Anda di halaman 1dari 106

QI LIN

Qilin (Hanzi: 麒麟; Pinyin: qílín; Wade–Giles: ch'ilin), juga dieja Kylin, atau

Kirin (bahasa Jepang dan Korea) adalah mahkluk mitologis yang terdapat

dalam legenda-legenda di berbagai negara di Asia Timur (Tiongkok, Jepang,

Korea, Vietnam, dll.) dan dikisahkan selalu muncul bersamaan dengan

datangnya seorang bijak. Qilin adalah sebuah pertanda baik yang menghadirkan

rui (Hanzi: 瑞; Pinyin: ruì; yang lebih kurang dapat diterjemahkan sebagai

"ketenangan" atau "kemakmuran"). Ia seringkali digambarkan dengan api yang

menutupi seluruh tubuhnya. Di Tiongkok dan Jepang, rakyat percaya bahwa

Qilin adalah hewan suci, pelindung negeri dari bencana. Qilin adalah pelindung

sebelah barat dan dilambangkan dengan kekuatan petir. Qilin berwujud

menyerupai kura bersisik berkepala singa bertanduk rusa dan lambang bagi

pelindung anak-anak.

Sang Kilien, hewan suci berwujud seperti seekor kijang atau anak lembu,

bertanduk tunggal dan bersisik seperti seekor naga. Dari mulutnya

menyemburkan keluar sepotong Kitab dari batu kumala yang bertuliskan,

“Putera Sari Air Suci akan menggantikan dinasti Ciu yang sudah lemah dan

akan menjadi raja tanpa mahkota.” 

12 MURID NABI KONGZI YANG BIJAKSANA

Kita sering mendapat pelajaran tentang murid-murid Nabi Khongcu/Kongzi,


kita mengetahui seluruh muridnya berjumlah 3000 orang. Nah, kita pasti pernah

mendengar tentang 12 yang bijaksana dari murid Nabi Khongcu.Mungkin

sebagian dari kita telah mengetahui siapa saja murid Nabi yang 12 bijaksana itu.

Tapi sudahkah kita mengetahui lebih lanjut tentang ke-12 murid nabi itu, entah

itu dari masa hidupnya atau tentang kecakapan yang mereka miliki.Berikut

adalah ke-12 murid Nabi tersebut:

1. Bien Sun alias Cu Khian

Ia orang negeri Lo, 15 tahun lebih muda dari Nabi, menurut catatan sejarah oleh

Suma Chian, tetapi di dalam kitab Ke Gi di tulis 50 tahun lebih muda. Ketika

mula-mula menjadi murid Nabi Khongcu, ia Nampak begitu lemah seperti

menderita kelaparan dan ternyata kemudian lambat laun menjadi Nampak sehat

Nampak Puas.Cu khong bertanya mengapa ia dapat demikian, Bien Sun

menjawab, “saya datang dari tengah-tengah rumpun bambu dan alang-alang

ketika datang menghadap Guru. Guru telah melatih hatiku dalam cita dan laku

bakti dan memberi contoh suri teladan raja-raja suci purba. Saya merasa suka

dengan ajarannya, tetapi ketika saya ke luar dan melihat orang-orang dengan

kekuasaannya, dengan payung, panji dan segala kemuliaan yang

mengelilinginya, saya tertarik dengan pertunjukkan itu pula. Kedua hal itu

saling menyerang dalam dadaku. Saya tidak dapat menentukan pilihan, maka

nampak berputus asa. Tetapi kini ajaran guru telah meresap demikian dalam di

hati. Kemajuanku juga banyak mendapat bantuan oleh suri teladan kawan-
kawan. Kini saya tahu apa yang harus ku ikuti dan apa yang harus ku hindari,

dan segala kemuliaan oleh kekuasaan terasakan tidak lebih seperti debu belaka.

Demikianlah kini saya nampak sehat dan puas.”Bien Cu Khian termasuk murid

Nabi Khongcu yang maju, terkenal akan kesucian dan laku baktinya.

2. Jiam Yong alias Tiong kiong

Sebutannya Jiam Cu. Ia orang negeri Lo, 29 tahun lebih muda dari Nabi.

Ayahnya terkenal kurang baik perilakunya, tetapi Nabi menyatakan bahwa hal

itu tidak mengurangi nilai perilaku kebajikan Jiam Yong.

3. Cwanbok Su atau Cu Khong

Orang negeri Wee, 31 tahun lebih muda dari Nabi. Ia seorang yang sangat luwes

dan pandai bicara.tentang Cu khong, Nabi bersabda, “sejak aku mendapatkan

Su (Cu Khong), tiap hari datang siswa dari tempat-tempat yang jauh”ketika

Raja muda King dari negeri Cee bertanya mengapa Tiong Ni (Nabi Khongcu) di

sebut sebagai seorang Nabi; Cu Khong menjawab, “Aku tidak tahu. Aku

sepanjang hidup menjunjung langit, tetapi aku tidak tahu berapa jauh tingginya;

aku menginjak bumi, tetapi aku tidak tahu berapa tebalnya. Di dalam mengikuti

Guru aku laksana seorang yang kehausan lalu dengan sebuah gayung menciduk

air dari sungai, dan di sana ia minum sepuas-puasnya tanpa mengetahui

dalamnya sungai itu.”ketika ia berangkat memangku jabatan sebagai komandan

daerah Sien Yang, Nabi menasehatinya, “Di dalam memperlakukan bawahan,


tiada yang lebih daripada adil dan bila di karuniai kekayaan, tiada yang lebih

baik daripada hidup sederhana. Pegang teguh dua perkara ini dan jangan

menyimpang daripadanya. Menyembunyikan kepandaian orang adalah

menutupi kebijaksanaan; membeberkan keburukan orang adalah bagian

daripada orang rendah budi. Berbicara buruk tentang orang yang engkau belum

berusaha mendapat kesempatan membimbing/ mengingatkannya adalah bukan

jalan suci tentang persaudaraan dan keharmonisan.”Cu khong pernah

memangku jabatan tinggi di negeri Lo dan Wee kemudian wafat di negeri Cee.

Ia sangat mencintai dan menghormati gurunya.

4. Tiong Yu atau Cu Lo alias Kwi lo

Ia orang negeri daerah Pian, negeri Lo, hanya 9 tahun lebih muda dari

Nabi.Ketika pertama bertemu Nabi ia ditanya akan kegemarannya dan

menjawab,“Pedang panjangku. “Nabi bersabda, “Bila Kepandaianmu itu

ditambah dengan hasil belajar, engkau akan menjadi seorang susilawan

(kuncu).”Cu Lo menjawab,”Apa faedahnya belajar? Di Gunung Selatan ada

tumbuh rumpun bambu, batangnya keras dan lupus. Bila di potong dan

dijadikan anak panah, akan dapat menembusi tebalnya kulit badak, apakah

faedahnya belajar?”Nabi bersabda, “Itu benar, tetapi bila anak panah itu engkau

beri bulu dan mata dari baja, tidakkah akan menembus lebih dalam?” Cu Lo lalu

membongkok dua kali dan mohon di terima sebagai murid.Tentang Cu lo, Nabi

bersabda, “Setelah kehadiran Cu lo, Tidak ada kata-kata jahat datang ke


telingaku”.Ketika Nabi pulang ke negeri Lo, Cu Lo bekerja sebagai panglima di

negeri Wee; Ia gugur tatkala di negeri itu terjadi pengkhianatan hasil komplotan

ayah raja muda negeri Wee yang mencari suaka di negeri Cien dan berusaha

merebut kekuasaan dari tangan puteranya.Cu lo seorang yang sederhana, Jujur

dan kasar pribadinya sangat mengundang simpatik.

5. Phok Siang atau Cu He

Ia kurang jelas asal-usulnya ada yang mengatakan ia orang negeri Wee, Gwi,

Un. Usianya 45 tahun lebih muda dari Nabi dan berusia lanjut.Pada tahun 406

SM, ia tercatat menyerahkan beberapa jilid kitab Suci kepada rajamuda Bun

dari negeri Gwi. Ia termasyhur sebagai seorang punjangga yang banyak

membaca dan saksama, bahkan lebih teliti.Kitab Mao Si (kitab Sanjak yang di

himpun orang marga Mao) di dalamya terkandung pemikiran Cu He. Kong

Yang Koo dan Kok Liang Cik juga menerima pengetahuan kitab Chun Ciu dari

Cu He.Tambahan :-Kong Yang Ko => penyusun kitab Chun Chiu Kong-Yang

Thwan

-Kok Liang Cik => penyusun kitab Chun Chiu Kok-Liang Thwan

6. Cwansun Su atau Cu Tiang

Orang negeri Tien, 48 tahun lebih muda dari Nabi.Tentang Cu Tiang ini, Cu

Khong berkata, “Ia orang yang tidak membanggakan jasa; ia tidak menunjukkan

kegembiraan karena mendapatkan kedudukan terhormat; juga tidak besar mulut


dan tidak lengah;tidak menunjukkan kesombongan kepada anak buahnya;

demikianlah sifat Cwansun Su”

7. Jiam king alias Pik Giu

Ia seorang negeri lo, hanya tujuh tahun lebih muda dari Nabi. Ketika Nabi

menjadi menteri kehakiman. Beliau mengangkat Pik Giu menggantikan

kedudukannya sebagai Komandan Daerah Tiong To.

8. Cai I alias Cu Ngo

Ia orang negeri Lo, tidak di ketahui tentang usianya. Menurut Suma Chian. Ia

mempunyai mulut yang tajam.Pernah menjabat sebagai duta ke negeri Cho,

ketika rajamuda negeri itu, Ciao, menawarkan sebuah kereta mewah yang

dihiasi dengan perak untuk gurunya Cai Ngo menjawab, ”Guruku adalah

seorang yang menyukai suatu pemerintahan yang berdasar jalan suci, bila tidak

dijumpai beliau dapat menemukan kegembiraan di dalam dirinya sendiri.Kini

jalan suci dan kebajikan dalam keadaan tidur, maka beliau bemaksud

membangunkan dan menggerakkannya. Bila mendapatkan seorang pangeran

yang sungguh-sungguh melaksanakan itu, beliau akan rela berjalan kaki ke

istana dan merasa sangat gembira. Mengapa beliau memerlukan menerima

sebuah hadiah mewah dari tempat yang demikian jauh??”Sayang ia banyak

kelemahan sehingga di dalam Kitab Lun Gi ia mendapat kecaman Nabi.


9. Jiam Yu atau Jiam Kiu

Ia masih ada hubungan saudara dengan Jiam Yong maupun Jiam King, usianya

29 tahun lebih muda dari Nabi.Cu Khong berkata tentangnya, “ia sorang yang

hormat perhatian kepada tamu; suka belajar dan banyak kecakapan; rajin di

dalam memeriksa segala sesuatu demikianlah Jiam Kiu.”Oleh pengaruh Jiam

Kiu lah, rajamuda Ai dari negeri Lo menjemput Nabi pulang ke negerinya.Ia

tercatat sebagai murid yang pandai menyesuaikan diri dan banyak kecakapan.

10. Gan Hian atau Cu Yu.

Ia orang negeri Go, 45 tahun lebih muda dari Nabi, mempunyai keistimewaan

dalam pengetahuan kitab. Pernah menjadi komandan kota Bu jiang. Di sana ia

mengubah sifat rakyat dengan memberi pendidikan tentang kerendahan hati dan

musik yang di puji oleh Nabi.Setelah wafat Nabi , kepala keluarga Kwi, Kwi

khongcu bertanya kepada Gan Hian mengapa wafat Nabi tidak membuat sensasi

seperti waktu wafat Cu San (perdana menteri negeri Tin), orang-orang laki-laki

melepaskan gelang pinggang dan hiasan sabuknya dan suara tangis terdengar

sepanjang jalan sampai tiga bulan lamanya.Gan Hian menjawab, ”pengaruh Cu

San di bandingkan pengaruh guru seperti air banjir dan hujan yang

menggemukkan.

11. Yu Cu atau Yu Jiak


Dia adalah orang negeri lo, tentang usianya kurang jelas. Ia tercatat sebagai

siswa yang mempunyai ingatan yang kuat dan luas, ia menyukai ajaran

kuno.Setelah wafat Nabi, murid-murid lain yang melihat Yu Jiak, sikap dan cara

bicaranya mirip dengan Nabi lalu bermaksud menghormatinya sebagai terhadap

Nabi, tetapi hal ini di batalkan karena tidak dibenarkan oleh Cing Cu.

12. Cu Hi (Zhu Xi)

Ia bukanlah murid Nabi, melainkan tokoh besar kaum Too Hak Ke (kaum yang

mempelajari Jalan Suci) atau orang barat menyebutnya Neo

Konfusianisme.Nama aliasnya Gwan Hwee, aslinya penduduk Bu Gwan,

propinsi An Hwee, tetapi lahir di Yu Khee, propinsi Hok Kian Tengah. Hidup

pada (1130-1200 M)Kitab Suci yang kini kita miliki, senantiasa diantar dengan

Kata pengantar Cu Hi; ini menunjukkan betapa besar peranan beliau dalam

pembinaan kelembaga

https://iccsg.wordpress.com/2006/09/15/riwayat-hidup-nabi-khongcu/

KUAN IM
Kwan Im (Hanzi: 觀音; Pinyin: Guān Yīn) adalah translasi dari Avalokitesvara

Bodhisattva, merupakan Bodhisatva Welas Asih (Hanzi: 大慈大悲 ; Pinyin:

Da Ci Da Bei). Kwan Im sendiri adalah dialek Hokkian dan Hakka yang


dipergunakan mayoritas komunitas Tionghoa di Indonesia. Nama lengkap dari

Kwan Im adalah Kwan She Im Phosat (Hanzi: 觀世音菩薩, pinyin: Guan Shi

Yin Pu Sa) yang merupakan terjemahan dari nama aslinya dalam bahasa

Sanskerta, Avalokiteśvara.

Dalam bahasa Jepang, Kwan Im disebut Kannon' (観音) atau secara resmi

Kanzeon (観世音). Dalam bahasa Korea disebut Gwan-eum atau Gwanse-eum,

dan dalam bahasa Vietnam Quán Âm atau Quan Thế Âm Bồ Tát.

Avalokitesvara sendiri asalnya digambarkan berwujud laki-laki di India, begitu

pula pada masa menjelang dan selama Dinasti Tang (tahun 618-907). Namun

pada awal Dinasti Song (960-1279), berkisar pada abad ke 11, beberapa dari

pengikut melihatnya sebagai sosok wanita yang kemudian digambarkan dalam

para seniman. Perwujudan Kwan Im sebagai sosok wanita lebih jelas pada masa

Dinasti Yuan (1206-1368). Sejak masa Dinasti Ming, atau berkisar pada abad

ke 15, Kwan Im secara menyeluruh dikenal sebagai wanita.[1]

Sejarah

Kwan Im pertama diperkenalkan ke Cina pada abad pertama SM, bersamaan

dengan masuknya agama Buddha. Pada abad ke-7, Kwan Im mulai dikenal di

Korea dan Jepang karena pengaruh Dinasti Tang. Pada masa yang sama, Tibet
juga mulai mengenal Kwan Im dan menyebutnya dengan nama Chenrezig.

Dalai Lama sering dianggap sebagai reinkarnasi dari Kwan Im di dunia.

Istiilah Avalokitesvara diterjemahkan oleh Kumarajiva menjadi Guanshiyin[2].

Kemudian di singkat menjadi Guanyin karena kata shi 世 sama dengan kata shi

世 dari nama Li Shimin 李世民 ( 598-649 CE ) atau kaisar Tang Taizong 唐太

宗. Persamaan ini tabu bagi kaisar.

Pengertian Avalokitesvara Bodhisattva dalam bahasa Sanskerta adalah:

 "Avalokita" (Kwan / Guan / Kwan Si / Guan Shi) yang bermakna Melihat

ke Bawah atau Mendengarkan ke Bawah (“Bawah” disini bermakna ke

dunia, yang merupakan suatu alam (Sanskerta:lokita)).

 Kata "Isvara" (Im / Yin), berarti suara (suara jeritan mahluk atas

penderitaan yang mereka alami).

Kwan Im sebagai seorang Bodhisattva yang melambangkan kewelas-asihan dan

penyayang. Di negara Jepang, Kwan Im Pho Sat terkenal dengan nama Dewi

Kanon. Dalam perwujudannya sebagai pria, Kwan Im disebut Kwan Sie Im Pho

Sat. Dalam Sutra Suddharma Pundarika Sutra (Biauw Hoat Lien Hoa Keng)

disebutkan ada 33 (tiga puluh) penjelmaan Kwan Im Pho Sat. Sedangkan dalam

Maha Karuna Dharani (Tay Pi Ciu / Ta Pei Cou / Ta Pei Shen Cou) ada 84

(delapan puluh empat) perwujudan Kwan Im Pho Sat sebagai simbol dari

Bodhisattva yang mempunyai kekuasaan besar.


Altar utama di Kuil Pho Jee Sie (Pho To San) di persembahkan kepada Kwan

Im Pho Sat dengan perwujudan sebagai “Buddha Wairocana”, dan di sisi kiri

atau kanan berjajar 16 (enam belas) perwujudan lainnya. Perwujudan Kwan Im

di altar utama Kim Tek Ie*), salah satu Klenteng tertua di Indonesia adalah

King Cee Koan Im (Koan Im Membawa Sutra Memberi Pelajaran Buddha

Dharma Kepada Umat Manusia). Disamping itu, terdapat pula wujud Kwan Im

Pho Sat dalam Chien Chiu Kwan Im / Jeng Jiu Kwan Im / Qian Shou Guan Yin.

(Kwan Im Seribu Lengan / Tangan) sebagai perwujudan Kwan Im yang selalu

bersedia mengabulkan permohonan perlindungan yang tulus dari umatnya.

Julukan Kwan Im secara lengkap adalah:

"Tay Cu Tay Pi, Kiu Kho Kiu Lan, Kong Tay Ling Kam, Kwan Im Sie Im Pho

Sat".

Sejarah klasik
Kano Motonobu (白衣観音図), Kannon berjubah putih, Bodhisattva Welas

Asih, abad ke 16 (Jepang). Lukisan tinta, cat dan emas pada sutra yang

tergantung

Patung Kannon di Daienin

Gunung Koya
Ketika agama Buddha memasuki Tiongkok (Masa Dinasti Han), pada mulanya

Avalokitesvara Bodhisattva bersosok pria. Seiring dengan berjalannya waktu.

Menjelang Dinasti Tang, profil Avalokitesvara Bodhisattva berubah dan

ditampilkan dalam sosok wanita. Ada beberapa teori mengenai perubahan ini.

Pertama pengaruh budaya maternalistik Tiongkok purba.

Kedua dipengaruhi oleh figur Wu Zetian 武則天( 624-705 ), kaisar wanita yang

beragama Buddha.

Ketiga tekanan budaya paternalistik sehingga kaum perempuan memerlukan

satu figur dewi perempuan yang bisa melindungi dan mengayomi mereka.

Rakyat jelata Tiongkok atau yang mayoritas memeluk kepercayaan rakyat

(Chinese folk religion) sering menyebut dengan sebutan niang-niang 娘娘 atau

ma 嫲 ( jaman sekarang ini digunakan kata ma 媽[3].

Taoisme kemudian menyebut Guanyin adalah Cihang Dashi 慈航大士 atau

Cihang Zhenren 慈航真人, Salah satu sumber tentang ini adalah Lidai Shenxian

Tongjian 历代神仙通鉴 ( Catatan saksama dewa-dewi dalam sejarah ) atau

yang dikenal dengan nama lain Sanjiao Tongyuanlu 三教同原录 (Catatan tiga

ajaran/agama bersumber yang sama). Buku itu ditulis oleh Xu Dao 徐道 dan

Cheng Yuqi 程毓奇 pada akhir dinasti Ming ( 1368-1644 ) dan awal dinasti

Qing ( 1644-1912 ) .
Dari sini jelas bahwa tokoh Avalokitesvara Bodhisattva berasal dari India dan

figur perempuan Guanyin Pusa adalah figur yang disesuaikan dengan kondisi

masyarakat Tiongkok saat itu. Avalokitesvara Bodhisattva memiliki tempat suci

di gunung Potalaka, Tibet, sedangkan Kwan Im Pho Sat memiliki tempat suci di

Pulau Putuo Shan di Kepulauan Zhou Shan, Cina.

Legenda Kwan Im

Kwan Im Pu Sa bersama dengan Shancai dilukiskan dalam lukisan tradisional

China

Terdapat beberapa legenda lainnya terkait tentang asal usul Dewi Kwan Im.

Dalam kitab Hong Sin Yan Gi / Hong Sin Phang / Fengshenbang 封神榜 atau

disebut juga Fengshen Yanyi 封神演義 ( Roman penganugrahan dewa )[1]

disebutkan bahwa sebelum ia dikenal dengan sebagai Dewi Kwan Im, ia dikenal
dengan nama Chu Hang / Cihang . Ia merupakan salah satu murid 12 murid dari

Yuanshi Tianzun 元始天尊. Buku tersebut ditulis oleh Xu Zhonglin 許仲琳

( 1560-1630 ) pada masa dinasti Ming.

Miao Shan

Kisah Putri Miao Shan sebagai Guanyin menarik minat masyarakat. Xiangshan

Baojuan 香山寶卷[4] (Gulungan Mustika Gunung Harum ) menceritakan

Guanyin Pusa bermanifestasi menjadi Putri Miao Shan 妙善, putri ke tiga dari

Raja Miao Zhuang 妙莊. Cerita Xiangshan Baojuan bermuasal dari vihara

Xiangshan si 香山寺 di Ruzhou 汝州. Vihara itu adalah tempat pemujaan

Guanyin dan bhiksu kepala vihara bernama Huaizou 懷晝 memberikan tulisan

kisah Putri Miao Shan pada pejabat kota Ruzhou, Jiang Ziqi. 蔣之奇 ( 1031-

1104) pada masa dinasti Song utara ( 960-1127 ). Dari situlah legenda Guanyin

sebagi putri Miaoshan meluas dan isinya serupa. Jika melihat isi kisah Putri

Miao Shan, terasa nuansa kepercayaan yang amat kental dan juga unsur

Buddhisme, Taoisme dan Ruisme ( Confuciusme ).

Isi cerita Miao Shan menjadi Kwan Im yang umum adalah sebagai berikut:

Dewi Kwan Im dilahirkan pada masa dinasti Zhou Timur ( 770-256 BCE ) pada

periode "peperangan antar negara" 戰國 ( 403-221 BCE ). Menurut legenda

Puteri Miao Shan, anak dari Raja Miao Zhuang 妙莊 / Biao Cong / Biao Cuang
Penguasa Negeri Xing Lin (Hin Lim), kira-kira pada akhir Dinasti Zhou pada

abad III SM.

Disebutkan bahwa Raja Miao Zhuang sangat mendambakan seorang anak

lelaki, tetapi yang dimilikinya hanyalah tiga orang puteri. Puteri tertua bernama

Miao Shu (Biao Yuan), yang kedua bernama Miao Yin (Biao In) dan yang

bungsu bernama Miao Shan (Biao Shan).

Setelah ketiga puteri tersebut menginjak dewasa, Raja mencarikan jodoh bagi

mereka. Puteri pertama memilih jodoh seorang pejabat sipil, yang kedua

memilih seorang jendral perang sedangkan Puteri Miao Shan tidak berniat untuk

menikah. Ia malah meninggalkan istana dan memilih menjadi Biksuni di

Klenteng Bai Que Si (Tay Hiang Shan).

Kematian dan di alam baka

Berbagai cara diusahakan oleh Raja Miao Zhuang agar puterinya mau kembali

dan menikah, namun Puteri Miao Shan tetap bersiteguh dalam pendirianNya.

Pada suatu ketika, Raja Miao Zhuang habis kesabarannya dan memerintahkan

para prajurit untuk menangkap dan menghukum mati sang puteri.

Setelah kematianNya, arwah Puteri Miao Shan mengelilingi neraka. Karena

melihat penderitaan makhluk-makhluk yang ada di neraka, Puteri Miao Shan

berdoa dengan tulus agar mereka berbahagia. Secara ajaib, doa yang diucapkan
dengan penuh welas asih, tulus dan suci mengubah suasana neraka menjadi

seperti surga.

Penguasa Akherat, Yan Luo Wang, menjadi bingung sekali. Akhirnya arwah

Puteri Miao Shan diperintahkan untuk kembali ke badan kasarNya. Begitu

bangkit dari kematianNya, Buddha Amitabha muncul di hadapan Puteri Miao

Shan dan memberikan Buah Persik Dewa. Akibat makan buah tersebut, sang

Puteri tidak lagi mengalami rasa lapar, ke-tuaan dan kematian. Buddha

Amitabha lalu menganjurkan Puteri Miao Shan agar berlatih kesempurnaan di

gunung Pu Tuo, dan Puteri Miao Shan-pun pergi ke gunung Pu Tuo dengan

diantar seekor harimau jelmaan dari Dewa Bumi.

Menyelamatkan raja

9 (Sembilan) tahun berlalu, suatu ketika Raja Miao Zhuang menderita sakit

parah. Berbagai tabib termasyur dan obat telah dicoba, namun semuanya gagal.

Puteri Miao Shan yang mendengar kabar tersebut, lalu menyamar menjadi

seorang Pendeta tua dan datang menjenguk. Namun terlambat, sang Raja telah

wafat.

Dengan kesaktianNya, Puteri Miao Shan melihat bahwa arwah ayahNya dibawa

ke neraka, dan mengalami siksaan yang hebat. Karena rasa bhaktiNya yang

tinggi, Puteri Miao Shan pergi ke neraka untuk menolong. Pada saat akan

menolong ayahNya untuk melewati gerbang dunia akherat, Puteri Miao Shan
dan ayahNya diserbu setan-setan kelaparan. Agar mereka dapat melewati setan-

setan kelaparan itu, Puteri Miao Shan memotong tangan untuk dijadikan

santapan setan-setan kelaparan.

Setelah hidup kembali, Raja Miao Zhuang menyadari bahwa bhakti ketiga

putrinya sangat luar biasa. Akhirnya sang Raja menjadi sadar dan

mengundurkan diri dari pemerintahan serta bersama-sama dengan keluarganya

pergi ke gunung Xiang Shan untuk bertobat dan mengikuti jalan Buddha.

Rakyat yang mendengar bhakti Puteri Miao Shan hingga rela mengorbankan

tanganNya menjadi sangat terharu. Berbondong-bondong mereka membuat

tangan palsu untuk Puteri Miao Shan.

Buddha O Mi To Hud yang melihat ketulusan rakyat, merangkum semua tangan

palsu tersebut dan mengubahNya menjadi suatu bentuk kesaktian serta

memberikannya kepada Puteri Miao Shan. Lalu Ji Lay Hud memberiNya gelar

Qian Shou Qian Yan Jiu Ku Jiu Nan Wu Shang Shi Guan Shi Yin Phu Sa, yang

artinya Bodhisatva Kwan Im Penolong Kesukaran Yang Bertangan Dan

Bermata Seribu Yang Tiada Bandingnya.

Tangan seribu

Dalam kisah lain disebutkan bahwa pada saat Kwan Im Phu Sa diganggu oleh

ribuan setan, iblis dan siluman, Kwan Im menggunakan kesaktianNya untuk

melawan mereka. Ia berubah wujud menjadi Kwan Im Bertangan dan Bermata


Seribu, dimana masing-masing tangan memegang senjata Dewa yang berbeda

jenis.

Kisah Kwan Im Lengan Seribu ini juga memiliki versi yang berbeda, di

antaranya adalah pada saat Puteri Miao Shan sedang bermeditasi dan

merenungkan penderitaan umat manusia, tiba-tiba kepalanya pecah berkeping-

keping. Buddha O Mi To Hud (Amitabha) yang mengetahui hal itu segera

menolong dan memberikan "Seribu Tangan dan Seribu Mata", sehingga Kwan

Im dapat mengawasi dan memberikan pertolongan lebih banyak kepada

manusia.

Dalam legenda Puteri Miao Shan, disebutkan bahwa kakak-kakak Miao Shan

bertobat dan mencapai kesempurnaan, lalu mereka diangkat sebagai Pho Sat

oleh Giok Hong Siang Te. Puteri Miao Shu diangkat sebagai Bun Cu Pho Sat

(Wen Shu Phu Sa) dan Puteri Miao Yin sebagai Po Hian Pho Sat (Pu Xian Phu

Sa).

Pelantikan
Patung Guan Yin di Klenteng Sanggar Agung, Surabaya.

Disebutkan juga bahwa pada saat pelantikan Puteri Miao Shan menjadi Pho Sat,

Puteri Miao Shan diberi 2 (dua) orang pembantu, yakni Long Ni dan Shan Cai.

Konon, Long Ni diberi gelar Giok Li (Yu Ni) atau "Gadis Kumala" dan Shan

Cai bergelar Kim Tong (Jin Tong) atau "Jejaka Emas" mulanya, Long Ni adalah

cucu dari Raja Naga (Liong Ong), yang diberi tugas untuk menyerahkan

mutiara ajaib kepada Kwan Im, sebagai rasa terima kasih dari Liong Ong karena

telah menolong puterinya. Namun ternyata Long Ni justru ingin menjadi murid

Kwan Im dan mengabdi kepadaNya.

Khusus untuk Shan Cai ada 2 (dua) versi legenda. Versi pertama berdasarkan

legenda Puteri Miao Shan yang menceritakan bahwa Shan Cai adalah pemuda

yatim piatu yang ingin belajar ajaran Buddha. Ia ditemukan oleh To Te Kong

dan diserahkan kepada Kwan Im untuk dididik. Versi lain dalam cerita Se Yu

Ki (Xi You Ji) menyebutkan bahwa Shan Cai adalah putera siluman kerbau Gu

Mo Ong (Niu Mo Wang) dengan Lo Sat Li (Luo Sa Ni). Nama asliNya adalah
Ang Hay Jie (Hong Hai Erl) atau si Anak Merah. Karena kenakalan dan

kesaktian Ang Hay Jie, Sang Kera Sakti Sun Go Kong / Sun Wu Kong meminta

bantuan kepada Kwan Im Pho Sat untuk mengatasiNya.

Akhirnya Ang Hay Jie berhasil ditaklukkan oleh Kwan Im Pho sat dan diangkat

menjadi muridNya dengan panggilan Shan Cai. Dalam hal ini, banyak orang

yang salah mengerti dan menganggap bahwa salah 1 (satu) pengawal Kwan Im

Po Sat adalah Lie Lo Cia (Li Ne Zha), yang penampilanNya memang mirip

dengan Ang Hay Jie. Secara khusus terdapat perbedaan di antara keduaNya, Lie

Lo Cia menggunakan senjata roda api di kakiNya, sedangkan Ang Hay Jie

menggunakan semburan api dari mulutnya. Lie Lo Cia adalah anak dari Lie

King dan Ang Hay Jie adalah anak dari Gu Mo Ong.

Perwujudan Kwan Im

Dalam sejumlah kitab Budhisme Tiongkok klasik, disebutkan ada 33 (tiga puluh

tiga) rupa perwujudan Kwan Im Pho Sat, antara lain:

1. Kwan Im Berdiri Menyeberangi Samudera;

2. Kwan Im Menyebrangi Samudera sambil Berdiri di atas Naga;

3. Kwan Im Duduk Bersila Bertangan Seribu;

4. Kwan Im Berbaju dan Berjubah Putih Bersih sambil Berdiri;

5. Kwan Im Berdiri Membawa Anak;

6. Kwan Im Berdiri di atas Batu Karang/Gelombang Samudera;


7. Kwan Im Duduk Bersila Membawa Botol Suci & Dahan Yang Liu;

8. Kwan Im Duduk Bersila dengan Seekor Burung Kakak Tua.

Selain perwujudan Kwan Im yang beraneka bentuk dan posisi, nama atau

julukan Kwan Im (Avalokitesvara) juga bermacam-macam, ada Sahasrabhuja

Avalokitesvara (Qian Shou Guan Yin), Cundi Avalokitesvara, dan lain-lain.

Walaupun memiliki berbagai macam rupa, pada umumnya Kwan Im

ditampilkan sebagai sosok seorang wanita cantik yang keibuan, dengan wajah

penuh keanggunan .Selain itu, Kwan Im Pho Sat sering juga ditampilkan

berdampingan dengan Bun Cu Pho Sat dan Po Hian Pho Sat, atau ditampilkan

bertiga dengan: Tay Su Ci Pho Sat (Da Shi Zhi Phu Sa) – O Mi To Hud – Kwan

Im Pho Sat.

20 Ajaran Welas Asih Dewi Kwan Im

Jika orang lain membuatmu susah, anggaplah itu tumpukan rejeki.

1. Mulai hari ini belajarlah menyenangkan hati orang lain.

2. Jika kamu merasa pahit dalam hidupmu dengan suatu tujuan, itulah

bahagia.

3. Lari dan berlarilah untuk mengejar hari esok

4. Setiap hari kamu sudah harus merasa puas dengan apa yang kamu miliki

saat ini.
5. Setiapkali ada orang memberimu satu kebaikan, kamu harus

mengembalikannya sepuluh kali lipat.

6. Nilailah kebaikan orang lain kepadamu, tetapi hapuskanlah jasa yang

pernah kamu berikan pada orang lain.

7. Dalam keadaan benar kamu difitnah, dipersalahkan dan dihukum, maka

kamu akan mendapatkan pahala.

8. Dalam keadaan salah kamu dipuji dan dibenarkan, itu merupakan

hukuman.

9. Orang yang benar kita bela tetapi yang salah kita beri nasihat.

10.Jika perbuatan kamu benar, kamu difitnah dan dipersalahkan, tetapi kamu

menerimanya, maka akan datang kepadamu rezeki yang berlimpah-ruah.

11.Jangan selalu melihat / mengecam kesalahan orang lain, tetapi selalu

melihat diri sendiri itulah kebenaran.

12.Orang yang baik diajak bergaul, tetapi yang jahat dikasihani.

13.Kalau wajahmu senyum hatimu senang, pasti kamu akan aku terima.

14.Dua orang saling mengakui kesalahan masing-masing, maka dua orang

itu akan bersahabat sepanjang masa

15.Saling salah menyalahkan, maka akan mengakibatkan putus hubungan.

16.Kalau kamu rela dan tulus menolong orang yang dalam keadaan susah,

maka jangan sampai diketahui bahwa kamu sebagai penolongnya.

17.Jangan membicarakan sedikitpun kejelekan orang lain dibelakangnya,

sebab kamu akan dinilai jelek oleh si pendengar.


18.Kalau kamu mengetahui seseorang berbuat salah, maka tegurlah langsung

dgn kata-kata yang lemah lembut hingga orang itu insaf.

19.Doa mu akan diterima, apabila kamu bisa sabar dan menuruti jalanku.

Nama lain

Kwan Im di Asia Timur, dikenal dengan berbagai nama. Akan tetapi "Kwan

Im" atau "Kwan Tse Im" masih merupakan panggilan sederhana yang diberikan

untuknya. Berikut adalah beberapa panggilan atau sebutan yang diberikan

berdasarkan negara tertentu:

 Jepang; Kannon (観音), kadang-kadang dilafalkan sebagai (Kan'on).

Nama formal yang digunakan adalah (Kanzeon - 観世音 - penulisan

yang sama dengan Kwan Tse Im).

 Korea; Gwan-eum (관음) atau Gwanse-eum (관세음)

 Thailand; Kuan Eim (กวนอิม) atau Prah Mae Kuan Eim (พระแม่กวน

อิม).

 Vietnam; Quán Âm atau Quán Thế Âm.

 Hong Kong (provinsi Guang Dong); Kwun Yum atau Kun Yum,

pelafalan ini berdasarkan bahasa Kanton


Agama Konghucu

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian

Untuk filsuf bernama Kong Hu Cu, lihat Kong Hu Cu (filsuf).

Agama Khonghucu adalah istilah yang muncul sebagai akibat dari keadaan

politik di Indonesia. Agama Khonghucu lazim dikaburkan makna dan

hakikatnya dengan Konfusianisme sebagai filsafat.

Sejarah

Konfusianisme sebagai agama dan filsafat

Konfusianisme muncul dalam bentuk agama di beberapa negara seperti Korea,

Jepang, Taiwan, Hong Kong dan Tiongkok. Dalam bahasa Tionghoa, agama

Khonghucu seringkali disebut sebagai Kongjiao (孔教) atau Rujiao (儒教).


Agama Khonghucu pada zaman Orde Baru

Di zaman Orde Baru, pemerintahan Soeharto melarang segala bentuk aktivitas

berbau kebudayaaan dan tradisi Tionghoa di Indonesia. Ini menyebabkan

banyak pemeluk kepercayaan tradisional Tionghoa menjadi tidak berstatus

sebagai pemeluk salah satu dari 5 agama yang diakui. Untuk menghindari

permasalahan politis (dituduh sebagai atheis dan komunis), pemeluk

kepercayaan tadi kemudian diharuskan untuk memeluk salah satu agama yang

diakui, mayoritas menjadi pemeluk agama Buddha, Islam, Katolik, atau Kristen.

Klenteng yang merupakan tempat ibadah kepercayaan tradisional Tionghoa juga

terpaksa mengubah nama dan menaungkan diri menjadi wihara yang merupakan

tempat ibadah agama Buddha.

Agama Khonghucu pada zaman Orde Reformasi

Seusai Orde Baru, pemeluk kepercayaan tradisional Tionghoa mulai

mendapatkan kembali pengakuan atas identitas mereka sejak masa

kepemimpinan presiden KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) melalui UU No

1/Pn.Ps/1965 yang menyatakan bahwa agama-agama yang banyak pemeluknya

di Indonesia antara lain Islam, Kristen, Katholik, Hindu, Buddha dan

Khonghucu.

Hal-hal yang perlu diketahui dalam agama Khonghucu


 Mengangkat Konfusius sebagai salah satu nabi (先知)

 Menetapkan Litang (Gerbang Kebajikan) sebagai tempat ibadah resmi,

namun dikarenakan tidak banyak akses ke litang, masyarakat umumnya

menganggap klenteng sebagai tempat ibadah umat Khonghucu.

 Menetapkan Sishu Wujing (四書五經) sebagai kitab suci resmi

 Menetapkan tahun baru Imlek, sebagai hari raya keagamaan resmi

 Hari-hari raya keagamaan lainnya; Imlek, Hari lahir Khonghucu (27-8

Imlek), Hari Wafat Khonghucu (18-2-Imlek), Hari Genta Rohani

(Tangce) 22 Desember, Chingming (5 April), Qing Di Gong (8/9-1 Imlek)

dsb.[1]

 Rohaniwan; Jiao Sheng (Penyebar Agama), Wenshi (Guru Agama),

Xueshi (Pendeta), Zhang Lao (Tokoh/Sesepuh).

 Kalender Imlek terbukti dibuat oleh Nabi Khongcu (Konfusius). Nabi

Khongcu mengambil sumbernya dari penangalan dinasti Xia (2200 SM)

yang sudah ditata kembali oleh Nabi Khongcu.[butuh rujukan]

Tahun Zaman Nabi Khongcu Tahun Baru jatuh 22 Desember. 4 February

pergantian musim dingin ke musim semi. Jadi imlek bukan perayaan musim

semi. Perkiraan tanggal 1 imlek, rentang waktunya 15 hari kedepan dan 15 hari

kebelakang dari 4 Pebruary tersebut.Tiap 4 atau 5 tahun sekali ada bulan ke 13,

untuk menggenapi agar perhitungan tersebut tidak berubah.

Ajaran Konfusius
Ajaran Konfusianisme atau Kong Hu Cu (juga: Kong Fu Tze atau Konfusius)

dalam bahasa Tionghoa, istilah aslinya adalah Rujiao (儒教) yang berarti

agama dari orang-orang yang lembut hati, terpelajar dan berbudi luhur.

Khonghucu memang bukanlah pencipta agama ini melainkan dia hanya

menyempurnakan agama yang sudah ada jauh sebelum kelahirannya seperti apa

yang dia sabdakan: "Aku bukanlah pencipta melainkan Aku suka akan ajaran-

ajaran kuno tersebut". Meskipun orang kadang mengira bahwa Khonghucu

adalah merupakan suatu pengajaran filsafat untuk meningkatkan moral dan

menjaga etika manusia. Sebenarnya kalau orang mau memahami secara benar

dan utuh tentang Ru Jiao atau Agama Khonghucu, maka orang akan tahu

bahwa dalam agama Khonghucu (Ru Jiao) juga terdapat Ritual yang harus

dilakukan oleh para penganutnya. Agama Khonghucu juga mengajarkan tentang

bagaimana hubungan antar sesama manusia atau disebut "Ren Dao" dan

bagaimana kita melakukan hubungan dengan Sang Khalik/Pencipta alam

semesta (Tian Dao) yang disebut dengan istilah "Tian" atau "Shang Di".

Ajaran falsafah ini diasaskan oleh Kong Hu Cu yang dilahirkan pada tahun 551

SM Chiang Tsai yang saat itu berusia 17 tahun. Seorang yang bijak sejak masih

kecil dan terkenal dengan penyebaran ilmu-ilmu baru ketika berumur 32 tahun,

Kong Hu Cu banyak menulis buku-buku moral, sejarah, kesusasteraan dan

falsafah yang banyak diikuti oleh penganut ajaran ini. Ia meninggal dunia pada

tahun 479 SM.


Konfusianisme mementingkan akhlak yang mulia dengan menjaga hubungan

antar-manusia di langit dengan manusia di bumi dengan baik. Penganutnya

diajar supaya tetap mengingat nenek moyang seolah-olah roh mereka hadir di

dunia ini. Ajaran ini merupakan susunan falsafah dan etika yang mengajar

bagaimana manusia bertingkah laku.

Konfusius tidak menghalangi orang Tionghoa menyembah keramat dan

penunggu tetapi hanya yang patut disembah, bukan menyembah barang-barang

keramat atau penunggu yang tidak patut disembah, yang dipentingkan dalam

ajarannya adalah bahwa setiap manusia perlu berusaha memperbaiki moral.

Ajaran ini dikembangkan oleh muridnya Mengzi ke seluruh Tiongkok dengan

beberapa perubahan.

Intisari ajaran Khong Hu Cu


Falsafah Dasar

1. Tian

Tian adalah Maha Pencipta alam semesta. Manusia tidak dapat

memahami hakikat sejati Tian sehingga Ia dilambangkan dengan ciri-ciri

berikut[2]:

Yuan: yang selalu hadir.

Heng: yang selalu berhasil.


Li: yang selalu membawa berkah.

Zhen: yang selalu adil, tidak membeda-bedakan.

2. Xing

Xing adalah jati diri manusia, kodrat, yaitu perwujudan firman Tian (Tian

Ming) dalam diri manusia. Xing menghubungkan Tian dengan segala

ciptaannya. Manusia sulit mengenali xingnya karena tertutup oleh emosi,

napsu; maka manusia harus dibimbing dengan pedoman etika. Meskipun

xing setiap manusia berbeda-beda, tetapi memiliki satu persamaan yaitu

Ren (perikemanusiaan).[2]

3. Ren

Ren atau perikemanusiaan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu Zhong

(setia) dan Shu (solidaritas).[2]

Zhong merupakan kependekan dari istilah zhong yi Tian (lit. setia

kepada Tuhan), yaitu berserah diri,lahir dan batin kepada Tuhan.

Shu merupakan kependekan dari istilah shu yi ren (lit. solider kepada

sesama manusia atau "cinta kasih sejati".

Terdapat dua istilah yang menerangkan arti Shu lebih lanjut.[2]

Ji shuo bu yi wu shi yi ren, yaitu "apa yang diri sendiri tiada inginkan,

jangan dilakukan terhadap orang lain". (Lunyu)

Ji yi li er li ren, ji yi da er da ren, yaitu "kalau ingin tegak, buatlah orang


lain juga tegak; jika ingin maju, buatlah orang lain juga maju".

Delapan Pengakuan Iman (Ba Cheng Chen Gui)

Delapan Pengakuan Iman (Ba Cheng Chen Gui) dalam agama Khonghucu:

1. Sepenuh Iman kepada Tuhan Yang Maha Esa (Cheng Xin Huang Tian)

2. Sepenuh Iman menjunjung Kebajikan (Cheng Juen Jie De)

3. Sepenuh Iman Menegakkan Firman Gemilang (Cheng Li Ming Ming)

4. Sepenuh Iman Percaya adanya Nyawa dan Roh (Cheng Zhi Gui Shen)

5. Sepenuh Iman memupuk Cita Berbakti (Cheng Yang Xiao Shi)

6. Sepenuh Iman mengikuti Genta Rohani Nabi Kongzi (Cheng Shun Mu

Duo)

7. Sepenuh Iman memuliakan Kitab Si Shu dan Wu Jing (Cheng Qin Jing

Shu)

8. Sepenuh Iman menempuh Jalan Suci (Cheng Xing Da Dao)

Lima Sifat Mulia (Wu Chang)

Lima Sifat Kekekalan (Wu Chang)[2]:

1. Ren - Cinta Kasih

yaitu sifat mulia pribadi seseorang terhadap moralitas, cinta kasih,

kebajikan, kebenaran, tahu-diri, halus budi pekerti, tanggang rasa,


perikemanusiaan. Ini merupakan sifat manusia yang paling mulia dan

luhur.

2. Yi - Kebenaran/ Keadilan/ Kewajiban

yaitu sifat mulia pribadi seseorang dalam solidaritas serta senantiasa

membela kebenaran. Bila Ren sudah ditegakkan, maka Yi harus

menyertai.

3. Li - Kesusilaan/ Kepantasan

yaitu sifat mulia pribadi seseorang yang bersusila, sopan santun, tata

krama, dan budi pekerti. Semula Li hanya dikaitkan dengan perilaku yang

benar dalam upacara keagamaan, tetapi selanjutnya diperluas hingga ke

adat-istiadat dan tradisi dalam masyarakat.

4. Zhi - Bijaksana

yaitu sifat mulia pribadi seseorang yang arif bijaksana dan penuh

pengertian. Kong Hu Cu merangkaikan munculnya kebijaksanaan

seseorang dengan selalu sabar dalam mengambil tindakan, penuh

persiapan, melihat jauh ke depan, serta memperhitungkan segala

kemungkinan yang akan terjadi.

5. Xin - Dapat dipercaya


yaitu sifat pribadi seseorang yang selalu percaya diri, dapat dipercaya

orang lain, dan senantiasa menepati janji.

Lima Etika (Wu Lun)

Lima hubungan norma etika dalam bermasyarakat merupakan bentuk dasar

interaksi manusia. Dengan menjalani kehidupan yang sesuai dengan asas Wu

Lun, seseorang akan menikmati keselarasan dalam kepribadiannya maupun

dalam hubungannya dengan masyarakat.[2]

 Hubungan antara Pimpinan dan Bawahan

 Hubungan antara Suami dan Isteri

 Hubungan antara Orang tua dan anak

 Hubungan antara Kakak dan Adik

 Hubungan antara Kawan dan Sahabat

Delapan Kebajikan (Ba De)

Delapan Kebajikan (Ba De)[2]:

1. Xiao - Laku Bakti; yaitu berbakti kepada orang tua, leluhur, dan guru.

2. Ti - Rendah Hati; yaitu sikap kasih sayang antar saudara, yang lebih

muda menghormati yang tua dan yang tua membimbing yang muda.

3. Zhong - Setia; yaitu kesetiaan terhadap atasan, teman, kerabat, dan

negara.
4. Xin - Dapat Dipercaya

5. Li - Susila; yaitu sopan santun dan bersusila.

6. Yi - Bijaksana; yaitu berpegang teguh pada kebenaran.

7. Lian - Suci Hati; yaitu sifat hidup yang sederhana, selalu menjaga

kesucian, dan tidak menyeleweng/ menyimpang.

8. Chi - Tahu Malu; yaitu sikap mawas diri dan malu jika melanggar etika

dan budi pekerti.

Kitab suci

Kitab suci agama Khonghucu dibagi menjadi dua kelompok:

 Wu Jing (五 經) (Kitab Suci yang Lima) yang terdiri atas:

1. Kitab Sanjak Suci 詩經 Shi Jing

2. Kitab Dokumen Sejarah 書經 Shu Jing

3. Kitab Wahyu Perubahan 易經 Yi Jing

4. Kitab Suci Kesusilaan 禮經 Li Jing

5. Kitab Chun-qiu 春秋經 Chunqiu Jing

 Si Shu (Kitab Yang Empat) yang terdiri atas:

1. Kitab Ajaran Besar - 大學 Da Xue

2. Kitab Tengah Sempurna - 中庸 Zhong Yong

3. Kitab Sabda Suci - 論語 Lun Yu

4. Kitab Mengzi - 孟子 Meng Zi


Selain itu masih ada satu kitab lagi: Xiao Jing (Kitab Bakti).

Definisi agama menurut agama Khonghucu

Berdasarkan kitab Zhong Yong agama adalah bimbingan hidup karunia

Tian/Tuhan Yang Maha Esa (Tian Shi) agar manusia mampu membina diri

hidup di dalam Dao atau Jalan Suci, yakni "hidup menegakkan Firman Tian

yang mewujud sebagai Watak Sejati, hakikat kemanusiaan". Hidup beragama

berarti hidup beriman kepada Tian dan lurus satya menegakkan firmanNya.

Nabi

Lihat pula: Sheng Ren

Para nabi (儒教聖人) dalam Ru Jiao terbagi dalam beberapa zaman seperti yang

tercantum di bawah ini.

Masa prasejarah (sebelum 2205 SM)

Lihat pula: Tiga Maharaja dan Lima Kaisar

 Nabi Purba Fu Xi (Hanzi:扶羲), hidup sekitar 2952 – 2836 SM.

Dia menerima wahyu He tu (peta sungai) yang tergambar di punggung

seekor hewan gaib Long ma, yang keluar dari dalam Sungai Huang Ho.

Lambang wahyu tersebut kini dikenal sebagai lambang Bagua. Nabi Nu


Wa (Hokkien:Lie Kwa), istri Fuxi, menciptakan Hukum Pernikahan.[2]

 Nabi Purba Shen Nong (Hanzi:神農), hidup sekitar 2838 – 2698 SM.

 Nabi Purba Huang Di (Hanzi:黃帝), hidup sekitar 2698 – 2596 SM.

Istrinya, Nabi Lei Zu adalah penemu sutra yang ditenunnya dari

kepompong ulat sutra, dan bersama Huang Di menciptakan alat tenun,

pakaian Hian Ik (pakaian harian) dan Hong Siang (pakaian upacara).

 Nabi Purba (堯) Yao 2357 – 2255 SM.

Pada zamannya dilakukan penyempurnaan perhitungan kalender dengan

menambah bulan kabisat Imlek, sehingga setiap tanggal 15 selalu jatuh

tepat ketika bulan sedang bulat penuh.

 Nabi Purba (舜) Shun 2255 – 2205 SM.

Zaman Dinasti Xia

 Nabi Purba (大 禹) Da Yu 2205 – 2197 SM.

Sewaktu berada di tepian Sungai Luohe, dalam rangka tugasnya sebagai

pengawas penanggulangan banjir, Yu melihat seekor kura-kura gaib

muncul dari dalam air. Guratan-guratan di punggung kura-kura itu

menyadarkan dirinya akan wahyu ilahi yang kemudian dinamakan Luo

Shu (Kitab Sungai Luohe) yang menjadi cikal bakal houtian bagua. Pada
masa pemerintahannya, versi pertama dari falsafah perubahan yang

disebut Lian Shan Yi (Rangkaian Gunung) dan Hong Fan ditulis.[2]

Zaman Dinasti Shang

 Nabi Purba Shang Tang (Hanzi=商 湯), memerintah tahun 1675 – 1646

SM.

 Nabi Wen Wang (Hanzi=文王).

Menerima wahyu ilahi Dan Shu (Kitab Dan) sehingga ia menemukan

lambang houtian bagua dan mengembangkan lebih jauh falsafah

perubahan.[2]

 Nabi Jiang Ziya.

Zaman Dinasti Zhou Nabi Wu Wang (Hanzi=武王).

Ia merupakan raja pertama Dinasti Zhou. Pada tahun ke-13

pemerintahannya, Wu Wang menerima persembahan kitab Hong Fan dari

Jizi, bekas menteri Dinasti Shang, yang menyatakan bahwa kitab kuno

tersebut merupakan warisan dari zaman Kaisar Yu yang disimpan

olehnya.[2]

 Nabi Zhou Gong (Hanzi=周公).

Putera keempat Wen Wang. Ia melanjutkan karya ayahnya membenahi


falsafah perubahan dengan menambahkan bagian-bagian baru (seperti

komentar Xiang), sehingga versi ketiga ini dikenal sebagai Zhou Yi

(falsafah perubahan Dinasti Zhou). Ia juga meletakkan dasar-dasar tata-

upacara pemujaan dan kesusilaan dalam ajaran Ru.[2]

 Nabi Besar (孔 子) Kong Zi 551 – 479 SM.

Kehidupan awal[sunting | sunting sumber]

Kong Hu Cu adalah putra bungsu Shu Liang He. Ia mempunyai 9 kakak

perempuan dan seorang kakak laki-laki yang cacat kaki bernama Meng-bi.

Ibunya bernama Yan Zheng Zai. Ia lahir pada tanggal 27 September 551 SM di

Negara Lu, Kota Zou Yi, Desa Chang Ping di lembah Kong Song (kini Qu Fu,

Provinsi Shandong). Nama kecilnya adalah Qiu yang berarti bukit alias Zong Ni

artinya Putera kedua dari bukit Ni, dia menikah dengan puteri Negeri Song yang

bermarga Qi Guan. Dari pernikahan ini mendapat seorang putera yang diberi

nama Li yang berarti ikan gurami alias Bo Yu. Diberi nama demikian karena

pada kelahiran puteranya dia telah diantari ikan gurami oleh Raja Muda Negeri

Lu yang panggilannnya Lu Zhao Gong. Selain Li, Kong Hu Cu masih

mempunyai dua orang puteri yang seorang menjadi isteri Gong Ye Chang,

murid dia.

Kronologi tahun[sunting | sunting sumber]


 Usia 3 tahun ayahnya Shu Liang He wafat

 Usia 6 tahun telah menunjukkan sifat-sifat kenabiannya; dalam bermain

senang mengajak dan memimpin kawan-kawannya menirukan orang

melakukan ibadah dan sembahyang.

 Usia 15 tahun dia telah memiliki semangat belajar yang luar biasa.

 Usia 19 tahun menikah dengan seorang gadis dari marga Jian Guan dari

Negeri Song.

 Usia 20 tahun diangkat menjadi Menteri lumbung oleh Keluarga Besar Ji.

 Usia 21 tahun dikaruniai seorang putera yang diberi nama Li alias Bo Yu.Dia

memiliki 1 orang anak perempuan bernama Kong Rao dan seorang anak

laki-laki bernama Kong Li.

 Usia 24 tahun, ibu dia wafat. Ia berkabung selama 3 tahun. Jenazah kedua

orang tuanya dimakamkan di gunung Fang Shan. Setelah selesai masa

berkabung dia sudah banyak menerima murid.

 Usia 29 tahun dia belajar musik kepada Shi Xiang, seorang guru musik

termasyur.

 Usia 30 tahun disertai dua orang muridnya; Nan-Gong Jing-Shu dan Meng

Yi Zi (keduanya putera bangsawan besar keluarga Meng, yakni Meng-xi Zi.

Ia berkunjung ke ibu kota Negeri Zhou, disana dia bertemu dengan penjaga

perpustakaan kerajaan bernama Lao Dan dan guru musik bernama Chang

Hong.
 Usia 35 tahun dia pergi ke negeri Qi karena negeri Lu terjadi kekalutan dan

Raja mudanya Lu Zhao Gong lari ke negeri Qi. Waktu itu negeri Qi

diperintah oleh Raja Muda Qi Jing Gong dengan Perdana Menterinya Yang

Ying atau Yan ping Zhong yang terkenal pandai.

 Usia 36 tahun dia kembali ke negeri Lu dan meneruskan mendidik murid-

muridnya.

 Usia 51 tahun sampai 55 tahun dia aktif dalam pemerintahan yang waktu itu

Raja Mudanya ialah Lu Ding Gong. Ia pernah menjabat sebagai Wali kota

Zhong Dou dan Menteri Pekerjaan Umum. Jabatan yang tertinggi dan

terakhir adalah sebagai Perdana Menteri merangkap Menteri Kehakiman (Da

Si Kou).

 Usia 56 tahun pada hari Dong Zhi meninggalkan negeri Lu dan mulai

pengembaraannya ke berbagai negeri sebagai Tian Zhi Mu Duo (Genta

Rohani Tuhan). Tian (Tuhan Yang Maha Esa) telah mengutusNya sebagai

Nabi Segala Masa, Yang Lengkap, Besar dan Sempurna (Ji Da Cheng). Ia

mengembara lebih kurang 13 tahun.

 Tahun 483 SM Li atau Bo Yu, putera dia meninggal dunia

 Tahun 482 SM Yan Hui, murid yang termaju dan diharapkan menjadi

penerus dia meninggal dunia.

 Tahun 481 SM salah seorang pegawai Keluarga Besar Ji Kang Zi telah

membunuh Qi Lin dalam perburuan Raja Muda Lu Ai Gong.


 Akhir tahun 480 SM Zi Lu atau Zhong Yu (murid dia yang gagah berani

penuh kejujuran) gugur di Negeri Wei karena di sana terjadi pemberontakan.

 Tanggal 18 Erl Yue (bulan dua) Khonghucu wafat.

 Para Raja Muda Lu yang memerintah selama masa hidup Khonghucu ialah:

Lu Xiang Gong, Lu Zhao Gong, Lu Ding Gong dan terakhir Lu Ai Gong.

Peninggalannya[sunting | sunting sumber]

Karya-karya dari Kong dapat dibedakan menjadi dua pengelompokkan, pertama

merupakan hasil suntingan terhadap beberapa karya-karya dari periode-periode

sebelumnya. Kedua, yang berisi tentang ujaran-ujaran Kong kepada murid-

muridnya.

Berikut ini penjelasan dari masing-masing yang termasuk dalam kelompok

pertama, yaitu:

 Shi Jing (Kitab Nyanyian).

Merupakan kumpulan tulisan yang terdiri dari 305 puji-pujian dalam berbagai

bahasan, dan didalamnya terdapat 6 yang mempergunakan musik dan judul

tanpa teks. Kumpulan tulisan ini umumnya berasal dari masa awal dinasti Zhou,

sebelum Kong Zi

 Shu Jing (Buku tentang Sejarah)

Merupakan kumpulan dokumen sejarah yang dimulai dari proklamasi raja


Yao yang agung (2757 – 2258 SM) hingga Bangsawan Mu dari Chi (659

– 621 SM)

 Yi Li (Buku tentang Upacara)

Merupakan buku yang berisi kumpulan upacara-upacara dan peraturan-

peraturan yang harus dipatuhi oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-

hari dimasa feodal.

 YI Jing (Buku tentang Perubahan)

Merupakan kumpulan tulisan yang menerangkan tentang prinsip-prinsip

kosmis dan evolusi sosial yang didasarkan atas ramalan dengan

menggunakan Oktogram.

 Yue Jing (Buku tentang Musik)

Merupakan kumpulan tulisan yang dikumpulkan pada masa sebelum

Dinasti Han, namun pada masa perkembangannya ada beberapa bab yang

hilang, dan lebih dikenal sebagai Li Chi.

 Ch’un Ch’iu (Musim Semi dan Gugur)

Merupakan kritik sejarah tentang politik selama pemerintahan 12

Bangsawan dari negara Lu.

Dan karya-karya yang tergolong dalam kelompok kedua

adalah sebagai berikut:


 Lun Yu (Analek)

Merupakan kumpulan catatan percakapan antara Kung Fu Tze dengan

murid-muridnya.

 Zong Yong (Doktrin tentang Ajaran Jalan Tengah)

Merupakan kumpulan ujaran Kung Fu Tze mengenai jalan tengah (Tao).

Tao merupakan inti pokok dari semua pemikiran Cina. Kitab ini disusun

oleh Tzu Ssu (492 – 431 SM) yang merupakan cucu dari Kung Fu Tze

 Da Xue (Ajaran Agung)

Berisi tentang Ajaran-ajaran Agung Kung Fu Tze. Kitab ini disusun oleh

Tseng Tzu (505-436 SM), dari Tseng Tzu inilah terus berkelanjutan ke

murid lainnya, termasuk Tzu Ssu (492-431 SM) turut andil dalam

menulis ujaran Kung Fu Tze yang juga merupakan guru dari Meng Tzu.

Gelar anumerta[sunting | sunting sumber]

 Oleh Raja Lu Ai Gong diberi sebutan Ni Fu yang

berarti Bapak Yang Mulia Ni.

 Oleh Kaisar dinasti Han: Han Ping Di diberi

gelar Cheng Xuan Ni Gong yang bermakna

Pangeran Ni Yang Sempurna dan Cerah Bathin.


 Pada tahun 492 gelar itu diubah menjadi Wen

Sheng Ni Fu yang bermakna Yang Mulia Bapak

Ni Nabi Yang Menyeluruh Sempurna.

 Oleh Kaisar Shun Zhi, Kaisar pertama Dinasti

Man-Chu pada tahun 1645 gelar itu diubah

menjadi Da Cheng Zhi Sheng, Wen Xuan Xian

Shi Kong Zi yang bermakna Kongzi Guru Purba

Yang Cerah Menyeluruh, Nabi Agung Yang

Besar Sempurna. Tetapi 12 tahun kemudian gelar

itu disingkat menjadi Zhi Sheng Xian Shi Kong

Zi yang bermakna Kongzi Guru Purba Nabi

Agung.

 Gelar untuk Khonghucu/Kongzi yang tersurat di

dalam Kitab Shi Shu (Kitab Yang Empat) antara

lain adalah Tian Zhi Mu Duo yang bermakna

Genta Rohani Tuhan; Zhi Cheng yang bermakna

Yang Sempurna Iman; Zhi Sheng yang bermakna

Nabi Agung dan Ji Da Cheng yang bermakna

Nabi Yang Lengkap Besar dan Sempurna.

 Di dalam Kitab Mengzi 5B:1/5 disuratkan:"Bo

Yi, ialah Nabi Kesucian; Yi Yin ialah Nabi


Kewajiban; Liu Xia Hui ialah Nabi

Keharmonisan; dan Kongzi ialah Nabi Segala

Masa. Maka Nabi Kongzi dinamai yang lengkap,

besar dan sempurna. Yang dimaksud dengan

lengkap, besar dan sempurna ialah seperti suara

musik yang lengkap dengan lonceng dari logam

dan lonceng dari batu kumala (Jin Sheng Yu

Zhen yang menjadi lambang kita Genta

Harmoni). Suara lonceng dari logam sebagai

pembuka lagu yang memadukan keharmonisan

menunjukkan kebijaksanaanNya dan sebagai

penutup lagu menunjukkan paripurnanya karya

kenabianNya.

Kata kebajikan yang dikenang Konghucu/Konfusius:

Intisari Ajaran Khong Hu Cu

Falsafah Dasar

1. Tian

Tian adalah Maha Pencipta alam semesta. Manusia tidak dapat memahami

hakikat sejati Tian sehingga Ia dilambangkan dengan ciri-ciri berikut:


Yuan : yang selalu hadir.

Heng : yang selalu berhasil.

Li : yang selalu membawa berkah.

Zhen : yang selalu adil, tidak membeda-bedakan.

2. Xing

Xing adalah jati diri manusia, kodrat, yaitu perwujudan firman Tian (Tian

Ming) dalam diri manusia. Xing menghubungkan Tian dengan segala

ciptaannya. Manusia sulit mengenali xingnya karena tertutup oleh emosi, napsu;

maka manusia harus dibimbing dengan pedoman etika. Meskipun xing setiap

manusia berbeda-beda, tetapi memiliki satu persamaan yaitu Ren

(perikemanusiaan).

3. Ren

Ren atau perikemanusiaan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu Zhong (setia)

dan Shu (solidaritas). Zhong merupakan kependekan dari istilah zhong yi Tian

(lit. setia kepada Tuhan), yaitu berserah diri ,lahir dan batin kepada Tuhan. Shu

merupakan kependekan dari istilah shu yi ren (lit. solider kepada sesama

manusia atau "cinta kasih sejati".

Terdapat dua istilah yang menerangkan arti Shu lebih lanjut.


1. Ji shuo bu yi wu shi yi ren, yaitu "apa yang diri sendiri tiada inginkan,

jangan dilakukan terhadap orang lain". (Lunyu)

2. Ji yi li er li ren, ji yi da er da ren, yaitu "kalau ingin tegak, buatlah orang

lain juga tegak; jika ingin maju, buatlah orang lain juga maju".

Xuan Tian Shang Di

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian

Xuan Wu
Hu yang diberkati dalam nama Xuan Wu

Xuan Tian Shang Di adalah salah satu dewata Tao yang berlevel tinggi dan

merupakan salah satu dewa yang paling banyak disebut di China. Ia dipuja

sebagai dewa yang sangat perkasa, mampu mengontrol elemen-elemen dan

melakukan sihir yang hebat. Ia sering dipuja oleh praktisi ilmu bela diri dan

merupakan roh pelindung Hebei, Manchuria, dan Mongolia. Semenjak para

penduduk China yang berbahasa Kantonis dan bahasa Minnan (terutama

Hokkien) melarikan diri dari Hebei menuju selatan pada masa Dinasti Song,

Xuan Tian Shang Di juga banyak dipuja di Provinsi Fujian dan Guangdong

(yang akhirnya dibawa oleh para imigran China dari kedua provinsi tersebut ke

negara-negara lain seperti Taiwan, Singapura, Malaysia, dan Indonesia[1]).

Kaisar Yongle dari Dinasti Ming, yang mengkudeta keponakannya sebagai

kaisar, menyatakan bahwa keberhasilannya itu karena pertolongan Xuan Tian

Shang Di. Ia membangun sebuah biara di Pegunungan Wudang, Provinsi Hubei;

disanalah Xuan Tian dinyatakan sebagai salah satu imortal (roh suci).

Nama dan Etimologi

Xuan Tian Shang Di memiliki beberapa nama atau gelar sebagaimana yang

dicantumkan di bawah ini.

1. Xuan Tian Shang Di (Hanzi: 玄天上帝;Hokkien: Hian Thian Siong Te;

Kantonis: Yuen Tin Sheung Tai; lit. Kaisar Tinggi Surga Misterius).

2. Xuan Tian Da Di (Hanzi: 玄天大帝; lit. Kaisar Agung Surga Misterius).

3. Xuan Wu (Hanzi: 玄武; lit. "Ksatria Gelap/ Misterius ") atau Xuan Wu

Di (Hanzi: 玄武帝; lit. "Kaisar Kesatria Gelap/ Misterius ").

4. Shang Di Gong (Hanzi: 上帝公; Hokkien: Siang Te Kong; lit. Kakek

Kaisar dari Shang/ Kakek Kaisar Agung).

5. Di Gong (Hanzi: 帝公; Hokkien: Teh Kong; lit. Kakek Kaisar).

6. Yuan Tian Da Di (Hanzi: 元天大帝).

7. Yuan Wu Di (Hanzi: 元武帝).

8. Bei Ji Da Di (Hanzi: 北極大帝).

9. Beidi (Hanzi: 北帝; Kantonis: Pak Tai ; lit. Kaisar Utara).

10.Kai Tian Da Di (Hanzi: 開天大帝).

11.Zhen Wu Da Di (Hanzi: 真武大帝; Hokkien: Cin Bu Tay Te; lit. Kaisar

Agung Maha Ksatria).


12.Zhen Wu Di (Hanzi: 真武帝); lit. Kaisar Maha Ksatria).

Kultus

Xuan Tian Shang Di digambarkan sebagai seorang kesatria yang mengenakan

jubah kekaisaran (pakaian perang keemasan); tangan kirinya membentuk

"mudra tiga gunung "[2] yang menyerupai mudra Kwan Im, dan tangan kanannya

memegang sebilah pedang yang konon merupakan pedang milik Lü Dong Bin

(salah satu dari Delapan Dewa (Tiongkok)).[3]

Biasanya ia ditampilkan duduk pada sebuah tahta. Kedua kakinya tidak

mengenakan sepatu; kaki kanannya menginjak seekor ular sementara yang kiri

menginjak kura-kura. Wajahnya berwarna merah, berjanggut hitam panjang,

dan matanya membuka lebar terlihat garang.[1][2]

Pada zaman Dinasti Song, secara resmi huruf Xuan diganti Zhen, dan sebutan

Xuan Wu diganti menjadi Zhen Wu Da Di.[1]

Kedudukan

Kedudukan Xuan Tian Shang Di di kalangan Dewa Langit sangat tinggi, berada

setingkat di bawah Yu Huang Da Di. Hian Thian Siang Te mempunyai

kekuasaan di Langit bagian Utara dan menjadi pemimpin tertinggi para Dewa di

kawasan tersebut. Ia merupakan salah satu dari Si Tian Shang Di atau Empat

Maha Raja Langit, yaitu[1]:


1. Qing Tian Shang Di (青天上帝) di Timur.

2. Yan Tian Shang Di (殷天上帝) di Selatan.

3. Bai Tian Shang Di (白天上帝) di Barat.

4. Xuan Tian Shang Di (玄天上帝) di Utara.

Pelindung Tukang Jagal

Setelah Dinasti Ming jatuh dan digantikan Dinasti Qing dari Manzhu,

pemerintah yang baru berusaha menurunkan wibawa Xuan Tian Shang Di yang

merupakan dewa pelindung negara dinasti yang terdahulu. Muncullah versi baru

asal usul Shang Di Gong sebagai tukang jagal yang bertobat (kisah tukang jagal

yang bertobat merupakan salah satu dongeng agama Buddha yang kemudian

dicampuradukkan dengan legenda Xuan Di Gong). Usaha ini mempunyai tujuan

politik, yaitu melenyapkan dan mengikis habis sisa-sisa pengikut Dinasti Ming

secara moral. Tingkat Xuan Wu diturunkan menjadi Malaikat Pelindung

Pejagalan dan pembangunan kuil-kuilnya sangat berkurang; pada masa itu

hanya ada satu kuil untuknya yang dibangun, yaitu Lao Gu Shi Miao di Tainan

(Taiwan Selatan).[1]

Sebenarnya para kaisar Manzhu sangat menghormati Xuan Tian Shang Di. Hal

itu dibuktikan dengan dibangunnya kuil pengormatan khusus untuk Xuan Tian

Shang Di di komplek Kota Terlarang, Istana Kekaisaran di Beijing, yang


dinamakan Qin An Tian. Juga sebuah kuil yang dibangun di Istana

Persinggahan di Chengde.

Pengaruh Buddhisme

Lihat pula: Tridharma

Masuknya agama Buddha di China pada abad pertama Masehi menyebabkan

terjadinya pengadopsian beberapa makhluk suci Taoisme ke dalam panteon

Buddhisme di China; demikian pula sebaliknya. Kisah asal usul Xuan Tian

Shang Di juga mengalami modifikasi pada masa Dinasti Qing yang melibatkan

Bodhisatwa Kwan Im . Ia dikatakan sebagai seorang tukang jagal yang bertobat

kemudian menjadi pengikut Buddha.[1]

Jenderal Wan Gong dan Wan Ma

Zhen Wu Da Di bersama kedua jenderal, serta ular dan kura-kura di bawah

kakinya. Istana Wudang, Yangzhou

Xuan Tian Shang Di terkadang digambarkan bersama dua jenderal yang berdiri

di sampingnya. Mereka adalah Jenderal Wan Gong (萬公) dan Jenderal Wan
Ma (萬媽) (atau Jenderal Zhao dan Jenderal Kang[1]). Sebagian besar kuil yang

didedikasikan untuk Xuan Tian Shang Di juga memiliki altar untuk mereka.

Kedua jenderal tersebut dipuja untuk menangani berbagai masalah, dari

kelahiran bayi, pengobatan, masalah keluarga, hingga konsultasi fengshui.

Pemujaan di Berbagai Negara

China Daratan

Wu Dang Shan atau Pegunungan Wudang adalah gunung suci bagi para

penganut Taoisme. Semenjak masa Dinasti Tang, kuil-kuil mulai didirikan di

sana. Namun pembangunan secara besar-besaran adalah pada masa

pemerintahan Kaisar Yongle, dikarenakan Xuan Tian Shang Di merupakan

dewa pelindung kerajaan pada masa Dinasti Ming. Kuil-kuil yang terkenal

adalah[1]:

 Yu Xu Gong (Hokkien: Giok Hi Kiong) dengan bangunannya yang

bergaya istana Beijing. Berlokasi di Barat Laut puncak utama

Pengunungan Wudang.

 Yu Zhen Gong dibangun pada tahun Yong Le ke-15, terletak di kaki utara

Pegunungan Wudang. Kuil ini memiliki altar untuk Zhang San Feng

(Hokkien: Thio Sam Hong), pendiri perguruan kungfu cabang Wu Dang

(Hokkien: Bu Tong Pai).


 Zi Xiao Gong, kuil komplek paling lengkap, terletak di puncak timur laut,

merupakan pusat dari keseluruhan rangkaian kuil di Wudang. Kuil ini

memiliki arca perunggu Xuan Tian Shang Di karya Guru Ji, seorang

pemahat ulung dari Korea yang terkenal hingga ke mancanegara. Selain

itu juga terdapat patung logam kura-kura yang dililit oleh ular, yang

merupakan lambing dari Pegunungan Wudang.

Hong Kong

Pak Tai Temple di Wan Chai, Hong Kong.

Pak Tai Temple di Cheung Chau, Hong Kong.


Pak Tai merupakan nama Xuan Tian Shang Di menurut dialek Kantonis yang

memiliki arti Kaisar Utara, ulang tahunnya dirayakan pada tanggal 21 April. Di

Hongkong, ia dipuja pada beberapa tempat [4]:

 Kuil Yuk Hui (Kuil Pak Tai), No. 2 Lung On Street, Wan Chai (tergolong

bangunan bersejarah Hongkong tingkat I).

 Kuil Pak Tai, No. 146 Ma Tau Wai Road, Hung Hom (tergolong

bangunan bersejarah Hongkong tingkat III]]).

 Kuil Yuk Hui (Kuil Pak Tai), Pak She Street, Cheung Chau (tergolong

bangunan bersejarah Hongkong tingkat I).

 Kuil Sam Tai Tsz dan Pak Tai, Nos.196 dan 198 Yu Chau Street,Sham

Shui Po (tergolong bangunan bersejarah Hongkong tingkat II).

 Kuil Tam Kung dan Tin Hau, No. 9 Blue Pool Road, Wong Nai Chung

(Lembah Bahagia).

 Kuil Yuen Kwan Yi Tai (Kuil Pak Tai), Yuen Long Kau Hui (tergolong

bangunan bersejarah Hongkong tingkat I).

 Kuil Pak Tai, Stanley Main Street, Stanley.[5]

Daftar festival:

 Sebuah festival diselenggarakan di Pulau Taipa di Makau. Perayaan di

Kuil Pak Tai tersebut juga menampilkan pertunjukan opera.


 Festival tahunan Cheung Chau Bun (Festival Bun) yang diselenggarakan

di Pulau Cheung Chau, Hong Kong, diselenggarakan di depan Kuil Pak

Tai.

Taiwan

Pada masa kekuasaan Zheng Cheng Gong di Taiwan (akhir Dinasti Ming),

banyak kuil Shang Di Gong didirikan dengan tujuan untuk menambah wibawa

pemerintah dan menjadi pusat pemujaan bersama antara masyarakat dengan

tentara. Oleh karena itu, kuil Shang Di Miao tersebar di berbagai tempat di

Taiwan. Di antaranya yang terbesar adalah di Tainan (Taiwan Selatan) yang

dibangun pada masa Belanda berkuasa di Taiwan.[1]

Singapura

Xuan Tian Shang Di merupakan salah satu dewa yang paling banyak dipuja

oleh masyarakat China di Singapura yang menganut agama Taoisme. Hari ulang

tahunnya dirayakan pada tanggal tiga bulan Sembilan penanggalan Imlek.

Dalam perayaan tersebut, terkadang Xuan Tian Shang Di memasuki tubuh

tatung yang ikut memeriahkan jalannya festival.[6] Kuil Wak Hai Cheng Bio di

Philip Street terkenal akan pujaannya kepada Xuan Tian Shang Di.[1]

Malaysia
Kuil-kuil utama yang memuja Xuan Tian Shang Di di Malaysia seringkali juga

memiliki altar untuk Jenderal Wan Gong dan Jenderal Wan Ma. Masyarakat

Pokok Mangga dan Batu Berendam memiliki iman yang mendalam terhadap

kedua jenderal tersebut, dikarenakan banyaknya kontribusi berharga yang

mereka berikan kepada penduduk lokal.

Indonesia

Kelenteng (bio) Hian Thian Siang Tee di Palmerah, Jakarta Barat.

Di Indonesia, hampir setiap klenteng menyediakan altar untuk Xuan Tian Shang

Di. Klenteng paling pertama yang bersembahyang kepadanya adalah klenteng

yang terdapat di Welahan, Jepara, Jawa Tengah. Klenteng yang khusus

dibangun untuknya adalah yang dibangun di Gerajen dan Bugangan, Semarang

Timur, Semarang. Ulang tahunnya dirayakan pada tanggal 25 bulan 2

penanggalan Imlek.[1]

Umat yang memuja Gongzu Chen Fu Zhen Ren, terutama di TITD De Long

Dian Rogojampi, mempercayai bahwa Xuan Tian Shang Di merupakan guru


spiritual dari pujaan mereka. Oleh sebab itu, altar Xuan Tian Shang Di

diletakkan dalam ruangan yang sama, di sisi kanan altar Chen Fu Zhen Ren.

Kisah dan Legenda

Memperoleh gelar Xuan Tian Shang Di

Xuan Tian Shang Di merupakan tubuh penjelmaan dari Guan Shi Thian Cun

dan merupakan bagian dari diri Maha Guru tersebut. Ia menyerap hawa intisari

matahari, masuk ke dalam kandungan wanita Sian Ceng Hujin dari negeri Jing

Le (di utara Hebei) pada masa pemerintahan Kaisar Kuning. Ia dilahirkan

setelah dikandung selama 14 bulan sebagai seorang pangeran dari negeri

tersebut.[7]

Saat berusia 10 tahun, ia sudah dapat memahami semua kitab yang ada pada

masa tersebut. Saat berusia 15 tahun, ia merasakan penderitaan kehidupan

sebagai manusia biasa sehingga memutuskan untuk mengundurkan diri pada

sebuah gunung terpencil untuk memperlajari Tao. Giok Ceng Seng Cow Chi Hi

Guang Kun memberinya petunjuk untuk bertapa di Gunung Tay Ho selama 42

tahun kemudian dipanggil untuk datang ke langit.[7]

Pada masa jatuhnya Dinasti Shang, sesosok Raja Iblis (Kui Sin) menghancurkan

dunia. Dewa Tao Yuen Chi Tin Chuen (元始天尊) menyuruh Kaisar Giok

untuk menunjuk Xuan Wu sebagai komandan atas 12 legiun surga untuk


membinasakannya.[4] Rakyat sudah tidak sanggup memikul penderitaan

sehingga Xuan Wu berangkat dengan terburu-buru; tanpa memakai alas kaki

dan memakai helm dengan cepat sehingga rambutnya terurai berantakan.

Setelah pertempuran yang dahsyat, Kui Sin berubah menjadi kura-kura dan ular

yang sangat besar, Xuan Wu menempatkan keduanya di bawah kakinya sebagai

pijakan. Sekembalinya di langit, Yuen Chi Tin Chuen menganugerahinya gelar

Xuan Tian Shang Di.[7] Pada Kuil Pak Tai di Hongkong, kura-kura dan ular

perunggu di bawah kaki efigi Xuan Wu melambangkan bahwa kebaikan selalu

mengalahkan kejahatan.[4]

Pendirian Dinasti Ming

Penghormatan kepada Xuan Tian Shang Di mulai berkembang pada masa

Dinasti Ming. Dikisahkan pada masa permulaan pergerakan Zhu Yuanzhang, ia

pernah mengalami kekalahan besar sehingga terpaksa bersembunyi di

Pegunungan Wudang, Hubei, dalam sebuah kelenteng Shangdi Miao. Berkat

perlindungan Xuan Tian Shang Di, ia dapat terhindar dari kejaran pasukan

Mongol yang mengadakan operasi penumpasan besar-besaran terhadap sisa-sisa

pasukannya. Berkat berkahnya pula, ia berhasil mengusir penjajah Mongolia

dan menumbangkan Dinasti Yuan. Zhu Yuanzhang mendirikan Dinasti Ming

setelah mengalahkan saingan-saingannya dalam mempersatukan China.[1]


Untuk mengenang jasa-jasa Xuan Tian Shang Di dan berterima kasih atas

perlindungannya, Zhu Yuanzhang mendirikan kuil untuknya di Ibu kota

Nanjing dan Gunung Wudang. Semenjak saat itu, Pegunungan Wudang menjadi

tempat suci umat Taoisme. Kemudian penghormatan Xuan Tian Shang Di

meluas ke seluruh negeri dan hampir di setiap kota besar ada kuil yang

menghormatinya. Ia juga diangkap sebagai dewa pelindung Negara.[1]

Versi Dinasti Qing

Menurut versi Dinasti Qing, Xuan Wu sebenarnya adalah seorang tukang jagal

yang telah menyembelih banyak hewan tanpa belas kasihan. Lama kemudian, ia

merasa bersalah atas dosa-dosanya dan segera bertobat dengan mengundurkan

diri pada sebuah gunung terpencil untuk mempelajari Tao.

Suatu hari ia membantu seorang wanita yang melahirkan. Saat mencuci pakaian

wanita tersebut yang dipenuhi darah pada sebuah sungai, empat huruf "Xuan

Tian Shang Di" muncul di hadapannya. Wanita yang melahirkantersebut

berubah wujud menjadi Dewi Kwan Im. Ia merasa sangat kotor dan segera

menunjukkan pertobatannya dengan membelah perutnya sendiri, mengambil

lambung serta ususnya, kemudian mencucinya di sungai. Air sungai berubah

menjadi hitam dan keruh, tetapi beberapa saat kemudian menjadi jernih. Namun

lambung dan usus tersebut hilang terbawa arus sungai. Kaisar Giok merasa

berwelas asih melihat ketulusan serta tekadnya untuk membersihkan diri dari
dosa-dosa sehingga menganggkatnya menjadi sesosok makhluk abadi yang

bergelar Xuan Tian Shang Ti.

Setelah dia menjadi makhluk suci, lambung serta ususnya yang selama ini

menyerap sari pati tanah berubah menjadi siluman kura-kura dan ular. Mereka

menyerang manusia dan tidak ada yang dapat menghentikan. Akhirnya Xuan

Tian Shang Di kembali ke bumi dan menaklukkan keduanya, kemudian

menggunakan mereka sebagai kendaraannya.

Sumur Tempat Mengasah Jarum

Terdapat sebuah peninggalan yang memiliki kaitan dengan Xuan Tian Shang

Di, yaitu sebuah seumur yang dinamakan Mo Zhen Jing atau sumur tempat

mengasaj jarum. Konon pada saat Xuan Wu sedang bertapa di Gunung Eudang,

hatinya sempat merasa goyah. Ia memutuskan meninggalkan pertapaannya dan

melewati sumur itu. Di sana ada seorang wanita tua yang sedang mengasah

batangan besi. Xuan Wu yang merasa heran bertanya kepada nenek itu, apa

tujuannya mengasah alu besi. Nenek itu tertawa sambil menjawab bahwa ia

sedang membuat jarum untuk menyulam dengan cara mengasah alu besi sedikit

demi sedikit. Xuan Wu tersadarkan oleh ucapan nenek tersebut dan kembali ke

gunung untuk melanjutkan tapanya. Kini di dekat sumur tersebut dibangun

patung seorang nenek tua sedang mengasah alu.

Siluman Ular dan Kura-Kura


Pada suatu ketika dalam masa pertapaan Zhen Wu yang tanpa makan dan

minum, ia merasakan usus dan lambungnya sedang bertengkar. Rasa lapar yang

amat sangatlah yang menyebabkan kedua organ tersebut bertengkar. Zhen Wu

menyadari, jika ia membiarkan hal tersebut, ketentraman batinnya akan

terganggu. Ia kemudian membelah perutnya dan mengeluarkan kedua organ

tersebut lalu melemparkannya ke rerumputan di belakangnya, kemudian

melanjutkan samadhinya. Lambung dan usus yang setiap hari ikut

mendengarkan Zhen Wu membaca ayat-ayat suci Tao akhirnya memiliki

kekuatan gaib dan berubah menjadi kura-kura dan ular. Keduanya menyelinap

turun gunung untuk memangsa ternak serta manusia. Zhen Wu yang telah

menjadi dewa menjadi murka melihat kejadian tersebut. Ia mengendarai awan

dan turun gunung dengan pedang terhunus. Tebasan pedangnya di punggung

kura-kura meninggalkan bekas guratan-guratan (sebagaimana guratan-guratan

di punggung kura-kura hingga sekarang). Ia kemudian mengikat leher ular

dengan tali wasiat sehingga leher ular menjadi lebih kecil dari tubuhnya hingga

saat ini.[1]

Setelah ditaklukkan, kedua siluman itu diberi pangkat Er Jiang atau "Dua

Panglima" dan menjadi landasan singgasana Zhen Wu Da Di. Namun, sang

kura-kura masih belum kehilangan watak silumannya sehingga Zhen Wu

memerintahkan sang ular melilit erat-erat tubuh kura-kura agar segala benda

yang ditelannya dimuntahkan kembali (dan untuk mengungkapkan semua


kejahatan yang pernah dilakukannya). Patung ular melilit kura-kura masih

berada di Kuil Zi Xiao Gong di Pegunungan Wudang dan menjadi lambang

gunung tersebut. Para pengusaha rakit bambu di Taiwan dan Hongkong

bersembahyang kepada Xuan Tian Shang Di supaya ular dan kura-kura di

sungai tidak berani menimbulkan ombak di sungai sehingga mengganggu usaha

mereka. [1]

Pedang Xuan Tian Shang Di

Suatu legenda mengisahkan bahwa Xuan Wu meminjam pedang Lü Dong Bin

untuk menaklukkan sesosok siluman yang sangat kuat. Setelah berhasil

mengalahkan siluman tersebut, ia merasa sayang untuk mengembalikan pedang

yang berkekuatan dahsyat tersebut.[3] Pedang tersebut akan selalu kembali

kepadanya setiap kali dilepaskan; itulah sebabnya dikatakan bahwa Xuan Wu

selalu menggenggam erat pedang tersebut, tidak bisa melepaskannya.

Kultur Populer

Dalam novel klasik Perjalanan ke Barat, Xuánwǔ merupakan seorang raja

langit utara yang memiliki dua jenderal bawahan, yaitu "Jenderal Kura-

Kura " dan "Jenderal Ular ". Ia memiliki sebuah kuil di Pegunungan

Wudang di Hubei, dan juga terdapat Gunung Kura-Kura serta Gunung

Ular yang dipisahkan oleh sebuah sungai di Wuhan, ibu kota Hubei.
 Xuan Wu merupakan karakter utama dalam serial fantasi populer karya

Kylie Chan: The Dark Heavens Trilogy dan the Journey to Wudang

Trilogy.

Fu De Zheng Shen
Loncat ke navigasi Loncat ke pencarian

Fu De Zheng Shen (s=福德正神; pinyin=Fúdé zhèngshén; Hokkien:Hok Tek

Ceng Sin; lit.="dewa bumi atas kemakmuran dan jasa"[1]) adalah salah satu

dewa dalam panteon agama tradisional China yang seringkali dianggap sama

atau merupakan nama resmi dari dewa bumi Tu Di Gong. Pemujaan keduanya

sebenarnya memiliki latar belakang serta lingkup yang berbeda. Selain itu,

karena merupakan salah satu dewa yang tertua usianya, ia juga sering disebut

sebagai Hou Tu.[2]

Dewa ini memiliki wewenang dalam mengatur rejeki pada manusia sehingga
biasa dipuja oleh orang yang mengharapkan rejeki yang lancar dan usaha yang

maju. Oleh sebab itu, klenteng yang diperuntukkan kepadanya seringkali

dibangun dekat dengan pasar.[3]

Daftar isi

Legenda

Zhang Fu De

Sebuah cerita mengatakan bahwa Fu De Zheng Shen sesungguhnya adalah

seseorang yang pernah hidup pada zaman Dinasti Zhou, pada masa

pemerintahan kaisar Zhou Wu Wang, bernama Zhang Fu De (Hokkien=Thio

Hok Tek). Ia lahir pada tahun 1134 SM, pada tahun ke-2 pemerintahan Zhou Wu

Wang, tanggal ke-2 bulan ke-2 Imlek. Sejak kecil, Zhang Fu De sudah

menunjukkan bakat sebagai orang yang pandai dan berhati mulia.[4][5] Saat

berumur 7 tahun, ia telah belajar ilmu sastra Tionghoa kuno, lincah, pintar, taat

perintah orang tua, jujur, senang menolong fakir miskin, dan supel dalam

pergaulan.[6]

Saat berusia 36 tahun, ia memangku jabatan sebagai pejabat perpajak kerajaan.

Dalam mejalankan tugasnya, ia selalu bertindak bijaksana tidak memberatkan

rakyat. Ia selalu menolong yang miskin tanpa pernah absen; rakyat sangat

mencintainya. Ia meninggal pada usia 102 tahun pada tahun 1042 SM, pada
generasi kedua kekaisaran Dinasti Zhou. Setelah tiga hari meninggal, wajahnya

sama sekali tidak berubah sehingga masyarakat yang melayat menjadi terkejut.

Para penduduk tidak pernah melupakan semua perbuatan baik yang telah ia

lakukan.[5][6]

Jabatannya digantikan oleh seseorang yang bernama Wei Chao. Wei Chao

adalah seorang tamak dan rakus serta kejam. Dalam menarik pajak, ia tidak

mengenal kasihan sehingga masyarakat sangat menderita. Akhirnya karena

penderitaan hidup yang tak tertahankan, penduduk banyak yang pergi

meninggalkan kampung halamannya sehingga sawah ladang banyak

terbengkalai. Mereka berharap mendapatkan pemimpin yang bijaksana seperti

Zhang Fu De yang telah meninggal. Sebab itulah mereka kemudian memuja

Zhang Fu De sebagai tempat memohon perlindungan. Dari nama Zhang Fu De

inilah kemudian muncul gelar Fu De Zheng Shen yang dianggap sebagai Dewa

Bumi.[4]

Ada sebuah keluarga miskin yang mengenang kebaikan Zhang Fu De dan

mengharapkan ia kembali untuk memimpin desa mereka. Mereka mengambil

empat buah batu bata untuk membuat sebuah kuil kecil untuknya; tiga bata

untuk tembok dan yang satu untuk atap, memberi tulisan Fu De zheng Shen di

dalamnya, dan meletakkan sebuah tempayan kecil yang pecah untuk tempat

memasang hio. Setiap hari mereka berdoa di sana. Wei Chao yang mengetahui

hal tersebut tertawa dan mengejek mereka, tetapi keluarga tersebut berkata,
"Ada uang, tinggal di gedung besar; tidak punya uang tidak punya rumah,

tinggal di tempayan pecah." Ternyata keluarga tersebut menjadi kaya, penduduk

menjadi mempercayai Zhang Fu De kemudian membangun sebuah kuil

untuknya. Mereka membuat pantun bahwa Zhang Fu De murah hati sehingga

membuat haru Makco, ia menyuruh Ba Xian untuk menjemput Zhang Fu De ke

Surga untuk menjadi Tu Di Gong.[6]

Zhang Ming De

Pada masa Dinasti Zhou, Zhang Ming De merupakan seorang pelayan

sederhana pada sebuah rumah tangga pemilik tanah yang kaya-raya. Tuan

Shang bermaksud menikahkan putri bungsunya dengan kerabat yang jauh, ia

memerintah Zhang Ming De untuk mengawalnya selama perjalanan. Di tengah

perjalanan, tiba-tiba turun badai salju dan gadis tersebut hampir meninggal

karena kedinginan. Zhang Ming De bergegas melepas seluruh pakaiannya untuk

ia tutupkan pada putri tuannya. Meskipun si gadis selamat, Zhang Ming De

sendiri meninggal. Tak lama setelah kematian Zhang, di langit muncul enam

huruf 南天門大仙福德神 (Pintu Langit Selatan Dewa Fu De). Tuan Shang

merasa sangat bersyukur kepada Zhang Ming De karena telah menyelamatkan

hidup putrinya kemudian membangun sebuah kuil untuk menghormatinya.

Sebelum akhir masa Dinasti Zhou, ia dikenal sebagai Hou Tu, tetapi kini lebih

dikenal sebagai "Fu De Zheng Shen".[5]

Kultus
Fu De Zheng Shen digambarkan sebagai seorang pria tua yang tersenyum

ramah, berambut serta berjanggut panjang berwana putih, dan seringkali

digambarkan dalam posisi duduk. Tidak banyak klenteng yang membedakan

antara Fu De Zheng Shen dengan Tu Di Gong. Jika klenteng tersebut

membedakan altar untuk keduanya, altar Fu De Zheng Shen selalu berada di

atas (sejajar dengan ketinggian altar-altar dewa-dewi yang lain), sementara altar

Tu Di Gong berada di bawah (hampir sejajar dengan lantai) dan biasanya

ditempatkan di bawah altar dewa yang lain. Klenteng yang membedakan altar

untuk Fu De Zheng Shen dan Tu Di Gong misalnya adalah TITD De Long Dian

di Rogojampi, Banyuwangi.

Fu De Zheng Shen dan Tu Di Gong

Lihat pula: Tu Di Gong

Kuil Tu Di Gong di pesarean Watu Dodol.

Tu Di Gong adalah para dewa bumi yang menguasai tanah (area) lokal,

misalnya adalah tanah tempat suatu bangunan didirikan. Masing-masing

wilayah memiliki Tu Di Gong yang berbeda, serta masa jabatannya ada

batasnya (tidak untuk selama-lamanya).[4] Mereka adalah kelompok dewa yang


berkedudukan paling rendah dalam Birokrasi Surga dan yang paling dekat

dengan umat manusia. Karena berhubungan dengan tanah (juga termasuk

pemakaman), altar untuk Tu Di Gong selalu diletakkan sejajar dengan lantai

atau tanah. Makam China biasanya selalu memiliki sebuah bangunan kecil di

sampingnya yang digunakan untuk memuja Tu Di Gong.

Berbeda dengan Tu Di Gong, Fu De Zheng Shen hanya satu sosok dewa saja. Ia

merupakan pelindung masyarakat serta dianggap sebagai dewa bumi. Altar

untuk Fu De Zheng Shen selalu diletakkan sejajar dengan altar-altar dewata

yang lain (sejajar kepala atau dada manusia dewasa) dan tidak memiliki koneksi

dengan pemakaman.

Pada masa kuno, hanya para pejabat pemerintah yang diperbolehkan untuk

membangun kuil pemujaan kepada tatanan para dewata. Masyarakat awam tidak

diperbolehkan untuk berdoa di sana. Namun, masyarakat menemukan cara

untuk bersembahyang kepada Tu Di Gong; masyarakat yang kebanyakan

merupakan petani atau penggarap sawah yang miskin itu membuat papan dari

tanah liat kemudian meletakkan di tanah sebagai media untuk berdoa. Itulah

sebabnya altar untuk Tu Di Gong diletakkan di atas tanah, sementara altar untuk

Fu De Zheng Shen diletakkan di atas meja altar.[5]

Fu De Zheng Shen pada Dinasti Shang

Pemujaan kepada Dewa Bumi biasanya dilakukan sehabis panen raya, dimana

para petani bersyukur atas rejeki yang diperoleh dari hasil panen tersebut. Pada
zaman Dinasti Shang (1783–1134 SM), seorang penasihat agung kaisar

bernama Ie In (Ou Hing atau A Hang) memberikan makna pesta panen raya

tersebut dengan istilah Fu De Zheng Shen, yang berarti memperoleh rejeki

(Hok/ Fu) dalam kebajikan (Tek / De) dengan tetap menegakkan (Ceng/ Zheng)

nilai-nilai rohani (Sin / Shen). Makna atau istilah ini kemudian menjadi populer

dan mengakibatkan munculnya tokoh baru yaitu Fu De Zheng Shen sebagai

dewa rejeki, yang seolah-olah berbeda atau lain sama sekali dengan Tu Di

Gong.[7]

Hu Jiang Jun/ Ho Ya Kong

Loncat ke navigasiLoncat ke pencarian

Hu Jiang Jun (Hanzi=虎將君; pinyin=hǔjiàngjūn; Hokkien= Houw Ciang

Kun; lit. "jenderal harimau") merupakan salah satu dewa yang seringkali dipuja

dan memiliki altar hampir di setiap klenteng, baik altar khusus maupun

bergabung dengan altar dewa lainnya. Biasanya altar Dewa Harimau selevel

dengan lantai, yaitu mendampingi Tu Di Gong atau di bawah altar Fu De Zheng


Shen, memiliki satu atau lebih arca, berupa macan loreng atau berwarna putih.

Jika berwarna putih, Hu Jiang Jun biasanya disebut Bai Hu Jiang

Jun (Hokkien=Pek Hou Ciang Kun).[1]

Hu Jiang Jun juga sering disebut Hu Jiang Gong (Hanzi=虎將公), Hu Ye

(Hanzi=虎爺; lit. "Kakek harimau"), atau Di Hu (Hanzi=地虎; lit. "Harimau

bumi"). Karena altarnya biasa diletakkan di bagian bawah, ia juga diberi gelar

Xia Tan Jiang Jun (Hanzi=下壇將軍; Hokkien=Ha Thua Jiong Kun; lit.

"Jenderal altar bawah").[1] Di Kota An Ping yang sering terkena banjir, altar Hu

Jiang Jun diletakkan di atas altar sehingga disebut Tian Hu (天虎, lit. "Harimau

langit").[2]

Dalam budaya Tionghoa dan Taoisme, harimau dipuja atau diasosiasikan

dengan dewa tertentu karena memiliki sifat yang garang sehingga dijadikan

simbol otoritas dan keberanian.[3] Dalam arak-arakan, Dewa Harimau selalu

diarak di depan sebagai pembuka jalan. Biasanya Hu Jiang Jun disembahyangi

oleh anak-anak dengan harapan akan tumbuh gagah dan kuat.[2]

Postur arca[sunting | sunting sumber]

Postur arca Dewa Harimau memiliki makna yang berbeda sebagaimana di

bawah ini.[3]
Nomo
Nama Postur Arti menurut Taoisme
r

Xia Tan
Arca ini diletakkan di bawah altar dewa
Jiang Menghadap
utama sebagai pelindung kuil, kelompok,
01 Jun bawah dengan
atau para pendeta. Mereka membantu
(下山開 mulut terbuka
ritual untuk membantu manusia.
嘴)

Arca ini diletakkan di dekat altar Tu Di

Xia Tan Gong atau di bawah altar Fu De Zheng

Jiang Menghadap Shen. Mereka membantu dewa-dewa

02 Jun bawah dengan bumi dalam menginspeksi area dan

(下山開 mulut tertutup melaporkan kejadian yang tidak lumrah.

嘴) Umat memohon perlindungannya dari

orang yang berbuat jahat.

03 shàng Menghadap Arca ini jarang ditemui dan sebaiknya

shān atas dengan dihindari karena merupakan Dewa

huítóu mulut terbuka Harimau ganas yang dipenuhi kebencian

kāi zuǐ kepala serta bisa menyebabkan hal buruk jika


(上山回 menoleh ke
kondisi spiritual manusia sedang lemah.
頭開嘴) belakang

shàng

shān bì Menghadap
Dewa Harimau bahagia yang mudah
04 zuǐ atas dengan
memberi berkah kepada manusia.
(上山閉 mulut tertutup

嘴)

dūn zuò

dà tóu Dewa Harimau jinak yang mengawasi


Posisi duduk
05 hǔ yé kuil, kelompok, altar, atau rumah. Mereka
seperti kucing
(蹲坐大 mudah memberi berkah kepada manusia.

頭虎爺)

Hubungan dengan dewa lain[sunting | sunting sumber]

Hu Jiang Jun umumnya memiliki hubungan dengan dewa-dewa lain. Pada

umumnya, Hu Jiang Jun ditampilkan mendampingi dewa-dewa tersebut. Berikut

ini adalah Hu Jiang Jun yang berhubungan dengan dewa-dewa tertentu.[3]

Nomo Nama Warna Dewa yang berhubungan/


r menjinakkan

Bai Hu Jiang

Jun
01 Putih Zhang Daoling
Bi Hu Ye (碧虎

爺)

Wu Hu Jiang

Jun
02 Hitam Zhao Gong Ming
Hei Hu Ye (黑虎

爺)

Tu Di Gong

Hu Jiang Jun Kuning Sun Simiao


03
Hu Ye (虎爺) loreng Baosheng Dadi

Xu Xun (許遜)

Tai Shang Lao Jun


Thay Siang Lo Kun atau Tai Shang Lao Jun dikenal juga dengan nama Maha

Dewa Thay Siang, yang diwujudkan dalam diri Li Er alias Li Dan alias Lao Tse

(Lao Zi) atau Lo Kun Ya (Lao Jun Ye), pendiri Taoisme.

Lao Tse atau Lao Zi dilahirkan pada tahun 604 SM, dengan nama Lie Djie (Li

Er). Konon menurut cerita, sejak dilahirkan memang rambut dan alis Lie Djie

sudah putih semua, mirip orang tua. Menurut buku Lao Zi Nei Zhuan (kisah-

kisah Lao Zi), disebutkan bahwa Tai Shang Lao Jin menjelma sebagai Li Er,

alias Bo Yang atau Zhong Er, berasal dari negeri Zhu. Ibunya menjadi hamil

setelah intisari hati matahari yang berupa bintang, masuk ke dalam mulutnya.

Kehamilan itu berlangsung selama 72 tahun, dan barulah Li Er dilahirkan di

bawah pohon Li, dengan melewati ketiak kiri ibunya. Karena pada waktu lahir

ia sudah terlihat tua, maka ia kemudian disebut Lao Tse (Lao Zi - si anak tua).
Disebutkan pula bahwa ia bermuka warna emas, dan darahnya berwarna putih.

Telinganya berlubang tiga, sehingga ia sering juga disebut dengan nama Lao

Dan. Lie Djie tinggal di kota Lo Yang dan setelah dewasa bekerja sebagai

pegawai perpustakaan kerajaan. Ia mengarang kitab Tao Te Cing (Dao De Jing),

yang berisi 5.000 huruf. Suatu hari, saat ia berniat meninggalkan hidup duniawi

dan pergi bertapa. Ia memberikan kitab Tao Te Cing tersebut kepada kawan-

kawannya sebagai kenang-kenangan. Kitab Tao Te Cing ini kelak menjadi salah

satu kitab suci Taoisme. Loa Tse pergi meninggalkan kota dengan mengendarai

seekor kerbau hijau.

Berkat kegigihannya dalam berlatih, Lao Tse akhirnya mencapai kedewaan, dan

terkenal sebagai Thay Siang Lo Kun (Maha Dewa Thay Siang). Ia mendapat

tugas sebagai pengawas pemerintahan kahyangan.

Dalam cerita klasik See Yu Ki (Xi You Ji) atau kisah perjalanan ke barat,

diceritakan bahwa Thay Siang Lo Kun membuat pil dewa. Pil-pil tersebut dicuri

oleh Sun Go Kong dan memporak-porandakan kahyangan.

Sebenarnya tokoh Taoisme selain Thay Siang Lo Kun, juga ada Thio Thian Su

(Zhang Tian Shi) dan Leng Koan Tiang Kun (Ling Guan Tian Jun). Tetapi Lao

Tse yang merupakan perwujudan dari Thay Siang Lo Kun, lebih dikenal oleh

masyarakat umum.
Ajaran Tao sendiri sebenarnya sudah diterapkan sejak jaman Hwang Te (Huang

Di) sekitar tahun 2697 SM – 2597 SM. Dari jaman Hwang Te inilah mulai

diciptakannya huruf-huruf sebagai alat komunikasi. Dipercaya bahwa Hwang

Te juga merupakan salah satu penjelmaan dari Thay Siang Lo Kun.

Arca Thay Siang Lo Kun biasanya ditampilkan sebagai seorang tua sesuai

dengan perwujudannya sebagai Lao Tse, wajahnya berseri-seri, rambut putihnya

digelung ke atas seperti konde, jenggot putihnya panjang, memakai jubah

berwarna putih atau kuning cerah dan satu tangan memegang kipas. Biasanya

didampingi dengan Ji Long Sin (Er Lang Shen) dan Kiu Thian Hian Li (Jiu Tian

Xuan Nü) sebagai pengawalnya. Ada juga yang menampilkannya sebagai

seorang tua yang mengendarai seekor kerbau. Kerbau ini asalnya adalah

siluman yang bernama Gu Mo Ong (Niu Mo Wang) yang berhasil

ditaklukkannya. 

GUAN KONG
Guan Yu dalam novel Kisah Tiga Negara[sunting | sunting sumber]

Pada masa Pemberontakan Sorban Kuning, tepatnya tahun 188, tiga orang

rakyat jelata bertemu di kabupaten Zhuo. Mereka adalah Liu Bei, Guan Yu dan

Zhang Fei, yang memiliki hasrat yang sama untuk berjuang membela negara

dan mengembalikan ketentraman bangsa Tiongkok yang sedang bergejolak. Tak

lama, mereka bertiga bersumpah sehidup semati untuk menjadi saudara di

kebun persik yang terletak di halaman belakang rumah milik Zhang Fei. Liu Bei

sebagai kakak tertua, diikuti dengan Guan Yu dan Zhang Fei.

Guan Yu bertempur bersama Liu Bei dan Zhang Fei dalam

menumpas Pemberontakan Sorban Kuning. Tak lama, semenjak negeri

Tiongkok dikuasai oleh Dong Zhuo, Liu Bei dan kedua saudaranya bergabung

dalam angkatan perang Gongsun Zan. Gongsun sendiri saat itu ikut dalam suatu

koalisi penguasa daerah yang menentang Dong Zhuo. Dong menempatkan Hua

Xiong untuk menjaga celah Sishui. Hua Xiong seakan tidak terkalahkan setelah

membunuh 4 perwira pasukan koalisi, yaitu Bao Zhong, Zu Mao, Yu Shen dan

Pan Feng. Guan Yu yang hanya seorang pemanah berkuda menawarkan diri

untuk mengalahkan Hua Xiong. Saat tak ada pemimpin koalisi yang percaya,

Guan Yu berjanji untuk memberikan kepalanya apabila gagal. Guan Yu kembali

dengan kepala Hua Xiong saat anggur merah–yang dituang Cao Cao sebelum

Guan Yu pergi–masih hangat.


Dikenal sebagai seorang jendral yang tangguh, Guan Yu dibujuk Cao Cao untuk

menjadi pengikutnya saat ketiga bersaudara tercerai berai karena

kejatuhan Xuzhou dan Xiapi. Zhang Liao, seorang jendral Cao Cao dan kawan

lama Guan Yu mencoba membujuk sang jendral untuk menyerah. Guan Yu

bersedia atas dasar 3 kondisi :

 Guan Yu takluk kepada kekaisaran Han, bukan kepada Cao Cao.

 Kedua istri Liu Bei harus dilindungi dan diberi penghidupan yang layak

 Guan Yu akan segera meninggalkan Cao Cao setelah tahu keberadaan Liu

Bei

Dengan kondisi itu, Guan Yu dapat menyerah tanpa melanggar sumpah saudara.

Cao Cao dengan gembira menyanggupinya. Bahkan Guan Yu diberi banyak

hadiah, yang hampir semuanya ia kembalikan ke Cao Cao kecuali kuda merah,

kuda andalan yang sebelumnya dimiliki oleh Lu Bu.

Saat bertempur melawan Yuan Shao di Pertempuran Baimajin, Cao Cao

menugaskan Guan Yu untuk melawan 2 jendral besar Yuan, yaitu Yan

Liang dan Wen Chou. Guan berhasil membinasakan keduanya dan

mengakibatkan hubungan Yuan Shao dan Liu Bei–yang saat itu berlindung pada

Yuan Shao–memburuk. Liu Bei akhirnya memutuskan untuk meninggalkan

Yuan Shao. Pada saat yang bersamaan, Guan Yu yang mengetahui di mana Liu

Bei memutuskan meninggalkan Cao Cao dan melakukan perjalanan untuk


bertemu saudaranya. Cao Cao tak dapat menahannya dan akhirnya membiarkan

Guan Yu pergi.

Dalam perjalanan tersebut, Guan Yu semakin terkenal karena ia berhasil

melewati 5 kota Cao Cao dan membunuh 6 perwira yang menghalanginya.

Diawali dengan mengawal kereta yang membawa kedua isteri Liu Bei melewati

celah Dongling (sekarang: FengFeng, provinsi Henan), Guan dihentikan

oleh Kong Xiu yang menolak memberi izin tanpa surat resmi dari Cao Cao.

Guan Yu tak memiliki pilihan lain selain membunuhnya.

Selanjutnya Guan Yu tiba di luar kota Luoyang. Gubernur kota itu, Han

Fu membawa 1000 prajurit untuk menghalangi Guan Yu. Asisten Han

Fu, Meng Tan maju untuk berduel dengan Guan Yu. Ia mencoba menjebak

Guan Yu, tetapi kuda Guan Yu lebih cepat dan Meng Tan tewas terbelah golok

Guan Yu. Saat itu Han Fu berhasil memanah lengan Guan Yu. Tanpa takut,

Guan Yu mengejar Han Fu dan menebasnya.

Saat melewati celah Sishui (sekarang: Xingyang, provinsi Henan), penjaga

celah tersebut, Bian Xi memimpin 200 anak buahnya untuk menjebak Guan Yu

di sebuah kuil. Salah seorang pendeta memperingati Guan Yu yang berhasil

mengatasi jebakan dan membunuh Bian Xi.

Wang Zhi, gubernur Xingyang mencoba jebakan yang sama. Berpura-pura baik

kepada Guan Yu, ia menempatkan Guan Yu di sebuah tempat peristirahatan.

Malamnya ia menyuruh Hu Ban, anak buahnya, untuk membakar tempat


tersebut. Ternyata ayah Hu Ban (Hu Hua) pernah menitipkan surat pada Guan

Yu, yang disampaikan Guan Yu kepada Hu Ban. Hu Ban lalu membocorkan

rencana Wang Zhi dan membantu Guan Yu melarikan diri. Saat dikejar, Guan

Yu berhasil membunuh Wang Zhi.

Akhirnya rombongan Guan Yu tiba di tepi selatan sungai Kuning. Saat hendak

menyebrang sungai, Qin Qi yang berusaha menghalangi, menemui ajalnya di

ujung golok Guan Yu.

Selama perjalanan tersebut, Guan Yu juga berhadapan dengan Xiahou

Dun yang tetap tidak ingin memberi jalan pada Guan Yu sampai Zhang Liao

menyampaikan padanya pesan Cao Cao untuk mengizinkan Guan Yu pergi.

Saat itu Liu Bei sudah pindah ke Runan. Di akhir perjalanan, Guan Yu bertemu

Zhang Fei yang murka pada Guan Yu karena menduga ia telah berkhianat.

Guan akhirnya bisa membuktikan dengan mengalahkan Cai Yang yang

mengejarnya demi membalaskan dendam atas terbunuhnya Qin Qi,

keponakannya.

Legenda Guan Yu dari segi pandang Buddhisme[sunting | sunting sumber]

Sangharama Bodhisattva adalah gelar atau sebutan lain untuk jendral ini.

Jenderal yang sangat gagah dan setia ini menjadi pengikut Buddha setelah

bertemu dengan seorang bhiksu bernama Pu Jing di gunung Yuquan. Saat itu

arwahnya sedang menuntut balas atas perbuatan para jendral Wu yang

memenggal dirinya. Ia berteriak "kembalikan kepalaku!!" Bhiksu Pu Jing lalu


berkata, "Kepada siapakah Yan Liang, Wen Chou, dan para panglima lain yang

kepalanya kau tebas berteriak?" Guan Yu lalu sadar dan berlindung kepada

Sang Triratna dan Dhamma. Keberadaan Bhiksu Pu Jing sendiri disebutkan

dalam sejarah dan tempat gubuknya berdiri di gunung Yuquan sekarang

menjadi kuil Yuquan.

Biografi sejarah[sunting | sunting sumber]

Patung 3 Bersaudara (Liu Bei, Guan Yu, Zhang Fei)

Guan Yu bernama lengkap Yunchang (bernama asli Changsheng), berasal dari

Hedong dan pernah menjadi buron di distrik Zhuo. Saat Liu Bei mengumpulkan

pasukan di desanya, Guan Yu dan Zhang Fei membantunya untuk melawan para

pemberontak. Liu Bei kemudian diangkat menjadi Gubernur Pingyuan,


sedangkan Guan Yu dan Zhang Fei sebagai walikota. Mereka bertiga tinggal

bersama dalam satu atap bagaikan saudara. Saat Liu Bei membunuh Che Zhou,

gubernur Xuzhou, dia memerintahkan Guan Yu untuk mengatur pemerintahan

kota Xiapi, sedangkan ia mengatur di Xiaopei.

Pada tahun ke-5 JianAn (200 M), Cao Cao menguasai wilayah Liu Bei dan Liu

Bei mencari suaka pada Yuan Shao. Cao Cao berhasil menangkap Guan Yu dan

mengangkatnya menjadi perwira, dengan pangkat Pian Jiangjun (Letnan

Jendral). Yuan Shao mengirim jendralnya Yan Liang untuk menyerang Liu

Yan di Baima, dan Cao Cao membalas dengan mengirimkan Zhang

Liao sebagai panglima pelopor. Guan Yu yang melihat payung kebesaran Yan

Liang langsung memburunya dan membunuh Yan Liang. Ia membawa kepala

Yan Liang sedangkan pasukan Yuan Shao mundur dari pertempuran. Guan Yu

dianugerahi gelar Hanshou Tinghou (Marquis Hanshou).

Awalnya Cao Cao merasa puas dengan Guan Yu tetapi lama kelamaan tahu

bahwa Guan Yu ragu untuk menetap. Akhirnya ia memerintahkan Zhang Liao

untuk menemui dan membujuknya. Jawab Guan Yu, "Saya sangat memahami

penghormatan yang diberikan Cao Cao, namun jendral Liu (Bei) juga telah

memperlakukan saya dengan baik maka saya bersumpah untuk mati

bersamanya dan tak akan mengkhianatinya. Saya tak akan tinggal di sini

selamanya, tetapi saya mau menorehkan jasa besar sebelum pergi untuk

membayar kebaikan Cao Cao." Zhang Liao menjelaskan hal itu kepada Cao Cao
yang terkesan dengan kebaikannya. Melihat Guan Yu membunuh Yan Liang,

Cao Cao mengerti Guan Yu akan segera meninggalkannya, maka ia segera

membanjirinya dengan hadiah. Guan Yu menyegel semua hadiah itu sambil

menyerahkan surat pengunduran diri sebelum pergi menyusul Liu Bei. Cao Cao

mencegah anak buahnya mengejar sambil berkata "Semua punya tuannya

masing-masing, janganlah kita memburunya."

Tak lama Liu Bei bergabung dengan Liu Biao. Saat Liu Biao meninggal, Cao

Cao mengamankan Jingzhou dan Liu Bei harus mengungsi ke selatan. Liu Bei

mengutus Guan Yu membawa beberapa ratus kapal untuk menemuinya

di Jiangling. Cao Cao mengejar sampai ke jembatan Changban sehingga Liu Bei

harus menyeberanginya untuk bertemu Guan Yu dan bersamanya pergi ke

Xiakou. Sun Quan mengirim pasukan untuk membantu Liu Bei bertahan dari

Cao Cao, hingga Cao Cao menarik mundur pasukannya. Liu Bei kemudian

menentramkan wilayah Jiangnan, mengadakan upacara penghormatan korban

perang, mengangkat Guan Yu sebagai gubernur Xiang Yang dan menggelarinya

Dangkou Jiangjun (Jendral yang Menggentarkan Penjahat). Guan Yu

ditempatkan di utara sungai Kuning.

Saat Liu Bei menentramkan Yizhou, dia mengutus Guan Yu untuk menjaga

Jingzhou. Guan Yu mendapat kabar Ma Chao menyerah. Karena ia belum

pernah berkenalan, maka ia mengirim surat pada Zhuge Liang, "Siapa yang

dapat menandingi kemampuan Ma Chao?" Untuk menjaga perasaan Guan Yu,


Zhuge Liang menjawab, "Ma Chao sangat pandai dalam seni literatur dan seni

perang, lebih kuat dan berani dari kebanyakan orang, seorang pahlawan yang

dapat menandingi Qing atau Peng dan dapat menjadi tandingan Zhang Fei yang

hebat, tetapi dia bukan yang dapat menandingi Sang Jendral Berjanggut Indah"

(yaitu Guan Yu). Guan Yu bangga membaca surat itu dan menunjukkannya

pada tamu-tamunya yang hadir.

Patung Guan Yu di Semarang

Guan Yu pernah terkena panah pada lengan kirinya, walaupun lukanya sembuh,

tetapi tulangnya masih terasa sakit terutama pada saat hawa dingin ketika hujan

turun. Seorang tabib bernama Hua Tuo berkata "Ujung panahnya diberi racun,

dan telah menyusup ke dalam tulang. Penyembuhannya dengan cara membedah

lengan dan mengikis tulang yang terinfeksi racun sebelum menjadi parah di

kemudian hari." Guan Yu langsung menyingsingkan lengan baju dan meminta


sang tabib menyembuhkannya. Saat dibedah, Guan Yu makan dan minum

dengan perwiranya walaupun darah terus mengucur dari lengannya. Selama

proses itu berlangsung, Guan Yu menengguk arak, bersenda gurau dan bermain

Weiqi(GO) melawan Ma Liang seperti biasa.

Tahun ke-24 Jian An (219), Liu Bei mengangkat diri menjadi

Raja Hanzhong dan mengangkat Guan Yu menjadi Qian Jiangjun (Jendral

Garis Depan). Pada tahun yang sama, Guan Yu memimpin tentaranya untuk

menyerang Cao Ren di benteng Fan. Cao Cao mengirim Yu Jin untuk

membantu Cao Ren. Saat itu musim dingin dan hujan turun teramat derasnya

sehingga meluapkan air sungai Han. Akhirnya ketujuh pasukan yang dipimpin

Yu Jin seluruhnya hanyut. Yu Jin menyerah pada Guan Yu yang lalu

mengeksekusi Pang De. Perampok daerah Liang yaitu Jia dan Lu direkrut oleh

Guan Yu untuk membantunya dalam pertempuran tersebut. Sejak itu nama

Guan Yu terkenal di seluruh dataran Tiongkok.

Cao Cao lalu mendiskusikan dengan para pembantunya apakah relevan untuk

memindahkan ibukota negara ke Xudu untuk menghindari pertempuran dengan

pasukan Guan Yu yang terkenal kuat. Sima Yi menolak ususlan itu dan

mengusulkan hal lain. Dia memperkirakan bahwa Sun Quan juga tidak akan

membiarkan Guan Yu meraih kemenangan berikutnya, oleh sebab itu Sima

Yi menyusun strategi dan mengirim utusan kepada Sun Quan, memohon agar

pasukannya menyerang pasukan Guan Yu dari belakang dan sebagai imbalan


maka Sun Quan akan mendapatkan Jiangnan—hal ini juga bertujuan agar

pasukan di benteng Fan akan bergabung juga dengan Sun Quan untuk

memperkuat aliansi. Cao Cao akhirnya menerima usulan ini.

Perseteruan antara Guan Yu dan Sun Quan pada awalnya terjadi ketika Sun

Quan mengirimkan utusan ke Guan Yu untuk mengungkapkan keinginannya

mempersunting anak perempuan dari Guan Yu untuk dipersandingkan dengan

anak laki-lakinya. Tetapi Guan Yu menghina utusan tersebut dan menolak

proposal yang diajukan. Sun Quan sangat marah dan merasa terhina dengan

penolakan itu dan menyimpan dendam terhadap Guan Yu. Hal inilah yang

dimanfaatkan oleh Sima Yi untuk memperlemah posisi Guan Yu.

Disamping itu ada juga hal lain yang turut memperlemah posisi Guan Yu dalam

peperangan ini. Mi Fang, Gubernur Nanjun di kota Jiangling dan Jenderal Fu

Shiren, yang bertugas di Gong An, yang menjadi bagian dari pasukan Guan Yu

merasa Guan Yu tidak pernah menganggap mereka. Bahkan sejak terakhir

kalinya Guan Yu mengirimkan pasukan ke medan perang, Mi Fang and Fu

Shiren hanya ditugaskan untuk menjaga suplai persediaan makanan dan senjata

di garis belakang dan tidak terlibat sama sekali dalam setiap peperangan. Isu

tersebut terdengar oleh Guan Yu dan dia memutuskan akan menjatuhkan

hukuman kepada mereka setelah kembali dari medan perang. Mendengar berita

itu, Mi Fang and Fu Shiren sangat ketakutan. Sun Quan menggunakan

kesempatan ini untuk menggoyahkan loyalitas mereka dengan memerintahkan


pasukan mereka untuk menyerah, dan akhirnya hal itu terjadi, sehingga

pasukan Wu bisa menguasai daerah tersebut. Cao Cao lalu mengutus Xu

Huang untuk membantu Cao Ren dalam mempertahankan benteng Fan dari

gempuran pasukan Guan Yu; Guan Yu tidak berhasil dalam misinya untuk

menaklukkan Cao Cao dan akhirnya mundur, akan tetapi pasukan Sun Quan

telah menguasai Jiangling dan menyandera istri-istri dan anak-anak dari

pasukan Guan Yu. Hal ini membuat perpecahan di dalam pasukan Guan Yu.

Akhirnya Sun Quan mengirimkan jenderal-jenderalnya untuk menangkap Guan

Yu dan kemudian menghukum mati Guan Yu beserta anaknya Guan

Ping di Lingju.

Dian Lue: Ketika Guan Yu mengepung kota Fan, Sun Quan mengirim utusan

untuk membantu. Ia memerintahkan utusan itu untuk tidak terburu-buru, tetapi

mengirimkan pegawai sipil berpangkat tinggi kepada Guan Yu. Guan Yu kesal

dengan keterlambatan itu, apalagi saat itu ia sudah menangkap Yu Jin sehingga

ia mencela "Jika kalian gurita kecil berani menyerang kota Fan, tidakkah kau

pikir saya dapat menghancurkan kau?"

Pei Song Zhi: Hamba pikir walaupun Shu dan Dong terlihat akur, tetapi terdapat

kecurigaan berlebihan antara keduanya akan kepentingan satu sama lainnya. Ini

sebabnya mengapa Sun Quan diam-diam menyerang Guan Yu. Menurut Lu

Meng Zhuan (Biografi Lu Meng) : "Pasukan gerilya telah disiapkan dalam

kapal besar dan rakyat jelata yang menyamar sebagai pedagang diperintahkan
untuk mengayuh kapal tersebut." Jika memang ada niat baik untuk membantu

dari pihak Wu, mengapa Sun Quan merahasiakan pasukan itu?

(7)Shu Ji (Buku Shu): Guan Yu dan Xu Huang adalah teman dekat dan saling

berkomunikasi walau terpisah jarak yang jauh. Namun mereka hanya

membicarakan hal-hal sepele yang tidak berhubungan dengan urusan

kemiliteran. Saat bertempur, Xu Huang berteriak "Siapa yang dapat mengambil

kepala Guan Yu akan dihadiahkan seribu keping uang emas!" Guan Yu terkejut

dan bertanya "Kakak, mengapa kau berbicara seperti itu?" Jawab Xu Huang,"Ini

adalah urusan negara."

(8)Shu Ji (Buku Shu): Sun Quan memerintahkan pasukannya untuk menyerang

dan menangkap Guan Yu serta putranya, Guan Ping. Sun Quan ingin keduanya

hidup-hidup sebagai tameng serangan Shu dan Wei. Tetapi anak buahnya

berdalih "Membiarkan sarang serigala sama saja mengasuh bencana di

kemudian hari. Cao Cao telah mengalaminya,sampai harus memindahkan

ibukotanya. Bagaimana mungkin kita membiarkannya hidup?" Maka, Guan Yu

dan putranya dihukum mati.

Pei Song Zhi: Hamba ingin menegaskan Buku Wu, yang mengatakan Sun Quan

mengirimkan jendral Pan Zhang untuk menghambat jalur larinya Guan Yu yang

kemudian dieksekusi mati di tempat. Jarak antara Lin Ju dan Jiangling sekitar

200 sampai 300 mil, sehingga Guan Yu tidak mungkin dibiarkan hidup sampai

Sun Quan dan perwiranya selesai berdebat apakah perlu melepaskannya.


Pernyataan "Sun Quan ingin keduanya hidup-hidup sebagai tameng

serangan Shu dan Wei" adalah tidak benar. Wu Li (Buku Kronologis Negeri

Wi) mengatakan "Sun Quan mengirim kepala Guan Yu ke Cao Cao saat

perwiranya menyiapkan pemakaman yang layak bagi sisa jasadnya."

Guan Yu dianugerahi gelar anumerta Zhuangzhou Hou (Marquis Zhuangzhou).

Putranya, Guan Xing menggantikannya. Guan Xing, bernama lengkap Anguo,

jarang mempertanyakan perintah sehingga amat disukai oleh perdana

menteri Zhuge Liang. Guan Xing diangkat menjadi Shizhong (Ajudan Istana)

dan Zhongjiangjun (Jendral Pasukan Utama/Tengah) saat kesehatannya

menurun. Beberapa tahun kemudian ia wafat dan digantikan putranya, Guan

Tong sebagai Huben Zhonglang Jiang (Jendral yang memiliki Kelincahan

Macan). Guan Tong wafat tanpa memiliki keturunan laki-laki.

(9)Shu Ji (Buku Shu): Saat Guan Yu bertolak ke kota Fan, ia bermimpi seekor

babi hutan menggigit kakinya. Yu Zi Ping berkata "Kau akan hancur pada tahun

ini, dan tidak akan kembali bangkit."

(10)Shu Ji (Buku Shu): Putra Pang De, Pang Hui bertempur di bawah Zhong

Hui dan Deng Ai untuk menghancurkan Shu. Saat merebut Shu, ia

membinasakan seluruh anggota keluarga Guan yang masih hidup.

Guan Yu di era modern[sunting | sunting sumber]


Di game buatan KOEI yaitu Dynasty Warriors, Guan Yu digambarkan sebagai

panglima gagah, tinggi dan berwibawa. senjatanya adalah Guan Dao bernama

"Blue Dragon Spike" atau "Green Dragon Halbred". di serial ke 7, dia

membunuh Hua Xiong dan bergabung dengan Cao Cao pada pertempuran

Guandu. dia mengakhiri hidupnya di "Fan Castle" pada pertempuran

melawan Wu dan Wei.

Guan Yu pada anime Jepang[sunting | sunting sumber]

Anime Jepang yang sangat populer Ikkitousen juga mengungkap kisah ini,

namun dikarenakan bernuansa fanservice, anime ini membuat perubahan secara

zaman dan postur tubuh, serta jenis kelamin dari Guan Yu. Guan Yu dikenal

sebagai Kanu Unchou pada anime seri Ikkitousen ini. Ditemani juga oleh 2

panglima terdekatnya Ryuubi Gentoku (Liu Bei) dan Chouhi Ekitoku (Zhang

Fei).

Walau terkesan aneh, namun menurut cerita anime Ikkitousen, Sousou Motoku

(Cao Cao) pimpinan kerajaan Wei terkesan tertarik dengan Kanu-Unchou.


TA PEI COU
Hai Sobat, kali ini saya akan share manfaat dari membaca Ta Pei Cou / Da Bei

Zhou bagi yang ingin tahu segera simak artikel berikut ya

Sebagian kecil manfaat dari membaca Ta Pei Cou (Maha Karuna Dharani) :

1. Dapat membuat hati kita lebih Damai dan Pikiran lebih jernih & terang.

Contohnya : Bila hati kita sedang gundah/gelisah karena tidak dapat

memecahkan masalah, bacalah Ta Pei Cou dengan penuh Keyakinan &

Ketulusan. Cobalah dan rasakan setelah pembacaan Ta Pei Cou hati kita

menjadi lebih tenang dan kita akan lebih mudah menyelesaikan masalah yang

kita hadapi.

2. Dapat menghilangkan segala Penyakit Batin.

Contohnya : Bila hati kita sering iri hati, serakah, terkena guna-guna, dsb,

bacalah Ta Pei Cou dengan tulus secara terus menerus serta melimpahkannya

kepada semua makhluk, maka perlahan-lahan pikiran-pikiran buruk kita akan

berubah (iri hati menjadi simpati, serakah menjadi gemar beramal), dan kita

dapat terhindar dari guna-guna.


3. Membuat kita Panjang umur.

Contohnya : Bila kita percaya dan penuh keyakinan selalu membaca Ta Pei

Cou, maka jiwa, pikira,n dan hidup kita menjadi lebih tenang sehingga akhirnya

kitapun hidup lebih panjang umur.

4. Wajah kita selalu memancarkan kebahagiaan sehingga rejeki lebih lancar.

Contohnya : Jika rajin membaca Ta Pei Cou maka kebahagiaan akan selalu

menyertai kita dan pancaran wajah kita akan berseri-seri. Misalnya kita punya

toko ataupun mereka yang bekerja. Jika kita membuka toko dengan wajah

berseri-seri, maka pelanggan/pembeli yang kita temui akan menyukai, percaya,

dan merasa nyaman berbelanja di tempat kita sehingga akhirnya rejeki yang

datang pada diri kita menjadi lebih lancar.

5. Dapat mengurangi karma buruk yang kita perbuat di masa lampau.

Contohnya : Di kehidupan lampau kita sering mencuri barang milik orang lain

sehingga mengakibatkan kita hidup miskin & susah. Untuk mengurangi karma

buruk kita tersebut, selain rajin berdana, perbanyaklah membaca Ta Pei Cou

sehingga lambat laun karma buruk kita berkurang dan keberuntungan menyertai

kita.

6. Dapat mengurangi Hambatan.

Contohnya : Sewaktu kecil kita sering menyakiti/membunuh binatang karena

ketidaktahuan sehingga setelah dewasa seringkali banyak hambatan dalam


hidup kita. Jika tekun membaca Ta Pei Cou dengan tulus maka segala hambatan

satu per satu akan sirna/berlalu dari kehidupan kita.

7. Dapat membuka Prajna (Kebijaksanaan) untuk lebih mengerti Dharma.

Contohnya : Bila daya ingat kita kurang atau sulit untuk menghafal suatu

pelajaran maka dengan membaca Ta Pei Cou daya ingatan kita akan menjadi

lebih kuat sehingga tidak akan kesulitan untuk mengingat/menghafal.

8. Dapat menimbulkan Bodhicitta sehingga keyakinan kita terhadap Triratna

akan menjadi lebih kokoh.

Contohnya : Bila kita mengalami banyak masalah dan kehilangan kepercayaan

diri serta lari dari keyakinan kita maka kita akan mudah terbujuk rayuan dan

akhirnya meragukan Dharma. Jika rajin membaca Ta Pei Cou maka masalah

sebesar apapun tidak akan mampu menerobos benteng pertahanan keyakinan

kita.

9. Dapat terhindar dari rasa ketakutan yang berlebihan dan terhindar dari segala

bencana yang akan menimpa.

Contohnya : Jika kita takut akan kegagalan hidup, dengan membaca Ta Pei Cou

kerisauan kita akan suatu masalah yang belum kita hadapi akan hilang. Jika

mengalami suatu musibah/bencana (kebakaran, banjir, dll) maka kita akan

terhindar dari bencana kemalangan tersebut.


10. Setelah meninggal dunia akan dijemput oleh para Buddha dan Bodhisattva

ke surga (Tanah Suci).

Tambahan :

Dengan banyak membaca Ta Pei Cou, di atas kepala kita akan ada Dewa

Pelindung (Kui Jin) yang akan melindungi kita dari segala macam mara bahaya

dan kesulitan hidup. Pembacaan Ta Pei Cou disertai pemercikan air tirta akan

membawa banyak manfaat bagi makhluk yang tidak terlihat, terutama bagi

makhluk yang ganas, dengan air tirta mereka tidak lagi menjadi ganas.

Sejarah dan Keajaiban Koo Ong Kuan Se Im Keng

 Kebajikan ( De 德 )    17.04

Kemanjuran Mantra "KOO ONG KUAN SEE IM


KENG" ini bukan hanya pada zaman dahulu kala saja, tetapi sampai saat ini

masih tetap berlaku. 

Untuk keperluan siapa saja yang dalam keadaan bahaya / jiwanya sedang

terancam, maka dengan membaca mantra "KOO ONG KUAN SEE IM KENG"
ini sebanyak 1000 kali atau lebih, maka pasti akan terhindar dari segala bahaya

tetapi harus percaya, tekun dan sabar.

Mantra ini dalam versi bahasa Hokkien China.

Harap diingat! Walaupun telah membaca mantra ini dengan tekun dan sabar,

kadang-kadang banyak godaan /cobaan seperti misalnya : Tiba-tiba terjadi

keributan di dalam rumah tangga, kehilangan barang, Orang tua atau anak sakit,

dll.

Semua ini tidak membahayakan, tetapi hanya merupakan ujian bagi diri kita

untuk tetap percaya / tidak kepada mantra ini. selain itu ada lagi kegunaan

lainnya, tergantung apa yang ingin kita mohon di dalam Doa, seperti misalnya :

 Menyembuhkan semua macam penyakit.

 Mengharapkan agar cita-cita dapat terkabul.

 Memohon keselamatan, kesehatan baik lahiriah maupun batiniah atas orang

tua, saudara, sanak keluarga, sanak famili dan kerabat sekaliannya.

 Menginginkan kehidupan yang tenteram, aman dan makmur serta

kebahagiaan.

 Menginginkan memperoleh jodoh, anak dll

Wejangan dan Saran 

Bila setelah membaca Doa KOO ONG KUAN SE IM KENG ini anda pasti
terhindar dari segala mara bahaya, asal pada waktu membaca doa ini jangan ada

faktor paksaan, jikalau ada faktor paksaan dari luar atau dari diri sendirir

hasilnay percuma. Jadi harus dengan tulus hati.

Pembacaan Keng / Doa ini sebaiknya tengah malam, selewat pukul 12.00 dan

harus sabar; tidak boleh ketiduran pada waktu membacanya.

Jika anda sabar dan menekuninya niscaya keinginan / maksud; tujuan anda pasti

tercapai, tetapi jangan lupa pasti banyak godaannya. Karena segala sesuatu

permohonan yang baik pasti banyak ganguan / halangan sebagai cobaan.

Semoga Doa Koo Ong Kuan See Im Keng ini dapat berguna bagi umat manusia

yang membutuhkannya.

Dan jangan lupa baca : " OM MANI PADME HUM ". ( 3, 5, 7, 9, atau 21 kali

) yang artinya TERPUJILAH PERMATA DALAM BUNGA PADMA HUM.

Tata Cara Sembahyang kepada Kuan Yin Sewaktu membaca Mantra Ko Ong

Kuan Se Im Keng Berisi penjelasan mengenai cara memulai membaca mantra

tersebut.

PEEK I KUAN IM TAY SU SIN CIU Doa kuan See Im Pho Sat dalam pakaian

warna putih, doa ini dapat dibaca setiap hari minimum sebanyak 3 kali didepan /
dihadapan patung Kuan See Im Pho Sat.

KUAN SE IM KIU KHO CIN KENG Doa ini berguna untuk memusnahkan /

menghilangkan segala ganjalan dalam hati.

KUAN IM HUT CO CIU GIE Doa untuk memanggil MA KUAN IM PHO SAT

(KUAN IM HUT CO) dan khusus hanya dibaca pada hari SEJIT KUAN IM

HUT CO.

Syair / Pantun Pujian Syair / Pantun ini merupakan nyanyian pujian kepada Para

Buddha dan Bodhisattva. 

 Sejarah dan keajaiban mengenai mantra Koo Ong Kuan Se Im Keng.

Sejarah mengenai Koo Ong Kuan Se Im Keng dan bukti keampuhan Keng /

Mantra ini. Dahulu kala di jaman "Tjian Ngo Thay Thong Gui" ada seorang

Koancu bernama Kho Hwan, yang tabiatnya sangat kejam. Suatu ketika seorang

bernama Sun Keng Tek akan dihukum mati karena melanggar hukum negeri.

Walaupun dalam kesusahan, ia selalu membaca dan sujud pada kitab "Kuan Im

Pou Bun Pin Keng".

Suatu malam ia bermimpi telah didatangi seorang Hweesio yang berkata


padanya : Kau tak akan luput dari kematian dengan hanya bersujud pada kitab

itu. lebih baik bacalah "KOO ONG KUAN SE IM KENG" hingga 1000 jurus,

pasti akan membebaskan kamu dari segala bahaya dan hukuman atas dirimu.

Jawab Sun Keng Tek : Bagaimana saya dapat memperoleh kitab tersebut,

sedang saya masih berada dalam penjara?

Kemudian oleh Hwee Sio, Sun Keng Tek diberi pelajaran "KOO ONG KUAN

SE IM KENG" secara lisan dan harus dihafalkan. Ketika terbangun dari

tidurnya ia tak lupa akan pelajaran yang diberikan oleh Hwee Sio dan dengan

sungguh sungguh membaca "KOO ONG KUAN SE IM KENG". Baru saja

membaca 900 jurus, saat hukuman matinya tibalah. Kho Hwan menitahkan

penjaganya membawa Sun Keng Tek ketempat menjalankan hukuman.

Didalam perjalanan Sun Keng Tek sangat gelisah dan bertanya pada penjaga :

"Masih jauhkah jaraknya ketempat hukuman?."

Penjaga itu berkata : "Untuk apa" dan dijawab oleh Sun Keng Tek bahwa dalam

mimpinya ia diajari oleh seorang Hwee Sio untuk membaca hingga 1000 jurus

Doa "KOO ONG KUAN SE IM KENG", karena itulah ia memohon agar

perjalanannya diperlambat supaya dapat menyelesaikan membaca 1000 jurus

dan maksud tersebut diluluskan. setelah sampai ketempat hukuman ia harus

dipotong lehernya dengan golok. Ketika algojo membacok lehernya ternyata

badan Sun Keng Tek kebal. Malah goloknya yang patah tiga.
Ketika Kho Hwan diberitahu ia sangat terkejut dan heran. Dipanggilnya Sun

Keng Tek dan bertanya : "Kau pakai ilmu apa hingga badanmu menjadi kebal?"

Jawab Sun Keng Tek bahwa ia tak punya ilmu apa-apa. hanya sewaktu dalam

penjara ia bersujud dan membaca kitab "KOO ONG KUAN SE IM KENG"

hingga 1000 jurus ajaran seorang Hwee Sio dalam mimpinya, pasti akan

mendapatkan keselamatan dan kebahagiaan. Tapi Kho Hwan masih kurang

percaya. Diperintahkan semua pesakitan yang akan menjalankan hukuman mati

supaya membaca Mantra tersebut 1000 jurus. Pada saatnya tiba hukuman mati,

ternyata semuanya selamat. Disitulah baru Kho Hwan percaya sepenuhnya dan

membujuk semua penduduk untuk membaca dan sujud pada "KOO ONG

KUAN SE IM KENG"

Seorang dari bilangan Hang Ciu bernama Teng Tai berumur 50 tahun tapi belum

mempunyai anak. Suatu ketika ia bertemu dengan seornag Hwee Sio yang

memberikan sebuah kitab suci kepadanya yaitu " KOO ONG KUAN SE IM

KENG" serta berpesan untuk membaca dengan sungguh - sungguh maka segala

niatnya akan terkabul. kemudian Teng Tai pun membaca siang dan malam, serta

menyuruh mencetak buku ini sebanyak 1300 buku kitab suci "KOO ONG

KUAN SEE IM KENG" untuk dibagikan kepada orang lain. Maka belum

setahun kemudian ia telah mendapat seorang putra yang pada umur 16 tahun

telah mendapat kedudukan yang baik.


Seorang dari bilangan An Hwi bernama Pwee Ci To, pekerja kuli dan hidup

melarat sekali, kemudian bertemu Teng Kong yang memberi padanya Kitab

KOO ONG KUAN SE IM KENG. Siang dan malam ia membaca, belum

setengah tahun ia telah menjadi atau menjabat pangkat Hin Hwa Kwan.

Li It Beng dari Siang Hiang Teng Cun sejak kecil sudah ditinggal mati ayahnya.

sedangkan ibunya yang berumur 70 tahun sedang sakit berat tidak sembuh

meskipun telah makan rupa-rupa obat. Suatu hari ia bernaksud memanggil Sin

She di kampung Tong Kee. Dalam perjalanan ia mampir di Bio dengan maksud

ambil Chiam Si. Ketika itu di atas meja Kuan IM Phou sat terletak Kitab Suci

ini. Maka diambilnya kitab tersebut serta berkaul : Kalau penyakit ibuku

sembuh aku akan mencetak kitab ini sebanyak 1300 buku. Malam itu juga

penyakit ibunya berkurang. Li It Beng langsung menyuruh orang mencetak

untuk menyampaikan niatnya. Karena itu belum setengah bulan ibunya telah

sembuh dari penyakit.

Ek Seng dari Kang Lam telah beberapa kali gagal ujian, kemudian menyuruh

mencetak kitab ini 1000 buku maka setahun kemudian maksudnya tercapai.

Seorang saudagar bernama Ong Tian Sek dari Kang Lam, penumpang sebuah

perahu, akan berdagang di Hu Kao. Di tengah perjalanan datang angin topan.

Perhunya hampir tenggelam, semua ornag dalam perahu kebingungan dan

menangis. Untung ada Ong Tian Sek yang memang sudah sering baca sampai
1000 jurus kitab ini, maka ombak menjadi reda.

Li Siao Teng, Hartawan dari Tang San meski telah berumur 70 tahun belum

mempunyai anak, cuma seorang cucu keponakan yang brumur 4 tahun dan

berpenyakitan. Setiap musim dingin sakitnya tambah berat dan segala macam

obat tidak menolong. Kemudian ia mendapat kitab ini, dan dibacanya tak bosan

bosan serta menyuruh membagikan kitab ini pada sesamanya, Belum setengah

tahun cucunya telah sembuh dan ia memperoleh seornag putra da nia mencapai

umur 98 tahun. Ketika anaknya berumur 16 tahun dan cucunya umur 20 tahun,

masing-masing dalam ujian mendapat gelar yang bagus. 

22 desember memperingati hari apa

Hari Ibu di Indonesia dirayakan secara nasional pada tanggal 22 Desember.

Tanggal ini diresmikan oleh Presiden Soekarno di bawah Keputusan Presiden

Republik Indonesia No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959, pada ulang

tahun ke-25 Kongres Perempuan Indonesia 1928. Tanggal tersebut dipilih untuk

merayakan semangat wanita Indonesia dan untuk meningkatkan kesadaran

berbangsa dan bernegara. Kini, arti Hari Ibu telah banyak berubah, dimana hari

tersebut kini diperingati dengan menyatakan rasa cinta terhadap kaum ibu.
Orang-orang saling bertukar hadiah dan menyelenggarakan berbagai acara dan

kompetisi, seperti lomba memasak dan memakai kebaya.[4]

Hari Ibu di Indonesia dirayakan pada ulang tahun hari pembukaan Kongres

Perempuan Indonesia yang pertama, yang digelar dari 22 hingga 25 Desember

1928.[5][6] Kongres ini diselenggarakan di sebuah gedung bernama Dalem

Jayadipuran,[7] yang kini merupakan kantor Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai

Tradisional di Jl. Brigjen Katamso, Yogyakarta. Kongres ini dihadiri sekitar 30

organisasi wanita dari 12 kota di Jawa dan Sumatra. Di Indonesia, organisasi

wanita telah ada sejak 1912, terinspirasi oleh pahlawan-pahlawan wanita

Indonesia pada abad ke-19 seperti Kartini, Martha Christina Tiahahu, Cut Nyak

Meutia, Maria Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan, Rasuna

Said, dan sebagainya.[5] Kongres dimaksudkan untuk meningkatkan hak-hak

perempuan di bidang pendidikan dan pernikahan.[8]

Indonesia juga merayakan Hari Kartini pada 21 April, untuk mengenang aktivis

wanita Raden Ajeng Kartini. Ini merupakan perayaan terhadap emansipasi

perempuan.[6] Peringatan tanggal ini diresmikan pada Kongres Perempuan

Indonesia 1938.[8] Pada saat Presiden Soekarno menetapkan Kartini sebagai

pahlawan nasional emansipasi wanita dan hari lahir Kartini sebagai

memperingati hari emansipasi wanita nasional. Tetapi banyak warga Indonesia

yang memprotes dengan berbagai alasan, di antaranya Kartini hanya berjuang

di Jepara dan Rembang, Kartini lebih pro-Belanda daripada tokoh wanita


seperti Cut Nyak Dien, dll. Karena Soekarno sudah terlanjur menetapkan Hari

Kartini maka Soekarno berpikir bagaimana cara memperingati pahlawan wanita

selain Kartini seperti Martha Christina Tiahahu, Cut Nyak Meutia, Maria

Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Ahmad Dahlan, Rasuna Said, dll.

Akhirnya Soekarno memutuskan membuat Hari Ibu Nasional sebagai hari

mengenang pahlawan wanita alias pahlawan kaum ibu-ibu dan seluruh warga

Indonesia menyetujuinya.[butuh rujukan]

Tanggal 22 Desember di tanah air diperingati sebagai Hari Ibu dan

yang unik juga diperingati di China (dan juga komunitas chinese di negara-

negara lain) untuk menghormati pengorbanan ibu namun dengan nama Hari

Onde-onde. Onde-onde yang dimaksud di sini bukan kue onde-onde,

melainkan ronde yang merupakan salah satu unsur membuat wedang ronde. Di

negeri China perayaan tradisional ini dinamakan dengan “dongzhi” (arti

harfiahnya “tibanya musim dingin”) dan selalu dirayakan setiap tanggal 22

Desember, kecuali pada tahun kabisat, pada tanggal 23 Desember.

Pada tanggal 22 Desember ini komunitas chinese membuat tangyuan (di sini

dinamakan “ronde”) yang berbentuk bola terbuat dari tepung ketan (balls of

glutinuous rice) dan diberi warna merah, hijau dan putih. Masing-masing

anggota keluarga mendapat sebutir tangyuan ukuran besar dan beberapa yang

berukuran kecil untuk dimakan bersama. Namun yang pertama dan yang utama

mendapat persembahan tangyuan (atau ronde) ini adalah sang ibu, sebagai


simbol bakti penghormatan atas kasih ibu yang tak terbatas.

Tersebut adalah legenda seorang ibu yang mempunyai seorang anak laki yang

berprofesi sebagai tabib. Suatu hari sang anak ini berburu ramuan tumbuhan di

hutan dan ternyata keliru mengenali tumbuhan untuk pengobatan. Pada saat dia

mencoba makan tumbuhan ini, sekonyong-konyong matanya menjadi buta.

Cinta sang ibu yang sedemikian besarnya membuatnya mencungkil kedua biji

matanya untuk diberikan kepada anaknya, sehingga buah hatinya dapat melihat

kembali. Dalam kesedihan atas pengorbanan ibunya, si tabib mendapat wahyu

untuk membuat ramuan berbentuk bola yang terbuat tepung ketan. Dan sungguh

merupakan mujizat, setelah makan ramuan ini, atas kuasa dewata mata sang ibu

pulih kembali seperti sedia kala dan dapat melihat kembali.

Inilah simbolisme bakti hari Ibu di masyarakat chinese. Seperti

namanya dongzhi sebenarnya tanggal 22 Desember ini merupakan puncak dari

musim dingin yang dalam bahasa Inggris dinamakan “winter solstice”. Biasanya

pada tanggal ini cuaca dingin mencapai batas maksimal dan untuk

menghangatkan badan maka mereka menyantap wedang jahe ini. Dongzhi ini

juga merupakan perayaan untuk mengingatkan bahwa manusia sudah bertambah

usia satu tahun dan memohon berkat rezeki dan keselamatan. Di beberapa

komunitas, hari onde ini merupakan reuni dari mereka yang mempunyai nama

marga yang sama (dalam bahasa kita disebut zhe) untuk bersama-sama saling
mempersembahkan ronde yang diberi warna yang menyala.

Entahlah apakah suatu kebetulan atau memang ada pertalian budaya, kita dan

China sama-sama merayakan Hari Ibu pada tanggal 22 Desember. Kalau Anda

melihat di pasar banyak dijual ronde pada tanggal 22 Desember kemarin, ini

menyiratkan cara menghormat komunitas chinese pada sosok ibu yang diberi

nama dongzhi.

Anda mungkin juga menyukai