Anda di halaman 1dari 4

BERADAB TERHADAP NABI MUHAMMAD

Media sosial akhir-akhir ini dihebohkan dengan potongan video ceramah yang disampaikan oleh
Gus Muwafiq di Purwodadi. Seperti dikutip Tempo (Selasa, 3/12/2019), Gus Muwafiq
mengisahkan tentang kelahiran Nabi Muhammad dan kehidupannya di masa kecil.

Berikut kutipan terjemah transkip bahasa Indonesia dari ceramah beliau : “tapi kita
menggambarkan Nabi lahir seperti ini, Nabi lahir itu biasa saja. Wajahnya bersinar, jika wajah
nabi bersinar, ketahuan, dan akan dibunuh oleh pasukan Abrahah. Ada yang bercerita,
bahwasanya ketika Nabi lahir, wajahnya bersinar sampai ke langit. Jika seperti itu, tentunya akan
ketahuan oleh Yahudi. Nabi lahir itu biasa saja, Kecil itu dekil, wong namanya ikut kakek. Anak
itu jika dibesarkan kakek, dimanapun, pasti tidak terurus. Ya namanya kakek, itu tidak bisa
merawat cucu”.

Ceramah itu menuai banyak tanggapan dari berbagai kalangan, karena statement dianggap telah
merendahkan kedudukan Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu perlu kiranya dicermati dan
dikritisi beberapa hal dari statement beliau.

Pertama, pendapat bahwa Nabi lahir biasa saja tidaklah tepat. Karena saat beliau lahir banyak
terjadi peristiwa-peristiwa yang luar biasa seperti terdengarnya suara dari dalam Ka’bah, ramainya
burung-burung seakan memberi salam, kejadian Ibunda Beliau Aminah yang sama sekali tak
merasa letih setelah melahirkan Nabi SAW, datangnya para wanita mulia dalam persalinannya,
kondisi bayi seperti yang sudah dikhitan dan sebagainya.

Ketika Halimah as-Sa’diyah menerima Rasulullah untuk disusuinya, Ia melihat wajah Nabi
bercahaya dan membuat dirinya kagum. Tak sampai disitu, begitu Halimah menyusui beliau, air
susunya mengalir deras. Bahkan, unta yang ditumpangi mereka yang semula kurus, seketika
menjadi gemuk, dan kuat menempuh perjalanan. Sejak itu keberkahan pun berlimpah, tidak hanya
kepada keluarga Halimah, tetapi juga kepada kabilahnya (Lihat Sirah Ibnu Hisyam, 162).

Pada malam kelahiran Nabi SAW, istana Kisra berguncang hingga 14 ruangannya runtuh, api di
negeri Persia yang selalu disembah kaum Majusi padam seketika. Padahal, sudah seribu tahun
lamanya api tersebut selalu menyala. Seiring dengan kejadian itu, air danau sawah surut, lembah
Samawah kebajiran, sejumlah mata air mengering, sehingga membuat Kisra dan rakyatnya
bingung dan kelimpangan. Dikabarkan pula, seorang kepercayan Kisra bernama al-Mubidzan
bermimpi melihat unta-unta bermuatan berat menuntun kuda-kuda bagus. Unta-unta tersebut
berjalan mengarungi sungai Tigris dan sungai Eufrat lalu menyebar ke sejumlah negerinya.
Menurut penafsiran, sebuah peristiwa besar di penjuru Arab akan terjadi. Peristiwa dimaksud tak
lain adalah kelahiran Nabi SAW. (Lihat Abu Zahrah, Khatamun Nabiyuin, jilid 1, hal. 105)

Kedua, pendapat jika wajah Nabi bersinar akan dibunuh oleh pasukan Abrahah atau akan ketahuan
oleh Yahudi (yang kemungkin akan dibunuh juga) juga kurang tepat. Karena motivasi Abrahah
untuk datang ke Mekkah bukan untuk mencari Nabi Muhammad, akan tetapi untuk menyerang
Ka’bah. Berangkat dari kecemburuan Abrahah bahwa Ka’bah menjadi pusat kunjungan
masyarakat Arab dari berbagai penjuru, orang Arab tetap tidak mengunjungi Yaman meskipun
sudah dibangun bangunan gereja yang super megah sebagai tandingannya. Dan Allah sudah
mengutus burung Ababil untuk menghancurkan pasukan gajah Abrahah. Burung-burung itu
membawa batu-batu dari tanah yang membakar, dan melemperkannya dari atas ke kepala bala
tentara Abrahah (Lihat Sirah Ibni Ishaq, cet.1, hal. 59-62).

Ketiga, pendapat bahwa ketika kecil, Nabi Muhamamd rembes (dekil) karena ikut kakeknya
(Abdul Muthallib). Logikanya jika seorang anak kecil dibesarkan kakenya, pasti tidak diurus,
karena seorang kakeh tidak bisa merawat cucu. Pendapat ini memiliki dua problem. Pertama,
anggapan bahwa Nabi itu rembes telah mengurangi kesempurnaan Nabi. Padahal Nabi sejak kecil
telah nampak kesempurnaanya. Sejak usia 9 bulan, Nabi telah dapat berbicara dengan fasih, tidak
rewel, juga tidak menangis, kecuali ketika telanjang karena malu dilihat orang. Ketika diasuh oleh
Halimah as-Sa’diyah, Rasulullah didatangi oleh dua malaikat dan membelah dada beliau untuk
mengeluarkan bagian yang kotor dari hati beliau. Kedua, Pendapat bahwa seorang kakek tidak
bisa merawat cucu juga terlalu menggeneralisir. Abdul Muthallib yang notabenenya adalah
pengurus Ka’bah waktu itu bukanlah kakek biasa, siapapun yang memiliki kaitan erat dengan Nabi
Muhammad adalah orang yang luar biasa. Bagaimana seorang Abdul Muthallib ketika mendengar
Nabi lahir, pada hari ketujuh sang kakek langsung menyembelih unta sebagai wujud kesyukuran
dan mengundang masyarakat Quraisy untuk makan bersama. Ini membuktikan besarnya perhatian
beliau terhadap Nabi Muhammad.

BERSIKAP TERHADAP NABI MUHAMMAD SAW

Gus Muwafiq telah memberikan klarifikasi atas ceramahnya yang kontroversial. Melalu akun
Facebook Ketua PBNU Robikin Emhas, Gus Muwafiq menyatakan permohonan maaf. Beliau juga
memjelaskan asal muasal kenapa melontarkan statement itu dengan berkata “sesungguhnya itu
adalah tantangan kita hari ini, bahwa milenial ini selalu berdiskusi dengan saya tentang dua hal
tersebut. Saya yakin dengan seyakin-yakinnya nur Muhammad itu memancarkan sinar. Akan
tetapi generasi sekarang banyak bertanya apakah sinarnya seperti sinar lampu? Dan semakin
dijawab semakin tidak ada juntrungnya,"

Dalam menyikapi pertanyaan-pertanyaan millennial itu, lebih bijak kalau Beliau memilihi diksi
yang tidak sampai menyerempet kepada kesan telah menghinakan Nabi. Karena para ulama sangat
mewanti-wanti hal itu, seperti ditegaskan oleh Imana Nawawi dalam Syarah Muslim (1/169) :

‫ حتى روى‬،‫وقد أفتى العلماء بكفر كل وصف فيه إشعار بتنقص قدر الرسول صلى هللا عليه وسلم ولو لم يكن صريحا في ذلك‬
.‫ إن رداء النبي صلى هللا عليه وسلم وسخ – وأراد به عيبه – قتل‬: ‫ "من قال‬: ‫ابن وهب عن اإلمام مالك رحمه هللا‬

Para ulama telah berfatwa atas kekafiran orang yang menyifati kedudukan Rasulullah dengan sifat
yang mengarahkan kepada kekurangan, meskipun tidak disampaikan secara gamblang. Bahkan
Ibn Wahb dari Imam Malik ra meriwayatkan : barang siapa yang berkata “ Sesungguhnya rida’
(selendang) Nabi Muhammad SAW kotor – dan dia bermaksud mensifati Nabi memiliki ‘aib-
maka dia harus dibunuh.

Adapun tentang pertanyaan millennial tersebut, seharunya Gus Muwafiq lebih menekankan pada
bagaimana menasehati generasi millennial agar memiliki cara pandangan yang Islami ( Worldview
of Islam ) terhadap Baginda Nabi Muhammad SAW. Bahwa kejadian ataupun karakteristik yang
ada pada Nabi Muhammad, jika berlawanan dengan nalar manusia secara umum, maka itulah yang
disebut dengan mukjizat dan khususiyatun nabi. Dua hal ini yang perlu ditekankan kepada
millennial yang saat ini cenderung berifkir rasional dan empiris. Karena memang sekarang kita
sedang terhegemoni oleh peradaban Barat yang menafikan segala sesuatu yang tidak bisa diterima
oleh rasio dan nalar. Hal – hal yang berbau metafisis tidak dianggap sebagai realitas dan sumber
pengetahuan. Ini tentang bertentangan dengan cara pandang alam dalam Islam, realitas dan
kebenaran itu tidak hanya terbatas pada hal yang fisik saja, tapi juga yang bersifat metafisis
termasuk juga mukjizat dan khususiyah para Nabi yang biasanya berbentuk intuisi atau ilham dari
Allah SWT.

MENUMBUHKAN RASA CINTA KEPADA NABI MUHAMMAD

Selain memperbaikan cara pandang kita melihat Nabi, juga perlu kiranya para generasi millennial
disuguhkan dengan cerita dan keteladanan dari salaf as-shaleh. Barang siapa yang ingin tingal
bersama Rasulullah di surganya kelak, maka ia harus memiliki rasa cinta kepada Nabi Muhammad.
Berikut beberapa contoh bagaimana para salaf as-shalih memiliki kecintaan yang luar biasa
kepada Bagianda Nabi Besar Muhammad SAW.

Imam Baghawi ketika menafsirkan ayat an-Nisa : 69 menceritakan seorang mantan budak
Rasulullah SAW yang bernama Tsauban bin Bujdad. Ia sangat mencintai Nabi. Suatu hari ia
menemui Nabi, rona wajahnya berbeda. Menyiratkan kekhawatiran dan rasa sedih yang
bergemuruh. Rasulullah bertanya, “apa yang membuat raut wajahmu berbeda (dari biasa)”?
Tsauban menjawab : “aku tidak sedang sakit atau kurang enak badan. Aku hanya berpikir, jika tak
melihatmu, aku sangat takut berpisah denganmu. Perasaan itu tetap ada, hingga aku melihatmu.
Kemudian aku teringat akhirat. Aku takut kalau aku tak berjumpa denganmu. Karena engkau di
kedudukan tinggi bersama para nabi. Dan aku, seandainya masuk surga, aku berada di tingkatan
yang lebih rendah darimu. Seandainya aku tidak masuk surga, maka aku takkan melihatmu
selamanya”.

Ada seorang wanita Anshar; ayah, suami, saudara laki-lakinya gugur di medan Perang Uhud.
Mendengar tiga orang kerabatnya gugur, sahabiyah ini malah bertanya akan keadan Nabi. Ia
mengatakan, “Apa yang terjadi dengan Rasulullah ”? Orang-orang menjawab, “Beliau dalam
keadaan baik.” Wanita Anshar itu memuji Allah dan mengatakan, “Izinkan aku melihat beliau.”
Saat melihatnya ia berucap, “Semua musibah (selain yang menimpamu) adalah ringan, wahai
Rasullah.” (Sirah Ibnu Hisyam, Juz: 3 Hal: 43).

Suatu hari, Abdullah bin Zaid radhiallahu ‘anhu, sedang berkebun di perkebunannya. Kemudian
anaknya datang, mengabarkan kalau Nabi telah wafat. Ia berucap, “Ya Allah, hilangkanlah
penglihatanku. Sehingga aku tidak melihat seorang pun setelah kekasihku, Muhammad.” Ia
katupkan dua tapak tangannya ke wajah. Dan Allah mengabulkan doanya (Syarah az-Zarqani ‘ala
al-Mawahib ad-Diniyah bi al-Manhi al-Muhammadiyah, Juz: 8 Hal: 84).

Al-Mar’u ma’a man ahab (seseorang akan hidup bersama dengan orang yang dicintainya).
Ungkapan ini cukup untuk menunjukkan bahwa siapa yang ingin hidup bersama Rasulullah di
Surga nanti, maka ia harus mencintai Nabi Muhammad melebihi rasa cintanya kepada dirinya
sendiri. Wallahu a’lam

Anda mungkin juga menyukai