Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jumlah perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang
berkembang secara pesat menandakan semakin ketat pula persaingan usaha dalam
dunia bisnis. Perusahaan harus mampu menjaga kondisi, reputasi, serta
eksistensinya dengan baik agar dapat bertahan dan bersaing dengan perusahaan
lainnya. Suatu perusahaan dikatakan baik kondisinya dapat dilihat dari laporan
keuangan yang menunjukkan hasil operasi dan keberlangsungan usaha perusahaan.
Kondisi informasi yang tercermin dalam laporan keuangan perusahaan dapat
dimanfaatkan oleh para stakeholder dalam pengambilan keputusan terkait
perusahaan tersebut. Oleh sebab itu, informasi yang tersaji dalam laporan keuangan
harus relevan dan andal (reliable) dalam menggambarkan kondisi perusahaan.
Dalam suatu perusahaan sangat diperlukan manajemen yang baik dan mampu
mengelola perusahaan agar dapat mencapai tujuan bisnis sesuai dengan visi misi
yang telah ditetapkan, di sisi lain pemakai laporan keuangan berkepentingan untuk
melihat hasil kinerja manajemen dalam mengelola perusahaan yang tercermin
dalam laporan keuangan. Tak jarang dalam kondisi tersebut mendorong timbulnya
konflik antara pihak manajemen dengan pihak pemakai laporan keuangan. Untuk
mengatasi konflik serta pengukuran dalam laporan keuangan tersebut, diperlukan
pihak ketiga yang independen dan bertugas untuk melakukan penilaian yang
dianggap dapat menilai keandalan serta netral tanpa adanya keberpihakan dari
laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan. Pihak yang mampu menangani
dan dapat dipercaya dalam menangani konflik tersebut tidak lain adalah seorang
auditor eksternal atau akuntan publik. Akuntan publik atau auditor merupakan
pihak independen yang bertugas untuk menilai kewajaran serta keandalan laporan
keuangan dengan menerbitkan laporan keuangan auditan (audited), sehingga

I-1
I-2

kinerja manajemen dapat dinilai secara independen dan meningkatkan kepercayaan


dari pemakai laporan keuangan. Seorang auditor dituntut untuk mampu
mengevaluasi laporan keuangan dengan baik serta dapat bertanggung jawab atas
opini yang diberikan.
Opini yang diberikan oleh auditor akan dijadikan sebagai salah satu bukti
keandalan dari laporan keuangan yang telah disajikan oleh perusahaan sehingga
dapat dipercaya dan digunakan oleh stakeholder dalam pengambilan keputusan.
Dalam menjalankan tugasnya auditor harus menjaga kualitas audit yang dihasilkan
agar laporan keuangan dapat secara luas digunakan oleh berbagai pihak. Oleh sebab
itu untuk menjaga kualitas hasil auditnya, auditor harus memiliki independensi.
Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (2018), independensi adalah auditor
yang bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi karena auditor
melaksanakan pekerjaannya untuk umum. Dengan demikian tidak dibenarkan
memihak kepada kepentingan siapapun, sebab bagaimanapun sempurnanya
keahlian teknis yang dimiliki, seorang auditor akan kehilangan sikap tidak memihak
yang justru sangat penting untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya.
Menurut (Agoes, 2018) dalam menjalankan tugasnya, auditor harus selalu
mempertahankan sikap mental independen. Sikap mental independen tersebut harus
meliputi independen dalam fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in
appearance).
Hubungan kerja yang lama antara perusahaan atau klien dengan auditor atau
Kantor Akuntan publik dapat mengurangi independensi pendapat auditor. Dalam
hubungan ini dapat menimbulkan kecurigaan karena dikhawatirkan akan ada opini
auditor yang tidak objektif dan independen. Terdapat keraguan mengenai
independensi auditor ketika auditor dan klien (perusahaan) memiliki masa
hubungan kerja yang cukup lama. Hal tersebut didukung dengan penelitian yang
dilakukan oleh (Masruroh, 2016) masa hubungan kerja yang lama antara auditor
dan klien atau perusahaan menyebabkan timbulnya rasa “nyaman” yang terjalin
antara keduanya. Hubungan kerja yang lama akan dipandang dapat menimbulkan
ketergantungan yang tinggi atau keterikatan ekonomik yang berpotensi auditor akan
meloloskan ketidakwajaran laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan
sehingga auditor lebih mengidentifikasikan dirinya terhadap kepentingan
I-3

manajemen perusahaan. Oleh karena itu untuk menghindari kecurigaan tersebut


perlu dilakukannya auditor switching dalam suatu perusahaan.
Auditor switching berawal dari terbongkarnya kasus Enron pada tahun
2001, dimana KAP big five saat itu yakni Arthur Andesen gagal mempertahankan
independensinya dalam mengaudit kliennya (Enron). Banyak yang berpendapat
bahwa kegagalan tersebut karena hubungan kerja yang panjang antara KAP Arthur
Andesen dengan Enron yang menciptakan suatu resiko excessive familiar
(berlebihan keakraban) yang dapat mempengaruhi objektivitas dan independensi
seorang auditor. Akibat dari kasus ini, lahirlah The sarbanes-Oxley Act (SOX)
tahun 2002 sebagai solusi sekandal perusahaan besar ini. The sarbanes-Oxley Act
(SOX) tahun 2002 merupakan pesan yang digunakan oleh banyak negara untuk
memperbaiki struktur pengawasan terhadap manajemen perusahaan dan kantor
akuntan publik dengan menerapkan rotasi KAP maupun auditor (Finansialku.com
,2018).
Terdapat pula kasus pada PT Hanson International Tbk pada tanggal 31 Juli
2019 Otoritas Jaksa Keuangan (OJK) mengumumkan hasil pemeriksaan atas kasus
dugaan pelanggaran peraturan perundang-undangan di Bidang Pasar Modal bahwa
PT Hanson International Tbk melakukan manipulasi Laporan Keungan Tahunan
(LKT) pada tahun 2016. Dalam LKT tersebut ditemukan manipulasi dalam
penyajian akuntansi terkait penjualan Kavling Siap Bangun (KASIBA) dengan nilai
gross sebesar 732 miliar sehingga membuat pendapatan perusahaan naik. Selain itu
tidak mengungkapkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) kepada auditor yang
mengaudit sehingga mengakibatkan pendapatan pada LKT PT Hanson
International Tbk menjadi overstated dengan nilai yang material yaitu sejumlah 613
miliar. Hal tersebut mengakibatkan Sherly Jokom selaku rekan KAP
Purwanto,Sungkoro dan Surja (member of Ernest and Young Global Limited) yang
melakukan audit atas LKT PT Hanson Internatioan Tbk per 31 Desember 2016
terbukti melakukan pelanggaran karena tidak cermat dalam melakukan
pemeriksaan dan mendapatkan sanksi berupa denda administratif dan pembukan
selama 1 tahun (Kontan.co.id News data dan Financial Tools, “ Alasan OJK
kenakan sanksi Hanson International berikut bos dan akuntan publiknya” Agustus
2019, dalam http://investasi.kontan.co.id ).
I-4

PT Inovisi Infracom Tbk yang mendapat sanksi penghentian sementara


perdagangan saham oleh Bursa Efek Indonesia. Sanksi ini diberikan karena
ditemukan banyak kesalahan di laporan kinerja keuangan perusahaan pada kuartal
III-2014. Perseroan pun menunjuk Kreston International (Hendrawinata, Eddy
Siddharta, Tanzil, dan Rekan) untuk melakukan audit terhadap laporan keuangan
perusahaan tahun buku 2014."Pergantian KAP dilakukan agar kualitas
penyampaian laporan keuangan perseroan dapat meningkat sesuai dengan
ketentuan dan standar yang berlaku" kata Sekretaris Perusahaan Inovisi, Dwiwati
Riandhini. Perdagangan saham Inovisi masih dihentikan sejak Jumat 13 Februari
2015. BEI menemukan ada delapan kesalahan dalam laporan keuangan sembilan
bulan 2014. Aksi pembekuan saham ini diprotes investor karena harga saham
Inovisi tidak berubah dan investor tidak bisa melepas maupun membeli saham
Inovisi. Kasus PT Inovisi Infracom Tbk (INVS) merupakan salah satu contoh kasus
perusahaan yang melakukan auditor switching secara voluntary. Dimana auditor
switching terjadi karena adanya kesalahan dalam laporan keuangan PT Inovisi
tahun 2013 yang telah diaudit oleh KAP Jamaludin, Ardi, Sukimto, dan Rekan.
(Detik Finance, “Laporan Keuangan Bermasalah, Inovisi Ganti Auditor”, 2015
dalam http://m.detik.com).
Auditor switching dikhawatirkan akan mempengaruhi kualitas dari hasil audit
itu sendiri. Untuk menjaga kemungkinan adanya opinion shopping yaitu suatu
tindakan perusahaan mencari auditor yang akan memberikan pendapat yang
menguntungkan mengenai kondisi keuangan perusahaan, maka beberapa negara
menerapkan peraturan terkait dengan auditor siwtching. Seperti di Indonesia
contohnya, pemberian jasa audit atas laporan yang dilakukan oleh Kantor Akuntan
Publik (KAP) dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 17/PMK.01/2008 Pasal
3 Ayat (1), di mana pemberian jasa audit atas laporan keuangan yang dilakukan
oleh KAP paling lama untuk 6 (enam) tahun buku berturut-turut dan oleh seorang
Akuntan Publik paling lama 3 (tiga) tahun buku berturut-turut. Auditor switching
dapat dibedakan menjadi dua cara yaitu auditor switching secara wajib (mandotary)
yang terjadi karena peraturan yang mengharuskan perusahaan melakukan
pergantian KAP maupun auditor secara berkala. Sedangkan auditor switching
I-5

secara sukarela (voluntary) terjadi karena suatu alasan atau faktor-faktor tertentu
dari pihak perusahaan maupun KAP atau auditornya.
Walaupun auditor switching ini penting, terdapat pula hal-hal yang menentang
mengenai auditor switcing yang dianjurkan oleh AICPA. Mereka percaya bahwa
biaya yang dikeluarkan akan lebih besar daripada manfaat yang diperoleh ketika
auditor switching dilakukan. Kelemahan ini adalah bahwa pengetahuan yang
diperoleh auditor dalam upaya meningkatkan kualitas pekerjaan audit akan
percuma dengan adanya pengangkatan seorang auditor baru (Nasser, et al. 2006).
Dari berbagai hasil penelitian yang sudah dilakukan juga terdapat pertentangan
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi auditor switching. Pergantian
manajemen merupakan pergantian yang diakibatkan oleh keputusan Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) atau manajemen tersebut melakukan pengunduran diri.
Penelitian yang dilakukan oleh Farida Masruroh (2016), Ni Made Puspa Pawitri
dan Ketut Yadnyana (2015) berhasil membuktikan bahwa pergantian manajemen
berpengaruh terhadap auditor switching. Berbeda dengan penelitian Dwi Sastriyo
Adi Nugroho (2015) yang menyimpulkan bahwa pergantian manajemen tidak
berpengaruh pada auditor switching.
Faktor lain yang mempengaruhi auditor switching adalah financial distress.
Financial distress menunjukkan suatu kondisi perusahaan dalam masalah krisis
atau tidak sehat yang terjadi sebelum perusahaan mengalami kebangkrutan. Ini
dapat terjadi ketika perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban
debitur karena mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk mejalankan
atau melanjutkan usahanya. Menurut Febby Fitria Sari (2018), Novia Retno
Astrini, Dul Muid (2013), dan Dwi Satriyo Adi Nugroho menyimpulkan bahwa
financial distress tidak berpengaruh terhadap auditor switching. Berbeda dengan
hasil penelitian Ni kadek (2010) membuktikan bahwa perusahaan yang mengalami
masalah dalam bidang keuangan cenderung melakukan auditor switching dari pada
perusahaan yang tidak mengalami masalah keuangan.
Disisi lain opini audit dapat mempengaruhi auditor switching. Opini audit
diberikan oleh auditor melalui beberapa tahap sehingga auditor dapat memebrikan
kesimpulan atas opini yang harus diberikan atas laporan keuangan yang diauditnya.
Perusahaan tentu mengharapkan auditor memberikan opini wajar tanpa
I-6

pengecualian atas laporan keuangannya karena biasanya opini diluar itu kurang
diharapkan oleh pihak manajemen dan tidak begitu bermanfaat bagi pengguna
laporan keuangan (Kurniaty, Hasan, dan Anisma, 2014). Namun tidak selamanya
harapan itu dapat terwujud karena seorang auditor harus tetap bersikap independen
dalam menjalankan tugasnya. Manajemen akan memberhentikan auditornya atas
opini yang tidak diharapkan perusahaan atas laporan keuangannya (Damayanti dan
Sudarma, dalam Kurniaty, Hasan, dan Anisma, 2014). Hasil penelitian Gunady dan
Mangoting (2013) serta Nurul Aini dan M. Rizal (2019) menunjukkan bahwa opini
audit berpengaruh signifikan terhadap auditor switching, dimana entitas yang
memperoleh opini selain wajar tanpa pengecualian memiliki kecenderungan untuk
melakukan pergantian auditor. Sedangkan menurut penelitian Zahrian, Leny, Siska
(2017), serta Novia Retno dan Dul Muid (2013) menunjukkan bahwa opini audit
tidak berpengaruh terhadap auditor switching.
Faktor lain yang mempengaruhi auditor switching adalah audit delay. Audit
delay merupakan lamanya waktu penyelesaian audit yang diukur dari tanggal
penutupan tahun buku, hingga tanggal diselesaikannya laporan auditor. Audit Delay
mempengaruhi keputusan yang dilakukan oleh investor karena mereka akan
menginginkan informasi mengenai keberlangsungan usaha perusahaan untuk
keputusan berinvestasi. Apabila terjadi audit delay maka akan mempengaruhi
perusahaan dalam memperoleh dana investasi dan investor sehingga kemungkinan
perusahaan mengganti auditornya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Farida Mas Ruroh (2016), Ni Made Puspa Prawitri dan Ketut Yadnyana (2015)
menyimpulkan bahwa audit delay berpengaruh signifikan terhadap auditor
switching. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Elisa, Dewo, dan Fadjar
(2018) serta I Dewa Ayu dan Ketut Muliartha menyimpulkan bahwa audit delay
tidak berpengaruh terhadap auditor switching.
Dengan diperolehnya hasil penelitian yang tidak konsisten dari penelitian
terdahulu sehingga penulis memutuskan untuk meneliti kembali faktor-faktor yang
mempengaruhi auditor switching. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2014-2018. Penunjukkan perusahaan manufaktur sebagai sampel penelitian
dikarenakan perusahaan manufaktur merupakan sektor yang sangat vital bagi
I-7

perekonomian di Indonesia. Selain itu perusahaan manufaktur merupakan salah


satu sektor yang memiliki jumlah transaksi yang paling besar dan lebih kompleks
dibandingkan dengan sektor perusahaan lainnya. Oleh karena itu, berdasarkarkan
uraian tersebut, peniliti akan melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh
Pergantian Manajemen, Financial Distress, Opini Audit, dan Audit Delay Terhadap
Auditor Switching (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia Tahun 2014-2018)”.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pergantian manajemen berpengaruh terhadap auditor switching
pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2014-2018.
2. Bagaimana financial distress berpengaruh terhadap auditor switching pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2014-2018.
3. Bagaimana opini audit berpengaruh terhadap auditor switching pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2014-2018.
4. Bagaimana audit delay berpengaruh terhadap auditor switching pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2014-2018.
5. Bagaimana pengaruh pergantian manajemen, financial distress, opini audit,
dan audit delay terhadap auditor switching pada perusahaan manufaktur
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2014-2018.
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh pergantian manajemen terhadap auditor
switching pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2014-2018.
2. Untuk mengetahui pengaruh financial distress terhadap auditor switching
pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2014-2018.
I-8

3. Untuk mengetahui pengaruh opini audit terhadap auditor switching pada


perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2014-2018.
4. Untuk mengetahui pengaruh audit delay terhadap auditor switching pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2014-2018.
5. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh pergantian manajemen, financial
distress, opini audit, dan audit delay terhadap auditor switching pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2014-2018.
1.4 Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat serta informasi
yangberguna bagi masyarakat, praktisi maupun akademis. Beberapa manfaat yang
dapat diambil dari penelitian tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Dapat memberikan sumbangsih bagi dunia pendidikan terutama dalam


hal pengembangan teori terkait auditor switching.
2. Diharapkan penelitian ini juga dapat bermanfaat bagi profesi auditor
dalam mempertimbangkan aspek-aspek dalam melakukan auditor
switching.
3. Bagi auditor, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan informasi
mengenai praktik auditor switching di Indonesia dan memperjelas
pengaruh pergantian manajemen, financial distress, opini audit, dan
audit delay terhadap keputusan auditor switching.
4. Bagi perusahaan manufaktur yang go public penelitian ini diharapkan
dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi perusahaan untuk melakukan
auditor switching.
5. Sebagai sarana meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam
melakukan penelitian, khususnya dalam menganalisis pentingnya
mengetahui aspek-aspek yang dapat mempengaruhi auditor switching.
6. Semoga penelitian ini juga dapat menjadi sarana yang baik bagi penulis
dalam mengimplementasikan apa yang telah di pelajari selama masa
perkuliahan.
I-9

Anda mungkin juga menyukai