DISERTASI
Oleh
RINA AMELIA
108111008/IKM
UNIVERSITAS SUMATERA
MODEL PERILAKU SELF CARE PENGARUHNYA TERHADAP
KUALITAS HIDUP (QUALITY OF LIFE), KONTROL METABOLIK,
DAN KONTROL LIPID PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2
DI KOTA BINJAI
DISERTASI
Oleh
RINA AMELIA
108111008/IKM
UNIVERSITAS SUMATERA
UNIVERSITAS SUMATERA
PERNYATAAN
DISERTASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam disertasi ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar doktor di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka
Rina Amelia
108111008/IKM
UNIVERSITAS SUMATERA
Telah diuji
Pada Tanggal : 23 Agustus 2017
UNIVERSITAS SUMATERA
ABSTRAK
Kata kunci: Model perilaku self care, kualitas hidup, kontrol metabolik, kontrol
lipid
UNIVERSITAS SUMATERA
ABSTRACT
The aim of the study was to create a model of self-care behavior of Type 2
diabetic patients in Binjai City and to analyze the effect of the model with the
quality of life, metabolic control and lipid control of the diabetic patient. This
research is a survey research with explanatory research type with cross sectional
approach. The study population was all patients of Type 2 Diabetes Mellitus who
came and control at 8 primary health centers in Binjai City. The sample of
research as many as 115 people with the method of sampling by consecutive
sampling that is based on predetermined criteria. Data were analyzed descriptively
and inferentially, hypothesis test was done by path analysis, to test the suitability
of model using godness of fit test. The Structural Equation Model analysis was
performed using Amos 16.0
The results showed the formation of self-care behavior model in Binjai city that
good psychometric value (valid, reliable and fit modeling). The model is formed
from seven indicators namely knowledge, attitude, communication, financing,
family support, motivation, and self efficacy. The seven indicators have
contributed to the formation of good self-care behavior, the results showed that
motivation is the greatest indicator of contribution to self-care behavior. The
results showed that there was influence between self care behavior with quality of
life, metabolic control and lipid control of DM Type 2 patients in Binjai City
Keywords: Self care behavior model, quality of life, metabolic control, lipid
control
UNIVERSITAS SUMATERA
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
Rahmat dan Karunia yang tiada henti sehingga dapat menyelesaikan disertasi
yang berjudul “Model Perilaku Self Care Pengaruhnya Terhadap Kualitas
Hidup (Quality of Life), Kontrol Metabolik, dan Kontrol Lipid Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 di Kota Binjai”. Disertasi ini merupakan prasyarat
dalam memperoleh gelar Doktor dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat pada
Program Doktor Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.
Terima kasih yang tidak terhingga dan penghargaan yang setinggi-
tingginya saya ucapkan kepada Prof. dr. Aznan Lelo, PhD, Sp.FK dan Prof. Dr.
dr. Harun Alrasyid Damanik, SpPD, SpGK(K), FINASIM Selaku Promotor; Prof.
Dr. dr. Dharma Lindarto, SpPD, KEMD, FINASM selaku co-promotor 1 dan Dr.
Ir. Erna Mutiara, M.Kes selaku co-promotor 2, yang dengan penuh perhatian dan
keikhlasan hati telah meluangkan waktu untuk memberikan dorongan, bimbingan,
masukan dan arahan semenjak saya mulai menyusun disertasi sampai pada hingga
selesai pendidikan ini.
Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan dukungan dari pihak lain maka
disertasi ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini saya menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih
kepada:
1. Rektor Universitas Sumatera Utara Bapak Prof. Dr. Runtung, SH., M. Hum.
beserta staf atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan sehingga saya dapat
menyelesaikan pendidikan ini.
2. Dekan Fakultas Kedokteran Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) beserta
staf yang telah memberikan saya izin, fasilitas dan dukungan sehingga saya
dapat menyelesaikan pendidikan ini
3. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si
beserta staf atas kesempatan dan fasilitas serta dukungan yang diberikan
sehingga saya dari mulai perkuliahan sampai dapat menyelesaikan pendidikan
ini.
4. Ketua Program Studi S2/S3 IKM Ibu Ir. Etty Sudaryati, MKM, PhD beserta
staf atas kesempatan dan dukungan serta perhatian yang diberikan sehingga
saya dapat menyelesaikan pendidikan ini.
5. Kepada: Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M, Dr. Drs. Zulfendri, SKM, Dr. dr.
Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes, dan Dr. Juanita, SE. M.Kes selaku penguji
sejak tahap kolokium sampai ujian promosi yang telah berkenan memberikan
masukan-masukan yang sangat berharga untuk lebih menyempurnakan
penulisan disertasi ini.
6. Seluruh staf pengajar Program Doktoral pada Fakultas Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang memberikan bekal keilmuan
yang bermanfaat bagi saya.
7. Seluruh Staf Pengajar Kedokteran Komunitas: Ketua Departemen Kedokteran
Komunitas Dr. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes, Dr. dr. Juliandi Harahap,
MA, dr. Yuki Yunanda, M.Kes, Dr. dr. Isti Ilmiati Fujiati, MSc.CMFM, Dr.
Zulkifli, MSi, dr. Ismiralda Siregar, M.Kes, dr. Putri Eyanoer, MS Epi, PhD,
UNIVERSITAS SUMATERA
Sri Lestari, SP, M.Kes, serta Prianda yang telah memberikan bantuan dan
dukungan selama masa pendidikan, semoga menjadi amal sholeh dan dicatat
sebagai pahala.
8. Kepala Dinas Kesehatan Kota Binjai dan Kepala Puskesmas Kota Binjai yang
telah memberikan izin untuk melakukan penelitian dan semua bantuan
sehingga penelitian dapat terlaksana dengan baik.
9. Para pegawai puskesmas di Kota Binjai yang membantu terlaksananya
penelitian ini.
10. Seluruh pasien Diabetes Melitus Tipe 2 yang datang ke 8 puskesmas di Kota
Binjai, terima asih atas kesediaan dan waktu luangnya, semoga selalu sehat
dan teratur dalam berobat.
11. Kepada Sahabatku dr. Rusdiana, M.Kes dan dr. Maya Savira, M.Kes yang
telah menjadi Tim yang baik dalam penelitian, trima kasih buat persahabatan
dan kerjasamanya semoga kita dapat bekerjasama lagi di penelitian lainnya
dan semoga segera melanjutkan sekolah ke jenjang doktoral.
12. Kepada para enumerator yang telah membantu dalam proses pengambilan
data dan proses di lapangan
13. Teman-teman seperjuangan mahasiswa Program Doktoral angkatan 2010
Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah
memberikan dukungan dan semangat sejak awal perkuliahan sampai
selesainya disertasi ini.
14. Secara khusus, terima kasih yang tidak terhingga dan penghargaan yang
setinggi-tingginya ananda ucapkan kepada yang mulia Ibunda Alm. Hj.
Maryati Kahar dan Ayahanda Alm Drs. Agustaman guru-guru hebat yang
telah mengasuh, mendidik, membesarkan dan mendoakan kami dengan penuh
kesabaran, keteladanan dan pengorbanan yang tiada berhingga. Semoga
diampuni segala kesalahan mereka, diterima amal ibadahnya dan mereka
ditempatkan dalam sorga Allah SWT bersama dengan orang-orang yang
beriman, Aamin YRA, dan semoga Ama dan Apa dapat tersenyum bangga
melihat ananda yang telah menyelesaikan sekolah yang seperti yang Ama dan
Apa harapkan
15. Kepada mertua Ibunda Sarjilah dan ayahanda Alm. Sarjio yang telah
mencintai, menyayangi, memberikan semangat dan doa yang tidak pernah
putus kepada ananda, Kepada Ibunda Sarjilah terima kasih buat
kesabarannya, semoga ibunda selalu sehat dan panjang umur, Aamiin.
16. Kepada suamiku tercinta dr. Hendri Wijaya, M.Ked (Ped), Sp.A, DTM&H
terima kasih untuk cinta kasih, dukungan serta semangat yang diberikan
kepada istrimu sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini dan mohon
maaf untuk segala kealpaan dan kelalaian selama pendidikan.
17. Kepada anak-anakku : M. Faiz Lutfi Wijaya, M. Attar Fadhil Wijaya, dan
Fathir Ahmad Wijaya, terima kasih nak untuk kebahagiaan dan pengertian
yang kalian berikan kepada Bunda terutama selama Bunda sekolah, kalian
adalah penyemangat bunda, Bunda minta maaf atas kehilangan waktu
bermain bersama mudah-mudahan kalian menjadi anak-anak yang sholeh dan
dapat menempuh pendidikan yang lebih lagi dari ayah dan bunda
UNIVERSITAS SUMATERA
18. Kepada Abang Dr. Drs. Aries Tanno, MSi. Ak. CA, Uni Trisna Dewi, SIP,
Uni Anne Putri, SE, MSc, Ak, CA serta kakak dan abang ipar Uni Gusmayeni
Amd, Pip Davindra S.Sos. Orang-orang terdepan yang selalu mendukung
tanpa pamrih, yang telah memberikan dukungan, motivasi, semangat dan
selalu mendoakan yang terbaik untuk adik tercintanya.
19. Keponakan tercinta Hanif, Salsa, Hafizh, Ica. Trima kasih buat doa-doanya
buat bunda, semoga kalian sukses dalam studinya.
RINA AMELIA
UNIVERSITAS SUMATERA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS DIRI
UNIVERSITAS SUMATERA
IV. PUBLIKASI ILMIAH
1. The Correlation Between Body Mass Index and Self-Efficacy with Blood
Glucose Level in Type 2 Diabetes Mellitus. Advanced Science Letters,
Volume 23, Number 4, April 2017, pp. 3606-3609(4)
ISSN: 1936-6612 (Print): EISSN: 1936-7317 (Online). Copyright ©
2000-2017 American Scientific Publishers. All Rights Reserved.
http://www.aspbs.com/science.htm
2. The Correlation Between the Level of HbA1c with Total Serum
Cholesterol of Uncontrolled Type 2 Diabetes Mellitus Patients in Binjai,
Sumatera Utara
Advanced Science Letters, Volume 23, Number 4, April 2017, pp. 3610–
3613 (2017).ISSN: 1936-6612 (Print): EISSN: 1936-7317 (Online).
Copyright © 2000-2017 American Scientific Publishers. All Rights
Reserved. http://www.aspbs.com/science.htm
3. The Correlation Between Self Care Behavior and the Level of Hba1c of
the Patients with Diabetes Mellitus Type 2 in Binjai City, Sumatera Utara
Province
Publication : phico-16. Part of Series: Advances in Health Sciences
Research
ISBN: 978-94-6252-333-3. ISSN: 2468-5739
4. Anthropometric Correlation with Blood Glucose Level in Community
Health Center Tuntungan, in Medan City. Publication : phico-16. Part of
Series: Advances in Health Sciences Research. ISBN: 978-94-6252-333-
3. ISSN: 2468-5739
5. Self-Efficacy of Relationship with The Quality of Life of Type 2 Diabetes
Patients In Tuntungan Community Health Centers (Puskesmas) Medan.
PONTE Journal (Italy). Vol. 72, Issue 12, Desember 2016. ISSN
0032423X, ISSN On-line 0032-6356
6. The Relationship Between Type 2 Diabetes Mellitus and The Occurrence
of Stroke Among Neurology Patients At Haji Adam Malik Hospital
Medan Indonesia. PONTE Journal (Italy). Vol. 72, Issue 10, Oktober
2016. ISSN 0032423X, ISSN On-line 0032-6356
7. The Correlation between Level of Diabetic Patients’ Knowledge with
Quality of Life in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus at Haji Adam
Malik Hospital Medan. The 8th Chemical Engeneering on Science and
Application (AIC-UNSYAIH and ChESA) UNSYIAH – ISSN: 2089-
208X. Banda Aceh, 9-11 September 2015.
8. Hubungan Perilaku Perawatan kaki dengan Terjadinya Komplikasi Luka
Kaki Diabetes pada pasien DM Tipe 2 di Puskesmas Tuntungan
UNIVERSITAS SUMATERA
Medan.(Prosiding Seminar nasional dalam Rangka Dies Natalis USU ke-
64). ISBN : 970-458-925-X
9. The Correlation Between Body Mass Index and Self-Efficacy with Blood
Glucose Level in Type 2 Diabetes Mellitus. Proceeding of : International
Conference on Public Health for Tropical and Coasta Development
(ICOPH-TCD 2016). Semarang, Indonesia. October 15 th-17th 2016.
ISBN: 978-602-74235-5-8
10. The Correlation Between the Level of HbA1c with Total Serum
Cholesterol of Uncontrolled Type 2 Diabetes Mellitus Patients in Binjai,
Sumatera Utara
Proceeding of : International Conference on Public Health for Tropical
and Coasta Development (ICOPH-TCD 2016). Semarang, Indonesia.
October 15 th-17th 2016. ISBN: 978-602-74235-5-8
11. Characteristics of Type 2 Diabetes Mellitus Patients Based on Blood
Sugar Level and Hba1c in Binjai Public Health Centres. Advanced
Science Letters, Volume 23, Number 4, April 2017, pp. pp. 3599-3601(3)
(2017).ISSN: 1936-6612 (Print): EISSN: 1936-7317 (Online).Copyright
© 2000-2017 American Scientific Publishers. All Rights Reserved.
http://www.aspbs.com/science.htm
12. Pengaruh Motivasi Berprestasi terhadap Kinerja Perawat dalam Asuhan
Keperawatan Pasien Gangguan Jiwa di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Provinsi Sumatera Utara, Medan. Majalah Kedokteran Nusantara (The
Journal of Medical School) tahun 2009. ISSN : 0216-325X (Tesis)
vi
UNIVERSITAS SUMATERA
8. Workshop Pengembangan Keterampilan Soft Skill/Tutorial dalam
Pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Angkatan I
Tahun 2014, Medan 22 April 2014.
9. Pelatihan Analisis Survival pada Penelitian Klinis (Medan 12
Maret 2014)
10. Pelatihan Item Development & Item Review
11. CBT, Medan 13 Februari 2014
12. Workshop Implementasi Sistem Mutu Universitas Sumatera Pengelola
Baru Gugus Jaminan Mutu (GJM) dan Gugus Kendali Mutu (GKM)
siklus 6 tahun 2013.
13. Workshop nasional penguji dan pelatih PS OSCE UKDI (11
November 2012)
14. Workshop Pengembangan Kompetensi Dokter Keluarga. PT. ASKES
(PERSERO) Divisi Regional I` Berastagi 30-31 Mei 2012 Manajemen
Utara Unit
15. Pelatihan Dosen Pembimbing Karta Tulis Ilmiah Mahasiswa Fakultas
Kedokteran USU, Medan, 3-4 Februari 2012
16. Pelatihan Penulisan Manuscript untuk Jurnal Elektronik. FK USU,
Medan, 1 November 2012.
17. Training Fasilitator Evidence Based Medicine, Medan 9-10 2012
18. Workshop Analisis Data dengan CONTENT ANALYSIS 7 WEFT-
QDA, Medan 31 Januari 2012
UNIVERSITAS SUMATERA
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK...........................................................................................................i
ABSTRACT........................................................................................................ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................iii
RIWAYAT HIDUP............................................................................................v
DAFTAR ISI.....................................................................................................viii
DAFTAR TABEL..............................................................................................ix
DAFTAR GAMBAR.........................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................xiii
BAB 1. PENDAHULUAN..............................................................................1
1.1 Latar Belakang........................................................................1
1.2 Permasalahan..........................................................................11
1.3 Tujuan Penelitian....................................................................11
1.4 Hipotesis Penelitian................................................................12
1.5 Tujuan Penelitian....................................................................13
UNIVERSITAS SUMATERA
Kualitas Hidup........................................... .....................
2.6 Rangkuman Jurnal Penelitian Self Care.................................50
2.7 Konsep Perilaku......................................................................60
2.8 Landasan Teori........................................................................66
2.6 Kerangka Konsep Penelitian...................................................70
UNIVERSITAS SUMATERA
Dimensi Kualitas Hidup................................................98
4.3.3 Kontrol Metabolik dan Lipid Pasien............................99
Diabetes
4.4 Analisis Faktor Konfirmatori….............................................100
4.4.1 Analisis Faktor Konfirmatori Self
care............................................................................100
4.4.2 Analisis Faktor Konfirmatori
Kualitas Hidup…........................................................102
4.4.3 Analisis Faktor Konfirmatori
Metabolik…................................................................103
4.4.4 Analisis Faktor Konfirmatori Lipid............................104
4.5 Analisis Structural Equation Model 105
(SEM) Lengkap…………………………... ........................
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................158
LAMPIRAN......................................................................................................174
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
UNIVERSITAS SUMATERA
2.1 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan
Penyaring dan Diagnosis DM........................................................ 26
2.2 Domain Penilaian Kualitas Hidup Instrumen WHOQoL-BREF.. 31
2.3 Penelitian Perilaku Self Care Serta Faktor yang
Memengaruhinya dan Hubungan Perilaku Self Care dengan
Kontrol Metabolik Pada Pasien DM Tipe 2................................. 51
3.1 Distribusi Jumlah Pasien Diabetes Berdasarkan Puskesmas…… 76
3.2 Definisi Operasional Variabel Laten Eksogen/ Variabel
Independen………………………………………………………. 78
3.3 Definisi Operasional Variabel Laten Endogen/ Variabel
Dedependen…………………………………………………........ 78
3.4 Definisi Operasional Variabel Indikator Self Care…………….... 79
3.5 Definisi Operasional Variabel Sosiodemografi Penelitian............ 80
3.6 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Perilaku Self Care 83
3.7 Model Persamaan……………………………………………….... 88
3.8 Goodness of Fit Indices 91
4.1 Distribusi Karakteristik Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Kota 95
Binjai............................................................................
4.2 Karakteristik Perilaku Self Care Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 97
di Kota Binjai.................................................................................
4.3 Distribusi Dimensi Perilaku Self Care Pasien Diabetes Melitus 97
Tipe 2 di Kota Binjai......................................................................
4.4 Karakteristik Kualitas Hidup Pasien Diabetes.............................. 98
4.5 Distribusi Kategori Kualitas Hidup Pasien Diabetes.................... 98
4.6 Distribusi Dimensi Kualitas Hidup Pasien Diabetes.................... 99
4.7 Distribusi Nilai Parameter Kontrol Metabolik dan Lipid Pasien 100
Diabetes…………………………………………………………
4.8 Indeks Pengujian Kelayakan Model SEM Sebelum Modifikasi.. 106
4.9 Indeks Pengujian Kelayakan Structural Equation Model (SEM) 108
4.10 Hasil Uji Regression Weight……………………………………. 109
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
3.1 Skema Analisis Model Penelitian……………………… 88
4.1 Uji Konfirmatori Self care…………………………………… 101
4.2 Uji Konfirmatori Kualitas Hidup………………………… 102
4.3 Uji Konfirmatori Metabolik……………………………… 103
4.4 Uji Konfirmatori Lipid………………………………… 104
4.5 Uji Model Struktural Sebelum Modifikasi……………… 105
4.6 Uji Model Struktural Sesudah Modifikasi……………… 107
xi
UNIVERSITAS SUMATERA
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
UNIVERSITAS SUMATERA
1
BAB 1
PENDAHULUAN
tingkat prevalensi global penderita DM pada tahun 2014 sebesar 8,3% dari
menjadi 387 juta kasus, diperkirakan sebanyak 415 juta penduduk dunia sekarang
menderita diabetes dan diprediksi tahun 2040 jumlah insiden diabetes akan
mengalami peningkatan sebesar 642 juta pada rentang usia 20-79 tahun. Diabetes
juga diprediksi akan menjadi penyebab utama kematian ke-7 pada tahun 2030 dan
semula 8,4 juta penderita di tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta di tahun 2030.
penderita diabetes sejumlah 8,5 juta penderita setelah Cina, India dan Amerika
Serikat, Brazil, Rusia, Mexico (IDF, 2015). Angka kejadian DM menurut data
Riskesdas (2013) terjadi peningkatan dari 1,1% di tahun 2007 meningkat menjadi
2,1% di tahun 2013 dari keseluruhan penduduk sebanyak 250 juta jiwa. Data
1
UNIVERSITAS SUMATERA
2
mencapai 9,1 juta orang. Sekarang ini Indonesia disebut-sebut telah bergeser naik,
dari peringkat ke-7 menjadi peringkat ke-5 teratas negara-negara dengan jumlah
penderita diabetes terbanyak dunia. Hal ini tentu sangat memprihatinkan, karena
tersebut lebih tinggi dibanding dengan tahun 2007 (1,1%). Prevalensi diabetes di
Indonesia yang telah didiagnosis dokter adalah 1,4%, jumlah ini diperkirakan
akan terus meningkat (Depkes RI, 2013). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan
prevalensi diabetes yang cukup berarti. Prevalensi tertinggi diabetes pada umur ≥
15 tahun menurut diagnosis dokter / gejala hasil Riskesdas tahun 2013 adalah di
Provinsi Sulawesi Tengah (3,7%), kemudian disusul Sulawesi Utara (3,6%) dan
kenaikan prevalensi terbesar adalah Provinsi Sulawesi Selatan, yaitu 0,8% pada
tahun 2007 menjadi 3,4% pada 2013. Provinsi dengan penurunan prevalensi
terbanyak adalah Provinsi Papua Barat, yakni 1,4% pada tahun 2007 menjadi
1,2% pada tahun 2013 (Depkes RI, 2013). Prevalensi penderita diabetes di
Sumatera Utara pada tahun 2013 adalah 1,8% lebih tinggi dari angka nasional dan
hasil Riskesdas sebelumnya yaitu 0,8% (Departemen Kesehatan RI, 2009) dan
juga lebih tinggi dari angka nasional (2,1%) (Departemen Kesehatan RI, 2013).
UNIVERSITAS SUMATERA
3
Penyakit diabetes ini dikenal juga dengan sebutan “life long disease”
pengobatan secara medis sepanjang hidup dan perubahan dari gaya hidup oleh si
hiperglikemi, tekanan darah, berat badan, dan lipid, melalui pengelolaan pasien
darah, terapi (bila diperlukan) dan lain-lain yang dapat diperoleh di rumah sakit
termasuk aktivitas fisik, perubahan pola makan, pemantauan kadar glukosa darah,
UNIVERSITAS SUMATERA
4
penyedia layanan kesehatan (Webber, 2013). Perilaku self care pada diabetes
konteks sosial. Perilaku self care membuat pasien harus merubah pola hidupnya
selama ini menjadi pola hidup yang lebih sehat dengan adanya bantuan dan
monitoring yang ketat dari petugas kesehatan sehingga dapat terlaksana dengan
sukses (Steinsbekk et al., 2015). Self care yang berkelanjutan pada dasarnya dapat
penyakit yang dideritanya, sehingga diharapkan perilaku self care yang baik dan
(Kusniah, 2010), perilaku self care yang baik mempunyai peranan penting dalam
UNIVERSITAS SUMATERA
5
mendapatkan edukasi mengenai perawatan diri mempunyai risiko empat kali lebih
tingkah laku yang dipelajari dan merupakan tindakan yang disengaja untuk
(Kusniyah et al., 2010). Self care pada pasien diabetes pada saat sekarang ini
merupakan hal yang krusial (penting sekali). Berdasarkan data yang ada diketahui
bahwa 98% dari diabetes care merupakan self care (Mohebi et al., 2013).
al., 2014, Tol et al., 2012, Ayele et al., 2012, Mohebi et al., 2013). Menurut
yang esensial self care yaitu: healthy eating (diet sehat), being active (aktifitas
fisik yang cukup), monitoring (kontrol kadar gula darah), taking medicine
(konsumsi obat anti diabetes atau insulin), problem solving (pemecahan masalah),
healthy coping (koping yang sehat) dan reducing risk (mengurangi risiko).
kadar gula darah, mengurangi komplikasi dan peningkatan kualitas hidup pasien
diabetes.
UNIVERSITAS SUMATERA
6
erat kaitannya dengan status kesehatan pasien diabetes. Penelitian yang dilakukan
pengaruh yang signifikan antara tingkat self care dengan kadar HbA1C pada
dilakukan oleh Aditama (2011) menyatakan ada hubungan antara self-care, self
signifikan pada setiap negara, perilaku self care pasien diabetes kurang optimal
hampir pada semua negara, hanya 46% dari pasien DM Tipe 1 dan 39% dari
pasien DM Tipe 2 berhasil dan sukses dari setidaknya dua per tiga bidang self-
care (Ayele et al., 2012). Kondisi ini dibuktikan dengan masih tingginya angka
pertama kali (Ortiz, 2010). Komplikasi terbesar adalah retinopati (21%) dan
Electro Cardio Graph (EKG) yang tidak normal (18%). Sementara kondisi di
Indonesia seperti penelitian yang dilakukan oleh Gofur (2007) di unit diabetes
UNIVERSITAS SUMATERA
7
maka biaya pengobatan menjadi meningkat dan akan berdampak terhadap kualitas
memengaruhi tingkat self care dapat dikategorikan: 1). Faktor yang berasal dari
budaya, 2). Faktor yang berasal dari dokter, yaitu: komunikasi efektif dokter-
yang mahal, distribusi tenaga kesehatan yang tidak merata (Shrivastava et al.,
memengaruhi perilaku self care pasien diabetes, seperti halnya komunikasi dokter
pasien menjadi hal yang sangat penting dalam edukasi, demikian halnya motivasi
dan dukungan keluarga. Menurut ADA (2012), untuk mencapai kadar glukosa
dan empati yang terjadi antara dokter dan pasien, dokter harus mampu
dengan cara penyuluhan ataupun dengan alat-alat yang dapat dimengerti oleh
UNIVERSITAS SUMATERA
8
pasien, dengan demikian pasien dapat merawat dirinya sendiri (self care) dan
penting dalam perilaku self care. Menurut Blum (1974) faktor perilaku memegang
merupakan hasil dari seluruh kegiatan manusia baik diamati dan tidak diamati
(Green et.al, 1980). Secara teoritis, ranah perilaku manusia terdiri dari tiga aspek
yaitu: pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku dipengaruhi oleh banyak faktor.
Menurut Green et.al. (1980), ada tiga aspek yang memengaruhi perilaku
yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut oleh masyarakat,
rumah sakit, poliklinik, dokter, bidan. Faktor penguat meliputi faktor sikap dan
perilaku key-person, sikap dan perilaku petugas kesehatan dan adanya undang-
undang dan peraturan dari pemerintah yang terkait dengan masalah kesehatan.
UNIVERSITAS SUMATERA
9
penderita. Pengelolaan dan perawatan secara tepat diperlukan agar kualitas hidup
nyaman dan sehat. Kualitas hidup yang rendah dapat memperburuk komplikasi
dan dapat berakhir kecacatan atau kematian (Mandagi, 2010). Penyakit diabetes
mempunyai komplikasi yang dapat mengenai hampir seluruh organ tubuh (the
great imitator), apabila terjadi komplikasi kepada pasien tentu saja hal ini sangat
sosial, emosional, yang mencakup afek dan komplikasi terapi penyakit secara
dampak kesehatan yang sangat penting, mewakili dan menjadi tujuan utama dari
setiap pengobatan atau intervensi keperawatan dan sudah menjadi kebutuhan bagi
kepatuhan makan obat, dukungan keluarga dan diet. Kemudian Mandagi (2010)
UNIVERSITAS SUMATERA
1
juga menemukan bahwa umur penderita, jenis olah raga yang dilakukan serta jam
bahwa kemampuan merawat diri sendiri (self care) berhubungan dengan kualitas
sakit, kontrol KGD, faktor psikosial (dukungan sosial), regimen terapi. Untuk
domain kualitas hidup. Pertanyaan tersebut terdiri dari satu butir pertanyaan yang
menilai kualitas hidup secara keseluruhan, satu butir pertanyaan tentang kesehatan
secara umum, dan satu butir pertanyaan dari setiap 24 aspek dalam domain
penilaian kualitas hidup tersebut. Instrumen ini juga telah diuji cobakan di
berbagai negara, termasuk Indonesia (Salim dkk, 2007). Selain itu, penilaian
pasien dengan melihat parameter seperti HbA1C dan profil lemak sebagai
perilaku self care. Instrumen yang ada untuk penilaian perilaku self care hanya
sehingga dibutuhkan sebuah instrumen yang tidak hanya dapat menilai perilaku
UNIVERSITAS SUMATERA
1
intervensi untuk memperbaiki perilaku self care pasien diabetes. Penelitian ini
perilaku self care pasien Diabetes Tipe 2 di Kota Binjai beserta instrumen
perilaku self care tersebut. Model ini pada akhirnya akan dapat menjadi sebuah
acuan dalam upaya peningkatan perilaku self care pasien diabetes terutama di
tingkat pelayanan primer, selain itu model ini memberikan masukan kepada pihak
Kota Binjai merupakan salah satu kota madya yang ada di provinsi
Sumatera Utara. Merupakan kota kecil dengan penduduk yang padat. Kota Binjai
saat ini telah menjadi kota dengan pertumbuhan ekonomi penduduknya meningkat
Diabetes Melitus Tipe 2 setiap tahunnya (Data Dinas Kesehatan Kota Binjai,
dalam beberapa tahun terakhir ini, terjadi perubahan peringkat serta jumlah
UNIVERSITAS SUMATERA
1
jumlah kasus 1.419 kasus (Badan pusat statistik kota Binjai). Selain itu salah satu
setiap tahun, diperkirakan pada tahun 2016 terdapat 3.128 orang yang menderita
meningkat jumlah penderitanya setiap tahun. Hal ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Lindarto dkk (2016) yang dilakukan disalah satu pusat
menunjukkan bahwa dari 1.554 pengunjung yang ikut dalam penelitian ini
kondisi terjadinya kenaikan berat badan melebihi normal (gizi lebih), obesitas
melitus Tipe 2. Hal ini secara umum dapat menggambarkan kondisi kesehatan
masyarakat Binjai yang terkait dengan pola konsumsi, kebiasaan makan yang
1.2 Permasalahan
penelitian adalah :
Binjai?
UNIVERSITAS SUMATERA
1
parameter kontrol metabolik (KGD dan kadar Hba1C) dan kontrol lipid (Total
Melitus tipe 2 di kota Binjai. Secara lebih khusus penelitian ini bertujuan:
kota Binjai
1.4 Hipotesis
adalah: ada pengaruh model perilaku self care pasien diabetes terhadap kualitas
hidup, dan parameter kontrol metabolik (KGD dan kadar Hba1C) dan kontrol
UNIVERSITAS SUMATERA
1
penyakitnya.
2. Bagi Praktisi
terwujud.
UNIVERSITAS SUMATERA
1
UNIVERSITAS SUMATERA
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. World Health
sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat
tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik
dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut
DM (Powers, 2005). Secara umum, Diabetes Melitus dapat dibagi menjadi dua
tipe. DM tipe 1 adalah Diabetes Melitus yang terjadi akibat disfungsi sel Beta
Pankreas yang hanya dapat diobati dengan pemberian insulin (Insulin Dependent
16
UNIVERSITAS SUMATERA
1
kondisi ini dikenal dengan resistensi insulin. Selain itu juga dikenal istilah
beta pankreas yang dipicu oleh suatu reaksi autoimun. Reaksi autoimun ini
mungkin dipicu oleh faktor eskternal pada individu yang rentan secara
kanak atau dewasa muda. DM tipe1 adalah intoleransi glukosa yang paling
UNIVERSITAS SUMATERA
1
insulin dalam darah biasanya sangat tinggi. Pada tahap lebih lanjut,
produksi insulin oleh sel beta pankreas akan menurun dan menyebabkan
defek genetik pada sel beta pankreas, defek genetik pada kerja insulin,
pankreas yang diinduksi obat-obatan atau zat kimia. Salah satu DM tipe
Insulin Promoter Factor (IPF-1; MODY 4), HNF-1𝛽 (MODY 5), dan
NeuroD1 (MODY 6). Individu dengan defek genetik ini memiliki riwayat
keluarga penderita DM yang kuat dengan berat badan yang normal dan
berat badan pada penderita MODY dan defek genetik yang berbeda antara
UNIVERSITAS SUMATERA
1
lagi.
d. Aktivitas fisik
e. Etnis
2.1.4 Patogenesis
beta pankreas. Individu yang diduga secara genetik memiliki massa sel beta
UNIVERSITAS SUMATERA
2
normal saat lahir mulai kehilangan sel beta akibat destruksi autoimun yang terjadi
dalam beberapa bulan sampai tahun. Proses autoimun ini dipicu oleh suatu infeksi
atau stimulus lingkungan dan dipertahankan oleh molekul spesifik sel beta. Pada
memicu tetapi sebelum gejala klinis diabetes muncul. Massa sel beta mulai
kadar glukosa darah normal masih dapat dipertahankan. Penurunan jumlah sel
beta bervariasi antar individu, pada sebagian pasien penurunan jumlah sel beta
berlangsung dengan cepat sementara pada sebagian yang lain berlangsung lebih
lambat. Gejala klinis diabetes tidak muncul sampai setidaknya 80% jumlah sel
beta dihancurkan. Pada titik ini, residu sel beta fungsional masih berfungsi namun
secara jumlah tidak cukup untuk mempertahankan kadar gula darah tetap normal.
Kondisi yang memicu transisi antara gangguan toleransi glukosa dengan diabetes
terjadi selama infeksi atau pubertas. Resistensi insulin dan sekresi insulin yang
sejumlah kontroversi timbul terkait yang mana dari dua hal tersebut yang
insulin dan bahwa diabetes muncul hanya jika sekresi insulin menjadi tidak
UNIVERSITAS SUMATERA
2
2.1.5 Patofisiologi
Insulin adalah suatu hormon yang disintesis di sel beta pankreas dan
berfungsi dalam proses masuknya glukosa dari darah ke dalam sel. Proinsulin
disintesis oleh ribosom pada retikulum endoplasma yang kasar, dan pengeluaran
disulfida serta pelipatan terjadi di dalam sisterna organel ini. Molekul proinsulin
seng untuk membentuk heksamer, tetapi karena sekitar 95% dari proinsulin
tersebut diubah menjadi insulin, kristal hormon terakhir inilah yang memberikan
ekuimolar terdapat di dalam granul ini, kendati molekul ini tidak membentuk
struktur kristal. Dengan perangsangan yang tepat, granul yang matur akan
UNIVERSITAS SUMATERA
2
disekresikan sesuai dengan kebutuhan tubuh normal oleh sel beta dalam dua fase,
normal yang bifasik ini akan muncul setelah adanya rangsangan seperti glukosa
dari makanan atau minuman. Insulin yang dihasilkan berfungsi menjaga regulasi
glukosa darah agar selalu dalam batas-batas fisiologis, baik saat puasa maupun
setelah mendapat beban. Kedua fase sekresi insulin yang berlangsung secara
response = AIR) adalah sekresi insulin yang terjadi segera setelah ada rangsangan
terhadap sel beta, muncul cepat dan berakhir cepat. Sekresi fase I biasanya
mempunyai puncak yang relatif tinggi, karena hal itu memang diperlukan untuk
mengantisipasi kadar glukosa darah yang biasanya meningkat tajam segera setelah
makan. Kinerja AIR yang baik amat penting dalam metabolisme glukosa karena
pascaprandial. Dengan demikian, kehadiran AIR yang cepat serta adekuat perlu
phase, latent phase) dimana sekresi insulin kembali meningkat secara perlahan
dan bertahan dalam waktu relatif lebih lama. Setelah berakhirnya fase I, tugas
pengaturan glukosa darah selanjutnya diambil alih oleh sekresi fase II. Sekresi
insulin fase II yang berlangsung relatif lebih lama, puncaknya (secara kuantitatif)
UNIVERSITAS SUMATERA
2
akan ditentukan oleh berapa besar kadar glukosa darah di akhir fase I. Jadi terjadi
sebelumnya.
bentuk peningkatan sekresi insulin pada fase II. Peningkatan produksi insulin
glukosa darah (pascaprandial) tetap dalam batas normal. Insulin berperan penting
karbohidrat. Hormon ini berfungsi dalam utilisasi glukosa pada hampir seluruh
jaringan tubuh, terutama pada otot, lemak dan hepar. Pada jaringan perifer seperti
jaringan otot dan lemak, insulin berikatan dengan sejenis reseptor yang terdapat
pada membran sel. Ikatan antara insulin dan reseptor regulasi atau metabolisme
glukosa di dalam sel otot dan lemak, dengan mekanisme kerja yang belum begitu
dari dalam sel diaktivasi oleh adanya transduksi sinyal. Regulasi glukosa tidak
mekanisme sekresi insulin disertai aksi insulin yang berlangsung normal. Seperti
tubuh.
UNIVERSITAS SUMATERA
2
glikogenolisis di jaringan hepar. Dalam hal ini, insulin berperan melalui efek
tinggi tingkat produksi glukosa dari hepar (Manaf, 2006). Insulin juga merupakan
inhibitor kuat proses lipolisis di hati serta jaringan adiposa dan dengan demikian
memiliki efek anabolik tak langsung. Hal ini sebagian disebabkan oleh
kemampuan insulin untuk menurunkan kadar cAMP (yang dalam jaringan ini
ditingkatkan oleh hormon lipolitik glukagon dan epinefrin) tetapi juga oleh
kenyataan bahwa insulin juga menghambat aktivitas enzim lipase yang peka
terhadap kerja hormon. Inhibisi ini agaknya disebabkan oleh aktivasi fosfatase
enzim protein kinase yang bergantung pada cAMP. Karena itu, insulin
menurunkan kadar asam lemak bebas yang beredar. Hal ini turut menghasilkan
Insulin menstimulasi ambilan asam amino netral oleh otot, yaitu suatu efek
yang tidak berkaitan dengan ambilan glukosa atau dengan penyatuan selanjutnya
asam amino ke dalam protein. Efek insulin terhadap sintesis protein yang umum
di dalam otot kerangka serta jantung dan di hati diperkirakan terjadi pada tingkat
UNIVERSITAS SUMATERA
2
sekresi insulin, resistensi insulin perifer, dan produksi glukosa yang berlebihan
oleh hepar. Obesitas terutama viseral dan sentral sangat umum ditemui pada DM
asam lemak bebas, resistin dan adiponektin) yang memodulasi sekresi dan kerja
insulin serta berat badan, dan mungkin juga berperan dalam terjadinya resistensi
klinis. Pada saat tersebut sel Beta Pankreas masih dapat mengkompensasi keadaan
ini dan terjadi suatu hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau baru
baru akan terjadi diabetes melitus secara klinis, yang ditandai dengan terjadinya
secara efektif pada jaringan target (khususnya otot dan hepar). Mekanisme
aktivitas tirosin kinase pada otot rangka, namun perubahan ini lebih
bukan defek primernya. Patogenesis dari resistensi insulin saat ini lebih
UNIVERSITAS SUMATERA
2
berjalan sampai pada tahap sekresi insulin inadekuat yang berat. Alasan
jelas.
UNIVERSITAS SUMATERA
2
(1) berkurangnya jumlah glukosa yang masuk ke dalam sel; (Ayele et al.)
defisiensi insulin. Kadar glukosa plasma jarang melampaui 120 mg/dL pada
manusia normal, kendati kadar yang jauh lebih tinggi selalu dijumpai pada pasien
defisiensi kerja insulin. Setelah kadar tertentu glukosa plasma dicapai (pada
manusia umumnya >80 mg/dL), taraf maksimal reabsorpsi glukosa pada tubulus
renalis akan dilampaui, dan gula akan diekskresikan ke dalam urine (glukosuria).
Volume urine meningkat akibat terjadinya diuresis osmotik dan kehilangan air
yang bersifat obligatorik pada saat yang bersamaan (poliuria): kejadian ini
kalori yang cukup besar (4,1 kkal untuk setiap gram karbohidrat yang
jaringan otot dan adiposa, akan mengakibatkan penurunan berat badan yang hebat
kendati terdapat peningkatan selera makan (polifagia) dan asupan kalori yang
2.1.7 Diagnosis
UNIVERSITAS SUMATERA
2
Serangkaian uji diagnosis akan dilakukan pada mereka yang hasil pemeriksaan
penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau
kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti Dengan Tes Toleransi Glukosa
Oral (TTGO).
Tabel 2.1 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa sebagai Patokan
Penyaring dan Diagnosis DM
Gangguan Diabetes
Tes Normal Glukosa
Toleransi
KGDP (mg/dl) < 100 100-125 ≥ 126
TTGO (mg/dl) < 140 140-199 ≥ 200
HbA1c (%) < 5,7 5,7-6,4 ≥ 6,5
berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat
lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus
vulva pada pasien wanita (Gustaviani, 2006). The National Diabetes Data Group
dan WHO menetapkan kriteria diagnostik untuk diabetes (Powers, 2005) sebagai
berikut:
3) Kadar glukosa darah dua jam pascaprandial ≥ 11,1 mmol/L (200 mg/dL)
UNIVERSITAS SUMATERA
2
2.1.8 Komplikasi
1) Komplikasi Akut
dan asam lemak secara berlebihan. Akumulasi produksi badan keton oleh sel hati
Hyperosmolar State (HHS), hilangnya air yang lebih banyak dibanding natrium
2) Komplikasi Kronik
Kualitas hidup adalah sesuatu yang dapat dipandang dari berbagai aspek,
sebuah sebuah konsep yang dinamis, perhatian utama yang dibutuhkan untuk
pemuasan secara psikologi. Kualitas hidup merujuk pada evaluasi yang dapat
UNIVERSITAS SUMATERA
3
hidupnya. Pernyataan baik atau tidaknya kehidupan seseorang tidak dinilai dari
apakah dia berguna bagi orang lain, tetapi dinilai dari sebaik apa seseorang
2.2.1 Definisi
keberadaan atau posisi dirinya dalam hidup dalam konteks kebudayaan dan sistem
suatu konsep yang luas dan dipengaruhi secara kompleks oleh kesehatan fisik
lingkungannya.
fisik, mental, sosial, emosional, yang mencakup afek dan komplikasi terapi
merupakan dampak kesehatan yang sangat penting, mewakili dan menjadi tujuan
utama dari setiap pengobatan atau intervensi keperawatan dan sudah menjadi
(Hariyono, 2011). Kualitas hidup merujuk pada evaluasi yang dapat dilakukan
UNIVERSITAS SUMATERA
3
baik atau tidaknya kehidupan seseorang tidak dinilai dari apakah dia berguna bagi
orang lain, tetapi dinilai dari sebaik apa seseorang menjalani kehidupannya sendiri
(Bognar, 2005).
mencakup evaluasi subjektif dari aspek positif dan negatif dari kehidupan.
Meskipun kesehatan merupakan salah satu aspek penting dalam kualitas hidup,
terdapat juga beberapa aspek lain yang mempengaruhi kualitas hidup seperti
aspek budaya, sistem nilai, dan spiritualitas (CDC, 2011). Kualitas hidup telah
menjadi suatu alat ukur yang relevan dalam uji klinis, penggunaannya semakin
meluas dan berkembang sebagai suatu indikator yang valid dan menguntungkan
dalam sebuah penelitian medis. Kualitas hidup dapat dilihat dari suatu individu,
Menurut WHO (2014), sehat adalah keadaan fisik, mental yang lengkap,
dan bukan hanya ketiadaan penyakit. Sementara itu, HRQL didefinisikan sebagai
kebudayaan dan sistem nilai yang berlaku pada kehidupannya dan hubungannya
suatu konsep yang luas mengenai cara yang kompleks dalam kesehatan fisik,
UNIVERSITAS SUMATERA
3
subjektivitas, kondisi fisik, psikologis, dan sosial, juga bipolaritas (autonomi dan
ketergantungan) . Hal ini diikuti dengan pengukuran kesehatan dan efek dari
dan keparahan penyakit tetapi juga pengukuran pada perbaikan kesejahteraan dan
kualitas hidup.
pengukuran yang valid, karena ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi
hasil pengukuran seperti prevalensi diabetes tipe 2 yang tinggi di dunia, sifat
data tentang kualitas hidup seseorang adalah World Health Organization Quality
UNIVERSITAS SUMATERA
3
akurat untuk kualitas hidup. Untuk kesehatan fisik terdiri dari 7 pertanyaan,
pertanyaan dimana setiap format pertanyaan terdiri dari 5 yaitu sangat buruk,
buruk, biasa saja, baik dan sangat baik yang ditandai dengan skala 1-5. Seluruh
skala pertanyaan kemudian dijumlahkan dan akan diberi nilai dari skala 0-100.
UNIVERSITAS SUMATERA
3
baik atau tidaknya kehidupan seseorang tidak dinilai dari apakah dia berguna bagi
orang lain, tetapi dinilai dari sebaik apa seseorang menjalani kehidupannya sendiri
diabetes adalah :
hidup laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Hal ini sejalan dengan
2) Usia. Usia salah satu yang menentukan tingkat kualitas hidup penderita
kualitas hidup yang lebih jelek dibandingkan penderita diabetes yang lebih
UNIVERSITAS SUMATERA
3
durasi diabetes kurang dari 5 tahun memiliki kualitas hidup lebih tinggi
kualitas hidup yang lebih buruk, hal ini mungkin berhubungan dengan
UNIVERSITAS SUMATERA
3
penderita DM. Hal ini akan menurunkan risiko komplikasi pada penderita
8) Manajemen diri dan perawatan diri yang baik (self management dan self
UNIVERSITAS SUMATERA
3
(self care) akan semakin lebih baik kualitas hidupnya. Seperti penelitian
2.4.1 Definisi
dan disabilitas dengan atau tanpa bantuan penyedia layanan kesehatan (Webber et
al., 2013). Self care adalah bagian dari pelayanan kesehatan primer. Dengan
kembali pelayanan kesehatan primer. Pengertian self care menurut Orem adalah
suatu pelaksanaan kegiatan yang diprakarsai dan dilakukan oleh individu itu
dan kesejahteraannya sesuai keadaan, baik sehat maupun sakit (Tomey and
Alligood, 2006).
UNIVERSITAS SUMATERA
3
Selain self care juga ada istilah self-management atau manajemen diri.
kesehatan yang dimengerti oleh mereka dan diterima oleh mereka, mengetahui
kekuatan dan sumber mereka dan bagaimana untuk menggunakan mereka dan
mengetahui kapan, dan untuk apa tujuannya, yang selanjutnya diberikan ke yang
lain untuk dukungan dan kerja sama. Manajemen diri berhubungan dengan tugas-
tugas yang harus dilakukan seseorang untuk hidup baik dengan satu atau lebih
dengan hasil hal ini sering digambarkan sebagai tingkah laku pasien, keahlian,
fungsi sosial
f) Mengadopsi gaya hidup yang fokus pada pencegahan dan intervensi faktor
resiko
UNIVERSITAS SUMATERA
3
pelayanan pendukung.
termasuk perawatan paliatif) (WHO, 2009). Mekanisme untuk promosi self care
lingkungan dan bahasa, melihat kembali aturan dan tanggung jawab institusi
a) Level nasional
b) Level komunitas
Intitusi untuk promosi self care meliputi komunikasi tenaga kerja kesehatan yang
harus ditingkatkan melalui edukasi dan reorientasi, pemerintahan lokal dan sektor
publik yang relevan, kelompok mandiri: sekolah; aktor untuk edukasi, informasi
dan media.
UNIVERSITAS SUMATERA
4
kesehatan.
6. Makan makanan sehat meliputi diet yang bernutrisi dan seimbang dengan
8. Higienitas yang baik meliputi mencuci tangan teratur, menggosok gigi dan
sesuai kebutuhan
UNIVERSITAS SUMATERA
4
Teori self care dalam keperawatan yang dikemukaan oleh Dorothea Orem,
bahwa setiap orang mempelajari kemampuan untuk merawat diri sendiri sehingga
kesehatan dan kesejahteraan. Orang dewasa dapat merawat diri mereka sendiri,
sedangkan orang sakit membutuhkan bantuan untuk memenuhi aktivitas self care
mereka (self care deficit). Diyakini bahwa semua manusia itu mempunyai
penderita diabetes tidak hanya terbatas pada kontrol kadar gula darah tapi juga
al., 2013). Self care merupakan program atau tindakan yang harus dijalankan
sepanjang kehidupan diabetisi dan menjadi tanggung jawab penuh bagi setiap
penderita diabetes. Self care diabetes adalah tindakan yang dilakukan perorangan
UNIVERSITAS SUMATERA
4
bidang, termasuk pemilihan makanan, aktivitas fisik, pengobatan yang sesuai, dan
diabetes secara terpusat dan juga pelayanannya. Perilaku penting self-care untuk
keberhasilan dan efektivitas manajemen diri diabetes ada tujuh yaitu (AADE,
2014):
6) Berperilaku sehat
7) Menurunkan resiko.
self-care pada diabetes kurang optimal pada semua negara. Hasil penelitian
UNIVERSITAS SUMATERA
4
menunjukkan hanya 46% dari pasien diabetes tipe 1 dan 39% dari pasien diabetes
berhasil sukses dari setidaknya dua per tiga bidang self care (Shrivastava et al.,
2013).
perawatan dan dukungan yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan psikologis dan
kemampuan fisik, faktor emosional, kepercayaan diri, dan persepsi lain dari
harga yang mahal, kepuasan pasien dengan perawatan medis mereka, derajat dari
gejala, distribusi tenaga kesehatan yang tidak menyeluruh antara daerah perkotaan
Selain dari pihak penderita diabetes, tenaga kesehatan juga memiliki faktor
pengobatan yang lebih baik, kebijakan pelayanan kesehatan saat ini masih kurang
lengkap untuk menangani dan mengobati penderita diabetes secara efektif dan
masih kurang. Selain itu dukungan psikososial dianggap sebagai kunci dalam
UNIVERSITAS SUMATERA
4
pelatihan, dan dana untuk menyediakannya. Hal ini dapat menyebabkan tenaga
diabetes, yaitu:
1) Usia
Usia merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan perilaku self
usia dan self care. Usia merupakan salah satu faktor penting dalam
2) Jenis Kelamin
memiliki perilaku self care yang lebih baik daripada perempuan (Bai et al.,
laki-laki dan memiliki perilaku self care yang lebih rendah daripada laki-
UNIVERSITAS SUMATERA
4
3) Tingkat Pendidikan
biasanya akan mempunyai perilaku self care yang lebih baik (Tol et al.,
4) Dukungan Sosial
Dukungan sosial merupakan dorongan yang berasal dari luar penderita dan
dengan yang tidak punya lingkungan sosial dan pasangan (Aditama, 2011).
perilaku self care yang lebih baik dibandingkan yang tidak punya
5) Sosial Ekonomi
UNIVERSITAS SUMATERA
4
(Nwanko et al., 2010). Menurut Bai et al. (2009) juga menjelaskan bahwa
konsisten dan penuh rasa tanggung jawab. Durasi DM tipe 2 yang lebih
pentingnya perilaku self care sehingga dapat dijadikan sebagai dasar bagi
et al., 2009).
7) Aspek Emosional
UNIVERSITAS SUMATERA
4
8) Motivasi
memiliki motivasi baik akan melakukan perilaku self care dengan baik
pula untuk mencapai tujuan yang diinginkan yaitu pengontrolan gula darah
UNIVERSITAS SUMATERA
4
diabetes dapat melakukan perilaku self care yang efektif, maka petugas
mungkin dijumpai, tindakan apa yang harus dilakukan dalam perilaku self
10) Pengetahuan
UNIVERSITAS SUMATERA
4
gaya hidup yang baik sehingga dapat menurunkan tingkat mortalitas dan
diri pasien itu sendiri untuk melakukan perawatan diri yang dirancang
UNIVERSITAS SUMATERA
5
Dalam hal manajemen diri DM, efikasi diri adalah keyakinan pasien
seseorang yang hidup dengan diabetes yang memiliki tingkat efikasi diri
UNIVERSITAS SUMATERA
5
penderita akan terganggu dari segi keadaan kesehatan fisik, psikologis, sosial dan
lingkungan. Terdapat hubungan signifikan yang kuat dengan arah positif antara
perilaku self care dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2, semakin meningkat
perilaku self care, maka semakin meningkat pula kualitas hidup penderita
36% (Made, 2014). Semakin baik perilaku self care, kontrol glikemik juga akan
Salah satu parameter yang dapat kita gunakan untuk menilai kemandirian
(KGD), HbA1C dan pemeriksaan profil lipid (kolesterol, HDL dan LDL).
dengan kontrol glikemik yang buruk (Wijesuriya et al., 2012). Penelitian yang
menunjukkan, terdapat hubungan antara tingkat self care dengan kadar HbA1C
yang artinya semakin tinggi tingkat self care maka semakin baik tingkat HbA1C-
UNIVERSITAS SUMATERA
5
nya (Kusniyah et al., 2010). Penelitian prospektif yang dilakukan di Inggris (UK
mengurangi resiko serangan jantung sebesar 14% dan stroke sebanyak 12%
(Spasić et al., 2014). Menurut Tol et.al (2012) seorang diabetisi yang dapat
melaksanakan perilaku Self care dalam kehidupan sehari-hari dapat diketahui dari
korelasi anntara kadar HbA1C dengan komplikasi yang terjadi pada pasien
dari semua upaya intervensi yang dilakukan oleh pasien diabetes yaitu
menerapkan self care dalam kehidupannya (Spasić et al., 2014). Pasien yang
mengalami komplikasi mempunya kualitas hidup yang lebih buruk pada seluruh
domain kualitas hidup (fisik, psikologi, sosial) dibandingkan dengan pasien yang
UNIVERSITAS SUMATERA
5
Tabel 2.3 Penelitian Perilaku Self Care dan Hubungan Perilaku Self Care
dengan Kontrol Metabolik Pada Pasien DM Tipe 2
UNIVERSITAS SUMATERA
5
UNIVERSITAS SUMATERA
5
UNIVERSITAS SUMATERA
5
UNIVERSITAS SUMATERA
5
UNIVERSITAS SUMATERA
5
UNIVERSITAS SUMATERA
5
UNIVERSITAS SUMATERA
6
UNIVERSITAS SUMATERA
6
dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan. Hereditas atau faktor keturunan
2003).
1) Pengetahuan
UNIVERSITAS SUMATERA
6
dan raba. Dimana sebagian besar pengetahuan diperoleh melalui indra penglihatan
diri orang tersebut terjadi lima proses yang terjadi secara berurutan. Proses
tersebut adalah:
tertarik terhadap stimulus atau suatu objek. Pada tahap ini sikap objek
dirinya. Pada tahap ini sudah menunjukan sikap yang lebih baik lagi.
stimulus.
terhadap stimulus.
UNIVERSITAS SUMATERA
6
1. Tahu.
2. Memahami.
tersebut secara benar. Tolak ukur seseorang sudah pada tahap ini adalah
3. Aplikasi.
4. Analisis.
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Contoh
5. Sintesis.
UNIVERSITAS SUMATERA
6
baru. Pada tahap ini seseorang dapat menemukan formulasi baru dari
6. Evaluasi.
berdasarkan kriteria yang dibuat sendiri ataupun dari kriteria yang telah
ada
2) Sikap
Sikap adalah suatu reaksi yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau
objek. Manifestasi sikap tidak dapat dilihat secara langsung, tetapi hanya dapat
Sedangkan menurut Purwanto (1999), sikap adalah pandangan atau perasaan yang
disertai kecendrungan untuk bertindak terhadap suatu objek. Sikap dapat bersifat
positif dan negatif. Pada sikap positif terdapat kecendrungan tindakan adalah
Sikap relatif lebih menetap, timbul dari pengalaman, tidak dibawa sejak
lahir, tetapi merupakan hasil belajar. Karena itu sikap dapat diperteguh atau
diubah. Dalam psikologi sosial, sikap adalah kecendrungan individu yang dapat
UNIVERSITAS SUMATERA
6
pokok, yaitu:
objeknya.
UNIVERSITAS SUMATERA
6
4. Objek sikap dapat merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat merupakan
5. Sikap memiliki segi motivasi dan segi perasaan. Sikap ini dapat
seseorang.
3. Sikap dapat berupa suatu hal tertentu, tetapi dapat pula berupa kumpulan
UNIVERSITAS SUMATERA
6
menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung, antara lain adalah
a) Persepsi (Perception)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai
c) Mekanisme (Mechanism)
d) Adopsi (Adoption)
Perilaku merupakan sebuah fenomena yang rumit yang kadang sulit buat
UNIVERSITAS SUMATERA
6
kelemahan masing-masing, dari berbagai macam teori tersebut tidak ada satu teori
menjelaskan sesuai dengan fenomena yang ada di masyarakat (Glanz et. all,
2008). Salah satu teori yang sudah lama dikenal dan banyak digunakan adalah
teori perubahan perilaku menurut Green et al. (1980) teori ini dikenal dengan
jalan tertentu untuk diikuti. Berbeda dengan teori yang lain, tujuan utama Model
yang dianggap terkait dengan hasil yang menarik. Sebaliknya, tujuan utamanya
program dalam model terbaru Green dan Kreuter versi terbaru (Green dan
Kreuter, 2005), mereka membuat titik bahwa banyak aplikasi dan validasi
dukungan PRECEDE sebagai model dan memenuhi syarat sebagai model teoritis
Pada Teori PROCEED ini menjelaskan bahwa secara umum ada 3 faktor
UNIVERSITAS SUMATERA
6
faktor demografi seperti umur, jenis kelamin, dan latar belakang keluarga juga
untuk perujudan dari motivasi dan aspirasi yang sudah ada. Faktor pendorong
Fakor biaya, jarak, akses kepada pelayanan, transportasi juga termasuk ke dalam
faktor ini, termasuk keterampilan pribadi dan sumber daya serta sumber daya
atau hukuman yang terus berlanjut untuk suatu perilaku dan berkontribusi pada
UNIVERSITAS SUMATERA
7
memandu desain program dalam beragam pengaturan dan untuk banyak masalah
poin penting untuk menerapkan teori perilaku kesehatan. Pada setiap tahap,
dan perubahan yang diinginkan dan dapat berfungsi sebagai panduan untuk
masyarakat partisipasi dalam memilih prioritas perilaku atau isu yang harus
UNIVERSITAS SUMATERA
7
kompleks saat ini dan pilihan untuk intervensi. Secara skematis dapat
Green.
Enabling Factors
Skills
Project Sugar 1 Interventions to conduct
Nurse glucoseclinic
case manager visitsBehaviors
monitoring and foot care
Community health worker home visits Telephone follow-up Prima
Health
Foot care
Access to supplies Difficulty controlling diabetes Problem
Blood
HbA1c
glucose self-
Blood
monitoring
pressure
Medication
Lipids
adherence
Weight
Dietary
Health
adherence
status
Physical
activity
Diabetes
related
complications
Reinforcing Factors
Primary care
physician advice
Family
social support
UNIVERSITAS SUMATERA
7
mendapatkan perilaku self care dan kaitannya dengan kualitas hidup pasien
diabetes.
Psikologis
Kesehatan Fisik
Pengetahuan
Hubungan Sosial
Sikap
Motivasi Lingkungan
Kualitas
Hidup
Efikasi diri
Komunikasi
Dokter Pasien Perilaku Kontrol Metabolik
Self Care
Pembiyaan
Kesehatan
HbA1C
Dukungan Sosial
Kontrol Lipid
KGD
Total Kolesterol
Keterangan:
Variabel laten Trigliserida
Variabel Indikator
HDL
Pengaruh Dibentuk
LDL
UNIVERSITAS SUMATERA
7
self care tersebut memerlukan waktu panjang serta banyak faktor yang
pendorong.
dukungan sosial.
4. Perilaku self care pasien diabetes yang telah diukur kemudian dianalis
UNIVERSITAS SUMATERA
7
Trigliserid. Kedua indikator ini dinilai dari hasil pemeriksaan darah pasien
DM Tipe 2.
UNIVERSITAS SUMATERA
BAB 3
METODE PENELITIAN
sectional. Penelitian ini bertujuan merancang desain model perilaku self care
pasien DM Tipe 2 di Kota Binjai dan menganalisis model perilaku self care
tersebut dengan kualitas hidup, kontrol metabolik, dan kontrol lipid pasien DM
Tipe 2 di kota Binjai. Penelitian ini terdiri dari 2 (dua) langkah penelitian.
Langkah pertama merancang desain model perilaku self care. Desain model ini
perilaku self care yang telah dirumuskan berdasarkan hasil penelitian dengan
kualitas hidupnya (QoL) dan kotrol metabolik dan kontrol lipid pasien DM Tipe 2
di Kota Binjai. Hasil penelitian ini pada akhirnya menghasilkan sebuah model
perilaku self care pasien DM Tipe 2 di Kota Binjai serta pengaruh model tersebut
7
UNIVERSITAS SUMATERA
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1 Populasi
melitus Tipe 2 yang datang berobat jalan di 8 (delapan) puskesmas induk yang
Kriteria Inklusi :
Kota Binjai
Kriteria Eksklusi:
3.3.2 Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah sebagian pasien diabetes yang datang ke
penelitian.
7
UNIVERSITAS SUMATERA
b. Besar Sampel
sampel yang besar agar hasil yang didapat mempunyai kredibilitas yang cukup
sebuah distribusi data, digunakan besar sampel yang besar. Berdasarkan hal
tersebut, secara umum besar sampel yang diperlukan untuk model SEM dengan
besar variabel laten sampai dengan 5 buah, dan setiap variabel laten dijelaskan
oleh 3 atau lebih indikator, maka dibutuhkan besar sampel 100-150 data. Namun
untuk model yang sangat kompleks, dengan lebih dari enam variabel laten, besar
sampel 200 data dapat diterima sebagai sampel yang representatif pada analisa
SEM. Pada penelitian ini ditentukan besar sampel penelitian adalah 115 orang.
Ada 2 jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini, yaitu data primer
dan sekunder. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah wawancara
dengan metode wawancara yaitu data dari aspek-aspek pembentuk perilaku Self
care dan kualitas hidup serta hasil pemeriksaan laboratorium penderita diabetes
7
UNIVERSITAS SUMATERA
3.4.2 Data Sekunder
sekunder dari dinas Kesehatan Kota Binjai dan data-data penderita DM Tipe 2 di
mulai dari level teori hipotesis konstruk sampai level observasi dari variabel-
sistematis yaitu dengan menerangkan: definisi, cara ukur, alat ukur dan hasil
ukur.
7
UNIVERSITAS SUMATERA
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel dan Indikator
Variabel Definisi Operasional Indikator / Cara Ukur Skala
Alat Ukur Ukur
Perilaku Tingkah laku seorang Dimensi perilaku self Wawancara Interval
Self Care pasien dalam merawat care yang hasil
dirinya agar dapat dikembangkan pengisian
mengontrol penyakit adalah berasal dari kuesioner
diabetes yang dideritanya faktor
serta mencegah predisposisi(pengeta-
komplikasi yang meliputi huan, sikap,
pengaturan makan, olah motivasi, efikasi
raga dan makan obat. diri), faktor
pemungkin
(komunikasi dan
pembiyaan) dan
faktor penguat
(dukungan sosial)
Kualitas Kondisi fisik, mental dan Dimensi kualitas Wawancara Interval
Hidup emosional pasien diabetes hidup adalah estimasi hasil
tipe 2 yang berhubungan derajat kesejahteraan pengisian
dengan penyakit yang yang berhubungan kuesioner
dideritanya sekarang ini. dengan status
kesehatan seseorang.
Meliputi dimensi
kesehatan fisik,
dimensi psikologis,
dimensi hubungan
sosial, dimensi
lingkungan
Kadar Kadar /jumlah glukosa Alat yang digunakan: Pengambilan Rasio
HbA1C yang berikatan dengan Premier Hb 9210, darah vena
Hemoglobin di dalam sel Metode Pemeriksaan dan langsung
darah merah pasien dengan diperiksa di
penderita DM Tipe 2 pada menggunakan laboratorium
saat dilakukan Metode afinitas
pemeriksaan Doronat + Metode
Modifikasi HPLC
KGD Jumlah gula atau kadar Alat yang digunakan: Pengambilan Rasio
gula yang beredar di Pentra 400, Metode darah vena
dalam darah pasien pemeriksaan dengan dan langsung
penderita DM Tipe 2 pada Spectrophotometer diperiksa di
saat dilakukan Colorimeter + Full laboratorium
pemeriksaan Automatic Method
Profil Kadar/jumlah lemak Alat yang digunakan: Pengambilan Rasio
Lemak yang berada dalam aliran Pentra 400, Metode darah vena
darah, meliputi kadar pemeriksaan dengan dan langsung
Cholesterol, HDL, LDL Spectrophotometer diperiksa di
dan Total Cholesterol Colorimeter + Full laboratorium
Automatic Method
7
UNIVERSITAS SUMATERA
Tabel 3.2. Definisi Operasional Variabel Sosio demografi
Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Skala Ukur/
Ukur Hasil Ukur
Usia Lama hidup responden Wawancara Kuesioner Rasio
berdasarkan tanggal
lahir, dihitung sampai
ulang tahun terakhir.
Jenis Perbedaan gender Wawancara Kuesioner Nominal
Kelamin responden 1. Laki-laki
2. Perempuan
Pendidikan Pendidikan formal Wawancara Kuesioner Ordinal
terakhir yang 1. Tidak sekolah
ditamatkan responden. 2. SD
3. SMP
4. SMA
5. PT
Status Status pernikahan Wawancara Kuesioner Nominal
Pernikahan responden saat 1. Menikah
penelitian 2. Belum Menikah
3. Janda/ Duda
Pekerjaan Aktivitas sehari-hari Wawancara Kuesioner Nominal
yang dilakukan untuk 1. Tidak Bekerja/
memenuhi kebutuhan IRT
hidup/keluarga 2. Swasta
3. Buruh
4. PNS/TNI/
POLRI
5. Lain-lain
Penghasila Tingkat sosial ekonomi Wawancara Kuesioner Ordinal
n/Status pasien berdasarkan 1. Rendah:
Sosial jumlah penghasilan <Rp.2.037.000
keluarga / bulan 2. Cukup:
berdasarkan UMR di Rp.2.037.000 -
Kota Binjai Rp.4.000.000
3. Tinggi:
>Rp.4.000.000
Suku Etnik responden yang Wawancara Kuesioner Nominal
berbeda berdasarkan 1. Batak
keunikan budaya 2. Mandailing
tersendiri yang lazim 3. Jawa
di masyarakat 4. Melayu
Indonesia 5. Minang
6. Aceh
7. Dll
Wawancara Kuesioner Ordinal
Lama Sakit Rentang waktu 1. <5 tahun
menderita diabetes, 2. 5-10 tahun
dihitung semenjak 3. >10 tahun
pertama kali didiagnosis
8
UNIVERSITAS SUMATERA
3.6. Metode Pengukuran
setuju, skor 3 = netral/tidak tahu, skor 2 = tidak setuju dan skor 1= sangat
hidup mempunyai rentang 1-5. Skor yang paling tinggi (5) menunjukkan
d. Instrumen kontrol lipid yang juga diukur dengan data rasio berdasarkan
TG dan TC
bangsa.
8
UNIVERSITAS SUMATERA
3.6.1 Pengujian Validitas Instrumen
Pengujian validitas dilakukan terhadap model perilaku self care yang telah
mengkorelasikan skor setiap item pertanyaan dengan skor total variabel. Ukuran
memiliki korelasi rendah dengan butir pertanyaan yang lain, dinyatakan sebagai
pertanyaan yang tidak valid. Metode yang digunakan untuk memberikan penilaian
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Setiap alat pengukur seharusnya
waktu ke waktu. Menentukan reliabilitas bisa dilihat dari nilai Alpha jika nilai
Alpha lebih besar dari nilai r tabel maka bisa dikatakan reliabel. Ada juga yang
berpendapat reliabel jika nilai r≥0,60. Untuk mengetahui sejauh mana konsistensi
uji reliabilitas terhadap kuesioner yang telah dipersiapkan dengan rumus Koefisien
8
UNIVERSITAS SUMATERA
3.6.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Self care
8
UNIVERSITAS SUMATERA
Tabel 3.3 (Lanjutan)
8
UNIVERSITAS SUMATERA
3.7 Etika Penelitian
membuat lembar penjelasan yang jujur dan terbuka tentang prosedur, tujuan,
kepada responden penelitian, kemudian dinilai dan ditelaah oleh komisi Etika
yang diperoleh dari responden hanya digunakan untuk kepentingan penelitian ini.
Analisis data yang diperoleh dalam penelitian ini akan menggunakan bantuan
8
UNIVERSITAS SUMATERA
mengenai bagaimana tanggapan pasien terhadap bentuk self care mereka kepada
penyakit diabetes mellitus dan kemudian bagaimana tanggapan serta aksi mereka
yang tergambar dari kualitas hidup mereka, kontrol metabolik dan kontrol lipid
4) Pemilihan matriks input dan teknik estimasi atas model yang dibangun
hubungan kausalitas yang memiliki justifikasi teori yang kuat. Keyakinan atas
hubungan kausalitas dengan anggapan adanya hubungan sebab akibat antara dua
8
UNIVERSITAS SUMATERA
3.9.2 Pengembangan Diagram Jalur
cukup digambarkan dalam sebuah diagram jalur, selanjutnya bahasa program akan
(Ferdinand, 2006).
Skema analisis model penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.1. di
bawah ini:
8
UNIVERSITAS SUMATERA
3.9.3 Konversi Diagram Jalur ke dalam Persamaan
dalam bentuk matriks kovarian atau matriks korelasi sebelum estimasi dilakukan.
Dalam memilih matriks input sebaiknya memilih matriks kovarian, sebab standart
error yang dilaporkan matriks kovarian lebih akurat dan lebih sesuai untuk
8
UNIVERSITAS SUMATERA
memvalidasi hubungan kausalitas dibanding dengan matriks korelasi. Setelah
konstrain pada model yang dianalisis, hal ini berarti mengeliminasi jumlah
estimated coefficients.
asumsi-asumsi SEM.
b) Evaluasi atas asumsi normalitas dalam data dengan z score. Bila z score lebih
besar dari nilai kritis, maka dapat diduga bahwa distribusi data adalah tidak
dikehendaki.
8
UNIVERSITAS SUMATERA
multivariate outlier dilakukan dengan menggunakan kriteria Jarak
Mahalanobis pada tingkat p< 0,001. Jarak diuji dengan Chi-Square (2) pada
df sebesar jumlah variabel bebasnya. Ketentuan bila Mahalanobis > dari nilai
e) Bila asumsi SEM telah dipenuhi, model dapat diuji melalui berbagai cara uji
kriteria goodness-of-fit. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.5, yaitu:
9
UNIVERSITAS SUMATERA
Setelah kesesuaian model diuji, evaluasi lain yang harus dilakukan adalah
mana hasil pengukuran tetap konsisten apabila dilakukan pengukuran dua kali
atau lebih terhadap pertanyaan yang sama dengan menggunakan alat ukur yang
model yang tidak memenuhi syarat pengujian. Hair et al., (1995) memberi
sebuah model, yaitu dengan cara melihat jumlah residual yang dihasilkan oleh
model tersebut. Batas keamanan untuk jumlah residual adalah 5%. Bila jumlah
residual dari semua kovarian lebih besar dari 5% maka modifikasi model perlu
dipertimbangkan. Namun apabila nilai residual yang dihasilkan oleh model lebih
besar dari 2,58 maka perlu mempertimbangkan untuk menambah jalur baru
91
UNIVERSITAS SUMATERA
9
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Ketinggian rata-rata adalah 28 meter di atas permukaan laut. Kota Binjai sebagai
salah satu kota di Provinsi Sumatera Utara yang hanya berjarak ± 22 Km dari
Pusat Kota Medan (± 30 menit perjalanan), bahkan batas terluar Kota Binjai
dengan batas terluar Kota Medan hanya berjarak ± 8 Km. Kota Binjai berbatasan
Langkat dan Kabupaten Deli Serdang, sebelah Barat dengan Kabupaten Langkat,
Kota Binjai yang memiliki luas 9.023,62 Ha (± 90,23 Km2) terdiri dari 5
Timur, Binjai Utara, dan Binjai Barat dengan 37 kelurahan dan jumlah penduduk
keseluruhan sejumlah 261.490 jiwa, terdiri dari 130.551 laki-laki dan 130.939
perempuan dengan kepadatan penduduk 2.898 jiwa/km2 dan rata-rata 4,34 jiwa
per rumah tangga (data tahun 2014). Penduduk Binjai terdiri dari berbagai etnis
antara lain Melayu, Batak Toba, Batak Mandailing, Batak Karo, Batak
Simalungun, Jawa, Banten, Minang, Aceh, China dan India dengan pemeluk
agama mayoritas Islam dan yang mempunyai kesadaran politik dan keamanan
92
UNIVERSITAS SUMATERA
93
Kota Binjai atas dasar harga berlaku tahun 2014 sebesar 11,36 %. Hal ini
kecamatan, yaitu puskesmas Binjai Estate, Rambung, Binjai Kota, Tanah Tinggi,
Kebun Lada, Jati Makmur, H.A.H. Hasan, dan Bandar Senembah. Diantara
kedelapan puskesmas ini, Puskesmas Tanah Tinggi dan Puskesmas H.A.H. Hasan
puskesmas yaitu spesialis penyakit dalam, spesialis anak dan spesialis kebidanan.
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien DM Tipe 2 yang datang
berobat dan kontrol ke 8 puskesmas induk yang ada di Kota Binjai, penentuan
sampel sebanyak 113 orang. Untuk data karakteristik yang responden pada
status pernikan dan suku bangsa, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di
bawah ini.
UNIVERSITAS SUMATERA
94
UNIVERSITAS SUMATERA
95
Kota Binjai didominasi oleh pesien yang memiliki pekerjaan tidak tetap yaitu
4.3.1 Karakteristik Self care dan Dimensi Pembentuk Self care Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 di Kota Binjai
Tabel 4.2 Karakteristik Perilaku Self Care Pasien Diabetes di Kota Binjai
UNIVERSITAS SUMATERA
96
Dari Tabel 4.2 dapat diketahui dimensi perilaku self care dibentuk dari 7
dengan total seluruh pertanyaan berjumlah 28. Selanjutnya dimensi self care
ditetapkan menjadi dua kelompok yaitu baik dan kurang baik. Penentuan kategori
baik apabila total skor dari setiap indikator pembentuk self care berjumlah lebih
besar dari rata-rata skor setiap domain (data berdistribusi normal), dan penentuan
kategori kurang apabila mempunyai total skor setiap domain kurang dari nilai rata
setiap domain, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Hasil Tabel 4.3 menunjukkan dimensi self care yang paling baik adalah
dimensi motivasi pasien dalam berobat (71%), sedangkan dimensi yang kecil
kualitas yang terdiri dari domain kesehatan fisik, domain psikologikal, domain
kesehatan sosial, secara umum penilaian kualitas hidup pasien DM tipe 2 di Kota
UNIVERSITAS SUMATERA
97
baik, sedang dan buruk, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Dari Tabel 4.4 di atas dapat diketahui mayoritas pasien DM Tipe 2 di Kota
Binjai memiliki kualitas hidup yang cukup yaitu sebanyak 110 orang (95,7%),
sedangkan terdapat satu orang (0,9%) yang mempunyai kualitas hidup kurang..
secara umum juga dapat menilai kualitas hidup berdasarkan 4 domain, yaitu
domain kesehatan fisik, psikologis, sosial dan lingkungan, untul lebih jelasnya
Dari hasil Tabel 4.5 berdasarkan keempat domain tersebut diketahui secara
umum kualitas hidup pasien diabetes berdasarkan domain fisik, psikologis, social
dan lingkungan berada pada kategori yang cukup yaitu sebanyak 88 orang
(76,5%) untuk domain fisik, sebanyak 63 orang (54,8%) untuk domain psikologis,
UNIVERSITAS SUMATERA
98
sebanyak 97 orang (84,3%) untuk domain sosial dan 79 orang (68,7%) untuk
domain lingkungan.
Salah satu variabel yang menjadi penilaian penelitian ini adalah nilai
berkaitan dengan perilaku self care pasien DM Tipe 2 di Kota Binjai. Kontrol
metabolik yang diperiksa pada penelitian ini meliputi KGD adrandom (sesaat),
kadar HbA1C dan pemeriksaan profil lemak (Kolesterol Total, HDL Kolesterol,
LDL Kolesterol dan Trigliserida). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Hasil dari Tabel 4.6 dapat diketahui nilai rata-rata KGD 267.5 mg/dL,
UNIVERSITAS SUMATERA
99
Namun sebelum melakukan uji pada tahan Structural Equation Model maka
dipastikan terlebih dahulu bahwa data dan model yang uji sudah memenuhi
asumsi di antara outlier univariat dan multivariate serta asumsi normalitas dan
A. Uji Outlier. Uji outlier terdiri dari outlier univariat dan multivariat yang
outlier jika memiliki nilai minimum dan maksimum Z-score kurang dari ± 3
keseluruhan tidak ada nilai p2 yang lebih kecil nilainya daripada 0,001
terlampir)
B. Normalitas
Uji normalitas ini bertujuan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh
mempunyai distribusi atau sebaran yang normal atau tidak. Jika data
parametik, dan jika tidak berdistribusi normal maka dilakukan statistik non
parametrik. Uji normalitas pada AMOS diketahui dari nilai skewness dan
skewness dan kurtosis berada pada kisaran ±2,58 baik secara univariat maupun
multivariat.
praktis) dari Current et al., (1997) dalam Dachlan (2014) maka semua variabel
UNIVERSITAS SUMATERA
10
yang harga absolutnya lebih besar dari 3, dan juga tidak ditemukan koefisien
kurtosis yang harga absolutnya lebih besar dari 8. Untuk asumsi normalitas
lebih besar dari 2,580 sehingga dinyatakan data memenuhi asumsi normalitas
C. Uji Multikolineritas
Uji asumsi ini dapat dilakukan sekaligus dengan menguji confirmatory factor
analysis (CFA) pada setiap variabel yang digunakan pada model penelitian
ini, dan berikutnya melihat pada hasil uji nilai Goodness of Fit model.
normalitas multivariat terpenuhi maka uji SEM pada model dapat dilanjutkan
Analisis faktor konfirmatori (CFA) digunakan untuk dua tujuan, yaitu untuk
menilai validitas dan reliabilitas instrumen dan menilai apakah suatu variabel
merupakan indikator yang baik (valid dan reliabel) atau tidak. Uji ini dilakukan
mewakili variabel-variabel bebas dalam penelitian ini. Uji ini dilakukan dengan
UNIVERSITAS SUMATERA
10
loading factor pada indikator lebih dari nilai 0,30 (> 0,30) maka indikator dapat
Berdasarkan hasil uji konfirmatori, diperolah hasil uji validitas dan reliabilitas
konstruk atau variabel. Uji ini merupakan uji untuk memastikan indikator telah
dan dapat diterima dalam membentuk variabel yang diwakilkannya. Selain itu
bisa juga ditentukan berdasarkan nilai loding faktornya yang menunjukkan posisi
indikator diantara indikator lainnya dalam satu variabel. Uji validitas bisa dilihat
nilai 0,05, dan untuk standar ketentuan uji reliabilitas dapat kita gunakan nilai CR
UNIVERSITAS SUMATERA
10
UNIVERSITAS SUMATERA
10
Berikutnya adalah hasil uji validitas dan reliabilitas untuk variabel self care, pada
Tabel 4.7 Hasil Analisis Uji Data (Validitas dan Reliabilitas) Variabel Self Care
Standardized
C.R. P Keterangan
Loading
Pengetahuan <--- SC 0,876 2.092 0,036 Valid dan Reliabel
Sikap <--- SC 0,813 0,730 0,0001 Valid dan Reliabel
Motivasi <--- SC 1,056 4.335 0,0001 Valid dan Reliabel
Efikasi diri <--- SC 0,964 3.323 0,0001 Valid dan Reliabel
Komunikasi <--- SC 0,916 7.058 0,0001 Valid dan Reliabel
Pembaiyaan <--- SC 0,330 0.33 0,041 Valid dan Reliabel
Dukungan sosial <--- SC 0,320 0.578 0,003 Valid dan Reliabel
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2017)
Data pada Tabel 4.7 memperlihatkan bahwa seluruh indikator atau dalam
hal ini faktor yang membangun variabel self care dapat diterima atau dinyatakan
valid dan reliabel karena hasil uji memperlihatkan bahwa seluruh nilai p pada
setiap faktor dibawah nilai 0,05 (≤ 0,05) dan nilai CR pada maisng-masing
faktor/indikator yang membangun self care berada di atas 0,07 (≥0,07). Ketentuan
lain yang juga menyatakan bahwa indikator atau faktor pembentuk variabel self
care dinyatakan valid dan reliabel adalah seluruh nilai loding faktornya
(standardized loading) adalah di atas 0,03 (> 0,03). Sehingga seluruh faktor
diterima dan dinyatakan mampu mengukur variabel kualitas hidup dan akan
UNIVERSITAS SUMATERA
10
Berikut ini adalah hasil uji konfirmatori variabel kualitas hidup, yaitu:
Berikutnya adalah hasil uji validitas dan reliabilitas untuk variabel kualitas hidup,
Tabel 4.8 Hasil Analisis Uji Data (Validitas dan Reliabilitas) Variabel Kualitas
Hidup (Qol)
Standardized
C.R. P Keterangan
Loading
Psikologis <--- Qol 0,546 1,830 Valid dan
0,007 Reliabel
UNIVERSITAS SUMATERA
10
Data pada Tabel 4.8 memperlihatkan bahwa seluruh indikator atau dalam
hal ini faktor yang membangun variabel kualitas hidup dapat diterima atau
dinyatakan valid dan reliabel karena hasil uji memperlihatkan bahwa seluruh nilai
p pada setiap faktor dibawah nilai 0,05 (≤ 0,05) dan nilai CR pada maisng-masing
Ketentuan lain yang juga menyatakan bahwa indikator atau faktor pembentuk
variabel kualitas hidup dinyatakan valid dan reliabel adalah seluruh nilai loding
faktornya (standardized loading) adalah di atas 0,03 (> 0,03). Sehingga seluruh
faktor diterima dan dinyatakan mampu mengukur variabel kualitas hidup dan akan
UNIVERSITAS SUMATERA
10
Berikutnya adalah hasil uji validitas dan reliabilitas untuk variabel kontrol
Tabel 4.9 Hasil Analisis Uji Data (Validitas dan Reliabilitas) Variabel Kontrol
Metabolik
membangun variabel kontrol metabolik dapat diterima atau dinyatakan valid dan
reliabel karena hasil uji memperlihatkan bahwa seluruh nilai p pada setiap
indikator dibawah nilai 0,05 (≤ 0,05) dan nilai CR pada maisng-masing indikator
yang membangun kontrol metabolik berada di atas 0,07 (≥0,07). Ketentuan lain
dinyatakan valid dan reliable adalah seluruh nilai loding faktornya (standardized
loading) adalah di atas 0,03 (> 0,03). Sehingga seluruh indikator diterima dan
UNIVERSITAS SUMATERA
10
Berikutnya adalah hasil uji validitas dan reliabilitas untuk variabel kontrol lipid,
Standardized
C.R. P Keterangan
Loading
HDL <--- Lipid 0,321 7,594 Valid dan
0,0001 Reliabel
UNIVERSITAS SUMATERA
10
Data pada Tabel 4.10 memperlihatkan bahwa seluruh indikator atau dalam hal ini
faktor yang membangun variabel kontrol lipid dapat diterima atau dinyatakan
valid dan reliabel karena hasil uji memperlihatkan bahwa seluruh nilai p pada
setiap indikator dibawah nilai 0,05 (≤ 0,05) dan nilai CR pada masing-masing
indikator yang membangun kontrol lipid berada di atas 0,07 (≥0,07). Ketentuan
lain yang juga menyatakan bahwa indikator pembentuk variabel kontrol lipid
dinyatakan valid dan reliabel adalah seluruh nilai loding faktornya (standardized
loading) adalah di atas 0,03 (> 0,03). Sehingga seluruh indikator diterima dan
dinyatakan mampu mengukur variabel kontrol lipid dan akan dimasukan dalam uji
Setelah melakukan analisis konfirmatori dan diketahui model sudah fit, maka
Berikut ini model konsep penelitian secara lengkap yang telah diuji
dengan menggunakan AMOS. Hasil analisis pada AMOS dapat dilihat pada
Gambar berikut :
UNIVERSITAS SUMATERA
10
S
umber: Hasil Pengolahan Data (2017)
Gambar 4.5 Uji Model Struktural Sebelum Modifikasi
Berdasarkan gambar 4.5 maka diperoleh penjelasan untuk uji kelayakan model
Goodness of Fit
Cut-off Value Hasil Analisis Evaluasi Model
Index
χ2 - Chi-square Diharapkan kecil 1314 Tidak baik
Probability ≥ 0,05 0,0001 Tidak baik
RMSEA ≤ 0,08 0,100 Marginal
GFI ≥ 0,90 0,558 Tidak Baik
AGFI ≥ 0,90 0,518 Tidak baik
TLI ≥ 0,90 0,378 Tidak baik
UNIVERSITAS SUMATERA
11
Berdasarkan data pada Tabel 4.11 dilakukan analisis pengujian model dengan
beberapa indikator tersebut agar model menjadi fit dengan data menggunakan
akan memenuhi standar Goodness of Fit dan dikatakan model sudah fit. Sehingga
UNIVERSITAS SUMATERA
11
Kemudian kita dapat menguji kelayakan model melalui Tabel Goodness of Fit
Berdasarkan pada Tabel 4.12 diketahui bahwa uji kelayakan model setelah
dilakukan modifikasi menjadi baik atau dikatakan fit berdasarkan data Goodness
of Fit sehingga bisa dilanjutkan pada analisis berikutnya dan digunakan untuk
hipotesis penelitian ini bisa digunakan tabel Regression Weigh berikut ini :
Keterangan
Hubungan Antar Variabel Estimate p
Self care Kualitas hidup (Qol) 0,879 0,0001 Signifikan
Self care Komunikasi 0,976 0,0001 Signfikan
Self care Sikap 0,150 0,0001 Signifikan
Self care Motivasi 1,013 0,0001 Signifikan
Self care Efikasi diri 0,974 0,003 Signifikan
Self care Pengetahuan 0,961 0,002 Signifikan
Self care Pembiayaan 0,182 0,009 Signifikan
Self care Dukungan keluarga 0,041 0,019 Signifikan
Self care Metabolik 0,413 0,002 Signifikan
Self care Lipid 0,301 0,001 Signifikan
Kualitas hidup 0,987 0,0001 Signifikan
(Qol) Fisik
Kualitas hidup 0,998 0,0001 Signifikan
(Qol) Sosial
Kualitas hidup 0,997 0,0001 Signifikan
(Qol) Lingkungan
UNIVERSITAS SUMATERA
11
Hubungan
Antar Variabel Estimate p Keterangan
Kualitas hidup psikologis 0,704 0,034 Signifikan
(Qol)
Metabolik KGD 0,842 0,0001 Signifikan
Metabolik HBA1C 0,788 0,0001 Signifikan
Lipid HDL 0,045 0,0001 Signifikan
Lipid LDL 0,656 0,050 Signifikan
Lipid TG 0,811 0,004 Signifikan
Lipid TC 0,594 0,001 Signifikan
Sumber: Hasil Pengolahan Data (2017)
Berdasarkan data pada Tabel 4.13 dapat diketahui hasil uji hubungan pada
model struktural berdasarkan data output regression weight hasil analisis data.
Maka kita dapat menyajikan hasil untuk menguji hipotesis penelitian sebagai
1. Variabel self care dibentuk oleh 7 faktor yaitu pengetahuan, sikap, motivasi,
tersebut mampu mengukur atau membentuk variabel self care seorang pasien.
dan besarnya hubungan yang terbentuk adalah 0,976. Kemudian faktor sikap
berhubungan signifikan terhadap self care dengan nilai p (0,003) dan besarnya
UNIVERSITAS SUMATERA
11
terhadap self care dengan nilai p (0,002) dan besarnya hubungan tersebut
dengan nilai p (0,009) dan besarnya hubungan tersebut adalah 0,182. Faktor
(0,019) dan besarnya hubungan tersebut adalah 0,041. Data di atas menjadi
dan nilai estimasi pengaruhnya adalah 1,013. Motivasi secara nyata dan kuat
berperan dalam membentuk variabel self care. Kemudian diikuti oleh faktor
komunikasi dengan nilai estimasi pengaruh (0,976), faktor efikasi diri dengan
sikap dengan nilai estimasi pengaruh (0,150) dan yang paling rendah
pengaruhnya terhadap self care adalah faktor dukungan keluarga dengan nilai
2. Variabel self care berpengaruh positif dan signifikan terhadap kualitas hidup
dengan nilai p (0,0001) dan besarnya pengaruh adalah 0,879 (87,9%). Data ini
kualitas hidup pasien tersebut sebesar 87,9%. Perilaku self care pasien akan
UNIVERSITAS SUMATERA
11
lebih baik. Semakin baik self care pasien maka akan semakin baik kualitas
dengan nilai p (0,0001) dan besar nilai estimasi hubungan adalah 0,987.
dengan nilai p (0,0001) dan besar nilai estimasi hubungan adalah 0,998.
pasien dengan nilai p (0,0001) dan besar nilai estimasi hubungan adalah 0,997.
pasien dengan nilai p (0,034) dan besar nilai estimasi hubungan adalah 0,704.
variabel kualitas kehidupan memiliki peran dan hubungan yang kuat terhadap
di Kota Binjai. Faktor hubungan sosial merupakan faktor yang paling berperan
pasien yang menderita penyakit DM Tipe 2 di Kota Binjai yaitu sebesar 0,998.
hidup pasien adalah faktor lingkungan sebesar 0,997, faktor fisik sebesar
UNIVERSITAS SUMATERA
11
0,987 dan terakhir yang paling kecil pengaruhnya atau perannya adalah faktor
(41,3%). Data ini memperlihatkan bahwa self care pasien penderita DM Tipe
2 di Kota Binjai memiliki pengaruh yang kuat dan secara nyata mempengaruhi
Binjai tersebut sebesar 41,3%. Artinya perilaku self care pasien yang terdiri
metabolik dalam tubuh pasien atau perilaku self care pasien akan memberikan
dampak yang positif terhadap kontrol metabolik pasien. Jika semakin baik
aktivitas self care pasien maka akan semakin baik manfaatnya bagi kontrol
metabolik pasien tetapi sebaliknya jika self care pasien tidak baik maka akan
5. Variabel kontrol metabolik pasien dibentuk oleh KGD dan HBA1C pasien
bahwa KGD dan HBA1C memiliki peran yang signifikan atau mampu
yang signifikan atau berdampak pada kontrol metabolik pasien dengan nilai
UNIVERSITAS SUMATERA
11
kontrol metabolik pasien adalah 0,788. Sehingga diketahui bahwa peran KGD
jauh lebih besar dan memberikan dampak yang lebih kuat terhadap kontrol
6. Variabel kontrol lipid dibangun oleh 4 indikator yaitu HDL, LDL, TG dan
Tipe 2 di Kota Binjai. Adapun besar signifikansi peran dan pengaruh yang
sebagai berikut (1) HDL memiliki peran yang signifikan sebesar nilai p
(0,0001) dan nilai estimasi pengaruh terhadap kontrol lipid adalah 0,045 (2)
LDL memiliki peran yang signifikan sebesar nilai p (0,050) dan nilai estimasi
pengaruh terhadap kontrol lipid adalah (0,656) (3) TG memiliki peran yang
signifikan sebesar nilai p (0,004) dan nilai estimasi pengaruh terhadap kontrol
lipid adalah 0,811 (4) Total Kolesterol memiliki peran yang signifikan sebesar
nilai p (0,001) dan nilai estimasi pengaruh terhadap kontrol lipid adalah 0,594.
Data hasil analisa penelitian diketahui bahwa yang paling besar signifikansi
peran terhadap kontrol lipid adalah adalah HDL artinya HDL paling kuat
memberikan dampak terhadap kontrol lipid pasien. Tetapi untuk faktor yang
7. Variabel self care berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel lipid
UNIVERSITAS SUMATERA
11
kontrol lipid dalam tubuh pasien penderita DM Tipe 2 di Kota Binjai tersebut
sebesar 30,1%. Artinya perilaku self care pasien yang terdiri dari
dukungan sosial pasien akan mampu mengendalikan kontrol lipid dalam tubuh
pasien atau perilaku self care pasien akan memberikan dampak yang positif
terhadap kontrol lipid pasien. Jika semakin baik aktivitas self care pasien
maka akan semakin baik manfaatnya bagi kontrol lipid pasien tetapi
sebaliknya jika self care pasien tidak baik maka akan mengganggu dan
metabolik dan kontrol lipid yang ada di dalam tubuh pasien penderita DM
Tipe 2. Self care berpengaruh positif signifikan terhadap kualitas hidup pasien
dengan nilai p (0,0001) dan besar nilai estimisi pengaruhnya adalah 0,879
(87,9%). Artinya selfcare memberikan pengaruh yang kuat dan secara nyata
berbanding lurus dengan perubahan kualitas hidup pasien sebesar 87,9%. Jika
semakin baik aktivitas self care yang dilakukan oleh pasien maka akan
semakin baik kualitas hidup yang dirasakan oleh pasien. Sebaliknya jika
aktivitas selfcare pasien sangat kecil atau tidak baik maka akan berdampak
UNIVERSITAS SUMATERA
11
pada kualitas hidup pasien yang tidak baik juga. Kemudian self care
DM Tipe 2 di Kota Binjai dengan nilai signifikansi p (0,002) dan besar nilai
dampak positif atau perubahan yang kuat dan secara nyata terhadap kontrol
sebesar 41,3%. Jika semakin baik aktivitas self care yang dilakukan oleh
pasien maka akan memberikan perubahan angka yang baik dan normal pada
kontrol metabolik tubuh pasien yang menderita DM Tipe 2 yang akan mampu
mengendalikan kadar gula dalam darah dan memberikan tubuh yang lebih
sehat. Sebaliknya jika pasien tidak melakukan aktivitas self care-nya dengan
baik atau negatif maka akan berdampak negatif atau memberikan angka yang
tidak baik pada kontrol metabolik dalam tubuh pasien yang akan mengganggu
kesehatan pasien. Berikutnya adalah pengaruh self care terhadap kontrol lipid
besar nilai estimasi pengaruhnya adalah 0,301. Artinya adalah self care yang
yang nyata dan kuat terhadap perubahan angka atau kadar lipid dalam tubuh
pasien sebesar 30,1% sehingga tubuh pasien menjadi lebih baik dan sehat.
Sebaliknya jika pasien tidak menjalankan aktivitas self carenya dengan baik
atau negatif maka akan memberikan pengaruh negatif juga kepada kadar lipid
UNIVERSITAS SUMATERA
11
kesehatan tubuh pasien dan membuat pasien semakin sulit untuk sembuh.
9. Variabel self care yang dilakukan oleh pasien paling besar pengaruh dan
dampaknya adalah terhadap variabel kualitas hidup pasien yaitu sebesar nilai p
(0,0001) dan besar pengaruhnya adalah 0,879 atau 87,9% Selanjutnya self
care berdampak besar terhadap variabel kontrol metabolik yaitu p (0,002) dan
besar pengaruhnya adalah 0,413 atau 41,3%. Sedangkan pengaruh self care
terhadap kontrol lipid pasien adalah p (0,001) dan besar pengaruhnya adalah
Adapun hasil uji untuk mengetahui kebenaran hipotesis penelitian ini bisa
UNIVERSITAS SUMATERA
1
BAB 5
PEMBAHASA
Kota Binjai mayoritas adalah kelompok usia lansia akhir (56-65 tahun) yang
berjumlah 64 orang (56.6 %). Usia merupakan salah satu faktor risiko seseorang
dekade umur pada seseorang yang telah melampaui usia 30 tahun, KGD puasa
akan naik sekitar 1-2 mg/dL (Putra, 2015), semakin meningkat usia seseorang
maka meningkat risiko peningkatan KGD dan gangguan toleransi glukosa, hal ini
disebabkan karena melemahnya semua fungsi organ tubuh termasuk sel Pankreas
Diabetes melitus dapat terjadi pada semua kelompok usia terutama di atas 40
tahun karena risiko terkena diabetes akan meningkat dengan bertambahnya usia
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Ariyanto (2014)
bahwa pasien DM Tipe 2 lebih banyak pada perempuan yaitu sebanyak 77 orang
peningkatan indeks massa tubuh yang lebih besar seperti saat sindroma siklus
UNIVERSITAS SUMATERA
120
UNIVERSITAS SUMATERA
12
cenderung lebih banyak terjadi pada perempuan akibat lebih tingginya angka
Binjai berada pada tingkat pendidikan yang cukup. Hasil penelitian lain oleh
Juwitaningtyas (2014) dan Baur et.al (2013) diketahui tingkat pendidikan pasien
UNIVERSITAS SUMATERA
12
pelayanan.
Jawa dengan proporsi 45,1%. Masyarakat kota Binjai berasal dari berbagai suku
A. Pengetahuan
Binjai secara umum berada pada kategori baik (55.0%). Berdasarkan hasil
perilaku Self care. Pengetahuan dalam hal ini pengetahuan penderita diabetes
mandiri pasien. Menurut Rogers (1974) pengetahuan atau kognitif merupakan hal
yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku atau tindakan seseorang karena
dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh
UNIVERSITAS SUMATERA
12
pengetahuan tentang diabetes dengan gaya hidup penderita diabetes (Hairi, 2013).
pengetahuan, sikap dan tindakan pasien tetapi juga meningkatkan kualitas hidup
rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
pasien diabetes untuk menjadi mandiri, sehingga pemberian edukasi menjadi hal
UNIVERSITAS SUMATERA
12
pasien Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2). Peran edukasi sangat penting dalam
petugas kesehatan. Komponen edukasi DM terdiri dari edukasi gizi dan edukasi
olahraga. Pasien diabetes yang diberikan intervensi program diet dan olahraga
mengalami penurunan berat badan dan kadar glukosa darah yang lebih signifikan
yang lebih, maka akan lebih mudah menyerap informasi berkaitan dengan
penyakitnya sehingga pasien diabetes relatif dapat hidup normal bila mengetahui
UNIVERSITAS SUMATERA
12
kegiatan jasmani, menggunakan obat diabetes dan obat obat-obat pada keadaan
khusus secara aman dan teratur, dan melakukan Pemantauan Glukosa Darah
kecemasan.
laboratorium.
8) Perhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta tingkat pendidikan pasien dan
keluarganya.
UNIVERSITAS SUMATERA
12
secara medik, dalam bentuk pemberian obat juga dipengaruhi dengan pola diet
perilaku penderita dalam mengambil suatu tindakan untuk pengobatan seperti diet,
kebiasaan hidup sehat dan ketepatan berobat. Hal ini berkenaan dengan kemauan
dan kemampuan penderita untuk mengikuti cara hidup sehat yang berkaitan
pengobatan dan perubahan gaya hidup sehingga seringkali pasien menjadi tidak
patuh dan cenderung putus asa dengan program terapi yang lama, kompleks dan
perkembangan dari diabetes yang dialami dan pemberian obat tanpa ada sikap
informasi atau edukasi pada saat pemeriksaan bisa menjadi salah satu faktor
pengendalian glukosa darah. Salah satu tujuan dari dianjurkan pemeriksaan teratur
yang dilakukan oleh penderita Diabetes Melitus adalah sebagai upaya dalam
deteksi dini terjadinya komplikasi serta upaya penanganan klinis yang baik (Putri,
et al., 2013).
UNIVERSITAS SUMATERA
12
diabetisi agar bisa melakukan pola hidup sehat. Sepuluh petujuk pola hidup sehat
1) G (Gula): diabetisi sebaiknya pantang gula dan bagi non diabetes membatasi
asupan gula.
4) O (Obesitas): lakukan penurunan berat badan jika terjadi besitas dengan target
lingkar pinggang untuk laki-laki <90 cm dan untuk wanita <80 cm.
5) H (Hipertensi): untuk pasien hipertensi batasi ekstra garam dan makanan asin.
8) S (Stres): usahakan tidur nyenyak 6-7 jam sehari, bila tidur malam kurang
10) R (Regular Check Up): lakukan kontrol setiap 3,6,12 bulan, konsultasi pada
ahli.
UNIVERSITAS SUMATERA
12
pendidikan yang baik akan lebih dapat memahami edukasi yang diberikan dan
di kota Binjai adalah SMA, hal ini bisa menjadi salah satu penyebab tingkat
pengetahuan pasien diabetes berada pada kategori yang baik karena dapat
memehami edukasi yang diberikan dengan baik, selain itu komunikasi dengan
dokter/petugas kesehatan yang juga baik dan lancar. Hal ini disebabkan oleh
tinggi, hal ini dapat diketahui dari tingginya kehadiran serta keaktifan mereka
untuk mengikuti seluruh kegiatan tersebut, malahan ada beberapa posyandu lansia
yang mempunyai kegiatan setiap jumat pagi untuk melaksanakan senam bersama
yang dipandu oleh trainer yang mereka gaji dengan dana mereka bersama. Hal
UNIVERSITAS SUMATERA
12
tinggi dan berkomunikasi dengan baik dan akrab dengan pasien diabetes yang
datang.
B. Sikap
Sikap pada penelitian ini adalah positif (baik) (58%), berdasarkan hasil
analisis SEM diketahui bahwa sikap berkonrtibusi membentuk perilaku self care.
Sikap adalah suatu reaksi yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek.
Manifestasi sikap tidak dapat dilihat secara langsung, tetapi hanya dapat
Sedangkan menurut Purwanto (1999), sikap adalah pandangan atau perasaan yang
disertai kecendrungan untuk bertindak terhadap suatu objek. Sikap dapat bersifat
positif dan negatif pada sikap positif terdapat kecendrungan tindakan adalah
Sikap yang terbentuk dalam diri seseorang adalah hasil dari proses
(Sunaryo, 2004). Sikap tidak dibawa sejak lahir, selalu berhubungan dengan
objek, dapat berlangsung lama atau sebentar, bahkan sikap mengandung faktor
perasaan dan motivasi (Walgito, 2001). Menurut Sunaryo (2004), sikap tidak
dibawa sejak lahir tetapi dapat dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman
UNIVERSITAS SUMATERA
13
tinggi pendidikan seseorang, semakin baik pula sikapnya biasanya makin tinggi
pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi dan
memahami sesuatu. Sikap pasien diabetes di Binjai yang baik dapat disebabkan
sikap yang positif. Pengetahuan dan sikap yang baik akan menghasilkan perilaku
atau tindakan yang baik juga, karena sikap dapat dikatakan kesediaan untuk
C. Komunikasi Dokter-Pasien
pasien berada pada kategori yang baik (50%). Berdasarkan hasil analisa SEM
perilaku self care. Semakin lancar komunikasi yang dilakukan akan semakin baik
perilaku self care pasien diabetes. Komunikasi merupakan komponen penting dan
diabetes. Komunikasi yang baik dan efektif antara dokter/petugas kesehatan dan
pasien diabetes dapat menjadi energi positif, motivasi dan penyemangat pasien
UNIVERSITAS SUMATERA
13
dengan pasien diabetes dapat terbagi dalam 2 jenis komunikasi, yaitu komunikasi
yang terjadi secara umum dan komunikasi spesifik mengenai penyakit diabetes
dalam upaya melakukan edukasi. Kedua komunikasi yang terjalin ini sama-sama
berpengaruh kepada self care pasien, semakin efektif komunikasi yang terjalin
akan semakin baik perilaku self care pasien diabetes (Piete et al., 2003).
Pada prinsipnya, pasien diabetes memiliki peran utama mencapai self care
self care yang baik. Idealnya penanganan diabetes dilakukan secara terpadu,
UNIVERSITAS SUMATERA
13
dan perawat yang terlatih. Dengan adanya kolaborasi ini diharapkan pasien akan
mandiri dan mempunyai perilaku self care yang baik dan bersinambung
(Kusniawati, 2010).
kesehatan tentang self care diabetes merupakan hal yang penting untuk
komunikasi tersebut berhubungan secara bebas terhadap self care pada setiap
empat area yang diuji, yaitu perawatan kaki, obat, diet dan latihan (Kusniawati,
2011).
tindakan yang harus dilakukan oleh klien dalam kehidupan sehari-hari agar gula
diabetes yang terjadi saat klien datang ke pusat pelayanan kesehatan meupakan
salah satu dimensi komunikasi petugas kesehatan (Piette et al., 2003). Aspek
komunikasi yang dibutuhkan yang dapat menunjang efektifitas self care diabetes
self care diabetes yang meliputi penjelasan tentang diet, latihan, monitoring gula
UNIVERSITAS SUMATERA
13
di kota Binjai sudah terjalin dengan baik, hal ini terlihat ketika pasien tidak
canggung ketika berjumpa dan dapat menanyakan hal-hal yang terkait dengan
dapat dilihat pasien merasa dekat dan saling melempar candaan ketika berkumpul
di puskesmas ataupun di posyandu lansia. Komunikasi yang telah baik ini tentu
D. Pembiayaan Kesehatan
diabetes di Kota Binjai berada pada kategori yang baik (54%). Berdasarkan hasil
self care pasien diabetes di Kota Binjai. Pembiayaa terkait dengan ketersediaan
UNIVERSITAS SUMATERA
13
adanya BPJS masyarakat tidak perlu kuatir untuk datang ke pelayanan kesehatan
yang dilakukan kepada pasien diabetes di Kota Binjai, diketahui bahwa sebagian
rumah sakit rujukan secara gratis. Dari 115 pasien diabetes dalam penelitian ini
ada beberapa pasien yang tidak memiliki BPJS (20%) dari hasil wawancara
E. Dukungan Keluarga
salah satu komponen pembentuk perilaku self care pasien diabetes di Kota Binjai.
diabetes adalah berada pada kategori yang baik (68 %). Dukungan Keluarga
diartikan sebagai bantuan yang diberikan oleh orang lain yang dicintai atau
dipedulikan, diyakini dan dihargai, dan sebagai bagian dari komunikasi serta
pada orang yang dihadapkan pada situasi stres (Taylor, 2006). Dukungan tersebut
UNIVERSITAS SUMATERA
13
dan lingkungan komunitas. Dukungan sosial secara efektif dapat mengurangi stres
psikososial, seperti depresi atau kecemasan, pada saat-saat sulit dan berhubungan
jantung koroner, diabetes, penyakit paru, arthritis, dan kanker. Ini juga dapat
terutama pada orang-orang dengan kebutuhan tinggi akan dukungan sosial namun
kemandirian dan perilaku self care, dukungan yang biasa diterima dari
kesehatannya ke rumah sakit, selain itu keluarga juga membantu pasien dalam
menurunkan kadar gula darah. Dukungan keluarga seperti inilah yang mungkin
keluarga adalah perilaku kontrol gula darah. Perilaku kontrol gula darah ini
UNIVERSITAS SUMATERA
13
dan kematian dini pada pasien diabetes (Gao et al., 2013). Belgrave dan Lewis
aktifitas kesehatan (Wu et al., 2006). Menurut Bomar (2004) dukungan keluarga
adalah suatu bentuk perilaku melayani yang dilakukan oleh keluarga baik dalam
dan informasi) maupun dalam bentuk instrumental (bantuan tenaga, dana dan
waktu). Hasil penelitian Ariani (2011) menemukan bahwa ada hubungan antara
meningkatkan semangat dan motivasi kepada pasien untuk selalu sehat (Isworo
selama masa hidup, dengan sifat dan tipe dukungan sosial bervariasi pada masing-
masing tahap siklus kehidupan keluarga. Walaupun demikian, dalam semua tahap
(Friedman, 2010). Dukungan kelurga yang diberikan kepada pasien diabetes dapat
Dukungan yang bersifat positif akan meningkatkan self care pasien diabetes,
namun dukungan yang bersifat negatif akan terjadi sebaliknya (Mayberry, 2014).
dapat diberikan oleh lingkungan tempat tinggal dan orang-orang yang berada di
UNIVERSITAS SUMATERA
13
lingkungan tersebut, karena hal ini juga akan mempengaruhi dan mempunyai
hubungan yang signifikan dengan perilaku perawatan diri pada diabetes. Apabila
faktor tersebut terganggu maka akan berdampak langsung kepada perilaku pasien
diabetes (Smalls et al., 2015). Hal ini mendukung hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Aditama (2011) bahwa dukungan sosial merupakan faktor yang
paling berperan dalam mengendalikan KGD dan kadar HbA1c pasien diabetes di
memiliki peran penting memengaruhi kualitas hidup yang spesifik pada pasien
DM, demikain juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Goz et al. (2007)
Sebuah penelitian di China yang meneliti efek dari perawatan diri, efikasi
diri, dan dukungan sosial terhadap kontrol glikemik mendapatkan hasil bahwa
Didapatkan bahwa efikasi diri dan dukungan sosial secara signifikan berhubungan
Dukungan keluarga pada penelitian ini bernilai baik dapat disebabkan oleh
pola kehidupan masyarakat di Kota Binjai masih sangat kekeluargaan dan gotong
royong. Meskipun Kota Binjai merupakan kota yang terdekat dengan kota
tolong menolong antara mereka dan tentu saja saling dukung dalam keluarga. Hal
ini dapat kita lihat pada penyelenggaraan posyandu lansia, penduduk setempat
UNIVERSITAS SUMATERA
13
dengan senang hati melaksanakan kegiatan di rumahnya dan malah merasa tidak
dibebani dan tidak dipungut bayaran. Pada pelaksanaan posyandu lansia, para
anggota posyandu, kader dan petugas kesehatan saling menyapa dan bercanda
melayani yang dilakukan oleh keluarga baik dalam bentuk dukungan emosional
dalam bentuk instrumental (bantuan tenaga, dana dan waktu). Hasil penelitian
F. Motivasi
komponen pembentuk perilaku self care pasien diabetes di Kota Binjai. Motivasi
dapat menimbulkan suatu perubahan energi dalam diri seseorang dan pada
akhirnya akan berhubungan dengan kejiwaan, perasaan dan emosi untuk bertindak
dan melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan, kebutuhan dan keinginan tertentu.
Kegiatan tersebut dapat terlaksana dengan baik jika didukung oleh adanya
kekuatan pendorong baik dalam diri maupun diluar diri manusia. (Kusniawati,
2011). Motivasi merupakan faktor yang penting bagi pasienDM tipe 2 karena
motivasi yang ada pada diri pasien DM tipe 2 akan mampu memberikan dorongan
yang kuat bagi klien DM tipe 2 untuk melakukan perilaku self care diabetes,
sehingga akan tercapai pengontrolan gula darah secara optimal dan meminimalkan
UNIVERSITAS SUMATERA
13
dalam melakukan self care diabetes terutama dalam hal mempertahankan diet dan
monitor gula darah. Pasien DM tipe 2 yang memiliki motivasi baik akan
melakukan tindakan self care diabetes dengan baik pula untuk mencapai tujuan
yang diiginkan yaitu pengontrolan gula darah sehingga pada akhirnya komplikasi
pasien dalam mengontrol gula darah (Xu Yin et al., 2008). Pasien yang memiliki
keyakinan kuat bahwa aktifitas self care diabetes merupakan tindakan yang efektif
dalam pengelolaan diabetes maka pasien akan melakukan perilaku self care
dalam kehidupanya sehari-hari. Perilaku self care diabetes tersebut akan menjadi
tanggung jawab klien dalam mengelola penyakitnya, sehingga klien akan selalu
yang menggerakkan kita untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Motivasi
UNIVERSITAS SUMATERA
14
motivasi instrinsik lebih disenangi dan memberikan hasil yang lebih baik
erat. Sebagai hasilnya, berbagai usaha untuk menilai motivasi dapat berfokus pada
kognitif (seperti persepsi, keyakinan, dan sikap), atau keduanya (Lai, 2011).
Motivasi merupakan dorongan yang berasal dari dalam diri maupun dari
luar individu untuk melakukan tugas tertentu guna mencapai suatu tujuan
pengobatan yang lama dan biaya yang besar sehingga dapat menimbulkan
masalah psikologis pada diri pasien seperti rasa frustasi, cemas, dan depresi
G. Efikasi Diri
Berdasarkan hasil penelitian juga diketahui efikasi diri pasien diabetes lebih
Konsep efikasi diri telah dikembangkan oleh Albert Bandura sebagai teori
sosial kognitif pada tahun 1977. Efikasi diri merupakan keyakinan individu
Efikasi diri adalah prediktor kuat terhadap perilaku manajemen diri DM,
UNIVERSITAS SUMATERA
14
seseorang yang hidup dengan DM yang memiliki tingkat efikasi diri yang lebih
tinggi akan berpartisipasi dalam perilaku pengelolaan diri DM yang lebih baik.
diabetes. Hal ini didukung dengan penelitian dari Mishalia (2011) yang
menyatakan bahwa efikasi diri yang rendah pada setiap perilaku pasien diabetes
pengaturan diet, olahraga, pemantauan kadar gula darah, penggunakan obat dan
insulin yang teratur dan perawatan kaki (Manjula, 2013). Perilaku yang paling
sering dilakukan oleh pasien diabetes adalah penggunakan obat dan insulin,
disusul dengan perawatan kaki, pengaturan pola makan, olahraga dan terakhir
yang paling jarang dilakukan adalah pemantauan kadar gula darah (Albikawi and
Abuadas, 2015).
mempunyai efikasi diri yang rendah, seperti penelitian yang dilakukan oleh Ariani
(2011) menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden memiliki efikasi diri
baik sebanyak 58 orang (52,7%), dan efikasi diri yang tidak baik sebanyak 52
orang (47,3%). Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Aditama et.al
rendah sebanyak 40 orang (71,43%), dan yang memiliki tingkat efikasi diri tinggi
sebanyak 16 orang (28,57%). Hal ini disebabkan karena efikasi diri seseorang
tingkat efikasi diri yang berbeda. Penelitian lainnya yang dilakukan Ratnawati et
UNIVERSITAS SUMATERA
14
menunjukkan nilai rata-rata efikasi diri adalah 3.63 dengan kategori cukup.
Semakin tinggi efikasi diri semakin akan meningkat perilaku self care serta
Seseorang yang hidup dengan DM tipe-2 yang memiliki skor efikasi diri tinggi
lebih mungkin untuk melakukan diet, olahraga, serta perilaku sehat lainnya
(Ratnawati et al, 2016). Sehingga secara tidak langsung efikasi diri berbanding
terbalik dengan kontrol glikemik. Hal ini juga didukung oleh penelitian Indelicato
(2017) juga menyatakan bahwa tingkat efikasi diri yang lebih rendah berhubungan
(2012) pasien dengan efikasi diri yang tinggi memiliki kontrol glikemik yang
lebih baik.
untuk mengambil langkah gaya hidup yang sehat; untuk memenuhi kebutuhan
panjang mereka; dan untuk mencegah penyakit lebih lanjut atau kecelakaan.
Manfaat dari perawatan diri sangat besar dapat dirasakan oleh pasien. Menurut
para pendukung model perawatan kronis (salah satu model yang paling
komprehensif dari perawatan untuk kondisi jangka panjang) bahwa semua pasien
dengan penyakit kronis membuat keputusan dan terlibat dalam perilaku yang
UNIVERSITAS SUMATERA
14
klinik self care diabetes diartikan sama dengan self management pada klien DM.
Self care diabetes merupakan program atau tindakan yang harus dijalankan
sepanjang kehidupan pasien dan menjadi tanggungjawab penuh bagi setiap pasien
melakukan self care dan penampilan tindakan self care diabetes untuk
diatas dapat disimpulkan bahwa self care diabetes adalah tindakan mandiri yang
dilakukan oleh klien diabetes dalam kehidupan sehari-hari dengan tujuan untuk
mengontrol gula darah yang meliputi aktifitas pengaturan pola makan (diet),
latihan fisik (olahraga), pemantauan kadar gula darah, minum obat dan perawatan
kaki.
proses pembelajaran untuk tetap bertahan dengan keadaan yang komplek pada
pasien DM tipe 2 dilihat dari konteks sosial. Terdapat konstribusi yang positif
antara pasien DM dengan aktivitas self care yang telah diberikan penyuluhan
tentang pentingnya self care. Adanya promosi kesehatan tentang self care pada
pasien DM tipe 2 dapat menunda terjadinya komplikasi dalam waktu yang relatif
UNIVERSITAS SUMATERA
14
pembentuk perilaku self care pasien diabetes tipe 2 yaitu: pengetahuan, sikap,
Seorang pasien diabetes mempunyai perilaku Self care yang baik apabila
dalam pembiyaan penyakitnya, mendapat dukungan yang positif dari keluarga dan
mempunyai efikasi diri yang baik. Hasil penelitian ini telah membuktikan
komponen-komponen apa saja yang membentuk perilaku self care serta seberapa
kuat hubungannya.
Pada penelitian ini ditemukan rata-rata perilaku self care pasien DM Tipe
2 di Kota Binjai adalah 359,8 (SD 29,5), dari hasil tersebut diketahui secara
umum perilaku self care pasien DM Tipe 2 di Kota Binjai dapat dikategorikan
sudah baik (66,4%). Perilaku self care yang baik pada pasien DM Tipe 2 dapat
diketahui dari ketujuh indikator pembentuk perilaku self care yang telah
dirumuskan diawal penelitian secara umum berada pada kategori yang baik, hasil
ini akan menggambarkan perolehan dari perilaku self carenya. Ketujuh indikator
yang dirumuskan diawal penelitian menjadi determinan perilaku self care. Untuk
terbentunya perilaku self care yang baik banyak faktor yang mempengaruhi,
secara umum ada faktor internal dan eksternal. Apabila kita mengacu kepada
UNIVERSITAS SUMATERA
14
informasi, selain itu pasien juga harus mempunyai niat yang kuat untuk berubah.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulistria (2013)
yaitu perilaku self care pasien DM Tipe 2 rawat jalan di puskesmas Kalirungkut
berada pada kategori cukup (95,7%). Berdasarkan dari keempat domain diketahui
semua domain berada pada kategori yang cukup. Domain psikologis dan domain
lingkungan merupakan domain yang mempunyai kualitas hidup baik lebih banyak
dibandingkan domain yang lain yaitu 44,3% untuk psikologis dan 31,3 % untuk
lingkungan.
keberadaan atau posisi dirinya dalam hidup dalam konteks kebudayaan dan sistem
UNIVERSITAS SUMATERA
14
Binjai jika dikelompokkan maka pasien dengan kualitas hidup adalah cukup.
penuruan kualitas hidup akibat DM. Hal ini mungkin diakibatkan karena perilaku
self care yang sudah baik serta rendahnya angka komplikasi pada pasien diabetes.
kategori yang baik dibandingkan domain yang lain. Hal ini menjelaskan bahwa
penderita diabetes tidak merasa ada gangguan pada domain ini pasien diabetes di
kota Binjai memiliki kepuasan yang lebih baik pada aspek penampilan, perasaan
negatif yang jarang, perasaan positif yang sering, self esteem yang lebih baik dan
spiritualitas dan kemampuan berpikir, belajar, ingatan dan konsentrasi yang baik.
Seperti yang kita ketahui, masyarakat Indonesia adalah masyarakat dengan sistem
dukungan keluarga dan agama yang sangat kuat. Dukungan keluarga yang kuat
dikaitkan dengan adaptasi psikologis pasien yang lebih baik terhadap penyakitnya
(Odili et al., 2009). Hal ini bertetangan dengan penelitian Gholami (2013) yang
kualitas hidup mungkin berbeda antar budaya dan antar negara (Bani-Issa, 2010).
berada pada kategori baik dan cukup saja dan tidak ada pasien yang mempunyai
kualitas hidup yang kurang pada domain ini. Hal ini menjelaskan bahwa pasien
UNIVERSITAS SUMATERA
14
diabetes di kota Binjai tidak mempunyai masalah dengan aspek hubungan sosial.
Domain ini menilai aspek hubungan personal, dukungan sosial dan aktivitas
seksual.
umum masih pada kategori lebih banyak yang tidak terganggu. Salah satu aspek
penilaian dalam domain ini adalah kemudahan akses dan kualitas perawatan
tercermin dalam nilai pada domain ini dah hal ini diamati oleh peneliti saat
yang dinilai pada domain ini adalah hubungan sosial. Nilai yang tinggi pada
domain ini mungkin disebabkan oleh dukungan yang diberikan keluarga pasien
kekeluargaan yang tinggi serta family care giver support system yang kuat.
Nilai rata-rata kualitas hidup beserta domain kualitas hidup bervariasi dan
berbeda antar penelitian dan antar negara. Hal ini menjadi bukti bahwa kualitas
hidup adalah suatu konsep yang subjektif dan dipersepsikan secara berbeda oleh
menunjukkan kualitas hidup yang baik, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor
antar keluarga dan hubungan yang erat antar anggota keluarga dan stabilitas
UNIVERSITAS SUMATERA
14
politik negara tersebut (Bani-Issa, 2010). Oleh sebab itu, penilaian kualitas hidup
perilku self care dengan kadar HbA1C dan Kadar Gula Darah (KGD) pasien DM
yang menyatakan bahwa perilaku self care berpengaruh dengan nilai HbA1c
pasien DM Tipe 2, semakin baik perilaku self care semakin terkontrol kadar
HbA1c pasien diabetes (Aditama, 2011; Ortiz, 2010; Goa et all., 2013). Indikator
objektif yang dapat digunakan untuk mengontrol pasien diabetes (indek glikemik)
adalah KGD dan HbA1C. Secara historis, pengukuran KGD merupakan inti
gejala, sehingga batasan kadar glukosa darah yang spesifik tidak dibutuhkan
(International Expert Comitee, 2009). Hubungan antara A1c dan glukosa plasma
adalah kompleks. Kadar HbA1c lebih tinggi didapatkan pada individu yang
memiliki kadar glukosa darah tinggi sejak lama, seperti pada diabetes. Banyak
UNIVERSITAS SUMATERA
14
penelitian menunjukkan bahwa A1C adalah indeks rerata kadar glukosa selama
darah harian rata rata dan derajat keseimbangan karbohidrat selama 2 bulan yang
pemeriksaan gula darah puasa. Oleh karena itu pemeriksaan HbA1C dilakukan
minimal 2 kali dalam setahun (ACBD UK, 2008). Semakin tinggi nilai HbA1C
kematian 21%. Kadar HbA1c terbentuk pada pasca translasi yang berlangsung
secara lambat dan tidak dipengaruhi oleh enzim sepanjang jalur hidup eritrosit,
oleh karena itu apabila eritrosit lebih tua maka kadar HbA1C lebih tinggi
(ACBD UK, 2008; Florkowski C., 2013; American Diabetes Association, 2005).
care dengan kadar HbA1C pada pasien yang datang ke poliklinik (Kusniyah et
al., 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Aditama (2011) menyatakan ada
hubungan antara self-care, self efficacy, and social support dengan kadar HbA1C
UNIVERSITAS SUMATERA
15
diri pada diabetes membutuhkan pasien untuk membuat modifikasi gaya hidup
perawatan diri (Self care behavior) menjadi salah satu komponen yang esensial
untuk pasien DM tipe 2 karena perilaku ini akan membantu pasien menjaga dan
diabetes perlu perilaku perawatan diri selama seumur hidup mereka dan itu
termasuk kegiatan yang paling penting seperti pola makan yang sehat dan
diet, tingkat aktivitas dan obat yang diresepkan. Menggunakan strategi gaya hidup
tepat dan perawatan diri adalah elemen kunci dalam pencegahan diabetes yang
yang melaksanakan perilaku self care yang baik dan teratur setiap hari akan
dilakukan oleh Zuniga (2013) menemukan adanya penurunan level HbA1C yang
signifikan pada 3 bulan pertama dengan total follow up 12 bulan pada pasien yang
melakukan adherensi terhadap program self care. Dijumpai penurunan 0,7% pada
Rubin et all. (1998) meneliti pada 213 sampel yang diberikan pelatihan
darah, dan pengaturan injeksi insulin). Kemudian dalam tempo enam bulan
sampel diukur nilai HbA1C dalam darah dan dijumpai adanya perbedaan yang
signifikan antara sebelum dan sesudah pelatihan. Von Arx et all. (2016) meneliti
UNIVERSITAS SUMATERA
15
dengan keberhasilan terapi DM. Menurut Von Arx et al. (2016) perilaku sehat
menimbulkan ketaatan pengobatan yang lebih baik dibanding pasien yang sekadar
yang meningkat akan menurunkan kadar HbA1C pasien. Hasil penelitian ini
perubahan gaya hidup sesuai dengan pendidikan kesehatan yang diberikan kepada
pasien.
pengendalian yang baik diantaranya: tidak terdapat atau minimal glukosuria, tidak
glukosa 2 jam setelah makan normal, dan HbA1c (Glycated Hemoglobin atau
dibanding pemeriksaan yang lain untuk menilai status glikemik jangka panjang
UNIVERSITAS SUMATERA
15
DM. Temuan utama studi diabetes, Diabetes Control and Complication Trial
Studi juga menunjukkan bahwa menurunkan kadar hemoglobin HbA1C agar tetap
dalam kadar normal dapat meningkatkan peluang seseorang untuk tetap sehat.
kronik DM antara 20–30%. Bahkan hasil dari the United Kingdom Prospective
menuntut suatu perubahan perilaku dalam periode yang cukup panjang dan
tetapi banyak pasien yang tidak berhasil melakukan manajemen diri secara
perubahan perilaku dan gaya hidup. Pasien tidak selalu menerapkan perubahan
perilaku yang diinginkan (Sharoni dan Wu, 2012), dan banyak penderita diabetes
yang tidak terlibat dalam semua praktik manajemen diri (Hunt et al., 2012; Al-
adalah efikasi diri. Bandura (1994, dalam Beckerle dan Lavin, 2013) menjelaskan
UNIVERSITAS SUMATERA
15
hidupnya.
5.6 Pengaruh Perilaku Self Care dengan Profil lemak Pasien DM Tipe 2 di
Kota Binjai
Profil lemak menjadi salah satu parameter yang dinilai sebagai kontrol
lemak pasien diketahui terjadi peningkatan jumlah rata-rata normal. Hasil analisis
menyatakan terdapat pengaruh antara perilaku self care dengan profil lemak
lipid yang ditandai dengan peningkatan maupun penurunan fraksi lipid dalam
total, trigliserida (TG), low density lipoprotein (LDL), dan penurunan kadar high
Walaupun kadar LDL tidak selalu meningkat, tetapi partikel LDL akan
yang bersifat aterogenik (Hanum, 2013; Josten et al., 2006; Cantika, 2014)
penurunan sintesis asam lemak trigliserida. Kelainan ini terjadi akibat efek insulin
UNIVERSITAS SUMATERA
15
sel hati, kemudian glukosa akan masuk pada jalur glikolisis dan menjadi piruvat
dengan hasil akhir berupa asetil-KoA, yang merupakan substrat awal sintesis
asam lemak.
profil lemak pada pasien diabates (Hanum, 2013; Josten et al., 2006; Cantika,
2014; Singh dan Kumar, 2012 ; Ozder dan Aclan, 2014; Kamble, 2015).
Kenaikan profil lemak ini biasanya sejalan dengan kontrol glikemik yang
tinggi, dapat disimpulkan pasien diabetes yang tidak terkontrol akan berisiko
terjadi peningkatan kadar trigliserida dalam darah (Priyadi et al., 2012; Loei et al.,
2014). Peningkatan profil lemak ini dapat dipengaruhi beberapa faktor selain
(Palawi,2014). Kenaikan profil lemak biasanya banyak terjadi pada usia tua yaitu
kelompok umur 59 tahun, tersering peningkatan kadar LDL dan penurunan kadar
UNIVERSITAS SUMATERA
15
dengan kualitas hidup pasien DM Tipe 2 di Kota Binjai. Self care dapat
mempengaruhi kualitas hidup pasien diabetes dimana terdapat perasaan puas dan
pembatasan aktivitas fisik, mengontrol kadar gula darah; gejala apa saja yang
kemungkinan timbul ketika kadar gula darah tidak stabil; komplikasi yang dapat
timbul akibat dari penyakti diabetes dan disfungsi seksual (Yudianto, 2008).
mendapatkan kualitas hidup yang baik diantaranya pengaturan diet, foot care,
pengawasan gula darah mandiri dan hygiene. Penelitian Sulistria tingkat self care
care cukup baik mengenai pengaturan pola makan (diet), olahraga dan terapi.
Namun pada pengukuran kadar gula darah dan perawatan kaki tingkat self care
UNIVERSITAS SUMATERA
15
5.8 Model Perspektif Perilaku Self Care Pasien Diabetes Tipe 2 di Kota
Binjai
yang berkontribusi terhadap perilaku self care pasien DM Tipe 2 di Kota Binjai.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketujuh indikator tersebut harus ada dan
dimiliki oleh pasien diabates sehingga mempunyai perilaku self care yang baik,
perilaku self care yang baik akan membuat mereka mampu mengontrol diabetes
dan mempunyai kualitas hidup yang baik. Ketujuh indikator tersebut dapat
Bimbing
an
Informasi
Edukasi Komunikasi
Pasien Diabetes Informasi
Dokter Keluarga
Perilaku
Self Care
UNIVERSITAS SUMATERA
15
belum ada penelitian terdahulu yang meneliti tentang perilaku self care yang
ketujuh indikator tersebut dimiliki oleh pasien diabates akan dapat diprediksi
pasien akan meningkat, hal ini akan berdampak terhadap menurunnya angka
3. Model perspektif peningkatan perilaku self care ini dibentuk dari indikator-
care.
4. Dengan mengetahui model perspektif perilaku self care ini, dapat dilakukan
perilaku self care yang baik pada pasien diabates di Kota Binjai pada
UNIVERSITAS SUMATERA
15
diabetes, obat saja tidak cukup untuk mengontrol diabetes dan mencegah
pemberian edukasi. Dengan adanya model perspektif perilaku self care ini,
Komunikasi yang baik serta motivasi dan perhatian serta edukasi yang
dibutuhkan untuk dalam kondisi ini. Hasil penelitian ini akan menjadi
UNIVERSITAS SUMATERA
15
yang terjalin dengan pasien untuk meningkatkan perilaku self care nya.
berhubungan erat dengan perilaku self care yang pada akhirnya dapat dinilai
UNIVERSITAS SUMATERA
16
keterbatasan dalam penelitian ini yang tidak bisa dihindari, keterbatasan tersebut
antara lain:
indikator pembentuk perilaku self care, secara teori dan dalam aplikasinya di
kepada teori perubahan perilaku yang lain atau digunakan beberapa teori,
pelayanan primer.
kualitas Hidup dari WHO, sehingga aspek yang dinilai dalam kualitas hidup
penelitian ini, mungkin dapat mengungkap aspek lain yang berkaitan dengan
UNIVERSITAS SUMATERA
16
Kota Binjai, kita ketahui bahwa pasien diabates yang datang ke puskesmas
adalah pasien dengan sosial ekonomi menengah ke bawah yang mungkin saja
di rumah sakit dan praktek dokter spesialis. Untuk itu perlu dilakukan
penelitian lanjutan tentang perilaku self care dan kualitas hidup pasien
diabetes yang datang ke rumah sakit dan praktek dokter spesialis, sehingga
didapatkan indikator perilaku self care yang mewakili semua pasien Diabetes
Melitus Tipe 2 yang berada di Kota Binjai, dan mungkin dapat mewakili
Sumatera Utara.
UNIVERSITAS SUMATERA
1
BAB 6
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian ini, dapat
kualitas hidup, dan parameter kontrol metabolik (KGD dan kadar Hba1C) dan
pasien Diabetes Melitus tipe 2 di kota Binjai. Secara lebih khusus yaitu:
pembentukan variabel self care pasien dengan nilai p (0,0001) dan nilai
terhadap self care adalah faktor dukungan keluarga dengan nilai estimasi
pengaruh (0,041).
162
UNIVERSITAS SUMATERA
16
hidup dengan nilai p (0,0001) dan besarnya pengaruh adalah 0,879 (87,9%).
(41,3%).
5. Variabel self care berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel lipid
6. Variabel self care yang paling besar pengaruh terhadap variabel kualitas
hidup pasien yaitu sebesar nilai p (0,0001) dan besar pengaruhnya adalah
0,879 atau 87,9% Selanjutnya self care berdampak besar terhadap variabel
kontrol metabolik yaitu p (0,002) dan besar pengaruhnya adalah 0,413 atau
41,3%. Sedangkan pengaruh self care terhadap kontrol lipid pasien adalah p
6.2 Saran
1. Hasil penelitian ini menjadi masukan kepada setiap pelayanan primer untuk
perbaikan pelayanan pasien diabetes untuk kota Binjai dan mungkin juga
UNIVERSITAS SUMATERA
16
berkala dan pemeriksaan lain seperti mata dan fungsi ginjal untuk
UNIVERSITAS SUMATERA
1
DAFTAR PUSTAKA
Abrahim, M., Larsson-Mauleon, A., Hjelm, K., 2011. Self-care in type 2 diabetes:
A systematic literature review on factors contributing to self-care among
type 2 diabetes mellitus patients. International Master in Caring Sciences.
Adepu, R., Rasheed, A., dan Nagavi, B.G., 2007. Effect of Patient Conseling on
Quality of Life in Type-2 Diabetes Mellitus Patients in Two Selected
South Indian Community Pharmacies: A Study. Indian Journal of
Pharmaceutical Sciences 2007, 69 (4): 519-524.
Albikawi, Z. F., and Abuadas, M., 2015. Diabetes Self Care Management
Behaviors Among Jordanian Type Two Diabetes Patients. American
International Journal of Contemporary Research, 5 (3).pp1-5
ALAboudi, I.S., Hassali, M.A., Shafie, A.A., ALRubeaan, K., dan Hassan, A.,
2014. Knowledge, Attitudes and Quality of Life of Type 2 Diabetes
Patients in Saudi Arabia. Saudi Pharmaceutical Journal 2014. Doi:
http://dx.doi.org/10.1016/j.jsps.2014.08.001.
Aditama, W. 2011. The Relationship Of Self-Care, Self Efficacy, And Social
Support With Glycemic Control(Hba1c) Among Type-2 Diabetes
Mellitus Patients In Banyudono 1 And Ngemplak Public Health
Centres In Boyolali District Central Java Province. Thesis, Postgraduate
Program Faculty Of Medicine, Gadjah Mada University
Aditama, W., 2011. The relationship of self-care, self efficacy, and social support
with glycemic control (hba1c) among type-2 diabetes mellitus patients in
Banyudono 1 and Ngemplak public health centres in Boyolali district
central java province. Thesis, Postgraduate Program Faculty Of Medicine,
Gadjah Mada University
165
UNIVERSITAS SUMATERA
16
Adikusuma W., Perwitasari DA., Supadmi W., 2013. Evaluasi Kualitas Hidup
Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. Farmasains 2(3). pp. 1-8
Antari, G., Rasdini, I., Triyani, G. 2012. Besar pengaruh dukungan sosial terhadap
kualitas hidup pada penderita diabetes melitus tipe 2 di poliklinik interna
RSUP Sanglah. http://ojs.unud.ac.id/index.php/coping/article/download/
5598/4249. [ Accessed: 3 Februari 2016 ]
Ariani, Y., 2011. Hubungan Antara Motivasi dengan Efikasi Diri Pasien DM Tipe
2 Dalam Konteks Asuhan Keperawatan Di RSUP.H.Adam Malik
Medan. Tesis, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Depok
Ayele, K., Tesfa, B., Abebe, L., Tilahun, T., Girma2, E. 2012. Self care behavior
among patients with diabetes in Harari, Eastern Ethiopia: The health belief
model perspective. PLoS ONE 7(Martin et al.): e35515.
Bai, Y.L., Chiou, C.P., & Chang, Y.Y. 2009. Self – care behaviour and related
factor in older people with type 2 diabetes. Journal of Clinical
Nursing, 18(1), pp.3308 - 15.
UNIVERSITAS SUMATERA
16
Baur, B., Manna, N., Sarkar, J., Basu, G., Bandyopadhyay, L. dan Bhattacharya,
K., 2013. An epidemiological study on risk factors of diabetes mellitus
among the patients attending a tertiary care hospital of West Bengal, India.
GJMEDPH, 2(4), pp.1-7
Bandura, A., 1997. Self - Efficacy: The Exercise Of Control. Available from:
http://www.uky.edu/ ~eushe2/Pajares/self-efficacy.html#bandura
[ Accessed : 2 April 2015 ]
Baquedano, I. R., Santos, M. A. d., Martins, T. A., Zanetti, M. L., 2010. Self-care
of patients with diabetes mellitus cared for at an emergency service in
mexico1. Rev. Latino-Am. Enfermagem. www.eerp.usp.br/rlae, 18(6), pp.
1195-202.
Beckerle, C. M., and Lavin, M. A., 2013. Association of Self-efficacy and Self-
care with Glycemic Control in Diabetes. Diabetes Spectrum, 26 (3), pp.
172-178.
Bognar, G., 2005. The concept of quality of life. Social Theory and Practice,
31(1), pp.1-20.
Bonner, T., Foster M, and Spears-Lanoix E. 2016. Type 2 Diabetes Related Foot
Care Knowledge And Foot Self-Care Practice Interventions In The United
States: A Systematic Review Of The Literature. Diabetic Foot and Ankle
2016 (7): 29758. pp.1-8
CDC, 2011. Centers for disease control and prevention. Health related quality of
life (hrqol). March 17, 2011 ed. Atlanta, USA:
http://www.cdc.gov/hrqol/concept.htm.
UNIVERSITAS SUMATERA
16
Dinas Kesehatan RI., 2007, Laporan Riset Kesehatan Dasar Provinsi Sumatera
Utara, (http:/www.dinkes.go.id dikutip pada 10 April 2012)
UNIVERSITAS SUMATERA
16
Friedman, M.M., Bowden, V.R., & Jones, E.G. (2010). Buku ajar keperawatan
Keluarga: Riset, teori, dan praktik, alih bahasa, Akhir Yani s. Hamid dkk;
Ed 5. Jakarta: EGC
Glanz , K., Rimer, B.K., Viswanath, K., 2008. Health Behavior and Health
Education Theory Research and Practice. 4 th Edition. San Fransisco,
Jossey Bass A Willey Imprint. pp: 407-29
Gofur, A., 2007. Prevalensi komplikasi penyakit jantung koroner (PJK) pada
penderita DM Tipe 2 di Pusat Diabetes dan Nutrisi RSU Dr. Soetomo
Surabaya, skripsi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Green, L. W., Kreuter, M. W., Deeds, S. G., Partridge, K. B., 1980. Health
education planning a diagnostic approach, California, Mayfield Publishing
Company.
Grey, M., Boland, E. A., Yu, C., Sullivan-Bolyai, S., Tamborlane, W. V. 1998.
Personal and family factors associated with quality of life in adolescents
with diabetes. DIABETES CARE, 21(6), pp. 909-14.
Gustaviani R., 2006. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. Dalam: Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed: In: Sudoyo A.W., Bambang S., Idrus
A., Marcellus S.K., Siti S. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. H.
1857-59
Haas, I., Maryniuk, M., Beck, J., et al., 2012. National standards for diabetes self
management education and support. Diabetes Care, 35(30), pp.1630–1637.
UNIVERSITAS SUMATERA
17
Hairi, L.M., Apriatmoko, R., dan Sari, L.N., 2013. Hubungan Antara Tingkat
Pengetahuan tentang Diabetes Mellitus dengan Gaya Hidup Penderita
Diabetes Mellitus Tipe II di Desa Nyatnyono, Kecamatan Ungaran Barat,
Kabupaten Semarang. Skripsi. PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran,
Semarang.
Hair J.F. et.al (1995), ―Multivariate Data Analysis With Reading‖, Fourth
Edition, Prentice Hall. New Jersey
Hanum, N.N., 2013. Hubungan Kadar Glukosa Darah Puasa dengan Profil
Lipid Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Cilegon Periode Januari-April 2013. Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Heltomi, M., 2012. Profil Klinis Dan Laboratorium Penderita Diabetes Melitus
Tipe II Di Instalasi Penyakit Dalam RSUD Dr. H. Abdoel Moeloek
Provinsi Lampung Periode Juni – Desember 2010. Skripsi, Fakultas
Kedokteran Universitas Malahayati Lampung
Hernandez, A.Q., Granja, L.L., Serrano, V.C., Luna, J.A.M., Leyva, P.M., dan
Moreno, I.Q., 2000. Quality of Life for Diabetic Patients. Revista Cubana
de Medicina General Integral 2000, 16 (1), pp. 50-56.
Hunt, C. W., Wilder, B., Steele, M. M., Grant, J.S., Pryor, E. R., and Moneyham,
L., 2012. Relationships Among Self-Efficacy, Social Support, Social
Problem Solving, and Self Management in A Rural Sample Living
With Type 2 Diabetes Mellitus. Research and Theory For Nursing
Practice, 26(2), pp. 126-141.
UNIVERSITAS SUMATERA
17
Holt, R. I. G., Nicolucci, A., Burns, K. K., et al., 2013. Diabetes attitudes, wishes
and needs second study (dawn2tm : Cross-national comparisons on
barriers and resources for optimal care—healthcare professional
perspective. Diabetic Medicine, 30, pp. 789–98
Isworo, A., 2010. Hubungan Depresi dan Dukungan Keluarga terhadap Kadar
Gula Darah pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di RSUD
Sragen. Jurnal Keperawatan Soedirman, 5(1), pp.37-46.
Iunes, D. H., Rocha, C. l. B. J., Borges, N. C. S., Marcon, C. O., Pereira, V. r. M.,
Carvalho, L. C. 2014. Self-care associated with home exercises in patients
with type 2 diabetes mellitus. Journal.pone, 9(12), pp. 1-13.
Jalilian, F., Motlagh, F. Z., Solhi, M., Gharibnavaz, H. 2014. Effectiveness of self-
management promotion educational program among diabetic patients
based on health belief model. Journal of Education and Health Promotion,
3(14), pp. 1-5.
Joseph F. Hair, Jr., William C. Black, Barry J.Babin, Rolph E. Anderson, Ronald
L.Tatham, 2006 .Multivariate Data Analysis. (sixth edition), Pearson
Prentice Hall Education International.
Josten S., Mutmainnah, Hardjoeno. 2006. Profil Lipid Penderita Diabetes Melitus
Tipe 2, 2006. Indonesian Journal of Clinical Pathology and Medical
Laboratory. Vol. 13( 1) 20-22.
UNIVERSITAS SUMATERA
17
Khunti, K., Gray, L. J., Skinner, T., et al., 2012. Effectiveness of a diabetes
education and self management programme (desmond) for people with
newly diagnosed type 2 diabetes mellitus: Three year follow-up of a
cluster randomised controlled trial in primary care. British Medical
Journal, 344:e233, pp.1-12
Kusniawati, 2011. Analisis faktor yang berkontribusi terhadap Self Care Diabetes
pada Klien Diabetes Melitus Tipe 2 di Rumah Sakit Umum Tangerang.
Tesis, Program Magister Keperawatan Universitas Indonesia
Loei, G. S. C., Pandelaki, K., & Mandang, V. (2014). Hubungan kadar Hba1C
dengan kadar profil lipid pada pasien Diabetes mellitus tipe 2 di poliklinik
endokrin & metabolik RSUP Prof. Dr. RD Kandou Manado. E-clinic, 2(1).
UNIVERSITAS SUMATERA
17
Made, S. I., Ruth S, I., Putu, Putra, Y.I.D. 2014. Hubungan Self Care Diabetes
dengan Kualitas Hidup Pasien DM Tipe 2 di Poliklinik Interna Rumah
Sakit Umum Daerah Badung. Skripsi, Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Denpasar. Available :
http://erepo.unud.ac.id/10027/1/786f4330b618f3ce566057d9c684da4d.pdf
[Accesed 19 Mei 2015].
Mahendran K, Balu, Santha K, Santhoskumar N, Desigan E, Gnana, Anwar,
Mohammad. Serum homocysteine and Lipid Profile Levels in Type 2
Diabetes Mellitus Patients. International Journal of Medical Research and
Health Sciences. Volume 2 Issue 2 April-June.
Mandagi, A.M., 2010. Faktor yang berhubungan dengan Satus Kualitas Hidup
Penderita Diabetes Mellitus di Puskesmas Pakis Kecamatan sawahan Kota
Surabaya. http://www alumni.unair.ac.id/kumpulanfile/pdf. [Accesed
15Juli 2016].
Martin, J. S., Padilla, J., Jenkins, N. T., et al., 2012. Functional adaptations in the
skeletal muscle microvasculature to endurance and interval sprint training
in the type 2 diabetic oletf rat. The American Physiological Society
Journal, 113(1), pp. 1223-32.
Mayberry, L.S and Chandra Y.O., 2014. Family involvement is helpful and
harmful to patients’ self-care and glycemic control. NIH Public Access.
Patient Educ Couns. 2014 December ; 97(3): 418–425.
UNIVERSITAS SUMATERA
17
Mercer S.W.,Jani B.D., Maxwell M., Wong S.Y.S., Watt GCM, 2012. Patient
Enablement Requires Physician empathy : a cross sectional study of
general practice consultation in areas of high and low sosioeconomic
deprivation in Scotland. BMC Family Practice, 13(6), pp.1-9
Mishalia, M., Omera, H., Heymannb, D. A., 2011. The importance of measuring
self-efficacy in patients with diabetes. Family Practice;28 (1), pp.82-87.
Mohebi, S., Azadbakht, L., Feizi, A., Sharifirad, G., Kargar, M. 2013. Review the
key role of self-efficacy in diabetes care. Journal of Education and Health
Promotion, 2(13), pp. 1-7.
Murti, B, 2010, Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian kuantitatif dan
kualitatif di Bidang kesehatan, Yogyakarta, Gadjah Mada University
Pres.
Notoatmodjo, S., 2005. Promosi kesehatan teori dan aplikasi, Jakarta, Penerbit
Rineka Cipta
Nwanko, C. H., Nandy, B., & Nwanko, B. O. 2010. Factor influencing diabetes
management outcome among patients attending government health
facilities in South East, Nigeria. International Journal of Tropical
Medicine, 5 (2), pp. 28 – 36.
Odili, V., Ugboka, L., dan Oparah, A., 2008. Quality of Life of People With
Diabetes in Benin City As Measured With WHOQOL-BREF. The Internet
Journal of Law, Healthcare and Ethics, 6(2).
Ortiz L.G.C., Cabriales E.C.G., Gonzalez J.G.G., Meza M.B.G. 2010. Self-Care
Behaviors and Health Indicators in Adults with Type 2 Diabetes. Rev.
Lation-Am. Enfermagem; 18(4):675-680.
Ozder, Aclan. 2014. Lipid profile abnormalities seen in T2DM patients in primary
healthcare in Turkey: a cross-sectional study. Ozder Lipids in Health and
Disease 2014, 13:183.
Powers A.C., 2005. Diabetes Mellitus. In: Kasper, D.L., Anthony S. F.,Dan L.L.,
Eugene B., Stephen L.H., and J. L.J. In: Harrison’s Principles of
Internal Medicine Ed 16. USA:
McGraw-Hill Companies, Inc. 2152-2179.
UNIVERSITAS SUMATERA
17
Piette, J.D., Schillinger, D., Potter, M.B., & Heisler, M. (2003). Dimensions Of
Patient-Provider Communication And Diabetes-Self Care In An Ethnically
Diverse Population. Journal of General Internal Medicine, 18, 624-633.
Rubin R.R., Peyrot M., 1999. Quality of life and diabetes. Diabetes Metabolism
Research and Review, vol. 15, pp. 205-18
Patil, et al. 2012. Korelasi Gula Darah dengan Lingkar Pinggang dan Indeks
Massa Tubuh di Populasi India. Mumbai : Global J. Pharmacol., 6 (1): 08-
11.
Rofil, F., Setiawati, E.P., Wiramihardja, S., 2017. Gambaran Pelayanan Konseling
Gizi dan Olahraga pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di Puskesmas
Kota Bandung. JSK, (2) 4 pp1-5.
UNIVERSITAS SUMATERA
17
Rubin R. 1998. Differential effect of diabetes education on self regulation and life
stage behaviors. Diabetes Care. 1998;14:335–8
Santoso, S., 2007, Structural Equation Modelling. Kosep dan Aplikasi dengan
AMOS, Jakarta, PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia
Sarwono. 2006. Komplikasi Kronik Diabetes: Mekanisme Terjadinya, Diagnosis,
dan Strategi Pengelolaan. In: Sudoyo, Aru W., Bambang Setiyohadi,
Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K., Siti Setiati. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III Ed 4. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. 1884-1888.
Shigaki, C., Kruse, R. L., Mehr, D., Sheldon, K. M., Bin Ge., & Moore, C., 2010.
Motivation and diabetes self-management. Journal of Psychology, 6
(3), pp. 110 – 115.
Singh, G. and Kumar, A.K. 2012. A Study of Lipid Profile in Type 2 Diabetic
Punjabi Population. Journal of Exercise Science and Physiotherapy. Vol.
8, No. 1: 7-10
Smalls B.L., Gregory C.M., Zoller J.S., Egede L.E. 2015. Assesing the
relationship between neighborhood factors and diabetes related health
outcomes and self-care behaviors. BMC Health Services Research;
15:445.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2011). Brunner &
suddarth’s textbook of medical-surgical nursing (12th ed.). Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins.
UNIVERSITAS SUMATERA
17
Soewondo. 2006. Ketoasidosis Diabetik. In: Sudoyo A.W., Bambang S., Idrus A.,
Marcellus S.K., Siti S. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jilid III
Ed 4, H 1874-7.
South-Paul, J.E., Matheny, S.C., Lewis, E.L. 2011. Diagnosis dan Terapi Terkini
Kedokteran Keluarga. Edisi 3. EGC. Jakarta.
Suyono S., 2006. Diabetes Melitus di Indonesia. In: Sudoyo A.W., Bambang S.,
Idrus A., Marcellus S.K., Siti S. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas I
ndonesia Jilid III Ed 4, H 1852-6.
Spasić, A., Radmila, R. V., Đorđević, A. C., Stefanović, N., Cvetković, T. 2014.
Quality of life in type 2 diabetic patients. Scientific Journal of the Faculty
of Medicine, 31(3), pp. 193-200.
Sturt, J., Hearnshaw, H., & Wakelin, M. (2012). Validity and reliability of the
DMSES UK: a measure of self-efficacy for type 2 diabetes self
management. Primary Health Care Research & Development, 11, 374–
381.
Tamara, E., Bhayyaki, and Nauli, F.A. (2014). Hubungan antara Dukungan Keluarga dan
Kualitas Hidup Pasien Diabetes Mellitus Tipe II di RSUD Arifin Achmad
Provinsi Riau. JOM PSIK. 1(2), pp. 1-7.
Taylor, S.E. (2006). Health Psychology. (6th ed). Singapore: MC. Grow Hill Book
Company
Tol, A., Shojaeezadeh, D., Sharifirad, G., Eslami, A., Mohajeritehrani, M.,
Baghbanian, A., 2012. Evaluation of self-care practices and relative
components among type 2 diabetic patients. Journal of Education and
Health Promotion 1(19), pp. 1-5.
Tol A, D. , Shojaeezadeh D., Sharifirad G., Alhani F., Tehrani M.M., 2012.
Determination of empowerment score in type 2 diabetes patients and its
related factors. Journal of the Pakistan Medical Association, 62(1), pp16-
20.
UNIVERSITAS SUMATERA
17
Verma, M., Paneri, S., Badi, P., Raman, P. G., 2006. Effect of increasing duration
of diabetes mellitus type 2 on glycated hemoglobin and insulin sensitivity.
Indian J Clin Biochem, 21(1). Pp.142-6.
Webber, D., Guo, Z., Mann, S., 2013. Self-care in health: We can define it, but
should we also measure it? Self Care Journal, 4(5), pp.101-106.
Wild, Sarah, Gojka Roglic, Anders Green, Richard Sicree, and Hilary King. 2004.
Global Prevalence of Diabetes: Estimates for The Year 2000 and
Projections for 2030. Diabetes Care 27(5). Pp.1047-1053.
World Health Organization, 2009. Self-care in the context of primary health care.
Report of the Regional Consultation Bangkok, Thailand, 7–9 January 2009
Xu Yin, Toobert, D., Savage, C., Pan, W., & Whitmer, K. (2008). Factor
Influencing Diabetes Self-Management In Chinese People With Type 2
Diabetes. Research in Nursing & Health, 31, 613-625.
UNIVERSITAS SUMATERA
17
Von Arx L, Gydesen H, dan Shovland S. 2016. Treatment belief , health behavior,
and their association with treatment outcome in Type 2 diabetes. BMJ
Open Diabetes Res Care, 2016;4(1):e00016
Wahyuni, R., Arsin, A.A., dan Abdullah, A.Z., 2012. Faktor yang Berhubungan
dengan Tingkat Kecemasan pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe II di RS
Bhayangkara Andi Mappa Oudang Makassar. Skripsi. Badan Epidemiologi
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
Wu, S.F.V., 2007. Effectiveness of Self- management for Person with Type 2
Diabetes Following the Implementation of a Self-efficacy Enhancing
Intervention Program in Taiwan. Available from:
http://eprints.qut.edu.au /16385/1/Shu-Fang_Wu [ Accessed: 30 March
2015]
Yamin, S., 2009, Structural Equation Modelling. Belajar lebih Mudah Teknik
Analisis Kuesioner dengan Lisrel-PLS, Yogyakarta, Penerbit
Salemba Infotek.
Yoo, H., Kim, C. J., Jang, Y., & You, M-A. (2011). Self-efficacy associated with
self-management behaviours and health status of South Koreans with
chronic diseases. International Journal of Nursing Practice, 17, 599–606.
UNIVERSITAS SUMATERA
18
Lampiran
Observation Mahalanobis
p1 p2
number d-squared
114.000 95.621 0.001 0.034
107.000 94.971 0.001 0.001
24.000 91.251 0.001 0.001
25.000 85.587 0.003 0.001
28.000 83.580 0.005 0.001
15.000 80.661 0.008 0.002
37.000 78.874 0.012 0.001
40.000 76.186 0.020 0.002
47.000 74.935 0.025 0.003
110.000 73.949 0.030 0.003
99.000 72.786 0.037 0.004
88.000 72.765 0.037 0.001
10.000 72.324 0.040 0.001
45.000 72.136 0.041 0.001
72.000 71.701 0.044 0.001
96.000 71.123 0.049 0.001
32.000 70.289 0.056 0.001
22.000 70.008 0.059 0.001
109.000 69.311 0.066 0.001
115.000 68.698 0.072 0.001
19.000 68.373 0.076 0.001
16.000 68.040 0.080 0.001
44.000 67.952 0.081 0.001
17.000 67.777 0.083 0.001
67.000 66.488 0.101 0.001
31.000 66.205 0.105 0.001
11.000 66.039 0.108 0.001
18.000 65.970 0.109 0.001
56.000 65.543 0.116 0.001
65.000 65.124 0.123 0.001
8.000 64.459 0.135 0.001
108.000 63.496 0.153 0.001
30.000 63.250 0.158 0.001
UNIVERSITAS SUMATERA
18
UNIVERSITAS SUMATERA
18
UNIVERSITAS SUMATERA
18
UNIVERSITAS SUMATERA
18
UNIVERSITAS SUMATERA
18
UNIVERSITAS SUMATERA
18
UNIVERSITAS SUMATERA
18
UNIVERSITAS SUMATERA
18
UNIVERSITAS SUMATERA
18
UNIVERSITAS SUMATERA
19
UNIVERSITAS SUMATERA
19
CMIN
RMR, GFI
Baseline Comparisons
Parsimony-Adjusted Measures
NCP
Model NCP LO 90 HI 90
Default model 1484.071 1335.654 1640.182
Saturated model .000 .000 .000
Independence model 2503.830 2321.657 2693.549
FMIN
Model FMIN F0 LO 90 HI 90
Default model 24.544 13.018 11.716 14.388
Saturated model .000 .000 .000 .000
Independence model 34.051 21.963 20.365 23.628
UNIVERSITAS SUMATERA
19
RMSEA
AIC
ECVI
HOELTER
HOELTER HOELTER
Model
.05 .01
Default model 58 59
Independence model 44 45
CMIN
UNIVERSITAS SUMATERA
19
RMR, GFI
Baseline Comparisons
Parsimony-Adjusted Measures
NCP
Model NCP LO 90 HI 90
Default model 1407.281 1261.866 1560.407
Saturated model .000 .000 .000
Independence
2503.830 2321.657 2693.549
model
FMIN
Model FMIN F0 LO 90 HI 90
Default model 23.757 12.345 11.069 13.688
Saturated model .000 .000 .000 .000
Independence
34.051 21.963 20.365 23.628
model
UNIVERSITAS SUMATERA
19
RMSEA
AIC
ECVI
HOELTER
HOELTER HOELTER
Model
.05 .01
Default model 59 60
Independence
44 45
model
UNIVERSITAS SUMATERA
19
UNIVERSITAS SUMATERA
19
Estimate
Qol <--- selfcare .879
kom <--- selfcare .976
sik <--- selfcare .150
mot <--- selfcare 1.013
efi <--- selfcare .974
peng <--- selfcare .961
pem <--- selfcare .182
duk <--- selfcare .041
UNIVERSITAS SUMATERA
19
Estimate
Met <--- selfcare .413
Lip <--- selfcare .301
Fisik <--- Qol .987
Sos <--- Qol .998
ling <--- Qol .997
psi <--- Qol .704
x1#1 <--- sik 5.200
x1#2 <--- sik .004
x1#3 <--- sik .046
x1#4 <--- sik -.024
x2#1 <--- mot .728
x2#2 <--- mot .862
x2#3 <--- mot .931
x2#4 <--- mot -.113
x3#1 <--- efi .592
x3#2 <--- efi .518
x3#3 <--- efi -.867
x3#4 <--- efi -.447
x4#1 <--- peng .402
x4#2 <--- peng .400
x4#3 <--- peng .795
x4#4 <--- peng .924
x5#1 <--- kom .932
x5#2 <--- kom .966
x5#3 <--- kom .888
x5#4 <--- kom .903
x6#1 <--- pem .420
x6#2 <--- pem .689
x6#3 <--- pem .421
x6#4 <--- pem .037
x7#1 <--- duk 1.885
x7#2 <--- duk .266
x7#3 <--- duk .003
x7#4 <--- duk .114
y1#1 <--- kes .979
y1#2 <--- kes .970
y1#3 <--- kes .946
y2#1 <--- hub .820
y2#2 <--- hub .896
y2#3 <--- hub .891
y2#4 <--- hub .947
UNIVERSITAS SUMATERA
19
Estimate
y3#1 <--- ling .932
y3#2 <--- ling .941
y3#3 <--- ling .845
y3#4 <--- ling .648
y4#1 <--- psi .928
y4#2 <--- psi 1.029
y4#3 <--- psi .165
y4#4 <--- psi -.323
KGD <--- Met .842
HBA1C <--- Met .788
HDL <--- Lip .045
LDL <--- Lip .656
TG <--- Lip .811
TC <--- Lip .594
y1#4 <--- kes .841
y2#5 <--- hub .960
y3#5 <--- ling .759
y4#5 <--- psi -.050
UNIVERSITAS SUMATERA
19
KUESIONER PENELITIAN
KARAKTERISTIK RESPONDEN
No. Responden :
Nama (Inisial) responden :
Umur :.....................tahun
Jenis kelamin : 1. Laki-laki 2. Perempuan
Alamat Rumah :.....................................................
Tingkat pendidikan :
1. Tidak bersekolah
2. SD
3. SMP
4. SMA
5. PT
Pekerjaan :
1. Tidak bekerja
2. Petani/pedagang/buruh
3. PNS/TNI/POLRI
4. LAIN-LAIN, sebutkan
Penghasilan perbulan/UMR
1. ˂ Rp. 2.037.000
: 2. Rp. 2.037.000 - Rp. 4.000.000
3. ˃ Rp. 4.000.000
Status pernikahan :
1. Menikah
2. Tidak menikah
3. Janda/duda
UNIVERSITAS SUMATERA
20
UNIVERSITAS SUMATERA
20
UNIVERSITAS SUMATERA
20
UNIVERSITAS SUMATERA
20
LEMBAR PENJELASAN
Dengan hormat,
Saya, Rina Amelia, saat ini, saya sedang menjalankan penelitian dengan
judul Disain Model Perilaku Self Care Pengaruhnya terhadap Kualitas Hidup
Melitus Tipe 2 di Kota Binjai Penelitian ini dilakukan sebagai syarat untuk
perilaku self care yang setelah model tersebut didapatkan dilanjutkan dengan
model self care dan penentuan kualitas hidup nantinya digunakan kuesioner yang
akan dilakukan dengan pemeriksaan darah yang diambil dari darah vena (lipatan
dengan standar yang telah ada. Untuk penilaian parameter kontrol metabolik juga
dilakukan oleh dokter spesialis patologi klinik sehingga hasil laboratorium dapat
dipertanggung jawabkan.
Bapak/ibu menolak untuk ikut dalam penelitian ini tidak akan berpengaruh
terhadap pelayanan yang diberikan oleh puskesmas. Apabila bapak/ibu setuju ikut
dalam penelitian.
UNIVERSITAS SUMATERA
20
Semua data dan informasi yang saya dapatkan beserta idenditas pribadi
jaga kerahasiannya, dan menjadi tanggung jawab saya sepenuhnya. Bila terdapat
hal yang kurang dimengerti, Bapak/ibu dapat bertanya langsung pada saya atau
Hormat Saya,
Rina Amelia
UNIVERSITAS SUMATERA
20
ini: Nama :
Umur :
Alamat :
Telp/Hp :
Binjai,............................2016
(............................................)
UNIVERSITAS SUMATERA