Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi)
Oleh:
Imanurul Aisha R
NIM: 1111070000043
HALAMAN JUDUL
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H /2016 M
FAKTOR.FAKTOR PSIKOLOGIS YANG NTEMENGAR.UHI
PERILAKU MENGENDARAT SEPEDA MOTOR
TIDAK AMAN
Skripsi
Diajukan Untuk lVlemenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S. Psi)
Oleh:
Imanurul Aisha R
NIM : 1111070000043
Pembimbing I: Pernbimbing II
7-
Jahia Umar. Ph. D
)/:zz-,
Puti Febravosi. M. Si
NIP. 19470521 198003 1 001
FAKUI,TAS PSTKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYAT'ULL,AH
JAKARTA
1437 H t2016 M
LEMBAR PENGESAIIAN
ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
Sidang N{unaqasah
Anggota:
--^,Cr.i'\Ntlont-
Dr. Risatianti Kolopaking" Psikolog Ilr. Gazi, ft&.Si
NrP.20i2 0401 0901 NIP. 19111214 20A7A1 r 014
,h<
Jahfa umar. Pir.D
NIP.19470521 198003 1 002
f'"
Puti Fehravosi. M.Si
PERIi{YATAAN
Jakarta, 74Nlaret2016
Yang Menyatakan,
Imanurul Aisha R
NrM. 1111070000043
lv
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Februari 2016
C) Imanurul Aisha R
D) Faktor-Faktor Psikologis Yang Memengaruhi Perilaku Mengendarai Sepeda
Motor Tidak Aman
E) xv+ halaman+ lampiran
A) Faculty of Psychology
B) February 2016
C) Imanurul Aisha R
D) Psychological Factors That Influence Dangerous Riding of Motorcycle
Behavior
E) xv+ pages+ attachments
Bismillahirrahmannirrahim...
Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
Muhammad SAW berserta sahabat, keluarga, dan para pengikutnya hingga akhir
zaman.
Penyusunan skrpsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik
dalam bentuk pikiran, tenaga dan waktu dalam menyelesaikan skripsi ini oleh
1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif
2. Bapak Jahja Umar, Ph. D dan Ibu Puti Febrayosi, M. Si yang telah
dalam proses penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas waktu dan
3. Ibu Dr. Yunita Faela Nisa, Psi selaku dosen Pembimbing Akademik Psikologi
telah mendidik dan memberikan ilmu serta wawasan bagi penulis. Para Staf
vi
Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan
5. Kedua Orang tua penulis, yang selalu memberikan dukungan penuh serta doa
tulus yang tidak pernah henti-hentinya kepada penulis dalam perkuliahan dan
penyusunan skripsi ini. Kepada adik penulis yang telah menyemangati dan
skripsi ini.
berbagi suka dan duka bersama. Khususnya untuk Citra dan Rahmi yang
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan untuk
dapat menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, besar harapan penulis agar skripsi
ini memberikan manfaat yang besar, khususnya bagi penulis dan bagi yang
Penulis
vii
DAFTAR ISI
viii
2.5.1 Definisi Sensation Seeking ..................................................... 30
2.5.2 Dimensi Sensation Seeking .................................................... 31
2.5.3 Pengukuran Sensation Seeking ............................................... 32
2.6 Kerangka Berpikir ............................................................................... 33
2.7 Hipotesis Penelitian ............................................................................ 38
2.7.1 Hipotesis mayor...................................................................... 38
2.7.2 Hipotesis minor ...................................................................... 39
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
BAB 1
PENDAHULUAN
baik di kota-kota besar maupun di kota-kota yang lebih kecil. Kendaraan atau alat
maka semakin banyak aktivitas yang terjadi di jalanan. Indonesia, khususnya pada
daerah ibukota ini, sepeda motor merupakan salah satu kendaraan andalan yang
khususnya di Jakarta sangatlah pesat. Di DKI Jakarta sendiri Riset Indonesia Effort
2.400 unit per hari. Jumlah kendaraan di Jabodetabek yang beroperasi di Jakarta
mencapai 38,7 juta unit, terdiri dari 26,1 juta unit sepeda motor, 5,3 juta unit mobil,
1,3 juta unit bus (Theresia, 2013). Data terbaru dari Dinas Perhubungan DKI
Jakarta, pertambahan jumlah sepeda motor pada tahun 2014, sebanyak 476.008 unit
per tahunnya dan 1.304 unit per harinya. Melihat perkembangan jumlah kendaraan
1
2
kemungkinan bahwa bencana atau masalah yang terjadi di jalanan pun menjadi
kecelakaan lalu lintas yang tinggi, banyaknya pelanggaran lalu lintas yang
kendaraan bermotor merupakan hal-hal yang paling sering terjadi dan sangat
Kepadatan lalu lintas yang terjadi ini sudah menjadi masalah tersendiri terhadap
atau mengirim pesan (sms), membonceng lebih dari 1 orang, menerobos lampu lalu
lintas, berhenti di lampu lalu lintas tidak di tempat semestinya, berkendara tanpa
terlepas dari kepadatan lalu lintas, namun dapat berdampak negatif baik bagi diri
sendiri maupun orang lain terutama pejalan kaki yang ada di sekitar sehingga
mudah terjadi kecelakaan lalu lintas. Individu umumnya sering melakukan hal-hal
yang beresiko menimbulkan kecelakaan lalu lintas dengan alasan praktis dan
3
ekonomis, seperti pengemudi motor memilih melawan arah lajur kendaraan dengan
alasan agar sampai tujuan lebih cepat, jarak tempuh yang lebih pendek
jantung koroner dan tuberculosis/TBC. Selain itu, WHO juga menyatakan bahwa
Indonesia merupakan negara terbesar urutan kelima sebagai negara dengan jumlah
kematian terbanyak akibat kecelakaan lalu lintas. Menurut data Global Status
Report on Road Safety yang dikeluarkan oleh WHO, Indonesia menepati urutan
(Firmansyah, 2014).
Kawasan Asia Tenggara, WHO mencatat bahwa tiap jam ada 34 orang yang
meninggal karena kecelakaan di jalan raya. Tahun 2001 ada 354.000 orang
meninggal karena kecelakaan di jalan dan sekitar 6,2 juta orang di rawat di rumah
sakit (Qauliyah, 2007). Sedangkan untuk di Indonesia Badan Pusat Statistik (BPS)
surat izin mengendara atau SIM didominasi oleh pemilik SIM C atau pengendara
sepeda motor dengan prosentase 68,85%. Keadaan ini bisa menggambarkan bahwa
dalam keterlibatannya pada masalah kecelakaan lalu lintas. Hal ini didukung oleh
data kepolisian Republik Indonesia, pada tahun 2013 kecelakaan lalu lintas
menyatakan bahwa dari sepuluh kecelakaan lalu lintas yang terjadi delapan
membuat rata-rata orang yang meninggal akibat kecelakaan lalu lintas sekitar 80
Berdasarkan data Korlantas Polri (2013), usia yang banyak terlibat dalam
fenomena kecelakaan lalu lintas di negara lain seperti di Amerika pun banyak
dialami oleh pengendara berusia 16-20 tahun yang merupakan usia yang produktif
(Skaar dan Williams, 2005). Usia produktif merupakan usia di mana seseorang aktif
dalam berkarya dan mampu menghasilkan sesuatu. Apabila di usia ini korban
banyak berjatuhan karena kecelakaan lalu lintas bahkan jika disebabkan oleh
Badan Intelijen Negara (2013) meninjau berdasarkan data WHO tahun 2011,
rentangan usia yang banyak mengalami kecelakaan lalu lintas berada pada
rentangan usia 20-50 tahun. Berdasarkan keterangan dari Humas Mabes Polri atas
rekap dari Korps Lalu Lintas Kepolisian Republik Indonesia (Korlantas Polri)
menyebutkan bahwa sepanjang tahun 2011 sampai dengan pertengahan 2013, rata-
rata ada 111.015 kali kecelakaan sepeda motor yang terjadi sepanjang tahun (Putra,
2013).
lintas jalan pasal 93, kecelakaan lalu lintas merupakan suatu peristiwa di jalan yang
tidak disangka-sangka dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa
pemakai jalan lain, mengakibatkan korban manusia atau kerugian harta benda
(Tjahjono & Subagio, 2011). Suatu studi yang dilakukan oleh Constatinou,
lalu lintas erat kaitannya dengan faktor manusia yaitu perilaku mengemudi
dilakukan oleh Refahi, Rezaei, Aganj, dan Birgani, (2012) menjelaskan bahwa
Haryoko, & Sukhirman, 2000; Tjahjono & Subagio, 2011). Menurut Lynham dan
mengemukakan bahwa kecelakaan lalu lintas yang banyak terjadi ini merupakan
salah satu akibat dari perilaku manusia yang tidak aman, khususnya dalam
berkendara. Perilaku berkendara yang tidak aman ini bisa meliputi perilaku
dapat diteliti dari perspektif sosial dan teori yang banyak digunakan dan berkaitan
dengan masalah ini adalah Theory of Planned Behavior (TPB). Menurut teori TPB,
perilaku, norma subjektif serta perceived behavioral control atau bisa juga disebut
aman ini dapat diprediksi melalui aspek-aspek TPB seperti belief tentang
et al., 2012), norma sosial yang berlaku, persepsi seberapa jauh perilaku itu dapat
menjelaskan perilaku berkendara yang tidak aman pada pengendara sepeda motor.
memiliki hubungan terhadap perilaku mengendarai sepeda motor yang tidak aman.
(Ward, Otto & Linkenbach, 2014; Tunnicliff et al., 2012; Fernandez, Job &
Hathfield, 2007).
Perilaku berkendara tidak aman ini juga didukung karena adanya faktor-
faktor internal yang ada di dalam diri pengemudi, seperti cara mengendalikan diri
terutama sepeda motor, adanya tingkat agresi individu yang berbeda-beda, ataupun
berkendara yang tidak aman (Tunnicliff et al., 2012; Schwebwl, Severson, Ball, &
bahwa sensation seeking yang terdiri dari empat dimensi yakni thrill and adventure
susceptibility (BS), namun hanya dua dari empat dimensi yaitu TAS dan DIS yang
memiliki korelasi atau hubungan yang kuat terhadap perilaku berkendara tidak
Penelitian lain yang dilakukan oleh Nayum (2008), Huang (2014) dan
memiliki kemungkinan lebih besar terlibat dalam kecelakaan lalu lintas dan
laki cenderung lebih sering untuk melaju dengan kecepatan di atas rata-rata dan
membuntuti kendaraan lain (Fernandez et al., 2007). Namun hal lain ditemukan
oleh Skaar dan Williams (2005) yang menyatakan bahwa tingkat terlibatnya
lintas atau berkendara secara tidak aman tidak berbeda secara signifikan.
perilaku berkendara tidak aman terutama pada pengemudi sepeda motor. Oleh
Aman”.
Dalam suatu karya ilmiah dibutuhkan suatu pembatasan dan perumusan masalah.
Hal ini dimaksudkan agar masalah yang diteliti tidak menyimpang dari sasaran
penelitian ini hanya pada perilaku berkendara tidak aman terhadap pengendara
sepeda motor yang merupakan suatu perilaku berbahaya dalam mengemudi yang
pengguna jalan lain seperti pejalan kaki, pengemudi lain, ataupun penumpang di
dalam kendaraan lain (Parker, 2012). Selain itu lingkup penelitian ini mencakup
2. Sensation seeking yang dimaksud dalam penelitian ini terdiri dari empat hal
3. Dalam penelitian ini penulis juga melakukan interaksi antara variabel sikap
dengan thrill and advanture seeking (TAS) atau pencarian sensasi dan
4. Subjek yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa UIN
memiliki SIM C.
susceptibility (BS) ), jenis kelamin dan hasil interaksi variabel sikap dan
(DIS), boredom susceptibility (BS) )), jenis kelamin dan hasil interaksi
(BS) ), jenis kelamin dan hasil interaksi variabel sikap dan TAS)?
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor apa saja yang
sehingga dapat memberikan informasi yang berguna untuk pembaca terutama bagi
pengendara motor agar mampu berkendara secara aman, tertib terhadap aturan lalu
11
lintas, serta meminimalisir kecelakaan lalu lintas terutama yang melibatkan sepeda
motor.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun
1. Manfaat Teoritis
lintas.
2. Manfaat Praktis
manfaat, yaitu:
b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi literatur atau bacaan bagi para
LANDASAN TEORI
Perilaku manusia sangat beragam dan bukan hal yang mudah untuk menjelaskannya
(Ajzen, 1991). Martin dan Pear (2003) menjelaskan perilaku sebagai segala hal
yang dapat diamati dengan cara diungkapkan atau dilakukan oleh individu. Istilah
perilaku atau behavior adalah kegiatan organisme yang dapat diamati termasuk
laporan verbal mengenai pengalaman subjektif dan disadari (Atkinson, Atkinson &
Hilgard, 1994). Menurut Santrock (2003) dan King (2011), perilaku adalah segala
besar perilaku dalam kehidupan nyata terjadi karena adanya respon yang dipelajari.
terlihat (overt), menolak penggunaan aktivitas mental seperti berfikir, berhasrat dan
berharap (King, 2011). Pembentukan perilaku dapat diperoleh dari proses belajar.
14
15
dalam teori behaviorisme ini yaitu pengkondisian klasik dan pengkondisian operan
muncul berulang-ulang diikuti oleh stimulus lain, stimulus pertama akan dianggap
sebagai penanda munculnya stimulus lain. Penelitian eksperimen terhadap air liur
anjing yang dilakukan oleh Pavlov telah mewakili bagaimana pengkondisian klasik
antara perilaku dan konsekuensi yang timbul setelahnya seperti adanya reward atau
operan ini dilakukan oleh Thorndike yang menunjukkan bahwa hewan terlibat
dalam perilaku trial-error dan apabila setiap perilaku diikuti oleh penguatan positif
dengan penelitiannya terhadap tikus dan burung merpati lapar yang ditempatkan
merupakan penguatan yang sifatnya positif ataupun secara aversif (Atkinson et al.,
2006).
16
Wade dan Travis (2007) menyatakan bahwa ada lima pendekatan yang
dan cara pikir manusia, dan yang terpenting penjelasan tentang alasan seseorang
berbuat sesuatu.
pikiran seseorang.
membentuk keyakinan.
Perilaku juga dapat dijelaskan dengan sebuah teori yang disebut theory
untuk menjelaskan perilaku sosial. Teori ini menyatakan bahwa keputusan untuk
menampilkan perilaku tertentu adalah hasil dari proses yang rasional yang
diarahkan pada suatu tujuan tertentu, manusia biasanya bertingkah laku secara
secara implisit dan eksplisit akibat dari perilakunya atau disebut teori planned
behavior (Ajzen, 1991; Ajzen, 2005). Teori ini mengemukakan bahwa intensi
dalam berpeilaku merupakan hal yang menunjukkan seberapa besar individu dalam
berperilaku.
Ada tiga faktor di dalam TPB yang dapat menentukan intensi perilaku.
Berdasarkan pada teori planned behavior, intensi (dan perilaku) merupakan fungsi
dari tiga faktor dasar. Faktor pertama yaitu faktor personal yang merupakan attitude
toward behavior atau sikap individu terhadap perilaku. Sikap ini merupakan suatu
evaluasi positif ataupun negatif terhadap suatu perilaku tertentu. Faktor kedua
merupakan keyakinan individu dari tekanan sosial untuk melakukan atau tidak
melakukan suatu perilaku atau biasa dikenal dengan subjective norm atau norma
subjektif. Norma subjektif ini biasa dikaitkan dengan harapan kelompok terhadap
perilaku individu. Faktor ketiga adalah suatu perasaan dari self-efficacy atau
perilaku yang dinamakan perceived behavior control atau bisa juga disebut dengan
Gambar 2.1 Sumber: Attitudes, personality, and behavior (2nd ed) (2005)
Parker (2012) menjelaskan definisi dari perilaku berkendara tidak aman adalah
mengakibatkan cedera fatal bagi dirinya, penumpang, ataupun pengguna jalan lain
seperti pejalan kaki, pengemudi lain, ataupun penumpang di dalam kendaraan lain.
yang meliputi perilaku mengemudi, aspek-aspek seperti hal kecepatan (Chen &
Chen, 2011), minum minuman beralkohol, melanggar aturan lalu lintas dan
kemampuan dalam mengemudi (Nabi et al., 2004). Beberapa pola berkendara tidak
aman juga meliputi membuntuti (tailgating), menyalip kendaraan lain dengan tidak
Parker (2012), perilaku berkendara tidak aman adalah suatu perilaku berbahaya
untuk terlibat dalam kecelakaan, dapat mengakibatkan cedera fatal bagi dirinya,
penumpang, ataupun pengguna jalan lain seperti pejalan kaki, pengemudi lain,
bahwa perilaku berkendara tidak aman dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.
sebagai berikut:
3. Agresi
Tingkat agresivitas pada remaja atau individu dengan usia 18 tahun keatas
4. Usia
kecelakaan yang disebabkan oleh cara mengemudi yang tidak aman biasa
dialami oleh usia remaja yang menuju jenjang dewasa dikarenakan mereka
lain, lebih sering mengambil resiko dengan cara menyalip atau menyelip
kendaraan lain.
5. Jenis kelamin
6. Daya saing
individu.
8. Penghematan waktu
Pengukuran terhadap perilaku berkendara tidak aman ini mengukur seberapa besar
kecenderungan pengemudi berkendara secara tidak aman. Dulla dan Ballard (dalam
Gen et al., 2014, Dulla & Ballard 2003) mengembangkan alat untuk mengukur
perilaku mengemudi yang berbahaya yang diberi nama Dulla Dangerous Driving
Index (DDDI). DDDI terdiri dari gambaran perilaku berkendara sehari-hari dan
dengan menggunakan rentangan skala Likert 1 (tidak pernah) sampai dengan skala
5 (selalu).
22
2.2 Sikap
Secara umum sikap itu perluasan dari kepercayaan individu mengenai suatu objek
(Ajzen, 1991) dan merupakan kunci untuk memahami perilaku individu (Ajzen
2005). Menurut King (2011) dan Santrock (2003) sikap adalah perasaan, opini, dan
sebagai suatu mental yang tercipta disebabkan adanya pengalaman, adanya intruksi
atau adanya pengaruh dinamis pada respon individu terhadap suatu objek atau
situasi yang terkait. Sederhananya, sikap adalah suatu pola pikir atau
utilitas atau keperluan yang dirasakan dan merupakan respon emosional terhadap
suatu perilaku (Ward et al.,2014). Pada awalnya sikap terbentuk dari sistem belief
institusi, atau kejadian. Pernyataan ini serupa dengan Berkowitz (dalam Azwar,
23
perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada suatu objek.
ditampilkan oleh individu (Rhodes & Courneya, 2003; Abraham & Sheeran, 2003;
Francis et al.,2004). Evaluasi yang diberikan individu bisa mengacu pada hal yang
(Ajzen, 1991). Ajzen (2005) juga menyatakan bahwa sikap merupakan evaluasi
positif dan negatif individu terhadap suatu perilaku tertentu. Campbell (dalam
Schawrz dan Bohner, 2001) menyatakan bahwa sikap bisa merupakan suatu
adalah adanya kecenderungan untuk melakukan atau menolak sesuatu. Jika sikap
itu favorable, objek akan diberikan penilaian postif serta diiringi oleh perasaan yang
menyenangkan, namun jika unfavorable yang akan muncul adalah penilaian negatif
untuk mengambil definisi sikap terhadap suatu perilaku dari Ajzen (2005), Francis
et al. (2004), Abraham dan Sheeran (2003) serta Rhodes dan Courneya (2003) yang
menyatakan bahwa sikap merupakan evaluasi positif dan negatif individu terhadap
suatu perilaku tertentu, dalam hal ini adalah perilaku berkendara. Penulis
evaluasi positif maupun negatif terhadap perilaku mengendarai sepeda motor yang
komponen yaitu:
tidak menyenangkan.
atau membahayakan.
Francis et al. (2004) juga menyatakan bahwa sikap memiliki dua komponen yaitu:
perilaku.
Menurut Francis et al. (2004), pengukuran sikap dapat dilakukan dengan prosedur
menggunakan kata sifat bipolar (berupa pasangan atau lawan kata) yang dapat
dievaluasi (misal, baik – buruk). Chorlton, Conner, dan Jamson (2012) mengukur
sikap dengan menggunakan delapan skala semantik diferensial dan tujuh pasang
Untuk penelitian kali ini, penulis mengkonstruksi skala baru sikap terhadap
perilaku berkendara tidak aman. Respon jawaban yang diberikan oleh subjek diukur
dengan menggunakan skala Likert dengan rentangan 1 (sangat tidak setuju) sampai
dengan 4 (sangat setuju). Penulis mengkonstruksi skala baru untuk mengukur sikap
25
dikarenakan objek yang akan dievaluasi harus jelas targetnya, dalam penelitian kali
ini yaitu sikap terhadap perilaku mengendarai sepeda motor yang tidak aman.
Norma subjektif biasanya mengacu pada perkiraan individu terhadap tekanan sosial
untuk menampilkan suatu atau tidak menampilkan suatu perilaku (Ajzen, 1991;
Francis et al., 2004). Tekanan sosial bagi individu untuk berperilaku dan tidak
Rhodes dan Courneya (2003). Baron dan Byrne (2005) mengemukakan bahwa
norma subjektif mengacu pada persepsi inidividu apakah individu lain akan
Norma subjektif diasumsikan sebagai suatu fungsi belief, yaitu fungsi belief
pada hal-hal spesifik yang disetujui maupun yang tidak disetujui oleh individu
maupun kelompok dalam menampilkan suatu perilaku atau lingkungan sosial dapat
menjadi referensi bagi individu untuk terlibat atau tidak terlibat dalam suatu
perasaan dari tekanan sosial untuk berperilaku, membendung suatu belief atau
atau bahkan tidak diakui secara sosial. Menurut McLallen dan Fishbein (2008),
seberapa penting menampilkan atau tidak menampilkan suatu perilaku dalam sudut
26
pandang orang lain. Hal ini merupakan perkiraan individu mengenai tekanan sosial
untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku target (Francis et al., 2004).
mengambil definisi norma subjektif dari Francis et al. (2004) yaitu perkiraan
individu mengenai tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku.
Penulis menggunakan definisi ini disebabkan karena definisi yang digunakan oleh
Francis et al. (2004) memiliki makna yang sama dengan yang dikemukakan oleh
pencetus awal definisi norma subjektif dalam TPB yaitu Ajzen, namun lebih
Ajzen (dalam Rhodes & Courneya, 2003) menyatakan bahwa terdapat dua
Francis et al. (2004) mengungkapkan bahwa norma subjektif terdiri dari dua
komponen yaitu :
27
Pengukuran norma subjektif yang telah banyak dilakukan dilakukan oleh banyak
peneliti, salah satunya oleh Francis et al. (2004) menyusun pengukuran untuk
dan terbuka terhadap opini responden dan menggunakan rentangan skala Likert
tujuh poin. Namun pada penelitian ini penulis hanya menggunakan skala Likert
empat poin dengan item yang menjelaskan mengenai bagaimana pihak lain
Persepsi mengontrol perilaku yang dikenal pula dengan istilah perceived behavioral
control (PBC) mengacu pada persepsi individu terhadap tingkat kesulitan perilaku
yang diminati (Ajzen, 1991; Darker, French, Eves, & Sniehotta, 2010; Ajzen,
2005). Hal ini juga diasumsikan untuk merefleksikan pengalaman lampau dan dapat
diantisipasi berbagai rintangan atau halangan yang akan ditemui (Ajzen, 1991).
Menurut Ajzen (dalam Kraft, Rise, Sutton & RØysamb, 2005), persepsi
dari theory planned behavior yang mampu untuk memprediksi intensitas perilaku
Ajzen dan Madden (dalam Kraft et al., 2005) menyatakan bahwa perceived
behavioral control adalah belief atau keyakinan mengenai sulit atau tidaknya
(2003) adalah suatu persepsi individu pada tingkatan perilaku yang akan
ditampilkan berada di bawah kontrol atau pengawasan individu itu sendiri dan dapat
al. (2004) yaitu persepsi mengenai sejauh mana individu merasa mampu dan yakin
untuk berperilaku.
Ajzen (1991) menyatakan bahwa ada dua komponen perceived behavioral control
yaitu:
2. Persepsi daya, yaitu kekuatan dari setiap faktor yang mendukung atau
menghambat perilaku.
29
Dalam Rhodes dan Courneya (2003) faktor analisis perceived behavioral control
perilakunya.
perilaku yang telah direview oleh Rhodes dan Courneya (2003) ada 11 studi empiris
yang telah dilakukan untuk mengukur self efficacy dan pengendalian menyatakan
bahwa dua konsep ini reliable dalam menyatakan suatu perilaku. Mengukur
Francis et al. (2004) dapat menggunakan item-item disusun dengan pola respon
yang menggunakan skala likert. Pada penelitian ini, penulis mengkonstruksi skala
Menurut Chaplin (2008), sensation adalah proses atau pengalaman yang timbul
diartikan sebagai proses merasakan atau menghayati. Seeking dalam bahasa Inggris
berasal dari kata seek yang berarti mencari. Bila diartikan secara harafiah, sensation
seeking berarti proses mencari, merasakan atau menghayati suatu sensasi yang
meningkatkan stimulasi yang melibatkan hal-hal yang berbahaya seperti sky diving
dalam diri individu untuk mencoba pengalaman baru dan bersedia untuk
sebuat trait individu yang sifatnya stabil (dalam Grinblatt & Koleharju, 2009),
mencari pengalaman yang beragam, baru, secara intens adanya kemauan untuk
mengambil resiko baik fisik, sosial, hukum, dan resiko dalam hal finansial demi
pengalaman tersebut (Dahlen & White,2006; Arnett, Offer & Fine, 1997; Jonah,
potensi untuk mengambil resiko, secara umum trait ini juga melihat kualitas dalam
mencari intensitas terhadap hal baru dalam pengalaman sensorik yang dapat
menyimpulkan bahwa sensation seeking adalah suatu trait atau sifat yang menetap
dalam diri individu dan memiliki keingingan untuk mencari pengalaman baru atau
bertindak sesuai dengan keinginannya serta bersedia untuk mengambil resiko dari
tindakannya.
1. Thrill and adventure seeking (TAS) atau pencarian sensasi dan petualangan,
seperti dalam kegiatan olahraga yang beresiko dan memacu adrenalin dan
perjalanan (travelling), musik, dan hal-hal yang spontan tidak sesuai dengan
yang membosankan.
1. Alat ukur yang dikembangkan oleh Zuckerman (2007) edisi revisi yaitu
dan terdiri dari dua aspek yaitu intensity dan novelty. Terdiri dari 20 item
3. Alat ukur yang dikembangkan oleh Watson et al. (2007), sengaja disusun
ini terdiri dari 8 item dan menggunakan rentangan skala Likert untuk
Seeking Scale V.
33
kecelakaan lalu lintas yang banyak terjadi di Indonesia menjadi momok yang sangat
terutama sepeda motor meningkat pesat dan memiliki peluang lebih besar untuk
lintas kendaraan bermotor ini adalah orang-orang yang berada pada usia giat
lalu lintas terjadi dan penyebab utamanya adalah kelalaian dalam berkendara,
sumber daya manusia akan menjadi masalah baru yang perlu diperhatikan. Oleh
sebab itu masalah ini bisa dicegah dengan memperkirakan hal-hal apa saja yang
besar pada tiap kecelakaan lalu lintas yang terjadi (Constatinou et al., 2011;
Fernandez et al., 2007). Membahas mengenai manusia tidak terlepas dari perilaku
manusia itu sendiri. Perilaku berkendara yang tidak tertib menjadi akar dari
kekacauan yang terjadi di jalanan. Perilaku tidak tertib inilah yang menyebabkan
34
bahaya bagi pengendara, orang lain, maupun objek fisik seperti fasilitas umum di
roda dua untuk lebih memperhatikan keselamatan bagi diri sendiri dan orang lain.
Bentuk sepeda motor yang lebih kecil dari kendaraan lainnya membuat
kecepatan yang tinggi. Beberapa bentuk perilaku berkendara yang tidak aman
seperti menerobos lampu merah, tidak menggunakan kaca spion dengan baik,
tancap gas saat lampu kuning menyala, bahkan tidak menggunakan lampu saat
kondisi jalanan gelap juga merupakan hal-hal yang meningkatkan resiko terjadinya
terutama dalam hal mengemudi kendaraan dapat disebabkan oleh faktor internal
individu seperti keinginan untuk mencari pengalaman baru yang menantang dan
Shoda dan Smith, 2004), alasan untuk menghemat waktu, agar cepat sampai di
studi juga menyebutkan bahwa adanya keinginan individu akan hal-hal baru juga
kepribadian sensation seeking merupakan salah satu faktor yang dapat mendukung
terjadinya perilaku berkendara tidak aman. Sensation seeking ini terdiri dari empat
35
aspek yaitu thrill and advanture seeeking, experience seeking, disinhibition, dan
tidak aman. Namun ada juga studi yang menyatakan bahwa hanya dua dari empat
yaitu thrill and advanture seeking (TAS) dan disinhibition yang memiliki hubungan
kuat untuk memprediksi perilaku mengendarai sepeda motor dengan tidak aman
serta perilaku yang berbeda terhadap suatu stimulus dalam konteks ini adalah
mengenai perilaku berkendara tidak aman ini juga dapat ditinjau berdasarkan
Theory Planned of Behavior (TPB) yang terdiri dari tiga faktor yaitu sikap individu
terhadap suatu perilaku tertentu, dalam konteks kali ini adalah perilaku berkendara
tidak aman, norma subjektif, dan perceived behavioral control. Faktor-faktor ini
intensi dalam berperilaku. Dalam penelitian kali ini ketiga faktor dari TPB diukur
juga dapat dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh dari orang sekitarnya atau norma
ditanamkan dari orang – orang sekitar adalah hal yang memfasilitasi individu untuk
diperoleh adalah norma subjektif akan berpengaruh dalam penelitian kali ini.
Persepsi individu terhadap suatu faktor yang mampu mendukung atau menghambat
motor dengan berbahaya atau persepsi ini biasa dikenal dengan istilah perceived
yang tidak aman. Laki-laki memiliki kecenderungan lebih besar untuk mengendarai
sepeda motor dengan tidak aman. Walaupun ada juga studi yang menyatakan bahwa
tidak ada perbedaan yang signifikan antara laki-laki maupun perempuan ketika
mengendarai sepeda motor dengan berbahaya (Skaar dan Williams, 2005). Bahkan
jika dilihat melalui jumlah masyarakat yang ada sekarang, perempuan yang
mengendarai sepeda motor di kota-kota besar sudah sangat banyak, sehingga tidak
mengendarai sepeda motor secara tidak aman. Dalam penelitian kali ini penulis juga
tertarik untuk mengetahui pengaruh dari interaksi antara variabel sikap dengan TAS
Oleh karena itu, pada penelitian kali ini faktor-faktor yang digunakan untuk
sensation seeking dan interaksi antara variabel sikap dengan TAS. Jenis kelamin
akan menjadi variabel demografi dalam penelitian ini. Jika digambarkan dengan
Norma subjektif
Perceived behavioral
control
Sensation Seeking
Thrill and Perilaku berkendara tidak
TAST
Advanture Seeking aman
Experience Seeking
Disinhibition
Boredom
Susceptibility
Jenis Kelamin
Dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui faktor-faktor mana yang memiliki
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor- faktor apa saja yang
motor. Penulis berteori bahwa perilaku berkendara tidak aman dipengaruhi oleh
yang tergabung dalam teori planned of behavior, sensation seeking, jenis kelamin,
Maka bentuk hipotesis dari penelitian ini adalah “sikap terhadap perilaku
kelamin, dan interaksi sikap dengan TAS mempengaruhi perilaku berkendara tidak
aman.”
Ha: Ada pengaruh signifikan antara sikap terhadap perilaku berkendara, norma
aman.
Ha1: Ada pengaruh yang signifikan antara sikap terhadap perilaku berkendara
tidak aman.
39
Ha2 : Ada pengaruh yang signifikan antara norma subjektif terhadap perilaku
Ha3 : Ada pengaruh yang signifikan antara perceived behavioral control terhadap
Ha4 : Ada pengaruh yang signifikan antara thrill and advanture seeking (TAS)
Ha5 : Ada pengaruh yang signifikan antara experience seeking (ES) terhadap
Ha6 : Ada pengaruh yang signifikan antara disinhibition (DIS) terhadap perilaku
Ha7 : Ada pengaruh yang signifikan antara boredom susceptibility (BS) terhadap
Ha8 : Ada pengaruh yang signifikan antara jenis kelamin terhadap perilaku
Ha9 : Ada pengaruh yang signifikan antara interaksi variabel sikap dan variabel
METODE PENELITIAN
Pada bab ini penulis memaparkan tentang populasi, sampel dan teknik pengambilan
sampel, variabel penelitian serta definisi operasional. Selanjutnya akan dibahas pula
mengenai teknik dan instrumen pengumpulan data, prosedur pengambilan data dan
pengujian alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan jawaban atas hipotesis
penelitian.
sampel penelitian adalah pengendara sepeda motor yang telah memiliki SIM C,
baik laki-laki maupun perempuan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini
sebanyak 261 orang namun sampel yang memenuhi kriteria dalam penelitian ini
berjumlah 255 orang dengan rata-rata usia 20-21 tahun. Jadi sampel dalam
penelitian ini sebanyak 255 orang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini
merespon. Penulis memilih metode tersebut karena pada proses pengambilan data
40
41
kuesioner dalam bentuk hard copy, yang membedakan hanyalah medianya yaitu
media online. Hal ini didasarkan pula pada pertimbangan keterbatasan tenaga dan
waktu.
7. Disinhibition (X6)
independen.
42
3. Norma subjektif
yang baru, kompleks, dan juga keinginan untuk mengambil fisik, sosial,
hukum, dan resiko dalam hal finansial demi sebuah pengalaman. Sensation
(1978).
perempuan.
44
7. Interaksi variabel sikap dan thrill and advanture seeking merupakan hasil
perkalian nilai t-score variabel sikap dengan nilai t-score variabel thrill and
advanture seeking.
kuesioner dengan menggunakan model Likert. Pada skala penelitian ini digunakan
empat alternatif pilihan jawaban. Tidak ada jawaban dari responden yang dianggap
benar maupun salah. Cara menjawab skala penelitian ini dengan memberikan tanda
pada salah satu alternatif jawaban yang sudah disediakan. Item skala yang disusun
dalam bentuk pernyataan favorable (positif) dan unfavorable (negatif). Skor untuk
Tabel 3.1
Skor Pengukuran Skala
Pernyataan
AlternatifPilihan Jawaban
Favorable Unfavorable
Sangat tidak sesuai/ Sangat tidak setuju/ Tidak Pernah 4 1
Tidak sesuai/ Tidak setuju/Jarang 3 2
Sesuai/ Setuju/Sering 2 3
Sangat sesuai/ Sangat setuju/Selalu 1 4
Penelitian ini menggunakan enam skala, yaitu skala perilaku berkendara tidak
aman, skala sikap terhadap perilaku berkendara, skala norma subjektif, skala
Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu alat ukur yang
dikembangkan oleh Dulla dan Ballard (2003), yaitu Dulla Dangerous Driving
45
Index (DDDI). Alat ukur ini terdiri dari 28 item yang bersifat unidimensional.
Namun, pada penelitian kali ini peneliti hanya menggunakan 13 item dari skala
pada umumnya. Skor pengukuran pada semua item dalam skala ini bersifat
favorable.
Tabel 3.2
Blue Print Skala Perilaku Berkendara Tidak Aman
Aspek Indikator No Item Jml
Perasaan negatif (kesal, tidak sabar) dengan
Negative Emotions 1,2,3,4 4
pengendara atau keadaan di jalanan
Keinginan untuk menghukum pengendara lain
Aggressive Driving 5,8 2
yang menyebalkan
Meneriaki pengendara lain 6 1
Membunyikan klakson berulang-ulang
9 1
Membuntuti/memepet kendaraan lain 7 1
Melakukan tindakan yang beresiko seperti
10,11,12,13
Risky Driving berkendara lambat di lintasan kereta, naik ke 4
atas trotoar jalan, berkendara terlalu cepat
Jumlah 13
2. Sikap diukur dengan menggunakan kuesioner sikap yang disusun oleh peneliti
sendiri. Skala ini terdiri dari enam item dalam bentuk pernyataan. Respon
jawaban yang diberikan mulai dari “1” (sangat tidak setuju) sampai “4” (sangat
Tabel 3.3
Blue Print Skala Sikap terhadap perilaku berkendara
Indikator No Item Jml
Menerobos lampu merah 1,4,5 3
Memberi tanda lampu sen ketika ingin berbelok 2 1
Melawan arah lajur kendaraan 3 1
Berkendara naik ke atas trotoar
6 1
Jumlah 6
peneliti sendiri. Skala ini terdiri dari lima item pernyataan. Respon jawaban yang
46
diberikan mulai dari “1” (tidak pernah) sampai “4” (selalu) dengan
Tabel 3.4
Blue Print Skala Norma Subjektif
No Item
No Indikator Jml
Fav
Respon orang tua terhadap perilaku individu
14,15 2
berkaitan dengan perilaku berkendara
Respon teman mengenai perilaku individu yang
1. berkaitan dengan perilaku berkendara
16,17 2
Respon saudara mengenai perilaku individu yang
berkaitan dengan perilaku berkendara
18 1
Total 5
disusun oleh peneliti sendiri. Skala ini terdiri dari lima item pernyataan. Respon
jawaban yang diberikan mulai dari “1” (sangat tidak setuju) sampai “4” (sangat
Tabel 3.5
Blue Print Skala Perceived Behavioral Control
No Item
No Indikator Jml
Fav
Total 5
5. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur sensation seeking adalah Sensation
Seeking Scale oleh Zuckerman (1978). Alat ukur ini mengukur empat dimensi
yaitu thrill and advanture seeking (TAS), experience seeking (ES), dishinbition
(DIS), dan boredom susceptibility (BS). Alat ukur ini kemudian diadaptasi dan
47
responden yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun skor pengukuran pada
Tabel 3. 6
Blue Print Skala Sensation Seeking
No Item Jml
Aspek Indikator
Fav Unfav
Mencari petualangan
Thrill and 1,2,3,
Menyukai hal yang sedikit 5
Advanture seeking 4,5
menakutkan
Mencari pengalaman baru
Experience
Seeking Melakukan sesuatu tanpa ada 6,,8,9 7 4
perencanaan
Menyukai suatu hal yang berbeda
atau aneh 11,12,
Disinhibition 10 4
Mencari kesenangan dengan 13
berpesta
Menghindari hal yang bersifat rutin
Boredom
Tidak menyukai sesuatu yang 16,17 14,15 4
Susceptibility
membosankan
Jumlah 17
konstruk kelima instrumen yang digunakan, yaitu perilaku berkendara tidak aman,
dan sensation seeking. Penulis melakukan uji validitas konstruk instrumen tersebut
1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan
terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-
itemnya.
3. Dengan data yang tersedia, dapat diestimasi matriks korelasi antar item yang
disebut sigma (Σ), kemudian dibandingkan dengan matriks dari data empiris,
tentunya tidak ada perbedaan antara matriks Σ dan matriks S, atau bisa juga
dinyatakan dengan S - Σ = 0.
4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan chi
square. Jika hasil chi square tidak signifikan (p > 0,05), maka hipotesis nihil
tersebut dapat diterima (hanya mengukur satu faktor saja) tetapi jika Chi-
(biasanya terjadi ketika suatu item mengukur konstruk selain yang ingin
diukur)
5. Jika model fit, maka langkah selanjutnya diuji apakah item signifikan atau
tidak mengukur apa yang hendak di ukur, dengan menggunakan uji-t. Jika
hasil uji-t tidak signifikan maka item tersebut tidak signifikan dalam
mengukur apa yang hendak diukur, sebaiknya item yang demikian di-drop.
sehingga item yang dikatakan signifikan adalah item yang memiliki nilai-t
berikut:
a. Jika suatu item memiliki koefisien negatif, maka item tersebut akan didrop
karena mengukur hal yang berlawanan dari apa yang hendak diukur.
Namun, jika suatu item terdiri dari penyataan yang bersifat unfavorable
maka tentu saja koefisien muatan faktornya pun akan berarah negatif. Oleh
kerena itu, pada item yang seperti ini skornya harus dibalik (reversed)
skor pada item sudah dibalik tetap menghasilkan koefisien yang bernilai
b. Menguji apakah suatu item signifikan atau tidak dalam mengukur hal yang
hendak diukur, dengan menggunakan t-test. Dalam hal ini yang dites
adalah koefisien muatan faktor untuk setiap item. Jika nilai T koefisien
didrop. Sedangkan item yang nilai t tidak signifikan (t<1,96) maka item
akan di drop.
sebaiknya di drop. Sebab item yang demikian, selain mengukur apa yang
50
Adapun analisis dengan metode CFA seperti ini dilakukan menggunakan sotware
(true score). Penggunaan faktor skor ini untuk menghindari hasil penelitian yang
bias akibat dari kesalahan pengukuran. Untuk mengestimasi true score, penulis
setiap dimensi hanya diukur oleh jumlah item yang sedikit. Guna dari true score
adalah menghindari nilai faktor skor yang bertanda negative dan positif (Z-score)
rumusnya yaitu:
antara 0 dan 100. Setelah didapatkan faktor skor yang telah diubah menjadi T-score,
nilai baku inilah yang akan dianalisis dalam uji hipotesis korelasi dan regresi.
Penulis menguji apakah 13 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur perilaku berkendara tidak aman. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square =
212.109, df = 65, P-Value = 0,0000, dan RMSEA = 0,094. Oleh karena itu, penulis
beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnnya. Maka diperoleh model
Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0,05 (tidak signifikan) yang artinya benar
hanya mengukur satu faktor saja yaitu perilaku berkendara tidak aman.
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
Tabel 3.7
Muatan Faktor Item Perilaku Berkendara Tidak Aman
No. Item Estimate S.E T-Value P-Value Signifikan
1 0.400 0.071 5.591 0.000
2 0.398 0.070 5.700 0.000
3 0.419 0.070 6.025 0.000
4 0.659 0.054 12.195 0.000
5 0.598 0.062 9.715 0.000
6 0.633 0.052 12.179 0.000
7 0.681 0.058 11.795 0.000
8 0.745 0.050 14.812 0.000
9 0.660 0.053 12.398 0.000
10 0.255 0.078 3.258 0.001
11 0.271 0.077 3.516 0.000
12 0.207 0.073 2.848 0.004
13 0.417 0.063 6.662 0.000
52
Pada table 3.7 dapat diketahui bahwa tidak ada item yang memiliki nilai
koefisien t < 1,96 , serta seluruh item bermuatan positif dan sehingga tidak ada item
Penulis menguji apakah 6 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur sikap terhadap perilaku berkendara. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 33.368,
df = 9, P-Value = 0,0001, dan RMSEA = 0,103. Oleh karena itu, penulis melakukan
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnnya. Maka diperoleh model fit dengan Chi-
Square menghasilkan P-value > 0,05 (tidak signifikan) yang artinya benar hanya
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
Berdasarkan tabel 3.8 dapat diketahui bahwa tidak ada item yang memiliki
nilai koefisien t < 1,96 , serta seluruh item bermuatan positif dan sehingga tidak ada
Tabel 3.8
Muatan Faktor Item Sikap Terhadap Perilaku Berkendara
No. Item Estimate S.E T-Value P-Value Signifikan
1 0.752 0.049 15.313 0.000
2 0.541 0.057 9.507 0.000
3 0.566 0.059 9.569 0.000
4 0.747 0.045 16.748 0.004
5 0.835 0.037 22.688 0.000
6 0.681 0.051 13.429 0.000
Penulis menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur norma subjektif. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 83.757, df = 5, P-Value =
0,0000, dan RMSEA = 0,249. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi
berkorelasi satu sama lainnnya. Maka diperoleh model fit dengan Chi-Square =
menghasilkan P-value > 0,05 (tidak signifikan) yang artinya benar hanya mengukur
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
Tabel 3.9
Muatan Faktor Item Norma Subjektif
No. Item Estimate S.E T-Value P-Value Signifikan
1 0.487 0.078 6.278 0.000
2 0.555 0.078 7.123 0.000
3 0.725 0.099 7.309 0.000
4 0.518 0.070 7.452 0.000
5 0.815 0.077 10.648 0.000
Berdasarkan tabel 3.9 dapat diketahui bahwa tidak ada item yang memiliki
nilai koefisien t < 1,96 , serta seluruh item bermuatan positif dan sehingga tidak ada
Penulis menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur perceived behavioral control. Dari hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 32.029,
df = 5, P-Value = 0,0000, dan RMSEA = 0,146. Oleh karena itu, penulis melakukan
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnnya. Maka diperoleh model fit dengan Chi-
menghasilkan P-value > 0,05 (tidak signifikan) yang artinya benar hanya mengukur
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
55
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
Tabel 3.10
Muatan Faktor Item Perceived Behavioral Control
No. Item Estimate S.E T-Value P-Value Signifikan
1 0.702 0.074 9.490 0.000
2 0.620 0.071 8.738 0.000
3 0.683 0.071 9.586 0.000
4 -0.172 0.084 -2.050 0.040 X
5 0.372 0.078 4.774 0.000
Berdasarkan tabel 3.10 dapat diketahui bahwa tidak ada item yang memiliki
nilai koefisien t < 1,96 , namun ada 1 item yang bermuatan negatif, yaitu item 4.
Dengan demikian item 4 harus di-drop dan tidak diikutsertakan dalam analisis
selanjutnya.
Pada uji validitas konstruk variabel TAS, penulis melakukan uji validitas dengan
model CFA first order. Dalam penelitian ini, konstruk variabel TAS adalah
unidimensional. Perhitungan data CFA model satu faktor dari variabel ini diperoleh
skor perhitungan awal Chi-Square = 11.062, df= 5, P-Value = 0.0502 dan RMSEA
= 0.069. Dengan P-Value 0.0502 ( > 0.05) yang artinya model ini sudah fit. Namun
penulis tetap melakukan modifikasi terhadap model ini, yaitu dengan membebaskan
4, P-value = 0.3157 dan RMSEA = 0.027. Dengan P-Value > 0.05 artinya model
56
ini sudah fit. Dengan demikian item-item yang ada pada variabel ini hanya
mengukur satu faktor saja, yaitu pencarian sensasi dan petualangan atau TAS.
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
Tabel 3.11
Muatan Faktor Item Thrill and Advanture Seeking
No. Item Estimate S.E. T-Value P-Value Signifikan
1 0.759 0.037 20.262 0.000
2 0.433 0.062 6.991 0.000
3 0.852 0.032 27.017 0.000
4 0.647 0.045 14.479 0.000
5 0.731 0.040 18.327 0.000
Berdasarkan tabel 3.11 dapat diketahui bahwa tidak ada item yang memiliki
nilai koefisien t < 1,96 dan semua item bermuatan positif dan signifikan, sehingga
seluruh item pada variabel ini telah memenuhi kriteria yang telah dijelaskan setelah
Penulis menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur variabel experience seeking atau pencarian pengalaman. Dari hasil
analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan
pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnnya. Maka diperoleh
0,083. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0,05 (tidak signifikan) yang
artinya benar hanya mengukur satu faktor saja yaitu variabel experience seeking.
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
Tabel 3.12
Muatan Faktor Item Experience Seeking
No. Item Estimate S.E T-Value P-Value Signifikan
1 0.561 0.101 5.563 0.000
2 -0.440 0.090 -4.901 0.000
3 0.479 0.094 5.116 0.000
4 0.281 0.099 2.846 0.004
Berdasarkan tabel 3.12 dapat diketahui bahwa tidak ada item yang memiliki
nilai koefisien t < 1,96 , namun ada 1 item bermuatan negatif yaitu item 2. Dengan
demikian item 2 harus di-drop dan tidak diikutsertakan dalam analisis selanjutnya.
3. Disinhibition
58
Penulis menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur disinhibition. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan
model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 6.526, df = 2, P-Value =
0,0383, dan RMSEA = 0,094. Oleh karena itu, penulis melakukan modifikasi
berkorelasi satu sama lainnnya. Maka diperoleh model fit dengan Chi-Square =
menghasilkan P-value > 0,05 (tidak signifikan) yang artinya benar hanya mengukur
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
Tabel 3.13
Muatan Faktor Item Disinhibition
No. Item Estimate S.E T-Value P-Value Signifikan
1 0.393 0.082 4.779 0.000
2 0.669 0.088 7.605 0.000
3 0.519 0.073 7.141 0.000
4 0.564 0.078 7.222 0.000
59
Berdasarkan tabel 3.13 dapat diketahui bahwa tidak ada item yang memiliki
nilai koefisien t < 1,96 , dan seluruh item bermuatan positif. Dengan demikian tidak
ada yang di-drop dan seluruh item dapat diikutsertakan dalam analisis selanjutnya.
Penulis menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar
hanya mengukur tingkat kerentanan individu terhadap hal yang membosankan. Dari
hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata model fit
Chi-Square menghasilkan P-value > 0,05 (tidak signifikan) yang artinya benar
mengukur apa yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tertentu
perlu di-drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut
signifikan dan begitu juga sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran kerentanan terhadap hal yang membosankan disajikan dalam tabel 3.14
Tabel 3.14
Muatan Faktor Item Boredom Susceptibility
No. Item Estimate S.E T-Value P-Value Signifikan
1 0.552 0.097 5.694 0.000
2 0.504 0.091 5.557 0.000
3 0.185 0.088 2.101 0.036
4 0.483 0.088 5.494 0.000
60
Berdasarkan tabel 3.14 dapat diketahui bahwa tidak ada item yang memiliki
nilai koefisien t < 1,96 , dan seluruh item bermuatan positif. Dengan demikian tidak
ada yang di-drop dan seluruh item dapat diikutsertakan dalam analisis selanjutnya.
regresi berganda yaitu suatu metode untuk menguji signifikan atau tidaknya
Keterangan:
a = konstanta/intercept
b = koefisien regresi
e = residu
61
dan varian regresi. Jika telah ditemukan jumlah kuadrat regresi maka dapat dihitung
proporsi varian dari DV karena regresi yaitu berkaitan dengan pengaruh semua IV
100.
Adapun data yang dianalisis dengan persamaan diatas adalah hasil dari
pengukuran yang sudah ditransformasi ke dalam factor score. Dalam hal ini, factor
score adalah faktor yang diukur dengan menggunakan software MPLUS dengan
menggunakan item yang sudah valid. Setelah mendapatkan factor score, kemudian
item yang sudah valid tersebut dicari true scorenya dengan rumus sebagai berikut:
tidak aman yang dipengaruhi oleh bervariasinya seluruh IV dapat diukur dengan
behavioral control, dimensi dari sensation seeking (TAS, ES, DIS, dan BS), jenis
kelamin, dan interaksi variabel sikap dan TAS) secara keseluruhan adalah
62
signifikan. Jika telah terbukti signifikan, maka penulis akan menguji variabel mana
dari kesembilan variabel indipenden tersebut yang signifikan. Dalam hal ini penulis
menguji signifikan atau tidaknya koefisien regresi (b) dengan t-test. Jika memiliki
skor t> 1.96 maka koefisien regresi variabel tersebut dinyatakan signifikan,
sebaliknya jika t< 1.96 maka variabel tersebut dinyatakan tidak signifikan (dalam
yaitu:
diketahui.
susceptibility, jenis kelamin dan interaksi antara variabel sikap dan TAS
Prosedur dalam penelitian ini melalui beberapa tahapan yaitu sebagai berikut:
1. Tahap persiapan
Pada tahap ini, penulis mulai melakukan skoring terhadap hasil skala yang
data yang diperoleh kemudian membuat tabel data, dan pada tahap ini
HASIL PENELITIAN
Bab ini berisi gambaran umum subjek penelitian, gambaran umum variabel
Total sampel pada penelitian ini berjumlah 255 orang dengan rata-rata usia 20-21
penelitian ini yang berdasarkan jenis kelamin dan fakultas dapat dilihat pada tabel
4.1.
Tabel 4.1
Gambaran Umum Subjek Penelitian
Gambaran Umum Subjek N (%)
Jenis kelamin
Laki-laki 88 34.51 %
Perempuan 167 65.49 %
Fakultas
Psikologi 65 25.5 %
Adab dan Humaniora 28 10.98 %
Sains dan Teknik 26 10.2 %
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan 25 9.80 %
Ekonomi dan Bisnis 22 8.63 %
Ilmu Sosial dan Politik 20 7.84 %
Dakwah dan Ilmu Komunikasi 20 7.84 %
Syariah dan Hukum 19 7.45 %
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan 19 7.45 %
Sumber Daya Alam dan Mineral 8 3.14 %
Dirasat Islamiyah 3 1.17 %
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa dari 255 subjek yang berpartisipasi
65
66
(65.49 %) dan kontribusi subjek paling banyak berasal dari mahasiswa Fakultas
Sebelum diuraikan secara lebih spesifik tentang beberapa sub bab selanjutnya, perlu
dijelaskan bahwa skor yang digunakan dalam analisis statistik adalah skor faktor
yang dihitung untuk menghindari estimasi bias dari kesalahan pengukuran. Jadi,
penghitungan skor faktor pada tiap variabel tidak menjumlahkan item-item seperti
pada umumnya, tetapi menghitung true score pada tiap item. Setelah didapatkan
skor ini bertujuan untuk menyamakan skala pengukuran yang berbeda-beda dan
untuk menghindari nilai minus pada faktor skor agar pembaca mudah memahami
interpretasi hasil penelitian. Adapun T skor tersebut telah ditetapkan dengan nilai
mean = 50 dan standar deviasi = 10. Langkah selanjutnya adalah melakukan proses
Tabel 4.2
Statistik Deskripsi Variabel Penelitian
N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
Perilaku Berkendara Tidak 255 27.42 74.65 50.1090 8.72651
Aman
Sikap terhadap perilaku 255 35.97 73.80 50.0255 8.60578
berkendara tidak aman
Norma Subjektif 255 29.29 68.44 49.9597 8.59456
Perceived Behavioral 255 39.58 71.09 50.4548 7.70051
Control
Thrill And Advanture 255 33.38 76.12 50.0758 8.81925
Seeking
Experience Seeking 255 31.09 62.77 49.9416 6.96665
Disinhibition 255 32.59 67.83 49.8625 7.54800
Boredom Susceptibility 255 34.59 76.11 49.9815 6.79195
67
Dari tabel 4.2 dapat diketahui skor terendah dari variabel perilaku
berkendara tidak aman 27.42 dan skor tertinggi 74.65. Skor terendah variabel sikap
terhadap perilaku berkendara 35.97 dan skor tertinggi 73.80, kemudian skor
terendah untuk norma subjektif 29.29 skor tertinggi 68.44, kemudian skor terendah
variabel perceived behavioral control 39.58 dan skor tertiggi 71.09. Skor terendah
thrill and advanture seeking 33.38 dan skor tertinggi 76.12. Kemudian skor
terendah experience seeking 31.09 dan skor tertinggi 62.77. Kemudian skor
terendah disinhibition 32.59 dan skor tertinggi 67.83. Kemudian skor terendah
standar deviasi paling kecil adalah experience seeking dan boredom susceptibility,
31.68 dan 41.52. artinya pada variabel experience seeking dan boredom
susceptibility, jawaban atau respon dari subjek relatif seragam, sehingga alat ukur
ini tidak menghasilkan perbedaan individu yang cukup bagus dibandingkan dengan
variabel lainnya yang memiliki variasi lebih besar. Walaupun variabel boredom
susceptibility memiliki varians yang paling kecil namun memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap DV. Berbeda dengan variabel pencarian pengalaman yang tidak
rendah dan kategori tinggi. Kategorisasi didapat berdasarkan rumusan pada table
Tabel 4.3
Rumus Kategorisasi
Kategorisasi Rumus
Rendah X<M
Tinggi X>M
Tabel 4.4
Kategorisasi Skor Variabel
Frekuensi %
Variabel
Rendah Tinggi Rendah Tinggi
Perilaku Berkendara Tidak Aman 123 132 48.23 51.77
Sikap 122 133 47.84 52.16
Norma Subjektif 131 124 51.40 48.60
Perceived Behavioral Control 139 116 54.50 45.50
Thrill and Advanture Seeking 121 134 47.45 52.55
Experience Seeking 133 122 52.16 47.84
Disinhibition 121 134 47.45 52.55
Boredom Susceptibility 114 141 44.70 55.30
Berdasarkan data pada tabel di atas dapat dilihat bahwa skor pada variabel
perilaku berkendara tidak aman sebanyak 123 orang (48.23 %) pada kategori
rendah. Sementara itu 132 orang (51.77 %) pada kategori tinggi. Dengan demikian,
hasil sebaran variabel perilaku berkendara tidak aman berada pada kategori tinggi.
rendah dan 133 orang (52.16 %) berada pada kategori tinggi. Dengan demikian,
dari hasil sebaran variabel sikap berada pada kategori tinggi Sedangkan pada
variabel norma subjektif 131 orang (51.40%) berada pada kategori rendah dan 124
orang (48.60%) berada pada kategori rendah. Dengan demikian, dari hasil sebaran
berada pada kategori rendah dan 116 orang (45.50%) berada pada kategori tinggi.
pada kategori rendah. Variabel thrill and advanture seeking 121 orang (47.45 %)
berada pada kategori rendah dan 134 orang (52.55 %) berada pada kategori tinggi.
Dengan demikian, dari hasil sebaran variabel thrill and advanture seeking berada
Pada variabel experience seeking 133 orang (52.16 %) berada pada kategori
rendah dan 122 orang (47.84 %) berada pada kategori tinggi. Dengan demikian,
dari hasil sebaran variabel experience seeking berada pada kategori rendah.
Sedangkan pada variabel disinhibition 121 orang (47.45%) berada pada kategori
rendah dan 134 orang (52.55 %) berada pada kategori tinggi. Dengan demikian,
hasil sebaran variabel disinhibition berada pada kategori tinggi. Variabel boredom
susceptibility sebanyak 114 orang (44.70 %) berada pada kategori rendah, dan
sebanyak 141 orang (55.30 %) berada pada kategori tinggi. Dengan demikian
Pada tahapan uji hipotesis penelitian, peneliti menggunakan teknik analisis regresi
dengan software SPSS 17.0 dan M-plus 7.0. Dalam regresi ada tiga hal yang dilihat,
yaitu pertama melihat R square (R2) untuk mengetahui berapa persen (%) varians
regresi dari masing-masing independent variable. Hal pertama yang dilihat dalam
persen varians dependent variable yang dapat dijelaskan oleh independent variable.
Tabel 4.5
Model Summary Analisis Regresi
Std. Error of the
Dependent Variable R R2 Adjusted R2
Estimate
Perilaku Berkendara 0.586 0.343 0.319 7.203
Tidak Aman
Predictor: (Constant), SikapTAS, ES, JK, DIS, , NS, BS, Sikap, TAS, Sikap
Berdasarkan tabel 4.5, dapat dilihat bahwa perolehan R2 sebesar 0.343 atau
34.3%. Artinya proporsi varians dari perilaku berkendara tidak aman yang
dijelaskan oleh semua independent variable dalam penelitian ini adalah sebesar
34.3%, sedangkan 65.7 % lainnya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian
keseluruhan variabel independen. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.6.
Tabel 4.6
Anova Pengaruh Keseluruhan IV terhadap DV
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 6632.594 9 736.955 14.206 .000a
Residual 12709.992 245 51.878
Total 19342.587 254
a. Predictors: (Constant), SikapTAS, ES, JK, DIS, NS, BS, PBC, TAS, Sikap
b. Dependent Variable: Perilaku Berkendara Tidak Aman
kolom paling kanan sebesar 0.000. Dengan nilai p < 0.05, maka hipotesis nihil yang
menyatakan “Tidak ada pengaruh yang signifikan dari sikap terhadap perilaku
boredom susceptibility), jenis kelamin dan interaksi antar variabel sikap dan
variabel TAS terhadap perilaku berkendara tidak aman” ditolak. Artinya ada
pengaruh yang signifikan dari variabel sikap terhadap perilaku berkendara, norma
jenis kelamin dan interaksi antar variabel sikap dan variabel TAS terhadap perilaku
kesembilan independent variable yang ada mana yang dampaknya signifikan dan
mana yang tidak memprediksi perilaku berkendara tidak aman. Untuk hal ini
dilakukan uji t terhadap koefisien regresi dari setiap independent variable yang ada
dan disajikan pada tabel 4.7. Untuk mengetahui apakah koefisien regresi signifikan
atau tidak, dapat dilihat pada kolom paling kanan. Jika nilai p < 0.05 maka koefisien
dari masing-masing IV terhadap perilaku berkendara tidak aman dapat dilihat pada
tabel 4.7.
Tabel 4.7
Koefisien Regresi (standardized) dari sembilan IV dalam Memprediksi Perilaku
Berkendara Tidak Aman
B Β S.e. T-value P-value
Perilaku Berkendara Tidak
Aman on
(Constant) -32.452 17.828 -1.820 0.070
Sikap 1.036 1.022 0.335 3.055 0.002
Norma Subjektif -0.172 -0.163 0.053 -3.101 0.002
Perceived Behavioral Control 0.202 0.179 0.064 2.808 0.005
Thrill and Advanture Seeking 1.259 1.273 0.318 3.996 0.000
Experience Seeking -0.004 -0.003 0.054 -0.060 0.953
Disinhibition 0.116 0.100 0.055 1.838 0.066
Boredom Susceptibility 0.159 0.124 0.055 2.237 0.025
Jenis Kelamin -1.435 -0.078 0.051 -1.525 0.127
Sikap x TAS -.0.018 -1.535 0.544 -2.824 0.005
(PBC), thrill and advanture seeking (TAS), boredom susceptibility (BS) dan
interaksi antara sikap dengan TAS yang signifikan pengaruhnya terhadap perilaku
berkendara tidak aman. Adapun penjelasan dari nilai koefisien regresi yang
1.036 dengan nilai p = 0.002 (p < 0.05), dengan demikian sikap memiliki
positif dalam koefisien regresi ini menyatakan jika sikap individu semakin
individu, maka semakin tinggi perilaku individu dalam berkendara tidak aman.
individu semakin tinggi, semakin tinggi pula perilaku berkendara tidak aman
individu tersebut.
4. Variabel thrill and advanture seeking memiliki koefisein regresi sebesar 1.259
dengan nilai p = 0.000 (p < 0.05), dengan demikian thrill and advanture
tidak aman. Artinya, tanda positif dalam koefisien regresi ini menyatakan jika
thrill and advanture seeking individu semakin tinggi, semakin tinggi pula
nilai p = 0.953 (p > 0.05), dengan experience seeking tidak memiliki pengaruh
aman. Tanda positif dalam koefisien regresi ini menyatakan jika boredom
8. Variabel jenis kelamin memiliki koefisien regresi sebesar -1.435 dengan nilai p
= 0.127 (p > 0.05), dengan demikian jenis kelamin tidak memiliki pengaruh
9. Variabel interaksi antara sikap dengan TAS memiliki koefisien sebesar -0.018
dengan nilai p = 0.005 (p< 0.05), dengan hasil interaksi antara sikap dengan
aman. Hal ini berarti hasil interaksi antara sikap dengan thrill and advanture
aman. Ketika sikap individu negatif terhadap perilaku berkendara tidak aman,
maka semakin tinggi pula individu berperilaku berkendara yang tidak aman.
varians dependent variable yaitu perilaku berkendara tidak aman dari masing-
setiap melakukan analisis regresi. Dalam hal ini penulis dapat menghitung
tabel 4.8.
75
Tabel 4.8
Proporsi Varians DV Berdasarkan Sumbangan Masing-Masing IV
Model R2 R2-change F Change df1 df2 Sig.
R2 Sikap .112 .112 31.787 1 253 .000
2
R Norma Subjektif .128 .016 2.388 1 252 .032
2
R PBC .161 .033 9.759 1 251 .002
2
R thrill and advanture seeking .287 .127 45.743 1 250 .000
2
R experience seeking .289 .002 .759 1 249 .405
2
R disinhibition .301 .012 4.717 1 248 .042
2
R boredom susceptibility .317 .016 4.667 1 247 .017
2
R jenis kelamin .323 .006 2.045 1 246 .149
2
R sikap x TAS .343 .020 7.329 1 245 .006
p < 0.05.
4. Variabel pencarian sensasi dan petualangan atau thrill and adventure seeking
p < 0.05.
> 0.05.
varians dari masing-masing independent variable besar, dalam hal ini adalah
control, sensation seeking, jenis kelamin dan interaksi variabel sikap dengan
variabel thrill and advanture seeking terhadap perilaku berkendara tidak aman.
Adapun R2-change dari independent variable besar dapat dilihat pada tabel 4.9.
77
Tabel 4.9
Proporsi Varians DV Berdasarkan Sumbangan Masing-Masing IV Besar
Model R2 R2-change F Change df1 df2 Sig.
2
R YX1 .112 .112 31.787 1 253 .000
2
R YX1X2 .128 .016 2.388 1 252 .032
2
R YX1X2X3 .161 .033 9.759 1 251 .002
2
R YX1X2X3X4 .317 .156 14.326 4 247 .000
2
R YX1X2X3X4X5X6X7X8 .323 .006 2.045 1 246 .149
2
R YX1X2X3X4X5X6X7X8X9 .343 .020 7.324 1 245 .006
Keterangan :
Salah satu asumsi dalam regresi yang harus dipenuhi agar hasil analisis regresi
dapat dipercaya adalah bahwa distribusi frekuensi dari residual mengikuti distribusi
normal. Apabila residual berada disekitar garis harapan untuk kurva normal, dapat
disimpulkan bahwa persamaan regresi ini memiliki error atau residual yang
Dari gambar 4.1 dan 4.2 dapat dilihat bahwa distribusi dari residual yang dihasilkan
adalah normal. Dengan demikian, uji hipotesis dan penelitian dengan analisis
Pada bab ini, penulis memaparkan lebih lanjut hasil dari penelitian yang telah
dilakukan. Bab ini terdiri dari tiga bagian yaitu kesimpulan, diskusi, dan saran.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data penelitian maka kesimpulan yang dapat diambil dari
penelitian ini adalah ada pengaruh yang signifikan dari sikap terhadap perilaku
kelamin dan interaksi antara sikap dengan TAS terhadap perilaku berkendara tidak
aman.
dipengaruhi oleh sikap, norma subjektif, perceived behavioral control, thrill and
advanture seeking, boredom susceptibility dan interaksi antara sikap dengan thrill
Berdasarkan hasil dari uji hipotesis yang telah dilakukan, terdapat enam
sepeda motor tidak aman pada mahasiswa/i UIN Syarif Hidayatullah Jakarta antara
lain, sikap, perceived behavioral control, thrill and advanture seeking, dan
variabel norma subjektif dan interaksi antara variabel sikap dengan variabel thrill
80
81
5.2 Diskusi
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa dari sembilan
perilaku berkendara tidak aman secara signifikan. Keenam variabel tersebut antara
lain, sikap, norma subjektif, perceived behavioral control, thrill and advanture
seeking, boredom susceptibility dan interaksi antara variabel sikap dengan TAS.
Hasil penelitian menemukan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari sikap
terhadap perilaku berkendara tidak aman. Variabel ini berpengaruh positif dan
signifikan terhadap perilaku berkendara tidak aman. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Tunnicliff, et al. (2012) dan Watson et al.
(2007) yang menyatakan bahwa sikap memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
perilaku berkendara tidak aman. Individu dengan sikap yang tinggi atau positif
juga lebih tinggi. Individu dengan sikap yang tinggi atau cenderung positif terhadap
perilaku mengendarai sepeda motor yang tidak aman ini menganggap bahwa
menyalip, berkendara bukan pada lajurnya ini bukan sebagai hal yang berbahaya.
Oleh sebab itu kecenderungan individu untuk mengendarai sepeda motor secara
tidak aman sangat mungkin terjadi. Perilaku yang ditampilkan seseorang sesuai
ini berpengaruh terhadap DV secara signifikan dan hal ini sejalan dengan studi yang
dilakukan oleh Tunnicliff et al. (2012), Watson (2007), dan Elliot (2010). Menurut
asumsi theory planned of behavior, dari ketiga hal yaitu sikap, norma subjektif, dan
PBC atau persepsi dalam mengontrol perilaku, PBC ini lah yang memang bisa
langsung untuk mengukur suatu perilaku. Ketika individu merasa ada faktor yang
dapat memfasilitasi dalam berperilaku dalam hal ini mengendarai sepeda motor
dengan tidak aman, maka akan muncullah perilaku mengendarai sepeda motor
dengan tidak aman itu. Kemudian untuk variabel norma subjektif berpengaruh
secara signifikan terhadap perilaku mengendarai sepeda motor yang tidak aman
namun dalam penelitian kali ini variabel ini memiliki muatan negatif (-). Hal ini
terjadi karena alat ukur yang penulis gunakan adalah norma yang mengacu pada
perilaku mengendarai sepeda motor yang aman, sehingga ketika hasil yang
didapatkan adalah negatif, berarti hal ini benar bahwa ketika individu memiliki nilai
rendah terhadap norma baik yang diberikan orang sekitarnya maka perilaku
berbahaya dalam hal ini adalah perilaku mengendarai sepeda motor tidak aman ini
berkendara tidak aman. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Constatinou et al. (2011), Jonah (1997), Scott et al. (2009) dan Ge
et al. (2014). Individu yang memiliki keinginan dalam mencari sensasi dan
yang lebih tinggi, dan menyukai hal-hal yang merupakan tantangan bagi dirinya.
Dalam hal berkendara individu dengan nilai thrill and advanture seeking yang
tinggi ini tidak merasa takut dalam menampilkan perilaku yang cenderung memiliki
resiko tinggi dan berbahaya baik bagi dirinya maupun orang lain, berani mengambil
sensasi dan petualangan yang tinggi pada pengendara motor akan membuat
Individu dengan tingkat pencarian sensasi dan petualangan ini cenderung ingin
memenuhi kebutuhannya dan rasa penasarannya akan hal-hal menantang dan penuh
resiko ini salah satunya dengan mengendarai sepeda motor dengan tidak aman.
Selanjutnya, Jonah (1997), Jonah et al. (2001), Scott et al. (2009) dan Ge et
al. (2014) juga memaparkan bahwa individu dengan boredom susceptibility atau
tingkat kerentanan terhadap hal-hal yang rutin tinggi juga cenderung menjadi faktor
kebosanan yang tinggi ini memiliki kemungkinan besar untuk berkendara tidak
aman karena tidak suka dengan hal-hal yang menurutnya membosankan seperti
menunggu, mengantri, atau ketika terjebak di kemacetan. Individu ini akan mencari
jalan pintas agar ia terlepas dari hal-hal yang membosankan, dalam kasus ini seperti
akan menaiki trotoar agar bisa sampai di tempat tujuan lebih cepat, memotong jalan
Pada penelitian kali ini juga dilihat interaksi antara variabel sikap dengan
variabel pencarian sensasi dan petualangan. Hasil interaksi ini ternyata berpengaruh
84
yang artinya bahwa individu ini menganggap perilaku berkendara seperti ini
berbahaya namun apabila disertai keinginan dan rasa ingin tahu yang tinggi akan
hal-hal yang menantang dan mampu meningkatkan adrenalin yang tinggi, maka
diasumsikan perilaku mengendarai sepeda motor yang berbahaya pun dapat terjadi.
Dalam penelitian ini terdapat beberapa variabel yang terbukti tidak memiliki
pengaruh terhadap perilaku perilaku berkendara tidak aman. Hal ini terkadang
tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku berkendara tidak aman antara lain
terhadap perilaku berkendara tidak aman. Hal ini bertentangan dengan penelitian
terdahulu yang dilakukan oleh Jonah (1997), Jonah et al. (2001), dan Ge et al.
(2014). Penulis berasumsi bahwa pada penelitian sebelumnya dimensi dari variabel
sensation seeking yang hampir selalu memiliki pengaruh paling besar terhadap
perilaku berkendara tidak aman adalah thrill and advanture seeking, disinhibition
tidak aman. Namun hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Constatinou et al. (2011), di mana dalam studinya variabel experience seeking
ini memiliki korelasi yang paling rendah diantara dimensi yang lain dan dianggap
85
kurang mewakili sebagai faktor yang berkaitan dan berpengaruh terhadap perilaku
terhadap perilaku mengendarai sepeda motor yang tidak aman. Variabel ini
mempengaruhi secara negatif tetapi tidak signifikan. Penelitian yang dilakukan oleh
Nayum (2008), Fernandez dan Job (2006), dan Amirfakhrei et al. (2013) dikatakan
bahwa laki-laki lebih mudah untuk melakukan perilaku berkendara tidak aman
dalam penelitian kali ini sejalan dengan penelitian terdahulu walau memiliki
pengaruh negatif. Asumsi penulis hal ini dikarenakan bahwa sampel yang terlibat
dalam penelitian mengenai perilaku berkendara tidak aman ini didominasi oleh
perempuan, sehingga ketika nilai koefisien menunjukkan arah negatif (-) berarti
benar adanya bahwa laki-laki yang lebih besar memiliki kecenderungan untuk
5.3 Saran
Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh
karena itu penulis membagi saran menjadi dua, yaitu saran metodologis dan saran
praktis. Saran tersebut dapat dijadikan pertimbangan bagi penelitian lain yang akan
di sampel dari wilayah popuasi yang berbeda, dengan kriteria usia yang
beragam pula. Diharapkan hasil penelitiannya pun akan bervariasi dan lebih
motor di jalanan.
2. Karena intensi belum diukur dalam penelitian ini yang sesuai berdasarkan teori
terhadap dependen variabel ini yaitu perilaku berkendara tidak aman terhadap
3. Untuk pengukuran variabel sikap akan lebih baik jika pernyataan disusun
dengan kalimat yang lebih menyatakan untuk mengevaluasi suatu hal dalam
hal ini skala sikap yang digunakan oleh penulis hanya tiga item yang mampu
4. Item-item alat ukur bisa dikembangkan lebih banyak lagi jumlahnya agar
variasi dari faktor-faktor yang terlibat bisa terlihat lebih besar lagi.
pengendara sepeda motor, maka ada beberapa saran praktis yang dapat
negatif yang akan terjadi jika mengendarai sepeda motor secara berbahaya.
mampu memacu adrenalin ke hal-hal yang lebih positif, khususnya dalam hal
Ajzen, I. (2005). Attitudes, personality, and behavior (2nd ed). England: McGraw-
Arnett, J., Offer, D., & Fine, M.A. (1997). Reckless driving in adolescence : ‘State”
and “trait” factors. Accident Analysis and Prevention, 29(1), 57 – 63
88
89
Badan Pusat Statistik. (2014). Statistik transportasi darat. Indonesia: Badan Pusat
Statistik
Baron, R.A., & Byrne, D. Social psychology, Psikologi sosial ( 10thed). Ratna D,
Melania M.P, Dyah Y, &Lita P.L (terj). (2005). Jakarta :Erlangga
Chaplin, J.P. (2008). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Chen, C.F., & Chen, C.W. (2011). Speeding for fun? Exploring the speeding
behavior of riders of heavy motorcycles using the theory of planned
behavior and psychological flow theory. Accident Analysis and Prevention,
43, 983-990. doi: 10.1016/j.aap.2010.11.025
Dahlen, E.R., & White, R.P. (2006). The big five factors, sensation seeking, and
driving anger in the prediction of unsafe driving. Personality and
Individual Differences, 41, 903 – 915. doi: 10.1016/j.paid.2006.03.016
Darker, C.D., French, D.P., Eves, F.F., &Sniehotta, F.F. (2010). An investigation to
promote walking among the general population based on an ‘extended’
theory of planned behavior: A waiting list randomized controlled trial.
Psychology and Health, 25(1), 71 – 88. doi: 10.1080/08870440902893716
Dulla, C.S., & Geller, E.S. (2003). Risky, aggressive, or emotional driving:
Addressing the need for consisten communication in research. Journal of
Safety Research, 34, 559-566. doi: :10.1016/j.jsr.2003.03.004
Fernandez, R., Job, R.F.S., & Hatfield, J. (2007). A challenge to the assumed
generalizability of prediction and countermeasure for risky driving :
Different factors predict different risky driving behaviors. Journal of Safety
Research, 38, 59 – 70. doi :10.1016/j.jsr.2006.09.003
Francis, J., Eccles, M., Johnston, M., Walker, A., Grimshaw, J., Foy, R., Kaner,
E.,Smith, L., &Bonetti, D. (2004). Constructing questionnares based on
the theory of planned behaviour: A manual for health services
researchers.United Kingdom: Centre for Health Services Research
University of Newcastle
Huang, Y. (2014). Analysis of risky and aggressive driving behavior among adult
Iowans. Graduate Theses and Dissertations.USA : Iowa State University
Jafarpour, S., & Movaghar, V.R. (2014). Determinants of risky driving behavior : A
narrative review. Medical Journal of The Islamic Republic of Iran, 28, 142
Jonah, B.A. (1997). Sensation seeking and risky driving: A review and synthesis of
the literature. Accident, Analysis and Prevention, 29(5), 651 – 665. doi :
10.1016/0001-4575/97
91
Jonah, B.A., Thiessen, R., & Yeung E.A. (2001). Sensation seeking, risky driving,
and behavioral adaptation.Accident Analysis and Prevention, 33, 679 –
684. doi: 10.1016/0001-4575(00)00085-3
King, L.A. (2011). The science of psychology : An appreciative view (2nded). New
York : McGraw- Hill International Edition
Kraft, P., Rise, J.,Sutton, S., & RØysamb, E. (2005).Perceived difficulty in the
theory of planned behavior: Perceived behavioural control or affective
attitude?. British Journal of Social Psychology, 44, 479 – 496. doi:
10.1348/014466604XI7533
Mischel, W., Shoda, Y.,& Smith, R.E. (2004). Introduction to personality : Toward
an integration (7thed). USA : John Wiley & Sons, Inc
Nabi, H.,et.al. (2004). Type A behavior pattern, risky driving behaviors, and serious
road traffic accidents : A prospective study of the GAZEL cohort.
American Journal of Epidemiology, 161, 9.doi : 10.1093/aje/kwi110
Nayum, A. (2008). The role personality and attitudes in predicting risky driving
behavior. Oslo : University of Oslo
Putra, Y.M.P. (2013). Polri: Motor sumbangkan kecelakaan paling besar. Diunduh
25 Februari 2015 dari http://www.republika.co.id/berita/nasional/
jabodetabeknasional/13/04/26mlv5tg-polri-motor-sumbang-angka
kecelakaan-paling-besar
92
Santoso, G,A. (2014). Psikologi lalu lintas :Perkembangan, tantangan, dan peluang.
Depok: Universitas Indonesia
Schwebwl, D.C., Severson, J., Ball, K.K., & Rizzo, M. (2006). Individual
differences factors in risky driving: The roles of anger/hostility,
conscientiousness, and sensation seeking. Accident Analysis and
Prevention, 38, 801 – 810. doi: 10.1016/j.aap.2006.02.004
Scott, P., et al. (2009). Understanding the psychosocial factors influencing the risky
behaviour of young drivers. Transportation Research. Part F: Traffic
Psychology and Behaviour, 12(6), 470-482.
Theresia, A. (2013). 2014, Jakarta macet total. Diunduh tanggal 12 Februari 2015
dari https://metro.tempo.co/read/news/2013/07/30/083501064 / 2014
jakarta-macet-total
Tjahjono, T., & Subagio, I. (2011). Analisis keselamatan lalu lintas jalan. Bandung:
LubukAgung
Tunnicliff, D., et.al. (2012). Understanding the factors influencing safe and unsafe
motorcycle rider intention. Accident Analysis and Prevention, 49, 133 –
141. doi :10.1016/j.aap.2011.03.012
Wade, C., & Travis, C. Psychology, Psikologi (9thed). Benedictine Widyasinta& Ign.
DarmaJuwono (terj). (2007). Jakarta :Erlangga
Walker, I. (2005). Psychological factors affecting the safety of vulnerable road user:
A review of the literature. Bath : University of Bath
Ward, N.J., Otto, J., &Linkenbach, J. (2014).A primer for traffic safety culture.ITE
Journal, 42 – 47. Retrieved from http:// www.westerntransportation
institute.org/documents/centers/chsc/ITEJMayTrafficSafetyCulturePrimer
_Ward_Otto_linkenbach.pdf
Yan, G., et al. (2014). The effect of stress and personality on dangerous driving
behavior among Chinese driver. Accident Analysis and Prevention, 73, 34-
40. doi:1 0.1016/j.aap.2014.07.024 0001-4575/
94
Zuckerman, M., Eysenck, S., &Eysenck, H.J. (1978). Sensation seeking in england
and america: cross-cultural, age, and sex comparisons. Journal of
Consulting and Clinical Psychology. 46 (1), 139-149
LAMPIRAN PATH DIAGRAM
SIKAP
100
NORMA SUBJEKTIF
101
THRILL AND ADVENTURE SEEKING
EXPERIENCE
SEEKING
102
DISINHIBITION
BOREDOM SUSCEPTIBILITY
103