Anda di halaman 1dari 5

HIKMAH

8 Bayi yang Pernah Bicara dalam Buaian


M. Tat am Wijaya  Rabu, 20 November 2019 | 15:12 WIB

Dalam riwayat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu disebutkan, ada tiga bayi yang pernah
bicara dalam buaian: Nabi Isa ‘alaihissalam, bayi yang menjadi saksi bagi Nabi Yusuf
‘alaihissalam, dan bayi yang dituduh sebagai anak Juraij. Padahal, mereka belum saatnya
bicara seperti orang dewasa. Apalagi, mengatakan sesuatu yang hak.  
 
Namun dalam riwayat Ibnu ‘Abbas, bayi yang pernah bicara dalam buaian ada empat;
dalam riwayat al-Dhahak ada tujuh; bahkan dalam Sirah al-Waqidi, sebagaimana dikutip al-
Qusthulani, ada delapan. Menurut penulis Irsyad al-Sari itu, perbedaan jumlah ini
disebabkan beberapa kemungkinan: (1) tiga bayi dimaksud berasal dari kalangan Bani
Israil; (2) hadits itu disampaikan sebelum diketahui ada penambahan; (3) ketiga bayi
tersebut belum termasuk bayi-bayi yang lain. Selanjutnya, al-Qustulani merinci kedelapan
bayi tersebut.    
 
Pertama, Nabi Isa ‘alaihissalam. Dikisahkan dalam Al-Quran, setelah Nabi Isa  ‘alaihissalam
lahir, Siti Maryam menggendong sang bayi menemui kaumnya. Namun, di depan mereka,
Siti Maryam malah mendapat tuduhan keji, sebagaimana dalam ayat,  Hai Maryam,
sesungguhnya engkau telah melakukan sesuatu yang amat mungkar. Hai saudara perempuan
Harun (Maryam), ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali
bukanlah seorang pezina, (Q.S. Maryam [19]: 29-30).  
 
Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata, sebagaimana dalam ayat,
“Bagaimana kami berbicara dengan anak kecil yang masih di dalam ayunan?” Tiba-tiba Nabi
Isa (bayi) menjawab, “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al-Kitab (Injil) dan
Dia akan menjadikanku seorang nabi,” (Q.S. Maryam [19]: 29-30).   
 

Kedua, bayi yang dianggap sebagai anak Juraijz. Dikisahkan, Juraij sendiri seorang shalih
ahli ibadah dari kalangan Bani Israil. Sayangnya, ia pernah membuat ibunya kesal. Kesal
karena sudah tiga kali datang untuk menjenguknya, tapi selalu gagal. Pasalnya, Juraij sibuk
dengan shalat dan ibadahnya.
 
Akhirnya sang ibunda berdoa dan doanya dikabulkan Allah. Dalam doanya, ia memohon
agar Dia tidak mencabut ajal Juraij sebelum diperlihatkan kepada wajah wanita pezina.
Allah pun memperkenankan doa sang bunda.           
 
Juraij didatangi seorang wanita yang menawarkan diri kepadanya. Wanita itu mencoba
menggodanya. Namun, Juraij menolak. Akhirnya, wanita tersebut  tidur dengan seorang
pengembala kambing dan melampiaskan nafsu dengannya. Beberapa waktu kemudian
lahirlah seorang bayi. Saat si perempuan ditanya, bayi itu dari siapa, ia menjawab, “Dari
Juraij.” Akibatnya, orang-orang pun marah lalu mendatangi Juraij dan menghancurkan
tempat ibadahnya. Tak hanya itu, mereka juga memerintah Juraij turun lalu mencaci
makinya. Melihat demikian, Juraij pun mengambil wudhu lalu shalat. Usai shalat, ia
menemui sang bayi lantas bertanya, “Siapakah ayahmu sebenarnya, hai bayi?” Tak
disangka, si bayi bisa menjawab, “Pengambala kambing.” Demikian sebagaimana yang
diriwayatkan dalam al-Bukhari dan Muslim. 
 
Berkat kesalehan dan ketakwaannya, Allah menyelamatkan Juraij. Dia membuat sang bayi
bisa bicara dan memberi tahu siapa ayah sebenarnya. Dia kabulkan doa sang ibunda, Dia
selamatkan pula Juraij dari tuduhan.  
 
Ketiga, bayi yang sedang disusui oleh ibunya. Dikisahkan ada seorang wanita Bani Israil
yang menyusui anaknya. Kemudian melintaslah seorang pria berkendara berpenampilan
gagah nan tampan. Wanita itu kemudian berdoa, “Ya Allah, jadikanlah anakku seperti dia.”
Saat itu juga si anak melepas susu ibunya dan menghadap kepada pria berkuda itu sambil
berkata, “Ya Allah, jangan jadikan aku seperti dia.” Setelah itu, ia kembali menyusu kepada
ibunya.” Kemudian melintas lagi seeorang pelayan perempuan. Wanita menyusui itu
kembali berdoa, “Ya Allah, jangan jadikan anakku seperti dia.” Sang anak lagi-lagi
melepaskan susu ibunya lalu berkata, “Ya Allah, jadikanlah aku seperti dia.” Mendengar
demikian, ibunya bertanya, “Mengapa ingin seperti itu?” Si anak menjawab, “Pengendara
itu seorang penguasa zalim, sedangkan pelayan perempuan tadi sudah dituduh orang-
orang mencuri dan berzina, padahal ia tidak melakukannya. Demikian yang diriwayatkan
al-Bukhari.
        
Keempat, bayi yang memberikan kesaksian atas ketidaksalahan Yusuf. Dalam Al-Quran
disebutkan, Nabi Yusuf ‘alaihissalam digoda oleh istri al-Aziz yang bernama Zulaikha.
Namun, Nabi ‘alaihissalam menolak bujuk rayunya. Alih-alih tergoda, beliau berusaha lari
keluar kamar, namun bajunya ditarik hingga terkoyak dari belakang. Keduanya pun
mendapati al-Aziz di depan kamar. Untuk menutupi keburukannya, Zulaikha balik
menuduh Nabi Yusuf ‘alaihissalam, sebagaimana dalam ayat, “Apa pembalasan bagi orang
yang bermaksud berbuat serong dengan isterimu, selain dipenjarakan atau (dihukum) dengan
siksa yang pedih?” Kemudian, Nabi ‘alaihissalam menyampaikan apa adanya, "Justru dia yang
menggodaku dan menundukkan diriku." Dan seorang saksi dari keluarga wanita itu
memberikan kesaksiannya, “Jika baju gamisnya koyak di muka, maka wanita itu benar dan
Yusuf termasuk orang-orang yang dusta,” (Q.S. Yusuf [12]: 25-26).  
  
Keluarga Zulaikha yang memberi kesaksian dimaksud adalah putra pamannya yang masih
bayi, sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu ‘Abbas, Sa‘id ibn Jubair, dan al-Dhahak, dan
dimuat dalam Tafsir al-Thabari.  
 
Kelima, bayi Masyithah saat Masyithah sendiri akan dilemparkan ke dalam wajan panas.
Dikisahkan, Masyithah adalah juru sisir anak Fir‘aun yang beriman kepada Allah. Suatu
ketika, keimanannya diketahui oleh Raja Mesir itu. Dia pun geram dan kemudian
menyiapkan hukuman untuknya. Namun, Masyithah tak gentar walau diri dan anak-
anaknya harus dimasukkan ke dalam wajan yang sudah dipanaskan. Allah pun meneguhkan
keyakinan Masyithah melalui anak bayinya. Dia tunjukkan satu kuasa-Nya, Dia berikan
kemampuan bicara kepada sang bayi, sehingga mampu mempertebal dan meneguhkan
keimanan Masyithah. Kala itu, sang bayi yang belum saatnya bicara, tiba-tiba buka suara,
“Wahai ibu, masukkanlah dirimu. Sebab, siksa dunia lebih ringan dari siksa akhirat.”
Demikian berdasarkan hadis riwayat Ahmad.        
 
Keenam, bayi seorang ibu di tengah Ashabul Ukhdzudz. Ukhdud sendiri adalah celah besar
memanjang di tanah seperti parit.  Jadi Ashabul Ukhdud adalah orang-orang yang
membuat parit. Di dalamnya mereka menyalakan api untuk membakar orang-orang yang
beriman kepada Allah. Di antara yang akan dilemparkan ke dalam parit yang menyala itu
seorang ibu yang membawa bayinya. Sang ibu sempat menunda dirinya masuk ke dalam
parit. Namun, bayinya segera meyakinkan, “Wahai ibunda, bersabarlah, sebab engkau
berada di jalan kebenaran.”  Demikian yang diriwayatkan oleh Muslim.   
 
Ketujuh, Nabi Yahya ibn Zakariya ‘alaihimassalam. Al-Dhahak menyebutkan dalam
Tafsirnya bahwa Nabi Yahya ibn Zakariya ‘alaihimassalam juga bisa berbicara saat dalam
buaian, sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Tsa‘labi.
 
Kedelapan, Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dalam Sirah al-Waqidi,
disebutkan bahwa pada awal-awal kelahirannya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun
pernah bicara. Menurut riwayat Ibnu ‘Abbas, Siti Halimah adalah wanita pertama yang
menyapih Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kecil bicara. Begitu disapih, beliau mengucap,
Allahu akbar kabira, walhamdulillahi katsira, wasubhanallahi bukrataw waashila. Demikian
yang diriwayatkan oleh al-Baihaqi.     
 
Demikian bayi-bayi yang pernah bicara dalam buaian ibunya, sebagaimana yang disarikan
dari kitab Syarh al-Qusthulani. (Lihat: Ahmad ibn Muhammad al-Qusthulani, Irsyad al-Sari,
[Mesir: al-Mathba‘ah al-Amiriyyah], 1323 H, Cet. Ketujuh, Jilid 5, hal. 412).  
 
Sungguh Allah maha kuasa atas segala sesuatu. Wallahu a’lam. 
 
 
Penulis: M. Tatam Wijaya
Editor: Mahbib  

Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan
informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.
TAG S:

Anda mungkin juga menyukai