Anda di halaman 1dari 122

PENGARUH WISDOM & KNOWLEDGE DAN JUSTICE

TERHADAP SUBJECTIVE WELL-BEING


KARYAWAN

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Oleh:
Indah Oktaviana
NIM: 11150700000023

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440H/2019M
PENGART]H WISDOM & KNOWLEDGEDAN JUSTICE
TERIIADAP S UB TE C TIVE I,YELL-BEING
KARYAWAN

Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Oleh:
Indah Oktaviana
NIM: 11150700000023

*" rry

N
Dr. Abdul Rahman Shaleh. M.Si
NIP. 19720823 1999903 1 002

, FAKULTASPSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
l440Ht20t9M
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul 'PENGARUH WISDOM & KNOWLEDGE DAI{ JUSTICE


TERIIADAP SUBJECTIW WELL-BEING KARYAWAN" telah diujikan dalam
sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta pada 16 Juli 2019. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata I (S1) di Fakultas Psikologi.

Jakarta, 16 Juli 2019

Sidang Munaqasyah

Dekan/ Wakil Dekar/


Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

NIP.19620724 198903 2 001

Anggota

Yufi Adriani. M.Psi. Ph.D Dr. Fadhilah Suralaga" M.Si


NIP. 19820918 200901 2 006 NIP. 19561223 198303 2 00r

M
Dr. Abdul Rahman Shaleh. M.Si
NIP. 19720823 1999903 I 002

t
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (Sl) di Universitas Islam Negeri

(UlN) Syarif Hidayatullah Jakarla.

1. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil plagiat dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas lslam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakafia,l6 Juli 2019


MOTTO

“Set goals, challenge yourself, and achieve them. Live


a healthy life and make every moment count. Rise
above the obstacles, and focus on the positive”
Robbert H. Goddard

v
ABSTRAK

A) Fakultas Psikologi
B) Juli 2019
C) Indah Oktaviana
D) Pengaruh Wisdom & Knowledge dan Justice Terhadap Subjective Well-Being
Karyawan
E) xvi + 106 halaman + lampiran
F) Karyawan yang memiliki subjective well-being yang tinggi akan merasakan
perasaan atau emosi yang menyenangkan dan memiliki sedikit emosi negatif.
Sebuah organisasi atau perusahaan dikatakan berhasil apabila karyawannya
merasa sejahtera dalam lingkungan kerja dan kehidupannya. Seseorang dapat
mencapai kesejahteraan melalui karakter-karakter positif yang dikembangkan
dalam kehidupannya. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh wisdom &
knowledge dan justice terhadap subjective well-being pada karyawan.
Populasi yang dipilih adalah karyawan dari dua perusahaan BUMN.
Pengambilan sampel sebanyak 416 dari dua perusahaan BUMN dimana 133
sampel dari Bank BJB dan 233 sampel dari PT. Adhi Karya. Pengambilan sampel
pada Bank BJB dilakukan menggunakan probability sampling dengan metode
simple random sampling dan pada PT. Adhi Karya menggunakan probability
samplinng dengan metode systematic random sampling. Alat ukur yang digunakan
untuk mengukur subjective well-being pada penelitian ini adalah FS (Flourishing
Scale) dan SPANE (Scale of Positive and Negative Affect) yang dikembangkan
oleh Diener & Diener (2009), alat ukur yang digunakan untuk mengukur wisdom
& knowledge adalah VIA-IS (Values in Action Inventory of Strengths) yang
dikembangkan oleh Peterson & Seligman (2004), dan alat ukur yang digunakan
untuk mengukur justice adalah VIA-IS (Values in Action Inventory of Strengths)
yang dikembangkan oleh Peterson & Seligman (2004).
Berdasarkan hasil uji hipotesis penelitian, dapat diketahui bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan wisdom & knowledge dan justice terhadap subjective
well-being karyawan dengan proporsi varians sebesar 19,6%. Kemudian
berdasarkan hasil uji koefisien regresi pada masing-masing variabel dapat
diketahui bahwa terdapat dua variabel yang signifikan mempengaruhi subjective
well-being yaitu: creativity dan fairness dengan arah yang positif.
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan yang positif bagi
pembaca untuk lebih memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
subjective well-being seperti creativity dari variabel wisdom & knowledge dan
fairness dari variabel justice.

G) Bahan bacaan: 10 Buku + 24 Jurnal + 5 Artikel

vi
ABSTRACT

A) Faculty of Psychology
B) July 2019
C) Indah Oktaviana
D) Effect of Wisdom & Knowledge and Justice on the Subjective Well-Being of
Employees
E) xvi + 106 pages + attachments
F) Employees who obtain high value on the subjective well-being will be having a
pleasant feeling or cheerful emotions and lower value on negative emotions. The
organization or company is considered achieving success if their employees feel
wealthy in their work and life environment. Employees are able to get wealthiness from
positive characters that have been developed in their life. The purpose of this research
is to evaluate the effect of wisdom & knowledge, and justice on subjective well-being
on employees.
The population was selected from the employees of two BUMN’s companies.
The total number of sampling was 416 comprises of 2 BUMN’s companies i.e. 133
samples came from BJB Bank and 233 samples came from PT. Adhi Karya. The
sampling method carried out in this research were probability sampling with the simple
random method at BJB Bank and systematic random sampling method at PT. Adhi
Karya. The measuring systems used to evaluate the employee’s well being were called
FS (Flourishing Scale) and SPANE (Scale of Positive and Negative Affect), developed
by Diener & Diener in 2009. The measuring system used to evaluate wisdom &
knowledge was called VIA -IS (Values in Action Inventory of Strengths) developed by
Peterson & Seligman in 2004.
The result of the major hypothesis shows there is a significant influence of
wisdom & knowledge and justice towards employees’ subjective well-being with a
proportion of variance by 19.6%. Meanwhile the minor hypothesis that focuses on the
significant coefficient test for each regression towards the dependent variable shows
there is two regression coefficient that influences the employees’ subjective well-being
i.e. creativity and fairness which move towards a positive direction.
The results of this research can be used as a positive input for the institution to
give more attention towards factors that affect the employees’ subjective well-being,
especially wisdom & knowledge, and justice.

G) Reading material: 10 Books + 24 Journals + 5 Articles

vii
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahiim

Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan

karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, walaupun masih jauh dari

kesempurnaan. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada Nabi besar

Muhammad SAW beserta pengikutnya.

Terselesaikannya skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh

karena itu izinkanlah penulis mengucapkan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta periode 2019-2024, beserta jajarannya.

2. Bpk. Dr. Abdul Rahman Shaleh, M.Si, sebagai pembimbing skripsi yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan banyak bimbingan, arahan, motivasi dan

saran dengan segenap kesabarannya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan

maksimal.

3. Ibu Desi Yustari Muchtar, M.Psi, sebagai dosen pembimbing akademik yang telah

membantu, mendukung, memberi nasihat serta arahan selama perkuliahan.

viii
4. Seluruh dosen dan staff Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani perkuliahan dan

menyelesaikan skripsi ini.

5. Kedua orang tua penulis ayahanda Mahali dan ibunda Asmaria, beserta seluruh

keluarga besar yang telah memberikan dukungan baik secara moril maupun

finansial dalam proses menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas kesabaran dan

kasih sayang sebagai orang-orang terbaik yang selalu menemani penulis.

6. Muhammad Hafizh Hanandito B.IT (Hons). Terimakasih telah menjadi salah satu

orang tersabar, berbagi suka dan duka, memberikan pengertian, semangat, dan

arahan kepada penulis.

7. Seluruh anggota tim penelitian Bpk. Dr. Abdul Rahman Shaleh, M.Si. Terimakasih

telah menjadi tim yang baik, memberikan dukungan dan menguatkan satu sama

lain hingga terselesaikannya penelitian ini secara bersama-sama.

8. Sahabat penulis, Niko Fikri Hermawan, Nurliana Rahayu, Tsania Muna, Rana

Parascantika, Nadyah Pramestari, Lenggo Geni, Teza Aulianisa. Terimakasih telah

menjadi bagian penting dalam hidup penulis, terimakasih atas motivasi dan

kesabaran ketika penulis berkeluh kesah.

9. Para senior terbaik kak Hendri, kak Bella Dwi Putri, kak Elisa, kak Afrizal, kak

Hasan, dan kak Yaden. Terimakasih telah menjadi kakak senior yang baik untuk

penulis dengan segenap ketulusannya memberikan segala dukungan, dan

bantuannya sedari penulis masih menjadi mahasiswa baru dikampus hingga saat

ini.

ix
10. Seluruh teman-teman dan seluruh pihak yang telah banyak membantu dan

memberikan dukungan selama proses penyusunan skripsi.

Terlepas dari itu semua, penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak

sekali kekurangannya dalam penulisan maupun penyusunan karena adanya

keterbatasan pengalaman dan pengetahuan. Maka dari itu dengan sangat terbuka

penulis menerima adanya saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan untuk

penelitian selanjutnya. Penulis mengharapkan semoga penelitian ini dapat bermanfaat

bagi para pembaca.

Jakarta, 16 Juli 2019

Penulis

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………...................................................................i


LEMBAR PERSETUJUAN ..……………………....................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN ……………………......................................................iii
LEMBAR PERNYATAAN ……………………......................................................iv
MOTTO ………………………………….….…………………………....................v
ABSTRAK …………….............................................................................................vi
ABSTRACT …………………...................................................................................vii
KATA PENGANTAR ………………………………............................................viii
DAFTAR ISI …………………………………………….........................................xi
DAFTAR TABEL …………………....……………………………………...........xiv
DAFTAR GAMBAR ………………….………………………………………...... xv
DAFTAR LAMPIRAN ……………....….……………………………………….xvi

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ……………………..………………………… 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ……………..………....………… 8
1.2.1 Pembatasan Masalah ………………………………….………......8
1.2.2 Perumusan Masalah ……………………………....…….…….… ..9
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………...…...…………… ..9
1.3.1 Tujuan Penelitian ………………………..…………………….... ..9
1.3.2 Manfaat Penelitian …………………..…………………………. ..9
1.3.2.1 Manfaat Teoritis ………………………..………………. 10
1.3.2.2 Manfaat Praktis ……………………………….………… 10

BAB 2 LANDASAN TEORI


2.1 Subjective well-being …………………………………………………. 11
2.1.1 Definisi Subjective well-being ...................................................... 11
2.1.2 Dimensi-Dimensi Subjective well-being ….......………………... 13
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Subjective well-being ..…...... 14
2.1.4 Pengukuran Subjective well-being ………………….…………... 16
2.2 Wisdom & Knowledge ………………………………………………… 17
2.2.1 Definisi Wisdom & Knowledge ........………………..………….. 17
2.2.2 Dimensi-Dimensi Wisdom & Knowledge …………..…………... 19
2.2.3 Pengukuran Wisdom & Knowledge ………..…………………… 20

xi
2.3 Justice ………………………………………………………………… 21
2.3.1 Definisi Justice ………………………………………................. 21
2.3.2 Dimensi-Dimensi Justice ………………………………..............22
2.3.3 Pengukuran Jusctice ………………………………………......... 23
2.4 Kerangka Berpikir …………………………………………………....... 23
2.5 Hipotesis Penelitian …………………………………………….…....... 32
2.5.1 Hipotesis Mayor ………………………………………...……… 32
2.5.2 Hipotesis Minor ………………………………............................ 32

BAB 3 METODE PENELITIAN


3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ……………...…... 34
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel …....…………. 35
3.3 Instrumen Pengumpulan Data ………………………………………… 36
3.3.1 Skala Subjective Well-Being ……………………………………. 37
3.3.2 Skala Wisdom & Knowledge ………………...…………………. 38
3.3.3 Skala Justice ……………………………………………………. 39
3.4 Teknik Uji Validitas Konstruk ……………………………………….. 39
3.4.1 Uji Validitas Konstruk Subjective Well-Being …………………. 41
3.4.2 Uji Validitas Wisdom & knowledge...………………………...….42
3.4.2.1 Uji Validitas Konstruk Creativity……………………….. 42
3.4.2.2 Uji Validitas Konstruk Curiosity……………………….. 44
3.4.2.3 Uji Validitas Konstruk Love of Learning……………….. 45
3.4.2.4 Uji Validitas Konstruk Open-mindedness……………….. 46
3.4.2.5 Uji Validitas Konstruk Perspective…………………….. 47
3.4.3 Uji Validitas Konstruk Justice….……………………………….. 48
3.4.3.1 Uji Validitas Konstruk Citizenship………………..…….. 48
3.4.3.2 Uji Validitas Konstruk Fairness ……………………….. 49
3.4.3.3 Uji Validitas Konstruk Leadership ……………………... 50
3.5 Teknik Analisa Data ………………………………………………….. 52
3.5.1 Uji Hipotesis ……………………………………………………. 52

BAB 4 HASIL PENELITIAN


4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian …………………….……………. 55
4.2 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian …………………..…………… 56
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian ………………...……………… 59
4.3.1 Kategorisasi Tingkat Subjective Well-Being …..……………….. 10
4.3.2 Kategorisasi Tingkat Creativity ……….………………………... 61
4.3.3 Kategorisasi Tingkat Curiosity ……….………………………… 61
4.3.4 Kategorisasi Tingkat Love of Learning ………………………… 62

xii
4.3.5 Kategorisasi Tingkat Open-mindedness ……………...………… 63
4.3.6 Kategorisasi Tingkat Perspective ………………………………. 63
4.3.7 Kategorisasi Tingkat Citizenship ……………………………….. 64
4.3.8 Kategorisasi Tingkat Fairness ………………………………….. 64
4.3.9 Kategorisasi Tingkat Leadership ……………………………….. 65
4.4 Hasil Uji Hipotesis Penelitian ………………………………………… 66
4.4.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian …………………………… 66
4.5 Pengujian Proporsi Varians Masing-Masing Indpendent Variable …... 71

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN


5.1 Kesimpulan …………………………………………………………… 74
5.2 Diskusi ………………………………………………………………... 75
5.3 Saran ………………………………………………………………….. 78
5.3.1 Saran Teoritis ……………………………………………………79
5.3.2 Saran Praktis ……………………………………………………. 79

DAFTAR PUSTAKA …………..………………………………………………… 81


LAMPIRAN ……………………………………………………………………….85

xiii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Model Skala Likert …………………………………………………… 37


Tabel 3.2 Blue Print Skala Subjective Well-being ................................................. 38
Tabel 3.3 Blue Print Skala Wisdom & Knowledge ................................................ 38
Tabel 3.4 Blue Print Skala Justice ......................................................................... 39
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Skala Subjective Well-Being ................................. 42
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Skala Creativity..................................................... 43
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Skala Curiosity ...................................................... 44
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Skala Love of Learning.......................................... 45
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Skala Open-mindedness ........................................ 47
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Skala Perspective................................................... 48
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Skala Citizenship.................................................... 49
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Skala Fairness........................................................ 50
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Skala Leadership.................................................... 51
Tabel 4.1 Karakteristik Sampel Penelitian ………………………………………. 55
Tabel 4.2 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian ……………………………….. 57
Tabel 4.3 Uji Beda (T-test) Berdasarkan Jenis Kelamin …...…………………… 58
Tabel 4.4 Uji Beda (T-test) Berdasarkan Usia ……………….…...……………... 58
Tabel 4.5 Uji Beda (T-test) Berdasarkan Status Pernikahan ……………………. 59
Tabel 4.6 Norma Kategorisasi Skor ……………………………………………... 60
Tabel 4.7 Kategorisasi Tingkat Subjective Well-Being .......................................... 60
Tabel 4.8 Kategorisasi Tingkat Creativity ………………………………………. 61
Tabel 4.9 Kategorisasi Tingkat Curiosity ……………………………………….. 62
Tabel 4.10 Kategorisasi Tingkat Love of Learning ………………………………. 62
Tabel 4.11 Kategorisasi Tingkat Open-mindedness ……………………………… 63
Tabel 4.12 Kategorisasi Tingkat Perspective …………………………………….. 63
Tabel 4.13 Kategorisasi Tingkat Citizenship ……………………………………... 64
Tabel 4.14 Kategorisasi Tingkat Fairness ………………………………………... 65
Tabel 4.15 Kategorisasi Tingkat Leadership ……………………………………... 65
Tabel 4.16 R-Square ……………………………………………………………… 66
Tabel 4.17 ANOVA ………………………………………………………………. 67
Tabel 4.18 Koefisien Regresi ……………………………………………………... 68
Tabel 4.19 Proporsi Varians IV …………………………………………………....72

xiv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir ......................................................................31

xv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Link Google Form ……………………………………………………...86


Lampiran 2. Informed Consent ………………………………………………………87
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian …………………………………………………...88
Lampiran 4. Hasil Output CFA Syntax dan Path Diagram ………………………….94
Lampiran 5. Hasil Uji Regresi ……………………………………………………...104

xvi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Setiap individu ingin merasa sejahtera dalam hidupnya. Kesejahteraan subjektif atau

subjective well-being didapat melalui penilaian masing-masing individu. Terdapat

banyak hal yang dapat dilakukan seseorang untuk mencapai kesejahteraannya, salah

satunya adalah dengan bekerja. Bekerja pada suatu bidang pekerjaan sudah menjadi

tuntutan dalam hidup dari seseorang, melalui bekerja akan menjadikan individu lebih

berkembang secara personal dengan berinteraksi sesama rekan kerja, melalui

pembelajaran yang didapat dari pengalaman di lingkungan kerja, dan melalui kegiatan

pekerjaan lainnya.

Sebuah organisasi atau perusahaan dapat dikatakan berhasil apabila

karyawannya merasa sejahtera. Oleh karena itu sumber daya manusia (karyawan)

berperan aktif dalam setiap kegiatan perusahan untuk mewujudkan tujuan dari

perusahaan tersebut. Namun, pada kenyataannya tidak semua individu merasakan

sejahtera dalam hidupnya, terutama bila dikaitkan dengan pekerjaan. Yuswantoro

(2014), dilansir dari laman sindonews.com mengatakan bahwa ratusan pekerja BUMN

Perum Jasa Tirta (PJT) I memilih mogok kerja dan melakukan unjuk rasa untuk

menuntut kesejahteraan. Selain itu, Heksantoro (2017) yang dikutip dari laman

detik.com mengatakan bahwa lebih dari 1.000 karyawan sebuah pabrik ban di

1
2

Purworejo, Jawa Tengah pada tanggal 06 Desember 2017 melakukan aksi mogok kerja.

Aksi tersebut dilakukan karena karyawan menuntut keadilan dan perbaikan

kesejahteraan.

Hal tersebut sejalan dengan hasil survey PWC pada tahun 2017 yang dilansir

dari laman finansialku.com terdapat 53% karyawan merasa stress dengan

pekerjaannya. Dengan demikian bisa diidentifikasikan bahwa 53% karyawan tersebut

tidak merasa sejahtera dalam bekerja dan kehidupannya (Joeng, 2017). Konflik di

dunia pekerjaan memang masih menjadi pembicaraan hangat hingga saat ini, terlebih

mengenai kesejahteraan karyawan. Dalam undang-undang Ketenagakerjaan Nomor 13

tahun 2003 dinyatakan perusahaan atau suatu organisasi wajib memberikan fasilitas,

pelatihan, perlindungan keselamatan fisik maupun mental dan pengupahan yang layak

kepada setiap karyawannya, sehingga karyawan dapat maksimal dalam menjalankan

tugas dan tanggung jawabnya kepada perusahaan di samping itu juga dapat mencapai

kesejahteraannya.

Studi lapangan telah dilakukan pada tanggal 17 November 2018 pada karyawan

BUMN yang mengungkapkan bahwa mereka merasa sejahtera dengan kehidupan dan

pekerjaannya. Hal itu disebabkan karena perusahaan berlaku adil bagi setiap karyawan,

narasumber juga mengatakan mempunyai pikiran yang positif dapat membantu

meminimalisir perasaan negatif terhadap rekan kerja dan atasan. Selain itu, narasumber

memiliki ketertarikan dengan pengalaman-pengalaman yang ada di perusahaan

tersebut sehingga meskipun mereka bekerja sesuai SOP, namun pihak perusahaan tetap
3

memberikan ruang kepada setiap pegawainya apabila memiliki ide atau kreativitas

yang berhubungan dengan pekerjaannya.

Kurniawan (2018) yang dilansir melalui intipesan.com mengatakan bahwa hasil

survey Indeks Kesejahteraan Tempat Kerja (Workplace Well-being Index) bahwa

kesejahteraan meningkat dari 67,5 menjadi 69,1 poin. Hal tersebut dikarenakan

karyawan pada saat ini lebih memiliki pandangan yang positif terhadap keseimbangan

dalam kerja dan kehidupan mereka sehari-hari karena memiliki pandangan yang positif

merupakan salah satu kunci mencapai kesejahteraan subjektif.

Subjective well-being pada karyawan merupakan topik yang hangat dalam

kehidupan organisasi (Grant & Spence, 2007) dan telah menjadi fokus perhatian dalam

masyarakat dan media (Farid & Lazarus, 2008). Subjective well-being merupakan suatu

fenomena yang mencakup tanggapan emosional setiap individu, domain kepuasan dan

penilaian secara menyeluruh mengenai kepuasan hidupnya (Diener, Suh, Lucas &

Smith 1999). Menurut Harter, Schmidt dan Keyes (2002), menyatakan bahwa

pekerjaan merupakan salah satu bagian yang berpengaruh dalam kehidupan seorang

individu dan kesejahteraannya di dalam masyarakat.

Diener, Lucas dan Oishi (dalam Snyder & Lopez, 2002) mengemukakan bahwa

subjective well-being atau kesejahteraan subjektif didefinisikan sebagai evaluasi

kognitif dan afektif seseorang tentang kehidupannya. Evaluasi ini termasuk reaksi

emosional terhadap peristiwa serta penilaian kognitif kepuasan hidup. Seseorang yang

memiliki subjective well-being yang tinggi, akan merasakan perasaan yang

menyenangkan dan sedikit memiliki emosi negatif, sebaliknya individu yang memiliki
4

subjective well-being rendah cenderung merasakan ketidakpuasan terhadap hidup,

mengalami sedikit kegembiraan dan kerap merasakan emosi negatif seperti kemarahan

dan kecemasan (Diener, 2000). Dengan demikian, subjective well-being adalah konsep

luas yang mencakup pengalaman emosi, tingkat suasana hati dan kepuasan hidup.

Pengalaman positif yang diwujudkan dalam subjective well-being tinggi adalah konsep

inti psikologi positif karena mereka membuat hidup menjadi bermanfaat. Atas dasar

tersebutlah penulis melakukan penelitian tentang subjective well-being pada karyawan.

Salah satu kunci mencapai kesejahteraan adalah dengan mengembangkan

kekuatan karakter (character strengths) yang ada dalam diri individu karena dapat

dipercaya meningkatkan kualitas dalam kehidupan seseorang (Peterson & Seligman,

2004). Individu dengan karakter yang baik atau kuat biasanya dinilai karena individu

tersebut mampu mengatasi persoalan dalam kehidupannya, sedangkan individu dengan

karakter yang lemah dapat dikatakan sebagai kurang mampu atau bahkan tidak mampu

mengatasi persoalan dalam kehidupannya.

Peterson dan Seligman (2004) mengungkapkan bahwa terdapat 24 karakter

yang termasuk dalam character strengths yaitu wisdom & knowledge (creaitivity,

curiosity, open-mindedness, love of learning, perspective). Courage (bravery,

persistence, integrity, vitality). Humanity/Love (love, kindness, social intelligence).

Justice (citizenship, fairness, leadership). Temperance (forgiveness and mercy,

humility/modesty, prudence, self-regulation). Transcendence (appreciation of beauty

and excellence, gratitude, hope, humor, sprituality).


5

Penelitian lain dari Proctor, Maltby dan Linley (2011) mengungkapkan bahwa

kekuatan karakter secara umum seperti open-mindedness, leadership, & wisdom,

memiliki pengaruh terhadap kesejahteraan subjektif atau subjective well-being

seseorang. Yayasan Manuel D dan Rhoda Mayerson (Dalam Peterson & Seligman,

2004) telah melakukan sebuah penelitian mengenai karakter-karakter positif individu,

yang dapat menjadi kekuatan dalam kesejahteraannya.

Menurut Baltes, Gluck dan Kunzmann (dalam Snyder dan Lopez 2002),

pekerjaan selalu berkaitan dengan kebijaksanaan dalam hal ini adalah wisdom, sebagai

upaya untuk mengimbangi dominasi dari kekhawatiran untuk memperbaiki dan

memahami sifat defisit yang ada dalam perilaku manusia. Berdasarkan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Ardelt dan Edwards (2015), bahwa kebijaksanaan atau wisdom

memiliki hubungan yang kuat dengan subjective well-being terlebih pada usia dewasa

akhir, hal ini mungkin karena kemampuan mengatasi permasalahan dikehidupan pada

usia dewasa lebih baik serta lebih bisa menerima keadaannya saat ini.

Heckhausen, Dixon dan Baltes (dalam Snyder & Lopez 2002) dalam

penelitiannya tentang subjective well-being mengemukakan bahwa wisdom ternyata

menjadi salah satu bagian terpenting dari beberapa karakteristik yang diharapkan orang

di akhir masa dewasanya. Menurut Baltes, Gluck dan Kunzmann (dalam Snyder &

Lopez 2002) bahwa wisdom saat ini tidak hanya terfokus pada aspek-aspek positif pada

usia dewasa akhir, melainkan untuk semua fase dalam konteks kehidupannya sebagai

sarana menuju kehidupan yang baik bahkan optimal. Avey et al., (2012) dalam

penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan yang positif antara kekuatan karakter
6

wisdom terhadap kinerja karyawan sehingga dapat berpengaruh terhadap

kesejahterannya.

Menurut Sternberg (dalam Snyder & Lopez 2002), wisdom

dikonseptualisasikan sebagai penerapan pengetahuan menuju pencapaian kebaikan

bersama yang dicapai melalui keseimbangan di antara berbagai kepentingan, termasuk

kepentingan sendiri dan orang lain. Artinya adalah pentingnya wisdom & knowledge

bagi individu dalam kehidupannya terlebih dalam suatu pekerjaan, hal ini berkaitan

dengan bagaimana individu akan berperilaku selama bekerja. Seseorang dapat

mencapai kesejahteraannya melalui kekuatan karakter yang dikembangkannya

(Peterson & Seligman, 2004). Dengan kata lain, kekuatan karakter adalah salah satu

hal yang penting karena dapat mengarahkan individu pada kehidupan yang lebih baik.

Selain faktor tersebut, Lawson, Noblet dan Rotwell (2009) mengemukakan

bahwa ada hubungan antara keadilan atau justice yang menunjukkan bahwa persepsi

keadilan dapat memberikan kontribusi yang signifikan kepada subjective well-being

karyawan. Sedangkan menurut Henle (2005) keadilan organisasi mengacu pada

persepsi kesetaraan karyawan di tempat kerja. Le, Zheng dan Fujimoto (2016) dalam

penelitiannya juga mengungkapkan bahwa seluruh dimensi justice memiliki hubungan

yang kuat dengan subjective well-being pada karyawan pariwisata.

Tortia (2007) dalam penelitiannya, mengungkapkan bahwa justice sangat

berpengaruh secara signifikan terhadap kesejahteraan pekerja. Hal ini dikarenakan

individu dapat mengevaluasi mengenai keadilan atau justice dalam kehidupannya.

Persepsi justice bagi individu juga merupakan peran penting dalam mencapai
7

kesejahterannya. Individu yang memiliki justice yang tinggi cenderung akan mudah

dalam mengatasi persoalan dalam kehidupannya terlebih dalam kehidupan dan

pekerjaannya.

Pada karyawan, kekuatan karakter memiliki peranan penting dalam proses

mencapai kesejahteraan karyawan itu sendiri. Dimana, kekuatan karakter sangat

mempengaruhi potensi dari karakter individu ketika individu tersebut memiliki tekanan

atau hambatan dalam kehidupannya serta mampu menganalisis kehidupan yang pernah

dialami melalui pengalaman, dengan mengembangkan karakter-karakter positif dapat

membantu individu untuk meminimalisir hal-hal negatif dalam kehidupannya, seperti

halnya dengan mengembangkan karakter wisdom & knowledge dan justice yang

merupakan bagian dari character strengths, dengan begitu dapat meningkatkan

kesejahteraannya.

Karyawan dengan wisdom & knowledge yang tinggi cenderung memiliki

kreativitas yang tinggi baik dalam menyelesaikan pekerjaan di kantor maupun dalam

kegiatan yang lain, memiliki ketertarikan dan rasa ingin tahu yang tinggi terhadap

pengalaman atau hal yang belum pernah ia coba, dapat mempertimbangkan sesuatu

sebelum mengambil keputusan dan mempunyai perencanaan yang matang untuk masa

depannya. Selain itu, karyawan dengan justice yang tinggi cenderung akan memiliki

rasa tanggung jawab terhadap tugas dan pekerjaannya, mempunyai sudut pandang yang

objektif, menghargai pendapat orang lain, dan ketika menjadi leader dalam suatu tim

karyawan tersebut mampu untuk mengarahkan anggota tim kerjanya, memperlakukan

semua anggota dengan adil serta dapat bertanggung jawab terhadap timnya.
8

Melihat dari fenomena dan hasil pemaparan dari berbagai sumber mengenai

pentingnya subjective well-being dari berbagai aspek khususnya dari sisi kekuatan

karakter atau character strengths dalam hal ini adalah wisdom & knowledge dan

justice, karena dapat mengarahkan perilaku individu ke arah yang positif dan

meminimalisir hal-hal negatif, maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang subjective well-being tersebut. Atas dasar inilah penulis memilih

judul “Pengaruh Wisdom & Knowledge dan Justice terhadap Subjective well-being

Karyawan”

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1 Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, penulis membatasi ruang lingkup

masalah penelitian ini pada pengaruh variabel bebas (Wisdom & Knowledge dan

Justice) terhadap variabel terikat (Subjective well-being). Adapun batasan masing-

masing variabel adalah:

1. Subjective well-being mengacu pada sejauh mana seseorang percaya atau merasa

hidupnya berjalan dengan baik dan mencerminkan keseluruhan evaluasi kualitas

kehidupan seseorang darinya atau perspektifnya sendiri (Diener, Lucas & Oishi,

2018).

2. Wisdom & knowledge dapat dikatakan sebagai kekuatan kebijaksanaan dan

pengetahuan yang mencakup sifat-sifat positif terkait dengan akuisisi dan


9

penggunaan informasi dalam pelayanan kehidupan yang baik. (Peterson &

Seligman, 2004).

3. Justice merupakan kemampuan interpersonal yang luas mengenai persepsi

keadilan, relevan dengan interaksi individu, kelompok atau masyarakat. (Peterson

& Seligman, 2004).

4. Subjek pada penelitian ini adalah karyawan dari dua perusahaan BUMN yakni

Bank BJB dan PT. Adhi Karya.

1.2.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, muncul beberapa permasalahan

yang kemudian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari wisdom & knowledge dan justice

terhadap subjective well-being karyawan?

2. Apakah ada pengaruh yang signifikan dari dimensi wisdom & knowledge

(creativity, curiosity, love of learning, open-mindedness, perspective) dan dimensi

justice (citizenship, fairness, leadership) terhadap subjective well-being?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetehaui pengaruh wisdom & knowledge

dan justice terhadap subjective well-being karyawan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini terbagi menjadi 2 (dua) yaitu:


10

1.3.2.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memperkaya hasil penelitian mengenai

subjective well-being dari sisi wisdom & knowledge yang merupakan bagian dari

karakter positif individu.

1.3.2.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menciptakan program dan pelatihan yang berpengaruh

terhadap subjective well-being bagi karyawan agar dapat meningkatkan subjective

well-being karyawan, dan membentuk subjective well-being seperti yang diharapkan

dengan mengembangkan karakter-karakter positif individu seperti wisdom &

knowledge dan justice melalui program dan pelatihan yang di selenggarakan.


BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Subjective Well-Being

2.1.1 Definisi Subjective Well-Being

Proctor, Maltby dan Linley (2011) mengungkapkan bahwa subjective well-being atau

kesejahteraan subjektif mengacu pada persepsi personal dan pengalaman tentang

respon emosi yang positif, negatif umum dan evaluasi domain kognitif yang spesifik

tentang kepuasan terhadap hidup. Diener (2009) mengemukakan bahwa subjective

well-being menekankan pada pengalaman emosional individu dalam kehidupannya.

Menurut Eddington dan Shuman (2008) subjective well-being mengacu pada

evaluasi orang tentang kehidupan mereka, termasuk penilaian kognitif, seperti

kepuasan hidup dan evaluasi afektif (suasana hati dan emosi), seperti perasaan emosi

positif dan negatif. Seseorang dikatakan memiliki subjective well-being tinggi jika

mereka puas dengan kondisi kehidupan mereka dimana sering merasakan emosi positif

dan jarang merasakan emosi negatif.

Diener, Oishi dan Lucas (2003) mendefinisikan subjective well-being sebagai

persepsi tentang kehidupan yang meliputi evaluasi secara kognitif dan emosional atau

afektif yang sering dikenal dengan istilah kebahagiaan, ketentraman, keberfungsian

penuh dan kepuasan hidup. Subjective well-being merupakan persepsi tentang

kehidupan yang meliputi evaluasi secara kognitif dan emosional atau afektif yang

11
12

sering dikenal dengan istilah kebahagiaan, ketentraman, keberfungsian penuh dan

kepuasan hidup (Diener, Oishi & Lucas, 2003).

Farid dan Lazarus (2008) mendefinisikan subjective well-being sebagai

evaluasi individu mengenai hal yang menguntungkan secara keseluruhan dalam

kehidupannya dan pekerjaannya, maupun domain kepuasan yang berkaitan dengan

fisiologis, psikologis dan sosiologis. Diener et al., (2005) mengemukakan bahwa,

subjective well-being mengacu pada semua jenis evaluasi, baik positif maupun negatif

dalam kehidupannya, termasuk evaluasi kognitif reflektif, seperti kepuasan hidup dan

kepuasan kerja, minat dan keterlibatan dan evaluasi afektif peristiwa kehidupan, seperti

suka cita dan kesedihan. Jadi, subjective well-being adalah istilah umum yang

digunakan individu untuk menilai mengenai kehidupan mereka dan peristiwa yang

mereka alami.

Menurut Diener, Lucas & Oishi, (2018), subjective well-being mengacu pada

sejauh mana seseorang percaya atau merasa hidupnya berjalan dengan baik dan

mencerminkan keseluruhan evaluasi kualitas kehidupan seseorang darinya atau

perspektifnya sendiri. Pada penelitian ini, penulis menggunakan teori dari Diener, et

al., (2018) karena teori tersebut relevan dengan yang hendak diteliti.

Berdasarkan pemaparan tersebut, secara umum penulis menyimpulkan bahwa

subjective well-being adalah penilaian individu terhadap kehidupannya yang mencakup

kedalam seluruh aspek baik kognitif, emosonial maupun afektif. Artinya adalah

individu melakukan proses penliaian secara subjektif dikehidupannya.


13

2.1.2 Dimensi Subjective well-being

Menurut Diener (2018) terdapat dua aspek dalam subjective well-being, yaitu aspek

kognitif dan aspek afektif. Aspek kognitif mencakup kepuasan hidup secara global atau

luas dan evaluasi terhadap kepuasan domain tertentu. Sedangkan aspek afektif

mencakup evaluasi terhadap keberadaan afek positif dan evaluasi terhadap afek negatif.

1. Aspek kognitif dari subjective well-being adalah evaluasi terhadap kepuasaan

hidup individu baik secara global maupun domain tertentu. Berikut ini adalah

penjelasan dari evaluasi kepuasan hidup secara global dan kepuasaan hidup secara

khusus atau domain tertentu.

a. Evaluasi tehadap kepuasan hidup secara global, yaitu evaluasi individu

terhadap keseluruhan yang dirasakan dalam kehidupannya. Kepuasan hidup

merupakan evaluasi seseorang terhadap hidupnya secara eksplisit dan sadar,

seringkali evaluasi tersebut didasarkan pada faktor-faktor yang dianggap

relevan oleh orang tersebut.

b. Evaluasi terhadap kepuasan domain tertentu, yaitu penilaian yang dibuat

individu dalam mengevaluasi domain atau aspek tertentu dalam

kehidupannya, seperti kekuatan fisik dan mental, pekerjaan, rekreasi,

hubungan sosial, kehidupan dengan pasangan dan kehidupan dengan

keluarga.

2. Aspek afektif dari subjective well-being merefleksikan pengalaman dasar atau

perasaan-perasaan seseorang yang sering dialami. Dimana aspek tersebut

dikategorikan menjadi evaluasi terhadap keberadaan afek-afek positif dan evaluasi


14

terhadap afek-afek negatif. Seseorang dengan subjective well-beng yang tinggi

cenderung akan merasakan hal-hal positif lebih tinggi dan sedikit merasakan hal-

hal negatif. Berikut ini adalah penjelasan dari evaluasi terhadap keberadaan aspek

positif dan evaluasi terhadap afek negatif.

a. Evaluasi terhadap keberadaan afek positif. Afek Positif menunjukkan susasana

hati dan emosi yang menyenangkan, seperti sukacita dan kasih sayang. Aspek

positif merupakan emosi yang menyenangkan merupakan bagian dari

subjective well-being karena merefleksikan reaksi individu yang dianggap

penting bagi individu tersebut karena hidupnya berjalan sesuai dengan apa

yang diinginkan.

b. Evaluasi terhadap afek negatif. Afek negatif termasuk suasana hati dan emosi

yang tidak menyenangkan serta merefleksikan respon-respon negatif yang

dialami oleh individu seperti rasa cemas, merasa kurang beruntung terhadap

kehidupannya yang sering dialami.

2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Subjective well-being

Berbagai hasil penelitian dan literatur telah menghasilkan sejumlah variabel yang

dianggap sebagai prediktor subjective well-being, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Wisdom & knowledge

Menurut Park, Peterson, Seligman (2004) mengungkapkan bahwa diantara

beberapa kekuatan karakter yang paling berpengaruh terhadap subjective well-

being salah satunya adalah wisdom & knowledge. Berdasarkan hasil penelitian

yang dilakukan oleh Ardelt (2015) bahwa kebijaksanaan atau wisdom memiliki
15

hubungan yang kuat dengan kesejahteraan subjektif terlebih pada usia dewasa

akhir, hal ini karena kemampuan mengatasi permasalahan dikehidupan pada usia

dewasa lebih baik serta lebih bisa menerima keadaannya saat ini.

2. Justice

Lawson et al., (2009) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa adanya

hubungan antara keadilan atau justice yang menunjukkan bahwa persepsi keadilan

dapat memberikan kontribusi yang signifikan kepada subjective well-being

karyawan. Sedangkan menurut Henle (2005) keadilan organisasi mengacu pada

persepsi kesetaraan karyawan di tempat kerja dan merepresentasikan penjelasan

berdasarkan situasi mengenai perincian di tempat kerja. Le, Zheng & Fujimoto

(2016) dalam penelitiannya juga mengungkapkan bahwa seluruh dimensi justice

memiliki hubungan yang kuat dengan subjective well-being pada karyawan

pariwisata.

3. Agama dan Spiritualitas

Secara umum orang yang religius cenderung memiliki tingkat subjective well-

being yang lebih tinggi dan lebih spesifik. Partisipasi dalam layanan keagamaan,

affiliasi, hubungan dengan Tuhan dan berdoa juga dikaitkan dengan tingkat

subjective well-being yang tinggi (Diener, 2009).

4. Pendapatan

Diener, Lucas dan Oishi (2002) juga menyebutkan ada pengaruh pendapatan pada

subjective well-being. Namun, hanya memberikan pengaruh yang kecil. Hal ini

hanya karena jika individu memiliki pendapatan yang tinggi akan menghabiskan
16

waktu lebih banyak untuk bekerja dan tidak memiliki banyak waktu untuk

menjalin hubungan sosial dan bersenang-senang (Diener at, et al., 2009)

5. Pekerjaan

Menurut Harter, Schmidt dan Keyes (2002), pekerjaan merupakan salah satu

bagian yang signifikan dalam kehidupan seorang individu yang mempengaruhi

kehidupannya dan kesejahteraannya di dalam masyarakat.

6. Pendidikan

Menurut Diener et.al., (2009) tingkat pendidikan memiliki korelasi yang positif

dengan subjective well-being. Hubungan ini kuat pada populasi negara miskin dan

negara berkembang.

Berdasarkan pemaparan tersebut, yang menjadi independent variable dalam

penelitian ini adalah wisdom & knowledge dan justice, dikarenakan variabel tersebut

sesuai dengan fenomena yang penulis temukan di lapangan.

2.1.4 Pengukuran Subjective well-being

Terdapat beberapa alat ukur yang digunakan untuk mengukur subjective well-being, di

antaranya yaitu:

1. SWLS (Satisfaction with Life Scale). Alat ukur ini dikembangkan oleh Diener

et.al (1985). Alat ukur ini terdiri dari lima item untuk mengukur nilai individu

mengenai kepuasan hidupnya.


17

2. PANAS (Positive and Negative Affect Schedule). Alat ukur ini dikembangkan

oleh Clark, Watson, dan Tellegen (1998). Alat ukur ini terdiri dari 20 item yang

mengukur tingkat afek positif dan negatif individu.

3. FS (Flourishing Scale). Alat ukur ini dikembangkan oleh Diener et.al (2009). Alat

ukur ini terdiri dari delapan item singkat yang menggambarkan aspek penting

fungsi manusia mulai dari hubungan positif, perasaan kompeten, hingga memiliki

makna dan tujuan hidup.

4. SPANE (Scale of Positif and Negatif Experience). Alat ukur ini dikembangkan

oleh Diener et.al (2009). Alat ukur ini terdiri dari 12 item untuk mengukur

komponen afektif mengenai afek positif dan negatif seseorang.

Pada penelitian ini penulis menggunakan alat ukur Flourishing Scale dan Scale

of Positif and Negatif Experience (SPANE) yang dikembangkan oleh Diener et.al

(2009) karena kedua alat ukur tersebut relevan dengan apa yang hendak diteliti dan

dapat mengukur seluruh komponen dari subjective well-being.

2.2 Wisdom & Knowledge

2.2.1 Definisi Wisdom & Knowledge

Ardelt (2011) membagi wisdom dalam tiga dimensi yaitu dimensi kognitif, reflektif

dan afektif yang kemudian dijelaskan definisi operasionalnya. Wisdom ditinjau dari

dimensi kognitif yaitu pemahaman individu mengenai kehidupan dan keinginannya

untuk mengetahui kebenaran. Dimensi reflektif yaitu memahami makna yang lebih
18

dalam dari fenomena dalam peristiwa tersebut dan dimensi afektif yaitu merasakan hal-

hal interpersonal seperti rasa simpati dan cinta pada oranglain.

Snyder dan Lopez (2002) mengungkapkan definisi wisdom dalam teori implisit

yang dibagi dalam beberapa komponen, komponen kognitif mencakup kemampuan

intelektual yang kuat, pengetahuan dan pengalaman yang banyak dalam memhami

manusia, serta kemampuan untuk menerapkan pengetahuan secara teoritis dan praktis.

Komponen reflektif mengacu pada pengetahuan mengenai dunia dan dirinya sendiri,

terbuka terhadap pengalaman baru, serta mampu belajar dari kesalahan. Komponen

sosioemosional mencakup interaksi sosial dengan baik, seperti peka dan peduli

terhadap oranglain serta kemampuan memberikan nasihat yang baik. Selanjutnya

adalah komponen motivasi yang mengacu pada niat-niat baik yang dikaitkan dengan

kebijaksanaan, serta bertujuan pada solusi yang mengoptimalkan manfaat pada

oranglain dan dirinya sendiri.

Peterson dan Seligman (2004) mengungkapkan bahwa wisdom & knowledge

adalah salah satu bentuk intelejensi tetapi berbeda dengan IQ dan bukan merupakan

pengetahuan yang diperoleh dari membaca buku, kuliah ataupun belajar dari fakta.

Menurutnya juga wisdom & knowledge dapat dikatakan sebagai kekuatan

kebijaksanaan dan pengetahuan yang mencakup sifat-sifat positif terkait dengan

akuisisi dan penggunaan informasi dalam pelayanan kehidupan yang baik. Wisdom &

knowledge bisa disebut sebagai kekuatan kognitif. Pada penelitian ini, penulis
19

menggunakan teori wisdom dari Peterson dan Seligman (2004) karena teori tersebut

relevan dengan yang hendak diteliti.

2.2.2 Dimensi Wisdom & Knowledge

Menurut Peterson dan Seligman, (2004) kekuatan dari wisdom & knowledge

merupakan aspek kognitif yang meliputi:

1. Creativity (original, ingenuity)

Individu dapat dikatakan memiliki kekuatan creativity ketika individu tersebut

memiliki ide atau tingkah laku yang orisinil, unik, baru, mengejutkan dan tidak

biasa. Sehingga, kreativitas individu dapat memberikan kontribusi positif terhadap

kehidupannya dan juga kehidupan orang lain.

2. Curiosity (interest, novelty-seeking, openness to experiences)

Curiosity merupakan ketertarikan individu yang berasal dari dalam terhadap suatu

pengalaman. Individu yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi cenderung akan

menyukai pengalaman-pengalaman baru yang unik, bervariasi dan menantang.

3. Love of Learning

Love of Learning sering dikaitkan pada konsep-konsep besar seperti kompetensi,

nilai-nilai dan pengembangan minat. Love of Learning digambarkan sebagai cara

dan intensitas individu dalam memperoleh informasi dan keterampilan baru secara

umum atau spesifik yang mengarah pada perkembangan pengetahuan individu

mengenai minat mereka. Jika individu memiliki (strengths) love of learning, maka

individu tersebut akan menyatu secara kognitif. Individu akan mengalami perasaan
20

positif berkenaan dengan proses perolehan keterampilan, pemuasan rasa ingin tahu,

atau pada saat mempelajari pengetahuan yang baru. Kekuatan ini membantu

individu untuk bangkit dari kritikan dan tantangan (Peterson & Seligman, 2004).

4. Open-mindedness (judgment, critical thinking)

Open-mindedness merupakan keinginan untuk mencari secara aktif bukti untuk

mengkritisi kepercayaan, rencana, atau tujuan orang lain dan untuk

mempertimbangkan bukti yang ada secara adil jika terdapat bukti-bukti yang

diperlukan. Seseorang yang open-mindedness biasanya cenderung

mempertimbangkan segala bukti-bukti dalam mengambil keputusan dan selalu

terbuka akan bukti-bukti baru yang bisa mengubah keyakinan yang dimiliknya.

5. Perspective

Perspective mengacu pada kemampuan untuk mempersiapkan bekal hidup dalam

waktu yang panjang, yang dapat dimengerti bagi dirinya dan orang lain. Berbeda

dengan kecerdasan, perspective mewakili tingkat pengetahuan, penilaian dan

kapasitas superior yang memungkinkan individu untuk menjawab pertanyaan

penting dan sulit dalam berperilaku dan makna hidup, biasanya menggunakan

segala sesuatu untuk kebaikan atau kesejahteraan diri sendiri dan orang lain.

2.2.3 Pengukuran Wisdom & Knowledge

Pada penelitian ini penulis menggunakan alat ukur VIA-IS (Values in Action Inventory

of Strengths) yang dikembangkan oleh Peterson dan Seligman (2004). VIA-IS

menggunakan 120 item untuk enam virtues dan 24 kekuatan karakter. Dalam penelitian

ini, penulis hanya menggunakan item-item dari kekuatan karakter dan virtues wisdom
21

& knowledge. Total item yang digunakan untuk variabel ini adalah 25 item, dimana

setiap item yang digunakan akan mengukur aspek dari wisdom & knowledge itu sendiri.

Penulis menggunakan VIA-IS (Values in Action Inventory of Strengths) karena alat

ukur tersebut relevan dan dapat mengukur seluruh dimensi dari wisdom.

2.3 Justice

2.3.1 Definisi Justice

Justice secara umum merujuk pada apa yang membuat hidup seseorang adil. Secara

umum, mungkin bagaimana individu itu mampu mensetarakan orang. Maka dari itu

kita membutuhkan keadilan menurut Rawls (dalam Peterson & Seligman, 2004).

Jean Porter (2016) dalam bukunya yang berjudul Justice As a Virtue

mengungkapkan bahwa justice merupakan tindakan yang dapat mewujudkan keadilan,

kesetaraan dan dapat berkomitmen dengan stabil agar individu mampu untuk memilih

jenis tindakan seperti apa jika terjadi peristiwa negatif. Dengan seperti itu kehidupan

seseorang sesuai dengan apa yang di cita-citakan.

Peterson dan Seligman (2004) mengungkapkan bahwa justice atau keadilan

merupakan kemampuan interpersonal yang luas mengenai persepsi keadilan, relevan

dengan interaksi antara individu, kelompok atau masyarakat. Selain itu, justice juga

dapat dikatakan sebagai kekuatan yang melandasi timbulnya kehidupan didalam

berorganisasi yang sehat misalnya keadilan, kepemimpinan dan tim kerja. Pada

penelitian ini, penulis menggunakan teori dari Peterson dan Seligman (2004) karena

teori tersebut relevan dengan fenomena yang hendak diteliti.


22

2.3.2 Dimensi Justice

Peterson dan Seligman (2004) membagi beberapa karakter dalam justice sebagai

berikut:

1. Citizenship (social responsibility, loyality, teamwork)

Citizenship merupakan kemampuan bekerja dengan baik pada situasi kelompok,

loyal pada kelompok, berbagi dengan kelompok. Orang-orang dengan kekuatan

ini memiliki rasa tanggung jawab kepada kelompok yang bersangkutan dan

menarik beban mereka sendiri sebagai anggota kelompok, bukan karena keadaan

eksternal memaksa mereka tetapi karena mereka menganggapnya sebagai apa

yang seharusnya dilakukan oleh anggota kelompok.

2. Fairness

Moral judgment akan menghasilkan kekuatan karakter yang disebut fairness, yaitu

proses dimana suatu individu mempunyai sudut pandang yang akan menilai hal-hal

yang baik dan buruk menurut moral dari individu masing-masing. Orang yang

memiliki kekuatan karakter fairness cenderung akan memperlakukan orang lain

secara adil, memberikan kesempatan yang sama pada orang lain dan tidak

membiarkan perasaan subjektifnya mempengaruhi keputusan yang menyangkut

dengan orang lain.

3. Leadership

Suatu karakter yang dapat mendorong anggota kelompok untuk bekerja, menjaga

hubungan baik dengan anggota kelompok, menyiapkan aktivitas kelompok dan

mengevaluasinya. Dalam hal ini leadership yang dimaksud adalah motivasi untuk
23

mengambil peran pemimpin dalam sistem sosial, kemampuan mempengaruhi

orang lain, mampu mengatur aktivitas pribadi dan orang lain dalam suatu sistem

yang terintegrasi.

2.3.3 Pengukuran Justice

Pada penelitian ini penulis menggunakan alat ukur VIA-IS (Values in Action Inventory

of Strengths) yang dikembangkan oleh Peterson & Seligman (2004). VIA-IS

menggunakan 120 item untuk enam virtues dan 24 kekuatan karakter. Dalam penelitian

ini, penulis hanya menggunakan item-item dari kekuatan karakter dan virtues justice

yang terdiri dari 15 item, dimana setiap item yang digunakan akan mengukur aspek

dari justice itu sendiri. Alat ukur VIA-IS (Values in Action Inventory of Strengths)

digunakan oleh penulis karena alat ukur tersebut relevan dan dapat mengukur seluruh

komponen dari justice.

2.4 Kerangka Berpikir

Karyawan merupakan salah satu bagian terpenting dari sebuah organisasi perusahaan.

Perusahaan manapun tentu akan sangat membutuhkan karyawan. Dimana, perusahaan

akan berjalan dengan lancar apabila karyawan bekerja dengan baik dan secara totalitas.

Subjective well-being atau kesejahteraan subjektif menjadi faktor penting bagi

karyawan itu sendiri. Karyawan dengan subjective well-being yang tinggi dapat

melakukan tugasnya dengan baik, mampu mengatasi berbagai hambatan dalam

pekerjaan serta dapat meminimalisir kesalahannya dalam bekerja. Setiap organisasi

atau perusahaan mengharapkan karyawannya agar lebih proaktif, professional dan

berkomitmen tinggi dalam pekerjaannya.


24

Pada sebuah perusahaan subjective well-being karyawan menjadi tolak ukur

bagi berjalannya suatu perusahaan. Perusahaan yang memiliki karyawan dengan

subjective well-being yang tinggi cenderung akan memberikan dampak positif lebih

banyak pada perusahaan itu sendiri, selain itu juga dapat memberikan dampak positif

yang tinggi bagi individu tersebut. Hal ini sejalan dengan pernyataan Harter, Schimdt,

dan Keyes (2002), bahwa pekerjaan merupakan salah satu bagian dari yang

berpengaruh dalam kehidupan seorang individu dan kesejahterannya di dalam

masyarakat.

Seseorang dapat mencapai kesejahteraannya melalui kekuatan karakter yang

dikembangkannya. Dengan kata lain, kekuatan karakter adalah salah satu hal yang

penting karena dapat mengarahkan individu pada kehidupan yang lebih baik. Dengan

mengembangkan karakter-karakter positif dapat membantu individu untuk

meminimalisir hal-hal negatif dalam kehidupannya, seperti halnya dengan

mengembangkan karakter wisdom & knowledge dan justice yang merupakan bagian

dari character strengths, dengan begitu dapat meningkatkan kesejahteraannya karena

kekuatan karakter atau character strengths merupakan prediktor dari subjective well-

being (Peterson & Seligman, 2004). Wisdom & knowledge merupakan kekuatan

kebijaksanaan dan pengetahuan yang mencakup sifat-sifat positif terkait dengan

akuisisi dan penggunaan informasi dalam pelayanan kehidupan yang baik. Sedangkan

justice merupakan kemampuan interpersonal yang luas mengenai persepsi keadilan,

relevan dengan interaksi antara individu, kelompok atau masyarakat. (Peterson &

Seligman, 2004).
25

Individu yang memiliki karakter yang baik atau kuat biasanya mampu

mengatasi persoalan dalam kehidupannya, sedangkan individu dengan karakter yang

lemah kurang mampu atau bahkan tidak mampu mengatasi persoalan dalam

kehidupannya. Contohnya adalah ketika individu memiliki sebuah hambatan atau

masalah dalam hidupnya, individu tersebut mampu menangani persoalan

dikehidupannya dengan mengembangkan karakter-karakter positif yang ada dalam

dirinya seperti wisdom & knowledge dan justice, karena karakter-karakter positif dapat

mengarahkan individu pada kehidupan yang lebih baik. Oleh karena itu wisdom &

knowledge dan justice menjadi sangat penting untuk diteliti. Hal ini sejalan dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Ardelt dan Edwards (2015) pada 156 anggota

masyarakat yang relatif sehat, 23 penghuni panti jompo dan 18 pasien di rumah sakit.

Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa wisdom memiliki hubungan yang kuat

dengan subjective well-being terlebih pada usia dewasa akhir, hal ini karena

kemampuan mengatasi permasalahan dikehidupan pada usia dewasa akhir lebih baik

serta lebih bisa menerima keadaannya saat ini.

Menurut Peterson dan Seligman (2004) terdapat beberapa aspek dalam wisdom

& knowledge. Yaitu creativity, curiosity, love of learning, open-mindedness dan

perspective. Dari semua aspek tersebut dapat dilihat apakah individu atau karyawan

merasa sejahtera dalam hidupnya dalam hal ini adalah subjective well-being.

Creativity, ditandai dengan individu yang memiliki ide atau tingkah laku yang orisinil,

unik, baru, mengejutkan dan tidak biasa (Peterson & Seligman, 2004). Karyawan yang

memiliki kreativitas yang tinggi cenderung akan mudah memberikan kontribusi yang
26

positif bagi dirinya sendiri seperti dapat mudah dalam menyelesaikan pekerjannya,

membantu pekerjaan oranglain dan perusahaan terkait sehingga dapat membuatnya

merasa puas dengan diri dan kehidupannya, dengan begitu ketika individu merasa puas

maka akan meningkatkan subjective well-being individu tersebut.

Curiosity merupakan ketertarikan individu yang berasal dari dalam terhadap

suatu pengalaman. Individu yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi cenderung akan

menyukai pengalaman-pengalaman baru yang unik, bervariasi dan menantang

(Peterson & Seligman, 2004). Karyawan yang memiliki rasa keingintahuan yang tinggi

akan menyukai pengalaman-pengalaman yang belum pernah dirasakannya. Selain itu,

menyukai pengalaman yang baru juga dapat meningkatkan inovasi dan kreativitas,

memperluas jaringan pertemanan, menambah skill dalam bekerja. Karyawan yang

menyukai pengalaman baru dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi diduga dapat

merasakan kesejahteraan dan tidak tertekan dalam bekerja. Karyawan yang memiliki

rasa ingin tahu yang tinggi serta ketertarikan terhadap pengalaman yang tinggi, akan

mencoba mempelajari hal-hal yang bisa dieksplor dari hal-hal yang baru ditemuinya.

Love of learning digambarkan sebagai cara dan intensitas individu dalam

memperoleh informasi dan keterampilan baru secara umum atau spesifik yang

mengarah pada perkembangan pengetahuan individu mengenai minat mereka

(Peterson & Seligman, 2004). Jika karyawan memiliki (strengths) love of learning,

maka akan mengalami perasaan positif berkenaan dengan proses perolehan

keterampilan, pemuasan rasa ingin tahu, atau pada saat mempelajari pengetahuan yang

baru dalam intensitas yang tinggi. Kemampuan karyawan dalam menguasai


27

keterampilan yang dimiliki, serta rasa ingin tahu yang tinggi memiliki efek yang

positif, karena hal tersebut dapat menunjang karyawan untuk terus mengeksplor diri

mengenai apa yang ingin dia ketahui dan belum diketahui dari orang lain. Dengan

demikian, hal tersebut akan membuat individu tersebut merasa puas dengan dirinya

karena rasa keingintahuannya terhadap suatu hal telah terpenuhi sehingga dapat

menimbulkan perasaan bahagia dan meningkatkan kesejahterannya.

Open-mindedness, merupakan keinginan untuk mencari secara aktif bukti untuk

mengkritisi kepercayaan, rencana, atau tujuan orang lain dan untuk

mempertimbangkan bukti yang ada secara adil jika terdapat bukti-bukti yang

diperlukan (Peterson & Seligman, 2004). Karyawan yang memiliki open-mindedness

yang tinggi cenderung akan mempertimbangkan segala sesuatu sebelum mengambil

keputusan, lebih objektif dan akan terbuka pada pendapat orang lain, serta dapat

menjadikan karyawan berpikir kritis. Sehingga karyawan tersebut tidak akan langsung

menyimpulkan mengenai hal-hal yang terjadi namun memikirkan dan menimbangnya

dengan baik dan benar. Dengan demikian, karyawan yang memiliki pandangan objektif

cenderung lebih sering merasakan emosi positif sehingga dapat meningkatkan

kesejahterannya.

Perspective mengacu pada kemampuan untuk mempersiapkan bekal hidup

dalam waktu yang panjang, dapat dimengerti bagi dirinya dan orang lain (Peterson &

Seligman, 2004). Perspective merupakan kemampuan memberi nasihat yang bijak

kepada orang lain, memiliki cara pandang terhadap dunia dengan masuk akal untuk diri

sendiri serta orang lain. Pemberian nasihat yang baik biasanya didasarkan atas
28

pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki oleh seorang karyawan adalah baik dan

bermanfaat bagi orang lain. Karakteristik perspective yang dimiliki oleh seorang

karyawan dapat dirasakan melalui kebermanfaatan terhadap apa yang dia berikan serta

cara pandang yang baik terhadap dunia memiliki efek yang baik untuk dirinya sendiri

dan orang lain. Karyawan yang memiliki perspective yang tinggi cenderung akan

mempersiapkan dan memikirkan masa depan dirinya dan mungkin juga keluarganya,

hal ini akan membuat karyawan tersebut memiliki rencana hidup yang lebih matang

sehingga kesejahterannya mudah dicapai.

Ketika karyawan memiliki kreativitas yang tinggi, memiliki ketertarikan

terhadap pengalaman-pengalaman yang baru, mencari tahu informasi secara rutin,

terbuka terhadap lingkungannya, mampu mempersiapkan bekal hidup untuk masa

depan, dapat menimbulkan perasaan yang positif dan akan membuatnya merasa puas

dengan dirinya dan kehidupannya, sehingga hal tersebut akan meningkatkan

kesejahteraan subjektif atau subjective well-being individu tersebut. Pentingnya

kebijaksanaan dan pengetahuan atau wisdom & knowledge bagi individu dalam

kehidupannya terlebih dalam suatu pekerjaan berkaitan dengan bagaimana individu

akan berperilaku selama bekerja serta dapat meminimalisir hal-hal negatif yang terjadi,

seperti putus asa atau stress ketika dihadapkan dengan pekerjaan yang sulit.

Selain itu, keadilan dalam hal ini adalah justice juga merupakan faktor penting

dalam subjective well-being karyawan. Lawson et al., (2009) dalam penelitiannya

mengemukakan bahwa adanya hubungan antara keadilan atau justice menunjukkan

bahwa persepsi keadilan dapat memberikan kontribusi yang signifikan kepada


29

kesejahteraan karyawan. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Tortia (2007) kepada

958 karyawan di 228 organisasi atau perusahaan, mengungkapkan bahwa justice sangat

berpengaruh terhadap subjective well-being seorang karyawan, hal tersebut

dikarenakan evaluasi individu mengenai justice dalam kehidupannya akan sangat

berpengaruh terhadap kesejahterannya. Menurut Peterson dan Seligman (2004)

terdapat beberapa aspek justice yaitu citizenship, fairness, leadership.

Citizenship merupakan kemampuan bekerja dengan baik pada situasi

kelompok, loyal pada kelompok, berbagi dengan kelompok (Peterson & Seligman,

2004). Karyawan yang memiliki citizenship yang tinggi cenderung akan mudah dalam

menyesuaikan diri dengan situasi ditempat kerja. Karyawan akan memiliki rasa

tanggung jawab yang tinggi kepada kelompok atau tim dalam bekerja, mementingkan

kepentingan kelompok, selain itu juga dapat memberikan efek positif bagi perusahaan.

Fairness, yaitu proses dimana suatu karyawan mempunyai sudut pandang yang

akan menilai hal-hal yang baik dan buruk menurut moral dari individu masing-masing

(Peterson & Seligman, 2004). Karyawan yang memiliki karakter fairness yang tinggi

cenderung akan memperlakukan orang lain secara adil, memberikan kesempatan yang

sama untuk orang lain dan tidak menilai orang secara subjektif melainkan secara

objektif. Individu yang memiliki karakter tersebut akan memiliki pandangan yang

positif terhadap orang lain, dengan kata lain individu tersebut akan mudah dalam

memperoleh kesejahteraan dalam hidupnya dan disisi lain akan memberikan dampak

positif pada perusahaan karena satu sama lain dapat memperlakukan orang lain secara

adil, guna menghindari adanya perselisihan antar karyawan.


30

Leadership merupakan suatu karakter yang dapat mendorong anggota

kelompok untuk bekerja, menjaga hubungan baik dengan anggota kelompok,

menyiapkan aktivitas kelompok dan mengevaluasinya (Peterson & Seligman, 2004).

Leadership yang dimaksud adalah mengambil peran pemimpin dalam sistem sosial

atau kelompok. Selain itu, karyawan yang memiliki leadership mampu mempengaruhi

orang lain, juga mampu memberikan motivasi kepada orang lain.

Seorang karyawan yang memiliki character strengths justice yang tinggi

cenderung akan mudah dalam memberikan kontribusi yang positif bagi dirinya dan

lingkungannya. Hal ini dikarenakan justice juga memiliki peran penting terhadap

subjective well-being seseorang. Karyawan yang memiliki kemampuan bekerja dengan

baik pada kelompok, memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi, mampu menilai hal-

hal yang baik dan buruk secara objektif, memiliki keterbukaan terhadap lingkungannya

memperlakukan semua orang sama baiknya, menghormati pendapat orang lain, akan

memberikan reaksi yang positif dari orang lain terhadap karyawan tersebut, sehingga

hubungan antara satu karyawan dengan yang lainnya menjadi baik dan hal itu akan

membuat individu merasakan bahagia, puas dengan kehidupannya dan meningkatkan

kesejahteraannya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karyawan yang memiliki

kreativitas tinggi, memiliki ketertarikan terhadap pengalaman-pengalaman yang baru,

mencari tahu informasi secara rutin, terbuka terhadap lingkungannya, mampu

mempersiapkan bekal hidup untuk masa depan, bertanggung jawab terhadap tugas dan

pekerjaannya, memiliki sudut pandang yang objektif, dapat menjadi leader yang baik
31

dengan cara memperlakukan oranglain secara adil maka akan membuat perasaan dan

pikirannya menjadi positif, membuatnya merasa puas dengan diri dan kehidupannya,

sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan subjektif atau subjective well-being

individu tersebut. Dengan begitu, wisdom & knowledge dan justice menjadi sangat

penting bagi setiap orang, karena dapat meminimalisir hal-hal negatif yang terjadi

dalam kehidupannya, serta dapat dengan mudah mengatasi persoalan dan hambatan

dalam kehidupannya. Hal inilah yang membuat penulis ingin menelaah lebih lanjut

mengenai wisdom & knowledge dan justice terhadap subjective well-being pada

karyawan.

Secara ringkas model penelitian ini dapat dilihat pada bagan kerangka berpikir berikut:

Wisdom & Knowledge

Creativity

Curiosity

Love of learning

Open-mindedness

Perspective Subjective
well-being
Justice

Citizenship

Fairnes

Leaderhsip

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir


32

2.5 Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan asumsi penelitian terhadap suatu permasalahan yang masih harus

diuji atau diteliti. Dalam penelitian ini, penulis ingin melihat apakah tingkat subjective

well-being karyawan yang merupakan dependent variable bergantung pada tinggi

rendahnya skor pada independent variable yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu

wisdom & knowledge dan justice. Berdasarkan kerangka berpikir tersebut, maka

hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

2.5.1 Hipotesis Mayor

Ha : Ada pengaruh yang signifikan dari wisdom & knowledge (creativity, curiosity,

love of learning, open-mindedness, perspective) dan justice (citizenship,

fairness, leadership) terhadap subjective well-being.

2.5.2 Hipotesis Minor

Ha1 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi creativity dari variabel wisdom &

knowledge terhadap subjective well-being.

Ha2 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi curiosity dari variabel wisdom &

knowledge terhadap subjective well-being.

Ha3 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi love of learning dari variabel wisdom &

knowledge terhadap subjective well-being.

Ha4 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi open-mindedness dari variabel wisdom

& knowledge terhadap subjective well-being.


33

Ha5 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi perspective dari variabel wisdom &

knowledge terhadap subjective well-being.

Ha6 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi citizenship dari variabel justice terhadap

subjective well-being.

Ha7 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi fairness dari variabel justice terhadap

subjective well-being.

Ha8 : Ada pengaruh yang signifikan dimensi leadership dari variabel justice terhadap

subjective well-being.
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan dari dua perusahaan BUMN yaitu Bank

BJB dan PT. Adhi Karya. Kemudian, pada Bank BJB penelitian ini menggunakan

teknik probability sampling yang mana seluruh anggota populasi diasumsikan

memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi sampel penelitian. Metode

yang digunakan ialah simple random sampling yaitu sampel diambil secara acak tanpa

memperhatikan tingkatan yang ada dalam populasi. Melalui instrumen kuesioner

google form. Berdasarkan data yang diterima, didapatkan sebanyak 183 sampel.

Pada PT. Adhi Karya penelitian ini menggunakan teknik probability sampling

yang mana seluruh anggota populasi diasumsikan memiliki kesempatan yang sama

untuk terpilih menjadi sampel penelitian. Metode yang digunakan ialah metode

systematic random sampling yaitu metode pengambilan sampel acak sistematis

menggunakan interval dalam memilih sampel penelitian. Instrumen yang digunakan

dalam penelitian ini berupa kuesioner yang disebarkan pada 250 sampel dari 1665

melalui sekretaris dari divisi masing-masing. Maka jumlah kelompok intervalnya

1665/250 = 7. Namun, kuesioner yang kembali hanya sebanyak 233. Maka total

keseluruhan sampel dari kedua perusahaan pada penelitian adalah 416 sampel.

34
35

3.2 Variabel Penelitian

Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini, yaitu subjective well-being sebagai

variabel terikat (Dependent Variable), sedangkan wisdom & kowledge, justice dan

dimensi-dimensinya sebagai variabel bebas (Independent Variable).

Adapun definisi operasional masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah:

1. Subjective well-being mengacu pada sejauh mana seseorang percaya atau merasa

hidupnya berjalan dengan baik dan mencerminkan keseluruhan evaluasi kualitas

kehidupan seseorang darinya atau perspektifnya sendiri (Diener, Lucas & Oishi,

2018).

2. Wisdom & Knowledge yang dimaksud dalam penelitian Peterson dan Seligman

(2004) yaitu salah satu bentuk inteligensi tetapi berbeda dengan IQ dan bukan

merupakan pengetahuan yang diperoleh dari membaca buku, kuliah ataupun

belajar dari fakta. Menurutnya juga wisdom & Knowledge dapat dikatakan sebagai

kekuatan kebijaksanaan dan pengetahuan yang mencakup sifat-sifat positif terkait

dengan akuisisi dan penggunaan informasi dalam pelayanan kehidupan yang baik.

Wisdom & Knowledge bisa disebut sebagai kekuatan kognitif. Menurut Peterson

dan Seligman (2004) wisdom ditandai dengan 5 aspek, yaitu:

a. Creativity mengacu pada bentuk kreativitas individu yang harus memberikan

kontribusi positif terhadap kehidupannya dan juga kehidupan orang lain.

b. Curiosity merupakan ketertarikan individu yang berasal dari dalam terhadap

suatu pengalaman.
36

c. Love of Learning digambarkan sebagai cara dan intensitas individu dalam

memperoleh informasi dan keterampilan baru secara umum atau spesifik yang

mengarah pada perkembangan pengetahuan individu mengenai minat mereka.

d. Open-mindedness mengacu pada bentuk sebuah pertimbangan atas segala bukti-

bukti secara adil dalam mengambil keputusan.

e. Perspective mengacu pada kemampuan untuk mempersiapkan bekal hidup

dalam waktu yang panjang, yang dapat dimengerti bagi dirinya dan orang lain.

3. Justice yang dimaksud dalam penelitian Peterson dan Seligman (2004) yaitu

kemampuan interpersonal individu mengenai persepsi keadilan, relevan dengan

interaksi individu, kelompok atau masyarakat. Menurut Peterson & Seligman

(2004) bahwa justice ditandai oleh tiga aspek, yaitu:

a. Citizenship merupakan kemampuan bekerja dengan baik pada situasi

kelompok, loyal pada kelompok, berbagi dengan kelompok.

b. Fairness merupakan proses dimana suatu individu mempunyai sudut pandang

yang akan menilai hal-hal yang baik dan buruk menurut moral dari individu

masing-masing.

c. Leadership merupakan suatu karakter yang dapat mendorong anggota

kelompok untuk bekerja, menjaga hubungan baik dengan anggota kelompok,

menyiapkan aktivitas kelompok dan mengevaluasinya.

3.3 Instrumen Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, instrumen pengumpulan data berupa kuesioner. Kuesioner yang

digunakan dalam penelitian ini berbentuk model skala Likert. Instrumen model skala
37

likert yaitu sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), setuju (S), sangat setuju (SS).

Model skala Likert ini terdiri dari pernyataan positif (favourable) dan pernyataan

negatif (unfavourable). Perhitungan skor tiap-tiap jawaban adalah sebagai berikut.

Tabel 3.1
Model Skala Likert

Kategori Favorable Unfavorable


Sangat tidak setuju 1 4
Tidak Setuju 2 3
Setuju 3 2
Sangat setuju 4 1

Instrumen pengumpulan data ini terdiri dari tiga alat ukur, yaitu skala

kesejahteraan subjektif atau subjective well-being sebagai dependen variabel, skala

wisdom & knowledge dan skala justice sebagai independen variabel. Instrumen tersebut

dapat dilihat sebagai berikut.

3.3.1 Skala Subjective well-being

Untuk mengukur subjective well-being, pada penelitian ini menggunakan alat ukur FS

(Flourishing Scale) yang terdiri dari 8 item yang diadaptasi oleh Ed Diener dan Robert

Biswas-Diener (2009) untuk mengukur komponen kognitif dan alat ukur SPANE

(Scale of Positif and Negative Experience) yang terdiri dari 12 item untuk mengukur

komponen afektif, positif 6 item dan negatif 6 item yang dimodifikasi oleh Ed Diener

dan Robert Biswas-Diener (2009). Total seluruh item yang digunakan untuk mengukur

subjective well-being pada penelitian ini adalah 20 item. Adapun blue print dari skala

subjective well-being ini dapat dilihat pada tabel berikut:


38

Tabel 3.2
Blue Print skala Subjective Well-Being
Butir soal
No Dimensi Indikator Fav Unfav Jumlah

Evaluasi kepuasan hidup


1 Kognitif 1,2,3,4 - 4
secara global

Evaluasi kepuasan hidup


5,6,7,8 - 4
secara domain

2 Afektif Afek Positif 9,11,13,15,18,20 - 6


Afek Negatif 10,12,14,16,17,19 6

3.3.2 Skala Wisdom & Knowledge

Untuk mengukur wisdom, digunakan alat ukur VIA-IS (Values in Action Inventory of

Strengths) yang dikembangkan oleh Peterson dan Seligman (2004). VIA-IS terdiri dari

120 item untuk enam virtues dan 24 kekuatan karakter. Dalam penelitian ini, penulis

hanya menggunakan item-item dari kekuatan karakter dan virtues wisdom &

knowledge, yang terdiri dari 25 item. Adapun blue print dari skala wisdom &

knowledge sebagai berikut:

Tabel 3.3
Blue Print skala Wisdom & Knowledge
Butir soal
No Dimensi Indikator Fav Unfav Jumlah

Mampu memberikan kontribusi positif


1 Creativity 1,2,3,4,5 - 5
terhadap dirinya dan oranglain

2 Curiosity Ketertarikan terhadap suatu pengalaman 6,7,8,9,10 - 5


Love of Mampu memperoleh informasi dan 11,12,13,
3 - 5
learning keterampilan baru 14,15
Open- Mampu berpikir secara terbuka dan 16,17,18,
4 - 5
mindedness objektif 19,20
21,22,23,
5 Perspective Mampu mempersiapkan bekal hidup - 5
24,25
39

3.3.3 Skala Justice

Untuk mengukur justice, digunakan alat ukur dari VIA-IS (Values in Action Inventory

of Strengths) yang dikembangkan oleh Peterson dan Seligman (2004). VIA-IS terdiri

dari 120 item untuk enam virtues dan 24 kekuatan karakter. Namun dalam penelitian

ini, penulis hanya menggunakan item-item dari kekuatan karakter dan virtues justice.

Setiap item yang digunakan akan mengukur aspek dari justice itu sendiri yang terdiri

daftardari 15 item untuk mengukur skala justice. Penulis menggunakan rentangan skala

4 yaitu “sangat tidak setuju”, “tidak setuju”, “setuju” dan “sangat setuju”. Adapun blue

print dari skala tersebut berdasarkan dimensinya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.4
Blue Print skala Justice

Butir soal
No Dimensi Indikator Fav Unfav Jumlah
Kemampuan bekerja dengan
1 Citizenship 1,2,3,4,5 - 5
situasi kelompok
Memperlakukan oranglain secara
2 Fairness 6,7,8,9,10 - 5
adil
Kemampuan untuk 11,12,13
3 Leadership - 5
mempengaruhi oranglain 14,15

3.4 Teknik Uji Validitas Konstruk

Sebelum melakukan analisis data, penulis melakukan pengujian terhadap validitas

konstruk dari ketiga instrumen yang digunakan, yaitu: 1) Subjective well-being 2)

Wisdom & Knowledge dan 3) Justice. Untuk menguji validitas konstruk instrumen

pengukuran dalaam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan analisis faktor


40

berupa Confirmatory Factor Analysis (CFA). Pengujian analisis CFA ini delakukan

dengan bantuan software LISTREL 8.70. Adapun langkah-langkah dalam menguji

CFA (Umar, 2012):

1) Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan secara

operasional sehingga dapat disusun dengan pertanyaan atau pernyataan untuk

mengukurnya. Kemampuan ini dikenal sebagai faktor, sedangkan pengukuran

terhadap faktor ini dilakukan melalui analisisi terhadap respon atas item-itemnya.

2) Diteorikan setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun juga tiap subtest

hanya mengukur satu faktor juga. Artinya, baik item maupun subtest bersifat

unidimensional.

3) Dengan data yang tersedia, dapat diestimasi matriks korelasi antar item yang

seharusnya diperoleh jika memang unidimensional. Matriks korelasi ini disebut

sigma (∑), kemudian dibandingkan dengan matriks dari data empiris, yang disebut

matriks S. Jika teori tersebut benar (unidimensional) maka tentunya tidak ada

perbedaan antara matriks ∑ dengan matriks S dan dapat dinyatakan ∑ - S = 0.

4) Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan chi

square. Jika hasil chi square tidak signifikan (p>0,05), maka hipotesis nihil tersebut

“ditolak”. Artinya, teori unidimensional tersebut dapat diterima bahwa item

maupun subtest instrumen hanya dapat mengukur satu faktor saja.

5) Jika model fit, maka langkah selanjutnya yaitu menguji apakah item signifikan atau

tidak untuk mengukur apa yang akan di ukur, dengan menggunakan t-test. Jika hasil

t-test tidak signifikan maka item tersebut tidak signifikan dalam mengukur apa
41

yang hendak diukur, sebaiknya item yang demikian di drop. Dalam penelitian ini,

penulis menggunakan taraf kepercayaan 95% sehingga item yang dikatakan

signifikan adalah item yang memiliki t-value lebih dari 1.96 (t>1.96).

6) Terakhir, jika dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan faktornya negatif

maka item tersebut harus di drop. Sebab hal ini tidak sesuai dengan sifat item yang

bersifat positif (favorable). Adapun pengujian analisis CFA seperti ini dilakukan

dengan menggunakan software LISREL 8.70.

3.4.1 Uji Validitas Konstruk Subjective Well-Being

Penulis ingin menguji apakah 20 item yang digunakan untuk mengukur variabel

subjective well-being bersifat unidimensional, artinya item-item tersebut benar-benar

hanya menguji subjective well-being. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan

model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan chi-square = 2059.47, df = 170, P-value =

0.00000, RMSEA = 0.188. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi terhadap

model, dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan satu sama lain. Setelah

dilakukan modifikasi sebanyak 63 kali, maka diperoleh model fit dengan chi-square =

130.82, df = 109, P-value = 0.07580, RMSEA = 0.025. Artinya model satu faktor

(unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja

yaitu subjective well-being.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur

faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang perlu di-drop

atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan
42

faktor, jika nilai t>1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Koefisien

muatan faktor untuk item pengukuran subjective well-being pada tabel 3.5 dibawah ini:

Tabel 3.5
Muatan Faktor Item Skala Subjective Well-Being

No Koefisien Standar Error T-Value Keterangan


item1 0.72 0.05 14.06 √
item2 0.75 0,05 15.34 √
item3 0.79 0.05 15.90 √
item4 0.60 0.05 11.47 √
item5 0.72 0.05 14.47 √
item6 0.71 0.05 14.16 √
item7 0.84 0.05 17.56 √
item8 0.58 0.05 10.98 √
item9 0.66 0.05 12.99 √
item10 0.02 0.06 0.30 ×
item11 0.63 0.05 12.01 √
item12 0.11 0.06 1.99 √
item13 0.47 0.05 8.80 √
item14 0.06 0.06 1.12 ×
item15 0.54 0.05 10.13 √
item16 -0.04 0.06 -0.79 ×
item17 -0.10 0.06 -1.83 ×
item18 0.44 0.06 7.98 √
item19 -0.10 0.06 -1.87 ×
item20 0.21 0.06 3.67 √
Keterangan: tanda √ = Signifikan (t>1.96); X = Tidak Signifikan

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa terdapat 15 item yang bermuatan

positif dan signifikan, sementara lima item nomor 10, 14, 16, 17, 19 memiliki nilai

t<1.96 dan tidak signifikan sehingga item tersebut harus di-drop.

3.4.2 Uji Validitas Konstruk Wisdom & Knowledge

3.4.2.1 Creativity

Penulis menguji apakah item yang ada bersifat unidimensional, artinya item-tem

tersebut benar-benar hanya mengukur creativity. Dari hasil analisis CFA yang
43

dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 18.20, df =

5, P-Value = 0.00270 RMSEA = 0.092. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi

terhadap model, dimana kesalahan pengukuran sebanyak 2 kali, maka diperoleh model

fit dengan Chi-Square = 0.63, df = 3, P-Value = 0.89017, RMSEA = 0.000. Artinya

model satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item hanya

mengukur satu faktor saja yaitu Creativity.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur

faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang perlu di-drop

atau tidak. Dalam hal ini diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor

dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan

faktor, jika nilai t>1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Koefisien

muatan faktor untuk item pengukuran creativity disajikan pada tabel 3.6 berikut:

Tabel 3.6
Muatan Faktor Item Skala Creativity

No Koefisien Standar error T-Value Signifikan


Item 1 0.72 0.06 11.35 √
Item 2 0.61 0.06 10.26 √
Item 3 0.63 0.06 10.07 √
Item 4 0.68 0.06 8.79 √
Item 5 0.44 0.06 7.40 √
Keterangan: tanda √ = Signifikan (t>1.96); X = Tidak Signifikan)

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa semua item signifikan (t>1.96) dan

semua koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari

item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favourable. Dengan demikian

item-item tersebut tidak ada yang di-drop.


44

3.4.2.2 Curiosity

Penulis menguji apakah item yang ada bersifat unidimensional, artinya item-tem

tersebut benar-benar hanya mengukur curiosity. Dari hasil analisis CFA yang

dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 37.19, df =

5, P-Value = 0.00000 RMSEA = 0.143. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi

terhadap model, dimana kesalahan pengukuran sebanyak 2 kali, maka diperoleh model

fit dengan Chi-Square = 1.08, df = 3, P-Value = 0.78191, RMSEA = 0.000. Artinya

model satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item hanya

mengukur satu faktor saja yaitu Curiosity.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur

faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang perlu di-drop

atau tidak. Dalam hal ini diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor

dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan

faktor, jika nilai t>1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Koefisien

muatan faktor untuk item pengukuran curiosity disajikan pada tabel 3.7 berikut:

Tabel 3.7
Muatan Faktor Item Skala Curiosity

No. Item Faktor Loading Standar Error T-Value Keterangan


1 0,62 0,08 7,70 √
2 0,67 0,08 8,14 √
3 0,57 0,08 7,15 √
4 0,30 0,07 4,35 √
5 0,42 0,07 6,22 √
Keterangan: tanda √ = Signifikan (t>1.96); X = Tidak Signifikan)
45

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa semua item signifikan (t>1.96) dan

semua koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari

item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favourable. Dengan demikian

item-item tersebut tidak ada yang di-drop.

3.4.2.3 Love of Learning

Penulis menguji apakah item yang ada bersifat unidimensional, artinya item-item

tersebut benar-benar hanya mengukur love of learning. Dari hasil analisis CFA yang

dilakukan dengan model satu faktor, ternyata fit, dengan Chi-Square = 7.73, df = 5, P-

Value = 0.17168, RMSEA = 0.042. Artinya model satu faktor (unidimensional) dapat

diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu love of learning.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur

faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang perlu di-drop

atau tidak. Dalam hal ini diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor

dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan

faktor, jika nilai t>1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Koefisien

muatan faktor untuk item pengukuran love of learning disajikan pada tabel 3.8 berikut:

Tabel 3.8
Muatan Faktor Item Skala Love of Learning
No. Item Faktor Loading Standar Error T-Value Keterangan
1 0,56 0,06 9,22 √
2 0,56 0,06 9,18 √
3 0,65 0,06 10,76 √
4 0,66 0,06 10,92 √
5 0,50 0,06 8,04 √
Keterangan: tanda √ = Signifikan (t>1.96); X = Tidak Signifikan)
46

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa semua item signifikan (t>1.96) dan

semua koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari

item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favourable. Dengan demikian

item-item tersebut tidak ada yang di-drop.

3.4.2.4 Open-mindedness

Penulis menguji apakah item yang ada bersifat unidimensional, artinya item-tem

tersebut benar-benar hanya mengukur open-mindedness. Dari hasil analisis CFA yang

dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 16.18, df =

5, P-Value = 0.00636 RMSEA = 0.084. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi

terhadap model, dimana kesalahan pengukuran sebanyak 1 kali, maka diperoleh model

fit dengan Chi-Square = 2.93, df = 4, P-Value = 0.56933, RMSEA = 0.000. Artinya

model satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item hanya

mengukur satu faktor saja yaitu open-mindedness.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur

faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang perlu di-drop

atau tidak. Dalam hal ini diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor

dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan

faktor, jika nilai t>1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Koefisien

muatan faktor untuk item pengukuran open-mindedness disajikan pada tabel 3.9

berikut:
47

Tabel 3.9
Muatan Faktor Item Skala Open-mindedness

No. Item Faktor Loading Standar Error T-Value Keterangan


1 0,71 0,06 11,36 √
2 0,56 0,06 9,62 √
3 0,58 0,06 10,07 √
4 0,69 0,08 11,6 √
5 0,61 0,06 10,63 √
Keterangan: tanda √ = Signifikan (t>1.96); X = Tidak Signifikan)

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa semua item signifikan (t>1.96) dan

semua koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari

item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favourable. Dengan demikian

item-item tersebut tidak ada yang di-drop.

3.4.2.5 Perspective

Penulis menguji apakah item yang ada bersifat unidimensional, artinya item-tem

tersebut benar-benar hanya mengukur perspective. Dari hasil analisis CFA yang

dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 19.71, df =

5, P-Value = 0.00142 RMSEA = 0.097. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi

terhadap model, dimana kesalahan pengukuran sebanyak 2 kali, maka diperoleh model

fit dengan Chi-Square = 1.62, df = 3, P-Value = 0,65494, RMSEA = 0.000. Artinya

model satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item hanya

mengukur satu faktor saja yaitu perspective.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur

faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang perlu di-drop

atau tidak. Dalam hal ini diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor
48

dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan

faktor, jika nilai t>1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Koefisien

muatan faktor untuk item pengukuran perspective disajikan pada tabel 3.10 berikut:

Tabel 3.10
Muatan Faktor Item Skala Perspective

No. Item Faktor Loading Standar Error T-Value Keterangan


1 0,46 0,06 7,17 √
2 0,60 0,06 9,43 √
3 0,58 0,06 9,04 √
4 0,75 0,08 11,91 √
5 0,58 0,06 9,28 √
Keterangan: tanda √ = Signifikan (t>1.96); X = Tidak Signifikan)

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa semua item signifikan (t>1.96) dan

semua koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari

item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favourable. Dengan demikian

item-item tersebut tidak ada yang di-drop.

3.4.3 Uji Validitas Konstruk Justice

3.4.3.1 Citizenship

Penulis menguji apakah item yang ada bersifat unidimensional, artinya item-item

tersebut benar-benar hanya mengukur citizenship. Dari hasil analisis CFA yang

dilakukan dengan model satu faktor, ternyata fit, dengan Chi-Square = 8.17, df = 5, P-

Value = 0.14698, RMSEA = 0.045. Artinya model satu faktor (unidimensional) dapat

diterima, bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu citizenship.
49

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur

faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang perlu di-drop

atau tidak. Dalam hal ini diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor

dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan

faktor, jika nilai t>1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Koefisien

muatan faktor untuk item pengukuran citizenship disajikan pada tabel 3.11 berikut:

Tabel 3.11
Muatan Faktor Item Skala Citizenship

No Koefisien Standar error T-Value Signifikan


Item 1 0.59 0.06 10.1 √
Item 2 0.46 0.06 7.46 √
Item 3 0.62 0.06 10.57 √
Item 4 0.71 0.06 12.28 √
Item 5 0.62 0.06 10.58 √
Keterangan: tanda √ = Signifikan (t>1.96); X = Tidak Signifikan)

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa semua item signifikan (t>1.96) dan

semua koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari

item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favourable. Dengan demikian

item-item tersebut tidak ada yang di-drop.

3.4.3.2 Fairness

Penulis menguji apakah item yang ada bersifat unidimensional, artinya item-item

tersebut benar-benar hanya mengukur fairness. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan

dengan model satu faktor ternyata fit, dengan Chi-Square = 6.81, df = 5, P-Value =
50

0.23493, RMSEA = 0.034. Artinya model satu faktor (unidimensional) dapat diterima,

bahwa seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu fairness.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur

faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang perlu di-drop

atau tidak. Dalam hal ini diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor

dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan

faktor, jika nilai t>1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Koefisien

muatan faktor untuk item pengukuran fairness disajikan pada tabel 3.12 berikut:

Tabel 3.12
Muatan Faktor Item Skala Fairness

No Koefisien Standar error T-Value Signifikan


Item 1 0.71 0.05 13.18 √
Item 2 0.70 0.05 12.78 √
Item 3 0.80 0.05 15.26 √
Item 4 0.54 0.05 9.40 √
Item 5 0.53 0.05 9.16 √
Keterangan: tanda √ = Signifikan (t>1.96); X = Tidak Signifikan)

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa semua item signifikan (t>1.96) dan

semua koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari

item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favourable. Dengan demikian

item-item tersebut tidak ada yang di-drop.

3.4.3.3 Leadership

Penulis menguji apakah item yang ada bersifat unidimensional, artinya item-item

tersebut benar-benar hanya mengukur leadership. Dari hasil analisis CFA yang
51

dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-Square = 10.27, df

= 5, P-Value = 0.06801, RMSEA = 0.058. Oleh karena itu, penulis melakukan

modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran sebanyak 1 kali, maka

diperoleh model fit dengan Chi-Square = 1.08, df = 4, P-Value = 0.89814, RMSEA =

0.000. Artinya model satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item

hanya mengukur satu faktor saja yaitu leadership.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam mengukur

faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang perlu di-drop

atau tidak. Dalam hal ini diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor

dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan

faktor, jika nilai t>1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Koefisien

muatan faktor untuk item pengukuran leadership disajikan pada tabel 3.13 berikut:

Tabel 3.13
Muatan Faktor Item Skala Leadership
No Koefisien Standar error T-Value Signifikan
Item 1 0.68 0.06 12.28 √
Item 2 0.70 0.06 12.52 √
Item 3 0.70 0.06 11.87 √
Item 4 0.62 0.06 10.11 √
Item 5 0.48 0.06 8.6 √
Keterangan: tanda √ = Signifikan (t>1.96); X = Tidak Signifikan)

Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa semua item signifikan (t>1.96) dan

semua koefisien sudah bermuatan positif. Artinya semua koefisien muatan faktor dari

item sesuai dengan sifat item yang semuanya bersifat favourable. Dengan demikian

item-item tersebut tidak ada yang di-drop.


52

3.5 Teknik Analisa Data

3.5.1 Uji Hipotesis

Dalam menguji hipotesis penelitian, penulis menggunakan analisis regresi berganda.

Dalam hal ini yang dijadikan DV (variabel yang dianalisis variannya) yaitu subjective

well-being, sedangkan yang dijadikan IV (prediktor) adalah wisdom dan justice.

Setelah melakukan analisis faktor dengan metode CFA (Confirmatory Factor

Analysis), maka akan didapat data variabel berupa true-score yang selanjutnya

dijadikan input untuk dianalisis dengan regresi berganda. Karena dalam penelitian ini

akan dilakukan pegujian hipotesis dengan analisis statistik, maka hipotesis penelitian

yang ada diubah menjadi hipotesis mayor. Hipotesis nihil inilah yang akan diuji dalam

analisis statistik nantinya. Pada penelitian ini, penulis menggunakan analisis regresi

berganda di mana terdapat lebih dari satu variabel bebas untuk memprediksi variabel

yang terikat.

Pada penelitian ini terdapat delapan independent variabel (variabel bebas) dan

satu dependent variabel (variabel terikat). Adapun persamaan regresi berganda untuk

penelitian ini sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + e

Keterangan:

Y = Nilai prediksi Y (subjective well-being)


a = Intercept (konstan)
b = Koefisien regresi untuk masing-masing X
53

X1 = Creativity
X2 = Curiosity
X3 = Open-mindedness
X4 = Love of Learning
X5 = Perspective
X6 = Citizenship
X7 = Fairness
X8 = Leadership
e = residu

Adapun data yang dianalisis persamaan diatas adalah hasil dari pengukuran

yang sudah ditransformasikan ke dalam true score. Dalam hal ini, true score adalah

faktor yang diukur dengan menggunakan software SPSS dengan menggunakan item

yang valid. Tujuan dari true score adalah agar koefisien regresi tidak mengalami

atenuasi atau underestimated (koefisien regresi yang terhitung lebih rendah dari yang

seharusnya sehingga tidak signifikan).

Melalui analisis regresi berganda ini akan diperoleh nilai R2, yaitu koefisien

determinasi yang menunjukkan besarnya proporsi (presentase) varians dari DV yang

bisa dijelaskan oleh bervariasinya IV secara keseluruhan. Nilai R2 menunjukkan

besarnya proporsi pengaruh independent variable terhadap dependent variable.

Adapun jika R2 signifikan (p<0.05) maka proporsi varians Y yang di pengaruhi oleh

kedua faktor (wisdom & knowledge dan justice) secara keseluruhan adalah signifikan.

Jika telah terbukti signifikan, maka penulis akan menguji variabel mana dari delapan

variabel independen tersebut yang signifikan. Dalam hal ini penulis menguji signifikan
54

atau tidaknya koefisien regresi (b) dengan t-test. Jika memiliki skor t>1.96 maka

koefisien regresi variabel tersebut dinyatakan signifikan, sebaliknya jika t<1.96 maka

variabel tersebut dinyatakan tidak signifikan (dalam taraf signifikansi 0.05 atau 5%).

Selanjutnya dalam analisis regresi berganda ini dapat diperoleh beberapa

informasi yaitu:

1. R2 yang menunjukkan proporsi varians dari variabel dependen yang bisa

diterangkan oleh variabel independen.

2. Uji hipotesis mengenai signifikan atau tidaknya masing-masing koefisien regresi.

Koefisien yang signifikan menunjukkan dampak yang signifikan dari variabel

independen yang bersangkutan,

3. Persamaan regresi yang ditemukan bisa digunakan untuk membuat prediksi

tentang beberapa nilai Y jika nilai variabel independen diketahui.

Sumbangan varian dari masing-masing aspek variabel independen yaitu

wisdom & knowledge dan jutice dalam mempengaruhi subjective well-being karyawan.
BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah 416 karyawan dari dua Perusahaan BUMN. Pada

tabel 4.1 penulis akan memaparkan beberapa karakteristik responden berdasarkan jenis

kelamin, usia, dan status pernikahan.

Tabel 4.1
Karakteristik Sampel Penelitian

Deskripsi Jumlah Presentase


Jenis Kelamin
Laki-Laki 228 55%
Perempuan 188 45%
Usia
18 – 21 Tahun 12 3%
22-39 Tahun 289 69%
40 – 59 Tahun 115 28%
Status Pernikahan
Menikah 298 72%
Belum Menikah 115 28%
Bercerai 3 0.7%

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa dari 416 sampel dalam penelitian

ini terlihat bahwa sebagian besar responden adalah Laki-laki. Banyaknya jumlah

responden Laki-laki adalah 228 atau 55% sedangkan responden Perempuan adalah 188

atau 45%. Selain itu, berdasarkan rentang usia, didapatkan hasil bahwa sebagian

responden dengan usia 18-21 tahun sebanyak 12 atau 3%, responden dengan usia 22-

55
56

39 tahun sebanyak 289 atau 69% sedangkan responden dengan usia 40-59 tahun

sebanyak 115 atau 28%.

Berikutnya dijelaskan gambaran subjek berdasarkan status pernikahan, dimana

sebanyak 298 atau 72% responden sudah menikah dan sebanyak 115 atau 28%

responden belum menikah sedangkan responden dengan status bercerai atau divorce

hanya 3 atau 0,7%. Maka dapat disimpulkan sebagian besar dari responden berjenis

kelamin laki-laki, berusia 22-39 tahun dan berstatus sudah menikah.

4.2 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian

Dalam analisis deskripsi statistik pada penelitian ini digunakan skor berupa skor faktor.

Skor faktor didapat dengan merubah semua item yang ada pada dimensi yang sama

menjadi satu faktor yaitu disebut factor score pada software SPSS, bukan dengan cara

menjumlahkan item-item yang ada. Factor score dibuat dengan menggunakan metode

partial-credit (PCM). Tujuan penggunaan factor score ialah untuk menghindari

estimasi bias dari kesalahan pengukuran. Kemudian, factor score diubah menjadi true

score untuk menghilangkan bilangan negatif dengan cara melakukan proses komputasi

melalui formula T-score = 50 + (10). True score dalam penelitian ini hanya digunakan

untuk analisis deskripsi statistik, agar mendapatkan angka yamg positif.

Setelah melakukan analisis deskripsi statistik, didapatkan deskripsi statistik

masing-masing variabel pada penelitian ini seperti yang disajikan pada tabel 4.2.

Karena semua skor telah berada pada skala yang sama, maka mean pada skala ini

adalah 50. Namun, distribusi setiap variabel memiliki tingkat yang bervariasi. Oleh
57

karena itu, didapatkan distribusi frekuensi dengan titik minimum, maksimum, dan

standar deviasi seperti pada tabel 4.2.

Tabel 4.2
Deskriptif Statistik Variabel Penelitian

Variabel N Minimum Maksimum Mean Std.Deviasi

Subjective Well-Being 416 4.34 66.30 50.0000 9.31621

Creativity 416 15.26 64.24 50.0000 7.78122

Curiosity 416 16.89 64.19 50.0000 7.70299

Love of Learning 416 14.88 64.37 50.0000 7.79683

Open-mindedness 416 15.72 65.13 50.0000 7.93172

Perspective 416 15.91 64.64 50.0000 7.78912

Citizenship 416 16.14 64.00 50.0000 7.88166

Fairness 416 12.42 66.11 50.0000 8.02943

Leadership 416 16.37 63.77 50.0000 7.92137


Valid N (listwise) 416

Dari tabel tersebut dapat dilihat skor subjective well-being, creativity, curiosity,

love of learning, open-mindedness, perspective, citizenship, fairness, dan leadership

diletakan pada skala yang sama, maka mean kesembilan variabel adalah 50. Kolom

minimum dan maksimum menjelaskan nilai minimum dan maksimum pada setiap

variabel. Dilihat dari kolom minimum diketahui variabel subjective well-being

memiliki nilai terendah dengan nilai 4.34. Sementara itu, berdasarkan kolom

maksimum diketahui variabel subjective well-being dengan nilai 66.30.


58

Selanjutnya, penulis melakukan uji perbedaan (T-test) untuk mengetahui

apakah ada perbedaan yang signifikan subjective well-being berdasarkan karakteristik

responden yang akan dijelaskan pada tabel berikut:

Tabel 4.3
Uji Beda (T-test) Subjective Well-being Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin N Mean Sig.


Laki-laki 228 49.7197 .756
Perempuan 188 50.3999
Total 416 50.0000

Berdasarkan tabel 4.3 dapat diketahui bahwa responden dengan jenis kelamin

laki-laki memiliki mean sebesar 49.7197, sedangkan responden dengan jenis kelamin

perempuan memiliki mean sebesar 50.3999 dengan signifikansi 0.756 (>0.05). Maka

dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan subjective well-being

antara responden laki-laki dengan responden perempuan.

Tabel 4.4
Uji Beda (T-test) Subjective Well-being Berdasarkan Usia

Usia N Mean Sig.


18-21 12 51.5915 .524
22-39 289 50.8567
40-59 115 47.6809
Total 416 50.0000

Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui bahwa responden dengan usia 18-21

tahun memiliki mean sebesar 51.5915, responden dengan usia 22-39 tahun memiliki

mean sebesar 50.8567 dan responden dengan usia 40-59 tahun memiliki mean sebesar
59

47.6809 dengan signifikansi 0.524 (>0.05). Maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada

perbedaan yang signifikan subjective well-being berdasarkan usia.

Tabel 4.5
Uji Beda (T-test) Subjective Well-being Berdasarkan Status Pernikahan

Status Pernikahan N Mean Sig.


Belum Menikah 115 51.2690 .123
Menikah 298 49.4918
Divorce (bercerai) 3 51.8373
Total 416 50.0000

Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa responden dengan status belum

menikah memiliki mean sebesar 51.2690, responden dengan status menikah memiliki

mean sebesar 49.4918 dan responden dengan status divorce atau bercerai memiliki

mean sebesar 51.8373 dengan signifikansi 0.123 (>0.05). Maka dapat disimpulkan

bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan subjective well-being berdasarkan status

pernikahan.

4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian

Kategorisasi skor variabel penelitian bertujuan untuk menempatkan subjek ke dalam

kelompok-kelompok yang terpisah berdasarkan skor pada variabel yang diukur apakah

subjek tergolong kelompok dengan skor rendah atau skor tinggi. Sebelum

mengkategorisasikan skor masing-masing variabel berdasarkan tingkat rendah atau

tinggi, penulis menetapkan norma dari skor dengan menggunakan mean dan standar

deviasi (dalam tabel 4.6). Setelah itu akan didapatkan persentase pada masing-masing

kategori setiap variabel.


60

Tabel 4.6
Norma Kategorisasi Skor Variabel

Kategori Rumus
Tinggi >M + 1SD
Sedang M – SD ≤ x ≤ M + SD
Rendah <M – 1SD

Setelah kategori tersebut didapatkan, maka akan diperoleh nilai presentasi

kategori masing-masing variabel penelitian, masing-masing variabel akan

dikategorisasikan menjadi tiga yaitu rendah, sedang dan tinggi.

4.3.1 Kategorisasi Tingkat Subjective Well-being

Pada tabel 4.7 menunjukkan sebaran variabel subjective well-being yang dibagi

menjadi tiga kategori sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu rendah, sedang

dan tinggi.

Tabel 4.7
Kategorisasi Tingkat Subjective well-being

Kategori Jumlah Persentase


Rendah 36 8.7%
Sedang 317 76.2%
Tinggi 63 15.1%
Total 416 100%

Berdasarkan tabel 4.7 diketahui bahwa sebanyak 36 responden dengan

persentase 8,7% memiliki tingkat subjective well-being yang rendah. Sementara

sebanyak 63 responden dengan persentase 15,1% memiliki tingkat subjective well-


61

being yang tinggi. Hal ini menandakan bahwa dari seluruh sampel, sebagian besar

sampel memiliki subjective well-being yang tinggi.

4.3.2 Kategorisasi Tingkat Creativity

Pada tabel 4.8 menunjukkan sebaran variabel creativity yang dibagi menjadi tiga

kategori sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu rendah, sedang dan tinggi.

Tabel 4.8
Kategorisasi Tingkat Creativity

Kategori Jumlah Persentase


Rendah 38 9.1%
Sedang 335 80.5%
Tinggi 42 10.1%
Total 416 100.0%

Berdasarkan tabel 4.8 diketahui bahwa sebanyak 38 responden dengan

persentase 9,1% memiliki tingkat creativity yang rendah. Sementara sebanyak 42

responden dengan persentase 10,1% memiliki tingkat creativity yang tinggi. Hal ini

menandakan bahwa dari seluruh sampel, sebagian besar sampel memiliki creativity

yang tinggi.

4.3.3 Kategorisasi Tingkat Curiosity

Selanjutnya pada tabel 4.9 menunjukkan sebaran variabel curiosity yang dibagi

menjadi tiga kategori sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu rendah, sedang

dan tinggi.
62

Tabel 4.9
Kategorisasi Tingkat Curiosity
Kategori Jumlah Presentase
Rendah 45 10.8%
Sedang 330 79.3%
Tinggi 41 9.9%
Total 416 100.0

Berdasarkan tabel 4.9 diketahui bahwa sebanyak 45 responden dengan

persentase 10,8% memiliki tingkat curiosity yang rendah. Sementara sebanyak 41

responden dengan persentase 9,9% memiliki tingkat curiosity yang tinggi. Hal ini

menandakan bahwa dari seluruh sampel, sebagian besar sampel memiliki curiosity

yang rendah.

4.3.4 Kategorisasi Tingkat Love of Learning

Pada tabel 4.10 menunjukkan sebaran variabel love of learning yang dibagi menjadi

tiga kategori sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu rendah, sedang dan

tinggi.

Tabel 4.10
Kategorisasi Tingkat Love of Learning
Kategori Jumlah Presentase
Rendah 40 9.6%
Sedang 336 80.8%
Tinggi 40 9.6%
Total 416 100.0

Berdasarkan tabel 4.10 diketahui bahwa sebanyak 40 responden atau 9,6%

memiliki tingkat love of learning yang rendah. Kemudian sebanyak 40 responden atau

9,6% juga memiliki tingkat love of learning yang tinggi.


63

4.3.5 Kategorisasi Tingkat Open-mindedness

Pada tabel 4.11 menunjukkan sebaran variabel open-mindedness yang dibagi menjadi

tiga kategori sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu rendah, sedang dan

tinggi.

Tabel 4.11
Kategorisasi Tingkat Open-mindedness
Kategori Jumlah Presentase
Rendah 36 8.7%
Sedang 344 82.7%
Tinggi 36 8.7%
Total 416 100.0

Berdasarkan tabel 4.11 diketahui bahwa sebanyak 36 responden dengan

persentase 8,7% memiliki tingkat open-mindedness yang rendah. Kemudian sebanyak

36 responden dengan persentase 8,7% juga memiliki tingkat open-mindedness yang

tinggi.

4.3.6 Kategorisasi Tingkat Perspective

Pada tabel 4.12 menunjukkan sebaran variabel perspective yang dibagi menjadi tiga

kategori sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu rendah, sedang dan tinggi.

Tabel 4.12
Kategorisasi Tingkat Perspective

Kategori Jumlah Presentase


Rendah 39 9.4%
Sedang 343 82.5%
Tinggi 34 8.2%
Total 416 100.0%
64

Berdasarkan tabel 4.12 diketahui bahwa sebanyak 39 responden atau 9,4%

memiliki tingkat perspective yang rendah. Sementara sebanyak 34 responden atau

8,2% memiliki tingkat perspective yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dari

seluruh sampel yang diteliti sebagian besar sampel berada pada tingkat perspective

rendah.

4.3.7 Kategorisasi Tingkat Citizenship

Pada tabel 4.13 menunjukkan sebaran variabel citizenship yang dibagi menjadi tiga

kategori sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu rendah, sedang dan tinggi.

Tabel 4.13
Kategorisasi Tingkat Citizenship
Kategori Jumlah Persentase
Rendah 41 9.9%
Sedang 338 81.3%
Tinggi 37 8.9
Total 416 100

Berdasarkan tabel 4.13 diketahui bahwa sebanyak 41 responden dengan

persentase 9,9% memiliki tingkat citizenship yang rendah. Sementara sebanyak 37

responden dengan persentase 8,9% memiliki tingkat citizenship yang tinggi. Maka

dapat disimpulkan bahwa sebagian besar dari seluruh sampel yang diteliti sebagian

besar sampel yang memiliki citizenship berada pada titik rendah.

4.3.8 Kategorisasi Tingkat Fairness

Pada tabel 4.14 menunjukkan sebaran variabel fairness yang dibagi menjadi tiga

kategori sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu rendah, sedang dan tinggi.
65

Tabel 4.14
Kategorisasi Tingkat Fairness

Kategori Jumlah Persentase


Rendah 40 9.6%
Sedang 328 78.8%
Tinggi 48 11.5%
Total 416 100%

Berdasarkan tabel 4.14 diketahui bahwa sebanyak 40 responden dengan

persentase 9,6% memiliki tingkat fairness yang rendah. Sementara sebanyak 48

responden dengan persentase 11,5% memiliki tingkat fairness yang tinggi. Dari seluruh

sampel yang diteliti maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar sampel yang

memiliki fairness berada pada titik tinggi.

4.3.9 Kategorisasi Tingkat Leadership

Pada tabel 4.15 menunjukkan sebaran variabel leadership yang dibagi menjadi tiga

kategori sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, yaitu rendah, sedang dan tinggi.

Tabel 4.15
Kategorisasi Tingkat Leadership

Kategori Jumlah Persentase


Rendah 36 8.7%
Sedang 342 82.2%
Tinggi 38 9.1%
Total 416 100%

Berdasarkan tabel 4.15 diketahui bahwa sebanyak 36 responden dengan persentase

8,7% memiliki tingkat leadership yang rendah. Sementara sebanyak 38 responden

dengan persentase 9,1% memiliki tingkat leadership yang tinggi. Dari seluruh sampel
66

yang diteliti maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar sampel berada pada titik

tinggi.

4.4 Hasil Uji Hipotesis Penelitian

4.4.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian

Pada tahapan uji hipotesis penelitian, penulis menggunakan teknik analisis regresi

dengan software SPSS 16.0 seperti yang sudah dijelaskan pada bab 3. Dalam regresi

ada tiga hal yang dilihat, pertama melihat R-Square untuk mengetahui persentase (%)

varians dependent variable yang dijelaskan oleh independent variable, kedua apakah

keseluruhan independent variable berpengaruh secara signifikan terhadap dependent

variable, kemudian terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari

masing-masing independent variable terhadap dependent variable. Langkah pertama

penulis melihat besaran R-Square untuk mengetahui persentase (%) varians dependent

variable yang dijelaskan oleh independent variable. Adapun langkah pertama adalah

melihat besaran R-Square. Untuk tabel R-Square, dapat dilihat pada tabel 4.16 berikut:

Tabel 4.16
R Square

Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the estimate

1 .442a .196 .180 8.43722

a. Predictors: (Constan), Leadership, Open-mindedness, Fairness, Curiosity, Creativity, Perspective,

Love of Learning, Citizenship

Pada tabel 4.16 dapat diketahui bahwa R-Square sebesar 0,196 atau 19,6%.

Artinya, proporsi varians terhadap variabel subjective well-being yang dijelaskan oleh
67

variabel wisdom & knowledge (creativity, curiosity, love of learning, open-mindedness,

perspective) dan variabel justice (citizenship, fairness, leadership) sebagai independent

variable dalam penelitian ini sebesar 19,6%.

Sedangkan proporsi varians sebesar 80,4% dipengaruhi oleh variabel lain di

luar penelitian ini. Langkah kedua yaitu penulis menguji apakah seluruh independen

variabel dalam hal ini adalah wisdom & knowledge (creativity, curiosity, love of

learning, open-mindedness, perspective) dan justice (citizenship, fairness, leadership)

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap dependen variabel yaitu subjective well-

being. Adapun langkkah kedua atau hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.17 sebagai

berikut:

Tabel 4.17
Anova Signifikansi Pengaruh Seluruh Independent Variable Terhadap Dependent
Variable

ANOVAa
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Regression 7045.615 8 880.702 12.372 .000b
1 Residual 28972.981 407 71.187
Total 36018.596 415
a. Dependent Variable: SWB
b. Predictors: (Constant), Leadership, Openmindedness, Fairness, Curiosity, Creativity, Perspective,
Loveoflearning, Citizenship

Berdasarkan uji F pada tabel 4.17, dapat dilihat bahwa p (Sig.) pada kolom

paling kanan adalah p = 0.000 dengan nilai p<0.05. Jadi, dengan demikian hipotesis

nihil yang berbunyi “tidak ada pengaruh wisdom & knowledge dan justice terhadap

subjective well-being” ditolak. Artinya adalah, ada pengaruh yang signifikan dari
68

independen variabel yaitu wisdom & knowledge (creativity, curiosity, love of learning,

open-mindedness, perspective) dan justice (citizenship, fairness, leadership) terhadap

dependen variabel yaitu subjective well-being.

Langkah selanjutnya, penulis melihat koefisien regresi dari masing-masing

independen variabel. Jika Sig. <0,05 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang

berarti independen variabel (creativity, curiosity, love of learning, open-mindedness,

perspective) dan variabel justice (citizenship, fairness, leadership) tersebut memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap dependen variabel yaitu subjective well-being.

Adapun besarnya koefisien regresi dari masing-masing independen varibel terhadap

subjective well-being dapat dilihat pada tabel 4.18

Tabel 4.18
Koefisien Regresi

Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.
Coefficients
B Std. Error Beta
(Constant) 25.002 3.326 7.518 .000
Creativity .169 .081 .141 2.077 .038
Curiosity .021 .075 .018 .285 .776
Loveoflearning -.098 .082 -.082 -1.201 .231
1 Openmindedness -.137 .082 -.116 -1.674 .095
Perspective .078 .082 .065 .949 .343
Citizenship -.004 .081 -.004 -.054 .957
Fairness .447 .078 .385 5.723 .000
Leadership .024 .081 .020 .294 .769
a. Dependent Variable: SWB
69

Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.18 dapat disimpulkan persamaan

regresi sebagai berikut: (*signifikan)

Subjective well-being = 25.002 + 0.169 (creativity)* + 0.21 (curiosity) – 0.098 (love

of learning) – 0.137 (open-mindedness) + 0.078 (perspective) – 0.004 (citizenship) +

0.447 (fairness)* + 0.024 (leadership) + e.

Dari persamaan regresi tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat dua variabel

yang nilai koefisien regresinya signifikan, yaitu: (1) creativity; dan (2) fairness.

Sementara enam variabel lain tidak signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi

yang diperoleh masing-masing independen variabel adalah sebagai berikut:

1. Creativity pada variabel wisdom memiliki koefisien regresi sebesar 0.169 dengan

nilai p=0.038 (p<0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang menyatakan tidak

ada pengaruh yang signifikan antara dimensi creativity dengan subjective well-

being ditolak. Hal ini mengandung arti bahwa creativity memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap subjective well-being. Dengan arah positif yang artinya

semakin tinggi creativity maka akan semakin tinggi subjective well-being.

2. Curiosity pada variabel wisdom memiliki koefisien regresi sebesar 0.21 dengan

nilai p=0.776 (p>0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang menyatakan tidak

ada pengaruh yang signifikan antara dimensi curiosity dengan subjective well-being

tidak ditolak. Hal ini mengandung arti bahwa curiosity tidak memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap subjective well-being.

3. Love of learning pada variabel wisdom memiliki koefisien regresi sebesar -0.098

dengan nilai p=0.231 (p>0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang menyatakan
70

tidak ada pengaruh yang signifikan antara love of learning dengan subjective well-

being tidak ditolak. Hal ini mengandung arti bahwa love of learning tidak memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap subjective well-being.

4. Open-mindedness pada variabel wisdom memiliki koefisien regresi sebesar -0.137

dengan nilai p=0.095 (p>0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang menyatakan

tidak ada pengaruh yang signifikan antara dimensi open-mindedness dengan

subjective well-being tidak ditolak. Hal ini mengandung arti bahwa open-

mindedness tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap subjective well-

being.

5. Perspective pada variabel wisdom memiliki koefisien regresi sebesar 0.078 dengan

nilai p=0.343 (p>0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang menyatakan tidak

ada pengaruh yang signifikan antara dimensi perspective dengan subjective well-

being tidak ditolak. Hal ini mengandung arti bahwa open-mindedness tidak

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap subjective well-being.

6. Citizenship pada variabel justice memiliki koefisien regresi sebesar -0.004 dengan

nilai p=0.957 (p>0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang menyatakan tidak

ada pengaruh yang signifikan antara dimensi citizenship dengan subjective well-

being tidak ditolak. Hal ini mengandung arti bahwa citizenship tidak memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap subjective well-being.

7. Fairness pada variabel justice memiliki koefisien regresi sebesar 0.447 dengan nilai

p=0.000 (p<0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada

pengaruh yang signifikan antara dimensi fairness dengan subjective well-being


71

ditolak. Hal ini mengandung arti bahwa fairness memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap subjective well-being. Dengan arah positif yang artinya semakin tinggi

fairness maka akan semakin tinggi subjective well-being.

8. Ladership pada variabel justice memiliki koefisien regresi sebesar 0.024 dengan

nilai p=0.769 (p>0.05). Dengan demikian, hipotesis nihil yang menyatakan tidak

ada pengaruh yang signifikan antara dimensi leadership dengan subjective well-

being tidak ditolak. Hal ini mengandung arti bahwa leadership tidak memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap subjective well-being.

Berdasarkan tabel 4.18, dapat diketahui koefisien regresi mana yang lebih kuat.

Dalam penelitian ini, variabel fairness memiliki pengaruh yang paling kuat terhadap

subjective well-being dengan nilai p=0.000.

4.5 Pengujian Proporsi Varians masing-masing Independent Variabel

Selanjutnya penulis ingin mengetahui sumbangan proporsi varians dari masing-masing

independen variabel (creativity, curiosity, love of learning, open-mindedness,

perspective, citizenship, fairness, leadership) terhadap dependen variabel yaitu

subjective well-being. Maka dari itu, penulis melakukan analisis regresi berganda

dengan cara menambahkan satu independen variabel setiap melakukan regresi.

Kemudian, penulis dapat melihat penambahan R2 (R Square Change) setiap melakukan

analisis regresi dan dapat melihat signifikansi dari penambahan R2 tersebut. Hal ini

dapat dilihat pada tabel 4.19


72

Tabel 4.19
Model Summary Proporsi Varians Tiap-tiap Independent Variable terhadap
Dependent Variable

R
Model R Change Statistics
Square

R Square Sig. F
F Change df1 df2
Change Change

1 .338a .114 .114 53.307 1 414 .000

2 .340b .116 .002 .733 1 413 .392

3 .340c .116 .000 .024 1 412 .876

4 .342d .117 .001 .550 1 411 .459

5 .352e .124 .007 3.243 1 410 .072

6 .359f .129 .005 2.320 1 409 .129

7 .442g .195 .067 33.820 1 408 .000

8 .442h .196 .000 .086 1 407 .769


Predictors: (Constan), creativity, curiosity, loveoflearning, openmindedness, perspective, citizenship,
fairness, leadership

Berdasarkan data yang terdapat dalam tabel 4.19, dapat diketahui bahwa:

1. Creativity memberikan sumbangan sebesar 11,4% terhadap varians subjective well-

being. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan signifikansi F Change

= 0.000.

2. Curiosity memberikan sumbangan sebesar 0,2% terhadap subjective well-being.

Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan signifikansi F Change

= 0.392.

3. Love of learning tidak memberikan sumbangan (0%) terhadap subjective well-

being dengan signifikansi F Change = 0.876.


73

4. Open-mindedness memberikan sumbangan sebesar 0,1% terhadap subjective well-

being. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan signifikansi F

Change = 0.459.

5. Perspective memberikan sumbangan sebesar 0,7% terhadap subjective well-being.

Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan signifikansi F Change

= 0.072.

6. Citizenship memberikan sumbangan sebesar 0,5% terhadap subjective well-being.

Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan signifikansi F Change

= 0.129.

7. Fairness memberikan sumbangan sebesar 6,7% terhadap subjective well-being.

Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan signifikansi F Change =

0.000.

8. Leadership tidak memberikan sumbangan (0%) dengan signifikansi F Change =

0.769

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat dua variabel independen,

yaitu creativity dan fairness yang signifikan sumbangannya terhadap subjective well-

being, jika dilihat dari besarnya pertambahan R2 yang dihasilkan setiap kali dilakukan

penambahan variabel independen (sumbangan proporsi varian yang diberikan). Dan

creativity merupakan variabel yang memberikan sumbangan terbesar pada subjective

well-being.
BAB 5

KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil uji hipotesis dapat diketahui bahwa hipotesis nihil yang menyatakan

tidak ada pengaruh dari seluruh independent variable terhadap dependent variable

ditolak. Dengan demikian kesimpulan yang di peroleh adalah ada pengaruh yang

signifikan wisdom & knowledge (creativity, curiosity, open-mindedness, love of

learning, perspective) dan justice (citizenship, fairness, leadership) terhadap subjective

well-being karyawan sebesar 19,6%, namun masih ada 80,4% dependent variabel

dipengaruhi oleh variabel lain.

Sementara berdasarkan hasil uji koefisien regresi yang telah dilakukan, terdapat

dua variabel yang berpengaruh signifikan terhadap subjective well-being, yaitu

creativity dan fairness. Kedua variabel tersebut memberikan pengaruh positif terhadap

subjective well-being. Variabel lain yang tidak signifikan yaitu: curiosity, love of

learning, open-mindedness, perspective, citizenship, dan leadership.

Berdasarkan hasil analisis dari proporsi seluruh independen variabel terhadap

dependen variabel ditemukan dua variabel yang memiliki pengaruh signifikan yaitu

creativity dan fairness, dengan memiliki sumbangan pengaruh sebesar 11,4% dari

creativity dan sebesar 6,7% dari fairness. Sedangkan variabel lainnya tidak ditemukan

pengaruh yang signifikan.

74
75

5.2 Diskusi

Fokus pada penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh wisdom & knowledge

(creativity, curiosity, love of learning, open-mindedness) dan justice (citizenship,

fairness, leadership) terhadap subjective well-being karyawan.

Hasil pengujian hipotesis pengaruh wisdom & knowledge dan justice terhadap

subjective well-being yang dilakukan penulis menunjukkan bahwa ada pengaruh yang

signifikan dari seluruh independen variabel terhadap subjective well-being. Besarnya

pengaruh seluruh independen variabel terhadap subjective well-being adalah sebesar

19,6% sedangkan 80,4% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.

Dalam penelitian ini, yang menjadi variabel bebas adalah wisdom & knowledge

dan justice. Pemilihan virtue yang digunakan diambil berdasarkan fenomena yang

penulis temukan pada karyawan, serta pentingnya wisdom & knowledge dan justice

pada karyawan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa

dimensi creativity dalam variabel wisdom & knowledge berpengaruh secara signifikan

dan menunjukkan arah yang positif terhadap subjective well-being. Creativity memiliki

nilai koefisien regresi sebesar 0.169 atau 16,9% dengan nilai p=0.038 (p<0.05).

Dalam dunia pekerjaan, seorang karyawan yang memiliki tingkat creativity

yang tinggi mampu menciptakan ide-ide yang baru sehingga hal tersebut mampu

menambah tingkat produktivitas karyawan dalam menciptakan konsep maupun

melakukan suatu hal yang berhubungan dengan pekerjaannya sehingga karyawan

merasa puas dan bahagia dalam kehidupan dan pekerjaannya. Artinya bahwa ketika
76

individu menuangkan ide-ide kreatif selama bekerja akan memiliki subjective well-

being yang tinggi pula.

Hal tersebut didukung dengan hasil observasi yang dilakukan pihak HRD dari

masing-masing perusahaan tersebut bahwa setiap karyawan memiliki cara kerja yang

berbeda-beda sesuai dengan kreativitasnya, dan ketika karyawan kreatif dalam

pekerjaannya maka akan membuat pihak perusahaan memberikan sebuah penghargaan

kepada karyawannya, sehingga secara tidak langsung individu tersebut akan merasa

puas karena dihargai, merasa bahagia, dan dapat meningkatkan kesejahterannya.

Dengan begitu, individu tersebut akan mudah memberikan kontribusi yang positif bagi

dirinya dan perusahaannya. Sehingga dapat diartikan bahwa semakin tinggi creativity

maka akan semakin tinggi pula subjective well-being karyawan tersebut.

Hal ini sejalan dengan pendapat Park, Peterson dan Seligman (2004) dalam

penelitiannya yang menyebutkan bahwa dimensi dari wisdom & knowledge memiliki

peranan penting terhadap subjective well-being seseorang. Namun berdasarkan hasil

uji koefisien regresi dimensi lain dari wisdom & knowledge seperti curiosity, love of

learning, open-mindedness dan perspective tidak memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap subjective well-being. Hal ini bisa disebabkan karena banyak faktor yang

mempengaruhi kondisi individu itu sendiri. Salah satunya adalah adanya karakteristik

yang berbeda dari pekerjaan masing-masing karyawan.

Selanjutnya hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dimensi fairness dalam

variabel justice berpengaruh secara signifikan dan menunjukkan arah yang positif

terhadap subjective well-being. Fairness memiliki nilai koefisien sebesar 0.447 atau
77

44,7% dengan nilai p=0.000 (p<0.05). Dapat disimpulkan bahwa ketika karyawan

mempunyai sudut pandang yang baik, dapat menilai hal yang baik dan buruk secara

objektif, dapat memperlakukan orang lain secara adil, memberikan kesempatan yang

sama untuk orang lain, maka akan memberikan pandangan yang positif bagi orang lain

sehingga individu tersebut merasa puas, dan meminimalisir hal-hal negatif sehingga

dengan begitu subjective well-being dirinya akan meningkat. Hal ini sejalan dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Lawson, Noblet, dan Rotwell (2009) di Australia

yang mengemukakan bahwa adanya persepsi dari dimensi justice dalam hal ini adalah

fairness dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap subjective well-being

karyawan.

Namun halnya berbeda dengan dimensi citizenship dan leadership pada

variabel justice. Berdasarkan hasil uji hipotesis penelitian, dimensi tersebut tidak

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap subjective well-being. Hal ini menarik

karena berbeda dengan hasil penelitian Le, Zheng dan Fujimoto (2016) yang

mengungkapkan bahwa seluruh dimensi justice memiliki pengaruh yang kuat terhadap

subjective well-being pada karyawan. Sedangkan pada penelitian ini hanya satu

dimensi dari variabel justice yang memiliki pengaruh secara signifikan terhadap

subjective well-being. Hal ini bisa disebabkan karena ada banyak faktor yang dapat

mempengaruhi individu tersebut salah satunya adalah karakteristik dari pekerjaan

masing-masing karyawan dan kondisi internalnya.

Berdasarkan diskusi yang telah dijelaskan, penelitian ini melihat bagaimana

hubungan antar variabel yang memiliki pengaruh terhadap dependent variable. Hasil
78

penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh independent variable memiliki pengaruh

terhadap dependent variable sebesar 19,6%, namun setelah dilakukan uji koefisien

regresi pada masing-masing variabel hanya creativity dari variabel wisdom &

knowledge dan fairness dari variabel justice yang berpengaruh secara signifikan

terhadap dependent variable. Hal tersebut dikarenakan adanya kemungkinan seluruh

dimensi dari wisdom & knowledge sudah terwakili oleh variabel creativity dan seluruh

dimensi justice sudah terwakili oleh variabel fairness. Selain itu, hasil penelitian ini

juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan subjective well-being

berdasarkaan faktor demografis seperti jenis kelamin, usia dan status pernikahan, hal

itu dikarenakan subjective well-being didapatkan melalui penilaian masing-masing

individu sehingga tentu penilaian subjective well-being setiap orang tidak akan sama.

Dari beberapa tinjauan literatur yang digunakan dalam penelitian ini, memiliki hasil

yang berbeda dengan penelitian sebelumnya. Namun, hal tersebut tidak meragukan

teori yang sudah ada sebelumnya.

5.3 Saran

Pada penelitian ini, penulis membagi saran menjadi dua, yaitu saran teoritis

dan saran praktis. Penulis memberikan saran secara teoritis sebagai bahan

pertimbangan untuk perkembangan penelitian selanjutnya. Selain itu, penulis juga

menguraikan saran praktis sebagai masukan bagi pembaca sehingga dapat mengambil

manfaat dari penelitian ini. Saran yang penulis berikan berdasarkan temuan dalam

penelitian ini.
79

5.3.1 Saran Teoritis

1. Varians dari delapan independent variable (IV) yang diteliti menyumbang

19,6%. Sisanya kemungkinan disumbangkan oleh variabel lainnya. Oleh karena

itu, disarankan bagi penelitian selanjutnya dapat meneliti variabel creativity dan

fairness secara lebih luas, karena ada kemungkinan seluruh dimensi dari wisdom

& knowledge terwakili oleh variabel creativity dan seluruh dimensi dari justice

terwakili oleh fairness.

2. Pada penelitian ini tidak ada perbedaan yang signifikan subjective well-being

berdasarkan jenis kelamin, usia dan status pernikahan, namun pada penelitian-

penelitian sebelumnya ditemukan perbedaan subjective well-being berdasarkan

faktor demografis. Oleh karena itu untuk penelitian selanjutnya disarankan dapat

diteliti lebih lanjut faktor demografis seperti jenis kelamin, usia dan status

pernikahan terhadap subjective well-being.

5.3.2 Saran Praktis

Untuk dapat meningkatkan subjective well-being, maka penulis menyarankan

beberapa saran sebagai berikut:

1. Diharapkan kepada responden agar dapat mengembangkan karakter-karakter

yang sudah dimiliki melalui berbagai pelatihan atau training baik yang diadakan

oleh perusahaan terkait maupun instansi lain sehingga dapat membantu

meningkatkan subjective well-being individu tersebut.

2. Diharapkan kepada responden agar lebih berinisiatif dan meningkatkan

kreativitas dengan cara berkolaborasi dengan rekan kerja karena akan


80

memperluas wawasan, bertukar pendapat, sehingga mendapatkan ide-ide baru

yang dapat di realisasikan dalam pekerjaan.

3. Diharapkan kepada responden agar dapat meningkatkan sudut pandang yang

positif terhadap orang lain dan lingkungannya dengan cara mempertimbangkan

segala sesuatu sebelum melakukan suatu hal terhadap orang lain, melakukan

kegiatan-kegiatan yang positif seperti bersosialisasi dengan banyak orang,

bekerja sama dengan tim dalam suatu kegiatan, sehingga dapat meningkatkan

komunikasi baik, memahami karakter satu sama lain, dengan begitu dapat

membantu meningkatkan subjective well-being individu tersebut.


81

DAFTAR PUSTAKA

Ardelt, M. (2011). The measurement of wisdom: a commentary on Taylor, Bates, and


Webster's comparison of the SAWS and 3D-WS. Experimental Aging
Research. 37(2). 241-255. doi: 10.1080/0361073X.2011.554509.

Ardelt, M & Edwards, C.A. (2015). Wisdom at the end of life: an analysis of mediating
and moderating relations between wisdom and subjective well-being. Journals
of Gerontology: Social Science. 00(00). 1-12. doi:10.1093/geronb.gbv051.

Avey, B.J., Luthans, F., Hannah, T.S., Sweetman, D & Peterson, C. (2012). Impact of
employees’ character strengths of wisdom on stress and creative performance.
Human Resource Management Journal. 22(2). 165-181. doi: 10.1111/j.1748-
8583.2010.00157. x.

Baltes, P.B., Gluck, J & Kunzmann, U. (2002). Wisdom its structure and function in
regulating successful life span development dalam C.R Snyder & S.J Lopez.
Handbook of positive psychology, New York: Oxford University Press.

Diener, E.D., Emmons, R. A., Larsen, R.J., & Griffin, S. (1985). The satisfaction with
life scale. Journal of Personality Assessment, 49(1), 71-75.

Diener, E., Suh, E.M., Lucas, R.E & Smith, H.L. (1999). Subjective well-being: three
decades of progress. American Psychological Association. 125(2). 276-302.

Diener, E. (2000). Subjective well-being. The science of happiness and a proposal for
a national index. American Psychological Association. 55(1). 34-43.

Diener, E., Lucas, E & Oishi, S. (2002). Positive psychology dalam C.R Snyder & S.J
Lopez. Handbook of positive psychology, New York: Oxford University Press.

Diener, E., Oishi, S & Lucas, R. (2003). Personality, culture, and subjective well-being:
emotional and cognitive evaluations of life. Annual Review Psycholog. 54. 403-
425.

Diener, E (2005). Subjective well being : the science happiness and life satissfaction
dalam C.R Snyder & S.J Lopez. Handbook of Positive Psychology, New York:
Oxford Univerity Press.

Diener, E (2009). Subjective well-being. The science of well-being: the collected


works. Social Indicators Research Series 37. doi: 10.1007/978-90-481-2350-
62.
82

Diener, E., Wirtz, D., Biswas R., Tov, W., Prieto, K.C., Choi D & Oishi, S. (2009).
New measures of well-being. Social Indicators Research Series 39. doi:
10.1007/978-90-481-2354-4 12.

Diener, E., Wirtz, D., Tov, W., Prieto, K.C., Choi, D., Oishi, S & Biswas, R. (2010).
New well-being measures: short scales to assess flourishing and positive and
negative feelings. Social Indicator Research. 97. 143-156.

Diener, E. (2016). Happiness: The Science of Subjctive Well-being. 1-17.

Diener, E., Lucas R.E & Oishi, S. (2018). Advances and Open Questions in the Science
of Subjective Well-being. Collabra: Psychology. 4(1). 1-49. doi:
10.1525/collabra.115.

Eddington, N & Shuman, R. (2008). Subjective well-being. California: Continuing


Psychology In.c. https://www.texcpe.com/html/pdf/ca/ca-happiness.pdf.

Farid, M & Lazarus H. (2008). Subjective well-being in rich and poor countries.
Journal of Management Development. 27(10). 1053-1065a.

Grant, A.M & Spence G.B. (2007). Professional and peer life coaching and the
enhancement of goal striving and well-being: An Exploratory Study. The
Journal of Positive Psychology. 2(3). 185-194.

Heckhausen, Dixon, & Baltes. (1989). Dalam Snyder, C.R & Lopez, S.J. (2004).
Handbook of positive psychology, New York: Oxford University Press.

Henle, C.A. (2005). Predicting workplace deviance from the interaction between
organizational justice and personality. Journal of Managerial Issues. 27(2).

Jannah., Fakhri & Julianto (2017). Rentang Kehidupan Manusia (Life Span
Development). 3(1)

Lawson, K.J., Noblet, A.J & Rodwell, J.J. (2009). Promoting employee wellbeing: the
relevance of work characteristics and organizational justice. Health Promotion
International. 24(3).

Le, H., Zheng, C & Fujimoto, Y. (2016). Inclusion, organisational justice and employee
wellbeing. International Journal of Manpower. 37(6). 1-21.

Manuel, D & Mayerson R. (2004) dalam Peterson, C & Seligman, M.E.P. Character
Strengths and Virtues: A Handbook and Classification New York: Oxford
Univerity Press.
83

McGrath, R. E. (2017). Technical report: The VIA Assessment Suite for Adults:
Development and evaluation. Cincinnati, OH: VIA Institute on Character.

Park, N., & Peterson, C. (2006). Moral competence and character strengths among
adolescents: the development and validation of the values in action inventory
of strengths for youth. Journal of Adolescence, 29, 891-905.

Park, N., & Peterson, C., & Seligman, M.E.P. (2004). Strengths of character and well-
being. Journal of Social and Clinical Psychology, 23(5). 603-619.

Peterson, C & Seligman, M.E.P. (2004) Character Strengths and Virtues; A Handbook
& Classification. New York: Oxford Univerity Press.

Porter, J. (2016). Justice as a Virtue: A Thomstic Perspective. United States of Ameica:


Wm. B. Eerdmans Publishing Co. Hal.105

Proctor, C., Maltby, J & Linley, P.A. (2011). Strengths use as a predictor of well-being
and health-related quality of life. Journal Happiness Study. doi:
10.1007/s10902-009-9181-2.

Santrock, J.W. (2012). Life-Span Develovment: Perkembangan masa-hidup edisi


ketigabelas jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Schmidt, H.J.K F.L & Keyes, C.L.M (2002). Well-Being in The Workplace and
Relationship to Business Outcomes: A Review of The Gallup Studies. In C.L
Keyes & J. Hadit (Eds), Flourishing: The Positive Person and the Good Life
(pp. 205-224). Washington D.C.

Snyder, C.R & Lopez, S.J. (2004). Handbook of positive psychology, New York:
Oxford University Press.

Sternberg, R.J (2002). Wisdom its structure and function in regulating successful life
span development dalam C.R Snyder & S.J Lopez. Handbook of positive
psychology, New York: Oxford University Press.

Subagyo, J.P. (1997). Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta.

Tortia, E.C. (2007). Worker well-being and perceived fairness: survey-based findings
from Italy. The Journal of Socio-Economic. doi:10.1016/j.socec.2007.10.005.
Umar, J. (2012). Jurnal Pengukuran Psikologi dan Pendidikan Indonesia, II(2),
115-116. ISSN: 2089-6247
84

Undang-Undang RI No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

Watson, D., Clark, L. A., & Tellegen, A. (1988). Development and validation of brief
measures of positive and negative affect: The PANAS scales. Journal of
Personality and Social Psychology, 54, 1063–1070.

Website :

Joeng, R.S. (2017). Perlukah Program Kesejahteraan Karyawan? Artikel dari


https://www.finansialku.com/program-kesejahteraan-karyawan-survei-pwc-
2017/. Diunduh pada tanggal 16 november 2018.

Kurniawan, D. (2018). Meredam Stres di Tempat Kerja Melalui Perbaikan


Kesejahteraan Karyawan. Artikel dari http://www.intipesan.com/meredam-
stres-di-tempat-kerja-melalui-perbaikan-kesejahteraan-karyawan/. Diunduh
pada tanggal 8 Desember 2018.

Heksantoro, A. (2017). Tuntut Kesejahteraan, Karyawan Pabrik di Purworejo Mogok


Kerja. Artikel dari https://news.detik.com/jawatengah/3757358/tuntut-
kesejahteraan-karyawan-pabrik-di-purworejo-mogok-kerja. Diunduh pada
tanggal 02 Desember 2018.

Yuswantoro. (2014). Karyawan Jasa Tirta I Bergolak. Artikel dari


https://daerah.sindonews.com/read/936381/151/karyawan-jasa-tirta-i-
bergolak-1418360618. Diunduh pada tanggal 16 November 2018.
85

LAMPIRAN
86

1. Lampiran Link Google Form

https://docs.google.com/forms/d/e/1FAIpQLSdIbnMKNGrYJtZUo9-
nYYq8VnacM6HwcK4eht7MXqhmg3hKA/viewform?vc=0&c=0&w=1
87

2. Lampiran Informed Consent

PERNYATAAN KESEDIAAN RESPONDEN

Saya, yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

1. Bersedia menjadi responden penelitian yang dilakukan oleh Tim Peneliti Fakultas

Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tentang Strength Character,

Organizational Change, and Wellbeing in Indonesian Contexts.

2. Bersedia memberikan data sesuai dengan diri saya.

3. Kuesioner ini dijamin kerahasiaannya dan hanya untuk kepentingan penelitian dan

pengembangan ilmu pengetahuan.

……………., …. Maret 2019

(……………….…….)
88

3. Lampiran Kuesioner

Assalamualaikum Wr.Wb.
Salam Sejahtera,
Kepada responden yang saya hormati,
Perkenalkan nama saya Indah Oktaviana, mahasiswi S1 Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan segenap tim peneliti. Saat ini saya dan tim peneliti sedang
melakukan penelitian untuk menyelesaikan tugas akhir (Skripsi) mengenai karakter
positif individu dan kesejahteraan subjektif karyawan.
Oleh karena itu, saya mengharapkan kesediaan saudara untuk turut serta membantu
dalam memberikan data mengenai hal tersebut. Kerjasama yang saya harapkan adalah
kesediaan saudara untuk mengisi serangkaian butir pernyataan secara jujur apa
adanya.
Dalam skala ini tidak ada jawaban benar atau salah serta saudara dapat mengisi kolom
nama dengan inisial, agar saudara dapat lebih merasa leluasa untuk menjawab jujur apa
adanya sesuai dengan keadaan diri saudara. Adapun informasi atau data yang saudara
berikan akan sangat bermanfaat bagi penelitian, dan akan dijamin kerahasiaannya serta
hanya digunakan untuk kepentingan penelitian saja.

Atas segala kerjasama serta bantuan saudara, saya ucapkan terimakasih.


Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Hormat Saya,

Peneliti
89

IDENTITAS DIRI

Silahkan isi data sesuai dengan diri anda.

Nama/Inisial :
Email :
Jenis Kelamin :
Usia :
Pendidikan Terakhir :
Status Pernikahan :
Jumlah Anak/Tanggungan :
Suku/Etnik :
Unit Kerja :
Instansi Perusahaan :
Penghasilan/bulan :
Pengeluaran/bulan :
90

Kuesioner Penelitian

Petunjuk Pengisian

Pada pengisian kuesioner ini saudara/i diminta untuk menjawab pernyataan-pernyataan

yang telah disediakan yang sesuai dengan diri saudara/i pada kolom jawaban dengan

memberi tanda checklist (√ ). Adapun pilihan jawabannya sebagai berikut:

STS : Sangat Tidak Setuju (Jika sangat tidak setuju dengan situasi dan kondisi

keseharian saudara/i).

TS : Tidak Setuju (Jika tidak setuju dengan situasi dan kondisi keseharian saudara/i).

S : Setuju (Jika setuju dengan situasi dan kondisi keseharian saudara/i)

SS : Sangat Setuju (Jika sangat setuju dengan situasi dan kondisi keseharian

saudara/i)

Contoh

No. Pernyataan STS TS S SS


1 Saya menjalani hidup dengan terarah dan bermakna √
91

Skala 1

No Pernyataan STS TS S SS
1 Saya menjalani hidup dengan terarah dan bermakna
2 Hubungan sosial saya mendukung dan bermanfaat
Saya terlibat dan tertarik pada kegiatan sehari-hari
3 saya
Saya aktif berkontribusi pada kebahagiaan dan
4 kesejahteraan orang lain
Saya memiliki kompetensi dan kemampuan dalam
5
menjalani kegiatan yang penting bagi saya
Saya orang yang baik dan menjalani kehidupan yang
6 baik
7 Saya optimis tentang masa depan saya
8 Orang lain menghormati saya
9 Saya merasa hal-hal positif terjadi di hidup saya
10 Saya dipenuhi dengan pikiran-pikiran negatif
Saya mengharapkan hal baik akan terjadi dalam
11 hidup saya
12 Saya sering merasa hal buruk terjadi di hidup saya
13 Saya merasa nyaman dengan hidup saya saat ini
Selama sebulan terakhir, saya merasa tidak nyaman
14 dengan diri saya
15 Saya menjalani hidup dengan senang
16 Kondisi kehidupan saya menyedihkan
17 Saya takut menghadapi masa depan
18 Saya menjalani hari dengan riang setiap harinya
19 Saya mudah tersinggung
20 Saya merasa puas dengan kehidupan saya saat ini
92

Skala 2
No Pernyataan STS TS S SS
Mampu menghasilkan ide-ide baru dan berbeda
1
merupakan salah satu keunggulan saya
Saya suka memikirkan cara-cara baru untuk melakukan
2
sesuatu
Saya selalu datang dengan cara-cara baru untuk
3
melakukan sesuatu
Teman-teman saya mengatakan bahwa saya memiliki
4
banyak ide baru dan berbeda
5 Saya seorang pemikir original
6 Saya selalu sibuk dengan sesuatu yang menarik
7 Saya senang dengan berbagai kegiatan yang berbeda
8 Saya punya banyak minat
Saya bisa menemukan sesuatu yang menarik dalam
9
situasi apapun
10 Saya pikir hidup saya sangat menarik
11 Saya senang ketika saya belajar sesuatu yang baru
12 Saya benar-benar seorang pembelajar seumur hidup
13 Saya menghabiskan waktu untuk membaca
14 Saya membaca berbagai macam buku
Saya suka membaca buku-buku nonfiksi untuk
15
kesenangan saya
16 Saya menghargai kemampuan saya untuk berpikir kritis
Jika topiknya tepat, saya bisa menjadi pemikir yang
17
sangat rasional
18 Saya suka berpikir secara mendalam
19 Saya selalu menimbang pro dan kontra
Saya mencoba mencari alasan kuat untuk keputusan
20
penting saya
Orang menggambarkan saya sebagai orang yang sangat
21
bijaksana
Saya selalu bisa melihat banyak hal dan melihat
22
gambaran besarnya
23 Saya memiliki pandangan yang matang pada kehidupan
Saya mungkin tidak mengatakannya kepada orang lain,
24 tapi saya menganggap diri saya adalah orang yang
bijaksana
25 Orang menganggap saya sebagai orang yang bijaksana
93

Skala 3

No Pernyataan STS TS S SS
Saya melakukan yang terbaik ketika saya menjadi
1 seorang anggota kelompok
Tanpa pengecualian, saya mendukung rekan satu tim
2 saya atau sesama anggota kelompok
Bahkan jika saya tidak setuju dengan mereka, saya selalu
3 menghormati para pemimpin kelompok saya
Penting bagi saya untuk menghormati keputusan yang
4 dibuat oleh kelompok saya
Saya dengan senang hati mengorbankan kepentingan
5 pribadi untuk kepentingan kelompok yang saya ikuti
Saya memperlakukan semua orang sama tanpa
6 memandang siapa mereka

7 Hak semua orang sama-sama penting bagi saya

Saya memberikan semua orang kesempatan


8
Bahkan jika saya tidak menyukai seseorang, saya tetap
9 memperlakukan dia dengan adil
Saya percaya bahwa mendengarkan pendapat semua
10 orang adalah hal yang layak
Sebagai seorang pemimpin, saya memperlakukan semua
11 orang sama baiknya terlepas dari pengalamannya
Salah satu kekuatan saya adalah membantu sekelompok
orang untuk bekerja sama dengan baik bahkan saat
12 mereka memiliki banyak perbedaan
Untuk menjadi pemimpin yang efektif, saya
13 memperlakukan semua orang sama
Teman-teman saya selalu bilang saya seorang pemimpin
14 yang kuat tapi adil
Sebagai seorang pemimpin, saya mencoba untuk
15 membuat semua anggota kelompok bahagia
94

4. Lampiran Output Hasil CFA


a. Syntax dan Path Diagram Subjective Well-being

UJI VALIDITAS KONSTRUK SWB


DA NI=20 NO=316 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19
X20
PM SY FI=DATASWBCFA.COR
MO NX=20 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
SWB
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1 LX 6 1 LX 7 1 LX 8 1 LX 9 1 LX 10 1 LX
11 1 LX 12 1 LX 13 1 LX 13 1 LX 15 1 LX 16 1 LX 17 1 LX 18 1 LX 19 1 LX 20 1
FR TD 17 16 TD 14 12 TD 18 15 TD 20 13 TD 19 17 TD 19 16 TD 15 13 TD 16 14
TD 16 2 TD 19 10 TD 13 9 TD 11 3 TD 18 7 TD 16 2 TD 16 12 TD 15 11 TD 19 4
TD 19 2
FR TD 10 3 TD 19 8 TD 12 7 TD 12 10 TD 14 10 TD 17 14 TD 19 14 TD 19 12 TD
17 12 TD 15 4 TD 11 1 TD 9 8 TD 7 3 TD 20 18 TD 18 13 TD 20 15 TD 19 13 TD 7
1 TD 4 2
FR TD 8 6 TD 4 1 TD 20 4 TD 16 1 TD 12 8 TD 8 2 TD 8 4 TD 14 6 TD 20 3 TD 15
9 TD 19 6 TD 13 11 TD 12 3 TD 16 10 TD 15 12 TD 20 8 TD 6 5 TD 16 5 TD 3 2
TD 18 6 TD 19 3
FR TD 13 10 TD 20 14 TD 16 13 TD 17 13
PD
OU SS TV MI
95
96

b. Syntax dan Path Diagram Creativity

UJI VALIDITAS KONSTRUK CREATIVITY


DA NI=5 NO=316 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5
PM SY FI=DATACREAT.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
CREATIVITY
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1
FR TD 4 1 TD 4 3
PD
OU SS TV MI
97

c. Syntax dan Path Diagram Curiosity

UJI VALIDITAS KONSTRUK CURIOSITY


DA NI=5 NO=316 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5
PM SY FI=DATACURIO.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
CURIOSITY
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1
FR TD 3 1 TD 5 4
PD
OU SS TV MI
98

d. Syntax dan Path Diagram Love of learning

UJI VALIDITAS KONSTRUK LOVE OF LEARNING


DA NI=5 NO=316 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5
PM SY FI=DATALOVEOF.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
LOVEOFLEARNING
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1
PD
OU SS TV MI
99

e. Syntax dan Path Diagram Open-mindedness

UJI VALIDITAS KONSTRUK OPEN MINDEDNESS


DA NI=5 NO=316 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5
PM SY FI=DATAOPEN.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
OPENMINDEDNESS
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1
FR TD 4 1
PD
OU SS TV MI
100

f. Syntax dan Path Diagram Perspective

UJI VALIDITAS KONSTRUK PERSPECTIVE


DA NI=5 NO=316 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5
PM SY FI=DATAPERSPECTIVE.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
PERSPECTIVE
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1
FR TD 5 1 TD 3 2
PD
OU SS TV MI
101

g. Syntax dan Path Diagram Citizenship

UJI VALIDITAS KONSTRUK CITIZENSHIP


DA NI=5 NO=316 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5
PM SY FI=DATACITIZENSHIP.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR
LK
CITIZENSHIP
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1
PD
OU TV SS MI
102

h. Syntax dan Path Diagram Fairness

UJI VALIDITAS KONSTRUK FAIRNESS


DA NI=5 NO=316 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5
PM SY FI=DATAFAIRNESS.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR
LK
FAIRNESS
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1
PD
OU TV SS MI
103

i. Syntax dan Path Diagram Leadership

UJI VALIDITAS KONSTRUK LEADERSHIP


DA NI=5 NO=316 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5
PM SY FI=DATALEADERSHIP.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR
LK
LEADERSHIP
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 1 LX 5 1
FR TD 4 3
PD
OU TV SS MI
104

5. Lampiran Hasil Uji Regresi


Hasil Output Analisis Regresi
1. Model Summary
Model Summary
Model R R Adjusted R Std. Error Change Statistics
Square Square of the R Square F df1 df2 Sig. F
Estimate Change Change Change
1 .442a .196 .180 8.43722 .196 12.372 8 407 .000
a. Predictors: (Constant), LEADERSHIP, OPENMINDEDNESS, FAIRNESS, CURIOSITY,
CREATIVITY, PERSPECTIVE, LOVEOFLEARNING, CITIZENSHIP

2. ANOVA
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Regression 7045.615 8 880.702 12.372 .000b
1 Residual 28972.981 407 71.187

Total 36018.596 415


a. Dependent Variable: SWB
b. Predictors: (Constant), LEADERSHIP, OPENMINDEDNESS, FAIRNESS, CURIOSITY,
CREATIVITY, PERSPECTIVE, LOVEOFLEARNING, CITIZENSHIP

3. Koefisien Regresi
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized t Sig.
Coefficients

B Std. Error Beta

(Constant) 25.002 3.326 7.518 .000

CREATIVITY .169 .081 .141 2.077 .038

CURIOSITY .021 .075 .018 .285 .776

LOVEOFLEARNING -.098 .082 -.082 -1.201 .231

1 OPENMINDEDNESS -.137 .082 -.116 -1.674 .095

PERSPECTIVE .078 .082 .065 .949 .343

CITIZENSHIP -.004 .081 -.004 -.054 .957

FAIRNESS .447 .078 .385 5.723 .000

LEADERSHIP .024 .081 .020 .294 .769


a. Dependent Variable: SWB
105

4. Deskriptif Statistik

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

416 4.34 66.30 50.0000 9.31621


SWB

416 15.26 64.24 50.0000 7.78122


CREATIVITY

416 16.89 64.19 50.0000 7.70299


CURIOSITY

416 14.88 64.37 50.0000 7.79683


LOVEOFLEARNING

416 15.72 65.13 50.0000 7.93172


OPENMINDEDNESS

416 15.91 64.64 50.0000 7.78912


PERSPECTIVE

416 16.14 64.00 50.0000 7.88166


CITIZENSHIP

416 12.42 66.11 50.0000 8.02943


FAIRNESS

416 16.37 63.77 50.0000 7.92137


LEADERSHIP

416
Valid N (listwise)
106

5. Model Summary Proporsi Varian Independent Variable

Model Summary
Model R R Adjusted R Std. Error Change Statistics
Square Square of the R Square F df1 df2 Sig. F
Estimate Change Change Change

1 .338a .114 .112 8.77935 .114 53.307 1 414 .000


b
2 .340 .116 .111 8.78218 .002 .733 1 413 .392
c
3 .340 .116 .109 8.79257 .000 .024 1 412 .876
d
4 .342 .117 .108 8.79738 .001 .550 1 411 .459
5 .352e .124 .113 8.77348 .007 3.243 1 410 .072
6 .359f .129 .116 8.75939 .005 2.320 1 409 .129
7 .442g .195 .182 8.42777 .067 33.820 1 408 .000
8 .442h .196 .180 8.43722 .000 .086 1 407 .769

a. Predictors: (Constant), CREATIVITY


b. Predictors: (Constant), CREATIVITY, CURIOSITY
c. Predictors: (Constant), CREATIVITY, CURIOSITY, LOVEOFLEARNING
d. Predictors: (Constant), CREATIVITY, CURIOSITY, LOVEOFLEARNING, OPENMINDEDNESS
e. Predictors: (Constant), CREATIVITY, CURIOSITY, LOVEOFLEARNING, OPENMINDEDNESS,
PERSPECTIVE
f. Predictors: (Constant), CREATIVITY, CURIOSITY, LOVEOFLEARNING, OPENMINDEDNESS,
PERSPECTIVE, CITIZENSHIP
g. Predictors: (Constant), CREATIVITY, CURIOSITY, LOVEOFLEARNING, OPENMINDEDNESS,
PERSPECTIVE, CITIZENSHIP, FAIRNESS
h. Predictors: (Constant), CREATIVITY, CURIOSITY, LOVEOFLEARNING, OPENMINDEDNESS,
PERSPECTIVE, CITIZENSHIP, FAIRNESS, LEADERSHIP

Anda mungkin juga menyukai