Desa Gunung Agung, namaku bulan aku sebagai mahasiswa ketika suatu
hari aku tiba di lokasi, hari pertama aku datang kesana aku masih belum ada kenal.
Setelah tiba di sana aku pun bingung karena, setelah sampai di sana belum
mendapatkan bagian kamar (asrama) dan pengurus pihak pesantren juga bingung
karena banyak mahasisa yang mengeluh duluan sebelum menjadi santri disana dan
pada akhirnya kami mendapatkan tempat untuk beristirahat.
Kemudian setelah selama 2 hari sebelum menjelang hari bulan puasa, disana
telah di sediakan makanan untuk kebutuhan kami sehari-hari dan ibu-ibu disana
sangat baik yang telah memasak setiap harinya. Ketika malam hari aku mengikuti
aturan yang ada di pondok tersebut dan mengikuti rutinitas untuk melakukan
sholat berjema’ah di masjid pesantern bersama ustadz-ustadzah disana.
Di hari itu dimana kedatangan bulan Ramadhan tiba yang artinya wajib
berpuasa dan aku pun menunaikan puasa bersama mereka. Ketika dini hari aku
pun terbangun dengan niat di mana akan melakukan ibadah puasa dan ikut sahur
bersama mereka di asrama. Sesudah bersahur di teruskan menunaikan sholat
subuh berjamah dan di lanjutakan dengan adanya ceramah oleh ustadz yang selalu
menyemangati parah santri disana.
Pada suatu hari ustadz mengumumkan bahwa ada undangan akbar yang
akan mengadakan acara berbuka bersama parah mahasiswa santri pun di wajibkan
untuk datang dan berkumpul di masjid pondok pesantren, kemudian setelah
waktunya tiba aku pun meledakan rasa dahaga yang sehari full menunggu untuk
berbuka puasa dan makan bersama mereka, seperti biasanya kami pun melakukan
sholat berjamah.
Hal yang menyenangkan disana kami juga di ajari dan di ajak bersholawat
bersama melakukan Hadroh yang membuat parah santri dan santriwati yang
datang kesana menjadi menyenangkan pastinya dan aku yang belum perna
merasakan menjadi santri pun ikut tertarik dengan kegiatan itu, setelah selesai
acara itu parah santri pun telah bergegas untuk pulang ke asrama yaitu pondok
pesantren dan disana aku pun belum pulang masih menunggu mbak Aisyah yang
tdinya pergi bersamaku, seketika ada seseorang yang menyapa ku beliau
menghampiri,
“ Assalamualaikum ”.
Dan aku pun terkejut menoleh ke belakang eh ternyata ada seorang pemuda
santriwan di sana.
aku pun menjawab salamnya“ wa’aalaikumsalam siapa iya? ” dengan pasang muka
yang datar.
Ia pun tersenyum melihatku, “ kenapa kamu belum pulang inikan sudah malam .
“ iya ni dari tadi juga belum datang juga, apa jangan-jangan sudah pulang duluan
ya.”
“ hmm, mumgkin sih tadi aku lihat dia di parkiran kayaknya mau putar balik
pulang tu duluan.
“ iya tadi barusan lepas acara selesai, dan kayakanya dia agak sedikit buruh-buruh
deh.”
Aku sedikit mengeluh dan agak sedikit kesal padahal aku hanya menunggu
ustadzah dari tadi. Gumamku dalam hati.
“ tenang tidak uasah risau, saya kan mau pulang juga dan kita searah.”
“ hmm.., jadi ini maksudnya bisa barengan pulang gitu?”. Jawabku sedikit agak
malu.
“ iya tidak lah ngaur kamu mana gelap lagi” jawabku sedikit jungle.
Dan akupun bingung kenapa tiba-tiba dia mengasihku Al-qur’an. “ hmm ini buat
aku?”
kekika esoknya kami pun melakukan kegiatan seperti biasanya. aku segera
bersiap untuk segera ke masjid pondok untuk belajar mengaji dan hampir lupa Al-
Qur’an tadi malam ini dikasihkan ke siapa bahkan aku pu tidsk tsu siapa nama
pemuda itu, karena dia dari santri pondok lain, setelah merasa bingung aku pun
bertanaya pada temanku dan ku ceritakan ciri-ciri orang dan tidak ada satupun
yang kenal dia, da akupun terdiam kemana kasihkan ini, dan setelaah itu aku pun
membawa Al-Qur’an itu ke masjid pondok , tiba-tiba ada kertas yang jatuh di
dalamnya kertas sehelai itupun berisi pesan.
“Assalamualaikum saya memang tidak tau anma kamu siapa, dan saya tidak
snagaja melihat ada yang begitu senang saat acara malam itu dan dengan senang
hati saya tersenyum maaf sebelumya bukan nya apa-apa tapi entah kenapa saya
ingin sekali berkenalan denganmu dan dengan itu saya sampaikan bersama qur’an
ni saya kasihkan denganmu sebagai tanda kita saling jumpa, sebenarnya Al-Qur’an
ini bukan untuk di kasihkan ke pondok tapi itu untuk mu, semangat belajar
mengajinya ya selam kenal Gus Hanafi”.
Setelah membaca pesan itu aku pun tersenyum salah tingkah, dan berkata di
daam hati kecilku ini “ hmm kalau di pikir si orangnya baik mudah senyum
ganteng lagi hhe”. Asstafirrullah tidak boleh begitu kenapa denganku ini.
Setelah tiba di pagi harinya kami pun terjadwal bagi setiap mahasiswa untuk
bergotong royong di sekeliling pesantren tersebut dan aku dengan teman-teman
mulai bergotong royong bersma-sama. Ketika malam yang sunyi akupun masih
kepikiran bahwa yang aku ceritakan seorang pemuda itu aslinya orangnya, mana
dari santri mana aku pun tidak tau siapa dia sebenarnya dan seketika lamunan itu
tersentak oleh salah satu temanku
“hey tidak boleh melamun disini nanti kamu yang ada kamu kesurupan
nanti”
Ya siapa lagi mbak aisyah itu teman sekampusku yang selalu bikin aku kesal.
“ mana ada aku tidak melamun kok, eh kemana kamu semalam ninggalin aku
juga huu..,”
“ Hehehh.., maaf iya iya lan, ini akunya kebelet buruh-buruh pengen ngerjain
Tugas biasaya agak mepet waktunya hhe.”
“ iya iya maaf wee, ngomong-ngomong semalam kamu pulang sama siapa lan?”
“ woalah yang benar lan, duhh maafi ya ngerasa bersalah banget deh.”
“ ha siapa lan?”
“ Kepoo luu.,” jawabku agak tertawa kecil biasanya temanku ini mau tau saja
tentangku huu,.
Setelah itu aku pun terdiam dan lagi tidak mood bermain dengan dan lebih
memilih sendirian.
Setalah sorenya aku terus belajar mengaji dengan ustadzah suntini yaitu
pembinmbingku yang mengajariku belajar membaca iqra sampai dengan al-qur’an
dan ustadzah pun bilang aku belum agak luamayan membaca al-qu’annya dan
perlu belajar lagi katanay. Dan aku pun sedih karena aku merasa gagal tetapi
uastadzah selalu sabar mengajariku.
Pada suatu malam jumat seperti biasa parah santri menyiapkan untuk melakukan
hadrih d masjid pondok dan seketika ada rombingan santri lain yang ikut datang
juga unutk bergabung bersama kami para santri mahasiswa.Setelah semua santri
berkumpul kami pun melakukan shiolat terawih berjama’ah yang di imami oleh
dan sesudah itu ustadz Habib Abdulrahman akan memulai hadroh dan segera
bersholawat yang di iringi oleh musicnya yang di mainkan oelh santriwan yang
lain.
Dan seketika aku datang di sana serasa terkejut bahwa ada seorang santri yang
kermarin menghampriku yang telah memberiku al-qur’an itu, dan aku benar-benar
tidak menyangka aka kehadirannya di sini dan entah kenapa hatiku merasa gugup
saat melihatnya, dan seketika aku salah tingakah di sana.
Setelah hadroh itu berlanngsung dan selesai ustadz mengumumkan bahwa akan
ada tambahn santriwan yang lain akan bergabung dan mereka di anggap sebagai
guru untuk mengajari kami disana, dan yang membuat akau terkejut salah nama
yang perna aku dengar pun ia ikut mengajar di sana, ya dia siapa lagi “Gus
Hanafi”.dan dengan senang hati ini tersenyum lebar.
Pada hari selanjutnya di mana kami akan melakukan rutinitas kegiatan yang
mana seperti biasnya berpuasa, ibadah sholat 5 waktu berjama’ah dan terawih
bersama dan ketika siang harinya kami pun mulai untuk belajar membaca al-qur’an
di masjid pondok, dan setelah itu akupun tidak menyangka bahwa dia yang akan
datang mengahampiri kelompok kami untuk mengajari kami mengaji secara
bergantian.
Dan seketika kaupun tidak memberanikan diri untuk maju di hadapnnya karena
sangat merasa gugup. Dan teman-temanku yang maju duluan seketika aku yang
meminta untuk terakhir saja.
Ketika teman-teman sudah belajar dan ini sudah menjadi giliranku dengan
merasa sangat guguo dan malu aku memberanikn diri.
“ saudari bulan binti ismail ya?” dengan jahilnya ia tersenyum tertawa kecil
mengenjolakku.
Aku pun menjawb “iya” dengan singkat kenapa dia bisa tau namaku ya, sambil
menunduk dan tatapan ku hanya fokus dengan al-qur’an saja.
Setelah usai mengaji ia menasehatiku “ tidak bolah sedih gitu kita sama-sam
belajar disini dan yakin bahwa semua pasti bisa jika dikehendaki dengan niat
insyaallah pasti bisa, tetap semangat gak boleh nyerah ya”. Dengan sabar karena
akau masih banyak perlu belajar dan menyemangatiku.
Setelah beberapa hari di sana aku mulai terbiasa dengan kedaan susahnya
menjadi santri banyak pelajaran yang begitu membuat jiwaku lelah dan rasanya
ingin menyerah dan begitu aku merenung masih banyak yang peduli dengannku
dan ingin mengajariku dan mulai saat itupun aku mulai menanamkan niat lebih
dalam lagi dan membangun semangat bahwa aku harus bisa dan tidak boleh
banyak mengeluh niatkan karena Allah ta’alah.
“ Hhem Bismillah...
Dan setelah berjalannya aku pun mulai terbiasa dengan keadaan bagaimana
hidup menjadi santri dan hidup di pesantren, mungkin itu saja cerita singkat
pengalaman saya terimakasi.