Anda di halaman 1dari 31

MEDIA PEMBELAJARAN

Berbagai sumber internet (video belajar) yang berhubungan dengan materi, antara lain :

a. Video di www.youtube.com/watch?v=Cb5Sa9QZoJs, tentang penjelasan “Klasifikasi


konstruksi jalan”
b. Video di https://www.youtube.com/watch?v=niyqt9fTDwY tentang “Alinyemen
vertikal dan horizontal”
c. Video di https://www.youtube.com/watch?v=NsTegfj_UyY&t=70s tentang
“Perhitungan tebal perkerasan lentur”
d. Video di https://www.youtube.com/watch?v=dXE_BuvbJ60 tentang “perhitungan
perencanaan Drainase”

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN 19


BAHAN BACAAN

KONTRUKSI JALAN

a. Perkerasan lentur ( flexible pavement )


Perkerasan lentur ( flexible pavement ) adalah perkerasan yang menggunakan aspal
sebagai bahan pengikat. Struktur perkerasan lentur terdiri atas lapisan - lapisan yang
diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan - lapisan tersebut
berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkannya ke lapisan
dibawahnya

b. Struktur perkerasan Kaku ( rigid pavement )


Perkerasan kaku ( rigid pavement ) adalah perkerasan yang menggunakan semen
(portland cement) sebagai bahan pengikat. Pelat baton dengan atau tanpa tulangan
diletakan di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah

c. Struktur Perkerasan Komposit


Struktur perkerasan komposit adalah perkerasan kaku dengan lapisan beraspal pada
permukaan sebagai lapisan aus. Lapisan beraspal / lapisan aus ini diperhitungkan
sebagai bagian yang ikut memikul beban

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN 20


Klasifikasi Jalan Berdasarkan Fungsi / Peranannya

Klasifikasi Jalan Berdasarkan Statusnya

Klasifikasi Jalan Berdasarkan Kelas Jalan

Bagian – Bagian Jalan

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN 21


ALAT PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

Penggunaan alat – alat dapat mendukung kelancaran dari pembangunan proyek dan
meningkatkan efisiensi kerja dari para pekerjanya. Dalam menggunakan alat – alat kerja perlu
ditinjau dari segi ekonomi apakah dalam pemakaian alat-alat kerja tersebut cukup
menguntungkan jika dibandingkan dengan tenaga manusia.

Jenis-jenis alat kerja yang digunakan pada proyek konstruksi jalan antara lain sebagai berikut:
PERALATAN KONSTRUKSI JALAN
1. Excavator alat yang digunakan untuk pekerjaan galian dan timbunan
tanah. Excavator ini memiliki lengan (arm) yang dapat berputar,
sehingga dapat lebih mudah untuk menggali tanah dengan
kedalaman tertentu. Pada proyek konstruksi jalan,
Excavator digunakan untuk menggali tanah dalam pekerjaan cut and
fill lahan proyek

2. Dump Truck Dump Truck adalah sebuah truk yang mempunyai bak material yang
dapat di miringkan sehingga untuk menurunkan material hanya
dengan memiringkan bak materialnya sehingga muatan akan dapat
meluncur kebawah.
Pada proyek konstruksi jalan, Dump truk digunakan untuk
mengangkut material seperti agregat pondasi kelas A, aspal, pasir
dan material timbunan. Alat angkut dump truck ini di datangkan
langsung dari kontraktor pelaksanan

3. Water Tank Truck Water tank truck digunakan untuk mengangkut air, yang digunakan
untuk pekerjaan pemadatan lapis pondasi agregat kelas A, setelah
penghamparan material selesai kemudian di padatkan dan di siram
air menggunakan water tank.

4. Vibratory Roller Vibratory roller adalah alat pemadat yang menggabungkan antar
tekanan dan getaran. Vibratory roller mempunyai efisiensi
pemadatan yang baik. Alat ini memungkinkan digunakan secara luas
dalam tiap jenis pekerjaan pemadatan.
Akibat sama efek ditimbulkan oleh vibratory roller adalah gaya
dinamis terhadap tanah cenderung mengisi bagian-bagian kosong

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN 22


PERALATAN KONSTRUKSI JALAN
terdapat diantara butir-butirnya sehingga akibatnya tanah menjadi
padat, dengan susunan yang lebih kompak.

5. Motor Grader Sebagai bagian dari alat berat, motor grader berfungsi sebagai alat
perata atau penghampar yang biasanya digunakan untuk meratakan
dan membentuk permukaan tanah. Selain itu, dimanfaatkan pula
untuk mencampurkan dan menebarkan tanah dan campuran aspal

6. Tandem roller Tandem roller adalah alat penggilas atau pemadat terdiri atas
berporos 2 (two axle) dan berporos 3 (three axle tandem rollers).
Penggunaan dari penggilas ini umumnya untuk mendapatkan
permukaan yang agak halus, misalnya pada penggilasan aspal beton
dan lain-lain.

7. Asphalt finisher menghamparkan aspal olahan dari mesin pengolah aspal, serta
meratakan lapisannya. Konstruksi Asphalt Finisher cukup besar
sehingga membutuhkan trailer untuk mengangkut alat ini ke medan
proyek. Asphalt Finisher memiliki roda yang berbentuk kelabang
atau disebut dengan crawler track dengan hopper yang tidak
beralas. Sedangkan di bawah hopper tersebut terdapat pisau yang
juga selebar hopper
8. Aspal Distributor Aspal distributor adalah truk yang dilengkapi dengan tangki aspal,
pompa, dan batang penyemprot. Pada proyek ini, aspal distributor di
datangkan langsung dari kontraktor.

BAHAN PEKERJAAN KONSTRUKSI JALAN

1. Tanah, dalam mekanika tanah, istilah tanah menacakup semua bahan konstruksi yang
berasal dari quarry atau pits seperti : lempung, lanau, psir; kerikil, kerakal, berangkal dll
2. Agregat
 Pasir adalah material berbutir yang dihasilkan oleh pelapukan alami batuan atau
pemecahan batuan pasir-batu, terdapat beberapa jenis pasir dengan masing-masing
gradasi tertentu.

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN 23


 Kerikil diperoleh dari pelapukan alami batuan, berukuran lebih besar dari pasir yang
dianggap tertahan No.4 atau ¼“.
 Batu pecah dihasilkan dari pemecahan mekanik dari berbagai jenis batuan atau
berangkal. Contoh : batu kapur, granite, batuan singkapan, quartzite, dsb
3. Bitumen, merupakan bahan pengikat pada Campuran beraspal yang dimanfaatkan
sebagai lapis perkerasan lentur, aspal berfungsi sebagai perekat antar agregat sehingga
membentuk beton aspal yang digunakan sebagai struktur utama perkerasan Jalan
fleksibel.
4. Bahan Pengisi
 Loess adalah deposit material halus dan porous akibat angin. Butirannya lebih kecil
dari pasir tetapi lebih besar dari tanah. Karena butirannya bersudut dan dapat
dipadatkan maka loess mempunyai karakteristik tersendiri dimana loess dapat digali
vertikal.
 Debu Berbutir adalah debu dari batuan (misalnya dari batu marmer), Portland cement,
atau debu buatan atau alami lainnya. Umumnya 80 sampai 100% lolos No.200. Debu
berbutir ditambahkan ke dalam campuran aspal untuk mengisi rongga dalam
campuran dan meningkatkan stabilitas campuran. Kapur tohor termasuk jenis debu
berbutir, namun pemakaian filler jenis ini harus dibatasi malsimum 1% karena efek
ekspansifnya. Pemakaian debu marmer lebih aman karen atidak ekspansif.
5. Semen Portland
Umumnya tipe I banyak dijumpai di pasaran, sedangkan tipe lainnya dapat diperoleh hanya
dengan pemesanan terlebih dahulu. Sedangkan Semen Putih (warna putih) dan Semen
Adukan (lebih rendah dari tipe I) tidak dibahas di sini.
6. Baja Tulangan
 Ulir (deform) dengan kode D untuk tegangan tariknya, contoh : D32
 Polos (plain) dengan kode U untuk tegangan tariknya, contoh : U24
Tegangan tarik yang digunakan untuk kode mutu baja diatas adalah tegangan leleh.
7. Baja Struktur adalah tegangan leleh minimum yang disyaratkan umumnya adalah 2.520
kg/cm2, Syarat-syarat komposisi kimia tiap jenis bahan baja berlainan,
antara lain : karbon; mangan; phosphor; sulfur; silikon dan tembaga.
8. Bahan Tambah
Terdapat beberapa macam bahan additive untuk beton, antara lain :
 Retarder : bahan untuk memperlambat setting time.

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN 24


Bahan ini digunakan jika jarak antara pusat pencampuran beton (batch plant) dan
lokasi pengecoran cukup jauh sehingga dikhawatirkan setting timenya terlampaui.
 Accelerator : bahan untuk mempercepat kenaikan kekuatan.
Bahan ini digunakan jika kenaikan kekuatan beton ingin dipercepat sehingga
penyangga (scalfoding) dapat segera dilepas.
 Plasticizer : bahan untuk memperbaiki kelecakan (workability).
Bahan ini digunakan untuk menghemat pemakaian Semen Portland. Secara umum,
kelecakan dapat ditingkatkan bilamana kadar air ditambahkan, tetapi penambahan air
ini akan menurunkan kekuatan beton sehingga kadar Semen Portland harus juga
ditambahkan.

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN 25


PERHITUNGAN KONSTRUKSI JALAN

PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

Perencanaan geometrik jalan merupakan salah satu perencanaan konstruksi jalan, yang
meliputi aspek-aspek perencanaan elemen jalan seperti lebar jalan, tikungan, kelandaian
jalan, dan jarak pandangan serta kombinasi dari bagian-bagian tersebut. Dalam
perencanaan jalan raya, pola dan bentuk geometrik harus direncanakan sedemikian rupa
sehingga jalan dapat memberikan pelayanan yang optimal pada lalulintas sesuai dengan
fungsinya.

PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK


1. Kendaraan Rencana

2. Volume lalulintas
Volume lalu-Lintas menunjukkan jumlah kendaraan yang melintasi satu titik
pengamatan selama satu satuan waktu (kendaraan/hari, kend/jam). Volume Lalu-Lintas
untuk keperluan desain kapasitas geometrik jalan perlu dinyatakan dalam Satuan Mobil
Penumpang (SMP).
Volume yang umumnya dilakukan pada desain kapasitas ruas jalan adalah sbb :
 Volume Lalu-Lintas Harian Rata-Rata (LHR)
 Volume Harian Rata-rata Tahunan (LHRT)
 Volume Lalu Lintas Harian rencana (VLHR)
 Volume Jam Rencana (VJR)
 Kapasitas jalan
3. Kecepatan
Kecepatan adalah besaran yang menunjukkan jarak yang ditempuh kendaraan dibagi
waktu tempuh yang dinyatakan dalam Km/Jam.

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN 26


4. Jarak Pandang
Jarak Pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada saat
mengemudi sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang membahayakan,
pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghindari bahaya tersebut dengan aman.
3 Faktor penting yang mempengaruhi Jarak Pandang :
• Waktu PIEV (Perception Time, Intelection Time, Emotion Process, Volition)
• Waktu untuk menghindari keadaan Bahaya
• Kecepatan kendaraan

Jarak Pandang Henti Berdasarkan Berbagai Pedoman

Panjang setiap komponen jarak pandang menyiap (AASHTO 2004)

Panjang jarak pandang menyiap (Bina Marga 1997)

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN 27


Kriteria perencanaan geometrik

Kendaraan rencana

Kendaraan Rencana adalah kendaraan dengan standard tertentu (bentuk, ukuran, dan
daya/kemampuan) yang digunakan sebagai kriteria perencanaan bagian-bagian jalan.
Kendaraan rencana ini dikelompokkan menjadi kelompok mobil penumpang, bis/truk, semi
trailer, dan trailer.

Volume Lalu Lintas

Volume Lalu-Lintas adalah jumlah kendaraan yang melintasi satu titik pengamatan selama
satu-satuan waktu (kend/hari, kend/jam, kend/menit). Volume lalu lintas untuk perencanaan
geometrik jalan biasanya dinyatakan dalam satuan mobil penumpang (smp) yaitu hasil
mengalikan setiap jenis kendaraan dengan ekivalensi mobil penumpang (smp) jenis kendaraan
tersebut.

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN 28


Kapasitas Jalan

Kapasitas Jalan adalah arus lalulintas maksimum yang dapat dipertahankan pada suatu
penampang bagian jalan pada kondisi tertentu, dinyatakan dalam satuan mobil penumpang per
jam. Ratio Volume/Kapasitas disebut RVK adalah perbandingan antara volume lalulintas
dengan kapasitas jalan. Kapasitas Rencana adalah kapasitas ideal dikalikan dengan faktor
kondisi jalan yang direncanakan (seperti terdapat dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia,
MKJI 1997).

Sesuai dengan Permen PU No 19/PRT/M/2011 nilai RVK ditentukan sesuai dengan fungsi
jalan, yaitu :

 RVK ≤ 0,85 untuk Jalan Arteri dan Jalan Kolektor.

 RVK ≤ 0,90 untuk Jalan Lokal dan Jalan Lingkungan.

Tingkat Pelayanan Jalan

Tingkat Pelayanan Jalan merupakan kondisi gabungan dari rasio volume dan kapasitas (V/C)
dan kecepatan. Rasio. V/C juga disebut Derajat Kejenuhan (MKJI 1997).

Kecepatan Rencana

Kecepatan Rencana (Desain Speed) adalah kecepatan kendaraan yang mendasari perencanaan
teknis geometri jalan, merupakan kecepatan kendaraan yang dapat dicapai bila melaju tanpa
gangguan dan aman. Pada saat desainer menetapkan kecepatan rencana sebagai dasar
perencanaan, beberapa hal perlu menjadi pertimbangan seperti :

 Biaya Pembangunan Jalan.


 Medan yang dilalui.
 Fungsi jalan.
 Perkiraan Arus Lalu-Lintas.
 Keselamatan Pengendara.
 Biaya Operasi kendaraan sebagai faktor ekonomis, dll.

Fungsi Jalan Kecepatan Rencana, Km / Jam


Datar Perbukitan Pergunungan
Jaringan Jalan Primer
Jalan Bebas Hambatan 80 – 120 70 – 110 60 – 100
Jalan Raya 60 – 120 50 – 100 40 – 80

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN 29


Fungsi Jalan Kecepatan Rencana, Km / Jam
Datar Perbukitan Pergunungan
Jalan Sedang 60 – 80 50 – 80 30 – 80
Jalan Kecil 30 - 60 25 - 50 20 - 40
Jaringan Jalan Sekunder
Jalan Bebas Hambatan 80 – 120
Jalan Raya 40 – 100
Jalan Sedang 40 – 80
Jalan Lokal, Lingkungan 30 - 60
Sumber : Pemen PU No. 19/PRT/M/2011

Medal Jalan Kecepatan rencana minimal (Km/jam)


Antar Kota Perkotaan
Datar 120 80 – 100
Perbukitan 100 80
Pegunungan 80 60

Tabel Kecepatan Rencana jalan TOL (sumber: Standar BM No. 007/BM/2009)


Gaya-gaya yang bekerja

F = m.a

F = (G.V2)/(g.R)

Keterangan :

 F : Gaya Sentrifugal.
 m : Masa Kendaraan.
 a : Percepatan Sentrifugal
 G : Berat Kendaraan.
 g : Gaya Gravitasi.
 V : Kecepatan Kendaraan.
 R : Jari-jari Tikungan.

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN 30


ALINYEMEN JALAN

Alinyemen Horizontal

Alinyemen Horizontal adalah kumpulan titik-titik yang membentuk garis (lurus dan lengkung)
sebagai proyeksi sumbu atau as jalan pada bidang horizontal.

Aspek penting dalam alinyemen horizontal :

 Gaya sentrifugal.

 Bentuk-bentuk busur peralihan

 Bentuk-bentuk tikungan

 Diagram superelevasi

 Pelebaran perkerasan pada tikungan

 Jarak pandang pada tikungan

Aspek dalam alinyemen horizontal

1. Derajat Lengkung
Derajat lengkung (Do) adalah besar sudut lengkung yang menghasilkan panjang busur 25
m.
- ↑R = ↓D = semakin tumpul lengkung horizontal rencana
- ↓R = ↑D = semakin tajam lengkung horizontal rencana
25
x 360
2. π. R

()*+,*-
D derajat 5o7
.

2. Jari – jari tikungan Ket :

8
Rmin = jari-jari minimum (m)
Rmin (+9.5 : ;< : 7 V = kecepatan kendaraan (km/jam)
emaks = superelevasi maksimum (%)
F = koefisien gesekan melintang

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN 31


Tabel. Besarnya R minimum dan D maksimum Berdasarkan Kecepatan Rencana

2. Distribusi Nilai Superelevasi dan Koefisien Gesek Melintang


Gaya sentrifugal yang timbul diimbangi oleh komponen gaya berat kendaraan akibat
adanya superelevasi (e) dan gaya gesekan melintang antara permukaan jalan dan ban
kendaraan. Di Indonesia untuk distribusi nilai superelevasi ( e ) yang digunakan untuk
perencanaan berdasarkan berdasarkan metode Bina Marga adalah sebesar 8 % dan 10
%. Distribusi nilai e dapat dilihat pada table dibawah ini

emaks = 0,10

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN 32


emaks = 0,08

3. Panjang bagian jalan yang lurus


Mempertimbangkan faktor keselamatan Pemakai Jalan, Bina marga menetapkan
maksimum bagian jalan yang lurus berdasarkan waktu tempuh kurang dari 2,5 menit yang
sesuai dengan Kecepatan Rencana (Vr).

Fungsi Panjang Bagian Lurus Maksimum (m)

Datar Perbukitan Pegunungan

Arteri 3.000 2.500 2.000

Kolektor 2.000 1.750 1.500

4. Lengkung Peralihan
Lengkung peralihan diperlukan agar pengemudi dapat menyesuaikan manuver kendaraan
pada bagian-bagian geometrik jalan yang bertransisi dari alinyemen lurus ke lingkaran,
atau dari lurus ke lurus atau juga dari alinyemen llingkaran ke lingkaran.

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN 33


Bentuk-bentuk alinyemen yang menggunakan lengkung peralihan

5. Landai Relatif
Landai relatif adalah besarnya kelandaian akibat perbedaan elevasi tepi perkerasan sebelah
luar sepanjang lengkung peralihan. Perbedaan elevasi dalam hal ini hanya berdasarkan
tinjuan atas perubahan bentuk penampang melintang jalan dan belum diperhitungkan
terhadap gabungan dari perbedaan elevasi akibat kelandaian vertical jalan.

Landai Relatif Maksimum yang ditetapkan Bina Marga (1994) dan AASHTO 2004

6. Pemilihan Bentuk Tikungan


Pemilihan bentuk tikungan menurut Bina Marga (1997)

Pemilihan bentuk tikungan menurut AASHTO (1990)

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN 34


7. Jarak Pandang dan Daerah Bebas Samping pada Lengkung Horizontal

Ket :
AB = Garis Pandang.
M = Jarak daerah bebas samping ke sumbu
lajur sebelah dalam, m
Ө = sudut pusat lengkung sepanjang Jh
Jh = jarak pandang henti, m
Lc = panjang lengkung busur lingkaran
Ri = Radius sumbu lajur sebelah dalam, m

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN 35


Alinyemen Vertikal
Alinyemen Vertikal didefinisikan sebagai proyeksi sumbu jalan pada bidang vertikal,
berbentuk penampang memanjang jalan. Alinyemen vertikal disebut juga penampang
memanjang atau profil jalan.

1. Kelandaian Minimum
Kelandaian Minimum jalan diperlukan untuk kepentingan Drainase Jalan (Surface Drain),
agar supaya secepatnya air hujan dapat mengalir kesaluran samping, sehingga tidak terjadi
Genangan pada permukaan Jalan.
Perencana perlu mempertimbangkan beberapa hal sbb :
 Landai datar (0%) untuk jalan jalan tanpa kerb dan terletak diatas tanah timbunan.
Pada kondisi ini lereng melintang jalan cukup untuk mengalirkan air diatas perkerasan
jalan kemudian ke Talud.
 Landai 0,30 – 0,50 % untuk jalan yang menggunakan Kerb dan terletak diatas tanah
timbunan. Kerb yang digunakan sebaiknya Kerb dengan saluran.

Jenis Medan berdasarkan Kelandaian Medan

Medan Jalan Notasi Kelandaian Medan

Datar D < 10,0 %


Perbukitan B 10,0 – 25,0 %
Pergunungan G ≥ 25 %

2. Kelandaian Maksimum
Kelandaian maksimum adalah kelandaian yang memungkinkan kendaraan bergerak terus
tanpa kehilangan kecepatan yang berarti. Di asumsikan untuk Truk yang bermuatan penuh
dengan penurunan kecepatan masih lebih atau sama dengan 50 % dari kecepatan awal.

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN 36


Kelandaian maksimum menurut Bina Marga (1997)

VR (Km/jam) < 40 40 50 60 80 100 110 120

LMAKS 10 10 9 8 5 4 3 3

3. Panjang Kritis
Panjang Kritis adalah panjang landai maksimum yang harus ada untuk memepertahankan
kecepatan sehingga penurunan kecepatan ≤ 50 % dari kecepatan rencana selama satu
menit.
Panjang Landai Kritis
Kecepatan Awal (km/jam) Landai (%) Panjang Landai Kritis (m)
120 3 800
4 500
5 400
100 4 700
5 500
6 400
80 5 600
6 500
60 6 500
Sumber : No. 007/BM/2009

4. Lajur Pendakian
Sesuai Standar Geometri untuk Jalan Tol No 007/Bm/2009, lajur pendakian selebar 3,60
m disediakan apabila panjang kritis dilampaui, jalan memiliki VLHR > 25.000 SMP/hari,
dan persentase truk > 15 %.
Faktor yang perlu dipertimbangkan untuk keperluan Jalur Pendakian :
 Arus lalu Lintas yang mendaki melebihi 200 Kend/jam.
 Arus lalu lintas Truk > 20 Kend/Jam.

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN 37


5. Lengkung Vertikal Parabola Sederhana

Ket :
Titik PLV = Titik Permulaan Lengkung Vertikal.
Titik PTV = Titi Permulaan Tangen Vertikal.
L = Panjang Proyeksi Lengkung
Vertikal.
g1 = Kelandaian bagian Tangen vertical

Persamaan Parabola : sebelah kiri. %


g2 = Kelandaian bagian tangent vertical
Y =x2 /200
sebelah kanan, %
Pada titik PPV : A = Perbedaan aljabar landai,
Ev =L /800 dinyatakan dalam persen = g1 - g2

Ev bernilai + : Lengkung Vertikal Cembung Ev = pergeseran vertical titik PPV

Ev bernilai - : Lengkung Vertikal Cekung terhadap lengkung vertical.

6. Panjang Lengkung Vertikal Cembung dengan S < L

Ket :

Dari gambar diatas, diperoleh persamaan :  L = Panjang Lengkung


Vertikal, m
AB C
L C
(DD5E+FG ;E+FC 7  S = Panjang Jarak pandang,
m
Untuk jarak pandang = jarak pandang henti,
 A = Perbedaan Aljabar
maka h1 = 1,08 m; h2 = 0,60 m, landai, %
sehingga persamaan menjadi :
 H1 = Tinggi Mata Pengemudi
+
L =H /658 diatas Muka Jalan, m
 h2 = Tinggi Objek diatas
Muka Jalan, m

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN 38


Jika Panjang lengkung vertikal dihitung
berdasarkan Jarak pandang mendahului
untuk Jalan 2 lajur 2 arah, dengan
h1 = 1,08 m dan h2 = 1,08 m, maka persamaan menjadi :

L =H + /864

Desain lengkung vertikal yang menggunakan jarak pandang henti sebagai dasar
menentukan panjang lengkung vertikal cembung, maka jalan dengan lengkung tersebut
perlu dilengkapi dengan rambu dan marka dilarang mendahului.

7. Panjang Lengkung Vertikal Cembung dengan S > L


Ket :
 L = Panjang Lengkung Vertikal, m
 S = Panjang Jarak pandang, m
 A = Perbedaan Aljabar landai, %
 h1 = Tinggi Mata Pengemudi diatas
Muka Jalan, m
 h2 = Tinggi Objek diatas Muka
Dari gambar diatas, diperoleh persamaan :
Jalan, m
C
+DD5EFG ;EFC 7
L 2H J
A

Jika Panjang lengkung vertikal dihitung berdasarkan Jarak pandang henti, dengan h1 =
1,08 m; dan h2 = 0,60 m, maka persamaan menjadi :
KLM
L 2H J 5 7
A

Jika Panjang lengkung vertikal dihitung berdasarkan Jarak pandang mendahului untuk
Jalan 2 lajur 2 arah, dengan h1 = 1,08 m; dan h2 = 1,08 m, maka persamaan menjadi :
MK)
L 2H J 5 7
A

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN 39


8. Tabel Nilai K berdasarkan Jarak Pandang Henti pada Lengkung Vertikal
Cembung
Kecepatan Jarak Pandang Nilai K = L/A
Rencana Km/Jam Henti (m) Hitungan Pembulatan
20 20 0,6 1
30 35 1.9 2
40 50 3,8 4
50 65 6,4 7
60 85 11,0 11
70 105 16,8 17
80 130 25,7 26
90 160 38,9 39
100 185 52,0 52
110 220 73,6 74
120 250 95,0 95
130 285 123,4 124
Sumber : AASHTO 2004

2. Panjang Lengkung Vertikal Cembung berdasarkan Jarak Pandang Henti

3. Panjang Lengkung Vertikal Cembung berdasarkan Kenyamanan Pengguna


Untuk mengurangi dampak gaya sentrifugal yang berlebihan sehingga memberikan
kenyamanan kepada pengguna jalan, maka panjang AASHTO menetapkan Panjang
Lengkung Vertikal Minimum :
Ket :

Lminimum = 0,6 V  L = Panjang Lengkung Vertikal Cembung minimum, m


 V = Kecepatan Rencana, Km/Jam.

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN 40


4. Jarak Pandang Henti pada Lengkung Vertikal Cekung

Nilai K berdasarkan Jarak Pandang Henti pada Lengkung Vertikal Cekung:

Tabel : Panjang Minimum Lengkung Vertikal, Bina Marga (1997)


Kecepatan Rencana Perbedaan Kelandaian Panjang Lengkung
(Km/jam) Memanjang (%) (m)
< 40 1 20 – 30
40 – 60 0,6 40 – 80
≥ 60 0,4 80 - 150

Panjang Lengkung Vertikal Cekung berdasarkan Jarak Pandang Henti.

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN 41


5. Kenyamanan Pengemudi
Gaya sentrifugal dan Gravitasi dapat berdampak ketidaknyamanan pada pengemudi dan
penumpang kendaraan. Panjang Lengkung Vertikal Cekung minimum berdasarkan
AASHTO 2004 mengikuti persamaan berikut :

2
L = AV /395

Ket :
 V = Kecepatan rencana, Km/jam
 A = Perbedaan aljabar landai
 L = Panjang Lengkung Vertikal Cekung, m

6. Bentuk Visual Lengkung Vertikal Cekung


AASHTO 2004 memberikan batasan bentuk lengkung vertical dengan panjang minimum
L = K.A, dengan K = 30. Panjang Lengkung Vertikal Minimum berdasarkan bentuk visual
lengkung adalah : Ket :
 L = Panjang Lengkung Vertikal Cekung minimum, m
Lminimum = 30 A
 A = Perbedaan Aljabar Landai.

7. Jarak Pandang Bebas S < L

Berdasarkan gambar di atas, persamaan Panjang Lengkung Vertikal Cekung untuk S < L
adalah :

AB C
L MDDN O)DD 5FG ;FC 7

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN 42


Jika menggunakan standar tinggi mata pengemudi Truk = 2,40 m dan tinggi objek = 0,6 m
sebagai tinggi bagian belakang kendaraan yang dilihat oleh Truk, maka persamaan bisa
disederhanakan menjadi :

2
L = AS /(800C-1200)

Ket :
 L = Panjang Lengkung Vertikal Cekung, m
 A = Perbedaan Aljabar landai, %
 S = Jarak pandangan henti atau menyiap minimum, m
 C = Tinggi bebas dari muka jalan ke bagian bawah bangunan yang melintas, m
 h1 = Tinggi mata pengemudi dari muka jalan, m
 h2 = Tinggi objek dari muka jalan, m

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN 43


PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN JALAN

Berikut merupakan parameter perencanaan tebal perkerasaan jalan menurut Petunjuk


perencanaan Tebal Perkerasaan Lentur Jalan Raya dengan Metode Analisa Komponen,
Departemen Pekerjaan Umum (1987) :
1. Jumlah jalur dan koefisien distribusi kendaraan
Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya, yang
menampung lalu lintas terbesar.
2. Angka Ekivalen (E) Beban Sumbu Kendaraan
Angka Ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu (setiap kendaraan)
3. Lalu lintas Harian rata – rata
Lalu lintas Harian Rata-rata (LHR) setiap jenis kendaraan di tentukan pada awal
umur rencana, yang dihitung untuk dua arah pada jalan tanpa median atau masing-
masing arah pada jalan dengan median.
4. Lintas Ekivalen
Kerusakan perkerasan jalan raya pada umumnya disebabkan oleh terkumpulnya air
dibagian perkersaan jalan, dan area repitisi dari lintas kendaraan. Oleh karena itu
perlulah ditentukan berapa jumlah repitisi beban yang akan memakai jalan tersebut.
Repitisi beban dinyatakan dalam lintasan sumbu standar, dikenal dengan nama
lintasan ekivalen. Lintas ekivalen tengan (LET) adalah jumlah lintas ekivalen harian
rata-rata dari sumbu tunggal 8,16 (18.000 lb) pada jalur rencana yang diduga terjadi
pada pertengahan umur rencana.
5. Daya dukung tanah (DDT) dan CBR
Daya dukung tanah (DDT) ditetapakan berdasarkan grafik korelasi. Daya dukung
tanah diperoleh dari nilai CBR. Dari nilai CBR yang diperoleh ditentukan nilai CBR
rencana yang merupakan nilai CBR ratarata untuk suatu jalur tertentu. Bisa dilihat
di gambar korelasi DDT dan CBR di bawah ini :
6. Faktor Regional (FR)

Faktor Regional (FR) adalah faktor koreksi sehubungan dengan adanya perbedaan
kondisi dengan AASHTO Road Test dan sesuaikan dengan keadaan di Indonesia.
Faktor regional dipengaruhi oleh alinyemen (kelandaian dan tikungan), presentase
kendaraan berat dan berhenti serta iklim (curah hujan)

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN 44


7. Indeks Permukaan (IP)
Indeks permukaan (IP) adalah nilai keratin/ kehalusan yang bertalian dengan tingkat
pelayanan bagi lalu lintas yang lewat. Indeks permukaaan (IP) sebagai ukuran dasar dalam
menentukan nilai perkerasan ditinjau dari kepentingan lalu lintas. Indeks permukaan
terdiri dari indeks permukaan awal (Ipo) dan indeks permukaan akhir (Ipt).
a. Indeks Permukaan Awal
Dalam menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (Ipo) perlu
diperhatikan jenis lapisan permukaan tanah (kerataan/kehalusan serta kekokohan)
pada awal umur rencana.
b. Indeks Permukaan Awal
Di dalam menentukan indeks permukaan pada akhir umur rencana (Ipt), perlu
dipertimbangkan faktor-faktor klasifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas ekivalen
rencana (LER). Adapun beberapa nilai IP
8. Ketentuan Tebal Perkerasaan Lentur
a. Indeks Tebal Perkerasaan (ITP)
Menentuakan Indeks Tebal Perkerasan (ITP) dengan mengunakan nomogram. ITP
dapat diperoleh dari nomogram dengan mempergunakan LER selama umur rencana.
Pada konstruksi bertahap, ITP dpat ditentukan berdasarkan konsep umur sisa.
Konstruksi tahan kedua dilaksanakan jika dianggap umur sisa tahap pertama tinggal
40%, ITP satu adalah ITP untuk tahap pertama diperoleh dari nomogram.
b. Koefisien Kekuatan Relatif (a)
Koefisien kekuatan relatif (a) masing-masing bahan dan
kegunaanya sebagai lapisan permukaan, pondasi dan pondasi bawah,ditentukan secara
korelasi sesuai nilai marshal test (untuk bahan dengan aspal), kuat tekan (untuk bahan
yang distabilisasikan dengansemen atau kapur), atau CBR (untuk bahan lapis pondasi
bawah).Adapun koefisien kekuatan relatif masing-masing lapis perkerasan
9. Batas Minmum Tebal Perkerasan
1) Lapis Permukaan
2) Lapis Pondasi
3) Lapis Pondasi Bawah

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN 45


PERENCANAAN KONSTRUKSI DRAINASE

Drainase permukaan adalah sistem darinase yang berkaitan dengan pengendalian air
permukaan. Dalam merencanakan drainase terdapat ketentuan – ketentuan yang diperhatikan,
diantaranya ialah :

1. Perencanaan drainase harus sedemikian rupa sehingga fungsi fasilitas drainase sebagai
penampung, pembagi, dan pembuang air dapat sepenuhnya berdaya guna dan berhasil
guna.
2. Pemilihan dimensi dari fasilitas drainase harus mempertimbangkan factor ekonomi dan
faktor keamanan.
3. Perencanaan drainase harus dipertimbangkan pula segi kemudahan dan nilai ekonomis
terhadap pemeliharaan sistem drainase.
4. Sebagai bagian sistem drainase yang lebih besar atau sungai – sungai pengumpul
drainase.
5. Perencanaan drainase ini tidak termasuk untuk sistem drainase areal tetapi harus
diperhatikan dalam perencanaan terutama untuk tempat air keluar.

Dua hal pokok yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan sistem drainase untuk jalan
raya, yaitu :

 Drainase permukaan
 Drainase bawah permukaan

Pada sistem drainase permukaan jalan terdiri dari melintang perkerasan dan bahu jalan, selokan
samping, gorong – gorong dan saluran penangkap. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar
berikut ini :

Gambar Tipikal Sistem Drainase Jalan

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN 46


Fungsi Drainase Jalan

Draninase permukaan jalan merupakan komponen penting, adapun fungsi dari drainase
tersebut ialah :

1. Menjaga permukaan jalan tetap dalam kondisi kering.


2. Menjaga stabilitas struktur perkerasan jalan agar tidak adanya erosi.
Tahapan Menentukan Debit Aliran
 Menentukan intensitas curah hujan
 Menentukan waktu konsentrasi
 Menentukan koefisien pengaliran:
 Menentukan debit aliran

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN 47


PERENCANAAN BANGUNAN PENGAMAN GORONG-GORONG

Gorong-gorong difungsikan sebagai saluran pembawa air dari samping ke badan air ataupun
ke saluran pembuangan lainnya. Ada beberapa tipe gorong-gorong yakni :

1. Pipa beton tunggal atau bertulang


2. Pipa baja bergelombang tunggal atau lebih
3. Persegi (Box Culvert) dari beton bertulang

Adapun perhitungan luas basah dari gorong-gorong tersebut dapat di lihat dari Gambar:
Gorong-gorong berikut ini, dengan penetapan luas bidang basah adalah: F = ⅛ (Ø – sinØ) D².

Berbagai jenis ukuran gorong-gorong dpat dilihat seperti pada tabel berikut :

Tabel Jenis dan Diameter Gorong – gorong

Berikut ini dijelaskan beberapa keuntungan dari masingmasing bentuk gorong-gorong beton
diantaranya ialah :

1. Keuntungan
a. Dapat menahan beban agak berat
b. Diameter > 1,00 m perlu penulangan
c. Dapat dicor ditempat
2. Kerugian
a. Pengangkutan cukup sulit
b. Kapasitas terbatas
c. Pemeliharaan cukup sulit

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN 48


3. Saran, Untuk keperluan jalan raya menggunakan diameter ≥ 60 cm

Secara detail penampang gorong-gorong beton dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar Potongan Gorong – gorong Beton

Penyebaran tegangan pada lantai atau dinding goronggorong dapat dilihat pada berikut :

Gambar Penyebaran Gaya dari Beban Lalu – lintas Skema ukuran gorong – gorong

PERENCANAAN KONSTRUKSI JALAN 49

Anda mungkin juga menyukai