Anda di halaman 1dari 153

PENGARUH KONSEP DIRI DAN LOKUS KONTROL

KESEHATAN TERHADAP KUALITAS HIDUP


PENYANDANG DIABETES

Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Psikologi (S.Psi)

Oleh:

Tiara Ersha Octari


NIM: 11140700000027

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2018 M

i
PENGARUH KONSEP DIRI DAN LOKUS KONTROL
KESEHATAN TERHADAP KUALITAS HIDUP
PENYANDANG DIABETES

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Oleh:

Tiara Ersha Octari


11140700000027

Pembimbing:

Bambang Suryadi, Ph.D


NIP:19700529 200312 1 002

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2018 M

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “PENGARUH KONSEP DIRI DAN LOKUS


KONTROL KESEHATAN TERHADAP KUALITAS HIDUP
PENYANDANG DIABETES” telah diajukan dalam sidang munaqasyah pada
tanggal 13 September 2018. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar sarjana psikologi (S.Psi) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 13 September 2018

Sidang Munaqasyah

Dekan/ Wakil Dekan/


Ketua Merangkap Anggota Sekertaris Merangkap Anggota

Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag.,M.si Dr. Abdul Rahman Shaleh, M.si
NIP. 19680614 199704 1 001 NIP. 19720823 199903 1 002

Anggota

Yufi Adriani, M.Psi Luh Putu Suta Haryanthi, M.Psi., T, Psikolog


NIP. 19820918 200901 2 006 NIP. 19771209 200912 2 002

Bambang Suryadi, Ph.D


19700529 200312 1 002

iii
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya

atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidyatullah Jakarta.

Jakarta, September 2018

Tiara Ersha Octari


NIM: 11140700000027

iv
MOTTO

Free, not flee.

v
ABSTRAK

A) Fakultas Psikologi
B) Juli 2018
C) Tiara Ersha Octari
D) Pengaruh Konsep Diri dan Lokus Kontrol Kesehatan terhadap Kualitas Hidup
Penyandang Diabetes
E) xiv +141 halaman
F) Kualitas hidup merupakan salah satu faktor penting bagi penyandang diabetes
untuk meningkatkan kesehatannya. Kualitas hidup juga menjadi salah satu
faktor yang dapat mengurangi risiko adanya komplikasi. Menjaga perilaku
agar senantiasa dapat mengontrol gula darah merupakan hal penting untuk
penyandang diabetes. Dengan memiliki konsep diri yang baik, penyandang
diabetes dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Penyandang diabetes yang
memiliki lokus kontrol yang baik juga akan memiliki kualitas hidup yang
baik. Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh konsep diri dan lokus kontrol
kesehatan terhadap kualitas hidup penyandang diabetes.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan melibatkan 157


penyandang diabetes yang ada di Jabodetabek. Pengambilan sampel
dilakukan menggunakan non probability sampling. Peneliti menggunakan alat
ukur World Health Organization Quality of Life (WHOQOL-BREF), Revised
Generalized Health Related Self Concept Scale (RGHRSCS), dan Diabetes
Locus of Control Scale (DLOCS). Teknik analisis data yang digunakan untuk
menjawab pertanyaan penelitian adalah analisis regresi berganda.

Berdasarkan hasil uji hipotesis mayor, diperoleh bahwa terdapat pengaruh


yang signifikan konsep diri dan lokus kontrol kesehatan terhadap kualitas
hidup penyandang diabetes. Berdasarkan uji hipotesis minor, terdapat 5
variabel yang signifikan, yaitu disposisi pelindung kesehatan, motivasi
menjaga kesehatan, motivasi entrinsik penghindaran, internalitas dan
eksternalitas kuat lainnya. Sementara tiga variabel lainnya tidak signifikan.

G) Bahan bacaan: 5 buku+ 86 jurnal+ 7 artikel + 4 website

vi
ABSTRACT

A) Faculty of Psychology
B) July 2018
C) Tiara Ersha Octari
D) The Effect of Self-Concept and Health Locus of Control on the Quality of life
in People with Diabetes
E) xiv + 141 pages
F) Quality of life is an important factor for diabetics to improve health and reduce
the risk of complications. Diabetics need to maintain their behavior in order to
control blood sugar. Thus, diabetics need to have a good self-concept. With a
locus of control and good self-concept, people with diabetes will be able to
improve their quality of life. The purpose of this study is to examine the
influence of self-concept and locus of health control on the quality of life of
people with diabetes.

This study uses a quantitative approach involving 157 diabetics in


Jabodetabek. Sampling has been conducted using non probability sampling.
Researcher use a World Health Organization Quality of Life (WHOQOL-
BREF) instrument, Revised Generalized Health Related Self Concept Scale
(RGHRSCS), and Diabetes Locus of Control Scale (DLOCS). The multiple
regression analysis is being conducted to answer the research question.

According on the results of major hypothesis test, there is a significant effect of


self-concept and locus of health control to the quality of life of diabetics. Based
on the minor hypothesis test, there are 5 significant variables, namely
Disposition of health protector, motivation to maintain health, extrinsic
motivation avoidance, internality and other strong externalities. While, the
other three variables are not significant.

G) Reading materials: 5 books + 86 journals + 7 articles + 4 websites

vii
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirabbil’alamin puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat
kekuasaan-Nya, rahmat, karunia, dan Anugrah-Nya peneliti dapat menyelesaikan
skripsi ini. Shalawat serta salam peneliti limpahkan kepada Nabi besar Muhammad
SAW beserta sahabat, keluarga serta pengikutnya hingga akhir zaman.
Skripsi ini bukan hanya hasil karya penulis seorang diri, karena banyak pihak-
pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, izinkan penulis
untuk mengucapkan rasa terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag., M.Si, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta beserta jajaran.

2. Bapak Bambang Suryadi, Ph.D, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing
peneliti dari awal seminar proposal hingga penyelesaian skripsi ini. Terima kasih
atas waktu, kritik, saran dan dukungan yang telah diberikan.

3. Bapak Ikhwan Lutfi, M. Psi selaku dosen pembimbing akademik yang selalu
memotivasi melalui note di AIS. Terima kasih atas waktu dan motivasi yang telah
diberikan.

4. Ibunda dan ayahanda peneliti, Sri Andriaty Hasyim dan Muhammad Natsir Amin.
Terima kasih atas segala dukungan, doa, cinta dan kasih sayangnya. Terima kasih
untuk selalu meyakinkan penulis untuk bisa menyelesaikan skripsi ini, apapun
halangannya. Juga Kakak penulis, Ajeng Meinar Rezkita, yang selalu menjadi
contoh yang baik untuk adiknya.

5. Teman-teman Psikologi 2014, khususnya Trya Dara Ruidahasi, Sri hartini Hastuti,
Usni Dwi Ambar, Conita Lutfiyah dan Hanna Marischa selaku sahabat bagi
penulis. Terimakasih atas segala dukungan, bantuan dan kekompakan sejak awal
semester 1 hingga akhir studi di UIN Jakarta ini, dan seterusnya. Juga Robi
Zulkarnain atas bantuan dan canda tawanya.

viii
6. Teman-teman Komunitas Mahasiswa Fotografi Kalacitra, atas dukungan, doa, dan
canda tawanya selama ini. Terima kasih sudah menjadi tempat penulis untuk
berproses, berkarya, dan selalu menjadi tempat yang hangat untuk disinggahi.

7. Kepada para responden yang telah bersedia mengisi maupun menjawab


pertanyaan-pertanyaan yang ada di kuesioner. Terima kasih banyak atas
partisipasinya.

ix
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ iv
MOTTO .............................................................................................................. v
ABSTRAK ......................................................................................................... vi
ABSTRACT ....................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiii

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................. 1-13


1.1. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................ 9
1.2.1. Pembatasan Masalah ............................................................ 9
1.2.2. Perumusan Masalah ............................................................ 11
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 11
1.3.1. Tujuan Penelitian ................................................................ 11
1.3.2. Manfaat Penelitian .............................................................. 12

BAB 2 LANDASAN TEORI ........................................................................ 14-47


2.1. Kualitas Hidup ............................................................................... 14
2.1.1. Definisi Kualitas Hidup ....................................................... 12
2.1.2. Faktor-faktor Kualitas Hidup............................................... 15
2.1.3. Dimensi Kualitas Hidup ...................................................... 19
2.1.4. PengukuranKualitas Hidup .................................................. 21
2.2. Konsep Diri .................................................................................... 22
2.2.1. Definisi Konsep Diri ............................................................. 22
2.2.2. Aspek Konsep Diri .............................................................. 24
2.2.3. Pengukuran Konsep Diri ..................................................... 28
2.3. Lokus Kontrol Kesehatan ............................................................... 31
2.3.1. Definisi Lokus Kontrol Kesehatan ...................................... 31
2.3.2. Aspek Lokus Kontrol Kesehatan ......................................... 32
2.3.3. Pengukuran Lokus Kontrol Kesehatan ................................ 35
2.4. Diabetes .......................................................................................... 36
2.4.1. Definisi Diabetes ................................................................. 36
2.4.2. Karakteristik Diabetes ......................................................... 37
2.4.3. Aspek Psikologis Penyandang Diabetes ............................. 39
2.5. Kerangka Berpikir .......................................................................... 40
2.6. Hipotesis Penelitian........................................................................ 46

x
BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................. 48-80
3.1. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ...................... 48
3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ................................ 48
3.3. Instrumen Pengumpulan Data ........................................................ 50
3.4. Uji Validitas Konstruk ................................................................... 57
3.4.1. Uji Validitas Alat Ukur Kualitas Hidup .............................. 59
3.4.2. Uji Validitas Alat Ukur Konsep Diri ................................... 63
3.4.2.1 Dimensi Disposisi Pelindung Kesehatan ................... 63
3.4.2.2 Dimensi Motivasi Menjaga Kesehatan ...................... 65
3.4.2.3 Dimensi Kerentanan ................................................... 67
3.4.2.4 Kebiasaan Berisiko Kesehatan ................................... 68
3.4.2.5 Dimensi Motivasi Entrinsik Penghindaran ................ 70
3.4.3. Uji Validitas Alat Ukur Lokus Kontrol Kesehatan ............. 72
3.4.3.1 Dimensi Internalitas ................................................... 72
3.4.3.2 Dimensi Eksternalitas Kuat Lainnya .......................... 76
3.4.3.3 Dimensi Peluang Eksternalitas ................................... 75
3.5. Teknik Analisis Data ...................................................................... 78

BAB 4 HASIL PENELITIAN ...................................................................... 81-93


4.1. Gambaran Subjek Penelitian ......................................................... 81
4.2. Analisis Deskriptif ........................................................................ 82
4.3. Kategorisasi Skor Variabel ........................................................... 83
4.4. Uji Hipotesis Penelitian ................................................................ 85
4.4.1. Analisis Regresi Variabel Penelitian .................................. 85
4.4.2. Proporsi Varians Pada Tiap Variabel Indenpenden ............ 90

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ..................................... 94-105


5.1. Kesimpulan .................................................................................. 94
5.2. Diskusi ......................................................................................... 95
5.3. Saran ............................................................................................. 103
5.3.1. Saran Teoritis ..................................................................... 103
5.3.2. Saran Praktis ...................................................................... 103
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 106
LAMPIRAN .................................................................................................. 117

xi
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Pilihan Jawaban 1............................................................................. 51


Tabel 3.2 Pilihan Jawaban 2............................................................................. 51
Tabel 3.3 Blue Print Skala Kualitas Hidup ...................................................... 53
Tabel 3.4 Blue Print Skala Konsep Diri........................................................... 55
Tabel 3.5 Blue Print Skala Lokus Kontrol Kesehatan ..................................... 57
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Kualitas Hidup ................................................ 62
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Disposisi Pelindung Kesehatan ....................... 64
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Motivasi Menjaga Kesehatan .......................... 66
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Kerentanan ...................................................... 68
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Kebiasaan Berisiko Kesehatan ........................ 70
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Motivasi Entrinsik Penghindaran .................... 70
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Internalitas ....................................................... 74
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Eksternalitas Kuat Lainnya ............................. 75
Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Peluang Eksternalitas ...................................... 77
Tabel 4.1 Gambaran Subjek Penelitian ....................................................... ... 81
Tabel 4.2 Analisis Deskriptif ........................................................................... 82
Tabel 4.3 Norma Skor Kategorisasi ................................................................. 83
Tabel 4.4 Kategorisasi Responden Penelitian ............................................. ... 84
Tabel 4.5 Analisis Regresi ............................................................................... 85
Tabel 4.6 Anova Pengaruh Seluruh IV terhadap Kualitas Hidup .................... 86
Tabel 4.7 Koefisien Regresi ............................................................................. 87
Tabel 4.8 Proporsi Varians Kualitas Hidup pada Setiap IV.......................... ... 91

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir.......................................................................... 45


Gambar 3.1 Uji Validitas Konstruk Kualitas Hidup .......................................... 61
Gambar 3.2 Uji Validitas Konstruk Disposisi Pelindung Kesehatan ................. 64
Gambar 3.3 Uji Validitas Konstruk Motivasi Menjaga Kesehatan.................... 66
Gambar 3.4 Uji Validitas Konstruk Kerentanan ................................................ 67
Gambar 3. 5Uji Validitas Konstruk Kebiasaan Berisiko Kesehatan.................. 69
Gambar 3.6 Uji Validitas Konstruk Motivasi Entrinsik Penghindaran ............. 71
Gambar 3.7 Uji Validitas Konstruk Internalitas ................................................ 73
Gambar 3.8 Uji Validitas Konstruk Eksternalitas Kuat Lainnya ....................... 74
Gambar 3.9 Uji Validitas Konstruk Peluang Eksternalitas ................................ 75

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran1 Surat Izin Penelitian ................................................................ 119


Lampiran2 Kuesioner Penelitian ............................................................... 122
Lampiran3 Output CFA ............................................................................. 130
Lampiran4 Output Deskriptif dan Hasil Uji Regresi ................................. 137

xiv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kualitas hidup menjadi isu penelitian yang penting dan semakin diakui

sebagai salah satu cara pengukuran dalam perawatan kesehatan dalam beberapa

tahun terakhir (Fitzpatrick, et al., 1992; Costanza, 2008; Malkoc, 2011; Schrag, et

al., 2000; Saravi, et al., 2017). Pentingnya kualitas hidup juga diperhatikan oleh

The Center for Disease Control and Prevention (CDC) yang memiliki target

meningkatkan kualitas hidup berkaitan dengan kesehatan pada tahun 2020

mendatang. Untuk mengembangkan target ini, pengetahuan mengenai cara-cara

meningkatkan kualitas hidup sangat dibutuhkan (Lyu & Wolinsky, 2017).

Kualitas hidup juga merupakan salah satu cara untuk mengurangi risiko

penyakit diabetes (Norris, 2001). Pedoman perawatan mengungkapkan

pentingnya memaksimalkan kualitas hidup terkait kesehatan bagi orang dewasa

dengan diabetes (American Diabetes Association, 2010). Diabetes dapat diobati

dan konsekuensinya dihindari dengan cara meningkatkan kualitas hidup, yang

mencakup aspek fisik, emosional, dan kesejahteraan sosial seperti fungsi fisik,

keterbatasan peran yang diakibatkan oleh masalah fisik atau emosional, dan

tingkat energi (Myers, 2013).

World Health Organization (WHO) mengungkapkan fakta bahwa

penyandang diabetes berjumlah 422 juta jiwa pada tahun 2014. Pada tahun 2015,

1
2

1,6 juta jiwa meninggal karena diabetes, sedangkan 2,2 juta jiwa lainnya

meninggal karena tingginya gula darah pada tahun 2012. Sedangkan di Indonesia,

diabetes adalah penyebab kematian nomor satu dari angka kematian yang

disebabkan oleh penyakit tidak menular. Pada tahun 2014 lalu, penyandang

diabetes di Indonesia mencapai 9,1 juta orang dan menempati peringkat ke-5

dunia, dari sebelumnya peringkat ke-7 pada tahun 2013 (WHO, 2017; ―Jakarta

Diabetes Meeting‖, 2016).

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 mengatakan terjadi

peningkatan prevalensi dari tahun 2007 sebanyak 5,7% menjadi 6,9% pada tahun

2013. Dipaparkan pula oleh International Diabetes Federation tahun 2015 bahwa

di Indonesia, jumlah estimasi penyandang diabetes diperkirakan mencapai 10 juta

jiwa. Seperti kondisi di dunia, diabetes menjadi salah satu penyebab kematian

terbesar di Indonesia. Dipaparkan dalam Data Sample Registration

Survey tahun 2014 menunjukkan bahwa diabetes merupakan penyebab kematian

terbesar nomor 3 di Indonesia dengan persentase sebesar 6,7% (Kemenkes, 2017).

Perlu diketahui bahwa satu dari dua penyandang diabetes tidak

mengetahui bahwa dirinya merupakan penyandang diabetes. Hal tersebut

menyebabkan seringnya ditemukan penyandang diabetes pada tahap lanjut dengan

komplikasi seperti serangan jantung, stroke, infeksi kaki yang berisiko amputasi

serta gagal ginjal stadium akhir. Padahal, 90% penyandang diabetes merupakan

diabetes tipe 2 yang disebabkan oleh gaya hidup tidak sehat dan sebetulnya 80%

dapat dicegah (Kemenkes, 2016). WHO mengungkapkan pada tahun 2012, sekitar

satu juta orang dewasa di wilayah regional Asia Tenggara meninggal karena
3

tingginya gula darah. Kematian tersebut termasuk akibat langsung dari diabetes

(contoh koma diabetikum), maupun kematian karena komplikasi dan konsekuensi

dari diabetes, seperti gagal ginjal, penyakit jantung, pembuluh darah dan

tuberkulosis.

Peneliti sebelumnya memaparkan bahwa diabetes menurunkan kualitas

hidup seseorang. Penurunan kualitas hidup dapat menjadi semakin buruk

dampaknya apabila disertai komplikasi (Trikkalinou, et al., 2017). Individu

dengan penyakit kronis (salah satunya diabetes) memiliki kualitas hidup yang

rendah dan berpotensi menyimpang dari manajemen perawatan yang tidak

memadai sehingga mengakibatkan keadaan klinis dan psikologis yang buruk

(Bonomi, 2000; Martinez 2008, Tejada 2012). Setiap individu dengan keadaan

klinis yang sama akan menggambarkan kualitas hidup yang berbeda. Kualitas

hidup membantu perawat untuk memahami pandangan kesehatan pasien dan akan

memudahkan perawatan pasien. Sehingga akan menjadi lebih efektif dan akan

lebih mudah menentukan treatment mana yang akan digunakan sesuai dengan

keadaan pasien. Pada akhirnya, dapat menentukan strategi untuk meningkatkan

kualitas hidupnya (Nasiri et al., 2003 & Shafi-Mohammad et al., 2009 dalam

Aliha 2015).

Kualitas hidup seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal

(Pukeliene & Starkauskiene, 2011). Pada faktor eksternal, sosial dan lingkungan

merupakan dua hal yang memengaruhi kualitas hidup. Dalam aspek lingkungan,

kualitas hidup seseorang dipengaruhi oleh dukungan yang ia terima dari

keluarganya (Kaur, 2015). Sedangkan dalam aspek sosial, dukungan sosial


4

misalnya, berdampak pada pengobatan seseorang dengan diabetes. Semakin

banyak dukungan yang ia terima, maka semakin besar tingkat penyesuaiannya dan

semakin rendah manifestasi depresi yang akan terjadi (Perez, et al., 2014).

Helgeson (2003) memaparkan bahwa dukungan sosial dan kualitas hidup

memiliki hubungan yang linear. Artinya, semakin tinggi dukungan sosial yang

didapatkan individu maka semakin tinggi pula kualitas hidupnya.

Pada faktor internal, penelitian terdahulu telah menemukan bahwa tingkat

emosional, tingkat percaya diri, efikasi diri, dan tingkat stres memengaruhi

kualitas hidup seseorang (Ruzevicius & Akranaviciute, 2007; Saravi, et al., 2017).

Selain faktor-faktor tersebut, terdapat salah satu faktor internal yaitu konsep diri

atau pandangan subjektif, perasaan, pengalaman, sikap, kepercayaan, dan

konsepsi tentang dirinya sendiri terhadap berbagai elemen dalam kehidupan. Dari

sudut pandang ini, penilaian kualitas hidup perlu menyertakan kompleks dan

struktur kepribadian dari konsep diri yang mengacu pada beberapa entitas

subjektif yang berkaitan erat dengan perasaan pribadi dan identitas sebagai faktor

penting dalam mengevaluasi kualitas hidup seseorang (Zlatavonic, 1999). Studi

juga telah membuktikan bahwa konsep diri dibentuk oleh interaksi antara

karakteristik sosial dan fisik, yang mencerminkan realisasi dirinya dan

penerimaannya (Elsayed, 2011). Disebutkan pula bahwa semakin tinggi konsep

diri individu maka akan memengaruhi kesehatan mentalnya (Bharathi & Sreedevi,

2013).

Vickery (2005) memaparkan bahwa konsep diri berkorelasi dengan

kualitas hidup, dan menunjukkan bahwa pandangan yang rendah terhadap diri
5

sendiri berkaitan dengan kualitas hidup subjek yang rendah. Zlatanovic (2000)

dalam penelitiannya tentang kualitas hidup, mengatakan bahwa penting dan tidak

mungkin mengabaikan pandangan subjek tentang perasaan, pengalaman,

kepercayaan dan konsepsi dirinya sendiri. Beberapa faktor diperlukan untuk

mengelola, mengontrol dan memperlambat risiko komplikasi diabetes. Untuk itu,

penyandang diabetes harus terus meningkatkan konsep diri, meningkatkan

pengetahuannya tentang diabetes dan memilik gaya hidup yang selaras dengan

keadaannya (Williams, 2015).

Wiesmann (2008) memaparkan aspek konsep diri yaitu disposisi pelindung

kesehatan, motivasi menjaga kesehatan, kerentanan, kebiasaan berisiko kesehatan,

dan motivasi ekstrinsik penghindaran. Disposisi pelindung kesehatan adalah

bagaimana individu tersebut bisa menjaga kestabilitasan komitmennya terhadap

kesehatan, rasa percaya diri dan optimismenya. Mazanec (2010) mengungkapkan

bahwa optimisme secara signifikan berkorelasi dengan kualitas hidup. Disebutkan

pula oleh Kraai (2017) bahwa optimisme berkaitan dengan peningkatan kualitas

hidup.

Motivasi menjaga kesehatan adalah usaha individu dalam meningkatkan

kesehatannya, dan sikap terhadap perilaku menjaga kesehatan. Gillison (2006)

mengungkapkan bahwa motivasi individu dalam menjaga kesehatannya

berpengaruh positif terhadap peningkatan kualitas hidupnya. Grahn (2000)

mengatakan, motivasi individu dalam menjaga kesehatannya dapat menjadi

prediktor yang dapat meningkatkan kualitas hidup.


6

Kerentanan adalah bagaimana ketahanan atau kerentanan individu terhadap

penyakit dan penilaiannya terhadap pengalaman sakitnya. Disebutkan oleh

Waitman (2016) bahwa individu dengan tingkat kerentanan yang tinggi, maka

akan menyebabkan hipoglikemia (keadaan gula darah yang sangat tinggi) dan

akan memengaruhi kualitas hidupnya.

Kebiasaan berisiko kesehatan adalah kebiasaan individu yang membahayakan

kesehatannya, sikap positif terhadap perilaku yang mengorbankan kesehatan dan

harapan individu terhadap kebiasaan tersebut. Rosiek (2017) mengatakan gaya

hidup sehat, perilaku sehat dan perilaku preventive (pencegahan), kebiasaan

nutrisi yang baik merupakan kunci dari pengobatan diabetes dan kunci mencegah

komplikasi. Pengetahuan dan rasa kewajiban penyandang diabetes dalam menjaga

kesehatannya harus ditingkatkan karena perilaku individu yang berisiko terhadap

kesehatan akan memengaruhi kualitas hidupnya (Dey, 2013; Low, 2014).

Motivasi ekstrinsik penghindaran adalah sikap individu yang takut dengan

kondisi kesehatannya, menunjukkan perilaku kesehatan yang berisiko dan

menunjukkan sifat pengunduran diri. Osborn (2010) mengatakan motivasi akan

memengaruhi kontrol diabetes individu dan akan mempermudah penyandang

diabetes dalam mengontol gula darahnya.

Selain konsep diri, lokus kontrol kesehatan merupakan parameter yang sering

digunakan untuk mengukur kepercayaan kesehatan (health belief) dalam beberapa

tahun terakhir (Sengul, et al., 2009). Lokus kontrol kesehatan diidentifikasi

sebagai faktor penting penentu perilaku kesehatan individu (Greene, et al., 2013).

Lokus kontrol kesehatan khususnya, merupakan faktor psikologis yang telah


7

diteliti sebagai salah satu prediktor atau penentu hasil kesehatan pada penyakit

kronis (Wielengaboiten, 2015). Individu dengan lokus kontrol yang tinggi

memiliki kualitas hidup yang tinggi juga (Sharif, 2017). Bagaimana individu

menilai rasa kontrol (sense of control) memiliki dampak terhadap kualitas hidup

dan kesehatan mentalnya (Kennedy, 1998; Cheng, 2013). Keyakinan individu

yang berkaitan dengan kesehatannya, baik pengendalian dan pengelolaan, disebut

juga lokus kontrol kesehatan.

Dalam teori perilaku terencana (theory of planned behavior), niat dibutuhkan

untuk memunculkan perilaku seseorang. Seseorang dapat bertindak atas niatnya

jika ia memiliki kendali atas perilakunya. Sedangkan untuk mengontrol perilaku,

yang berperan adalah lokus kontrol (Haskas, et al., 2016). Dengan memiliki lokus

kontrol yang baik, penyandang diabetes memiliki implikasi dan niat yang kuat

untuk melakukan kontrol terhadap diabetesnya. Apabila penyandang diabetes

dapat meningkatkan lokus kontrolnya, maka akan dapat mengingkatkan kualitas

hidup melalui perencanaan perilaku yang spesifik (Marrero, 2014; Haskas, et al.,

2016). Diketahui pula usaha untuk pengendalian kontrol diri akan meningkatkan

kesehatan, kepuasan hidup dan konsep diri (Moffit, 2010; Sadaat, 2012; Bigdeloo

& Bozorgi, 2016).

Wallston (1976) mengungkapkan bahwa terdapat 3 aspek lokus kontrol

kesehatan yaitu internalitas, eksternalitas kuat lainnya dan peluang eksternalitas.

Internalitas adalah bagaimana individu mempersepsikan peristiwa yang terjadi

dengan kesehatannya adalah dibawah kendalinya dan terjadi karena dirinya

sendiri. Russo et al. (2016) dalam penelitiannya mengatakan bahwa adanya


8

pengaruh lokus kontrol internal terhadap kualitas hidup. Sharif (2017) juga

mengatakan bahwa individu dengan lokus kontrol internal yang tinggi akan

memiliki kualitas hidup yang tinggi juga.

Eksternalitas kuat lainnya adalah bagaimana individu mempersepsikan bahwa

kesehatannya sangat bergantung kepada faktor di luar dirinya seperti dokter,

keluarga, dan terapis memegang peran yang besar dalam menentukan

kesehatannya. Rintala (2013) mengungkapkan bahwa keluarga dan orang-orang

yang berpengaruh (significant others) memiliki peran yang penting terhadap

manajemen diabetes.

Peluang eksternalitas adalah bagaimana individu mempercayai bahwa

kesehatannya dipengaruhi oleh kesempatan, keberuntungan dan takdir. Kostka

(2010) mengatakan adanya korelasi antara lokus kontrol peluang eksternalitas

dengan kualitas hidup.

Telah ditemukan bahwa lokus kontrol memengaruhi kualitas hidup, namun

subjek penelitian sebelumnya bukan penyandang diabetes. Pada penelitian

terdahulu, pengukuran kualitas hidup tidak difokuskan kepada penyandang

diabetes, tetapi lebih kepada perawat (caregiver) (Du, et al., 2017). Padahal,

kesehatan serta kesembuhan penyandang diabetes sangat penting dan harus

ditingkatkan. Meskipun terdapat pula penelitian yang mengukur kualitas hidup

penyandang diabetes, tetapi penelitian tersebut berfokus kepada faktor eksternal

lingkungan dan faktor internal efikasi diri dan rasa percaya diri, bukan konsep diri

dan lokus kontrol kesehatan (Kaur, 2015; Keles, 2012; Amir, et al., 1998; Saravi,

et al., 2016).
9

Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan pada aspek internal, karena

individu dengan faktor internalitas yang tinggi akan memiliki personal kontrol dan

perilaku positif terhadap kesehatannya (Baldini, 2009). Dipaparkan pula oleh

Laffrey (2003) bahwa individu dengan internalitas yang baik, menganggap

kesehatan penting, akan memiliki informasi yang banyak tentang kesehatannya,

senantiasa berperilaku sehat akan memiliki tingkatan kesehatan yang lebih baik

daripada individu dengan internalitas yang kurang baik.

Peneliti akan memfokuskan pada aspek konsep diri dan lokus kontrol

kesehatan pasien dengan diabetes. Dengan demikian, penelitian ini diberi judul

―Pengaruh Konsep Diri dan Lokus Kontrol Kesehatan terhadap Kualitas Hidup

Penyandang diabetes‖.

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1 Pembatasan Masalah

Diketahui bahwa terdapat faktor eksternal dan internal yang dapat

memengaruhi kualitas hidup seseorang. Namun dalam penelitian ini akan

membatasi pada faktor internal saja, yaitu pengaruh konsep diri dan lokus

kontrol kesehatan. Dengan konsep diri yang kuat, penyandang diabetes dapat

memahami apa yang akan mengganggu kesehatannya dan tidak. Selain itu,

dengan lokus kontrol yang baik maka perilaku individu yang berkaitan

dengan kesehatannya dapat ia kendalikan sendiri. Maka penelitian ini terbatas

pada konsep diri dan lokus kontrol kesehatan terhadap kualitas hidup

penyandang diabetes. Adapun pembatasannya sebagai berikut:


10

1. Kualitas hidup penderita diabetes yang dimaksud dalam penelitian ini

yaitu persepsi individu terhadap posisinya dalam kehidupan, dalam

konteks nilai dan budaya yang ia miliki dan kaitannya dengan tujuan,

harapan, standar kehidupan dan perhatiannya (WHO, 1998). Adapun

dimensinya adalah kesehatan fisik, psikologis, hubungan sosial, dan

lingkungan.

2. Konsep diri yang dimaksud merupakan pengetahuan individu tentang

dirinya yang mencakup kategorisasi diri, mengatur dan

menggolongkan perilaku dengan pengalaman yang pada akhirnya

akan mengarahkan perilaku (Wiesmann et al., 2008). Adapun

dimensinya adalah disposisi pelindung kesehatan (health protective

disposition), motivasi menjaga kesehatan (health protective

motivation), kerentanan (vulnerability), kebiasaan berisiko kesehatan

(health-risky habits), motivasi ekstrinsik-penghindaran (extrinsic-

avoidant motivation)

3. Lokus kontrol kesehatan yang dimaksud yaitu kepercayaan individu

terhadap kontrol kesehatannya dipengaruhi oleh faktor internal atau

eksternal (Wallston, 1976). Adapun dimensinya adalah internalitas

(internality), eksternalitas kuat lainnya (powerful others externality),

dan peluang eksternalitas (chance externality).

4. Subjek penelitian ini adalah penyandang diabetes tipe dua yang telah

terdiagnosa dan berdomisili di Jabodetabek.


11

1.2.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah dari

penelitian ini adalah:

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara pengaruh konsep diri dan

lokus kontrol kesehatan terhadap kualitas hidup penyandang diabetes?

2. Berapa besar kontribusi aspek konsep diri (disposisi pelindung kesehatan

(health protective disposition), motivasi menjaga kesehatan (health

protective motivation), kerentanan (vulnerability), kebiasaan berisiko

kesehatan (health-risky habits), motivasi ekstrinsik-penghindaran

(extrinsic-avoidant motivation)) dan lokus kontrol kesehatan (internalitas

(internality), eksternalitas kuat lainnya (powerful others externality), dan

peluang eksternalitas (chance externality)) dalam memengaruhi kualitas

hidup penyandang diabetes?

3. Variabel mana yang memiliki pengaruh paling besar terhadap kualitas

hidup?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan khusus.

1. Tujuan Umum

Untuk mengukur pengaruh konsep diri dan lokus kontrol kesehatan

terhadap kualitas hidup penyandang diabetes.


12

2. Tujuan Khusus

Penelitian ini bertujuan khusus melihat pengaruh variabel independen

disposisi pelindung kesehatan (health protective disposition), motivasi

menjaga kesehatan (health protective motivation), kerentanan

(vulnerability), kebiasaan berisiko kesehatan (health-risky habits),

motivasi ekstrinsik-penghindaran (extrinsic-avoidant motivation),

internalitas (internality), eksternalitas kuat lainnya (powerful others

externality), dan peluang eksternalitas (chance externality)) terhadap

kualitas hidup penyandang diabetes.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat baik

teoritis maupun praktis sebagai berikut:

1.3.2.1 Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini berguna untuk memperkaya khazanah kajian

psikologi, terutama berkaitan dengan psikologi klinis.

b. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi langkah awal yang

memotivasi peneliti selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian

yang peneliti lakukan.

c. Hasil penelitian ini berguna untuk bahan pertimbangan bagi

penyandang diabetes dalam memahami faktor-faktor yang

memengaruhi kualitas hidup dan meningkatkan kesehatannya.


13

1.3.2.2 Manfaat Praktis

a. Sebagai masukan terhadap penyandang diabetes agar mengetahui

pentingnya meningkatkan kualitas hidup.

b. Sebagai bahan masukan terhadap penyandang diabetes agar

mengetahui faktor yang dapat meningkatkan kualitas hidup.

c. Secara umum dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi para peneliti

untuk mengadakan penelitian lebih lanjut.


14

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Kualitas Hidup

2.1.1 Definisi Kualitas Hidup

Dalam abad terakhir, kualitas hidup ditetapkan sebagai salah satu

ukuran kesejahteraan atau kekayaan. Pada perkembangannya, persepsi

tentang kualitas hidup berubah dan nilai-nilainya mempengaruhi konsepsi

tentang kualitas hidup juga faktor-faktor yang memengaruhinya. (Ferrer, et

al., 2002; Juozulynas, 2004 dalam Ruzevicius & Akranaviviute, 2007).

Kualitas hidup merupakan konstruk yang luas dan terdiri dari banyak

aspek yang berbeda dan mengarah pada definisi yang berbeda-beda juga

(Ghazali, et al., 2017).

World Health Organization (WHO) mendefinisikan kualitas hidup

sebagai persepsi individu terhadap posisinya dalam kehidupan, dalam

konteks nilai dan budaya yang ia miliki dan kaitannya dengan tujuan,

harapan, standar kehidupan dan perhatiannya (World Health Organization,

1997).

Definisi lainnya mengatakan kualitas hidup sebagai tingkat

kesejahteraan individu yang tidak hanya tercermin melalui cara individu

tersebut merespon dan merasakan kehidupan (Fahey, Whelan, & Maitre,

2005, p.14 dalam Keles, 2012). Kualitas hidup memiliki arti lebih dari
15

sekedar menghitung kekurangan atau kesakitan pada fisik dan psikis (Ims

& Jakobsen, 2017)

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan teori dari WHO

yaitu kualitas hidup merupakan persepsi individu terhadap posisinya dalam

kehidupan, dalam konteks nilai dan budaya yang ia miliki dan kaitannya

dengan tujuan, harapan, standar kehidupan dan perhatiannya WHO (1998).

2.1.2 Faktor-faktor Kualitas Hidup

Terdapat faktor-faktor yang memengaruhi kualitas hidup seseorang.

Faktor tersebut tidak hanya dibagi menjadi kesehatan fisik dan mental saja

tapi kualitas hidup seseorang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal

(Pukeliene & Starkauskiene, 2011; Mizohata & Jadoul, 2012). Faktor

eksternal, meliputi:

1. Lingkungan

Kualitas hidup tidak akan dinilai baik apabila lingkungan seorang

individu tersebut kurang baik. Untuk itu, kita harus menyelaraskan

hubungan dengan lingkungan sekitar dan mengembangkan diri di

lingkungan. Mengembangkan hubungan yang harmonis dari dalam diri

kita yang disebut ego menjadi eco atau lingkungan (Ims & Jakobsen

2017).

Ketika individu menganggap diri mereka bagian dari alam, dan tidak

terlepas dari alam, kualitas hidup mereka akan meningkat. Penelitian

ilmiah menunjukkan bahwa pemisahan antara manusia dan alam adalah

salah satu hambatan terpenting untuk mencapai kebahagiaan dan makna


16

hidup (Ims & Jakobsen, 2017). Kualitas hidup tergantung kepada faktor

eksternal individu, yaitu keadaan lingkungannya dan bagaimana ia

menghadapi berbagai kemungkinan yang ada di lingkungannya (Xavier, et

al., 2002).

2. Dukungan Keluarga

Kualitas hidup secara khas memperhatikan keseimbangan antara

pekerjaan dan keikutsertaan keluarga dalam hidup individu (Elgar, 2005).

Peneliti terdahulu juga penyandang diabetes menganggap keluarga

merupakan komponen penting dalam proses penilaian kualitas hidupnya

(Odgen, 2007).

3. Sosial

Sosial dan ekonomi secara positif memengaruhi kualitas hidup (Elgar,

2005). Banyak penelitian menunjukkan bahwa dukungan sosial

memengaruhi kesehatan mental (Thoits, 2011). Dukungan sosial berkaitan

dengan kesejahteraan psikologis, sebagai contoh, hubungan yang baik dan

saling mendukung antar individu bisa menjadi sumber perasaan yang

positif dan akan mencegah dari stres (Thoits, 2011).

Faktor internal, meliputi:

1. Tingkat emosional

Kualitas hidup tergantung kepada faktor internal individu, yaitu tingkat

emosionalnya dalam menghadapi persoalan-persoalan dalam

kehidupannya (Xavier, et al., 2002).


17

2. Percaya diri

Tingkat rasa percaya diri seorang individu dapat bergantung pada

penyesuaian psikologis, kualitas hidup, perilaku adaptif, hubungan dengan

teman, motivasi dan kesuksesan dalam hidup, di antara faktor-faktor

lainnya. Harga diri yang rendah mungkin terjadi jika ada perbedaan antara

harapan dengan persepsi individu tentang kecukupan (Augestad, 2017).

Rasa percaya diri seseorang dengan kualitas hidup, penyesuaian

psikologis, motivasi, dan lain-lain saling bergantungan dan memengaruhi

(Brooks, 1992; Papadopoulos, Metsiou, & Agaliotis, 2011; Saigal,

Lambert, Russ, & Hoult, 2002 dalam Augestad, L. B, 2017).

3. Efikasi diri

Harus diketahui bahwa efikasi diri merupakan salah satu keterampilan

psikologis (Elgar, 2005). Efikasi diri dan kualitas hidup memiliki implikasi

klinis yang penting. Karena itu, efikasi diri telah ditetapkan sebagai salah

satu faktor psikologis yang memiliki kaitan erat dengan kualitas hidup

seseorang (Smith, et al., 2000). Penelitian lain juga mengatakan bahwa

dengan meningkatkan efikasi diri seorang pasien (dengan teknik praktis

klinis), maka kualitas hidupnya juga akan meningkat (Smith, et al., 2000).

4. Tingkat stres

Penelitian terdahulu mengatakan bahwa kualitas hidup dipengaruhi oleh

pikiran individu itu sendiri (Odgen, 2007). Telah diungkapkan juga bahwa

individu yang bisa mengendalikan stresnya dengan baik maka ia memiliki

konsep diri yang baik juga (Smith, et al., 1996). Tekanan atau stres dapat
18

memberikan dampak kepada keluarga dan kehidupan sosial yang pada

akhirnya akan mengganggu kualitas hidup individu tersebut (Elgar, 2005).

Individu dapat mengurangi tingkat stres dengan cara meningkatkan

kualitas hidupnya (Elgar, 2005).

5. Konsep Diri

Pasien dengan diabetes sering memiliki konsep diri yang negatif

sehingga berpengaruh kepada cara atau aturan hidupnya. Untuk itu,

meningkatkan kualitas hidup sangat diperlukan karena akan memiliki efek

yang positif terhadap konsep diri penyandang diabetes dan mengurangi

risiko penyakit diabetes. Telah diungkapkan bahwa sebelum adanya

intervensi pengetahuan tentang kualitas hidup, konsep diri penyandang

diabetes memiliki skor yang kecil (Samadi, et al., 2011).

6. Kontrol Diri

Kontrol diri yang tinggi akan memengaruhi kesehatan seseorang.

Dengan kontrol diri yang baik, seseorang dapat meningkatkan

kesehatannya (Moffit, 2011). Individu dengan kontrol diri yang tinggi

memiliki kualitas hidup dan kesehatan perilaku yang tinggi dan puas akan

kehidupannya (Swendeman, et al., 2014). Konsep lain yang dapat

memengaruhi kepuasan hidup manusia adalah perbedaan utama antara

karakteristik perilaku individu yang terukur, disebut pengendalian diri.

Kontrol diri menunjukkan adaptasi antara karakteristik perilaku dengan

kondisi yang ada (Kritner & Kiniky, 2005 dalam Bigdeloo, M & Bozorgi,

2016).
19

7. Lokus Kontrol Kesehatan

Lokus kontrol kesehatan merupakan bagaimana individu menilai

kesehatannya, dipengaruhi oleh faktor dalam dirinya atau diluar dirinya

(Wallston, 1976). Apabila penyandang diabetes dapat meningkatkan lokus

kontrolnya, maka akan dapat mengingkatkan kualitas hidup melalui

perencanaan perilaku yang spesifik (Marrero, 2014; Haskas, et al., 2016).

Dari pemaparan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa terdapat faktor

eksternal (lingkungan, keluarga dan sosial) dan faktor internal (tingkat

emosional, percaya diri, efikasi diri, tingkat stress, konsep diri, dan kontrol

diri) yang memengaruhi kualitas hidup seseorang. Adapun dalam

penelitian ini akan diteliti lebih lanjut tentang faktor internal konsep diri

dan lokus kontrol kesehatan.

2.1.3 Dimensi Kualitas Hidup

Menurut WHO (1998), dimensi kualitas hidup terdiri dari 6 aspek, yaitu:

1. Kesehatan fisik

Dalam aspek ini, yang dimaksud adalah bagaimana individu merasakan

energi yang ia miliki di dalam tubuhnya, apakah ada rasa sakit yang ia

rasakan, apa hal yang mengganggu tubuhnya, bagaimana intensitas

tidurnya, dan lain-lain.

2. Psikologis

Dalam aspek psikologis, individu diminta menilai bagaimana

menurutnya rasa percaya dirinya, apakah ia memiliki perasaan-perasaan


20

yang negatif dan positif, bagaimana konsentrasinya, daya ingatnya, dan

lain-lain.

3. Tingkat Kemandirian

Melalui aspek tingkat kemandirian, individu diminta menilai tingkat

mobilitasnya, seberapa besar kapasitasnya dalam bekerja, bagaimana

aktivitasnya sehari-hari, dan lain-lain.

4. Hubungan Sosial

Hubungan personal dengan orang lain, dukungan sosial, dan hubungan

seksual adalah aspek-aspek yang dilihat pada dimensi hubungan sosial.

5. Lingkungan

Berbeda dengan aspek hubungan sosial, dalam aspek lingkungan

seorang individu diminta menilai keadaan lingkungannya (apakah

terdapat banyak polusi, bising, apakah terjadi kemacetan, dan lain-lain),

bagaimana keadaan rumahnya, apakah ia merasa bebas melakukan

banyak hal, bagaimana keamanan di lingkungan sekitarnya, termasuk

sumber pendapatannya, dan lain-lain.

6. Spiritualitas

Pada aspek spiritualitas akan dibahas mengenai agama, dan

kepercayaan yang individu pegang teguh.

Sedangkan aspek pengukuran kualitas hidup berdasarkan WHOQOL-BREF,

terdapat 4 aspek yang sama pada alat ukut WHOQOL-100. Dua aspek yaitu

spiritualitas dan tingkat kemandirian tidak diukur dalam alat ukur

WHOWOL-BREF. Peneliti akan menggunakan aspek dari alat ukur


21

WHOWOL-BREF dikarenakan dengan item serta aspek yang lebih singkat

akan memudahkan peneliti untuk berfokus kepada perhatian penelitian ini.

Sehingga aspek yang akan digunakan adalah kesehatan fisik, psikologis,

hubungan sosial dan lingkungan.

2.1.4 Pengukuran Kualitas Hidup

Telah diakui bahwa terdapat banyak potensi kesulitan dalam mengukur

kualitas hidup seseorang dalam praktik klinis (Ghazali, et al., 2017).

Namun terdapat beberapa alat ukur yang dapat dijadikan acuan, yaitu:

1. WHO memiliki dua alat ukur kualitas hidup, yaitu WHOQOL-100 dan

WHOQOL-BREF. WHOQOL-100 (α=0.91) memiliki 100 item yang

terdiri dari 6 domain yaitu kesehatan fisik, psikologis, kemandirian,

hubungan sosial, lingkungan, dan spiritualitas. Semua item akan dinilai

dalam 5 poin skala (1-5) (WHOQOL Group, 1998).

2. WHOQOL-BREF

WHOQOL-BREF dikembangkan oleh grup WHOQOL pada tahun 1997.

Skala ini terdiri dari 26 item (α=0.92) dan 4 domain yaitu keadaan fisik,

psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan. Pada awalnya, skala ini

dinamakan WHOQOL-100 namun dikembangkan lagi dan dijadikan

versi singkat alat ukur kualitas hidup (WHOQOL Group, 1998).

3. EuroQol (EQ-5D)

EuroQol dikembangkan oleh Brooks dan kawan-kawan pada tahun

1996. Alat ukur ini memiliki 15 item (α= 0.76) dan 5 dimensi yang terdiri

dari mobilitas, self-care, aktivitas dasar, rasa sakit atau rasa tidak nyaman
22

dan kecemasan atau depresi. Masing-masing dimensi memiliki 3 skala

kategori respon yang berbeda dan akan diberikan skor dari angka 0-100.

Karena menggunakannya sangat mudah, alat ukur ini banyak digunakan

dalam bidang klinis (Fayers & Machim, 2000).

4. Quality of Life Scale (QOLS)

Ditemukan oleh seorang psikolog Amerika bernama John Flanagan pada

tahun 1970 dan digunakan untuk mengukur kualitas hidup pada

kelompok yang memiliki penyakit kronis. QOLS memiliki 15 item (α =

.82 to .92) dengan 5 dimensi yaitu, kesejahteraan material dan fisik,

hubungan dengan orang lain, sosial, komunitas dan aktivitas

kewarganegaraan, pengembangan diri, dan rekreasi. Item QOLS

menggunakan 5 poin skala, kemudian dikembangkan menjadi 7 poin

skala oleh Andrews dan Crandall (Burckhardt, & Landerson, 2003).

Peneliti akan menggunakan alat ukur WHOQOL-BREF karena dengan item

serta aspek yang lebih singkat akan memudahkan peneliti untuk berfokus

kepada perhatian penelitian ini. Pemilihan tersebut juga berdasarkan

pertimbangan bahwa responden penelitian ini adalah penyandang diabetes

yang memasuki usia dewasa sehingga timbul kekhawatiran akan kesulitan

menjawab pertanyaan yang terlalu rumit dan banyak.

2.2 Konsep Diri

2.2.1 Definisi Konsep Diri

Konsep diri adalah konstruk yang diartikan sebagai deskripsi diri dan

mencerminkan evaluasi diri (Fitts & Warren, 1996). Konsep diri


23

merupakan tentang bagaimana orang memandang diri mereka sendiri

dan pada dasarnya bersifat fenomenologis. Konsep diri juga merupakan

seperangkat sikap yang relatif stabil yang mencerminkan deksirpsi,

atribut dan evaluasi perilaku (Piers, 2012). Konsep diri yang baik

sangat penting bagi kesehatan mental dan fisik seseorang. Dengan

konsep diri yang baik, individu akan mampu mengembangkan dan

memelihara hubungan antar pribadi dan menahan gangguan psikologis

dan fisik (Samadi, et al., 2011).

Konsep diri juga dapat diartikan sebagai perasaan individu untuk

mengetahui dirinya dan sejauh mana kepercayaan seorang individu

terhadap dirinya telah ia ketahui dengan jelas, secara internal konsisten

dan stabil (Gana, 2011; Leary & Tangney, 2012). Seseorang dikatakan

telah memiliki konsep diri dan mengenal dirinya apabila memiliki

perasaan dan gambaran tentang dirinya atau dapat dikatakan sebagai

penilaian individu terhadap dirinya yang ia percayai secara tidak sadar

(implisit) (Gana, 2012; Leary & Tangney, 2012).

Konsep diri merupakan pengetahuan individu tentang dirinya sendiri

yang mencakup kategorisasi diri, mengatur dan menggolongkan

perilaku dengan pengalaman yang pada akhirnya akan mengarahkan

perilaku. Pengetahuan tersebut kemudian disimpan dalam memori

jangka panjangnya (Weismann, 2008).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan definisi dari Wiesmann

yaitu konsep diri adalah pengetahuan individu tentang dirinya sendiri


24

yang mencakup kategorisasi diri, mengatur dan menggolongkan

perilaku dengan pengalaman yang pada akhirnya akan mengarahkan

perilaku (Wiesmann, 2008).

2.2.2 Aspek Konsep Diri

Bedasarkan Health-related Self Concept Scale yang dikembangkan oleh

Wiesmann (2008), aspek konsep diri terbagi menjadi 5, yaitu disposisi

pelindung kesehatan (health protective disposition), motivasi menjaga

kesehatan (health protective motivation), kerentanan (vulnerability),

kebiasaan yang berisiko terhadap kesehatan (health-risky habits),

motivasi ekstrinsik-penghindaran (extrinsic-avoidant motivation).

1. Disposisi pelindung kesehatan (health protective disposition)

Sifat perlindungan kesehatan yang dimaksud adalah bagaimana

individu tersebut bisa menjaga kestabilitasan afektifnya (affective

stability), komitmennya terhadap kesehatannya (commitment), rasa

percaya diri dan kekuatan egonya (ego strength, self esteem), dan

optimisme individu tersebut (optimism).

2. Motivasi menjaga kesehatan (health protective motivation)

Bagaimana usaha individu dalam meningkatkan kesehatannya

(health enhancing behavior), niat perilaku (behavioral intention),

sikap terhadap perilaku menjaga kesehatan (attitude towards health-

protective behavior), dan efikasi diri (self efficacy) adalah hal yang

diperhatikan dalam aspek kedua ini.


25

3. Kerentanan (vulnerability)

Kerentanan adalah bagaimana ketahanan individu terhadap penyakit

(susceptibility to illness) dan bagaimana penilaiannya terhadap

pengalaman sakitnya.

4. Kebiasaan yang berisiko terhadap kesehatan (health risky habits)

Menilai kebiasaan individu mengorbankan kesehatannya (health

compromising habit), sikap positif terhadap perilaku yang

mengorbankan kesehatan (positive attitude health compromising

behavior), kurangnya kontrol pribadi terhadap perilaku berkompromi

pada kesehatan (lack of personal control concerning health

compromising behavior), tingginya biaya perawatan kesehatan (high

perceived costs of health-promoting behavior), harapan realistis

terhadap perilaku berisiko (realistic expectancies of risky behaviors),

harapan normatif negatif (negative normative expectations).

5. Motivasi ekstrinsik penghindaran (extrinsic, avoidant motivation).

Individu merasa takut dengan kondisi kesehatannya, menunjukkan

sifat pengunduran diri (traits of resignation), ketidaksanggupan diri

dan rasa ketakutan (fearfulness/self unassertiveness), motivasi

ekstrinsik mengenai perilaku yang mendorong kesehatan (extrinsic

motivation regarding health promoting behavior), dan kesulitan atau

percekcokan sehari-hari (daily hassles). Selain itu, merasa relatif

kebal dan menunjukkan perilaku kesehatan yang berisiko.


26

Sedangkan menurut Fitts dan Warren (1996) dalam Tennesse Self

Concept Scale memaparkan aspek dari konsep diri terdiri dari 6 bagian,

yaitu:

1. Fisik (physical)

Konsep individu terhadap keadaan fisiknya, memberikan ukuran

pandangan terhadap kesehatan, penampilan, keterampilan fisik dan

seksualitasnya. Pada aspek ini individu menilai apakah ia merasa

puas atau tidak terhadap keadaan fisiknya.

2. Moral (Moral)

Merefleksikan keyakinan individu terhadap etika dan perilakunya

sendiri. Hal tersebut berkaitan dengan kemampuan individu untuk

mengendalikan perilaku impulsnya sendiri. Aspek ini dapat berguna

untuk mengeksplor apakah individu memiliki perasaan yang

dianggapnya tidak cukup dalam dirinya.

3. Personal (Personal)

Memberikan pengukuran mengenai keyakinan dan definisi individu

tentang dirinya dimana kedua hal tersebut dinilai tanpa melihat aspek

fisik dan tanpa intervensi dari orang lain. Aspek ini merefleksikan

penyesuaian diri individu.

4. Keluarga (Family)

Memberikan indikasi tentang bagaimana individu melihat dirinya

sendiri dengan melihat hubungannya dengan relasi atau keluarganya.

Aspek ini juga mengukur apakah individu tersebut merasa dijauhkan


27

atau diasingkan dari keluarganya sehingga individu dapat merasa

puas atau tidak puas akan hubungannya dengan keluarganya.

5. Sosial (Social)

Mengukur bagaimana individu melihat dirinya dalam berhubungan

dengan temannya tanpa terintervensi dengan anggota keluarga atau

teman dekatnya. Aspek ini dapat mengukur apakah individu tersebut

merasa terisolasi atau tidak dari teman sebayanya atau individu

mungkin merasa canggung dalam situasi tertentu.

6. Pekerjaan (work)

Mengukur bagaimana individu melihat dirinya dalam situasi kerja.

Individu juga dinilai dari apa yang ia pikirkan tentang dirinya

apabila menghadapi kesulitan saat bekerja, atau apakah individu

bersedia menerima tugas dan tanggung jawab baru.

Peneliti akan menggunakan aspek menurut Wiesmann (2008) dari alat

ukur HRSCS yang mengungkapkan bahwa konsep diri terdiri dari lima

aspek yaitu disposisi pelindung kesehatan (health protective

disposition), motivasi menjaga kesehatan (health protective

motivation), kerentanan (vulnerability), kebiasaan yang berisiko

terhadap kesehatan (health-risky habits), motivasi ekstrinsik-

penghindaran (extrinsic-avoidant motivation). Peneliti menggunakan

teori tersebut karena berkaitan dengan konsep diri dalam aspek

kesehatan dan cocok untuk kajian klinis.


28

2.2.3 Pengukuran Konsep Diri

Terdapat beberapa acuan pengukuran konsep diri, yaitu:

1. Tennessee Self Concept Scale (TSCS) dan The Tennessee Self-Concept

Scale: Second Edition (TSCS:2)

Tennesse Self Concept Scale (TSCS:2) dikembangkan oleh Fitts pada

tahun 1960. TSCS memiliki 100 item dimana 90 itemnya dikategorikan

ke dalam dua dimensi, dengan 3 x 5 skema. Satu dimensinya terdiri dari

3 pengukuran internal yaitu identitas (bagaimana individu itu melihat

dirinya), kepuasan diri (bagaimana individu menerima keadaan

dirinya), dan perilaku (bagaimana individu berperilaku). Sedangkan

dimensi kedua memiliki 5 pengukuran eksternal yaitu kedaan jasmani,

moral susila, keadaan pribadi, keluarga, dan sosial. 90 item tersebut

dibagikan menjadi item positif dan negarid dan diberikan nilai respon

dari 1-5 poin. Sedangkan 10 item lainnya merupakan item yang diambil

dari Skala-L dari tes MMPI (Gable, 1973).

Pada pengembangannya, TSCS menjadi The Tennessee Self-Concept

Scale: Second Edition (TSCS:2) (α= 0.94) dengan 6 dimensi yaitu

Fisik, moral, personal, keluarga, sosial dan pekerjaan/akademik. Item

yang berjumlah 86 untuk orang dewasa dan 76 untuk anak-anak terdiri

dari kalimat deskripsi diri sehingga individu dapat menggambarkan

keadaan yang paling sesuai dengan dirinya menggunakan kategori

―Sangat tidak sesuai‖, ―Sebagian besar tidak sesuai‖, ―Terkadang sesuai

dan terkadang tidak sesuai‖, ―Sebagian besar sesuai‖ dan ―Sangat


29

sesuai‖. TSCS dapat diterapkan secara individu ataupun klasikal pada

usia 7-90 tahun dan dapat diselesaikan dalam jangka waktu kurang

lebih 10 hingga 20 menit. (Fitts & Warren, 1996).

2. Multidimensional Self Concept Scale (MSCS)

MSCS adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur konsep diri.

MSCS memiliki 132 item (α=0.80) yang terbagi dalam 13 dimensi yaitu

keadaan fisik, kompetensi di sekolah, kompetensi atletis, ekspresi

artistic, kemandirian, kebermaknaan diri, kemampuan financial, tujuan,

jenis kelamin, hubungan keluarga, moralitas dan religiusitas,

kompetensi sosial, hubungan romantic, hubungan dengan teman dekat,

dan afiliasi (Batican, 2011).

3. Piers–Harris Self-Concept Scale

Skala ini terdiri dari 80 item (α=0.91) yang hars diisi dengan alternative

pilihan jawaban. Dalam penyelenggaraan tesnya, dapat dilakukan

secara individu atau kelompok. Pier-Harris ini dikembangkan sebagai

skala konsep diri yang multidimensional dan memiliki beberapa

dimensi yaitu: perilaku, intelektual, penampilan diri atau atribut diri,

kecemasan, popularitas, dan kebahagiaan atau kepuasan (Piers, 2012).

4. Generalized Health-related Self Concept Scale (HRSCS)

Alat ukur ini dikembangkan oleh Ulrich Wiesmann, Ulrike Plotz dan

Hans-Joachim Hannich pada tahun 2008. HRSCS memiliki 5 dimensi

yaitu sifat perlindungan kesehatan (health-protective disposition),

motivasi menjaga kesehatan (health protective motivation), kerentanan


30

(vulnerability), kebiasaan yang berisiko terhadap kesehatan (health

risky habits), motivasi untuk menghindar (extrinsic, avoidant

motivation). Alat ukur ini memiliki 86 item (α=0.88) yang kemudian

dikemas kembali menjadi 76 item dengan 7 poin skala dari ―sangat

tidak setuju‖ sampai ―sangat setuju‖ (Wiesmann, et al., 2008).

5. Revised Generalized Health-related Self Concept Scale (HRSCS)

Revised Generalize Health-related Self Concept Inventory merupakan

alat ukur yang dikembangkan oleh Jenifer J. Thomas, PhD dan John

Moring, PhD pada tahun 2014. Keduanya mengembangkan alat ukur

Wiesmann dengan tujuan mengurangi jumlah item yang ada tanpa

mengurangi reliabilitasnya. GHRSC memiliki 5 item untuk setiap

dimensinya, dan menjadi 25 item total. Sebagai pilihan jawabannya,

skala ini menggunakan 7 poin skala likert dengan 7 (sepenuhnya tidak

setuju) hingga 1 (sepenuhnya setuju). Sama dengan Health Related Self

Concept Scale (HRSCS), GHRSCS juga memiliki 5 dimensi yaitu sifat

perlindungan kesehatan (health-protective disposition), motivasi

menjaga kesehatan (health protective motivation), kerentanan

(vulnerability), kebiasaan yang berisiko terhadap kesehatan (health

risky habits), motivasi untuk menghindar (extrinsic, avoidant

motivation) (Thomas, 2014).

Dari beberapa uraian pengukuran konsep diri di atas, peneliti menggunakan

alat ukur RGHRSCS karena berdasarkan kegunaannya, RGHRSCS


31

berkaitan dengan konsep diri dalam aspek kesehatan dan cocok untuk kajian

klinis.

2.3 Lokus Kontrol Kesehatan

2.3.1 Definisi

2.3.1.1 Lokus Kontrol

Konsep lokus kontrol pada awalnya dikemukakan oleh Rotter pada tahun

1954 dan semakin dikembangnkan pada area kesehatan oleh Lavenson

pada tahun 1977. Kemudian diikuti dengan teori social learning dari

Bandura pada tahun 1977 (Siah, 2017). Lokus kontrol, sebuah konstruk

yang berasal dari teori pembelajaran sosial, telah digunakan untuk

menyelidiki perilaku yang berhubungan dengan kesehatan (Ferraro, 1987).

2.3.1.2 Lokus Kontrol Kesehatan

Lokus kontrol kesehatan didefinisikan sebagai definisi kontrol bahwa

seseorang memiliki berbagai peristiwa yang berkaitan dengan

kesehatannya sepanjang kehidupannya (Lavenson, 1973). Didefinisikan

pula lokus kontrol kesehatan sebagai konstruk psikologi yang

menggambarkan kepercayaan individu terhadap kontrol kesehatannya

dipengaruhi oleh faktor internal atau eksternal (Wallston, 1978).

Lokus kontrol kesehatan merupakan teori psikologi yang berkenaan

dengan persepsi pasien tentang seberapa banyak kendali yang mereka

miliki terhadap kejadian-kejadian kehidupan (baik positif maupun negatif)

mungkin dibutuhkan untuk pasien tersebut (Przybylski, 2010). Definisi


32

lain mengungkapkan lokus kontrol kesehatan sebagai kontrol yang

dirasakan oleh individu tersebut tentang kesehatannya (Laffrey, 2003).

Lokus kontrol kesehatan sering dikaitkan dengan faktor yang relevan

dengan kesehatan dan perilaku penyakit (health and illness behaviors)

(Preau, et al., 2005). Lokus kontrol kesehatan merupakan tingkatan

bagaimana individu memercayai bahwa kesehatannya dikontrol oleh faktor

internal atau eksternal. Lokus kontrol eksternal meliputi pengaruh

kesempatan (keberuntungan) atau faktor eksternal kuat lainnya (dokter,

suster, teman, dll). Individu dengan lokus kontrol internal yang tinggi

percaya bahwa sesuatu terjadi atas hasil dari usaha dan perbuatannya

sendiri. Sedangkan individu dengan lokus kontrol eksternal yang tinggi,

percaya bahwa keberuntungan, takdir dan faktor eksternal kuat lainnya

yang memengaruhi kejadian pada dirinya. Hal tersebut membuat individu

melihat bahwa usahanya sendiri memberikan sedikit hasil terhadap apa

yang terjadi padanya (Rotter, 1966).

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan teori dari Wallston yaitu

lokus kontrol kesehatan merupakan kepercayaan individu terhadap kontrol

kesehatannya dipengaruhi oleh faktor internal atau eksternal (Wallston,

1976).

2.3.2 Aspek Lokus Kontrol

Lokus kontrol secara khusus mengacu sejauh mana seseorang merasakan

kejadian dalam hidupnya berada di bawah kontrolnya (internal) atau tidak

terkait dengan tingkah lakunya sendiri (eksternal) (Rotter, 1966).


33

1. Internal

Aspek internal menggambarkan bagaimana individu menilai suatu

kejadian atau sebuah akibat terjadi tergantung pada perilakunya

sendiri, dan terjadi karena usahanya sendiri.

2. Eksternal

Aspek eksternal menggambarkan bagaimana individu menilai suatu

kejadian atau sebuah akibat terjadi tergantung pada faktor lain yang

ada di luar dirinya, dan terjadi bukan karena perilakunya.

Lokus kontrol juga dapat dikategorikan menjadi 3 aspek (Levenson, 1973).

Aspek tersebut merupakan internalitas (internality), eksternalitas kuat

lainnya (powerful others externality), dan peluang eksternalitas (chance

externality). Aspek dari Lavenson ini dikembangkan oleh Wallston (1976)

untuk bidang kesehatan, sehingga menjadi lokus kontrol kesehatan.

Aspeknya yaitu:

1. Internalitas (internality)

Individu mempersepsikan peristiwa yang terjadi dengan kesehatan

adalah dibawah kendalinya dan terjadi karena dirinya sendiri. Individu

dengan skor internalitas yang tinggi menunjukkan bahwa individu

berpartisipasi dalam keputusan pengobatan dirinya dan adanya sinergi

antara dokter maupun terapis dengan pasien. Faktor internalitas secara

positif disertai dengan pengetahuan dan pendirian, sementara

kepercayaan terhadap faktor eksternal disertai dengan perilaku

kesehatan yang negatif dan kondisi psikologis yang lemah.


34

2. Eksternalitas kuat lainnya (powerful others externality)

Individu mempersepsikan bahwa kesehatannya sangat bergantung

kepada faktor di luar dirinya seperti dokter, keluarga, dan terapis

memegang peran yang besar dalam menentukan kesehatannya.

Individu dengan skor eksternalitas yang tinggi menunjukkan bahwa

individu kurang berpartisipasi dalam keputusan yang diambil terhadap

pengobatannya sendiri. Hal itu akan meningkatkan kerentanan

terhadap depresi karena menghasilkan perasaan tidak berdaya.

3. Peluang eksternalitas (chance externality)

Individu mempercayai bahwa kesehatannya dipengaruhi oleh

kesempatan, keberuntungan dan takdir. Individu dengan skor peluang

eksternalitas yang tinggi mempercayai keyakinan fatalistik dan percaya

terhadap nasib mengenai kesehatan dan penyakitnya. Individu dengan

peluang eksternalitas yang kuat sering terkait dengan keparahan rasa

sakit yang tinggi, peningkatan tingkat kecacatan dan penurunan

kualitas hidup pada pasien dengan penyakit kronis (Sengul, et al.,

2009).

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan aspek menurut Lavenson

(1973) yang mengungkapkan bahwa lokus kontrol terdiri dari 3 aspek,

yaitu internalitas (internality), eksternalitas kuat lainnya (powerful

others externality), dan peluang eksternalitas (chance externality).

Peneliti menggunakan teori tersebut karena aspek tersebut telah

dikembangkan pada ranah klinis dan kesehatan.


35

2.3.3 Pengukuran Lokus Kontrol

Terdapat beberapa pengukuran lokus kontrol, yaitu:

1. Skala Internal-Eksternal Lokus Kontrol

Skala ini dikembangkan oleh William Homer James pada tahun 1963,

beliau merupakan murid dari Julian Rotter. Tidak seperti skala lokus

kontrol Rotter, skala ini menggunakan model Likert dengan range 0

(sangat tidak setuju) sampai 3 (sangat setuju). Skala ini terdiri dari 60

item.

2. Lavenson Multidimensional Locus of Control

Lavenson Multidimensional Health Locus of Control memiliki 3

dimensi yaitu Internality, Powerful Others dan Chance yang terdiri

dari 21 item. Pada awalnya, Levenson mengkritik skala Internal-

Eksternal Rotter dan mengungkapkan bahwa perlu adanya perbedaan

faktor kontrol ekternal. Kemudian Levenson membagi faktor eksternal

menjadi powerful others dan chance.

3. Health Locus of Control Scale

Skala ini dikembangkan oleh Barbara Wallston, Kenneth Wallston

dan Robert DeVellis pada tahun 1978. Health Locus of Control Scale

memiliki 18 item dengan format skala Likert sebagai pilihan jawaban.

Responden diminta untuk memilih jawaban 1 (sangan tidak setuju)

sampai 6 (sangat setuju). Skala ini terdiri dari 3 dimensi yaitu internal

belief, chance belief, dan powerful others belief.

4. Diabetes Locus of Control


36

Diabetes Locus of Control Scale (DLCS) merupakan alat ukur yang

dikembangkan oleh Laurie A. Ferraro, James H. Price, Sharon M.

Desmond dan Stephen M. Robetrs pada tahun 1987.

Diabetes Locus of Control terdiri dari 18 item dengan 3 dimensi yaitu

internal, powerful others dan chance. Alat ukur ini merupakan hasil

modifikasi Multidimensional Locus of Control Scale, karena dirasa

perlu untuk mengukur lokus kontrol kesehatan secara spesifik. Telah

dilakukan pula tes reabilitasnya pada kedua alat ukur tersebut, dan

menunjukkan koefisien reabilitas Diabetic Locus of Control lebih

tinggi dibandingkan Multidimensional Locus of Control Scale.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur dari Ferraro (1987),

yaitu Diabetes Locus of Control Scale (DLOCS). Landasan teori dan

dimensi yang dipaparkan Ferraro merupakan teori dan dimensi dari

Wallston. Hanya saja, Ferraro mengembangkan alat ukur dari Wallston

karena menurutnya dalam mengukur lokus kontrol perlu dilakukan

pengukuran secara spesifik, yaitu lokus kontrol kesehatan diabetes

(Ferraro, 1987).

2.4 Diabetes

2.4.1 Definisi Diabetes

Diabetes adalah kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan

hiperglikemia akibat defek sekresi insulin, aksi insulin, atau keduanya.

Hiperglikemia kronis diabetes dikaitkan dengan kerusakan jangka panjang,

disfungsi, dan kerusakan yang berbeda-beda setiap orangnya. Kerusakan


37

tersebut terutama terjadi pada mata, ginjal, saraf, jantung, dan pembuluh

darah. Hyperglycemia terjadi apabila kadar glukosa darah naik lebih tinggi

dari biasanya (American Diabetes Association (ADA), 2010).

Efek dari diabetes mencakup kerusakan jangka panjang, disfungsi dan

gangguan beberapa organ. Diabetes dapat ditandai dengan beberapa

karakteristik gangguan seperti poliuria (produksi insulin berlebihan),

pandangan kabur, dan menurunnya berat badan. Sedangkan efek jangka

panjangnya adalah komplikasi retinopatik (kerusakan pada pembuluh darah

retina mata) dengan potensi kebutaan, neuropati (pembuluh darah pada ginjal

mengecil) yang dapat berujung pada kerusakan ginjal, dan atau pengecilan

pembuluh darah yang menyebabkan borok di kaki, amputasi, penyakit sendi

charcot (pelunakan mendadak tulang kaki), kerusakan pada disfungsi otonom

termasuk disfungsi seksual. Penyandang diabetes berisiko tinggi mengalami

penyakit kardiovaskular, pembuluh darah perifer dan serebrovaskular

(Alberti, & Zimmet, (1998).

Dari pemaparan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa diabetes

merupakan penyakit metabolik akibat adanya keadaan insulin yang tidak

normal. Diabetes penyebabkan kerusakan-kerusakan dan membahayakan

kondisi penderitanya.

2.4.2 Karakteristik Diabetes

1. Diabetes tipe 1

Diabetes tipe 1 ditandai dengan produksi insulin yang kurang dan

memerlukan pemberian insulin setiap hari karena tubuh tidak


38

memproduksi insulin (World Health Organization (WHO), 1998;

American Diabetes Association (ADA), 2010). Insulin adalah hormon

yang dibutuhkan tubuh untuk mendapatkan glukosa dari aliran darah ke sel

tubuh. Dengan bantuan terapi insulin dan perawatan lainnya, bahkan anak

kecil pun bisa belajar mengelola kondisinya dan hidup lama dan sehat

(ADA, 2010).

Diagnosisnya biasanya terjadi pada anak-anak dan dewasa muda, dan

sebelumnya dikenal sebagai diabetes anak-anak (juvenile diabetes) (ADA,

2010). Penyebab diabetes tipe 1 tidak diketahui dan tidak dapat dicegah

dengan pengetahuan terkini. Gejalanya bisa terjadi secara tiba-tiba,

meliputi ekskresi berlebihan urin (poliuria), haus (polidipsia), kelaparan

konstan, penurunan berat badan, perubahan penglihatan, dan kelelahan

(WHO,1998).

Hanya 5% penyandang diabetes yang memiliki bentuk penyakit ini. Pada

diabetes tipe 1, tubuh memecah gula dan pati yang Anda makan menjadi

gula sederhana yang disebut glukosa, yang digunakannya untuk energy

(ADA, 2010).

2. Diabetes tipe 2

Diabetes tipe 2 berasal dari penggunaan insulin yang tidak efektif oleh

tubuh. Mayoritas penyandang diabetes di seluruh dunia mengalami

diabetes tipe 2, dan sebagian besar merupakan hasil dari kelebihan berat

badan dan aktivitas fisik (WHO, 1998). Pada diabetes tipe dua, terjadi

resistensi insulin yaitu tubuh tidak menggunakan insulin dengan baik. Pada
39

awalnya pankreas yang menggantikan untuk produksi insulin, namun

pankreas tidak bisa terus memproduksi insulin di dalam tubuh untuk

menjaga kadar gula darah pada tingkat normal (ADA, 2010).

Gejalanya mungkin serupa dengan diabetes tipe 1, namun seringkali

kurang terlihat tanda-tandanya. Akibatnya, penyakit ini dapat didiagnosis

beberapa tahun setelah onset, sekali komplikasi sudah muncul. Sampai

saat ini, jenis diabetes ini hanya terlihat pada orang dewasa tapi sekarang

juga sering terjadi pada anak-anak (WHO, 1998).

3. Diabetes Gestasional

Diabetes gestasional adalah diabetes yang terjadi selama kehamilan

dimana hiperglikemia dengan nilai glukosa darah di atas normal tetapi di

bawah diagnostik diabetes. Wanita dengan diabetes gestasional berisiko

tinggi mengalami komplikasi selama kehamilan dan saat melahirkan.

Mereka dan anak-anak mereka juga berisiko tinggi terkena diabetes tipe 2

di masa depan. Diabetes gestasional didiagnosis melalui skrining prenatal,

bukan melalui gejala yang dilaporkan (WHO, 1998; ADA, 2010).

2.4.3 Aspek Psikologis Penyandang Diabetes

Beberapa penelitian sebelumnya mengatakan terdapat dampak-dampak psikologis

yang dialami oleh penyandang diabetes. Dampak tersebut, yaitu:

1. Depresi (Depression)

Holt (2014) memaparkan bahwa kontrol glikemik yang buruk, komplikasi

diabetes dan meningkatnya biaya perawatan kesehatan pada pasien

diabetes menyebabkan adanya depresi. Disebutkan pula oleh Lyoo (2012)


40

bahwa adanya perubahan struktural dan fungsional penyandang diabetes

menyebabkan meningkatnya risiko depresi.

2. Cemas (Anxiety)

Chew, et al, (2015) mengatakan cemas merupakans alah satu dampak

psikologis yang muncul dari penyandang diabetes. Hal tersebut dapat

muncul karena adanya peningkatan gula darah, perubahan berat badan, dan

lain-lain.

3. Kesulitan terkait diabetes (Diaberes-related distress)

Chew, et al, (2015) memaparkan bahwa penyandang diabetes mengalami

depresi dan kesulitan terhait diabetesnya. Kondisi tersebut menyebabkan

adanya penuruan kualitas hidup (Nicolucci, 2013). Adanya kesulitan

tersebut dapat diminimalisir dengan adanya bantuan atau bimbingan

evaluasi kesehatan, screening, dan manajemen psikologis.

2.5 Kerangka Berpikir

Diabetes merupakan penyakit kronis yang banyak menyebabkan kematian

dan penderitanya terus meningkat setiap tahunnya. Penyandang diabetes

membutuhkan perawatan medis yang berkelanjutan dan pendidikan manajemen

diri untuk pasien yang juga berlangsung terus menerus. Hal tersebut diperlukan

untuk mengurangi risiko komplikasi jangka panjang (Americal Diabetes

Association, 2012).

Penyandang diabetes dapat mengurangi risiko dari penyakit diabetes

dengan memperhatikan beberapa aspek. Peneliti terdahulu mengatakan bahwa

dengan meningkatkan kualitas hidup, risiko penyakit diabetes dapat dikurangi


41

(Norris, 2001). Beberapa perawatan kesehatan juga menggunakan kualitas

hidup sebagai intervensi untuk meningkatkan kesehatan pasien (Saravi, 2017).

Kualitas hidup tidak hanya diukur dari faktor eksternal seperti fisik diri,

keluarga, sosial, bahkan tingkat ekonomi saja tetapi juga dari faktor internal

yaitu psikologis penyandang diabetes. Pada aspek fisik, WHO mengungkapkan

bahwa dengan mengontrol diet (pola makan), tekanan dan gula darah dapat

menjadi intervensi untuk mengurangi risiko diabetes. Maka kemungkinan

adanya korelasi antara kualitas hidup dengan lokus kontrol adalah bahwa bagi

penyandang diabetes yang memiliki lokus kontrol yang baik terhadap

kesehatannya akan mengurangi risiko-risiko penyakit diabetes sehingga

kualitas hidupnya pun meningkat.

Tidak hanya lokus kontrol, konsep diri juga memiliki kemungkinan

adanya korelasi dengan kualitas hidup. Diungkapkan bahwa konsep diri yang

negatif akan menghasilkan cara atau aturan hidup yang tidak baik karena tidak

memiliki harapan. Pada akhirnya akan berujung pada kesehatan fisik

penyandang diabetes dan konsekuensi lainnya dari penyakit diabetes

Wiesmann (2008) memaparkan aspek konsep diri yaitu disposisi

pelindung kesehatan, motivasi menjaga kesehatan, kerentanan, kebiasaan

berisiko kesehatan, dan motivasi ekstrinsik penghindaran. Disposisi pelindung

kesehatan adalah bagaimana individu tersebut bisa menjaga kestabilitasan

komitmennya terhadap kesehatan, rasa percaya diri dan optimismenya.

Optimisme berkaitan dengan peningkatan kualitas hidup, karena apabila

individu memiliki optimisme terhadap kesehatannya, mampu menjaga


42

komitmennya terhadap kesehatan maka akan meningkatkan kualitas hidupnya.

Meningkatkan konsep diri penyandang diabetes sangat penting sebagai bahan

pertimbangan penilaian kualitas hidup yang pada akhirnya akan meningkatkan

kesehatan.

Motivasi menjaga kesehatan adalah usaha individu dalam meningkatkan

kesehatannya, dan sikap terhadap perilaku menjaga kesehatan. Motivasi

individu dalam menjaga kesehatannya akan berpengaruh positif terhadap

peningkatan kualitas hidupnya. Motivasi individu dalam menjaga kesehatannya

dapat menjadi salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas hidup.

Apabila individu memiliki motivasi yang baik untuk menjaga kesehatannya

maka ia akan terus berusaha menerapkan perilaku sehat. Maka, semakin tinggi

motivasinya dalam menjaga kesehatan, semakin tinggi pula kualitas hidupnya.

Kerentanan adalah bagaimana ketahanan atau kerentanan individu

terhadap penyakit dan penilaiannya terhadap pengalaman sakitnya. Individu

dengan tingkat kerentanan yang tinggi, akan mudah memiliki gula darah yang

tinggi sehingga kesehatannya akan menurun. Semakin mudah individu terkena

penyakit, semakin lemah ketahanannya terhadap penyakit maka kualitas

hidupnya akan semakin rendah.

Kebiasaan berisiko kesehatan adalah kebiasaan individu yang

membahayakan kesehatannya, sikap positif terhadap perilaku yang

mengorbankan kesehatan dan harapan individu terhadap kebiasaan tersebut.

Individu dengan gaya hidup sehat, senantiasa mempraktikkan perilaku sehat

dan mempraktikkan perilaku yang dapat membahayakan kesehatan akan


43

terhindar dari hiperglikemia dan komplikasi. Tidak hanya itu, pola makan dan

nutrisi individu juga harus diperhatikan. Rasa kewajiban individu dalam

menjaga kesehatannya harus ditingkatkan karena perilaku individu yang

berisiko terhadap kesehatan akan memengaruhi kualitas hidupnya. Semakin

sering individu menerapkan perilaku yang tidak sehat, maka akan semakin

rendah kualitas hidupnya.

Motivasi ekstrinsik penghindaran adalah sikap individu yang takut dengan

kondisi kesehatannya, menunjukkan perilaku kesehatan yang berisiko dan

menunjukkan sifat pengunduran diri. Motivasi akan memengaruhi kontrol

diabetes individu menjaga kestabilan gula darahnya. Apabila individu dengan

sikap pengunduran dan memiliki motivasi untuk menghindari perilaku sehat,

maka kualitas hidupnya akan menurun.

Wallston (1976) mengungkapkan bahwa terdapat 3 aspek lokus kontrol

kesehatan yaitu internalitas, eksternalitas kuat lainnya dan peluang

eksternalitas. Internalitas adalah bagaimana individu mempersepsikan

peristiwa yang terjadi dengan kesehatannya adalah dibawah kendalinya dan

terjadi karena dirinya sendiri. Individu dengan lokus kontrol internal yang

tinggi akan memiliki kualitas hidup yang tinggi juga. Individu dengan

kesadaran diri yang tinggi untuk menjaga kesehatannya, melakukan upaya

menjaga kesehatan dan meyakini upaya tersebut akan memengaruhi

kesehatannya akan memiliki kualitas hidup yang baik. Hal tersebut

dikarenakan keyakinannya akan mengarahkan individu untuk berperilaku

sehat.
44

Eksternalitas kuat lainnya adalah bagaimana individu mempersepsikan

bahwa kesehatannya sangat bergantung kepada faktor di luar dirinya seperti

dokter, keluarga, dan terapis memegang peran yang besar dalam menentukan

kesehatannya. Keluarga dan orang-orang yang berpengaruh (significant others)

memiliki peran yang penting terhadap manajemen diabetes karena apabila

individu memiliki dukungan yang kuat dari keluarga, teman, maupun dokter

yang ia percayai maka ia akan memiliki semangat untuk senantiasa menjaga

kesehatannya. Dukungan dan perhatian dari orang-orang terdekat tersebut yang

menjadi semangat pertama untuk meraih kualitas hidup yang baik. Pada

akhirnya akan memengaruhi kesehatannya.

Peluang eksternalitas adalah bagaimana individu mempercayai bahwa

kesehatannya dipengaruhi oleh kesempatan, keberuntungan dan takdir. Apabila

individu berkeyakinan ia memiliki kesempatan untuk sembuh dari sakitnya,

maka kualitas hidupnya akan tinggi. Keyakinan individu untuk sembuh akan

membantu individu untuk bersikap optimis dan senantiasa melakukan usaha

yang dapat meningkatkan kesehatannya.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan konsep diri dan lokus kontrol

kesehatan untuk meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes.

Selanjutnya, peneliti menyajikan kerangka berfikir dalam bentuk gambar

sebagaimana berikut:
45

Gambar 2.1
Skema Kerangka Beripikir Penelitian

Konsep Diri

Disposisi pelindung
kesehatan (health protective
disposition)

Motivasi menjaga
kesehatan (health protective
motivation)

Kerentanan
(vulnerability)

Kebiasaan berisiko
kesehatan (health-risky
habits)

Motivasi ekstrinsik-
penghindaran (estrinsic-
avoidant motivation)
Kualitas
Hidup
Lokus Kontrol Kesehatan

Internalitas (internality)

Eksternalitas kuat lainnya


(powerful others externality)

Peluang eksternalitas (chance


2.6 Hipotesis Penelitian
externality)

Berdasarkan model pada gambar 2.1 dan kajian teori yang telah dikemukakan

sebelumnya, peneliti memiliki hipotesis sebagai berikut:


46

Hipotesis Nihil

Ha: Terdapat pengaruh yang signifikan antara konsep diri (disposisi pelindung

kesehatan (health protective disposition), motivasi menjaga kesehatan

(health protective motivation), kerentanan (vulnerability), kebiasaan

berisiko kesehatan (health-risky habits), motivasi ekstrinsik-penghindaran

(extrinsic-avoidant motivation)), lokus kontrol kesehatan (internalitas

(internality), eksternalitas kuat lainnya (powerful others externality), dan

peluang eksternalitas (chance externality)) terhadap kualitas hidup

penyandang diabetes.

Hipotesis Minor

H1: Terdapat pengaruh yang signifikan disposisi pelindung kesehatan

(health protective disposition) pada konsep diri terhadap kualitas hidup.

H2: Terdapat pengaruh yang signifikan antara motivasi menjaga kesehatan

(health protective motivation) pada konsep diri terhadap kualitas hidup.

H3: Terdapat pengaruh yang signifikan antara kerentanan (vulnerability)

pada konsep diri terhadap kualitas hidup.

H4: Terdapat pengaruh yang signifikan kebiasaan berisiko kesehatan

(health-risky habits) pada konsep diri terhadap kualitas hidup.

H5: Terdapat pengaruh yang signifikan antara motivasi ekstrinsik-

penghindaran (extrinsic-avoidant motivation) pada konsep diri terhadap

kualitas hidup
47

H6: Terdapat pengaruh yang signifikan antara internalitas (internality) pada

lokus kontrol kesehatan terhadap kualitas hidup

H7: Terdapat pengaruh yang signifikan antara eksternalitas kuat lainnya

(powerful others) pada lokus kontrol kesehatan terhadap kualitas hidup

H8: Terdapat pengaruh yang signifikan antara peluang eksternalitas (chance

externality) pada lokus kontrol kesehatan terhadap kualitas hidup.

Seluruh hipotesis penelitian di atas akan dijadikan H0 untuk kajian pengujian

statistik.
48

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan

Populasi dalam penelitian ini merupakan penyandang diabetes di

Jabodetabek. Populasi penyandang diabetes di Jabodetabek tidak diketahui.

Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini adalah penyandang diabetes yang

telah terdiagnosa diabetes, sehingga setelah proses pengambilan data

terkumpul 157 responden. Proses pengambilan sampel pada penelitian ini

menggunakan teknik non probability, yaitu teknik pengambilan sampel

dengan cara sengaja sesuai dengan persyaratan sampel atau kriteria yang telah

ditentukan. Dengan teknik ini, peluang terpilihnya setiap responden anggota

populasi tidak dapat dihitung, karena populasi tidak diketahui.

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel dalam penelitian ini yaitu kualitas hidup sebagai dependent

variable, sedangkan disposisi pelindung kesehatan (health protective

disposition), motivasi menjaga kesehatan (health protective motivation),

kerentanan (vulnerability), kebiasaan berisiko kesehatan (health-risky habits),

motivasi ekstrinsik-penghindaran (extrinsic-avoidant motivation), internalitas

(internality), eksternalitas kuat lainnya (powerful others externality), dan

peluang eksternalitas (chance externality) merupakan independent variable.

Untuk itu, definisi operasional masing-masing variabel dalam penelitian ini

adalah:
49

1. Kualitas hidup adalah persepsi individu terhadap posisinya dalam

kehidupan, dalam konteks nilai dan budaya yang ia miliki dan kaitannya

dengan tujuan, harapan, standar kehidupan dan perhatiannya (WHO,

1998)

2. Konsep diri adalah pengetahuan individu tentang dirinya yang mencakup

kategorisasi diri, mengatur dan menggolongkan perilaku dengan

pengalaman yang pada akhirnya akan mengarahkan perilaku (Wiesmann

et al., 2008). Pada penelitian ini, konsep diri akan dibagi menjadi enam

bagian yaitu:

a. Disposisi pelindung kesehatan (health protective disposition)

Menggambarkan bagaimana individu tersebut bisa menjaga

kestabilitasan komitmennya terhadap kesehatan, rasa percaya diri

dan optimismenya.

b. Motivasi menjaga kesehatan (health protective motivation)

Menggambarkan usaha individu dalam meningkatkan kesehatannya,

dan sikap terhadap perilaku menjaga kesehatan.

c. Kerentanan (vulnerability)

Menggambarkan ketahanan individu terhadap penyakit dan

penilaiannya terhadap pengalaman sakitnya.

d. Kebiasaan berisiko kesehatan (health-risky habits)

Menggambarkan kebiasaan individu yang membahayakan

kesehatannya, sikap positif terhadap perilaku yang mengorbankan

kesehatan dan harapan individu terhadap kebiasaan tersebut.


50

e. Motivasi ekstrinsik-penghindaran (extrinsic-avoidant motivation)

Menggambarkan sikap individu yang takut dengan kondisi

kesehatannya, menunjukkan perilaku kesehatan yang berisiko dan

menunjukkan sifat pengunduran diri.

3. Lokus kontrol kesehatan adalah kepercayaan individu terhadap kontrol

kesehatannya dipengaruhi oleh faktor internal atau eksternal (Wallston,

1976). Adapun pembagian dimensinya yaitu:

a. Internalitas (internality)

Individu mempersepsikan peristiwa yang terjadi dengan kesehatannya

adalah dibawah kendalinya dan terjadi karena dirinya sendiri.

b. Eksternalitas kuat lainnya (powerful others externality)

Individu mempersepsikan bahwa kesehatannya sangat bergantung

kepada faktor di luar dirinya seperti dokter, keluarga, dan terapis

memegang peran yang besar dalam menentukan kesehatannya.

c. Peluang eksternalitas (chance externality)

Individu mempercayai bahwa kesehatannya dipengaruhi oleh

kesempatan, keberuntungan dan takdir.

3.3 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu

kuesioner. Adapun kuesioner yang digunakan menggunakan model Likert

dengan empat alternatif pilihan jawaban. Setiap individu memiliki jawaban

yang berbeda-beda, dan tidak ada jawaban yang dianggap benar atau salah.

Cara menjawabnya adalah dengan memberikan tanda silang (X) pada salah
51

satu alternatif pilihan jawaban yang telah tersedia. Item yang ada disusun

dalam bentuk pernyataan dan pertanyaan favorable (positif) dan unfavorable

(negatif). Skor untuk alternatif pilihan jawaban dalam pernyataan dan

pertanyaan favorable dan unfavorable dapat dilihat pada tabel 3.1 dan 3.2.

Tabel 3.1
Pernyataan pilihan Pernyataan
jawaban Favorable Unfavorable
Sangat Baik 4 1
Baik 3 2
Buruk 2 3
Sangat Buruk 1 4

Tabel 3.2
Pernyataan pilihan Pernyataan
jawaban Favorable Unfavorable
Sangat setuju 4 1
Setuju 3 2
Tidak setuju 2 3
Sangat tidak setuju 1 4

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari tiga jenis alat

ukur yaitu alat ukur kualitas hidup, lokus kontrol kesehatan dan konsep diri

berkaitan dengan kesehatan. Alat ukur tersebut disusun oleh peneliti

berdasarkan adaptasi dari alat ukur penelitian sebelumnya. Adapun

instrument pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu:

1. Alat ukur kualitas hidup

Alat ukur kualitas hidup adalah WHOQOL-BREF yang dikembangkan

oleh WHOQOL group pada tahun 1997. Skala ini terdiri dari 26 item dan 4

domain yaitu keadaan fisik, psikologis, hubungan sosial, dan lingkungan.

Pada awalnya, skala ini dinamakan WHOQOL-100 namun dikembangkan


52

lagi dan dijadikan versi singkat alat ukur kualitas hidup yang juga

dikembangkan oleh grup WHOQOL pada tahun 1998.

Peneliti akan memodifikasi skala pada kuesioner karena alat ukur ini

terdapat 5 pilihan jawaban. Peneliti akan mengubahnya menjadi 4 pilihan

jawaban saja karena dengan 4 pilihan jawaban, responden tidak bisa

mengambil alternatif jawaban yang netral saja dan akan

mempertimbangkan lebih matang lagi pilihan jawabannya. Adapun blue

print dari skala WHOQOL-BREF adalah sebagai berikut:


53

Tabel 3.3
Blue print skala kualitas hidup
No item
No Dimensi Indikator Favorable

1. Fisik a. Energi dan tingkat kelelahan 10, 15, 17, 18

b. Rasa sakit dan kegelisahan 2, 3, 4

c. Tidur dan istirahat 16

2. Psikologis a. Kesan fisik dan penampilan 11

b. Perasaan negatif 26

c. Perasaan positif 1, 5, 6

d. Rasa percaya diri 19

e. Berpikir, belajar, memori dan 7


konsentrasi

3. Hubungan Sosial a. Hubungan sosial 20

b. Dukungan sosial 22

c. Aktivitas seks 21

4. Lingkungan a. Sumber penghasilan 12

b. Kebebasan, keselamatan fisik, 8


dan keamanan

c. Kesehatan dan ketertarikan sosial 24

d. Lingkungan rumah 23

e. Kesempatan mendapatkan 13
informasi

f. Partisipasi dan kesempatan 14


rekreasi

g. Keadaan lingkungan (polisi, 9


iklim, kegaduhan, dan lalu lintas)

h. Transportasi 25

Total item 26
54

2. Alat ukur konsep diri

Revised Generalize Health-related Self Concept Inventory

merupakan alat ukur yang dikembangkan oleh Jenifer J. Thomas, PhD dan

John Moring, PhD pada tahun 2014. Peneliti terdahulu tersebut

mengembangkan alat ukur Wiesmann (2008) dengan tujuan mengurangi

jumlah item yang ada tanpa mengurangi reliabilitasnya.

Wiesmann (2008) memperkenalkan alat ukur ini sebagai General

Healt-related Self Concept Scale (GHRSCS). Sebelum dikembangkan, alat

ukur ini memiliki 76 item dengan 5 dimensi (Disposisi pelindung

kesehatan, motivasi menjaga kesehatan, kerentanan, kebiasaan berisiko

kesehatan dan motivasi ekstrinsik penghindaran). Namun setelah

dikembangkan, Revised Generalized Health Related Self Concept Scale

(RGHRSC) memiliki 5 item untuk setiap dimensinya, dan menjadi 25 item

total. Sebagai pilihan jawabannya, skala ini menggunakan 7 poin skala

likert dengan 7 (sepenuhnya tidak setuju) hingga 1 (sepenuhnya setuju).

Alat ukur ini menggunakan Bahasa Inggris sehingga peneliti

mengadaptasinya menjadi Bahasa Indonesia dan mengubah pilihan

jawaban menjadi 4 pilihan jawaban saja. Peneliti mengubah menjadi 4

pilihan jawaban saja karena dengan 4 pilihan jawaban, responden tidak

bisa mengambil alternatif jawaban yang netral saja. Adapun blue print dari

skala RGHRSC adalah sebagai berikut:


55

Tabel 3.4
Blue print skala konsep diri
No item
No Dimensi Indikator Fav Unfav
1 Disposisi a. Stabilitas afektif 1,2,3,5 -
pelindung b. Optimisme 4
kesehatan

2 Motivasi a. Usaha meningkatkan 6, 7 -


menjaga kesehatan
kesehatan b. Perilaku menjaga 8, 9, 10
kesehatan

3 Kerentanan a. Rentan terhadap penyakit 13 14


b. Penilaian terhadap 11, 12 15
penyakit
4 Kebiasaan a. Kebiasaan buruk 16, 17, 20 -
beresiko b. Persepsi terhadap 18
kesehatan kebiasaan buruk
c. Penilaian diri 19

5 Motivasi a. Putus asa/ pengunduran 21, 22 -


ekstrinsik diri 23
penghindaran b. Takdir 24, 25
c. Perilaku yang mendorong
kesehatan
Total Item 18

3. Alat ukur Lokus Kontrol Kesehatan

Diabetes Locus of Control Scale (DLCS) merupakan alat ukur yang

dikembangkan oleh Laurie A. Ferraro, James H. Price, Sharon M. Desmond

dan Stephen M. Robetrs pada tahun 1987.

Alat ukur ini memiliki 3 dimensi yaitu internalitas (internality), peluang

eksternalitas (chance externality), dan eksternalitas kuat lainnya (powerful

others externality). Masing-masing dimensi terdiri dari 6 item sehingga item


56

total adalah 18. Alat ukur ini dapat digunakan untuk usia 18 hingga 80 tahun,

menggunakan 6 poin dari skala Likert.

Alat ukur ini dikembangkan karena peneliti sebelumnya mengungkapkan

perlunya melihat lokus kontrol kepada sisi yang lebih spesifik lagi, sehingga

dikembangkanlah skala lokus kontrol kesehatan secara spesifik untuk

mengukur lokus kontrol kesehatan penyandang diabetes.

Peneliti melakukan adaptasi terhadap DLCS karena alat ukur ini

menggunakan Bahasa Inggris sehingga peneliti mengadaptasinya menjadi

Bahasa Indonesia. Peneliti juga mengubah pilihan jawaban menjadi 4 pilihan

jawaban saja karena dengan 4 pilihan jawaban, responden tidak bisa

mengambil alternatif jawaban yang netral saja. Adapun blue print dari skala

DLCS adalah sebagai berikut:


57

Tabel 3.5
Blue print skala lokus kontrol kesehatan
No item
No Dimensi Indikator Favorable
a. Individu
1 Internalitas memengaruhi 2, 6
kesehatan

b. Usaha individu
1, 3,
c. Individu sebagai
pengendali 4, 5,
kesehatan
a. Orang lain
2 Peluang sebagai salah satu 7, 12
eksternalitas cara menghindari
diabetes

b. Peran orang lain 8, 9, 10, 11


terhadap
kesehatan
a. Dipengaruhi
3 Eksternalitas takdir 15
kuat lainnya

b. Dipengaruhi 16, 18
ketidaksengajaan

c. Dipengaruhi 13
keberuntungan

d. Usaha individu 14, 17


tidak ada
pengaruhnya

Total item 25

3.4 Uji Validitas Konstruk


Instrumen penelitian diuji validitas dengan menggunakan metode

Confirmatory Factor Analysis (CFA). CFA adalah suatu bagian dari analisis

faktor yang digunakan untuk menguji apakah masing-masing item valid dalam
58

mengukur konstruk yang hendak diukur. Confirmatory Factor Analysis diuji

dengan menggunakan software LISREL 8.7. Cara pengujian validitas item dengan

metode CFA yaitu:

1. Menguji apakah hanya terdapat satu faktor saja yang menyebabkan item-

item saling berkorelasi. Hipotesis ini diuji dengan chi-square untuk

memutuskan ada atau tidak ada perbedaan antara matriks korelasi yang

diperoleh dari data dengan matriks korelasi yang dihitung menurut teori

atau model. Jika nilai chi-square tidak signifikan (p > 0,05), maka item

yang diuji mengukur satu faktor saja (unidimensional).

Sedangkan, jika nilai chi-square signifikan (p < 0,05) maka

hipotesis nihil tersebut ditolak yang artinya item-item yang diuji ternyata

mengukur lebih dari satu faktor (multidimensional). Dalam keadaan

demikian maka peneliti melakukan modifikasi terhadap model dengan cara

memperbolehkan kesalahan pengukuran pada item-item saling berkorelasi

tetapi dengan tetap menjaga bahwa item hanya mengukur satu faktor

(unidimensional). Jika sudah diperoleh model yang fit (tetapi tetap

unidimensional) maka dilakukan langkah selanjutnya.

2. Menganalisis item mana yang menjadi sumber tidak fit. Beberapa hal yang

perlu diperhatikan untuk mengetahui item mana yang menjadi sumber

tidak fit, yaitu:

1. Melakukan uji signifikansi terhadap koefisien muatan faktor dari

masing-masing item dengan menggunakan t-test. Jika nilai t yang

diperoleh pada sebuah item tidak signifikan (t < 1,96), maka item
59

tersebut akan dieliminasi karena dianggap tidak signifikan

sumbangannya terhadap pengukuran yang sedang dilakukan.

2. Melihat arah dari koefisien muatan faktor (factor loading). Jika

suatu item memiliki muatan faktor negatif, maka item tersebut

dieliminasi karena tidak sesuai dengan pengukuran (berarti

semakin tinggi nilai pada item tersebut semakin rendah nilai pada

faktor yang diukur).

3. Sebagai kriteria tambahan (optional) dapat dilihat juga banyaknya

korelasi partial antar kesalahan pengukuran, yaitu kesalahan

pengukuran pada suatu item yang berkorelasi dengan kesalahan

pengukuran pada item lain. Jika pada suatu item terdapat terlalu

banyak korelasi seperti ini (misalnya lebih dari tiga), maka item

tersebut juga akan dieliminasi. Alasannya adalah karena item yang

demikian selain mengukur apa yang ingin diukur juga mengukur

hal lain (multidimensional item).

4. Menghitung faktor skor. Jika langkah-langkah di atas telah

dilakukan, maka diperoleh item-item yang valid untuk mengukur

apa yang ingin diukur.

3.4.1 Uji Validitas Konstruk Kualitas Hidup

Peneliti menggunakan skala WHOQOL-BREF yang terdiri dari 26

item, kemudian peneliti menguji apakah item yang ada bersifat

unidimensional. Artinya, apakah benar item tersebut hanya

mengukur kualitas hidup.


60

Berdasarkan hasil analisis CFA yang peneliti lakukan,

menunjukkan model tidak fit dengan nilai Chi-Square=1064.8, df=

298, P-Value=0.00000 dan RMSEA=0.128. Kemudian peneliti

melakukan modifikasi terhadap model sehingga diperoleh Chi-

Square=262.78, df=228, P-Value=0.5666, dan RMSEA=0.031.

Nilai tersebut menunjukkan bahwa model fit, yang artinya model

dengan satu faktor (unidimensional) bahwa seluruh item mengukur

satu faktor yaitu kualitas hidup, seperti pada gambar 3.1.


61

Gambar 3.1 Uji Validitas Konstruk Kualitas Hidup


62

Selanjutnya, peneliti melihat apakah item tersebut signifikan

mengukur faktor yang ingin diukur, dan melihat apakah item

tersebut perlu di drop atau tidak. Untuk itu, peneliti melakukan uji

hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujian

tersebut dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien

muatan faktor, seperti pada tabel 3.5.

Tabel 3.6
Muatan Faktor Item Kualitas Hidup
No Item Koefisien Std. Error T-Value Signifikan
1 0.63 0.08 8.06 V
2 0.64 0.08 8.36 V
3 0.30 0.08 3.48 V
4 0.48 0.08 5.58 V
5 0.74 0.07 9.99 V
6 0.76 0.07 10.36 V
7 0.63 0.08 8.14 V
8 0.55 0.08 7.14 V
9 0.69 0.08 9.02 V
10 0.69 0.08 9.00 V
11 0.62 0.08 7.79 V
12 0.65 0.08 8.47 V
13 0.72 0.07 9.75 V
14 0.69 0.08 9.09 V
15 0.70 0.08 7.13 V
16 0.57 0.08 7.13 V
17 0.85 0.07 12.08 V
18 0.65 0.08 8.37 V
19 0.85 0.07 12.22 V
20 0.81 0.07 11.42 V
21 0.60 0.08 7.50 V
22 0.76 0.07 10.46 V
23 0.79 0.07 10.81 V
24 0.71 0.08 9.39 V
25 0.62 0.08 7.92 V
26 0.51 0.08 6.25 V
Keterangan: tanda V=Signifikan (t>1,96); X=tidak signifikan

Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan muatan faktor (lambda) dan

t-value setiap item di atas signifikan karena memiliki koefisien


63

muatan yang positif dan nilai koefisien (t>1,96) dan koefisien > 0,5

yang berarti item-item tersebut benar mengukur tentang aspek yang

akan diukur dan item tersebut benar mengukur kualitas hidup.

3.4.2 Uji Validitas Konstruk Konsep Diri

Pada uji validitas konstruk konsep diri, peneliti menguji apakah 18

item tersebut bersifat unidimensional, artinya benar hanya

mengukur variabel konsep diri. Item-item ini digunakan untuk

mengukur konsep diri melalui lima dimensi, yaitu disposisi

pelindung kesehatan, motivasi menjaga kesehatan, kerentanan,

kebiasaan berisiko kesehatan, dan motivasi ekstrinsik

penghindaran. Selanjutnya peneliti akan menjabarkan hasil uji CFA

satu persatu dimensi tersebut

3.4.2.1 Uji Validitas Dimensi Disposisi Pelindung Kesehatan

Pada uji validitas dimensi disposisi pelindung kesehatan, peneliti

menguji apakah 5 item yang bersifat unidimensional. Berdasarkan

analisis CFA yang dilakukan, hasilnya ternyata model tidak fit

dengan nilai Chi-square=62,27, df=5, P-Value=0.00000,

RMSEA=0,271. Oleh karena itu, peneliti melakukan 3 kali

modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada

item dibebaskan berkorelasi satu sama lain. Setelah dilakukan 3

kali modifikasi, diperoleh model fit Chi-Square=0,06, df=2, P-

Value=0,97263, RMSEA=0,00000. Nilai Chi-Square menghasilkan

P-Value > 0,05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu
64

faktor (unidimensional) mengukur satu faktor saja yaitu disposisi

pelindung kesehatan. Maka diperoleh model fit seperti pada

gambar 3.2.

Gambar 3.2 Uji Validitas Konstruk Disposisi Pelindung


Kesehatan

Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut

mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan

apakah item tersebut perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan

pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item.

Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien

muatan faktor, seperti pada tabel 3.7

Tabel 3.7
Muatan faktor item disposisi pelindung kesehatan
No Item Koefisien Std. Error T-Value Signifikan
1 0.74 0.07 10.74 V
2 0.86 0.07 13.17 V
3 0.91 0.06 14.38 V
4 0.88 0.06 13.79 V
5 0.96 0.06 15.54 V
Keterangan: tanda V=Signifikan (t>1,96); X=tidak signifikan
65

Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan muatan faktor (lambda) dan

t-value setiap item di atas signifikan karena memiliki koefisien

muatan yang positif, nilai koefisien (t>1,96) dan koefisien > 0,5

yang berarti item-item tersebut benar mengukur tentang aspek yang

akan diukur dan item tersebut benar mengukur disposisi pelindung

kesehatan. Berdasarkan hasil tersebut, maka tidak ada item yang

didrop.

3.4.2.2 Motivasi Menjaga Kesehatan

Pada uji validitas dimensi motivasi menjaga kesehatan, peneliti

menguji apakah 5 item yang bersifat unidimensional. Berdasarkan

analisis CFA yang dilakukan, hasilnya ternyata model tidak fit

dengan nilai Chi-square=56,84, df=5, P-Value=0.00000,

RMSEA=0,258. Oleh karena itu, peneliti melakukan 3 kali

modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada

item dibebaskan berkorelasi satu sama lain. Setelah dilakukan 3

kali modifikasi, diperoleh model fit Chi-Square=0,01, df=2, P-

Value=0,99709, RMSEA=0,00000. Nilai Chi-Square menghasilkan

P-Value > 0,05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu

faktor (unidimensional) mengukur satu faktor saja yaitu motivasi

menjaga kesehatan. Maka diperoleh model fit seperti pada gambar

3.3.
66

Gambar 3.3 Uji Validitas Konstruk Motivasi Menjaga Kesehatan.

Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut

mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan

apakah item tersebut perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan

pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item.

Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien

muatan faktor, seperti pada tabel 3.8

Tabel 3.8
Muatan faktor item motivasi menjaga kesehatan
No Item Koefisien Std. Error T-Value Signifikan
1 0.88 0.06 13.84 V
2 0.91 0.06 14.65 V
3 0.95 0.06 15.85 V
4 0.75 0.07 10.79 V
5 0.69 0.07 9.63 V
Keterangan: tanda V=Signifikan (t<1,96); X=tidak signifikan

Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan muatan faktor (lambda) dan

t-value setiap item di atas signifikan karena memiliki koefisien

muatan yang positif, nilai koefisien (t>1,96) dan koefisien > 0,5

yang berarti item-item tersebut benar mengukur tentang aspek yang


67

akan diukur dan item tersebut benar mengukur motivasi menjaga

kesehatan. Berdasarkan hasil tersebut, maka tidak ada item yang

didrop.

3.4.2.3 Kerentanan

Pada uji validitas dimensi motivasi menjaga kesehatan, peneliti

menguji apakah 5 item yang bersifat unidimensional. Berdasarkan

analisis CFA yang dilakukan, hasilnya ternyata model tidak fit

dengan nilai Chi-square=21,65, df=5, P-Value=0.00061,

RMSEA=0,146. Oleh karena itu, peneliti melakukan 1 kali

modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada

item dibebaskan berkorelasi satu sama lain. Setelah dilakukan 1

kali modifikasi, diperoleh model fit Chi-Square=4,12, df=4, P-

Value=0,38992, RMSEA=0,014. Nilai Chi-Square menghasilkan

P-Value > 0,05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu

faktor (unidimensional) mengukur satu faktor saja yaitu

kerentanan. Maka diperoleh model fit seperti pada gambar 3.4.

Gambar 3.4 Uji Validitas Konstruk Kerentanan


68

Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut

mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan

apakah item tersebut perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan

pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item.

Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien

muatan faktor, seperti pada tabel 3.9

Tabel 3.9
Muatan faktor item kerentanan
No Item Koefisien Std. Error T-Value Signifikan
1 0.80 0.07 0.94 V
2 0.98 0.07 14.28 V
3 0.58 0.08 7.67 V
4 0.21 0.08 2.62 V
5 -0.10 0.08 -1.26 X
Keterangan: tanda V=Signifikan (t>1,96); X=tidak signifikan

Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan muatan faktor (lambda) dan

t-value setiap item di atas signifikan karena memiliki koefisien

muatan yang positif, nilai koefisien (t>1,96). Kecuali pada item ke

5 pada dimensi kerentanan yang memiliki nilai t<1,96 dan

bermuatan negatif. Berdasarkan hasil tersebut, maka item ke 5 pada

dimensi kerentanan didrop.

3.4.2.4 Kebiasaan Berisiko Kesehatan

Pada uji validitas dimensi motivasi menjaga kesehatan, peneliti

menguji apakah 5 item yang bersifat unidimensional. Berdasarkan

analisis CFA yang dilakukan, hasilnya ternyata model tidak fit dengan

nilai Chi-square=47,22, df=5, P-Value=0.00000, RMSEA=0,233. Oleh

karena itu, peneliti melakukan 2 kali modifikasi terhadap model,


69

dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu

sama lain. Setelah dilakukan 2 kali modifikasi, diperoleh model fit

Chi-Square=4,87, df=3, P-Value=0,18165, RMSEA=0,063. Nilai Chi-

Square menghasilkan P-Value > 0,05 (tidak signifikan), yang artinya

model dengan satu faktor (unidimensional) mengukur satu faktor saja

yaitu kebiasaan berisiko kesehatan. Maka diperoleh model fit seperti

pada gambar 3.5.

Gambar 3.5 Uji Validitas Konstruk Kebiasaan Berisiko Kesehatan

Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur

faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut

perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil

tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan

dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada

tabel 3.10
70

Tabel 3.10
Muatan faktor item kebiasaan berisiko kesehatan
No Item Koefisien Std. Error T-Value Signifikan
1 0.76 0.07 10.82 V
2 0.65 0.07 8.71 V
3 0.63 0.07 8.50 V
4 0.83 0.07 12.46 V
5 0.93 0.06 14.78 V
Keterangan: tanda V=Signifikan (t<1,96); X=tidak signifikan

Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan muatan faktor (lambda) dan

t-value setiap item di atas signifikan karena memiliki koefisien

muatan yang positif, nilai koefisien (t>1,96) dan koefisien > 0,5

yang berarti item-item tersebut benar mengukur tentang aspek yang

akan diukur dan item tersebut benar mengukur kebiasaan berisiko

kesehatan. Berdasarkan hasil tersebut, maka tidak ada item yang

didrop.

3.4.2.5 Motivasi Ekstrinsik Penghindaran

Pada uji validitas dimensi motivasi ekstrinsik penghindaran, peneliti

menguji apakah 5 item yang bersifat unidimensional. Berdasarkan

analisis CFA yang dilakukan, hasilnya ternyata model tidak fit dengan

nilai Chi-square=8,06, df=5, P-Value=0.15281, RMSEA=0,063. Oleh

karena itu, peneliti melakukan 1 kali modifikasi terhadap model,

dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu

sama lain. Setelah dilakukan 1 kali modifikasi, diperoleh model fit

Chi-Square=3,45, df=4, P-Value=0,48573, RMSEA=0,000. Nilai Chi-

Square menghasilkan P-Value > 0,05 (tidak signifikan), yang artinya

model dengan satu faktor (unidimensional) mengukur satu faktor saja


71

yaitu motivasi ekstrinsik penghindaran. Maka diperoleh model fit

seperti pada gambar 3.6.

Gambar 3.6 Uji Validitas Konstruk Motivasi Ekstrinsik

Penghindaran

Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur

faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut

perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil

tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan

dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada

tabel 3.11

Tabel 3.11
Muatan faktor item motivasi ekstrinsik penghindaran
No Item Koefisien Std. Error T-Value Signifikan
1 0.75 0.08 9.79 V
2 0.64 0.08 8.11 V
3 0.39 0.09 4.54 V
4 0.69 0.08 8.82 V
5 0.72 0.08 9.37 V
Keterangan: tanda V=Signifikan (t>1,96); X=tidak signifikan
72

Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan muatan faktor (lambda) dan

t-value setiap item di atas signifikan karena memiliki koefisien

muatan yang positif, nilai koefisien (t>1,96) dan koefisien > 0,5

yang berarti item-item tersebut benar mengukur tentang aspek yang

akan diukur dan item tersebut benar mengukur motivasi ekstrinsik

penghindaran. Berdasarkan hasil tersebut, maka tidak ada item

yang didrop.

3.4.3 Uji Validitas Konstruk Lokus Kontrol Kesehatan

Pada uji validitas konstruk lokus kontrol kesehatan, peneliti menguji

apakah 18 item tersebut bersifat unidimensional, artinya benar hanya

mengukur variabel lokus kontrol kesehatan. Item-item ini digunakan

untuk mengukur lokus kontrol kesehatan melalui tiga dimensi, yaitu

internalitas, peluang eksternalitas dan eksternalitas kuat lainnya.

Selanjutnya peneliti akan menjabarkan hasil uji CFA satu persatu

dimensi tersebut.

3.4.3.1 Dimensi Internalitas

Pada uji validitas dimensi internalitas, peneliti menguji apakah 6 item

yang bersifat unidimensional. Berdasarkan analisis CFA yang

dilakukan, hasilnya ternyata model tidak fit dengan nilai Chi-

square=94,54, df=9, P-Value=0.00000, RMSEA=0,247. Oleh karena

itu, peneliti melakukan 5 kali modifikasi terhadap model, dimana

kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama

lain. Setelah dilakukan 5 kali modifikasi, diperoleh model fit Chi-


73

Square=3,63, df=4, P-Value=0,45789, RMSEA=0,00000. Nilai Chi-

Square menghasilkan P-Value > 0,05 (tidak signifikan), yang artinya

model dengan satu faktor (unidimensional) mengukur satu faktor saja

yaitu internalitas. Maka diperoleh model fit seperti pada gambar 3.7.

Gambar 3.7 Uji Validitas Konstruk Internalitas

Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur

faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut

perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil

tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan

dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada

tabel 3.12
74

Tabel 3.12
Muatan faktor item internalitas
No Item Koefisien Std. Error T-Value Signifikan
1 0.61 0.08 8.11 V
2 0.81 0.07 11.73 V
3 0.88 0.06 13.72 V
4 0.90 0.06 14.06 V
5 0.79 0.07 11.51 V
6. 0.79 0.07 11.47 V
Keterangan: tanda V=Signifikan (t>1,96); X=tidak signifikan
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan muatan faktor (lambda) dan

t-value setiap item di atas signifikan karena memiliki koefisien

muatan yang positif, nilai koefisien (t>1,96) dan koefisien > 0,5

yang berarti item-item tersebut benar mengukur tentang aspek yang

akan diukur dan item tersebut benar mengukur internalitas.

Berdasarkan hasil tersebut, maka tidak ada item yang didrop.

3.4.3.2 Dimensi Eksternalitas Kuat Lainnya

Pada uji validitas dimensi eksternalitas kuat lainnya, peneliti menguji

apakah 6 item yang bersifat unidimensional. Berdasarkan analisis CFA

yang dilakukan, hasilnya ternyata model tidak fit dengan nilai Chi-

square=53,76, df=9, P-Value=0.00000, RMSEA=0,179. Oleh karena

itu, peneliti melakukan 5 kali modifikasi terhadap model, dimana

kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama

lain. Setelah dilakukan 5 kali modifikasi, diperoleh model fit Chi-

Square=9,34, df=7, P-Value=0,22906, RMSEA=0,046. Nilai Chi-

Square menghasilkan P-Value > 0,05 (tidak signifikan), yang artinya

model dengan satu faktor (unidimensional) mengukur satu faktor saja


75

yaitu eksternalitas kuat lainnya. Maka diperoleh model fit seperti pada

gambar 3.8.

Gambar 3.8 Uji Validitas Konstruk Eksternalitas Kuat Lainnya

Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur

faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut

perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil

tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan

dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada

tabel 3.13

Tabel 3.13
Muatan faktor item eksternalitas kuat lainnya
No Item Koefisien Std. Error T-Value Signifikan
1 0.21 0.08 2.57 V
2 0.67 0.07 9.21 V
3 0.98 0.06 14.41 V
4 0.98 0.06 16.09 V
5 0.64 0.07 8.84 V
6. 0.51 0.08 6.68 V
Keterangan: tanda V=Signifikan (t>1,96); X=tidak signifikan
76

Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan muatan faktor (lambda) dan

t-value setiap item di atas signifikan karena memiliki koefisien

muatan yang positif, nilai koefisien (t>1,96) dan koefisien > 0,5

yang berarti item-item tersebut benar mengukur tentang aspek yang

akan diukur dan item tersebut benar mengukur eksternalitas kuat

lainnya. Berdasarkan hasil tersebut, maka tidak ada item yang

didrop.

3.4.3.3 Dimensi Peluang Eksternalitas

Pada uji validitas dimensi peluang eksternalitas, peneliti menguji

apakah 6 item yang bersifat unidimensional. Berdasarkan analisis CFA

yang dilakukan, hasilnya ternyata model tidak fit dengan nilai Chi-

square=132,61, df=9, P-Value=0.00000, RMSEA=0,297. Oleh karena

itu, peneliti melakukan 5 kali modifikasi terhadap model, dimana

kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama

lain. Setelah dilakukan 5 kali modifikasi, diperoleh model fit Chi-

Square=3,27, df=4, P-Value=0,51370, RMSEA=0,00000. Nilai Chi-

Square menghasilkan P-Value > 0,05 (tidak signifikan), yang artinya

model dengan satu faktor (unidimensional) mengukur satu faktor saja

yaitu peluang eksternalitas. Maka diperoleh model fit seperti pada

gambar 3.9.
77

Gambar 3.9 Uji Validitas Konstruk Peluang Eksternalitas

Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur

faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut

perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil

tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan

dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada

tabel 3.14

Tabel 3.14
Muatan faktor item peluang eksternalitas
No Item Koefisien Std. Error T-Value Signifikan
1 0.77 0.08 10.10 V
2 0.74 0.08 9.78 V
3 0.79 0.07 10.50 V
4 0.67 0.08 8.81 V
5 0.79 0.07 10.54 V
6. 0.74 0.07 9.96 V
Keterangan: tanda V=Signifikan (t>1,96); X=tidak signifikan
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan muatan faktor (lambda) dan

t-value setiap item di atas signifikan karena memiliki koefisien

muatan yang positif, nilai koefisien (t>1,96) dan koefisien > 0,5
78

yang berarti item-item tersebut benar mengukur tentang aspek yang

akan diukur dan item tersebut benar mengukur peluang

eksternalitas. Berdasarkan hasil tersebut, maka tidak ada item yang

didrop.

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data digunakan untuk melihat pengaruh IV terhadap DV. Teknik

analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah multiple regression

analysis atau analisis regresi berganda. Analisis regresi berganda merupakan

analisis regresi dengan satu variabel dependen dan lebih dari satu variabel

independen. Rumus regresi berganda pada penelitian ini adalah:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + e

Keterangan:

Y = Kualitas hidup

a = Intercept atau konstan

b = Koefisien regresi

X1 = disposisi pelindung kesehatan (health protective disposition)

X2 = motivasi menjaga kesehatan (health protective motivation)

X3 = kerentanan (vulnerability),

X4 = kebiasaan berisiko kesehatan (health-risky habits),


79

X5 = motivasi ekstrinsik-penghindaran (extrinsic-avoidant motivation)

X6 = internalitas (internality)

X7 = eksternalitas kuat lainnya (powerful others externality)

X8= peluang eksternalitas (chance externality)

e = residu

Penilaian terhadap model regresi yang dihasilkan ditinjau pada beberapa

pengujian berikut:

1. R2 (Koefisien Determinasi)

Nilai R2 menunjukkan besarnya proporsi pengaruh independent

variable terhadap dependent variable. Dalam melihat proporsi, R2

dikalikan dengan 100% sehingga didapatkan nilai proporsi pengaruh

dalam bentuk persen. Sisa dari persentasi R2 merupakan faktor lain

yang mempengaruhi dependent variable yang tidak diuji dalam

penelitian. Tabel model summary dalam SPSS juga menunjukkan nilai

Standard Error of Estimate dimana semakin kecil nilai SEE, maka

model regresi semakin tepat dalam memprediksi dependent variable.

Nilai R2 diperoleh dari rumus berikut:


80

2. Uji F

Pada tabel ANOVA akan diperoleh nilai F dan nilai signifikansi (Sig).

Nilai Sig < 0.05 menunjukkan bahwa keseluruhan independent variable

secara simultan memiliki pengaruh terhadap dependent variable. Nilai

Sig < 0.05 juga menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2)

signifikan. Rumus dalam penghitungan nilai F sebagai berikut:


( )⁄( )

K merupakan jumlah IV dan N merupakan jumlah sampel

3. Uji t

Interpretasi koefisien parameter independent variable dapat dilakukan

dengan menggunakan unstandardized coefficients maupun standardized

coefficients. Nilai koefisien yang didapatkan dari masing-masing

dimensi pada variabel menunjukkan arah hubungan serta besaran

koefisien masing-masing dimensi pada model regresi. Adapun terdapat

nilai signifikansi untuk mengetahui apakah masing-masing dimensi

berpengaruh secara signifikan terhadap dependent variable. Uji t

dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Nilai b pada rumus tersebut adalah koefisien regresi dan Sb adalah

standard error dari b.


81

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Subjek Penelitian


Tabel 4.1
Gambaran Subjek Penelitian
Frekuensi Presentase
Jenis Kelamin
Perempuan 98 62.4%
Laki-Laki 59 37.6%
Total 157 100.0
Domisili
Jakarta 45 28,7%
Bogor 31 19,7%
Depok 24 15,3%
Tangerang 34 21,7%
Bekasi 23 14,6%
Total 157 100,0
Pendidikan
Tidak Sekolah 3 1,9%
SD 16 10,2%
SMP 20 12,7%
SMA 56 35,7%
D1 1 0,6%
D3 9 5,7%
S1 44 28,0%
S2 6 3,8%
S3 2 1,3%
Total 157 100,0
Usia
40-50 46 29,3%
51-60 53 33,8%
61-70 42 26,8%
71-80 14 8,9%
81-90 2 1,3%
Total 157 100,0

Berdasarkan data pada tabel 4.1 diatas, dapat diketahui bahwa jumlah sampel

sebanyak 157 responden. Diantaranya, diketahui responden terbanyak yaitu

perempuan sebanyak 98 (62.4%). Seluruh responden tersebut berdomisili di


82

Jabodetabek dengan responden terbanyak berdomisili di Jakarta yaitu sebanyak 45

responden (28,7%). Berdasarkan tingkat pendidikannya, responden terbanyak

yaitu SMA sebanyak 56 responden (35,7%). Berdasarkan usia, responden

terbanyak berada pada usia 51-60 tahun sebanyak 53 responden (33,8%).

4.2 Hasil Analisis Deskriptif

Sebelum diuraikan lebih rinci mengenai beberapa subbab selanjutnya, perlu

dijelaskan bahwa skor yang digunakan dalam analisis statistik adalah skor murni

(T-Score) yang merupakan hasil proses konversi dari skor mentah (Raw Score).

Proses ini ditujukan agar mudah dalam membandingkan antar skor hasil

pengukuran variabel-variabel yang diteliti. Dengan demikian semua raw score

menjadi skor baku (Z-Score). Untuk menghilangkan bilangan negatif dari z-score,

semua skor ditransformasi ke rumus T. Dalam hasil analisis deskriptif ini akan

disajikan nilai minimum, maksimum, mean, dan standar deviasi serta kategorisasi

tinggi dan rendahnya skor variabel penelitian. Gambaran hasil analisis deskriptif

ini dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2
Analisis Deskriptif

Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
KualitasHidup 157 18.97 70.09 50.0000 9.71524
Internalitas 157 19.49 62.76 50.0000 9.55216
EksternalitasKuatLainnya 157 23.94 62.83 50.0000 9.72383
PeluangEksternalitas 157 32.75 74.42 50.0000 9.36295
DisposisiPelindungKesehatan 157 23.13 62.33 50.0000 9.47935
MotivasiMenjagaKesehatan 157 20.45 63.43 50.0000 9.45695
Kerentanan 157 34.66 68.36 50.0000 9.60431
KebiasaanBeresikoKesehatan 157 31.80 74.03 50.0000 9.30818
MotivasiEkstrinsikPenghindaran 157 34.39 76.50 50.0000 8.67566
Valid N (listwise) 157
83

Berdasarkan data pada tabel 4.2 diatas, kolom N menunjukkan sampel pada

setiap variabel berjumlah 157. Kolom maksimum dan minimum menunjukkan

nilai maksimum dan minimum pada setiap variabel. Dilihat dari kolom minimum,

diketahui variabel kualitas hidup memiliki nilai terendah dengan nilai 18,97.

Sementara itu, berdasarkan kolom maksimum diketahui variabel motivasi

ekstrinsik penghndaran memiliki nilai tertinggi dengan nilai 76,50. Adapun mean

dari masing-masing variabel adalah 50.

4.3 Kategorisasi Skor Variabel

Setelah melakukan deskripsi statistik dari masing-masing variabel

penelitian, maka hal yang perlu dilakukan adalah pengkategorisasian terhadap

data penelitian dengan menggunakan standar deviasi dan mean dari T-Score.

Dalam hal ini, ditetapkan norma pada tabel 4.3.

Tabel 4.3
Norma Skor Kategorisasi
Kategori Norma
X < Mean – 1Standar Deviasi Rendah
X> Mean + 1Standar Deviasi Tinggi

Setelah kategorisasi tersebut didapatkan, maka akan diperoleh nilai presentasi

kategori masing-masing variabel penelitian. Masing-masing variabel akan

dikategorisasikan sebagai tinggi dan rendah.

Kategorisasi variabel bertujuan untuk menempatkan individu ke dalam kelompok-

kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontimum berdasarkan

atribut yang diukur. Kontinum jenjang ini contohnya adalah dari tinggi ke rendah

yang akan peneliti gunakan dalam kategorisasi variabel penelitian. Sebelum


84

mengkategorisasikan skor masing-masing variabel berdasarkan tingkat tinggi dan

rendah, peneliti terlebih dahulu menetapkan norma dari skor dengan

menggunakan nilai mean dan standar deviasi. Maka akan diperoleh nilai

presentase kategori untuk masing-masing variabel sebagaimana yang terdapat

pada tabel 4.4 berikut.

Tabel 4.4
Kategorisasi Responden Penelitian
Variabel Kategori Frekuensi Persen Cumulative
Percent
Kualitas Hidup Rendah 82 52 52,2
Tinggi 75 47,8 100,0

Disposisi Pelindung Rendah 81 51,6 51,6


Kesehatan Tinggi 76 48,4 100,0
Motivasi menjaga Rendah 95 60,5 60,5
Kesehatan Tinggi 62 39,5 100,0

Kerentanan Rendah 92 58,6 58,6


Tinggi 65 41,4 100,0

Kebiasaan berisiko Rendah 88 56,1 56,1


kesehatan Tinggi 69 43,9 100,0

Motivasi Ekstrinsik Rendah 83 52,9 52,9


Penghindaran Tinggi 74 47,1 100,0

Internalitas Rendah 82 52,2 52,2


Tinggi 75 47,8 100,0

Eksternalitas Kuat Rendah 95 60,5 60,5


Lainnya Tinggi 75 47,8 100,0

Peluang Eksternalitas Rendah 81 51,6 51,6


Tinggi 76 48,4 100,0
Dari tabel diatas, diperoleh hasil presentase variabel kualitas hidup sebanyak

82 responden (52,2%) berada pada kategori rendah. Presentase dimensi

disposisi pelindung kesehatan sebanyak 81 responden (51,6%) pada kategori

rendah. Presntase variabel motivasi menjaga kesehatan dengan 95 responden


85

(60,5%) berada pada kategori rendah. Sedangkan pada dimensi kerentanan,

terdapat 92 responden (58,6%) berada pada kategori rendah.

Pada dimensi kebiasaan berisiko kesehatan, 88 responden (56,1%) berada pada

kategori rendah. Selanjutnya pada variabel motivasi ekstrinsik penghindaran,

83 responden (52,9%) berada pada kategori rendah. Dimensi internalitas, 82

responden (52,2%) berada pada kategori rendah. Selanjutnya pada dimensi

eksternalitas kuat lainnya, 95 responden (60,5%) berada pada kategori rendah.

Variabel terakhir yaitu peluang eksternalitas, 81 responden (51,6%) berada

pada kategori rendah. Ketiga dimensi dari variabel lokus kontrol ini memiliki

hasil sebaran terbanyak berada pada kategori rendah.

4.4 Uji Hipotesis Penelitian

4.3.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian

Pada tahapan uji hipotesis penelitian, peneliti menggunakan teknik analisis

regresi dengan software IBM SPSS Statistics 21. Langkah pertama, peneliti

melihat besaran R square untuk mengetahui berapa persen (%) varians DV

yang dijelaskan oleh IV. Selanjutnya untuk tabel R Square, dapat dilihat

pada tabel 4.5 berikut.

Tabel 4.5
Analisis Regresi
Model R R Square Adjusted R Std. Error of the
Square Estimate
1 ,872 ,761 ,748 4,87737

Pada tabel 4.5 diketahui bahwa R-Square sebesar 0.761 atau 76,1%.

Artinya, proporsi varian dari kualitas hidup yang dijelaskan oleh disposisi

pelindung kesehatan, motivasi menjaga kesehatan, kerentanan, kebiasaan


86

berisiko kesehatan, motivasi ekstrinsik penghindaran, internalitas,

eksternalitas kuat lainnya, peluang eksternalitas adalah sebesar 76,1%,

sedangkan 23,9% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian

ini. Langkah kedua, peneliti menguji apakah seluruh IV memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap kualitas hidup. Adapun uji F dapat dilihat pada

tabel 4.6.

Tabel 4.6
Anova pengaruh seluruh IV terhadap kualitas hidup

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean F Sig.
Square
Regression 11201,493 8 1400,187 58,859 ,000b
1 Residual 3520,736 148 23,789
Total 14722,229 156
a. Dependent Variable: KualitasHidup
b. Predictors: (Constant), MotivasiEkstrinsikPenghindaran,
EksternalitasKuatLainnya, PeluangEksternalitas, Kerentanan, Internalitas,
MotivasiMenjagaKesehatan, KebiasaanBerisikoKesehatan,
DisposisiPelindungKesehatan

Langkah selanjutnya, peneliti melihat koefisien regresi dari masing-masing

IV. Jika sig<0,05 maka koefisien regresi tersebut pengaruhnya signifikan

yang berarti internalitas, eksternalitas kuat lainnya, peluang eksternalitas,

disposisi pelindung kesehatan, motivasi menjaga kesehatan, kerentanan,

kebiasaan berisiko kesehatan, dan motivasi ekstrinsik penghindaran

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas hidup. Adapun

besarnya koefisien regresi dari masing-masing variabel independen terhadap

kualitas hidup dilihat pada tabel 4.7.


87

Tabel 4.7
Koefisien Regresi
Coefficientsa
Model Unstandardized Standardized t Sig
Coefficients Coefficients
B Std. Beta
Error
(Constant) 6,901 7,037 ,981 ,328
Internalitas ,289 ,056 ,284 5,186 ,000*
EksternalitasKuatLainnya ,105 ,044 ,105 2,413 ,017*
PeluangEksternalitas ,024 ,050 ,023 ,479 ,632
1 DisposisiPelindungKesehatan ,433 ,069 ,422 6,271 ,000*
MotivasiMenjagaKesehatan ,176 ,065 ,171 2,721 ,007*
Kerentanan -,087 ,052 -,086 -1,652 ,101
KebiasaanBerisikoKesehatan ,063 ,065 ,061 ,973 ,332
MotivasiEkstrinsikPenghindaran -,141 ,065 -,126 -2,157 ,033*
a. Dependent Variable: KualitasHidup

Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.7, maka persamaan regresinya adalah

sebagai berikut: (*signifikan)

Kualitas hidup=6,901 + 0,289 Internalitas + 0,105 Eksternalitas Kuat

Lainnya + 0,24 Peluang Eksternalitas + 0,433 Disposisi Pelindung Kesehatan

+ 0,176 Motivasi Menjaga Kesehatan – 0,87 Kerentanan + 0,063 Kebiasaan

Berisiko Kesehatan – 0,141 Motivasi Ekstrinsik Penghindaran.

Dari persamaan regresi tersebut, dapat dilihat bahwa terdapat 5 variabel yang nilai

koefisien regresinya signifikan, yaitu: (1) internalitas; (2) Eksternalitas kuat

lainnya; (3) disposisi pelindung kesehatan; (4) motivasi menjaga kesehatan; dan

(5) motivasi Ekstrinsik penghindaran. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang

diperoleh masing-masing IV adalah sebagai berikut:

1. Variabel Internalitas

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,289 dengan taraf signifikansi

0,000 (sig<0,005), Dengan demikian hipotesis nihil yang berbunyi tidak


88

ada pengaruh internalitas dengan kualitas hidup ditolak. Artinya variabel

internalitas pengaruhnya signifikan terhadap kualitas hidup. Arah dari

koefisien positif menjelaskan semakin tinggi variabel internalitas maka

semakin tinggi kualitas hidup.

2. Variabel Eksternalitas Kuat Lainnya

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,105 dengan taraf signifikansi

0,017 (sig<0,005). Dengan demikian hipotesis nihil yang berbunyi tidak

ada pengaruh eksternalitas kuat lainnya dengan kualitas hidup ditolak.

Artinya variabel eksternalitas kuat lainnya pengaruhnya signifikan

terhadap kualitas hidup. Arah dari koefisien positif menjelaskan semakin

tinggi variabel eksternalitas kuat lainnya maka semakin tinggi kualitas

hidup.

3. Variabel Peluang Eksternalitas

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,024 dengan taraf signifikansi

0,632 (sig>0,005). Dengan demikian hipotesis nihil yang berbunyi tidak

ada pengaruh peluang eksternalitas terhadap kualitas hidup diterima.

Artinya, tidak ada pengaruh peluang eksternalitas terhadap kualitas hidup.

4. Variabel Disposisi Pelindung Kesehatan

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,433 dengan taraf signifikansi

0,000 (sig<0,005). Dengan demikian hipotesis nihil yang berbunyi tidak

ada pengaruh disposisi pelindung kesehatan dengan kualitas hidup ditolak.

Artinya variabel disposisi pelindung kesehatan pengaruhnya signifikan

terhadap kualitas hidup. Arah dari koefisien positif menjelaskan semakin


89

tinggi variabel disposisi pelindung kesehatan maka semakin tinggi kualitas

hidup.

5. Variabel Motivasi Menjaga Kesehatan

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,176 dengan taraf signifikansi

0,007 (sig<0,005). Dengan demikian hipotesis nihil yang berbunyi tidak

ada pengaruh motivasi menjaga kesehatan dengan kualitas hidup ditolak.

Artinya variabel motivasi menjaga kesehatan pengaruhnya signifikan

terhadap kualitas hidup. Arah dari koefisien positif menjelaskan semakin

tinggi variabel motivasi menjaga kesehatan maka semakin tinggi kualitas

hidup.

6. Variabel Kerentanan

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,087 dengan taraf signifikansi

0,101 (sig<0,005). Dengan demikian hipotesis nihil yang berbunyi tidak

ada pengaruh kerentanan terhadap kualitas hidup diterima. Artinya, tidak

ada pengaruh kerentanan terhadap kualitas hidup.

7. Variabel Kebiasaan Berisiko Kesehatan

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,063 dengan taraf signifikansi

0,332 (sig>0,005). Dengan demikian hipotesis nihil yang berbunyi tidak

ada pengaruh kebiasaan berisiko kesehatan terhadap kualitas hidup

diterima. Artinya, tidak ada pengaruh kebiasaan berisiko kesehatan

terhadap kualitas hidup.


90

8. Variabel Motivasi Ekstrinsik Penghindaran

Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,141 dengan taraf signifikansi

0,033 (sig<0,005). Dengan demikian hipotesis nihil yang berbunyi tidak

ada pengaruh motivasi entrinsik penghindaran dengan kualitas hidup

ditolak. Artinya variabel motivasi entrinsik penghindaran pengaruhnya

signifikan terhadap kualitas hidup. Arah dari koefisien positif menjelaskan

semakin tinggi variabel motivasi entrinsik penghindaran maka semakin

tinggi kualitas hidup.

Berdasarkan tabel 4.7, dapat diketahui koefisien regresi mana yang lebih kuat.

Dalam hal ini, peneliti menggunakan koefisien regresi yang terstandardisasi

(standardized coefficient) atau beta (β) untuk melihat angka koefisien regresi

mana yang menunjukkan pengaruh lebih kuat terhadap variabel dependen.

Variabel disposisi pelindung kesehatan memiliki pengaruh paling kuat dengan

β=0,422.

4.3.2 Proporsi Varians Variabel Independen

Selanjutnya peneliti ingin mengetahui bagaimana penambahan proporsi

varian (pengaruh) dari tiap variabel independen terhadap kualitas hidup.

Analisisnya dilakukan dengan teknik multiple regression analysis. Data yang

dianalisis ialah faktor skor atau true score yang diperoleh dari hasil analisis

faktor. Setelah menganalisis faktor, peneliti memindahkan skala faktor skor

tersebut menjadi t-score.

Pada tahapan ini peneliti menguji hipotesis dengan menggunakan software

SPSS. Untuk melakukan analisis regresi, ada 3 hal yang dilihat, yaitu melihat
91

besaran R square (pengaruh seluruh iv terhadap dv) untuk mengetahui berapa

persen varians DV yang dijelaskan oleh IV, selanjutnya apakah secara

keseluruhan IV berpengaruh secara signifikan terhadap DV, kemudian terakhir,

melihat apakah koefisien regresi dari masing-masing IV signifikan atau tidak.

Untuk melihat proporsi varians setiap IV terhadap kualitas hidup, dapat dilihat

pada tabel 4.8.

Tabel 4.8
Proporsi Varians Kualitas Hidup pada Setiap IV

Model R R Square Change Statistics


R Square F Change df1 df2 Sig. F Change
Change
1 .697a .486 .486 146.402 1 155 .000
2 .740b .548 .062 21.070 1 154 .000
3 .752c .566 .018 6.357 1 153 .013
d
4 .855 .731 .166 93.650 1 152 .000
5 .864e .746 .015 8.965 1 151 .003
6 .868f .753 .007 4.264 1 150 .041
7 .868g .753 .000 .007 1 149 .932
8 .872h .761 .008 4.657 1 148 .033
Predictors: (Constant), Internalitas, eksternalitas kuat lainnya, peluang eksternalitas,
disposisi pelindung kesehatan, motivasi menjaga kesehatan, kerentanan, kebiasaan
beresiko kesehatan, motivasi ekstrinsik penghindaran

Pada tabel 4.8, kolom pertama adalah penambahan varians DV dari setiap

IV yang dianalisis satu per satu tersebut, kolom kedua merupakan nilai murni

varians DV dari tiap IV yang dimasukkan satu per satu, kolom ketiga adalah nilai

F hitung bagi IV yang bersangkutan, kolom DF adalah derajat bebas bagi IV yang

bersangkutan pula, yang terdiri dari numerator dan denumerator, kolom F dengan

DF yang telah ditentukan sebelumnya, nilai kolom inilah yang akan dibandingkan

dengan kolom nilai F hitung. Apabila nilai F hitung lebih besar daripada F tabel,

maka kolom selanjutnya yaitu kolom signifikansi yang akan dihitung signifikan

dan sebaliknya.
92

Berdasarkan tabel 4.8 di atas, dapat disampaikan informasi sebagai berikut:

1. Variabel Internalitas memberikan sumbangan 48,6% dalam varians

kualitas hidup. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan

F=0,000 dan df2=155.

2. Variabel Eksternalitas Kuat Lainnya memberikan sumbangan 6,2% dalam

varians kualitas hidup. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik

dengan F=0,000 dan df2=154.

3. Variabel Peluang Eksternalitas memberikan sumbangan 1,8% dalam

varians kualitas hidup. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik

dengan F=0,013 dan df2=153.

4. Variabel Disposisi Pelindung Kesehatan memberikan sumbangan 16,6%

dalam varians kualitas hidup. Sumbangan tersebut signifikan secara

statistik dengan F=0,000 dan df2=152.

5. Variabel Motivasi Menjaga Kesehatan memberikan sumbangan 1,5%

dalam varians kualitas hidup. Sumbangan tersebut signifikan secara

statistik dengan F=0,003 dan df2=151.

6. Variabel Kerentanan memberikan sumbangan 0,7% dalam varians kualitas

hidup. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F=0,041 dan

df2=150.

7. Variabel Kebiasaan Berisiko Kesehatan memberikan sumbangan 0,0%

dalam varians kualitas hidup. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara

statistik dengan F=0,932 dan df2=149.


93

8. Variabel Motivasi Ekstrinsik Penghindaran memberikan sumbangan 0,8%

dalam varians kualitas hidup. Sumbangan tersebut signifikan secara

statistik dengan F=0,033 dan df2=148.

Dengan demikian, jika dilihat dari besarnya pertambahan R2 yang

dihasilkan setiap kali dilakukan penambahan variabel (sumbangan proporsi

varians yang diberikan), dapat disimpulkan bahwa terdapat 7 variabel yang

signifikan sumbangannya terhadap kualitas hidup dari yang terbesar hingga

terkecil yaitu internalitas (48,6%), disposisi pelindung kesehatan (16,6%),

eksternalitas kuat lainnya (6,2%), peluang eksternalitas (1,8%), motivasi

menjaga kesehatan (1,5%), motivasi ekstrinsik penghindaran (0,8%),

kerentanan (0,7%). Adapun variabel yang tidak memberikan sumbangan

sama sekali yaitu variabel kebiasaan berisiko kesehatan.


94

BAB 5

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uji hipotesis mayor yang dilakukan, kesimpulan pertama

yang diperoleh dari penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan

konsep diri dan lokus kontrol kesehatan terhadap kualitas hidup penyandang

diabetes di Jabodetabek. Artinya, analisis regresi dari kualitas hidup

dijelaskan oleh konsep diri (disposisi pelindung kesehatan, motivasi menjaga

kesehatan, kerentanan, kebiasaan berisiko kesehatan dan motivasi ekstrinsik

penghindaran) dan lokus kontrol kesehatan (internalitas, eksternalitas kuat

lainnya, dan peluang eksternalitas) adalah sebesar 76.1%. Berdasarkan hasil

uji proporsi varians kualitas hidup pada setiap IV, ditemukan bahwa dimensi

internalitas dari variabel lokus kontrol kesehatan memiliki pengaruh yang

paling besar terhadap kualitas hidup.

Sedangkan dari hasil uji hipotesis minor, dari signifikansi masing-masing

koefisien regresi terhadap DV, terdapat 5 variabel yang nilai koefisien

regresinya signifikan, yaitu: (1) Disposisi pelindung kesehatan, (2) Motivasi

menjaga kesehatan, (3) Motivasi ekstrinsik penghindaran, (4) Internalitas, dan

(5) Eksternalitas kuat lainnya. Kelima variabel tersebut memberikan pengaruh

terhadap kualitas hidup.


95

5.2 Diskusi

Pada penelitian ini, variabel yang diteliti adalah konsep diri dan lokus

kontrol kesehatan. Saat dilakukan uji regresi secara bersama-sama, kedua

variabel ini memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kualitas hidup

penyandang diabetes. Saat dilakukan uji signifikansi dari masing-masing

dimensi, terdapat 5 dimensi yang nilai koefisien regresinya signifikan

berpengaruh terhadap kualitas hidup yaitu disposisi pelindung kesehatan,

motivasi menjaga kesehatan, motivasi ekstrinsik penghindaran yang berasal

dari variabel konsep diri. Dimensi lain yaitu internalitas dan eksternalitas kuat

lainnya dari variabel lokus kontrol kesehatan. Berbeda dengan dimensi

kerentanan dan kebiasaan berisiko kesehatan (dari variabel konsep diri) dan

peluang eksternalitas dari variabel lokus kontrol kesehatan tidak memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap kualitas hidup penyandang diabetes.

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kualitas hidup penyandang

diabetes dalam kategori rendah. Hasil ini menguatkan penelitian sebelumnya

yang mengatakan bahwa individu dengan penyakit kronis (salah satunya

diabetes) cenderung memiliki kualitas hidup yang rendah (Rubbin, 1999;

Nicolucci et al. 2013; Bonomi 2000, Martinez 2008, Tejada 2012). Padahal,

Individu dengan kualitas hidup yang tinggi akan dapat mengurangi risiko

komplikasi diabetes (Myers, 2013).

Dalam penelitian ini, variabel konsep diri memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap kualitas hidup. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang

dilakukan oleh Vickery et al. (2005) dan Elsayed (2011) yang menunjukkan
96

adanya pengaruh yang signifikan konsep diri terhadap kualitas hidup. Untuk

itu, penyandang diabetes perlu meningkatkan konsep dirinya, karena konsep

diri yang positif sangat penting, baik untuk kesehatan mental maupun

fisiknya. Dengan konsep diri yang baik, individu akan terhindar dari penyakit

fisik dan psikologis sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup (Reiter,

1996; Samadi, 2011).

Berdasarkan kategori skor IV, menunjukkan bahwa 51,6% responden

memiliki konsep diri dimensi disposisi pelindung kesehatan yang rendah. Hal

tersebut menunjukkan bahwa penyandang diabetes tidak memiliki stabilitas

komitmen terhadap kesehatan, begitu juga dengan rasa percaya diri dan

optimismenya terhadap kesehatan. Disposisi pelindung kesehatan memiliki

pengaruh yang signifikan dan secara positif memengaruhi kualitas hidup. Jadi

semakin tinggi disposisi pelindung kesehatannya maka semakin tinggi

kualitas hidupnya.

Penyandang diabetes yang memiliki disposisi pelindung kesehatan yang

baik, disebutkan memiliki optimisme yang tinggi. Pada penelitian ini,

sebagian responden memiliki disposisi pelindung kesehatan yang rendah.

Padahal, penelitian sebelumnya mengatakan bahwa penyandang diabetes

harus memiliki optimisme yang tinggi, karena optimisme akan membantu

meningkatkan perawatan diri (self care) (Fournier et al. 2002; Nicolucci et al.

(2013). Disebutkan pula bahwa ada beberapa bukti bahwa optimisme dan

pesimisme memiliki efek yang berbeda pada hasil penyesuaian (kesehatan)


97

(Engel et al. 2004). Mannix (2009) mengatakan bahwa optimisme secara

signifikan berhubungan dengan tingkat kualitas hidup yang tinggi.

Pada dimensi motivasi menjaga kesehatan dari variabel konsep diri, skor

kategorisasinya menunjukkan bahwa 60,5% responden berada pada kategori

rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa usaha penyandang diabetes untuk

meningkatkan kesehatan dan sikap terhadap perilaku menjaga kesehatannya

rendah. Motivasi menjaga kesehatan memiliki pengaruh yang signifikan dan

secara positif memengaruhi kualitas hidup. Dapat dikatakan semakin tinggi

motivasinya untuk menjaga kesehatan maka semakin tinggi pula kualitas

hidupnya.

Hasil tersebut menguatkan penelitian sebelumnya yang mengatakan bahwa

motivasi sangat dibutuhkan bagi pasien dengan diabetes, dan hubungan antara

tahap motivasi dan kontrol glikemik dapat menjadi pendekatan untuk

meningkatkan manajemen diabetes. Hal ini sangat penting pada pasien

dengan kontrol diabetes yang buruk karena dapat mencegah terjadinya

komplikasi (Trigwell, 1997; Osborn, 2010). Disebutkan pula bahwa motivasi

merupakan salah satu faktor yang secara positif memengaruhi kualitas hidup

(Gillison, 2006).

Pada dimensi motivasi ekstrinsik penghindaran, ditemukan bahwa 52,9%

responden berada pada kategori rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa

motivasi penyandang diabetes dalam menjaga kesehatannya masih rendah,

merasa takut dengan kondisi kesehatannya dan belum percaya bahwa dirinya
98

bisa menerapkan perilaku yang sehat untuk meningkatkan kesehatannya.

Motivasi ekstrinsik penghindaran memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap kualitas hidup dengan arah yang negatif. Artinya semakin tinggi

motivasi ekstrinsik penghindaran penyandang diabetes, maka semakin rendah

kualitas hidupnya. Dapat dikatakan semakin individu menunjukkan sifat

pengunduran diri, takut dengan kondisi kesehatannya, maka semakin rendah

kualitas hidupnya.

Hasil tersebut konsisisten dengan penelitian sebelumnya yang mengatakan

bahwa motivasi akan memengaruhi kontrol diabetes individu dan akan

mempermudah penyandang diabetes dalam mengontol gula darahnya.

Disebutkan pula bahwa motivasi diri (personal motivation) berkaitan dengan

perilaku, dan perilaku tersebut merupakan prediktor dari kontrol gula darah

Osborn (2010).

Dalam penelitian ini, ditemukan pula dimensi yang tidak signifikan

terhadap kualitas hidup, salah satunya dimensi kerentanan dari variabel

konsep diri. Berbeda dengan dua dimensi sebelumnya, kerentanan memiliki

pengaruh yang tidak signifikan terhadap kualitas hidup dengan arah yang

negatif. Koefisien regresi tersebut menunjukkan semakin tinggi kerentanan

penyandang diabetes maka semakin rendah kualitas hidupnya.

Dimensi kerentanan memberikan hasil yang tidak signifikan, hasil

penelitian tersebut tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya yang

mengatakan bahwa tingginya tingkat kerentanan individu akan memberikan


99

kondisi psikologis dan kesehatan yang buruk. Disebutkan pula oleh Waitman

(2016) bahwa adanya pengaruh yang signifikan kerentanan penyandang

diabetes dengan kualitas hidup. Kerentanan merupakan salah satu faktor non

konfensional yang menyebabkan gula darah tidak normal. Keadaan gula

darah yang tidak normal pada penyandang diabetes akan mengganggu baik

psikologis maupun kesehatannya, dan kemudian akan berpengaruh pada

penurunan kualitas hidup. Dikatakan bahwa individu dengan tingkat

kerentanan yang tinggi, akan menyebabkan perasaan putus asa yang disertai

dengan penurunan kualitas hidup (Abramson, 1989; Alloy, 1999).

Dimensi lain yang tidak signifikan terhadap kualitas hidup yaitu dimensi

kebiasaan berisiko kesehatan dari variabel konsep diri. Kebiasaan berisiko

kesehatan pada penyandang diabetes memiliki pengaruh yang tidak signifikan

terhadap kualitas hidup.

Dimensi kebiasaan berisiko kesehatan tersebut tidak signifikan, nilai

koefisien regresi dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian Rosiek

(2017) yang mengatakan gaya hidup sehat, perilaku sehat dan perilaku

preventive (pencegahan), kebiasaan nutrisi yang baik merupakan kunci dari

pengobatan diabetes dan kunci mencegah komplikasi. Pada penelitiannya,

Rosiek (2017) memaparkan bahwa individu dengan kebiasaan menerapkan

perilaku sehat secara signifikan memengaruhi kepuasan hidupnya. Telah

dipaparkan pula bahwa pengetahuan dan rasa kewajiban penyandang diabetes

dalam menjaga kesehatannya harus ditingkatkan. Baik dalam melakukan

kontrol gula darah, menerapkan perilaku sehat, menjaga pola makan dan
100

menghindari kebiasaan yang berisiko terhadap kesehatannya (Low, 2014;

Rintala, 2013). Pada penelitian ini, sebagian besar responden memiliki

kebiasaan yang berisiko terhadap kesehatannya.

Selanjutnya pada penelitian ini, variabel lokus kontrol kesehatan memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap kualitas hidup. Hal ini sejalan dengan

penelitian Marrero (2014) yang menunjukkan adanya pengaruh yang

signifikan antara lokus kontrol dengan kualitas hidup. Terdapat 2 dari 3

dimensi lokus kontrol kesehatan yang nilainnya signifikan memengaruhi

kualitas hidup yaitu dimensi internalitas dan eksternalitas kuat lainnya.

Sedangkan dimensi peluang eksternalitas nilainya tidak signifikan

memengaruhi kualitas hidup.

Dimensi internalitas pada variabel lokus kontrol, ditemukan bahwa 52,2%

responden berada pada kategori rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa

penyandang diabetes yang memandang kesehatannya dipengaruhi oleh usaha

dan perilakunya sendiri cenderung rendah. Penyandang diabetes masih

menganggap usahanya untuk meningkatkan kesehatan belum memberikan

hasil dan usaha lain dari luar dirinya (keluarga, dokter, obat, dll). Internalitas

secara signifikan memengaruhi kualitas hidup dengan arah yang positif. Maka

dapat dikatakan bahwa semakin tinggi internalitas, semakin tinggi pula

kualitas hidupnya.

Russo et al. (2016) dalam penelitiannya mengatakan adanya pengaruh

yang signifikan antara lokus kontrol internal terhadap kualitas hidup. Individu
101

dengan lokus kontrol kesehatan internal yang baik, memiliki kemampuan

untuk mengontrol kesehatannya dengan baik karena individu tersebut

memiliki kepercayaan akan dirinya sendiri bahwa kesehatannya dapat dijaga

apabila menerapkan perilaku sehat. Individu dengan lokus kontrol internal

yang tinggi akan memiliki kualitas hidup yang tinggi juga (Sharif, 2016).

Individu dengan internal lokus kontrol juga berkaitan dengan perilaku sehat

yang baik dan meningkatkan keadaan psikologis (Oberle, 1991; Park, 2007;

Stewart, 2011).

Pada dimensi eksternalitas kuat lainnya dari variabel lokus kontrol

kesehatan, secara signifikan memengaruhi kualitas hidup dengan arah yang

positif. Artinya, peluang eksternalitas secara positif memengaruhi kualitas

hidup. Maka, semakin tinggi peluang eksternalitas maka semakin tinggi pula

kualitas hidupnya.

Menguatkan penelitian Russo et al.. (2016) yang mengatakan adanya

pengaruh yang signifikan antara lokus kontrol eksternalitas kuat lainnya

terhadap kualitas hidup. Disebutkan pula bahwa peran keluarga dan orang-

orang sekitar yang berpengaruh (significant others) akan membantu

meningkatkan kesehatan individu dengan cara menjaga pola makan, kontrol

asupan dan jadwal diet (Rintala, 2013). Penelitian sebelumnya juga

mengatakan bahwa support atau dukungan dapat meningkatkan perilaku

sehat, meminimalisirkan perilaku yang berisiko terhadap kesehatan dan

memengaruhi kontrol glikemik penyandang diabetes (Satanton, 2007;

Mayberry, 2012). Pelayanan kesehatan dan penanganan yang baik dari tenaga
102

medis juga merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kualitas

hidup penyandang diabetes (Low et al., 2014).

Dimensi terakhir dari variabel lokus kontrol kesehatan yaitu peluang

eksternalitas. Penyandang diabetes dengan skor peluang eksternalitas yang

tinggi menunjukkan bahwa ia percaya kesehatannya tidak dipengaruhi dirinya

sendiri dan faktor lain di luar dirinya (dokter, keluarga, obat, dll) tetapi

dipengaruhi oleh takdir, keberuntungan, dan ketidaksengajaan. Dimensi ini

memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap kualitas hidup.

Hasil tersebut berbeda dengan penelitian Wielengaboiten et al. (2015)

yang mengatakan bahwa adanya pengaruh yang signifikan peluang

eksternalitas terhadap kualitas hidup. Sebagian besar penyandang diabetes

menganggap kesehatannya tidak dipengaruhi oleh faktor internal dan

eksternalitas kuat seperti keluarga, dokter, perawat atau mungkin penderita

diabetes lainnya.

Secara keseluruhan, peneliti berpendapat bahwa terdapat perbedaan hasil

penelitian terdahulu yang disebabkan oleh beberapa hal. Perbedaan tersebut

dapat dilihat dari sampel penelitian, tempat dilaksanakannya penelitian,

teknik pengambilan data yang digunakan, alat ukur yang digunakan dan

perbedaan budaya, terutama bahasa dalam mengadaptasi setiap item dari

skala yang berbahasa inggris.


103

5.3 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, penulis memiliki

beberapa saran yang dapat dipertimbangkan guna memaksimalkan penelitian

selanjutnya. Adapun saran tersebut dibagi menjadi dua yakni saran teoritis

yang diperuntukkan bagi peneliti yang tertarik melakukan penelitian terkait

topik yang sama dan saran praktis yang diperuntukan bagi pihak yang terkait

dengan topik penelitian ini.

5.3.1 Saran Teoritis

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh konsep diri dan

lokus kontrol kesehatan terhadap kualitas hidup sebesar 76,1%. Penulis

hanya mengkaji faktor internal yang memengaruhi kualitas hidup

penyandang diabetes. Agar dapat memaksimalkan peningkatan kualitas

hidup, pengkajian tentang faktor eksternal yang memengaruhi kualitas

hidup juga mungkin dapat dipertimbangkan. Penulis juga tidak mengkaji

faktor demografis seperti jenis kelamin, usia, domisili dan tingkat

pendidikan. Informasi-informasi tersebut dapat dijadikan variabel

penelitian selanjutnya

5.3.2 Saran Praktis

1. Hasil penelitian ini dapar dijadikan bahan masukan yang positif bagi

penyandang diabetes untuk meningkatkan kualitas hidup dan menghindari

risiko komplikasi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang

menunjukkan bahwa kualitas hidup penyandang diabetes masih rendah,

sehingga masih perlu adanya peningkatan kualitas hidup. Caranya, dengan


104

menumbuhkan rasa optimisme bahwa kesehatan akan membaik,

meningkatkan motivasi menjaga kesehatan, menerapkan pola hidup sehat,

meyakini bahwa usaha menjaga kesehatan pasti akan memengaruhi

kesehatan, dan menjaga komitmen untuk senantiasa mempertahankan pola

hidup sehat.

2. Internalitas memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas hidup.

Oleh sebab itu, para penyandang diabetes perlu yakin akan kemampuan

diri dalam menjaga kesehatan. Yakin bahwa kesehatannya dapat dijaga

apabila ada usaha dari diri sendiri, dan apa yang dilakukan untuk

kesehatan akan memberikan manfaat.

3. Eksternalitas kuat lainnya juga memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap kualitas hidup. Perlu diingatkan kepada keluarga penyandang

diabetes untuk senantiasa berpartisipasi memantau, mengingatkan, dan

memberikan perhatian terhadap kesehatan penyandang diabetes. Besar

pengaruhnya apabila ada kontrol dari diri sendiri dan orang lain.

4. Diketahui pula disposisi pelindung kesehatan memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap kualitas hidup. Oleh sebab itu, penyandang diabetes

perlu menjaga optimismenya terhadap kesehatan, menjaga kestabilitasan

efektifnya, dan menguatkan komitmennya terhadap kesehatan.

5. Motivasi menjaga kesehatan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

kualitas hidup. Oleh karena itu, penyandang diabetes perlu senantiasa

meningkatkan usahanya dalam menjaga kesehatan, menguatkan niat untuk

selalu berperilaku sehat.


105

6. Motivasi ekstrinsik penghindaran juga memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap kualitas hidup. Untuk itu, penyandang diabetes diharapkan

senantiasa memiliki perilaku yang dapat meningkatkan kesehatannya,

memiliki rasa percaya diri bahwa dengan melakukan perilaku yang sehat

dapat terhindar dari komplikasi diabetesnya.


106

Daftar Pustaka

Abramsom, Lyn, Alloy, Lauren. Metalsky, Gerald (1989). Hopelessness


depression: a theory-based subtype of depression. American Psychological
Association, 1989 96(2), 358-372.
Alberti, K. G. M. M, & Zimmet, P. F (1998). Definition, diagnosis, and
classification of diabetes mellitus and its complications. Part 1: diagnosis
and classification of diabetes mellitus. Provisional report of a WHO
consultation. Diabetic medicine, 15(7), 539-553.
Ali, Nageeb. (2011). Learning Self-Control. The Quarterly Journal of Economics,
126, 857-893. DOI:10.1093/qje/qjr014.
Aliha, Jaleh Mohammad (2015). The relationship between quality of life and
health locus of control beliefs in hemodialysis patients. Department of
Critical Care Nursing, School of Nursing & Midwifery, Iran University of
Medical Sciences,Iran.
Alloy, Lauren. Abramson, Lyn. Wayne G. Whitehouse. Michael E. Hogan, Nancy
A Tashman. Dena L Steinberg. Donna T. Rose. Patricia Donovan (1999).
Depresogenic cognitive styles: Predictive validity, information processing
and personality characteristics, and developmental origins. Behavior
Research and Therapy 37(1999) 503-531
Amir, Marianne. Roziner, Ilan. Knoll, Alon. Neufeld, Y. Miriam (1999). Self
efficacy and social support as medicators in the relation between diesease
severity and quality of life in patients with epilepsy. Clinical Research
epilepsia, 40(2):216-224, 1999
Augestand, Liv Berit. (2017). Self-concept and self-esteem among children and
young adults with visual impairment: A systematic review. Cogent
Psychology. doi:10.1080/23311908.2017.1319652.
American Diabetes Association (2010). Definition and characteristic of diabetes.
Diabetes Care Journal 33(1) DOI:10.2337/DC10s062
American Diabetes Association (2010). Standards of medical care in diabetes-
2010. Diabetes Care, 33(1) DOI: 10.2337/dc10-S011
Baldini-Gruber, Ann. Ye, Jian. Anderson, E. Karen. Shulman, M. Lisa (2009).
Effects of optimism/pessimism and locus of control on disability and
quality of life in parkinson disease. Parkinsonism and Related Disorders.
15(2009) 665–669 DOI:10.1016/j.parkreldis.2009.03.005
Batican, Ericson Derecho (2011). Presentation, analysis and interpretation of data
dalam Development of Multidimensional Self-Concept Scale (MSCS) For
107

Filipino College Students at the Ateneo De Davao University. (52-66).


Filipina: Ateneo de Davao University.
Baumeister, Roy F. (2013). Self control, fluctuating willpower and forensic
practice. The Journal of Forensic Practice.
DOI.org/10.1108/14636641311 322278.
Bharathi, T. Aruna & Sreedevi, P (2013). Study on the self-concept of
adolescents. International Journal of Science and Research. ISSN: 2319-
7064.
Bigdeloo, Masoomeh & Bozorgi, Z. D (2016). Relationship between the spiritual
intelligence, self-control, and life satisfaction in high school teachers of
mahshahr city. Review of European Studies. E-ISSN: 1918-7181.
Bistaman, M. N, Arip M. A. S. M, Saad, F, Rahman, A. M. A, Salim, S. S. S
(2013). Translation, validity and reliability of multidimensional self-
concept (mscs) questionnaire among malaysian teenagers. Social and
Behavioral Sciences. 84 1455 – 1463. DOI:10.1016/j.sbspro.2013.06.773.
Bland, E. D (2008). An apprisal of psychology & religius perspectives of self-
control. Journal of Religion and Health. DOI: 10.1007/s10943-007-9135-
0.
Bonomi, Amy E. Patrick, Donald L. Bushnell, Donald M. Martin, Mona
(2000).Validation of the united states’ version of the world health
organization quality of life (whoqol) instrument. Journal of Clinical
Epidemiology 53(2000) 1-12 PII: S0895-4356(99)00123-7
Burckhardt, C. S & Anderson, K. L (2003). The quality of life scale (qols):
realiability, validity, and utilization. Health and Quality of Life Outcomes.
Received from http://www.hqlo.com/content/I/I/60.
Cheng, Cecilia & Cheung, Shu-fai (2013). Cultural meaning of perceived control:
a meta-analysis of locus of control and psychological symptoms across 18
cuultural regions. American Psychological Association. 0033-
2909/12/$12.00 DOI: 10.1037/a0028596
Community-University Partnership For the Study of Children, Youth, and
Families (2011). Review of the Piers-Harris Children’s Self-Concept Scale
2nd Edition. Edmonton, Alberta, Canada.
Costanza, Robert. Fisher, Brendan. Ali, Saleem H. Beer, Caroline C. Bond, A.
Lynne (2008). An integrative approach to quality of life measurement,
research, and policy. Institute for Sustainable Solutions 1(2008) 11-15,
http://pdxscholar.library.pdx.edu/iss_pub/20
108

Dey, Michelle. Gmel, Gerhard. Studer, Joseph. Mohler-Kuo, Meichum (2014).


Health-risk behavior and quality of life among young men. Quality of Life
Research 23(2014) 1009-1017 DOI: 10.1007/s11136-013-0524-4
Du, Juan. Shao, Shuang. Jin, Guang-Hui. Qian, Chen-Guang. Xu, Wei. Lu, Xiao-
Qin (2017). Factors associated with health related quality of life among
family caregivers of disabled older adults: A cross-sectional study from
beijing. Observational Study
http://dx.doi.org/10.1097/MD.0000000000008489
Elgar, E (2005). Chapter 23: Work-family conflict and stress. Dalam Antoniou,
A. S. G & Cooper, C. L (ed). Research Companion to Organizational
Health Psychology. (359). UK: Edward Elgar Publishing Limited.
Elsayed, M. T (2012). Quality of life and self-concept for sample of gifted
students. Journal of Psychology. Retrieved from
https://www.mu.edu.sa/sites/default/files/content-files/6.pdf
Engel, Connie. Hamilton, Nancy A. Potter, Phillip T. Zautra, Alex J (2004).
Impact of two types of expectancy on recovery from total knee
replacement surgery (tkr) in adults with ostheoarthritis. Behavioral
Medicine, 30(3), 113-123, DOI: 10,3200/BMED.30.3.113.123
Fayers, P. M & Machin, D (2000). Chapter 1: Introduction. Dalam Wiley
Editorial Offices (ed). Quality of Life Assessment, Analysis and
Interpretation. (33). UK: British Library Catalouging in Publication Data.

Ferraro, A. Lauri. Price, H. James, Desmond M. Sharon. Roberts, M. Stephen


(1987). Development of a diabetes locus of control scale. Psychological
Reports 61(1987) 763-770.
Ferrer, M. Villasante, C. Alonso, J. Sobradillo, V. Gabriel, R. Vilagut, G. Masa,
J.F. Viejo, J.L. Jimenez-Ruiz, C.A. Miravitlles, M (2002). Interpretation of
quality of life scores from the st george’s respiratory questionnaire.
European Respiratory Journal 19(2002) 405-413 DOI:
10.1183/09031936.02.00213202
Fitts, W. H & Warren, H (1996). Tennesse Self-Concept Scale: TSCS:2. Los
Angeles: Western Psychological Services.
Fournier, Marijda. Ridder de Denise. Bensing, Jozien (2002). Optimism and
adaptation to chronic disease: the role of optimism in relation to self-care
options of type 1 diabetes mellitus, rheumatoid arthritis and multiple
sclerosis. British Journal of Health Psychology 2002(7), 409-432
Fritzpatrick, R, Fletcher, A, Gore, S, Jones, D, Spiegelhalter, D, Cox, D (1992).
Quality of life measures in health care: Application and issue in
assessment. Association of British Neurologist. BAl1 305(31) 1074-1077.
109

Gable, R. K, LaSalle, A. J, Cook, K. E (1973). Dimensionality of self-perception:


Tennesse self concept scale. Perceptual and Motor Skills. 36(1973) 551-
560.
Gana, Kamel (2012). Preface. Psychology of Self-Concept. (vii). New York: Nova
Science Publishers, Inc.
Ghazali, N, Roe, B, Lowe, D, Tandon, S, Jones, T, Brown, J, Shaw, R, Risk, J,
Rogers, S. N (2016). Screening for distress using the distress thermometer
and the university of washington quality of life in post-treatment head and
neck cancer survivors. Eur Arch Otorhinolaryngol 247(2017) 2253-2260
DOI 10.1007/s00405-017-4474-2
Gillison F. B. Standage, M. Skevington, S. M (2006). Relationship among
adolescents’ weight preceptions, exercise motivation, quality of life and
leisure-time exercise behaviour: a self-determination theory approach.
Health Education Research, 21(6) DOI:10.1093/her/cyl139
Grahn, B. Ekdahl, C. Borgquist, L (2000). Motivation as a predictor of changes in
quality of life and working ability in multidisiplinary rehabilitation.
Disability and Rehabilitation, 2000; 22(15) 639-654 ISSN 096-828 8
print/ISSN 1464-5165
Greene, A. Carolyn & Murdock, K. Klein (2013). Multidimensional control
beliefs, socioeconomic status, and health. Am J Health Behav.™
37(2):227-237
Haskas, Yusran. Suryanto. Widodo (2016). The effect of locus of control on the
diabetes mellitus patients intention in performing the dm control.
International Journal of Sciences Basic and Applied Research (IJSBAR)
(2016) 25(2) 130-136 ISSN:2307 4531
Ikatan Dokter Indonesia, 2016. Jakarta Diabetes Meeting 2016: Perawatan
Diabetes Secara Menyeluruh. Retrieved August 2018 from
http://www.idionline.org/berita/jakarta-diabetes-meeting-2016-perawatan-
diabetes-secara-menyeluruh/
Ims, K. J & Jakobsen, O. (2017). Quality of life. Integral Ecology and Sustainable
Business. doi.org/10.1108/S1572-832320170000026004.
Kaur, H, Kaur H, Venkateashan, M (2015). Factors determining family support
and quality of life of elderly population. International Journal of Medical
Science and Public Health. DOI: 10.5455/ijmsph.2015.2101201 5220.
Kaushal, R & Kwantes, T. C (2006). The role of culture and personality in choice
of conflict management strategy. International Journal Intercultural
Relations. DOI:10.1016/j.ijintrel.2006.01.001.
110

Keles, R (2012). The quality of life and the environment. Social and Behavioral
Sciences. 1877-0428 DOI: 10.1016/j.sbspro.2012.02.059.
Kemenkes, 2016. Menkes: Mari Kita Cegah Diabetes dengan Cerdik. Retrieved
August 2018 http://www.depkes.go.id/article/print/16040700002/menkes-
mari-kita-cegah-diabetes-dengan-cerdik.html
Kemenkes, 2017. Tekan angka kematian melalui program indonesia sehat dengan
pendekatan keluarga. Retrieved August 2018 from
http://www.depkes.go.id/pdf.php?id=17061600003
Kennedy, L. Barbara. Lynch, V. Gregory. Schwab, J. John (1998). Assessment of
locus of control in patients with anxiety and depressive disorders. Journal
of Clinical Psychology, 54(4), 509-515 (1998).
Kohler, M. P, Sapp, G.L, Kohler, E. T, Sandoval, R (2002). Tennessee self-
concept scale scores of urban african-american women. Psychological
Reports, University of Alabama at Birmingham. 91(2002), 915-919.
Konskenkorva, T, Koivunen, P, Panne, T, Teppo, H, Alho, O-P (2009). Factors
affecting quality of life impact of adult tonsillectomy. The Journal of
Laryngology & Ontology 123, 1010—1014 DOI:10.1017/S002221510900
5271.
Kostka, Tomasz & Jachimowicz, Violetta (2010). Relationship of quality of life to
dispositional optimism, health locus of control and slf-efficacy in order
subjects living in different environments. Quality of Life Research
19(2010), 351-361 DOI:10.1007/s11136-010-9601-0
Kraai, I. H. Vermeulen, K. M. Hillege, H. L. Jaarsma, T. Hoekstra, T (2017).
Optimism and quality of life in patients with heart failure. Palliative and
Supportive Care. DOI.org/10.1017/S1478951517001055
Laffrey, C. Shirley. Isenberg, Marjorie (2003). The relationship of internal locus
of control, value placed on health, perceived importance of exercise, and
participation in physical activity during leisure. International Journal of
Nursing Studies 40(2003) 453-459 DOI:10.1016/S0020-7489(03)00061-0
Lavenson, Hana (1973). Reliability and validity of the i, p and c scales-a
multidimensional view of locus of control. Americal Psychological
Association Convention.
Leary, M. R & Tangney, J. P (2012). Chapter 4: Self, self-concept, and identity.
Handbook of Self and Identity. (69-74). New York: The Guilford Press.
Low, Lee Lan. Tong, Seng Fah. Low, Wah Yun (2014). Mixed feelings about the
diagnosis of type 2 diabetes mellitus: a consequence of adjusting to health
related quality of life. Coll Antropol 38(1) 11-20
111

Lyu, Wei & Wilonsky, F. D (2017). The onset of adl difficult and changes in
health-related quality of life. Health and Quality of Life Outcomes 15(217)
DOI 10.1186/s12955-017-0792-8.
Malkoc, A (2011). Quality of life and subjective well-being in undergraduate
students. Social and Behavioral Sciences. 1877-0428 DOI:10.1016/
j.sbspro.2011.04.200.
Mannix, M. M. Feldman, M. Jonathan. Moody, Karen (2008). Optimism and
health-related quality of life in adolescents with cancer. Child: Care,
Health and Development DOI:10.1111/j.1365-2214.2008.00934.x
Marrero, D. Pan, Q. Barret-Connor, E. De Groot, M. Zhang, P. Percy, C. Florez,
H. Ackermann, R. Montez, M. Rubin, R. R (2014). Impact of diagnosis of
diabetes on health-related quality of life among high risk individuals: the
diabetes prevention program outcomes study. Qual Life Res. 2014
February 23(1): 75–88. DOI:10.1007/s11136-013-0436-3.
Martinez, V. Yolanda. Aguilar, A. Prado Carlos. Pacheco-Rascon, A. Ramon.
Martinez, J Valdivia Jose (2008). Quality of life associated with treatment
adherence in patients with type 2 diabetes: A cross-sectional study. BMC
Health Services Research 2008, 8(164) DOI:10.1186/1472-6963-8-164
Mayberry, S. Lindsay & Osborn, Y. Chandra (2012). Family support, medication
adherence and glycemic control among adults with type 2 diabetes.
American Diabetes Association Diabetes Care, 35(2012) DOI:
10.2337/dc11-2103
Mazanec, R. Susan. Daly, J, Barbara. Douglas, L. Sara. Lipson, R. Amy (2010).
The relationship between optimism and quality of life in newly diagnosed
cancer patients. Wolter Kluwer Health Cancer Nursing, 33(3), 2010
Mehroof, M & Griffiths, M. D (2010). Online gaming addiction: the role of
sensation seeking, self-control, neuroticism, aggression, state anxiety and
trait anxiety. Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking. DOI:
10.1089/cyber.2009.0229.
Mizohata, Sachie & Jadoul, Raynald (2012). Towards international and
interdisiplinary research collaboration for the measurements of quality of
life. Soc Indic Res 2013(111) 683-708 DOI 10.1007/s11205-012-0027-7
Moffitt, T. E, Arseneault, L, Belsky, D, Dickson, N, Hancox, R, J, Harrington, H,
Houts, R, Poulton, R, Roberts, B. W, Ross, S, Sears, M. R, Thomson, W.
M, Caspi, A (2010). A gradient of childhood self-control predict heath,
wealth, and public safety. Department of Psychology and Neuroscience
and Psychiatry and Behavioral Science. DOI /10.1073/pnas.10.10076108.
112

Mufti, W, N & Ullah, I. A (2015). Aggression, self control and quality of life
among working and non working women. European Journal of Bussiness
and Social Sciences. 132 – 140 ISSN: 2235-767X
Myers, H. Valerie. McVay, A. Megan. Brashear, M. Meghan. Johannsen, M. Neil.
Swift, L. Damond. Kramer, Kimberly. Harris, N. Melissa. Earnest, P.
Conrad. Church, S. Timothy (2013). Exercise training and quality of life in
individuals with type 2 diabetes. Diabetes Care 36(2013) 1884-1890,
DOI:10.2337/dc1201153
Nicolucci, A. Burns, Kovacs. K. Holt, R. I. G. Comaschi, M. Hermanns, N. Ishii,
H. Kokoszka, A. Pouwer, F. Skovlund, E. Stuckey, H. Tarkun, I. Vallis,
M. Wens, J. Peyrot, M (2013). Educational and psychological issues
diabetes attitudes, wishes and needs second study (DAWN2): Cross-
national benchmarking of diabetes-related psychosocial putcomes for
people with diabetes. Diabetic Medicine 2013 Diabetes UK DOI:
10.1111/dme.12245
Norris, Susan L. Engelgau, Michael M. Narayan, K M Venkat (2005).
Effectiveness of self-management training in type 2 diabetes. Diabetes
Translation, National Center for Chronic Disease Prevention and Health
Promotion, Centers for Disease Control and Prevention. Diabetes Care
24(2001) 561-587,
Oberle, Kathleen (1991). A decade of research in locus of control: What have we
learned? Journal of Advanced Nursing, 1991, 16, 800-806.
Odgen, J (2007). Chapter 17: Measuring Health Status. Dalam Conner, M &
Norman (eds). Health Psychology a textbook Fourth Edition. (393-400).
New York: Open University Press.
Osborn, Y. Chandra & Egede, E. Leonard (2010). Validation of an information-
motivation-behavioral skills model of diabetes self-care (IMB-DSC).
Patient Education and Counselling 79(2010) 49-54
DOI:10.1016/j.pec.2009.07.016
Park, L. Crystal & Gaffrey, E. Allison (2007). Relationship between psychosocial
factors and health behavior change in cancer survivors: An investigative
review. The Society of Behavioral Medicine 2007, 34(2) 115-134
Perez, Cassarino Luciana. Dell’Aglio, Debora Dalbosco (2014). Health related
quality of life and social support in adolescents with type 1 diabetes.
Spanish Journal of Psychology 17(2014), 108 1-9
DOI:10.1017/sjp.2014.101
Piers, E. V & Herzberg, D. S (2012). Introduction. Piers-Harris Children’s Self-
Concept Scale Second Edition Manual. (3-4). Retrieved from
https://www.wpspublish.com/store/p/2912/piers-harris-2-piers-harris-
childrens-self-concept-scale-second-edition
113

Pinquart, M & Pfeiffer, J. P (2013). Perceived social support in adolescents with


and without visual impairment. Research in Developmental Ability.
doi.org/10.1016/j.ridd.2014.08.004.
Preau, Marie. Vincent, Emmanuelle. Spire, Bruno. Reliquef, Veronique. Fournier,
Isabelle. Michelet, Christian. Leport, Cathrine. Morin, Michel (2005).
Helath-related quality of life and health locus of control beliefs among
hiv-infected treated patients. Journal of Psychosomatic Research 59(2005)
407-413 DOI:10.1016/j.jpsychores.2005.06.005
Przybylski, M (2010). Health locus of control theory in diabetes: a worthwhile
approach in managing diabetic foot ulcers? Journal of Wound Care 19(6),
June 2010
Pukeliene, Violeta, Starkauskiene, Viktorija (2011). Quality of life: factors
determining its measurement complexity. Inzinerine
Ekonomika_Engineering Economics, 2011, 22(2), 147-156
http://dx.doi.org/10.5755/j01.ee.22.2.311
Reiter, S & Bendov, D (1996). The self concept and quality of life of twi groups
of learning disabled adults living at home and in group homes. The British
Journal Of Development Disabilities, 42(83) 97-111,
DOI:10.1179/bjdd.1996.009 ISSNl:0969-7950
Rintala, Tuula-maria. Paavilainen, Eija. Astedt-Kurki, Paivi (2013). Everyday
living with diabetes described by family members of adult people with
type 1 diabetes. International Journal of Family Medicine 2013(967872),
1-8 http://dx.doi.org/10.1155/2013/967872
Rogers, S. N, Semple, C, Babb, M, Humphris, G (2016). Quality of life
considerations in head and neck cancer: United kingdom national
multidiciplinary guidelines. Journal of Laryngology & Otology.
DOI:10.1017/S0022215116000438.
Rosiek, Anna. Kornatowski, Tomasz. Maciejewska, F. Natalia. Kryszewka, R.
Aleksandra (2017). Wyzgowski, Przemyslaw. Leksowski, Krysztof.
Health behaviors of patients diagnosed with type 2 diabetes mellitus and
their influence on patients satisfaction with life. Therapeutics and Clinical
Risk Management 12(2016) 1783-1792.
Rotter, B. Julian (1966). Generalized expectancies for internal versus external
control of reinforcement. Psychological Monograph: General and Applied
80(609)
Rubbin, R. Richard & Peyrot, Mark (1999). Quality of life and diabetes.
Diabetes/Metabolism Research and Reviews, Diabetes Metab Res Rev
15(1999) 205-218 CCC 1520-7552/99/030205±14$17.50
114

Russo, T. Giuseppina. Scavini, Marina. Acmet, Elena. Bonizzoni, Erminio. Bosi,


Emanuele. Giorgino, Francesco. Tiengo, Antonio. Cucinotta, Domenico
(2016). The burden of structured self-monitoring of blood glucose on
diabetes-spesific quality of life and locus of control in patients with
noninsulin-treated type 2 diabetes: The Prisma Study. Diabetes
Technology & Therapeutcs 18(7), 2016 DOI: 10.1089/dia.2015.0358
Ruzeviciute, J & Akranaviciute, D (2007). Quality of life and it’s components
measurement. Vilnius University. ISSN: 1392-2785.
Saadat, Maryam. Ghasemzadeh, Azizreza. Karami, Soheila. Soleimani, Masha
(2012). Relationship between self esteem and locus of control in Iranian
University students. Social and Behavioral Sciences 31(2012) 530-535
Samadi, N, Savavi, M, Mahmoodi, M (2011). Impact of quality of life education
on self-concept among type 2 diabetes patients. Diabetes & Metabolism.
Doi.org/10.4172.2155-6156.1000132.
Saravi, F. K, Navidian, A, Tabas, E. E, Shad, T, S (2016). Prediction of the
quality of life in the adolescenta with diabetes based on self-efficacy.
Medical-Surgirical Nursing Journal. 5(3) 43-49.
Schrag, Anette. Jahanshahi, Marjan. Quinn, Niall (2000). What contributes to
quality of life in patients with parkinson disease? Department of
Neurology, Institute of Neurology, Queen Square, London Wc1N 3GB,
UK. 2000;69;308-312.
Sengul, Yesim. Kara, Blinge. Arda, M Nuri (2009). The relationship between
health locus of control and quality of life in patients with chronic low back
pain. Turkish Neurosurgery 2010 20(2)180-185.
Sharif, Saeed Pahlevan (2017). Locus of control, quality of life, anxiety and
depression among Malaysian breast cancer patients: the mediating role of
uncertainty. European Journal of Oncology Nursing 27(2017) 28-35
http://dx.doi.org/10.1016/j.ejon.2017.01.005
Siah, C. Poh. Tan, H. Jiunn (2017). Religious coping and god locus of health
control: their relationships to health quality of life among people living
with hiv in malaysia. Health Psychology Report- 5(1), 2017 doi:
10.5114/hpr.2017.62724
Smith, B. Peter. Trompenaars, Fons. Dugan, Shaun (1996). The rotter locus of
control scale in 43 countries: a test of cultural relativity. International
Journal of Psychology 30(3), 377-400
http://dx.doi.org/10.1080/00207599508246576
Smith, G. R, Johnston, M. V, Allen, J (2000). Self-care self efficacy, quality of
life, and depression after stroke. College of Nursing, Billanova University.
DOI:10/1053/mr.2000.3863.
115

Stake, Jayne. E (1994). Development and validation of the six-factor self concept
scale for adults. Educational and Psychological Measurement. DOI:
10.1177/0013164494054001006
Stanton, L. Annette. Revenson, A. Tracey. Tennen, Howard (2007). Health
psychology: psychological adjusment to chronic disease. The Annual
Review of Psychology DOI: 10.1146/annurev.psych.58.110405.085615
Stewart, E. Donna & Yuen, Tracy (2011). A systematic review of resilience in the
pshysically ill. The Academy of Psychosomatic Medicin Psychosomatics
2011:52:199–209
Swendeman, D, Comulada, W. S, Ramanathan, N, Lazar, M, Estrin, D (2014).
Reliability and validity of daily self-monitoring by smartphone application
for health-related quality of life, antiretroviral adherence, substance use,
and sexual behavior among people living with hiv. Springer Science +
Bussiness Media New York. DOI 10.1007/s10461-014-0923-8.
Tangney, J. P, Baumeister, R. F, Boone, A. L, (2004). High self control predicts
good adjustment, less pathology, better grades, and interpersonal success.
Journal of Personality. Blackwell Publishing.
Tejada, Hernandes. Lynch, Cheryl. Storm, Joni. Egede, Leonard (2012). Effect of
perceived control on quality of life in indigent adults with type 2 diabetes.
Diabetes Educ. 2012 ; 38(2) 256–262. DOI:10.1177/0145721711436135.
Thoits, P. A (2011). Mechanisms linking social ties and supporrt to physical and
mental health. Journal of Health and Social Behavior. Doi:
10.1177/0022146510395592. http://jhsb.sagepub.com
Thomas, J. Jemifer & Moring, C. John (2014). Development of a revised
generalized health-related self-concept inventory. Am J Health Behav.
2014; 38(4) 614-623 DOI: http://dx.doi.org/10.5993/AJHB.38.4.15
Trigwell, Peter. Grant, J. Peter. House, Allan (1997). Motivation and glycemic
control in diabetes mellitus. Journal of Psychosomatic Research,. 43(3)
307-315
Trikkalinou, Aikaterini. Papazafiropoulou, K. Athanasia. Melidonis, Andreas
(2017). Type 2 diabetes and quality of life. World Journal of Diabetes
8(4): 120-129 DOI:10.4239/wjd.v8.i4.120 ISSN 1948-9358
Vacchiano, R. B & Strauss, P. L (1970). Self-evaluating with favorable-
unfavorable response pattern. Fairleigh Dickinson University.
Veiga, F, Leite, A (2016). Adolescents’ Self Concept Short Scale: A Version of
PHCSCS. Social and Behavioral Sciences. 217(2016) 631-637
116

Vickery, C. Gontkovsky, T. Caroselli, J (2005). Self-Concept and quality of life


following acquired brain injury. Methodist Rehabilitation Center,
Neuropsychology Department ISSN 0269–9052 print/ISSN 1362–301X
DOI: 10.1080/02699050400005218
Waitman, Jorge. Caeiro, Gabriela. Gonzalez, A. R. Silvana. Re, P. Danila.
Daghero, Andrea. Gonzalez, D. Claudio. Umpierrez, E. Guillermo ( 2017).
Social vulnerability and hypoglycemia among patients with diabetes.
EndocrinolDiabetesNutr.2017; 64(2) 92-99
http://dx.doi.org/10.1016/j.endinu.2016.11.008
Wallston, S. Barbara. Wallston, A. Kenneth. Kaplan, D. Gordon. Maides, A.
Shirley (1976). Development and validation of health locus of control
(HLC) scale. Journal of Consulting and Clinical Psychology. 1976, 44(4),
580-585
Wielengaboiten, E. Janet. Heijenbrok, H. Majanka. Ribbers, M. Gerard (2015).
The relationship of health locus of control and health-related quality of life
in the chronic phase after traumatic brain injury. J Head Trauma
Rehabilitation 30(6) 424-431
DOI: 10.1097/HTR.0000000000000128

Wiesmann, U, Niehorster, G, Hannich, H. J, Hartmann, U (2008). Dimensions and


profiles of the generalized health-related self-concept. British Journal of
Health Psychology. 13, 755-771 doi: 10.1348/135910707X256699.
Williams, Joni. Lynch, Cheryl. Voronca, Delia. Egede, Leonard (2015). Health
locus of control and cardiovascular risk factors in veteran with type 2
diabetes. Springer Science+Bussiness Media New York. DOI
10.1007/s12020-015-0677-8
World Health Organization, Division of Mental Health and Prevention of
Substance Abuse (1997). http://who.int/iris/handle/10665/63482.
World Health Organization, 2017. Diabetes Key Facts. http://www.who.int/news-
room/fact-sheets/detail/diabetes
Xavier, F. M. F, Ferraz, M. P. T, Marc, N, Escostegus, N. U, Moriguchi, E. H
(2003). Elderly people’s definition of quality of life. Geriatric
Neuropsychiatric Ambulatory of the Institute of Gerontology of the
Chatolic University of the State of Rio Grande do Sul (PUCRS). 25(1):31-
9.
Zlatanovic, L, (2000). The role of the person’s self-concept in quality of life
research. The Scientific Journal Series Phylosophy and Sociology. 2(7)
391-397.
117

LAMPIRAN 1
Surat Izin Penelitian
118
119
120
121
122

LAMPIRAN 2

Kuesioner

Kuesioner Penelitian

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh


Kepada para responden/partisipan,
Semoga anda senantiasa dipermudah dalam segala urusan dan dalam lindungan Tuhan
Yang Maha Esa.

Perkenalkan saya Tiara Ersha Octari mahasiswa Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang saat ini melakukan penelitian dalam rangka menyelesaikan
skripsi. Untuk itu, saya memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk membantu saya mengisi
kuesioner apabila Bapak/Ibu memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Merupakan penderita diabetes
2. Sudah terdiagnosa oleh dokter
Dalam pengisian kuesioner, tidak ada jawaban benar ataupun salah dan setiap orang
memiliki jawaban yang berbeda-beda. Oleh karena itu, pilihlah jawaban yang paling sesuai
dengan diri anda.
Sesuai dengan kode etik penelitian, semua jawaban yang anda berikan akan dijamin
kerahasiaannya dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.
Atas kesediaan anda, saya ucapkan terima kasih

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Hormat saya,
Tiara Ersha Octari
0877-7026-5548/ 0813-8162-3490
tiaraersha@gmail.com
123

IDENTITAS RESPONDEN
Nama/Inisial :
Usia :
Jenis kelamin : P / L
No HP :
Domisili :
Pendidikan terakhir :
Pekerjaan :
± Terdiagnosis diabetes selama*:

Bersedia mengisi kuesioner ini tanpa adanya paksaan.


TTD

(Nama/Inisial)
124

PETUNJUK PENGISIAN KUESIONER


1. Bacalah sejumlah pertanyaan di bawah ini dengan teliti.
2. Anda diminta menjawab pertanyaan dan pernyataan di bawah ini.
3. Anda dimohon untuk memberikan jawaban sesuai dengan keadaan anda secara objektif
dengan memberikan tanda silang (X) pada salah satu kriteria untuk setiap pertanyaan yang
menurut anda paling tepat.
4. Skor yang diberikan tidak mengandung nilai jawaban benar-salah melainkan menunjukkan
kesesuaian penelitian anda terhadap isi setiap pertanyaan.
5. Pilihan jawaban yang tersedia adalah:
SKALA 1: Sangat buruk, Buruk, , Baik, Sangat Baik
SKALA 2: Sangat Tidak Setuju, Tidak Setuju, Setuju, Sangat Setuju
SKALA 3: Sangat Tidak Setuju, Tidak Setuju, Setuju, Sangat Setuju
6. Dimohon dalam memberikan penilaian tidak ada pertanyaan yang terlewatkan.

SKALA 1

No Pertanyaan Sangat Buruk Baik Sangat


Buruk Baik
1 Bagaimana menurut anda kualitas hidup anda?
2 Seberapa puas anda terhadap kesehatan anda?
3 Seberapa jauh rasa sakit fisik anda mencegah
anda dalam beraktifitas sesuai kebutuhan anda?
4 Seberapa sering anda membutuhkan terapi
medis untuk dapat berfungsi dalam kehidupan
sehari-hari anda?
5 Seberapa jauh anda menikmati hidup anda?
6 Seberapa jauh anda merasa hidup anda berarti?
7 Seberapa jauh anda mampu berkonsentrasi?
125

8 Secara umum, seberapa aman anda rasakan


dalam kehidupan anda sehari-hari?
9 Seberapa sehat lingkungan dimana anda
tinggal?
10 Apakah anda memiliki vitalitas yang cukup
untuk beraktivitas sehari-hari?
11 Apakah anda dapat menerima penampilan
tubuh anda?
12 Apakah anda memiliki cukup uang untuk
memenuhi kebutuhan anda?
13 Seberapa jauh ketersediaan informasi bagi
kehidupan anda dari hari ke hari?
14 Seberapa sering anda memiliki kesempatan
untuk bersenang-senang atau rekreasi?
15 Sebarapa baik kemampuan anda dalam
bergaul?
16 Seberapa puaskah anda dengan tidur anda?
17 Seberapa puaskah anda dengan kemampuan
anda untuk menampilkan aktivitas kehidupan
anda sehari-hari?
18 Seberapa puaskah anda dengan kemampuan
anda untuk bekerja?
19 Seberapa puaskah anda terhadap diri anda?
20 Seberapa puaskah anda dengan hubungan
personal/sosial anda?
21 Seberapa puaskah anda dengan kehidupan
seksual anda?
22 Seberapa puaskan anda dengan dukungan yang
126

anda peroleh dari teman anda?


23 Seberapa puaskah anda dengan kondisi tempat
anda tinggal saat ini?
24 Seberapa puaskah anda dengan akses anda
pada layanan kesehatan?
25 Seberapa puaskah anda dengan transprortasi
yang harus anda jalani?
26 Seberapa sering anda memiliki perasaan negatif
seperti ‘feeling blue’ (kesepian), putus asa,
cemas dan depresi?

SKALA 2

No Pernyataan Sangat Tidak Setuju Sangat


Tidak Setuju Setuju
Setuju
1 Jika saya menjaga diri, saya dapat
meminimalisir komplikasi penyakit diabetes
2 Hal utama yang memengaruhi apakah saya
akan mengalami komplikasi diabetes adalah
hal-hal yang saya lakukan sendiri
3 Apabila saya terhindar dari komplikasi diabetes,
hal tersebut karena usaha saya sendiri
4 Apabila diabetes saya tidak terkendali, maka
perilaku saya sendiri yang menentukan
seberapa cepat saya dapat mengendalikannya
lagi
5 Apabila saya melakukan hal yang benar, saya
127

dapat mengendalikan diabetes saya


6 Hal utama yang memengaruhi kendali diabetes
saya adalah apa yang saya lakukan untuk diri
saya
7 Berhubungan dengan orang yang memiliki
diabetes adalah cara terbaik untuk saya
menjauhi komplikasi diabetes
8 Saya mengalami komplikasi diabetes atau tidak,
sangat dipengaruhi oleh keluarga saya
9 Apabila saya dapat menghindari komplikasi
diabetes, hal tersebut karena orang lain
(contoh: dokter, suster, keluarga, teman) telah
merawat saya dengan baik
10 Saat saya dapat mengontrol diabetes saya, hal
tersebut karena orang lain (contoh: dokter,
suster, keluarga, teman) telah merawat saya
dengan baik
11 Keluarga saya sangat mempengaruhi apakah
diabetes saya terkendali atau tidak
12 Menjalin kontak dengan dokter secara rutin,
adalah cara terbaik untuk mengendalikan
deiabetes saya
13 Menghindari komplikasi diabetes sebagian
besar dipengaruhi oleh keberuntungan
14 Apapun yang saya lakukan, kemungkinan besar
saya akan mengalami komplikasi diabetes
15 Jika sudah takdirnya, maka diabetes saya akan
tetap terkendali
128

16 Ketika diabetes saya tidak terkontrol, biasanya


diakibatkan oleh ketidaksengajaan
17 Apapun yang saya lakukan, kemungkinan besar
diabetes saya akan tetap tidak terkontrol
18 Sebagian besar hal yang memengaruhi diabetes
saya terjadi karena ketidaksengajaan

SKALA 3

No Pernyataan Sangat Tidak Setuju Sangat


Tidak Setuju Setuju
Setuju
1 Saya adalah orang yang bahagia
2 Saya sering merasakan perasaan yang baik
3 Saya merasa puas
4 Saya melihat kedepan dengan percaya diri
5 Saya menerima diri saya apa adanya
6 Saya selalu menjaga kesehatan saya
7 Secara umum, saya mempraktikkan perilaku
sehat
8 Saya secara aktif menjaga kesehatan saya
9 Kesehatan merupakan sebuah nilai bagi saya
yang harus dipertahankan dan dijaga
10 Saya tahu saya dapat memengaruhi kesehatan
saya secara efektif
11 Saya semakin sering menderita gejala fisik
12 Dalam beberapa minggu terakhir, saya sering
129

sakit
13 Saya adalah tipe orang yang rapuh
14 Sistem imun saya bekerja dengan baik
15 Selama dua minggu terakhir, saya merasa sehat
dan bugar
16 Gaya hidup saya berisiko (terkena penyakit)
17 Di masa lalu, saya sering berperilaku tidak
sehat
18 Saya merasa perilaku tidak sehat itu
menyenangkan
19 Saya adalah tipe orang yang berisiko (terkena
penyakit)
20 Saya terbiasa berperilaku tidak sehat
21 Saya percaya bahwa kegiatan preventif dalam
kesehatan tidak memiliki pengaruh apa-apa
22 Seringkali, saya merasa tidak berdaya dengan
perilaku saya yang tidak sehat
23 Saya sakit atau tidak, tergantung pada takdir
24 Saya tidak merasa terganggu dengan perilaku
saya yang (dapat) membahayakan kesehatan
25 Saya tidak percaya bahwa saya dapat
mencegah penyakit dengan menerapkan
perilaku yang sehat
130

LAMPIRAN 3

Syntax & Path Diagram CFA

Syntax Kualitas Hidup


UJI VALIDITAS KONSTRUK KUALITAS HIDUP
DA NI=26 NO=157 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10
ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19
ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ITEM24 ITEM25 ITEM26
PM SY FI=KH.COR
MO NX=26 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
KH
FR TD 23 9 TD 20 15 TD 17 10 TD 2 1 TD 4 3 TD 6 5 TD 22 20 TD 25
24 TD 25 13 TD 19 10 TD 8 7 TD 13 7 TD 22 8 TD 15 12 TD 25 9 TD 8
9 TD 23 8 TD 21 7 TD 8 2 TD 10 5 TD 22 11 TD 11 5 TD 9 6 TD 17 9
TD 14 10 TD 16 9 TD 15 9 TD 25 9 TD 25 6 TD 25 14 TD 16 13 TD 23 1
TD 26 17 TD 23 2 TD 12 11 TD 20 5 TD 18 1 TD 20 1 TD 21 11 TD 7 1
TD 8 1 TD 15 1 TD 12 2 TD 24 3 TD 20 3 TD 24 4 TD 24 18 TD 25 18
TD 11 6 TD 13 9 TD 23 10 TD 16 4 TD 9 4 TD 7 3 TD 24 11 TD 17 13
TD 13 10 TD 16 14 TD 18 17 TD 18 7 TD 18 10 TD 18 12 TD 18 8 TD 22
18 TD 18 14 TD 26 19 TD 21 6 TD 21 3 TD 25 15 TD 25 20 TD 15 14 TD
14 2
PD
OU SS TV MI
131

Syntax Disposisi Pelindung Kesehatan


UJI VALIDITAS KONSTRUK DISPOSISI KESEHATAN
DA NI=5 NO=157 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5
PM SY FI=DISP.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
DISP
FR TD 2 1 TD 5 2 TD 5 3
PD
OU SS TV MI

Syntax Motivasi Menjaga Kesehatan


UJI VALIDITAS KONSTRUK MOTIVASI KESEHATAN
DA NI=5 NO=157 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5
PM SY FI=MOTVS.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
MOTVS
PD
OU SS TV MI
132

Syntax Kerentanan
UJI VALIDITAS KONSTRUK KERENTANAN
DA NI=5 NO=157 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5
PM SY FI=RENTAN.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
RENTAN
FR TD 4 1
PD
OU SS TV MI
133

Syntax Kebiasaan Berisiko Kesehatan


UJI VALIDITAS KONSTRUK KEBIASAAN BERISIKO
DA NI=5 NO=157 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5
PM SY FI=RISIKO.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
RISIKO
FR TD 3 2 TD 3 1
PD
OU SS TV MI

Syntax Motivasi Ekstrinsik Penghindaran


UJI VALIDITAS KONSTRUK MOTIVASI PENGHINDARAN
DA NI=5 NO=157 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5
PM SY FI=PGHINDAR.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
PGHINDAR
FR TD 5 1
PD
OU SS TV MI
134

Syntax Internalitas
UJI VALIDITAS KONSTRUK INTERNALITAS
DA NI=6 NO=157 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6
PM SY FI=INTER.COR
MO NX=6 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
INTER
FR TD 6 4 TD 6 5 TD 6 1 TD 2 1 TD 5 2
PD
OU SS TV MI
135

Syntax Eksternalitas Kuat Lainnya


UJI VALIDITAS KONSTRUK EKSTERNALITAS KUAT
DA NI=6 NO=157 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6
PM SY FI=EKS.COR
MO NX=6 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
EKS
FR TD 5 2 TD 3 2
PD
OU SS TV MI

Syntax Peluang Eksternalitas


UJI VALIDITAS KONSTRUK PELUANG EKSTERNALITAS
DA NI=6 NO=157 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6
PM SY FI=EKSL.COR
MO NX=6 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
EKSL
FR TD 6 4 TD 5 2 TD 4 3 TD 6 5 TD 3 1
PD
OU SS TV MI
136
137

Lampiran 4
Output Deskriptif dan Regresi

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

KualitasHidup 157 18,97 70,09 49,9999 9,71459


Internalitas 157 19,49 62,76 49,9996 9,55175
EksternalitasKuatLainnya 157 23,94 62,83 49,9999 9,72308
PeluangEksternalitas 157 32,75 74,42 50,0000 9,36295
DisposisiPelindungKesehatan 157 23,13 62,33 49,9993 9,47852
MotivasiMenjagaKesehatan 157 20,45 63,43 50,0005 9,45622
Kerentanan 157 34,66 68,36 49,9996 9,60429
KebiasaanBerisikoKesehatan 157 31,80 74,03 50,0003 9,30867
MotivasiEkstrinsikPenghindaran 157 34,39 76,50 50,0007 8,67567
Valid N (listwise) 157

Model Summary
Model R R Square Adjusted R Std. Error of the Change Statistics
Square Estimate R Square F df1 df2
Sig. F
Change Change Chang
e
a
1 ,872 ,761 ,748 4,87737 ,761 58,859 8 148 ,000
a. Predictors: (Constant), MotivasiEkstrinsikPenghindaran, EksternalitasKuatLainnya, PeluangEksternalitas,
Kerentanan, Internalitas, MotivasiMenjagaKesehatan, KebiasaanBerisikoKesehatan,
DisposisiPelindungKesehatan

a
ANOVA

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.


b
Regression 11201,493 8 1400,187 58,859 ,000
1 Residual 3520,736 148 23,789

Total 14722,229 156

a. Dependent Variable: KualitasHidup


b. Predictors: (Constant), MotivasiEkstrinsikPenghindaran, EksternalitasKuatLainnya,
PeluangEksternalitas, Kerentanan, Internalitas, MotivasiMenjagaKesehatan,
KebiasaanBerisikoKesehatan, DisposisiPelindungKesehatan
138

a
Coefficients

Model Unstandardized Standardized t Sig.


Coefficients Coefficients

B Std. Beta
Error

(Constant) 6,901 7,037 ,981 ,328

Internalitas ,289 ,056 ,284 5,186 ,000

EksternalitasKuatLainnya ,105 ,044 ,105 2,413 ,017

PeluangEksternalitas ,024 ,050 ,023 ,479 ,632

DisposisiPelindungKesehatan ,433 ,069 ,422 6,271 ,000


1
MotivasiMenjagaKesehatan ,176 ,065 ,171 2,721 ,007

Kerentanan -,087 ,052 -,086 -1,652 ,101

KebiasaanBerisikoKesehatan ,063 ,065 ,061 ,973 ,332

MotivasiEkstrinsikPenghindara -,141 ,065 -,126 -2,157 ,033


n

a. Dependent Variable: KualitasHidup

Model Summary

Model R R Square Adjusted R Std. Error Change Statistics


Square of the R Square F df1 df2 Sig.
Estimate Change Change F
Cha
nge
a
1 ,697 ,486 ,482 6,98893 ,486 146,406 1 155 ,000
b
2 ,740 ,548 ,542 6,57607 ,062 21,074 1 154 ,000
c
3 ,752 ,566 ,557 6,46464 ,018 6,355 1 153 ,013
d
4 ,855 ,731 ,724 5,10193 ,166 93,646 1 152 ,000
e
5 ,864 ,746 ,738 4,97333 ,015 8,963 1 151 ,003
f
6 ,868 ,753 ,743 4,92045 ,007 4,263 1 150 ,041
g
7 ,868 ,753 ,742 4,93682 ,000 ,007 1 149 ,932
h
8 ,872 ,761 ,748 4,87737 ,008 4,654 1 148 ,033

a. Predictors: (Constant), Internalitas


b. Predictors: (Constant), Internalitas, EksternalitasKuatLainnya
c. Predictors: (Constant), Internalitas, EksternalitasKuatLainnya, PeluangEksternalitas
d. Predictors: (Constant), Internalitas, EksternalitasKuatLainnya, PeluangEksternalitas,
DisposisiPelindungKesehatan
139

e. Predictors: (Constant), Internalitas, EksternalitasKuatLainnya, PeluangEksternalitas,


DisposisiPelindungKesehatan, MotivasiMenjagaKesehatan
f. Predictors: (Constant), Internalitas, EksternalitasKuatLainnya, PeluangEksternalitas,
DisposisiPelindungKesehatan, MotivasiMenjagaKesehatan, Kerentanan
g. Predictors: (Constant), Internalitas, EksternalitasKuatLainnya, PeluangEksternalitas,
DisposisiPelindungKesehatan, MotivasiMenjagaKesehatan, Kerentanan, KebiasaanBerisikoKesehatan
h. Predictors: (Constant), Internalitas, EksternalitasKuatLainnya, PeluangEksternalitas,
DisposisiPelindungKesehatan, MotivasiMenjagaKesehatan, Kerentanan, KebiasaanBerisikoKesehatan,
MotivasiEkstrinsikPenghindaran

Anda mungkin juga menyukai