga
adalah sistem untuk memindahkan tenaga yang dibangkitkan mesin ke
roda-roda penggerak untuk menggerakkan kendaraan. Sistem pemindah
tenaga terdiri dari kopling, transmisi, transfer, poros propeller belakang,
differential belakang, poros roda belakang, poros propeller depan,
differential depan, poros roda depan dan hub roda depan.
Kopling (clutch) terletak di antara mesin dan transmisi. Kopling
berfungsi untuk menghubungkan dan memutuskan putaran mesin ke
transmisi dengan sempurna, sesuai dengan kebutuhan operasional
transmisi dan atau pengendaraan.

Gambar 9. Letak unit kopling pada kendaraan

Kopling dalam pemakaian dikendaraan, harus memiliki syarat-syarat


minimal sebagai berikut :
 Harus dapat memutus dan menghubungkan putaran mesin ke transmisi
dengan lembut.
 Harus dapat memindahkan tenaga mesin dengan tanpa slip
 Harus dapat memutuskan hubungan dengan sempurna dan cepat

Jenis-jenis kopling yang digunakan pada kendaraan antara lain adalah


sebagai berikut:
1) Kopling Gesek
Dinamakan kopling gesek karena untuk melakukan pemindahan
tenaga adalah dengan memanfaatkan gaya gesek yang terjadi pada bidang
gesek, yaitu kampas kopling, plat penekan dan roda gila. Ditinjau dari
bentuk bidang geseknya kopling dibedakan menjadi 2 yaitu :
 Kopling piringan (disc clutch)
Kopling piringan adalah unit kopling dengan bidang gesek
berbentuk piringan atau disc.
 Kopling konis (cone clutch)
Kopling konis adalah unit kopling dengan bidang gesek
berbentuk konis.

Ditinjau dari jumlah plat yang digunakan kopling dibedakan


menjadi 3 yaitu :
 Kopling plat tunggal
Kopling plat tunggal adalah unit kopling yang hanya
mempunyai satu kampas kopling.
 Kopling plat ganda
Kopling plat ganda adalah unit kopling yang hanya mempunyai
dua kampas kopling.
 Kopling plat banyak
Kopling plat banyak adalah unit kopling yang mempunyai lebih
dari dua kampas kopling dalam satu unitnya. Kopling plat banyak biasa
digunakan pada sepeda motor dan juga pada transmisi otomatis, yang
biasanya bekerja berdasarkan kontrol hidrolik.

Gesekan antar bidang/ permukaan komponen akan menimbulkan


panas, sehingga memerlukan media pendinginan. Ditinjau dari
lingkungan/ media kerja, kopling dibedakan menjadi kopling basah dan
kopling kering. Kopling basah menggunakan media pendingin cairan,
sedangkan kopling kering menggunakan media pendingin udara. Bahan
dari kampas kopling tentunya berbeda, antara kopling model basah dan
kopling model kering supaya bisa tetap optimal bekerjanya.
Untuk mendapatkan penekanan yang kuat saat berhimpitan, sehingga
saat meneruskan tenaga dan putaran tidak terjadi slip maka dipasangkan
pegas penekan. Ditinjau dari jenis pegas penekannya, kopling dibedakan
menjadi:
 Kopling pegas spiral
Adalah unit kopling dengan pegas penekannya berbentuk spiral.
Dalam pemakaiannya dikendaraan kopling dengan pegas coil memiliki
kelebihan : penekanannya kuat dan kerjanya cepat/ spontan. Kelemahan
atau kekurangannya : penekanan kopling berat, tekanan pada plat
penekan kurang merata, jika kampas kopling aus maka daya tekan
berkurang, terpengaruh oleh gaya sentrifugal pada kecepatan tinggi dan
komponennya lebih banyak, sehingga kebanyakan kopling pegas spiral
ini digunakan pada kendaraan menengah dan berat yang mengutamakan
kekuatan dan bekerja pada putaran yang relatif lebih lambat.
 Kopling pegas diaphragma
Adalah unit kopling dengan pegas penekannya berbentuk
diafragma/ bilah/ daun. Penggunaan pegas diafragma mengatasi
kekurangan-kekurangan dari pegas spiral. Namun pegas diaphragma
mempunyai kekurangan : kontruksinya lebih lemah dibanding pegas
spiral dan kurang responsif (kerjanya lebih lambat), sehingga
kebanyakan kopling pegas diafragma ini digunakan pada kendaraan
ringan yang mengutamakan kenyamanan.

Komponen-komponen dari sebuah konstruksi kopling gesek pegas


spiral dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 10. Konstruksi unit kopling gesek tipe plat tunggal

Plat kopling adalah komponen unit kopling yang berfungsi menerima


dan meneruskan tenaga mesin dari roda penerus dan plat penekan ke input
shaft transmisi. Bagian-bagian plat kopling terlihat pada gambar di atas.
Plat kopling dipasangkan pada alur-alur input shaft transmisi. Bagian plat
kopling yang beralur dan berhubungan dengan input shaft transmisi
dinamakan clutch hub. Kampas kopling (facing) dipasangkan pada plat
kopling untuk memperbesar gesekan. Kampas kopling dipasangkan pada
cushion plate dengan dikeling. Cushion plate dipasangkan pada plat
kopling juga dengan dikeling. Hentakan/ puntiran saat kopling mulai
menghubungkan/ meneruskan putaran dan pada saat deselerasi diredam
oleh torsion dumper. Terdapat dua jenis torsion dumper yakni torsion
rubber dumper dan torsion spring dumper.
Berikut ini diuraikan masing-masing komponen dari unit kopling
gesek yaitu plat kopling unit dan plat penekan unit.
Gambar 11. Konstuksi plat kopling

Clutch cover assy unit terdiri dari plat penekan, pegas penekan, tuas
penekan dan rumah kopling.

Gambar 12. Rumah kopling tipe radial strap, chodal strap dan boss drive

Ditinjau dari konstruksinya clutch cover dibedakan menjadi tiga


yakni: boss drive, radial strap dan chordal/ corded strap drive. Pada tipe
boss drive plat penekan dipasangkan pada rumah kopling dengan boss
sehingga konstruksinya kuat, namun perpindahan tenaga tidak bisa
lembut. Tipe radial strap plat penekan dihubungkan ke rumah kopling
oleh strap (plat baja) dalam arah radial. Tipe corded strap drive plat
penekan ditahan oleh tiga buah plat pada rumah kopling sehingga daya
elastisitas plat tersebut memungkinkan perpindahan tenaga terjadi dengan
lembut.

Berikut ini diuraikan secara singkat cara kerja kopling gesek model
plat tunggal:
Kopling berfungsi untuk memindahkan tenaga secara halus dari mesin
ke transmisi melalui adanya gesekan antara plat kopling dengan fly wheel
dan plat penekan. Kekuatan gesekan diatur oleh pegas penekan yang
dikontrol oleh pengemudi melalui mekanisme penggerak kopling. Jika
pedal kopling ditekan penuh, tekanan pedal tersebut akan diteruskan oleh
mekanisme penggerak sehingga akan mendorong plat penekan melawan
tekanan pegas penekan sehingga plat kopling tidak mendapat tekanan.
Gesekan antara plat kopling dengan fly wheel dan plat penekan kecil dan
bahkan tidak bergesekan sehingga putaran mesin tidak diteruskan.
Jika pedal kopling ditekan sebagian/ setengah, tekanan pedal tersebut
akan diteruskan oleh mekanisme penggerak sehingga akan mendorong plat
penekan melawan sebagian/ setengah tekanan pegas penekan sehingga
tekanan plat penekan ke fly wheel berkurang, sehingga plat kopling akan
slip. Gesekan antara plat kopling dengan fly wheel dan plat penekan terjadi
sehingga putaran dan daya mesin diteruskan sebagian.
Apabila pedal dilepaskan maka gaya pegas akan kembali mendorong
dengan penuh plat penekan. Plat penekan menghimpit plat kopling ke fly
wheel dengan kuat sehingga terjadi jepitan yang kuat dan berputar
bersamaan. Dengan demikian putaran dan daya mesin diteruskan
sepenuhnya (100%) tanpa slip.

Gambar 13. Ilustrasi kerja kopling


2) Kopling Hidrolik
Dinamakan kopling hidrolik karena untuk melakukan pemindahan
tenaga adalah dengan memanfaatkan tenaga hidrolis. Tenaga hidrolis
didapat dengan menempatkan cairan/ minyak pada suatu wadah/
mekanisme yang diputar, sehingga cairan akan terlempar/ bersirkulasi oleh
adanya gaya sentrifugal akibat putaran dan menyebabkan fluida
mempunyai tenaga hidrolis. Fluida yang bertenaga inilah yang digunakan
sebagai penerus/ pemindah tenaga. Pada aplikasinya di transmisi otomatis,
kopling ini disebut torque converter.

Gambar 14. Konstuksi unit kopling fluida

Komponen utama pada unit kopling hidrolik adalah: pump impeller,


turbin runner dan stator. Pump impeller merupakan mekanisme pompa
yang membangkitkan tenaga hidrolis pada fluida. Turbin runner adalah
mekanisme penangkap tenaga hidrolis fluida yang dibangkitkan pump
impeller. Stator adalah mekanisme pengatur arah aliran fluida agar tidak
terjadi aliran yang merugikan tetapi justru aliran yang menguntungkan
sehingga didapatkan peningkatan momen/ torsi.

Mekanisme pengoperasian kopling


Suatu unit kopling bekerja dengan bantuan sistem pengoperasian
kopling. Sistem pengoperasian kopling adalah sebuah unit mekanisme
untuk mengoperasionalkan kopling yaitu memutus dan menghubungkan
putaran dan tenaga mesin ke unit pemindah tenaga selanjutnya (transmisi)
baik oleh pengemudi dari ruang kemudi atau bekerja secara otomatis.
Secara umum terdapat dua mekanisme penggerak kopling, yaitu: sistem
mekanik dan sistem hidrolik. Pada perkembangan saat ini, pada
kendaraan-kendaraan beban menengah dan beban berat menggunakan
sistem hidro-pneumatik.
a) Sistem pengoperasian kopling tipe mekanik
 Cable mechanism (mekanik kabel)
Menggunakan media sebuah kabel baja untuk meneruskan
gerakan pedal ke garpu pembebas. Keuntungan dari mekanisme ini
adalah konstruksinya sederhana dan karena sifat kabel yang fleksible
maka penempatannya juga fleksible dan tidak memerlukan ruang
gerak yang besar. Mekanisme ini mempunyai kerugian gesek yang
besar antara kabel dan selongsongnya, apalagi jika banyak belokan/
tekukan. Elastisitas bahan kabel menyebabkan mekanisme ini tidak
bekerja dengan spontan dan kurang kuat untuk beban berat.
 Linkage mechanism (mekanik batang)
Mekanisme batang mempunyai keuntungan elastisitas bahan
lebih kecil sehingga kuat dan spontanitas kerja lebih baik.
Kelemahan/ kekurangan sistem ini adalah karena media penerusnya
adalah batang, maka untuk penempatannya menjadi lebih sulit dan
perlu ruang gerak yang lebih besar.

 Centrifugal mechanism (mekanik sentrifugal)


Jika mesin berputar maka bandul sentrifugal akan terlempar
keluar oleh gaya sentrifugal, sehingga centrifugal plate akan tertarik
sehingga menekan plat kopling ke back plate/ fly wheel. Bila putaran
mesin berkurang maka intensitas tekanan centrifugal plate juga
berkurang.
b) Sistem pengoperasian kopling tipe hidrolik
Gambar 15. Konstuksi hydraulic mechanism

Pengoperasian kopling tipe hidrolik adalah merupakan sistem


pemindahan tenaga melalui fluida cair/ minyak. Prinsip yang digunakan
pada sistem hidrolik ini adalah pengaplikasian hukum Pascal, dimana
jika ada fluida dalam ruang tertutup diberi tekanan maka tekanan
tersebut akan diteruskan ke segala arah dengan sama besar. Dengan
dibuat adanya perbandingan diameter (luas bidang) pada master
cylinder lebih kecil dari release cylinder maka akan didapatkan
peningkatan tenaga.
Komponen sistem hidrolik lebih banyak dibandingkan sistem
mekanik, tetapi mempunyai keuntungan yang mampu mengatasi
kekurangan sistem penggerak mekanik yaitu : kehilangan tenaga karena
gesekan lebih kecil sehingga penekanan pedal kopling lebih ringan,
memungkinkan diberikan perbandingan diameter master dan release
cylinder sehingga penekanan pedal kopling jauh lebih ringan,
pemindahan tenaga lebih cepat dan lebih baik, penempatan fleksibel
karena fluida dialirkan melalui fleksible hose.
Kekurangan dari sistem hidrolik adalah konstruksinya rumit dan
dapat terjadi kegagalan fungsi jika terdapat udara di dalam sistem.
Komponen utama dari sistem hidrolik ini adalah: master silinder dan
release silinder. Ada 2 tipe master silinder yang umum digunakan pada
sistem pengoperasian kopling, yakni tipe portlees.
Gambar 16. Konstuksi master cylinder portless type

Cara kerja master cylinder tipe portless


Pada saat pedal kita tekan, piston bergerak maju dan minyak
melalui inlet valve mengalir ke reservoir dan release cylinder dengan
tekanan yang rendah/ kecil. Jika pedal terus ditekan maju, gaya yang
mempertahankan conecting rod akan hilang dan conecting rod akan
bergerak maju oleh gaya conical spring, sehingga inlet valve akan
menutup, mengakibatkan tekanan fluida yang ke release cylinder naik.

Gambar 17. Kerja efektif master silinder tipe portless

Bila pedal kopling dibebaskan, piston akan kembali mundur oleh


tekanan compression spring, maka tekanan fluida akan turun, sehingga
spring retainer akan menarik conecting rod ke arah luar an inlet valve
terbuka. Gaya balik conical spring maka minyak dari release cylinder
kembali ke master cylinder dan recervoir.
Komponen hidrolik selanjutnya adalah release cylinder. Tipe
release cylinder yang umum digunakan ada tiga yakni adjustable type,
non adjustable/ free adjustable type. Pada jenis adjustable type untuk
menyesuaikan jarak bebas ujung release fork dilakukan dengan
mengatur mur penyetelnya. Free adjustable type tidak memerlukan
penyetelan karena penyetelan akan terjadi secara otomatis oleh pegas.
Pada tipe ini release bearing selalu menempel pada pressure lever atau
diaphragm spring. Non-adjustable type menyempurnakan free
adjustable type, dimana non-adjustable ini panjang pushrod-nya dapat
distel sehingga release bearing tidak selalu menempel pada pressure
lever atau diaphragm spring.
Free play adalah kebebasan yang terdapat pada sistem kopling
pada saat pedal kopling mulai ditekan samapai dengan release bearing
mulai menyentuh diaphragm spring atau pressure lever. Dengan
adanya kebebasan kopling maka sistem kopling tidak akan bekerja pada
saat kopling tidak ditekan dan tidak lngsung bekerja saat pedal ditekan,
tetapi memerlukan beberapa waktu untuk mencapai langkah efektif.
 Kebebasan master cylinder dan push-rod.
Merupakan jarak dari ujung push-rod sampai dengan piston
pada saat pedal kopling tidak ditekan.
 Kebebasan minyak kopling
Merupakan jarak mulai dari push-rod master cylinder
menekan piston sampai tertutupnya lubang ke recervoir.
 Kebebasan release fork
Merupakan jarak mulai dari push-rod release cylinder
bergerak samapai release bearing menyentuh diphragm spring atau
pressure lever, pada saat pedal kopling bebas.
c) Sistem pengoperasian kopling tipe hidro–pneumatik / servo-hidrolik
Ada beberapa model sistem pengoperasian kopling tipe hidro-
pneumatik, antara lain yaitu: sistem pneumatik memicu sistem hidrolik,
sistem hidrolik memicu sistem pneumatik, sistem hidrolik memicu sistem
pneumatik kemudian sistem pneumatiknya memicu sistem hidrolik, sistem
pneumatik memicu sistem hidrolik kemudian sistem hidroliknya memicu
sistem pneumatik, serta total sistem pneumatik. Pada umumnya sistem ini
digunakan pada kendaraan besar.
2) Perawatan dan Perbaikan Sistem Kopling Mobil
Perawatan unit kopling yang dilakukan tanpa pembongkaran hanyalah
pengecekan mekanisme penggeraknya. Perawatan yang dilakukan antara lain
adalah :
 memastikan jumlah minyak pada tangki cadangan minyak jumlahnya
memadai
 memastikan tidak terjadi kebocoran pada sistem pemipaan
 penyetelan mekanisme penggeraknya, yaitu pedal free play
 melumasi bagian-bagian engsel gerak dengan grease
Perawatan dilakukan dengan pemeriksaan unit secara terbongkar pada
saat ditemui masalah pada saat pengujian unit kopling, misalnya kopling
terasa selip dan atau bersuara tidak normal. Cara membongkar, memeriksa,
memperbaiki jika memungkinkan dan memasang kembali unit kopling dan
komponen-komponennya. Setelah dibongkar maka lakukan pemeriksaan,
perbaikan dan atau penggantian komponen unit kopling yang rusak atau aus.
Release bearing umumnya merupakan unit bearing tertutup dengan tipe
pelumasan permanen, sehingga tidak memerlukan pembersihan pada
pelumasannya. Pemeriksaan pertama yang dapat dilakukan adalah secara
fisual, adalah dengan melihat apakah ada kotoran, luka bekas gesekan/
terbakar, tergores dan atau retak. Jika ada kotoran, luka bekas gesekan/
terbakar, tergores dan itu hanya sedikit dapat dibersihkan dengan kertas
amplas yang halus. Jika kerusakannya parah, ganti dengan unit yang baru.
Pemeriksaan release bearing dengan cara pengujian kerja sebagai berikut :
 Putar bearing dengan tangan dan berilah tenaga pada arah axial. Jika
putaran kasar dan atau terasa ada tahanan sebaiknya ganti dengan yang
baru!
 Tahan hub dan case dengan tangan kemudian gerakkan pada semua arah
untuk memastikan self-centering system agar tidak tersangkut. Hub dab
casae harus bergerak kira-kira 1 mm. Jika kekocakan berlebihan atau
macet sebaiknya diganti dengan yang baru!
Pemeriksaan pegas penekan dan tuas pembebas dengan cara
pengujian kerjanya adalah sebagai berikut :
 Pemeriksaan secara fisual, adalah dengan melihat apakah ada kotoran, luka
bekas gesekan/ terbakar, tergores dan atau retak. Jika ada kotoran, luka
bekas gesekan/ terbakar, tergores dan itu hanya sedikit dapat dibersihkan
dengan kertas amplas yang halus. Jika kerusakannya parah, ganti dengan
unit yang baru.
 Lakukan pengukuran kedalaman dan lebar keausan bekas gesekan release
bearing. Kedalaman maksimal adalah 0.6 mm dan lebar maksimal 5.0 mm.
Jika keausan melebihi spesifikasi ganti dengan yang baru!
 Pemeriksaan dengan SST dan filler gauge (thickness gauge).
Dengan bantuan SST dan Filler gauge, periksa kerataan permukaan
ujung pegas diphragm atau ujung tuas pembebas. Selisih pengukuran atau
ketidakrataan maximal 0.5 mm.
 Pemeriksaan dengan dial indikator
Dengan dial indikator dan alat pemutar juga dapat dilakukan
pengukuran ketidakrataan permukaan ujung pegas diphragm atau ujung
tuas pembebas. Untuk memudahkan pengukuran pasanglah dial dengan
magnetik base pada mesin. Penyimpangan maximal : 0.5 mm.
 Pemeriksaan panjang dan kesikuan pegas penekan
Panjang bebas pegas penekan mempunyai limit yang bervariasi
tergantung ukuran kopling unit. Demikian juga dengan ketidaksikuan
pegas penekan (lihat buku manual). Semakin besar unit kopling biasanya
limit/ tolerensi semakin besar.
 Pemeriksaan tegangan pegas penekan
Tegangan pegas penekan sangat berpengaruh pada kekuatan kerja
kopling dalam meneruskan putaran dan tenaga mesin. Semakin berat suatu
kendaraan maka akan semakin kuat/ besar tegangan pegas penekan yang
digunakan. Spesifikasi tegangan pegas dapat dilihat pada buku manual
kendaraan. Perbedaan antar pegas juga tidak boleh terlalu besar, karena
akan membuat penekanan kopling tidak merata. Bila penyimpangan tidak
masuk dalam spesifikasi, lakukan penyetelan kerataan:
a) Pegas diaphragm
Pada pegas diaphragm lakukan penyetelan ketinggian dan
kerataan dengan SST seperti terlihat pada gambar berikut!

Gambar 18. Penyetelan kerataan tinggi pegas

b) Tuas pembebas
Penyetelan tuas pembebas dilakukan dengan mengatur baut
penyetel pada pengikat tuas pembebas dan plat penekan dengan bantuan
SST pengukur kerataan. Setelah kerataan tepat, maka kunci dan
keraskan mur penahan pengunci.

Gambar 19. Penyetelan kerataan tinggi tuas pembebas

Pemeriksaan dan pengukuran plat penekan adalah sebagai berikut


:
 Pemeriksaan secara fisual, adalah dengan melihat apakah ada kotoran,
luka bekas gesekan/ terbakar, tergores dan atau retak. Jika ada kotoran,
luka bekas gesekan/ terbakar, tergores dan itu hanya sedikit dapat
dibersihkan dengan kertas amplas yang halus. Jika kerusakannya parah,
perbaiki dengan menggunakan mesin bubut atau jika tidak
memungkinkan, ganti dengan plat penekan baru.
 Lakukan pengukuran kerataan plat kopling dengan straigh edge dan
filler gauge. Ketidakrataan max. adalah 0.5 mm.
 Jika ketidakrataannya melebihi spesifikasi, ratakan dengan
menggunakan mesin bubut atau jika tidak memungkinkan, ganti dengan
plat penekan baru.

Pemeriksaan dan pengukuran plat kopling adalah sebagai berikut :


 Pemeriksaan secara fisual, adalah dengan melihat apakah ada kotoran,
luka bekas gesekan/ terbakar, tergores dan atau retak. Jika ada kotoran,
luka bekas gesekan/ terbakar, tergores dan itu hanya sedikit dapat
dibersihkan dengan kertas amplas yang halus. Jika kerusakannya parah,
ganti kampas kopling atau ganti dengan plat kopling baru.
 Pemeriksaan dan pengukuran kedalaman paku keling dengan jangka
sorong. Batas kedalaman paku keling, minimal 0.3 mm. Jika kedalaman
sudah melebihi spesifikasi, ganti kampas kopling atau ganti dengan plat
kopling baru. Penggantian kampas kopling dilakukan dengan cara
melepas kampas kopling lama dengan merusak paku kelingnya dengan
bor, memasang kampas kopling baru dengan paku keling baru dengan
urutan menyilang. Lakukan pengetesan kerataan dan keolengan plat
kopling dengan bantuan dial indikator.
 Pemeriksaan kekocakan atau kerusakan torsion dumper. Jika ditemukan
kekocakan dan kerusakan pada torsion dumper, ganti dengan plat
kopling unit baru.
 Pemeriksaan keausan atau kerusakan alur-alur hub. Kaitkan/ pasangkan
plat kopling pada input shaft transmisi, plat kopling harus bergerak
dengan mudah tetapi tidak longgar. Jika macet atau longgar ganti
dengan plat kopling baru.
 Pemeriksaan run-out plat kopling. Dengan roller-instrumen
(mesin/alat-pemutar) dan dial indikator periksalah run-out plat kopling!
Bila run-out melebihi 0.8 mm, gantilah plat kopling dengan yang baru.
Pemeriksaan dan pengukuran fly wheel adalah sebagai berikut :
 Pemeriksaan secara fisual, adalah dengan melihat apakah ada kotoran,
luka bekas gesekan/ terbakar, tergores dan atau retak pada bidang
geseknya. Jika ada kotoran, luka bekas gesekan/ terbakar, tergores
bersihkan dengan kertas amplas yang halus. Jika kerusakannya parah,
ganti dengan fly wheel baru.
 Pemeriksaaan keausan gigi-gigi ring gear dari keausan dan kerusakan.
Jika terdapat kerusakan, ganti dengan ring gear yang baru. Penggantian
ring gear adalah dengan cara dipanaskan pada suhu 80 s.d. 100oC,
kemudian lepaskan ring gear lama dan pasangkan ring gear baru
dengan menggunakan mesin press. Pemanasan tidak boleh melebihi
120oC.
 Pemeriksaan run-out fly wheel. Dengan dial indikator periksalah run-
out fly wheel! Bila run-out melebihi 0.2 mm, gantilah fly wheel dengan
yang baru.
 Pemeriksaan pilot bearing. Putarkan bearing dan beri tenaga pada arah
axial. Jika putaran kasar dan terdapat kekocakan yang berlebihan, ganti
dengan pilot bearing yang baru.

Penggantian pilot bearing dilakukan dengan melepas pilot bearing


lama dengan sliding hamer dan kemudian memasangkan pilot bearing
baru.

Perakitan/ pemasangan unit kopling adalah dengan merakit clutch


cover assy terlebih dahulu baru dilanjutkan dengan pemasangan kampas
kopling. Prosedur pemasangannya adalah sebagai berikut :
 Berilah sedikit gemuk khusus pada alur plat kopling (clutch hub).
 Masukkan center clutch pada clutch hub dan atur posisi plat kopling.
 Pasangkan plat kopling pada fly wheel dengan panduan center clutch
dan atur posisinya supaya tepat di tengah.
 Pasangkan clutch cover unit dengan memperhatikan tanda yang telah
kita buat pada saat pembongkaran dan ketepatan knock pin.
 Pasangkan baut-baut pengikat clutch cover
 Lakukan pengerasan baut-baut pengikat secara bertahap. Mulailah
pengerasan dari baut yang paling dekat dengan knock pin secara
menyilang. Sebelum baut dikeraskan, pastikan lagi posisi plat kopling
dengan mengatur posisi center clutch.
 Keraskan baut pengikat sesuai momen spesifikasi pengencangan yaitu
berkisar 195 kg cm atau 19 N-m.
Setelah unit kopling terpasang dengan baik, pasangkan release lever
shaft, release lever dan release bearing pada dudukannya dengan
sebelumnya diberikan sedikit gemuk/ grease khusus pada beberapa bagian
yang bergesekan. Pastikan bahwa pengunci release fork terhadap porosnya
dan release bearing terhadap release fork terpasang dengan baik.
Setelah semua komponen unit kopling terpasang, rakitlah/ pasang unit
transmisi, unit pemindah transmisi, propeller (kendaraan tipe FR dan
FWD) dan release cylinder.

Perawatan dan Perbaikan Sistem Pengoperasian Kopling


a). Clutch Pedal
Perawatan pedal kopling adalah memeriksa dan mengukur free-
play pedal dan tinggi pedal. Penyetelan free play pedal dilakukan
dengan mengatur panjang pushrod (C-D), sedangkan penyetelan tinggi
pedal adalah dengan mengatur baut stopper pedal (A-B). Untuk lebih
jelas, lihat gambat di bawah ini!
Gambar 20. Pedal kopling dan atributnya

Komponen-komponen unit pedal kopling jarang mengalami


kerusakan, kecuali karet stopper, bushing dan pegas pengembali.
Setelah unit pedal kopling terbongkar maka periksalah secara visual
kondisi stopper, bushing dan pegas pengembali. Jika ditemukan
kondisinya aus/ lemah maka gantilah dengan yang baru. Sebelum
dipasang, lumasi bagian yang terdapat simbol “grease“ pada gambar di
atas. Setelah dilakukan pemeriksaan dan penggantian (bila diperlukan)
lakukan pemasangan kembali.

b). Clutch Master Cylinder


Clutch master cylinder pada umumnya berada di depan pedal
kopling, ada yang berada di ruang pengemudi namun ada juga yang
berada di ruang mesin depan, tergantung dari jenis kendaraan.
Perawatan yang dilakukan adalah memastikan jumlah minyak pada
recervoir harus selalu dijaga dalam jumlah yang cukup. Jika dalam
pemeriksaan pengujian kinerja master ditemukan gejala tekanan
kerjanya kurang, maka lakukan pembongkaran master cylinder.
Setelah master silinder terbongkar, lakukan pemeriksaan dan atau
pengukuran komponen-komponen yang sudah dibongkar, yang antara
lain : diameter master cylinder, diameter piston, piston dan seal, valve
assembly dan pegas

Gambar 21. Bagian-bagian master cylinder kopling

Bagian-bagian master cylinder sebagaimana terlihat pada gambar


di atas, yaitu : 1. Recevoir tank, 2. Snap ring, 3. Push rod, 4. Piston
and piston seal, 5. Spring retainer, 6. Compression spring, 7. Valve
stopper, 8. Conical spring, 9. Valve assembly
Setelah dilakukan pemeriksaan dan pengukuran jika ditemukan
keausan/ kerusakan komponen, lakukan perbaikan maupun
penggantian komponen yang tidak layak pakai. Pekerjaan selanjutnya
adalah merangkai master cylinder unit. Pada saat merakit master
cylinder berilah cairan ram pada karet-karet seal piston dan silinder.

c). Clutch Release Cylinder


Release cylinder biasanya dibautkan pada rumah transmisi.
Perawatan yang dilakukan adalah memeriksa dan memastikan tidak ada
kebocoran fluida. Jika terdapat adanya kebocoran maka pemeriksaan
selanjutnya adalah dengan pembongkaran. Lakukan pemeriksaan
komponen-komponen yang sudah dibongkar, yang antara lain :
diameter release silinder, diamater piston, piston dan seal dan pegas.
Lakukan penggantian jika ada komponen yang rusak. Setelah
pemeriksaan dan penggantian dilakukan maka release cylinder dapat
dirakit kembali dengan sebelumnya pastikan semua komponen bersih
dan pada piston dan silinder diberi cairan rem sebagai pelumasan saat
memasang.
Setelah dilakukan pembongkaran dan atau penggantian
komponen sistem hidrolik. Mekanisme penggerak kopling tipe hidrolik
harus dibleeding untuk mengeluarkan udara yang masuk ketika pipa-
pipa dan atau komponen lain dilepas atau karena kebocoran sistem.
Bleeding dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
 Buka tutup bleeder screw dan pasangkan selang plastik transparan
pada bleeder screw.
 Letakkan ujung selang yang lain pada wadah untuk menampung
limpahan minyak.
 Pompa pedal kopling dengan perlahan-lahan beberapa waktu
 Tahan pedal pada posisi menekan kemudian kendorkan bleeder
screw untuk mengeluarkan udara yang tercampur minyak.
 Lakukan langkah ke-3 dan ke-4 sampai tidak terdapat gelembung
udara pada minyak
 Jika sudah tidak terdapat gelembung udara pada minyak, keraskan
bleeder screw dan lepaskan selang dan lakukan pengecekan kerja
kopling

Perawatan untuk penggerak kopling tipe mekanis lebih sederhana,


yaitu memeriksa dan memastikan kelancaran gerak dari cable atau
linkage-nya. Lumasi bagian yang bergesekan dan pastikan tidak ada
bagian cabel yang tertekuk atau terjepit. Penyetelan mekanisme kabel
adalah dengan mengatur penyetel yang terdapat pada tumpuan ujung
rumah/ selongsong kabel.

3) Prinsip dan Konstruksi Sistem Transmisi Mobil


a) Transmisi Manual
Kendaraan memerlukan momen yang besar saat mulai berjalan,
akselerasi, jalan menanjak atau membawa beban yang berat, sedangkan
kecepatan tinggi dibutuhkan saat di jalan normal atau sesuai kebutuhan.
Momen yang dihasilkan oleh mesin relatif tetap, sehingga untuk
mendapatkan gaya dorong yang besar, momen perlu ditingkatkan.
Mekanisme utama yang digunakan untuk mendapatkan berbagai variasi
torsi/ momen itulah yang disebut transmisi. Transmisi juga diperlukan
untuk mengubah arah putaran. Dalam aplikasinya di kendaraan transmisi
harus mempunyai syarat-syarat antara lain : waktu pemindahan harus
cepat, mudah dan tidak berisik; konstruksinya kecil, ringan, mudah
dioperasikan dan dirawat; serta ekonomis dan memiliki effisiensi kerja
yang tinggi.
Variasi momen dilakukan dengan mereduksi kecepatan putar, melalui
pasangan roda gigi, sabuk dan puli serta sprocket dan rantai. Kebanyakan
untuk transmisi manual menggunakan pasangan roda gigi, transmisi
otomatis konvensional menggunakan planetary gear, sedangkan transmisi
otomatis CVT menggunakan sabuk dan puli. Sprocket dan rantai banyak
digunakan di sepeda motor. Untuk mendapatkan variasi kecepatan dan
momen dilakukan dengan menempatkan beberapa pasang roda gigi.
Jika dua roda gigi berpasangan (A dan B) dan salah satu (A) menjadi
pemutar, maka kecepatan putar roda gigi yang satunya (B) akan sesuai
dengan perbandingan gigi dari kedua roda gigi tersebut.

Gambar 22. Pasangan dua dan tiga roda gigi


Pasangan dua roda gigi biasa digunakan pada transaxle atau transmisi
satu tingkat. Penghitungan gear ratio dan kecepatan putaran digunakan
persamaan sebagai berikut:

Gear ratio (GR) Kecepatan


 gigiB nA TA  gigiA
putar B
GR    nB   nA
 gigiA nB TB  gigiB

Pasangan tiga roda gigi biasa digunakan pada roda gigi mundur.
Penghitungan gear ratio dan kecepatan putaran digunakan persamaan
sebagai berikut:

Gear ratio (GR)

 gigiB  gigiC  gigiC


GR   
 gigiA  gigiB  gigiA
Kecepatan putar C
 gigiA  gigiB  gigiA
nC    nA nC   nA
 gigiB  gigiC  gigiC
Dua pasangan roda gigi model poros paralel biasa digunakan pada
transmisi manual penggerak roda belakang.

Gambar 23. Konfigurasi empat roda gigi (paralel shaft)

Penghitungan gear ratio dan kecepatan putaran digunakan persamaan


sebagai berikut:
Gear ratio (GR)
 gigiB  gigiC 30 24
GR   GR    3.33
 gigiA  gigiD 12 18

Kecepatan putar C
12 18
nC    nA nC  0.3  nA
30 24

Transmisi menggunakan perbandingan roda-roda gigi untuk


mendapatkan variasi momen dan kecepatan. Tipe roda gigi yang banyak
digunakan pada transmisi adalah tipe Spur Gear dan Helical Gear.

Gambar 24. Spur gear dan helical gear


Transmisi manual pada umumnya menggunakan roda gigi–roda gigi
tunggal yang dipasangkan pada poros sejajar (paralel shaft). Transmisi
manual biasa dikategorikan dengan jumlah tingkat pasangan roda gigi
yang dilewati aliran tenaga (power flow) dari satu poros ke poros yang
lainnya (stage), tipe penguncian/ perkaitan gigi (engagement) dan jumlah
tingkat kecepatannya (speed). Berdasarkan kategori yang pertama
transmisi manual dibedakan menjadi 3 yaitu : single-stage transmission,
double-stage transmission dan three-stage or multi-stage transmission.

Gambar 25. Single, double and three stage transmission


Berdasar kategori perkaitan gigi (engagement), transmisi selective
gear yaitu transmisi yang tingkat kecepatannya di dapat dengan memilih
pasangan gear yang disediakan. Transmisi selective gear ada beberapa
jenis, yaitu sliding-mesh, constant-mesh dan sychromesh. Pada
perkembangannya hampir semua transmisi manual pada kendaraan
sekarang ini mayoritas adalah model selective gear dan mayoritas
menggunakan tipe perkaitan gigi model synchromesh, kecuali pada gigi
mundur sebagian besar masih menggunakan sliding-mesh dan sebagian
kecil mengaplikasi constan-mesh. Transmisi manual adalah transmisi yang
dalam pemindahan/ pemilihan kecepatan diatur/ dikontrol secara manual
oleh pengemudi melalui tuas pemindah.

Gambar 26. Transmisi sliding, constant dan synchromesh

 Sliding-mesh Type
Transmisi sliding-mesh dilengkapi dengan sliding gear yang
dipasangkan pada poros out-put. Dengan meluncurkan/ men-sliding-
kan sliding gear berkaitan dengan counter gear maka diperoleh
berbagai perbandingan.

 Constant-mesh Type
Pada tipe constant-mesh perkaitan roda giginya tetap atau
konstan, tetapi roda gigi percepatannya dipasang bebas terhadap poros
output. Untuk mendapatkan variasi kecepatan adalah dengan mengunci
roda gigi percepatan terhadap poros output. Pengunci roda gigi
percepatan tersebut dinamakan roda gigi kopling atau collar. Bila
dibandingkan dengan sliding-mesh, constan-mesh perkaitannya lebih
baik dan tidak menimbulkan kerusakan gigi. Penguncian oleh collar/
gigi kopling masih menggunakan konsep sliding, tetapi karena gigi
kopling kecil, maka gaya yang diterima lebih kecil sehingga keausan
lebih sedikit.
 Synchronmesh Type
Perkaitan roda gigi transmisi synchronmesh adalah konstan atau
tetap, sama dengan transmisi tipe constan mesh. Penyempurnaan pada
synchronmesh adalah penyamaan putaran roda gigi dengan poros
output pada saat akan dikunci. Konsep penyamaan putarannya
mengadopsi fungsi kopling. Kopling yang digunakan adalah kopling
kerucut. Konstruksi transmisi terlihat pada gambar di bawah.

Gambar 27. Transmisi synchronmesh

Kopling kerucut yang digunakan diberi nama synchronmesh


unit. Konstruksi unit synchronmesh dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 28. Synchronmesh unit


Prinsip kerja penyamaan putaran pada saat penguncian adalah
sebagai berikut :
Hub sleeve mendorong bagian atas dari shifting key dan shifting
key mendorong synchronizerring sehingga synchronizerring
berhubungan dengan teeth dog gear yang menyebabkan
synchronizerring ikut berputar

Gambar 29. Kerja synchronmesh


Hub sleeve mendorong dengan kuat shifting key dan
synchronizerring sehingga synchronizerring menekan teeth dog gear
menyebabkan kecepatan putar dari gigi percepatan sama dengan
kecepatan putar hub sleeve. Hub sleeve terus bergerak ke kanan dan
alur-alur pada hub sleeve berkaitan/ berhubungan dengan teeth dog gear
pada gigi percepatan.

Pada kendaraan ada beberapa istilah untuk transmisi. Transaxle biasa


digunakan untuk menyebut transmisi yang digunakan kendaraan dengan
mesin depan berpenggerak roda depan (FF), sedangkan transfer digunakan
untuk menyebut transmisi tambahan bagi kendaraan empat penggerak roda
(4x4/ 4 WD/ AWD). Pada dasarnya semua itu adalah selective gear
transmission. Pada transaxle adalah model single stage yang integrative
dengan unit differential-nya sedangkan pada transfer adalah model
transmisi multi stage dengan double output.
a) Mekanisme Pemindahan Gigi
Mekanisme kontrol pemindah gigi (gear shift control mechanism)
adalah mekanisme kontrol untuk memilih tingkat percepatan gigi dari
ruang pengemudi. Mekanisme pemindah terbagi menjadi dua tipe:
 Tipe pengontrol langsung (Direct Control)
Pada tipe ini tuas transmisi letaknya berada di lantai kendaraan
pada ruang kabin pengemudi dan langsung mendapatkan shift fork shaft
head, sehingga mempunyai beberapa keuntungan yaitu: penempatan
mekanismenya mudah, pemindahan lebih lembut dan mudah serta
konstruksinya sederhana.
 Tipe Pengontrol Tidak Langsung/ Remote Control
Pada tipe ini tuas pemindah (shift lever) tidak secara langsung
mendapatkan shift fork shaft, melainkan melalui perantara batang-
batang atau kabel penghubung, dikarenakan posisi atau jarak yang tidak
memungkinkan. Ada 3 jenis remote control yaitu: column type, console/
dashboard type dan floor shift type. Pada column type, shift lever
terletak pada steering column, digunakan pada kendaraan tipe FR
(mesin depan penggerak roda belakang), floor shift type, shift lever
terletak pada lantai, digunakan pada kendaraan FF (mesin depan
penggerak roda depan), sedangkan dashboard type, shift lever terletak
pada console/ dashboard, seperti yang digunakan pada Daihatsu
Grandmax. Untuk mencegah getaran ke tuas pemindah digunakan
insulator karet (rubber insulator).

b) Mekanisme Pengaman
Mekanisme pemindah harus bekerja dengan cepat, mudah dan
aman. Kondisi aman operasional transmisi adalah jika dapat
menghindari terjadinya posisi ganda, kesalahan pemindahan ke posisi
mundur pada saat kendaraan berjalan maju dan terjadinya pemindahan
gigi yang tidak dikehendaki atau kembali ke netral dengan sendirinya.
Terdapat beberapa mekanisme pengaman yang ada, diantaranya adalah
:
 Mekanisme pencegah hubung ganda (Double meshing prevention
mechanism)
Mekanisme ini berfungsi untuk menghindarkan kesalahan
pemindahan gigi sehingga ada 2 posisi yang masuk bersamaan,
misalnya gigi 1 dan 3 atau gigi 2 dan 4. Ada dua cara untuk
mendapatkan mekanisme kerja ini. Pertama dengan memberi plat
pengunci garpu pemindah (shift fork lock plate) dan baut pengunci
(lock ball). Selain itu bentuk kepala poros garpu pemindah (shift fork
shaft head) juga dibentuk secara khusus.
Poros tuas pemilih dan pemindah dapat bergerak pada arah
pemilihan namun akan terkunci pada arah pemindahan. Pada saat
shift fork plate berposisi dalam dua buah slot pada shift fork head
dan menahan semua garpu pemindah kecauli yang tidak terhalangi
oleh plat pengunci.
Mekanisme yang ke dua yaitu dengan memasang pin pengaman
pada poros garpu pemindah (shift fork shaft interlock). Poros garpu
pemindah diberi dua atau tiga coakan dipasang sejajar dan sebidang
dengan jarak yang tidak terlalu jauh, dipisahkan oleh rumah
transmisi. Suatu pin dipasangkan diantara poros yang saling
berdekatan.
Jika salah satu poros bergeser maka interlock pin akan tergeser
masuk ke coakan/ cekungan poros disampingnya sehingga poros
disampingnya tidak akan bisa bergeser. Dengan demikian hanya ada
satu kemungkinan posisi gigi yang berdekatan bisa masuk.
 Mekanisme penahan
Mekanisme penahan menjaga agar posisi pemindahan gigi tidak
lepas dan kembali ke posisi netral dan atau masuk posisi gigi dengan
sendirinya. Mekanisme ini biasa disebut mekanisme deten (detent
mechanism). Mekanisme ini menahan poros garpu pemindah agar
tidak dengan mudah bergeser. Poros garpu pemindah dibuat
cekungan-cekungan, ada yang berjumlah 3 ada yang 2, tergantung
posisi kerja garpu. Pada cekungan tersebut ditekankan sebuah bola
deten (detent ball) oleh pegas. Gaya tekan pegas membuat bola deten
masuk ke cekungan poros dengan kuat. Mekanisme ini selain untuk
penguncian agar posisi pemindahan tidak lepas, juga untuk membuat
efek langkah tuas pemindah menjadi terasa bagi pengemudi jika
gigi-gigi sudah berposisi dengan tepat dan penuh.
Roda gigi mundur kebanyakan sliding gear. Salah satu ciri gigi
sliding adalah mudah meluncur pada porosnya, sehingga jika poros
posisinya miring, gigi akan cenderung bergeser. Mengantisipasi hal
tersebut, mekanisme detent biasanya juga dipasangkan khusus untuk
menahan roda gigi mundur agar tidak dengan mudah dan tidak
diinginkan masuk posisi. Mekanisme ini selain untuk menahan gigi
mundur, juga untuk membuat efek langkah tuas pemindah menjadi
terasa bagi pengemudi jika gigi-gigi sudah berposisi dengan tepat
dan penuh pada posisi mundur.
 Mekanisme pencegahan gigi masuk mundur
Kendaraan dengan 3 atau 5 kecepatan maju mempunyai posisi
yang berbahaya pada konfigurasi tuas transmisinya. Pada saat posisi
3 atau 5 jika digeser maka akan ada kemungkinan keliru masuk ke
posisi mundur, karena posisi tersebut berhadapan dengan posisi
mundur.
Mekanisme ini dibuat untuk mencegah kesalahan pengoperasian
oleh pengemudi. Konsep kerja dari mekanisme tersebut adalah
posisi mundur hanya bisa dilakukan jika dari posisi netral. Jika dari
posisi 5 ditarik langsung ke posisi mundur maka akan tertahan dan
tidak bisa berposisi.

b) Transmisi Otomatis
Transmisi otomatis adalah transmisi yang perpindahan tingkat
percepatan giginya berlangsung secara otomatis. Pada awalnya transmisi
otomatis adalah model roda gigi planet (conventional automatic
transmission), kemudian berkembang ke model belt-pully yaitu
continuous variable transmission (CVT)dan akhir-akhir ini transmisi
selective gear pun dibuat otomatis yang dikenal dengan automated manual
transmission (AMT). Pada modul ini akan dibahas transmisi otomatis
model konvensional dan model CVT.
Transmisi otomatis adalah transmisi yang pemindahan gigi dan
operasional koplingnya dilakukan secara otomatis. Perpindahan tingkat
momen dan kecepatannya terjadi secara otomatis oleh mekanisme
mekanis, hidrolis, elektronis dan atau kombinasi ketiganya. Kerja
mekanisme pemindah tersebut berdasar sensor yang memantau kondisi
pengendaraan, jalan dan beban kendaraan. Transmisi otomatis mempunyai
keunggulan:
 Mengurangi beban stress pengemudi sehingga meningkatkan
keselamatan berkendara dan pengemudian menjadi lebih nyaman.
 Pemindahan gigi lebih cepat dan tepat sehingga konsumsi bahan bakar
lebih rendah
Transmisi otomatis ditinjau dari roda gigi yang digunakan dibedakan
menjadi dua jenis yaitu transmisi otomatis dengan pasangan roda gigi
(countershaft-type automatic transmission) dan transmisi otomatis dengan
roda gigi planetari (planetary gear type atuotomatic transmission atau
biasa juga disebut conventional automatic transmission). Pada modul ini
akan dipelajari tentang planetary gear type atuotomatic transmission.
Pada transmisi otomatis konvensional secara garis besar dibagi
menjadi 3 bagian utama, yaitu: torque converter, planetary gear dan
control system. Control system terdiri dari sebuah sistem hidrolik atau
elektro-hidrolik komplek yang mengendalikan bekerjanya kopling dan
rem untuk melakukan konfigurasi pada planetary gear set. Sebuah blok
diagram dari sebuah transmisi otomatis dapat dilihat pada gambar berikut
ini.
Gambar 30. Bagan sistem transmisi otomatis konvensional

a) Torque Converter
Kopling utama yang digunakan pada transmisi otomatis konvensional
adalah torque converter. Torque converter mempunyai keunggulan tidak
hanya memindahkan kecepatan putar saja tetapi juga sekaligus
mengkorversi torsi. Selain itu torque converter juga mempunyai
keunggulan untuk meredam beban getaran dan beban kejutan torsi,
meredam gaya reaksi kepada mesin dan tidak terjadi keausan secara
mekanis. Namun torque converter juga mempunyai kelemahan, yaitu
effisiensi pemindahannya kurang baik.
Peranan dari torque converter, sebagaimana ditunjukkan oleh
namanya, adalah sebagai unit pemindah momen dari mesin ke transmisi
dan meningkatkan momen melalui aliran fluida (Automatic Transmission
Fluid ”ATF”). Karena dihubungkan langsung ke mesin pada sisi drive
plate, maka torque converter sekaligus juga berfungsi sebagai fly wheel.
Oleh karena itu drive plate lebih ringan dan lebih tipis dibanding fly wheel
pada mesin dengan transmisi manual.
Bentuk torque converter adalah seperti donat besar yang terdiri dari
beberapa komponen utama yaitu converter cover, pump impeller, turbin
runner, stator serta one-way clutch. Pada konstruksi dasar torque
converter. Pada beberapa tipe juga ditambahkan unit lock-up yang
berfungsi untuk meningkatkan effisiensi pemindahan putaran hingga
100% (tidak ada slip).
 Converter cover
Merupakan rumah dari komponen-komponen torque converter.
Didalamnya terdapat pump impeller, turbin runner, stator, one-way
clutch dan ATF. Pada bagian pusat converter cover terdapat pilot yang
dipasangkan pada crankshaft sisi bagian belakang mesin dan membantu
menjaga ketepatan/ kelurusan pemasangan. Torque converter
dipasangkan pada drive plate dengan baut yang diulirkan ke dalam boss
pada converter cover. Sebuah drive sleeve dipasangkan dengan cara
dilas pada ujung depan yang berfungsi untuk menggerakkan pompa
yang bertindak sebagai sumber pasokan fluida untuk transmisi otomatis
 Pump Impeller
Rangkaian bilah-bilah baja dipasangkan dengan cara dilas pada
bagian dalam converter cover. Bentuk khususnya secara akurat
mengontrol arah aliran fluida.
 Turbin Runner
Turbin runner bentuknya mirip pump impeller, dengan rangkaian
bilah-bilah baja berbentuk mangkuk, yang terpasang mengambang di
dalam converter cover, tepat di depan pump impeller. Hub/ spline pada
bagian pusat turbin dipasangkan dengan input shaft transmisi.
 Stator dan One-way clutch
Stator terbuat dari alumunium tuang. Pada bagian tengah stator
dipasangkan one way clutch. Hub one way clutch dihubungkan ke
rumah transmisi. One way clutch atau sering juga disebut free wheel,
merupakan kopling satu arah, yakni hanya dapat berputar pada satu arah
saja. Free wheel ada dua tipe yaitu sprag type dan roller type.
 Prinsip Kerja Torque Converter

Gambar 31. Prinsip peningkatan momen pada converter

Jika kita meletakkan rangkaian mangkuk pada tepian roda, lalu


menyemprotkan fluida secara langsung ke arah mangkuk, gaya “A”
bekerja pada roda, sedangkan kembalinya fluida menghasilkan gaya
“B”, seperti terlihat pada gambar di atas. Jika kita meletakkan piringan
pengarah di depan mangkuk, tetapi tidak terhubung dengan mangkuk,
fluida pada waktu itu akan dibalikkan arahnya kembali ke mangkuk.
Kita dapat memperoleh kembali kerugian energi dan meningkatkan
gaya dorong terhadap roda. Dengan kata lain roda sekarang memiliki
dua gaya dorong yaitu gaya “A” dan gaya “B” yang bekerja mendorong
roda dan mempertinggi momen punitr roda. Piringan pengarah tersebut
pada aplikasinya di sebut stator.
Pada siklus selanjutnya, kita memperoleh keuntungan energi lebih
lanjut, yaitu pada saat kita mulai dengan gaya “A” ditambah “B” dan
total gaya baliknya akan mendorong mangkuk ditambah gaya “A”. Ini
merupakan penjelasan bagaimana converter bekerja.

 Kerja Stator
Ketika turbin runner diam atau berputar lebih lambat dari pump
impeller, fluida kembali ke pump impeller berubah arah mengikuti
bentuk sudu turbin. Perubahan arah ini mengurangi energi pump
impeller sebab fluida membentur sudu-sudu pump impeller. Sudu-sudu
stator dibuat dengan sudut terbalik dan membetulkan arah aliran balik
fluida ke impeller pump. Momen puntir mesin ditingkatkan oleh energi
dari gaya balik fluida yang selalu meningkat dan menghasilkan
penambahan gaya pada turbin.
Segera setelah kecepatan pump impeller dan turbin runner mulai
sama, aliran balik fluida dari turbin berubah dan aliran mulai bekerja
pada belakang sudu-sudu stator. One-way clutch pada stator sekarang
mulai memungkinkan stator berputar searah putaran pump impeller.

 Cara Operasi One Way Clutch


Pada kondisi operasi normal, dimana kecepatan turbin lebih rendah
dari kecepatan impeller, one way clucth mengunci stator pada rumah
transmisi, menahan sudu-sudu pada sudut optimumnya untuk pelipat-
gandaan torque.
Telah disebutkan sebelumnya, bahwa kecepatan awal dari turbin
sesuai dengan kecepatan impeller, aliran fluida secara langsung lebih
cepat melintas antara pompa dan impeler. Konsekuensinya, sudu-sudu
stator akan mulai bercampur dengan jalur aliran fluida, dan fluida mulai
bekerja pada bagian belakang sudu-sudu stator.
Pada waktu tersebut, one-way clutch mulai bekerja dan stator
berputar pada kecepatan yang hampir sama dengan kecepatan pump
impeller. Kondisi itu disebut sebagai titik operasi clucth point.Pada saat
itu torque converter tidak meningkatkan output torque dan hanya
menjadi sebuah kopling fluida sederhana dengan perbandingan torque
output 1:1.
Gambar 32. Ilustrasi kerja one way clutch
Ada dua bentuk one-way clutch yang umum digunakan, yakni tipe
Sprag dan tipe Roller. Pada prinsipnya kerja keduanya sama, jika
kecepatan outer lebih tinggi daripada kecepatan inner, sprag element
atau roller tidak melawan dan terjadi perputaran bebas. Jika kecepatan
inner menjadi lebih besar lagi dari kecepatan outer, maka clutch akan
mengunci.

 Lock-up
Efisiensi kopling fluida maupun torque converter susah/ tidak
pernah 100%, karena hampir selalu ada slip antara impeller dan turbin.
Untuk mengatasi hal itu maka digunakan mekanisme lock-up pada
torque converter, yang berfungsi untuk menghilangkan slip dan
kehilangan tenaga/ putaran antara impeller dan turbin. Lock-up adalah
mekanisme kopling mekanis yang menghubungkan langsung output
(turbin) dan input (impeller/ cover) untuk menjadi satu kesatuan
mekanis. Kopling mekanis tersebut dioperasionalkan oleh piston yang
dikontrol tekanan fluida.
Gambar 33. Torque Converter with Lock-up saat “un-Lock”

Tekanan fluida yang mengontrol gerakan piston lock-up diatur oleh


lock-up control valve. Lock-up control valve diatur oleh speed cut valve,
yang mendapat sinyal dari sensor kecepatan (governor valve/ speed
sensor). Jika sinyal kecepatan belum memenuhi, maka speed cut valve
tidak memberi tekanan fluida kepada lock-up control valve, sehingga
tekanan fluida yang mengalir ke depan dan belakang piston lock-up
sama besar. Karena tekanan di depan dan belakang piston sama besar
maka piston tetap bebas, sehingga tenaga mesin tetap diteruskan/
dipindahkan lewat fluida sebagaimana konsep torque converter biasa.

Gambar 34. Torque Converter with Lock-up saat “Lock”


Saat kecepatan kendaraan mencapai nilai tertentu, sinyal dari
governor/ speed sensor akan membuat speed cut valve bekerja memberi
tekanan pada lock-up control valve, sehingga fluida yang mengalir ke
depan piston lock-up di alirkan ke drain dan tekanannya turun. Dengan
turunnya tekanan di depan piston sementara tekanan di belakang piston
tetap, menyebabkan piston terdorong ke depan dan menekan kampas
kopling menempel ke torque converter cover. Dengan menempelnya
kampas kopling maka putaran mesin diteruskan melalui torque
converter cover plat kopling dan langsung ke turbin dan input transmisi.
Hubungan mekanis inilah yang menyebabkan kecil kemungkinan
terjadinya slip dan kehilangan.

b) Planetary Gear
Planetary gear set terdiri dari sun gear, pinion gears (planet gears),
ring gear (internal gear) dan planetary carrier.

Gambar 35. Konstruksi dasar planetary gears

Ada juga planetary gear set yang mempunyai dua unit roda gigi planet
dan dua unit roda gigi planet roda gigi matahari namun menggunakan satu
ring gear, sebagaimana yang diproduksi oleh Ravigneaux, seperti terlihat
pada gambar berikut ini :
Gambar 36. Konstruksi Ravigeneaux planetary gear-set

Planetary gear set penyusun utamanya terdiri dari ring gear/ internal
gear, planet gear/ pinion gear, sun gear dan planet carrier. Secara prinsip,
kerja planetary gear unit adalah dengan mengunci satu atau lebih dari 3
komponennya yakni sun gear, ring gear atau planet carrier. Penguncian
dapat dikendalikan secara manual ataupun dikontrol secara hidrolis,
elektrik, pneumatik dan atau gabungan. Pengunci komponen
menggunakan rem, sedangkan penggabungan dua bagian komponen
menggunakan kopling.

Gambar 37. Simbol penggambaran planetary gear set


Ratio dapat dihitung seperti perbandingan dua roda gigi yakni jumlah
gigi roda gigi yang diputar dibagi jumlah gigi roda gigi pemutarnya.
Jumlah gigi planetary carrier adalah jumlah gigi sun gear ditambah
jumlah gigi ring gear.
Putaran dan tenaga pada planetary gear unit diteruskan/ dipindahkan
dengan posisi-posisi pada planetary gear set antara lain :
 Netral
Jika tidak ada salah satu komponen yang ditahan, maka tidak
ada tenaga putaran yang diteruskan. Jika salah satu komponen diputar,
komponen yang lain berputar bebas tidak meneruskan daya atau torsi.
 Percepatan
Jika salah satu komponen dikunci maka akan ada penyaluran
daya atau torsi. Percepatan terjadi jika jumlah gigi input lebih banyak
dari gigi output. Sebagai contoh jika kita mengunci sun gear dan input
berasal dari planet carrier sedang ring gear sebagai output, maka
putaran output lebih tinggi dibanding input.
 Perlambatan
Perlambatan terjadi jika jumlah gigi input lebih sedikit dari gigi
output. Sebagai contoh jika kita mengunci sun gear dan input berasal
dari ring gear sedang planet carrier output, maka putaran output lebih
rendah dari input.
 Penyaluran langsung (1 : 1)
Jika kita menahan 2 komponen dari planetary gear set bersama-
sama maka putaran akan diteruskan secara langsung, sehingga
putaran input sama dengan output.
 Putaran balik (mundur)
Putaran balik didapat dengan menahan planetary carrier.
Putaran input akan berlawanan dengan putaran output.
c) Clutch, Brake and Band
Kopling dan rem adalah mekanisme yang digunakan untuk mengatur
agar planetary gears dapat meneruskan tenaga. Kopling bekerja
menghubungkan antara bagian-bagian yang berputar. Rem bekerja
menahan satu atau lebih komponen planetary gear yang berputar. Kopling
dan rem mempunyai bentuk yang hampir sama. Bedanya adalah
penempatannya. Kopling ditempatkan diantara 2 bagian yang saling
bergerak, sedangkan rem ditempatkan diantara bagian yang bergerak dan
diam. Band merupakan rem berbentuk sabuk yang menahan putaran
tromol.
 Clutch (Kopling)
Pada unit transmisi otomatis ada lebih dari 2 unit kopling yang
dipasangkan. Kopling yang digunakan adalah multiple disc tipe basah
dan kopling satu arah. Kopling bekerja karena adanya tekanan minyak
dari sistem kontrol hidrolik. Minyak bertekanan mengalir ke silinder
dan mendorong piston check ball sehingga check valve tertutup.
Dengan tertutupnya check valve maka piston akan terdorong dan
menekan plate berhubungan dengan disc, sehingga kopling bekerja
meneruskan putaran dan tenaga. Pada saat tekanan minyak dibebaskan
tekanan di dalam silinder akan menurun yang menyebabkan check
ball lepas oleh gaya sentrifugal dan check valve terbuka. Dengan
terbukanya check valve maka minyak keluar dan tekanan di dalam
silinder dengan cepat menurun, dan piston akan kembali oleh adanya
tekanan pegas pengembali sehingga kopling bebas. Ilustrasi dibawah
ini menggambarkan kondisi kerja koling menyalurkan tenaga.
Ilustrasi kerja kopling adalah sebagai berikut:
Gambar 38. Ilustrasi kerja kopling

Gambar di bawah menunjukkan konfigurasi kerja dua unit


kopling (C1 dan C2), dimana konfigurasi pertama C1 ”ON”, C2
”OFF”, konfigurasi pertama C1 ”OFF”, C2 ”ON”, dan konfigurasi
ketiga C1 ”ON”, C2 ”ON”.

Gambar 187. Ilustrasi penyaluran tenaga saat C1 atau C2 aktif

Gambar 39. Ilustrasi penyaluran tenaga saat C1 dan C2 aktif


 Brake (Rem)
Rem mempunyai bentuk yang hampir sama dengan kopling.
Jumlahnya juga lebih dari satu unit. Rem juga bekerja karena adanya
tekanan minyak dari sistem kontrol hidrolik. Ilustrasi kerja rem adalah
sebagai berikut : pada silinder rem B2 dan B3 ini tidak dipasangkan
check ball dan hanya mengandalkan gaya sentrifugal untuk
mempercepat keluarnya minyak dari dalam silinder begitu tekanan
input hilang.

Gambar 40. Ilustrasi kerja rem


 Band (sabuk)
Brake band dipasangkan melingkar pada sisi luar brake drum.
Salah satu ujungnya dipasangkan pada rumah transmisi dan ujung
satunya terpasang pada brake piston pada servo hidrolik.

Gambar 41. Posisi brake band dan servo

Jika servo hidrolik bekerja maka piston akan menekan ujung


brake band sehingga membelit brake drum. Cara kerja secara
sederhana dapat diuraikan sebagai berikut :
Jika fluida bertekanan masuk ke dalam silinder/ servo maka
piston akan terdorong menekan outer spring. Piston rod akan
bergerak karena terdorong piston. Gerakan piston rod akan menekan
salah satu ujung band. Karena ujung yang lain band diikatkan ke
rumah transmisi, maka diameter band akan mengecil sehingga
mengikat drum. Pada kondisi ini akan terjadi gesekan yang kuat antara
band dan drum, sehingga drum yang merupakan perpanjangan posisi
dari salah satu elemen planetary gear menjadi tertahan/ berhenti.
Pada saat tekanan hidrolik yang masuk ke dalam servo
dihilangkan maka piston dan piston rod akan terdorong kembali ke
posisi awal, sehingga band kembali membesar yang menyebabkan
drum terbebas dari belitan band. Inner spring berfungsi untuk
meredam gaya reaksi drum dan meredam kejutan saat band mengikat
drum.

Gambar 42. Kerja servo meredam reactive force


d) Sistem Kontrol Elektronik

Gambar 43. Skema sistem kontrol hidrolik transmisi otomatis


Transmisi otomatis konvensional (transmisi planetary gear) pada
awalnya menggunakan sistem kontrol hidrolik penuh untuk pengendalian
kerja dari holding device. Dua sensor hidrolik utama yang dipakai adalah
sensor bukaan katup gas dan sensor kecepatan kelajuan kendaraan. Bukaan
katup gas dipantau oleh katup hidrolik yang diberi nama “throttle valve”
sedangkan kecepatan kendaraan terpantau oleh katup hidrolik yang diberi
nama “governor valve”.

Gambar 44. Skema sistem kontrol elektronik-hidrolik transmisi otomatis

Pada perkembangannya, kontrol transmisi tidak hanya menggunakan


sistem hidrolik untuk mengendalikan kerja dari holding device. Sistem
elektronik ditambahkan pada sistem kontrol, sehingga mengimplementasikan
sistem electronik-hidrolik. Dua sensor hidrolik utama yang dipakai adalah
sensor bukaan katup gas dan sensor kecepatan kelajuan kendaraan. Bukaan
katup gas dipantau oleh sensor yang diberi nama “throttle position sensor
(TPS)” sedangkan kecepatan kendaraan terpantau oleh sensor yang diberi
nama “speed sensor”. Berikut ini diilustrasikan sistem kontrol transmisi
electronik-hidrolik.

Berdasarkan gambar skema di atas, terlihat bahwa sistem telah


mengaplikasi electronic control unit (ECU) untuk mesin dan transmisi. ECU
mesin dan transmisi saling bersinergi untuk menghasilkan konfigurasi posisi
transmisi yang tepat dengan mengirimkan sinyal ke aktuator yang berupa
solenoid atau stepper motor. Sistem kontrol elektronik pada transmisi
otomatis dapat diuraikan lebih detail pada bagan/ skema berikut ini:

Gambar 45. Skema rinci sistem kontrol elektronik-hidrolik transmisi


otomatis

Kalau kita cermati dari gambar di atas, sistem kontrolnya sudah


komprehensif dan saling terkait dengan sistem-sistem kontrol yang lain,
seperti engine ECU dan cruise control ECU. Dengan terintegrasinya sistem
maka sistem kontrol menjadi semakin baik dan peka terhadap berbagai kondisi
pengendaraan, sehingga posisi transmisi menjadi sangat adaptif dan aktif
menyesuaikan.

Dengan adanya check conector maka transmisi dapat dipindai dengan


alat khusus untuk memantau dan memastikan sistem dalam kondisi dan
kinerja yang baik. Pada perkembangannya, check conector transmisi otomatis,
saat ini sudah terintegrasi dengan Engine ECU melalui socket on-board
diagnosis (OBD) yang saat ini mayoritas sudah terimplementasi OBD2.
Dengan alat vehicle scanner atau yang dulunya disebut engine scanner kita
dapat memantau kondisi komponen dan kinerja komponen dan atau sistem,
melalui data-data yang ditampilkan (current data) serta dapat memantau kode
masalah, jika sistem mengalami masalah.

Sistem kontrol transmisi jenis elektronik pada dasarnya adalah


membantu mengatur sistem hidrolik agar bekerja mengendalikan holding
device dengan lebih tepat dan cepat. Sebagaimana telah disebutkan di atas,
aktuator dari ECT ini adalah solenoid dan atau motor stepper yang
menggerakkan katup hidrolik untuk bergerak membuka dan menutup
sehingga fluida mengalir ke shift valve dan valve-valve yang lain sesuai
dengan inputan sensor yang telah diproses oleh ECT. Gambar skema
selengkapnya adalah sebagai berikut:

Gambar 46. Skema rinci sistem kontrol elektronik-hidrolik transmisi


otomatis
4) Perawatan dan Perbaikan Sistem Transmisi Mobil
Perawatan yang dilakukan pada transmisi adalah menjaga supaya kerja
transmisi tetap optimal. Perawatan dilakukan juga dengan pemeriksaan-
pemeriksaan komponen. Pemeriksaan dilakukan untuk mencegah suatu
problem atau untuk memastikan penyebab suatu problem. Pemeriksaan
pencegahan atau perawatan dilaksanakan secara berkala dan rutin untuk
memeriksa/ menjaga kondisi komponen dan kerjanya. Sedang pemeriksaan
guna memastikan penyebab kerusakan harus dilakukan dengan betul - betul
cermat dan perlu analisa kasus dan perlu pemeriksaan komponen dengan teliti
dan runtut.
Memastikan kecukupan dan kualitas pelumasan merupakan perawatan
yang rutin dilakukan. Pelumas transmisi pada umumnya menggunakan
pelumas dengan SAE 90. Pemeriksaan terhadap kebocoran pelumas dan
bunyi-bunyi tidak normal pada unit transmisi dilakukan dengan mendongkrak
roda penggerak dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:
 Dongkrak roda penggerak kendaraan pada posisi yang aman. Jangan lupa
ganjal roda yang tidak di dongkrak.
 Periksa kelonggaran baut-baut pengikat.
 Periksa jumlah pelumas dan periksa juga kebocoran minyak pada rumah
transmisi dan seal mekanisme pemindah.
 Putarkan roda penggerak dengan menjalankan mesin pada putaran lambat,
sedang, tinggi, diperlambat dan dipercepat dengan tiba-tiba.
 Putarkan juga pada semua tingkat gigi percepatan.
 Dengarkan dengan teliti dan cermat suara-suara yang berasal dari
transmisi.
 Lakukan pemeriksaan dan pengamatan atau dengan perasaan juga
kelancaran pemindahan tingkat gigi percepatan.

Apabila ditemukan/ terdengar bunyi yang abnormal, maka pastikan


dengan pasti dimana sumber bunyinya. Jika terdapat pada rumah transmisi
maka lakukanlah pemeriksaan secara terlepas atau dengan pembongkaran
unit transmisi. Gangguan atau permasalahan yang sering timbul pada unit
transmisi adalah timbul bunyi pada saat berjalan dan saat akselerasi maupun
deselerasi. Pemeriksaan terpisah dengan pembongkaran pada unit transmisi
manual diperlukan untuk memastikan permasalahan dalam unit transmisi.
Pada kendaraan, untuk dapat membongkar transmisi haruslah terlebih
dahulu melepas komponen-komponen lain yang terkait/ menghalangi, antara
lain :
 Release cylinder unit (dengan pipa tetap terpasang)
 Propeller unit (untuk kendaraan tipe FR atau FWD)
 Sistem pengoperasian transmisi

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pembongkaran antara


lain adalah :
 Pastikan sebelum unit transmisi dibongkar, tidak ada kebocoran atau
kerusakan/ gangguan lain.
 Sebelum dibongkar, cuci/ bersihkan kotoran pada badi transmisi supaya
tidak masuk ke dalam bak dan mengotori komponen pada saat
pembongkaran.
 Bila ada bagian yang berhubungan tetapi lengket, jangan mengungkit
bagian tersebut dengan obeng atau sejenisnya. Gunakan palu plastik untuk
memisahkan bagian yang lengket.
 Jagalah jangan sampai permukaan oil seal atau permukaan kontak rumah
transmisi tergores. Ganjal dengan balok kayu saat bekerja.
 Letakkan bagian-bagian yang dibongkar ditempat yang aman secara
teratur dan lindungi dari kotoran.
 Saat diperlukan mengganti seal, lepaskan seal lama dan kemudia bersihkan
dudukannya. Setelah bersih pasangkan seal yang baru.
 Pada saat merakit kembali, bersihkan dan keringkan terlebih dahulu
komponen-komponennya, baru kemudian diolesi dengan oli secukupnya.
Pemeriksaan unit transmisi pada kondisi terbongkar, adalah dengan
melakukan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut :
 Pemeriksaan bearing poros transmisi dan bearing roda gigi.
Pemeriksaan dilakukan dengan pengamatan visual, diuji
kelancaran gerakan putarnya serta diuji kekocakan aksialnya. Jika terdapat
kekocakan axial berlebihan atau putarannya tidak lancar, gantilah dengan
bantalan baru.
 Pemeriksaan celah antar roda gigi
 Pemeriksaan synchronizering
Pemeriksaan dilakukan dengan menekan dan memutar
synchronizering pada cone guna mengetahui efek pengeremannya. Jarak/
celah antara synchronizering dan teeth dog dengan filler gauge. Selain itu
pemeriksaan dilakukan secara visual untuk mengetahui keausan gigi-
giginya.
 Pemeriksaan celah hub sleeve dan garpu pemindah
Dengan menggunakan filler gauge/ thickness gauge ukurlah celah
antara hub sleeve dengan garpu pemindah. Lakukan juga pemeriksaan
secara visual terhadap kerusakan/ keausan pada persinggungan antara
garpu dan alur sleeve.
 Pemeriksaan clutch hub, hub sleeve, shifting key dan key spring.
Lakukan pemeriksaan secara visual pada alur-alur bagian dalam
(inner spline) pada hub sleeve, alur-alur hub (hub spline), alur
persinggungan synchronizer ring antara hub dan hub sleeve, tonjolan
tengah shifting key, bagian persinggungan key spring dengan shifting key.
Lakukan juga pengujian hubungan clutch hub dan hub sleeve, dimana
hubungan harus lancar tetapi tidak kocak.
Jika dalam pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan didapatkan
adanya keausan/ kerusakan maka diperlukan penggantian dengan
komponen baru. Batas atau limit keausan komponen dapat dilihat pada
buku pedoman perbaikan masing-masing kendaraan, karena antar
kendaraan belum tentu sama. Setelah pemeriksaan dilakukan dan
perbaikan atau penggantian komponen dilakukan, perakitan transmisi
dilakukan dengan langkah kebalikan dari langkah pembongkaran.
Disarankan untuk mereferensi pada buku pedoman perbaikan kendaraan.

Pemeriksaan untuk transmisi otomatis adalah dengan memeriksa


jumlah dan kondisi ATF, tekanan hidrolis yang bekerja pada sistem dan pola
pemindahan. Jumlah dan kondisi ATF diperiksa dengan menarik batang
periksa ATF. Ilustrasi pemeriksaan bisa dilihat pada gambar berikut :

Gambar 47. Pemeriksaan jumlah dan kualitas ATF

Pemeriksaan tekanan pada jalur kerja hidrolik dilakukan pada titik


periksa. Lokasi titik pemeriksaan dan standar tekanannya bisa dilihat pada
buku panduan servis masing-masing tipe kendaraan. Pengukuran tekanan
kerja dilakukan pada posisi putaran tertentu pada posisi tuas tertentu juga,
salah satunya adalah putaran idle. Selain itu pengukuran juga dilakukan pada
saat stall yang sering disebut “stall test”, yaitu pada saat putaran optimal saat
kendaraan tidak bergerak.

Gambar 48. Diagram ilustrasi pemeriksaan tekanan kerja


Pada saat stall test bukan hanya tekanan kerja yang diukur, namun juga
kecepatan putaran mesinnya.

Gambar 49. Diagram ilustrasi pemeriksaan putaran saat stall test

Pemeriksaan berikutnya adalah pemeriksaan respon kerja transmisi


otomatis terhadap pergeseran tuas pemindah atau yang biasa disebut “time
lag”. Pemeriksaan dilakukan dengan melakukan pengoperasionalan tuas
pemindah, kemudian mengukur waktu respon yang dilakukan oleh transmisi.
Gambar berikut menunjukkan ilustrasi pemeriksaan time lag.

Gambar 50. Diagram ilustrasi pemeriksaan time lag


Pemeriksaan yang dilakukan di atas adalah pemeriksaan di tempat atau
tidak berjalan. Sedangkan pemeriksaan dengan berjalan atau serinf disebut
“road test” adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan berkendara. Mobil
dijalankan dengan pola pengendaraan merujuk pada panduan pola yang ada
pada buku panduan servis. Kita memastikan kondisi pola pemindahan gigi
sesuai dengan tabel pola yang ditunjukkan pada buku panduan servis.
Kombinasi antara injakan pedal gas dan kecepatan kendaraan dirasakan dengan
ketajaman perasaan untuk memantau saat perpindahan yang terjadi.
Dibutuhkan keahlian yang baik untuk dapat melkukan prosedur ini. Berikut
disajikan contoh pola perpindahan dari salah satu jenis kendaraan.

Gambar 51. Shift diagram transmisi otomatis

Pada transmisi otomatis yang dikontrol secara hidrolik penuh, terdapat


push-pull cable dari perpanjangan kabel dari pedal gas. Pastikan kondisi kabel
dalam keadaan baik dan lancar gerakannya, serta tepat penyetelannya. Jika
kabel ini macet atau terlepas, maka katup hidrolik di transmisi tidak bekerja,
sehingga transmisi gagal bekerja. Penyetelan dilakukan dengan sambil
memantau tekanan pada “line pressure”.
Gambar 52. Penyetelan throttle cable

Sistem pemindahan pada sistem transmisi otomatis juga perlu dilakukan


perawatan dengan diperiksa secara rutin untuk memastikan kinerjanya. Tuas
pemindah, kunci kontak dan pedal rem, mempunyai keterkaitan kerja, terutama
untuk aspek keselamatan. Penguncian pemindahan (shift lock) merupakan
faktor keamanan yang menjadikan tuas transmisi tidak bisa dipindah dari posisi
“P” jika pedal rem tidak diinjak.

Gambar 53. Pengecekan shift lock

Namun ada juga tombol by-pass, yaitu “emergency override button”.


Dengan menekan tombol tersebut tuas transmisi bisa dipindah dari posisi “P”
walaupun pedal rem tidak diinjak.
Gambar 54. Pengecekan emergency override button

Kunci kontak juga tidak bisa diposisikan “lock” dan atau tidak bisa dicabut
jika tuas transmisi tidak berasa pada posisi “P”. Pastikan pemeriksaan kondisi
tersebut, yang biasa disebut “key interlock”.

Gambar 55. Pengecekan key interlock

5) Prinsip dan Konstruksi Sistem Final Drive


1) Propeller Shaft
Kendaraan dapat berjalan/ bergerak karena ada sistem yang
memindahkan tenaga/ momen/ putaran dari mesin ke roda-roda.
Kendaraan ditinjau dari sistem pemindah tenaganya dikelompokkan
menjadi beberapa tipe/ jenis, yaitu:
a) Front Engine Rear Drive (FR) atau Rear Wheel Drive (RWD)
Kendaraan dengan mesin di depan dan menggerakkan roda
belakang dinamakan tipe Front Engine Rear Drive (FR).
Komponen-komponen sistem pemindah tenaga meliputi : kopling,
transmisi, drive shaft/ propeller shaft, differential, rear axle dan roda

Gambar 56. Konstuksi sistem pemindah tenaga kendaraan FR/ RWD

b) Front Engine Front Drive (FF) atau Front Wheel Drive (FWD)
Kendaraan dengan mesin di depan dan menggerakkan roda
depan dinamakan tipe Front Engine Front Drive (FF). Komponen-
komponen sistem pemindah tenaga meliputi : kopling, transmisi,
differential, front axle dan roda

Gambar 57. Konstuksi kendaraan tipe FF atau FWD

c) Rear Engine Rear Drive (RR)/ RWD


Kendaraan dengan mesin di belakang dan menggerakkan
roda belakang dinamakan tipe Rear Engine Rear Drive (RR). Secara
konsep pemindah tenaga kendaraan tipe ini sama dengan tipe Front
Engine Front Drive (FF). Komponen-komponen sistem pemindah
tenaga meliputi : kopling, transmisi, differential, rear axle dan roda

d) Four Wheel Drive (FWD/ AWD/4WD)


Kendaraan dengan mesin menggerakkan roda depan dan
roda belakang dinamakan tipe Four Wheel Drive atau All Wheel
Drive (FWD atau 4WD atau AWD). Komponen-komponen sistem
pemindah tenaga meliputi : kopling, transmisi, transfer, dan terbagi
menjadi dua, pertama ke front drive shaft/ front propeller shaft, front
differential, front axle dan roda depan, sedangkan yang kedua ke
rear drive shaft/ rear propeller shaft, rear differential, rear axle dan
roda belakang.

Gambar 58. Konstuksi kendaraan tipe FWD

Pada modul ini yang akan dibahas poros penggerak (drive shaft)
yang meliputi propeller shaft dan axle baik front axle maupun rear axle.
Pada kendaraan tipe FR dan FWD, untuk memindahkan tenaga mesin
dari transmisi ke differential, diperlukan propeller shaft atau sering juga
disebut sebagai drive shaft. Panjang pendeknya propeller shaft
tergantung dari panjang kendaraan. Pada kendaraan yang panjang,
propeller dibagi menjadi beberapa bagian untuk menjamin supaya tetap
dapat bekerja dengan baik.
Suspensi kendaraan mengakibatkan posisi differential selalu
berubah-ubah terhadap transmisi, sehingga propeller harus dapat
menyesuaikan perubahan sudut dan perubahan jarak, agar tetap mampu
meneruskan putaran dengan lancar. Mekanisme atau komponen
tersebut adalah universal joint atau sering disebut U-joint.

Gambar 59. Bentuk-bentuk propeller shaft

Kondisi jalan mempengaruhi kerja suspensi dan berakibat pada


posisi differential selalu berubah-ubah terhadap transmisi. Universal
joint dipakai untuk mengatasi kondisi tersebut agar poros selalu dapat
berputar dengan lancar, sehingga universal joint harus mempunyai
syarat: dapat menghindari kerusakan propeller saat poros bergerak
naik/ turun, tidak berisik atau berputar dengan lembut dan
konstruksinya sederhana serta tidak mudah rusak. Dilihat dari
konstruksinya, universal joint yang sering digunakan pada poros
propeller adalah hook joint. Konstruksi hook joint yang sederhana tipe
ini juga berfungsi secara akurat dan konstan. Ada dua tipe hook joint
yaitu shell bearing cup type dan solid bearing cup type. Pada tipe shell
bearing cup universal joint tidak bisa dibongkar sedangkan pada tipe
solid bearing cup bisa dibongkar. Ilustrasi konstruksinya adalah
sebagai berikut:
Gambar 60. Konstruksi hook joint tipe shell and solid

Bagian ujung propeller yang dihubungkan dengan poros output


transmisi terdapat alur-alur untuk pemasangan slip joint. Hal ini
memungkinkan panjangnya propeller shaft sesuai dengan jarak output
transmisi dengan differential.
Center bearing merupakan unit yang dipasang pada ujung
propeller shaft depan (intermediate shaft) dan menempel pada bodi
melalui bracket. Center bearing berfungsi untuk tumpuan antara pada
propeller 3-joint type dan untuk meredam bunyi serta getaran pada saat
propeller shaft bekerja.

Gambar 61. Konstruksi center bearing

2) Differential
Differential merupakan bagian dari sistem pemindah tenaga yang
secara umum berfungsi untuk membedakan putaran roda kiri dan kanan
pada saat belok, mengubah arah putaran, dan meningkatkan momen.
Differential yang digunakan pada kendaraan tipe FR, FF maupun AWD
secara konsep tidak jauh berbeda, hanya saja secara konstruksi terdapat
perbedaan, baik bentuk maupun ukuran.

Gambar 62. Konstruksi Differential FR dan 4WD

Gambar 63. Konstruksi differential FF mesin melintang dan membujur


Differential terdiri dua bagian, yaitu final gear dan differential
gear.
 Final Gear
Final gear berfungsi untuk meningkatkan momen dan mengubah arah
putaran. Final gear terdiri dari pinion gear dan ring gear. Pada kendaraan
FR, untuk mengubah arah putaran digunakan bevel gear, sedangkan pada
FF, dimana tidak diperlukan pengubahan arah putaran digunakan pasangan
spur gear ataupun helical gear.

Ada beberapa tipe bevel gear, yaitu spur bevel gear, spriral bevel
gear dan hypoid bevel gear. Sebagian besar final gear menggunakan
hypoid bevel gear, karena mempunyai beberapa keuntungan, yaitu : gear
contact-nya lebih besar sehingga lebih kuat, memungkinkan kendaraan
lebih rendah sehingga lebih aman, berputarnya tidak berisik/ lebih halus.

Gambar 64. Spiral bevel gear, helical gear dan hypoid bevel gear

Final gear mempunyai fungsi utama meningkatkan momen, atau


merupakan perbandingan/ ratio terakhir tenaga mesin. Peningkatan
momen pada differential dapat dirumuskan sebagai berikut :

 gigi..ring..Gear
GR 
 gigi..drive.. pinion..gear

 Differential Gear
Saat kendaraan membelok, jarak tempuh roda bagian dalam (A)
lebih kecil dari jarak tempuh roda bagian luar (B), sehingga dengan
demikian roda bagian luar harus berputar lebih cepat dari roda bagian
dalam. Bila roda-roda berputar dengan putaran yang sama, maka salah satu
ban akan slip, yang akan menyebabkan ban akan cepat aus. Untuk
mengatasi hal ini diperlukan diferential gear dengan tujuan untuk
membedakan putaran roda kiri dan kanan saat belok, sehingga tidak ada
roda yang menyeret dan memperkecil kemungkinan poros patah.

 Prinsip Kerja Differential Saat Berjalan Lurus


Pada saat beban roda kiri dan kanan sama, putaran propeller shaft
akan diteruskan drive pinion ke ring gear dan ke differential case. Pada
saat beban roda kiri dan kanan sama, differential case, side gear dan pinion
gear berputar menjadi satu unit dan berputar bersama dengan ring gear,
sehingga putaran poros roda searah dan sejumlah putaran differential case.
 Prinsip Kerja Differential Saat Berbelok
Pada saat beban roda kiri dan kanan berbeda, putaran propeller shaft
akan diteruskan drive pinion ke ring gear dan ke differential case. Pada
saat beban roda kiri dan kanan berbeda, differential case, side gear dan
pinion gear berputar bebas tidak saling mengikat, dimana side gear yang
mendapat beban cenderung untuk berhenti dan karena differential case
diputar maka pinion akan berputar pada porosnya, sehingga putaran poros
roda antara kiri dan kanan mungkin untuk berbeda.
Pada differential tipe biasa (open atau simple differential) ini apabila
salah satu roda mengalami slip dan berputar lebih cepat dari roda yang
lainnya maka kendaraan tidak akan mampu bergerak. Untuk mengatasi hal
itu maka dikembangkan tipe LSD (limited slip differential). Tipe-tipe LSD
ada banyak, diantaranya jenis fixed value, torque sensitive, speed sensitive,
electronically controlled. Pada prinsipnya, kerja dari tipe tersebut adalah
mengunci kedua poros roda pada kecepatan yang sama jika terjadi salah
satu roda slip. Beberapa jenis LSD dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 65. Beberapa tipe LSD

3) Poros Penggerak Roda


Drive shaft atau axle shaft adalah merupakan poros pemutar/
penggerak roda-roda penggerak kendaraan. Axle shaft pada kendaraan ada
dua yakni front axle shaft dan rear axle shaft. Pada kendaraan FF, front
axle shaft sebagai driving axle shaft, pada type FR, rear axle shaft sebagai
driving axle shaft, sedangkan pada kendaraan 4WD, front axle maupun
rear axle sebagai driving axle shaft.
Pemasangan poros pada kendaraan akan dipengaruhi oleh tipe
suspensi yang digunakan. Pada tipe suspensi independent, jenis axle shaft
yang digunakan adalah floating shaft type. Pada suspensi rigid,
menggunakan tipe poros memikul dimana axle shaft diletakkan di dalam
axle housing, yang dipasangkan berkaitan melalui bantalan.

Gambar 66. Konstruksi poros melayang dan poros memikul

Tipe poros memikul terdiri dari 3 model, yaitu : full floating, three-
quarter floating dan semi-floating.
Gambar 67. Konstruksi poros memikul model full, three quarter dan semi
floating

Pada tipe ini bantalan-bantalan dipasangkan diantara haousing dan


wheel hub, sedangkan roda dipasangkan pada hub. Beban kendaraan
sepenuhnya ditumpu oleh axle housing, sedangkan poros roda tidak
memikul beban, hanya berfungsi menggerakkan roda. Model ini sangat
bagus untuk kendaraan berbeban berat.
Pada tipe three-quarter floating, hanya dipasangkan sebuah bantalan
di antara axle housing dan wheel hub. Roda dipasangkan langsung pada
poros roda. Hampir seluruh beban ditumpu oleh housing. Gaya lateral
(lateral force) baru akan bekerja pada poros/ axle bila kendaraan
membelok.
Tipe semi floating banyak dipakai pada kendaraan ringan. Hampir
seluruh beban kendaraan dipikul oleh axle shaft, demikian juga gaya
lateral pada saat kendaraan membelok. Bantalan dipasangkan diantara axle
housing dan axle shaft, sedangkan roda dipasangkan langsung pada axle
shaft.

e) Front Axle Shaft


Pada kendaraan FF, front axle berfungsi sebagai penggerak, demikian
juga pada kendaraan 4WD. Konstruksi front axle dapat dilihat pada
gambar berikut :
Gambar 68. Konstruksi poros depan untuk model 4 WD

Gambar 69. Konstruksi poros depan untuk model FF


Poros penggerak (drive shaft) adalah poros yang sekaligus sebagai
pemindah tenaga dari differential ke roda-roda. Pada kendaraan tipe FF,
poros penggerak harus memmiliki 2 persyaratan, yaitu : harus mempunyai
mekanisme yang menyerap perubahan panjang dari poros penggerak yang
mengiringi gerakan roda naik dan turun; harus dapat memelihara operasi
sudut yang sama ketika roda depan dikemudikan dan harus memutar roda
saat membentuk kecepatan karena roda depan digunakan secara
bersamaan untuk pengemudian dan pemindahan tenaga.

 Constant Velocity Joint (CV Joint)


Constant velocity joint adalah poros yang memungkinkan untuk
digunakan pada kendaraan FF, dimana poros mampu meneruskan tenaga
sambil terjadi perubahan-perubahan sudut. Ada dua jenis CV joint, yaitu :
birfield joint dan tripod joint.
Gambar 70. Konstruksi birfield joint
Konstruksi birfield joint adalah seperti gambar di atas. Inner race
dipasang ke dalam outer race yang berbentuk mangkuk dengan menahan
enam bola baja oleh suatu rangka.Tipe ini banyak digunakan karena
konstruksinya yang sederhana dan kapasitas pemindahannya cukup besar.

Gambar 71. Konstruksi tripod joint

Sebuah tripod dengan tiga buah trunnion shaft pada plane yang sama.
Tiga buah roller dipasangakan pada trunnion ini dan ke masing-masing
roller dipasangkan tiga tulip dengan celah paralel. Konstruksi ini juga
sederhana dan umumnya dapat bergerak dalam arah axial.

 Prinsip Kerja CV Joint


Lekukan khusus dibuat pada dudukan bola baja yang pada masing-
masing arah memotong titik O dari titik pusat garis penggerak dan poros
penggerak yang selalu dihubungkan pada pusat garis P dari masing-masing
bola baja. Hasilnya putaran poros penggerak adalah selalu identik dengan
poros yang digerakkan.
Gambar 72. Prinsip kerja CV joint

 Panjang drive shaft


Panjang poros penggerak kiri dan kanan dapat sama maupun berbeda
tergantung lokasi mesin dan transaxle. Apabila poros penggerak
panjangnya tidak sama, maka akan mudah terjadi getaran yang
menimbulkan bunyi dan kurang nyaman. Hal itu diatasi dengan beberapa
metode yang antara lain dengan penggunaan dynamic damper type, hollow
shaft type dan intermidiate shaft.
 Dynamic damper type
Tipe poros penggerak ini mempunyai dynamic damper yang
dipasangkan pada bagian tengah poros yang panjang. Dynamic
damper dipasangkan pada poros penggerak melalui bantalan karet.
Saat poros penggerak bergetar atau terpuntir maka damper yang
diberikan cenderung untuk berputar pada kecepatan konstan, sehingga
bantalan karet menyerap getaran dan puntiran.
 Hollow shaft type
Hollow shaft digunakan untuk mempekuat konstruksi poros
terhadap beban punter. Dengan dibuat berlubang atau berbentuk pipa
maka beratnya berkurang dan profilnya menjadi lebih kuat.
Gambar 73. Konstruksi poros penggerak depan model hollow shaft
 Intermediate shaft type
Poros penggerak tipe ini digunakan pada kendaraan yang
perbedaan jarak dua poros penggeraknya besar. Kendaraan yang
perbedaan jarak dua poros penggeraknya besar, sistem kemudinya
menjadi tidak stabil dan mudah memuntir. Pada saat akselerasi, bagian
depan kendaraan akan terangkat dan sudut joint poros menjadi besar,
sehingga momen yang ditimbulkan menyebabkan roda tidak stabil.
Salah satu usaha untuk membuat roda stabil akibat perbedaan
panjang poros, maka dipasangkan intermediate shaft sehingga poros
penggerak kiri dan kanan menjadi sama panjang. Dengan metede ini
sudut joint 1 dan 2 akan sama, sehingga momen yang disebabkan aksi
dari roda depan diimbangi dan kendaraan menjadi stabil dan berjalan
lurus.
Gambar 74. Konstruksi poros penggerak depan

6) Perawatan dan Perbaikan Sistem Final Drive


1) Perawatan serta perbaikan propeller shaft
Perawatan yang dilakukan pada propeller shaft adalah memberikan
pelumasan dengan grease pada universal joint. Pemeriksaan dilakukan
untuk mencegah suatu problem atau untuk memastikan penyebab suatu
problem. Pemeriksaan pencegahan atau perawatan dilaksanakan secara
berkala dan rutin untuk memeriksa/ menjaga kondisi komponen dan
kerjanya. Sedang pemeriksaan guna memastikan penyebab kerusakan
harus dilakukan dengan betul - betul cermat dan perlu analisa kasus dan
perlu pemeriksaan komponen dengan urutan yang cepat, tepat dan benar.
Pemeriksaan secara langsung terhadap getaran dan bunyi pada
propeller shaft harus dilaksanakan dengan teliti dan cermat. Pemeirksaan
dilakukan dengan mengangkat roda, dan menghidupkan mesin dengan
posisi gigi transmisi masuk. Naikkan putaran mesin dan amati getaran dan
bunyi dari propeller shaft. Jika ditemukan adanya getaran atau bunyi dari
propeller shaft maka lepaskan unit propeller dan lakukan
Pemeriksaan komponen dilakukan dengan melepas unit propeller,
yakni dengan melepas baut pengikat flange yoke ke differential dan
melepaskan center bearing (pada propeller 3 joint). Setelah propeller
terlepas lakukan pemeriksaan:
 Kebengkokan poros propeller depan dan belakang.
Dengan menggunakan V-blok dan dial indikator ukurlah run-
out poros. Run-out max. = 0.8 mm
 Keausan dan kekocakan bantalan/ kekocakan bantalan spider. Putar
spider dan pastikan bahwa tidak ada hambatan saat berputar. Periksa
juga kebebasan aksial spider bearing oleh putaran yoke ketika tertahan
poros dengan kuat. Kebebasan axial max. 0.05 mm.
 Periksa clearance antara universal joint spider dan needle roller
bearing
 Keausan dan kerusakan center support bearing
Periksalah bahwa bearing dapat berputar dengan bebas tanpa
hambatan namun tidak longgar.
 Pemeriksaan keausan alur-alur sleeve yoke
Lakukan pengamatan secara visual terhadap kondisi spline.
Lakukan pengujian dengan memasangkan sleeve yoke ke poros lalu
putar bolak-balik sleeve yoke dan gerakkan maju-mundur (axial)
pastikan tidak terjadi kekocakan yang berlebihan tetapi bisa bergerak
maju-mundur dengan lancar.
 Pemeriksaan keausan alur-alur ujung propeller depan terhadap flange
maupun yoke propeller belakang.
Menggunakan metode yang sama dengan di atas lakukan
pengecekan alur-alur ujung propeller depan terhadap flange maupun
yoke propeller belakang.
 Pemeriksaan karet bushing maupun penutup debu pada center bearing.
Lakukan pengamatan terhadap kondisi karet bushing maupun
karet penutup debu pada center bearing.
 Pemeriksaan keseimbangan/ kebalanan poros propeller.
Menggunakan alat roller instrument lakukan pengecekan
ketidak seimbangan poros propeller. Bila ditemukan tidak seimbang
(unbalance) maka lakukan balancing dengan memasang bobot
pemberat tertentu.
Setelah pemeriksaan dan penyebab kesalahan atau kerusakan
dilokalisir/ ditemukan maka segera dilakukan perbaikan atau penggantian
dengan pembongkaran. Pada saat sebelum melakukan pembongkaran
poros propeller sebaiknya diberikan tanda pada bagian-bagian yang
berpasangan. Pemasangan poros propeller setelah dilakukan
pembongkaran harus memperhatikan tanda-tanda yang telah dibuat.
2) Perawatan serta perbaikan differential
Perawatan yang dilakukan pada differential adalah menjaga
kecukupan pelumasan dengan oli SAE 90 atau 120 pada rumah
differential. Pemeriksaan dilakukan untuk mencegah suatu problem atau
untuk memastikan penyebab suatu problem. Pemeriksaan pencegahan atau
perawatan dilaksanakan secara berkala dan rutin untuk memeriksa/
menjaga kondisi komponen dan kerjanya. Sedang pemeriksaan guna
memastikan penyebab kerusakan harus dilakukan dengan betul - betul
cermat dan perlu analisa kasus dan perlu pemeriksaan komponen dengan
urutan yang cepat, tepat dan benar.
Pemeriksaan terhadap bunyi-bunyi pada bagain bawah kendaraan
dengan mendongkrak roda penggerak dilakukan dengan prosedur sebagai
berikut:
1) Dongkrak roda penggerak kendaraan pada posisi yang aman. Jangan
lupa ganjal roda yang tidak di dongkrak.
2) Periksa kelonggaran dan keretakan bantalan universal joint dengan
memutar-mutar propeller shaft ke kiri dan ke kanan.
3) Periksa kelonggran baut-baut pengikat propeller shaft.
4) Periksa jumlah pelumas dan kebocoran minyak pada rumah differential
5) Putarkan roda penggerak dengan menjalankan mesin pada putaran
lambat, sedang, tinggi, diperlambat dan dipercepat dengan tiba-tiba.
6) Dengarkan dengan teliti dan cermat suara-suara yang berasal dari
propeller, differential dan axle.
Apabila ditemukan/ terdengar bunyi yang abnormal, maka pastikan
dengan pasti dimana sumber bunyinya. Jika terdapat pada rumah
differential maka lakukanlah pemeriksaan secara terlepas atau dengan
pembongkaran unit differential. Gangguan atau permasalahan yang sering
timbul pada unit final drive adalah timbul bunyi pada saat berjalan dan
terjadi hentakan saat akselerasi maupun deselerasi. Prosedur pemeriksaan
terpisah dan pembongkaran pada unit differential adalah sebagai berikut:
 Pemeriksaan kekocakan radial maupun axial dari drive pinion.
Kekocakan yang terjadi pada drive pinion menyebabkan
terjadinya hentakan dan efek benturan pada saat mulai berjalan,
akselerasi maupun deselerasi. Selain itu juga akan mempengaruhi kerja
dari unit propeller shaft.
 Pemeriksaan companion flange run-out
Keolengan atau run-out yang berlebihan pada companion flange
akan menyebabkan perputaran propeller shaft tidak baik, sehingga
cenderung menyebabkan getaran dan bunyi.
 Pemeriksaan keolengan ring gear
Keolengan ring gear yang berlebihan dapat menyebabkan
keausan gigi dari drive pinion dan ring gear akibat dari kontak gigi
yang tidak stabil.
 Pemeriksaan back-lash ring gear
Kekocakan atau back-lash yang berlebihan pada terjadi pada
drive pinion dan ring gear juga menyebabkan terjadinya hentakan dan
efek benturan pada saat mulai berjalan, akselerasi maupun deselerasi.
Back-lash diperlukan sebagai tempat terbentuknya oil film yang
berfungsi untuk mengurangi gesekan langsung logam dengan logam.
 Pemeriksaan kontak gigi ring gear dan drive pinion gear
Kontak gigi yang baik akan menjadikan umur pemakaian lebih
lama karena beban tersangga dengan tepat oleh pofil gigi. Kontak gigi
dapat diatur dengan memajukan atau memundurkan drive pinion dan
atau ring gear sesuai dengan posisi kontak yang terjadi. Pada toe
contact kita dapat melakukan penyetelan dengan memundurkan drive
pinion. Flank contact dapat disetel dengan memundurkan ring gear.
Heel contact dapat disetel dengan memajukan drive pinion, sedangkan
face contact dapat disetel dengan memajukan ring gear. Memajukan
atau memundurkan drive pinion dilakukan dengan menambah atau
mengurangi shim atau washer. Sedangkan memajukan dan
memundurkan ring gear dapat dilakukan dengan memutar ke kanan/ ke
kiri penyetel.
 Pemeriksaan side gear back-lash
 Pemeriksaan drive pinion pre-load maupun total pre-load

3) Perawatan serta perbaikan axle shaft


Pemeriksaan dilakukan untuk mencegah suatu masalah/ kerusakan
atau untuk memastikan penyebab suatu masalah/ kerusakan. Pemeriksaan
pencegahan dilaksanakan secara berkala dan rutin untuk memeriksa
kondisi komponen dan kerjanya. Sedangkan untuk memastikan penyebab,
biasanya terdapat gejala awal, sehingga harus betul-betul cermat dan perlu
analisa kasus dan perlu pemeriksaan komponen dengan urutan yang cepat,
tepat dan benar.
Secara umum perawatan atau servis axle shaft jarang atau sedikit
dilakukan karena sederhana dan sedikitnya komponen dari axle shaft.
Pemeriksaan pada axle shaft antara lain: periksaan secara visual terhadap
kondisi axle shaft, pemeriksaan pelumasan joint (boot dan grease) pada
velocity joint tipe, pemeriksaan kelurusan/ kebengkokan dan
keseimbangan poros, pemeriksaan kekocakan/ keausan joint, keausan/
kekocakan alur-alur poros terhadap alur hub roda maupun alur side gear
serta keausan atau kerusakan bantalan. Pemeriksaan bantalan dilakukan
dengan langkah sebagai berikut:
a) Melepas kaliper dan piringan rem
b) Periksa kebebasan bantalan dalam arah axial dengan dial indikator.
Kebebasan maksimum adalah 0.05 mm.
c) Setelah dipastikan bantalan masih baik, pasang kembali kaliper dan
piringan rem.

Jika kebebasan terlalu besar ganti bantalan dengan yang baik,


dengan melkukan pembongkaran. Pembongkaran poros penggerak dan
pemeriksaan-pemeriksaannya adalah sebagai berikut:
a) Lepaskan cotter pin, penutup pengunci mur dan mur pengunci bantalan
b) Mengeluarkan minyak pelumas roda gigi differential
c) Melepaskan hubungan tie rod end dengan steering knuckle
d) Melepas steering knuckle dari lower arm
e) Melepas poros penggerak depan

Setelah unit poros penggerak terlepas lakukan pemeriksaan sebagai


berikut:
 Periksa dan perhatikan bahwa harus tidak ada kebebasan dalam
outboard joint
 Periksa dan perhatikan bahwa inboard joint meluncur dengan lembut
pada arah axial
 Periksa dan perhatikan kebebasan arah radial dari inboard joint tidak
terlalu besar
 Periksa kerusakan boot.

Untuk penggantian bantalan dapat dilakukan dengan melepas dan


membongkar axle hub dengan langkah sebagai berikut:
 Melepas kaliper dan melepas piringan rem (disc brake)
 Melepas mur/baut pengikat steering knuckle ke shock absorber
 Melepas unit axle hub
 Membongkar unit axle hub
 Mengganti bantalan
 Merakit unit axle hub
 Memasang axle hub depan

Anda mungkin juga menyukai