Anda di halaman 1dari 168

FAKTOR-FAKTOR PSIKOLOGIS YANG M EM PENGARUHI

FORGIVENESS PADA ISTRI KORBAN KEKERASAN DALAM

RUM AH TANGGA (KDRT)

Disusun Oleh :

NURAN

107070000398

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2011

i
FAKTOR - FAKTOR PSIKOLOGIS YANG M EM PENGARUHI FORGIVENESS PADA ISTRI

KORBAN KEKERASAN DALAM RUM AH TANGGA (KDRT)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh

gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

NURAN

107070000398

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H / 2011 M

ii
FAKTOR - FAKTOR PSIKOLOGIS YANG MEMPENGARUHI
FORGIVENESS PADA ISTRI KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH
TANGGA (KDRT)

SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat
memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh:
NURAN
NIM: 107070000398

Di bawah bimbingan:

Pembimbing

Jahja Umar, Ph.D


NIP: 130 885 522

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H / 2011 M

iii
LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor Psikologis yang Mempengaruhi


Forgiveness pada Istri Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga” telah diujikan
dalam sidang munaqosyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tanggal September 2011. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada
Fakultas Psikologi.

Jakarta, 11 Oktober 2011

Sidang Munaqasyah

Dekan/Ketua Pembantu Dekan/


Sekretaris Merangkap Anggota

Jahja Umar, Ph.D Dra.Fadhilah Suralaga, M.Si


NIP. 130 885 522 NIP. 19561223 198303 2 001

Anggota:

Yunita Faela Nisa, M.Psi., Psi


NIP. 19770608 200501 2 003

iv
PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Nuran
NIM : 107070000398
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor Psikologis
Yang Mempengaruhi Forgiveness pada Istri Korban Kekerasan dalam Rumah
Tangga” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan
plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada
dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam
daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-
undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari
karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta,11 Oktober 2011

Nuran
NIM: 107070000398

v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

M otto:

“ B el aj ar a d al ah per j u an gan , per j u an gan a dal ah


pen gor ban an , dan pen gor ban an i t u ad al ah
m en i n gga l k an ha l -ha l y a n g m en y en a n gk an "
( J ahj a U m ar )

P er sembahan:

Skr ipsi ini kuper sembahkan untuk M alaikat hidupku


P apa dan M ama..
Ser ta pengukir senyum dalam har i-har iku Amir a, R ayhan,
dan I bel..

vi
ABSTRAK

A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta


B) Oktober 2011
C) Nuran
D) Faktor-Faktor Psikologis Yang Mempengaruhi Forgiveness Pada Istri Korban
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
E) XV + 123 Halaman (belum termasuk lampiran)
F) Forgiveness merupakan hal yang penting dalam suatu hubungan untuk melakukan
perubahan motivasi seseorang yang disakiti sehingga dapat diperbaiki demi
kepentingan antar pasangan. Forgiveness adalah peningkatan dorongan ke arah
yang lebih baik atau positif, yang ditandai dengan rendahnya dorongan untuk
menghindar (avoidance motivations); rendahnya dorongan untuk menyakiti atau
membalas dendam (revenge motivations); dan bertambahnya dorongan untuk
berperilaku baik. Tingkat forgiveness dipengaruhi oleh beberapa faktor, tiga
faktor yang sangat berperan penting adalah tipe kepribadian, kualitas hubungan,
dan religiusitas. Tipe kepribadian yang digunakan adalah tipe kepribadian Jung
yang terdiri dari ekstrovert dan introvert. Kualitas hubungan yang digunakan
terdiri dari komitmen, kepercayaan, keintiman, dan kepuasan hubungan.
Religiusitas yang digunakan terdiri dari keyakinan, praktek agama, pengalaman,
pengetahuan, dan konsekuensi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh tipe


kepribadian ekstrovert-introvert, kualitas hubungan, dan religiusitas terhadap
forgiveness pada istri korban kekerasan dalam rumah tangga. Penelitian
kuantitatif dengan analisis regresi berganda melibatkan sampel sebanyak 150
orang yang memenuhi kriteria (wanita berusia 20-60 tahun, status menikah, belum
cerai, korban KDRT di LBH APIK). Alat ukur forgiveness yang digunakan dalam
penelitian ini adalah hasil adaptasi dari alat ukur Measuring Offence-Spesific
Forgiveness Scale (MOFS), sedangkan alat ukur tipe kepribadian ekstrovert-
introvert yang digunakan adalah adaptasi dari alat ukur Myers Brigss Type
Indicator (MBTI), kemudian untuk alat ukur kualitas hubungan yang digunakan
berupa skala yang disusun oleh peneliti berdasarkan dimensi yang dikemukakan
oleh Guldner & Swesen, dan alat ukur religiusitas yang digunakan adalah hasil
adaptasi dari alat ukur Glock & Stark.

Hasil penelitian membuktikan bahwa secara bersamaan tipe kepribadian


ekstrovert-introvert, kualitas hubungan, dan religiusitas secara signifikan
mempengaruhi forgiveness (P < 0.05). Dalam penjabarannya terdapat dua variabel
yang berpengaruh secara signifikan terhadap forgiveness, yaitu kualitas hubungan
dan religiusitas konsekuensi. Hasil dari moderator variabel yang digunakan yaitu
usia pernikahan secara signifikan mempengaruhi forgiveness, dengan independen
variabel yang berpengaruh pada kelompok usia pernikahan tinggi yaitu kualitas
hubungan dan religiusitas konsekuensi, kemudian pada kelompok usia pernikahan

vii
rendah didapatkan independen variabel yang berpengaruh yaitu kualitas
hubungan.

Untuk penelitian selanjutnya, peneliti menyarankan agar dalam melakukan


penelitian menggunakan variabel yang terkait dengan forgiveness yang tidak
dianalisis sebagai IV, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, anak, dsb, kemudian
dapat memperkaya penelitian dengan membandingkan antara forgiveness istri dari
pasangan normal dan pasangan KDRT, serta lebih banyak menggunakan dan
mengembangkan item – item yang lebih valid dalam mengukur konstruk –
konstruk psikologisnya.

G) Daftar Bacaan : 35; buku: 17 + jurnal: 11 + artikel: 3 + skripsi: 3 + hasil


wawancara: 1

viii
KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahiim
Syukur Alhamdulillah Peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
rahmat, hidayah, dan kekuatan yang diberikan-Nya, sehingga Peneliti dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul ”Faktor-Faktor Psikologis Yang
Mempengaruhi Forgiveness pada Istri Korban Kekerasan dalam Rumah
Tangga”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah
Muhammad SAW, pemimpin dan tauladan kaum yang beriman, kepada keluarga,
sahabat, dan seluruh umat yang senantiasa mencintainya. Penulisan skripsi ini
dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana
Psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Selama pengerjaan skripsi ini Peneliti dihadapkan dengan beragam cobaan, kesulitan,
rintangan dan penuh perjuangan serta kesabaran yang telah memberikan banyak
pelajaran hidup yang berarti bagi Peneliti.
Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, dalam kesempatan ini Peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Bapak Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dan juga sebagai Dosen Pembimbing. Terima kasih karena telah
meluangkan waktu dalam proses bimbingan skripsi ini, untuk segala ilmu yang
telah Peneliti dapatkan.
2. Dua sosok penyemangat hidup yang sangat peneliti hormati dan kasihi, Papa dan
Mama, Ali Muhammad Abdat dan Hamida Jaff Abdat. Rangkaian kata-kata indah
tak akan dapat melukiskan rasa syukur dan terima kasih Peneliti atas segala jerih
payah, kesabaran, ilmu, dan segala dukungan yang telah Papa dan Mama berikan
bagi Peneliti. Terima kasih, malaikatku.
3. Kepada Pak Ikhwan Luthfi M.Psi, sebagai Dosen Pembimbing Seminar Proposal,
terima kasih atas segala bimbingan, arahan, kritik yang membangun, dan waktu
yang diberikan kepada Peneliti. Kepada Bu Zulfa Indira M.Psi, Psi pembimbing
KKL atas ilmu yang diberikan dan nasihat yang akan selalu Peneliti ingat. Ibu S.

ix
Evangeline I Suaidy dan Pak M. Avicenna M.Hsc,. Psy yang telah memberi ilmu
dan menjadi motivator bagi Peneliti dalam mengembangkan ilmu psikologi dan
mengikuti program beasiswa.
4. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
banyak memberikan pelajaran kepada Peneliti, baik itu dalam hal akademis
maupun dalam menjalani kehidupan.
5. Kepada Mba Rini & para Staff Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah banyak membantu Peneliti dalam menjalani perkuliahan dan
menyelesaikan skripsi.
6. Kepada LBH APIK atas izin dan bantuannya dalam pengambilan data di kantor,
dan kepada seluruh responden dari LBH APIK atas kesediaan, serta kerjasamanya
dalam penelitian yang dilakukan oleh Peneliti
7. Kepada Amira, Rayhan, dan Ibel yang sangat Peneliti sayangi, terima kasih untuk
support, nasihat, senyuman, semangat, dan doa yang selalu diberikan. Semoga
kalian dapat lebih baik lagi dari Peneliti dan kita berempat akan selalu jadi
kebanggan terbesar untuk Papa dan Mama.
8. Untuk Sahabat-sahabat Peneliti, yaitu Naya, Icha, Risna, Siro, Camel, Siro, Nurul,
Rifa, Linda, dan Weni atas perjalanan suka dan duka selama 4 tahun kebersamaan
ini, "cerita kita masih panjang, maka jangan sudahi sampai disini". Kemudian,
untuk Sahabat-sahabat Peneliti d'Bibirs, Farah, Laras, Efiy, Anya, Winda, Lala,
Rara, dan Unyil, terima kasih atas tawa, tangis, cerita, dukungan, semangat, dan
segala kebersamaan ini, "terbukti walaupun kita tak selalu bersama tapi justru
kebersamaan ini terus terbangun".
9. Untuk The GH yaitu Iccy, Fara, Laura, Mayang, Ezzat, Epiy, dan Sukria, terima
kasih untuk segala cerita cita dan cinta "atas nama persahabatan GH". Untuk
Iki,sahabat juga kakak bagi Peneliti, atas seluruh dukungan dan setiap bantuan,
sungguh terima kasih dari lubuk hati terdalam. Dan untuk Ami, Indah, Imel,
terima kasih telah mengukir banyak cerita dalam hari-hari Peneliti.
10. Untuk Sahabat 'Buavita', yaitu Ogy, Ben, Jali, Chris, Ayu, Desy, Tari, Syiva, dan
Damai terima kasih untuk setiap canda, tawa, juga amarah yang muncul, kalian
adalah semangat untuk menjadi yang tercepat dan terbaik demi rencana-rencana

x
masa depan kita. Kemudian, untuk Putri, Hani, Felya, Tika, Putaw, Mail, dan
teman-teman "Borocks" yang selalu menjadi semangat, motivator, pengingat dan
pesaing Peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini, terima kasih 'sahabat tak akan
terganti'.
11. Untuk Sahabat 'Kita' yaitu Hani, Pras, Rudhi, Aji, Danny, Kak Amal, Rika, Kak
Siro, Kak Isni yang banyak sekali membantu Peneliti dan memberikan arahan
dalam mengerjakan skripsi. Kemudian, untuk Adyo, sahabat dan guru yang
berusaha sabar mengahadapi Peneliti, terima kasih untuk dukungan dan
kesabarannya. Dan untuk sahabat, kakak, adik, saudara, dan calon adik ipar, Dara
Amalia, terima kasih untuk segala kasih, kesabaran, support, nasihat,
kecerewetan, dan segala hal berarti yang sulit untuk dijabarkan.
13. Untuk teman-teman angkatan 2007, khususnya kelas D yang sangat kompak dan
penuh cerita, terimah kasih untuk segala kebersamaan ini. Kemudian, untuk
teman-teman seperjuangan yaitu Aji, Risna, Vfah, Reza, Kak Sarah, "setiap detik
menunggu, setiap semangat yang ditumbuhkan, rasa letih, bingung, dan
kebersamaan dari setiap bimbingan, selamat menikmati kesuksesan ini anak-anak
Pak Jahja"
14. Kepada seluruh pihak yang tidak dapat Peneliti sebutkan satu per satu, terima
kasih untuk segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan untuk membantu
Peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
Akhirnya Peneliti memohon kepada Allah SWT agar seluruh dukungan,
bantuan, bimbingan dari semua pihak dibalas dengan sebaik-baiknya balasan. Selain
itu mengingat kekurangan dan keterbatasan Peneliti, maka segala kritik dan saran
yang bersifat membangun sangat diharapkan Peneliti sebagai bahan penyempurnaan.

Jakarta, 11 Oktober 2011

Nuran

xi
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Lembar Pengesahan Pembimbing....................................................................... iii
Lembar Pengesahan Panitia Ujian ..................................................................... iv
Lembar Orisinalitas ........................................................................................... v
Motto dan Persembahan .................................................................................... vi
Abstrak ............................................................................................................. vii
Kata Pengantar .................................................................................................. ix
Daftar Isi............................................................................................................ xii
Daftar Tabel ...................................................................................................... xv
Daftar Gambar .................................................................................................. xvi
Daftar Lampiran ................................................................................................ xvii
BAB 1 Pendahuluan......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2 Identifikasi Masalah ......................................................................... 15
1.3 Pembatasan Masalah ........................................................................ 16
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................... 16
1.4.1 ............................................................................................... 17
1.4.2 ............................................................................................... 17
1.5 Sistematika Penulisan ...................................................................... 17
BAB 2 Kajian Teori ........................................................................................ 19
2.1 Forgiveness ..................................................................................... 19
2.1.1 Definisi forgiveness ................................................................ 19
2.1.2 Dimensi yang mendasari forgiveness ...................................... 21
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi forgiveness ....................... 26
2.1.4 Pengukuran forgiveness .......................................................... 28
2.2 Kepribadian ..................................................................................... 29
2.2.1 Definisi kepribadian ............................................................... 29
2.2.2 Struktur kepribadian ............................................................... 31
2.2.3 Definisi Extroversion-Introversion ......................................... 35

xii
2.2.4 Pengukuran tipe kepribadian ................................................. 37
2.3 Kualitas hubungan dengan pelaku .................................................... 37
2.3.1 Definisi kualitas hubungan ..................................................... 37
2.3.2 Dimensi-dimensi kualitas hubungan ....................................... 38
2.3.3 Bentuk kualitas hubungan dengan forgiveness ........................ 40
2.3.4 Pengukuran kualitas hubungan ............................................... 40
2.4 Religiusitas ...................................................................................... 41
2.4.1 Definisi religiusitas ................................................ .................. 41
2.4.2 Dimensi-dimensi religiusitas .................................................. 42
2.4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi religiusitas ........................ 44
2.4.4 Pengukuran religiusitas .......................................................... 46
2.5 Kerangka Berpikir ........................................................................... 47
2.6 Hipotesis Penelitian ......................................................................... 52
BAB 3 Metode Penelitian ................................................................................ 54
3.1 Populasi dan Sampel ........................................................................ 54
3.2 Variabel Penelitian ........................................................................... 54
3.3 Definisi Operasional Variabel Penelitian .......................................... 55
3.4 Instrumen Penelitian ........................................................................ 56
3.5 Pengujian Validitas Konstruk ........................................................... 62
3.5.1 Uji validitas konstruk forgiveness ........................................... 64
3.5.2 Uji validitas konstruk tipe kepribadian ................................... 68
3.5.3 Uji validitas konstruk kualitas hubungan ................................ 72
3.5.4 Uji validitas konstruk religiusitas Glock & Stark .................... 75
3.6 Prosedur Pengumpulan Data ............................................................ 86
3.7 Metode Analisis Data ....................................................................... 87
BAB 4 Hasil Penelitian .................................................................................... 91
4.1 Analisis Deskriptif ........................................................................... 91
4.2 Uji Hipotesis Penelitian ................................................................... 93
4.2.1 Analisis regresi variabel penelitian ......................................... 93
4.2.2 Pengujian proporsi masing-masing IV .................................... 102
4.3 Moderator Variabel .......................................................................... 107

xiii
4.3.1 Analisis sub kelompok ........................................................... 107
BAB 5 Kesimpulan, Diskusi dan Saran .......................................................... 112
5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 112
5.2 Diskusi ............................................................................................ 113
5.3 Saran ............................................................................................... 118
5.3.1 Saran metodologis .................................................................. 119
5.3.2 Saran praktis .......................................................................... 119
Daftar Pustaka ................................................................................................ 121
Lampiran

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tipologi Tipe kepribadian ............................................................... 32


Tabel 3.1 Blueprint Tipe kepribadian ............................................................. 58
Tabel 3.2 Blueprint Kualitas hubungan ........................................................... 58
Tabel 3.3 Blueprint Religiusitas ..................................................................... 59
Tabel 3.4 Blueprint Forgiveness ..................................................................... 62
Tabel 3.5 Muatan Faktor dari Forgiveness ...................................................... 66
Tabel 3.6 Matriks korelasi antar kesalahan pengukuran Forgiveness .............. 67
Tabel 3.7 Muatan Faktor dari item Tipe Kepribadian Ekstrovert ..................... 69
Tabel 3.8 Muatan Faktor dari itemTipe Kepribadian Introvert ........................ 71
Tabel 3.9 Muatan Faktor dari item Kualitas Hubungan ................................... 73
Tabel 3.10 Muatan Faktor dari item Keyakinan ................................................ 76
Tabel 3.11 Muatan Faktor dari item Praktek Agama ......................................... 79
Tabel 3.12 Muatan Faktor dari item Pengalaman Keagamaan ........................... 82
Tabel 3.13 Muatan Faktor dari item Pengetahuan Keagamaan .......................... 83
Tabel 3.14 Muatan Faktor dari item Konsekuensi Keagamaan .......................... 85
Tabel 4.1 Subjek berdasarkan usia pernikahan ................................................ 92
Tabel 4.2 Subjek berdasarkan tingkatan forgiveness ....................................... 93
Tabel 4.3 Rsquare Regresi .............................................................................. 94
Tabel 4.4 Anova dari Analisis Regresi ............................................................ 95
Tabel 4.5 Koefisien Regresi ........................................................................... 96
Tabel 4.6 Penghitungan Proporsi Varians ....................................................... 103
Tabel 4.7 Median Usia Pernikahan ................................................................. 108
Tabel 4.8 Koefisien Regresi Kelompok Usia Pernikahan Rendah ................... 109
Tabel 4.9 Koefisien Regresi Kelompok Usia Pernikahan Tinggi ..................... 110

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ........................................................................ 51


Gambar 3.1 Analisis Konfirmatorik Skala Forgiveness .................................... 65
Gambar 4.1 Residual Plots Forgiveness ........................................................... 107

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A : Kuisioner
Lampiran B : Contoh Syntax Analisis Faktor Konfirmatorik
Analisis Faktor Konfirmatorik Forgiveness
Analisis Faktor Konfirmatorik Tipe Kepribadian Ekstrovert
Analisis Faktor Konfirmatorik Tipe Kepribadian Introvert
Analisis Faktor Konfirmatorik Kualitas Hubungan
Analisis Faktor Konfirmatorik Keyakinan
Analisis Faktor Konfirmatorik Praktek Agama
Analisis Faktor Konfirmatorik Pengalaman Keagamaan
Analisis Faktor Konfirmatorik Pengetahuan Keagamaan
Analisis Faktor Konfirmatorik Konsekuensi Keagamaan
Lampiran C : Matriks Korelasi Antar Independent Variabel

xvii
BAB 1

PENDAHULUAN

Dalam bab satu ini akan dibahas beberapa hal yaitu, latar belakang masalah, yang di

dalamnya mencakup fenomena yang terjadi, penemuan di lapangan, serta penelitian-

penelitian terdahulu yang memiliki hubungan dengan penelitian ini. Kemudian akan

dibahas juga alasan ketertarikan peneliti pada faktor-faktor psikologis yang

mempengaruhi forgiveness. Selain itu dalam bab ini dibahas juga mengenai

perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika

penulisan.

1.1 Latar Belakang

Tindak kekerasan dalam rumah tangga (domestic violence) merupakan jenis

kejahatan yang kurang mendapatkan perhatian. Tindak kekerasan dalam rumah

tangga pada umumnya melibatkan pelaku dan korban diantara anggota keluarga di

dalam rumah tangga, sedangkan bentuk tindak kekerasan bisa berupa kekerasan fisik

dan kekerasan verbal (ancaman kekerasan). Pelaku dan korban tindak kekerasan

dalam rumah tangga bisa menimpa siapa saja, tidak dibatasi oleh strata, status sosial,

tingkat pendidikan, dan suku bangsa.

Di dalam undang-undang nomor 23 tahun 2004 tentang penghapusan

kekerasan dalam rumah tangga dikemukakan bahwa kekerasan dalam rumah tangga

adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat

timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis dan atau

1
penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan,

pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup

rumah tangga (Hanita dkk, 2009).

Kekerasan dalam rumah tangga merupakan masalah sosial serius yang kurang

mendapat tanggapan dari masyarakat karena pertama, KDRT memiliki ruang lingkup

yang relatif tertutup (pribadi) dan dijaga ketat privacy nya karena persoalannya

terjadi dalam area keluarga. Ke dua, KDRT seringkali dianggap wajar karena

diyakini bahwa memperlakukan istri sekehendak suami merupakan hak suami

sebagai pemimpin dan kepala rumah tangga (Hasbianto, 1996). Kenyataan ini

membuat istri merasa terpojok dengan tidak memiliki tempat berkeluh kesah dan

berusaha menyimpan permasalahan dan menahan perasaan yang timbul dalam diri

karena kurangnya pemahaman dalam mengatasi masalah.

Persoalan kekerasan dalam rumah tangga adalah kasus kekerasan berbasis

gender yang paling sering dialami oleh perempuan. Data Komnas Perempuan

menyebutkan kasus kekerasan dalam rumah tangga merupakan kasus yang

menempati urutan tertinggi yang dilaporkan. Pada tahun 2009 angka kasus kekerasan

terhadap istri mencapai 17.772 kasus. Padahal pada tahun 2007 kekerasan terhadap

istri hanya 1.348 kasus.

Dalam tindakan kekerasan akan dikenal istilah korban yaitu orang yang

disakiti dan pelaku sebagai orang yang telah menyakiti. Kekerasan merupakan salah

satu bentuk dari hubungan antar dua individu, dimana individu yang satu merasa

tersakiti (korban) dan karena perbuatan individu yang lain (pelaku). Akibatnya ialah

2
timbul perasaan-perasaan negatif (marah, benci, ingin balas dendam) pada pelaku

kekerasan yang tak lain ialah suaminya (Komnas perempuan, 2002).

Dari perlakuan menyakiti tersebut selain dapat mengakibatkan perasaan

negatif yang muncul dapat pula selanjutnya menghadirkan sisi positif lain yaitu

kesediaan untuk melakukan forgiveness dari diri korban. Hal ini membutuhkan

proses dan waktu yang cukup lama dan mendalam. Memaafkan sendiri tidak dapat

menghilangkan perasaan sakit, namun setelah memaafkan rasa sakit itu dapat

ditahan. Setelah memaafkan, individu menyadari bahwa kemarahan dan kebencian

dapat membuat keadaan menjadi lebih buruk (Enright, 2001).

Banyak kasus kekerasan dalam rumah tangga yang berujung dengan

perceraian, namun ada pula yang tetap mempertahankan rumah tangganya dan

memaafkan suami yang telah melakukan kekerasan (Hanita dkk, 2009). Sikap

forgiveness disini terlihat pada beberapa kasus yang banyak menjadi bahan

pembicaraan, sikap ini pasti memiliki alasan yang sangat kuat dengan latar belakang

tertentu dari korban, hingga memunculkan perasaan dapat melakukan forgiveness

pada pelaku.

Dalam kehidupan sehari-hari, memaafkan merupakan sesuatu hal yang

dianggap baik. Dalam Wikipedia (2010) dijelaskan bahwa forgiveness adalah proses

menyimpulkan dendam, marah atau kemarahan sebagai akibat dari perbedaan,

dianggap pelanggaran atau kesalahan, dan atau berhenti untuk menuntut hukuman

atau restitusi dan juga merupakan norma yang diajarkan dalam setiap agama dan

setiap agama memiliki konsep yang berbeda mengenai forgiveness.

3
Namun forgiveness merupakan sesuatu yang sulit dilakukan karena harus

melibatkan dua faktor, yaitu harus menghilangkan motivasi membalas dendam dan

menghilangkan motivasi untuk menjauhi orang yang menyakiti (McCullough, 1999),

karena tidak cukup dikatakan sebagai forgiveness apabila hanya menghilangkan

perasaan negatif saja, namun juga harus mengembalikan perasaan positif terhadap

pelaku kejahatan (Worthington, 1998).

Kebanyakan hasil dari pikiran istri-istri korban kekerasan dalam rumah

tangga adalah mencoba untuk mengungkapkan forgiveness dapat menjadi suatu

pertolongan yang sangat berguna dalam membantu mereka yang telah terluka fisik

dan psikis, menyembuhkan sebuah luka hati akibat dari sakit hati yang telah

dilakukan oleh pasangannya, dan meringankan rasa sakit yang telah mereka terima

sebagai akibat dari perilaku orang lain yang telah berbuat salah kepada mereka.

Dikatakan sulit dilakukan karena hal ini menyangkut perasaan seseorang

yang sangat dalam. Maksudnya ialah ketika seseorang telah siap menyatakan

memaafkan pelaku kejahatan, maka maaf yang diberikan, seharusnya maaf secara

keseluruhan tidak hanya maaf dari sebuah perkataan saja, dan secara otomatis

ditumbuhkan perasaan untuk kembali berhubungan dan berpikiran positif mengenai

pelaku kejahatan tersebut. Akan tetapi, kenyataannya yang terjadi dalam masyarakat

dari forgiveness yang dinyatakan hanyalah sebuah perkataan saja. Hal ini juga

diperkuat dengan hasil survei yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 26-27

november 2010 dengan melakukan wawancara pribadi pada 20 mahasiswa fakultas

psikologi UIN Jakarta. Diketahui bahwa penyataan forgiveness yang diberikan bukan

menjadi penyelesaian permasalahan individu tersebut, akan tetapi masih

4
meninggalkan luka di hati, rasa kesal, kecewa, dan emosi negatif lain dalam dirinya,

bahkan kenyataan lain yang ada sangat sulit untuk melakukan forgiveness karena

dirasa beberapa permasalahan yang terjadi sudah terlalu menyakiti diri individu

tersebut.

Secara umum, manusia diharapkan dengan tulus memohon maaf atas

kesalahan mereka dan memberi maaf atas tindakan keliru yang mengena pada

mereka. Saling memaafkan merupakan salah satu bentuk tradisi hubungan antar

manusia, akan tetapi tradisi ini sering kali juga hanya merupakan ritual belaka.

Dengan kata lain, perilaku tersebut dilakukan namun tidak disertai ketulusan yang

sungguh-sungguh. Pada sisi lain, ada mitos yang mengatakan bahwa dengan

memberi maaf maka beban psikologis yang ada akan hilang. Pada kenyataannya

banyak orang yang memberi maaf kepada orang lain kemudian kecewa dengan

tindakan tersebut. Hal ini terjadi karena permintaan maaf sering tidak ditindaklanjuti

dengan perilaku yang konsisten dengan permintaan maaf tersebut.

Mc.Cullough dkk (1997) mendefinisikan forgiveness sebagai suatu perubahan

motivasi, motivasi untuk melakukan pembalasan (revenge motivation) dan motivasi

untuk menghindar (avoidance motivation). Penurunan kedua motivasi tersebut

mencegah respon yang merusak hubungannya dengan pihak yang telah menyakiti

atau melukai melainkan untuk berperilaku konstruktif terhadap pihak tersebut.

McCullough dkk (2000, dalam Synder & Lopez, 2002) menjelaskan bahwa

forgiveness merupakan peningkatan dalam motivasi prososial ke arah lain, yaitu

rendahnya dorongan untuk menghindari (avoidance motivations) transgressor,

5
rendahnya dorongan untuk menyakiti atau membalas dendam (revenge motivations)

terhadap transgressor tersebut, dan meningkatnya dorongan untuk bertindak positif

(benevolence motivations) terhadap transgressor.

Worthington (1998) menyetujui pendapat yang mengatakan bahwa secara

kesehatan memaafkan memberikan keuntungan psikologis, dan memaafkan

merupakan terapi yang efektif dalam intervensi yang membebaskan seseorang dari

kemarahannya dan rasa bersalah. Selain itu, forgiveness dapat mengurangi marah,

depresi, cemas dan membantu dalam penyesuaian perkawinan. Memaafkan dalam

hubungan interpersonal yang erat juga berpengaruh terhadap kebahagian dan

kepuasan hubungan (Fincham dkk, 2001).

Penelitian ilmuwan Amerika membuktikan bahwa mereka yang mampu

memaafkan adalah lebih sehat baik jiwa maupun raga. Orang-orang yang diteliti

menyatakan bahwa penderitaan mereka berkurang setelah memaafkan orang yang

menyakiti mereka. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang yang belajar

memaafkan merasa lebih baik, tidak hanya secara batiniyah namun juga jasmaniah.

Banyak kajian mengenai forgiveness dan telah ditemukan pengaruh yang

positif dari forgiveness. Seperti yang dikatakan oleh Mother Teresa (Fincham, 2009)

"If we really want to love, we must learn how to forgive", lalu pernyataan dari

Reinhold Niebuhr "Memaafkan adalah bentuk keindahan tertinggi dari cinta, sebagai

balasannya Anda akan menerima kedamaian yang tak terkatakan dan kebahagiaan".

Forgiveness terjadi dilatarbelakangi oleh bermacam-macam tingkat

permasalahan, baik pada seorang individu atau sekelompok. Terdapat banyak

6
kelebihan dengan melakukan forgiveness. Kesadaran seperti hal-hal yang telah

dibuktikan lewat beberapa penelitian sebelumnya lebih dibutuhkan untuk mengganti

semua pengalaman negatif menjadi hal positif. Keinginan untuk melakukan

forgiveness ini dipengaruhi oleh beberapa kondisi dan faktor sebelumnya.

Menurut McCullough dkk (1998), terdapat lima aspek yang dapat

mempengaruhi forgiveness, yaitu determinan sosio-kognitif, peristiwa menyakitkan,

tipe kepribadian, dan empati. Penelitian lain dari McCullough dkk (1997)

menunjukkan bahwa forgiveness berhubungan dengan kebahagiaan psikologis,

empati, permohonan maaf dan perspective taking, atribusi dan penilaian kekejaman

orang yang menyakiti.

Secara lebih rinci terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap

forgiveness seperti yang dikemukakan oleh McCulllough dkk (1998, dalam Tri &

Faturochman, 2009) faktor-faktor tersebut ialah empati, atribusi terhadap pelaku dan

kesalahannya, tingkat kelukaan, tipe kepribadian, kualitas hubungan, religiusitas.

Faktor-faktor yang telah dijelaskan sebelumnya ialah hal-hal yang berkaitan erat

dengan proses terjadinya forgiveness.

Secara keseluruhan kepribadian mempunyai fungsi sebagai penentu sikap dan

perilaku seseorang yang dalam pembahasan kali ini yaitu forgiveness. Kepribadian

menurut Jung (dalam Feist & Feist, 2010) menjelaskan kepribadian manusia

berdasarkan tujuannya dalam kehidupan yang dipengaruhi oleh masa lalu dan masa

depan manusia. Jung menjelaskan berbagai macam struktur dari psyche, tipologi

kepribadian manusia berdasarkan sikap dan fungsi dominan yang dimiliki oleh

7
manusia, mekanisme pergerakan energi psikis dan tahap perkembangan

kepribadiannya.

Menurut Jung (dalam Sumadi, 2006), manusia dapat digolongkan dalam dua

tipe, yaitu yang bertipe ekstravers dan manusia yang bertipe introvers. Orang yang

ekstravers dipengaruhi oleh dunia obyektif yaitu dunia di luar dirinya. Orientasi

utama tertuju keluar; pikiran, perasaan, serta tindakannya terutama ditentukan oleh

lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun lingkungan non-sosial. Orang yang

ekstravers ini mempunyai sikap yang positif terhadap masyarakat.

Berbeda dengan orang ekstravers, orang yang introvers dipengaruhi oleh

dunia subyektif yaitu dunia di dalam dirinya sendiri. Orientasi utama tertuju ke

dalam; pikiran, perasaan, serta tindakannya terutama ditentukan oleh faktor-faktor

subyektif. Penyesuaian dengan dunia luar pada tipe introvers ini kurang baik,

sebaliknya mempunyai penyesuaian yang baik dengan dirinya sendiri.

Kajian tentang forgiveness mulai menarik untuk diteliti, beberapa pakar

psikologi pun telah turut serta mengkaji mengenai forgiveness secara ilmiah, banyak

hal yang telah diteliti baik mengenai tipe kepribadian, kualitas hubungan, kesehatan

psikis, religiusitas, dan lain sebagainya.

Pemaparan di atas mengenai tipe kepribadian juga didukung oleh penelitian

terdahulu yang dilakukan oleh Wang (2008). Ia telah melihat hubungan antara tipe

kepribadian dan forgiveness. Akan tetapi tipe kepribadian yang diteliti di sini

mengenai tipe kepribadian big five dengan forgiveness dalam dua jurnal penelitian,

yang hasilnya pertama menyatakan bahwa antara kepribadian tipe big five dengan

forgiveness menghasilkan signifikansi positif pada agreeableness dan signifikansi

8
negatif pada neuroticism, dan tidak terdapat signifikansi pada consciousness,

extraversion, dan openness. Maka diketahui bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara tipe kepribadian big five dengan forgiveness.

Dari penelitian Wang dapat disimpulkan bahwa terdapat keterkaitan antara

kepribadian seseorang dengan forgiveness. Tipe kepribadian yang dikemukakan yaitu

tipe kepribadian big five, kemudian dari pembahasan mengenai forgiveness

didapatkan bahwa kepribadian sendiri termasuk ke dalam faktor-faktor yang

mempengaruhi forgiveness pada individu. Karena pada dasarnya tipe kepribadian

yang dimiliki setiap individu berbeda-beda dan memiliki pengaruh terhadap

forgiveness.

Menurut McCullough dkk (2001b, dalam Tri & Faturrochman, 2009) tipe

kepribadian tertentu seperti ekstravert menggambarkan beberapa karakter seperti

bersifat sosial, keterbukaan ekspresi, dan asertif. Karakter yang hangat, kooperatif,

tidak mementingkan diri, menyenangkan, jujur, dermawan, sopan dan fleksibel juga

cenderung menjadi empatik dan bersahabat. Karakter lain yang diduga berperan

adalah cerdas, analitis, imajinatif, kreatif, bersahaja, dan sopan. Berdasarkan ciri

tersebut dapat dikatakan individu dengan tipe kepribadian ini memiliki tingkat emosi

yang lebih stabil atau memungkinkan untuk melakukan forgiveness. Dapat diduga

bahwa terdapat hubungan antara kepribadian, tepatnya tipe kepribadian ekstravert

dengan forgiveness.

Penelitian lainnya yaitu penelitian yang mencari tahu mengenai hubungan

antara trait kepribadin big five factors dengan forgiveness pada pasangan yang

9
menikah dalam masa pernikahan 1 hingga 5 tahun. Diketahui dari hasil penelitian

tersebut terdapat hubungan yang erat antara trait kepribadian yaitu trait extraversion,

agreeableness, dan openess dengan forgiveness pada pasangan yang menikah (dalam

Arthasari, 2010).

Penelitian lainnya yang berhubungan dengan tipe kepribadian big five factors

yaitu yang dilakukan oleh McCullough (1998) menyatakan bahwa kecenderungan

seseorang untuk melakukan forgiveness memiliki korelasi yang cukup erat dengan

dua buah dimensi big five, yaitu neuroticism dan agreeableness, dimana orang-orang

agreeableness (ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari

konflik) memiliki tingkat emosi yang lebih stabil, lebih cenderung mudah

memaafkan perbuatan menyakitkan yang pernah dilakukan orang lain terhadap

mereka. Bagi orang-orang yang memiliki kepribadian neuroticism (mudah

mengalami kecemasan, rasa marah, depresi, dan memiliki kecenderungan

emotionally reactive), lebih cenderung sulit memaafkan perbuatan menyakitkan

yang pernah dilakukan orang lain terhadap mereka.

Dikarenakan banyaknya penelitian mengenai tipe kepribadian big five factors

yang telah dilakukan terhadap forgiveness dan dirasa masih sedikit penelitian

mengenai tipe kepribadian ekstrovert dan introvert, serta didukung pendapat dari

McCullough mengenai hubungan tipe kepribadian ekstravert dengan forgiveness,

maka berdasarkan hal tersebut peneliti berniat mengangkat tipe kepribadian yang

diteliti dengan menggunakan tipe kepribadian ekstrovert dan introvert.

10
Faktor kedua yang mempengaruhi forgiveness ialah kualitas hubungan.

Menurut McCullough dkk (1998), kualitas hubungan menjadi faktor kuat yang

mempengaruhi terjadinya proses forgiveness, karena individu yang memaafkan

kesalahan pihak lain (pasangan) dapat dilandasi oleh komitmen yang tinggi pada

relasi mereka. Di dalamnya terdapat beberapa alasan yang menjadi pemicu bahwa

kualitas hubungan berpengaruh terhadap perilaku memaafkan (forgiveness) dalam

hubungan interpersonal.

Dalam kualitas hubungan, kedekatan antara korban dan pelaku kekerasan,

kadar penderitaan yang dipersepsikan subjek dan keinginan untuk berhubungan baik

kembali mempengaruhi seseorang untuk memaafkan (McCullough dkk., 1998).

Penelitian terdahulu lain yang mendukung kualitas hubungan dengan

forgiveness dikemukakan oleh Fincham (2000) bahwa terdapat banyak faktor yang

mempengaruhi individu dalam bersikap memaafkan terhadap individu lain. Hal ini

biasanya terjadi dikarenakan kualitas hubungan yang dekat antara individu satu

dengan individu lainnya. Dikarenakan kedekatan hubungan antara kedua individu

tersebut, maka dapat memunculkan forgiveness dari dirinya. Di dalam jurnal ini

dijelaskan bahwa individu yang memiliki hubungan kedekatan dengan orang yang

bermasalah dengannya, akan memiliki tingkat forgiveness yang lebih baik atau lebih

tinggi dibandingkan dengan yang kualitas hubungannya tidak dekat.

Dalam penelitian lainnya mengenai kualitas hubungan suami dan istri

dikatakan oleh Fincham dkk (2009) yang memperlihatkan bahwa dengan melakukan

forgiveness memunculkan dampak yang positif atau keuntungan dengan timbulnya

11
kesejahteraan suatu hubungan. Hal ini diperkuat oleh kenyataan yaitu rata-rata suami

istri yang mementingkan, mencoba, dan menyetujui forgiveness terjadi pada usia

yang pernikahannya lebih lama, dan dengan melakukan forgiveness pernikahannya

lebih berumur panjang, serta dirasa memuaskan.

Faktor lainnya yang mempengaruhi forgiveness yaitu religiusitas. Religiusitas

menurut Glock & Stark (1974) adalah apa yang diyakini seseorang sebagai

kebenaran religius, apa yang seseorang lakukan sebagai bagian pengamalan

keyakinan, melibatkan emosi atau pengalaman sadar dalam agama yang dianut, yang

diketahui tentang keyakinan, dan bagaimana tingkah laku sehari-hari dipengaruhi

agama. Di dalam religiusitas terdapat beberapa dimensi yang akan diteliti juga dalam

penelitian ini, yaitu dimensi-dimensi menurut Glock & Stark, terdiri dari lima macam

yaitu dimensi keyakinan, praktek agama, pengalaman, pengetahuan, dan

konsekuensi.

Dalam salah satu penelitian yang pernah dilakukan oleh Gorsuch dan Hao

(1993, dalam Batson dkk., 2006) menyimpulkan dalam penelitiannya yang berjudul

Forgiveness: An exploratory factor analysis and its relationships to religious

variables, bahwa "Semakin tinggi tingkat religiusitas seseorang, maka semakin

tinggi pula tingkat forgiveness terhadap orang lain"

Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Rusdi (2009) ditemukan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara religiusitas dengan forgiveness pada

mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah Dirasat Islamiyah Al-Hikmah Jakarta.

Diketahui dari hasil penelitian sebelumnya bahwa agama dapat mempengaruhi secara

positif terhadap fogiveness. Secara logis, peneliti berpendapat bahwa forgiveness

12
secara tidak langsung dipengaruhi oleh konsep forgiveness dalam agama Islam,

seperti anjuran forgiveness dalam al-qur'an seperti dalam surat Al-Anfaal ayat 7, An-

Nur ayat 162, Ali Imran ayat 134, serta ayat-ayat lain di dalam al-qur'an yang

menganjurkan untuk forgiveness.

Agama sendiri dalam Wikipedia (2008) tidak hanya Islam, ada banyak agama

lain dan semua agama berbeda-beda dalam mengajarkan mengenai forgiveness, baik

agama Kristen, Yahudi, Hindu, Budha , dan begitu pula pada agama Katolik.

Selain itu Edward (2002, dalam Batson dkk., 2006) menemukan bahwa

terdapat korelasi positif antara konstrak keyakinan (faith) dengan forgiveness, maka

apabila seorang individu memiliki suatu keyakinan dalam beragama yang kuat, maka

kesediaan untuk memaafkan akan berpeluang lebih besar dari yang tidak memiliki

keyakinan kuat.

Kanz (2000, dalam Horn) menyimpulkan bahwa religiusitas merupakan salah

satu variabel yang memiliki korelasi dengan penerimaan untuk forgiveness. Maka

dari teori dan hasil penelitian yang ada menunjukkan terdapat kaitan antara religi dan

keinginan melakukan forgiveness.

Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa forgiveness merupakan salah

satu cara yang dipilih agar seseorang yang disakiti dapat menyembuhkan luka hati

akibat perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Cara yang ditempuh adalah dengan

menurunkan perasaan-perasaan negatif yang muncul dan meningkatkan motivasi

positif, yaitu untuk berdamai atau memperbaiki hubungan dengan pelaku.

(Mc.Cullough dkk., dalam Worthington, 1998).

13
Maka diketahui dari beberapa penelian dalam terjadinya forgiveness terdapat

bermacam-macam faktor yang mempengaruhi berlangsungnya dan bersedianya

seseorang melakukan hal tersebut. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, peneliti

ingin mengetahui dan merasa tertarik melakukan penelitian dengan judul "Faktor-

Faktor Psikologis Yang Mempengaruhi Forgiveness Pada Istri Korban

Kekerasan Dalam Rumah Tangga"

14
1.2 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari kesimpangsiuran persepsi dan lebih terarahnya pembahasan,

maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti yaitu sebagai berikut :

1. Forgiveness merupakan proses perubahan dorongan ke arah perilaku dari diri

individu terhadap pelaku. Pada penelitian ini forgiveness yang dimaksud adalah

peningkatan dalam motivasi prososial ke arah lain, yaitu rendahnya dorongan

untuk menghindari (avoidance motivations) pelaku, rendahnya dorongan untuk

menyakiti atau membalas dendam (revenge motivations) terhadap pelaku, dan

meningkatnya dorongan untuk bertindak positif atau membina hubungan

kembali (benevolence motivations) terhadap pelaku.

2. Tipe kepribadian yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tipe kepribadian

tipologi Jung yaitu tipe kepribadian extrovert dan introvert.

3. Kualitas hubungan merupakan keadaan seberapa baik atau buruk interaksi pada

suatu hubungan. Pada penelitian ini kualitas hubungan yang dimaksud adalah

tingkat baik buruknya kesinambungan interaksi antara dua orang atau lebih yang

mendalam bertujuan memudahkan proses dalam suatu hubungan antara satu

dengan yang lain.

4. Religiusitas merupakan perwujudan individu penganut agama. Pada penelitian ini

religiusitas yang dimaksud adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai dan

sistem perilaku yang terlembagakan dan semuanya berpusat pada persoalan yang

dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimate meaning). Terdapat beberapa

dimensi religiusitas, dan dalam penelitian ini religiusitas yang diukur adalah

religiusitas yang dipaparkan oleh Glock & Stark (1974) yaitu dimensi keyakinan,

15
praktek agama, pengalaman keagamaan, pengetahuan keagamaan, dan pengamalan

keagamaan.

5. Sampel dalam penelitian ini adalah wanita yaitu istri korban kekerasan dalam

rumah tangga (KDRT) di bawah perlindungan LBH APIK yang berusia 20-60

tahun, status menikah dengan usia pernikahan 1-30 tahun.

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, muncul beberapa masalah yang dapat

diidentifikasikan yaitu:

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan tipe kepribadian, kualitas hubungan,

religiusitas, dan usia pernikahan terhadap forgiveness pada istri korban

kekerasan rumah tangga?

2. Variabel manakah yang paling berpengaruh terhadap forgiveness pada istri

korban kekerasan dalam rumah tangga?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Secara pokok dan prinsip tujuan penelitian ini adalah menjawab pertanyaan

penelitian yang telah peneliti rumuskan di atas. Oleh karenanya tujuan dan manfaat

subtansial penelitian ini sangat berkaitan erat dengan pertanyaan penelitiannya yaitu:

16
1.4.1 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah ada pengaruh tipe kepribadian ekstrovert-

introvert, kualitas hubungan, religiusitas, dan usia pernikahan terhadap

forgiveness pada istri korban kekerasan dalam rumah tangga.

2. Melihat variabel mana yang paling besar mempengaruhi forgiveness pada

istri korban kekerasan dalam rumah tangga.

1.4.2 Manfaat Penelitian

1. Diharapkan penelitian ini secara teoritis dapat menambahkan hasil-hasil

penelitian kualitas hubungan dan religiusitas dimensi konsekuensi terhadap

forgiveness pada korban kekerasan dalam rumah tangga.

2. Diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis,

seperti: mendorong minat teman-teman lainnya yang berkecimpung di

bidang psikologi untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan

forgiveness, dan membantu seseorang dalam konseling pernikahan, psikiater

pernikahan, dan menemukan problem solving pada pasangan yang menikah,

mengingat hal tersebut masih sangat baru sehingga masih banyak hal yang

dapat digali mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi forgiveness.

1.5 Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai isi dan materi yang

dibahas dalam skripsi ini, maka penulis mengemukakannya dengan sistematika

penulisan sebagai berikut:

Bab 1. Pendahuluan

17
Pada bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang, permasalahan-

permasalahan penelitian, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan serta manfaat

penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab 2. Landasan Teori

Pada bab ini berisi teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan penelitian,

yakni teori tentang tipe kepribadian, teori kualitas hubungan dengan pelaku, teori

religiusitas, teori forgivenes, dan kerangka berpikir.

Bab 3. Metode Penelitian

Pada bab ini berisi penguraian mengenai, variabel penelitian, populasi dan sampel

penelitian, tekhnik pengambilan dan sampel, desain penelitian, instrumen penelitian,

tekhnik pengambilan data dan tekhnik analisis data yang digunakan dalam penelitian

ini.

Bab 4. Analisis Hasil Penelitian

Pada bab ini peneliti akan membahas mengenai gambaran subjek penelitian,

deskripsi data dan hasil uji hipotesis.

Bab 5. Kesimpulan, Diskusi, dan Saran

Pada bab ini, peneliti akan merangkum keseluruhan isi penelitian dan meyimpulkan

hasil penelitian. Dalam bab ini juga akan dimuat diskusi dan saran.

18
BAB 2

LANDASAN TEORI

Dalam bab dua ini, akan dibahas semua teori yang dapat menjelaskan masing-masing

variabel penelitian. Terlebih dahulu teori yang akan dibahas adalah mengenai teori-

teori yang berkenaan dengan forgiveness yang dimulai dengan definisi, hingga teori-

teori yang dibahas dari beberapa tokoh yang berbeda. Setelah itu peneliti akan

membahas faktor-faktor psikologis yang dianggap sebagai faktor-faktor yang

mempengaruhi forgiveness pada korban kekerasan dalam rumah tangga.

2.1. Forgiveness

2.1.1 Definisi forgiveness

Forgiveness adalah kesediaan menanggalkan kesalahan yang diakukan oleh

seseorang yang telah menyakiti hati atau melakukan suatu perbuatan salah pada

individu lain (Braumesiter & Exline, dalam McCullough dkk., 2003).

Forgiveness merupakan sikap seseorang yang telah disakiti untuk tidak

melakukan perbuatan balas dendam terhadap orang yang menyakiti, tidak adanya

keinginan untuk menjauhi pelaku. Sebaliknya ada keinginan adanya keinginan untuk

berdamai dan berbuat baik terhadap orang yang menyakiti, walaupun orang yang

telah menyakiti telah berbuat yang menyakitkan terhadap kita. (McCullough, 1997,

dalam McCullough dkk., 2003).

Menurut McCullough dkk (1997) menjelaskan bahwa forgiveness adalah

suatu perubahan motivasi, perubahan motivasi untuk melakukan pembalasan

19
(revenge motivation) dan motivasi untuk menghindar (avoidance motivation).

Penurunan kedua motivasi tersebut mencegah respon yang merusak hubungannya

dengan pihak yang telah menyakiti atau melukai melainkan untuk berperilaku

konstruktif terhadap pihak tersebut.

Selain itu, McCullough dkk (2000, dalam Synder & Lopez, 2002)

menjelaskan bahwa forgiveness adalah proses perubahan tiga dorongan dalam diri

individu terhadap pelaku. Dikatakan bahwa forgiveness merupakan peningkatan

dalam motivasi prososial ke arah lain, yaitu rendahnya dorongan untuk menghindari

(avoidance motivations) pelaku, rendahnya dorongan untuk menyakiti atau

membalas dendam (revenge motivations) terhadap pelaku, dan meningkatnya

dorongan untuk bertindak positif atau membina hubungan kembali (benevolence

motivations) terhadap pelaku.

Kemudian, Enright (dalam McCullough dkk., 2003) mendefinisikan

forgiveness sebagai sikap untuk mengatasi hal- hal yang negatif dan penghakiman

terhadap orang yang telah menyakiti dengan tidak menyangkal rasa sakit itu sendiri

tetapi dengan rasa kasihan, iba dan cinta kepada pihak yang menyakiti.

Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa forgiveness

adalah peningkatan dorongan dari arah yang negatuntuk berperilaku ke arah yang

lebih baik, yang ditandai dengan rendahnya dorongan seseorang untuk menghindar,

untuk membalas dendam, dan bertambahnya dorongan dari diri untuk membina

hubungan kembali.

20
2.1.2 Dimensi yang mendasari forgiveness

Dimensi forgiveness yang dikemukakan merupakan penjelasan lebih jauh

mengenai definisi McCullough dkk (2000, dalam Synder & Lopez, 2002).

Forgiveness merupakan proses perubahan tiga dorongan dalam diri individu terhadap

transgressor. Tiga dorongan tersebut adalah avoidance motivations, revenge

motivations, dan benevolence motivations, yang selanjutnya juga menjadi dimensi

forgiveness. Penjelasan dari ke tiga dimensi yang mendasari forgiveness ialah

sebagai berikut:

1) Avoidance motivations

Ditandai dengan individu yang menghindar atau menarik diri (withdrawal) dari

pelaku.

2) Revenge motivations

Ditandai dengan dorongan individu untuk membalas perbuatan pelaku yang

ditujukan kepadanya. Dalam kondisi ini, individu tersebut marah dan

berkeinginan untuk membalas dendam terhadap pelaku. Ketika individu dilukai

oleh individu lain (pelaku), maka yang terjadi dalam dirinya adalah peningkatan

dorongan untuk menghindar (avoidance) dan membalas dendam (revenge).

3) Benevolence motivations

Ditandai dengan dorongan untuk berbuat baik terhadap pelaku. Dengan adanya

kehadiran benevolence, berarti juga menghilangkan kehadiran dua dimensi

sebelumnya. Oleh karena itu, individu yang memaafkan, memiliki benevolence

motivations yang tingi, namun di sisi lain memiliki avoidance dan revenge

motivations yang rendah.

21
Selain dari tiga aspek dimensi yang telah dijelaskan di atas, terdapat

pendapat lain mengenai dimensi yang mendasari forgivenes. Dua aspek yang selalu

hadir dalam setiap definisi forgiveness, yaitu berkurangnya keinginan untuk

menghindari pelaku yang telah menyakiti korban dan berkurangnya keinginan untuk

membalas dendam. Menurut McCullough dkk (1998), terdapat dua aspek sistem

motivasional yang menentukan respons seseorang ketika mengalami transgresi

interpersonal, yaitu perasaan disakiti (feeling of hurts) dan amarah. Perasaan disakiti

merupakan persepsi dan transgresi yang memotivasi seseorang untuk menghindari

orang yang melakukan transgresi tersebut, baik secara fisik maupun psikologis

sedangkan amarah merupakan emosi yang menyebabkan seseorang ingin membalas

dendam.

Ketika individu menyatakan bahwa tidak dapat memaafkan orang lain atas

suatu peristiwa atau tindakan yang menyakitkan, persepsinya terhadap peristiwa atau

tindakan tersebut akan menstimulasi kedua aspek tadi ke arah destruksi hubungan

yang dijalani bersama pasangannya tersebut, yaitu dengan adanya motivasi yang

tinggi untuk menghindar dan motivasi yang tinggi untuk membalas dendam atau

melihat orang yang menyakitinya tadi memperoleh petaka (McCullough dkk, 1998).

Sebaliknya ketika individu tersebut menunjukan indikasi telah memaafkan orang

lain, persepsi akan orang tersebut beserta tindakan atau peristiwa yang menyakitkan

yang telah dilakukan oleh pasangannya tersebut tidak lagi menciptakan motivasi

untuk menghindar maupun membalas dendam, sehingga orang yang memaafkan tadi

akan mengalami tranformasi motivasional yang bersifat konstruktif.

Penjelasan kedua dimensi yang mendasari forgiveness ialah sebagai berikut:

22
1. Penghindaran (avoidance)

Worthington (1998) menganalogikan transgresi dengan pengkondisian klasik

(classical conditioning) terhadap seorang tikus dalam penelitian eksperimental.

Dalam eksperimen, tikus tersebut membuat sebuah nada (stimulus terkondisi).

Tikus tadi akan mengasosiakan nada dengan sengatan listrik. Asosiasi tersebut

dapat terjadi dalam beberapa kali percobaan jika sengatan listrik relatif lembut.

Dibandingkan dengan individu yang mengalami transgresi dan belum dapat

memaafkan. Pertama, individu tersebut mengalami luka, baik yang disebabkan

oleh kritik, kebohongan, ketidaksetiaan, dan sebagainya. Luka ini sebagai

stimulus yang tak terkondisi, sedangkan pelaku (dalam penelitian ini berarti

pasangan) berperan sebagai stimulus tak terkondisi. Setelah mengalami

transgresi, individu tetap bertemu dengan trangresor. Pertemuan dengan pelaku

akan membuat cemas, serupa dengan reaksi tikus yang menciutkan tubuh dan

mengejang. Setelah itu ia akan berusaha untuk menghindari pelaku. Jika

penghindaran pelaku tidak mungkin untuk dilakukan maka kemarahan,

pembalasan, dan konfrontasi dilancarkan. Apabila kemarahan, pembalasan dan

konfrontasi tersebut merupakan hal yang dianggapnya tidak rasional,

destruktif, atau tidak berguna, individu tadi akan menunjukan tingkah laku

yang serupa dengan tingkah laku submisif yang ditunjukan tikus, yaitu depresi,

yang menunjukan bahwa ia berada dalam posisi yang lemah dan membutuhkan

pertolongan.

23
2. Pembalasan (revenge)

Ketika penghindaran sudah tidak lagi efektif, seorang individu dapat

menyimpan dendam yang ada, kemudian membalaskannya. Terdapat beberapa

alasan yang mendasari keputusan seseorang untuk membalas dendam, yaitu

diperolehnya keuntungan praktis maupun materi, mencegah terjadinya

persitiwa yang menyakitkan, menghayati konsekuensi dari luka yang

berlangsung dalam jangka waktu yang lama, mempertahankan harga diri, dan

mempertahankan prinsip moral.

Alasan utama yang menyebabkan seseorang untuk memutuskan balas dendam

kepada orang yang telah menyakitinya adalah dapat diperolehnya keuntungan

praktis maupun material dari orang tersebut. Ketika seseorang menyakiti orang

lain, seakan-akan berhutang terhadap orang yang disakitinya itu. Memaafkan

berarti meniadakan hutang tersebut, dan dapat dilakukan jika pihak yang

menyakiti telah menampilkan tingkah laku yang menguntungkan pihak yang

telah disakitinya. Penghilangan hutang juga dapat dilakukan dengan melakukan

balas dendam. Pembalasan dendam dapat mendatangkan kepuasan atas

dicapainya “keadilan” dan keimbangan.

Disimpannya dendam merupakan “alat” untuk mencegah berulangnya luka.

Peristiwa menyakitkan yang pernah terjadi akan lebih mudah terulang.

Kemungkinan untuk kembali terluka dimasa depan akan dipertimbangkan

seseorang, apapun yang dirasakannya ketika dilukai, sehingga individu tersebut

akan bertanya-tanya, “apakah orang yang menyakiti saya ini akan mengulangi

perbuatannya?” Memaafkan akan meningkatkan peluang berulangnya peristiwa

24
yang menyakitkan. Dengan memutuskan untuk tidak memaafkan, seseorang

dapat berharap untuk mempengaruhi pihak yang menyakitinya agar tidak

mengulangi lagi perbuatan yang telah melukainya. Tidak memaafkan juga

dapat membuat pihak yang telah menyakiti seseorang terus teringat akan

perbuatannya. Memaafkan tidak memungkinkan seseorang untuk membuat

pihak yang telah menyakitinya terus teringat akan perbuatannya, sebab ketika

pemaafan telah terjadi, peristiwa yang menyakitkan tersebut tidak diungkit-

ungkit kembali, dan tidak ada pula rasa bersalah yang dapat diinduksikan

kepada pihak yang telah menyakiti, sehingga dengan memaafkan kontrol

terhadap tingkah lakunya di masa yang akan datang tidak dapat dilakukan.

Dendam juga akan disimpan jika konsekuensi dari luka yang ditorehkan oleh

pihak yang menyakiti ternyata berlangsung untuk jangka waktu yang panjang.

Pemaafan akan sulit timbul jika konsekuensi dari peristiwa menyakitkan yang

dialami berlangsung hingga masa depan.

Alasan lain disimpannya dendam adalah untuk menjaga harga diri pihak yang

disakiti (Baumister et al, 1998). Banyak peristiwa menyakitkan yang dapat

mengancam harga diri, sehingga pihak yang menjadi korban dalam peristiwa

tersebut menganggap bahwa memaafkan dapat menyebabkan mereka

kehilangan harga diri. Ketidakinginan akan kehilangan harga diri tersebut

membuat individu merasa ingin atau butuh mempertahankan citra bahwa

memiliki kekuatan.

Dari beberapa dimensi yang di paparkan di atas, peneliti akan menggunakan

dimensi menurut McCullough dkk, yang berisi tiga dimensi yaitu avoidance

25
motivations, revenge motivations, dan benevolence motivations. Peneliti

menggunakan dimensi tersebut dikarenakan sesuai dengan definisi yang digunakan

dan sesuai dengan skala yang ditemukan dan digunakan.

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi forgiveness

Berikut ini dijelaskan secara lebih rinci beberapa faktor yang berpengaruh

terhadap forgiveness yang dikemukakan oleh McCullough dkk (1998, dalam Tri &

Faturrochman, 2009) yaitu:

(1) Empati

Empati adalah kemampuan seseorang untuk ikut merasakan perasaan atau

pengalaman orang lain. Kemampuan untuk empati ini erat kaitannya dengan

pengambilalihan peran. Melalui empati terhadap pihak yang menyakiti,

seseorang dapat memahami perasaan pihak yang menyakiti merasa bersalah

dan tertekan akibat perilaku yang menyakitkan. Dengan alasan itulah

beberapa penelitian menunjukkan bahwa empati berpengaruh terhadap proses

pemaafan. Empati juga menjelaskan variabel sosial psikologis yang

mempengaruhi pemberian maaf yaitu permintaan maaf (apologies) dari pihak

yang menyakiti. Ketika pelaku meminta maaf kepada pihak yang disakiti

maka hal itu bisa membuat korban lebih berempati dan kemudian termotivasi

untuk memaafkannya.

(2) Karakteristik serangan

Faktor ini berkaitan dengan persepsi dari kadar penderitaan yang dialami oleh

orang yang disakiti serta konsekuensi yang menyertainya. Seseorang akan

lebih sulit untuk memaafkan kejadian-kejadian yang dianggap penting dan

26
bermakna dalam hidupnya. Misalnya, seseorang akan sulit untuk memaafkan

perilaku perselingkuhan yang dilakukan suaminya dibandingkan memaafkan

perilaku orang lain yang tiba-tiba menyelinap antrian. Girard dkk (dalam Tri

& Faturrochman, 2009) menyebutkan bahwa semakin penting dan bermakna

suatu kejadian, maka akan semakin sulit bagi seseorang untuk memaafkan.

(3) Tipe kepribadian

Ciri dari tipe kepribadian tententu seperti ekstravert menggambarkan

beberapa karakter seperti bersifat sosial, keterbukaan ekspresi, dan asertif.

Karakter yang hangat, kooperatif, tidak mementingkan diri, menyenangkan,

jujur, dermawan, sopan dan fleksibel juga cenderung menjadi empatik dan

bersahabat. Karakter lain yang diduga berperan adalah dalam forgiveness

cerdas, analitis, imajinatif, kreatif, bersahaja, dan sopan. Ciri-ciri tersebut

memiliki kecenderungan invidu yang memiliki tipe kepribadian ekstravert

cenderung dapat melakukan forgiveness terhadap pelaku yang menyakiti.

(4) Kualitas hubungan dengan pelaku

Berdasarkan penelitian yang ada, Nelson dkk (dalam Worthington dkk, 1998)

menemukan bahwa korban cenderung memaafkan apabila hubungan antara

korban dan pelaku sebelum peristiwa menyakitkan terjadi, terdapat kepuasan,

komitmen dalam hubungan tersebut.

Seseorang yang memaafkan kesalahan pihak lain dapat dilandasi oleh

komitmen yang tinggi pada relasi mereka. Ada empat alasan mengapa

kualitas hubungan berpengaruh terhadap perilaku memaafkan dalam

hubungan interpersonal. Pertama, pasangan yang mau memaafkan pada

27
dasarnya mempunyai motivasi yang tinggi untuk menjaga hubungan. Kedua,

dalam hubungan yang erat ada orientasi jangka panjang dalam menlain

hubungan di antara mereka. Ketiga, dalam kualitas hubungan yang tinggi

kepentingan satu orang dan kepentingan pasangannya menyatu. Keempat,

kualitas hubungan mempunyai orientasi kolektivitas yang menginginkan

pihak-pihak yang terlibat untuk berperilaku yang memberikan keuntungan di

antara mereka (McCullough dkk., 1998).

(5) Religiusitas

Studi yang menunjukkan bahwa nilai dan praktek keagamaan berhubungan

positif dengan sikap yang mendukung tindakan memaafkan (Gorsuch &

Hao,1993). Studi lain yang dilakukan Wuthnow (2009) menunjukkan bahwa

kegiatan kelompok agama yang bersifat tradisional seperti sharing dan doa

bersama, terbukti membantu individu memaafkan orang lain.

2.1.5 Pengukuran forgiveness

Dari hasil membaca literatur tentang penelitian-penelitian mengenai

forgiveness, peneliti memperoleh beberapa instrument untuk mengukur

forgiveness, diantaranya yaitu:

1. Marital Offence-Specific Forgiveness Scale (MOFS)

2. Transgression-Related Interpersonal Motivation Scale (TRIM)

3. The Heartland Forgiveness Scale (HFC)

Adapun penjelasan mengenai instrument-instrument tersebut adalah sebagai

berikut. Pertama, Marital Offence-Specific Forgiveness Scale (MOFS). MOFS terdiri

28
dari 10 item. Item-item dalam alat ukur ini sesuai dengan dua komponen forgiveness

yaitu, resentment-avoidance dan benevolence. Kedua,

Transgression-Related Interpersonal Motivation scale (TRIM). TRIM terdiri dari 12

item. Alat tes ini mengukur tingkat forgiveness berdasarkan dua sub skala yakni

rendahnya tingkat menghindari pelaku (avoidance) dan rendahnya tingkat membalas

(revenge). Ketiga, The Heartland Forgiveness Scale (HFC). Tediri dari 18 item.

Alat tes ini membahas mengenai laporan diri yang mengukur forgiveness

disposisional seseorang (yaitu, kecenderungan umum untuk memaafkan).

Maka dari beberapa alat ukur yang dikemukakan, peneliti menggunakan alat

ukur Marital Offence-Specific Forgiveness Scale (MOFS). Dikarenakan sesuai

dengan kajian teori yang digunakan.

2.2 Kepribadian

2.2.1 Definisi kepribadian

Menurut Pervin dan John (2005) kepribadian mewakili karakteristik individu

yang terdiri dari pola-pola pikiran, perasaan dan perilaku yang konsisten. Definisi

tersebut memiliki arti yang cukup luas yang membolehkan kita untuk fokus pada

banyak aspek yang berbeda pada setiap orang. Pada waktu yang bersamaan, hal

tersebut menganjurkan kita untuk konsisten pada pola tingkah laku dan kualitas

dalam diri orang tersebut yang diukur secara teratur.

29
Menurut Koentjaraningrat kepribadian adalah susunan unsur-unsur akal dan

jiwa yang menentukan perbedaan tingkah laku atau tindakan dari tiap-tiap individu

(http://www.e-dukasi.net).

Freud (dalam Feist, 2010) pada teori kepribadian adalah eksplorasinya ke

dalam dunia tidak sadar dan keyakinan bahwa manusia termotivasi oleh dorongan-

dorongan utama yang belum atau tidak mereka sadari. Freud mengidentifikasikan

tiga angkatan dalam kehidupan mental, yaitu alam tidak sadar, alam bawah sadar,

dan kesadaran. Maka, kepribadian merupakan integrasi dari id, ego, dan superego

(Chaplin, 1999).

Kepribadian menurut Allport (dalam Sumadi, 2006) merupakan organisasi

dinamis dalam individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang

khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan.

Berbeda dengan yang lainnya, Jung tidak berbicara tentang kepribadian

melainkan tentang Psyche. Menurut Jung (dalam Sumadi, 2006) psyche adalah

totalitas segala peristiwa psikis baik yang disadari maupun yang tidak disadari.

Kepribadian yang dijelaskan oleh Jung dalam bentuk psyche adalah integrasi dari

ego, ketidaksadaran pribadi, dan ketidaksadaran kolektif, kompleks-kompleks,

arkhetip-arkhetip (archetypes), persona, dan anima (Chaplin, 1999).

Maka kepribadian adalah mengenai berbagai hal atau segala aktivitas dari

individu, yang mewakili atau memperlihatkan karakteristik asli dari individu baik

yang nampak maupun yang tidak nampak.

30
2.2.2 Stuktur kepribadian

Menurut Jung (dalam Sumadi, 2006) jiwa manusia terdiri dari dua alam,

yaitu:

a. Alam sadar (kesadaran) yang berfungsi sebagai penyesuaian terhadap

dunia luar

b. Alam tak sadar (ketidaksadaran) yang berfungsi sebagai penyesuaian

terhadap dunia dalam.

1) Struktur kesadaran

Kesadaran mempunyai dua komponen pokok, yaitu fungsi jiwa dan sikap

jiwa, yang masing-masing mempunyai peranan penting dalam orientasi manusia

dalam dunianya.

a. Fungsi jiwa

Suatu bentuk aktivitas kejiwaan yang secara teori tiada berubah dalam

lingkungan yang berbeda-beda

b. Sikap jiwa

Arah daripada energi psikis umum atau libido yang menjelma dalam

bentuk orientasi manusia terhadap dunianya

c. Tipologi jung

Kedua sisi introversi dan ekstroversi dapat dikombinasikan dengan

berbagai fungsi jiwa sebagai berikut:

31
Tabel 2.1

Tipologi Jung

(Sumber: Sumadi, 2006)

Sikap Fungsi Jiwa Tipe Ketidaksadarannya

Jiwa

Ekstravers Pikiran Pemikir ekstravers Perasa introvers

Perasaan Perasa ekstravers Pemikir introvers

Pendriaan Pendria ekstravers Intuitif introvers

Intuisi Intuitif ekstravers Pendria introvers

Introvers Pikiran Pemikir introvers Perasa ekstravers

Perasaan Perasa introvers Pemikir ekstravers

Pendriaan Pendria ekstravers Intuitif ekstravers

Intuisi Intuitif introvers Pendria ekstravers

(1) Introversi adalah aliran energi psikis ke arah dalam yang memiliki

orientasi subjektif. Introver memiliki pemahaman yang baik terhadap dunia

dalam diri mereka, dengan semua bias, fantasi, mimpi, dan persepsi yang

bersifat individu. Orang-orang ini akan menerima dunia luar dengan sangat

selektif dan dengan pandangan subjektif mereka, Jung, (dalam Feist, 2010).

Orang yang introvers dipengaruhi oleh dunia subyektif yaitu dunia di dalam

dirinya sendiri. Orientasi utama tertuju ke dalam; pikiran, perasaan, serta

32
tindakannya terutama ditentukan oleh faktor-faktor subyektif. Penyesuaian

dengan dunia luar pada tipe introvers ini kurang baik, sebaliknya mempunyai

penyesuaian yang baik dengan dirinya sendiri.

(2) Ekstraversi adalah sebuah sikap yang menjelaskan aliran psikis ke arah

luar sehingga orang yang bersangkutan akan memiliki orientasi objektif dan

menjauh dari subjektif. Ektrover akan lebih mudah untuk dipengaruhi oleh

sekelilingnya dibanding oleh kondisi dirinya sendiri. Mereka cenderung

untuk berfokus pada sikap objektif dan menekan sisi subjektifnya (dalam

Feist & Feist, 2010).

Orang yang ekstravers dipengaruhi oleh dunia obyektif yaitu dunia di luar

dirinya. Orientasi utama tertuju keluar; pikiran, perasaan, serta tindakannya

terutama ditentukan oleh lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun

lingkungan non-sosial. Orang yang ekstravers ini mempunyai sikap yang

positif terhadap masyarakat.

(3) Pikiran (thinking)

Aktivitas intelektual logika dapat memproduksi serangkaian ide yang disebut

dengan berpikir (thinking). Orang-orang yang memiliki karakteristik berpikir

extrovert sangat bergantung pada pemikiran yang nyata, tetapi mereka juga

menggunakan ide abstrak jika ide tersebut dapat ditransmisikan kepada

mereka secara langsung. Orang-orang yang memiliki karakteristik berpikir

introvert bereaksi terhadap rangsangan eksternal, tetapi interpretasi mereka

33
terhadap suatu kejadian lebih diwarnai oleh pemaknaan internal yang mereka

bawa dalam dirinya sendiri dibanding dengan fakta objektif yang ada.

(4) Perasaan (feeling)

Jung menggunakan kata perasaan (feeling) untuk mendeskripsikan proses

evaluasi sebuah ide atau kejadian. Orang-orang dengan perasaan extrovert

menggunakan data objektif untuk melakukan evaluasi. Orang-orang dengan

perasaan introvert mendasarkan penilaian mereka sebagian besar pada

persepsi subjektif dibanding dengan fakta objektif.

(5) Sensasi (sensing)

Fungsi yang memungkinkan manusia untuk menerima rangsangan fisik dan

mengubahnya ke dalam bentuk kesadaran perseptual yang disebut dengan

sensasi (sensation). Orang-orang dengan sensing extrovert menerima

rangsangan eksternal secara objektif, kurang lebih sama seperti rangsangan

ini eksis dalam kenyataan. Orang-orang dengan sensing introvert biasanya

sangat dipengaruhi oleh sensasi subjektif akan penglihatan, pendengaran,

rasa, sentuhan, dan lainnya.

(6) Intuisi (intuition)

Intuisi (intuition) meliputi persepsi yang berada jauh di luar sistem kesadaran.

Orang-orang dengan intuisi extrovert selalu berorientasi pada fakta dalam

dunia eksternal. Orang-orang dengan intuisi introvert dipandu oleh persepsi

ketidaksadaran terhadap fakta yang umumnya subjektif dan memiliki sedikit

atau bahkan tidak ada kesamaan dengan kenyataan eksternal.

34
d. Persona

Cara individu dengan sadar menampakkan diri ke luar (ke dunia sekitarnya).

Persona merupakan kompromi antara individu dan masyarakat, antara struktur

batin sendiri dengan tuntutan-tuntutan sekitar mengenai bagaimana

seharusnyaorang berbuat.

2. Struktur ketidaksadaran

Ketidaksadaran mempunyai dua lingkaran, yaitu ketidaksadaran pribadi dan

ketidaksadaran kolektif.

a. Ketidaksadaran Pribadi

Ketidaksadaran pribadi berisikan hal-hal yang diperoleh oleh individu

selama hidupnya.

b. Ketidaksadaran kolektif

Ketidaksadaran kolektif mengandung isi-isi yang diperoleh selama pertumbuhan

jiwa seluruhnya, yaitu pertumbuhan jiwa seluruh jenis manusia, melalui generasi

yang terdahulu.

2.2.3 Extroversion Vs Introversion

Ekstraversi adalah sebuah sikap yang menjelaskan aliran psikis ke arah luar

sehingga orang yang bersangkutan akan memiliki orientasi objektif dan menjauh dari

subjektif. Ekstrovert akan lebih mudah untuk dipengaruhi oleh sekelilingnya

dibanding oleh kondisi dirinya sendiri. Mereka cenderung untuk berfokus pada sikap

objektif dan menekan sisi subjektifnya, Jung dalam Feist (2010).

Introversi adalah aliran energi psikis ke arah dalam yang memiliki orientasi

subjektif. Introvert memiliki pemahaman yang baik terhadap dunia dalam diri

35
mereka, dengan semua bias, fantasi, mimpi, dan persepsi yang bersifat individu.

Orang-orang ini akan menerima dunia luar dengan sangat selektif dan dengan

pandangan subjektif meraka, Jung dalam Feist (2010).

Extroversion dan Introversion merupakan salah satu dimensi saling

berlawanan yang dapat digambarkan oleh MBTI. MBTI mengacu pada teori Carl

Gustav Jung tentang struktur kepribadian (psyche). Teori ini mengatakan bahwa

manusia memiliki cara yang saling bertentangan dalam memperoleh energi

psikologis (secara extroversion atau introversion); mendapatkan atau menjadi sadar

akan suatu informasi (melalui pancaindra/sensing atau melalui intuisi/intuition);

memutuskan atau mengambil kesimpulan tentang informasi tersebut (dengan

berpikir/thinking atau dengan merasakan/feeling); dan berhadapan dengan dunia

sekitar (dengan cara menghakimi/judging atau menerima saja/perceiving).

Ekstrovert dalam MBTI diartikan sebagai tipe pribadi yang suka bergaul,

menyenangi interaksi sosial dengan orang lain dan berfokus pada the world outside

the self. Sebaliknya tipe introvert dalam MBTI diartikan sebagai mereka yang senang

menyendiri, reflektif, dan tidak begitu suka bergaul dengan banyak orang. Orang

introvert lebih suka mengerjakan aktivitas yang tidak banyak menuntut interaksi

seperti membaca, menulis, dan berpikir secara imajinatif.

2.2.4 Pengukuran tipe kerpibadian

Terdapat instrumen untuk mengukur tipe kepribadian ekstrovert -introvert

yaitu Myers Briggs Type Indicator (MBTI). Myers Briggs Type Indicator (MBTI)

adalah suatu alat tes psikologi yang diciptakan atau dikembangkan oleh Isabel Myers

dan KatharineBriggs yang mengacu pada teori Carl Gustav Jung tentang struktur

36
kepribadian (psyche). Alat ukur ini mengukur ekstrovert, sensing, introvert, dan

judging pada setiap individu, hanya saja dalam penelitian ini hanya mengukur

ekstrovert dan introvert dari diri individu. Alat ukur ini digunakan karena sesuai

dengan teori yang peneliti gunakan dalam penelitian ini, selain MBTI sudah pernah

digunakan dan teruji pada penelitian-penelitian terdahulu. peneliti mengadaptasi dari

alat ukur kepribadian Myers Briggs Type Indicator (MBTI). Skala extrovert dan

introvert ini terdiri dari 18 item.

2.3 Kualitas Hubungan dengan Pelaku

2.3.1 Definisi kualitas hubungan

Kualitas hubungan adalah tingkat baik buruknya kesinambungan interaksi

antara dua orang atau lebih yang mendalam bertujuan memudahkan proses dalam

suatu hubungan antara satu dengan yang lain (Pierce dkk., 1997).

Pierce dkk (1997) juga menyatakan bahwa kualitas hubungan ialah suatu

hubungan intim antara satu individu dengan individu lain yang dibina untuk menuju

ke arah hubungan yang lebih baik, merupakan salah satu kebutuhan pada usia dewasa

muda.

Dapat disimpulkan bahwa kualitas hubungan adalah keadaan seberapa baik

sebuah interaksi yang mendalam yang dilakukan individu dalam hubungannya dilihat

dari dimensi-dimensi yang menentukan.

37
2.3.1 Dimensi-dimensi kualitas hubungan

Kualitas hubungan menurut Guldner dan Swesen (1995) ditentukan oleh

empat aspek yaitu commitment, trust, intimacy, dan relationship satisfaction.

1) Komitmen (commitment)

Dalam hubungan percintaan komitmen berperan sebagai penyatu ikatan antara

pasangan. Seseorang yang telah berkomitmen akan senantiasa berperan sebagai

pemberi dukungan bagi pasangannya yang secara konsisten berpendapat bahwa

berada dalam hubunga tersebut merupakan satu keuntungan, hingga akhirnya

seseorang dapat terus setia terhadap pasangannya. Selain itu, dikatakan bahwa

komitmen mempunyai pengaruh yang besar dalam menjaga hubungan dan

menurunkan kemungkinan individu untuk tertarik kepada lawan jenis lainnya

(Brehm, 1992). Selain itu, Brehm menambahkan bahwa komitmen terhadap

suatu hubungan dapat mempengaruhi kepatuhan individu kepada

pasangannya.

2) Kepercayaan (trust)

Kepercayaan merupakan hal yang sangat penting dalam perkembangan suatu

hubungan. Dengan belajar untuk mempercayai orang lain, akan menimbulkan

perasaan tentram pada diri sendiri. Bird dan Melville (1994, p 227)

mendefinisikan kepercayaan sebagai keyakinan seseorang bahwa orang lain

dapat dipercaya. Dalam hubungan percintaan, kepercayaan mempengaruhi

kemungkinan seseorang untuk terbuka terhadap pasangannya, khususnya

dalam berbagai perasaan dan impian. Adapun kepercayaan yang tidak dibina

38
dengan baik dapat menimbulkan kecurigaan, kecemburuan, ketidakjujuran, dan

salah persepsi.

3) Keintiman (intimacy)

Keintiman dapat didefinisikan melalui berbagai pandangan, adapun keintiman

dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu keintiman melalui interaksi secara fisik

dan non-fisik. Keintiman yang digambarkan melalui interaksi secara fisik,

biasanya ditunjukkan oleh pasangan yang berhubungan intim untuk

mengungkapkan rasa sayang dengan sentuhan, ciuman, pelukan, belaian, atau

dengan berhubungan seksual. Di lain sisi, keintiman secara non-fisik menurut

Mietzner & Lin (2005) ditandai dengan kualitas kedekatan seseorang terhadap

orang lain, yang ditunjukkan melalui komunikasi, yakni dengan berbagai

perasaan, rasa saling mendukung, keterbukaan, dan kehangatan di antara

pasangan.

4) Kepuasan hubungan (relationship satisfaction)

Kepuasan hubungan dapat dilihat dari sejauh mana seseorang memperoleh

kepuasan dari hubungan yang dijalaninya, juga ditentukan oleh kebersamaan

dan komunikasi bersama pasangan. Hal ini ditandai dengan seberapa banyak

setiap pasangan menyediakan waktu untuk hubungan tersebut (Guldner &

Swensen, 1995).

2.3.3 Bentuk kualitas hubungan dengan forgiveness

Mc.Cullough,dkk (1998) memberikan 3 bentuk kualitas hubungan (antara

korban dan pelaku) yang berkaitan dengan diberikannya forgiveness, yaitu:

39
1) Adanya pengalaman atau sejarah yang dilalui bersama sehingga hal ini

dapat memunculkan adanya empati pada hubungan yang ada

2) Kemampuan korban untuk memaknai bahwa peristiwa menyakitkan terjadi

untuk kepentingan dirinya

3) Pelaku mampu meminta maaf atau mengkomunikasikan penyesalan, baik

secara verbal atau non-verbal.

2.3.4 Pengukuran kualitas hubungan

Untuk mengetahui kualitas hubungan pada seseorang dapat digunakan alat

sebagai pengukur kualitas hubungan individu dengan pelaku. Alat ukur yang

digunakan dalam penelitian ini adalah berupa skala berisi item-item yang dibuat oleh

peneliti berdasarkan dimensi yang ada. Dimensi yang ada sebanyak 4 dimensi yaitu,

komitmen, kepercayaa, keintiman, dan kepuasaan hubungan. Kemudian berdasarkan

dimensi-dimensi tersebut peneliti membuat skala tersebut berdasarkan aspek-aspek

yang ada, keseluruhannya berjumlah 26 item.

40
2.4 Religiusitas

2.4.1 Definisi religiusitas

Gazalba (1987, dalam Risnawati dan Ghufron, 2010) mengatakan religiusitas

berasal dari kata religi dalam bahasa latin "religio" yang akar katanya adalah religure

yang berarti mengikat. Ini mengandung makna bahwa religi atau agama pada

umumnya memiliki aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi dan

dilaksanakan oleh pemeluknya.

Menurut Thouless (1995) religius adalah sikap atau cara penyesuaian diri

terhadap dunia yang mencakup acuan yang menunjukan lingkungan yang lebih luas

dari pada lingkungan dunia fisik yang terkait ruang dan waktu.

Anshori (1980, dalam Risnawati & Gufron, 2010) mengatakan bahwa

religiusitas menunjuk pada aspek religi yang telah dihayati oleh seseorang dalam

hati. Pendapat tersebut senada dengan Dister (dalam Risnawati dan Gufron, 2010)

mengartikan bahwa religiusitas sebagai keberagamaan karena adanya internalisasi

agama ke dalam diri seseorang.

Mujib (2006) menjelaskan bahwa religius adalah kemampuan individu untuk

menjalankan ajaran agama secara benar dan baik dengan landasan keimanan dan

ketakwaan.

Agama adalah sebuah sistem yang berdimesi banyak. Glock & Stark (dalam

Ancok, 2001) mendefinisikan agama adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem

nilai dan sistem perilaku yang terlembagakan dan semuanya berpusat pada persoalan

41
yang dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimate meaning). Menurut Glock and

Stark (1974) ada lima macam dimensi keberagamaan, yaitu dimensi keyakinan,

dimensi peribadatan atau praktek agama, dimensi pengalaman, dimensi pengetahuan

agama, dan dimensi pengamalan.

Nashori (1997, dalam Risnawati & Gufron, 2010) menjelaskan bahwa orang

religius akan mencoba selalu patuh terhadap ajaran-ajaran agamanya, selalu berusaha

mempelajari pengetahuan agama, menjalankan ritual agama, meyakini doktrin-

doktrin agamanya, dan selanjutnya merasakan pengalaman-pengalaman beragama.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut terlihat adanya suatu kesamaan yaitu

perwujudan individu penganut agama dalam meyakini, memahami, menghayati, dan

mengamalkan agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari.

2.4.2 Dimensi-dimensi religiusitas

Glock & Stark (1974) mengembangkan sebuah pembagian fase dimensi

religiusitas, yaitu apa yang diyakini seseorang sebagai kebenaran religius, apa yang

seseorang lakukan sebagai bagian pengamalan keyakinan mereka, bagaimana mereka

melibatkan emosi atau pengalaman sadar mereka dalam agama yang dianut, apa yang

diketahui tentang keyakinan mereka, dan bagaimana tingkah laku sehari-hari mereka

dipengaruhi agama.

Menurut Glock & Stark (Robertson, 1988, dalam Ancok & Suroso, 2004)

dimensi-dimensi religiusitas terdiri dari lima macam yaitu:

42
1) Dimensi keyakinan

Dimensi ini terdiri dari pengharapan-pengharapan dimana orang yang religius

berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu, dan mengakui kebenaran

ajaran-ajaran agama. Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan

dimana para penganut diharap untuk taat. Walaupun demikian, isi dan ruang

lingkup keyakinan itu bervariasi tidak hanya di antara agama-agama, tetapi

terdapat tradisi-tradisi dalam agama yang sama.

2) Dimensi praktek agama

Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang

dilakukan orang untuk menunjukan komitmennya terhadap agama yang

dianutnya. Praktek-praktek keagamaan ini terdiri dari dua hal yang penting

yaitu ritual dan ketaatan. Ritual seperti mengahdiri pengajian agama,

sedangkan ketaatan seperti mengerjakan shalat.

3) Dimensi pengalaman keagamaan

Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta bahwa semua agama

mengandung pengharapan-pengharapan yang pasti, meski tidak tepat jika

dikatakan bahwa seseorang yang beragama baik pada suatu saat akan mencapai

pengetahuan sebjektif dan langsung mengenai kenyataan bahwa seseorang

akan mencapai suatu kontak dengan kekuatan supernatural.

43
4) Dimensi pengetahuan keagamaan

Dimensi ini mengacu kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama

paling tidak memiliki minimal pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan,

ritual-ritual, kitab suci, dan tradisi-tradisi.

5) Dimensi konsekuensi keagamaan

Dimensi ini mengacu kepada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan,

praktek, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari.

Konsekuensi keagamaan tersebut di tiap komitmen agama berlainan. Maka dari

itu, kita perlu suatu ketegasan secara komunal yang dapat diambil dari salah

satu hukum agama yang tertulis yang terdapat di dalam kitab agama masing-

masing untuk mengantisipasi hal-hal yang dapat menjerumuskan kehidupan

bermasyarakat.

2.4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi religiusitas

Thousless (1992) mengemukakan ada enam faktor yang mempengaruhi

religiusitas, diantaranya yaitu;

1) Faktor sosial

Faktor sosial berpengaruh terhadap keyakinan dan perilaku keagamaan, mulai

dari pendidikan yang diterima pada masa kanak-kanak, berbagai pendapat dan

sikap orang-orang di sekitar, dari apa yang mereka katakan berpengaruh

terhadap sikap-sikap keagamaan individu tersebut, juga berbagai tradisi yang

diterima oleh individu dari masa lampau. karena tidak seorang pun diantara

44
tiap individu yang dapat mengembangkan sikap-sikap keagamaan yang

terisolasi dari orang-orang dalam masyarakat.

2) Faktor alami dalam agama

Terdiri dari pengalaman mengenai dunia nyata, konflik moral dan mengenai

keadaan-keadaan emosional tertentu yang tampak memiliki kaitan dengan

agama.

3) Faktor konflik moral

Pegalaman mengenai konflik moral antara beberapa kecenderungan

perilakunya sendiri dan sistem tatanan yang otoritasnya dikenali. Sistem

tatanan pada umumnya disebut hukum moral, sedangkan konflik psikologik

yang timbul daripadanya disebut konflik moral

4) Faktor emosional

Setiap pemeluk agama memiliki pengalaman emosional dalam kadar tertentu

yang berkaitan dengan agamanya. Namun ada sejumlah orang terjadi

pengalaman-pengalaman keagamaannya yang memiliki kekuatan dan

komitmen agama yang luar biasa, sehingga berbeda dengan pengalaman-

pengalaman orang lain. Karena beberapa orang menganggap dirinya sendiri

hanya terpengaruh oleh persepsi seremonial yang bersifat visual dan ada

sebagian menganggap sekedar kesibukan saja. Pendapat orang-orang beragama

umumnya bahwa akibat penting dari kesadaran orang beragama adalah

dorongan untuk taat kepada ajaran agama yang dipeluknya dan berperilaku

45
baik dengan sesama manusi, dan nilai emosi keagamaan itu harus dinilai dari

keberhasilannya dalam membantu tercapainya tujuan-tujuan itu.

5) Faktor-faktor yang seluruhnya atau sebagian timbul dari kebutuhan yang tidak

terpenuhi terutama kebutuhan terhadap keamanan, cinta kasih, harga diri, dan

ancaman kematian.

6) Faktor intelektual

Kemampuan berpikir dalam bentuk kata-kata dan menggunakannya sebagai

alat untuk membedakan antara yang benar dan yang salah merupakan

keberhasilan manusia yang dapat diharapkan pengaruhnya terhadap

perkembangan sikap keberagamaan. Beberapa faktor seperti pengaruh

lingkungan sosial seseorang dan emosi, keduanya meski tidak diverbalisasikan

pada umumnya sebagai bagian yang mempengaruhi sikap keagamaan, akan

tetapi keduanya akan lebih kuat dengan diiringi menggunakan intelektual atau

secara rasional.

2.4.4 Pengukuran religiusitas

Alat ukur yang digunakan berupa kuesioner yang merupakan penjabaran dari

dimensi-dimensi teori Glock & Stark. Pengumpulan data dilakukan dengan metode

kuesioner, dalam bentuk angket. Pengukuran terhadap religiusitas dilakukan untuk

mengukur dimensi-dimensi religiusitas yaitu keyakinan, praktek agama, pengalaman,

pengetahuan, dan konsekuensi. Dari keseluruhan item yang ada dilakukan pemilihan

item-item yang tepat sesuai sampel penelitian dan digunakan 66 item pada penelitian

ini.

46
2.5 Kerangka Berfikir

Dalam menjalani hidup, setiap orang tidak akan pernah terlepas dari

masalah, baik itu permasalahan pribadi maupun masalah sosial yang dapat

mempengaruhi kehidupannya. Dari bermacam-macam permasalahan yang mucul

dengan ragam latar belakang memunculkan perasaan negatif yaitu tidak suka, tidak

terima, dan atau rasa permusuhan. Jalan keluar yang baik untuk menghilangkan

segala perasaan negatif tersebut ialah dengan saling memaafkan (forgiveness)

antara korban dengan pelaku yanng menyakiti.

Forgiveness adalah rendahnya dorongan seseorang untuk menghindar, untuk

membalas dendam, dan bertambahnya dorongan dari diri untuk membina hubungan

kembali.

Tipe kepribadian disini ialah tipe ekstrovert dan tipe introvert. Pada individu

yang introvers dipengaruhi oleh dunia subyektif yaitu dunia di dalam dirinya sendiri.

Orientasi utama tertuju ke dalam; pikiran, perasaan, serta tindakannya terutama

ditentukan oleh faktor-faktor subyektif. Penyesuaian dengan dunia luar pada tipe

introvers ini kurang baik, sebaliknya mempunyai penyesuaian yang baik dengan

dirinya sendiri. Sedangkan, individu yang ekstravers dipengaruhi oleh dunia obyektif

yaitu dunia di luar dirinya. Orientasi utama tertuju keluar; pikiran, perasaan, serta

tindakannya terutama ditentukan oleh lingkungannya, baik lingkungan sosial maupun

lingkungan non-sosial. Individu ekstravers ini mempunyai sikap yang positif

terhadap masyarakat. Bagaimana dengan individu yang dapat melakukan forgiveness

pada pelaku yang telah menyakiti dirinya. Sebelumnya telah diadakan penelitian oleh

47
Wang (2008) telah melakukan penelitian antara tipe kepribadian dan forgiveness.

Akan tetapi tipe kepribadian yang diteliti disini mengenai kepribadian big five

dengan forgiveness dalam dua jurnal penelitian, yang hasilnya pertama menyatakan

bahwa antara kepribadian big five dengan forgiveness menghasilkan signifikansi

positif pada agreeableness dan signifikansi negatif pada neuroticism, dan tidak

terdapat signifikansi pada counsciousness, extraversion, dan openness. Maka

diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kepribadian big five

dengan forgiveness. Kemudian, McCullough dkk (2001) mengatakan bahwa ciri dari

tipe kepribadian tertentu seperti ekstravert menggambarkan beberapa karakter seperti

bersifat sosial, keterbukaan ekspresi, dan asertif. Karakter-karakter tersebut dirasa

dapat dengan kuat menjadi pemicu bagi seorang individu yaitu korban untuk dapat

melakukan forgiveness pada pelaku yang menyakiti. Maka, dapat diketahui dengan

jelas bahwa terdapat hubungan antara kepribadian, tepatnya tipe kepribadian

ekstravert dengan forgiveness.

Kualitas hubungan adalah keadaan seberapa baik sebuah interaksi yang

mendalam yang dilakukan individu dalam hubungannya dilihat dari dimensi-dimensi

yang menentukan.

Berdasarkan penelitian yang ada dari Nelson dkk (dalam Worthington dkk,

1998) menemukan bahwa korban cenderung memaafkan apabila hubungan antara

korban dan pelaku sebelum peristiwa menyakitkan terjadi, terdapat kepuasan,

komitmen dalam hubungan tersebut. Kemudian, menurut Pierce dkk (1997),

keberhasilan maupun kegagalan dalam suatu hubungan dapat ditentukan oleh

kualitas hubungan yang dimiliki oleh pasangan.

48
Religiusitas adalah perwujudan individu penganut agama dalam meyakini,

memahami, menghayati, dan mengamalkan agama yang dianutnya dalam kehidupan

sehari-hari. Di dalam religiusitas terdapat beberapa dimensi yang akan diteliti juga

dalam penelitian ini, yaitu dimensi-dimensi menurut Glock & Stark, terdiri dari lima

macam yaitu pertama, dimensi keyakinan terdiri dari pengharapan-pengharapan

dimana orang yang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu, dan

mengakui kebenaran ajaran-ajaran agama. Kedua, dimensi praktek agama ini

mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal-hal yang dilakukan orang untuk

menunjukan komitmennya terhadap agama yang dianutnya. Ketiga, dimensi

pengalaman di dalamnya memperhatikan fakta bahwa semua agama mengandung

pengharapan-pengharapan yang pasti, meski tidak tepat jika dikatakan bahwa

seseorang yang beragama baik pada suatu saat akan mencapai pengetahuan sebjektif

dan langsung mengenai kenyataan bahwa seseorang akan mencapai suatu kontak

dengan kekuatan supernatural. Keempat, dimensi pengetahuan agama ini mengacu

kepada harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki minimal

pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritual-ritual, kitab suci, dan tradisi-

tradisi. Kelima, dimensi konsekuensi ini mengacu kepada identifikasi akibat-akibat

(hasil) dari keyakinan keagamaan, praktek, pengalaman, dan pengetahuan seseorang

dari hari ke hari.

Selain itu, terdapat background individu yaitu, usia pernikahan yang dapat

mempengaruhi forgiveness. Faktor ini dipilih menjadi moderator variabel karena

berdasarkan teori, usia pernikahan dapat menentukan besaran forgiveness.

49
Dalam penelitian lainnya yang mendukung usia pernikahan yaitu penelitian

mengenai kualitas hubungan suami dan istri, Fincham dkk (2009) memperlihatkan

bahwa dengan melakukan forgiveness memunculkan dampak yang positif atau

keuntungan dengan timbulnya kesejahteraan suatu hubungan, hal ini diperkuat oleh

kenyataan yaitu rata-rata suami istri yang mementingkan, mencoba, dan menyetujui

forgiveness terjadi pada usia yang pernikahannya lebih lama, dan dengan melakukan

forgiveness pernikahannya lebih berumur panjang, serta dirasa memuaskan.

Pembahasan di atas ialah berbagai faktor yang mempengaruhi perilaku

seseorang dalam melakukan forgiveness pada situasi normal yang dapat terjadi pada

siapapun. Selanjutnya, peneliti ingin meneliti apakah faktor tipe kepribadian, kualitas

hubungan, dan lima dimensi religiusitas serta usia pernikahan memiliki pengaruh

terhadap forgiveness dan faktor mana yang memiliki pengaruh paling besar yang

memunculkan forgiveness pada istri korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)

di LBH APIK. Jika di gambarkan maka akan menjadi seperti pada gambar 2.1.

50
Gambar 2.1

Ilustrasi Kerangka Berpikir

Ekstrovert
Tipe Kepribadian

Introvert

Kualitas Hubungan

Keyakinan Forgiveness
Religiusitas
Praktek Agama

Pengalaman

Pengetahuan

Konsekuensi

Usia Pernikahan

51
2.6 Hipotesis

Dalam penelitian ini, peneliti ingin melihat apakah tinggi rendahnya

forgiveness yang merupakan dependent variable bergantung pada tinggi rendahnya

skor pada independent variable yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu tipe

kepribadian ekstrovert-introvert, kualitas hubungan, dan religiusitas.

Bunyi hipotesis mayornya yaitu "ada pengaruh yang signifikan tipe

kepribadian, kualitas hubungan, religiusitas, dan usia pernikahan terhadap

forgiveness pada istri korban kekerasan dalam rumah tangga".

Selanjutnya hipotesis minor penelitian ini yaitu:

 Tipe kepribadian introvert berpengaruh signifikan terhadap forgiveness

pada istri korban kekerasan dalam rumah tangga

 Tipe kepribadian ekstrovert dan kepribadian introvert berpengaruh

signifikan terhadap forgiveness pada istri korban kekerasan dalam

rumah tangga

 Kualitas hubungan berpengaruh signifikan terhadap forgiveness pada

istri korban kekerasan dalam rumah tangga

 Keyakinan berpengaruh signifikan terhadap forgiveness pada istri

korban kekerasan dalam rumah tangga

 Praktek agama berpengaruh signifikan terhadap forgiveness pada istri

korban kekerasan dalam rumah tangga

52
 Pengalaman agama berpengaruh signifikan terhadap forgiveness pada

istri korban kekerasan dalam rumah tangga

 Pengetahuan agam berpengaruh signifikan terhadap forgiveness pada

istri korban kekerasan dalam rumah tangga

 Konsekuensi agama berpengaruh signifikan terhadap forgiveness pada

istri korban kekerasan dalam rumah tangga

 Usia pernikahan berpengaruh signifikan terhadap forgiveness pada istri

korban kekerasan dalam rumah tangga

Selanjutnya, dikarenakan pengujian hipotesis di atas dilakukan dengan

analisis statistik, maka hipotesis tersebut diubah menjadi hipotesis nihil, yang

berbunyi “ tidak ada pengaruh yang signifikan tipe kepribadian, kualitas

hubungan, religiusitas, dan usia pernikahan terhadap forgiveness pada istri

korban kekerasan dalam rumah tangga”. Dengan demikian hipotesis nihil inilah

yang akan diujikan apakah ditolak atau diterima secara statistik (signifikan).

53
BAB 3

METODE PENELITIAN

Dalam bab tiga ini akan dibahas tentang populasi dan sampel, serta teknik

pengambilan sampelnya dan alasan mengapa cara seperti itu ang digunakan.

Kemudian akan dibahas variabel yang dijadikan variabel penelitian, serta definisi

operasionalnya.

Selanjutnya akan dibahas juga instrumen pengumpulan data, prosedur pengumpulan

data, serta analisis data yang digunakan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan

hipotesis penelitian.

3.1 Populasi dan Sampel

Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah wanita yaitu istri korban

kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), berusia 20-60 tahun yang dalam status

menikah dan belum pernah bercerai, pada usia pernikahan maksimal 25 tahun, dan

berada di bawah lindungan LBH APIK.

Selanjutnya, jumlah sampel penelitian yang peneliti gunakan adalah sebanyak

150 orang. Pengambilan sampel pada penelitian ini bersifat nonprobablity sampling

yang berarti tidak semua anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk

menjadi subjek penelitian.

3.2 Variabel Penelitian

Adapun variabel penelitian yang akan diteliti dalam penelitian ini yaitu:

1. Forgiveness

54
2. Tipe kepribadian Ekstrovert

3. Tipe kepribadian Introvert

4. Kualitas hubungan

5. Religiusitas keyakinan

6. Religiusitas praktek agama

7. Religiusitas pengalaman agama

8. Religiusitas pengetahuan agama

9. Religiusitas konsekuensi agama

Dependen variabel (outcome variable) dalam penelitian ini adalah forgiveness,

sedangkan variabel lainnya merupakan variabel independen (predictor variable).

3.3 Definisi Operasional Variabel

a. Dependent Variabel : Forgiveness

Definisi operasional : Forgiveness adalah rendahnya dorongan seseorang

untuk menghindar, untuk membalas dendam, dan bertambahnya dorongan dari

diri untuk membina hubungan kembali. Skor yang diukur ialah tingkat

forgiveness berdasarkan dua sub skala yakni rendahnya tingkat menghindari dan

membalas dendam pada pelaku (avoidance-revenge) dan tingginya tingkat

membina hubungan kembali (benevolence).

b. Independent Variabel : Tipe kepribadian ekstrovert - introvert

Definisi operasional : Tipe introvert dipengaruhi oleh dunia subyektif yaitu

dunia di dalam dirinya sendiri dan tipe ekstrovert dipengaruhi oleh dunia

obyektif yaitu dunia di luar dirinya. Skor yang diukur ialah ektrovert dan

55
introvet. Individu akan digolongkan ke dalam tipe dominan berdasarkan skor

tipe yang paling menonjol pada dirinya dibandingkan skor pada tipe lainnya.

c. Independent Variabel : Kualitas hubungan

Definisi operasional : Kualitas hubungan adalah keadaan seberapa baik

sebuah interaksi yang mendalam yang dilakukan individu dalam hubungannya

dilihat dari dimensi-dimensi yang menentukan. Skor yang diukur ialah dimensi

komitmen, kepercayaan, keintiman, dan kepuasan hubungan

d. Independent variabel : Religiusitas

Definisi operasional : Religiusitas adalah perwujudan individu penganut

agama dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama yang

dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Skor yang diukur ialah dimensi

keyakinan, praktek agama, pengalaman, pengetahuan, dan konsekuensi.

3.4 Instrumen Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan menggunakan model skala Likert,

dimana variabel penelitian dijadikan sebagai titik tolak penyusunan item-item

instrumen. Jawaban dari setiap instrumen ini memiliki gradasi dari tertinggi (sangat

positif) sampai terendah (sangat negatif). Intense diukur melalui satu item dengan 4

kategori jawaban, yaitu “Sangat Setuju” (SS), “Setuju” (S), “Tidak Setuju” (TS),

“Sangat Tidak Setuju” (STS). Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya

pemusatan (central tendency) atau menghindari jumlah respon yang bersifat netral.

Model ini terdiri dari pernyataan positif (favourable) dan pernyataan negatif

(unfavourable). Penskoran tertinggi diberikan pilihan sangat setuju dan terendah

pada pernyataan sangat tidak setuju untuk pernyataan favourable. Selanjutnya

56
pernyataan tertinggi untuk pernyataan unfavorable diberikan pada pilihan jawaban

sangat tidak setuju dan skor terendah diberikan untuk pilihan sangat setuju. Skor-

skor tersebut dihitung dengan dua cara yaitu melalui item favorable dan unfavorable,

untuk item favorable penskorannya yaitu SS = 4, S = 3, TS = 2, STS = 1, dan

sebaliknya untuk unfavorable.

Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari empat alat ukur.

Adapun empat alat ukur tersebut yaitu:

a) Skala tipe kepribadian ekstrovert-introvert

Dalam penelitian ini bentuk alat ukur yang digunakan peneliti diadaptasi dari

alat ukur kepribadian Myers Briggs Type Indicator (MBTI). Peneliti hanya

mengambil item yang mengukur extrovert dan introvert-nya saja. Skala

extrovert dan introvert ini disajikan dalam bentuk item-item pernyataan yang

dapat diisi sendiri tanpa bantuan wawancara, skala ini terdiri dari 18 item.

Item-item extrovert dianggap favorable, sedangkan item-item introvert

dianggap unfavorable. Adapun kuesionernya terlampir pada bagian lampiran.

Tabel 3.1

Blue Print Skala Extrovert dan Introvert

Tipe Kepribadian Nomor item Jumlah

Extrovert 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, 17 9

Introvert 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, 9

18

Jumlah 18

57
b) Skala kualitas hubungan

Untuk mengukur kualitas hubungan individu dengan pelaku, alat ukur yang

digunakan dalam penelitian ini adalah berupa skala berisi item-item yang

dibuat oleh peneliti berdasarkan dimensi yang ada. Adapun kuesionernya

terlampir pada bagian lampiran.

Tabel 3.2

Blue Print Kualitas Hubungan

Dimensi Item Jumlah

Favorable Unfavorable

Komitmen 1, 2, 3, 5, 18 8, 17 7

Kepercayaan 6,19, 21, 23 12, 16, 25 7

Keintiman 7, 11, 13, 20, 15 7

24, 26

Kepuasan Hubungan 4, 10 9, 14, 22 5

Jumlah 26

c) Skala religiusitas

Untuk mengukur religiusitas individu, alat ukur yang digunakan dalam

penelitian ini adalah berupa skala berisi item-item yang telah diterjemahkan ke

dalam bahasa Indonesia dan telah dimodifikasi, diadaptasi dari Glock & Stark.

Adapun kuesionernya terlampir pada bagian lampiran.

58
Tabel 3.3

Blue Print Skala Religiusitas Adaptasi dari Glock & Stark

Dimensi Indikator Item Jumlah

Favorable Unfavorable

Keyakinan Iman kepada Tuhan 1, 2, 41 3, 10, 44, 45 7

Mukjizat 4, 46 - 2

Kehidupan setelah 47 5 2

kematian

Syarat-syarat untuk - 6 1

keselamatan

(kepercayaan)

Syarat-syarat untuk - 51 1

keselamatan

(aktivitas ritual)

Syarat-syarat untuk 8, 9, 10 - 3

keselamatan

(pekerjaan)

Kepercayaan yang 52 53 2

salah

59
Pelanggaran - 54 1

terhadap ritual yang

benar

Tidakan-tindakan 13 14 2

yang salah

Kepastian dan 15 - 1

kepercayaan

mengenai keyakinan

Praktek Menghadiri kegiatan 16, 49 - 2

Agama keagamaan

Mengikuti siraman 17 59 2

rohani di media

elektronik

Keikutsertaan dalam 20 18 2

organisasi agama

Ibadah malam hari 19 61 2

Pentingnya 60 58 2

mengikuti kegiatan

keagamaan

Membaca kitab suci 21 11 2

60
Frekuensi ibadah 22 64 2

Frekuensi berdoa 23 30 2

Sebab-sebab berdoa 25, 26, 27, 28 4

Berdoa untuk 24 7 2

keberkahan

Kemampuan dalam - 29, 65, 66 3

berdoa

Pengalaman Memperkuat 31 62 2

pengalaman

Pengalaman - 32, 55, 57 3

responsive

Pengalaman godaan 56 33 2

Pengetahuan Pengetahuan tentang 34 43, 63 3

ajaran agama

Pengetahuan 35, 36, 48 - 3

terhadap isi dari

kitab suci

Konsekuensi Sabar 37 38 2

61
Jujur 39 12, 40 3

Ikhlas - 11 1

Bekerja sama 42 - 1

Jumlah 66

d) Skala forgiveness

Untuk mengukur forgiveness dari individu alat ukur yang digunakan dalam

penelitian ini adalah dengan menggunakan Marital Offence-Specific

Forgiveness Scale (MOFS). Skala tersebut terdiri dari dua sub skala, yaitu

resentment-avoidance dan benevolence, enam item sub skala resentment-

avoidance mengukur tingkat penghindaran dan pengurangan kontak dengan

orang yang menyakiti. Empat item sub skala benevolence mengukur tingkat

sikap ke arah positif dari korban yang disakiti. Adapun kuesionernya terlampir

pada bagian lampiran.

Tabel 3.4

Blue Print Forgiveness

Indikator Nomor Item Jumlah

Resentment-Avoidance 1, 3, 4, 6, 7, 8 6

Benevolence 2, 5, 9, 10 4

Jumlah 10

62
3.5 Pengujian Validitas Konstruk

Adapun instrumen-instrumen yang digunakan pada validitas ini akan diuji

dengan menggunakan CFA (Confirmatory Factor Analysis). Pada instrument 1) tipe

kepribadian terhadap forgiveness, 2) kualitas hubungan terhadap forgiveness, dan 3)

religiusitas terhadap forgiveness, peneliti melakukan uji validitas konstruk instrument

tersebut. Oleh karena itu, digunakan CFA (Confirmatory factor Analysis) untuk

pengujian validitas instrument. Adapun logika dari CFA (Umar, 2010) :

1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan

secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk

mengukurnya. Kemampuan ini disebut factor, sedangkan pengukuran

terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-

itemnya.

2. Diteorikan setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun juga tiap

subtes hanya mengukur satu faktor juga. Artinya baik item maupun subtes

bersifat unidimensional.

3. Dengan data yang tersedia dapat digunakan untuk mengestimasi matriks

korelasi antar item yang seharusnya diperoleh jika memang unidimensional.

Matriks korelasi ini disebut sigma (∑), kemudian dibandingkan dengan

matriks dari data empiris, yang disebut matriks S. Jika teori tersebut benar

(unidimensional) maka tentunya tidak ada perbedaan antara matriks ∑ -

matriks S atau bisa juga dinyatakan dengan ∑ - S = 0.

4. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan chi

square. Jika hasil chi square tidak signifikan p>0.05, maka hipotesis nihil

63
tersebut “tidak ditolak”. Artinya teori unidimensionalitas tersebut dapat

diterima bahwa item ataupun sub tes instrumen hanya mengukur satu faktor

saja.

5. Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan atau

tidak mengukur apa yang hendak diukur, dengan menggunakan t-test. Jika

hasil t-test tidak signifikan maka item tersebut tidak signifikan dalam

mengukur apa yang hendak diukur, bila perlu item yang demikian didrop dan

sebaliknya.

6. Terakhir, apabila dari hasil CFA terdapat item yang koefisien muatan

faktornya negatif, maka item tersebut harus didrop. Sebab hal ini tidak sesuai

dengan sifat item, yang bersifat positif (favorable).

Adapun pengujian analisis CFA seperti ini dilakukan dengan software LISREL 8.30

(Joreskog dan Sorbom, 1999).

3.5.1 Uji validitas konstruk forgiveness

Peneliti menguji apakah 10 item yang ada bersifat unidimensional, artinya

benar hanya mengukur forgiveness. Dari hasil analisis CFA yang dilakukan dengan

model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi – Square = 312,74 , df = 35 , P-value

= 0.00000 , RMSEA = 0.231. Oleh sebab itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap

model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi

satu sama lainnya, maka diperoleh model fit seperti pada gambar 3.1 dibawah ini:

Gambar 3. 1

64
Analisis Konfirmatorik dari Faktor Variabel Forgiveness

Dari gambar 3.1, nilai Chi – Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak

signifikan), yang artinya model dengan satu faktor dapat diterima, bahwa seluruh

item mengukur satu faktor saja yaitu forgiveness.

Selanjutnya, peneliti melihat apakah item tersebut secara signifikan

mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut

perlu di drop atau tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien

muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap

koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.5 berikut.

65
Tabel 3.5

Muatan Faktor Item Forgiveness

No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan

1 0.57 0.07 7.88 V

2 0.69 0.07 9.72 V

3 0.50 0.08 6.59 V

4 0.31 0.08 4.11 V

5 0.43 0.08 5.74 V

6 0.04 0.08 0.47 X

7 0.83 0.07 11.08 V

8 0.90 0.07 12.80 V

9 0.80 0.07 11.36 V

10 0.60 0.08 8.00 V

Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan

Dari tabel diatas, hanya nilai t bagi koefisien muatan faktor dari item nomor 6

yang tidak signifikan, sedangkan koefisien muatan faktor item lainnya signifikan.

Selanjutnya melihat muatan faktor dari item, apakah ada yang bermuatan negatif,

maka diketahui tidak terdapat item yang muatan faktor nya negatif.

66
Tabel 3.6

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 1

2 1

3 V 1

4 V 1

5 V 1

6 V 1

7 V 1

8 V V V 1

9 V 1

10 V V V 1

Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari item Forgiveness

tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item

Dari tabel 3.6 diatas, menunjukkan korelasi kesalahan dari faktor forgiveness.

Diketahui hampir keseluruhan item saling berkorelasi, hanya item nomor 2 yang

tidak berkorelasi dan ini sangat baik. Pada model pengukuran ini terdapat beberapa

kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan

bahwa item – item tersebut bersifat multidimensional pada dirinya masing – masing,

dan tidak hanya mengukur apa yang seharusnya diukur, akan tetapi totalnya tidak

lebih dari tiga yang berkorelasi. Dengan demikian secara keseluruhan item yang akan

67
didrop adalah item nomor 6, sebab tidak signifikan, yang artinya item tersebut tidak

akan ikut dianalisis dalam perhitungan skor faktor.

Langkah terakhir yaitu item – item forgiveness yang tidak didrop dihitung

skor faktornya. Skor faktornya dihitung untuk menghindari estimasi bias dari

kesalahan pengukuran. Jadi penghitungan skor faktor ini tidak menjumlahkan item –

item variabel seperti pada umumnya, tetapi dihitung true score pada tiap skala. Skor

faktor yang dianalisis adalah skor faktor yang bermuatan positif dan signifikan

Adapun rumus T Score yaitu (Umar, 2011) :

Tscore = (10 x skor faktor) + 50.

Setelah didapatkan skor faktor yang telah dirubah menjadi T score, nilai baku

inilah yang akan dianalisis dalam uji hipotesis korelasi dan regresi. Perlu dicatat,

bahwa hal yang sama juga berlaku untuk semua variabel pada penelitian ini.

3.5.2 Uji validitas konstruk tipe kepribadian

1. Ekstrovert

Peneliti menguji apakah sembilan item yang ada bersifat unidimensional,

artinya benar hanya mengukur tipe kepribadian ekstrovert. Dari hasil analisis CFA

yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi – Square =

134.17 , df = 27 , P-value = 0.00000 , RMSEA = 0.163. Oleh sebab itu, peneliti

melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa

item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi

– Square = 22.89 , df = 17 , P-value = 0.15285 , RMSEA = 0.048. Nilai Chi – Square

68
menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu

faktor (unidimensional) bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu tipe

kepribadian ekstrovert.

Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur faktor

yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu di drop atau

tidak. Maka dilakukan pengujian hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari

item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan

faktor, seperti pada tabel 3.7 berikut.

Tabel 3.7

Muatan Faktor Item Tipe Kepribadian Ekstrovert

No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan

1 0. 09 0.09 1.10 X

2 0.41 0.09 4.79 V

3 0.66 0.10 6.31 V

4 0.06 0.08 0.74 X

5 0.76 0.08 9.84 V

6 0.89 0.07 12.21 V

7 0.47 0.08 5.89 V

8 -0.20 0.08 -2.37 V

9 0.55 0.08 6.95 V

Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan

69
Pada tabel diatas, hanya nilai t bagi koefisien muatan faktor dari item nomor

1 dan 4 yang tidak signifikan, sedangkan koefisien muatan faktor item lainnya

signifikan. Selanjutnya melihat muatan faktor dari item, apakah ada yang bermuatan

negative, maka diketahui terdapat item yang muatan faktor nya negatif yaitu dari

item nomor 8. Pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang

saling berkorelasi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa item – item tersebut bersifat

multidimensional pada dirinya masing – masing, dan tidak hanya mengukur apa yang

seharusnya diukur. Pada pengujian ini, didapatkan bahwa korelasi kesalahan item

dari tipe kepribadian ekstrovert cukup banyak, hampir seluruh item saling

berkorelasi.

Dengan demikian secara keseluruhan item yang di drop adalah item nomor 1,

4, 8, meskipun memiliki nilai t > 1,96 , item tersebut tetap akan didrop, sebab sifat

koefisien pada item tersebut bermuatan negatif dan tidak signifikan. Artinya, item

nomor 8 tidak akan dianalisis dalam perhitungan skor faktor.

2. Introvert

Peneliti menguji apakah sembilan item yang ada bersifat unidimensional,

artinya benar hanya mengukur tipe kepribadian introvert. Dari hasil analisis CFA

yang dilakukan dengan model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi – Square =

60.42 , df = 27 , P-value = 0.00023 , RMSEA = 0.091. Oleh sebab itu, peneliti

melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa

item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi

– Square = 37.58 , df = 25 , P-value = 0.05081 , RMSEA = 0.058 Nilai Chi – Square

70
menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu

faktor (unidimensional) bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu tipe

kepribadian introvert.

Kemudian melihat apakah signifikan tidaknya item tersebut mengukur faktor

yang hendak diukur. Pada tahap ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien

muatan faktor pada item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t dari setiap

koefisien muatan faktor dari item, seperti pada tabel 3.8 berikut.

Tabel 3.8

Muatan Faktor Tipe Kepribadian Introvert

No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan

1 0.10 0.10 1.06 X

2 0.08 0.10 0.78 X

3 0.31 0.10 3.19 V

4 0.11 0.10 1.09 X

5 0.62 0.09 6.79 V

6 0.46 0.09 4.94 V

7 0.64 0.09 7.04 V

8 -0.06 0.10 -0.62 X

9 0.70 0.09 7.64 V

Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan

71
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa nilai t bagi koefisien muatan faktor

dari item nomor 1, 2, 4, 8 tidak signifikan. Dapat dilihat pula bahwa ternyata terdapat

item yang muatan faktor nya negatif yaitu pada item nomor 8. Pada pengujian ini,

didapatkan bahwa korelasi kesalahan item dari faktor tipe kepribadian introvert

secara keseluruhan hampir tidak berkorelasi satu sama lain, hanya item nomor 5 dan

8 yang memiliki korelasi masing-masing terhadap 1 item. Dengan demikian secara

keseluruhan terdapat item yang di drop, yaitu item nomor 1, 2, 4, 8. Yang artinya

item-item tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam perhitungan skor faktor.

3.5.3 Uji validitas konstruk kualitas hubungan

Peneliti menguji apakah 26 item bersifat unidimensional mengukur satu

faktor yaitu kualitas hubungan. Dari hasil awas analisis CFA yang dilakukan, model

satu faktor tidak fit, dengan Chi – Square = 1517.71 , df = 299 , P-value = 0.00000 ,

RMSEA = 0.165. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap model,

dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya,

maka diperoleh model fit, dengan Chi – Square = 213.43 , df = 182 , P-value =

0.05530 , RMSEA = 0.034. Nilai Chi – Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak

signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima,

bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu kualitas hubungan.

Tahapan selanjutnya melihat apakah signifikan tidaknya item tersebut

mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil

tentang koefisien muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t

bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.9 berikut.

72
Tabel 3.9

Muatan Faktor Item Kualitas Hubungan

No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan

1 0.24 0.08 2.95 V

2 0.52 0.08 6.93 V

3 0.36 0.08 4.49 V

4 0.78 0.07 11.19 V

5 0.62 0.07 8.92 V

6 -0.50 0.08 -6.56 V

7 0.20 0.08 2.38 V

8 0.73 0.07 10.07 V

9 0.50 0.08 6.45 V

10 0.78 0.07 11.16 V

11 0.57 0.07 7.64 V

12 0.09 0.09 1.02 X

73
Tabel 3.9 Lanjutan

Muatan Faktor Item Kualitas Hubungan

No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan

13 0.58 0.07 7.92 V

14 0.82 0.07 12.12 V

15 0.74 0.07 10.22 V

16 -0.20 0.08 -2.39 V

17 0.46 0.08 5. 96 V

18 0.79 0.07 11.75 V

19 0.73 0.07 10.16 V

20 0.81 0.07 12.23 V

21 0.89 0.06 13.94 V

22 0.79 0.07 11.41 V

23 0.72 0.07 9.96 V

24 0.72 0.07 10.15 V

25 0.81 0.07 11.81 V

26 0.35 0.08 4.37 V

Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan

Dari tabel di atas dapat dilihat koefisien muatan faktor dari item nomor 12

tidak signifikan, sedangkan sisanya signifikan. Dapat dilihat pula pada kolom

koefisien terdapat item yang muatan faktornya negatif yaitu dari item nomor 6 dan

16. Kemudian pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang

74
saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan sebenarnya item – item tersebut

bersifat multidimensional pada dirinya masing – masing. Dalam model pengukuran

ini banyak sekali kesalahan pengukuran saling berkorelasi satu sama lain, yaitu item

nomor 5, 11, 12, 14, 15, 18, 19, 20, 22, 23, 24, 25, 26. Dengan demikian, dapat

dikatakan item-item tersebut bersifat multidimensional. Secara keseluruhan item

yang akan di drop adalah item nomor 5, 6, 11, 12, 14, 15, 16, 18, 19, 20, 22, 23, 24,

25, 26 yang artinya item-item tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam perhitungan

skor faktor.

3.5.4 Uji validitas konstruk religiusitas Glock & Stark

1. Keyakinan

Peneliti menguji apakah 22 item bersifat unidimensional mengukur satu

faktor yaitu religiusitas keyakinan. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan,

model satu faktor tidak fit, dengan Chi – Square = 753.00, df = 209 , P-value =

0.0000 , RMSEA = 0.132. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap

model, dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama

lainnya, maka diperoleh model fit, dengan Chi – Square = 173.25, df = 146 , P-value

= 0.06133 , RMSEA = 0.035. Nilai Chi – Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak

signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima,

bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu religiusitas keyakinan.

Tahapan selanjutnya melihat apakah signifikan tidaknya item tersebut

mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil

75
tentang koefisien muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t

bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.10 berikut.

Tabel 3.10

Muatan Faktor Item Religiusitas Keyakinan

No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan

1 0.80 0.07 11.53 V

2 0.23 0.08 2.80 V

3 0.75 0.07 10.50 V

4 0.03 0.09 0.39 X

5 0.78 0.07 11.26 V

6 0.69 0.07 9.64 V

7 0.63 0.07 8.55 V

8 0.14 0.08 1.71 X

9 0.78 0.07 11.24 V

10 0.74 0.07 10.36 V

11 0.55 0.08 7.16 V

12 -0.11 0.08 -1.37 X

13 0.49 0.08 6.01 V

14 0.83 0.07 12.25 V

15 0.64 0.07 8.68 V

16 0.22 0.08 2.72 V

76
Tabel 3.10 Lanjutan

Muatan Faktor Item Religiusitas Keyakinan

No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan

17 0.10 0.08 1.20 X

18 0.56 0.08 7.42 V

19 0.55 0.08 6.96 V

20 0.39 0.08 4.91 V

21 0.55 0.08 7.03 V

22 -0.21 0.08 -2.66 V

Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan

Dari tabel di atas dapat dilihat koefisien muatan faktor dari item mana

sajakah yang signifikan. Diketahui item nomor 4, 8, 12, 17 yang tidak signifikan

sedangkan sisanya signifikan. Selanjutnya melihat muatan faktor dari item, apakah

ada yang bermuatan negatif. Dari tabel 3.10 pada kolom koefisien terdapat item yang

muatan faktor nya negatif yaitu nomor 12 dan 22. Pada model pengukuran ini

terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi, sehingga dapat

disimpulkan sebenarnya item – item tersebut bersifat multidimensional, artinya item-

item tersebut tidak hanya mengukur apa yang hendak diukur. Namun sayangnya,

dalam model pengukuran ini banyak sekali kesalahan pengukuran yang saling

berkorelasi satu sama lain, yaitu item nomor 13, 14, 15, 18, 19, 21, 22. Dengan

demikian secara keseluruhan item yang akan di drop adalah item nomor 4, 8, 12, 13,

77
14, 15, 17, 18, 19, 21, 22 , yang artinya item-item tersebut tidak akan ikut dianalisis

dalam perhitungan skor faktor.

2. Praktek agama

Peneliti menguji apakah 25 item bersifat unidimensional yang artinya

mengukur hanya satu faktor yaitu religiusitas praktek agama. Dari hasil awas analisis

CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan Chi – Square = 1225.02, df

= 275 , P-value = 0.00000 , RMSEA = 0.152. Oleh karena itu, peneliti melakukan

modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan

berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit, dengan Chi – Square =

237.10, df = 204, P-value = 0.05589 , RMSEA = 0.033. Nilai Chi – Square

menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu

faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor

saja yaitu religiusitas praktek agama.

Tahapan selanjutnya melihat apakah signifikan tidaknya item tersebut

mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil

tentang koefisien muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t

bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.11 berikut.

78
Tabel 3.11

Muatan Faktor Item Religiusitas Praktek Agama

No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan

1 0.61 0.08 8.07 V

2 0.29 0.08 3.47 V

3 0.10 0.09 1.18 X

4 0.20 0.08 2.39 V

5 0.07 0.08 0.87 X

6 0.09 0.08 1.03 X

7 -0.02 0.08 -0.28 X

8 -0.18 0.08 -2.10 V

9 0.13 0.08 1.65 X

10 0.45 0.08 5.58 V

11 0.53 0.08 6.79 V

12 -0.07 0.08 -0.87 X

13 0.61 0.08 7.81 V

14 0.45 0.08 5.57 V

15 0.51 0.08 6.50 V

16 0.88 0.06 13.71 V

17 0.45 0.08 5.75 V

18 -0.25 0.08 -3.02 V

19 0.76 0.07 10.67 V

79
Tabel 3.11 Lanjutan

Muatan Faktor Item Religiusitas Praktek Agama

No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan

20 0.54 0.08 7.03 V

21 0.09 0.08 1.04 X

22 0.86 0.07 13.01 V

23 -0.50 0.08 -6.40 V

24 0.41 0.08 5.14 V

25 0.63 0.07 8.51 V

Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan

Dari tabel diatas dapat dilihat koefisien muatan faktor dari item nomor 3, 5, 6,

7, 9, 12, 21 tidak signifikan, sedangkan sisanya signifikan. Selain itu, terdapat

koefisien muatan faktor item yang bernilai negatif yaitu item nomor 7, 8, 12, 18, 23.

Kemudian pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang

saling berkorelasi satu sama lain, sehingga dapat disimpulkan sebenarnya item – item

tersebut bersifat multidimensional, yaitu item nomor 9, 15, 17, 19, 21, 24. Artinya

item yang kesalahan pengukurannnya saling berkorelasi dengan kesalahan

pengukuran lainnya maka item tersebut selain mengukur apa yang hendak diukur, ia

juga mengukur hal lain. Dengan demikian secara keseluruhan item yang akan di drop

adalah item nomor 3, 5, 6, 7, 8, 9, 12, 15, 17, 18, 19, 21, 23, 24 yang artinya item-

item tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam perhitungan skor faktor.

80
3. Pengalaman Keagamaan

Peneliti menguji apakah 7 item bersifat unidimensional mengukur satu faktor

yaitu religiusitas pengalaman keagamaan. Dari hasil awas analisis CFA yang

dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan Chi – Square = 43.47 , df = 14 , P-

value = 0.00007 , RMSEA = 0.19. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi

terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi

satu sama lainnya, maka diperoleh model fit, dengan Chi – Square = 18.13 , df = 11 ,

P-value = 0.07856 , RMSEA = 0.066. Nilai Chi – Square menghasilkan P-value >

0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional)

dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu religiusitas

pengalaman keagamaan.

Tahapan selanjutnya melihat apakah signifikan tidaknya item tersebut

mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil

tentang koefisien muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t

bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.12 berikut.

81
Tabel 3.12

Muatan Faktor Item Religiusitas Pengalaman Keagamaan

No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan

1 1.20 0.11 10.85 V

2 0.69 0.09 7.50 V

3 -0.13 0.07 -2.03 V

4 0.26 0.07 3.50 V

5 0.08 0.06 1.35 X

6 0.06 0.06 0.97 X

7 -0.08 0.06 -1.24 X

Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan

Dari tabel di atas dapat dilihat koefisien muatan faktor dari item nomor 5, 6, 7

tidak signifikan, sedangkan sisanya signifikan. Dapat dilihat pula pada kolom

koefisien terdapat item yang muatan faktor nya negatif yaitu nomor 3, 7. Kemudian

pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang saling

berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan sebenarnya item – item tersebut bersifat

multidimensional pada dirinya masing – masing. Dalam model pengukuran ini,

didapatkan bahwa korelasi kesalahan item dari faktor religiusitas pengalaman

keagamaan tidaklah banyak, hanya terdapat dua korelasi. Dengan demikian secara

keseluruhan item yang akan di drop adalah item nomor 3, 5, 6, 7 , yang artinya item-

item tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam perhitungan skor faktor.

82
4. Pengetahuan Keagamaan

Peneliti menguji apakah 6 item bersifat unidimensional mengukur satu faktor

yaitu religiusitas pengetahuan keagamaan. Dari hasil awas analisis CFA yang

dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan Chi – Square = 53.26 , df = 9 , P-value

= 0.00000 , RMSEA = 0.182. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi

terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi

satu sama lainnya, maka diperoleh model fit, dengan Chi – Square = 8.28, df = 6 , P-

value = 0.21846 , RMSEA = 0.050. Nilai Chi – Square menghasilkan P-value > 0.05

(tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat

diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu religiusitas

pengetahuan keagamaan.

Tahapan selanjutnya melihat apakah signifikan tidaknya item tersebut

mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil

tentang koefisien muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t

bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.13 berikut.

Tabel 3.13

Muatan Faktor Item Religiusitas Pengetahuan Keagamaan

No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan

1 0.65 0.08 8.11 V

2 0.61 0.08 7.37 V

3 0.72 0.08 9.06 V

83
Tabel 3.13 Lanjutan

Muatan Faktor Item Religiusitas Pengetahuan Keagamaan

No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan

4 0.56 0.08 6.73 V

5 0.77 0.08 10.05 V

6 0.27 0.09 2.85 V

Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan

Dari tabel di atas dapat dilihat koefisien muatan faktor keseluruhan

signifikan. Pada kolom koefisien juga tidak terdapat muatan faktor negatif.

Kemudian pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang

saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan sebenarnya item tersebut bersifat

multidimensional pada dirinya masing – masing. Pada pengujian ini, didapatkan

bahwa korelasi kesalahan item dari religiusitas pengetahuan keagamaan tidaklah

banyak, hanya terdapat satu korelasi. Dengan demikian secara keseluruhan tidak ada

item yang di drop, artinya semua item akan dianalisis dalam perhitungan skor faktor.

5. Konsekuensi Keagamaan

Peneliti menguji apakah 6 item bersifat unidimensional mengukur satu faktor

yaitu religiusitas konsekuensi keagamaan. Dari hasil awas analisis CFA yang

dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan Chi – Square = 37.83 , df = 9 , P-value

= 0.00002 , RMSEA = 0.147. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi

terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi

84
satu sama lainnya, maka diperoleh model fit, dengan Chi – Square = 9.88 , df = 7 ,

P-value = 0.19560 , RMSEA = 0.053. nilai Chi – Square menghasilkan P-value >

0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional)

dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu religiusitas

konsekuensi keagamaan.

Tahapan selanjutnya melihat apakah signifikan tidaknya item tersebut

mengukur faktor yang hendak diukur. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil

tentang koefisien muatan faktor item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t

bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.14 berikut :

Tabel 3.14

Muatan Faktor Item Religiusitas Konsekuensi Keagamaan

No Koefisien Standar error Nilai t Signifikan

1 0.49 0.09 5.37 V

2 0.74 0.11 6.82 V

3 0.06 0.09 0.64 X

4 0.49 0.09 5.37 V

5 0.45 0.09 4.94 V

6 0.49 0.11 4.27 V

Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan

Pada tabel diatas, nilai t bagi koefisien muatan faktor dari item nomor 3 tidak

signifikan. Dapat dilihat pula bahwa keseluruhan item muatan faktor nya positif.

85
Pada model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran item yang saling

berkorelasi, artinya item-item tersebut bersifat multidimensional pada dirinya

masing-masing dan tidak hanya mengukur apa yang seharusnya diukur. Pada

pengujian ini, didapatkan bahwa korelasi kesalahan tidaklah banyak, hanya terdapat

dua korelasi. Berdasarkan hasil tersebut, maka semua item dari skala forgiveness

hanya satu yang di drop yaitu item nomor 3, dan selanjutnya item-item lainnya dapat

dianalisis dalam perhitungan skor faktor.

3.6 Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur penelitian terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:

1. Sebelum turun ke lapangan, peneliti merumuskan masalah yang akan diteliti

kemudian mengadakan studi pustaka untuk melihat masalah tersebut dari sudut

pandang teoritis. Setelah mendapatkan teori-teori secara lengkap kemudian

menyiapkan, membuat dan menyusun alat ukur yang akan digunakan dalam

penelitian ini yaitu alat ukur Tipe Kepribadian yang bernama MBTI (Meyer

Bring Type Indicator), alat ukur Kualitas Hubungan yang berupa kuesioner dari

skala likert, alat ukur Religiusitas yang berupa skala adaptasi dari Glock & Stark,

dan alat ukur Forgiveness yang bernama MOFS (Marital Offence-Specific

Forgiveness Scale).

2. Membuat surat izin penelitian kepada pihak fakultas psikologi dan membuat

surat izin melakukan penelitian di APIK.

3. Sebelum peneliti menyebarkan angket kepada korban KDRT di bawah

perlindungan APIK, peneliti mendiskusikan item-item yang akan disebarkan

86
dengan HRD di APIK. Setelah membaca dan meneliti item-item tersebut, HRD

disana menyeleksi item-item yang telah peneliti buat agar korban dapat mengisi

angket secara efisien. Item yang dipilih merupakan item yang mewakli kondisi

korban disana dan bahasanya mudah dipahami oleh seluruh korban.

4. Setelah item diseleksi oleh HRD APIK, kemudian peneliti diizinkan untuk

menyebarkan angket dengan bantuan pihak APIK agar tidak mengganggu privasi

setiap korban.

5. Selanjutnya, setelah mendapatkan data yang diinginkan peneliti kemudian

melakukan pengolahan dan pengujian terhadap data yang sudah di dapatkan.

3.7 Metode Analisis Data

Untuk menguji hipotesis penelitian mengenai hubungan antara tipe kepribadian,

kualitas hubungan, dan religiusitas yang mempengaruhi forgiveness secara empiris,

maka peneliti mengolah data yang didapat dengan menggunakan teknik statistik

Multiple Regression Analysis (analisis regresi berganda). Teknik analisis regresi

berganda ini digunakan agar dapat menjawab hipotesis nihil yang ada di BAB 2.

Dengan dependent variable yaitu forgiveness, dan independent variable tipe

kepribadian, kualitas hubungan, dan religiusitas, maka persamaan regresinya adalah

sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8

87
Dengan penjelasan sebagai berikut:

Y = forgiveness

a = konstan intersepsi

b = koefisien regresi

X1 = tipe kepribadian ekstrovert

X2 = tipe kepribadian introvert

X3 = kualitas hubungan

X4 = dimensi keyakinan

X5 = dimensi praktek agama

X6 = dimensi pengalaman

X7 = dimensi pengetahuan agama

X8 = dimensi konsekuensi

Melalui regresi berganda ini dapat diperoleh nilai R, yaitu koefisien korelasi

berganda antara forgiveness dengan tipe kepribadian, kualitas hubungan, dan

religiusitas. Besarnya kemungkinan forgiveness yang disebabkan oleh faktor-faktor

yang telah disebutkan tadi ditunjukkan oleh koefisien determinasi berganda atau R2 .

R2 merupakan proporsi varians dari forgiveness yang dijelaskan oleh tipe

kepribadian, kualitas hubungan, dan religiusitas. Untuk mendapatkan nilai R2 ,

digunakan rumusan sebagai berikut:

88
Uji R2 diuji untuk membuktikan apakah penambahan varians dari independen

variabel satu per satu signifikan atau tidak penambahannya.

Untuk membuktikan apakah regresi X pada Y signifikan atau tidak, maka

dapat diuji dengan menggunakan uji F, untuk membuktikan hal tersebut dengan

menggunakan rumus F (Pedhazur, 1982), yaitu sebagai berikut:

Pembagian disini adalah R2 itu sendiri dengan df nya (yaitu k), ialah jumlah

independen variabel yang dianalisis, sedangkan penyebutnya (1 - R2) dibagi dengan

N - k - 1 dimana N adalah jumlah sampel. Dari hasil uji F yang dilakukan nantinya,

dapat dilihat apakah variabel-variabel independen yang diujikan memiliki pengaruh

terhadap dependen variabel.

Kemudian untuk menguji apakah pengaruh yang diberikan variabel-variabel

independent signifikan terhadap dependent variabel, maka peneliti melakukan uji t

(Pedhazur, 1982). Uji t akan dilakukan sebanyak 5 kali sesuai dengan variabel yang

dianalisis.

Uji t yang dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut:

89
Dimana b adalah koefisien regresi dan Sb adalah standar deviasi sampling

dari koefisien b. Selama uji T, peneliti akan menulis R2 , signifikan tidaknya

dilakukan dengan menggunakan rumus yang telah dijelaskan sebelumnya. Seluruh

perhitungan penelitian ini dilakukan dengan menggunakan software SPSS16.

90
BAB 4

HASIL PENELITIAN

Pada bab empat peneliti akan membahas mengenai hasil penelitian yang telah

dilakukan. Pembahasan tersebut meliputi dua bagian yaitu, analisis deskriptif, dan

pengujian hipotesis penelitian.

4.1 Analisis Deskriptif

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah 150 wanita berusia 20-60 tahun

yang dalam status menikah atau pernah menikah, pada usia pernikahan maksimal 25

tahun, berada di bawah lindungan LBH APIK di Jakarta Timur.

Selanjutnya akan dijelaskan gambaran subjek berdasarkan usia. Subjek dalam

penelitian ini berasal dari usia yang berbeda meskipun masih dalam satu tahap

perkembangan (dewasa), yaitu mulai dari usia 20 tahun sampai dengan 60 tahun.

Kemudian akan dijelaskan pula gambaran subjek berdasarkan usia

pernikahan. Subjek dalam penelitian ini berasal dari usia pernikahan yang berbeda,

mulai dari usia 1 tahun sampai dengan 30 tahun. Untuk mempermudahkan

perhitungan maka peneliti mengkategorikan usia pernikahan kedalam lima kategori.

Tiga kategori usia pernikahan subjek dapat dilihat dalam tabel 4.1 di bawah ini

91
Tabel 4.1

Tabel Subjek Berdasarkan Usia Pernikahan

Usia Jumlah Persentase

1-5 32 21,3%

6-10 37 24,6%

11-15 27 18%

16-20 11 7,3%

21-25 15 10%

26-30 13 8,6%

Total 150 100%

Berikutnya akan dijelaskan gambaran subjek berdasarkan tingkat pendidikan.

Subjek dalam penelitian ini berasal dari tingkat pendidikan yang berbeda, mulai dari

SD, SMP, SMA, Diploma, S1, dan S2.

Selanjutnya akan dijelaskan bentuk-bentuk kekerasan dalam rumah tangga

(KDRT) yang terjadi pada istri-istri yang berada di bawah perlindungan LBH APIK

Jakarta Timur. Bentuk-bentuk KDRT yang di dapatkan berupa pukulan, tendangan,

jambakan, tamparan, tonjokkan, dan ketika dilakukan visum telihat bekas kekerasan

tersebut.

92
Berikutnya yang terakhir akan dijelaskan gambaran subjek berdasarkan

tingkatan forgiveness terhadap pelaku yaitu suaminya. Tiga tingkatan forgiveness

dari subjek dapat dilihat dalam tabel 4.2 di bawah ini

Tabel 4.2

Tingkatan Forgiveness

Rentangan Jumlah Persentase

Tinggi 98 65,3%

Sedang 43 28,7%

Rendah 9 6%

Total 150 100%

Dari tabel 4.2 di atas diketahui bahwa tingkatan forgiveness yang terjadi dan

dilakukan oleh istri korban KDRT terhadap suami dengan jumlah persentase 65,3%.

4.2 Uji Hipotesis Penelitian

4.2.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian

Pada tahapan ini peneliti menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi

berganda dengan menggunakan software SPSS 16. Seperti yang sudah disebutkan

pada bab 3, dalam regresi ada 3 hal yang dilihat, yaitu melihat besaran R square

untuk mengetahui berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV, kedua

93
apakah secara keseluruhan IV berpengaruh secara signifikan terhadap DV, kemudian

terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing – masing IV.

Langkah pertama peneliti melihat besaran R square untuk mengetahui berapa

persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV. Selanjutnya untuk tabel R square,

dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3

Tabel Rsquare

Model Summary

Std. Error of the

Model R R Square Adjusted R Square Estimate

1 .680a .462 .431 6.93242

a. Predictors: (Constant), Konsekuensi, extrovert, Pengalaman,

KualitasHubungan, Introvert, Keyakinan, Pengetahuan, PraktekAgama

Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa perolehan R square sebesar 0.462 atau

46,2%. Artinya proporsi varians dari forgiveness yang dijelaskan oleh semua

independen variabel adalah sebesar 46,2%, sedangkan 53,8% sisanya dipengaruhi

oleh variabel lain diluar penelitian ini.

Langkah kedua peneliti menganalisis dampak dari seluruh independent

variabel terhadap forgiveness. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut.

94
Tabel 4.4

Tabel Anova

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

1 Regression 5813.697 8 726.712 15.121 .000a

Residual 6776.232 141 48.058

Total 12589.929 149

a. Predictors: (Constant), Konsekuensi, extrovert, Pengalaman, KualitasHubungan, Introvert, Keyakinan,

Pengetahuan, PraktekAgama

b. Dependent Variable: Forgiveness

Jika melihat kolom ke 6 dari kiri diketahui bahwa (p < 0.05), maka hipotesis

nihil yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari seluruh independen

variabel terhadap forgiveness ditolak. Artinya, ada pengaruh yang signifikan dari tipe

kepribadian ekstrovert, introvert, kualitas hubungan, religiusitas keyakinan, praktek

agama, pengalaman keagamaan, pengetahuan keagamaan, dan konsekuensi

keagamaan terhadap forgiveness.

Langkah terakhir adalah melihat koefisien regresi tiap independen variabel.

Jika nilai t > 1,96 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti bahwa IV

tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap forgiveness. Adapun

penyajiannya ditampilkan pada tabel 4.5 berikut.

95
Tabel 4.5

Koefisien Regresi

Coefficientsa

Standardized

Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta T Sig.

1 (Constant) 16.816 8.176 2.057 .042

Extrovert -.014 .075 -.013 -.189 .851

Introvert -.118 .082 -.103 -1.430 .155

KualitasHubungan .500 .064 .529 7.764 .000

Keyakinan .130 .114 .132 1.141 .256

PraktekAgama .022 .117 .022 .188 .851

Pengalaman -.078 .068 -.085 -1.151 .252

Pengetahuan .003 .109 .002 .025 .980

Konsekuensi .219 .080 .183 2.750 .007

a. Dependent Variable: Forgiveness

Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.5 Dapat disampaikan

persamaan regresi sebagai berikut: (* signifikan)

Forgiveness = 16.816 - 0.014extrovert - 0.118introvert +

0.500kualitashubungan* + 0.130keyakinan +

0.02praktekagama - 0.78pengalaman +

0.003pengetahuan + 0.219konsekuensi*

96
Dari tabel 4.5, untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang

dihasilkan, kita cukup melihat nilai sig pada kolom yang paling kanan (kolom ke-6),

jika P < 0.05, maka koefisien regresi yang dihasilkan, signifikan pengaruhnya

terhadap forgiveness dan sebaliknya. Dari hasil diatas hanya koefisien regresi

kualitas hubungan dan religiusitas konsekuensi yang signifikan, sedangkan sisa

lainnya tidak. Hal ini berarti bahwa dari 8 hipotesis minor hanya terdapat dua yang

signifikan. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh pada masing-masing

IV adalah sebagai berikut:

1. Variabel tipe kepribadian ekstrovert: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -

0.014 (p > 0.05), yang berarti bahwa variabel tipe kepribadian ekstrovert secara

negatif mempengaruhi forgiveness tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi

tipe kepribadian ekstrovert maka semakin rendah forgiveness, walaupun secara

statistik tidak signifikan. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, tipe

kepribadian ekstrovert didapatkan berhubungan dengan forgiveness walau tidak

signifikan secara statistik, termasuk dalam penelitian ini. Menurut peneliti, hal

tersebut dikarenakan tipe kepribadian ekstrovert termasuk orang yang

dipengaruhi oleh dunia obyektif yaitu dunia di luar dirinya sendiri. Seperti yang

telah dijelaskan sebelumnya pada bab kajian teori, tipe kepribadian ekstrovert

tertuju ke luar; pikiran, perasaan,, serta tindakannya terutama ditentukan oleh

lingkungannya. Tipe kepribadian ekstrovert ditandai dengan sikap positif dengan

sekitar, yang seharusnya mengakibatkan dapat melakukan forgiveness dengan

97
apa adanya. Akan tetapi dari hasil yang ada diketahui tipe kepribadian ekstrovert

tidak dapat melakukan forgiveness dengan baik.

2. Variabel tipe kepribadian introvert: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -

0.118 (p > 0.05), yang berarti bahwa variabel tipe kepribadian introvert secara

negatif mempengaruhi forgiveness tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi

tipe kepribadian introvert maka semakin rendah forgiveness, walaupun secara

statistik tidak signifikan. Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, tipe

kepribadian introvert didapatkan selalu berhubungan negatif dengan forgiveness

walau tidak signifikan secara statistik, termasuk dalam penelitian ini. Menurut

peneliti, hal tersebut dikarenakan tipe kepribadian introvert termasuk orang yang

dipengaruhi oleh dunia subyektif yaitu dunia di dalam dirinya sendiri. Seperti

yang telah dijelaskan sebelumnya pada bab kajian teori, tipe kepribadian

introvert tertuju ke dalam; pikiran, perasaan,, serta tindakannya terutama

ditentukan oleh faktor-faktor subyektif. Tipe kepribadian introvert ditandai

dengan penyesuaian diri yang kurang baik dengan sekitar sehingga dapat

mengakibatkan tidak dapat melakukan forgiveness dengan apa adanya.

3. Variabel kualitas hubungan : Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.500 (p <

0.05), yang berarti bahwa variabel kualitas hubungan secara positif

mempengaruhi forgiveness dan signifikan. Jadi, semakin tinggi kualitas

hubungan maka semakin tinggi pula forgiveness, dan dalam hal ini secara

statistik signifikan. (kualitas hubungan berpengaruh signifikan terhadap

forgiveness). Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, kualitas hubungan

didapatkan selalu berhubungan positif dengan forgiveness, termasuk dalam

98
penelitian ini. Menurut peneliti, hal tersebut dikarenakan dalam kualitas

hubungan korban cenderung memaafkan apabila hubungan antara korban dan

pelaku sebelum peristiwa menyakitkan terjadi terdapat kepuasan, komitmen

dalam hubungan tersebut. Selanjutnya kualitas hubungan termasuk kedalam

faktor yang melatar belakangi keberhasilan maupun kegagalan dalam suatu

hubungan antar pasangan. Hal tersebut seperti yang telah dijelaskan sebelumnya

pada bab kajian teori pada kualitas hubungan. Semakin tinggi kualitas hubungan

antar pasangan maka semakin tinggi pula keinginan dalam untuk melakukan

forgiveness terhadapa pasangan.

4. Variabel religiusitas keyakinan : Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.130

(p > 0.05), yang berarti bahwa variabel religiusitas keyakinan secara positif

mempengaruhi forgiveness, tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi

religiusitas keyakinan maka semakin tinggi pula forgiveness. Berdasarkan

penelitian-penelitian sebelumnya, religiusitas keyakinan didapatkan selalu

berhubungan positif secara signifikan dengan forgiveness, termasuk dalam

penelitian ini. Menurut peneliti, hal tersebut dikarenakan religiusitas keyakinan

termasuk kedalam ideologis dari seseorang. Seperti yang telah dijelaskan

sebelumnya pada bab kajian teori, ideologis mengarah pada sikap berpegang

teguh pada pandangan teologis tertentu. Religiusitas keyakinan ditandai dengan

mempertahankan seperangkat kepercayaan dimana para penganut diharap untuk

taat. Maka dengan menjalani dan menaati sesuai dengan ajaran kepercayaan

secara baik, forgiveness pun akan meningkat.

99
5. Variabel religiusitas praktek agama: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar

0.022 (p > 0.05), yang berarti bahwa variabel religiusitas praktek agama secara

positif mempengaruhi forgiveness, tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi

religiusitas praktek agama maka semakin tinggi pula forgiveness. (religiusitas

praktek agama tidak berpengaruh signifikan terhadap forgiveness). Berdasarkan

penelitian-penelitian sebelumnya, religiusitas praktek agama didapatkan

berhubungan positif dengan forgiveness walau tidak signifikan secara statistik,

termasuk dalam penelitian ini. Menurut peneliti, hal tersebut dikarenakan

responden penelitian yang digunakan ialah responden beragam agama dan dalam

penelitian-penelitian sebelumnya tidak dijabarkan dengan jelas dimensi tertentu

yang besar pengaruhnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bab

kajian teori, praktek-praktek keagamaan ini terdiri dari ritual, ketaatan, dan hal-

hal yang dilakukan orang untuk menunjukan komitmennya terhadap agama yang

dianutnya. Semakin tinggi praktek agama yang ditaati atau dilakukan semakin

tinggi forgiveness yang akan dilakukan.

6. Variabel religiusitas pengalaman: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,78

(p > 0.05), yang berarti bahwa variabel religiusitas pengalaman secara negatif

mempengaruhi forgiveness tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi

religiusitas pengalaman maka semakin rendah forgiveness, walaupun secara

statistik tidak signifikan. Dari beberapa teori dan penelitian yang ada, peneliti

menyimpulkan bahwa seseorang dengan religiusitas pengalaman tinggi dicirikan

dengan sikap berfikir panjang dan lebih memaknai hal-hal yang terjadi dalam

hubungan untuk mempertahankan hubungan tersebut. Seseorang yang memiliki

100
religiusitas pengalaman yang tinggi tentunya akan berusaha memaknai dengan

positif untuk mempertahankan hubungan dengan pasangan melalui melakukan

forgiveness dengan baik.

7. Variabel religiusitas pengetahuan: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar

0.003 (p > 0.05), yang berarti bahwa variabel religiusitas pengetahuan secara

positif mempengaruhi forgiveness tetapi tidak signifikan. Jadi, semakin tinggi

religiusitas pengetahuan maka semakin tinggi pula forgiveness, walaupun secara

statistik tidak signifikan. Dari beberapa teori dan penelitian yang ada, peneliti

menyimpulkan bahwa seseorang dengan religiusitas pengetahuan yang tinggi

dicirikan dengan memiliki pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritual-

ritual, kitab suci, dan tradisi-tradisi. Seseorang yang memiliki karakteristik

religiusitas pengetahuan yang tinggi tentunya akan selalu dapat menyikapi

permasalahan dengan baik. Hal yang demikian tentunya akan menimbulkan

keinginan untuk melakukan forgiveness terhadap pelaku (pasangannya).

8. Variabel religiusitas konsekuensi: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar

0.219 (p < 0.05), yang berarti bahwa variabel religiusitas konsekuensi secara

positif mempengaruhi forgiveness serta signifikan. Jadi, semakin tinggi

religiusitas konsekuensi maka semakin tinggi pula forgiveness yang dilakukan,

dan secara statistik signifikan. Dari beberapa teori dan penelitian yang ada,

peneliti menyimpulkan bahwa seseorang dengan religiusitas konsekuensi yang

tinggi mengacu pada akibat-akibat (hasil) keyakinan keagamaan, praktek,

pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari sehingga

mempengaruhi keinginan dalam forgiveness. Dapat diartikan individu tersebut

101
dapat mudah melakukan forgiveness karena berdasarkan latar belakang yang

dimiliki.

Pada tabel 4.4 koefisien regresi diatas, dari dua IV yang berpengaruh

signifikan terhadap DV dapat diketahui mana yang memiliki pengaruh lebih besar.

Untuk melihat perbandingan besar kecilnya pengaruh antara tiap IV terhadap DV

dapat diketahui dengan dua cara, yaitu melihat nilai signifikansinya (p) dan melihat

Standardized coefficients (beta) (Umar, 2011). Maka dari tabel diatas dapat diketahui

perbandingan atau urutan IV yang memiliki pengaruh terbesar adalah sebagai

berikut:

1. Kualitas hubungan dengan beta = 0.529

2. Religiusitas konsekuensi dengan beta = 0.183

4.2.2 Pengujian proporsi varians masing–masing independent variabel

Selanjutnya, peneliti ingin mengetahui bagaimana penambahan proporsi

varians dari masing-masing independent variable terhadap forgiveness. Pada tabel

4.7 kolom pertama adalah IV yang dianalisis secara satu per satu, kolom kedua

merupakan penambahan varians DV dari tiap IV yang dianalisis satu per satu

tersebut, kolom ketiga merupakan nilai murni varians DV dari tiap IV yang

dimasukkan secara satu per satu, kolom keempat adalah nilai F hitung bagi IV yang

bersangkutan, kolom DF adalah derajat bebas bagi IV yang bersangkutan pula, yang

terdiri dari numerator dan denumerator, kolom F tabel adalah kolom mengenai nilai

IV pada tabel F dengan DF yang telah ditentukan sebelumnya, nilai kolom inilah

yang akan dibandingkan dengan kolom nilai F hitung. Apabila nilai F hitung lebih

besar daripada F tabel, maka kolom selanjutnya, yaitu kolom signifikansi yang akan

102
dituliskan signifikan dan sebaliknya. Besarnya proporsi varians pada forgiveness

dapa t dilihat pada table 4.5 berikut :

Peneliti selanjutnya juga besarnya proporsi varian DV yang merupakan sumbangan

atau pengaruh dari masing-masing IV, hal ini dilakukan dengan menghitung

pertambahan proporsi varian setiap kali IV baru dimasukkan dalam persamaan.

Bertambahnya R2 (R2 change) ini dapat dilihat pada tabel 4.6 di bawah ini:

Tabel 4.6

Proporsi Varians untuk masing–masing Independent Variable

Model Summary

Change Statistics

R Square
Model R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change

1 .034 .034 5.208 1 148 .024

2 .106 .072 11.761 1 147 .001

3 .403 .297 72.619 1 146 .000

4 .427 .024 6.063 1 145 .015

5 .428 .001 .270 1 144 .604

6 .433 .005 1.306 1 143 .255

7 .433 .000 .004 1 142 .952

8 .462 .029 7.562 1 141 .007

Keterangan :

X1 : Tipe kepribadian ekstrovert

X2 : Tipe kepribadian introvert

X3 : Kualitas hubungan

103
X4 : Religiusitas Keyakinan

X5 : Religiusitas praktek agama

X6 : Religiusitas pengalaman keagamaan

X7 : Religiusitas pengetahuan keagamaan

X8 : Religiusitas konsekuensi keagamaan

Dari tabel diatas dapat disampaikan informasi sebagai berikut :

1. Variabel tipe kepribadian ekstrovert memberikan sumbangan sebesar 34% dalam

varians forgiveness. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara statistik dengan

F = 5,208 dan df = 1, 148.

2. Variabel tipe kepribadian introvert memberikan sumbangan sebesar 72 % dalam

varians forgiveness. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F =

11,761 dan df = 1, 147.

3. Variabel kualitas hubungan memberikan sumbangan sebesar 29,7 % dalam

varians forgiveness. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F =

72,619 dan df = 1, 146.

4. Variabel religiusitas keyakinan memberikan sumbangan sebesar 24 % dalam

varians forgiveness. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F =

6,063 dan df = 1, 145.

104
5. Variabel religiusitas praktek agama memberikan sumbangan sebesar 1 % dalam

varians forgiveness. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik dengan F =

0,270 dan df = 1, 144.

6. Variabel religiusitas pengalaman keagamaan memberikan sumbangan sebesar 5

% dalam varians forgiveness. Sumbangan tersebut signifikan secara statistik

dengan F = 1,306 dan df = 1, 143.

7. Variabel religiusitas pengetahuan keagamaan memberikan sumbangan sebesar 0

% dalam varians forgiveness. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara

statistik dengan F = 0,004 dan df = 1, 142.

8. Variabel religiusitas konsekuensi keagamaan memberikan sumbangan sebesar

29 % dalam varians forgiveness. Sumbangan tersebut tidak signifikan secara

statistik dengan F = 7,562 dan df = 1, 141.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada 5 IV, yaitu tipe kepribadian

ekstrovert, tipe kepribadian introvert, kualitas hubungan, religiusitas keyakinan, dan

religiusitas konsekuensi keagamaan yang signifikan sumbangannya terhadap

forgiveness, jika dilihat dari besarnya pertambahan R2 yang dihasilkan setiap kali

dilakukan penambahan IV (sumbangan proporsi varian yang diberikan). Dari kelima

IV tersebut dapat dilihat mana yang paling besar memberikan sumbangan terhadap

DV. Hal tersebut dapat diketahui dengan melihat nilai R2 changenya, semakin besar

maka semakin banyak sumbangan yang diberikan terhadap DV (Umar, 2011). Dari

tabel 4.6 diatas diketahui urutan IV yang signifikan memberikan sumbangan dari

yang terbesar hingga yang terkecil ialah tipe kepribadian ekstrovert dengan R2

105
change 0.024, religiusitas keyakinan 0.015, religiusitas konsekuensi keagamaan

dengan R2 change 0.007, tipe kepribadian introvert dengan R2 change 0.001, dan

kualitas hubungan dengan R2 change 0.000.

Salah satu asumsi dalam regresi yang harus dipenuhi agar hasil analisi regresi

dengan metode least square dapat dipercaya adalah bahwa distribusi frekuensi dari

residual mengikuti distribusi normal. Distribusi normal ialah satu cara untuk

mengetahui apakah residualnya adalah normal. Apabila residual berada disekitar

garis harapan untuk kurva normal, dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi ini

memiliki error atau residual yang distribusinya mengikuti kurva normal. Artinya,

hasil persamaan regresi beserta interpretasinya dapat dipercaya. Berikut adalah

gambar 4.1 “residual plot” untuk variabel forgiveness yang dihasilkan dengan

menggunakan software SPSS 16.

106
Gambar 4.1

Dari gambar 4.1 dapat dilihat bahwa distribusi dari residual yang dihasilkan

adalah normal. Dengan demikian, uji hipotesis dan penelitian dengan analisis regresi

pada forgiveness dapat dipercaya.

4.3 Moderator Variabel

4.3.1 Analisis sub kelompok

Analisis dilakukan untuk mengetahui moderator variabel yang memiliki

pengaruh lebih besar terhadap forgiveness. Langkah pertama dalam analisis sub

kelompok adalah mencari median dari potential moderator yaitu usia pernikahan.

Median yang didapatkan adalah 10,5. Hasil 10,5 ini ialah usia pernikahan 10,5 tahun.

Berikut adalah tabel 4.7 yang berisi median yang dihasilkan.

107
Tabel 4.7

Median Usia Pernikahan

Descriptives

Statistic Std. Error

Usia Mean 12.5933 .68745

95% Confidence Interval for Lower Bound 11.2349


Mean
Upper Bound 13.9517

5% Trimmed Mean 12.1593

Median 10.5000

Variance 70.887

Std. Deviation 8.41945

Minimum 1.00

Maximum 40.00

Range 39.00

Interquartile Range 12.00

Skewness .782 .198

Kurtosis -.035 .394

Dari tabel 4.7 diatas, diketahui median yang dihasilkan ialah 10,5. Maka

dengan itu, dibagi menjadi dua kelompok yaitu nilai ≤ 10,5 termasuk ke dalam usia

pernikahan rendah, dan nilai ≥ 10,5 termasuk ke dalam usia pernikahan tinggi.

Kemudian setelah di bedakan menjadi dua kelompok, maka dilakukan perhitungan

108
kelompok yang memiliki pengaruh terbesar terhadap forgiveness. Berikut adalah

tabel 4.8 yang berisi koefisien regresi untuk moderator variabel usia pernikahan

terhadap forgiveness yang dihasilkan dengan menggunakan software SPSS 16.

Tabel 4.8

Koefisien Regresi Kelompok Usia Pernikahan Rendah

Coefficientsa

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta T Sig.

1 (Constant) 20.621 13.892 1.484 .142

Ekstrovert -.097 .115 -.100 -.841 .403

Introvert -.262 .151 -.210 -1.729 .088

Kualitas .427 .110 .408 3.903 .000

Keyakinan .361 .188 .307 1.920 .059

Praktek -.110 .189 -.094 -.582 .562

Pengalaman -.017 .117 -.017 -.149 .882

Pengetahuan .021 .158 .017 .132 .896

konsekuensi .247 .134 .178 1.834 .071

a. Dependent Variable: forgiveness

Dari tabel 4.8 diatas diketahui satu dari delapan independen variabel yang

mempengaruhi forgiveness pada kelompok usia pernikahan rendah yaitu kualitas

hubungan dengan koefisien regresi sebesar 0,000 signifikan. Maka, kualitas

hubungan mempengaruhi forgiveness pada kelompok usia pernikahan rendah istri

korban KDRT. Selanjutnya, pada tabel 4.9 menghitung koefisien regresi pada

kelompok usia pernikahan tinggi.

109
Tabel 4.9

Koefisien Regresi Kelompok Usia Pernikahan Tinggi

a
Coefficients

Standardized
Unstandardized Coefficients Coefficients

Model B Std. Error Beta T Sig.

1 (Constant) 8.148 10.587 .770 .444

ekstrovert .086 .113 .072 .759 .451

introvert -.005 .098 -.005 -.050 .961

kualitas .517 .079 .620 6.580 .000

keyakinan -.022 .155 -.026 -.141 .888

praktek .069 .160 .082 .433 .667

pengalaman -.070 .092 -.085 -.758 .451

pengetahuan .004 .166 .004 .022 .983

konsekuensi .268 .105 .253 2.562 .013

a. Dependent Variable: forgiveness

Dari tabel 4.9 diatas diketahui koefisien regresi kelompok usia pernikahan

tinggi menghasilkan dua independet variabel yang memiliki pengaruh yaitu kualitas

hubungan dengan koefisien regresi sebesar 0,000 signifikan dan religiusitas

konsekuensi dengan koefisien regresi sebesar 0,009 signifikan. Hal ini

memperlihatkan bahwa diantara kedua kelompok yaitu kelompok usia pernikahan

110
rendah dan kelompok usia pernikahan tinggi yang menunjukkan pengaruh yang lebih

besar terhadap forgiveness ialah kelompok usia pernikahan tinggi. Maka, kelompok

usia pernikahan tinggi dengan independen variabel yaitu kualitas hubungan dan

religiusitas konsekuensi mempengaruhi forgiveness pada istri korban KDRT.

111
BAB 5

KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

Pada bab lima peneliti akan memaparkan lebih lanjut hasil dari penelitian yang telah

dilakukan. Bab ini terdiri dari tiga bagian yaitu kesimpulan, diskusi, dan saran.

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian maka kesimpulan yang dapat

diambil dari penelitian ini ialah sebagai berikut:

1. Ada pengaruh yang signifikan secara bersama-sama kualitas hubungan,

religiusitas, dan usia pernikahan terhadap forgiveness pada istri korban KDRT.

2. Berdasarkan proporsi varians seluruhnya, forgiveness yang dipengaruhi tipe

kepribadian, kualitas hubungan, dan religiusitas yaitu sebesar 46,2%.

3. Ditemukan satu dimensi religiusitas yang memiliki pengaruh terhadap forgiveness.

Besarnya sumbangan dimensi tersebut yaitu dimesi konsekuensi keagamaan. Dimensi

keyakinan, praktek agama, pengalaman keagamaan, dan pengetahuan keagamaan

tidak memiliki pengaruh terhadap forgiveness dalam penelitian ini.

4. Berdasarkan proporsi varians masing-masing variabel, ternyata terdapat lima

variabel yang signifikan. Variabel-variabel tersebut yakni tipe kepribadian

112
ekstrovert, tipe kepribadian introvert, kualitas hubungan, religiusitas

keyakinan, dan religiusitas konsekuensi keagamaan.

5. Variabel yang dominan mempengaruhi DV dilihat dari dua bagian yaitu

signifikan dan besar Standardized coefficients (beta). Pada penelitian ini di

dapatkan urutan IV dimulai dari yang paling besar pengaruhnya adalah kualitas

hubungan dengan beta = 0.529 dan religiusitas konsekuensi keagamaan dengan

beta = 0.183.

6. Variabel kelompok usia pernikahan tinggi dan kelompok pernikahan rendah

memiliki pengaruh terhadap forgiveness, diketahui IV yang lebih berpengaruh

berada pada kelompok usia pernikahan tinggi dengan yaitu kualitas hubungan

dan religiusitas konsekuensi keagamaan.

5.2 Diskusi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel kualitas hubungan memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap forgiveness dengan nilai koefisien regresi sebesar

0.500 (p < 0.05), yang berarti bahwa variabel kualitas hubungan secara positif

mempengaruhi forgiveness dan signifikan. Jadi, semakin tinggi kualitas hubungan

maka semakin tinggi pula forgiveness, dan dalam hal ini secara statistik signifikan

(kualitas hubungan berpengaruh signifikan terhadap forgiveness). Berdasarkan

penelitian-penelitian sebelumnya, kualitas hubungan didapatkan selalu berhubungan

113
positif dengan forgiveness, termasuk dalam penelitian ini. Menurut peneliti, hal

tersebut dikarenakan kualitas hubungan termasuk kedalam faktor yang menjadi latar

belakang keberhasilan maupun kegagalan dalam suatu hubungan antar pasangan. Hal

tersebut seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bab kajian teori pada kualitas

hubungan. Semakin tinggi kualitas hubungan antar pasangan maka semakin tinggi

pula keinginan dalam untuk melakukan forgiveness terhadap pasangan. Hal ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fincham,F.D yang menyatakan

individu yang memiliki hubungan kedekatan dengan orang yang bermasalah

dengannya, akan memiliki tingkat forgiveness yang lebih baik atau lebih tinggi

dibandingkan dengan yang kualitas hubungannya tidak dekat.

Selanjutnya, religiusitas pada dimensi konsekuensi memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap forgiveness dengan nilai koefisien regresi sebesar 0.219 (p <

0.05). Pengaruh pada dimensi ini bernilai positif, artinya semakin tinggi religiusitas

konsekuensi semakin tinggi pula forgiveness yang dilakukan. Dari beberapa teori dan

penelitian yang ada, peneliti menyimpulkan bahwa seseorang dengan religiusitas

konsekuensi yang tinggi mengacu pada akibat-akibat (hasil) keyakinan keagamaan,

praktek, pengalaman, dan pengetahuan seseorang dari hari ke hari sehingga

mempengaruhi keinginan dalam forgiveness. Dengan demikian mereka akan mudah

melakukan forgiveness. Kemungkinan alasan signifikansi dari religiusitas dimensi

konsekuensi ini dikarenakan subjek penelitian lebih terlihat memunculkan penerapan

atau hasil dalam keagamaannya yang cenderung terlihat pada akhlak baik yang

dalam penelitian ini yaitu dapat melakukan forgivene. Hasil penelitian ini sejalan

dengan penelitian terdahulu, yang membahas mengenai religiusitas terhadap

114
forgiveness secara keseluruhan tidak pada masing-masing dimensinya (Gorsuch dan

Hao,1993).

Dari delapan independen variabel yang diteliti, hanya dua independen

variabel yang berpengaruh signifikan terhadap forgiveness. Setelah melakukan

penelitian, diketahui independen variabel yang tidak berpengaruh atau tidak

signifikan yaitu tipe kepribadian ekstrovert, tipe kepribadian introvert, religiusitas

keyakinan, religiusitas praktek agama, religiusitas pengalaman, dan religiusitas

pengetahuan. Ketidaksesuain hasil penelitian yang dilakukan peneliti dengan

penelitian yang dilakukan para peneliti sebelumnya dirasakan tidak sesuai dengan

harapan peneliti.

Selanjutnya, untuk hasil penelitian mengenai pengaruh variabel tipe

kepribadian jung terhadap forgiveness, tidak terdapat satupun yang berpengaruh.

Hasil pada penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penemuan penelitian terdahulu

McCullough, dkk (2001) yang mengindikasikan bahwa seseorang yang memiliki

kepribadian ekstravers yaitu memiliki karakter bersidat sosial, keterbukaan ekspresi,

asertif, hangat, tidak mementingkan diri, cenderung empatik, dan bersahabat.Hal ini

tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti karena tipe

kepribadian ekstrovert tidak berpengaruh, juga introvert tidak berpengaruh terhadap

forgiveness. Ketidaksesuaian ini mungkin dikarenakan pada penelitian ini subjek

lebih cenderung menunjukan kearah negatif terhadap forgiveness. Ekstrovert yang

tinggi seperti sikap asertif yang ada dalam diri subjek atau kecenderungan menekan

sisi subyektif dari diri subjek (perasaan-perasaan pribadi yang dimiliki) dengan

115
cukup tinggi atau berulang-ulang mungkin dapat menjadi alasan dari tidak adanya

pengaruh terhadap forgivenes.

Selain itu, dari hasil penelitian mengenai pengaruh religiusitas terhadap

forgiveness, dengan diikut sertakan setiap dimensinya, diketahui ditemukan satu

buah dimensi yang berpengaruh yaitu dimensi keyakinan yang telah dijelaskan

sebelumnya. Maka, terdapat pula ketidaksesuaian antara hasil pada penelitian

sebelumnya dengan penelitian yang telah dilakukan peneliti yaitu tidak adanya

pengaruh yang signifikan antara religiusitas dimensi keyakinan, praktek agama,

pengalaman, dan pengetahuan terhadap forgiveness, dibandingkan dengan hasil

penelitian sebelumnya yang mengemukakan bahwa terdapat pengaruh dari

religiusitas yang mencangkup lima dimensi terhadap forgiveness.

Ketidaksesuaian yang paling terlihat dari hasil pada religiusitas dimensi

keyakinan, karena pada penelitian sebelumnya menurut Edward (dalam Batson,

2002) yang mengemukakan terdapat korelasi positif antara konstrak keyakinan

(faith) dengan forgiveness. Keyakinan yang kuat dirasakan dapat menjadi alasan

untuk kesediaan dilakukannya forgiveness, maka ketidaksesuaian ini mungkin

dikarenakan lebih banyak subjek yang tingkat keyakinan atau kepercayaan penganut

dalam ketaatan yang mungkin rendah dan juga kurang dikontrol oleh peneliti.

Selain itu, terdapat ketidaksesuaian lain dari religiusitas yaitu pada dimensi

praktek agama, pengalaman, dan pengetahuan yang didapati tidak memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap forgiveness. Hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya

yang menunjukkan bahwa religiusitas, yang berarti keseluruhan dimensi memiliki

pengaruh terhadap forgivenes. Hal ini mungkin dikarenakan pada penelitian ini

116
subjek yang diteliti dari beragam agama dan menjadi kendala karena tidak dapat

difokuskan dengan jelas, juga kemungkinan karena kurangnya pendalaman

keagamaan dari diri setiap subjek. Dengan demikian mereka akan sulit melakukan

forgiveness.

Kemudian, kemungkinan lainnya dari ketidaksesuaian empat variabel

religiusitas yang tidak signifikan dalam penelitian ini, kemungkinan salah satu

penyebabnya adalah perbedaan alat ukur pada penelitian sebelumnya. Pada

penelitian ini memakai item-item dari skala baku religiusitas Glock & Stark yang

diadaptasi. Dalam item-item religiusitas Glock & Stark disusun berdasarkan agama

kristen sebagai agama mayoritas. Sedangkan pada penelitian ini menggunakan

subjek penelitian dengan beragam agama, yaitu Islam, Kristen, Katolik, dan Hindu.

Kemudian, dari hasil proporsi varians independen variabel diketahui bahwa

ada 5 IV yang memiliki pengaruh terhadap forgiveness pada korban KDRT, yaitu

tipe kepribadian ekstrovert, tipe kepribadian introvert, kualitas hubungan, religiusitas

keyakinan, dan religiusitas konsekuensi keagamaan.

Berikutnya dari hasil penelitian mengenai moderator variabel didapatkan dua

kelompok yaitu kelompok usia pernikahan rendah dan kelompok usia pernikahan

tinggi diketahui keduanya memiliki pengaruh terhadap forgiveness. Dari dua

kelompok moderator variabel yang dikemukakan, hasil menunjukan kelompok usia

pernikahan tinggi memiliki pengaruh yang lebih besar terhadap forgiveness yaitu

pertama, pada variabel kualitas hubungan yang memiliki koefisien regresi sebesar

0.000 dan kedua, pada variabel religiusitas konsekuensi dengan koefisien regresi

117
sebesar 0.009. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas hubungan dan religiusitas

dimensi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap forgiveness .

Kesesuaian ini juga dapat terlihat dengan hasil penelitian yang telah

dijabarkan oleh peneliti yang mendapati pengaruh yang signifikan dari faktor-faktor

yang diteliti dalam penelitian terhadap forgiveness didapati kualitas hubungan dan

religiusitas konsekuensi.

Tidak jauh berbeda, pada moderator variabel kelompok usia pernikahan

rendah juga memiliki pengaruh yang signifikan, akan tetapi hanya terdapat satu

variabel yang berpengaruh pada kelompok ini yaitu kualitas hubungan dengan

koefisien regresi sebesar 0.000. Hal ini dirasakan peneliti memungkinkan karena

kualitas hubungan dilihat menjadi faktor yang memiliki pengaruh tinggi dari

beberapa kali dilakukannya perhitungan dalam penelitian ini.

5.3 Saran

Peneliti menyadari banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu

peneliti membagi saran menjadi 2, yaitu saran metodologis dan saran praktis. Saran

tersebut dapat dijadikan pertimbangan bagi penelitian lain yang akan meneliti

dependen variabel yang sama.

118
5.3.1 Saran metodologis

1. Pada penelitian ini masih banyak variabel yang terkait dengan

forgiveness yang tidak ikut dianalisis sebagai IV, seperti tingkat

pendidikan, pekerjaan, anak, dsb. Padahal variabel tersebut menjadi

sangat penting sekali, khususnya studi tentang forgiveness, untuk

melakukan pengolahan data dengan baik.

2. Untuk penelitian selanjutnya dapat diperkaya dengan membandingkan

antara forgiveness istri dari pasangan normal (tidak mendapati KDRT)

dan pasangan KDRT.

3. Untuk penelitian selanjutnya disarankan lebih banyak menggunakan dan

mengembangkan item – item yang lebih valid dalam mengukur konstruk

– konstruk psikologisnya. Pada penelitian ini seperti pada item-item tipe

kepribadian, agar lebih teliti dalam memahami, menggunakan, dan

menguji setiap item.

5.3.2 Saran praktis

1. Untuk meningkatkan forgiveness, peneliti menyarankan pada para istri,

terutama korban KDRT untuk lebih menitikberatkan kualitas hubungan

dengan pasangan, juga memperdalam keagamaan.

2. Selanjutnya, untuk para konselor pernikahan, dalam melakukan

konseling khusunya mengenai penyelesaian masalah dan tindakan yang

tepat dalam mengatasinya, agar tidak terjadi KDRT. Lalu, dapat

119
mengarahkan kliennya untuk mempelajari kehidupan dalam pernikahan

dan cara mengatasi agar satu sama lain dapat belajar melakukan

forgiveness.

3. Selain itu, walaupun tipe kepribadian tidak memiliki pengaruh dalam

penelitian ini, akan tetapi sebaiknya dipertimbangkan dalam pemilihan

pasangan, dapat melihat kepada kecocokan antara kepribadiannya untuk

memperkecil terjadi tindakan yang tidak diharapkan, seperti KDRT.

120
DAFTAR PUSTAKA

Ancok, Djamaludin & Suroso, F. A. 2004. Psikologi islami: Solusi Islam atas
problem-problem psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Arthasari, D. P. 2010. Hubungan antara trait kepribadian big five factors dengan
forgiveness orang yang menikah. Skripsi: Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Batson, M. D., & Shwalb, D. W. 2006. Forgiveness and Religious Faith in Roman
Catholic Married Couples. Patoral Psychol. Springer Science+Business Media,
Inc.
Bird,G., & Melville, K. 1994. Families and intimate relationship. USA: McGrawhill,
Inc.
Charles, Y. G., & Rodney, Stark. 1968. American Piety: The Nature of Religious
Commitment. Barkeley and Los Angeles, California: University of California
Press.
Chaplin, J. P. 2006. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
e-dukasi. 2009. Sosialisasi dan pembentukan kepribadian. Diambil pada 14 oktober
2009 dari http://www.e-dukasi.net.

Enright, R. D. 2001. Forgiveness is a choice (pp. 9-23). Washington, DC: APA Life
Tools.
Fauqiyah, Eka. 2010. Skripsi. Hubungan religiusitas dengan happiness pada remaja
panti asuhan. Jakarta: Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Fincham, F.D. 2001. Forgiveness: Integral to a science of close relationships?.
Journal of personality and social psycholog. Family Institute: Florida State
University.
Feist, J., & Feist, G. J. 1998. Teori kepribadian. (Terjemahan Handriatno, 2010).
Jakarta: Salemba Humanika.
Gorsuch, R. L., & Hao, J. Y. 1993. Forgiveness: An exploratory factor analysis and
its relationships to religious variables. Review of religious research. 34, 333-
347.
Guldner, G. T., & Swensen, C. H. 1995. Time spent together and relationship quality
: Long distance relationship as a test case. Journal of social & personal
relationship, 12, 313-320.
Hanita M., Suswandari, Nahuda, & Febiana. 2009. Buku panduan proses hukum
kekerasan dalam rumah tangga. Jakarta: P2TP2A.

121
Hanita, M., Suswandari, Nahuda, Febiana, Lestari & Purnomo. 2011. Buku panduan
hak-hak korban kekerasan dalam rumah tangga. Jakarta: P2TP2A.
Elli N Hasbianto. Kekerasan dalam rumah tangga: Sebuah kejahatan yang
tersembunyi. dalam Syafiq Hasyim (ed). 1999. Menakar harga perempuan.
Bandung: Mizan.
Joreskog, K.G dan Sorbom, D. 1999. Lisrel 8.30. USA : Scientific Software
International.inc.
McCullough, M. E., Fincham, F. D., & Tsang, J. 2003. Forgiveness, forbearance, and
time: The temporal unfolding of transgression-related interpersonal motivation.
Journal of personality and social psychology, 84, 540-557.
McCullough, M. E., Rachal, K.C., Sandage, S. J., Worthington, E. L., Brown, S. W.,
& Hight, T. L. 1998b. Interpersonal forgiving in close realtionships: II
theoritical elaboration an measurement. Journal of personality and social
psychology, 75, 1586-1603.
McCullough, M, & vanOyen Witvliet, C. 2001. The psychology of forgiveness. In C.
R. Synder & S. J. Lopez (Eds.), Handbook of positive psychology (pp. 446-
458). Oxford: Oxford Psychology Press.
McCullough, M. E., Worthington, E. L., & Rachal, K. C. 1997. Interpersonal
forgiving in close relationships. Journal of personality and social psychology,
73, 321-336.
Nashori, H. F., & Mucharam, R. D. 2002. Mengembangkan kreativitas dalam
perspektif psikologi islami. Jogjakarta: Menara Kudus Jogjakarta.
Paleari, G., Regalia, C., & Fincham, F. D. 2009. Measuring offence-spesific
forgiveness in marriage: The marital offence-specific forgiveness scale
(MOFS). Psychological assessment, 21, 194-209.
Pedazhur, Elazar J. 1973. Multiple regression in behavioral research. New York:
Holt, Rinehart, and Winston.
Perempuan, Komnas. 2002. Kasus KDRT pada istri di Indonesia. Diambil pada 14
oktober 2009 dari http://www.komnasperempuan.or.id
Pervin, L. A.., Daniel, C., & Oliver, P. J. 2005. Personality: Theory and research.
USA: John Wiley & Sons, Inc.
Pierce, G. D., Sarason, B., & Nagle. 1997. Assessing the quality of personal
relationship. Journal of personal and social relationship. 14(3), 339-356.
Rusdi, Ahmad. 2009. Hubungan religiusitas dengan forgiveness pada mahasiswa
sekolah tinggi ilmu dakwah dirasat islamiyah al-Hikmah Jakarta. Skripsi:
Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

122
Suryabrata, Sumadi. 2006. Psikologi kepribadian. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.
Synder, C. R.,. & Lopez S. J. 2007. Positive psychology: The scientific and practical
explorations of human. California: Sage Publications,Inc.
Thousless, R. H. 1995. Pengantar psikologi agama. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.
Tri W. L., & Faturochman. 2009. Psikologi pemaafan. Jurnal Psikologi, 25, 1-11.

Umar, Jahja. 2010. Personality needs, kepuasan kerja, dan presentasi kerja: Sebuah
studi tentang moderator variabel. Jakarta: UIN Jakarta Press.
Umar, Jahja. 2011. Personal Communication.
Wang, Tae. 2008. Forgiveness and big five personality traits among Taiwanese
undergraduates. An international journal of social behaviour and personality.
Wikipedia. 2010. Forgiveness. Di ambil pada 23 Oktober 2010 dari
http://en.wikipedia.org/wiki/Forgiveness
Worthington, E. L. 1998. The pyramid model of forgiveness: Some interdiciplinary
speculation about unforgiveness and the promotion of forgiveness. Dalam E. L.
Worthington, J. R., (Ed), Dimension of forgiveness: Psychological research
and theological perspectives (pp. 107-128). Philadelphia: Templeton Press.

123
FAKULTAS PSIKOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Assalamu’alaikum Wr,Wb.

Saya adalah Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,


yang sedang melakukan penelitian untuk tugas akhir.

Oleh karena itu, saya mengharapkan kesediaan anda untuk menjadi


responden dalam penelitian ini. Kerjasama yang saya harapkan adalah kesediaan
anda untuk mengisi beberapa pertanyaan. Dalam kuesioner ini tidak ada jawaban
yang benar atau salah. Adapun informasi atau data yang anda berikan akan sangat
bermanfaat bagi penelitian saya dan akan dijamin kerahasiaannya.

Atas perhatian dan bantuannya saya ucapkan terimakasih.

Hormat saya,

Nuran

107070000398

124
DATA DIRI

(wajib diisi)
o Nama (Inisial) :
o Usia : tahun
o Pekerjaan :
o Agama
o Suku :
o Pendidikan terakhir :
o Lamanya menikah :

PETUNJUK

Berilah tanda silang ( X ) pada jawaban yang paling sesuai dengan keadaan

Anda saat ini sesuai dengan pilihan jawaban yang diberikan, yaitu:

SS : Sangat Sesuai

S : Sesuai

TS : Tidak Sesuai

STS : Sangat Tidak Sesuai

Contoh:

N0 Pernyataan SS S TS STS

1 Saya tidak pernah merasa sedih. X

125
PETUNJUK

Bacalah dengan seksama setiap pernyataan, lalu berilah tanda silang ( X ) pada
jawaban yang sesuai dengan diri anda

No Pernyataan SS S TS STS

1. Saya akan membuat keputusan setelah terlebih dahulu


mendengarkan pendapat orang lain

2. Saya akan membuat keputusan sendiri, tanpa


mengkonsultasikan terlebih dahulu pada orang lain

3. Saya akan mengungkapkan hal-hal yang saya pikirkan


atau yang saya rasakan secara bebas dan terbuka
dengan apa adanya

4. Saya hanya akan mengungkapkan hal-hal sebagian


kecil yang saya pikirkan / rasakan, sebatas yang saya
anggap penting

5. Saya merasa tidak sendirian, banyak orang disekeliling


saya

6. Saya merasa sendirian atau saya hanya mempunyai


teman akrab yang jumlahnya tidak lebih dari dua orang

7. Saya merasa jadi pembicara yang baik daripada


pendengar yang baik

8. Saya merasa menjadi pendengar yang baik daripada


pembicara yang baik

9. Saya senang bertemu dan berkenalan dengan wajah-


wajah baru

10. Saya cenderung menjaga jarak dengan orang lain

11. Saya senang berbincang-bincang dengan orang lain


tentang berbagai macam hal yang menarik

126
12. Saya berbincang-bincang seperlunya kepada orang
lain, kemudian memikirkannya sendiri

13. Saya memilih untuk mengawali suatu pembicaraan


ketika bersama orang lain

14. Saya memilik diam dan menunggu orang lain untuk


memulai pembicaraan

15. Saya tidak perlu berpikir panjang dalam bertindak

No Pernyataan SS S TS STS

16. Saya berpikir panjang terlebih dahulu sebelum


bertindak

17. Saya lebih memilih untuk mengungkapkan apa yang


saya rasakan daripada menyimpannya

18. Saya lebih memilih menyimpan perasaan daripada


mengungkapkannya

PETUNJUK

Berilah tanda silang ( X ) pada jawaban yang paling sesuai dengan keadaan

Anda saat ini sesuai dengan pilihan jawaban yang diberikan, yaitu:

SS : Sangat Sesuai

S : Sesuai

TS : Tidak Sesuai

STS : Sangat Tidak Sesuai

No Pernyataan SS S TS STS

1. Saya mematuhi peraturan yang dibuat oleh pasangan


saya

2. Saya akan berusaha mempertahankan pernikahan


walau dalam masa-masa sulit

127
3. Jika hubungan kami renggang, saya akan lebih
mendekatkan diri dengan pasangan

4. Saya merasa bahagia menjalani hubungan dengan


pasangan saya

5. Saya sangat mencitai pasangan saya, maka itu saya


memutuskan untuk menikah

6. Terkadang saya berfikiran bahwa pasangan saya


banyak melakukan kebohongan di belakang saya

7. Saya dan pasangan menunjukkan rasa sayang dengan


melakukan interaksi fisik

8. Saya merasa terbebani dalam menjalani hubungan


pernikahan ini

9. Saya merasa kurang memiliki waktu untuk bersama


dengan pasangan saya

10. Saya dan pasangan bersikap terbuka atas apa yang


sedang dirasakan

11. Dengan melakukan hubungan seksual dapat


mempererat keintiman dalam hubungan pernikahan

12. Saya merasa cemburu ketika melihat pasangan saya


bersahabat dengan lawan jenisnya

13. Saya dan pasangan memiliki waktu tersendiri untuk


saling berbagi cerita mengenai kejadian sehari-hari

14. Saya merasa tidak puas dalam menjalani hubungan


pernikahan

15. Saya sulit untuk mengkomunikasikan beberapa hal


pada pasangan saya

16. Saya akan menghubungi pasangan saya berkali-kali


apabila ia berada di luar rumah

17. Setelah menikah saya merasa terikat karena pasangan


saya terlalu membatasi pergaulan saya

18. Saya yakin dapat menjaga hubungan pernikahan


dengan pasangan saya

19. Setiap hari saya dan pasangan selalu


mengkomunikasikan hal-hal yang terjadi

128
20. Saya dan pasangan saling mendukung satu sama lain

21. Setelah saya menikah saya semakin percaya pada


pasangan saya

22. Saya merasa pasangan saya kurang memperhatikan


saya

23. Saya yakin pasangan saya tidak akan menghianati


saya

24. Saya dan pasangan menghabiskan waktu luang secara


rutin bersama-sama

25. Saya merasa tidak aman dalam menjalani hubungan


pernikahan saya

26. Saya merasa dapat menjadi diri saya sendiri ketika


bersama pasangan saya

PETUNJUK

Berilah tanda silang ( X ) pada jawaban yang paling sesuai dengan keadaan

Anda saat ini sesuai dengan pilihan jawaban yang diberikan, yaitu:

SS : Sangat Sesuai

S : Sesuai

TS : Tidak Sesuai

STS : Sangat Tidak Sesuai

No Pernyataan SS S TS STS

1. Ketika saya merasa ragu akan sesuatu, saya yakin


Tuhan akan memberi petunjuk
2. Saya tahu Tuhan itu benar-benar ada, dan saya
tidak meragukan-Nya

129
3. Saya menyadari Tuhan bersama saya pada suatu
waktu, tapi tidak pada waktu lain

4. Mukjizat benar-benar terjadi sesuai yang telah


diterangkan didalam kitab suci

5. Menurut saya, tidak ada kehidupan yang kekal


diakhirat nanti

6. Saya merasa tidak ada pertolongan dari Tuhan

7. Saya memulai setiap pekerjaan saya tanpa berdoa


kepada Tuhan

8. Saya berusaha untuk berbuat baik kepada orang


lain

9. Setiap akan melakukan sesuatu perbuatan ,saya


mengawalinya dengan niat

10. Saya tidak percaya bahwa ajaran-ajaran Tuhan


yang tertulis didalam kitab suci adalah sebagai
petunjuk bagi manusia

11. Saya membaca kitab suci tanpa memahami isi


yang terkandung didalamnya

12. Menggunakan nama Tuhan untuk hal-hal yang sia-


sia (sumpah palsu)

13. Bagi saya, Meminum-minuman yang memabukkan


adalah perilaku yang dapat merugikan diri sendiri

14. Menurut saya, melakukan taruhan (judi) hanyalah


sebuah permainan saja

15. Seberapa yakinkah kamu dapat menemukan tujuan dan makna hidup yang
saat ini sedang dijalani?

a. Saya sangat yakin c. Tidak yakin

b. Yakin d. Sangat tidak yakin

130
16. Seberapa seringkah kamu menghadiri kegiatan keagamaan yang diadakan di
asrama?

a. Setiap hari c. Sebulan sekali

b. Seminggu sekali d. Kurang dari sebulan sekali

17. Apakah kamu pernah membuat catatan dari mendengarkan atau melihat
tayangan kerohanian agama di radio atau televisi?

a. Sangat teratur c. Tidak teratur

b. Teratur d. Tidak pernah

18. Saya tidak pernah mengikuti suatu organisasi keagamaan

a. Sangat setuju c. Tidak setuju

b. Setuju d. Sangat tidak setuju

19. Dalam satu minggu, Seberapa banyak malam yang kamu habiskan untuk
melaksanakan ibadah ?

a. Setiap malam c. Setiab bulan

b. Setiap minggu d. Tidak sama sekali

20. Seberapa pentingkah kamu menjadi anggota dalam suatu kegiatan


keagamaan?

a. Sangat penting c. Tidak penting

b. Penting d. Sangat tidak penting

21. Seberapa sering kamu membaca kitab suci di asrama?

a. Setiap hari c. 1 kali seminggu

131
b. 3 kali seminggu d. Tidak pernah

22. Seberapa sering kamu melakukan ibadah secara sendiri?

a. Setiap hari c. Jika ada kesempatan

b. Setiap minggu d. Tidak melaksakannya

23. Seberapa sering kamu memohon ampunan atas kesalahan-kesalahan yang


kamu perbuat?

a. Sangat Sering c. Jika ada kesempatan

b. Sering d. Tidak pernah

No Pernyataan SS S TS STS

24. Saya bersyukur kepada Tuhan

25. Saya memohon kepada Tuhan untuk melindungi


saya dari hal-hal yang buruk

26. Saya memohon ampunan atas apa yang telah saya


perbuat

27. Saya memohon kepada Tuhan untuk memelihara


kesehatan saya
28. Saya memohon kepada Tuhan untuk kepentingan
diri saya saja

29. Saya merasa bahwa doa-doa saya tidak di kabulkan


Tuhan

30. Seberapa yakinkah kamu bahwa dosa-dosa kamu


di ampuni

31. Saya merasakan kehadiran Tuhan

32. Saya merasa tidak dilindungi oleh Tuhan

33. Saya merasa terpengaruh oleh godaan setan

132
34. Saya merasa terpanggil untuk menyebarkan ilmu
dan pemahaman agama yang saya milki kepada
lingkungan saya

35. Didalam kitab suci mengajarkan untuk tolong


menolong dan mengasihi sesama

36. Didalam kitab suci saya mengajarkan untuk


menjadi orang yang sabar dan rendah hati

37. Saya berusaha sabar saat sedang menghadapi


masalah, karena saya yakin Tuhan bersama orang-
orang yang sabar

38. Saya tergesa-tergesa dalam mengerjakan suatu


pekerjaan
39. Jika saya berbuat salah, saya tidak takut untuk
mengakui kesalahan saya
40. Saya menutupi kesalahan saya dengan berkata
bohong

41. Saya menganggap apapun yang terjadi dalam


hidup saya, adalah kehendak Tuhan

42. Saya senang melakukan tugas kebersihan bersama


teman-teman saya

43. Saya merasa bosan untuk mendengarkan kisah-


kisah tentang sejarah agama saya

44. Saya tidak meyakini keberadaan Tuhan, tapi saya


yakin kepada sesuatu kekuatan yang lebih tinggi

45. Saya tidak tahu keberadaan Tuhan, dan tidak yakin


ada jalan untuk menemukanNya

46. Penyebab terjadinya mukjizat tidak dapat


dijelaskan oleh akal manusia

47. Saya yakin bahwa kitab suci adalah kebenaran


Tuhan

133
48. Saya yakin bahwa syaitha itu benar-benar ada

49. Saya menghadiri suatu acara keagamaan yang


diadakan diasrama

50. Saya menjalin hubungan baik dengan tetangga

51. Saya merasa berat untuk menyisihkan sebagian


rizki untuk berbagi dengan orang lain

52. Saya tidak Mempercayai kepada benda-benda yang


dapat memberikan keberuntungan

53. Saya mempercayai kepada ramalan bintang


(zodiak)

54. Berdoa untuk hal-hal yang tidak baik adalah hal


yang harus dihindari

55. Saat beribadah, Saya tidak merasa sedang


berhadapan dengan Tuhan

56. Saya mampu menjaga hawa nafsu dari hal-hal


yang tidak berguna

57. Saya merasa tidak memiliki tujuan hidup yang


terarah

58. Saya merasa malas mengikuti kegiatan keagamaan


yang ada di asrama

59. Saya merasa malas mengikuti dan mendengarkan


pidato tentang keagamaan

60. Banyak kegiatan keagamaan yang saya ikuti

61. Menurut saya, beribadah pada Tuhan dimalam hari


hanyalah membuang waktu saja

62. Saya tidak pernah mengalami pengalaman religius


yang dapat merubah hidup saya

63. Di asrama, saya lebih banyak menghabiskan waktu


untuk membaca buku cerita daripada membaca
kitab suci

134
64. Saya akan melaksanakan ibadah hanya jika
diperintah saja

65. Tanpa berdoa, saya yakin Tuhan akan


mengampuni kesalahan-kesalahan saya

66. Saat berdoa saya tidak merasa dekat dengan Tuhan

PETUNJUK

Berilah tanda silang ( X ) pada jawaban yang paling sesuai dengan keadaan

Anda saat ini sesuai dengan pilihan jawaban yang diberikan, yaitu:

SS : Sangat Sesuai

S : Sesuai

TS : Tidak Sesuai

STS : Sangat Tidak Sesuai

No Pernyataan SS S TS STS

1. Sejak pasangan saya memiliki sikap tidak baik, saya


hanya maau sedikit berbicara padanya

2. Walaupun pasangan saya menyakiti, saya berusaha


melihat sisi lain dari apa yang terjadi, maka kami dapat
memperbaiki hubungan

3. Sejak pasangan saya bersikap tidak baik, saya merasa


lebih mudah terganggu dengannya

4. Saya memebuat pasangan saya merasa bersalah atas


keadaan yang telah terjadi

5. Sejak pasangan saya bersikap tidak baik, saya telah


berusaha untuk memperbaiki hubungan dengannya

6. Saya ingin bersikap dengan cara yang sama pada

135
pasangan seperti dia memperlakukan saya

7. Setelah segala hal yang telah terjadi, saya sulit untuk


kembali mencintai pasangan saya

8. Saya masih menyimpan dendam untuk membalas


pasangan saya atas apa yang ia lakukan

9. Saya sungguh-sungguh telah memaafkan pasangan


saya

10. Saya memaafkan pasangan saya dengan cepat

--TERIMA KASIH --

DATE: 9/26/2011

136
TIME: 23:59

L I S R E L 8.70

BY

Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom

This program is published exclusively by


Scientific Software International, Inc.
7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100
Lincolnwood, IL 60712, U.S.A.
Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140
Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-
2004
Use of this program is subject to the terms specified in
the
Universal Copyright Convention.
Website: www.ssicentral.com

The following lines were read from file D:\OLAH DATA\S-


Forgiveness\FORGIVENESS.LS8:

ANALISIS CFA FORGIVENESS


DA NI=10 NO=150 MA=KM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10
KM SY FI=FORGIVENESS.COR
SE
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10/
MO NX=10 NK=1 PH=ST LX=FR TD=SY,FI
FR LX 1 - LX 10
LK
FORGIVE
FR TD 1 1 TD 2 2 TD 3 3 TD 4 4 TD 5 5 TD 6 6 TD 7 7 TD 8 8 TD 9 9
TD 10 10
FR TD 10 9 TD 9 7 TD 4 3 TD 3 1 TD 8 7 TD 5 2 TD 10 4 TD 8 6 TD 7 3
TD 10 5 TD 6 4 TD 8 2
PD
OU TV SS MI

ANALISIS CFA FORGIVENESS

Number of Input Variables 10


Number of Y - Variables 0
Number of X - Variables 10
Number of ETA - Variables 0
Number of KSI - Variables 1
Number of Observations 150

ANALISIS CFA FORGIVENESS

Correlation Matrix

137
X1 X2 X3 X4 X5
X6
-------- -------- -------- -------- -------- -
-------
X1 1.00
X2 0.37 1.00
X3 0.61 0.34 1.00
X4 0.32 0.29 0.58 1.00
X5 0.34 0.56 0.23 0.18 1.00
X6 0.00 0.08 0.11 0.22 0.09
1.00
X7 0.55 0.55 0.58 0.30 0.40
0.04
X8 0.52 0.50 0.48 0.29 0.34
0.23
X9 0.39 0.57 0.34 0.24 0.38
0.12
X10 0.29 0.39 0.25 0.03 0.18
0.12

Correlation Matrix

X7 X8 X9 X10
-------- -------- -------- --------
X7 1.00
X8 0.45 1.00
X9 0.36 0.75 1.00
X10 0.45 0.59 0.82 1.00

ANALISIS CFA FORGIVENESS

Parameter Specifications

LAMBDA-X

FORGIVE
--------
X1 1
X2 2
X3 3
X4 4
X5 5
X6 6
X7 7
X8 8
X9 9
X10 10

THETA-DELTA

X1 X2 X3 X4 X5
X6
-------- -------- -------- -------- -------- -
-------

138
X1 11
X2 0 12
X3 13 0 14
X4 0 0 15 16
X5 0 17 0 0 18
X6 0 0 0 19 0
20
X7 0 0 21 0 0
0
X8 0 23 0 0 0
24
X9 0 0 0 0 0
0
X10 0 0 0 29 30
0

THETA-DELTA

X7 X8 X9 X10
-------- -------- -------- --------
X7 22
X8 25 26
X9 27 0 28
X10 0 0 31 32

ANALISIS CFA FORGIVENESS

Number of Iterations = 13

LISREL Estimates (Maximum Likelihood)

LAMBDA-X

FORGIVE
--------
X1 0.57
(0.07)
7.88

X2 0.69
(0.07)
9.72

X3 0.50
(0.08)
6.59

X4 0.31
(0.08)
4.11

X5 0.43
(0.08)

139
5.74

X6 0.04
(0.08)
0.47

X7 0.83
(0.07)
11.08

X8 0.90
(0.07)
12.80

X9 0.80
(0.07)
11.36

X10 0.60
(0.08)
8.00

PHI

FORGIVE
--------
1.00

THETA-DELTA

X1 X2 X3 X4 X5
X6
-------- -------- -------- -------- -------- -
-------
X1 0.67
(0.08)
8.95

X2 - - 0.50
(0.06)
8.21

X3 0.24 - - 0.70
(0.05) (0.08)
4.81 8.93

X4 - - - - 0.36 0.89
(0.06) (0.10)
6.04 8.99

X5 - - 0.21 - - - - 0.81
(0.05) (0.09)

140
3.90 8.81

X6 - - - - - - 0.17 - -
1.01
(0.06)
(0.12)
2.74
8.65

X7 - - - - 0.12 - - - -
- -
(0.04)
2.77

X8 - - -0.12 - - - - - -
0.15
(0.04)
(0.05)
-2.72
2.82

X9 - - - - - - - - - -
- -

X10 - - - - - - -0.13 -0.11


- -
(0.04) (0.04)
-3.72 -3.13

THETA-DELTA

X7 X8 X9 X10
-------- -------- -------- --------
X7 0.30
(0.07)
4.18

X8 -0.30 0.17
(0.06) (0.06)
-5.30 2.68

X9 -0.28 - - 0.34
(0.04) (0.06)
-7.75 5.89

X10 - - - - 0.33 0.64


(0.06) (0.07)
5.57 8.60

Squared Multiple Correlations for X - Variables

141
X1 X2 X3 X4 X5
X6
-------- -------- -------- -------- -------- -
-------
0.33 0.49 0.26 0.10 0.19
0.00

Squared Multiple Correlations for X - Variables

X7 X8 X9 X10
-------- -------- -------- --------
0.70 0.83 0.65 0.36

Goodness of Fit Statistics

Degrees of Freedom = 23
Minimum Fit Function Chi-Square = 30.62 (P = 0.13)
Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 29.16 (P =
0.17)
Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 6.16
90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 24.17)

Minimum Fit Function Value = 0.21


Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.041
90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.16)
Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.042
90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ;
0.084)
P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.57

Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.63


90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.58 ; 0.75)
ECVI for Saturated Model = 0.74
ECVI for Independence Model = 7.34

Chi-Square for Independence Model with 45 Degrees of Freedom =


1073.60
Independence AIC = 1093.60
Model AIC = 93.16
Saturated AIC = 110.00
Independence CAIC = 1133.70
Model CAIC = 221.50
Saturated CAIC = 330.58

Normed Fit Index (NFI) = 0.97


Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.99
Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.50
Comparative Fit Index (CFI) = 0.99
Incremental Fit Index (IFI) = 0.99
Relative Fit Index (RFI) = 0.94

Critical N (CN) = 203.58

142
Root Mean Square Residual (RMR) = 0.048
Standardized RMR = 0.049
Goodness of Fit Index (GFI) = 0.96
Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.91
Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.40

ANALISIS CFA FORGIVENESS

Modification Indices and Expected Change

No Non-Zero Modification Indices for LAMBDA-X

No Non-Zero Modification Indices for PHI

Modification Indices for THETA-DELTA

X1 X2 X3 X4 X5
X6
-------- -------- -------- -------- -------- -
-------
X1 - -
X2 1.35 - -
X3 - - 0.00 - -
X4 6.21 0.43 - - - -
X5 4.50 - - 0.29 0.09 - -
X6 2.26 0.07 2.86 - - 2.11
- -
X7 0.50 0.02 - - 0.37 0.23
2.04
X8 0.05 - - 0.82 0.78 7.24
- -
X9 2.30 1.73 0.33 0.36 1.55
0.29
X10 0.76 0.91 0.01 - - - -
1.45

Modification Indices for THETA-DELTA

X7 X8 X9 X10
-------- -------- -------- --------
X7 - -
X8 - - - -
X9 - - 0.31 - -
X10 0.25 0.07 - - - -

Expected Change for THETA-DELTA

X1 X2 X3 X4 X5
X6
-------- -------- -------- -------- -------- -
-------
X1 - -
X2 -0.05 - -
X3 - - 0.00 - -
X4 0.15 0.03 - - - -
X5 0.11 - - -0.02 0.02 - -

143
X6 -0.09 0.01 0.10 - - 0.09
- -
X7 0.04 -0.01 - - -0.04 0.03
-0.08
X8 0.01 - - 0.04 -0.04 -0.14
- -
X9 -0.04 0.05 -0.02 -0.03 0.06
-0.02
X10 0.03 -0.04 0.00 - - - -
0.05

Expected Change for THETA-DELTA

X7 X8 X9 X10
-------- -------- -------- --------
X7 - -
X8 - - - -
X9 - - 0.02 - -
X10 -0.03 0.01 - - - -

Maximum Modification Index is 7.24 for Element ( 8, 5) of THETA-


DELTA

ANALISIS CFA FORGIVENESS

Standardized Solution

LAMBDA-X

FORGIVE
--------
X1 0.57
X2 0.69
X3 0.50
X4 0.31
X5 0.43
X6 0.04
X7 0.83
X8 0.90
X9 0.80
X10 0.60

PHI

FORGIVE
--------
1.00

Time used: 0.031 Seconds

144
Analisis Faktor Konfirmatorik Forgiveness

Analisis Faktor Konfirmatorik Tipe Kepribadian Ekstrovert

145
Analisis Faktor Konfirmatorik Tipe Kepribadian Introvert

146
Analisis Faktor Konfirmatorik Kualitas Hubungan

147
Analisis Faktor Konfirmatorik Religiusitas Keyakinan

148
Analisis Faktor Konfirmatorik Religiusitas Praktek Agama

149
Analisis Faktor Konfirmatorik Religiusitas Pengalaman Keagamaan

Analisis Faktor Konfirmatorik Religiusitas Pengetahuan Keagamaan

150
Analisis Faktor Konfirmatorik Religiusitas Konsekuensi Keagamaan

151

Anda mungkin juga menyukai