Anda di halaman 1dari 110

FAKTOR-FAKTOR PSIKOLOGIS YANG MEMENGARUHI

PERILAKU MENGENDARAI SEPEDA MOTOR


TIDAK AMAN

Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi)

Oleh:
Imanurul Aisha R
NIM: 1111070000043

HALAMAN JUDUL

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H /2016 M
FAKTOR.FAKTOR PSIKOLOGIS YANG NTEMENGAR.UHI
PERILAKU MENGENDARAT SEPEDA MOTOR
TIDAK AMAN

Skripsi
Diajukan Untuk lVlemenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi)

Oleh:

Imanurul Aisha R
NIM : 1111070000043

Pembimbing I: Pernbimbing II

7-
Jahia Umar. Ph. D
)/:zz-,

Puti Febravosi. M. Si
NIP. 19470521 198003 1 001

FAKUI,TAS PSTKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYAT'ULL,AH
JAKARTA
1437 H t2016 M
LEMBAR PENGESAIIAN

Skripsi yang berjudul "FAKTOR-FAKTOR PSIKOLOGIS YANG


MEMENGARUHI PERILAKU MENGENDARAI SEPEDA MOTOR

TIDAI{ AMAN" telah diujikan dalam sidang munaqasah Fakultas Psikologi


Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 4 Maret 2016- Skripsi

ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

program strata I (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakafia, 14 Maret 2016

Sidang N{unaqasah

Dekan/ Wakil Dekan/


Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap

Dr.Abd. Rahman Shaleh, M.Si


NIP. 19684614 199704 X 001 NIP.19720823 199903 1 002

Anggota:

--^,Cr.i'\Ntlont-
Dr. Risatianti Kolopaking" Psikolog Ilr. Gazi, ft&.Si
NrP.20i2 0401 0901 NIP. 19111214 20A7A1 r 014

,h<
Jahfa umar. Pir.D
NIP.19470521 198003 1 002
f'"
Puti Fehravosi. M.Si
PERIi{YATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Imanurul Aisha R


NIM :1111070000043

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul 6'FAI(IOR-FAKTOR


PSIKOLOGIS YANG MEMENGARUHI PERILAKU MENGENDARAI
SEPEDA MOTOR TIDAK AMA.N' adalah benar merupakan karya sendiri dan
tidak melakukan tindakan plagiat dalam menyusun penlu$unan karya tersebut.
Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah dicanhrmkan
sunber pengutipannya dalam daftar pustaka. Saya trersedia untuk melakukan
proses yang semestinya sesuai dengan undang-undang jika ternyata skripsi ini
secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian perayataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 74Nlaret2016
Yang Menyatakan,

Imanurul Aisha R
NrM. 1111070000043

lv
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Februari 2016
C) Imanurul Aisha R
D) Faktor-Faktor Psikologis Yang Memengaruhi Perilaku Mengendarai Sepeda
Motor Tidak Aman
E) xv+ halaman+ lampiran

F) Transportasi merupakan salah satu bagian penting dalam kehidupan


masyarakat. Meningkatnya kebutuhan penduduk akan transportasi sejalan
dengan meningkatnya kemacetan lalu lintas, tingkat kecelakaan lalu lintas yang
tinggi, banyaknya pelanggaran lalu lintas yang dilakukan masyarakat
khususnya para pengemudi kendaraan. Kecelakaan lalu lintas ini berkaitan
dengan bagaimana individu berperilaku saat berkendara. Hal ini sangat
mengkhawatirkan dan bisa menjadi ancaman kesehatan bagi masyarakat. Di
Indonesia, kendaraan sepeda motor sangatlah banyak dan cenderung terlibat
dalam kecelakaan lalu lintas.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh sikap, norma subjektif,


perceived behavioral control, sensation seeking, jenis kelamin serta interaksi
antara sikap dengan salah satu dimensi sensation seeking yaitu pencarian
sensasi dan petualangan (TAS) terhadap perilaku berkendara tidak aman.
Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sebanyak 255 orang. Teknik pengambil sampel yang digunakan adalah non-
probability sampling. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Multiple Regression Analysis pada taraf signifikansi 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan sikap,


norma subjektif, perceived behavioral control, thrill and advanture seeking,
experience seeking, disinhibition, boredom susceptibility, jenis kelamin serta
interaksi antara sikap dengan TAS terhadap perilaku berkendara tidak aman.
Hasil uji hipotesis minor menunjukkan bahwa sikap, norma subjektif,
perceived behavioral control, thrill and advanture seeking, experience seeking,
disinhibition, boredom susceptibility, jenis kelamin serta interaksi antara sikap
dengan TAS memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku berkendara tidak
aman.
G) Bahan bacaan: 71; buku: 14 + jurnal: 45 + artikel: 10 + thesis:11 + skripsi: 1.
ABSTRACT

A) Faculty of Psychology
B) February 2016
C) Imanurul Aisha R
D) Psychological Factors That Influence Dangerous Riding of Motorcycle
Behavior
E) xv+ pages+ attachments

F) Transportation is one of important part of people’s life. Increased the necessity


of transportation would be in line with the increase in traffic congestion, traffic
accident rate is high, the number of traffic offenses commited by society,
especially the driver or the rider. Traffic accident is concerned with how people
behave when they driving or riding. It was very worrying and could be a threat
to public health. In Indonesia especially, the number of motorcycle is the
biggest and tend to involved by traffic accident.
This study was conducted to determine the influence of attitude, subjective
norm, perceived behavioral control, sensation seeking, gender and ineraction
between attitude and one of sensation seeking dimention, thrill and advanture
seeking (TAS) toward dangerous riding behavior. The population in this study
are college student of the UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, as many as 255
people. Sampling technique used is non-probability sampling. Analysis of the
data used in this research is Multiple Regression Analysis at significance level
of 0.05.
The results showed that there was a significant effect of of attitude, subjective
norm, perceived behavioral control, sensation seeking, gender and interaction
between attitude and TAS toward dangerous riding behavior. Minor hypothesis
test results show there are six variables were significant effect toward
dangerous riding behavior: attitude, subjective norm, perceived behavioral
control, thrill and advanture seeking, boredom susceptibility, and interaction
between attitude and TAS have significant influences toward dangerous riding
behavior.
G) References: 71; books: 14 + journals: 45 + articles: 10+ thesis :1 +essay: 1
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim...

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT

yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam terlimpahkan kepada Nabi

Muhammad SAW berserta sahabat, keluarga, dan para pengikutnya hingga akhir

zaman.

Penyusunan skrpsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik

dalam bentuk pikiran, tenaga dan waktu dalam menyelesaikan skripsi ini oleh

karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya.

2. Bapak Jahja Umar, Ph. D dan Ibu Puti Febrayosi, M. Si yang telah

memberikan bimbingan, arahan, saran serta motivasi dalam penyusunan

skripsi ini. Penulis banyak mendapatkan saran pengetahuan serta wawasan

dalam proses penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas waktu dan

bimbingan yang telah diberikan.

3. Ibu Dr. Yunita Faela Nisa, Psi selaku dosen Pembimbing Akademik Psikologi

kelas A angkatan 2011, terimakasih atas bimbingannya selama penulis

menjalani masa perkuliahan.

4. Seluruh dosen di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

telah mendidik dan memberikan ilmu serta wawasan bagi penulis. Para Staf

vi
Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan

bantuan dan kemudahan bagi penulis dalam proses administrasi.

5. Kedua Orang tua penulis, yang selalu memberikan dukungan penuh serta doa

tulus yang tidak pernah henti-hentinya kepada penulis dalam perkuliahan dan

penyusunan skripsi ini. Kepada adik penulis yang telah menyemangati dan

memotivasi kepada penulis secara tidak langsung.

6. Kepada seluruh mahasiswa/i Fakutas Psikologi, khususnya kelas A angkatan

2011, dan kepada sahabat-sahabat penulis yang telah memberikan banyak

dukungan, bantuan, motivasi, dan hiburan pada penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

7. Kepada teman-teman peminatan psikometri 2011, Citra, Rahmi, Mulhimi,

Siescha, Nurhalimah, Iqbal, Fradana, Samsi, dan Supratman yang telah

berbagi suka dan duka bersama. Khususnya untuk Citra dan Rahmi yang

sudah meluangkan waktunya untuk berdiskusi dan berbagi cerita bersama.

8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah

berkontribusi dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan.

Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk

dapat menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, besar harapan penulis agar skripsi

ini memberikan manfaat yang besar, khususnya bagi penulis dan bagi yang

membacanya dan berkeinginan untuk mengembangkan penelitian ini lebih lanjut.

Jakarta, Februari 2016

Penulis

vii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i


HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... ii
HALAMAN ORISINALITAS ........................................................................... iii
ABSTRAK ........................................................................................................... iv
ABSTRACT ......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi
DAFTAR ISI.......................................................................................................viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... .xii

BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. ….1


1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1
1.2 Batasan dan Perumusan Masalah ........................................................ 8
1.2.1 Batasan Masalah ............................................................... 8
1.2.2 Perumusan Masalah .......................................................... 9
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 10
1.3.1 Tujuan Penelitian.................................................................... 10
1.3.2 Manfaat Penelitian.................................................................. 11
BAB 2 LANDASAN TEORI ........................................................................ …..14
2.1 Perilaku Berkendara Tidak Aman ....................................................... 14
2.1.1 Teori Perilaku ......................................................................... 14
2.1.2 Definisi perilaku berkendara tidak aman ............................... 18
2.1.3 Faktor yang mempengaruhi perilaku berkendara tidak aman 19
2.1.4 Pengukuran perilaku berkendara tidak aman ......................... 21
2.2 Sikap ................................................................................................... 22
2.2.1 Definisi sikap.......................................................................... 22
2.2.2 Komponen sikap ..................................................................... 24
2.2.3 Pengukuran sikap ................................................................... 25
2.3 Norma Subjektif .................................................................................. 25
2.3.1 Definisi norma subjektif ......................................................... 25
2.3.2 Komponen norma subjektif ................................................... 26
2.3.3 Pengukuran norma subjektif................................................... 27
2.4 Persepsi Mengontrol Perilaku ............................................................. 27
2.4.1 Definisi persepsi mengontrol perilaku ................................... 27
2.4.2 Komponen persepsi mengontrol perilaku .............................. 28
2.4.3 Pengukuran persepsi mengontrol perilaku ............................. 29
2.5 Sensation Seeking ................................................................................ 30

viii
2.5.1 Definisi Sensation Seeking ..................................................... 30
2.5.2 Dimensi Sensation Seeking .................................................... 31
2.5.3 Pengukuran Sensation Seeking ............................................... 32
2.6 Kerangka Berpikir ............................................................................... 33
2.7 Hipotesis Penelitian ............................................................................ 38
2.7.1 Hipotesis mayor...................................................................... 38
2.7.2 Hipotesis minor ...................................................................... 39

BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................. …..40


3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ......................... 40
3.1.1 Populasi dan sampel ............................................................... 40
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional .................................... 41
3.2.1 Variabel Penelitian ................................................................. 41
3.2.2 Definisi OperasionalVariabel ................................................. 42
3.3 Instrumen Pengumpulan Data ............................................................ 44
3.4 Uji Validitas Konstruk ....................................................................... 47
3.4.1 Uji validitas konstruk skala perilaku berkendara tidak aman 50
3.4.2 Uji validitas konstruk skala sikap........................................... 52
3.4.3 Uji validitas konstruk skala norma subjektif .......................... 53
3.4.4 Ujivaliditas konstruk skala perceived behavioral control…...54
3.4.5 Uji validitaskonstrukskalasensation seeking .......................... 55
3.5 Teknik Analisis Data .......................................................................... 60
3.6 Prosedur Penelitian............................................................................. 63

BAB 4 HASIL PENELITIAN ...................................................................... …..65


4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian .................................................. 65
4.2 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian .............................................. 66
4.3 Uji Hipotesis Penelitian ..................................................................... 69

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ..................................... …..80


5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 80
5.2 Diskusi ............................................................................................... 81
5.3 Saran ................................................................................................... 85
5.3.1 Saran Metodologis.................................................................. 86
5.3.2 Saran Praktis ........................................................................... 86

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 88

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Skor Pengukuran Skala ........................................................................ 44


Tabel 3.2 Blue Print Skala Perilaku BerkendaraTidak Aman .............................. 45
Tabel 3.3Blue Print Skala Sikap ........................................................................... 45
Tabel 3.4Blue Print Skala Norma Subjektif ......................................................... 46
Tabel 3.5Blue Print Skala Perceived Behavioral Control .................................... 46
Tabel 3.6Blue Print Skala Sensation Seeking ....................................................... 47
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Perilaku Berkendara Tidak Aman ........................ 51
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Sikap Terhadap Perilaku Berkendara................... 53
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Norma Subjektif ................................................... 54
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Perceived Behavioral Control ........................... 55
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Thrill and Adventure Seeking............................. 56
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Experience Seeking ............................................ 57
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Disinhibition ...................................................... 58
Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Boredom Susceptibility ...................................... 59
Tabel 4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian..................................................... 65
Tabel 4.2 Statistik Deskripsi Variabel Penelitian ................................................. 66
Tabel 4.3 Rumus Kategorisasi .............................................................................. 68
Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel ................................................................... 68
Tabel 4.5 Model Summary Analisis Regresi ......................................................... 70
Tabel 4.6 AnovaPengaruhKeseluruhan IV terhadap DV ...................................... 70
Tabel 4.7 Koefisien Regresi (Standardized) ........................................................ 72
Tabel 4.8 Proporsi Varians DV berdasarkan sumbangan masing-masing IV....... 75
Tabel 4.9 Proporsi Varians DVberdasarkan sumbangan IV besar........................ 77

x
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Gambar Diagram Prosentase UsiaPelaku Kecelakaan (2013) ......... 4


Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir.................................................................. 37
Gambar 4.1 Residual Plot Perilaku Berkendara Tidak Aman .............................. 78
Gambar 4.2 Histogram Perlaku Berkendara Tidak Aman .................................... 79

xi
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Transportasi merupakan salah satu bagian penting dalam kehidupan masyarakat,

baik di kota-kota besar maupun di kota-kota yang lebih kecil. Kendaraan atau alat

transportasi memiliki peran penting di kehidupan masyarakat modern saat ini.

Semakin tingginya kebutuhan untuk mobilitas dan transportasi khususnya di darat,

maka semakin banyak aktivitas yang terjadi di jalanan. Indonesia, khususnya pada

daerah ibukota ini, sepeda motor merupakan salah satu kendaraan andalan yang

digunakan masyarakat sekarang ini sebagai sarana transportasi.

Pertumbuhan kendaraan bermotor khususnya untuk di kota-kota besar

khususnya di Jakarta sangatlah pesat. Di DKI Jakarta sendiri Riset Indonesia Effort

for Environment menyebutkan pada 2013 pertumbuhan kendaraan mencapai 1.600-

2.400 unit per hari. Jumlah kendaraan di Jabodetabek yang beroperasi di Jakarta

mencapai 38,7 juta unit, terdiri dari 26,1 juta unit sepeda motor, 5,3 juta unit mobil,

1,3 juta unit bus (Theresia, 2013). Data terbaru dari Dinas Perhubungan DKI

Jakarta, pertambahan jumlah sepeda motor pada tahun 2014, sebanyak 476.008 unit

per tahunnya dan 1.304 unit per harinya. Melihat perkembangan jumlah kendaraan

dan kepadatan kendaraan lalu lintas,

1
2

kemungkinan bahwa bencana atau masalah yang terjadi di jalanan pun menjadi

ancaman kesehatan bagi masyarakat.

Tingkat kemacetan lalu lintas yang sudah sangat meresahkan, tingkat

kecelakaan lalu lintas yang tinggi, banyaknya pelanggaran lalu lintas yang

dilakukan masyarakat khususnya para pengemudi kendaraan, terutama pengemudi

kendaraan bermotor merupakan hal-hal yang paling sering terjadi dan sangat

mengkhawatirkan bagi keselamatan dan kesehatan masyarakat (Huang, 2014).

Kepadatan lalu lintas yang terjadi ini sudah menjadi masalah tersendiri terhadap

kenyamanan masyarakat dalam berlalu lintas, ditambah lagi dengan perilaku

mengendarai, khususnya pada pengendara sepeda motor, yang harus sangat

diperhatikan. Kepadatan lalu lintas dan perilaku berkendara yang berbahaya

semakin menimbulkan ketidaknyamanan bagi pengguna jalan. Jika diperhatikan

mayoritas pengendara motor yang ada di jalanan cenderung berkendara dengan

berbahaya, seperti abai menghidupkan lampu sen, berkendara sambil menelepon

atau mengirim pesan (sms), membonceng lebih dari 1 orang, menerobos lampu lalu

lintas, berhenti di lampu lalu lintas tidak di tempat semestinya, berkendara tanpa

dilengkapi perangkat keselamatan, mengebut, berkendara dengan pola zig-zag dan

abai terhadap penggunaan kaca spion (Gunawan, 2015).

Pengendara kendaraan bermotor sering kali mengambil jalan pintas agar

terlepas dari kepadatan lalu lintas, namun dapat berdampak negatif baik bagi diri

sendiri maupun orang lain terutama pejalan kaki yang ada di sekitar sehingga

mudah terjadi kecelakaan lalu lintas. Individu umumnya sering melakukan hal-hal

yang beresiko menimbulkan kecelakaan lalu lintas dengan alasan praktis dan
3

ekonomis, seperti pengemudi motor memilih melawan arah lajur kendaraan dengan

alasan agar sampai tujuan lebih cepat, jarak tempuh yang lebih pendek

dibandingkan untuk memilih jalan memutar (Santoso, 2014).

Berdasarkan keterangan dari Badan Intelijen Negara (2013), Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) mengemukakan bahwa kecelakaan lalu lintas di Indonesia

menempati urutan ketiga sebagai penyebab kematian terbesar setelah penyakit

jantung koroner dan tuberculosis/TBC. Selain itu, WHO juga menyatakan bahwa

Indonesia merupakan negara terbesar urutan kelima sebagai negara dengan jumlah

kematian terbanyak akibat kecelakaan lalu lintas. Menurut data Global Status

Report on Road Safety yang dikeluarkan oleh WHO, Indonesia menepati urutan

pertama peningkatan kecelakaan lalu lintas hingga lebih dari 80 persen

(Firmansyah, 2014).

Kawasan Asia Tenggara, WHO mencatat bahwa tiap jam ada 34 orang yang

meninggal karena kecelakaan di jalan raya. Tahun 2001 ada 354.000 orang

meninggal karena kecelakaan di jalan dan sekitar 6,2 juta orang di rawat di rumah

sakit (Qauliyah, 2007). Sedangkan untuk di Indonesia Badan Pusat Statistik (BPS)

(2014) mengemukakan bahwa selama tahun 2013-2014 pengemudi yang memiliki

surat izin mengendara atau SIM didominasi oleh pemilik SIM C atau pengendara

sepeda motor dengan prosentase 68,85%. Keadaan ini bisa menggambarkan bahwa

masyarakat pengguna sepeda motor di Indonesia memiliki kemungkinan besar

dalam keterlibatannya pada masalah kecelakaan lalu lintas. Hal ini didukung oleh

data kepolisian Republik Indonesia, pada tahun 2013 kecelakaan lalu lintas

mengakibatkan sekitar 27.000 jiwa menjadi korban kecelakaan bahkan sampai


4

meninggal, 70% didominasi oleh pengendara sepeda motor (Ferdian, 2014).

Departemen Perhubungan Republik Indonesia (dikutip oleh Muhaz, 2013)

menyatakan bahwa dari sepuluh kecelakaan lalu lintas yang terjadi delapan

diantaranya melibatkan pengendara sepeda motor sebagai korbannya. Angka ini

membuat rata-rata orang yang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas sekitar 80

orang per hari (BIN, 2013).

Berdasarkan data Korlantas Polri (2013), usia yang banyak terlibat dalam

kecelakaan di jalan dalam rentang usia produktif yaitu 16 – 30 tahun. Ternyata

fenomena kecelakaan lalu lintas di negara lain seperti di Amerika pun banyak

dialami oleh pengendara berusia 16-20 tahun yang merupakan usia yang produktif

(Skaar dan Williams, 2005). Usia produktif merupakan usia di mana seseorang aktif

dalam berkarya dan mampu menghasilkan sesuatu. Apabila di usia ini korban

banyak berjatuhan karena kecelakaan lalu lintas bahkan jika disebabkan oleh

kelalaian dalam berkendara, kemungkinan yang terjadi adalah timbulnya masalah

baru dalam masyarakat.

Gambar 1.1 Diagram prosentase usia pelaku kecelakaan tahun 2013


5

Badan Intelijen Negara (2013) meninjau berdasarkan data WHO tahun 2011,

rentangan usia yang banyak mengalami kecelakaan lalu lintas berada pada

rentangan usia 20-50 tahun. Berdasarkan keterangan dari Humas Mabes Polri atas

rekap dari Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia (Korlantas Polri)

menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2011 sampai dengan pertengahan 2013, rata-

rata ada 111.015 kali kecelakaan sepeda motor yang terjadi sepanjang tahun (Putra,

2013).

Menurut Peraturan Pemerintah No 43 tahun 1993 tentang prasarana dan lalu

lintas jalan pasal 93, kecelakaan lalu lintas merupakan suatu peristiwa di jalan yang

tidak disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa

pemakai jalan lain, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda

(Tjahjono & Subagio, 2011). Suatu studi yang dilakukan oleh Constatinou,

Panayiotou, Konstatinou, Ladd dan Kapardis (2011) menyatakan bahwa kecelakaan

lalu lintas erat kaitannya dengan faktor manusia yaitu perilaku mengemudi

pengendara sebagai pengguna jalan.

Departemen Perhubungan Darat (2012) dan penelitian terdahulu yang

dilakukan oleh Refahi, Rezaei, Aganj, dan Birgani, (2012) menjelaskan bahwa

faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas adalah faktor

pengemudi, faktor kendaraan dan faktor keadaan lingkungan jalan (Wiluyo,

Haryoko, & Sukhirman, 2000; Tjahjono & Subagio, 2011). Menurut Lynham dan

rekan-rekan (dalam Walker, 2005), kecelakaan kendaraan bermotor khususnya

kendaraan roda dua disebabkan karena pengendara kehilangan kontrol terhadap

kendaraan mereka dan melaju dengan kecepatan yang tinggi.


6

Santoso (2014) dalam studi deskriptifnya mengenai psikologi lalu lintas

mengemukakan bahwa kecelakaan lalu lintas yang banyak terjadi ini merupakan

salah satu akibat dari perilaku manusia yang tidak aman, khususnya dalam

berkendara. Perilaku berkendara yang tidak aman ini bisa meliputi perilaku

mengebut, menerobos lampu merah, menyalip dengan berbahaya, dan melawan

arus lalu lintas.

Santoso (2014) mengemukakan bahwa perilaku berkendara tidak aman ini

dapat diteliti dari perspektif sosial dan teori yang banyak digunakan dan berkaitan

dengan masalah ini adalah Theory of Planned Behavior (TPB). Menurut teori TPB,

mengemudi atau perilaku berkendara dapat diprediksi berdasarkan sikap terhadap

perilaku, norma subjektif serta perceived behavioral control atau bisa juga disebut

dengan persepsi individu dalam mengontrol perilaku. Perilaku berkendara tidak

aman ini dapat diprediksi melalui aspek-aspek TPB seperti belief tentang

konsekuensi dari perilaku mengemudi, sikap terhadap perilaku berkendara (Refahi

et al., 2012), norma sosial yang berlaku, persepsi seberapa jauh perilaku itu dapat

dilakukan (perceived behavioral control) dapat menjadi prediktor untuk

menjelaskan perilaku berkendara yang tidak aman pada pengendara sepeda motor.

Hasil studi yang didapatkan dari penelitian-penelitian terdahulu ini

ditemukan bahwa sikap, norma subjektif dan perceived behavioral control

memiliki hubungan terhadap perilaku mengendarai sepeda motor yang tidak aman.

Ketika individu memiliki sikap yang mendukung untuk berperilaku berbahaya

ketika berkendara, mendapatkan dukungan dari significant others untuk

berperilaku, maupun ketika adanya faktor-faktor yang mampu menghambat


7

maupun memfasilitasi individu dalam berkendara, maka hal-hal tersebut dapat

memberikan pengaruh terhadap bagaimana individu berkendara dengan berbahaya

(Ward, Otto & Linkenbach, 2014; Tunnicliff et al., 2012; Fernandez, Job &

Hathfield, 2007).

Perilaku berkendara tidak aman ini juga didukung karena adanya faktor-

faktor internal yang ada di dalam diri pengemudi, seperti cara mengendalikan diri

saat mengemudi, kematangan emosi, kemampuan mengemudikan kendaraan

terutama sepeda motor, adanya tingkat agresi individu yang berbeda-beda, ataupun

adanya kecenderungan mencari sensasi atau pengalaman yang mampu

meningkatkan adrenalin atau biasa dikenal dengan istilah sensation seeking.

Sensation seeking ditemukan sebagai prediktor yang mampu memprediksi perilaku

berkendara yang tidak aman (Tunnicliff et al., 2012; Schwebwl, Severson, Ball, &

Rizzo, 2006; Jonah, Thiessen, & Yeung, 2001). .

Penelitian yang dilakukan oleh Constatinou et al. (2011) menunjukkan hasil

bahwa sensation seeking yang terdiri dari empat dimensi yakni thrill and adventure

seeking (TAS), experience seeking (ES), disinhibition (DIS), dan boredom

susceptibility (BS), namun hanya dua dari empat dimensi yaitu TAS dan DIS yang

memiliki korelasi atau hubungan yang kuat terhadap perilaku berkendara tidak

aman sedangkan dimensi ES dan BS memiliki hubungan yang lemah terhadap

perilaku berkendara tidak aman.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Nayum (2008), Huang (2014) dan

Fernandez et al. (2007) mengenai perilaku berkendara dikaitkan dengan perbedaan

jenis kelamin. Berdasarkan kedua penelitian terdahulu, laki-laki cenderung


8

memiliki kemungkinan lebih besar terlibat dalam kecelakaan lalu lintas dan

berkendara dengan tidak aman dibandingkan dengan perempuan. Pengemudi laki-

laki cenderung lebih sering untuk melaju dengan kecepatan di atas rata-rata dan

membuntuti kendaraan lain (Fernandez et al., 2007). Namun hal lain ditemukan

oleh Skaar dan Williams (2005) yang menyatakan bahwa tingkat terlibatnya

pengemudi laki-laki maupun pengemudi perempuan dalam suatu kecelakaan lalu

lintas atau berkendara secara tidak aman tidak berbeda secara signifikan.

Berdasarkan pemaparan penulis mengenai latar belakang masalah dan dari

berbagai peneltian terdahulu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai

perilaku berkendara tidak aman terutama pada pengemudi sepeda motor. Oleh

karena itu penulis mengajukan penelitian yang berjudul “Faktor –Faktor

Psikologis Yang Memengaruhi Perilaku Mengendarai Sepeda Motor Tidak

Aman”.

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah

Dalam suatu karya ilmiah dibutuhkan suatu pembatasan dan perumusan masalah.

Hal ini dimaksudkan agar masalah yang diteliti tidak menyimpang dari sasaran

yang telah ditetapkan.

1.2.1 Pembatasan Masalah

Untuk membatasi ruang lingkup masalah penelitian, maka penulis membatasi

penelitian ini hanya pada perilaku berkendara tidak aman terhadap pengendara

sepeda motor yang merupakan suatu perilaku berbahaya dalam mengemudi yang

dilakukan oleh pengemudi kendaraan dan memungkinkan untuk terlibat dalam

kecelakaan, dapat mengakibatkan cedera fatal bagi dirinya, penumpang, ataupun


9

pengguna jalan lain seperti pejalan kaki, pengemudi lain, ataupun penumpang di

dalam kendaraan lain (Parker, 2012). Selain itu lingkup penelitian ini mencakup

pada faktor-faktor yang memengaruhi perilaku berkendara tidak aman tersebut,

adapun penjelasannya sebagai berikut:

1. Sikap, norma subjektif dan perceived behavioral control yang tergabung

dalam theory planned of behavior dalam penelitian ini tidak

mengikutsertakan intensi dan dijadikan variabel yang langsung mengukur

terhadap perilaku berkendara tidak aman.

2. Sensation seeking yang dimaksud dalam penelitian ini terdiri dari empat hal

yaitu thrill and adventure seeking, experience seeking, disinhibition dan

boredom susceptibility. Penulis menggunakan keempat dimensi ini untuk

melihat pengaruhnya terhadap perilaku berkendara tidak aman.

3. Dalam penelitian ini penulis juga melakukan interaksi antara variabel sikap

dengan thrill and advanture seeking (TAS) atau pencarian sensasi dan

petualangan. Di mana interaksi merupakan pengaruh antara variabel sikap

dan variabel TAS terhadap perilaku berkendara tidak aman.

4. Subjek yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta yang mengendarai sepeda motor dan telah

memiliki SIM C.

1.2.2 Perumusan Masalah

1. Apakah ada pengaruh signifikan sikap, norma subjektif, perceived

behavioral control (PBC), sensation seeking (thrill and advanture

seeking(TAS), experience seeking (ES), disinhibition (DIS), boredom


10

susceptibility (BS) ), jenis kelamin dan hasil interaksi variabel sikap dan

TAS terhadap perilaku berkendara tidak aman?

2. Berapa besar pengaruh keseluruhan variabel independen (sikap, norma

subjektif, perceived behavioral control (PBC), sensation seeking (thrill

and advanture seeking(TAS), experience seeking (ES), disinhibition

(DIS), boredom susceptibility (BS) )), jenis kelamin dan hasil interaksi

variabel sikap dan TAS terhadap perilaku berkendara tidak aman?

3. Berapa besar proporsi varians dari dependen variabel yaitu perilaku

berkendara tidak aman berdasarkan sumbangan masing-masing variabel

independen (sikap, norma subjektif, perceived behavioral control

(PBC), sensation seeking (thrill and advanture seeking(TAS),

experience seeking (ES), disinhibition (DIS), boredom susceptibility

(BS) ), jenis kelamin dan hasil interaksi variabel sikap dan TAS)?

4. Berdasarkan variabel yang diprediksikan menjadi faktor-faktor

penyebab perilaku berkendara tidak aman, variabel manakah yang

paling berpengaruh terhadap perilaku berkendara tidak aman?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelian

1.3.1 Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor apa saja yang

memengaruhi perilaku berkendara tidak aman pada pengendara sepeda motor,

sehingga dapat memberikan informasi yang berguna untuk pembaca terutama bagi

pengendara motor agar mampu berkendara secara aman, tertib terhadap aturan lalu
11

lintas, serta meminimalisir kecelakaan lalu lintas terutama yang melibatkan sepeda

motor.

1.3.2 Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun

praktis yaitu sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis diharapkan penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

perkembangan teori-teori psikologi, terutama dalam bidang psikologi lalu

lintas.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa

manfaat, yaitu:

a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi terutama pada

pihak Kepolisian Republik Indonesia mengenai informasi kondisi

psikologis pengendara sepeda motor pada umumnya, sehingga dapat

dilakukan upaya peningkatan dan pengembangan dalam pengawasan

serta pencegahan terjadinya kecelakaan lalu lintas, terutama pada

pengendara sepeda motor.

b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi literatur atau bacaan bagi para

pembaca khususnya para pembaca yang ingin mengetahui maupun

tertarik pada permasalahan perilaku berkendara yang tidak aman.

c. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi untuk

mengembangkan penelitian mengenai perilaku berkendara


BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Perilaku Berkendara Tidak Aman

2.1.1 Teori perilaku

Perilaku manusia sangat beragam dan bukan hal yang mudah untuk menjelaskannya

(Ajzen, 1991). Martin dan Pear (2003) menjelaskan perilaku sebagai segala hal

yang dapat diamati dengan cara diungkapkan atau dilakukan oleh individu. Istilah

perilaku atau behavior adalah kegiatan organisme yang dapat diamati termasuk

laporan verbal mengenai pengalaman subjektif dan disadari (Atkinson, Atkinson &

Hilgard, 1994). Menurut Santrock (2003) dan King (2011), perilaku adalah segala

sesuatu yang kita lakukan dan dapat diamati secara langsung.

Atkinson, Atkinson, Smith dan Bem (2006) menyatakan bahwa sebagian

besar perilaku dalam kehidupan nyata terjadi karena adanya respon yang dipelajari.

Teori behaviorisme menekankan pada pengaruh lingkungan terhadap perilaku yang

terlihat (overt), menolak penggunaan aktivitas mental seperti berfikir, berhasrat dan

berharap (King, 2011). Pembentukan perilaku dapat diperoleh dari proses belajar.

Pengkondisian (conditioning) merupakan suatu pembelajaran pembentukan

asosiasi. yang artinya, mempelajari bahwa peristiwa-peristiwa tertentu terjadi

secara bersamaan (Atkinson, et al., 2006).

14
15

Baron dan Byrne (2005) mengemukakan ada dua jenis pengkondisian

dalam teori behaviorisme ini yaitu pengkondisian klasik dan pengkondisian operan

atau instrumental. Pengkondisian klasik menyatakan bahwa ketika sebuah stimulus

muncul berulang-ulang diikuti oleh stimulus lain, stimulus pertama akan dianggap

sebagai penanda munculnya stimulus lain. Penelitian eksperimen terhadap air liur

anjing yang dilakukan oleh Pavlov telah mewakili bagaimana pengkondisian klasik

ini terjadi. Pengkondisian operan adalah kondisi individu belajar mengasosiasikan

antara perilaku dan konsekuensi yang timbul setelahnya seperti adanya reward atau

punishment (King, 2011).

Pengkondisian penelitian sistematik pertama mengenai pengkondisian

operan ini dilakukan oleh Thorndike yang menunjukkan bahwa hewan terlibat

dalam perilaku trial-error dan apabila setiap perilaku diikuti oleh penguatan positif

semakin diperkuat sementara perilaku dengan penguatan negatif akan melemah

(hukum efek). Sedangkan Skinner berpendapat bahwa konsekuensi dari sebuah

perilaku akan mengubah kemungkinannya mengulangi suatu perilaku, sesuai

dengan penelitiannya terhadap tikus dan burung merpati lapar yang ditempatkan

dalam “kotak Skinner” (Atkinson et al., 2006).

Watson berpendapat bahwa hampir semua dari perilaku manusia adalah

hasil dari pengkondisian, dan lingkungan membentuk perilaku kita dengan

memperkuat kebiasaan tertentu. Penguatan dalam pengkondisian operan dapat

merupakan penguatan yang sifatnya positif ataupun secara aversif (Atkinson et al.,

2006).
16

Wade dan Travis (2007) menyatakan bahwa ada lima pendekatan yang

secara unik mengajukan sejumlah pertanyaan mengenai perilaku manusia, asumsi

dan cara pikir manusia, dan yang terpenting penjelasan tentang alasan seseorang

berbuat sesuatu.

1. Perspektif biologis. Perspektif ini berfokus pada cara berbagai peristiwa

yang berlangsung dalam tubuh mempengaruhi perilaku, perasaan, dan

pikiran seseorang.

2. Perspektif belajar. Perspektif ini menelaah cara lingkungan dan

pengalaman mempengaruhi tindakan seseorang atau organisasi lain.

3. Perspektif kognitif. Perspektif ini menekankan pada hal yang

berlangsung di pikiran seseorang – bagaimana seseorang erpikir,

mengingat, memahami bahasa, memecahkan masalah, menjelaskan

berbagai pengalaman, memperoleh sejumlah standar moral, dan

membentuk keyakinan.

4. Perspektif sosiokultural. Perspektif ini berfokus pada kekuatan sosial

dan budaya sebagai kekuatan yang bekerja di luar individu.

5. Perspektif psikodinamika. Perspektif ini berfokus pada hal menguraikan

dinamika ketidksadaran seseorang, seperti dorongan dari dalam diri,

konflik dan energi insting.

Perilaku juga dapat dijelaskan dengan sebuah teori yang disebut theory

planned of behavior atau TPB, yang sering digunakan dalam penelitian-penelitian


17

untuk menjelaskan perilaku sosial. Teori ini menyatakan bahwa keputusan untuk

menampilkan perilaku tertentu adalah hasil dari proses yang rasional yang

diarahkan pada suatu tujuan tertentu, manusia biasanya bertingkah laku secara

masuk akal, memperhitungkan informasi yang tersedia dan mempertimbangkan

secara implisit dan eksplisit akibat dari perilakunya atau disebut teori planned

behavior (Ajzen, 1991; Ajzen, 2005). Teori ini mengemukakan bahwa intensi

dalam berpeilaku merupakan hal yang menunjukkan seberapa besar individu dalam

berperilaku.

Ada tiga faktor di dalam TPB yang dapat menentukan intensi perilaku.

Berdasarkan pada teori planned behavior, intensi (dan perilaku) merupakan fungsi

dari tiga faktor dasar. Faktor pertama yaitu faktor personal yang merupakan attitude

toward behavior atau sikap individu terhadap perilaku. Sikap ini merupakan suatu

evaluasi positif ataupun negatif terhadap suatu perilaku tertentu. Faktor kedua

merupakan keyakinan individu dari tekanan sosial untuk melakukan atau tidak

melakukan suatu perilaku atau biasa dikenal dengan subjective norm atau norma

subjektif. Norma subjektif ini biasa dikaitkan dengan harapan kelompok terhadap

perilaku individu. Faktor ketiga adalah suatu perasaan dari self-efficacy atau

penilaian atau persepsi individu terhadap kemampuan untuk menampilkan suatu

perilaku yang dinamakan perceived behavior control atau bisa juga disebut dengan

persepsi dalam mengontrol perilaku.


18

Theory Planned of Behavior

Gambar 2.1 Sumber: Attitudes, personality, and behavior (2nd ed) (2005)

2.1.2 Definisi perilaku berkendara tidak aman

Parker (2012) menjelaskan definisi dari perilaku berkendara tidak aman adalah

suatu perilaku berbahaya dalam mengemudi yang dilakukan oleh pengemudi

kendaraan dan memungkinkan untuk terlibat dalam kecelakaan, dapat

mengakibatkan cedera fatal bagi dirinya, penumpang, ataupun pengguna jalan lain

seperti pejalan kaki, pengemudi lain, ataupun penumpang di dalam kendaraan lain.

Perilaku berkendara tidak aman menurut Huang (2014), cara seseorang

mengemudi dengan mengabaikan hal-hal seperti menggunakan seat belt/ helm,

mengemudi dalam keadaan mengantuk, sering menggunakan telepon selular saat

berkendara, mengemudi di bawah pengaruh alkohol, dan mengemudi dengan

agresif. Jafarpour dan Movaghar (2014) menyatakan bahwa perilaku berkendara

tidak aman adalah suatu bentuk ketidaksopanan dalam berkendara dan

kenyataannya dapat membahayakan atau setidaknya memiliki potensi untuk

menempatkan pengemudi atau orang lain dalam keadaan bahaya.


19

Perilaku berkendara tidak aman itu merupakan masalah pada mengemudi

yang meliputi perilaku mengemudi, aspek-aspek seperti hal kecepatan (Chen &

Chen, 2011), minum minuman beralkohol, melanggar aturan lalu lintas dan

kemampuan dalam mengemudi (Nabi et al., 2004). Beberapa pola berkendara tidak

aman juga meliputi membuntuti (tailgating), menyalip kendaraan lain dengan tidak

memperhatikan jarak, serta penggunaan lajur jalan yang tidak tepat.

Penulis memutuskan untuk menggunakan definisi yang dikemukakan oleh

Parker (2012), perilaku berkendara tidak aman adalah suatu perilaku berbahaya

dalam mengemudi yang dilakukan oleh pengemudi kendaraan dan memungkinkan

untuk terlibat dalam kecelakaan, dapat mengakibatkan cedera fatal bagi dirinya,

penumpang, ataupun pengguna jalan lain seperti pejalan kaki, pengemudi lain,

ataupun penumpang di dalam kendaraan lain.

2.1.3 Faktor yang memengaruhi perilaku berkendara tidak aman

Fernandez, Job dan Hatfield (2007) berdasarkan penelitian terdahulu menyatakan

bahwa perilaku berkendara tidak aman dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku berkendara yang tidak aman adalah

sebagai berikut:

1. Sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control

Penelitian yang dilakukan oleh Tunnicliff dan rekan-rekannya (2012)

menggunakan TPB sebagai teori acuan untuk mengukur perilaku

mengemudi, sikap dan perceived behavior control merupakan salah satu

komponen TPB yang memiliki pengaruh terhadap perilaku mengemudi


20

begitupun Ajzen (1991) mengemukakan bahwa sikap individu akan

berpengaruh pada perilakunya.

2. Sensation seeking atau pencarian sensasi

Suatu trait yang menjelaskan tentang pencarian individu terhadap

pengalaman baru dan cenderung untuk bersedia mengambil resiko yang

mungkin akan terjadi.

3. Agresi

Tingkat agresivitas pada remaja atau individu dengan usia 18 tahun keatas

diketahui menjadi faktor yang memungkinkan untuk berperilaku

berkendara tidak aman.

4. Usia

Pengemudi atau pengendara kendaraan bermotor rentan mengalami

kecelakaan yang disebabkan oleh cara mengemudi yang tidak aman biasa

dialami oleh usia remaja yang menuju jenjang dewasa dikarenakan mereka

seringkali berkendara dengan cepat (mengebut), membuntuti kendaraan

lain, lebih sering mengambil resiko dengan cara menyalip atau menyelip

kendaraan lain.

5. Jenis kelamin

Adanya perbedaan jenis kelamin individu juga menentukan adanya

kecenderunggan perilaku mengemudi yang berbeda.


21

6. Daya saing

Daya saing dihipotesiskan untuk mengevaluasi perilaku individu atau hal-

hal yang terlibat dengan perilaku dengan melihat perlombaan di antara

individu.

7. Tipe Kepribadian (openness, conscientiousness, extraversion,

agreeableness, dan neuroticism)

Arthur dand Doverspike (dalam Fernandez et al., 2007) menyatakan bahwa

tingkat kecelakaan dan perilaku berkendara tidak aman berkorelasi secara

signifikan dengan komponen big five personality.

8. Penghematan waktu

Individu sering melanggar ataupun mengemudi secara tidak aman karena

mempertimbangkan efisiensi waktu.

2.1.4 Pengukuran perilaku berkendara tidak aman

Pengukuran terhadap perilaku berkendara tidak aman ini mengukur seberapa besar

kecenderungan pengemudi berkendara secara tidak aman. Dulla dan Ballard (dalam

Gen et al., 2014, Dulla & Ballard 2003) mengembangkan alat untuk mengukur

perilaku mengemudi yang berbahaya yang diberi nama Dulla Dangerous Driving

Index (DDDI). DDDI terdiri dari gambaran perilaku berkendara sehari-hari dan

dengan menggunakan rentangan skala Likert 1 (tidak pernah) sampai dengan skala

5 (selalu).
22

2.2 Sikap

2.2.1 Definisi sikap

Secara umum sikap itu perluasan dari kepercayaan individu mengenai suatu objek

(Ajzen, 1991) dan merupakan kunci untuk memahami perilaku individu (Ajzen

2005). Menurut King (2011) dan Santrock (2003) sikap adalah perasaan, opini, dan

kepercayaan individu mengenai orang lain, suatu objek dan ide-ide.

Allport (dalam Pickens, 2005) mendefinisikan sikap terhadap perilaku

sebagai suatu mental yang tercipta disebabkan adanya pengalaman, adanya intruksi

atau adanya pengaruh dinamis pada respon individu terhadap suatu objek atau

situasi yang terkait. Sederhananya, sikap adalah suatu pola pikir atau

kecenderungan untuk bertindak dengan cara tertentu karena adanya faktor

pengalaman individu serta temperamen individu tersebut.

Sikap adalah kata sifat yang sering digunakan untuk menggambarkan

utilitas atau keperluan yang dirasakan dan merupakan respon emosional terhadap

suatu perilaku (Ward et al.,2014). Pada awalnya sikap terbentuk dari sistem belief

lebih tepatnya behavior belief yang merupakan harapan individu tentang

kemungkinan-kemungkinan konsekuensi yang akan terjadi pada perilaku individu

tersebut (Ward et al.,2014).

Ajzen (2005) yang menyatakan bahwa sikap terhadap suatu perilaku

merupakan suatu disposisi dalam menanggapi secara favorable (dengan

menyenangkan) atau unfavorable (tidak menyenangkan) terhadap suatu objek,

institusi, atau kejadian. Pernyataan ini serupa dengan Berkowitz (dalam Azwar,
23

2011), sikap merupakan perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun

perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada suatu objek.

Sikap juga merupakan keseluruhan evaluasi terhadap perilaku yang telah

ditampilkan oleh individu (Rhodes & Courneya, 2003; Abraham & Sheeran, 2003;

Francis et al.,2004). Evaluasi yang diberikan individu bisa mengacu pada hal yang

sifatnya menyenangkan bisa pula tidak menyenangkan terhadap suatu perilaku

(Ajzen, 1991). Ajzen (2005) juga menyatakan bahwa sikap merupakan evaluasi

positif dan negatif individu terhadap suatu perilaku tertentu. Campbell (dalam

Schawrz dan Bohner, 2001) menyatakan bahwa sikap bisa merupakan suatu

kemungkinan atau peluang individu dalam berperilaku pada situasi tertentu.

Bogardus (1942) mengemukakan bahwa sikap terhadap suatu tingkah laku

adalah adanya kecenderungan untuk melakukan atau menolak sesuatu. Jika sikap

itu favorable, objek akan diberikan penilaian postif serta diiringi oleh perasaan yang

menyenangkan, namun jika unfavorable yang akan muncul adalah penilaian negatif

beserta perasaan yang tidak menyenangkan.

Berdasarkan definisi yang telah dipaparkan, maka penulis memutuskan

untuk mengambil definisi sikap terhadap suatu perilaku dari Ajzen (2005), Francis

et al. (2004), Abraham dan Sheeran (2003) serta Rhodes dan Courneya (2003) yang

menyatakan bahwa sikap merupakan evaluasi positif dan negatif individu terhadap

suatu perilaku tertentu, dalam hal ini adalah perilaku berkendara. Penulis

memutuskan untuk menggunakan definisi ini dikarenakan penulis ingin mengetahui

evaluasi positif maupun negatif terhadap perilaku mengendarai sepeda motor yang

tidak aman dalam penelitian kali ini.


24

2.2.2 Komponen sikap

Rhodes dan Counerya (2003) mambagi sikap terhadap perilaku menjadi 2

komponen yaitu:

1. Afektif. Misalnya evaluasi terhadap perilaku yang menyenangkan atau

tidak menyenangkan.

2. Instrumental. Misalnya evaluasi terhadap perilaku yang menguntungkan

atau membahayakan.

Francis et al. (2004) juga menyatakan bahwa sikap memiliki dua komponen yaitu:

1. Behavioural beliefs. Kepercayaan mengenai konsekuensi dari suatu

perilaku.

2. Outcome evaluation. Suatu penilaian positif atau negatif mengenai setiap

perilaku yang muncul.

2.2.3 Pengukuran sikap

Menurut Francis et al. (2004), pengukuran sikap dapat dilakukan dengan prosedur

menggunakan kata sifat bipolar (berupa pasangan atau lawan kata) yang dapat

dievaluasi (misal, baik – buruk). Chorlton, Conner, dan Jamson (2012) mengukur

sikap dengan menggunakan delapan skala semantik diferensial dan tujuh pasang

pernyataan yang diukur dengan tujuh poin skala Likert.

Untuk penelitian kali ini, penulis mengkonstruksi skala baru sikap terhadap

perilaku berkendara tidak aman. Respon jawaban yang diberikan oleh subjek diukur

dengan menggunakan skala Likert dengan rentangan 1 (sangat tidak setuju) sampai

dengan 4 (sangat setuju). Penulis mengkonstruksi skala baru untuk mengukur sikap
25

dikarenakan objek yang akan dievaluasi harus jelas targetnya, dalam penelitian kali

ini yaitu sikap terhadap perilaku mengendarai sepeda motor yang tidak aman.

2.3 Norma Subjektif

2.3.1 Definisi norma subjektif

Norma subjektif biasanya mengacu pada perkiraan individu terhadap tekanan sosial

untuk menampilkan suatu atau tidak menampilkan suatu perilaku (Ajzen, 1991;

Francis et al., 2004). Tekanan sosial bagi individu untuk berperilaku dan tidak

berperilaku juga merupakan definisi norma subjektif yang diungkapkan oleh

Rhodes dan Courneya (2003). Baron dan Byrne (2005) mengemukakan bahwa

norma subjektif mengacu pada persepsi inidividu apakah individu lain akan

menyetujui atau menolak suatu tingkah laku.

Norma subjektif diasumsikan sebagai suatu fungsi belief, yaitu fungsi belief

pada hal-hal spesifik yang disetujui maupun yang tidak disetujui oleh individu

maupun kelompok dalam menampilkan suatu perilaku atau lingkungan sosial dapat

menjadi referensi bagi individu untuk terlibat atau tidak terlibat dalam suatu

perilaku (Ajzen, 2005).

Asumsi mengenai norma subjektif diungkapkan oleh Elliot (2010) bahwa

perasaan dari tekanan sosial untuk berperilaku, membendung suatu belief atau

kepercayaan yang apabila suatu perilaku ditampilkan akan mendapatkan pengakuan

atau bahkan tidak diakui secara sosial. Menurut McLallen dan Fishbein (2008),

norma subjektif itu kembali kepada persepsi seseorang mengenai tingkatan

seberapa penting menampilkan atau tidak menampilkan suatu perilaku dalam sudut
26

pandang orang lain. Hal ini merupakan perkiraan individu mengenai tekanan sosial

untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku target (Francis et al., 2004).

Berdasarkan definisi dari beberpa ahli, penulis memutuskan untuk

mengambil definisi norma subjektif dari Francis et al. (2004) yaitu perkiraan

individu mengenai tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku.

Penulis menggunakan definisi ini disebabkan karena definisi yang digunakan oleh

Francis et al. (2004) memiliki makna yang sama dengan yang dikemukakan oleh

pencetus awal definisi norma subjektif dalam TPB yaitu Ajzen, namun lebih

sederhana untuk dipahami.

2.3.2 Komponen norma subjektif

Ajzen (dalam Rhodes & Courneya, 2003) menyatakan bahwa terdapat dua

komponen dari norma subjektif yaitu :

1. Komponen injunktif. Misalnya apakah seorang individu mempercayai

lingkungan atau jaringan sosialnya mendukung mereka untuk menampilkan

suatu perilaku. Hal ini merefleksikan bagaimana perasaan orang lain

terhadap perilaku individu.

2. Komponen deskriptif yaitu apakah jaringan sosial di lingkungan individu

menampilkan suatu perilaku tertentu. Hal ini merefleksikan persepsi apa

yang dilakukan oleh orang lain (McLallen & Fishbein, 2008).

Francis et al. (2004) mengungkapkan bahwa norma subjektif terdiri dari dua

komponen yaitu :
27

1. Kepercayaan normatif yaitu bagaimana orang lain menginginkan seorang

individu dalam berperilaku. Hal ini merupakan persepsi orang lain

mengenai keterlibatan individu dalam suatu perilaku.

2. Keinginan untuk memenuhi tuntutan yaitu keinginan untuk memenuhi

keinginan orang lain. Misal keinginan individu untuk memenuhi keinginan

orang tuanya bagaimana ia harus berperilaku.

2.3.3 Pengukuran norma subjektif

Pengukuran norma subjektif yang telah banyak dilakukan dilakukan oleh banyak

peneliti, salah satunya oleh Francis et al. (2004) menyusun pengukuran untuk

variabel norma subjektif dengan mencantumkan pernyataan yang sifatnya umum

dan terbuka terhadap opini responden dan menggunakan rentangan skala Likert

tujuh poin. Namun pada penelitian ini penulis hanya menggunakan skala Likert

empat poin dengan item yang menjelaskan mengenai bagaimana pihak lain

memengaruhi individu dalam berperilaku.

2.4 Perceived Behavioral Control

2.4.1 Definisi perceived behavioral control

Persepsi mengontrol perilaku yang dikenal pula dengan istilah perceived behavioral

control (PBC) mengacu pada persepsi individu terhadap tingkat kesulitan perilaku

yang diminati (Ajzen, 1991; Darker, French, Eves, & Sniehotta, 2010; Ajzen,

2005). Hal ini juga diasumsikan untuk merefleksikan pengalaman lampau dan dapat

diantisipasi berbagai rintangan atau halangan yang akan ditemui (Ajzen, 1991).

Menurut Ajzen (dalam Kraft, Rise, Sutton & RØysamb, 2005), persepsi

mengontrol perilaku melibatkan keyakinan individu bahwa mereka dapat


28

mengontrol perilaku mereka. Persepsi mengontrol perilaku juga menjadi bagian

dari theory planned behavior yang mampu untuk memprediksi intensitas perilaku

dengan tingkat keakuratan yang tinggi (Ajzen, 1991).

Ajzen dan Madden (dalam Kraft et al., 2005) menyatakan bahwa perceived

behavioral control adalah belief atau keyakinan mengenai sulit atau tidaknya

individu dalam melakukan suatu perilaku. Perceived behavioral control juga

didefinisikan sejauh mana individu merasa mampu dan yakin untuk

memberlakukan perilakunya (Francis et al., 2004).

Perceived behavioral control menurut Sheeran, Trafimow, dan Armitage

(2003) adalah suatu persepsi individu pada tingkatan perilaku yang akan

ditampilkan berada di bawah kontrol atau pengawasan individu itu sendiri dan dapat

diukur melalui mudah atau sulitnya dalam menampilkan perilaku tersebut.

Berdasarkan definisi oleh beberapa ahli dan mempertimbangkan keefektifan

pemahaman, maka penulis memutuskan untuk mengambil definisi dari Francis et

al. (2004) yaitu persepsi mengenai sejauh mana individu merasa mampu dan yakin

untuk berperilaku.

2.4.2 Komponen variabel perceived behavioral control

Ajzen (1991) menyatakan bahwa ada dua komponen perceived behavioral control

yaitu:

1. Pengaturan keyakinan , yaitu faktor yang membuat perilaku mudah atau

sulit untuk dilakukan.

2. Persepsi daya, yaitu kekuatan dari setiap faktor yang mendukung atau

menghambat perilaku.
29

Dalam Rhodes dan Courneya (2003) faktor analisis perceived behavioral control

mendorong ke arah dua komponen, yaitu :

1. Self-efficacy. Misal, mudah atau sulit dalam berperilaku, percaya diri.

2. Pengendalian. Misal, control individu terhadap perilaku, penilaian apakah

perilaku akan sepenuhnya diserahkan pada subjek.

Ada dua komponen perceived behavioral control (Francis, et al., 2004):

1. Pengaturan keyakinan yaitu seberapa besar keyakinan individu mengontrol

perilakunya.

2. Perceived confident yaitu seberapa yakin atau percaya dirinya individu

ketika menampilkan atau tidak menampilkan suatu perilaku.

2.4.3 Pengukuran perceived behavioral control

Pengukuran terhadap perceived behavioral control atau persepsi dalam mengontrol

perilaku yang telah direview oleh Rhodes dan Courneya (2003) ada 11 studi empiris

yang telah dilakukan untuk mengukur self efficacy dan pengendalian menyatakan

bahwa dua konsep ini reliable dalam menyatakan suatu perilaku. Mengukur

perceived behavioral control atau perilaku dalam mengontrol perilaku menurut

Francis et al. (2004) dapat menggunakan item-item disusun dengan pola respon

yang menggunakan skala likert. Pada penelitian ini, penulis mengkonstruksi skala

baru yang disesuaikan dengan menggunakan skala Likert empat poin.

2.5 Sensation Seeking

2.5.1 Definisi sensation seeking

Menurut Chaplin (2008), sensation adalah proses atau pengalaman yang timbul

apabila ada rangsangan yang membangkitkan satu reseptor. Sensation juga


30

diartikan sebagai proses merasakan atau menghayati. Seeking dalam bahasa Inggris

berasal dari kata seek yang berarti mencari. Bila diartikan secara harafiah, sensation

seeking berarti proses mencari, merasakan atau menghayati suatu sensasi yang

timbul apabila terdapat rangsangan yang membangkitkan satu reseptor. APA

Dictionary of Psychology (2015) menjelaskan pengertian dari sensation seeking

sebagai kecenderungan untuk mencari aktivitas yang menegangkan guna untuk

meningkatkan stimulasi yang melibatkan hal-hal yang berbahaya seperti sky diving

ataupun balapan kendaraan.

Zuckerman, dikutip oleh Mischel, Shoda dan Smith (2004), mendefinisikan

sensation seeking sebagai suatu trait yang merepresentasikan tingkatan keinginan

dalam diri individu untuk mencoba pengalaman baru dan bersedia untuk

mengambil resiko. Zuckerman juga menyatakan bahwa sensation seeking adalah

sebuat trait individu yang sifatnya stabil (dalam Grinblatt & Koleharju, 2009),

mencari pengalaman yang beragam, baru, secara intens adanya kemauan untuk

mengambil resiko baik fisik, sosial, hukum, dan resiko dalam hal finansial demi

pengalaman tersebut (Dahlen & White,2006; Arnett, Offer & Fine, 1997; Jonah,

Thiessen, & Au-Yeung, 2001; Hole, 2007; Jonah, 1997).

Arnett (1994) mengungkapkan bahwa sensation seeking bukan hanya

potensi untuk mengambil resiko, secara umum trait ini juga melihat kualitas dalam

mencari intensitas terhadap hal baru dalam pengalaman sensorik yang dapat

diekpresikan pada berbagai area kehidupan individu. Sensation seeking dapat

diekspresikan melalui banyak hal, beberapa perilaku antisosial, beberapa situasi


31

penerimaan sosial, bergantung pada lingkungan sosial individu akan mendukung

atau menghambat keinginan individu tersebut.

Berdasarkan berbagai definisi yang telah dipaparkan, maka peneliti

menyimpulkan bahwa sensation seeking adalah suatu trait atau sifat yang menetap

dalam diri individu dan memiliki keingingan untuk mencari pengalaman baru atau

bertindak sesuai dengan keinginannya serta bersedia untuk mengambil resiko dari

tindakannya.

2.5.2 Dimensi sensation seeking

Zukcreman, Eysenk & Eysenk (1978) telah mengelompokkan sensation seeking

menjadi empat aspek yaitu:

1. Thrill and adventure seeking (TAS) atau pencarian sensasi dan petualangan,

item-item yang merefleksikan keinginan untuk terlibat pada aktivitas fisik

seperti dalam kegiatan olahraga yang beresiko dan memacu adrenalin dan

mengemudi dengan cepat.

2. Experience seeking (ES) atau pencarian terhadap pengalaman, item-item

yang mereflkesikan tentang pencarian pengalaman baru seperti melakukan

perjalanan (travelling), musik, dan hal-hal yang spontan tidak sesuai dengan

gaya hidup yang biasa terjadi pada individu.

3. Disinhibition, keinginan individu yang melibatkan stimulasi yang berbeda

dari aktivitas sosial yang tak terbatas.

4. Boredom susceptibility (BS) atau kerentanan terhadap kebosanan,

merupakan keengganan untuk melakukan hal yang monoton, hal-hal yang


32

rutin, kehadiran orang-orang yang terprediksi dan reaksi terhadap hal-hal

yang membosankan.

2.5.3 Pengukuran sensation seeking

1. Alat ukur yang dikembangkan oleh Zuckerman (2007) edisi revisi yaitu

Sensation Seeking Scale V (SSS - V) yang berjumlah 40 item yang

mengukur empat aspek : thrill and adventure seeking, experience seeking,

disinhibition, dan boredom susceptibility. Alat ukur ini merupakan alat

dengan tipe jawaban force choice technique yaitu dengan memilih 1

jawaban diantara 2 pernyataan yang tersedia.

2. Alat ukur yang dikembangkan oleh Arnett (1994) merupakan

perkembangan dari SSS-V yaitu Arnett Inventory Sensation Seeking Scale

dan terdiri dari dua aspek yaitu intensity dan novelty. Terdiri dari 20 item

dengan menggunakan pola jawaban responden dengan skala Likert yaitu

poin 1 (sangat tidak setuju) sampai dengan poin 4 (sangat setuju).

3. Alat ukur yang dikembangkan oleh Watson et al. (2007), sengaja disusun

untuk mengukur tingkat sensation seeking pada pengendara motor. Skala

ini terdiri dari 8 item dan menggunakan rentangan skala Likert untuk

mendapatkan respon dari subjek.

Penulis akan mengukur sensation seeking dengan mengadaptasi dan

memodifikasi alat ukur yang dikembangkan oleh Zuckerman yaitu Sensation

Seeking Scale V.
33

2.6 Kerangka Berfikir

Keselamatan merupakan bagian penting dari masalah kesehatan manusia. Namun

kecelakaan lalu lintas yang banyak terjadi di Indonesia menjadi momok yang sangat

mengkhawatirkan. Pemberitaan di media elektronik ataupun media cetak tentang

kecelakaan lalu lintas banyak melibatkan pengendara kendaraan bermotor

khususnya bagi pengendara sepeda motor. Jumlah kendaraan bermotor di jalanan

terutama sepeda motor meningkat pesat dan memiliki peluang lebih besar untuk

terlibat dalam kecelakaan lalu lintas.

Berdasarkan informasi yang telah dipaparkan, korban akibat kecelakaan lalu

lintas kendaraan bermotor ini adalah orang-orang yang berada pada usia giat

berkarya atau mampu untuk menghasilkan sesuatu. Apabila banyaknya kecelakaan

lalu lintas terjadi dan penyebab utamanya adalah kelalaian dalam berkendara,

sumber daya manusia akan menjadi masalah baru yang perlu diperhatikan. Oleh

sebab itu masalah ini bisa dicegah dengan memperkirakan hal-hal apa saja yang

mungkin berpengaruh terhadap perilaku berkendara yang tidak aman, sehingga

mampu untuk mengurangi angka kecelakaan lalu lintas kendaraan bermotor.

Banyaknya kecelakaan yang terjadi tidak terlepas dari kondisi jumlah

kendaraan yang bertambah banyak, faktor manusia dan, faktor lingkungan.

Berdasarkan penelitian terdahulu faktor manusia memiliki kontribusi yang cukup

besar pada tiap kecelakaan lalu lintas yang terjadi (Constatinou et al., 2011;

Fernandez et al., 2007). Membahas mengenai manusia tidak terlepas dari perilaku

manusia itu sendiri. Perilaku berkendara yang tidak tertib menjadi akar dari

kekacauan yang terjadi di jalanan. Perilaku tidak tertib inilah yang menyebabkan
34

bahaya bagi pengendara, orang lain, maupun objek fisik seperti fasilitas umum di

jalanan ataupun kendaraan bermotor lain.

Penting bagi para pengendara kendaraan bermotor khususnya kendaraan

roda dua untuk lebih memperhatikan keselamatan bagi diri sendiri dan orang lain.

Bentuk sepeda motor yang lebih kecil dari kendaraan lainnya membuat

penngendaranya mengambil keuntungan dari bentuk fisik kendaraan ini seperti

menyalip diantara kendaraan lain, bahkan terkadang dengan menggunakan

kecepatan yang tinggi. Beberapa bentuk perilaku berkendara yang tidak aman

seperti menerobos lampu merah, tidak menggunakan kaca spion dengan baik,

tancap gas saat lampu kuning menyala, bahkan tidak menggunakan lampu saat

kondisi jalanan gelap juga merupakan hal-hal yang meningkatkan resiko terjadinya

kecelakaan bagi pengendara sepeda motor.

Berdasarkan beberapa literatur penelitian, perilaku yang tidak aman

terutama dalam hal mengemudi kendaraan dapat disebabkan oleh faktor internal

individu seperti keinginan untuk mencari pengalaman baru yang menantang dan

cenderung berani untuk mengambil resiko (Zuckerman, dikutip oleh Mischel,

Shoda dan Smith, 2004), alasan untuk menghemat waktu, agar cepat sampai di

tempat tujuan juga mendorong pengendara cenderung berperilaku yang

membahayakan dalam berkendara (Fernandez et al., 2007). Beberapa penelitian dan

studi juga menyebutkan bahwa adanya keinginan individu akan hal-hal baru juga

memiliki perbedaan antara satu dengan lainnya. Diasumsikan bahwa trait

kepribadian sensation seeking merupakan salah satu faktor yang dapat mendukung

terjadinya perilaku berkendara tidak aman. Sensation seeking ini terdiri dari empat
35

aspek yaitu thrill and advanture seeeking, experience seeking, disinhibition, dan

boredom susceptibility. Banyak ahli mengatakan bahwa sensation seeking dengan

keempat aspeknya ini mampu mempengaruhi individu ketika berkendara secara

tidak aman. Namun ada juga studi yang menyatakan bahwa hanya dua dari empat

yaitu thrill and advanture seeking (TAS) dan disinhibition yang memiliki hubungan

kuat untuk memprediksi perilaku mengendarai sepeda motor dengan tidak aman

(Constatinou et al., 2011)

Adanya perbedaan individu juga diasumsikan akan menghasilkan sikap

serta perilaku yang berbeda terhadap suatu stimulus dalam konteks ini adalah

keselamatan dalam berkendara dan menghindari perilaku yang berbahaya. Masalah

mengenai perilaku berkendara tidak aman ini juga dapat ditinjau berdasarkan

Theory Planned of Behavior (TPB) yang terdiri dari tiga faktor yaitu sikap individu

terhadap suatu perilaku tertentu, dalam konteks kali ini adalah perilaku berkendara

tidak aman, norma subjektif, dan perceived behavioral control. Faktor-faktor ini

diprediksikan dapat mempengaruhi individu untuk berperilaku atau menentukan

intensi dalam berperilaku. Dalam penelitian kali ini ketiga faktor dari TPB diukur

langsung dalam menentukan suatu perilaku berkendara tidak aman pada

pengendara sepeda motor.

Individu mampu mengevaluasi suatu keadaan di jalanan dan dapat

memutuskan bagaimana harus menentukan perilakunya dalam berkendara. Hal ini

juga dapat dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh dari orang sekitarnya atau norma

subjektif , di mana individu berfikir bahwa orang sekitarnya tersebut mampu

mendukung ia untuk berperilaku tertentu dalam berkendara. Apabila norma yang


36

ditanamkan dari orang – orang sekitar adalah hal yang memfasilitasi individu untuk

mengendarai sepeda motor dengan berbahaya, maka kemungkinan hasil yang

diperoleh adalah norma subjektif akan berpengaruh dalam penelitian kali ini.

Persepsi individu terhadap suatu faktor yang mampu mendukung atau menghambat

dalam mengendarai sepeda motor diduga mampu mempengaruhi perilaku individu

dalam berkendara. Ketika individu meyakini bahwa tersedia faktor-faktor yang

dapat memfasilitasi atau bahkan menghambat individu untuk mengendarai sepeda

motor dengan berbahaya atau persepsi ini biasa dikenal dengan istilah perceived

behavioral control diduga akan memiliki pengaruh terhadap dependen variabel

pada penelitian ini.

Berdasarkan studi-studi yang telah dilakukan terdahulu terdapat perbedaan

antara laki-laki dan perempuan dalam keterlibatannya mengendarai sepeda motor

yang tidak aman. Laki-laki memiliki kecenderungan lebih besar untuk mengendarai

sepeda motor dengan tidak aman. Walaupun ada juga studi yang menyatakan bahwa

tidak ada perbedaan yang signifikan antara laki-laki maupun perempuan ketika

mengendarai sepeda motor dengan berbahaya (Skaar dan Williams, 2005). Bahkan

jika dilihat melalui jumlah masyarakat yang ada sekarang, perempuan yang

mengendarai sepeda motor di kota-kota besar sudah sangat banyak, sehingga tidak

menutup kemungkinan bahwa adanya kecenderungan bagi perempuan untuk

mengendarai sepeda motor secara tidak aman. Dalam penelitian kali ini penulis juga

tertarik untuk mengetahui pengaruh dari interaksi antara variabel sikap dengan TAS

dan menjadikannya sebagai satu variabel tambahan.


37

Oleh karena itu, pada penelitian kali ini faktor-faktor yang digunakan untuk

melihat pengaruhnya terhadap perilaku berkendara tidak aman diantaranya: sikap

terhadap perilaku berkendara, norma subjektif, perceived behavioral control, serta

sensation seeking dan interaksi antara variabel sikap dengan TAS. Jenis kelamin

akan menjadi variabel demografi dalam penelitian ini. Jika digambarkan dengan

model, maka kerangka berfikir akan tampak seperti bagan berikut :

Sikap terhadap perilaku


berkendara

Norma subjektif

Perceived behavioral
control

Sensation Seeking
Thrill and Perilaku berkendara tidak
TAST
Advanture Seeking aman
Experience Seeking

Disinhibition
Boredom
Susceptibility

Jenis Kelamin

Interaksi sikap dengan TAS

Gambar 2.2 Bagan kerangka berfikir

2.7 Hipotesis Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui faktor-faktor mana yang memiliki

pengaruh terhadap dependent variable yaitu perilaku berkendara tidak aman.


38

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor apa saja yang

mempengaruhi perilaku berkendara yang tidak aman pada pengendara sepeda

motor. Penulis berteori bahwa perilaku berkendara tidak aman dipengaruhi oleh

sembilan faktor. Kesembilan faktor yang diteorikan oleh penulis sebagai

independent variable berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya yaitu sikap

terhadap perilaku berkendara, norma subjektif, dan perceived behavioral control

yang tergabung dalam teori planned of behavior, sensation seeking, jenis kelamin,

serta interaksi antara sikap dengan TAS.

Maka bentuk hipotesis dari penelitian ini adalah “sikap terhadap perilaku

berkendara, norma subjektif, perceived behavioral control, sensation seeking, jenis

kelamin, dan interaksi sikap dengan TAS mempengaruhi perilaku berkendara tidak

aman.”

2.7.1 Hipotesis mayor

Ha: Ada pengaruh signifikan antara sikap terhadap perilaku berkendara, norma

subjektif, perceived behavioral control, sensation seeking, jenis kelamin,

dan interaksi sikap dengan TAS mempengaruhi perilaku berkendara tidak

aman.

2.7.2 Hipotesis minor

Ha1: Ada pengaruh yang signifikan antara sikap terhadap perilaku berkendara

tidak aman.
39

Ha2 : Ada pengaruh yang signifikan antara norma subjektif terhadap perilaku

berkendara tidak aman.

Ha3 : Ada pengaruh yang signifikan antara perceived behavioral control terhadap

perilaku berkendara tidak aman.

Ha4 : Ada pengaruh yang signifikan antara thrill and advanture seeking (TAS)

terhadap perilaku berkendara tidak aman.

Ha5 : Ada pengaruh yang signifikan antara experience seeking (ES) terhadap

perilaku berkendara tidak aman.

Ha6 : Ada pengaruh yang signifikan antara disinhibition (DIS) terhadap perilaku

berkendara tidak aman.

Ha7 : Ada pengaruh yang signifikan antara boredom susceptibility (BS) terhadap

perilaku berkendara tidak aman.

Ha8 : Ada pengaruh yang signifikan antara jenis kelamin terhadap perilaku

berkendara tidak aman.

Ha9 : Ada pengaruh yang signifikan antara interaksi variabel sikap dan variabel

thrill and advanture seeking terhadap perilaku berkendara tidak aman.


BAB 3

METODE PENELITIAN

Pada bab ini penulis memaparkan tentang populasi, sampel dan teknik pengambilan

sampel, variabel penelitian serta definisi operasional. Selanjutnya akan dibahas pula

mengenai teknik dan instrumen pengumpulan data, prosedur pengambilan data dan

pengujian alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan jawaban atas hipotesis

penelitian.

3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

3.1.1 Populasi dan sampel

Populasi pengendara sepeda motor yang merupakan mahasiswa UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta dengan rentangan usia 18 – 25 tahun. Karakteristik pada

sampel penelitian adalah pengendara sepeda motor yang telah memiliki SIM C,

baik laki-laki maupun perempuan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini

sebanyak 261 orang namun sampel yang memenuhi kriteria dalam penelitian ini

berjumlah 255 orang dengan rata-rata usia 20-21 tahun. Jadi sampel dalam

penelitian ini sebanyak 255 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini

yaitu non-probabilty sampling. Teknik non-probability sampling yang berarti

kemungkinan terpilihnya dari setiap responden anggota populasi tidak diketahui.

penulis menggunakan metode convenience sampling, yaitu terpilihnya menjadi

sampel penelitian berdasarkan pertimbangan kemudahan dan kesediaan untuk

merespon. Penulis memilih metode tersebut karena pada proses pengambilan data

penelitian dilakukan melalui pengambilan data secara online. Prosedur yang

dilakukan hampir sama dengan ketika mendapatkan data dengan menyebar

40
41

kuesioner dalam bentuk hard copy, yang membedakan hanyalah medianya yaitu

media online. Hal ini didasarkan pula pada pertimbangan keterbatasan tenaga dan

waktu.

3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

3.2.1 Variabel penelitian

Variable penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Perilaku berkendara tidak aman (Y)

2. Sikap terhadap perilaku berkendara (X1)

3. Norma Subjektif (X2)

4. Perceived Behavioral Control (X3)

5. Thrill and Advanture Seeking (TAS) (X4)

6. Experience Seeking (ES) (X5)

7. Disinhibition (X6)

8. Boredom Susceptibility (BS) (X7)

9. Jenis Kelamin (X8)

10. Interaksi sikap dengan thrill and advanture seeking (X9)

Dependen variabel dalam penelitian ini adalah perilaku berkendara tidak

aman yang merupakan variabel kontinum. Sedangkan variabel sikap terhadap

perilaku berkendara, norma subjektif, perceived behavioral control (PBC),

thrill and advanture seeking (TAS), experience seeking (ES), disinhibition

(DIS), boredom susceptibility (BS) dan jenis kelamin merupakan variabel

independen.
42

3.2.2 Definisi operasional Variabel

1. Perilaku berkendara tidak aman

Perilaku berkendara tidak aman adalah suatu perilaku berbahaya dalam

mengemudi yang dilakukan oleh pengemudi kendaraan yang ditandai

dengan adanya emosi negatif ketika berkendara (negative emotion while

driving), kecenderungan berkendara secara agresif (aggressive driving), dan

pengambilan resiko dalam berkendara (risky driving). Variabel ini diukur

menggunakan Dulla Dangerous Driving Index (DDDI) (Dulla & Ballard,

2003; Dulla & Geller, 2003).

2. Sikap terhadap perilaku berkendara tidak aman

Sikap merupakan evaluasi positif atau negatif seseorang terhadap perilaku

berkendara tidak aman dan pertimbangan mengapa melakukan perilaku

berkendara tersebut. Variabel sikap diukur dengan menggunakan skala yang

disusun oleh penulis.

3. Norma subjektif

Keyakinan seseorang mengenai pandangan dan tuntutan orang lain terhadap

baik atau buruknya suatu perilaku dan keinginan untuk memenuhi

pandangan atau tuntutan tersebut. Variabel ini diukur menggunakan skala

yang disusun oleh penulis.

4. Perceived behavioral control melibatkan persepsi individu untuk mengenai

kemampuannya untuk menampilkan suatu perilaku. Variabel ini diukur

menggunakan skala yang disusun oleh penulis.


43

5. Sensation seeking adalah keinginan untuk mencari sensasi dan pengalaman

yang baru, kompleks, dan juga keinginan untuk mengambil fisik, sosial,

hukum, dan resiko dalam hal finansial demi sebuah pengalaman. Sensation

seeking ini dapat diukur melalui empat dimensi yaitu:

a. Thrill and advanture seeking yaitu keinginan untuk terlibat dalam

kegiatan yang meningkatkan adrenalin dan petualangan.

b. Experience seeking merupakan kecenderungan seseorang dalam

mencari pengalaman baru, hal-hal yang spontan tidak sesuai dengan

gaya hidup yang biasa terjadi pada individu.

c. Disinhibition merupakan keinginan individu yang melibatkan

stimulasi yang berbeda dari aktivitas sosial tak terbatas,

kecenderungan seseorang untuk melakukan hal yang berbeda dari

aktivitas sosial yang ada.

d. Boredom susceptibility adalah keengganan untuk melakukan hal

yang monoton, hal-hal yang rutin, kehadiran orang-orang yang

terprediksi dan reaksi terhadap hal-hal yang membosankan.

Sensation seeking dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan

Sensation Seeking Scale (SSS V) yang dikembangkan oleh Zuckerman

(1978).

6. Jenis kelamin merupakan penggolongan individu menjadi laki-laki atau

perempuan.
44

7. Interaksi variabel sikap dan thrill and advanture seeking merupakan hasil

perkalian nilai t-score variabel sikap dengan nilai t-score variabel thrill and

advanture seeking.

3.3 Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk

kuesioner dengan menggunakan model Likert. Pada skala penelitian ini digunakan

empat alternatif pilihan jawaban. Tidak ada jawaban dari responden yang dianggap

benar maupun salah. Cara menjawab skala penelitian ini dengan memberikan tanda

pada salah satu alternatif jawaban yang sudah disediakan. Item skala yang disusun

dalam bentuk pernyataan favorable (positif) dan unfavorable (negatif). Skor untuk

alternative pilihan jawaban dalam pernyataan favorable dan unfavorable dapat

dilihat pada table 3.1.

Tabel 3.1
Skor Pengukuran Skala
Pernyataan
AlternatifPilihan Jawaban
Favorable Unfavorable
Sangat tidak sesuai/ Sangat tidak setuju/ Tidak Pernah 4 1
Tidak sesuai/ Tidak setuju/Jarang 3 2
Sesuai/ Setuju/Sering 2 3
Sangat sesuai/ Sangat setuju/Selalu 1 4

Penelitian ini menggunakan enam skala, yaitu skala perilaku berkendara tidak

aman, skala sikap terhadap perilaku berkendara, skala norma subjektif, skala

persepsi mengontrol perilaku, dan skala sensation seeking. Instrumen pengumpulan

data penelitian ini, yaitu:

1. Perilaku berkendara tidak aman

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat ukur yang

dikembangkan oleh Dulla dan Ballard (2003), yaitu Dulla Dangerous Driving
45

Index (DDDI). Alat ukur ini terdiri dari 28 item yang bersifat unidimensional.

Namun, pada penelitian kali ini peneliti hanya menggunakan 13 item dari skala

tersebut dikarenakan menyesuaikan dengan keadaaan responden penelitian

pada umumnya. Skor pengukuran pada semua item dalam skala ini bersifat

favorable.

Tabel 3.2
Blue Print Skala Perilaku Berkendara Tidak Aman
Aspek Indikator No Item Jml
Perasaan negatif (kesal, tidak sabar) dengan
Negative Emotions 1,2,3,4 4
pengendara atau keadaan di jalanan
Keinginan untuk menghukum pengendara lain
Aggressive Driving 5,8 2
yang menyebalkan
Meneriaki pengendara lain 6 1
Membunyikan klakson berulang-ulang
9 1
Membuntuti/memepet kendaraan lain 7 1
Melakukan tindakan yang beresiko seperti
10,11,12,13
Risky Driving berkendara lambat di lintasan kereta, naik ke 4
atas trotoar jalan, berkendara terlalu cepat
Jumlah 13

2. Sikap diukur dengan menggunakan kuesioner sikap yang disusun oleh peneliti

sendiri. Skala ini terdiri dari enam item dalam bentuk pernyataan. Respon

jawaban yang diberikan mulai dari “1” (sangat tidak setuju) sampai “4” (sangat

setuju) dengan menggunakan skala Likert.

Tabel 3.3
Blue Print Skala Sikap terhadap perilaku berkendara
Indikator No Item Jml
Menerobos lampu merah 1,4,5 3
Memberi tanda lampu sen ketika ingin berbelok 2 1
Melawan arah lajur kendaraan 3 1
Berkendara naik ke atas trotoar
6 1
Jumlah 6

3. Norma subjektif diukur dengan menggunakan kuesioner yang disusun oleh

peneliti sendiri. Skala ini terdiri dari lima item pernyataan. Respon jawaban yang
46

diberikan mulai dari “1” (tidak pernah) sampai “4” (selalu) dengan

menggunakan skala Likert.

Tabel 3.4
Blue Print Skala Norma Subjektif
No Item
No Indikator Jml
Fav
 Respon orang tua terhadap perilaku individu
14,15 2
berkaitan dengan perilaku berkendara
 Respon teman mengenai perilaku individu yang
1. berkaitan dengan perilaku berkendara
16,17 2
 Respon saudara mengenai perilaku individu yang
berkaitan dengan perilaku berkendara
18 1
Total 5

4. Perceived behavioral control diukur dengan menggunakan kuesioner yang

disusun oleh peneliti sendiri. Skala ini terdiri dari lima item pernyataan. Respon

jawaban yang diberikan mulai dari “1” (sangat tidak setuju) sampai “4” (sangat

setuju) dengan menggunakan skala Likert.

Tabel 3.5
Blue Print Skala Perceived Behavioral Control
No Item
No Indikator Jml
Fav

 Pandangan individu mengenai konsekuesi dari 8,10,11 3


berperilaku berkendara tidak aman
1.
 Alasan individu melakukan perilaku berkaitan
dengan perilaku berkendara tidak aman 7,9 2

Total 5

5. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur sensation seeking adalah Sensation

Seeking Scale oleh Zuckerman (1978). Alat ukur ini mengukur empat dimensi

yaitu thrill and advanture seeking (TAS), experience seeking (ES), dishinbition

(DIS), dan boredom susceptibility (BS). Alat ukur ini kemudian diadaptasi dan
47

dimodifikasi oleh penulis untuk menyesuaikan dengan penelitian serta

responden yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun skor pengukuran pada

item semuanya bersifat favorable.

Tabel 3. 6
Blue Print Skala Sensation Seeking
No Item Jml
Aspek Indikator
Fav Unfav
 Mencari petualangan
Thrill and 1,2,3,
 Menyukai hal yang sedikit 5
Advanture seeking 4,5
menakutkan
 Mencari pengalaman baru
Experience
Seeking  Melakukan sesuatu tanpa ada 6,,8,9 7 4
perencanaan
 Menyukai suatu hal yang berbeda
atau aneh 11,12,
Disinhibition 10 4
 Mencari kesenangan dengan 13
berpesta
 Menghindari hal yang bersifat rutin
Boredom
 Tidak menyukai sesuatu yang 16,17 14,15 4
Susceptibility
membosankan
Jumlah 17

3.4 Uji Validitas Konstruk

Sebelum melakukan analisis data, penulis melakukan pengujian terhadap validitas

konstruk kelima instrumen yang digunakan, yaitu perilaku berkendara tidak aman,

sikap terhadap perilaku berkendara, norma subjektif, persepsi mengontrol perilaku

dan sensation seeking. Penulis melakukan uji validitas konstruk instrumen tersebut

dengan menggunakan CFA (Confirmatory Factor Analysis). Adapun logika dari

CFA (Umar, 2012):

1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan

secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk

mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor, sedangkan pengukuran


48

terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-

itemnya.

2. Diteorikan seluruh item hanya mengukur satu faktor saja. Artinya

keseluruhan tes bersifat unidimensional.

3. Dengan data yang tersedia, dapat diestimasi matriks korelasi antar item yang

seharusnya diperoleh jika memang unidimensional. Matriks korelasi ini

disebut sigma (Σ), kemudian dibandingkan dengan matriks dari data empiris,

yang disebut matriks S. Jika teori tersebut benar (unidimensional) maka

tentunya tidak ada perbedaan antara matriks Σ dan matriks S, atau bisa juga

dinyatakan dengan S - Σ = 0.

4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan chi

square. Jika hasil chi square tidak signifikan (p > 0,05), maka hipotesis nihil

tersebut “tidak ditolak”. Artinya teori unidimensionalitas tentang alat ukur

tersebut dapat diterima (hanya mengukur satu faktor saja) tetapi jika Chi-

Square signifikan (p<0.05), maka dilakukan modifikasi dengan cara

membebaskan parameter berupa korelasi antar kesalahan pengukuran

(biasanya terjadi ketika suatu item mengukur konstruk selain yang ingin

diukur)

5. Jika model fit, maka langkah selanjutnya diuji apakah item signifikan atau

tidak mengukur apa yang hendak di ukur, dengan menggunakan uji-t. Jika

hasil uji-t tidak signifikan maka item tersebut tidak signifikan dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sebaiknya item yang demikian di-drop.

Dalam penelitian kali ini, peneliti menggunakan taraf signifikan 95%


49

sehingga item yang dikatakan signifikan adalah item yang memiliki nilai-t

lebih dari 1,96 (t > 1,96).

6. Adapun kriteria untuk mengeliminasi atau mendrop item adalah sebagai

berikut:

a. Jika suatu item memiliki koefisien negatif, maka item tersebut akan didrop

karena mengukur hal yang berlawanan dari apa yang hendak diukur.

Namun, jika suatu item terdiri dari penyataan yang bersifat unfavorable

maka tentu saja koefisien muatan faktornya pun akan berarah negatif. Oleh

kerena itu, pada item yang seperti ini skornya harus dibalik (reversed)

terlebih dahulu sebelum analisi faktor dan perhitungan skor faktor

dilakukan sehingga diperoleh koefisien muatan faktor yang positif. Apabila

skor pada item sudah dibalik tetap menghasilkan koefisien yang bernilai

negatif maka item tersebut didrop.

b. Menguji apakah suatu item signifikan atau tidak dalam mengukur hal yang

hendak diukur, dengan menggunakan t-test. Dalam hal ini yang dites

adalah koefisien muatan faktor untuk setiap item. Jika nilai T koefisien

muatan faktor (t >1,96) maka item tersebut dinyatakan signifikan dalam

mengukur konstruk yang hendak diukur. Artinya item tersebut tidak

didrop. Sedangkan item yang nilai t tidak signifikan (t<1,96) maka item

akan di drop.

c. Apabila kesalahan pengukuran pada sebuah item dengan kesalahan

pengukuran item lain terlalu banyak berkorelasi, maka item tersebut

sebaiknya di drop. Sebab item yang demikian, selain mengukur apa yang
50

hendak diukur, juga mengukur hal lain (multidimensional). Maka item

yang digunakan hanyalah item yang valid saja.

Adapun analisis dengan metode CFA seperti ini dilakukan menggunakan sotware

M-PLUS 7 (Muthen & Muthen, 2014).

Kemudian setelah mendapatkan model yang fit, dihitung faktor skornya

(true score). Penggunaan faktor skor ini untuk menghindari hasil penelitian yang

bias akibat dari kesalahan pengukuran. Untuk mengestimasi true score, penulis

menggunakan pendekatan metode bayesian (Muthen&Muthen, 2014) dikarenakan

setiap dimensi hanya diukur oleh jumlah item yang sedikit. Guna dari true score

adalah menghindari nilai faktor skor yang bertanda negative dan positif (Z-score)

maka peneliti mentransformasikan faktor tersebut menjadi T-score dengan

rumusnya yaitu:

Tskor = 50 + (10 x faktor skor)

Dalam hal ini, T-scoreakan memiliki mean= 50 dan SD = 10 dan diharapkan

seluruh skor merupakan bilangan positif yang memiliki rentangan diperkiraan

antara 0 dan 100. Setelah didapatkan faktor skor yang telah diubah menjadi T-score,

nilai baku inilah yang akan dianalisis dalam uji hipotesis korelasi dan regresi.

3.4.1 Uji validitas konstruk skala perilaku berkendara tidak aman

Penulis menguji apakah 13 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar

hanya mengukur perilaku berkendara tidak aman. Dari hasil analisis CFA yang

dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square =

212.109, df = 65, P-Value = 0,0000, dan RMSEA = 0,094. Oleh karena itu, penulis

melakukan modifikasi terhadap model di mana kesalahan pengukuran pada


51

beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnnya. Maka diperoleh model

fit dengan Chi-Square = 60.238, df = 53 , P-value = 0.2304 , dan RMSEA = 0,023.

Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0,05 (tidak signifikan) yang artinya benar

hanya mengukur satu faktor saja yaitu perilaku berkendara tidak aman.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu

perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang

koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t

bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut

signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item

pengukuran perilaku berkendara tidak aman disajikan dalam tabel 3.7.

Tabel 3.7
Muatan Faktor Item Perilaku Berkendara Tidak Aman
No. Item Estimate S.E T-Value P-Value Signifikan
1 0.400 0.071 5.591 0.000 
2 0.398 0.070 5.700 0.000 
3 0.419 0.070 6.025 0.000 
4 0.659 0.054 12.195 0.000 
5 0.598 0.062 9.715 0.000 
6 0.633 0.052 12.179 0.000 
7 0.681 0.058 11.795 0.000 
8 0.745 0.050 14.812 0.000 
9 0.660 0.053 12.398 0.000 
10 0.255 0.078 3.258 0.001 
11 0.271 0.077 3.516 0.000 
12 0.207 0.073 2.848 0.004 
13 0.417 0.063 6.662 0.000 
52

Pada table 3.7 dapat diketahui bahwa tidak ada item yang memiliki nilai

koefisien t < 1,96 , serta seluruh item bermuatan positif dan sehingga tidak ada item

yang di-drop dan dapat diikutsertakan kedalam analisis selanjutnya.

3.4.2 Uji validitas konstruk skala sikap

Penulis menguji apakah 6 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar

hanya mengukur sikap terhadap perilaku berkendara. Dari hasil analisis CFA yang

dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 33.368,

df = 9, P-Value = 0,0001, dan RMSEA = 0,103. Oleh karena itu, penulis melakukan

modifikasi terhadap model di mana kesalahan pengukuran pada beberapa item

dibebaskan berkorelasi satu sama lainnnya. Maka diperoleh model fit dengan Chi-

Square = 11.324 , df = 7 , P-value = 0.1251 , dan RMSEA = 0,049. Nilai Chi-

Square menghasilkan P-value > 0,05 (tidak signifikan) yang artinya benar hanya

mengukur satu faktor saja yaitu sikap terhadap perilaku berkendara.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu

perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang

koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t

bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut

signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item

pengukuran sikap terhadap perilaku berkendara disajikan dalam tabel 3.8

Berdasarkan tabel 3.8 dapat diketahui bahwa tidak ada item yang memiliki

nilai koefisien t < 1,96 , serta seluruh item bermuatan positif dan sehingga tidak ada

item yang di-drop dan dapat diikutsertakan kedalam analisis selanjutnya.


53

Tabel 3.8
Muatan Faktor Item Sikap Terhadap Perilaku Berkendara
No. Item Estimate S.E T-Value P-Value Signifikan
1 0.752 0.049 15.313 0.000 
2 0.541 0.057 9.507 0.000 
3 0.566 0.059 9.569 0.000 
4 0.747 0.045 16.748 0.004 
5 0.835 0.037 22.688 0.000 
6 0.681 0.051 13.429 0.000 

3.4.3 Uji validitas konstruk skala norma subjektif

Penulis menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar

hanya mengukur norma subjektif. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan

model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 83.757, df = 5, P-Value =

0,0000, dan RMSEA = 0,249. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi

terhadap model di mana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan

berkorelasi satu sama lainnnya. Maka diperoleh model fit dengan Chi-Square =

0.449 , df = 2, P-value = 0.7989, dan RMSEA = 0,000. Nilai Chi-Square

menghasilkan P-value > 0,05 (tidak signifikan) yang artinya benar hanya mengukur

satu faktor saja yaitu norma subjektif.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu

perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang

koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t

bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut

signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item

pengukuran norma subjektif disajikan dalam tabel 3.9


54

Tabel 3.9
Muatan Faktor Item Norma Subjektif
No. Item Estimate S.E T-Value P-Value Signifikan
1 0.487 0.078 6.278 0.000 
2 0.555 0.078 7.123 0.000 
3 0.725 0.099 7.309 0.000 
4 0.518 0.070 7.452 0.000 
5 0.815 0.077 10.648 0.000 

Berdasarkan tabel 3.9 dapat diketahui bahwa tidak ada item yang memiliki

nilai koefisien t < 1,96 , serta seluruh item bermuatan positif dan sehingga tidak ada

item yang di-drop dan dapat diikutsertakan kedalam analisis selanjutnya.

3.4.4 Uji validitas konstruk skala perceived behavioral control

Penulis menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar

hanya mengukur perceived behavioral control. Dari hasil analisis CFA yang

dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 32.029,

df = 5, P-Value = 0,0000, dan RMSEA = 0,146. Oleh karena itu, penulis melakukan

modifikasi terhadap model di mana kesalahan pengukuran pada beberapa item

dibebaskan berkorelasi satu sama lainnnya. Maka diperoleh model fit dengan Chi-

Square = 4.073 , df = 4, P-value = 0.3962, dan RMSEA = 0,008. Nilai Chi-Square

menghasilkan P-value > 0,05 (tidak signifikan) yang artinya benar hanya mengukur

satu faktor saja yaitu perceived behavioral control.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu

perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang

koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t

bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
55

signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item

pengukuran persepsi mengontrol perilaku disajikan dalam tabel 3.10.

Tabel 3.10
Muatan Faktor Item Perceived Behavioral Control
No. Item Estimate S.E T-Value P-Value Signifikan
1 0.702 0.074 9.490 0.000 
2 0.620 0.071 8.738 0.000 
3 0.683 0.071 9.586 0.000 
4 -0.172 0.084 -2.050 0.040 X
5 0.372 0.078 4.774 0.000 

Berdasarkan tabel 3.10 dapat diketahui bahwa tidak ada item yang memiliki

nilai koefisien t < 1,96 , namun ada 1 item yang bermuatan negatif, yaitu item 4.

Dengan demikian item 4 harus di-drop dan tidak diikutsertakan dalam analisis

selanjutnya.

3.4.5 Uji validitas konstruk skala sensation seeking

1. Thrill And Adventure Seeking/TAS (Pencarian Sensasi dan Petualangan)

Pada uji validitas konstruk variabel TAS, penulis melakukan uji validitas dengan

model CFA first order. Dalam penelitian ini, konstruk variabel TAS adalah

unidimensional. Perhitungan data CFA model satu faktor dari variabel ini diperoleh

skor perhitungan awal Chi-Square = 11.062, df= 5, P-Value = 0.0502 dan RMSEA

= 0.069. Dengan P-Value 0.0502 ( > 0.05) yang artinya model ini sudah fit. Namun

penulis tetap melakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan

setiap item untuk berkorelasi.

Setelah dilakukan 1 kali modifikasi, diperoleh nilai Chi-Square = 4.734, df=

4, P-value = 0.3157 dan RMSEA = 0.027. Dengan P-Value > 0.05 artinya model
56

ini sudah fit. Dengan demikian item-item yang ada pada variabel ini hanya

mengukur satu faktor saja, yaitu pencarian sensasi dan petualangan atau TAS.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu

perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang

koefisien muatan faktor dari item.Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t

bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut

signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item

pengukuran pencarian sensasi dan petualangan disajikan dalam tabel 3.11.

Tabel 3.11
Muatan Faktor Item Thrill and Advanture Seeking
No. Item Estimate S.E. T-Value P-Value Signifikan
1 0.759 0.037 20.262 0.000 
2 0.433 0.062 6.991 0.000 
3 0.852 0.032 27.017 0.000 
4 0.647 0.045 14.479 0.000 
5 0.731 0.040 18.327 0.000 

Berdasarkan tabel 3.11 dapat diketahui bahwa tidak ada item yang memiliki

nilai koefisien t < 1,96 dan semua item bermuatan positif dan signifikan, sehingga

seluruh item pada variabel ini telah memenuhi kriteria yang telah dijelaskan setelah

model fit dan dapat diikutsertakan untuk analisis selanjutnya.

2. Experience Seeking/ES (Pencarian Pengalaman)

Penulis menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar

hanya mengukur variabel experience seeking atau pencarian pengalaman. Dari hasil

analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan

Chi-Square = 20.759, df = 2, P-Value = 0,0000, dan RMSEA = 0,192. Oleh karena

itu, penulis melakukan modifikasi terhadap model di mana kesalahan pengukuran


57

pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnnya. Maka diperoleh

model fit dengan Chi-Square = 2.770, df = 1, P-value = 0.0961, dan RMSEA =

0,083. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0,05 (tidak signifikan) yang

artinya benar hanya mengukur satu faktor saja yaitu variabel experience seeking.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu

perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang

koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t

bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut

signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item

pengukuran experience seeking disajikan dalam tabel 3.12

Tabel 3.12
Muatan Faktor Item Experience Seeking
No. Item Estimate S.E T-Value P-Value Signifikan
1 0.561 0.101 5.563 0.000 
2 -0.440 0.090 -4.901 0.000 
3 0.479 0.094 5.116 0.000 
4 0.281 0.099 2.846 0.004 

Berdasarkan tabel 3.12 dapat diketahui bahwa tidak ada item yang memiliki

nilai koefisien t < 1,96 , namun ada 1 item bermuatan negatif yaitu item 2. Dengan

demikian item 2 harus di-drop dan tidak diikutsertakan dalam analisis selanjutnya.

3. Disinhibition
58

Penulis menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar

hanya mengukur disinhibition. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan

model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 6.526, df = 2, P-Value =

0,0383, dan RMSEA = 0,094. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi

terhadap model di mana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan

berkorelasi satu sama lainnnya. Maka diperoleh model fit dengan Chi-Square =

0.892, df = 1, P-value = 0.3449, dan RMSEA = 0,000. Nilai Chi-Square

menghasilkan P-value > 0,05 (tidak signifikan) yang artinya benar hanya mengukur

satu faktor saja yaitu disinhibition.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu

perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang

koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t

bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut

signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item

pengukuran disinhibition disajikan dalam tabel 3.13

Tabel 3.13
Muatan Faktor Item Disinhibition
No. Item Estimate S.E T-Value P-Value Signifikan
1 0.393 0.082 4.779 0.000 
2 0.669 0.088 7.605 0.000 
3 0.519 0.073 7.141 0.000 
4 0.564 0.078 7.222 0.000 
59

Berdasarkan tabel 3.13 dapat diketahui bahwa tidak ada item yang memiliki

nilai koefisien t < 1,96 , dan seluruh item bermuatan positif. Dengan demikian tidak

ada yang di-drop dan seluruh item dapat diikutsertakan dalam analisis selanjutnya.

4. Boredom Susceptibility/BS (Kerentanan Terhadap Kebosanan)

Penulis menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar

hanya mengukur tingkat kerentanan individu terhadap hal yang membosankan. Dari

hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata model fit

dengan Chi-Square = 1.612, df = 2, P-Value = 0,4465, dan RMSEA = 0,000. Nilai

Chi-Square menghasilkan P-value > 0,05 (tidak signifikan) yang artinya benar

hanya mengukur satu faktor saja yaitu rentan terhadap kebosanan.

Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan atau tidaknya item dalam

mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu

perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang

koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t

bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut

signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item

pengukuran kerentanan terhadap hal yang membosankan disajikan dalam tabel 3.14

Tabel 3.14
Muatan Faktor Item Boredom Susceptibility
No. Item Estimate S.E T-Value P-Value Signifikan
1 0.552 0.097 5.694 0.000 
2 0.504 0.091 5.557 0.000 
3 0.185 0.088 2.101 0.036 
4 0.483 0.088 5.494 0.000 
60

Berdasarkan tabel 3.14 dapat diketahui bahwa tidak ada item yang memiliki

nilai koefisien t < 1,96 , dan seluruh item bermuatan positif. Dengan demikian tidak

ada yang di-drop dan seluruh item dapat diikutsertakan dalam analisis selanjutnya.

3.5 Teknik Analisis Data

Dalam rangka menguji hipotesis penelitian, penulis menggunakan metode analisis

regresi berganda yaitu suatu metode untuk menguji signifikan atau tidaknya

pengaruh dari sekumpulan variabel indipenden terhadap variabel dependen. Berikut

ini adalah persamaan regresi yang digunakan dalam penelitian ini:

Y=a+b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+b5X5+b6X6+b7X7 + b8X8+ b9X9 + e

Keterangan:

Y = perilaku berkendara tidak aman

a = konstanta/intercept

b = koefisien regresi

X1= sikap terhadap perilaku berkendara

X2= norma subjektif

X3= perceived behavioral control

X4= thrill and advanture seeking (TAS)

X5= experience seeking (ES)

X6= disinhibition (DIS)

X7= boredom susceptibility (BS)

X8= jenis kelamin (JK)

X9= interaksi antara variabel sikap dengan variabel TAS

e = residu
61

Koefisien b dan a dapat digunakan untuk menghitung jumlah kuadrat regresi

dan varian regresi. Jika telah ditemukan jumlah kuadrat regresi maka dapat dihitung

koefisien determinasi yang dikenal dengan istilah R². R² menunjukkan besarnya

proporsi varian dari DV karena regresi yaitu berkaitan dengan pengaruh semua IV

secara keseluruhan. Untuk melihat presentase varians maka R² dikalikan dengan

100.

Adapun data yang dianalisis dengan persamaan diatas adalah hasil dari

pengukuran yang sudah ditransformasi ke dalam factor score. Dalam hal ini, factor

score adalah faktor yang diukur dengan menggunakan software MPLUS dengan

menggunakan item yang sudah valid. Setelah mendapatkan factor score, kemudian

item yang sudah valid tersebut dicari true scorenya dengan rumus sebagai berikut:

Tscore = Mean + (Factor score x SD)

50 + (Factor score x 10)

Setelah seluruh variabel telah ditransformasi ke dalam bentuk true score,

kemudian skor tersebut digunakan untuk melakukan analisis regresi berganda.

Dalam analisis regresi berganda, besarnya proporsi varians perilaku berkendara

tidak aman yang dipengaruhi oleh bervariasinya seluruh IV dapat diukur dengan

rumus R², di mana rumusnya adalah sebagai berikut:

jumlah kuadrat regresi SSreg


R2 = =
jumlah kuadrat total SSy

Jika R² signifikan (P<0.05) maka proporsi varians Y yang dipengaruhi oleh

kesembilan faktor (sikap terhadap perilaku berkendara, norma subjektif, perceived

behavioral control, dimensi dari sensation seeking (TAS, ES, DIS, dan BS), jenis

kelamin, dan interaksi variabel sikap dan TAS) secara keseluruhan adalah
62

signifikan. Jika telah terbukti signifikan, maka penulis akan menguji variabel mana

dari kesembilan variabel indipenden tersebut yang signifikan. Dalam hal ini penulis

menguji signifikan atau tidaknya koefisien regresi (b) dengan t-test. Jika memiliki

skor t> 1.96 maka koefisien regresi variabel tersebut dinyatakan signifikan,

sebaliknya jika t< 1.96 maka variabel tersebut dinyatakan tidak signifikan (dalam

taraf signifikansi 0.05 atau 5%).

Dalam regresi analisis berganda ini dapat diperoleh beberapa informasi,

yaitu:

1. R² yang menunjukan proporsi varian dari variabel dependen yang bisa

diterangkan oleh variabel independen.

2. Uji hipotesis mengenai signifikan atau tidaknya masing-masing

koefisien regresi. Koefisien yang signifikan menunjukkan dampak yang

signifikan dari variabel independen yang bersangkutan.

3. Persamaan regresi yang ditemukan bisa digunakan untuk membuat

prediksi tentang beberapa nilai Y jika nilai variabel independen

diketahui.

4. Sumbangan varian dari masing-masing aspek variabel independen yaitu

sikap terhadap perilaku berkendara, norma subjektif, persepsi

mengontrol perilaku, dimensi sensation seeking yaitu thrill and

advanture seeking, experience seeking, disinhibition, serta boredom

susceptibility, jenis kelamin dan interaksi antara variabel sikap dan TAS

dalam mempengaruhi perilaku berkendara tidak aman.


63

3.6 Prosedur Penelitian

Prosedur dalam penelitian ini melalui beberapa tahapan yaitu sebagai berikut:

1. Tahap persiapan

a. Pada tahap persiapan penelitian, penulis memulai dengan

perumusan masalah, menentukan variabel penelitian, melakukan

studi pustaka untuk mendapatkan gambaran dan landasan teoritis

yang tepat, menentukan, menyusun dan menyiapkan alat ukur yang

digunakan dalam penelitian, menentukan lokasi penelitian.

b. Meminta expert judgement yaitu dosen pembimbing, yang dianggap

ahli untuk menilai apakah pengklasifikasian item yang dilakukan

sudah benar dan tepat berdasarkan teori yang telah dipaparkan.

c. Menyesuaikan hasil expert judgement dengan pengklasifikasian

yang telah dibuat, sehingga diperoleh pengklasifikasian item yang

tepat dan sesuai dengan dasar teori yang telah dikemukakan.

d. Menentukan sampel penelitian yaitu pengendara motor yang

merupakan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan

teknik pengambilan sampel non-probability sampling.

2. Tahap pengambilan data

a. Peneliti melaksanakan pengambilan data dengan cara menyebarkan

kuesioner secara online kepada para responden sesuai dengan

kriteria sampel yangtelah ditentukan.


64

3. Tahap pengolahan data

Pada tahap ini, penulis mulai melakukan skoring terhadap hasil skala yang

telah diisi oleh responden, selanjutnya menghitung dan mencatat tabulasi

data yang diperoleh kemudian membuat tabel data, dan pada tahap ini

diakhiri dengan melakukan analisis data dengan menggunakan metode

statistik untuk menguji hipotesis penelitian.


65
BAB 4

HASIL PENELITIAN

Bab ini berisi gambaran umum subjek penelitian, gambaran umum variabel

penelitian, serta pengujian hipotesis penelitian.

4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian

Total sampel pada penelitian ini berjumlah 255 orang dengan rata-rata usia 20-21

tahun yang merupakan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

mengendarai sepeda motor di kesehariannya. Adapun gambaran umum subjek pada

penelitian ini yang berdasarkan jenis kelamin dan fakultas dapat dilihat pada tabel

4.1.

Tabel 4.1
Gambaran Umum Subjek Penelitian
Gambaran Umum Subjek N (%)
Jenis kelamin
Laki-laki 88 34.51 %
Perempuan 167 65.49 %
Fakultas
Psikologi 65 25.5 %
Adab dan Humaniora 28 10.98 %
Sains dan Teknik 26 10.2 %
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan 25 9.80 %
Ekonomi dan Bisnis 22 8.63 %
Ilmu Sosial dan Politik 20 7.84 %
Dakwah dan Ilmu Komunikasi 20 7.84 %
Syariah dan Hukum 19 7.45 %
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan 19 7.45 %
Sumber Daya Alam dan Mineral 8 3.14 %
Dirasat Islamiyah 3 1.17 %

Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa dari 255 subjek yang berpartisipasi

dalam penelitian ini, subjek penelitian terbanyak berjenis kelamin perempuan

65
66

(65.49 %) dan kontribusi subjek paling banyak berasal dari mahasiswa Fakultas

Psikologi (25.5 %).

4.2 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

Sebelum diuraikan secara lebih spesifik tentang beberapa sub bab selanjutnya, perlu

dijelaskan bahwa skor yang digunakan dalam analisis statistik adalah skor faktor

yang dihitung untuk menghindari estimasi bias dari kesalahan pengukuran. Jadi,

penghitungan skor faktor pada tiap variabel tidak menjumlahkan item-item seperti

pada umumnya, tetapi menghitung true score pada tiap item. Setelah didapatkan

faktor skor, penulis mentranformasikan faktor skor menjadi T skor. Penggunaan T

skor ini bertujuan untuk menyamakan skala pengukuran yang berbeda-beda dan

untuk menghindari nilai minus pada faktor skor agar pembaca mudah memahami

interpretasi hasil penelitian. Adapun T skor tersebut telah ditetapkan dengan nilai

mean = 50 dan standar deviasi = 10. Langkah selanjutnya adalah melakukan proses

transformasi melalui formula:

T-score = 50 + (10 * F-score).

Tabel 4.2
Statistik Deskripsi Variabel Penelitian
N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
Perilaku Berkendara Tidak 255 27.42 74.65 50.1090 8.72651
Aman
Sikap terhadap perilaku 255 35.97 73.80 50.0255 8.60578
berkendara tidak aman
Norma Subjektif 255 29.29 68.44 49.9597 8.59456
Perceived Behavioral 255 39.58 71.09 50.4548 7.70051
Control
Thrill And Advanture 255 33.38 76.12 50.0758 8.81925
Seeking
Experience Seeking 255 31.09 62.77 49.9416 6.96665
Disinhibition 255 32.59 67.83 49.8625 7.54800
Boredom Susceptibility 255 34.59 76.11 49.9815 6.79195
67

Dari tabel 4.2 dapat diketahui skor terendah dari variabel perilaku

berkendara tidak aman 27.42 dan skor tertinggi 74.65. Skor terendah variabel sikap

terhadap perilaku berkendara 35.97 dan skor tertinggi 73.80, kemudian skor

terendah untuk norma subjektif 29.29 skor tertinggi 68.44, kemudian skor terendah

variabel perceived behavioral control 39.58 dan skor tertiggi 71.09. Skor terendah

thrill and advanture seeking 33.38 dan skor tertinggi 76.12. Kemudian skor

terendah experience seeking 31.09 dan skor tertinggi 62.77. Kemudian skor

terendah disinhibition 32.59 dan skor tertinggi 67.83. Kemudian skor terendah

boredom susceptibility 34.59 dan skor tertinggi 76.11.

Dari pembahasan tersebut terlihat bahwa variabel yang memiliki sebaran

standar deviasi paling kecil adalah experience seeking dan boredom susceptibility,

dimana rentangan maksimum dan minimum dari masing-masing variabel adalah

31.68 dan 41.52. artinya pada variabel experience seeking dan boredom

susceptibility, jawaban atau respon dari subjek relatif seragam, sehingga alat ukur

ini tidak menghasilkan perbedaan individu yang cukup bagus dibandingkan dengan

variabel lainnya yang memiliki variasi lebih besar. Walaupun variabel boredom

susceptibility memiliki varians yang paling kecil namun memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap DV. Berbeda dengan variabel pencarian pengalaman yang tidak

memiliki pengaruh terhadap DV pada penelitian kali ini.

Keterangan katagorisasi variabel bertujuan untuk menempatkan individu

dalam kelompok-kelompok yang terbagi menjadi dua kategori yaitu kategori

rendah dan kategori tinggi. Kategorisasi didapat berdasarkan rumusan pada table

4.3 berikut ini:


68

Tabel 4.3
Rumus Kategorisasi
Kategorisasi Rumus
Rendah X<M
Tinggi X>M

Uraian mengenai gambaran kategori skor variabel berdasarkan tinggi

rendahnya variabel tertera pada table 4.4.

Tabel 4.4
Kategorisasi Skor Variabel
Frekuensi %
Variabel
Rendah Tinggi Rendah Tinggi
Perilaku Berkendara Tidak Aman 123 132 48.23 51.77
Sikap 122 133 47.84 52.16
Norma Subjektif 131 124 51.40 48.60
Perceived Behavioral Control 139 116 54.50 45.50
Thrill and Advanture Seeking 121 134 47.45 52.55
Experience Seeking 133 122 52.16 47.84
Disinhibition 121 134 47.45 52.55
Boredom Susceptibility 114 141 44.70 55.30

Berdasarkan data pada tabel di atas dapat dilihat bahwa skor pada variabel

perilaku berkendara tidak aman sebanyak 123 orang (48.23 %) pada kategori

rendah. Sementara itu 132 orang (51.77 %) pada kategori tinggi. Dengan demikian,

hasil sebaran variabel perilaku berkendara tidak aman berada pada kategori tinggi.

Selanjutnya, variabel sikap 122 orang (47.84 %) berada pada kategori

rendah dan 133 orang (52.16 %) berada pada kategori tinggi. Dengan demikian,

dari hasil sebaran variabel sikap berada pada kategori tinggi Sedangkan pada

variabel norma subjektif 131 orang (51.40%) berada pada kategori rendah dan 124

orang (48.60%) berada pada kategori rendah. Dengan demikian, dari hasil sebaran

variabel norma subjektif berada pada kategori rendah.


69

Selanjutnya, variabel perceived behavioral control ada 139 orang (54.50%)

berada pada kategori rendah dan 116 orang (45.50%) berada pada kategori tinggi.

Dengan demikian, dari hasil sebaran variabelperceived behavioral control berada

pada kategori rendah. Variabel thrill and advanture seeking 121 orang (47.45 %)

berada pada kategori rendah dan 134 orang (52.55 %) berada pada kategori tinggi.

Dengan demikian, dari hasil sebaran variabel thrill and advanture seeking berada

pada kategori tinggi.

Pada variabel experience seeking 133 orang (52.16 %) berada pada kategori

rendah dan 122 orang (47.84 %) berada pada kategori tinggi. Dengan demikian,

dari hasil sebaran variabel experience seeking berada pada kategori rendah.

Sedangkan pada variabel disinhibition 121 orang (47.45%) berada pada kategori

rendah dan 134 orang (52.55 %) berada pada kategori tinggi. Dengan demikian,

hasil sebaran variabel disinhibition berada pada kategori tinggi. Variabel boredom

susceptibility sebanyak 114 orang (44.70 %) berada pada kategori rendah, dan

sebanyak 141 orang (55.30 %) berada pada kategori tinggi. Dengan demikian

variabel boredom susceptibility berada pada kategori tinggi

4.3 Uji Hipotesis Penelitian

Pada tahapan uji hipotesis penelitian, peneliti menggunakan teknik analisis regresi

dengan software SPSS 17.0 dan M-plus 7.0. Dalam regresi ada tiga hal yang dilihat,

yaitu pertama melihat R square (R2) untuk mengetahui berapa persen (%) varians

dependent variable yang dijelaskan oleh independent variable, kedua apakah

keseluruhan independent variable berpengaruh secara signifikan terhadap

dependent variable, kemudian terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien


70

regresi dari masing-masing independent variable. Hal pertama yang dilihat dalam

pengujian hipotesis yaitu peneliti melihat besaran R2 untuk mengetahui berapa

persen varians dependent variable yang dapat dijelaskan oleh independent variable.

Tabel yang menunjukkan R2 adalah tabel berikut:

Tabel 4.5
Model Summary Analisis Regresi
Std. Error of the
Dependent Variable R R2 Adjusted R2
Estimate
Perilaku Berkendara 0.586 0.343 0.319 7.203
Tidak Aman
Predictor: (Constant), SikapTAS, ES, JK, DIS, , NS, BS, Sikap, TAS, Sikap

Berdasarkan tabel 4.5, dapat dilihat bahwa perolehan R2 sebesar 0.343 atau

34.3%. Artinya proporsi varians dari perilaku berkendara tidak aman yang

dijelaskan oleh semua independent variable dalam penelitian ini adalah sebesar

34.3%, sedangkan 65.7 % lainnya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian

ini. Selanjutnya, penulis melakukan uji F untuk menganalisis pengaruh dari

keseluruhan variabel independen. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.6.

Tabel 4.6
Anova Pengaruh Keseluruhan IV terhadap DV
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 6632.594 9 736.955 14.206 .000a
Residual 12709.992 245 51.878
Total 19342.587 254
a. Predictors: (Constant), SikapTAS, ES, JK, DIS, NS, BS, PBC, TAS, Sikap
b. Dependent Variable: Perilaku Berkendara Tidak Aman

Berdasarkan tabel 4.6, dapat diketahui bahwa nilai p (probability) pada

kolom paling kanan sebesar 0.000. Dengan nilai p < 0.05, maka hipotesis nihil yang

menyatakan “Tidak ada pengaruh yang signifikan dari sikap terhadap perilaku

berkendara, norma subjektif, perceived behavioral control, dimensi sensation


71

seeking (thrill and advanture seeking, experience seeking, disinhibition, dan

boredom susceptibility), jenis kelamin dan interaksi antar variabel sikap dan

variabel TAS terhadap perilaku berkendara tidak aman” ditolak. Artinya ada

pengaruh yang signifikan dari variabel sikap terhadap perilaku berkendara, norma

subjektif, perceived behavioral control, dimensi sensation seeking (thrill and

advanture seeking, experience seeking, disinhibition, dan boredom susceptibility),

jenis kelamin dan interaksi antar variabel sikap dan variabel TAS terhadap perilaku

berkendara tidak aman.

Oleh sebab itu diperlukan langkah berikutnya untuk melihat diantara

kesembilan independent variable yang ada mana yang dampaknya signifikan dan

mana yang tidak memprediksi perilaku berkendara tidak aman. Untuk hal ini

dilakukan uji t terhadap koefisien regresi dari setiap independent variable yang ada

dan disajikan pada tabel 4.7. Untuk mengetahui apakah koefisien regresi signifikan

atau tidak, dapat dilihat pada kolom paling kanan. Jika nilai p < 0.05 maka koefisien

regresi yang dihasilkan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku

berkendara tidak aman, begitupun sebaliknya. Adapun besarnya koefisien regresi

dari masing-masing IV terhadap perilaku berkendara tidak aman dapat dilihat pada

tabel 4.7.

Berdasarkan tabel 4.7 dihasilkan persamaan regresi sebagai berikut:

perilaku berkendara tidak aman = -32.452 + 1.036 (sikap)* + -0.172 (norma

subjektif) + 0.202 (PBC)* + 1.259(TAS)* + -0.004 (ES) + 0.1116 (DIS) + 0.159

(BS)* + - 1.435 (jenis kelamin)+ -0.018 (sikap x TAS)* + e


72

Tabel 4.7
Koefisien Regresi (standardized) dari sembilan IV dalam Memprediksi Perilaku
Berkendara Tidak Aman
B Β S.e. T-value P-value
Perilaku Berkendara Tidak
Aman on
(Constant) -32.452 17.828 -1.820 0.070
Sikap 1.036 1.022 0.335 3.055 0.002
Norma Subjektif -0.172 -0.163 0.053 -3.101 0.002
Perceived Behavioral Control 0.202 0.179 0.064 2.808 0.005
Thrill and Advanture Seeking 1.259 1.273 0.318 3.996 0.000
Experience Seeking -0.004 -0.003 0.054 -0.060 0.953
Disinhibition 0.116 0.100 0.055 1.838 0.066
Boredom Susceptibility 0.159 0.124 0.055 2.237 0.025
Jenis Kelamin -1.435 -0.078 0.051 -1.525 0.127
Sikap x TAS -.0.018 -1.535 0.544 -2.824 0.005

Berdasarkan persamaan regresi di table 4.7, dapat dijelaskan dari sembilan

independent variable hanya sikap, norma subjektif, perceived behavioral control

(PBC), thrill and advanture seeking (TAS), boredom susceptibility (BS) dan

interaksi antara sikap dengan TAS yang signifikan pengaruhnya terhadap perilaku

berkendara tidak aman. Adapun penjelasan dari nilai koefisien regresi yang

diperoleh dari masing-masing independent variable adalah sebagai berikut:

1. Variabel sikap terhadap perilaku berkendara memiliki koefisein regresi sebesar

1.036 dengan nilai p = 0.002 (p < 0.05), dengan demikian sikap memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap perilaku berkendara tidak aman. Tanda

positif dalam koefisien regresi ini menyatakan jika sikap individu semakin

tinggi (positif) terhadap perilaku mengendarai yang berbahaya, semakin tinggi

pula perilaku berkendara tidak aman individu tersebut.

2. Variabel norma subjektif memiliki koefisein regresi sebesar -0.172 dengan

nilai p = 0.002 (p < 0.05), dengan demikian norma subjektif memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap perilaku berkendara tidak aman. Dengan


73

adanya tanda negatif menyatakan bahwa semakin rendah norma subjektif

individu, maka semakin tinggi perilaku individu dalam berkendara tidak aman.

3. Variable perceived behavioral control memiliki koefisein regresi sebesar 0.202

dengan nilai p = 0.005 (p = 0.05), dengan demikian perceived behavioral

control memiliki pengaruh yang signifikan positif terhadap perilaku

berkendara tidak aman. Artinya, jika persepsi dalam mengontrol perilaku

individu semakin tinggi, semakin tinggi pula perilaku berkendara tidak aman

individu tersebut.

4. Variabel thrill and advanture seeking memiliki koefisein regresi sebesar 1.259

dengan nilai p = 0.000 (p < 0.05), dengan demikian thrill and advanture

seeking memiliki pengaruh yang signifikan positif terhadap perilaku berkendara

tidak aman. Artinya, tanda positif dalam koefisien regresi ini menyatakan jika

thrill and advanture seeking individu semakin tinggi, semakin tinggi pula

perilaku berkendara tidak aman individu tersebut.

5. Variabel experience seeking memiliki koefisein regresi sebesar -0.004 dengan

nilai p = 0.953 (p > 0.05), dengan experience seeking tidak memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap perilaku berkendara tidak aman.

6. Variabel disinhibition memiliki koefisein regresi sebesar 0.116 dengan nilai p

= 0.066 (p < 0.05), dengan demikian disinhibition tidak memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap perilaku berkendara tidak aman.

7. Variabel boredom susceptibility memiliki koefisien regresi sebesar 0.159

dengan nilai p = 0.025 (p < 0.05), dengan demikian boredom susceptibility

memiliki pengaruh yang signifikan positif terhadap perilaku berkendara tidak


74

aman. Tanda positif dalam koefisien regresi ini menyatakan jika boredom

susceptibility individu semakin tinggi, semakin tinggi pula perilaku berkendara

tidak aman individu tersebut.

8. Variabel jenis kelamin memiliki koefisien regresi sebesar -1.435 dengan nilai p

= 0.127 (p > 0.05), dengan demikian jenis kelamin tidak memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap perilaku berkendara tidak aman.

9. Variabel interaksi antara sikap dengan TAS memiliki koefisien sebesar -0.018

dengan nilai p = 0.005 (p< 0.05), dengan hasil interaksi antara sikap dengan

TAS memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku berkendara tidak

aman. Hal ini berarti hasil interaksi antara sikap dengan thrill and advanture

seeking memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku berkendara tidak

aman. Ketika sikap individu negatif terhadap perilaku berkendara tidak aman,

namun individu memiliki keingintahuan dan pencarian sensasi yang tinggi,

maka semakin tinggi pula individu berperilaku berkendara yang tidak aman.

Selanjutnya, penulis ingin mengetahui bagaimana sumbangan proporsi

varians dependent variable yaitu perilaku berkendara tidak aman dari masing-

masing independent variable. Untuk itu penulis melakukan analisis regresi

berganda secara stepwise yaitu dengan menambahkan satu variabel independen

setiap melakukan analisis regresi. Dalam hal ini penulis dapat menghitung

pertambahan dari R2 (disebut R2-changed). Adapun R2-changed dapat dilihat pada

tabel 4.8.
75

Tabel 4.8
Proporsi Varians DV Berdasarkan Sumbangan Masing-Masing IV
Model R2 R2-change F Change df1 df2 Sig.
R2 Sikap .112 .112 31.787 1 253 .000
2
R Norma Subjektif .128 .016 2.388 1 252 .032
2
R PBC .161 .033 9.759 1 251 .002
2
R thrill and advanture seeking .287 .127 45.743 1 250 .000
2
R experience seeking .289 .002 .759 1 249 .405
2
R disinhibition .301 .012 4.717 1 248 .042
2
R boredom susceptibility .317 .016 4.667 1 247 .017
2
R jenis kelamin .323 .006 2.045 1 246 .149
2
R sikap x TAS .343 .020 7.329 1 245 .006

Berdasarkan data pada tabel 4.8 dapat diketahui bahwa :

1. Variabel sikap terhadap perilaku berkendara memberikan sumbangan sebesar

11,2 % terhadap varians perilaku berkendara tidak aman. Sumbangan tersebut

signifikan dengan p < 0.05.

2. Variabel norma subjektif memberikan sumbangan sebesar 1.6 % terhadap

varians perilaku berkendara tidak aman. Sumbangan tersebut signifikan dengan

p < 0.05.

3. Variabel perceived behavioral control memberikan sumbangan sebesar 3.3 %

terhadap varians perilaku berkendara tidak aman. Sumbangan tersebut

signifikan dengan p < 0.05.

4. Variabel pencarian sensasi dan petualangan atau thrill and adventure seeking

(TAS) memberikan sumbangan sebesar 12.7 % terhadap varians perilaku

berkendara tidak aman. Sumbangan tersebut signifikan dengan p < 0.05.


76

5. Variabel pencarian pengalaman atau experience seeking (ES) memberikan

sumbangan sebesar 0.2 % terhadap varians perilaku berkendara tidak aman.

Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan p > 0.05.

6. Variabel disinhibition (DIS) memberikan sumbangan sebesar 1.2 % terhadap

varians perilaku berkendara tidak aman. Sumbangan tersebut signifikan dengan

p < 0.05.

7. Variabel kerentanan terhadap kebosanan atau boredom susceptibility (BS)

memberikan sumbangan sebesar 1.6 % terhadap varians perilaku berkendara

tidak aman. Sumbangan tersebut signifikan dengan p < 0.05.

8. Variabel jenis kelamin memberikan sumbangan sebesar 0.6 % terhadap varians

perilaku berkendara tidak aman. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan p

> 0.05.

9. Variabel interaksi sikap dengan TAS memberikan sumbangan sebesar 2 %

terhadap varians perilaku berkendara tidak aman. Sumbangan tersebut

signifikan dengan p < 0.05.

Selanjutnya, penulis ingin mengetahui bagaimana sumbangan proporsi

varians dari masing-masing independent variable besar, dalam hal ini adalah

variabel sikap terhadap perilaku berkendara, norma subjektif, perceived bahvioral

control, sensation seeking, jenis kelamin dan interaksi variabel sikap dengan

variabel thrill and advanture seeking terhadap perilaku berkendara tidak aman.

Adapun R2-change dari independent variable besar dapat dilihat pada tabel 4.9.
77

Tabel 4.9
Proporsi Varians DV Berdasarkan Sumbangan Masing-Masing IV Besar
Model R2 R2-change F Change df1 df2 Sig.
2
R YX1 .112 .112 31.787 1 253 .000
2
R YX1X2 .128 .016 2.388 1 252 .032
2
R YX1X2X3 .161 .033 9.759 1 251 .002
2
R YX1X2X3X4 .317 .156 14.326 4 247 .000
2
R YX1X2X3X4X5X6X7X8 .323 .006 2.045 1 246 .149
2
R YX1X2X3X4X5X6X7X8X9 .343 .020 7.324 1 245 .006

Keterangan :

R2 = Sumbangan pengaruh IV terhadap DV


Y = perilaku berkendara tidak aman
X1 = sikap terhadap perilaku berkendara
X2 = norma subjektif
X3 = perceived behavioral control
X4X5X6 X7 = sensation seeking
X8 = jenis kelamin
X9 = Sikap x TAS

Berdasarkan data pada tabel 4.9 dapat diketahui bahwa :

1. Variabel sikap terhadap perilaku berkendara memberikan sumbangan sebesar

11.2 % terhadap varians perilaku berkendara tidak aman. Sumbangan tersebut

signifikan dengan nilai p < 0.05.

2. Variabel norma subjektif memberikan sumbangan sebesar 1.6 % terhadap

varians perilaku berkendara tidak aman. Sumbangan tersebut signifikan karena

nilai p > 0.05.

3. Variabel perceived behavioral control terhadap perilaku berkendara

memberikan sumbangan sebesar 3.3 % terhadap varians perilaku berkendara

tidak aman. Sumbangan tersebut signifikan karena nilai p < 0.05.


78

4. Variabel sensation seeking terhadap perilaku berkendara memberikan

sumbangan sebesar 15.6 % terhadap varians perilaku berkendara tidak aman.

Sumbangan tersebut signifikan karena nilai p < 0.05.

5. Variabel jenis kelamin terhadap perilaku berkendara memberikan sumbangan

sebesar 0.6% terhadap varians perilaku berkendara tidak aman. Sumbangan

tersebut tidak signifikan karena nilai p > 0.05.

6. Variabel interaksi antara sikap dengan TAS memberikan sumbangan sebesar 2

% terhadap varians perilaku berkendara tidak aman. Sumbanagan tersebut

signifikan karena nilai p < 0.05

Salah satu asumsi dalam regresi yang harus dipenuhi agar hasil analisis regresi

dapat dipercaya adalah bahwa distribusi frekuensi dari residual mengikuti distribusi

normal. Apabila residual berada disekitar garis harapan untuk kurva normal, dapat

disimpulkan bahwa persamaan regresi ini memiliki error atau residual yang

distribusinya mengikuti kurva normal. Artinya, hasil persamaan regresi beserta

interpretasinya dapat dipercaya. Berikut adalah gambar “residual plot” yang

dihasilkan untuk variabel dependen perilaku berkendara tidak aman.

Gambar 4.1 Residual Plot Perilaku Berkendara Tidak Aman


79

Gambar 4.2 Residual Plot Perilaku Berkendara Tidak Aman

Dari gambar 4.1 dan 4.2 dapat dilihat bahwa distribusi dari residual yang dihasilkan

adalah normal. Dengan demikian, uji hipotesis dan penelitian dengan analisis

regresi pada perilaku berkendara tidak aman dapat dipercaya.


80
BAB 5

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Pada bab ini, penulis memaparkan lebih lanjut hasil dari penelitian yang telah

dilakukan. Bab ini terdiri dari tiga bagian yaitu kesimpulan, diskusi, dan saran.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian maka kesimpulan yang dapat diambil dari

penelitian ini adalah ada pengaruh yang signifikan dari sikap terhadap perilaku

berkendara, norma subjektif, perceived behavioral control, sensation seeking, jenis

kelamin dan interaksi antara sikap dengan TAS terhadap perilaku berkendara tidak

aman.

Dari hasil regresi didapatkan bahwa perilaku berkendara tidak aman

dipengaruhi oleh sikap, norma subjektif, perceived behavioral control, thrill and

advanture seeking, boredom susceptibility dan interaksi antara sikap dengan thrill

and advanture seeking sebesar 34.3 %.

Berdasarkan hasil dari uji hipotesis yang telah dilakukan, terdapat enam

variabel yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku mengendarai

sepeda motor tidak aman pada mahasiswa/i UIN Syarif Hidayatullah Jakarta antara

lain, sikap, perceived behavioral control, thrill and advanture seeking, dan

boredom susceptibility berpengaruh seignifikan secara positif, sedangkan untuk

variabel norma subjektif dan interaksi antara variabel sikap dengan variabel thrill

and advanture seeking berpengaruh signifikan secara negatif.

80
81

5.2 Diskusi

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hal-hal yang mempengaruhi perilaku

berkendara tidak aman terhadap mahasiswa/i UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa dari sembilan

independent variable yang diteliti terdapat enam variabel yang memengaruhi

perilaku berkendara tidak aman secara signifikan. Keenam variabel tersebut antara

lain, sikap, norma subjektif, perceived behavioral control, thrill and advanture

seeking, boredom susceptibility dan interaksi antara variabel sikap dengan TAS.

Hasil penelitian menemukan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari sikap

terhadap perilaku berkendara tidak aman. Variabel ini berpengaruh positif dan

signifikan terhadap perilaku berkendara tidak aman. Hasil penelitian ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Tunnicliff, et al. (2012) dan Watson et al.

(2007) yang menyatakan bahwa sikap memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

perilaku berkendara tidak aman. Individu dengan sikap yang tinggi atau positif

terhadap perilaku berkendara sepeda motor yang berbahaya memiliki

kecenderungan untuk berperilaku mengendarai sepeda motor secara tidak aman

juga lebih tinggi. Individu dengan sikap yang tinggi atau cenderung positif terhadap

perilaku mengendarai sepeda motor yang tidak aman ini menganggap bahwa

perilaku-perilaku tidak aman dalam mengendarai sepeda motor seperti mengebut,

menyalip, berkendara bukan pada lajurnya ini bukan sebagai hal yang berbahaya.

Oleh sebab itu kecenderungan individu untuk mengendarai sepeda motor secara

tidak aman sangat mungkin terjadi. Perilaku yang ditampilkan seseorang sesuai

dengan sikap individu tersebut.


82

Norma subjektif dan persepsi dalam mengontrol perilaku dalam penelitian

ini berpengaruh terhadap DV secara signifikan dan hal ini sejalan dengan studi yang

dilakukan oleh Tunnicliff et al. (2012), Watson (2007), dan Elliot (2010). Menurut

asumsi theory planned of behavior, dari ketiga hal yaitu sikap, norma subjektif, dan

PBC atau persepsi dalam mengontrol perilaku, PBC ini lah yang memang bisa

langsung untuk mengukur suatu perilaku. Ketika individu merasa ada faktor yang

dapat memfasilitasi dalam berperilaku dalam hal ini mengendarai sepeda motor

dengan tidak aman, maka akan muncullah perilaku mengendarai sepeda motor

dengan tidak aman itu. Kemudian untuk variabel norma subjektif berpengaruh

secara signifikan terhadap perilaku mengendarai sepeda motor yang tidak aman

namun dalam penelitian kali ini variabel ini memiliki muatan negatif (-). Hal ini

terjadi karena alat ukur yang penulis gunakan adalah norma yang mengacu pada

perilaku mengendarai sepeda motor yang aman, sehingga ketika hasil yang

didapatkan adalah negatif, berarti hal ini benar bahwa ketika individu memiliki nilai

rendah terhadap norma baik yang diberikan orang sekitarnya maka perilaku

berbahaya dalam hal ini adalah perilaku mengendarai sepeda motor tidak aman ini

akan sangat mungkin terjadi.

Selanjutnya, variabel thrill and advanture seeking, dan boredom

susceptibility terbukti memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku

berkendara tidak aman. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Constatinou et al. (2011), Jonah (1997), Scott et al. (2009) dan Ge

et al. (2014). Individu yang memiliki keinginan dalam mencari sensasi dan

berpetualang yang tinggi memiliki kecenderungan untuk berani menerima resiko


83

yang lebih tinggi, dan menyukai hal-hal yang merupakan tantangan bagi dirinya.

Dalam hal berkendara individu dengan nilai thrill and advanture seeking yang

tinggi ini tidak merasa takut dalam menampilkan perilaku yang cenderung memiliki

resiko tinggi dan berbahaya baik bagi dirinya maupun orang lain, berani mengambil

beresiko serta mampu menimbulkan tingkat adrenalin yang tinggi. Pencarian

sensasi dan petualangan yang tinggi pada pengendara motor akan membuat

individu menampilkan perilaku mengendarai motor yang cenderung berbahaya.

Individu dengan tingkat pencarian sensasi dan petualangan ini cenderung ingin

memenuhi kebutuhannya dan rasa penasarannya akan hal-hal menantang dan penuh

resiko ini salah satunya dengan mengendarai sepeda motor dengan tidak aman.

Selanjutnya, Jonah (1997), Jonah et al. (2001), Scott et al. (2009) dan Ge et

al. (2014) juga memaparkan bahwa individu dengan boredom susceptibility atau

tingkat kerentanan terhadap hal-hal yang rutin tinggi juga cenderung menjadi faktor

timbulnya perilaku berkendara tidak aman. Individu dengan kerentanan terhadap

kebosanan yang tinggi ini memiliki kemungkinan besar untuk berkendara tidak

aman karena tidak suka dengan hal-hal yang menurutnya membosankan seperti

menunggu, mengantri, atau ketika terjebak di kemacetan. Individu ini akan mencari

jalan pintas agar ia terlepas dari hal-hal yang membosankan, dalam kasus ini seperti

akan menaiki trotoar agar bisa sampai di tempat tujuan lebih cepat, memotong jalan

dengan melawan arah ataupun membunyikan klakson berkali-kali karena bosan di

keadaan jalan yang padat.

Pada penelitian kali ini juga dilihat interaksi antara variabel sikap dengan

variabel pencarian sensasi dan petualangan. Hasil interaksi ini ternyata berpengaruh
84

secara signifikan. Hasil interaksi dapat diinterpretasikan bahwa ketika sikap

seseorang negatif terhadap perilaku mengendarai sepeda motor yang berbahaya

yang artinya bahwa individu ini menganggap perilaku berkendara seperti ini

berbahaya namun apabila disertai keinginan dan rasa ingin tahu yang tinggi akan

hal-hal yang menantang dan mampu meningkatkan adrenalin yang tinggi, maka

diasumsikan perilaku mengendarai sepeda motor yang berbahaya pun dapat terjadi.

Dalam penelitian ini terdapat beberapa variabel yang terbukti tidak memiliki

pengaruh terhadap perilaku perilaku berkendara tidak aman. Hal ini terkadang

menjadi pertentangan dengan penelitian terdahulu. Adapun variabel yang terbukti

tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku berkendara tidak aman antara lain

experience seeking dan jenis kelamin.

Experience seeking tidak terbukti memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap perilaku berkendara tidak aman. Hal ini bertentangan dengan penelitian

terdahulu yang dilakukan oleh Jonah (1997), Jonah et al. (2001), dan Ge et al.

(2014). Penulis berasumsi bahwa pada penelitian sebelumnya dimensi dari variabel

sensation seeking yang hampir selalu memiliki pengaruh paling besar terhadap

perilaku berkendara tidak aman adalah thrill and advanture seeking, disinhibition

dan boredom susceptibility. Sedangkan untuk dimensi experience seeking memiliki

kemungkinan berpengaruh namun lebih banyak hal-hal di luar variabel experience

seeking yang lebih memengaruhi kecenderungan untuk berperilaku berkendara

tidak aman. Namun hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Constatinou et al. (2011), di mana dalam studinya variabel experience seeking

ini memiliki korelasi yang paling rendah diantara dimensi yang lain dan dianggap
85

kurang mewakili sebagai faktor yang berkaitan dan berpengaruh terhadap perilaku

berkendara tidak aman.

Variabel jenis kelamin tidak terbukti memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap perilaku mengendarai sepeda motor yang tidak aman. Variabel ini

mempengaruhi secara negatif tetapi tidak signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh

Nayum (2008), Fernandez dan Job (2006), dan Amirfakhrei et al. (2013) dikatakan

bahwa laki-laki lebih mudah untuk melakukan perilaku berkendara tidak aman

dibandingkan perempuan. Penulis berasumsi bahwa hasil yang diperoleh penulis

dalam penelitian kali ini sejalan dengan penelitian terdahulu walau memiliki

pengaruh negatif. Asumsi penulis hal ini dikarenakan bahwa sampel yang terlibat

dalam penelitian mengenai perilaku berkendara tidak aman ini didominasi oleh

perempuan, sehingga ketika nilai koefisien menunjukkan arah negatif (-) berarti

benar adanya bahwa laki-laki yang lebih besar memiliki kecenderungan untuk

berperilaku berkendara tidak aman.

5.3 Saran

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh

karena itu penulis membagi saran menjadi dua, yaitu saran metodologis dan saran

praktis. Saran tersebut dapat dijadikan pertimbangan bagi penelitian lain yang akan

meneliti dependent variable yang sama.


86

5.3.1 Saran metodologis

1. Untuk penelitian selanjutnya mengenai perilaku berkendara tidak aman

peneliti menyarankan untuk menggunakan sampel yang lebih bervariasi seperti

di sampel dari wilayah popuasi yang berbeda, dengan kriteria usia yang

beragam pula. Diharapkan hasil penelitiannya pun akan bervariasi dan lebih

bermanfaat untuk mendapatkan informasi dan gambaran yang dapat dijadikan

acuan dalam mencari solusi atas permasalahan perilaku mengendarai sepeda

motor di jalanan.

2. Karena intensi belum diukur dalam penelitian ini yang sesuai berdasarkan teori

planned behavior, maka penulis menyarankan untuk melihat pengaruh intensi

terhadap dependen variabel ini yaitu perilaku berkendara tidak aman terhadap

pengemudi sepeda motor.

3. Untuk pengukuran variabel sikap akan lebih baik jika pernyataan disusun

dengan kalimat yang lebih menyatakan untuk mengevaluasi suatu hal dalam

hal ini skala sikap yang digunakan oleh penulis hanya tiga item yang mampu

menggambarkan sikap dengan jelas.

4. Item-item alat ukur bisa dikembangkan lebih banyak lagi jumlahnya agar

variasi dari faktor-faktor yang terlibat bisa terlihat lebih besar lagi.

5.3.2 Saran praktis

Berdasarkan hasil penelitian terhadap perilaku berkendara tidak aman pada

pengendara sepeda motor, maka ada beberapa saran praktis yang dapat

diaplikasikan untuk mencegah banyaknya terjadi perilaku berkendara yang tidak

aman diantaranya adalah:


87

1. Pihak-pihak yang berwenang seperti pihak kepolisian ataupun produsen

sepeda motor menyelenggarakan kampanye mengenai berkendara secara

aman, adanya edukasi terhadap masyarakat yang dilakukan secara berkala

mengenai perihal mengendarai sepeda motor ini yang tercakup di dalamnya

mengenai kiat-kiat aman dalam berkendara, dampak-dampak positif serta

negatif yang akan terjadi jika mengendarai sepeda motor secara berbahaya.

2. Diketahui bahwa variabel pencarian sensasi dan petualangan, dan kerentanan

terhadap kebosanan yang merupakan dimensi dari sensation seeking memiliki

sumbangan dalam memengaruhi perilaku berkendara tidak aman. Individu

sebaiknya menyalurkan rasa ingin tahu, dan kegiatan-kegiatan yang sifatnya

mampu memacu adrenalin ke hal-hal yang lebih positif, khususnya dalam hal

mengendarai sepeda motor seperti di sirkuit atau tempat-tempat yang

memfasilitasi kegiatan berkendara sebagai sarana olahraga.


DAFTAR PUSTAKA

Abraham, C. &Sheeran, P. (2003). Implications of goal theories for the theories of


reasoned action and planned behavior. Current Psychology:
Developmental, Learning, Personality, Social, 22(3), 264-280.

Ajzen, I. (1991). The theory of planned behavior. Organizational Behavior and


Human Decision Processes, 50, 179-211

Ajzen, I. (2005). Attitudes, personality, and behavior (2nd ed). England: McGraw-

Ajzen, I. (2006). Constructing a TPB questionnaire: Conceptual and methodological


considerations. Retrieved from http: //www.people. umass .edu/ aizen/
pdf/tpb.measurement.pdf, 28 July 2015

Amirfakhraei, A., Taghinejad, N., &Sadeghifar, E. (2013).Relationship between


risky driving behavior and sensation-seeking and sex among student of
Islamic Azad University- Bandar Abbas, Iran, in 2012. Journal of Basic
and Apllied Scientific Research, 3(3) 293-301

Arnett, J. (1994). Sensation seeking: A new conceptualization and a new scale.


Personality and Individual Differences, 16(2), 289 – 296. doi:
10.1016/0191-8869(94)90165-1

Arnett, J., Offer, D., & Fine, M.A. (1997). Reckless driving in adolescence : ‘State”
and “trait” factors. Accident Analysis and Prevention, 29(1), 57 – 63

Atkinson, R.L., Atkinson, R.C., &Hilgard, E.R. Introduction to psychology,


Pengantar psikologi (8thed). Nurdjannah Taufiq & Rukmini Barhana (terj).
(1994). Jakarta :Erlangga

Atkinson, R.L., Atkinson, R.C., Smith, E.E., &Bem, D.J. Introduction to


psychology, Pengantar psikologi (11thed). Widjaja Kusuma (terj). (2006).
Jakarta: Interaksara.

Azwar, S. (2011). Sikap manusia :Teori dan pengukurannya. Yogyakarta


:PustakaPelajar

Badan Intelijen Negara. (2013). Diunduh pada 4 Desember 2014 dari


http://www.bin.go.id/awas/detil/197/4/21/03/2013/kecelakaan-lalu-lintas-
menjadi-pembunuh-terbesar-ketiga.

88
89

Badan Pusat Statistik. (2014). Statistik transportasi darat. Indonesia: Badan Pusat
Statistik

Baron, R.A., & Byrne, D. Social psychology, Psikologi sosial ( 10thed). Ratna D,
Melania M.P, Dyah Y, &Lita P.L (terj). (2005). Jakarta :Erlangga

Bogardus, E.S. (1942). Fundamentals of social psychology (3rded). New York :


Appleton-Century-Crofts, Inc

Chaplin, J.P. (2008). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Chen, C.F., & Chen, C.W. (2011). Speeding for fun? Exploring the speeding
behavior of riders of heavy motorcycles using the theory of planned
behavior and psychological flow theory. Accident Analysis and Prevention,
43, 983-990. doi: 10.1016/j.aap.2010.11.025

Chorlton, K., Conner, M., &Jamson, S. (2012). Identifying the psychological


determinant of risky riding: An application of an extended Theory of
Planned Behaviour.Accident Analysis and Prevention, 49, 142-152. doi:
10.1016/j.aap.2011.07.003

Constantinou, E., Panayiotou, G., Konstatinou, N., Ladd, A.L., &Kapardis, A.


(2011). Risky and aggressive driving in young adults : Personality matters.
Accident Analysis and Prevention, 43, 1323 – 1331. doi:
10.1016/j.aap.2011.02.002

Dahlen, E.R., & White, R.P. (2006). The big five factors, sensation seeking, and
driving anger in the prediction of unsafe driving. Personality and
Individual Differences, 41, 903 – 915. doi: 10.1016/j.paid.2006.03.016

Darker, C.D., French, D.P., Eves, F.F., &Sniehotta, F.F. (2010). An investigation to
promote walking among the general population based on an ‘extended’
theory of planned behavior: A waiting list randomized controlled trial.
Psychology and Health, 25(1), 71 – 88. doi: 10.1080/08870440902893716

Direktorat Jendral Perhubungan Darat. (2012). Diunduhpada 4 Desember 2014 dari


http://hubdat.dephub.go.id/berita/988-72-persen-kecelakaan-jalan-raya-
melibatkan-sepeda-motor

Dulla, C.S., & Geller, E.S. (2003). Risky, aggressive, or emotional driving:
Addressing the need for consisten communication in research. Journal of
Safety Research, 34, 559-566. doi: :10.1016/j.jsr.2003.03.004

Elliot, M.A.(2010). Predicting motorcyclist’ intentions to speed: Effects of selected


cognition from the theory of planned behavior, self identity and social
90

identity. Accident Analysis and Prevention, 42(2), 718-725. doi:


10.1016/j.aap.2009.10.021

Ferdian, A. (2014). Kecelakaan sepeda motor penyumbang terbesar kematian di


jalan raya. Diunduh 25 Februari 2015 dari http://otomotif.kompas.com/
read/2014/10/29/113250515/Kecelakaan.Sepeda.Motor.Penyumbang.Ter
besar.Kematian.di.Jalan.Raya

Fernandez, R., Job, R.F.S., & Hatfield, J. (2007). A challenge to the assumed
generalizability of prediction and countermeasure for risky driving :
Different factors predict different risky driving behaviors. Journal of Safety
Research, 38, 59 – 70. doi :10.1016/j.jsr.2006.09.003

Firmansyah, T. (2014). Survei kecelakaan lalu lintas di seluruh dunia: Orang-orang


yang mati dalam diam.Diunduh 4 Desember 2014 dari
http://www.republika.co.id/berita/koran/halaman-1/14/11/07/nenhso57-
survei-kecelakaan-lalu-lintas-di-seluruh-dunia-orangorang-yang-mati-
dalam-diam

Francis, J., Eccles, M., Johnston, M., Walker, A., Grimshaw, J., Foy, R., Kaner,
E.,Smith, L., &Bonetti, D. (2004). Constructing questionnares based on
the theory of planned behaviour: A manual for health services
researchers.United Kingdom: Centre for Health Services Research
University of Newcastle

Grinblatt, M., &Keloharju, M. (2009). Sensation seeking, overconfidence, and


trading activity.The Journal of Finance, 14(2), 549 – 578 Hill Education.

Gunawan, L. (2015). Perilaku negative pengendara sepeda motor di jalan umum.


Diunduh pada 20 Desember 2015 dari http://www.kompasiana.com/ha-
eun/perilaku-negatif-pengendara-sepeda-motor-di-jalan-
umum_54f5d713a33311a2518b46dc

Hole, G. (2007). The psychology of driving. New Jersey : Lawrence Erlbaum


Associates, Inc., Publishers

Huang, Y. (2014). Analysis of risky and aggressive driving behavior among adult
Iowans. Graduate Theses and Dissertations.USA : Iowa State University

Jafarpour, S., & Movaghar, V.R. (2014). Determinants of risky driving behavior : A
narrative review. Medical Journal of The Islamic Republic of Iran, 28, 142

Jonah, B.A. (1997). Sensation seeking and risky driving: A review and synthesis of
the literature. Accident, Analysis and Prevention, 29(5), 651 – 665. doi :
10.1016/0001-4575/97
91

Jonah, B.A., Thiessen, R., & Yeung E.A. (2001). Sensation seeking, risky driving,
and behavioral adaptation.Accident Analysis and Prevention, 33, 679 –
684. doi: 10.1016/0001-4575(00)00085-3

King, L.A. (2011). The science of psychology : An appreciative view (2nded). New
York : McGraw- Hill International Edition

Kraft, P., Rise, J.,Sutton, S., & RØysamb, E. (2005).Perceived difficulty in the
theory of planned behavior: Perceived behavioural control or affective
attitude?. British Journal of Social Psychology, 44, 479 – 496. doi:
10.1348/014466604XI7533

Martin, G. & Pear, J. (2003).Behavior modification : What it is and how to do it


(7thed). New Jersey : Prentice Hall

McLallen, A.S., & Fishbein, M. (2008). Predictors of intention to perform six


cancer-related behaviours: Roles for injunctive and descriptive norms.
Psychology, Health, & Medicine,13(4), 389-401. doi:
10.1080/13548500701842933

Mischel, W., Shoda, Y.,& Smith, R.E. (2004). Introduction to personality : Toward
an integration (7thed). USA : John Wiley & Sons, Inc

Muhaz, M. (2013).Kematangan emosi dengan aggressive driving pada mahasiswa.


Jurnal Online Psikologi, 1(2).Dikutip dari http://ejournal.umm.ac.id

Muthen L, K &Muthen B, O. (2014).Mplus user’s guide 7th ed. Los Angeles.


Diunduh dari statmodel.com.

Nabi, H.,et.al. (2004). Type A behavior pattern, risky driving behaviors, and serious
road traffic accidents : A prospective study of the GAZEL cohort.
American Journal of Epidemiology, 161, 9.doi : 10.1093/aje/kwi110

Nayum, A. (2008). The role personality and attitudes in predicting risky driving
behavior. Oslo : University of Oslo

Parker, B.S. (2012). A Comprehensive investigation of the risky driving behavior of


young novice drivers. Queensland : Queensland University of Technology

Pickens, J. (2005). Attitudes and perceptions, 43 – 76. Retrieved from


http://healthadmin.jbpub.com/borkowski/chapter3.pdf

Putra, Y.M.P. (2013). Polri: Motor sumbangkan kecelakaan paling besar. Diunduh
25 Februari 2015 dari http://www.republika.co.id/berita/nasional/
jabodetabeknasional/13/04/26mlv5tg-polri-motor-sumbang-angka
kecelakaan-paling-besar
92

Qauliyah, A. (2007). Fenomena kecelakaan lalu lintas di Indonesia. Diunduh 25


Februari2015 dari http://www.astaqauliyah.com/blog/read/379/fenomena-
kecelakaan-lalu-lintas-di-indonesia.html

Refahi, Z., Rezael, A., Aganj, N., &Birgani, R.M. (2012).Investigation of


psychological-social factors predicative of traffic accident in Shiraz
City.Journal of Life Science and Biomedicine, 2(5), 243 – 251.

Rhodes, R.E. &Courneya, K.S (2003).Investigating multiple components of attitude,


subjective norm, and perceived control: An examination of theory of
planned behavior in the exersice domain.British Journal of Social
Psychology, 42, 129 – 146. doi : 10.1348/014466603763276162

Risyanto, E. (2014). Melonjak anak-anak di bawah umur sebagai pelaku


kecelakaan. Diunduh pada 25 Februari 2015 dari
https://edorusyanto.files.wordpress.com/2014/02/usia-pelaku-kecelakaan-
2013.jpg,

Santoso, G,A. (2014). Psikologi lalu lintas :Perkembangan, tantangan, dan peluang.
Depok: Universitas Indonesia

Santrock, J.W. (2003). Psychology : Essentials (2nded). USA : McGraw-Hill Higher


Education

Schwars, N. &Bohner, G. (2001).The construction of attitude.Intrapersonal


processes (Blackwell handbook of social psychology), 436 – 457. Retrieved
from http://dornsife.usc.edu/assets/sites/780/docs /schwarzz___ bohne
r_attitude-construction-ms.pdf

Schwebwl, D.C., Severson, J., Ball, K.K., & Rizzo, M. (2006). Individual
differences factors in risky driving: The roles of anger/hostility,
conscientiousness, and sensation seeking. Accident Analysis and
Prevention, 38, 801 – 810. doi: 10.1016/j.aap.2006.02.004

Scott, P., et al. (2009). Understanding the psychosocial factors influencing the risky
behaviour of young drivers. Transportation Research. Part F: Traffic
Psychology and Behaviour, 12(6), 470-482.

Sheeran, P., Trafimow, D., &Armitage, C.J. (2003).Predicting behaviour from


perceived behavioural control: Tests of the accuracy assumption of thr
theory of planned behavior.British Journal of Social Psychology, 42, 393
– 410. doi: 10.1348/014466603322438224

Skaar, N.R., & Williams, J.E. (2005).Gender differences in predicting unsafe


driving behaviors in young adults.Proceedings of the Third International
Driving Symposium on Human Factors in Driver Assessment, Training and
93

Vehicle Design. Retrieved from http://drivingassessment.uiowa.edu/


DA2005/PDF/53_Skaarformat.pdf, 3 January 2015

Tasca, L. (2000). A review of the literature on aggressive driving research. Retrieved


from www.stopandgo.org/research/aggressive/tasca.pdf

Theresia, A. (2013). 2014, Jakarta macet total. Diunduh tanggal 12 Februari 2015
dari https://metro.tempo.co/read/news/2013/07/30/083501064 / 2014
jakarta-macet-total

Tjahjono, T., & Subagio, I. (2011). Analisis keselamatan lalu lintas jalan. Bandung:
LubukAgung

Tunnicliff, D., et.al. (2012). Understanding the factors influencing safe and unsafe
motorcycle rider intention. Accident Analysis and Prevention, 49, 133 –
141. doi :10.1016/j.aap.2011.03.012

Umar, J. (2014). Analisis faktor konfirmatorik. Bahan Perkuliahan. Fakultas


Psikologi. UIN Jakarta.Tidak dipublikasikan.

Vandenbos, G.R. (2015). APA dictionary of psychology (2nded). Washington DC:


America Psychological Association

Wade, C., & Travis, C. Psychology, Psikologi (9thed). Benedictine Widyasinta& Ign.
DarmaJuwono (terj). (2007). Jakarta :Erlangga

Walker, I. (2005). Psychological factors affecting the safety of vulnerable road user:
A review of the literature. Bath : University of Bath

Watson, B., Tunnicliff, D., Schonfeld, C., &Wishart, D. (2007).Psychological and


social factors influencing motorcycle rider intentions and behavior.ATSB
Research and Analysis Report Road Safety. Queensland : Queensland
University of Technology

Wiluyo, L.E.M., Haryoko, F., Sukhirman, I. (2000). Gambaran perilaku aman


pengemudi bis malam antar propinsi : Jakarta – Surabaya PP.Depok:
Universitas Indonesia.

Ward, N.J., Otto, J., &Linkenbach, J. (2014).A primer for traffic safety culture.ITE
Journal, 42 – 47. Retrieved from http:// www.westerntransportation
institute.org/documents/centers/chsc/ITEJMayTrafficSafetyCulturePrimer
_Ward_Otto_linkenbach.pdf

Yan, G., et al. (2014). The effect of stress and personality on dangerous driving
behavior among Chinese driver. Accident Analysis and Prevention, 73, 34-
40. doi:1 0.1016/j.aap.2014.07.024 0001-4575/
94

Zuckerman, M., Eysenck, S., &Eysenck, H.J. (1978). Sensation seeking in england
and america: cross-cultural, age, and sex comparisons. Journal of
Consulting and Clinical Psychology. 46 (1), 139-149
LAMPIRAN PATH DIAGRAM

PERILAKU BERKENDARA TIDAK AMAN

SIKAP

100
NORMA SUBJEKTIF

PERCEIVED BEHAVIORAL CONTROL

101
THRILL AND ADVENTURE SEEKING

EXPERIENCE
SEEKING

102
DISINHIBITION

BOREDOM SUSCEPTIBILITY

103

Anda mungkin juga menyukai