Anda di halaman 1dari 5

Permataku Yang Hilang

Lukisan dilangit itu begitu menawan. Awan putih berarakan seumpama barisan malaikat sedang
rukuk sepanjang mata memandang. Kereta gajayana berhenti di stasiun kota Malang pukul 09:15
menit .Beberapa meter di hadapannya tampak ratusan penjeput mencari sanak saudaranya. Pandangan
matanya langsung tertuju pada lelaki setengah baya berpeci putih dan memakai baju kokoh putih serta
seorang perempuan setengah baya berwajah teduh berjilbab putih, wajah mereka tidak asing baginya
dan lebih ia percepat langkahnya menghampiri mereka dan ternyata benar beliau berdua adalah Abah
dan Umi yang sudah menunggunya sejak tadi. Dan langsung saja ia berlari menyalimi Abah dan Umi,
beliau begitu pangling melihatnya sudah besar yang sangat beda di waktu ia masih kecil dulu. Umi bilang
padanya “Ya Allah le……le…….dulu sampean sek cilik tak pondokkan. E…..cungkring ……rembes…
gembengan…kok sekarang tambah guanteng” lalu ia menjawab “opo to umi niki ….. ikram isin jadinya”
kemudian mereka semua masuk dalam mobil di tengah perjalanannya mobil ia pun banyak bercerita
pada abah dan umi waktu ia di pondok dan begitu pula sebaliknya setelah sampai rumah ia lihat dipintu
gebang banyak santriwan dan santriwati menyambutnya dengan gembira yang di iringi sholawatan dan
rebana yang di sambut dengan sangat meriah.

Thola’al badru ‘alaina min saniatil wada’

Wajaba syukruu ‘alaina mada’a lilahhida’

Para santriwan langsung mencium tangan Abah berbeda dengan dirinya ia merasa sanggat
sungkan belum pantas rasanya tangannya untuk di cium para santriwaan, ia merasa masih sama seperti
mereka jadi bukan berarti ia sombong tidak mau berjabat tangan dengan mereka melainkan ia malu
jikalau tangannya dicium oleh mereka untuk mencari barokahnya ilmu.

Jarum jam menunjukkan pukul 03:00 malam namun Gus Ikram belum juga bisa memejamkan
matanya yang akhirnya Gus memutuskan untuk keluar mengambil air wudhu’ dan menunaikan shalat
tahajjud. Sedatangnya gus dirumah banyak kegiatannya sekarang, terkadang Gus membadali Abah
mengaji kitab jika Abahnya berhalangan dan berbagai kegiatan pondok yang sangat menyibukkannya,
maklumlah Ia adalah anak satu-satunya Abahnya.

Ba’da maghrib ia mempersiapkan diri untuk mengisi pengajian kitab tafsir karna membadali
abahnya yang berhalangan hadir. Setelah pengajian tafsir selesai ia pun berjalan dan tiba-tiba ada salah
seorang santriwati yang menabraknya, dan tumpukan kitab yang dibawanya itu berserakan dilantai,
dengan segera ia membantunya memunguti kitab itu, dengan tersipu malu perempuan berjilbab maron
itu langsung melontarkan beribu ucapan “Nyuwun sewu…Gus …nyuwun sewu…kulo boten sengaja”
perempuan itu terus menundukkan pandangannya begitu tawadu’nya ia, dengan segera perempuan
ituseraya pergi meninggalkan gus dengan kitab yang dibawanya itu. Ketika Gus mau melangkah pergi ia
melihat selembar kertas yang hampir saja ia injak. Diambilnya kertas itu dan dilihatnya ternyata sebuah
kaligrafi arab bertuliskan Muhammad dan diujung kertas itu ada sebuah nama yang bertuliskan Ahmad.
Begitu indah kaligrafi itu, tapi siapakah gerangan pemiliknya. Apakah gadis itu? Ia simpan saja kertas itu.
Ia bisa berikan pada pemiliknya sewaktu-waktu jika pemiliknya mencarinya.

Waktu maghrib menjelang isya, setelah selesai ngaji badannya Gus terasa sangat lelah karena
seharian penuh ia mengerjakan tugasnya, sungguh sulit rasanya matanya untuk dipejamkan dan ia
menoleh kearah dinding jam menunjukkan pukul 03 :15 dan dengan segera ia langsung bangun untuk
mengambil air wudhu hendak menunaikan shalat tahajjud di masjid. Suasananya sangat dingin angin
malam mulai menyelimutinya semua asrama begitu sunyi tak ada sedikitpun suara, kecuali suara
jangkring itu menemaninya setelah selesai shalat diangkat tangannya seraya berdoa pada Allah, disela-
sela doanya ia mendengar suara orang yang sedang melantunkan ayat suci Al-qur’an yang dibarengi
dengan tangisan yang terisak-isak yang membuat ia begitu penasaran siapakah gerangan …pada waktu
sepertiga malam seperti ini berada dalam masjid lalu ia cari asal muasal itu berada, ternyata suara itu
berasal dari balik satir ini, diintipnya ternyata ia melihat ada seorang perempuan yang memakai
mukenah berwarna putih itu sedang memegang mushafnya yang dibarengi dengan isakan, ia menjadi
penasaran siapakah perempuan itu dan kenapa ia terus menangis…?

Hari demi hari telah berlalu diwaktu yang sama ia melihat sosok perempuan itu lagi yang sedang
melantunkan ayat suci Al-quran tiba tiba ia berhenti dan menangis lagi, subhanaallah ia menjadi malu
dengan dirinya sendiri karna tidak pernah mengaji sampai mengeluarkan air mata terharu atau rasa
kagum atas kemuliaan ayat suci Al-qur’an ini, ia begitu penasaran. Siapakah gadis itu? Baru kali ini ia
mendapati seseorang yang membuat hatinya bergetar. Rasanya ia ingin memiliki gadis itu.

Pagi itu langit begitu cerah. Matahari bertasbih, bumi bertasbih, rerumputan pun bertasbih.
Sudah hampir 2 tahun ini gus dirumah mengurus pesantren abahnya. Seperti biasanya pagi ini ia
dikantor madin ditemani oleh kang barjo, sesepuh pondok. Udah 40-an umurnya tapi belum nikah-
nikah. Awet tenan!!!!hihihi……. Tiba-tiba handphonenya gus berdering, dilihatnya siapa “tumben pagi-
pagi udah ada yang nelpon aja, siapa yaa” dilihatnya ternyata umi yang menelponnya “Assaamualaikum
wonten nopo mi’, kok tumben enjing-enjing nelpon” “Waalaikum salam, sampean iso muleh disek le, iki
enek tamune abahe pengen ketemu karo sampean” “Enggeh mi kulo wasul”. “Sinten gus?”tanya kang
barjo penasaran “Umi kang, aku disuruh pulang dulu katanya ada tamune Abahe yang pengen ketemu
sama aku” “Oooo…cepet temui gus sempet penting” “Oke kang, assalamualaikum” “Wa’alaikumsalam
warohmatullah” Ia segera berjalan kerumah sesampai dirumah ia melihat ada sosok laki-laki yang cukup
tua dengan berpakaian sangat rapi dan terlihat begitu berwibawa ia pun langsung menyalami laki laki
setengah baya itu dan ikut begabung dengan mereka. Abah pun langsung memperkenalkan laki-laki
yang ada dihadapanknya “Ini lo lee pak Haris pengen ketemu sama sampean” Abah langsung
menjelaskan apa maksud pak Haris ini, “Begini loo lee dulu itu abah punya sahabat dekat dan sebelum
sepeninggalannya, Abah pernah melakukan sebuah perjanjian bahwa kalau nanti kita punya anak maka
kita akan menjodohkan mereka supaya persahabatan abah akan tetap terjalin tidak putus, begitu lee…”
ia pun terdiam medengar pitutur abahnya itu, abah memegang pundak Gus dan berkata “Abah paham
kok lee mungkin kamu butuh waktu untuk menjawab masalah ini, memang masalah jodoh itu tidaklah
mudah untuk ditentukan karena sekali seumur hidup, mungkin ada baiknya jika kamu shalat istikhoroh
dulu untuk masalah ini” ditengah-tengah keheningan yang menegangkan ini tiba-tiba saja ada salam
manis dari seorang perempuan yang mengantarkan teh hangat dan langsung ku menoleh dan melihat
sosok perempuan itu ternyata ia adalah gadis yang pernah menabrakku dulu. Ia pun menyuguhkan teh
seraya berkata “Monggo di unjuk tehnya” melihat gadis itu pak Haris terhentak seraya berkata “Lo ini
tadi nduk Aisyah to, wah kebetulan sekali, sini ndok duduk samping pakde” Aisyah juga kaget kok ada
pamannya datang tiba-tiba ya. “Gini lo ndok, maaf sebelumnya pakde gak bilang-bilang kalau mau
dateng, pakde kesini itu mau melaksanakan amanah Abahmu, yaitu menjodohkanmu dengan anaknya
pak Kyai mu ini ndok dan bagaimana kabarmu ndok” “Alhamdulillah baik pakde” “sudah sampai mana
hafalanmu ndok?” “Alhamdulillah pakde sudah selesai tinggal dilancarkan saja” “oh iya saya sampai
lupa, ini pak kyai anak dari pak Ahmad itu” Mendengar nama itu disebut Gus langsung teringat pada
sebuah nama yang tertera pada tulisan kaligrafi yang pernah ia dapat dulu. “Dan Gus ini keponakan saya
Aisyah namanya”. Jadi gadis itu namanya Aisyah. Tak lama kemudian Abah berkata “Bagaimana le
sekarang kamu sudah lihat sendirikan calonmu dan dia itu orang yang baik le, penghapal qur an juga”
“jika menurut Abah baik Ikram manut bah” “Alhamdlillah, kalau nduk Aisyahnya sendiri bagaimana?”
“saya manut aja selama itu hal baik kenapa tidak” mendengar perkataan Aisyah barusan semua merasa
senang. Dan akad nikah akan segera di laksanakan seusai Akhirusanah.

Hari yang begitu mendebarkan pun tiba. Suasana pondok begitu ramai semua orang sibuk
mempersiapkan acara akad anak kiyai itu yang membuat hatinya berdebar-debar karna yang
menikahkannya itu adalah abahnya sendiri, setelah selesai pengijapan seraya orang bersorak
mengucapkan sholawat “shollu’alannabii muhammad” sebagai tanda bahwa Aisyah dan Gus sudah sah
menjadi pasangan suami istri, Gus pun langsung menghampiri aisyah dan memegang kepalanya seraya
berdoa agar bisa menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warohmah dan mencium keningnya. Setelah
itu mereka berdua dituntun untuk mengikuti proses adat jawa yakni Temon Manten dan diiringi tabuhan
musik rebana yang dimainkan oleh santri putra dan menjadi raja dan permaisuri dalam sehari. Kang
Barjo pun datang menghampiri dan menyalami mereka berdua “Beh bejo sekali sampean Gus, bisa
menikahi gadis ini” “Yo pasti to kang, ini semua itu kan sudah dirancang sedemikian rupa sama gusti
Allah” “Jos-jos lah poko’e” “Lo kang kita mah sudah, akang kapan”sambung Aisyah “do’ain aja neng
moga cepet” “amin” mereka pun tertawa bersama.

Pukul 03:15 Gus baru saja terbangun dari tidurnya dan ia melihat Aisyah tiada disampingnya Gus
pun langsung bangun dan mencarinya, ternyata Aisyah sedang memuroja’ah al-qur’an disertai tangisan
yang terisak-isak yang membuat Gus penasaran, mengapa Aisyah menangis? Gus pun menghampirinya
dan bertanya kepadanya “Ada apa engkau wahai istriku, mengapa kau menangis sampai terisak-isak
begitu” “Tidak gus, tidak papa” “Berterus teranglah saja, aku ini suamimu aku berhak tau apa yang
terjadi padamu” “Aku hanya rindu kedua orang tuaku” “Tetapi mengapa sampai membuatmu terisak
seperti itu” “Kalau aku rindu abahku aku teringat satu pesan dan impian Abah yang belum tercapai,
sewaku Abah masih hidup. “Apa itu?” “bisa pergi ke mekkah dan berziarah ke makam Nabi, dan ada satu
lagi amanah Abah tetapi aku sedih karna tidak bisa menjaganya” “Apa itu Aisyah?” “Sebenarnya ia hanya
sebuah kertas berisi kaligrafi bertuliskan Muhammad yang hilang beberapa bulan yang lalu, aku sungguh
lupa dimana aku taruh kertas itu” mendengar perkataan Aisyah barusan Gus teringat sebuah kertas ia
pernah ia temukan “Tunggu sebentar Aisyah aku punya sesuatu untukmu” Aisyah jadi penasaran
sesuatu apakah itu. Gus pun datang dengan membawa sebuah kertas lusuh lalu ia berikan kertas itu
pada Aisyah “Apakah kertas ini yang kamu cari Aisyah” dipegangnya kertas itu oleh Aisyah dan
dibukanya ternyata itu adalah kertas yang selama ini ia cari “Subhanallah gus, terima kasih” kata Aisyah
seraya mencium tangan gus Ikram “Berterima kasihlah pada Allah yang telah memberiku amanah untuk
menjaga kertas itu, ada satu pertanyaan untukmu Aisyah” “Apa itu ?” “apakah dulu kau sering bangun
disepertiga malam dan menangis terisak-isak seperti ini?” “Mengapa sampean bertanya seperti itu”
“Karena aku sering melihat seorang gadis yang sama seperti apa yang barusan kamu lakukan” “Ia Gus,
akulah gadis itu” mendengar hal itu gus langsung memeluk erat Aisyah “Terima kasih ya Allah kau
pertemukan akau dengannya, kau tau aisyah kau adalah wanita pertama yang membuat hatiku bergetar
karna bacaan Al-quranmu itu, dan aku sangat bersyukur Allah menyatukan kita berdua”.

Beberapa bulan kemudian, tepat saat ulang tahunnya Aisyah Gus igin memberikan sebuah
kejutan kepadanya. Saat Aisyah sedang murojaah Al-qur’annya dikamar, Gus datang dari arah belakang
membawa sebuah kotak dibelakang punggungnya “Assalamualaikum tuan putri” “Walaikumsalam”
Aisyah pun menoleh kebelakang “Barokallahu fi umri tuan putri” kata gus Ikram sambil sebuah kotak
kecil yang entah isinya apa “Subhanallah kok sampean tahu to Gus” “Jangan panggil aku gus lagi to” “Iya
maksudnya mas” “Iya iyalah aku tahu, masa’ gak tau” “Yaudah nih mohon diterima, sebuah
persembahan dari pangeran untuk tuan putri” “Saya kok jadi malu” “Buat apa malu, ayo diterima” “Iya
terima kasih banyak mas, maaf saya ini selalu ngerepotin sampean” “Gak lah, aku kan suamimu, ya
sudah sepantasnya to, ayo dibuka kadonya tuan putri” Aisyah pun membuka kadonya, ia melihat
didalam kotak itu sebuah tiket umroh ke mekkah “Ini maksudnya apa mas?” “Itu artinya Allah
memanggilmu untuk berkunjung kerumahnya” “Benarkah mas?” “Iya, apakah kau melihat kebohongan
diwajahku” “Tidak hanya ada sedikit jerawat disana” “Ooooo….kamu ngeledek aku yaaa…” geram Gus
hingga menggelitiki Aisyah. Umi yang mendengar suara ribut dikamar hanya menggedek-gedekkan
kepala.

Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba, setelah menjalankan ibadah umroh Aisyah dan Gus Ikram
pun berkunjung ke makam rosulullah sesampainya disana Aisyah menangis terharu karna bisa
melaksanakan impian Abahnya lewat dirinya. Ia berdo’a semoga Allah mempertemukan Abah dan
uminya dengan nabi kelak disurganya. Selesai Aisyah dan Gus Ikram ke makam rosul, mereka pun solat
di masjid Nabawi. Setelah selesai solat Gus melihat Aisyah masih dalam posisi sujudnya. Begitu,
khusyuknya sampai lama tak bangun dari sujudnya. “Subhanallah Aisyah, memang sujud terakhir adalah
tempat terdekat antara manusia dengan penciptanya. Itu kenapa gus tak mau mengganggu meskipun
lama. Pasti Aisyah curhat ini itu pada tuhan. Namun, sudah lima belas menit berlalu, dia tidak juga
tasyahud. Jangan-jangan ketiduran.”

Kemudian Gus memanggilnya.Tapi tetap saja. Disentuhnya tangannya yang masih berbalut
mukena. “Aisyah” dipanggilnya sekali lagi. Aisyah pun terjatuh kekanan. Matanya tertutup “Ketiduran
sungguhan ini tuan putri” namun gus terdiam sebentar. Memandangi wajahnya yang masih bercahaya.
Dengan ulasan senyum dibibirnya. Gus lihat dadanya tenang. Jantungnya tak berdetak. Nafasnya tak
terasa ditangannya. “pasti Aisyah sedang mengerjaiku” gumamnya. Gus guncang tubuh Aisyah. Ia masih
tetap tersenyum dengan wajah yang berseri-seri. Lama sekali jantung gus berdetak kencang. Kenapa ada
firasat buruk dalam pikirannya. Gus coba menyentuh denyut nadi Aisyah, tak ada denyutan disana. Tiba-
tiba gus ikram meneteteskan air mata seraya berkata “Inna lillahi wa inna ilaihi roji’un” Hati Gus ikram
benar-benar rapuh, remuk, dan tak berdaya. Melihat permata yang selama ini ia jaga pergi tanpa pamit
padanya. Orang-orang pun datang mengerumuninya dan bertanya dengan bahasanya mereka masing-
masing. Inikah jawaban atas doa-doanya. “Ya Allah dia adalah istri yang sholihah tempatkanlah ia di
sisimu yang mulia, sabarkanlah hati hambamu ini seperti sabarnya nabi ketika kehilangan khadijah, dan
ia meninggal dalam keaadaan tersenyum mungkin ia sedang melihat nabi Muhammad” gumam Gus
Ikram. “Selamat jalan istriku, aku ridho atas kepergianmu”kata gus Ikram seraya mencium kening Aisyah
dengan genangan ai matanya.

Syifa’ul Qolbi/Redaksi

Anda mungkin juga menyukai