ID Pemanfaatan Miang Bambu Betung Dendrocal
ID Pemanfaatan Miang Bambu Betung Dendrocal
Abstract
The used chemically rodenticides to control rodent pest can have a negatively impact on the environment and
human life. Utilization of eco-friendly natural materials such as ³miang ³ Dendrocalamus asper(bambu betung) is one kind
of solution that is expected to be used as an alternative material to control rodent pest. This research purposed to determine
the effectivenes of ³PLDQJ´ Dendrocalamus asper(Bambu Betung) against mortality of white rats (Rattus novergicus, L.) by
used the baits mixed with bamboo miang betung at various concentrations (0%, 5%, 10%, 15%, 20%) on rodent morbidity
and mortality rate . The results of this research indicates that mixing the bamboo miang into baits, effect on mortality of
rodent. The concentration of 10% of the measure is the most effectivebecause has killed 100% of rats. This research
indicates that miang bamboo high toxicity and very potential to be develope as an eco-friendly plant-based rodenticides.
1
konsentrasi yang efektif saat pengaplikasian. Pengujian dicampur dengan konsentrasi miang bambu akan
akan diulang sebanyak 3 kali untuk setiap konsentrasi diumpankan pada tikus putih dengan umur yang sama
sehingga didapatkan 12 kali pengujian. (umur 3 bulan).
Formulasi konsentrasi miyang bambu ditentukan Adapun jumlah pengujian yang dilakukan adalah
dengan rumus: sebagai berikut:
.RQVHQWUDVL PLDQJ 1. Pengujian tanpa menggunakan miang sebagai
.RQVHQWUDVL L î kontrol, yaitu: 3 ekor tikus dimasukkan kedalam
%HUDW SDNDQ JU
kotak yang telah disediakan kemudian
.RQVHQWUDVL PLDQJ diumpankan dengan pakan yang telah diolah.
.RQVHQWUDVL L î Diamati selama 72 jam dengan rentang
%HUDW SDNDQ JU
pengamatan 3 jam, dilihat apa yang terjadi
.RQVHQWUDVL PLDQJ pada 3 ekor tikus tersebut.
.RQVHQWUDVL s L î 2. Perhitungan nilai mortalitas tikus
%HUDW SDNDQ JU
Pengamatan mortalitas tikus dilakukan setelah
pengujian selesai. Penentuan nilai mortalitas
.RQVHQWUDVL PLDQJ
.RQVHQWUDVL L î tikus dihitung menggunakan rumus:
%HUDW SDNDQ JU
M1
M= x100 %
Persiapan bahan M0
Tikus putih yang digunakan sebagai obyek Keterangan :
percobaan akan dikondisikan selama 1 minggu agar bisa M = Mortalitastikus
beradaptasi sebelum dilakukan pengujian. Bahan yang M0 = Total jumlahtikus yang diumpankan
digunakan adalah miang bambu betung (bentuknya halus M1 = Jumlah tikus yang mati
seperti bulu dan ukuran nya berkisar antara 0.3-0.7 cm).
Miang bambu akan dicampur dengan pakan tikus dengan RancanganPercobaan
konsentrasi yang telah ditetapkan lalu diumpankan pada Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak
tikus. Setelah itu dilihat reaksi dari miang bambu Lengkap dengan dengan tiga kali ulangan.
terhadap mortalitas tikus dengan pengulangan sebanyak Tabel 3. Rancangan Acak LengkapPercobaan
tiga kali. Kriteria tikus putih yang digunakan adalah tikus Jenis Konsentrasi Ulanganke-
yang sudah berumur 40-60 hari, sehat dan tidak cacat bambu (K) 1 2 3
(faktor jenis kelamin dan berat tikus diabaikan). K0 K0 K0 K0
a. Pembuatanpakan K1 K11 K12 K13
betung K2 K21 K22 K23
Untuk setiap konsentrasi, berat pakan yang K3 K31 K32 K33
digunakan adalah 60 gr yang terdiri dari 60% tepung K4 K41 K42 K43
jagung, 25% tepung gandum, 5% minyak jagung, dan 5%
gula dan 5% untuk bahan penyedap (terasi). Bahan Perlakuan dengan 5 taraf konsentrasi perlakuan,
penyedap digunakan agar pakan yang diumpankan yaitu perlakuan B0 = perlakuan 0%, B1 = konsentrasi 5%,
mampu meningkatkan daya tarik tikus untuk memakan B2 = konsentrasi 10%, B3 = konsentrasi 15%, B4=
umpan. Pakan akan dibuat dalam bentuk pellet dengan konsentrasi 20%. Dilakukan pengulangan sebanyak tiga
mencampurkan semua bahan pakan dan penyedap serta kali dengan jumlah tikus setiap perlakuan sebanyak tiga
konsentrasi miang bambu betung. Pembuatan pellet ekor, dengan total tikus yang diumpankan sebanyak 45
dilakukan 2 hari sebelum penelitian dilakukan. Bahan ekor.
akan diadon dan dibentuk dan dijemur sampai kering. Analisis Data
Secara ringkas dapat dilihat pada gambar 2. Yijk = µ + Ai + Bj(i) + }ijk
L «««« D M E GDQ
Pencampuran pakan dengan k =1.2.3,.......u
Persiapan bahan konsentrasi miang bambu (0%, Dimana :
5%, 10%, 15%, 20%)
Yijk : Pengamatan faktor mortalitas taraf ke-i ,
faktor konsentrasi taraf ke-j dan ulangan ke-
Dilakukan pengamatan
k
terhadap mortalitas dan Pengulangan µ : Rataan Umum
kecepatan mortalitas tikus sebanyak 3 kali Ai : Pengaruh Faktor Miang bambu pada taraf
ke-i
Bj(i) : Pengaruh Faktor Konsentrasi miang bambu
Gambar 2. Bagan Pengujian
pada taraf ke-j pada Ai
}ijk : Pengaruh galat pada faktor mortalitas taraf
Pengujian
ke-i, faktor konsentrasi taraf ke-j dan
Metode yang digunakan adalah metode umpan,
Ulangan ke-k
dengan pakan yang telah dibuat dalam bentuk pellet
dengan berat 10 gr setiap butirnya. Pakan yang telah
2
Ada tidaknya pengaruh perlakuan terhadap Konsentrasi 0% sebgai control digunakan
respon maka dilakukan analisis sidik ragam berupa uji F sebagai pembanding dengan konsentrasi lainnya.
pada tingkat kepercayaan 95% menggunakan Konsentrasi 5-20 % berbeda nyata dengan konsentrasi
softwareMinitab17 GLPDQD MLND ) KLWXQJ ” ) WDEHO PDND 0% (kontrol) dikarenakan konsentrasi 0% yang
H0 diterima dan jika F hitung > F tabel maka H0 ditolak. digunakan sebagai kontrol tetap hidup sampai akhir
Hipotesis yang diuji adalah: penelitian. Sedangkan antara konsentrasi 5%, 10%,
H0 : Konsentrasi miang bambu tidak berpengaruh 15%, dan 20% nilai mortalitasnya tidak berbeda nyata
terhadap persentase tikus. ditandainya dengan huruf yang sama pada kolom yang
H1 : Konsentrasi miang bambu berpengaruh sama.
terhadap persentase kematian tikus Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya
Jika hasil analisis sidik ragam memberikan pengaruh miang bambu terhadap mortalitas tikus,
perbedaan yang nyata baik pada faktor A maka dimana total tikus yang mati dari ketiga ulangan adalah
dilakukan uji lanjut Dunnnett (2-sided)a). sebanyak 28 ekor tikus dan yang hidup adalah 8 ekor
tikus (tidak termasuk kontrol) yang diujikan selama 72
HASIL DAN PEMBAHASAN jam pengamatan dengan rentang waktu pengamatan per
Mortalitas tikus putih ( Rattus norvegicus, L.) 3 jam dan total pengamatan adalah sebanyak 24 kali
Mortalitas tikus putih merupakan salah satu yang disajikan dalam Tabel 6.
indikator dalam penentuan keaktifan bahan racun Tabel 6.PengamatanMortalitasSetelah 72 Jam
dengan menghitung persentase jumlah tikus yang mati Konsentrasi Jumlah Mortalitas Rata-rata batas
setelah diberikan perlakuan pada waktu tertentu. Nilai (%) (ekor) (%) waktukematian (jam)
mortalitas tikus diperoleh dari jumlah tikus yang sudah 0 0 0 0
mati pada setiap pengujian dibagi dengan jumlah tikus 5 8 88.9 55.5
yang dimasukkan pada setiap pengujian dikali dengan 10 9 100,0 51,0
100%. 15 7 87.5 55.6
20 5 55.5 58.75
Hasil analisis sidik ragam pengaruh pemberian Keterangan : Tabel diatas merupakan total dari ketiga ulangan
miang bambu dengan dosis yang berbeda terhadap yang diujikan
mortalitas tikus putih disajikan pada Tabel 4.
Tabel diatasmemperlihatkanperbedaan mortalitas untuk
Tabel 4. Tabel Anova (Mortalitas versus Konsentrasi, setiap konsentrasi dengan rata-rata waktu kematian yang
pelet) Mortalitas Tikus berbeda. Mortalitas tertinggi didapat pada konsentrasi
JK DB JKT 10% dengan nilai mortalitas 100%, diikuti konsentrasi 5%
Perlakuan 5.644 4 1.411 dengan nilai mortalitas 88,9%, konsentrasi 15% dengan
Pakan (Perlakuan) 2.666 10 0.266
Galat 2.000 30 0.066 nilai mortalitas 87,5% dan yang terendah pada
Total 10.311 44 konsentrasi 20% dengan nilai mortalitas 55,5%,
Keterangan: JK = Jumlah Kuadrat sedangkan pada taraf 0% (kontrol) tetap hidup sampai
DB = Derajat Bebas
JKT = Jumlah Kuadrat Tengah
akhir penelitian.
Dunnett t 5a 0 .88889 .16102 .000 Gambar 3. Grafik Nilai Mortalitas Tikus Pada Ulangan I
(2-sided)a 10a 0 1.00000 .16102 .000
15a 0 .77778 .16102 .000
20a 0 .55556* .16102 .005
Nilai mortalitas tikus pada konsentrasi 0% tetap
Keterangan : Tanda (*) menunjukkan pengaruh berbeda nyata hidup sampai akhir penelitian pada ulangan I, dimana
pada taraf 5% menurut Uji Jarak Dunnnett antara pada konsentrasi 0% merupakan kontrol dan tidak
0% versus 5%, 0% versus 10%, 0% versus 15%, mendapatkan pencampuran miang bambu pada pakan
dan 0% versus 20%. yang diumpankan. Pada konsentrasi 5% tikus yang mati
3
didapatkan pada jam ke 57 sebanyak satu ekor dan jam
ke 60 sebanyak satu ekor dan yang hidup satu ekor. 2.5
Pada konsentrasi 10% didapatkan nilai mortalitas yang
sempurna dengan total mortalitas tiga ekor pada jam ke 2
54 satu ekor dan jam ke 57 dua ekor. Pada konsentrasi
3.5
2.5
Jumlah individu mati
1.5
0
6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 66 72
Jam ke-
4
Total ketiga ulangan didapatkan hasil bahwa dan kematian tikus ditandai dengan mengeluarkan cairan
konsentrasi terendah yaitu 5% dan 10% lebih baik kental berwarna kuning yang bercampur dengan peses
daripada konsentrasi 15% dan 20% baik dari segi nilai tikus dari sistem pencernaannya. Cairan kental ini diduga
mortalitas maupun dari segi efektifitas waktu kematian. akibat terganggunya proses pencernaan tikus oleh miang
Hal ini didukung dengan penelitian Pakki (2009) yang bambu yang dikonsumsi tikus. Jika efek miang bambu
menggunakan hasil rendaman biji jengkol untuk terjadi secara fisik, diduga miang bambu merusak
pengendalian hama tikus pada tanaman jagung, jaringan pencernaan tikus karena dilukai oleh miang
menyatakan hasil terbaik tidak terdapat pada perlakuan bambu yang gatal.
dengan konsentrasi tertinggi, tetapi sebaliknya terdapat
pada konsentrasi terendah.
Rataan waktu mortalitas tikus tidak terlalu
berbeda nyata. Seperti pada Tabel 4, dapat dilihat rataan
rentang waktu kematian tikus paling cepat adalah 51 jam
dan paling lama adalah 58.7 jam.
Jam 58.75
55.50 55.60
60 51.00
50
Rataan waktu mortalitas
40
30
5
kimiawi lebih gampang didapat dan lebih mudah Pengembangan Tanaman Perkebunan Bekerja Sama
diaplikasikan di lapangan. Untuk pengembangan miang Dengan Lembaga Pendidikan Perkebunan.
bambu sebagai rodentisida nabati secara massal masih Medan. hal 2.
jauh dari yang diharapkan, karena perlunya lagi
penelitian lebih lanjut terhadap jenis tikus yang berbeda Pakki. T, dkk. 2009. Studi Potensi Rodentisida Nabati Biji
dan perlu teknik pengumpulan miang bambu yang efisien Jengkol Untuk Pengendalian Hama Tikus pada
untuk mendapatkan hasil yang lebih sempurna. Tanaman Jagung. FP. Universitas Haluoleo.
Penelitian Posmaningsih, dkk. (2009) yang Kendari. Sulawesi Tenggara.
menggunakan umbi gadung (Dioscorea hispida Dennust)
sebagai rodentisida nabati, konsentrasi 30% merupakan Pardosi. J. F. Dosis Efektif dan Waktu Kontak
konsentrasi yang paling efektif dari tiga konsentrasi yang Rodentisida Contrac 0,005 Terhadap Tikus Putih
diujikan (20%, 30%, 40%) karena telah memenuhi batas (Mus sp). Poltekes Jakarta II. Jakarta.
LD50. Sedangkan dengan menggunakan miang bambu,
konsentrasi yang paling efektif adalah pada konsentrasi Priyambodo. (1995). Pengendalian Hama Tikus Terpadu.
10% dari 4 konsentrasi yang diujikan (5%, 10%, 15%, Jakarta : Penerbit Penebar Swadaya.
20%). Diduga miang bambu mengandung alkaloid yang
biasanya mempunyai efek pada tikus sebagai penekan Rochman dan Sukarna, D. 1988. Dampak dan Bioekologi
populasi. Tikus di Lahan Pasang Surut Dalam Hubungan
Berbagai jenis rodentisida kimia yang ada, Pengendaliannya, Dalam Seminar Sehari
contrac 0,005 termasuk antikoagulan, yaitu racun tikus Pengendalian Tikus di Daerah Transmigrasi
yang bekerja lambat dengan cara menghambat Pasang Surut. Himpunan Perlindungan
pembekuan darah dan akan menimbulkan kerusakan Tumbuhan Indonesia. Jakarta. hal 8.
pada pembuluh darah sehingga tikus akan mati setelah
beberapa waktu makan bahan beracun (Pardosi J.F, Singleton, G. R. 2003. Impacts Of Rodents On Rice
2010). Pada penelitian menggunakan miang bambu, efek Production In Asia. IRRI Discussion Paper Series
racun yang terkandung dalam miang bambu terlihat No. 45. Los Banos. Philippines. 30PP.
lambat, dimana dalam pengamatan kematian tikus baru
terlihat pada jam ke 48 setelah tikus memakan bahan Widodo, W. 2005. Tanaman Beracun dalam Kehidupan
beracun yang diumpankan. Ternak. Malang : UMM Press.
Miang bambu diduga memiliki kandungan
glikosida dan tanin yang ditandai dengan gejala pada
tikus seperti nafsu makan berkurang, diare, agresif, dan
menggigil kedinginan sebelum mati yang sesuai dengan
pernyataan Hanenson (1980), tentang komponen-
komponen kimia yang dihasilkan tumbuhan beracun.
Kesimpulan
1. Konsentrasi miang bamboo berpengaruh nyata
terhadap mortalitas tikus.
2. Konsentrasi miang bambu yang rendah lebih efektif
dari pada konsentrasi yang tinggi.
Saran
Perlu dilakukannya penelitian lanjutan dengan
menggunakan tikus jenis lain sebagai objek percobaan
untuk memperoleh hasil pengujian yang lebih signifikan
dan melakukan uji fitokimia miang bambu untuk
mengetahui kandungan yang ada dalam miang bambu.
DAFTAR PUSTAKA
Berlin, N. V. A., dan Estu, R. 1995. Jenis dan Prospek
Bisnis Bambu. Penebar Swadaya. Jakarta.