Anda di halaman 1dari 124

PENGARUH SELF-ESTEEM, SOCIAL COMPARISON, THIN

IDEAL INTERNALIZATION, DAN RASA SYUKUR


TERHADAP BODY DISSATISFACTION IBU
PASCAMELAHIRKAN

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Psikologi (S.Psi)

Oleh:
Ismi Faiza Shawli
NIM: 1113070000131

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA
1440 H / 2019
PENGARUH SELF-ESTEEM, SOCIAL COMPARISON, THIN
IDEAL INTERNALIZATION, DAN RASA SYUKUR
TERHADAP BODY DISSATISFACTION IBU
PASCAMELAHIRKAN

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Psikologi (S.Psi)

Oleh:
Ismi Faiza Shawli
NIM. 1113070000131

Pembimbing

Ikhwan Luthfi, M. Psi


NIP. 197307102005011006

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA
1440 H / 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul “PENGARUH SELF-ESTEEM, SOCIAL COMPARISON,


THIN IDEAL INTERNALIZATION DAN RASA SYUKUR TERHADAP
BODY DISSATISFACTION IBU PASCAMELAHIRKAN” telah diujikan
dalam sidang munaqosyah Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pada 4 September 2019. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar sarjana psikologi (S.Psi) pada Fakultas Psikologi.

Sidang Munaqosyah

Dekan/ Wakil Dekan/


Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Dr. Zahrotun Nihayah, M.Si Bambang Suryadi, Ph.D


NIP. 196207241989032001 NIP. 197005292003121002

Anggota

Neneng Tati Sumiati, M.Si., Psikolog Ilmi Amalia, M.Psi., Psikolog


NIP. 197303282000032003 NIP. 198210142011012005

Ikhwan Lutfi, M.Psi


NIP. 19730710200511006
LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1.   Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2.   Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3.   Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 22 Agustus 2019

Ismi Faiza Shawli


NIM. 1113070000131
ABSTRAK

A)   Fakultas Psikologi
B)   September 2019
C)   Ismi Faiza Shawli
D)   Pengaruh Self-Esteem, Social Cmparison, Thin Ideal Internalization dan
Rasa Syukur terhadap Body Dissatisfaction ibu pascamelahirkan
E)   xiii + 87
F)   Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variable self-esteem,
social comparison, thin ideal internalization dan rasa syukur terhadap
body dissatisfaction pada ibu pascamelahirkan di Jabodetabek. Subjek
penelitian ini berjumlah 201 ibu pascamelahirkan yang diambil dengan
teknik non-probability sampling. Penulis memodifikasi alat ukur yang
terdiri dari Body Image Rating Scale (BIRS), Upward and Downward
Comparison Scale (UDACS), State Self-Esteem Scale (SSES),
Sociocultural Attitudes Toward Appearance Questionnaire-3 (SATAQ-
3), CFA (Confirmatory Factor Analysis) digunakan untuk menguji
validitas alat ukur dan Multiple Regression Analysis digunakan sebagai
teknik untuk menguji hipotesis penelitian.
Hasil penelitian menunjukan bahwa ada pengaruh secara bersama
sama dari self-esteem, social comparison, thin ideal internalization dan
rasa syukur pada ibu pascamelahirkan di Jabodetabek sebesar 78%. Hasil
uji hipotesis minor menunjukan bahwa tiga variabel memiliki pengaruh
yang signifikan antara lain upward comparison, thin ideal internalization
dan rasa positif bersyukur.
Saran untuk penelitian selanjutnya agar dapat memperkaya IV dari
body dissatisfaction dengan variabel demografi, seperti tingkat konsumsi
media massa, media sosial ataupun perkembangan zaman pada saat ini.
Penelitian selanjutnya juga dapat menyempurnakan penelitian ini dengan
variabel usia, agar dapat diperluas atau dispesifikasi lagi sehingga hasil
penelitiannya lebih baik.
G)   Bahan bacaan: 47; 8 buku + 36 jurnal + 3 skripsi
ABSRACT

A)   Faculty of Psychology
B)   September 2019
C)   Ismi Faiza Shawli
D)   The Influence of Self-Esteem, Social Comparison, Thin Ideal
Internalization and Gratitude on Postpartum Mother Body Dissatisfaction
E)   Xiii + 87
F)   This study aims to determine the effect of variable self-esteem, social
comparison, thin ideal internalization and gratitude on body dissatisfaction
of postpartum mothers in Jabodetabek. The subject in research is 201
postpartum mothers in Jabodetabek which were taken with non-probability
sampling techniques. The researchers modify scales consist of Body Image
Rating Scale (BIRS), Upward and Downward Comparison Scale (UDACS),
State Self-Esteem Scale (SSES), Sociocultural Attitudes Toward
Appearance Questionnaire-3 (SATAQ-3). CFA (Confirmatory Factor
Analysis) was used to test the validity of instrument and Multiple
Regression Analysis was used as technique to test the research hypothesis.
The results showed that there is an effect of social comparison, self-
esteem, thin ideal internalization and gratitude on body dissatisfaction of
postpartum mothers at 78%. Minor hypothesis test result indicated three
variables that have significant influences among others; upward
comparison, thin ideal internalization and gratitude.
Any suggestion for another research is to enrich body
dissatisfaction’s independent variable with demographic variable as if
quantity of use media massa, social media or the development of the times
as this time. Another research can improve age as independent variable to
be enlarge or to be specified to make this research better.
G)   Refrence: 47; 8 books + 36 journals + 3 thesis
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur peneliti ucapkkan kehadirat Allah SWT

atas segala rahmat dan hidayah yang diberikan-Nya sehingga peneliti dapat

menyelesaikan penelitian ini lancer. Shalawat serta salam semoga tetap Allah

limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, atas segala perjuangannya sehingga kita

dapat merasakan indahnya hidup dibawah naungan Islam.

Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti menyadari bahwa terselesaikannya

skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu,

perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1.   Dr. Zahrotun Nihayah, M. Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya, yang memberikan peneliti

kesempatan belajar selama 4 tahun lebih di Fakultas Psikologi.

2.   Ikhwan Luthfi, M.Psi., sebagai dosen pembimbing skripsi. Peneliti

mengucapkan terima kasih atas segala arahan, bimbingan, masukan,

motivasi, kritik, serta koreksi dalam pengerjaan skripsi ini.

3.   Zulfa Indira Wahyuni, M.Psi., Psikolog, sebagai dosen pembimbing kelas

D angkatan 2013.

4.   Para Dosen & Staff akademik Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta atas segala ilmu dan bantuan yang diberikan selama peneliti

menyelesaikan studi.
5.   Orang tua, mertua dan suami peneliti; Bapak Drs. Syauki Muchsin, M.Pd,

Ibu Yeli Yulianingsih, Ibu Syahriah, M.Pd serta suami tercinta Faqih

Khairul Fikri, S.Psi yang selalu memberikan do’a, kasih sayang, pengertian,

perhatian dan dukungan baik moril maupun materil.

6.   Ainayya Shakeela Jasmine, penyemangat nomor 1 Ibu. Terimakasih Nak

sudah hadir dalam hidup Ibu. Semoga Ibu bisa jadi contoh yang baik untuk

Nayya. Aamiin.

7.   Teman-teman “HYT” khususnya Acah, Karin, Ani yang dengan suka rela

membantu peneliti menyelesaikan olah data, terimakasih atas waktu yang

disediakan dan bersedia membantu.

8.   Para responden penelitian yang sudah membantu berjalannya penelitian ini.

Tanpa kalian penelitian ini tidak bisa berlangsung, terima kasih banyak.

9.   Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

berkontribusi dalam penelitian ini. Pencapaian ini tidak akan terwujud tanpa

bantuan dari kalian semua.

Peneliti menyadari bahwa segala bentuk kekurangan yang disengaja

maupun tidak disengaja akan menjadi bahan perbaikan untuk menjadi lebih

baik. Peneliti berharap semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat

kepada setiap pembaca.

Jakarta, 22 Agustus 2019

Peneliti
BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab pendahuluan peneliti menjelaskan mengenai latar belakang masalah,

pembatasan, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika

penelitian.

1.1  Latar Belakang

Fenomena mengenai ketidakpuasan bentuk tubuh atau body dissatisfaction yang

menunjukan kondisi tidak sesuai fakta dengan keinginan telah dialami oleh pria

maupun wanita. Khususnya pada wanita, body dissatisfaction kerap kali menjadi

masalah tersendiri (Neumark-Sztainer, Paxton, Hannan, Haines & Story, 2006).

Neumark-Sztainer, Paxton, Hannan, Haines & Story (2006) memaparkan bahwa

sebagain besar wanita menyatakan tidak puas atau tidak senang terhadap tubuh

(body dissatisfaction), karena adanya gambaran negatif mengenai bentuk tubuh

mereka. Wanita memiliki perhatian yang besar terhadap penampilannya sehingga

rela melakukan berbagai cara demi penampilan yang memuaskan.

Baik pria maupun wanita memiliki rentang kehidupan yang berbeda. Pada

masa dewasa awal, biasanya seorang wanita telah memasuki gerbang kehidupan

yang baru (menikah, memiliki anak, dll). Hurlock (1999) mengatakan bahwa masa

dewasa awal dimulai pada usia 18 hingga 40 tahun. Sedangkan Papalia, Olds &

Feldman (2001) mengungkapkan bahwa kelompok dewasa awal (young adulthood)

berkisar antara usia 20 – 40 tahun dimana pada masa ini terjadi pelepasan peran
sebagai remaja ke peran baru sebagai orang dewasa. Hurlock (2002) orang dewasa

adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima

kedudukannya dalam masyarakat bersama orang dewasa lainnya. Masa dewasa ini

adalah masa pencarian kemantapan dan masa reproduktif yaitu suatu masa yang

penuh dengan masalah dan ketegangan emosional, periode isolasi sosial, periode

komitmen dan masa ketergantungan, perubahan nilai-nilai, kreativitas, dan

penyesuaian diri pada pola hidup yang baru.

Ketika seorang wanita telah masuk gerbang pernikahan, tentu tidak lama

lagi akan merasakan masa-masa kehamilan. Masa kehamilan adalah salah satu

tugas perkembangan yang didambakan oleh sebagian besar wanita yang telah

memasuki kehidupan berumah tangga (Sari, 2009). Kehamilan dan proses

melahirkan menyebabkan terjadinya perubahan kondisi biologis dan psikologis

seorang wanita, sehingga diperlukan beberapa penyesuaian (Hasni, Karini &

Andayani, 2013). Selama masa kehamilan, perempuan juga mengalami perubahan

yang khas dalam segi fisik. Sari & Siregar (2012) menyatakan bahwa perubahan

fisik meliputi payudara mengencang, sering buang air kecil dan merasa lelah serta

adanya kenaikan berat badan dan pembesaran pada bagian perut. Diketahui bahwa

kenaikan berat badan yang ideal pada wanita selama kehamilan sekitar 6,5 – 16,5

kg (Sari, 2009).

Sikap terhadap berat dan bentuk tubuh selama kehamilan memiliki dampak

penting terhadap kenaikan berat badan selama kehamilan dan kesehatan mental ibu

setelah melahirkan (Sari, 2009). Sikap dan persepsi terhadap berat dan bentuk tubuh

disebut juga sebagai body image (Warren & Rio, 2012). Perubahan fisik selama
kehamilan berkonsekuensi terhadap perubahan body image perempuan (Sari &

Siregar, 2012). Henderson & Jones (2006) mengidentifikasi bahwa selain khawatir

tentang bagaimana mereka akan mengatasi nyeri proses melahirkan, ibu juga

mengkhawatirkan tentang body image mereka, terutama apakah mereka akan

kembali ke bentuk tubuh mereka semula setelah melahirkan atau tidak.

Periode pascamelahirkan (post partum) adalah periode setelah kelahiran

bayi atau persalinan, yaitu masa ketika sang ibu menyesuaikan diri baik fisik

maupun psikis dengan proses pengasuhan anak. Periode ini berlangsung kira-kira

selama enam minggu atau hingga tubuh melakukan penyesuaian diri ke keadaan

yang dimiliki sebelum kehamilan (Santrock, 2005). Matlin (2004) menyatakan

bahwa perubahan fisik yang terjadi pascamelahirkan juga berhubungan dengan

bertambahnya ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh (body dissatisfaction) pada

wanita. Ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh pada wanita ini dikarenakan

kehamilan membawa perubahan pada ukuran dan bentuk tubuh yang

mempengaruhi kondisi fisik yang tampak dari luar pada diri seorang ibu

pascamelahirkan. Stein & Fairbun (dalam Jordan, Cadevila & Johnson, 2005)

menjelaskan bahwa setelah melahirkan, tubuh jarang cepat kembali seperti bentuk

tubuh sebelum hamil sehingga banyak wanita yang tidak siap dengan perubahan

fisiknya. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Hisner (dalam

Jordan, Cadevila, & Johnson, 2005) yang mengemukakan bahwa 75% wanita

dewasa muda pascamelahirkan gelisah akan berat badannya dan khawatir dengan

kemungkinan tubuh mereka akan kembali normal seperti sebelum kehamilan.

Terdapat penelitian lain oleh Fischman (Jordan, Cadevila & Johnson, 2005) yang
menemukan bahwa 70% wanita tidak puas dengan tubuhnya enam bulan

pascamelahirkan dan 30% lainnya masih merasa tidak puas lebih dari satu tahun

pascamelahirkan.

Kehamilan dan kelahiran berhubungan dengan perubahan pada bentuk

tubuh dan ukuran tubuh wanita, dan bagi banyak wanita hal tersebut dirasakan

secara negatif sehingga menyebabkan dirinya merasa ketidakpuasan terhadap

bentuk tubuhnya atau merasa citra tubuh negatif (Jenkin & Tiggermann, 1997;

Rallis, Skouteris, Wetheim & Paxton, 2007; Skouteris, Carr, Wetheim, Paxton &

Duncombe, 2005). Penelitian sebelumnya menunjukan bahwa terdapat perbedaan

yang cukup signifikan antara berat badan dan kepuasan bentuk tubuh wanita

sebelum hamil dan setelah melahirkan, hasil penelitian itu menunjukan bahwa

wanita yang telah melahirkan lebih berat 4.88 kg dibandingkan berat badan sebelum

hamil, sehingga hal itu menyebabkan berkurangnya kepuasan pada berat badan dan

bentuk tubuh mereka setelah melahirkan (Jenkin & Tiggemann, 1997). Penelitian

yang sama juga menunjukan bahwa pengalaman ketidakpuasan wanita pada tubuh

ada di posisi puncak yaitu ketika periode setelah melahirkan dibandingkan waktu

sebelum hamil atau kehamilan akhir (Rallis, Skouteris, Wertheim & Paxton, 2007).

Sementara, penurunan ketidakpuasan pada tubuh selain penting untuk

dirinya sendiri, juga ternyata mengacu pada masalah lain. Sebagai contoh, wanita

yang kepuasan tubuhnya rendah pada bentuk tubuhnya, juga kecil kemungkinannya

untuk menyusui (Bames, Stein, Smith, & Pollock, 1997; Foster, Slade, & Wilson,

1996; Walker & Freeland-Graves, 1998). Body dissatisfaction pada wanita dewasa

muda pascamelahirkan menyebabkan menimbulkan keinginan untuk memiliki


bentuk dan ukuran tubuh ideal yang menyebabkan perilaku diet. Perilaku diet yang

dilakukan pada wanita dewasa muda pascamelahirkan berkontribusi pada

perubahan fungsi tubuh wanita sehingga dapat mengakibatkan berkurangnya

asupan nutrisi dan kalori serta menurunnya kualitas ASI (Erbil, Senkul & Basara,

2012).

Kajian mengenai body dissatisfaction ini menjadi penting untuk para ibu

pascamelahirkan. Hal ini terbukti dengan hasil wawancara yang dilakukan oleh

peneliti pada bulan Maret 2019 terhadap sepuluh ibu pascamelahirkan yang

memiliki rentang usia dewasa awal. Sembilan dari sepuluh ibu menyatakan bahwa

mereka merasa tidak puas dengan kondisi tubuhnya saat ini, sehingga sangat

menginginkan tubuhnya kembali seperti semula sebelum masa kehamilan.

Beberapa penelitian sebelumnya mendapatkan beberapa faktor yang

dianggap mempengaruhi body dissatisfaction. Faktor-faktor yang mempengaruhi

body dissatisfaction meliputi: self-esteem (Heatherton & Polivy, 1991), thin ideal

internalization (Vartanian et al., 2013), sensitivitas, poor coping skill (Vander Walk

& Thomas, 2004), locus of control (Pokrajac-Bulian & Zivic-Becirevie, 2005),

kecemasan, depression controlling (Konstanski & Gullone, 1998), emotion

regulation difficulty (Lavender & Tanderson, 2010), self-concept (Thomas,

Ricciardelli & Williams, 2000), kepribadian dan negative affect (Vander Wal &

Thelen, 2000). Parental and peer emphases, karakteristik keluarga (Vander Wal &

Thomas, 2004), marital satisfaction, peer relationship, body mass index (Friedman,

Dixon, Brownwell, Whisman & Wiffley, 1999), parenting style menopausal status

(Sleeve & Tiggerman, 2010), social comparison (Myers & Crowther, 2009),
pendapatan keluarga dan usia (Gjerdingen et al., 2009). Faktor-faktor tersebut

berdasarkan sejumlah penelitian sebelumnya dianggap memiliki korelasi yang

cukup signifikan terhadap body dissatisfaction.

Sebagaimana telah dipaparkan di atas bahwa body dissatisfaction

merupakan hasil dari perilaku membandingkan antara ukuran tubuh seseorang

dengan ukuran tubuh ideal. Pada body dissatisfaction ini perilaku membandingkan

dikaitkan dengan teori social comparison atau perbandingan sosial. Perbandingan

sosial merupakan salah satu penyebab munculnya perasaan tidak puas (body

dissatisfaction) terutama pada wanita. Hal ini dibuktikan oleh Myers & Crowther

(2009) dalam penelitian meta analisisnya yang menyebutkan bahwa ketika individu

telah berindikasi dalam perilaku perbandingan sosial, maka mereka memiliki

tingkat kecenderungan yang tinggi terhadap body dissatisfaction. Sependapat

dengan Myres & Crowther (2009), Vartanian & Dey (2013) dalam penelitiannya

juga menyimpulkan bahwa perbandingan sosial berkorelasi secara positif terhadap

body dissatisfaction. Perbandingan sosial dapat menjadi variabel moderator dalam

korelasi antara thin ideal internalization dan body dissatisfaction. Selain menjadi

moderator, perbandingan sosial juga secara langsung dapat mempengaruhi body

dissatisfaction.

Semakin sering seorang wanita membandingkan tubuhnya dengan tubuh

wanita lain menyebabkan mereka semakin tidak puas dengan tubuhnya.

Perbandingan sosial merupakan salah satu faktor yang cukup penting dalam

pembentukan body image yang kemudian akan mempengaruhi kepuasan tubuh

seseorang (Jones, 2001). Perbandingan sosial dibedakan menjadi dua dimensi yaitu
upward comparison (perbandingan ke atas) dan downward comparison

(perbandingan ke bawah). Seseorang tidak membandingkan diri dengan target yang

setara dengannya, melainkan melakukan perbandingan dengan berbagai tingkat

preferensi terhadap target yang lebih tinggi atau lebih rendah dari dirinya (O’Brien

et al., 2009).

O’Brien et al., (2009) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa

seseorang yang melakukan perbandingan sosial ke atas (upward comparison)

cenderung mengalami ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh karena target yang

dijadikan perbandingan merupakan orang dengan bentuk tubuh yang jauh lebih baik

daripada dirinya sehingga pada akhirnya terjadi kompensasi beresiko terhadap

perilaku tidak puas. Seseorang yang melakukan perbandingan ke bawah (downward

comparison) ditemukan cenderung puas dengan bentuk tubuhnya. Hal ini

dikarenakan dengan membandingkan diri terhadap orang lain yang tidak lebih baik

bentuk tubuhnya membuat seseorang mendapatkan perasaan yang positif yang

membuat dirinya puas dengan bentuk tubuhnya terlepas dari titik awal evaluasi diri

yang dilakukannya.

Faktor lainnya yang cukup berpengaruh dengan body dissatisfaction adalah

self-esteem. Pada kasus body dissatisfaction, self-esteem atau harga diri sangat

dipengaruhi oleh persepsi negatif dari individu yang berhubungan dengan berat

badan dan bentuk tubuh (Daley et al., 2008). Penelitian Daley et al., (2008) ini

mengenai pasien penderita bulimia nervosa, ia mendapatkan hasil bahwa

kemungkinan besar penderita bulimia nervosa yang memiliki self-esteem yang

rendah berhubungan dengan body dissatisfaction. Penelitian Porkarajac-Bulian &


Zivic-Becirevic (2005) memaparkan bahwa penghargaan terhadap diri (self-

esteem) sangat penting dalam pengembangan citra tubuh yang positif, karena tubuh

menurut pandangan orang lain merupakan hal pertama yang dinilai dalam kontak

sosial. Sementara seorang individu dapat berhasil menyembunyikan beberapa

karakterisitiknya, kadang-kadang bahkan untuk jangka waktu yang lama, tubuh

selalu terkena tatapan dan penilaian dari orang lain.

Menurut Heatherton & Polivy (1991) self-esteem dibedakan menjadi tiga

dimensi yaitu performance self-esteem, social self-esteem, dan physical

appearance self-esteem. Dalam penelitiannya, Heatherton & Polivy (1991)

mengungkapkan bahwa seseorang yang memiliki performance self-esteem yang

tinggi percaya bahwa mereka cukup pintar dan memiliki kemampuan yang baik

dalam caranya memperoleh tubuh yang ideal. Dibuktikan dengan hasil

penelitiannya bahwa performance self-esteem mempengaruhi body dissatisfaction

dengan nilai koefisien negatif, yang berarti performance self-esteem yang rendah

mempengaruhi individu mengalami body dissatisfaction. Sedangkan seseorang

yang memiliki social self-esteem yang tinggi cenderung peduli terhadap pandangan

orang lain tentang bentuk tubuhnya dan berpengaruh terhadap body dissatisfaction.

Sehingga individu yang rendah social self-esteem-nya sering kali cemas dalam

pengalam sosialnya dan kerap khawatir akan bagaimana orang lain memandang

tubuhnya. Sementara physical appearance self-esteem mempengaruhi seseorang

dalam melihat kondisi fisik tubuhnya, bagaimana agar terlihat menarik dan

menjadikan stigma positif untuk dirinya.


Thin ideal internalization juga memiliki pengaruh terhadap body

dissatisfaction. Thin ideal internalization atau internalisasi mengenai tubuh yang

ideal merupakan bagaimana seorang individu dengan kemampuan kognisinya

memandang lingkungan sosial dan mendefinisikan tubuh yang ideal berdasarkan

kedekatannya dengan lingkungan sosial tersebut (Thompson & Heinberg, 1999).

Thin ideal internalization ini menurut Vartanian & Dey (2013) dalam penelitiannya

merupakan frekuensi yang ditampilkan media kepada kebanyakan wanita terhadap

sesuatu yang diinginkannya. Konsekuensinya, wanita yang menginternalisasikan

tubuh ideal menurutnya dan gagal memperoleh penilaian yang ideal akan

cenderung memiliki perasaan negatif terhadap bentuk tubuhnya. Dalam

penelitiannya ini, Vartanian & Dey (2013) menyimpulkan bahwa thin ideal

internalization pada wanita setelah melakukan perbandingan dengan figur yang

diinternalisasikan memiliki tubuh ideal olehnya membuat konsep diri terhadap

persepsi tuuhnya rendah. Dalam kondisi ini, wanita cenderung mempersepsikan

tubuh secara negatif dan mengalami body dissatisfaction.

Selain beberapa faktor tersebut, terdapat pula pengaruh usia menjadi

variabel moderator antara social comparison terhadap body dissatisfaction (Myers

& Crowther, 2009). Disebutkan juga dalam penelitiannya bahwa individu dengan

usia muda memiliki afeksi negatif yang lebih besar dalam penampilan tubuhnya

dibanding individu dengan usia yang lebih tua. Augustus-Horvath & Tylka (2011)

melalui penelitiannya mendapatkan hasil bahwa individu dengan rentang usia

dewasa muda dan dewasa madya memiliki kesamaan tingkat body dissatisfaction-
nya, sedangkan pada individu dalam rentang usia dewasa akhir cenderung tidak

pedulu dalam penampilan fisiknya lagi.

Faktor lain yang mempengaruhi body dissatisfaction adalah rasa syukur.

Listiyandini et al., (2015) mendefinisikan bersyukur sebagai perasaan berterima

kasih, bahagia, serta apresiasi atas hal-hal yang diperoleh selama hidup, baik dari

Tuhan, manusia, makhluk lain, dana lam semesta yang kemudian mendorong

seseorang untuk melakukan hal yang sama seperti yang ia dapatkan. Peneliti

memilih rasa syukur menjadi variable dalam penelitian mengenai body

dissatisfaction ini karena ketika kita bersyukur, akan memunculkan rasa puas

terhadap sesuatu yang dimiliki maupun peristiwa yang sedang atau telah dialami.

Smolak (2004) menyatakan bahwa seseorang yang mengalami ketidakpuasan

terhadap bentuk tubuhnya jika gemuk akan mengalami depresi dan gangguan pada

nafsu makannya. Ketidaksesuaian bentuk tubuh akan memunculkan sifat tidak puas

pada dirinya. Sesorang yang merasa bentuk tubuh yang tidak sesuai dengan yang

diinginkan akan merasa orang tersebut cenderung kurang puas atau kurang senang

terhadap bentuk tubuh yang dimiliki, sehingga menimbulkan rasa tidak bersyukur

atas apa yang dimiliki saat ini.

Berdasarkain uraian diatas menunjukkan beberapa faktor yang

mempengaruhi body dissatisfaction pada ibu pascamelahirkan. Maka peneliti ingin

melakukan penelitian tentang pengaruh self esteem, social comparison, thin ideal

internalization dan rasa syukur terhadap body dissatisfaction ibu pascamelahirkan.


1.2  Pembatasan dan Perumusan Masalah

1.2.1   Pembatasan Masalah

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku body dissatisfaction, akan

tetapi masalah utama yang menjadi fokus penelitian ini adalah pengaruh self

esteem, thin ideal internalization, social comparison & rasa syukur pada body

dissatisfaction ibu pascamelahirkan di JABODETABEK. Agar masalah yang

dibahas tidak meluas, penulis memberikan batasan masalah sebagai berikut:

a)   Body dissatisfaction yang dibahas dalam penelitian ini mengacu pada

definisi yang dikemukakan oleh Shroff et al., (2009) yaitu persepsi negatif

akan citra tubuh pada komponen afektif, kognitif dan perilaku terhadap

penampilan fisiknya yang mencakup bentuk tubuh, dan menyebabkan

perasaan tidak senang atau tidak puas terhadap tubuhnya.

b)   Self-esteem dalam penelitian ini mengacu pada definisi yang dikemukakan

oleh Heatherton & Polivy (1991) yaitu penilaian pribadi tentang

keberhargaan terhadap kondisi fisik tubuhnya, aktivitas yang dilakukan,

serta sikap terhadap lingkungan sosial yang diekspresikan kedalam tingkah

laku yang ditunjukkan pada dirinya sendiri.

c)   Thin ideal internalization dalam penelitian ini mengacu pada definisi yang

dikemukakan oleh Thompson & Heinberg (1999) yaitu bagaimana seorang

individu dengan kemampuan kognisinya memandang lingkungan sosial dan


mendefinisikan tubuh yang ideal berdasarkan kedekatannya dengan

lingkungan sosial tersebut.

d)   Social comparison dalam penelitian ini mengacu pada definisi yang

dikemukakan oleh Festinger (1954) yaitu suatu perilaku membandingkan

yang timbul dari kebutuhan untuk menilai diri sendiri (self-evaluation)

dalam hal ini menilai bentuk tubuh dan kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan

membandingkan bentuk tubuhnya dengan orang lain.

e)   Rasa syukur dalam penelitian ini mengacu pada definisi yang dikemukakan

oleh Listiyandini et al., (2015) mendefinisikan bersyukur sebagai perasaan

berterima kasih, bahagia, serta apresiasi atas hal-hal yang diperoleh selama

hidup, baik dari Tuhan, manusia, makhluk lain, dan alam semesta yang

kemudian mendorong seseorang untuk melakukan hal yang sama seperti

yang ia dapatkan.

f)   Objek dalam penelitian ini mengacu pada penelitian Gjerdingen at al.,

(2009) yaitu ibu pascamelahirkan (postpartum) selama 0-12 bulan.

g)   Usia objek penelitian mengacu pada penelitian dari August Horvath &

Tylka (2011) adalah usia dewasa muda & dewasa madya namun peneliti

memilih untuk usia dewasa muda saja karena pada usia dewasa muda

seseorang memiliki concern yang tinggi terhadap body dissatisfaction,

dibuktikan pada banyak penelitian yang dilakukan salah satunya yang

dilakukan oleh Dolesjova (2018) dimana subjeknya adalah wanita usia

dewasa awal yang memiliki body dissatisfaction yang tinggi.

1.2.2   Perumusan Masalah


Merujuk pada latar belakang yang terlah diuraikan maka peneliti merumuskan

masalah penelitian sebagai berikut:

1.   Apakah ada pengaruh self esteem (performance self-esteem, social self-

esteem, physical appearance self-esteem), thin ideal internalization, social

comparison (upward comparison, downward comparison), dan rasa syukur

terhadap body dissatisfaction ibu pascamelahirkan?

2.   Berapa besar sumbangan self esteem, thin ideal internalization, social

comparison, dan rasa syukur terhadap body dissatisfaction pada ibu

pascamelahirkan?

3.   Dimensi apakah dari self esteem, thin ideal internalization, social

comparison, dan rasa syukur yang berpengaruh secara signifikan terhadap

body dissatisfaction pada ibu pascamelahirkan?

4.   Prediktor mana yang paling besar pengaruhnya terhadap body

dissatisfaction pada ibu yang baru melahirkan?

1.3  Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1   Tujuan Penelitian

Secara pokok penelitian ini bertujuan untuk menjawab rumusan masalah yang telah

disampaikan di atas. Karenanya penelitian ini bertujuan untuk:

1.   Untuk mendapatkan gambaran mengenai pengaruh self-esteem, social

comparison, thin ideal internalization dan rasa syukur terhadap body

dissatisfaction ibu pascamelahirkan.

2.   Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi

yang diberikan oleh self-esteem, thin ideal internalization, social


comparison, dan rasa syukur dalam memprediksi body dissatisfaction pada

ibu pascamelahirkan.

1.3.2   Manfaat Penelitian

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan

psikologi, khususnya ilmu psikologi sosia, psikologi klinis dan psikologi

perkembangan yg terkait body dissatisfaction, self-esteem, social comparison, thin

ideal internalization dan rasa syukur. Sehingga menambah ilmu baru bagi peneliti

dan para pembaca. Selain itu, instansi terkait seperti Departemen Kesehatan untuk

dapat memberikan promosi kesehatan mengenai body dissatisfaction.

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para ibu

pascamelahirkan. Sebagai pengetahuan dan gambaran dalam memahami

konsekuensi terhadap bentuk tubuh setelah baru melahirkan dan meningkatkan self-

esteem terhadap dirinya sehingga mampu mengatasi permasalahan mengenai

bentuk tubuh yang ideal.


BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Body Dissatisfaction

2.1.1 Definisi body dissatisfaction

Body dissatisfaction merupakan bagian dari body image (citra tubuh), yang

mana citra tubuh negatif akan menimbulkan rasa ketidakpuasan terhadap tubuh.

Body image oleh Grogan (2008) didefinisikan sebagai persepsi, pemikiran, dan

perasaan seseorang mengenai tubuhnya dan biasa diartikan bersamaan dengan

bagaimana seseorang mempersepsikan ukuran tubuhnya, menilai apakah tubuhnya

menarik atau tidak, dan emosi yang berkaitan dengan bentuk dan ukuran tubuh

seseorang.

Menurut Cash, Flenning, Alindogan, Steadman, dan Whitehead (2002) citra

tubuh negatif berarti adanya ketidakpuasan dengan beberapa aspek penampilan

fisik seseorang. Seorang individu bisa saja menunjukkan ketidakpuasan terhadap

salah satu tampilan fisik meskipun menujukkan kepuasan pada tampilan fisik yang

lain. Dengan kata lain, ada beberapa aspek dan penampilan individu yang dinilai

negatif.

Willamson et al., (1993) mengatakan bahwa body dissatisfaction

merupakan kesenjangan yang terjadi pada seseorang akibat adanya perbedaan

antara bentuk tubuhnya sendiri dengan bentuk tubuh ideal yang diharapkan. Cash
dan Henry (1995) mengungkapkan body dissatisfaction sebagai pikiran dan

perasaan negatif individu terkait dengan ukuran, bentuk, berat tubuhnya dan

bisanya meliputi perbedaan antara penilaian seseorang terhadap tubuhnya dengan

tubuh yang diidealkan.

Menurut Cash et al., (2002) body dissatisfaction merupakan evaluasi negatif

seseorang terhadap penampilannya dan keinginan untuk terlihat lebih menarik

secara fisik. Begitu pula Grogan (2008) yang menyebutkan seseorang dengan body

dissatisfaction merupakan seseorang dengan pandangan dan perasaan negatif

mengenai tubuhnya. Selanjutnya Shroff et al., (2009) mendefinisikan body

dissatisfaction sebagai ketidaksenangan atau ketidakpuasan seseorang terhadap

aspek-aspek dari tubuh.

Body dissatisfaction menurut Hall (2009) ialah evaluasi negatif seseorang

terhadap tubuhnya. Individu menilai dan mempersepsikan negatif terhadap

tubuhnya, yakni merasa tidak memiliki tubuh yang bagus. Menurut Silberstain,

Striegel-Moore, Timko dan Rodin (1988) body dissatisfaction adalah

ketidakpuasan seseorang terhadap bentuk tubuh dan berkeinginan untuk mengubah

diri sesuai standar ideal. Individu merasa tidak puas dan mencoba segala sesuatu

yang dapat mengubah bentuk tubuhnya. Grogan (2006) mendefinisikan body

dissatisfaction sebagai persepsi negatif dan rasa tidak puas terhadap bagian tubuh

tertentu yang dimiliki.

Dari definisi-definisi yang tersebut diatas, peneliti memilih menggunakan

teori yang diusung oleh Shroff et al. (2009) yang mengatakan bahwa body
dissatisfaction ialah ketidaksenangan atau keidakpuasan seseorang terhadap aspek-

aspek dari tubuh.

2.1.2 Dimensi body dissatisfaction

Body dissatisfaction pengukurannya dapat dengan disosiasikan dengan tiga

kategori (kompenen afektif, kognitif dan perilaku) seperti yang terdapat dalam

gangguan citra tubuh (Shroff et al., 2009):

1.   Komponen afektif. Komponen ini berbicara tentang perasaan dan emosi

individu terhadap penampilan dan bentuk fisiknya. Dikatakan pula bahwa

seseorang yang mengalami body dissatisfaction mengalami perasaan

negatif terhadap bentuk tubuhnya. Ia tidak menyukai bentuk tubuhnya.

2.   Komponen kognitif. Komponen ini merupakan persepsi dari pemikiran

individu tentang penampilan tubuhnya. Dalam komponen ini, pengetahuan

dan informasi yang berkaitan dengan citra tubuh disimpan dan diproses.

Informasi-informasi tersebut berupa pengetahuan mengenai bentuk dan

ukuran tubuhnya sendiri dengan bentuk dan ukuran tubuh yang dianggap

positif atau negatif oleh lingkungan sosial.

3.   Komponen perilaku. Komponen ini muncul berdasarkan pengaruh

komponen kognitif dan afektif. Komponen ini menitikberatkan pada

penghindaran situasi yang menyebabkan individu mengalami

ketidaknyamanan yang berhubungan dengan penampilan fisik.

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi body dissatisfaction


Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi body dissatisfaction. Beberapa ahli

mengemukakan faktor-faktor yang berbeda, antara lain:

1.   Self-esteem

Self-esteem atau harga diri merupakan perasaan dan pemikiran individu

tentang penilaian terhadap diri sendiri yang menganggap dirinya berharga.

Penilaian tersebut berupa penilaian positif atau negatif terhadap dirinya

sejauh mana individu tersebut merasa berharga menerima dirinya sendiri

(Heatherton & Polivy, 1991). Self-esteem merupakan penilaian pribadi

tentang keberhargaan yang diekspresikan ke dalam tingkah laku yang

ditunjukkan pada dirinya sendiri. Penilaian tersebut berupa penolakan atau

penerimaan terhadap dirinya. Penolakan atau penerimaan mengindikasikan

sejauhmana orang tersebut mempunyai kemampuan, kesuksesan dan rasa

berharga pada dirinya sendiri.

2.   Social comparison

Social comparison merupakan proses saling mempengaruhi dan perilaku

saling bersaing dalam interaksi sosial yang ditimbulkan oleh adanya

kebutuhan untuk menilai diri sendiri (self-evaluation) dan kebutuhan ini

dapat dipenuhi dengan membandingkan diri dengan orang lain (Festinger,

1954). Myers & Crowther (2009) dalam penelitian meta analisisnya yang

menyebutkan bahwa ketika individu telah berindikasi dalam perilaku


perbandingan sosial, maka mereka memiliki tingkat kecenderungan yang

tinggi terhadap body dissatisfaction.

3.   Thin Ideal Internalization

Vartanian & Dey (2013) menyimpulkan bahwa thin ideal internalization

pada wanita setelah melakukan perbandingan dengan figur yang

diinternalisasikan memiliki tubuh ideal olehnya membuat konsep diri

terhadap persepsi tubuhnya rendah. Dalam kondisi ini, wanita cenderung

mempersepsikan tubuh secara negatif dan mengalami body dissatisfaction.

4.   Rasa syukur

Listiyandini et al., (2015) mendefinisikan bersyukur sebagai perasaan

berterima kasih, bahagia, serta apresiasi atas hal-hal yang diperoleh selama

hidup, baik dari Tuhan, manusia, makhluk lain, dana lam semesta yang

kemudian mendorong seseorang untuk melakukan hal yang sama seperti

yang ia dapatkan.

5.   Kepuasan pernikahan

Clayton (1975) menyatakan kepuasan pernikahan merupakan evaluasi

secara keseluruhan tentang segala hal yang berhubungan dengan kondisi

perkawinan atau evaluasi suami istri terhadap seluruh kehidupan

perkawinan.

6.   Self compassion

Neff (2003) menjelaskan bahwa self compassion merupakan suatu bentuk

sikap dan perilaku untuk mengurangi penderitaan akibat individu

mengalami kekurangan, kegagalan dan kesulitan. Kekurangan, kegagalan


dan kesulitan tersebut memunculkan pemikiran dan perasaan negative yang

mengakibatkan penderitaan diri. Individu perlu menerima dan terbuka

terhadap pikiran dan perasaan akibat kekurangan dan kegagalannya agar

mampu bersikap lebih baik terhadap diri.

7.   Usia

Penelitian yang dilakukan oleh Myres & Crowther (2009) menyebutkan

bahwa usia menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi body

dissatisfaction. Dapat disimpulkan bahwa apabila usia bertambah maka

intensitasi individu memperhatikan tubuhnya secara detail tidak terlalu

sering sehingga individu merasa puas dengan tubuhnya. disebutkan juga

dalam penelitiannya bahwa individu dengan usia muda memiliki afeksi

negatif yang lebih besar dalam penampilan tubuhnya dibanding individu

dengan usia yang lebih tua.

8.   Media sosial

Tiggeman (Cash & Pruzinsky, 2002) mengatakan bahwa media yang

muncul dimana-mana memberikan gambaran ideal mengenai figur

perempuan yang dapat mempengaruhi gambaran tubuh ideal seseorang.

Penjabaran diatas menunjukan bahwa terdapat berbagai factor yang mempengaruhi

body dissatisfaction pada ibu pascamelahirkan. Maka peneliti memilih variable

bebas yang pengaruhnya cukup signifikan dengan body dissatisfaction yaitu self

esteem, social comparison, thin ideal internalization dan rasa syukur.

2.1.4 Pengukuran body dissatisfaction


Terdapat beberapa teknik yang seringkali digunakan dalam pengukuran body

dissatisfaction pada wanita. Grogan (2008) menjelaskan secara singkat

perkembangan teknik pengukuran yang digunakan dalam mengukur tingkat body

dissatisfaction, diantaranya:

a.   Figural rating scale/skala figur tubuh. Skala pengukuran ini dikenal juga

dengan teknik siluet. Dikembangkan pada tahun 1950-an dan tetap banyak

digunakan dalam pengukuran kualitastif terhadap tingkat dana rah

ketidakpuasan tubuh. Dalam teknik yang terakhir dikembangkan oleh

stunckard pada tahun 1983 ini, terdapat 9 figur/siluet yang ditampilkan

mulai dari ukuran yang sangat kupus hingga yang sangat gemuk, dan

kemudian partisipan diminta untuk memilih figur/siluet yang paling

mendekati ukuran tubuhnya sendiri dan yang mempresentasikan ukuran

tubuh ideal menurutnya. Perbedaan antara kedua figur yang dipilih ini

dipandang sebagai indikasi kepuasan/ketidakpuasan yang dialami

partisipan, dan figur yang dipilih juga mengindikasikan apakah tubuh ideal

menurutnya lebih kurus atau lebih gemuk dari ukuran tubuhnya saat ini.

b.   Questionnaire/kuesioner. Cara lain untuk menilai body dissatisfaction

adalah dengan kuesioner. Kuesioner gambaran tubuh dirancang untuk

memberikan ukuran kuantitatif dari aspek citra tubuh. Fokus utamanya

adalah langkah-langkah yang dirancang untuk menilai ketidakpuasan tubuh

secara global, dan juga sebagai review yang lengkap dalam pengukuran

terhadap seluruh aspek body dissatisfaction. Kuesioner yang sering

digunakan antara lain:


(1)  The Body Cathexis Scale yang dikembangkan pada tahun 1950-an oleh

Scord dan Jourard (1953). Pengukuran dengan 10 poin skala

pengukuran (1 = sangat tidak puas, sampai 10 = sangat puas) ini untuk

mendapatkan indikasi skor ketidakpuasan.

(2)  The Eating Disorder Inventory (EDI) oleh Garner, Olmsted, dan Polivy

(1983). Untuk mengukur citra tubuh seseorang dalam hubungannya

dengan gangguan makan.

(3)  The Body Shape Questionnaire (BSQ) oleh Cooper, Taylor, dan

Fairburn (1987). Terdiri dari 34 item yang berkaitan dengan

konsekuensi bentuk tubuh.

(4)  The Body Attitude Questionnaire (BAQ) yang dikembangkan oleh Ben-

Tovim dan Walker pada tahun 1001. Terdiri dari 6 aspek: fatness, self-

dispragement, strength, salience of weight, attractiveness, dan

consciousness of lower-body fat.

(5)  The Body Image Rating Scale (BIRS) oleh Gonzales-Marti, Bustos,

Jordan dan Mayville (2012) yang mengadospsi teori dari Shroff et al.,

(2009). Terdiri dari 15 item yang mengukur 3 aspek: kognitif, afektif &

perilaku.

Pada penelitian ini peneliti memutuskan untuk menggunakan teknik

pengukuran kuesioner dengan menggunakan skala yang dikembangkan oleh

Gonzales-Marti et al., (2012) yaitu The Body Image Rating Scale (BIRS). Peneliti

menggunakan skala ini dan mengadaptasinya karena dianggap cukup mewakili

teori yang diutarakan Shroff et al., (2009) dengan segala pembahasannya. Selain itu
alat ukur ini juga dinilai konsisten (a = .73-.80), BIRS memiliki tingkat relabilitas

dengan test-retest setelah dua minggu (r = .76-.89) serta validitas konstruk yang

diakui mengukur body dissatisfaction.

2.2 Thin Ideal Internalization

2.2.1 Definisi Thin Ideal Internalization

Thompson dan Heinberg (1999) mendefinisikan thin ideal internalization adalah

kondisi dimana individu memaknai tubuh ideal dari stimulus dan informasi yang

diterimanya, sehingga individu tersebut menginterpretasikan tubuh ideal.

Thomspon dan Small (2011) mendefinisikan thin ideal internalization

sebagai proses dimana seseorang telah didukung atau dibawa untuk melihat ke titik

yang menjadi bagian dari system kepercayaan mereka. Proses internalisasi ini

disebut juga sebagai reinforcement social atau penguatan ulang dalam lingkungan

sosial (Stice & Whitenton, 2002).

Dalam proses sosialisasi, seperti sosialisasi citra tubuh ideal oleh media

massa, reinforcement social merupakan fackor lain dalam terjadinya proses

peniruan terhadap model-model sehingga apa yang telah ditiru menjadi sebagian

tingkah laku ideal yang dipromosikan oleh media, seperti: bentuk tubuh yang

langsing/berototo identic dengan kecantikan/ketampanan (faktor attractiveness),

layak mendapat perhatian lebih dalam pergaulan, mudah mendapatkan pekerjaan,

pujian, dan hal-hal positif lainnya.

Dari definisi diatas peneliti memilih menggunakan teori Thompson dan

Heinberg (1999) yang menyatakan bahwa thin ideal internalization adalah


bagaimana individu memaknai tubuh ideal dari stimulus dan informasi yang

diterimanya, sehingga individu tersebut menginterpretasikan tubuh ideal.

2.2.2 Pengukuran thin ideal internalization

Penelitian ini menggunakan skala yang dikembangkan oleh Thompson dan

Heinberg (1999) yaitu The Sociocultural Attitudes Toward Appearance

Questionnaire-3 (SATAQ-3). Instrumen ini terdiri dari 30 item yang mengukur

tingkat kesadaran dan hal yang mendukung seseorang terhadap persepsi bentuk

tubuh ideal. Masing-masing item terdiri dari 5 poin skala, namun dalam penelitian

ini hanya menggunakan 4 poin skala (1 = sangat tidak setuju, hingga 4 = sangat

setuju. Skor yang tinggi mengindikasikan bahwa responden memiliki tingkat thin

ideal internalization yang cukup tinggi. Alat ukut ini memiliki nilai validitas

sebesar 0.95 yang diakui mengukur thin ideal internalization terhadap body

dissatisfaction.

2.3 Social Comparison

2.3.1 Definisi social comparison

Teori social comparison dikembangkan oleh Festinger (1954) yang pada mulanya

mempunyai hipotesis bahwa setiap orang mempunyai dorongan (driver) untuk

menilai pendapat dan kemampuannya sendiri dengan cara membandingkannya

dengan pendapat dan kemampuan orang lain. Dengan cara itulah orang bisa
mengetahui bahwa pendapatnya benar atau tidak dan seberapa jauh kemampuan

yang dimilikinya.

Teori social comparison dari Festinger (1954) ini menjelaskan bahwa setiap

individu menginginkan penilaian yang tepat dalam mengevaluasi kemampuan,

perilaku, dan penampilannya. Ketika individu dapat mengevaluasi diri secara

langsung, individu mencari cara untuk melakukan hal tersebut dengan cara

melakukan perbandingan antara diri sendiri dengan individu lain, atau yang biasa

disebut dengan perbandingan sosial (social comparison). Festinger (1954) mencatat

bahwa individu akan melakukan perbandingan sosial ketika cara-cara obyektif

untuk evaluasi diri tidak tersedia, maka membandingkan diri sendiri kepada orang

lain dilakukan dalam upaya memenuhi dorongan dasar manusia untuk evaluasi diri.

Festinger (1954) menyebut social comparison sebagai proses saling mempengaruhi

dan perilaku saling bersaing dalam interaksi sosial ditimbulkan oleh adanya

kebutuhan untuk menilai diri sendiri (self-evaluation) dan kebutuhan ini dapat

dipenuhi dengan membandingkan diri dengan orang lain.

Menurut Festinger (1954) seseorang selalu ingin terlihat lebih baik dari

orang lain karena lebih baik dari orang lain merupakan sesuatu yang membuatnya

dapat menyesuaikan diri dengan kultur barat dalam kehidupannya. Hal inilah yang

kemudian mendorong seseorang untuk melakukan perbandingan ke atas (upward

comparison). Setelah penelitian oleh Festinger pada 1954, banyak penelitian

selanjutnya yang mulai fokus pada social comparison sebagai cara peningkatan

diri, memperkenalkan konsep perbandingan bawah dan keatas (downward &

upward) dan memperluas motivasi perbandingan sosial (Van Lange et al., 2012).
Jones (2001) mendefinisikan social comparison sebagai penilaian kognitif

yang dibuat oleh individu tentang sesuatu yang dimilikinya dibandingkan dengan

sesuatu milik orang lain. Wheeler (dalam Van Lange et al., 2012) menjelaskan

bahwa social comparison dilakukan seseorang sebagai bentuk dari kognisi sosial.

Seseorang berpikir untuk membuat evaluasi terhadap dirinya serta peningkatan diri

yang bertujuan agar dirinya lebih baik. Selain itu, dalam konteks objek

perbandingan seseorang melakukan perbandingan sosial tergantung dengan jenis

mereka. Dimana setiap wanita akan membandingkan dirinya dengan wanita juga,

begitupula dengan pria yang akan membandingkan dirinya dengan sesama pria.

Bahkan perbandingan dilakukan dengan objek yang lebih spesifik. Sebagai contoh,

seorang wanita yang telah menikah akan membandinakan dirinya dengan wanita

yang telah menikah pula, perbandingan bisa dilakukan dalam hal kebahagiaan

dalam pernikahan dan sebagainya. (Wheeler dalam Van Lange et al., 2012)

Menurut Wheleer (dalam Van Lange et al., 2012) hal yang menjadikan

motif seseorang melakukan social comparison adalah evaluasi diri. Seseorang

berharap dapat meningkatkan kualitas dirinya dengan membandingkan diri dengan

orang lain. Dalam perilaku membandingkan ini seseorang akan menemukan dua

jenis perbandingan yaitu ke atas dan ke bawah (upward & downward comparison).

Seseorang melakukan perbandingan ke bawah ketika dirinya sedang merasa senang

sehingga implikasi berikutnya pun demikian. Sedangkan ketika melakukan

perbandingan ke atas, seseorang tersebut boleh dikatakan ingin mendapatkan reaksi

positf setelah melakukan jenis perbandingan tersebut.


Van Lange et al., (2012) kemudian berpendapat bahwa motivasi seseorang

dalam melakuan perbandingan meluas tidak hanya sekedar bentuk evaluasi diri

melainkan meningkatkan kemampuan diri. Seseorang melakukan perbandingan ke

bawah ketika dirinya hendak mengurangi kecemasannya serta meningkatkan

wellbeing pada dirinya. Sedangkan ketika dia menginginkan inspirasi dan

mendapatkan informasi agar dirinya terus berkembang maka ia melakukan

perbandingan ke atas. Jadi social comparison baik itu upward comparison ataupun

downward comparison yang dilakukan oleh seseorang memiliki tujuan agar dapat

meningkatakn diri menjadi individu yang lebih baik.

Berdasarkan pengertian diatas, peneliti menggunakan teori dari Festinger

(1954) yang dapat disimpulkan bahwa social comparison merupakan proses saling

mempengaruhi dan perilaku saling bersaing dalam interaksi sosial yang

ditimbulkan oleh adanya kebutuhan untuk menilai diri sendiri (self-evaluation) dan

kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan membandingkan diri dengan orang lain.

Dibedakan menjadi dua yaitu upward comparison dan downward comparison.

2.3.2 Dimensi social comparison

Menurut Festinger (1954) teori social comparison ini dibedakan menjadi dua tipe:

a)   Upward comparison atau perbandingan ke atas, yaitu ketika individu

membandingkan dirinya dengan orang lain yang mereka percaya lebih baik

daripada dirinya.

b)   Downward comparison perbandingan ke bawah, yaitu ketika individu

membandingkan dirinya dengan orang lain yang mereka percaya lebih

buruk daripada dirinya.


Upward comparison lebih kepada membuat konsekuensi negatif,

termasuk merendahkan self-esteem. Sedangkan downward comparison

lebih kepada membuat konsekuensi positif, termasuk meningkatkan self-

esteem (Myers dan Cworther, 2009).

2.3.3 Pengukuran social comparison

Pengukuran terhadap social comparison telah banyak dilakukan salah satunya oleh

O’Brien et al., (2009) dengan alat ukur yang dinamakan The Upward and

Downward Appearance Comparison Scale (UDACS). UDACS ini mengukur

seberapa sering individu melakukan perbandingan dirinya terhadap orang lain yang

terdiri dari dua subskala: upward dan downward. Untuk kedua subskala tersebut,

setiap item menggunakan 5 poin skala (1 = sangat tidak setuju, hingga 5 = sangat

setuju), yang kemudian diadaptasi oleh peneliti menjadi 4 poin skala. Rata-rata item

dengan skala tinggi diindikasikan dengan keseringan subjek dalam melakukan

perbandingan sosial atau penampilannya. Peneliti menggunakan alat ukur UDACS

dalam penelitian ini karena dimensi dari pengukuran ini sesuai dengan teori yang

diungkapak Festinger (1954) dan dengan segala pembaharuan yang diadaptasi oleh

O’Brien et al., (2009). Selain itu validitas alat ukur ini dianggap cukup baik dengan

nilai 0.66 sedangkan nilai reliabilitas sebesar 0.79

2.4 Self-Esteem

2.4.1 Definisi self-esteem


Istilah self-esteem dalam Bahasa Indonesia disebut dengan penghargaan diri.

Hearherton dan Polivy (1991) mendefinisikan self-esteem sebagai penilaian pribadi

tentang keberhargaan yang diekspresikan ke dalam tingkah laku yang ditunjukkan

pada dirinya sendiri. Penilaian tersebut berupa penolakan atau penerimaan terhadap

dirinya. Penolakan atau penerimaan mengindikasikan sejauhmana orang tersebut

mempunyai kemampuan, kesuksesan dan rasa berharga pada dirinya sendiri.

Menurut Minchinton (1993) self-esteem adalah penelitian terhadap diri

sendiri. Self-esteem dijadikan tolak ukur harga diri sebagai seorang manusia,

berdasarkan pada kemampuan penerimaan atau penolakan diri dan perilaku.

Adapun menurut Rosenberg (Martin, Nuflez, Navarro dan Grijalvo, 2007) self-

esteem merupakan perasaan dan pemikiran individu tentang penilaiain terhadap diri

sendiri yang menganggap dirinya berharga. Penilaian tersebut berupa penilaian

positif atau negatif terhadap dirinya sejauh mana individu tersebut merasa berharga

dan menerima dirinya sendiri. Dideskripsikan juga sebagai keberhagaan terhadap

diri sendiri atau perasaan menerima diri sendiri secara menyeluruh berdasarkan

pada keyakinakan mengenai apa dan siapa diri kita sebenarnya.

Berdasarkan uraian diatas, dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori

Heatherton dan Polivy (1991) yang mendefinisikan self-esteem sebagai penilaian

peribadi tentang keberhargaan yang diekspresikan ke dalam tingkah laku yang

ditunjukkan pada dirinya sendiri. Dibagi menjadi tiga dimensi yaitu performance

self-esteem, social self-esteem, physical appearance self-esteem.

2.4.2 Dimensi self-esteem


Menurut Heatherton dan Polivy (1991) self-esteem dapat dikonstruk menjadi tiga

komponen utama, yakni:

a)   Performance self-esteem, mengacu pada kompetensi umum seseorang

meliputi kemampuan intelektual, performa hasil sekolah, kapasitas diri,

percaya diri, self-efficacy dan self-agency.

b)   Social self-esteem, mengacu pada bagaimana seseorang mempercayai

pandangan orang lain menurut mereka. Apabila orang lain terutama

significant others menghargai mereka, maka akan memiliki social self-

esteem yang tinggi. Seseorang dengan social self-esteem yang rendah akan

merasakan kecemasan ketika berada di public dan akan sangat khawatir

mengenai image mereka dan bagaimana orang lain memandangan mereka.

c)   Physical appearance self-esteem, mengacu pada bagaimana seseorang

melihat fisik mereka meliputi skills, penampilan menarik, body image dan

juga stigma mengenai ras dan etnis.

2.4.3 Pengukuran self-esteem

Berdasarkan penelitian terdahulu, terdapat beberapa cara untuk mengukur self-

esteem seseorang, yaitu:

a)   Janis-Field Feelings of Indequacy Scale (JFS) terdiri dari 23 item yang

dikembangkan oleh Janis dan Field pada tahun 1959. Skala ini mengukur

self-regard, kemampuan akademik, kepercayaan sosial, dan penampilan.

Kemudian pada tahun 1980, JFS dimodifikasi oleh Flenning dan Courtney

pada tahun 1984 dengan mengganti format responnya (5-7 skala) dan
menambahkan pertanyaan untuk dimensi lain dari self-esteem (Heatherton

& Polivy, 1991).

b)   Rosenberg Self-Esteem Scale (RSES) adalah alat ukur yang dikembangkan

oleh Rosenberg pada tahun 1965, terdiri dari 10 item dengan menggunakan

skala likert 1 sampai 4 (Martin et al., 2007).

c)   State Self-Esteem Scale (SSES) adalah alat ukur yang dikembangkan oleh

Heatherton & Polivy pada tahun 1991 merupakan pengembangan dari Janis-

Field Feelings of Indequency Scale (JFS). Terdiri dari 20 item dengan

format respon skala likert 1 sampai 5 (Heatherton & Polivy, 1991).

Pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada State Self

Esteem Scale (SSES) yang dikembangkan oleh Heatherton & Polivy (1991).

Instrument yang digunakan peneliti dalam penelitian ini terdiri dari 7 item yang

mengukur aspek performance self esteem, 7 item mengukur social self-esteem, dan

6 item mengukur physical appearance self-esteem. Alat ukur ini memiliki nilai

validias cukup baik yaitu sebesar 0.92.

2.5 Rasa Syukur

2.5.1 Definisi rasa syukur

Terdapat beberapa definisi bersyukur yang diungkapkan oleh beberapa

tokoh. Berikut definisi-definisi tersebut:

Listiyandini et al., (2015) mengungkapkan bersyukur adalah perasaan

berterima kasih, bahagia, serta apresiasi atas hal-hal yang diperoleh selama hidup,
baik dari Tuhan, manusia, makhluk lain, dana lam semesta yang kemudian

mendorong seseorang untuk melakukan hal yang sama seperti yang ia dapatkan.

Peterson & Seligman (2004) mendefinisikan bersyukur sebagai perasaan

berterima kasih dan bahagia sebagai respon atas suatu pemberian, baik pemberian

tersebut merupakan keuntungan yang nyata dari orang tertentu ataupun kedamaian

yang diperoleh dari keindahan alamiah. Bersyukur menurut Peterson & Seligman

menyiratkan adanya perasaan positif; baik itu puas, bahagia, damai, maupun

berterima kasih karena suatu hal yang sedikit tetapi dinilainya positif atau

menguntungkan. Misalnya orang yang hidup miskin tetapi merasa bahagia karena

ia bersyukur masih dapat hidup sampai sekarang, atau sebagai contoh ibu

pascamelahirkan yang merasa tidak percaya diri akan kondisi tubuhnya tetapi tetap

bahagia karena ia baru saja melahirkan seorang anak. Penderitaan juga dapat

mengingatkan seseorang untuk bersyukur. Adanya apresiasi yang tinggi terhadap

suatu hal yang kecil maupun hal yang menyedihkan dapat menumbuhkan perasaan

bersyukur dalam diri individu.

Bersyukur membuat seseorang akan memiliki pandangan yang lebih positif

dan perspektif secara lebih luas mengenai kehidupan, yaitu pandangan bahwa hidup

adalah suatu anugerah (Peterson & Seligman, 2004). Dengan melihat dan

merasakan penderitaan sebagai sesuatu yang positif, maka seseorang akan bisa

meningkatkan kemampuan coping barunya baik secara sadar maupun tidak, dapat

memicu timbulnya pemaknaan terhadap diri yang akan membawa hidup seseorang

ke arah yang lebih positif (Mc Millen dalam Krause, 2006). Beberapa studi juga

menunjukkan bahwa bersyukur dapat mencegah kondisi depresif dan patologis


(Peterson & Seligman, 2004). Seseorang yang bersyukur memiliki control yang

lebih tinggi terhadap lingkungannya, perkembangan personal (personal growth),

memiliki tujuan hidup dan penerimaan diri. Orang yang bersyukur juga memiliki

coping yang positif dalam menghadapi kesulitan hidup, mencari dukungan sosial

dari orang lain, menginterpretasikan pengalaman dengan sudut pandang berbeda,

memiliki rencana dalam memcahkan masalah (McCullough, Tsang & Emmons,

2004). Bersyukur juga dapat membantu seseorang untuk dapat meningkatkan

kemampuan dirinya dalam menghadapi masalah dan menemukan penyelesaian

yang terbaik bagi masalahnya. Watkins et al., (2003) juga menyatakan bahwa rasa

bersyukur yang dimiliki oleh seseorang dapat mengindikasikan seberapa jauh ia

merasa bahagia (well-being) yang dilihat dari kepuasan terhadap hidupnya

(satisfaction with life).

Fitzgerald (1998) mengatakan bahwa bersyukur terdiri dari tiga komponen,

yaitu: (1) perasaan apresiasi yang hangat terhadap seseorang atau sesuatu; (b)

keinginan atau kehendak baik (goodwill) yang ditunjukan kepada seseorang atau

sesuatu; dan (c) kecenderungan untuk bertindak positif berdasarkan rasa apresiasi

dan kehendak baik yang dimiliknya. Menurut Fitzgerald (1998), ketiga komponen

ini merupakan komponen yang saling berkaitan dan tidak terpisahkan, karena

seseorang tidak mungkin melakukan perilaku bersyukur tanpa merasakan apresiasi

dalam hatinya. Selain Fitzgerald (1998), Watkins dkk (2003) juga mengemukakan

empat karakteristik orang yang bersyukur. Menurut Watkins (2003), individu yang

bersyukur memiliki ciri: 1) tidak merasa kekurangan dalam hidupnya, 2)

mengapresasi adanya kontribusi pihak lain terhadap kesejahteraan (well-being)


dirinya, 3) memiliki kecenderungan untuk menghargai dan merasakan kesenangan

yang sederhana (simple pleasure), yaitu kesenangan-kesenangan dalam hidup yang

sudah tersedia pada kebanyakan orang, seperti udara untuk bernafas, air untuk

hidup sehari-hari, dan sebagainya, serta 4) menyadari akan pentingnya mengalami

dan mengekspresikan bersyukur.

Peneliti memilih menggunakan definisi bersyukur yang dikemukakan oleh

Listiyandini et al., (2015) yaitu bersyukur merupakan perasaan berterima kasih,

bahagia, serta apresiasi atas hal-hal yang diperoleh selama hidup, baik dari Tuhan,

manusia, makhluk lain, dana lam semesta, yang kemudian mendorong seseorang

untuk melakukan hal yang sama seperti yang ia dapatkan.

2.5.4 Dimensi Rasa Syukur

Fitzgerald (1998) mengatakan bahwa bersyukur terdiri dari tiga komponen,

yaitu: (a) perasaan apresiasi yang hangat terhadap seseorang atau sesuatu; (b)

keinginan atau kehendak baik (goodwill) yang ditujukan kepada seseorang atau

sesuatu; dan (c) kecenderungan untuk bertindak positif berdasarkan rasa apresiasi

dan kehendak baik yang dimilikinya. Menurut Fitzgerald (1998), ketiga komponen

ini merupakan komponen yang saling berkaitan dan tidak terpisahkan, karena

seseorang tidak mungkin melakukan perilaku bersyukur tanpda merasakan

apresiasi di dalam hatinya. Selain Fitzgerald (1998), Watkins dkk (2003) juga

mengemukakan empat karakteristik orang yang bersyukur, menurutnya individu

yang bersyukur memiki ciri: 1) tidak merasa kekurangan dalam hidupnya, 2)

mengapresiasi adanya kontribusi pihak lain terhadap kesejahteraan (well-being)

dirinya, 3) memiliki kecenderungan untuk menghargai dan merasakan kesenangan


yang sederhana (simple peasure), yaitu kesenangan-kesenangan dalam hidup yang

sudah tersedia pada banyak orang, seperti udara untuk bernafas, air untuk hidup

sehari-hari dan sebagainya, serta 4) menyadari akan pentingnya mengalami dan

mengekspresikan bersyukur.

Listiyandini (2015) meranggabungkan teori Fitzgerald (1998) dan Watkins

(2003) komponen bersyukur menjadi tiga. Ketiga komponen berikut akan

digunakan dalam penyusunan alat ukur bersyukur, yaitu:

a)   Memiliki rasa apresiasi (sense of appreciation) terhadap orang lain

ataupun Tuhan dan kehidupan.

Komponen ini berasal dari komponen pertama Fitzgerald (1998) yaitu

perasaan apresiasi yang hangat terhadap seseorang atau sesuatu, dan

diperjelas oleh Watkins (2003) dengan karakteristik orang bersyukur

kedua dan ketiga, yaitu mengapresiasi kontribusi orang lain terhadap

kesejahteraan (well-being) dirinya, dan memiliki kecenderungan untuk

mengapresiasi kesenangan yang sederhana (simple pleasure).

b)   Perasaan positif terhadap kehidupan yang dimiliki.

Komponen ini berasal dari karakteristik orang bersyukur menurut

Watkins dkk (2003), yaitu tidak merasa kekurangan dalam hidupnya

atau dengan kata lain memiliki sense of abundance. Seseorang yang

tidak merasa kekurangan akan memiliki perasaan positif dalam dirinya.

Ia akan merasa berkecukupan terhadap apa yang dimilikinya, puas

dengan kehidupan yang dijalaninya.


c)   Kecenderungan untuk bertindak positif sebagai ekspresi dari perasaan

positif dan apresiasi yang dimiliki.

Komponen bersyukur yang kedua dan ketiga dari Fitzgerald (1998),

yaitu kehendak baik kepada seseorang atau sesuatu, serta

kecenderungan untuk bertindak berdasarkan apresiasi dan kehendak

baik yang dimilikinya, berkaitan dengan karakteristik terakhir dari

individu yang bersyukur menurut Watkins dkk (2003), yaitu menyadari

akan pentingnya mengekspresikan bersyukur. Ketiga hal ini

menunjukan bahwa bersyukur tidak hanya berkaitan dengan apresiasi

terhadap apa yang diperoleh, tetapi juga terdapat unsur pengekspresian

dan apresiasi perasaan yang dimiliki yang dapat diwujudkan dalam

tindakan maupun kehendak baik.

2.5.6 Pengukuran Rasa Syukur

Terdapat beberapa skala yang sudah dikembangkan oleh peneliti di Negara

Barat dengan tujuan untuk mengukur rasa syukur, diantaranya adalah Gratitude

Questionanire-6 (McCullough, Emmons, & Tsang, 2002), Gratitude Resentment

and Appreciation Test (GRAT)-short form (Thomas & Watkins, 2003).

Peneliti menggunakan alat ukur yang digunakan oleh Listyadini (2015)

yang memodifikasi teori Fitzgerald (1998) dan Watkins (2003) dan menyelipkan

juga aspek ketuhanan dalam alat ukur yang dibuat.

2.5 Kerangka Berpikir


Berdasarkan latar belakang dan teori yang telah dipaparkan sebelumnya, maka

dapat dirangkum dalam suatu kerangka berpikir bahwa pada umumnya kaum ibu

pascamelahirkan ingin memiliki tubuh yang ideal menurut dirinya. Hal tersebut

didapat dari hasil membandingkan dirinya dengan orang lain, sehingga

mendapatkan internalisasi tubuh yang ideal menurutnya. Ketidakpuasan terhadap

tubuh (body dissatisfaction) pada ibu pascamelahirkan memunculkan beberapa

faktor yang dianggap penting untuk diteliti.

Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah social comparison. Ketika

individu telah berindikasi dalam perilaku membandingkan diri dengan situasi

sosial, maka mereka memiliki tingkat kecenderungan yang tinggi terhadap body

dissatisfaction. Ibu yang cenderung mengalami body dissatisfaction ini akibat dari

perilaku social comparison tersebut. Menurut Festinger (1954), terkadang wanita

membandingkan dirinya dengan yang lebih baik daripada dirinya (upward

comparison), namun seringkali pula wanita membandingkan dirinya dengan yang

lebih buruk daripada dirinya (downward comparison). Karenanya, perasaan tidak

puas akan selalu muncul dari individu akibat perbandingan yang dilakukannya

terhadap orang lain.

Rasa tidak puas terhadap bentu tubuh muncul akibat perbandingan ke atas

(upward comparison) yang dilakukan oleh ibu. Melakukan perbandingan terhadap

orang yang lebih baik, selain dapat memberi informasi dan mendapatkan inspirasi

positif juga dapat membuat seorang ibu pascamelahirkan tersebut merasa tertekan

dan khawatir dengan bentuk tubuhnya sendiri. Hal ini dikarenakan individu selalu

merasa lebih buruk dibanding orang lain setelah melakukan perbandingan ke atas
(upward comparison). Seringnya intensitas ibu pascamelahirkan dalam melakukan

perbandingan ke atas semakin mempengaruhi rasa tidak puas terhadap bentuk

tubuhnya.

Begitu pula ketika individu melakukan perbandingan ke bawah (downward

comparison). Ketika seorang ibu pascamelahirkan melakukan perbandingan ke

bawah, maka ia akan mendapat objek perbandingan yang lebih buruk dari dirinya.

Dengan membandingkan tubuhnya dengan orang lain yang lebih buruk, seseorang

berharap akan tampil lebih percaya diri dengan penampilan tubuhnya. Namun

seringkali justru reaksi negatif muncul dengan implikasi rasa kecewa dan tidak puas

terhadap bentuk tubuhnya.

Selain itu faktor berpengaruh lainnya adalah self-esteem (harga diri).

Penghargaan terhadap diri yang rendah membuat seseorang tidak percaya diri

dengan apa yang telah dimilikinya. Termasuk juga dalam hal body dissatisfaction,

dengan self-esteem yang rendah sangat memungkinkan bagi ibu pascamelahirkan

dalam persepsinya terhadap bentuk tubuh. Dibuktikan juga dalam beberapa

fenomena serta penelitian yang telah dilakukan belakangan, yang menyebutkan

bahwa wanita yang mengalami body dissatisfaction kemudian melakukan diet, hal

ini dikarenakan self-esteem mereka berada pada tingkat yang cukup rendah. Dengan

self-esteem yang rendah wanita cenderung memiliki persepsi yang negatif terhadap

bentuk tubuh dan berat badan.

Dimensi self-esteem dibagi menjadi tiga yaitu performance self-esteem,

social self-esteem dan physical appearance self-esteem (Heatherton & Polivy,

1991). Seseorang dengan performance self-esteem, social self-esteem dan physical


appearance self-esteem yang rendah cenderung memiliki ketidakpuasan tubuh yang

tinggi. Dengan performance self-esteem tinggi seorang ibu pascamelahirkan

percaya bahwa mereka cukup pintar dan memiliki kemampuan yang baik dalam

caranya memperoleh tubuh yang ideal. Seorang ibu yang yakin dengan usahanya

dalam memperoleh tubuh ideal tentunya akan puas dengan penampilan tubuhnya.

Sebaliknya, ketika seorang ibu pascamelahirkan tidak yakin dalam usahanya

meraih tubuh ideal meskipun usaha yang dilakukannya sudah cukup banyak,

cenderung akan mengalami ketidakpuasan terhadap tubuhnya.

Dimensi social self-esteem, seorang ibu cenderung peduli terhadap

pandangan orang lain tentang bentuk tubuhnya. Sehingga ibu yang rendah social

self-esteem-nya seringkali cemas dalam pengalaman sosialnya dan kerap khawatir

akan pandangan orang lain tentang bentuk tubuhnya. Ibu yang khawatir dengan

pandangan orang lain mengenai kondisi fisik tubuhnya cenderung mengalami

ketidakpuasan terhadap tubuhnya karena dengan seringnya ibu merasa khawatir,

maka semakin menunjukkan bahwa dirinya tidak yakin dengan penampilan

tubuhnya dihadapan lingkungan sosialnya. Lain halnya dengan ibu yang memiliki

social self-esteem yang tinggi, mereka tentunya tampil didepan lingkungan sosial

dengan harga diri tinggi sehingga kepuasan yang dialami olehnya.

Dimensi physical appearance self-esteem mempengaruhi seorang ibu dalam

melihat kondisi fisik tubuhnya, bagaimana agar ia terlihat menarik dan menjadikan

stigma positif untuk dirinya. Seorang ibu yang baru melahirkan akan mengalami

body dissatisfaction jika dirinya tidak memiliki harga diri terhadap bentuk

tubuhnya. Ibu yang kurang menghargai bentuk tubuhnya sendiri terbilang jarang
memperhatikan kondisi fisik tubuhnya sehingga pada akhirnya ketika dia sadari

bahwa kondisi tubuhnya sangat buruk, maka yang terjadi adalah rasa tidak puas

terhadap diirnya.

Thin ideal internalization merupakan variabel lain yang mempengaruhi

body dissatisfaction. Internalisasi tubuh ideal membuat ibu memiliki afeksi negatif

terhadap bentuk tubuh yang dimilikinya saat ini. Beberapa penelitian juga telah

membuktikan, pada umumnya ibu menginternalisasi tubuh yang ideal melalui

frekuensi yang ditampilkan media, kemudian ketika mereka gagal mencapai apa

yang mereka internalisasikan maka muncul perasaan negatif mengenai tubuh

mereka. Perasaan negatif inilah yang membawa seorang ibu ke arah ketidakpuasan

terhadap bentuk tubuh (body dissatisfaction).

Rasa bersyukur sangat berhubungan dengan ketidakpuasan bentuk tubuh

seseorang. Perubahan fisik yang terjadi pada ibu pascamelahirkan sangat

berhubungan dengan penampilan seseorang tersebut. Penampilan adalah cara

seseorang memandang wajah, bentuk tubuh dan gaya danri sisi fisiknya. Media

massa dan masyarakat memiliki pernanan yang penting dalam memberi tekanan

pada ibu pascamelahirkan agar memiliki bentuk tubuh dan keterampilan tertentu.

Umumnya wajah dan bentuk tubuh yang dianggap cantik oleh wanita ialah dia yang

langsing, tinggi, berkulit putih, hidung mancung dan lain sebagainya. Penilaian

seperti itu akan membuat seorang ibu pascamelahirkan menjadi stress, gagal

menjadi dirinya sendiri dan kehilangan percaya diri. Sesungguhnya kesempurnaan

atau kecantikan dan ketampanan adalah suatu hal yang relatif, karena perbedaan

antara individu yang satu dengan yang lainnya. Dan Allah SWT telah melimpahkan
banyak kenikmatan kepada hamba-hamba-Nya di dunia ini. Mereka diberi

pendengaran, penglihatan dan hati. Kenikmatan tersebut begitu banyak dan tak

terhingga, sehingga tidak ada satupun diantara manusia yang mampu menghitung

betapa banyak nikmat yang telah diberikan-Nya kepada manusia. Salah satu wujud

syukur itu ialah mensyukuri semua pemberian atau nikmat yang diberikan oleh

Allah SWT melalui kepuasan terhadap bentuk tubuh individu itu sendiri.

Maka berdasarkan penjabaran di atas, dalam penelitian ini self esteem,

social comparison, thin ideal internalization serta rasa syukur berperan sebagai

independent variable (IV), sedangkan body dissatisfaction berperan sebagai factor

yang dipengaruhi/dependent variable (DV). Kerangka berpikir tersebut jika

digambarkan dalam bentuk bagan adalah sebagai berikut:

SELF-ESTEEM

Social self-esteem
 
 
Physical  self-estem  
 
 
Performance
  self-esteem
  BODY
DISSATISFACTION
SOCIAL COMPARISON

Upward comparison

Downward comparison

THIN IDEAL INTERNALIZATION


RASA SYUKUR

Apresiasi
 
 
Rasa positif
 
 
 
Kecenderungan bertindak
 

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir Pengaruh Self-esteem, Social comparison, Thin
ideal internalization dan rasa syukur terhadap Body Dissatisfaction

2.6 Hipotesis Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat pengaruh independent variable yang

diketahui terhadap dependent variable. Dependent variable dalam penelitian ini

adalah body dissatisfaction sedangkan variable yang digunakan sebagai

independent variable berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya mengenai body

dissatisfaction yaitu: self-esteem, social comparison, thin ideal internalization &

rasa syukur.

Hipotesis ini merupakan dugaan jawaban dari rumusan masalah yang

diajukan, maka hipotesis mayor dari penelitian ini adalah: ada pengaruh yang

signifikan dari self esteem, social comparison, thin ideal internalization & rasa

syukur terhadap body dissatisfaction ibu pascamelahirkan usia dewasa awal di

JABODETABEK.

Sedangkan hipotesis minornya adalah:

H1 : Ada pengaruh yang signifikan dari performance self esteem

terhadap body dissatisfaction pada ibu pascamelahirkan usia dewasa

awal di JABODETABEK.
H2 : Ada pengaruh yang signifikan dari social self-esteem terhadap

body dissatisfaction pada ibu pascamelahirkan usia dewasa awal di

JABODETABEK.

H3 : Ada pengaruh yang signifikan dari physical appearance self-

esteem terhadap body dissatisfaction pada ibu pascamelahirkan usia

dewasa awal di JABODETABEK.

H4 : Ada pengaruh yang signifikan dari upward comparison terhadap

body dissatisfaction pada ibu pascamelahirkan usia dewasa awal di

JABODETABEK.

H5 : Ada pengaruh yang signifikan dari downward comparison

terhadap body dissatisfaction pada ibu pascamelahirkan usia dewasa

awal di Tangerang JABODETABEK.

H6 : Ada pengaruh yang signifikan dari thin ideal internalization

terhadap body dissatisfaction pada ibu pascamelahirkan usia dewasa

awal di JABODETABEK.

H7 : Ada pengaruh yang signifikan dari sense of appreciation terhadap

body dissatisfaction pada ibu pascamelahirkan usia dewasa awal di

JABODETABEK.

H8 : Ada pengaruh yang signifikan dari kecenderungan bertindak

terhadap body dissatisfaction pada ibu pascamelahirkan usia dewasa

awal di JABODETABEK.
H9 : Ada pengaruh yang signifikan dari rasa positif terhadap body

dissatisfaction pada ibu pascamelahirkan usia dewasa awal di

JABODETABEK.
BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan tentang populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel,

variabel penelitian dan definisi operasional variabel, instrument pengumpulan data,

uji validitas konstruk, teknik analisis data serta prosedur penelitian. Pada penelitian

ini, yang hendak diteliti adalah apakah ada pengaruh dari masing-masing

independent variable (self-esteem, social comparison, thin ideal internalization,

dan rasa syukur) terhadap body dissatisfaction. Pendekatan yang digunakan untuk

menjawab pertanyaan penelitian tersebut adalah pendekatan kuantitatif.

3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini merupakan ibu dewasa awal pascamelahirkan yang

berdomisili di JABODETABEK.

Sampel merupakan sebagian anggota dari populasi yang dipilih dengan prosedur

tertentu dan diharapkan dapat mewakili satu populasi. Pada penelitian ini, subjek

yang dijadikan sampel adalah kaum ibu pascamelahirkan pada usia dewasa awal di

JABODETABEK sebanyak 201 orang. Adapun karaktrisik sampel pada penelitian

ini adalah para ibu pascamelahirkan selama 1 tahun terakhir di wilayah

JABODETABEK.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini bersifat

non-probability sampling, yakni purposive sampling, yaitu anggota sampel yang

dipilih secara khusus berdasarkan tujuan penelitian. Peneliti menentukan

populasinya, yaitu kaum ibu pascamelahirkan selama 1 tahun terakhir di daerah


JABODETABEK. Cara pengambilan data ini ditempuh dengan cara menggunakan

google docs (kuesioner yang disebar melalui link internet). Teknik ini dilakukan

dengan mempertimbangkan keterbatasan waktu, tenaga dan biaya.

3.2 Variabel penelitian dan Definisi Operasional Variabel

3.2.1 Identifikasi variable

Variabel pada penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu:

a)   Dependent variable

b)   Independent variable

Pada penelitian ini, variable yang akan diteliti dan menjadi dependent variable

adalah body dissatisfaction.

Sedangkan yang termasuk dalam independent variable adalah:

1.   Self-esteem

2.   Social comparison

3.   Thin ideal internalization

4.   Rasa syukur

3.2.2 Definisi operasional variabel

Definisi operasional dari variabel penelitian yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.   Body dissatisfaction merupakan ketidakpuasan dan ketidaknyamanan yang

berkaitan dengan perasaan dan persepsi perilaku terhadap aspek-aspek

tertentu dari tubuh yang dialami oleh ibu pascamelahirkan.

2.   Self esteem adalah penilaian pribadi tentang keberhargaan terhadap kondisi

fisik tubuhnya, aktivitas yang dilakukan, serta sikap terhadap lingkungan


sosial yang diekspresikan kedalam tangkah laku yang ditunjukkan pada

dirinya sendiri.

3.   Social comparison adalah perilaku membandingkan yang dilakukan oleh

seseorang terhadap individu lain yang menurutnya memiliki bentuk tubuh

yang lebih baik ataupun buruk daripada dirinya.

4.   Thin ideal internalization adalah bagaimana seorang ibu yang baru

melahirkan dengan kemampuan kognisinya memandang lingkungan sosial

dan mendefinisikan tubuh yang ideal berdasarkan kedekatannya dengan

lingkungan sosial tersebut.

5.   Rasa syukur adalah perasaan berterima kasih, bahagia, serta apresiasi atas

hal-hal yang diperoleh selama hidup, baik dari Tuhan, manusia, makhluk

lain, dan alam semesta yang kemudian mendorong seseorang untuk

melakukan hal yang sama seperti yang ia dapatkan.

3.3 Instrumen Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data menggunakan penyataan tertutup.

Di mana pernyataan tertutup merupakan penyataan yang pilihan jawabannya

tersedia, dengan cara memilih jawaban yang sudah ditentukan yang menggunakan

skala Likert terhadap empat pilihan jawaban, yakni sebagai berikut: Sangat Setuju

(SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS).

Adapun perolehan skor dari item-item berdasarkan dari jawaban yang

dipilih sesuai dengan jenis penyataan yakni favorable atau unfavorable. Untuk

jawaban favorable skornya bergerak dari kanan ke kiri (SS, S, TS, STS) dengan
nilai (1, 2, 3, 4). Sedangkan untuk unfavorable cara skornya bergerak sebaliknya

dari kiri ke kanan (STS, TS, S, SS) dengan nilai (4, 3, 2, 1).

3.3.1 Skala body dissatisfaction

Skala body dissatisfaction yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur

seberapa besar tingkat ketidakpuasan terhadap tubuh pada ibu pascamelahirkan

dilihat menggunakan skala yang dikembangkan oleh Gonzales-Marti et al., (2012)

yaitu The Body Image Rating Scale (BIRS).

Kemudian diadaptasi itemnya oleh peneliti agar mudah dimengerti oleh responden

dengan mempertimbangkan perbedaan etnis dan intisari tujuan. Peneliti

menggunakan skala ini dan mengadaptasinya karena dianggap cukup mewakili

teori yang diutarakan oleh Shroff et al., (2009).

Skala ini menggunakan model skala Likert. Respon jawaban yang diberikan

terdiri dari empat poin skala, yaitu mulai dari 1 (Sangat Tidak Setuju) hingga 4

(Sangat Setuju). Total terdapat 12 item yang mengukur 3 aspek (4 item aspek

kognitif, 4 item aspek afektif dan 4 item aspek perilaku). Tanggapan untuk item

dari skala tersebut dijumlahkan untuk membuat skor keseluruhan dari body

dissatisfaction. Adapun blue print skala BIRS dijelaskan pada table 3.2 sebagai

berikut:
Tabel 3.2
Blue Print The Body Image Rating Scale (BIRS)
Item
No Dimensi Indikator Jumlah
Fav Unfav
Merasa puas atau tidak puas
1 Afektif terhadap penampilan dan bentuk 1 ,4 2, 3 4
tubuhnya

Mempersepsikan cara memeroleh


2 Kognitif 5, 8 6, 7 4
tubuh yang ideal

Mengalami ketidaknyamanan yang


3 Perilaku berhubungan dengan penampilan 9, 10, 12 11 4
dan bentuk tubuhnya

Jumlah 12

3.3.2 Skala self-esteem

Skala yang digunakan untuk mengukur self-esteem dalam penelitian ini

menggunakan skala yang dikembangkan oleh Heatherton & Polivy (1991) yaitu

State Self-Esteem Scale (SEES). Instrumen terdiri dari 4 item yang mengukur aspek

performance self-esteem, 4 item mengukur social self-esteem, dan 4 item mengukur

physical appearance self-esteem. Respon jawaban yang diberikan dalam skala

model Likert ini diadaptasi menjadi empat poin, yaitu mulai dari 1 (Sangat Tidak

Setuju) hingga 4 (Sangat Setuju). Tanggapan untuk setiap item dari skala SEES

tersebut dijumlahkan untuk membuat skor keseluruhan dari variabel self-esteem.

Adapun blue print skala SEES dijelaskan sebagai berikut:


Tabel 3.3
Blue Print State Self-Esteem Scale
Item
No Dimensi Indikator Jumlah
Fav Unfav
Kemampuan intelektual, kapasitas
Performance
1 diri dan keyakinan dalam usaha 10, 12 9, 11 4
self-esteem
memperoleh tubuh ideal

Social self- Mempercayai pandangan orang lain


2 1, 3 2, 4 4
esteem tentang bentuk tubuhnya

Physical
Pandangan tentang penampilan
3 Appearance 5 6, 7, 8 4
menarik dan gambaran tubuhnya
self-esteem

Jumlah 12

3.3.3 Skala social comparison

Skala social comparison yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengukur

seberapa sering individu melakukan perbandingan dirinya terhadap orang lain,

menggunakan skala yang dikembangkan oleh O’Brien et al. (2009) dengan alat

ukur yang dinamakan The Upward and Downward Appearance Comparison Scale

(UDACS). Instrumen ini terdiri dari dua subskala, upward dan downward. Untuk

kedua subskala tersebut setiap item menggunakan 5 poin skala (1 – Sangat Tidak

Setuju, hingga 5 – Sangat Setuju), yang kemudian diadaptasi oleh peneliti menjadi

4 poin skala. Keseluruhan terdapat 8 item (4 item mengukur upward comparison

dan 4 item mengukur downward comparison) yang diadaptasi oleh peneliti agar

lebih mudah dipahami responden. Peneliti menggunakan alat ukur UDACS dalam

penelitian ini karena dimensi dari pengukuran ini sesuai dengan teori yang

diungkapkan Festinger (1954). Adapun blue print skala social comparison ini

dijelaskan pada table 3.4 berikut ini:


Tabel 3.4
Blue Print The Upward and Downward Appearance Comparison Scale
Item
No Dimensi Indikator Jumlah
Fav Unfav
Membandingkan bentuk tubuhnya
Upward dengan model majalah, artis film
1 1, 2, 3 4 4
comparison dan orang lain yang bentuk
tubuhnya lebih baik

Membandingkan bentuk tubuhnya


dengan orang yang kelebihan berat
Downward
2 badann, kurang atletis dan orang 5, 6 7, 8 4
comparison
lain yang bentuk tubuhnya lebih
buruk

Jumlah 8

3.3.4 Skala thin ideal internalization

Penelitian ini menggunakan skala yang dikembangkan oleh Thompson dan

Heinberg (1998) yaitu Sociocultural Attitudes Toward Appearance Questionnaire

(SATAQ-3). Instrumen ini terdiri dari 30 item yang mengukur tingkat kesadaran

dan persepsi seseorang terhadap bentuk tubuh ideal, namun dalam penelitian ini

hanya menggunakan 5 item. Masing-masing item terdiri dari 5 poin skala, namun

dalam penelitian ini diadaptasi hanya menggunakan 4 poin skala (1 = Sangat Tidak

Setuju, hingga 4 = Sangat Setuju). Adapun blue print skala SATQ-3 dijelaskan pada

table 3.5 berikut ini:


Tabel 3.5
Blue Print Skala The Sociocultural Attitudes Toward Appearance Questionnaire-3
(SATAQ-3)
Item
No Variabel Indikator Jumlah
Favorable Unfavorable

Mendefinisikan tubuh
yang ideal
Thin Ideal berdasarkan orang
1 1, 2, 3, 4, 5 5
Internalization lain yang diamati
(model majalah,
bintang film, dll)

Jumlah 5

3.3.5 Skala Rasa Syukur

Lisyandini (2015) merangkum komponen bersyukur dari Fitzgerald (1998) dan

Watkins (2003) yang mengatakan bahwa bersyukur memiliki tiga komponen, yaitu:

(1) Memiliki rasa apresiasi (sense of appreciation) terhadap orang lain ataupun

Tuhan dan kehidupan. (2) Perasaan positif terhadap kehidupan yang dimiliki. (3)

Kencenderungan untuk bertindak positif sebagai ekspresi dari perasaan dan

apresiasi yang dimiliki

Tabel 3.6
Tabel Blue Print Skala Mengukur Rasa Syukur Fitzgerald (1998) dan Watkins
(2003)
Item
No Dimensi Indikator Jumlah
Fav Unfav
Memiliki rasa apresiasi terhadap
Sense of
1 orang lain ataupun Tuhan dan 1, 2, 3, 4 4
appreciation
kehidupan

Perasaan Memiliki perasaan positif terhadap


2 8 5, 6, 7 4
positif kehidupan yang dimiliki

Kecenderungan untuk bertindak


positif sebagai ekspresi dari
3 12 9, 10, 11 4
Ekspresi rasa perasaan positif dan apresiasi yang
syukur dimiliki

Jumlah 12
3.3.5 Variabel Demografis

Dalam penelitian ini, variabel demografis didapat dari self-report dimana

responden diminta untuk mengisi data diri. Variabel demografis dalam penelitian

ini adalah baby feeding choices, tingkat pendidikan, latar belakang pekerjaan dan

jumlah penghasilan keluarga.

3.4 Uji Validitas Konstruk

Dalam rangka pengajuan validitas alat ukur, peneliti melakukan uji validitas

konstruk instrument tersebut. Oleh karena itu digunakan CFA (Confirmatory

Factor Analysis) untuk pengujian validitas instrument. Adapun logika dari CFA

adalah (Thompson, 2004):

1.   Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan

secara operasional sehingga disusun pertanyaan atau pernyataan untuk

mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor, sedangkan pengukuran

terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atau item-

itemnya.

2.   Diteorikan setiap item hanya megukur satu faktor saja, bergitupun juga tiap

subtes hanya mengukur satu factor juga. Artinya baik item maupun subtes

bersifat unidimensional.

3.   Dengan data yang tersedia dapat digunakan untuk mengestimasi matrik

korelasi antar item yang seharusnya diperoleh jika memang unidimensional.

Matriks korelasi ini disebut sigma (Σ), kemudian dibandingan dengan

matriks dari data empiris, yang disebut matriks S. jika teori tersebut benar
(unidimensional) maka tentunya tidak ada perbedaan antara matriks Σ

dengan matriks S atau bisa juga dinyatakan dengan Σ - S = 0.

4.   Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan

chi square. Jika hasil chi square tidak signifikan (p > 0,05) maka hipotesis

nihil tersebut “tidak ditolak”. Artinya teori unidimensional tersebut dapat

diterima bahwa item ataupun subtes instrument hanya mengukur satu faktor

saja.

5.   Jika model fit, maka langkah selanjutnya apakah item signifikan atau tidak

mengukur apa yang hendak diukur, dengan menggunakan t-test. Jika hasil

t-test tidak signifikan maka item tersebut tidak signifikan dalam mengukur

apa yang hendak diukur, bila perlu item yang demikian di-drop dan

sebaliknya.

6.   Terakhir, apabila hasil dari CFA terdapat item yang koefisien muatan

faktornya negatif, maka item tersebut harus di-drop. Sebab hal ini tidak

sesuai dengan sifat item, yang bersifat favorable.

Kemudian setelah didapat model fit dihitung faktor skornya.

Penggunaan faktor skor ini adalah untuk menghindari hasil penelitian yang bisa

akibat dari kesalahan pengukuran. Jadi skor yang dianalisis dalam penelitian ini

bukanlah skor yang diperoleh dari variable pada umumnya, melainkan justru

true score yang diperoleh dengan memperhitungkan perbedaan validitas dari

setiap item. Namun demikian, untuk menghindari faktor skor yang bertanda

negative dan positif (Z-score), maka peneliti mentransformasikan factor

tersebut menjadi T-score dengan rumusnya yaitu (Umar, 2012):


T skor = 50 + (10 x factor skor)

Dalam hal ini, T-score akan memiliki mean = 50 dan SD = 10 dan

diharapkan seluruh skor merupakan bilangan positif yang memiliki rentangan

perkiraan antara 0 dan 100. Setelah didapatkan factor skor yang telah diubah

menjadi t score, nilai baku inilah yang akan dianalisis dalam uji hipotesis

korelasi dan refresi. Adapun pengujian analisis CFA seperti ini dilakukan

dengan bantuan software LISREL 8.70.

3.4.1 Uji validitas alat ukur body dissatisfaction

Peneliti menguji apakah 12 item yang ada bersifat unidimensional, artinya

benar hanya mengukur variabel body dissatisfaction. Dari hasil analisis CFA

yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square

= 406.39, df= 54, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.181. Oleh karena itu, peneliti

melakukan modifikasi terhadap model sebanyak 23 kali, dimana kesalahan

pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya,

maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 39.03, df = 28, P-value =

0.08047, RMSEA = 0.044. Nilai Chi-square menghasilkan P-value > 0.05

(tidak signifikan) dan RMSEA < 0.05, yang artinya model dengan satu faktor

(unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja

yaitu body dissatisfaction.

Tahap selanjutnya, peniliti melihat apakah signifikan item tersebut

mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item

tersebut perlu di-drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai
tentang koefisien muatan faktor dari tiap item. Pengujiannya dilakukan dengan

melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.7

Tabel 3.7
Muatan Faktor Item Body Dissatisfaction
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.85 0.07 12.92 ⎷
2 0.21 0.07 2.84 ⎷
3 0.49 0.07 7.24 ⎷
4 0.58 0.07 8.22 ⎷
5 0.64 0.06 10.1 ⎷
6 0.21 0.07 3.06 ⎷
7 0.53 0.07 7.84 ⎷
8 0.41 0.07 5.8 ⎷
9 0.42 0.07 6.09 ⎷
10 0.6 0.07 8.79 ⎷
11 0.19 0.07 2.72 ⎷
12 0.9 0.06 14.16 ⎷
Keterangan: tanda √ = signifikan ( t > 1,96)

Berdasarkan tabel 3.7, peneliti melihat muatan faktor dari tiap item.

Kemudian diketahui bahwa semua item > 1,96. Dengan demikian 12 item

yang diatas dinyatakan signifikan dan selanjutnya akan diikut sertakan

dalam analisis perhitungan skor faktor.

3.4.2 Uji validitas alat ukur self esteem

3.4.2.1 Uji validitas alat ukur dimensi social self-esteem

Peneliti menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar

hanya mengukur variabel social self-esteem. Dari hasil analisis CFA yang

dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 0.79,

df = 2, P-value = 0.67301, RMSEA = 0.000. Oleh karena itu, peneliti melakukan

modifikasi terhadap model sebanyak 1 kali, dimana kesalahan pengukuran pada

beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square = 0.00, df = 1, P-value = 0.97348, RMSEA = 0.00. Nilai Chi-

Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan) dan RMSEA < 0.05, yang

artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh

item mengukur satu faktor saja yaitu dimensi social self-esteem.

Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut

mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut

perlu di-drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang koefisien

muatan faktor dari tiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi

setiap koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.7

Berdasarkan tabel 3.8, nilai t bagi koefisien muatan faktor ada yang dibawah

1,96. Dengan demikian secara keseluruhan terdapat 1 item yang di-drop dan 3

lainnya diikut sertakan dalam analisis perhitungan skor faktor.

Tabel 3.8
Muatan Faktor Item Social Self-Esteem
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.85 0.07 12.73 ⎷
2 -0.09 0.08 -1.13 x
3 0.82 0.07 12.28 ⎷
4 0.65 0.07 9.52 ⎷
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1.96) X = tidak signifikan

3.4.2.2 Uji validitas alat ukur dimensi physical self-esteem

Peneliti menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar

hanya mengukur variabel physical self-esteem. Dari hasil analisis CFA yang

dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 10.66,

df = 2, P-value = 0.00484, RMSEA = 0.147. Oleh karena itu, peneliti melakukan

modifikasi terhadap model sebanyak 1 kali, dimana kesalahan pengukuran pada


beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit

dengan Chi-Square = 0.45, df = 1, P-value = 0.50164, RMSEA = 0.000. Nilai Chi-

Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan) dan RMSEA < 0.05, yang

artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh

item mengukur satu faktor saja yaitu physical (fisik).

Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut

mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut

perlu di-drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang koefisien

muatan faktor dari tiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi

setiap koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.9

Tabel 3.9
Muatan Faktor Item Physical Self-Esteem
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.61 0.07 8.97 ⎷
2 0.96 0.06 15.36 ⎷
3 0.8 0.07 12.15 ⎷
4 0.6 0.07 8.72 ⎷
Keterangan: tanda √ = signifikan ( t > 1,96)

Berdasarkan tabel 3.9, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan

item signifikan karena t > 1,96. Dengan demikian, secara keseluruhan item tidak

ada yang di-drop dan seluruhnya 4 item akan diikut sertakan dalam analisis

perhitungan skor faktor.

3.4.2.3 Uji validitas alat ukur performance self-esteem

Peneliti menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar

hanya mengukur variable performance self-esteem. Dari hasil analisis CFA yang

dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 8.93,
df = 2, P-value = 0.01148, RMSEA = 0.132. Oleh karena itu, peneliti melakukan

modifikasi terhadap model sebanyak 2 kali, dimana kesalahan pengukuran pada

beberapa item tibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit

dengan Chi-Square = 0.71, df = 1, P-value = 0.39988, RMSEA = 0.000. Nilai Chi-

square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan) dan RMSEA < 0.05, yang

artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh

item mengukur satu saja yaitu performance self-esteem.

Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut

mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut

perlu di-drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang koefisien

muatan faktor dari tiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi

setiap koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.9

Tabel 3.10
Muatan Faktor Item Performance Self-Esteem
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.69 0.07 10.36 ⎷
2 0.78 0.07 11.82 ⎷
3 0.87 0.06 13.44 ⎷
4 0.68 0.07 9.76 ⎷
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96)

Berdasarkan tabel 3.10, peneliti melihat muatan faktor dari tiap item.

Kemudian diketahui bahwa keseluruhan item signifikan karena t > 1,96. Dengan

demikian, secara keseluruhan item tidak ada yang di-drop dan seluruhnya 4 item

akan diikut sertakan dalam analisis perhitungan skor faktor.


3.4.3 Uji validitas alat ukur social comparison

3.4.3.1 Uji validitas alat ukur upward comparison

Peneliti menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar

hanya mengukur variabel upward comparison. Dari hasil analisis CFA yang

dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 25.51,

df = 2, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.242. Oleh karena itu, peneliti melakukan

modifikasi sebanyak 2 kali, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item

dibebasakan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-

Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000. Nilai Chi-Square

menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan) dan RMSEA < 0.05, yang artinya

model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item

mengukur satu faktor saja yaitu upward comparison.

Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut

mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut

perlu di-drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang koefisien

muatan faktor dari tiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi

setiap koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.9

Tabel 3.11
Muatan Faktor Item Upward Comparison
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 1.02 0.06 16.71 ⎷
2 0.77 0.07 11.7 ⎷
3 0.74 0.07 11.35 ⎷
4 0.62 0.07 9.25 ⎷
Keterangan: tanda √ = signifikan ( t > 1,96)
Berdasarkan tabel 3.9, peneliti meliihat muatan faktor dari tiap item. Kemudian

diketahui bahwa semua item signifikan karena t > 1,96 sehingga secara keseluruhan

item tidak ada yang di-drip dan seluruh 4 item akan diikut sertakan dalam analisis

perhitungan skor faktor.

3.4.3.2 Uji validitas alat ukur downward comparison

Peneliti menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar

hanya mengukur variable downward comparison. Dari hasil analisis CFA yang

dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 41.19,

df = 2, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.313. Oleh karena itu, peneliti melakukan

modifikasi terhadap model sebanyak 1 kali, dimana kesalahan pengukuran pada

beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit

dengan Chi-Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000. Nilai Chi-

Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan) dan RMSEA < 0.05, yang

artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh

item mengukur satu faktor saja yaitu downward comparison.

Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut

mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut

perlu di-drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang koefisien

muatan faktor dari tiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi

setiap koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.12


Tabel 3.12
Muatan Faktor Item Downward Comparison
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.49 0.07 6.71 ⎷
2 0.59 0.07 8.35 ⎷
3 0.79 0.07 11.33 ⎷
4 0.87 0.07 12.68 ⎷
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96)

Berdasarkan tabel 3.12, peneliti melihat muatan faktor dari tiap item.

Kemudian dikertahui bahwa semua item signifikan karena t > 1,96 sehingga secara

keseluruhan item tidak ada yang di-drop dan seluruhnya 4 item akan diikut sertakan

dalam analisis perhitungan skor faktor.

3.4.4 Uji Validitas Alat Ukur Thin Ideal Internalization

Peneliti menguji apakah 5 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar

hanya mengukur variable thin ideal internalization. Dari hasil analisis CFA yang

dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 22.41,

df = 2, P-value – 0.00001, RMSEA = 0.226. Oleh karena itu, peneliti melakukan

modifikasi terhadap model sebanyak 1 kali, dimana kesalahan pengukuran pada

beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit

dengan Chi-Square = 0.93, df = 1, P-value = 0.33398, RMSEA = 0.0000. Nilai Chi-

Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan) dan RMSEA < 0.05, yang

artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh

item mengukur satu faktor saja yaitu thin ideal internalization.

Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut

mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut

perlu di-drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang koefisien
muatan faktor dari tiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi

setiap koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.13.

Tabel 3.13
Muatan Faktor Item Thin Ideal Internalization
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.4 0.09 4.71 ⎷
2 0.46 0.12 3.97 ⎷
3 0.56 0.1 5.77 ⎷
4 0.72 0.12 5.87 ⎷

Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96)

Berdasarkan tabel 3.13, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan

item signifikan karena t > 1,96. Dengan demikian, secara keseluruhan item tidak

ada yang di-drop dan seluruhnya 5 item akan diikut sertakan dalam analisis

perhitungan skor faktor.

3.4.5 Uji validitas alat ukur rasa syukur

3.4.5.1 Uji validitas alat ukur apresiasi rasa syukur

Peneliti menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar

hanya mengukur variable apresiasi rasa syukur. Dari hasil analisis CFA yang

dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square = 47.27,

df = 2, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.336. Oleh karena itu, peneliti melakukan

modifikasi terhadap model sebanyak 2 kali, dimana kesalahan pengukuran pada

beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit

dengan Chi-Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000. Nilai Chi-

Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan) dan RMSEA < 0.05, yang

artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh

item mengukur satu faktor saja yaitu apresiasi rasa syukur.


Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut

mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut

perlu di-drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang koefisien

muatan faktor dari tiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi

setiap koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.12.

Tabel 3.14
Muatan Faktor Item Apresiasi Rasa Syukur
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.82 0.06 12.92 ⎷
2 0.99 0.06 16.63 ⎷
3 0.64 0.07 9.71 ⎷
4 0.71 0.07 10.83 ⎷
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96)

Berdasarkan tabel 3.12, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan

item signifikan karena t > 1,96. Dengan demikian, secara keseluruhan item tidak

ada yang di-drop dan seluruhnya 4 item akan diikut sertakan dalam analisis

perhitungan skor faktor.

3.4.5.2 Uji validitas alat ukur perasaan positif

Peneliti menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar

hanya mengukur variabel perasaan positif rasa syukur. Dari hasil analisis CFA yang

dilakukan dengan model satu faktor, ternyata fit dengan Chi-Square = 2.47, df = 2,

P-value = 0.29049, RMSEA = 0.034. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value >

0.05 (tidak signifikan) dan RMSEA < 0.05, yang artinya model dengan satu faktor

(unidimensional) dapat diterima bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja

yaitu perasaan positif rasa syukur.


Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut

mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut

perlu di-drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang koefisien

muatan faktor dari tiap item. Pengujianya dilakukan dengan melihat nilai t bagi

setiap koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.13.

Tabel 3.15
Muatan Faktor Item Perasaan Positif
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.92 0.06 15.44 ⎷
2 0.66 0.07 10 ⎷
3 0.79 0.06 12.62 ⎷
4 0.64 0.07 9.65 ⎷
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96).

Berdasarkan tabel 3.13, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari keseluruhan

item signifikan karena t > 1,96. Dengan demikian, secara keseluruhan item tidak

ada yang di-drop dan seluruhnya 4 item akan diikut sertakan dalam analisis

perhitungan skor faktor.

3.4.5.3 Uji validitas alat ukur kecenderungan untuk bertindak

Peneliti menguji apakah 4 item yang ada bersifat unidimensional, artinya benar

hanya mengukur variabel kecenderungan untuk bertindak rasa syukur. Dari hasil

analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan

Chi-Square 1.13, df = 2, P-value = 0.56809, RMSEA = 0.000. Oleh karena itu,

peneliti melakukan modifikasi terhadap model sebanyak 1 kali, dimana kesalahan

pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka

diperoleh model fit dengan Chi-Square = 0.02, df = 1, P-value = 0.88393, RMSEA

= 0.0000. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan) dan
RMSEA < 0.05, yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat

diterima bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu kecenderungan untuk

bertindak rasa syukur.

Tahap selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut

mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut

perlu di-drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nilai tentang koefisien

muatan faktor dari tiap item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi

setiap koefisien muatan faktor dari tiap item. Pengujiannya dilakukan dengan

melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor seperti pada tabel 3.14

Tabel 3.16
Muatan Faktor Item Kecenderungan Bertindak
No Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan
1 0.19 0.09 2.1 ⎷
2 -0.11 0.07 -1.48 x
3 1.04 0.29 3.63 ⎷
4 0.56 0.17 3.39 ⎷
Keterangan: tanda √ = signifikan (t > 1,96)

Berdasarkan tabel 3.14, peneliti melihat muatan faktor dari tiap item.

Kemudian diketahui bahwa terdapat satu item yang muatan faktornya < 1,96 yaitu

item nomor 2. Dengan demikian, secara keseluruhan item yang akan di-dropnya

yaitu item nomor 2 yang artinya item tersebut tidak akan dianalisis dalam

perhitungan skor faktor. Sehingga kesimpulannya terdapat 3 item yang dinyatakan

signifikan dengan nilai t > 1,96 dan selanjutnya akan diikut sertakan dalam analisis

perhitungan skor faktor.


3.6 Teknik Analisis Data

Untuk melihat pengaruh independent variable terhadap dependent variable, peneliti

akan menggunakan analisis regresi berganda. Regresi berganda merupakan metode

statistika yang digunakan untuk membentuk model hubungan antara DV dengan

lebih dari satu IV. Persamaan regresi berganda penelitian ini adalah:

Y=a + b1 + X1 + b2 + X2 + b3 + X3 + b4 + X4 + b5 + X5 + b6 + X6 + X7 + X8 + X9 + e

Keterangan:

Y = body dissatisfaction
a = intersep atau konstanta
b = koefisien regresi
X1 = social self-esteem
X2 = physical self-esteem
X3 = performance self-esteem
X4 = upward comparison
X5 = downward comparison
X6 = thin ideal internalization
X7 = rasa apresiasi syukur
X8 = perasaan positif rasa syukur
X9 = kecenderungan untuk bertindak rasa syukur
e = error

Selanjutnya, untuk menilai apakah model regresi yang dihasilkan merupakan model

yang paling sesuai (memiliki error terkecil), dibutuhkan beberapa pengujian dan

analisis sebagai berikut:

1.   R2 (koefisien determinasi berganda)

Melalui regresi berganda ini akan diperoleh nilai R, yaitu regresi berganda

antara self-esteem (social self-esteem, performance self-esteem, physical

self-esteem), social comparison (upward comparison, downward

comparison), thin ideal internalization, rasa syukur (rasa apresiasi, perasaan

positif, kecenderungan untuk bertindak). Besarnya kecenderungan


mengalami ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh yang disebabkan oleh

faktor-faktor yang telah disebutkan sebelumnya, ditunjukkan oleh koefisien

determinasi berganda atau R2. R2 menunjukan variasi oleh perubahan

variabel dependen (Y) yang disebabkan variabel independen (X) atau

digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen (X)

terhadap variabel dependen (Y) atau merupakan proporsi varians dari self-

esteem (social self-esteem, performance self-esteem, physical self-esteem),

social comparison (upward comparison, downward comparison), thin ideal

internalization, rasa syukur (rasa apresiasi, perasaan positif, kecenderungan

untuk bertindak). Untuk mendapat nilai R2 digunakan rumus sebagai

berikut:
##$%&
R2 =
##'

2. Uji F

Selanjutnya R2 diuji untuk membuktikan apakah regresi Y pada X

signifikan atau tidak maka digunakanlah uji F. Untuk membuktikan hal

tersebut menggunakan rumus:


+,/.
𝐹=
(01+,)/31.10

3.   Uji t

Kemudian dilanjutkan dengan uji t dimana ini digunakan untuk melihat

apakah pengaruh yang diberikan IV (X) signifikan terhadap DV (Y). Oleh

karena itu sebelum didapat nilai t dari setiap IV, harus didapat dahulu nilai

standard error estimate dari b (koefisien regresi) yang didapatkan melalui


akar mean square dibagi SS. Setelah didapat nilai Sb barulah bija dilakukan

uji t, yaitu hasil bagi dari b (koefisien regresi) dengan Sb itu sendiri. Uji t

dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:


4
R2 =
#4

Dimana b adalah koefisien regresi dan Sb adalah standard error dari b. Hasil

uji t ini akan diperoleh dan hasil regresi yang akan diperoleh oleh peneliti

nantinya.

3.7 Prosedur penelitian

Secara garis besar penelitian akan dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu:

1)   Tahap persiapan

a.   Dimulai dengan perumusan masalah penelitian yang akan diteliti

melalui analisa terhadap fenomena yang terjadi

b.   Menentukan variabel yang akan diteliti.

c.   Melakukan studi pusaka untuk mendapatkan landasan teori yang

tepat mengenai variabel penelitian.

d.   Menentukan subjek penelitian.

e.   Melakukan observasi berupa wawancara terhadap sepuluh orang

yang memenuhi kriteria sebagai subjek penelitian.

f.   Persiapan alat pengumpulan data dengan menggunakan dan

menyusun alat yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu

berupa skala model Likert yang terdiri dari skala body

dissatisfaction, self-esteem, social comparison, thin ideal

internalization dan rasa syukur.


g.   Persiapan segala hal mengenai perizinan, termasuk di dalamnya

perizinan memperoleh data penelitian.

2)   Tahap pelaksanaan

a.   Menentukan jumlah sampel penelitian

b.   Memberikan penjelasan tujuan penelitian dan meminta kesediaan

responden untuk mengisi skala dalam penelitian

c.   Melaksanakan pengambilan data

3)   Tahap uji validitas alat ukur

a.   Melakukan uji validitas terhadap alat ukur yang dibuat

b.   Memilih item yang valid dan reliable dengan cara men-drop item

yang tidak valid dan tidak reliable, sehingga tidak digunakan dalam

analisis data.

c.   Menyusun kembali item-item yang calid dan reliable untuk diikut

sertakan dalam analisis data penelitian.

4)   Tahap pengolahan data

a.   Melakukan skoring terhadap skala hasil jawaban responden

b.   Menghitung dan membuat tabulasi data yang diperoleh dan

membuat tabel data

c.   Menganalisis data dengan menggunakan metode statistic untuk

menguji hipotesis penelitian

d.   Membuat kesimpulan dan laporan akhir.


            BAB 4

HASIL PENELITIAN

Pada bab ini, peneliti membahas hasil penelitian yang telah dilakukan. Pembahasan

meliputi empat bagian, yaitu gambaran umum subjek penelitian, deskripsi data

penelitian, kategorisasi variable penelitian, dan uji hipotesis penelitian.

4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian

Pada sub bab yang pertama dideskripsikan tentang subjek penelitian yang

berjumlah 201 orang. Gambaran subjek penelitian dijelaskan berdasarkan

pendidikan, pekerjaan, pendapatan keluarga, jumlah anak dan pemilihan pemberian

susu pada bayi (baby feeding choices). Gambaran subjek penelitian dijelaskan pada

table berikut ini:

Tabel 4.1
Gambaran Umum Subjek Berdasarkan Pendidikan, Pekerjaan, Pendapatan
Keluarga, Jumlah Anak dan Pemilihan Pemberian Susu (Baby Feeding Choices)
        Frekuensi Persentase
Pendidikan SMA/sederajat 63 31.3
D3 22 10.9
S1 115 57.2
S2 11 5.4

Pekerjaan Guru 12 5.9


Karyawan/pegawai 59 29.3
IRT 80 39.8
Wirausaha 50 24.8

Pendapatan < 5 juta 63 31.3


> 5 juta 138 68.6

Jumlah anak 1 130 64.6


>1 71 35.3
Baby feeding choices ASI 176 87.5
Susu Formula 25 12.5

Berdasarkan tabel 4.1 terlihat bahwa subjek penelitian dengan latar

belakang pendidikan terakhir S1 jumlahnya paling banyak yaitu 115 orang atau

memiliki nilai presentase 57,2%. Subjek penelitian dengan latar belakang

pekerjaan, Ibu Rumah Tangga jumlahnya paling banyak yaitu 80 orang atau

memiliki nilai presentase 39,8% dibandingkan dengan pekerjaan lain. Total

pendapatan keluarga paling banyak adalah > 5 juta yaitu 138 orang atau 68,6%.

Pemilihan pemberian susu pada bayi (baby feeding choices) ASI berjumlah 176

orang dengan nilai presentase sebesar 87,5%.

4.2 Hasil Analisis Deskriptif

Pada penelitian ini, peneliti melakukan uji statsistika deskriptif dari sampel yang

berjumlah 201 orang. Berdasarkan table 4.2 dapat diketahui nilai minimum dan

maksimum dari tiap variabel yang diteliti. Tabel 4.2 juga menunjukan nilai mean

dan standar deviasi dari masing-masing variabel.

Tabel 4.2
Hasil Statistika Deskriptif

Std.
N Minimum Maximum Mean Deviation
Body dissatisfaction 201 21.13 78.21 50 1.00E+01
Social self-esteem 201 26.94 75.2 50 1.00E+01
Performance self-esteem 201 32.44 80.45 50 1.00E+01
Physical appearance self-esteem 201 32.19 78.36 50 1.00E+01
Upward comparison 201 25.84 75.48 50 1.00E+01
Downward comparison 201 25.12 79.66 50 1.00E+01
Thin Ideal Internalization 201 21.42 80.88 50 1.00E+01
Apresiasi rasa syukur 201 36.36 78.41 50 1.00E+01
Kecenderungan bertindak rasa
syukur 201 26.3 82.96 50 1.00E+01
Rasa positif syukur 201 34.29 87.19 50 1.00E+01
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui jumlah subjek dalam penelitian

berjumlah 201 orang, dengan nilai mean 50 dan standard deviation 1.00E + 01,

masing-masing variable memiliki nilai minimum & maximum yang berbeda, tetapi

dari seluruh variable memiliki nilai maximum yang lebih tinggi dibanding nilai

minimum.

4.3 Kategorisasi Skor Variabel

Pada penelitian ini, peneliti membuat klasifikasi body dissatisfaction, self-esteem

(social self-esteem, performance self-esteem, physical appearance self-esteem),

social comparison (upward comparison, downward comparison), thin ideal

internalization & rasa syukur menjadi dua skor, yaitu skor rendah dan tinggi.

Kategorisasi didapat berdasarkan rumus pada table 4.3

Tabel 4.3
Pedoman Interpretasi Skor
Kategorisasi Rumus
Rendah X < Mean
Tinggi X > Mean

Adapun kategorisasi skor tiap variabel akan dijelaskan pada table 4.4 sebagai

berikut:

Tabel 4.4
Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Frekuensi %
Variabel
Rendah Tinggi Rendah Tinggi
Body Dissatisfaction 99 102 49.3 50.7
Social Self-Esteem 111 90 55.2 44.8
Performance Self-Esteem 86 115 42.8 57.2
Physical Appearance Self-Esteem 136 65 67.7 32.3
Upward Comparison 96 105 47.8 52.2
Downward Comparison 103 98 51.2 48.8
Thin Ideal Internalization 114 87 56.7 43.3
Apresiasi Rasa Syukur 87 114 43.3 56.7
Kecenderungan Untuk Bertindak 86 115 42.8 57.2
Perasaan Positif 108 93 53.7 46.3

Berdasarkan pada table 4.4 dapat dilihat dari 201 subjek penelitian,

memiliki tingkat frekuensi dan presentase yang berbeda-beda. Pada variable body

dissatisfaction terdapat 102 orang yang memiliki rasa body dissatisfaction yang

tinggi.

4.4 Hasil Uji Hipotesis Penelitian

Pada tahapan ini peneliti menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi berganda

dengan menggunakan software SPSS 1.7. Seperti yang sudah disebutkan pada bab

3, dalam regresi ada 3 hal yang dilihat yaitu besaran R square untuk mengetahui

berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV, kedua apakah secara

keseluruhan IV berpengaruh signifikan terhadap DV dan signifikan atau tidaknya

koefisien regresi dari masing-masing IV.

Seperti yang sudah disebutkan pada bab 3, dalam regresi ada 3 hal yang

dilihat yaitu besaran R square untuk mengetahui berapa persen (%) varians DV

yang dijelaskan oleh IV, kedua apakah keselruruhan IV berpengaruh signifikan

terhadap DV dan signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing IV.

Langkah pertama peneliti melihat besaran R square untuk mengetahui

berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV. Selanjutnya untuk table R

square dapat dilihat pada table 4.5 berikut:

Tabel 4.5
Std. error
Adjusted
Model R R Square of the
R Square
estimate

1 0.883 0.78 769 4.80498

Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat perolehan R square sebesar 0.78 atau 78,0%.

Artinya proporsi varians dari body dissatisfaction yang dijelaskan oleh self-esteem

(social self esteem, physical self-esteem, performance self-esteem), social

comparison (upward comparison, downward comparison), thin ideal

internalization, dan rasa syukur (rasa apresiasi, perasaan positif, kecenderungan

untuk bertindak) dalam penelitian ini adalah sebesar 78% sedangkan 22% sisanya

dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini.

Langkah kedua peneliti menganalisis dampak dari seluruh independen

variabel terhadap body dissatisfaction. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada table

4.6 berikut:

Tabel 4.6
Anova
Model Sum of squares df Mean square F Sig.
Regression 15590.228 9 1732.248 75.029 0
Residual 4409.772 191 23.088
Total 20000 200

Jika dilihat dari kolom keenam dari kiri (Sig.) pada table 4.6 dapat diketahui

bahwa nilai signifikan lebih kecil (p < 0.05). Maka hipotesis nihil yang menyatakan

tidak ada pengaruh yang signifikan seluruh independen variable terhadap dependen

variabel yaitu body dissatisfaction ditolak, dan yang diterima adalah hipotesis
alternatif. Artinya adalah ada pengaruh yang signifikan self-esteem (social self

esteem, physical self-esteem, performance self-esteem), social comparison (upward

comparison, downward comparison), thin ideal internalization, dan rasa syukur

(rasa apresiasi, perasaan positif, kecenderungan untuk bertindak) terhadap body

dissatisfaction.

Pada tahap selanjutnya peneliti melihat koefisien regresi dari masing-

masing IV. Jika sig < 0.05 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti

variabel independen tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel

dependen. Adapun besarnya koefisien regresi dari masing-masing variabel

independen terhadap variabel dependen dapat dilihat pada tabel 4.7 dibawah ini

Tabel 4.7
Koefisien Regresi
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficents
Model Sig
B Std. Error Beta
Body Dissatisfaction 6.567 2.694 0.016
Social Self-Esteem -0.049 0.04 -0.049 0.090
Performance Self-Esteem -0.076 0.045 -0.076 0.051
Physical Self-Esteemr 0.335 0.053 0.335 0.392
Upward Comparison 0.608 0.05 0.608 0.000
Downward Comparison 0.128 0.054 0.128 0.941
Thin Ideal Internalization -0.035 0.051 -0.035 0.000
Apresiasi rasa syukur -0.083 0.042 -0.083 0.496
Kecenderungan bertindak 0.045 0.052 0.45 0.223
Rasa positif -0.004 0.05 -0.04 0.020

Berdasarkan pada tabel 4.7, dapat disimpulkan bahwa persamaan regresinya

sebagai berikut:

Body dissatisfaction = 6.567 – 0.0049 social self esteem – 0.076 performance self-

esteem + 0.335 physical self esteem + 0.608 upward comparison* + 0.128


downward comparison – 0.035 thin ideal internalization* – 0.083 apresiasi rasa

syukur + 0.045 kecenderungan untuk bertindak – 0.004 rasa positif syukur*.

Keterangan:

Tanda (*) = variabel signifikan

Dari persamaan diatas terdapat tiga koefisien regresi yang signifikan yaitu

upward comparison, thin ideal internalization, dan perasaan positif syukur

sedangkan 6 variabel lainnya tidak signifikan pengaruhnya. Penjelasan dari nilai

koefisien regresi yang diperoleh masing-masing IV adalah sebagai berikut:

1.   Variabel social self-esteem memiliki signifikansi sebesar 0.090 dengan arah

koefisien negatif. Karena nilai sig > 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa

hipotesis nihil (H0) diterima. Jadi, dapat dikatakan bahwa tidak terdapat

pengaruh yang signifikan social self-esteem terhadap body dissatisfaction

pada ibu yang baru melahirkan.

2.   Variabel performance self-esteem memiliki signifikansi sebesar 0.051

dengan arah koefisien negatif. Karena nilai sig > 0.05 maka dapat

disimpulkan bahwa hipotesis nihil (H0) diterima. Jadi, dapat dikatakan

bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan social self-esteem terhadap

body dissatisfaction ibu yang baru melahirkan.

3.   Variabel physical self-esteem memiliki signifikansi sebesar 0.392 dengan

arah koefisien positif. Karena nilai sig > 0.05 maka dapat disimpulkan

bahwa hipotesis nihil (H0) diterima. Jadi, dapat dikatakan bahwa tidak

terdapat pengaruh yang signifikan physical self-esteem terhadap body

dissatisfaction ibu yang baru melahirkan.


4.   Variabel upward comparison memiliki signifikansi 0.000 dengan arah

koefisien positif. Karena nilai sig < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa

hipotesis nihil (H0) ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Jadi dapat

dikatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara upward

comparison terhadap body dissatisfaction. Artinya semakin tinggi nilai

upward comparison seseorang maka tingkat body dissatisfaction akan

semakin tinggi pula. Atau sebaliknya, semakin rendah nilai upward

comparison seseorang maka tingkat body dissatisfaction semakin rendah

pula.

5.   Variabel downward comparison memiliki signifikansi 0.941 dengan arah

koefisien positif. Karena nilai sig >0.05 maka dapat disimpulkan bahwa

hipotesis nihil (H0) diterima. Jadi dapat dikatakan bahwa tidak terdapat

pengaruh yang signifikan downward comparison terhadap body

dissatisfaction ibu yang baru melahirkan.

6.   Variabel thin ideal internalization memiliki signifikansi 0.000 dengan arah

koefisien negatif. Karena nilai sig < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa

hipotesis nihil (H0) ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Jadi dapat

dikatakan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan thin ideal

internalization terhadap body dissatisfaction. Artinya semakin tinggi nilai

thin ideal internalization seseorang maka tingkat body dissatisfaction akan

semakin rendah. Atau sebaliknya, semakin rendah nilai thin ideal

internalization seseorang, maka semakin tinggi tingkat body dissatisfaction

yang dimiliki.
7.   Variabel sense of appreciation memiliki signifikansi 0.496 dengan arah

koefisien negative. Karena nilai sig > 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa

hipotesisi nihil (H0) diterima. Jadi dapat dikatakan tidak terdapat pengaruh

yang signifikan apresiasi rasa syukur terhadap body dissatisfaction.

8.   Variabel ekspresi rasa syukur memiliki signifikansi 0.223 dengan arah

koefisien positif. Karena nilai sig > 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa

hipotesis nihil (H0) diterima. Jadi dapat disimpulkan tidak terdapat pengaruh

yang signifikan kecenderungan bertindak terhadap body dissatisfaction.

9.   Variabel rasa positif memiliki signifikansi 0.020 dengan arah koefisien

negatif. Karena nilai sig < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis

nihil (H0) ditolak dan hipotesis alternatif diterima. Jadi dapat disimpulkan

terdapat pengaruh yang signifikan rasa positif terhadap body dissatisfaction.

Artinya semakin tinggi rasa syukur, body dissatisfaction semakin rendah.

Atau sebaliknya, semakin rendah rasa syukur, body dissatisfaction semakin

tinggi.

4.5 Analisis Proporsi Varians pada Masing-Masing Independent

Variable

Peneliti menjelaskan mengenai proporsi varians. Pengujian pada tahapan ini

bertujuan untuk mengetahui bagaimana proporsi varians dari masing-

masing variable independen tersebut dianalisis satu per satu. Pada tabel 4.8

akan dipaparkan besarnya proporsi varians pada body dissatisfaction dan

juga akan menjelaskan seberapa banyak sumbangan setiap variabel

independen yang digunakan dalam penelitian memberikan pengaruh


terhadap dependen variabel body dissatisfaction. Besarnya proporsi varians

pada body dissatisfaction dapat dilihat pada table 4.8

Tabel 4.8
Proporsi Varian Sumbangan Masing-Masing Independent Variable
Std. Error Change statistic
R Adjusted R
Model R of the
Square R Square Square F Change df1 df2 Sig. F
Estimate
Change Change
1 .078 .006 .001 9.99424 .006 1.231 1 199 .269
2 .27 .137 .128 9.33623 .131 30.039 1 198 .000
3 .692 .479 .472 7.26931 .342 129.604 1 197 .000
4 .877 .769 .764 4.85581 .289 245.499 1 196 .000
5 .88 .774 .768 4.81311 .005 4.493 1 195 .035
6 .88 .775 .768 4.81616 .001 0.753 1 194 .387
7 .882 .779 .771 4.7894 .004 3.174 1 193 .076
8 .883 .78 .77 4.79252 .001 0.749 1 192 .388
9 .883 .78 .769 4.80498 .000 0.005 1 191 .941
a.   Predictors: (constant), kecenderungan untuk bertindak, social self-esteem, upward
comparison, thin ideal internalization, rasa positif, apresiasi rasa syukur, performance
self-esteem, physical self-esteem, downward comparison

Berdasarkan tabel 4.8 didapatkan informasi sebagai berikut:

1.   Sumbangan variabel kecenderungan bertindak terhadap body

dissatisfaction 0,6%. Sumbangan tersebut tidak berpengaruh secara

statistik karena sig > 0.05.

2.   Sumbangan variabel social self-esteem terhadap body dissatisfaction

13,1%. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik karena sig < 0.05.

3.   Sumbangan variabel upward comparison terhadap body dissatisfaction

34,2%. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik karena sig < 0.05.

4.   Sumbangan variabel thin ideal internalization terhadap body

dissatisfaction sebesar 28,9%. Sumbangan tersebut signifikan secara

statistik karena sig < 0.05.

5.   Sumbangan variabel rasa positif terhadap body dissatisfaction sebesar

0,5%. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik karena sig < 0.05.
6.   Sumbangan variabel apresiasi rasa syukur terhadap body dissatisfaction

sebesar 0,1%. Sumbangan tersebut tidak berpengaruh secara statistik

karena sig > 0.05.

7.   Sumbangan variabel performance self-esteem terhadap body

dissatisfaction sebesar 0,4%. Sumbangan tersebut tidak berpengaruh

secara statistik karena sig > 0.05.

8.   sumbangan variabel physical self-esteem terhadap body dissatisfaction

sebesar 0,1%. Sumbangan tersebut tidak berpengaruh secara statistik

karena sig > 0.05.

9.   sumbangan variabel downward comparison terhadap body

dissatisfaction sebesar 0%. Artinya variabel downward comparison

tidak memberikan sumbangan atau pengaruh bagi bervariasinya body

dissatisfaction dalam diri seseorang.


BAB 5

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan, diskusi dan saran. Adapun

penjelasannya sebagai berikut.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data, kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini

adalah terdapat pengaruh yang signifikan dari social comparison, thin ideal

internalization dan rasa syukur terhadap body dissatisfaction pada ibu

pascamelahirkan di JABODETABEK. Besarnya pengaruh IV sebesar 78%.

Berdasarkan hasil uji hipotesis dari masing-masing independen variabel

terhadap dependen variabel, terdapat 3 variabel yang memiliki pengaruh signifikan,

yaitu; upward comparison, thin ideal internalization dan rasa positif. Sedangkan

prediktor yang paling dominan pengaruhnya terhadap body dissatisfaction pada ibu

pascamelahirkan adalah variabel upward comparison dengan nilai beta 0.608.

5.2 Diskusi

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hal-hal yang mempengaruhi perilaku body

dissatisfaction pada ibu pascamelahirkan di JABODETABEK. Berdasarkan hasil

penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa dari sembilan independent

variable yang diteliti terdapat tiga variabel yang mempengaruhi body

dissatisfaction secara signifikan. Ketiga variabel tersebut antara lain upward

comparison, thin ideal internalization dan rasa positif.


Berdasarkan hasil pada penelitian ini, upward comparison memiliki

pengaruh yang signifikan dengan arah hubungan positif terhadap perilaku body

dissatisfaction pada ibu pascamelahirkan di JABODETABEK. Dari arah hubungan

tersebut dapat diartikan jika skor upward comparison seseorang tinggi maka skor

body dissatisfaction akan tinggi ataupun sebaliknya. Temuan ini selaras dengan

penelitian Swami et al. (2008) yang menyebutkan bahwa wanita selalu merasa tidak

puas karena seringkali figur yang dilihat sebagai perbandingan merupakan seorang

model yang notabene memiliki tubuh yang sempurna, dengan kata lain individu

melakukan perbandingan ke atas atau upward comparison.

Hal ini dapat terjadi karena seseorang, khususnya ibu pascamelahirkan,

mengalami body dissatisfaction disebabkan oleh perilaku membandingkan

tubuhnya dengan orang lain yang terlihat lebih baik. Perilaku tersebut memberi

dampak negatif yang menimbulkan persepsi bahwa dirinya memiliki tubuh yang

tidak ideal dibandingkan objek yang dilihatnya sebagai perbandingan.

O’Brien et al., (2009) melalui penelitiannya juga mendapatkan hasil bahwa

seseorang yang melakukan perbandingan sosisial ke atas (upward comparison)

cenderung mengalami ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh karena target yang

dijadikan perbandingan merupakan orang dengan bentuk tubuh yang jauh lebih baik

daripada dirinya sehingga pada akhirnya terjadi kompensasi beresiko terhadap

perilaku tidak puas. Pada penelitian ini, ibu pascamelahirkan membandingkan

dirinya dengan figur lain yang terlihat lebih baik dibandingkan dirinya, seperti dari

terlevisi, melihat para artis yang terlihat sudah langsing kembali setelah melahirkan,

atau melihat sesama ibu yang memiliki berat badan ideal, dan lain sebagainya.
Variabel lainnya yang memiliki pengaruh signifikan dengan arah hubungan

yang positif terhadap body dissatisfaction adalah thin ideal internalization. Dari

arah hubungan tersebut dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat thin ideal

internalization maka semakin rendah tingkat body dissatisfaction yang dialami ibu.

Hasil ini selaras dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Vartanian dan

Dey (2013) yang mengatakan bahwa wanita yang melihat model dan kemudian

menginternalisasi bentuk tubuh ideal menurutnya kemudian gagal mendapatkan

keidealan akan cenderung memiliki perasaan negatif terhadap bentuk tubuhnya.

Dengan begitu semakin tinggi thin ideal internalization yang dilakukan individu,

semakin rendah body dissatisfaction yang dialami.

Ibu pascamelahirkan dalam penelitian ini memiliki tingkat internalisasi

tubuh ideal yang cukup tinggi sehingga ketika melihat bentuk tubuhnya sendiri

mereka merasa kecewa dan body dissatisfaction pun muncul. Thin ideal

internalization yang terjadi dalam masyarakat Indonesia yang didapat dalam

kehidupan sehari-hari adalah ketika seseorang dikatakan “cantik” jika tubuhnya

langsing, para model atau artis yang dijumpai di sosial media maupun televisi pun

secara tidak langsung memberikan anggapan bahwa seorang perempuan yang

cantik ialah yang memiliki ciri-ciri seperti itu, sehingga hal itu membuat para ibu

pasca-melahirkan memiliki thin ideal internalization yang cukup tinggi.

Ibu melihat figur yang diinternalisasikan memiliki tubuh yang ideal olehnya

membuat persepsi terhadap tubuhnya rendah. Mereka menjadi sering kali

mempersepsikan tubuhnya secara negative dan mengalami body dissatisfaction.

Vartanian dan Dey (2013) juga menjelaskan ketika wanita menginternalisasi tubuh
ideal dan mendapatkan kesenjangan dengan tubuh yang dimilikinya, maka dalam

kondisi inilah ia melahirkan persepsi negatif tentang tubuhnya.

Variabel terakhir yang signifikan mempengaruhi body dissatisfaction dalam

penelitian ini adalah rasa positif dengan arah negatif. Dapat dikatakan bahwa

semakin tinggi rasa positif dalam diri individu, semakin rendah rasa body

dissatisfaction yang dialami. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Watkins, dkk (2003) yaitu seseorang yang tidak merasa kekurangan akan memiliki

perasaan positif dalam dirinya, ia merasa berkecukupan terhadap apa yang

dimilikinya, puas dengan kehidupan yang dijalaninya. Sedangkan variabel lain

yang tidak signifikan pengaruhnya terhadap body dissatisfaction adalah social self-

esteem, performance self-esteem, physical self-esteem, downward comparison,

sense of appreciation, dan ekspresi bersyukur.

Variabel self-esteem (social self-esteem, performance self-esteem, physical

self-esteem) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap body dissatisfaction.

Temuan ini tidak sejalan dengan Cash dan Pruzinsky (2002) yang menyatakan

bahwa self-esteem memiliki pengaruh yang signifikan dengan arah yang negatif.

Dapat diartikan seseorang yang memiliki harga diri yang tinggi akan

mengembangkan evaluasi yang positif terhadap tubuhnya, namun sebaliknya

seseorang yang memiliki harga diri yang rendah akan meningkatkan persepsi tubuh

yang negatif sehingga muncul body dissatisfaction. Hasil yang berbeda dikarenakan

subjek penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah ibu pasca-melahirkan,

sehingga berbeda dengan Cash & Pruzinsky yang melakukan penelitian kepada

para remaja.
Variabel downward comparison tidak memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap body dissatisfaction dengan arah yang positif. Temuan ini sejalan dengan

penelitian sebelumnya oleh O’Brien et al., (2009) yang mengatakan bahwa

seseorang yang membandingkan dirinya dengan orang lain yang lebih buruk

darinya cenderung puas dengan bentuk tubuhnya. Hal ini dikarenakan dengan

membandingkan dirinya terhadap orang lain yang lebih buruk bentuk tubuhnya

membuat seseorang mendapatkan perasaan positif yang membuat dirinya puas

dengan bentuk tubuhnya, terlepas dari titik awal evaluasi diri yang dilakukannya.

Variabel sense of appreciation tidak memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap body dissatisfaction. Temuan ini tidak sejalan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Fitzgerald (1998) dan Watkins, Woodward, Stone & Kolts (2003)

yang menyatakan bahwa rasa apresiasi (sense of appreciation) yang dimiliki

seseorang akan lebihmudah menghargai sesuatu hal termasuk kesenangan-

kesenangan yang sederhana, termasuk menghargai dirinya sendiri. Hasil penelitian

yang berbeda antara yang dilakukan oleh peneliti dengan Fitzgerald (1998) dan

Watkins, Woodward, Stone & Kolts (2003) adalah karena penelitian sebelumnya

tidak berfokus pada objek ibu pasca-melahirkan, yaitu laki-laki dan perempuan usia

20 – 70 tahun sehingga memiliki hasil yang tidak sama dengan penelitian yang

dilakukan oleh mereka.

Variabel terakhir yang tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

body dissatisfaction adalah ekspresi rasa syukur. Hal ini tidak sejalan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Fitzgerald (1998) yaitu kecenderungan untuk

bertindak positif sebagai ekspresi dari perasaan positif dan rasa syukur yang
dimiliki, sehingga tidak memiliki rasa body dissatisfaction pada dirinya sendiri.

Hasil penelitian yang berbeda antara yang dilakukan oleh peneliti dengan Fitzgerald

(1998) dikarenakan penelitian sebelumnya mengukur body dissatisfaction yang

tidak terfokus pada ibu pasca-melahirkan, melainkan penelitian yang dilakukan

ditujukan kepada siapa saja baik laki-laki maupun perempuan di rentang usia 20 –

70 tahun sehingga mengakibatkan perbedaan hasil.

5.3 Saran

Dalam penelitian ini, peneliti menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan.

Untuk itu, peneliti memberikan beberapa saran sebagai bahan pertimbangan untuk

dapat melengkapi penelitian selanjutnya, baik berupa saran teoritis maupun saran

praktis.

5.3.1   Saran metodologis

1.   Pada penelitian ini masih ada variabel yang terkait secara teoritis dengan

body dissatisfaction yang tidak ikut dianalisis sebagai IV, secara

statistika sesuai dengan besarnya proporsi varian independent variable

memiliki proporsi sebesar .780 artinya proporsi varian dari body

dissatisfaction yang dapat dijelaskan oleh semua independent variable

dalam penelitian ini adalah 78%. Sedangkan 22% lainnya dipengaruhi

oleh variabel lain diluar penelitian ini. Maka peneliti menyarankan agar

penelitian mengenai body dissatisfaction selanjutnya dapat menambah

variable lainnya diluar penelitian ini, misalnya karektristik keluarga

(Vander Wal et al., 2004).


2.   Untuk penelitian selanjutnya dapat diperkaya dengan variabel

demografi seperti tingkat konsumsi media masa maupun media sosial,

seiring perkembangan zaman pada saat ini.

3.   Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, salah satunya

adalah variable usia. Untuk penelitian selanjutnya dapat diperluas atau

lebih dispesifikasi lagi sehingga hasil penelitiannya lebih sempurna.

5.3.2   Saran praktis

1.   Berdasarkan hasil penelitian ini, upward comparison merupakan

prediktor terbesar terhadap body dissatisfaction. Oleh karena itu peneliti

menyarankan agar setiap ibu pascamelahirkan memahami dan

menerima kondisi tubuhnya sebagai suatu proses perkembangan sebagai

seorang wanita dewasa, bahwa setiap perempuan yang dikaruniai

anugerah oleh Tuhan untuk memiliki anak akan mengalami masa-masa

hamil dan melahirkan, dua hal tersebut pasti akan mempengaruhi bentuk

tubuh ibu. Tidak perlu melihat orang lain yang terlihat lebih baik

daripada ibu sehingga membandingkan tubuh ibu dengan orang lain

yang bertubuh lebih indah ataupun hal lain yang membuat persepsi

negatif tentang tubuh. Setiap wanita yang melahirkan dianjurkan untuk

tetap percaya diri dengan tubuhnya.

2.   Rasa syukur merupakan prediktor yang juga signifikan mempengaruhi

body dissatisfaction, peneliti menyarankan agar para ibu

pascamelahirkan mensyukuri apa yang sudah dianugerahkan kepada

dirinya yaitu memiliki keturunan.


3.   Thin ideal internalization juga mempengaruhi secara signifikan dalam

penelitian ini, peneliti berharap agar ibu tidak perlu melihat seseorang

yang dianggap lebih baik dari ibu, karena setiap orang pasti memiliki

kelebihan dan kekurangan yang berbeda.


DAFTAR PUSTAKA

Ata, R. N., Thompson, J. K., & Small, B. J. (2011). Effects of exposure thin ideal
media images on body dissatisfaction: testing the inclusion of a disclaimer
versus warning label. Body image, 10, 472-480.

Augustus-Horvath, C., & Tylka, T. L. (2011). The acceptance model of intuitive


eating: a comparison of woman in emerging adulthood, early adulthood, and
middle adulthood. Journal of counseling psychology, 58(1), 110-125.

Bucchianeri, M. M., Arikian, A. J., Hannan, P. J., Eisenberg, M. E., & Neumark-
Sztainer, D. (2013). Body dissatisfaction from adolescence to young
adulthood: findings from a 10-year longitudinal study. Body image, 10(1),
1-15.

Cash, T. E. & Henry, P. E. (1995). Women’s body images: the results of a national
survery in the USA. Sex roles, 33(1/2), 19-28.

Cash, T. F., Flemming, E. C., Alindogan, J., Steadman, L., & Whitehead, A. (2002).
Beyond body image as a trait the development and validation of the body
image states scale. Eating disorders, 10)2), 103-113.

Cash, T. F., & Pruzinsky, T. 2002. Body image: A handbook of theory, research
and clinical. New York: Guilford Publication.

Dolesjova, Barbora (2018). Predictors of Body Image Dissatisfaction in Postpartum


Women.

Charles, N. & Kerr, M. (1986). Food for feminist thought. Sociological Review,
34(3): 537-72.

Cooper, P. J., Taylor, M. J., Cooper, Z., & Fairburn, C. G. (1987). The devolepment
and validation of the body shape questionnaire. International journal of
eating disorder, 6(4), 485-494.

Daley, K. A., Jimerson, D. C., Heatherton, T. F., Metzger, E. D., & Wolfe, B. E.
(2008). State self-esteem ratings in women with bulimia nervosa and
bulimia nervosa remission. Eat disorder, 55(2), 339-353.

Erbil, N., Senkul, A., & Basara, G. F. (2012). Body Image among Turkish women
during the first year postpartum. Health Care Women International. 33(2) :
125-137.
Festinger, L. (1954). A theory of social comparison processes. Human relation, 7,
117-140.

Fitzgerald, P. (1998). Gratitude and justice. Ethics, 109, 119-153.

Friedman, M. A., Dixon, A. E., Brownell, K. D., Whisman, M. A., & Wilfley, D.
E. (1999). Marital status, marital satisfaction, and body image
dissatisfaction. International journal of eating disorders, 26(1), 81-85.

Garner, D. M., Olmsted, M. P., & Polivy, J. (1983). The eating disorder inventory:
a measure of cognitive-behavioral dimensions of anorexia nervosa and
bulimia. Anorexia Nervosa, 173-184.

Gjerdingen, D., Fontaine, P., Crow, S., McGovern, P., Center, B., & Miner, M.
(2009). Predictor of mother’s postpartum body dissatisfaction. Women
health, 49(6), 491-504.

Gonzales-Marti, L., Bustos, J. G. F., Jordan, O. R. C., & Mayville, S. B. (2012).


Validation of a spanish version of the muscle appearance satisfaction scale:
escale de satisfaction muscular. Body image, 9, 517-523.

Grogan, S. (2008). Body image: understanding body dissatisfaction in men, women,


and children, 2nd edition. London: Routledge.

Gunarsa, S. (1982). Dasar dan teori perkembangan anak. Jakarta: BPK Gunung
Mulia.

Hasni, N. I., Karini, S. M., & Andayani, T. R. (2013). Hubungan antara citra tubuh
saat hamil dan kestabilan emosi dengan postpartum blues di Puskesmas
Grogol Sukoharjo. Jurnal Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
1(2), 30-42.

Heatherton, T. F. (1993). Body dissatisfaction, self-focus, and dieting status among


women. Psychology of addictive behaviors, 7(4), 225-231.

Heatherton, T. F., Polivy, J. (1991). Development and validation of a scale for


measuring state self-esteem. Journal of personality and social psychology,
60(6), 895-910.

Henderson, C., & Jones, K. (2006). Buku ajar konsep kebidanan. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.

Hurlock, E. B. 1999. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang


Rentang Kehidupan. Alih Bahasa: Isti Widayati & Soedjarwo. Edisi
Kelima. Jakarta: Erlangga.
Hurlock, E. B. 2002. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Alih Bahasa: Isti Widayati dkk. Jakarta: Erlangga.

Jenkin W, Tiggemann M. Psychological effects of weight retained after pregnancy.


Woman Health. 1997; 25:89-98.

Jones, D. C. (2001). Social comparison and body image: attractiveness comparisons


to models and peers among adolescent girls and boys. Sex roles, 45(9/10),
645-664.

Jordan, K., Cadevila, R., dan Johnson, S. (2005). Baby or beauty: A Q study into
post pregnancy body image. Journal of Reproductive and Infant
Psychology. 23(1): 19-31.

Kostanski, M., & Gullone, E. (1998). Adolescent body image dissatisfaction:


relationships with self-esteem, anxiety, and depression controlling for body
mass. Journal of child psychology and psychiatry, 39(2), 225-262.

Krause, N. (2006). Gratitude toward god, health and stress in late life. Research in
Aging, 28(2), 163.

Lavender, J. M., & Anderson, D. A. (2010). Contribution of emotion regulation


difficulties to disordered eating and body dissatisfaction in college men.
International journal of eating disorders, 43(4), 352-357.

Listiyandini Ratih A., Nathania A., Syahniar D., Sonia L., Nadya R. (2015).
Mengukur rasa syukur: perkembangan model awal skala bersyukur versi
Indonesia. Jurnal Psikologi Ulayat. 2(2), 473-496.

Martin J., Nunez L., Navarro & Grijalvo. (2007). The Rosenberg self-esteem scale:
translation and validation in university students. The Spanish journal of
psychology. 10(2), 458-467.

Matlin, A. W. (2004). Psychosocial adaptation in pregnancy. New Jersey: Pretince


Hall.

Michinton, J,. (1993). Maximum self-esteem. Golden Books Centre SDN. BHD:
Kuala Lumpur.

Myers, T. A., & Crowther, J. H. (2009). Social comparison as a predictor of body


dissatisfaction: a meta-analytic review. Journal of abnormal psychology,
118(4), 683-698.

Neumark-Sztainer, D., Paxton, S. J., Hannan, P. J., Haines, J. & Story, M. (2006).
Does body satisfaction matter? Five-year longitudinal associations between
body satisfaction and health behaviors in adolescent females and males.
Journal of adolescent health, 39, 244-251.

O’Brien, K. S., Caputi, P., Minto, R., Peoples, G., Hooper, C., Kell, S., Sawley, E.
(2009). Upward and downward physical appearance comparisons:
development of scales and examination of predictive qualities. Body image,
6, 201-206.

Paap, C. E. & Gardner, R. M. (2011). Body image disturbance and relationship


satisfaction among collage students. Personality and individual differences,
51, 715-719.

Papalia, D. E., Old, S. W., Feldman, R & D. (2001). Perkembangan manusia.


Jakarta: Salemba Humanika.

Pokrajac-Bulian, A., & Zivcic-Becirevic, I. (2005). Locus of control and self-


esteem as correlates of body dissatisfaction in Croatian university students.
European eating disorder review, 13(1), 54-60.

Rallis S., Skouteris, H., Wertheim, E, H., Paxton, S. J., Predictors of body image
during the first year postpartum: a prospective study. Women Health. 2007;
45:87-104.

Santrock, J. W. (2012). Life-span development, edisi ketigabelas (terjemahan).


Jakarta: Erlangga.

Sari, S. H. (2009). Pengaruh body image terhadap penyesuaian diri wanita pada
kehamilan pertama. Naskah Puslikasi Program Studi Psikologi Fakultas
Psikologi Universitas Sumatera Utara.

Sari, A. P. (2011). Hubungan antara citra tubuh terhadap harga diri pada ibu
postpartum primipara di Puskesmas Mergangsan Yogyakarta. Jurnal
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Sari, S. H., & Siregar, A. R. (2012). Peran body image terhadap penyesuaian diri
perempuan dewasa dini pada kehamilan pertama. Jurnal Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara.

Sarwer, D., Thompson, J. K., & Cash, T. F. (2008). Body image and obesity in
adulthood. Psychiatric clinics of North America. 28, 69-87.

Secord, P. F., & Jourard, S. M. (1953). The appraisal of body cathexis: body-
cathexis and the self. Journal of consulting psychology, 17(5), 343-347.
Shroff, H., Calogero, R. M., & Thompson, J. K. (2009). Assessment of body image.
Handbook of assessment of methods for eating behaviors and weight-
related problems, 115-136.

Silberstein, L. R., Striegel-Moore, R. H., Timko, C., Rodin, J., 1988. Behavioral
and psychological implication of body dissatisfaction. Do men and women differ?
Sex roles, 19, 219-232.

Slevec, J. H., & Tiggermann, M. (2010). Predictors of body dissatisfaction and


disordered eating in middle-aged women. Clinical psychology review, 31,
515-524.

Stice, E., & Whitenton, K. (2002). Risk factor for body dissatisfaction in adolescent
girls a longitudinal investigation. Developmental psychology, 38(5), 669-
678.

Swami, V., Salem, N., Furnham, A., & Tovee, M. J. (2008). Initial examination of
the validity and reliability of the female photographic figure rating scale for
body image assessment. Personality and individual differences, 44, 1752-
1761.
Thomas, K., Ricciardelli, L. A., & Williams, R. J. (2000). Gender traits and self-
concept as indicators of problem earing and body dissatisfaction among
children. Sex roles, 43(7-8), 441-458.

Thompson, B. (2004). Exploratory and confirmatory factor analysis:


Understanding concepts and applications. Washington DC: American
Psychological Association.

Thompson, J. K. & Heinberg, L. J. (1999). The media’s influence on body image


disturbance and eating disorders: we’ve reviled them, nor can we
rehabilitate them. Journal of social issues, 55(2), 339-353.

Van Lange, P. A. M., Kruglanski, A. W., & Higgins, E. T. (2012). Handbook of


theorie of social psychology, volume I. California: SAGE Publications.

Vander Wal, J. S. Thelen, M. H. (2000). Predictors of body image dissatisfaction


in elementary-age school girls. Eating behaviors, 1(2), 105-122.

Vander Wal, J. S., & Thomas, N. (2004). Predictors of body image dissatisfaction
and disturbed eating attitudes and behaviors in African American and
Hispanic girls. Eating behaviors, 5(4), 291-301.

Vartanian, L. R., & Dey, S. (2013). Self-concept clarity, thin-ideal internalization,


and appearance-related social comparison as predictors of body
dissatisfaction. Body image, 10(4), 495-500.
Warren, C. S. & Rio, R. M. (2012). The relationship among acculturation,
acculturative stress, endorsement of western media, social comparison and
body image Hispanic male college student. Journal of American
Psychological Association. Vol. 14, No. 2, 192-201.

Watkins, P. C., Woodward, K., Stone T., dan Kolts, R. L. (2003). Gratitude and
happiness: Development of a measure of gratitude, and relatishionsip with
subjective well-being. Social Behavior and Personality, 31 (5), 431-452.

Williamson, D. A., Gleaves, D. H., Watkins, P. C., & Schlundt, D. G. (1993).


Validation of self-ideal body size discrepancy as a measure of body
dissatisfaction. Journal of psychopathology and behavioral assessment,
15(1), 47-68.
LAMPIRAN
KUESIONER PENELITIAN

Assalamualaikum wr wb
Salam sejahtera untuk kita semua, semoga Ibu senantiasa dalam lindungan Tuhan
YME

Saya Ismi Faiza Shawli mahasiswi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, saat ini sedang melaksanakan penelitian mengenai Body Dissatisfaction
pada Ibu pasca-melahirkan, sebagai salah satu syarat memperoleh strata 1 (S1)
Sarjana Psikologi.

Silakan ibu mengisi kuesioner ini dengan memilih salah satu yang sesuai dengan
kondisi ibu saat ini, dan TIDAK ADA JAWABAN SALAH dalam kuesioner ini.
Data diri dan semua jawaban ibu akan diolah secara general, bukan perorangan.
Data dalam penelitian ini akan dijaga kerahasiaannya dan hanya untuk kepentingan
penelitian, oleh karena itu diharapkan ibu mengisi jawaban dengan sejujur-
jujurnya.

Bantuan ibu dalam mengisi pertanyaan pada kuesioner dibawah amat berarti bagi
keberhasilan penelitian ini, untuk itu saya ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum wr. Wb

Hormat saya,

Ismi Faiza Shawli


Saya setuju untuk ikut serta dalam penelitian ini
Alamat email :
Nama/identitas :
Usia :
Pendidikan terakhir :
Pekerjaan :
Jumlah anak :
Usia anak :
Total pendapatan keluarga :
Pilihan pemberian susu kepada anak :

No Pernyataan SS S TS STS
1 Menurut saya penggunaan vitamin baik untuk
membentuk tubuh ideal
2 Keindahan tubuh bukanlah hal penting bagi saya
3 Saya dapat melihat sisi positif dari berat badan saya
4 Saya berpikir bahwa saya harus membentuk tubuh
seperti yang saya inginkan
5 Harga diri saya sangat tergantung pada penampilan
tubuh saya
6 Saya merasa puas dengan tubuh saya ketika saya melihat
di cermin
7 Saya tidak peduli bagaimana keadaan tubuh saya
8 Saya tidak puas dengan tubuh saya
9 Saya akan melakukan apa saja demi memperindah tubuh
saya
10 Saya menghabiskan banyak waktu untuk bercermin
11 Saya tidak mengupayakan apapun untuk memperindah
tubuh saya
12 Saya selalu melakukan pengecekan berat badan saya
13 Saya membandingkan diri saya dengan orang yang
tubuhnya terlihat lebih baik dari saya
14 Ketika melihat seseorang dengan tubuh yang sempurna,
saya bertanya bagaimana agar saya dapat seperti mereka
15 Di pesta atau acara lainnya, saya membandingkan
penampilan fisik saya dengan penampilan fisik orang
lain yang lebih menarik dari saya
16 Saya berpikir bagaimana agar tubuh saya lebih menarik
dibandingkan orang yang kelebihan berat badan
17 Saya tidak pernah membandingkan diri saya dengan
orang lain yang terlihat lebih menarik dari saya
18 Pada pesta atau acara lainnya, saya membandingkan
penampilan fisik saya dengan penampilan fisik orang
lain yang kurang menarik
19 Saya tidak pernah membandingkan diri saya dengan
orang lain yang terlihat lebih besar tubuhnya dibanding
saya
20 Saya tidak mempedulikan orang lain yang ukuran
tubuhnya lebih besar dibanding saya
21 Saya khawatir dengan anggapan orang lain mengenai
kesuksesan atau kegagalan saya
22 Saya merasa bahwa orang lain menghormati dan
mengagumi saya
23 Saya khawatir dengan apa yang orang lain pikirkan
tentang saya
24 Saya tidak pernah mempedulikan apa yang orang lain
pikirkan tentang saya
25 Saya merasa diri saya tidak semenarik dulu
26 Saya merasa tubuh saya tetap menarik bagaimanapun
keadaannya
27 Saya percaya diri dengan keadaan diri saya sekarang
28 Saya yakin walaupun saya sudah menjadi ibu-ibu, saya
tetap menarik
29 Saya sangat percaya diri dengan kemampuan yang saya
miliki saat ini
30 Saya merasa bahwa kemampuan intelektual saya rendah
31 Saya yakin atas kemampuan intelektual saya dapat
bersaing dengan yang lain
32 Saya merasa tidak ada yang bisa saya banggakan dari
kemampuan saya
33 Saya ingin tubuh saya terlihat lebih ideal seperti orang
kebanyakan
34 Saya merasa tubuh saya jauh dari kata ideal
35 Saya percaya diri dengan tubuh saya walaupun tubuh
saya tidak ideal
36 Saya merasa tidak ada kepentingan saya membentuk
tubuh agar ideal
37 Saya pikir walaupun tubuh saya tidak ideal, saya akan
baik-baik saja
38 Saya merasa kelangsingan badan saya sama seperti
badan orang lain yang ideal di luar sana
39 Saya yakin dengan keadaan tubuh saya saat ini saya
tetap bahagia
40 Saya merasa dicintai oleh orang sekitar saya dengan
keadaan diri saya sepenuhnya
41 Saya merasa beruntung ada di dunia ini bagaimanapun
keadaan diri saya
42 Saya bersyukur sampai saat ini saya baik-baik saja
43 Saya yakin bahwa keadaan tubuh saya yang sekarang
adalah yang terbaik untuk saya
44 Saya merasa kesehatan anak saya lebih berharga
dibandingkan tubuh saya sekarang
45 Saya puas dengan apa kondisi tubuh saya sekaran
46 Saya sedih dengan keadaan diri saya
47 Saya menjaga tubuh saya sebagai bentuk syukur atas
karunia Tuhan
48 Saya tidak memperhatikan pola hidup saya karena saya
yakin tubuh saya akan selalu seperti ini
49 Saya menggunakan waktu yang saya punya untuk
berolahraga untuk menjaga tubuh saya
50 Saya tidak punya banyak waktu untuk berolahraga

SYNTAX DAN PATH DIAGRAM

UJI VALIDITAS KONSTRUK BODY DISSATISFACTION


DA NI=12 NO=201 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12
PM SY FI=BDBARU11.COR
MO NX=12 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
BDBARU11
FR TD 8 6 TD 11 6 TD 2 1 TD 10 7 TD 11 8 TD 8 2 TD 8 4 TD 10 8 TD 6 5 TD 7 4 TD 7 3 TD
11 10 TD 10 9 TD 10 1 TD 12 1 TD 12 4 TD 4 2 TD 8 3 TD 6 3 TD 11 7 TD 7 6 TD 10 3 TD 9 4
PD
OU TV SS MI

Path Diagram Body Dissatisfaction


UJI VALIDIRAS KONSTRUK PHYSICAL SELF-ESTEEM
DA NI=4 NO=201 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
PM SY FI=PHYSE1.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
PHYSE1
FR TD 4 3
PD
OU TV SS MI

Path Diagram Physical Self-Esteem


UJI VALIDITAS KONSTRUK PERFORMANCE SELF-ESTEEM
DA NI=4 NO=201 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
PM SY FI=PERSE1.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
PERSE1
FR TD 4 2
PD
OU TV SS MI

Path Diagram Performance Self-Esteem


UJI VALIDITAS KONSTRUK SOCIAL SELF-ESTEEM
DA NI=4 NO=201 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
PM SY FI=SOCSE1.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
SOCSE1
FR TD
PD
OU TV SS MI

Path Diagram Social Self-Esteem


UJI VALIDITAS KONSTRUK UPWARD COMPARISON
DA NI=4 NO=201 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
PM SY FI=UPSC2.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
UPSC2
FR TD 4 3 TD 3 2
PD
OU TV SS MI

Path Diagram Upward Comparison


UJI VALIDITAS KONSTRUK DOWNWARD COMPARISON
DA NI=4 NO=201 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
PM SY DI=DOWNSC1.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
DOWNSC1
FR TD 2 1
PD
OU TV SS MI

Path Diagram Downward Comparison


UJI VALIDITAS KONSTRUK THIN IDEAL INTERNALIZATION
DA NI=4 NO=201 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
PM SY FI=TII1.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
TII1
FR TD 4 2
PD
OU TV SS MI

Path Diagram Thin Ideal Internalization


UJI VALIDITAS KONSTRUK APRESIASI RASA SYUKUR
DA NI=4 NO=201 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
PM SY FI=APRSY1.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
APRSY1
FR TD 4 3 TD 4 1
PD
OU TV SS MI

Path Diagram Apresiasi Rasa Syukur


UJI VALIDITAS KONSTRUK POSITIF SYUKUR
DA NI=4 NO=201 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
PM SY FI=POSSY1.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
POSSY1
FR TD 4 3
PD
OU TV SS MI

Path Diagram Positif Syukur  


UJI VALIDITAS KONSTRUK KECENDERUNGAN BERTINDAK
DA NI=4 NO=201 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4
PM SY FI=TINSY12.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
TINSY12
FR TD 4 2
PD
OU TV SS MI

Path Diagram Kecenderungan Bertindak  


Output Regresi Stepwise

Anda mungkin juga menyukai