Anda di halaman 1dari 7

Tadabbur Kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail ‫عليهما السالم‬

Ibnu Abdil Bari

ِ ‫لََّم‬
َُّ‫ضلََّّلََّه‬ َّ َّ‫َّ َم حَّنَّيَ حه َِّد‬،‫اتَّأ حَع َمالِنَا‬
ُ َّ َ‫الِلَُّف‬ َِّ َ‫َّ َونَعُوَّذَُّ ِِبهللَِّ ِم حَّنَّ ُش ُروَِّرَّأَنح ُف ِسنَاَّ َو َسيِئ‬،ُ‫لِلَّ َحَن َم ُدَّهَُّ َونَ حستَعِينَُّهَُّ َونَ حستَ حغ ِف ُره‬ َِّ َِّ‫اْلَ حم ََّد‬
‫إِنََّّ ح‬
ََّ ‫الِلَُّ َو حح َدَّهَُّ َّلََّ َش ِر‬
.ُ‫يكَّلََّهَُّ َوأَ حش َه َُّدَّأَنََّّ ُُمَم ًداَّ َعحب ُدَّهَُّ َوَر ُسولَُّه‬ ََّ ‫لََّ َه ِاد‬
َّ ََّّ‫َّأَ حش َه َُّدَّأَ حَّنَّ َّلََّإِلََّهََّإِل‬.ُ‫يَّلََّه‬ َّ َ‫ضلِ حَّلَّف‬
‫َوَم حَّنَّيُ ح‬

َِّ َّ‫لَّيََّ حَّوَِّم‬


ََّ ‫الدَّيح َِّن‬
َّ َّ:‫َّوبََّ حَّع َُّد‬، ََّ ‫حاَّبَِِّهَّ ََّوََّم حَّنََّّتََّبِ ََّع َُّه حَّمَّ َّبِِ حَّح‬
ََّ ِ‫سانَََّّّإ‬ َّ‫ىَّآلَِِّهَََّّوَّأَ ح‬
ََّ ‫ص‬ َُّ َ‫ص َِّلَّ ََّو ََّسَّلِ حَّمَّ ََّوََِّبَِّرحَّكَّ ََّعَّلَىََّّنََّبَِّيَِّن‬
َّ َ‫اَُّمَمَّدََّّ ََّو ََّعَّل‬ ََّ ََّّ‫اللَّ َُّهم‬

َّ‫فََّّ َّكَِّتَاَّبَِِّهَّاَّلح ََّكَِّرحَِّيَّبََّ حَّع ََّد‬


َّ َِّ‫ل‬
ََّ ‫الَّ ََّجلََّّ ََّو ََّع‬
ََّ َ‫ثََّّق‬ ََّ َ‫للاَِّفَ َق حَّدَّف‬
َُّ ‫ازَّاَّلح َُّم حَّؤَِّمنَُّ حَّو ََّنَّاَّلح َُّمتَّ َُّق حَّو ََّنَّ ََّححَّي‬ َّ َّ‫يَّنَ حف ِسيَّبِتَ حق َوى‬
ََّ ‫ُوصي ُك حَّمَّ َوإَِّي‬ ِ ‫للاَِّأ‬ ََّ َ‫فَيَاَّ ِعب‬
َّ َّ‫اد‬
َّ َََّّّ:‫انَّ َّالرَِّجحَّي َِّم‬
َِّ َ‫هللَِّ َِّم ََّنَّالشَّحَّي َّط‬
َّ ‫َّأَ حَّنََّّأَ َّعُ حَّوََّذَّ َِِّب‬

َّ .‫الِلََّ َحقََّّتُ َقاتَِِّهَّ َوََّلََّتَُوتُنََّّإِلََّّ َوأَنحتُ حَّمَّ ُّم حسلِ ُمو ََّن‬ ََّ ‫َََّّيَّأَيُّ َهاَّال ِذ‬
َّ َّ‫ينَّ َآمنُواَّات ُقوا‬
َّ ‫الِلََّ َخبِيََِِّّبَاَّتَ حع َملُو ََّن‬ َّ َّ‫تَّلِغَدََّّ َوات ُقوا‬
َّ ََّّ‫الِلََّإِن‬ َّ‫الِلََّ َولحتَ حنظُحَّرَّنَ حفسََّّ َماَّقَد َم ح‬ ََّ ‫َََّّيَّأَيُّ َهاَّال ِذ‬
َّ َّ‫ينَّ َآمنُواَّات ُقوا‬
…‫أَماَّبَ حع َُّد‬
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaaha Illallahu, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil hamdu….

Jamaah Shalat Idul Adha rahimaniyallahu waiyyakum,

Yang pertama, kita bersyukur kepada Allah atas semua karunia dan nikmat-Nya yang tidak
terhingga; kita juga bersyukur kepada Allah atas nikmat dihamparkannya bumi sehingga kita bisa
hidup di atasnya; kita juga bersyukur kepada Allah atas nikmat gunung-gunung yang berfungsi sebagai
pasak agar bumi yang kita tempat tidak berguncang; kita juga bersyukur kepada Allah atas nikmat
hidup berpasang-pasangan sehingga kita bisa memiliki keturunan; kita juga bersyukur kepada Allah
yang telah menjadikan tidur sebagai waktu untuk beristirahat; kita juga bersyukur kepada Allah yang
menjadikan malam sebagai pakaian dan siang untuk mencari penghidupan; kita juga bersyukur kepada
Allah yang menjadikan pelita yang terang benderang; dan kita juga bersyukur kepada Allah atas
nnikmat curahan air hujan yang dengannnya tumbuh biji-bijian, tanam-tanaman dan kebun-kebun yang
rindang. Kita juga bersyukur kepada Allah atas nikmat kesehatan dan juga iman yang merupakan
sayyidu ni’amid dunya wal akhirah.
Yang kedua, shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita, Muhammad Shallallahu
alaihi wasallam, keluarga beliau, para shahabat dan siapapun yang mengikuti sunah beliau hingga hari
kiamat kelak. Mudah-mudahan kita termasuk bagian dari umat beliau, dan berbahagia mendapatkan
syafaat pada hari kiamat kelak.
Yang ketiga, khatib mewasiatkan dan menasehatkan diri khatib sendiri, dan juga kepada
segenap jamaah; agar kita senantiasa meningkatkan takwa kita kepada Allah Ta’ala, karena bekal yang
akan kita bawa untuk menghadap Allah bukan harta yang selama ini kita kumpulkan mati-matian,
bukan pula mewahnya rumah yang kita bangun megah-megah, bukan pula banyaknya lahan atau
kendaraan yang kita punya. Bukan. Bekal terbaik kita untuk menghadap Allah ialah takwa,
sebagaimana firman-Nya, “Watazawwadu fainna khairaz zadit taqwa.”

1
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaaha Illallahu, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil hamdu….

Jamaah Shalat Idul Adha rahimani warahimakumullah,

Ibadah-ibadah istimewa pada bulan suci Dzulhijah -seperti ibadah haji, shaum Arafah, shalat
Idul Adha, dan udhiyah- tidak bisa dipisahkan dengan sejarah kehidupan Nabi Ibrahim dan Nabi
Ismail ‘alaihimasalam. Jika kita mentadabburi sejarah mereka dengan seksama, niscaya kita bisa
memetik banyak pelajaran berharga untuk meningkatkan kualitas iman dan takwa kita.

Mari kita sejenak merenungi kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail yang diabadikan Allah Ta’ala
dalam surah Ash-Shaffat ayat 102-107. Allah Ta’ala berfirman,

َّ ِ‫تَّافح َع حَّلَّ َماَّتُ حؤَم َُّرَّ َستَ ِج ُد‬


َّ‫نَّإِ حَّن‬ َِّ َ‫الَّ ََّيأَب‬
ََّ َ‫كَّفَاَّنحظُحَّرَّ َماذَاَّتَ َرىَّق‬ َّ ِ‫فَّالح َمنَ َِّامَّأ‬
ََّ ُ‫َنَّأَ حذ ََب‬ َّ َِّ‫نَّأ ََرى‬ َّ ِِ‫نَّإ‬
ََُّ‫الَّ ََّيب‬ََّ َ‫فَلَماَّبَلَ ََّغَّ َم َع َّهَُّالس حع ََّيَّق‬
َّ‫ك‬ََّ ِ‫الرحؤَََّّي َّإَِنَََّّّ َك َذل‬
ُّ َّ ‫ت‬
ََّ ‫صدقح‬ َ َّ ‫)َّقَ حَّد‬104(َّ ‫يم‬ َُّ ‫)َّ َو ََن َديحنَ َّاهَُّأَ حَّن َّ ََّيإِبح َر ِاه‬103(َّ ‫ي‬ َِّ ِ‫َسلَ َما َّ َوتَل َّهَُّلِحل َجب‬
‫) فَلَما َّأ ح‬102(َّ ‫ين‬ ََّ ‫الِلَُّ ِم ََّن َّالصابِ ِر‬َّ ََّ‫اء‬
َّ ‫َش‬
)107(ََّّ‫)َّ َوفَ َديحنَ َّاهَُّبِ ِذبححََّّ َع ِظيم‬106(َّ‫ي‬ َُّ ِ‫)َّإِنََّّ َه َذاَّ ََلََُّوَّالحبَ َل َّءَُّالح ُمب‬105(َّ‫ي‬ ََّ ِ‫ح ِسن‬
َّ‫َحَن ِزيَّالح ُم ح‬
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaaha Illallahu, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil hamdu….

Jamaah Shalat Idul Adha rahimani warahimakumullah,

Pada masa mudanya, Nabi Ibrahim ialah orang yang menyeru ayah dan kaumnya untuk
mentauhidkan Allah dan meninggalkan penyembahan terhadap berhala-berhala. Namun mereka tidak
menerima seruan dakwahnya. Bahkan mereka justru berniat untuk membakarnya. Tapi pada akhirnya
Allah Ta’ala menjadikan api itu dingin dan keselamatan atas Nabi Ibrahim.

Maka, ketika Nabi Ibrahim putus asa dari keimanan mereka, beliau kemudian berhijrah
meninggalkan kaum dan sesembahan mereka, dan memohon dikaruniai seorang anak. Allah Ta’ala
berfirman,

)101(ََّّ‫)َّفَبَش حرََنَّهَُّبِغُ َلمََّّ َحلِيم‬100(َّ‫ي‬


ََّ ِِ‫لَّ ِم ََّنَّالصاْل‬
َّ َِّ‫ب‬ َِّ ‫َر‬
َّ‫بَّ َه ح‬
Nabi Ibrahim dikarunia seorang anak ketika beliau sudah berusia senja. Berdasarkan satu
pendapat, pada saat itu beliau berusia 86 tahun. Maka, bisa kita bayangkan betapa besar kecintaan
beliau kepada sang anak. Anak ini adalah anak yang dirindukan kehadirannya berpuluh-puluh tahun
lamanya. Ia menjadi penyejuk mata bagi Nabi Ibrahim.

Namun, ketika anaknya sampai pada umur ia sampai bekerja bersamanya, Nabi Ibrahim
mendapatkan wahyu melalui sebuah mimpi bahwa beliau diperintah untuk menyembelih anak satu-
satunya itu.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaaha Illallahu, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil hamdu….

Jamaah Shalat Idul Adha rahimaniyallahu waiyyakum...

Nabi Ibrahim telah diuji dengan dilemparkan ke dalam perapian pada masa mudanya, dan
beliau mengatakan, “Hasbunallah wani’mal wakil”, adapun ujian pada kali ini, ia datang ketika beliau
sudah renta. Si anak lahir ketika beliau sudah tua, dan anak ini sangat beliau cintai, bahkan dari diri
beliau sendiri.

Ujian semakin berat karena Allah memerintahkan agar Ibrahim sendiri yang menyembelihnya.
Allah tidak mengabarkan kepada beliau bahwa Ismail akan mati, sehingga urusan kematiannya mudah.
Allah juga tidak memintanya untuk mengirim anak semata wayangnya pergi ke medan jihad lalu mati
syahid. Dan Allah pun tidak memerintahkan beliau agar anaknya membunuh dirinya sendiri. Tidak.
Allah Ta’ala justru meminta Ibrahim untuk melakukan hal itu sendiri, melalui tangannya?

2
Melakukan apa? Melakukan penyembelihan. Menyembelih anak yang selama bertahun-tahun
dinanti-nanti. Tetapi sekalipun demikian. Nabi Ibrahim menerima dengan patuh perintah ini.

Padahal kalau kita resapi, Ismail adalah anak satu-satunya pada waktu itu, tidak ada anak yang
lain. Jika perintah ini ditujukan kepada kita, akankah kita menyembelih anak semata wayang yang
sudah kita nanti berpuluh-puluh tahun lamanya? “Inna hadza lahuwal bala’ul mubin.” Sungguh, ini
adalah ujian yang teramat berat.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaaha Illallahu, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil hamdu….

Jamaah Shalat Idul Adha Hadaniyallahu waiyyakum…,

َّ‫فَلَماَّبَلَ ََّغَّ َم َع َّهَُّالس حع َي‬


“Maka ketika anak itu sampai pada (umur) ia sanggup bekerja bersamanya.” Menjelaskan
sejauh mana persahabatan yang kuat antara Nabi Ibrahim dengan putranya, Ismail. Karena kata
ma’ahu (bersamanya) yang disebutkan secara bergandengan dengan kata as-sa’ya (usaha) yang
mengandung makna kerja bersama mengindikasikan makna saling menemani, saling membantu dan
meleburnya emosi di antara keduanya. Keduanya adalah model seorang ayah dan anak yang memiliki
hubungan yang kuat dan kedekatan yang sangat erat di antara mereka.

Kata ma’ahu juga memberikan nuansa lain dari cinta dan kelembutan, yaitu manfaat yang
diperoleh sang ayah dalam kehidupan dan usaha. Dengan demikian, Ibrahim mengalami dua hal yang
mengiris hati sekaligus, yaitu pedihnya hati kehilangan anak dan hilangnya manfaat dan bantuannya.

َّ‫فَّالح َمنَ ِام‬ َّ ِِ‫نَّإ‬


َّ َِّ‫نَّأ ََرى‬ ََُّ‫ََّيب‬
Di dalam kalimat ini, panggilan yang digunakan Nabi ibrahim untuk memanggil anaknya ialah,
“Ya bunayya”, yang secara Bahasa berarti wahai anak kecilku. Kata ini menunjukkan kuatnya jalinan
cinta dari sang ayah kepada anaknya. Seolah Nabi Ibrahim mengatakan, ‘duhai anakku, duhai
penyejuk hatiku, duhai permata jiwaku, duhai anak yang paling aku cintai.” Jadi, Ismail adalah anak
yang disayangi dan dicintai oleh ayahnya.

Di samping itu, kata yang digunakan oleh Nabi Ibrahim ialah kata, “Ara, aku sedang-tengah
melihat” dengan menggunakan fi’l mudhari’ (sekarang dan terulang), bukan fi’l madhi (lampau). Ini
memberikan pesan kepada anaknya bahwa seolah-olah Nabi Ibrahim sedang menyaksikan mimpi
penyembelihan itu ketika beliau tengah berdialog bersama putranya, Ismail. Penyebutan fi’l mudhari’
juga menunjukkan bahwa mimpi ini berlangsung berulang-ulang. Muqatil menyebut bahwa Nabi
Ibrahim mengalami mimpi penyembelihan ini terjadi selama tiga hari berturut-turut. Seolah Nabi
Ibrahim ingin memberitahukan kepada putranya, Isma’il, “Wahai anakku, sesungguhnya perintah ini
sangat jelas dan terbayang dalam benakku, seolah-olah aku bisa melihatnya sekarang.” Ungkapan ini
seperti pengajuan alasan dari Ibrahim kepada putranya bahwa dia melakukan hal ini karena ada
perintah yang kuat dan harus dilaksanakan.

Setelah itu, Nabi Ibrahim menyampaikan kepada anaknya, ‫( َّفَانحظُحَّر َّ َما َذا َّتَ َرى‬Pikirkanlah apa
pendapatmu?). Dalam pernyataan ini, Nabi Ibrahim mengajak musyawarah putranya dan ini
merupakan salah satu adab Nabi Ibrahim terhadap putranya, Ismail. Di samping bahwa musyawarah
ini menunjukkan keyakinannya dan persangkaan baiknya kepada putranya, bahwa putranya akan
membantunya menunaikan perintah Allah dan mewujudkan apa yang diharapkan Nabi Ibrahim dari
putranya.

Mengapa Nabi Ibrahim mengabarkan perintah penyembelihan ini kepada putranya?


Hanyasanya beliau ingin memberitahukan tentang urgensi melakukan perintah dengan sepenuh
ketaatan dan kepasrahan, bukan dengan keterpaksaan. Agar masing-masing dari mereka mendapatkan

3
pahala ketaatan, dan merasakan manisnya kepasrahan kepada Allah Ta’ala. Beliau ingin agar anaknya
bisa mengecap lezatnya melaksanakan perintah dengan sukarela sebagaimana yang beliau rasakan, dan
mendapatkan kebaikan yang lebih kekal dan lebih baik, bahkan dari kehidupan itu sendiri.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaaha Illallahu, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil hamdu….

Jamaah Shalat Idul Adha Arsyadaniyallahu waiyyakum…,

Maka, mendengar pernyataan ayahandanya, Ismail pun menjawab dengan penuh kemantapan,
َِّ َ‫ال َّ ََّيأَب‬
َّ‫ت َّافح َع حَّل َّ َما َّتُ حؤَم ُر‬ ََّ َ‫ ;ق‬sebuah jawaban yang menunjukkan tingginya kualitas keimanan dan ketakwaan
Ismail, sekalipun ia masih berusia dini.

Mari kita tadabburi kata-kata ini. Nabi Ismail mengatakan, “Ya abati” yang ini menunjukkan
penghormatan dan ketaatan sang anak kepada sang Ayahanda. Berita penyembelihan yang
disampaikan oleh ayahnya tidak lantas membuatnya risau, takut dan kehilangan akal sehat. Bahkan
Nabi Ismail tetap beradab dan menampakkan rasa cinta kepada ayahandanya, Ibrahim. Kata ini juga
mengandung pesan bahwa semangat yang dominan pada diri Ismail ialah taat kepada ayahnya, apapun
perbuatannya dan apapun sumber perintahnya. Seolah-olah dengan kalimat ini, Ismail mengisyaratkan
balasan emosi yang tinggi dan mulia di antara kasih saying orang tua dan ketaatan seorang anak.

Di dalam kata-kata, ‫افح َع حَّل َّ َما َّتُ حؤَمر‬ juga mengandung asrar balaghiyah, rahasia dari sisi
kebahasaan. Seharusnya, jawaban Nabi Ismail ialah, “Ya abati idzbahni”, wahai ayah, sembelihlah
aku. Tidak. Nabi Ismail menjawab dengan jawaban yang lebih dahsyat dari itu, “lakukanlah apa yang
diperintahkan kepada ayah!” sekalipun sebelum penyembelihan itu aku harus dipotong hidungku,
dipotong hidungku, dicongkel matatu, digergaji kakiku, diambil jantungku, dan dimutilasi seluruh
jasadku sebelum disembelih, lakukan apa yang diperintahkan kepadamu, wahai ayah.

Kata-kata, َّ‫ تُ حؤَم ُر‬juga menunjukkan bahwa Nabi Ismail tahu bahwa ayahnya hanya diperintah
oleh Allah Ta’ala, yang ini semua menunjukkan bagaimana sejatinya kualitas iman dan ketundukannya
kepada perintah Allah Ta’ala. Ia tahu bahwa mimpi seorang Nabi adalah wahyu, dan ia pun mengerti
bahwa perintah dalam wahyu itu harus dilaksanakan. Maka, kata-kata ini menunjukkan bahwa Nabi
Ismail pasrah dengan perintah penyembelihan ini, karena perintah ini semata-mata perintah dari Allah
Ta’ala.

ِ ِ َّ َّ ‫اء‬ ِ َّ ِ‫ستَ ِج ُد‬


Kata-kata, َ ‫الِلُ َّم ََّن َّالصاب ِر‬
َّ‫ين‬ ََّ ‫ن َّإ حَّن َّ َش‬ َ juga menegaskan bahwa Nabi Ismail menampakkan
keluhuran adab kepada Allah serta kesadaran Ismail mengenai kemampuannya untuk menahan cobaan,
memohont pertolongan kepada Allah atas kelemahannya, serta menyandarkan keutamaan kepada-Nya
karena Allah-lah yang menolongnya dalam menjalankan apa yang diminta darinya. Sungguh, betapa
tingginya adabnya kepada Allah ini, dan betapa elok keimanan, ketaatan dan kepasrahannya kepada
Allah.

Lantas apa hikmah dari perintah Allah Ta’ala kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih
putranya, Ismail?

Maksud dari ujian penyembelihan ini ialah untuk mengetahui tingginya tingkat ketaatan Nabi
Ibrahim kepada Allah Ta’ala. Karena seorang anak itu sangat berharga baginya. Apalagi jika anak itu
adalah anak semata wayang, yang akan menjadi harapan bagi masa depannya. Tidak diragukan lagi,
bahwa ia begitu berharga baginya. Maka, di sinilah tampak hikmah dari kisah ini; yaitu bahwa pokok
tauhid, bahkan inti dan ruh tauhid ialah cinta kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala menguji Ibrahim
perihal rasa cintanya kepada Allah, dan prioritas beliau dalam mencintai Allah Ta’ala daripada
mencintai anaknya. Allah Ta’ala memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih Ismail semata-mata
ingin menguji rasa cintanya kepada Allah hingga cinta kepada Allah mengalahkan cinta kepada

4
anaknya. Maka ketika rasa cintanya kepada Allah Ta’ala terbukti, Allah Ta’ala pun membebaskannya
dengan sembelihan yang besar.

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaaha Illallahu, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil hamdu….

Jamaah Shalat Idul Adha rahimani warahimakumullah,

ِ ِ‫َسلَما وتَل َّهُ لِحل َجب‬


َّ‫ي‬ َ َ ‫فَلَما أ ح‬
“Maka ketika keduanya telah menyerahkan diri kepada Allah dan ia (Ibrahim) membaringkan
anaknya (Ismail) pada dahinya.” (QS. Ash-Shafat: 103).

Maknanya, pada waktu itu Nabi Ibrahim dan Ismail telah pasrah dalam melaksanakan perintah
Allah Ta’ala. Dengan sepenuh keyakinan, ketaatan, ketenangan, ridha, pasrah dan melaksanakannya
tanpa ada sedikit pun keraguan. Ikrimah Maula Ibnu Abbas berkata, “Keduanya berserah diri kepada
perintah Allah, sang anak ridha untuk disembelih, dan sang bapak ridha untuk menyembelihnya.”

Dengan demikian, yang tersisa ialah Ismail disembelih, darahnya ditumpahkan dan ruhnya
dilenyapkan. Namun, ini tidak berarti apa-apa di sisi Allah. Ujian telah dilaksanakan, dan tujuannya
telah tercapai. Allah Ta’ala tidak ingin menyiksa hamba-Nya dengan ujian. Yang akan sampai kepada
Allah Ta’ala ialah ketakwaan, bukan mengalirnya darah dan juga daging-daging yang disembelih.
Maka, ketika Allah Ta’ala tahu kejujuran keduanya, Allah Ta’ala kemudian berfirman,

َّ‫ي‬ ََّ ِ‫الرحؤَََّّي َّإَِنَََّّّ َك َذل‬


ََّ ِ‫ك َّ َحَن ِزي َّالح ُم حح ِسن‬
َُّ ِ‫) َّإِنَّ َّ َه َذا َّ ََلََُّو َّالحبَ َل َّءُ َّالح ُمب‬105(َّ ‫ي‬ ُّ َّ ‫ت‬
ََّ ‫صدقح‬ َُّ ‫َو ََن َديحنَ َّاهُ َّأَ حَّن َّ ََّيإِبح َر ِاه‬
َ َّ ‫) َّقَ حَّد‬104(َّ ‫يم‬
)107(ََّّ‫)َّ َوفَ َديحنَ َّاهَُّبِ ِذبححََّّ َع ِظيم‬106(
Allah Ta’ala seketika langsung memerintahkan Ibrahim untuk menghentikan penyembelihan
itu, dan menegaskan bahwa ia telah lulus dalam ujian tersebut. Sebagai gantinya, Allah Ta’ala
mengganti Ismail dengan dzibhin azhim. Menurut syaikh As-Sa’di, ia disebut sebagai dzibhun azhim
ditinjau dari tiga sisi; besar dari sisi bahwa ia menjadi tebusan bagi Ismail; besar dari sisi bahwa ia
merupakan ibadah yang agung –udhiyah-; dan besar dari sisi bahwa ia merupakan bentuk taqarrub dan
sunah yang akan berlaku hingga hari kiamat.

َّ،‫َّوتقبلَّللاَّمنَّومنكمَّتلوته‬،‫ِبركَّللا َّ لَّولكمَّفَّالقرآنَّالكريَّونفعنَّوإَّيكمَِّباَّفيهَّمنَّاآلَّيتَّوالذكرَّاْلكيم‬
َّ َّ.‫واستغفروهَّإنهَّهوَّالغفورَّالرحيم‬

Khutbah kedua:

َّ :‫َّوبعد‬،‫َّاْلمدَّهللَّوكفيَّوالصلةَّوالسلمَّعلىَّنبيناَّاملصطفىَّوعلىَّآلهَّومنَّاقتفى‬

َّ،‫اَِّبهللَّرِبَّوِبإلسلمَّديناَّوِبحمدَّنبياَّورسولَّأوصىَّنفسيَّوإَّيكمَّبتقوىَّللاَّفقدَّفازَّمنَّاتقى‬
َّ ‫َّفياَّأيهاَّالذينَّرضو‬
َّ‫َّأييهاَّالذينَّآمنواَّاتقواَّللاَّحقَّتقاتهَّولََّتوتن‬:‫حيثَّقالَّجلَّوعلَّفَّكتابهَّالكريَّبعدَّأنَّأعوذَِّبهللَّمنَّالشيطانَّالرجيم‬
َّ َّ.‫إلَّوأنتمَّمسلمون‬

َّ

5
َّ
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaaha Illallahu, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil hamdu….

Jamaah Shalat Idul Adha rahimani warahimakumullah,

Sungguh, kisah Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail yang diabadikan oleh Allah Ta’ala dalam surat
Ash-Shaffat ayat 100-107 itu mengajarkan banyak hal kepada seluruh umat setelahnya, tak terkecuali
umat Nabi Muhammad alihimash shalatu wassalam.

Nabi Ibrahim mengajarkan kepada kita untuk taat dan patuh kepada perintah Allah, seberat
apapun perintah itu. Karena Allah tidak memerintahkan sesuatu kecuali karena ia mengandung
kebaikan, hikmah, kemaslahatan bagi hamba-hamba-Nya.

Nabi Ibrahim juga mengajarkan kepada kita untuk senantiasa berbaik sangka kepada Allah,
dalam kondisi apapun. Bisa jadi, apa yang diperintahkan itu sangat berat dirasakan, tetapi yakinlah
bahwa apa yang ditakdirkan Allah adalah kebaikan semata.

Nabi Ibrahim juga mengajarkan kepada kita untuk memprioritaskan cinta Allah di atas
segalanya, baik anak, istri, harta dan lain-lain. Ujian penyembelihan Ismail mengandung isyarat bahwa
jika nikmat dan karunia yang dilimpahkan Allah mengurasi rasa cinta seorang hamba kepada-Nya,
maka hendaklah ia bersiap untuk mendapatkan ujian dari Allah. Hingga tidak ada yang bersemayam di
dalam hatinya kecuali kecintaan kepada Allah saja.

Nabi Ibrahim juga mengajarkan kepada kita tentang pentingnya peran seorang ayah dalam
hidup berkeluarga. Selain sebagai penanggungjawab nafkah keluarga, tetapi beliau adalah pendidik
bagi anggota keluarganya. Tak terkecuali bagi anak-anaknya.

Dalam berinteraksi dengan anak, Nabi Ibrahim juga mengajarkan bagaimana menjadi seorang
ayah yang penyayang kepada anaknya, dengan panggilan-panggilan penuh kasih sayang dan cinta.
Beliau juga mengajarkan bagaimana bersikap komunikatif kepada anak; mendiskusikan dan
memusyawarahkan perkara yang hendak dikerjakan bersama. Beliau juga mengajarkan tentang
pentingnya membangun hubungan yang harmonis antara seorang ayah dengan anaknya.

Mari kita akhiri khutbah pada pagi hari ini dengan menghadapkan hati kita kepada Allah,
seraya memanjatkan doa kepada-Nya.

ِ ِ ِ ََّ ‫بَّ َََّّيَّأَيُّ َهاَّال ِذ‬ ِ َّ ََّّ‫َّإِن‬


ً ‫صلُّواَّ َعلَحي َّهَّ َو َسل ُمواَّتَ حسل‬
‫يما‬ َ َّ‫ينَّ َآمنُوا‬ َِّ ِ‫صلُّو ََّنَّ َعلَىَّالن‬
َ ُ‫الِلََّ َوَم َلئ َكتََّهَُّي‬
َّ‫َّ َوَِب ِرحَّكَّ َعلَىَّنَبِيِنَاَّ ُُمَمدََّّ َو َعلَى‬،‫آلَّإِبح َر ِاه َيم‬ ََّ ‫تَّ َعلَىَّإِبح َر ِاه‬
َِّ َّ‫يمَّ َو َعلَى‬ ََّ ‫صلحي‬ َ َّ‫ََّّ َك َما‬،‫آلَّ ُُمَمد‬َِّ َّ‫ص َِّلَّ َعلَىَّنَبِيِنَاَّ ُُمَمدََّّ َو َعلَى‬
َ ََّّ‫الل َُّهم‬
َّ‫َحيدََّّ ََِميد‬َِ َّ‫ك‬ ََّ ‫العالَ َِّم‬
ََّ ‫يَّإِن‬ َّ َِّ،‫آلَّإِبح َر ِاه َيم‬
َ َّ‫ف‬ ََّ ‫تَّ َعلَىَّإِبح َر ِاه‬
َِّ َّ‫يمَّ َو َعلَى‬ َِّ
ََّ ‫ََّّ َك َماَّ َِب َرحك‬،‫آلَّ ُُمَمد‬

َُّ ‫كَّ ََِسيعََّّقَ ِريبََّّ َُِم‬


َّ‫يب‬ ِ ‫َّاأل‬،‫ات‬
ِ ‫اءَّ ِمحن ه َّمَّواألَمو‬
ََّ ‫َّإِن‬،‫ات‬ ِ ‫يَّواملسلِم‬ ِِ ِ ِ َّ ِ‫اللهمََّّا حغ ِف َّرَّلَنَاَّولِلمؤِمن‬
َ ‫َحيَ َّ ُ ح َ ح‬ ‫ح‬ َ ‫َّ َواملُ حسلم ََّ َ ُ ح‬،‫يَّ َواملُحؤمنَات‬
َ ‫ُ ح َ ُح‬
َِّ ‫الد َع َو‬
.‫ات‬

ِ ‫رب نَاَّظَلَمنَاَّأَنح ُفسنَاَّوإِ حَّنَّ ََّلَّتَ حغ ِف َّرََّّلَنَاَّوتَرَحَحنَاَّلَنَ ُكونَنََّّ ِم َّنَّ ح‬


َ ‫اْلَاس ِر‬
َّ‫ين‬ َ ‫َ َ ح ح َح‬ ‫ح‬ َ
َّ ‫اْلِ َساب‬
‫ومَّ ح‬ ََّ ِ‫َرب نَاَّا حغ ِف حَّرَّلَنَاَّ َولَِوالِ َديحنَاَّ َولِحل ُم حؤِمن‬
َُّ ‫يَّيَ حوََّمَّيَ ُق‬

َّ ‫ربناَّاغفرَّلناَّولوالديناَّوارَحهمََّّكماَّربوَنَّصغارا‬

6
‫ربناَّأوزعناَّأنَّنشكرَّنعمتكَّاليتَّأنعمتَّعليناَّوعلىَّوالديناَّوأنَّنعملَّصاْلاَّترضاهَّوأدخلناَّبرَحتكَّفَّعبادكَّ‬
‫الصاْلي‬

‫ربناَّهبَّلناَّمنَّالصاْلي َّ‬

‫ربناَّهبَّلناَّمنَّلدنكَّذريةَّطيبةَّإنكََّسيعَّالدعاءَّ َّ‬

‫َّجنَّ ِةَّالنعِي ِمَّ‬ ‫ِ ِ‬


‫اج َع حلناَّم حن ََّوَرثَة َ‬
‫)َّو ح‬
‫َّف ح ِ‬
‫َّاآلخ ِر َ‬
‫ينَّ(‪َ 84‬‬ ‫َّص حدق ِ َّ‬ ‫اج َع حلَّلَنَاَّلِ ََّ‬
‫سا َن ِ‬
‫)َّو ح‬
‫يَّ(‪َ 83‬‬
‫ِِ‬ ‫رب نَاَّهبَّلَنَاَّحكحماًَّوأ حِ‬
‫َْل حقنَاَّ َِِّبلصاْل َ‬ ‫َ َ ح ُ َ‬
‫َّسلِيمَّ(‪َّ )89‬‬ ‫ِ‬ ‫ِ‬
‫لَُّتح ِزَنَّيَ حوَمَّيُحب َعثُو َنَّ(‪َّ)87‬يَ حوَم ََّلَّيَحن َف ُعَّمال ََّولَّبَنُو َنَّ(‪َّ)88‬إَل ََّم حنَّأَتَىَّالِلََّب َق حلب َ‬
‫(‪َ َََّّّ)85‬و ُ‬

‫آلخََّرَِّةَّ َِّه ََّيََّّلَ ََّ‬


‫كَّ‬ ‫اَّوَّاح َِّ‬ ‫اج ًَّةَّ َِّم حَّنَّ ََّحََّوَّائِ َِّجَّ َُّّ‬
‫الدنحََّّيَ ََّ‬ ‫َّح ََّ‬ ‫َّديحََّّنًاََّّإِلَََّّّقَ ََّ‬
‫ضحيََّّتََّهَََُّّوََّل ََّ‬ ‫َّهماََّّإِلََّّفَََّّر حَّجَّتََّهَََُّّوََّل ََّ‬‫عََّّلََّنَاَّ ََّذنحََّّبًاََّّإِلََّّ ََّغ ََّفَّحرَّتََّهَََُّّوََّل ََّ‬
‫اللَّ َُّهمََََّّّلََّّتَََّد حَّ‬
‫ي‪َّ .‬‬ ‫الر ِ َِّ‬
‫اَح ح َّ‬ ‫َحََّتِ ََّ‬
‫كَّ َََّّيََّّأََّحر ََّح ََّمَّ َّ‬ ‫ض َّائِ ََّهاََّّبََِّر حَّ‬
‫اَّعَّلَىََّّقَ ََّ‬
‫اَّوَّيَسََّّحرتَََّّنَ ََّ‬ ‫لحَََّّّإِلَََّّّأَ ََّعحنَّتَََّّنَ ََّ‬ ‫اَّفِحيَّ ََّه ََّ‬
‫اَّص ََّ‬ ‫اَّوَّلََّنَ َّ‬‫َِّر ََّ‬
‫ض ََّ‬

‫ليهاَّومول هاَّ َّ‬


‫َّ‬ ‫اللهمَّآتَّأنفسناَّتقواهاَّوزكهاَّأنتَّخيَّمنَّزكاهاَّأنتَّو‬

‫اللهمَّإَنَّنسألكَّعلماََّنفعاَّورزقاَّطيباَّوعملَّمتقبلَّودعوةَّمستجابة َّ‬

‫اللهمَّإَنَّنسألكَّاَلدىَّوالتقىَّوالعفافَّوالغىنَّ َّ‬

‫اللهمَّإَنَّنسألكَّرضاكَّواجلنةَّونعوذَّبكَّمنَّسخطكَّوالنار‪َّ،‬اللهمَّإَنَّنسألكَّحسنَّاْلاَتةَّونعوذَّبكَّمنَّسوءَّ‬
‫اْلاَتةَّ َّ‬

‫فَّ حاآل ِخَرةََِّّ َح َسنََّةًَّ َوقِنَاَّ َع َذ ََّ‬


‫ابَّالنا ِرَّ‬ ‫سنََّةًَّ َوِ َّ‬ ‫َرب نَاَّآتِنَاَِّ َّ‬
‫فَّالدُّنحيَاَّ َح ََّ‬

‫بَّالح َعالَ ِم ََّ‬


‫ي‪َّ.‬والسلمَّعليكمَّورَحةَّللاَّ‬ ‫اْلَ حم َُّدَِّ َِّ‬
‫لِلَّ َر َِّ‬ ‫ص ُفو ََّنَّ َو َس َلمََّّ َعلَىَّالح ُم حر َسلِ ََّ‬
‫يَّ َو ح‬ ‫بَّالحعِزَِّةَّعماَّي ِ‬
‫َ َ‬ ‫ُسحب َحا ََّنَّ َرَّبِناَّ َر َِّ‬
‫وبركاته‬

‫‪7‬‬

Anda mungkin juga menyukai