MOOC PPPK
Massive Open Online Course
Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja
DISUSUN OLEH
MATERI I
Video Sambutan Kepala Lembaga Administrasi Negara, Dr. Adi Suryanto, M.Si
M A T E R I II
Penguasaan Core Value dan penguasaan literasi digital (SMART ASN) Selamat
belajar dan semangat mengembangkan diri supaya menjadi ASN yang unggul dan
mendukung daya saing bangsa
MATERI III
WAWASAN KEBANGSAAN
Dari sudut hukum, UUD 1945, merupakan tataran pertama dan utama dari
penjabaran lima norma dasar negara (ground norms) Pancasila beserta norma-
norma dasar lainnya yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945, menjadi norma
hukum yang memberi kerangka dasar hukum sistem penyelengagaran negara
pada umumnya, atau khususnya sistem penyelenggaraan negara yang mencakup
aspek kelembagaan, aspek ketatalaksanaan, dan aspek sumber daya manusianya.
Bhinneka Tunggal Ika
A. Umum
Agresi Militer II Belanda yang berhasil meguasai Ibukota Yogyakarta dan
menawan Soekarno Hatta tidak meluruhkan semangat perjuangan Bangsa
Indonesia. Perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan dilaksanakan baik
dengan hard power (peranggerilya) maupun soft power (Pemerintahan
darurat) di Kota Buktinggi. Yang menjadi sejarah Bela Negara, semua negara
dan bangsa memiliki ancamannya masing-masing, termasuk Indonesia sehingga
dibutuhkan kewaspadaan dini untuk mencegah potensi ancaman menjadi
ancaman. Dengan sikap dan perilaku yang didasarkan pada kesadaran bela negara
dan diaktualisasikan oleh ASN tujuan nasional dapat tercapai.
C. Ancaman
Ancaman adalah adalah setiap usaha dan kegiatan, baik dari dalam negeri
maupun luar negeri yang bertentangan dengan Pancasila dan mengancam atau
membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan keselamatan segenap bangsa, usaha dan kegiatan, baik dari dalam
negeri maupun luar negeri dapat mengancam seluruh aspek kehidupan berbangsa
dan bernegara baik aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya maupun
aspek pertahanan dan keamanan.
D. Kewaspadaan Dini
Kewaspadaan dini sesungguhnya adalah kewaspadaan setiap warga negara
terhadap setiap potensi ancaman. Kewaspadaan dini memberikan daya tangkal
dari segala potensi ancaman, termasuk penyakit menular dan konflik sosial.
Peserta Latsar CPNS diharapkan mampu mewujudkan kepekaan, kesiagaan, dan
antisipasi dalam menghadapi berbagai potensi ancaman. Kewaspadaan dini
diimplementasikan dengan kesadaran temu dan lapor cepat (Tepat Lapat) yang
mengandung unsur 5W+1H (When,What, Why, Who, Where dan How) kepada
aparat yang berwenang. Setiap potensi ancaman di tengah masyarakat dapat
segera diantisipasi segera apabila warga Negara memiliki kepedulian terhadap
lingkungannya, memiliki kepekaan terhadap fenomena atau gejala yang
mencurigakan dan memiliki kesiagaan terhadap berbagai potensi ancaman.
Bentuk Negara kesatuan yang disepakati oleh para pendiri bangsa dan
kemudian ditetapkan berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
juga memiliki makna pentingnya kesatuan dalam sistem penyelenggaraan Negara.
Perspektif sejarah Negara Indonesia mengantrakan pada pemahaman betapa
pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa yang didasarkan pada prinsip-prinsip
persatuan dan kesatuan bangsa dan nasionalisme. Kebijakan publik dalam format
keputusan dan/atau tindakan administrasi pemerintahan (SANKRI) memiliki
landasan idiil yaitu Pancasila landasan konstitusionil , UUD 1945 sebagai sistem
yang mewadahi peran Aparatur Sipil Negara (ASN) Berdasarkan UU No.5 Tahun
2014 tentang aparatur Sipil Negara.
Undang-Undang No.27 yang berlaku secara efektif mulai tanggal 8 Agustus
1942. Menurut Undang– Undang ini maka tata pemerintahan daerah pada jaman
tersebut yang berlaku di tanah Jawa dan Madura, kecuali Kooti (Swapraja),
susunan pemerintah daerahnya terbagi atas Syuu (Karesidenan), Si (Kota), Ken
(Kabupaten), Gun (Kawedanan), Sen (Kecamatan) dan Ku (Desa). Aturan-aturan
tentang tata pemerintahan daerah terdahulu tidak berlaku lagi, kecuali aturan yang
ditetapkan dalam undang-undang ini serta aturan yang berlaku buat Kooti.
Kemudian dalam Undang-Undang No.28 tanggal 11 Agustus 1942 diberikan
aturan mengenai pemerintahan Syuu dan Tokubotu-Si. Sedangkan mengenai
ketentuan tentang Kooti disebutkan pada bagian penjelasan kedua Undang-
Undang tersebut yang menerangkan tentang kedudukan Kooti Surakarta dan
Yogyakarta yang dianggap mempunyai keadaan istimewa, akan ditetapkan aturan
tata pemerintahan yang bersifat istimewa juga.
Maklumat Wakil Presiden No.X tanggal 16 Oktober 1945, yang
meningkatkan maka kedudukan Komite Nasional menjadi badan legislatif yang
berkedudukan sejajar dengan DPR. Maklumat Pemerintah tanggal 14 November
1945 tersebut, telah membawa perubahan besar dalam sistem pemerintahan
negara. Perubahan tersebut adalah perubahan Kabinet Presidensiil menjadi
Kabinet Parlementer, yang berarti Menteri-menteri tidak bertanggungjawab kepada
Presiden melainkan kepada parlemen.
Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag antara Pemerintah Belanda
dengan pemerintah Indonesia pada tanggal 23 Agustus-2 November 1949. Hasil
KMB tersebut adalah bahwa Kerajaan Belanda harus memulihkan kedaulatan atas
wilayah Indonesia kepada pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS),
sedangkan kekuasaan pemerintahan akan diserahkan pada tanggal 27 Desember
1949 di Jakarta. Pada saat itulah negara Indonesia berubah menjadi negara federal
yangterdiri dari 16 negara bagian. Dengan demikian, menurut Ismail Sunny
(1977) sejak saat itu, Negara Indonesia resmi berubah dari negara kesatuan
menjadi negara serikat dengan konstitusi RIS (KRIS) 1949 sebagai Undang-
Undang Dasar.
Pada tanggal 19 Mei Tahun 1950 telah disepakati bersama untuk
mewujudkan kembali negara kesatuan dengan memberlakukan Undang-Undang
Dasar Sementara (UUDS) 1950. Dengan UU Federal No. 7 Tahun 1970,
ditetapkanlah UUDS 1950 berdasarkan pasal 190 KRIS 1950 untuk kemudian
menjadi UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mulai berlaku efektif
sejak tanggal 17 Agustus Tahun 1950. Dalam Undang-Undang Dasar tersebut,
tanpak bahwa pemegang kekuasaan tertinggi dalam negara berada ditangan
rakyat.
Tanggal 5 Juli Tahun 1959 dikeluarkanlah Dekrit Presiden yang berisi
pemberlakuan kembali UUD 1945, membubarkan Konstituante dan tidak
memberlakukan UUDS 1950. pada masa UUDS 1950, administrasi negara tidak
dapat tumbuh dalam suatu wadah yang penyelenggaraan negaranya tidak
mengindahkan normanorma hukum dan asas-asas hukum yang hidup berdasarkan
falsafah hukum atau ideologi, yang berakar kepada faham demokrasi dan
berorientasi kepada penyelenggaraan kepentingan masyarakat.
Puncak kekacauan terjadi pada saat Partai Komunis Indonesia (PKI)
menjalankan dominasi peranannya di bidang pemerintahan yang diakhiri dengan
pengkhianatan total terhadap falsafah Pancasila dan UUD 1945 pada tanggal 30
September Tahun 1965. Kondisi ini memaksa Presiden RI saat itu yaitu Soekarno
untuk mengeluarkan “Surat Perintah 11 Maret” yang ditujukan kepada Letnan
Jenderal. Soeharto dengan wewenang sangat besar dalam usaha untuk
menyelamatkan negara menuju kestabilan pemerintahan.
Keinginan untuk pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen telah
dituangkan dalam bentuk yuridis dalam Pasal 2 Tap MPRS No. XX Tahun 1966
dengan Pancasila sebagai landasan atau sumber dari segala sumber hukum. Untuk
mewujudkan keinginan tersebut, telah ditetapkan beberapa ketentuan antara lain
tentang Pemilihan tetap satu, tak ada kebenaran yang mendua”. Frasa inilah yang
kemudian diadopsi sebagai semboyan yang tertera dalam lambing negara Garuda
Pancasila. Semangat kesatuan juga tercermin dari Sumpah Palapa Mahapatih
Gajahmada. Sumpah ini berbunyi: Sira Gajah Mahapatih Amangkubhumi tan
ayun amuktia palapa, sira Gajah Mada: "Lamun huwus kalah nusantara isun
amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tañjung Pura, ring Haru, ring
Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti
palapa". Terjemahan dari sumpah tersebut kurang lebih adalah: Beliau Gajah
Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa. Ia Gajah Mada, "Jika
telah mengalahkan Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa. Jika
mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda,
Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa".
Dalam kitab Sutasoma karya Mpu Tantular. Dalam kitab itu ada tulisan
berbunyi “BhinnekaTunggal Ika tan hana dharma mangrwa”, yang berarti
“berbeda- beda tetapi tetap satu, tak ada kebenaran yang mendua”. Frasa
inilah yang kemudian diadopsi sebagai semboyan yang tertera dalam lambing
negara Garuda Pancasila.
Peristiwa Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 adalah inisiatif original
dan sangat jenius yang ditunjukkan oleh kalangan pemuda pada masa itu.
Peristiwa inilah yang membentuk dan merupakan kesatuan psikologis atau
kejiwaan bangsa Indonesia.
Tanggal 18 Februari 1960 dalam Undang-Undang No. 4/Prp/1960 tentang
Perairan Indonesia. Konsep Wawasan Nusantara sendiri diakui dunia
internasional pada tahun 1978, khususnya pada Konferensi Hukum Laut di
Geneva. Dan puncaknya, pada 10 Desember 1982 konsep Wawasan Nusantara
diterima dan ditetapkan dalam Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-
Bangsa, atau lebih dikenal dengan UNCLOS (United Nations Convention on the
Law of the Sea), yang kemudian dituangkan dalam Undang-Undang No. 17
Tahun 1985 tentang Pengesahan UNCLOS Dengan penegasan batas kedaulatan
secara kewilayahan ini, maka ide kesatuan Indonesia semakin jelas dan nyata
Nasionalisme
Nasionalisme dalam arti sempit, yaitu sikap mencintai bangsa sendiri
secara berlebihan sehingga menggap bangsa lain rendah kedudukannya,
nasionalisme ini disebut juga nasionalisme yang chauvinisme, contoh Jerman
pada masa Hitler.
Nasionalisme dalam arti luas, yaitu sikap mencintai bangsa dan negara
sendiri dan menggap semua bangsa sama derajatnya
Kebijakan Publik dalam Format Keputusan dan/atau Tindakan Administrasi
Pemerintahan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
(“UU AP”) yang diberlakukan sejak tanggal 17 Oktober 2014, memuat perubahan
penting dalam penyelenggaran birokrasi pemerintahan diantaranya adalah sebagai
berikut:
1. Mengenai jenis produk hukum dalam administrasi pemerintahan;
2. Pejabat pemerintahan mempunyai hak untuk diskresi;
3. Memperoleh perlindungan hukum dan jaminan keamanan dalam
menjalankan tugasnya
Peran Aparatur Sipil Negara (ASN) Berdasarkan UU No.5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara
Berdasarkan Pasal 11 UU ASN, tugas Pegawai ASN adalah sebagai
berikut:
1. Melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas;
3. Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
PENUTUP
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara, secara signifikan telah mendorong kesadaran PNS untuk
menjalankan profesinya sebagai ASN dengan berlandaskan pada: a) nilai dasar;
b) kode etik dan kode perilaku; c) komitmen, integritas moral, dan tanggung jawab
pada pelayanan publik; d) kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang
tugas; dan e) profesionalitas jabatan. Implementasi terhadap prinsip-prinsip
tersebut diwujudkan dengan meningkatan kepedulian dan partisipasi untuk
meningkatkan kapasitas organisasi dengan memberikan penguatan untuk
menemu-kenali perubahan lingkungan strategis secara komprehensif pada diri
setiap PNS.
Dalam konteks PNS, berdasarkan Undang-undang ASN setiap PNS perlu
memahami dengan baik fungsi dan tugasnya, yaitu:
1. Melaksanakan kebijakan publikyang dibuat oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian sesuai dengan peraturan perundangundangan,
2. Memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas, serta
3. Memperat persatuan dan kesatuan Negara Republik Indonesia
A. Konsep Perubahan
Perubahan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dan menjadi bagian dari
perjalanan peradaban manusia.
B. Perubahan Lingkungan Strategis
Ditinjau dari pandangan Urie Brofenbrenner (Perron, N.C., 2017) ada empat
level lingkungan strategis yang dapat mempengaruhi kesiapan PNS dalam
melakukan pekerjaannya sesuai bidang tugas masing-masing, yakni: individu,
keluarga (family), Masyarakat pada level lokal dan regional (Community/
Culture), Nasional (Society), dan Dunia (Global).
C. Modal Insani Dalam Menghadapi Perubahan Lingkungan Strategis
Modal insani yang dimaksud, disini istilah modal atau capital dalam konsep
modal manusia (human capital concept). Konsep ini pada intinya menganggap
bahwa manusia merupakan suatu bentuk modal yang tercermin dalam bentuk
pengetahuan, gagasan (ide), kreativitas, keterampilan, dan produktivitas kerja.
1. Modal Intelektual
Modal intelektual adalah perangkat yang diperlukan untuk menemukan
peluang dan mengelola perubahan organisasi melalui pengembangan
SDMnya.
2. Modal Emosional
Kemampuan lainnya dalam menyikapi perubahan ditentukan oleh
kecerdasan emosional. Setiap PNS pasti bekerja dengan orang lain dan
untuk orang lain. Kemampuan mengelola emosi dengan baik akan
menentukan kesuksesan PNS dalam melaksanakan tugas, kemampuan
dalam mengelola emosi tersebut disebut juga sebagai kecerdasan emosi
3. Modal Sosial
Sosial adalah jaringan kerjasama di antara warga masyarakat yang
memfasilitasi pencarian solusi dari permasalahan yang dihadapi mereka.
a. Kesadaran Sosial (Social Awareness) yaitu Kemampuan berempati
terhadap apa yang sedang dirasakan oleh orang lain, memberikan
pelayanan prima, mengembangkan kemampuan orang lain, memahami
keanekaragaman latar belakang sosial, agama dan budaya dan
memiliki kepekaan politik.
b. Kemampuan sosial (Social Skill) yaitu, kemampuan mempengaruhi
orang lain, kemampuan berkomunikasi dengan baik, kemampuan
mengelola konflik dalam kelompok, kemampuan membangun tim
kerja yang solid, dan kemampuan mengajak orang lain berubah.
5. Modal etika/moral
Kecerdasan moral sebagai kapasitas mental yang menentukan prinsip-
prinsip universal kemanusiaan harus diterapkan ke dalam tata-nilai,
tujuan, dan tindakan kita atau dengan kata lain adalah kemampuan
membedakan benar dan salah. Ada empat komponen modal moral/etika
yakni:
1. Integritas (integrity), yakni kemauan untuk mengintegrasikan nilai-nilai
universal di dalam berperilaku yang tidak bertentangan dengan kaidah
perilaku etis yang universal.
2. Bertanggung-jawab (responsibility) yakni orang-orang yang
bertanggung-jawab atas tindakannya dan memahami konsekuensi dari
tindakannya sejalan dengan prinsip etik yang universal.
3. Penyayang (compassionate) adalah tipe orang yang tidak akan
merugikan orang lain
4. Pemaaf (forgiveness) adalah sifat yang pemaaf. Orang yang memiliki
kecerdasan moral yang tinggi bukanlah tipe orang pendendam yang
membalas perilaku yang tidak menyenangkan dengan cara yang tidak
menyenangkan pula.
A. Korupsi
1. Sejarah Korupsi Dunia
Pasca perang dunia kedua, dimana terdapat fenomena mewabahnya
korupsi yang menandai periode pasca perang pada masa kemerdekaan
negara-negara Asia dari pemerintahan kolonial barat. Beberapa gejala
umum tumbuh suburnya korupsi disebabkan oleh hal-hal berikut:
a. Membengkaknya urusan pemerintahan sehingga membuka peluang
korupsi dalam skala yang lebih besar dan lebih tinggi;
b. Lahirnya generasi pemimpin yang rendah marabat moralnya dan
beberapa diantaranya bersikap masa bodoh;
c. terjadinya menipulasi serta intrik-intrik melalui politik, kekuatan
keuangan dan kepentingan bisnis asing
Pada dasarnya sebab manusia terdorong untuk melakukan korupsi antara lain:
Faktor Individu
1. Sifat tamak,
2. Moral yang lemah menghadapi godaan,
3. Gaya hidup konsumtif,
Faktor Lingkungan
1) Faktor Lingkungan Perilaku korup dapat terjadi karena dorongan
lingkungan. Lingkungan kerja yang korup akan memarjinalkan orang yang
baik, ketahanan mental dan harga diri adalah aspek yang menjadi
pertaruhan. Faktor lingkungan pemicu perilaku korup yang disebabkan
oleh faktor di luar diri pelaku, yaitu:
A. Aspek sikap masyarakat terhadap korupsi
Sikap masyarakat yang berpotensi menyuburkan tindak korupsi diantaranya:
a. Masyarakat menghargai seseorang karena kekayaan yang dimilikinya
dibarengi dengan sikap tidak kritis dari mana kekayaan itu didapatkan.
b. Masyarakat kurang menyadari bahwa korban utama korupsi. Anggapan
umum, korban korupsi adalah kerugian negara. Padahal bila negara
merugi, esensinya yang paling rugi adalah masyarakat juga, karena proses
anggaran pembangunan bisa berkurang sebagai akibat dari perbuatan
korupsi.
c. Masyarakat kurang menyadari bila dirinya terlibat korupsi. Setiap
perbuatan korupsi pasti melibatkan anggota masyarakat. Bahkan seringkali
masyarakat sudah terbiasa terlibat pada kegiatan korupsi sehari-hari
dengan cara-cara terbuka namun tidak disadari.
d. Masyarakat kurang menyadari bahwa korupsi akan bisa dicegah dan
diberantas dengan peran aktif masyarakat. Pada umumnya berpandangan
bahwa masalah korupsi adalah tanggung jawab pemerintah semata.
e. Aspek ekonomi, dimana pendapatan tidak mencukupi kebutuhan. Dalam
rentang kehidupan ada kemungkinan seseorang mengalami situasi terdesak
dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu membuka ruang bagi seseorang
untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan melakukan korupsi.
Dampak Korupsi
Korupsi sangat berpengaruh buruk terhadap pembangunan dan
kesejahteraan masyarakat. Korupsi berdampak menghancurkan tatanan bidang
kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara, mulai dari bidang sosial
budaya, ekonomi serta psikologi masyarakat. Negara yang sangat kaya, banyak
sumber kekayaan alamnya, namun jika penguasanya korup dimana sumber
kekayaan yang dijual kepada pihak asing, harga-harga barang pokok semakin
membumbung tinggi bahkan terkadang langka diperedaran atau di pasaran karena
ditimbun dan dimonopoli. Akibatnya banyaknya terjadi kemiskinan dan kematian
di sana-sini. Contoh lain adanya bantuan-bantuan yang diselewengkan, dicuri
oleh orang-orang korup sehingga tidak sampai kepada sasarannya. Ini sangat
memprihatinkan sehingga masyarakat semakin sinis terhadap ketidakpedulian
pemerintah, yang akhirnya membawa efek yang sangat luas kepada sendi-sendi
kehidupan hingga munculnya ketidak percayaan kepada pemerintah.
B. Narkoba
a. Pengertian, Penggolongan dan Sejarah Narkoba
Pengertian Di kalangan masyarakat luas atau secara umum dikenal istilah
Narkoba atau Napza, dimana keduanya istilah tersebut mempunyai
kandungan makna yang sama. Kedua istilah tersebut sama-sama digunakan
dalam dunia obat-obatan atau untuk menyebutkan suatu hal yang bersifat
adiktif, yaitu dapat mengakibatkan ketergantungan (addiction) apabila
disalahgunakan atau penggunaannya tidak sesuai dosis yang dianjurkan
oleh dokter.
b. Tindak Pidana Narkoba
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 Tentang Narkotika atau UN
Single Convention on Narcotic Drugs 1961 dan diamandemen dengan
protocol 1972. Menghadapi permasalahan penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika yang cenderung terus meningkat dan belum ada payung
hukum sebagai dasar pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika,
c. Membangun Kesadaran Anti Narkoba
Situasi dan kondisi yang terus berkembang, global, regional, dan nasional
yang berkaitan dengan masalah penyalahgunaan dan peredaran gelap
narkotika, psikotropika, dan prekursor narkotika merupakan masalah besar
yang dihadapi seluruh bangsa di dunia, terutama negara miskin. Masing-
masing negara telah berusaha menjawab Ancaman, Gangguan, Hambatan,
dan Tantangan tersebut dengan berbagai pendekatan, metode, dan cara
sesuai dengan situasi dan kondisi serta sitem dan cara pemerintah
a. Perkembangan Radikalisme
1. Analisis Regional dan Internasional Transformasi gerakan terorisme dulu
diyakini bergeser dari sifatnya yang internasional, ke kawasan (regional)
dan akhirnya menyempit ke tingkat nasional, bahkan lebih lokal di suatu
negara. Organisasi Al-Qaeda yang bersifat internasional, misalnya,
mendapat sambutan hangat dari kalangan garis keras di Asia Tenggara
yang kemudian memunculkan Jamaah Islamiyah Asia Tenggara. Tidak
lama berselang, Jamaah Islamiyah juga mendapat sambutan dari
berbagai kelompok di negara-negara Asia Tenggara. Bahkan, dalam
beberapa kasus, aktivitas terorisme sudah bergerak sendiri-sendiri
dengan memanfaatkan sel-sel jaringan yang sangat kecil dan tidak lagi
berhubungan secara struktural. Semuanya bergerak sendiri-sendiri dan
melakukan aktivitas terorisme di tempat masing- masing. Model
pergeseran ini masih dapat dipahami ketika melihat kasus terorisme di
Amerika Serikat (Twin Tower), atau Indonesia (Bom Bali atau Ritz
Carlton).
2. Analisis Nasional Aksi terorisme merupakan sebuah fenomena global
yang termasuk ke dalam kategori kejahatan luar biasa (extraordinary
crime). Data yang diperoleh dari “US State Department Country Report
on Terrorism 2011” menyebutkan bahwa dalam kurun 2011 telah
terjadi sejumlah 10.000 aksi serangan teror di 70 negara yang
mengakibatkan 12.500 korban meninggal dunia. Aksi teror ini
dilakukan oleh berbagai macam pelaku (baik kelompok maupun
individu) yang beroperasi di Timur Tengah, Afrika, Amerika Utara,
Amerika Selatan, Eropa, Asia Selatan, dan Asia Tenggara termasuk
Indonesia.
Ragam Radikalisme Radikalisme memiliki berbagai keragaman, antara
lain: 1. Radikal Gagasan: Kelompok ini memiliki gagasan radikal, namun
tidak ingin menggunakan kekerasan. Kelompok ini masih mengakui Negara
Kesatuan Republik Indonesia. 2. Radikal Milisi: Kelompok yang terbentuk
dalam bentuk milisi yang terlibat dalam konflik komunal. Mereka masih
mengakui Negara Kesatuan Republik Indonesia. 3. Radikal Separatis:
Kelompok yang mengusung misi-misi separatisme/ pemberontakan. Mereka
melakukan konfrontasi dengan pemerintah. 4. Radikal Premanisme:
Kelompok ini berupaya melakukan kekerasan untuk melawan kemaksiatan
yang terjadi di lingkungan mereka. Namun demikian mereka mengakui
Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5. Lainnya: Kelompok yang
menyuarakan kepentingan kelompok politik, sosial, budaya, ekonomi, dan
lain sebagainya. 6. Radikal Terorisme: Kelompok ini mengusung cara-cara
kekerasan dan menimbulkan rasa takut yang luas. Mereka tidak mengakui
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan ingin mengganti ideologi negara
yang sah dengan ideologi yang mereka usung.
D. Money Laundring
1. Pengertian
Pencucian Uang Istilah “money laundering” dalam terjemahan bahasa
Indonesia adalah aktivitas pencucian uang. Terjemahan tersebut 117 tidak bisa
dipahami secara sederhana (arti perkata) karena akan menimbulkan perbedaan
cara pandang dengan arti yang populer, bukan berarti uang tersebut dicuci karena
kotor seperti sebagaimana layaknya mencuci pakaian kotor. Oleh karena itu,
perlu dijelaskan terlebih dahulu sejarah munculnya money laundering dalam
perspektif sebagai salah satu tindak kejahatan. pencucian uang adalah suatu
perbuatan kejahatan yang melibatkan upaya untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal usul uang atau harta kekayaan dari hasil tindak
pidana/kejahatan sehingga harta kekayaan tersebut seolah-olah berasal dari
aktivitas yang sah.
2. Sejarah Pencucian Uang
Sejak tahun 1980-an praktik pencucian uang sebagai suatu tindak kejahatan
telah menjadi pusat perhatian dunia barat, seperti negara- negara maju yang
tergabung dalam G-8, terutama dalam konteks kejahatan peredaran obat-obat
terlarang (narkotika dan psikotropika). Perhatian yang cukup besar ini muncul
karena besarnya hasil atau keuntungan yang dapat diperoleh dari kejahatan
terorganisir dari penjualan obat-obat terlarang tersebut.
3. Pencucian Uang Sebelum dan Sesudah Abad ke-20
Kebanyakan orang berpendapat bahwa pembajak laut atau perompak dalam
menyembunyikan harta kekayaan harta hasil kejahatan biasanya dengan cara
menggali tanah dan mengubur harta kekayaan hasil rampokannya di suatu tempat
yang aman. Memang mengubur harta karun bukanlah rencana yang buruk untuk
beberapa alasan, setidaknya tidak seorang pun --bahkan kapten pembajak
sekalipun dapat mengetahui harta kekayaan dimana hasil rampokan itu
dikuburkan.
Dalam rangka merespon berbagai hal di atas, tujuh tahun kemudian UU No. 8
Tahun 2010 disahkan pada tanggal 22 Oktober 2010 oleh Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono sebagai upaya menjawab beberapa tantangan yang
dihadapi dalam upaya pencegahan dan pemberantasan pencucian uang yang
dilakukan sejak 2003. Adapun materi UU tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PP- TPPU) tersebut terdiri
atas beberapa hal yang sangat substansial sebagai berikut:
1. Redefinisi pengertian/istilah dalam konteks tindak pidana pencucian uang,
antara lain definisi pencucian uang, transaksi keuangan yang mencurigakan,
dan transaksi keuangan tunai;
2. Penyempurnaan rumusan kriminalisasi TPPU;
3. Pengaturan mengenai penjatuhan sanksi pidana dan sanksi administratif;
4. Perluasan pengertian yang dimaksudkan dengan pihak pelapor (reporting
parties) yang mencakup profesi dan penyedia barang/jasa (designated non-
financial business and professions/DNFBP);
5. Penetapan jenis dan bentuk pelaporan untuku profesi atau penyedia barang
dan jasa;
6. Penambahan jenis laporan PJK ke PPATK yakni International Fund Tran
Kesiapsiagaan Bela Negara adalah suatu keadaan siap siaga yang dimiliki
oleh seseorang baik secara fisik, mental, maupun sosial dalam menghadapi situasi
kerja yang beragam yang dilakukan berdasarkan kebulatan sikap dan tekad secara
ikhlas dan sadar disertai kerelaan berkorban sepenuh jiwa raga yang dilandasi
oleh kecintaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
berdasarkan Pancasila dan UUD Tahun 1945 untuk menjaga, merawat, dan
menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Rumusan nilai bela
negara :
1. Rasa Cinta Tanah Air
2. Sadar Berbangsa dan Bernegara
3. Setia kepada Pancasila sebagai ideologi Negara
4. Rela berkorban untuk Bangsa dan Negara
5. Mempunyai kemampuan awal Bela Negara
6. Semangat ungtuk mewujudkan negara yang berdaulat, adil dan makmur
Salah satu nilai-nilai dasar bela negara adalah memiliki kemampuan awal
bela negara, baik secara fisik maupun non fisik. Secara fisik dapat ditunjukkan
dengan cara menjaga kesamaptaan (kesiapsiagaan) diri yaitu dengan menjaga
kesehatan jasmani dan rohani. Sedangkan secara non fisik, yaitu dengan cara
menjaga etika, etiket, moral dan memegang teguh kearifan lokal yang
mengandung nilai-nilai jati diri bangsa yang luhur dan terhormat. Dengan
demikian, maka untuk bisa melakukan internalisasi dari nilai-nilai dasar bela
negara tersebut, kita harus memiliki kesehatan dan kesiapsiagaan jasmani
maupun mental yang mumpuni, serta memiliki etika, etiket, moral dan nilai
kearifan lokal sesuai dengan jati diri bangsa Indonesia.
Aksi Nasional Bela Negara dapat didefinisikan sebagai sinergi setiap
warga negara guna mengatasi segala macam ancaman, gangguan, hambatan, dan
tantangan dengan berlandaskan pada nilai-nilai luhur bangsa untuk mewujudkan
negara yang berdaulat, adil, dan makmur.
Aksi Nasional Bela Negara memiliki elemen-elemen pemaknaan yang
mencakup:
Rangkaian upaya-upaya bela negara; guna menghadapi segala macam
Ancaman, Gangguan, Hambatan, dan Tantangan; dalam menjamin
kelangsungan hidup bangsa dan negara, yang diselenggarakan secara
selaras, mantap, sistematis, terstruktur, terstandardisasi, dan massif;
dengan mengikutsertakan peran masyarakat dan pelaku usaha; di segenap
aspek kehidupan nasional; sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945, serta
didasari oleh Semangat Mewujudkan Negara yang Berdaulat, Adil, dan
Makmur sebagai penggenap Nilai-Nilai Dasar Bela Negara, yang dilandasi
oleh keinsyafan akan anugerah kemerdekaan, dan; keharusan bersatu
dalam wadah Bangsa dan Negara Indonesia, serta; tekad untuk menentukan
nasib nusa, bangsa, dan negaranya sendiri.
Kemampuan melakukan aktivitas jasmani dengan keluwesan dalam
menggerakkan bagiantubuh dan persendian d. Latihan, Bentuk Latihan, dan
Pengukuran Kesiapsiagaan Jasmani 1) Latihan Kesiapsiagaan Jasmani Latihan
secara sederhana dapat didefinisikan sebagai proses memaksimalkan segala daya
untuk meningkatkan secara menyeluruh kondisi fisik melalui proses yang
sistematis, berulang, serta meningkat dimana dari hari ke hari terjadi penambahan
jumlah beban, waktu atau intensitasnya. Tujuannya latihan kesiapsiagaan jasmani
adalah untuk meningkatkan volume oksigen (VO2max) di dalam tubuh agar
dapat dimanfaatkan untuk merangsang kerja jantung dan paru-paru,sehingga kita
dapat bekerja lebih efektif dan efisien.
Setiap orang yang akan latihan kesiapsiagaan jasmani harus dapat
menyesuaikan dengan tingkat kesegaran yang dimilikinya dan harus berlatih di
zona yang cocok, aturannya adalah dengan menghitung denyut nadi maksimal.
rekuensi latihan erat kaitannya dengan intensitas dan lamanya latihan, hal ini
didasarkan atas beberapa penelitian yang dapat disimpulkan bahwa: 4x latihan
perminggu lebih baik dari 3x latihan, dan 5x latihan sama baik dengan 4x latihan.
Salah satu ukuran yang digunakan untuk mengukur kesiapsiagaan jasmani
diantaranya mengukur daya tahan jantung dan paru paru dengan protokol tes lari
12 menit, metode ini ditemukan dari hasil penelitiannya Kenneth cooper, seorang
flight surgeon yang disebut dengan metode cooper.
Salah satu rumus yang sering digunakan untuk mengukur berat badan
ideal, adalah rumus Brocca: BB Ideal = (TB-100) - 10% (TB-100) 61 Hasil
pengukuran yang ada dalam batas toleransi adalah hingga 10% dari berat badan
ideal, kelebihan hingga 10% dapat dikategorikan kegemukan, dan diatas 20%
adalah obesitas. Di bawah ini terdapat beberapa gejala yang umum bagi
seseorang yang terganggu kesiapsiagaan mentalnya, gejala tersebut dapat dilihat
dalam beberapa segi, antara lain pada segi:
1) Perasaan : Yaitu adanya perasaan terganggu, tidak tenteram, rasa gelisah, tidak
tentu yang digelisahkan, tapi tidak bisa pula mengatasinya (anxiety); rasa takut
yang tidak masuk akal atau tidak jelas yang ditakuti itu apa (phobi), rasa iri,
rasa sedih, sombong, suka bergantung kepada orang lain, tidak mau
bertanggung jawab, dan sebagainya. Sikap Perilaku : Pada umumnya sikap
perilaku yang ditunjukkan tidak wajar seperti kenakalan, keras kepala, suka
berdusta, menipu, menyeleweng, mencuri, menyiksa orang, menyakiti diri
sendiri, membunuh, dan merampok, yang menyebabkan orang lain menderita
dan teraniaya haknya
2) Kesehatan Jasmani: Kesehatan jasmani dapat terganggu bukan karena adanya
penyakit yang betulbetul mengenai jasmani itu, akan tetapi rasa sakinya dapat
ditimbulkan akibat jiwa yang tidak tenteram, penyakit yang seperti ini disebut
psychosomatic.
Di antara gejala pada penyakit ini yang sering terjadi adalah; sakit kepala,
lemas, letih, sesak nafas, pingsan, bahkan sampai sakit yang lebih berat seperti;
lumpuh sebagian anggota jasmani, kelu pada lidah saat bercerita, dan tidak bisa
melihat (buta), atau dengan kata lain penyakitjasmani yang tidak mempunyai sebab-
sebab fisik sama sekali. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, emosi
dapat diartikan sebagai: (1) luapan perasaan yang berkembang dan surut diwaktu
singkat; (2) keadaan dan reaksi psikologis dan fisiologis, seperti kegembiraan,
kesedihan, keharuan, kecintaan, keberanian yang bersifat subyektif.
Sedangkan menurut Crow & Crow (Efendi dan Praja, 1985:81)
mengatakan, bahwa emosimerupakan suatu keadaan yang bergejolak pada diri
individu yang berfungsi atau berperan sebagai inner adjustment, atau penyesuaian
dari dalam terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan
individu tersebut. Apabila ditinjau dari psikologi analisa, maka emosi dapat
dijelaskan secara berbeda-beda, karena ada dua hal yang mendasari pengertian
emosi menurut psikologi analisa, yaitu: 1) Naluri kelamin “sexual instinct”, yang
oleh Freud disebut juga “libido”, yaitu merupakan motif utama dan fundamental
yang menjadi tenaga pendorong pada bayi-bayi baru lahir.2) Naluri terdapat pada
ego,ini adalah lawan dari libido, yang menganut prinsip kenyataan, karena
mengawasi dan menguasai libido dalam batasbatas yang dapat diterima oleh
lingkungan.
Menurut Devies dan rekan-rekannya, bahwa kecerdasan emosional adalah
kemampuan seseorang untuk mengendalikan dirinya sendiri dan orang lain, dan
menggunakan informasi tersebut untuk menuntun proses berpikir serta perilaku
seseorang.
Dalam rangka memanage hubungan sosial tersebut, seseorang harus
memiliki kemampuan sebagai inspirator, mempengaruhi orang lain, membangun
kapasitas, katalisator perubahan, kemampuan memanage konflik, dan mendorong
kerjasama yang baik dengan orang lain atau masyarakat.
Otak emosional dipengaruhi oleh amygdala, neokorteks, sistem limbik,
lobus prrefrontal dan hal-hal yang berada pada otak emosional, dan Faktor
Eksternal yakni faktor yang datang dari luar individu dan mempengaruhi atau
mengubah sikap pengaruh luar yang bersifat individu dapat secara perorangan,
secara kelompok, antara individu dipengaruhi kelompok atau sebaliknya, juga
dapat bersifat tidak langsung yaitu melalui perantara misalnya media massa baik
cetak maupun elektronik serta informasi yang canggih lewat jasa satelit.
Sedangkan menurut Agustian (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi
kecerdasan emosional, yaitu: faktor psikologis, faktor pelatihan emosi dan faktor
pendidikan 1) Faktor psikologis Faktor psikologis merupakan faktor yang berasal
dari dalam diri individu.
Kata ‘etika’ menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan seperti yang dikutip oleh Agoes dan Ardana (2009)
merumuskan sebagai berikut: a. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk,
dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak); b. Kumpulan asas atau nilai yang
berkenaan dengan akhlak; c. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu
golongan atau masyarakat.
Ada juga beberapa pengertian etika lainnya seperti yang dikutip oleh
(Agoes dan Ardana 2011), sebagai berikut: a. Menurut David P. Baron, etika
adalah suatu pendekatan sistematis dan penilaian moral yang didasarkan atas
penalaran, analisis, sistesis, dan reflektif; b. Menurut Lawrence, Weber, dan Post,
etika adalah suatu konsepsi tentang perilaku benar dan salah.
Etika menjelaskan kepada kita apakah perilaku kita bermoral atau tidak
dan berkaitan dengan hubungan kemanusiaan yang fundamental, bagaimana kita
berpikir dan bertindak terhadaporang lain dan bagaimana kita inginkan mereka
berpikir dan bertindak terhadap kita. Dengan demikian, etika dapat juga
disimpulkan sebagai suatu sikap dan perilaku yang menunjukkan kesediaan dan
kesanggupan seorang secara sadar untuk mentaati ketentuan dan norma
kehidupan melalui tutur, sikap, dan perilaku yang baik serta bermanfaat yang
berlaku dalam suatu golongan, kelompok, dan masyarakat serta pada institusi formal
maupun informal (Erawanto,2013) 2.
Dari sekian banyaknya istilah lain yang digunakan untuk mendefinisikan
kata etiket ini, maka dapat kita pahami bahwa etiket ini sebagai bentuk aturan
tertulis maupun tidak tertulis mengenai aturan tata krama, sopan santun, dan tata
cara pergaulan dalam berhubungan sesama manusia dengan cara yang baik, patut,
dan pantas sehingga dapat diterima dan menimbulkan komunikasi, hubungan
baik, dan saling memahami antara satu dengan yang lain.
Ada 4 hal yang perlu diperhatikan bagi seorang ASN yang profesional yaitu:
a) Berpenampilan yang rapi dan menarik (very good grooming) b) Postur tubuh yang
tepat (correct body posture) c) Kepercayaan diri yang positif (confidence) d)
Keterampilan komunikasi yang baik (communication skills) Sejalan dengan hal
tersebut, siapapun ASN, baik pria maupun wanita, maka kewajiban untuk
menunjukkan bentuk tubuh (posture) dan sikap tubuh (gesture) serta penampilan
terbaik dalam berpakaian sangat mutlak dan utama (the first dan foremost).
Dengan memiliki penampilan dan sikap tubuh yang baik dan tepat akan
mampu melahirkan dan menumbuhkan kepercayaan diri yang positif sehingga
mampu memacu dan mengembangkan diri untuk belajar dan menambah
kompetensi pribadi dalam segala hal sesuai dengan tuntutan tugas dan pekerjaan.
Adapun beberapa tata cara yang perlu diperhatikan adalah:
a) Sebaiknya duduk dengan tegak ditempat yang pantas, terutama pada acara
resmi;
b) Pada saat duduk, maka sebaiknya kita berdiri apabila ada orang yang lebih tua
atau patut dihormati mendatangi atau mengajak bicara;
c) Bagi Pria, sebaiknya duduk dengan postur tubuh yang tegak dan posisi kaki
tidak boleh terbuka lebih lebar daripada lebar bahu;
d) Bagi wanita, selain duduk dengan postur tubuh yang tegak, posisi kaki
ditekuk dengan kedua paha rapat tidak boleh terbuka lebar.
Selanjutnya, cara yang pantas memperkenalkan orang lain adalah:
a) Yang lebih muda kepada yang lebih tua;
b) Yang lebih rendah jabatanya kepada yang lebih tinggi jabatannya;
c) Pria diperkenalkan kepada wanita;
d) Berilah keterangan tentang orang yang anda perkenalkan.
Dalam berbicara maupun pada saat terlibat dalam percakapan, ada baiknya
untuk memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a) Sikap tenang;
b) Kontak mata;
c) Jangan suka memotong pembicaraan;
d) Jangan cepat memberi pernyataan; salah, bukan begitu;
e) Jangan bertanya kepada seorang wanita terutama orang asing mengenai:
usia, status menikah atau anak;
f) Percakapan yang menarik yaitu; musik, hobby, peristiwa aktual, olahraga;
g) Jangan bergosip;
h) Pujian dengan senyum dan terima kasih;
i) Jangan menguraikan kesulitan pribadi atau mengeluh tentang penyakit;
j) Bila lawan bicara pemalu, buka pembicaraan tentang hobby, keluarga atau
halyang menarik;
k) Tiga kalimat ajaib (Three Magic Words) yaitu tolong, terima kasih, dan
maaf.
Dengan menjaga sikap dan cara yang baik dan benar akan menimbulkan
kehangatan serta komunikasi yang baik dengan lawan bicara kita, sehingga dapat
memudahkan kita dalam melakukan pekerjaan maupun dalam kehidupan sehari-
hari. Adapun manfaat dari pengetahuan mengenai Table Manners adalah
Mengetahui dan memahami bagaimana seharusnya makan dan minum yang baik
dan benar sesuai tata cara pergaulan internasional, sehingga dapat mengangkat
harkat dan martabat dari seseorang untuk menciptakan hubungan yang baik dan
harmonis dengan siapapun juga.
Selain itu, dalam hubungan diplomatik, terdapat beberapa manfaat lain dari
suatu jamuan (PPN, 2005): a) Negosiasi, lobi, dan untuk mengetahui sikap/posisi
kebijakan pemerintah negara lain terhadap suatu permasalahan untuk kepentingan
negaranya; b) Memperoleh infomrasi aktual mengenai permasalah aktual yang
sedang berkembang; c) Menyampaikan keinginan dalam urusanyang memerlukan
pendapat dan saran dari berbagai pihak; dan d) Menampilkan atau
mempromosikan cita rasa dan kebudayaan bangsa.
Ketika mengadiri acara jamuan formal, maka sangat perlu untuk
memahami etiket dan tatacara yang berlaku secara universal untuk menghindari
hal-hal yang dapat merusak suasana dalam jamuan, mempermalukan dan merusak
citra diri sendiri maupun citra bangsa. Dalam hal etiket jamuan, ada beberapa hal
yang sangat penting yang semestinya dipahami dan dilaksanakan untuk
menunjang kelancaran acara jamuan yang dihadiri.
Terkait dengan konsep kearifan lokal penyusun mengambil sumber dari
Buku Modul Utama Pembinaan Bela Negara tentang Konsepsi Bela Negara (pada
bagian yang membahas tentang kearifan lokal) yang diterbitkan oleh Dewan
Ketahanan Nasional Tahun 2018 yang dijadikan sebagai referensi utama oleh
seluruh Kementerian dan Lembaga dalam menyusun Modul Khusus sesuai tugas,
fungsi dan kekhasan masing-masing dalam rangka Rencana Aksi Nasional Bela
Negara sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2018 tentang Rencana
Aksi NasionalBela Negara Tahun 2018-2019.
Prinsip Kearifan Lokal Kearifan lokal yang melekat pada setiap bangsa di
dunia ini mengandung nilai-nilai jati diri bangsa yang luhur dan terhormat;
apakah dari satu suku atau gabungan banyak suku di daerah tempat tinggal suatu
bangsa. Urgensi Kearifan Lokal Keberadaan bentuk-bentuk kearifan lokal bagi
masyarakat setempat yang membuatnya adalah identitas atau jati diri bagi
mereka; yang tidak dimiliki oleh masyarakat lain dalam wujud yang mutlak sama
persisnya; baik jika ditinjau dari dimensi bahasa, tempat pembuatan, nilai
manfaat dan penggunaan bentuk kearifan lokal itu di dalam lingkungan
masyarakat. Dengan mengacu dalam Modul Utama Pembinaan Bela Negara
tentang Implementasi BelaNegara yang diterbitkan oleh Dewan Ketahanan
Nasional Tahun 2018, disebutkan bahwa Aksi Nasional Bela Negara memiliki
elemen-elemen pemaknaan yang mencakup: 1) rangkaian upaya- upaya bela
negara; 2) guna menghadapi segala macam Ancaman, Gangguan, Hambatan, dan
Tantangan; 3) dalam menjamin kelangsungan hidup bangsa dan negara, 4) yang
diselenggarakan secara selaras, mantap, sistematis, terstruktur, terstandardisasi,
dan massif; 5) dengan mengikutsertakan peran masyarakat dan pelaku usaha; 6)
di segenap aspek kehidupan nasional; 7) sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945, 8)
serta didasari oleh Semangat Mewujudkan Negara yang Berdaulat, Adil, dan
Makmur sebagai penggenap Nilai- Nilai Dasar Bela Negara, 9) yang dilandasi
oleh keinsyafan akan anugerah kemerdekaan, dan; 10) keharusan bersatu dalam
wadah Bangsa dan Negara Indonesia, serta; 11) tekad untuk menentukan nasib
nusa, bangsa, dan negaranya sendiri.
Aksi Nasional Bela Negara dapat didefinisikan sebagai sinergi setiap
warga negara guna mengatasi segala macam ancaman, gangguan, hambatan, dan
tantangan dengan berlandaskan pada nilai-nilai luhur bangsa untuk mewujudkan
negara yang berdaulat, adil, dan makmur. Pengertian Baris Berbaris Pengertian
Baris Berbaris (PBB) adalah suatu wujud latihan fisik, diperlukan guna
menanamkan kebiasaan dalam tata cara hidup dalam rangka membina dan
kerjasama antar peserta Latsar, salah satu dasar pembinaan disiplin adalah latihan
PBB, jadi PBB bertujuan untuk mewujudkan disiplin yang prima, agar dapat
menunjang pelayanan yang prima pula, juga dapat membentuk sikap,
pembentukan disiplin, membina kebersamaan dan kesetiakawanan dan lain
sebagainya. Pemerintah Indonesia secara resmi menjelaskan pengertian
“Protokol” dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1987 tentang Protokol yang
menjelaskan bahwa pengertian protokol adalah“serangkaian aturan dalam acara
kenegaraan atau acara resmi yang meliputi aturan mengenai tata tempat, tata
upacara dan tata penghormatan kepada seseorang sesuai dengan jabatannya atau
kedudukannya dalam Negara, Pemerintah atau masyarakat”.
Selanjutnya, sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan susunan
ketatanegaran yang berubah dan juga perkembangan global, maka kemudian UU
No 8 tahun 1987 tersebut disempurnakan melalui Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2010 tentang Keprotokolan yang memberikan penjelasan bahwa
“Keprotokolan “ adalah : “serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan aturan
dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang meliputi Tata Tempat, Tata
Upacara,dan Tata Penghormatan sebagai bentuk penghormatan kepada seseorang
sesuai dengan jabatan dan/atau kedudukannya dalam negara, pemerintahan, atau
masyarakat.” Perubahan istilah dari protokol menjadi keprotokolan ini dapat jelas
terlihat bahwa protokol yang sebelumnya hanya memiliki makna “sempit” dan
kaku sebagai serangkaian aturan, maka ketika terjadi perubahan istilah menjadi
keprotokolan maka maknanya akan menjadi lebih “luas” sebagai serangkaian
kegiatan yang tidak lepas dan harus menyesuaikan dengan segala aturan tertulis
maupun tidak tertulis yang berhubungan dalam dunia keprotokolan itu sendiri.
Hari-hari besar Nasional ditetapkan dengan Keputusan Presiden; Hari
Pendidkan Nasional, Hari Kebangkitan Nasional, HUT Proklamasi Kemerdekaan
RI, Hari Kesaktian Pancasila, Hari Sumpah Pemuda, Hari Pahlawan, dan Hari
Ibu; b. Upacara Bendera Pada Acara Kenegaran; ialah upacara bendera dalam
acara keNegara dalam rangka peringatan Hari Ulah Tahun Kemerdekaan
Republik Indonesia yang diselenggarakan di Halaman Istana Merdeka Jakarta; c.
Upacara Bendera Pada Acara Resmi ; ialah upacara bendera yang dilaksanakan
bukan oleh Negara, melainkan oleh Instansi Pemerintah baik tingkat pusat
maupun tingkat daerah serta oleh Lembaga Negara lainnya; dan d. Upacara
Bukan Upacara Bendera ; ialah suatu upacara yang tidak berfokus pada
pengibaran bendera kebangsaan, namun bendera kebangsaan telah diikatkan pada
tiang bendera dan diletakkanditempat sebagaimana mestinya.
Uraian Materi Upacara adalah serangkaian kegiatan yang diikuti oleh
sejumlah pegawai/aparatur/karyawan sebagai peserta upacara, disusun dalam
barisan di suatu lapangan/ruangan dengan bentuk segaris atau bentuk U,
dipimpin oleh seorang Inspektur Upacara dan setiap kegiatan, peserta upacara
melakukan ketentuanketentuan yang baku melalui perintah pimpinan upacara,
dimana seluruh kegiatan tersebut direncanakan oleh Penanggung Jawab Upacara
atau Perwira Upacara dalam rangka mencapai tujuan upacara. Upacara dilakukan
secara tertib dan teratur menurut urut-urutan acara yang telah dilakukan dengan
gerakan- gerakan dan langkah kaki, tangan serta anggota tubuh lainya dengan
seragam dan serentak sesuai gerakan/langkah yang ditentukan dalam Peraturan
Baris Berbaris (PBB). Karena upacara yang berdasarkan PBB itu membutuhkan
mental yang kuat, disiplin yang tinggi dan fisik yang bugar dan tegar, sehingga
tercermin suatu kekhidmatan dari upacara itu. Berbagai macam upacara yang kita
ketahui, secara garis besar dikenal upacara umum yang biasanya dilaksanakan di
lapangan dan upacara khusus biasanya di dalam ruangan.
Aturan untuk melaksanakan upacara dalam acara kenegaraan atau acara
resmi, mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 62 tahun 1990 tentang
Ketentuan Keprotokolan Mengenai Tata Tempat, Tata Upacara dan Tata
Penghormatan. Dalam pelaksanaan aturan tersebut merupakan Pedoman Umum
Tata Upacara Sipil yang memuat sebagai perencana dan pelaksanaan upacara
untuk menjawab apa, siapa yang harus berbuat apa, dimana dan bilamana tata
caranya serta bentuk dan jenisnya. Sedangkan Pedoman umum pelaksanaan
upacara meliputi kelengkapan dan perlengkapan upacara, langkah-langkah
persiapan, petunjuk pelaksanaan dan susunan acaranya Pada dasarnya upacara
umum dilaksanakan di lapangan dan jumlah pesertanya lebih banyak, sedangkan
upacarakhusus di ruangan, jumlah pesertanya lebih sedikit.
Adapun pengertian Tata upacara sesuai Undangundang 9 tahun 2010
tentang Keprotokolandalam pasal 1 menjelaskan bahwa Tata Upacara adalah
aturan melaksanakan upacara dalam Acara Kenegaraan dan Acara Resmi.
Sedangkan Acara Resmi adalah acara yang diatur dan dilaksanakan oleh
pemerintah atau lembaga negara dalam melaksanakan tugas dan fungsi tertentu
dan dihadiri oleh Pejabat Negara dan/atau Pejabat Pemerintahan serta undangan
lain. Kehidupan di dalam masyarakat menunjukkan pentingnya kaidah dan norma
yang patut dan pantas yang harus menjadi pedoman dalam kehidupan sehari-hari.
Sehingga, menurut Erawanto (2013) Etika Keprotokolan dapat disimpulkan
sebagai suatu bentuk tutur, sikap, dan perbuatan yang baik dan benar
berdasarkan kaidah norma universal yang dilakukan secara sadar dalam tata
pergaulan yang berlaku pada tempat, waktu, dan ruang lingkup serta situasi
tertentu, untuk menciptakan komunikasi dan hubungan kerja sama yang positif
dan harmonis baik antar individu, kelompok masyarakat, dan lembaga/organisasi,
maupun antar bangsadan negara.
Selain itu, untuk mencapai tujuan komunikasi yang baik dan positif, maka
perlu juga untukmenghindari hal-hal yang kiranya dapat menghambat dan
merusak (noise) proses penyampaian pesan yang diinginkan. Adapun beberapa
hal yang diperlukan untuk dapat berbicara secara efektif: a. Berbicara dengan rasa
percaya diri yang kuat; b. Mempunyai persepsi yang tepat terhadap keadaan
lingkungan dan individu yang terlibat dalam interaksi tersebut; c. Dapat
menguasai situasi dan memilih topik pembicaraan yang menarik; d. Mengetahui
hasil yang diharapkan dari interaksi/perbincangan; e. Menghindari
memotong/menyela pembicaraan orang lain; 89 | Kesia psiagaan BN f.
Sebaiknya tidak memberi penialain negatif sebelum mendapatkan gambaran yang
lengkap; g. Menghindari memonopoli pembicaraan atau percakapan, membual
tentang diri sendiri; h. Mengindari pembicaraan tentang hal-hal yang dapat
menimbulkan pertentangan dan pembicaraan tentang penyakit, kematian, dll.
Untuk menghindari hambatan dalam proses komunikasi, maka setiap orang
harus menghindari hal-hal yang menjadi hambatan dan gangguan dalam
komunikasi serta menguasai tipsberkomunikasi yang baik, agar pesan dan
informasi dapat tercapai dan pada akhirnya mampu menciptakan hubungan yang
harmonis dan baik antara komunikator dan komunikan. Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia, telah mengamantkan tujuan Negara
adalah, melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, oleh sebab itu maka semua warga bangsa
mempunyai kewajiban yang sama untuk mewujudkan tujuan Negara bangsa
dimaksud, tidak terkecuali bagi para Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).
Kegiatan intelijen merupakan aktivitas intelijen yang dilaksanakan secara
rutin dan terus menerus, sementara operasi intelijen merupakan aktivitas intelijen
di luar kegiatan intelijen berdasarkan perencanaan yang rinci, dalam ruang dan
waktu yang terbatas dan dilakukan atas perintah atasan yang berwenang. 3 (tiga)
fungsi Intelijen berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17
tahun 2011 tentang Intelijen Negara : a) Penyelidikan: Terdiri atas serangkaian
upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan yang dilakukan secara terencana dan
terarah untuk mencari, menemukan, mengumpulkan, dan mengolah informasi
menjadi Intelijen, serta menyajikannya sebagai bahan masukan untuk perumusan
kebijakan dan pengambilan keputusan.
Pada prinsipnya semua badan intelijen di dunia melaksanakan ketiga fungsi
ini secara simultan, namun dalam kegiatan/operasi intelijen salah satu fungsi
menjadi fungsi utama dan kedua fungsi lainnya mendukung fungsi yang
diutamakan didasarkan kepada kepentingan nasional yang ingin dicapai dan/atau
ancaman terhadap keamanan nasional yang harus dicegah, ditangkal dan
ditanggulangi. Kaidah lain dalam analisis intelijen adalah Forecasting (Perkiraan)
yang pada dasarnya adalah suatu olah pikir dalam memberikan perkiraan tentang
bayangan dari sebuah gambaran tentang kemungkinan perkembangan situasi
yang bisa terjadi di masa yang akan dating, yang disusun berdasarkan kaidah
Fungsi Intelijen Pengamanan (Security) Pengamanan adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan secara terencana dan terarah untuk mencegah dan/atau melawan
upaya, pekerjaan, kegiatan Intelijen, pihak Lawan yang merugikan kepentingan
dan keamanan nasional atau dengan kata lain Kontra Intelijen baik Kontra
Penyelidikan maupun Kontra Penggalangan, antara lain : kontra spionase, kontra
sabotase, Lawan PUS, Lawan Propaganda hingga Kontra Subversi.
Simatupang, 2017, 95), namun untuk dapat memahami tentang PUS dapat
menggunakan salah satu definisi dari William E. Daugherty yang diterjemahkan
secara bebas sebagai : “Penggunaan propaganda secara berencana dan kegiatan-
kegiatan lain yang dirancang untuk mempengaruhi pendapat-pendapat, perasaan-
perasaan, sikap-sikap dan perilaku musuh, pihak netral, pihak sekutu atau
golongan yang bersahabat di luar negeri, dengan sedemikian rupa, dalamrangka
mendukung pencapaian tujuan dan kepentingan nasional”. Yang dimaksud
dengan bencana : adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh
perang, alam, ulah manusia, dan penyebab Iainnya yang dapat mengakibatkan
korban dan penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan,
kerusakan saranaprasarana, dan fasilitas umum, serta menimbulkan gangguan
terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat.
FKDM provinsi mempunyai tugas : 1. menjaring, menampung,
mengoordinasikan, dan mengomunikasikan data dan informasi dari masyarakat
mengenal potensi ancaman keamanan, gejala atau peristiwa bencana dalam
rangka upaya pencegahan dan penanggulangannya secara dini; dan 2.
memberikan rekomendasi sebagai bahan pertimbangan bags gubernur mengenai
kebijakan yang berkaitan dengan kewaspadaan dini masyarakat.
FKDM kabupaten/kota mempunyai tugas : 1. menjaring, menampung,
mengoordinasikan, dan mengomunikasikan data dan informasi dari masyarakat
mengenal potensi ancaman keamanan gejala atau peristiwa bencana dalam rangka
upaya pencegahan dan penanggulangannya secara dini; dan 2. memberikan
rekomendasi sebagai bahan pertimbangan bagi bupati/walikota mengenai
kebijakan yang berkaitan dengan kewaspadaan dini masyarakat.
FKDM kecamatan mempunyai tugas : 1. menjaring, menampung,
mengoordinasikan, dan mengomunikasikan data dan informasi dari masyarakat
mengenal potensi ancaman keamanan, gejala atau peristiwa bencana dalam
rangka upaya pencegahan dan penanggulangannya secara dini;dan 2. memberikan
rekomendasi sebagai bahan pertimbangan bagi camat mengenai kebijakan
yangberkaitan dengan kewaspadaan dini masyarakat.
FKDM desa/kelurahan mempunyai tugas : 1. menjaring, menampung,
mengoordinasikan, dan mengkomunikasikan data dan Informasi dari masyarakat
mengenai potensi ancaman keamanan, gejala atau peristiwa bencana dalam
rangka upaya pencegahan dan penanggulangannya secara dini; dan 2.
memberikan rekomendasi sebagai bahan pertimbangan bagi kepala desa/lurah
dalam penyelenggaraan kewaspadaan dini masyarakat.
Kominda kabupaten/kota mempunyai tugas : 1. merencanakan, mencari,
mengumpulkan, mengkoordinasikan, dan mengkomunikasikan informasi atau
bahan keterangan dan intelijen dari berbagai sumber mengenai potensi, gejala, atau
peristiwa yang menjadi ancaman stabilitas nasional di daerah; dan 2. memberikan
rekomendasi sebagai bahan pertimbangan bagi unsur pimpinan daerah
kabupaten/kota mengenai kebijakan yang berkaitan dengan deteksi dini dan
peringatan diniterhadap ancaman stabilitas nasional di kabupaten/kota.
Pendanaan-pendanaan bagi penyelenggaraan Kominda di provinsi didanai
dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi,
sedangkan pendanaan bagi penyelenggaraan Kominda dl kabupaten/kota didanai
dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota.
Unsur Utama pertahanan nirmiliter dilaksanakan oleh K/L sebagai leading sector
dalam rangka pengelolaan dan penyelenggaraan pertahanan nirmiliter sesuai
dengan sifat dan bentuk ancaman yang dihadapi. Postur pertahanan nirmiliter
terdiri atas Unsur Utama dan Unsur Lain Kekuatan Bangsa yang disusun dan
ditata oleh K/L di luar bidang pertahanan.
Pembangunan kelembagaan pertahanan militer maupun pertahanan
nirmiliter diselenggarakan guna mewujudkan kekuatan yang terintegrasi dalam
pengelolaan pertahanan negara melalui penguatan dan penataan ulang serta
restrukturisasi kelembagaan dimana salah satunya adalah penguatan kapasitas
lembaga intelijen dan kontra intelijen untuk pertahanan negara, termasuk
pengembangan pertukaran informasi antar K/L dalam rangka peningkatan
kemampuan deteksi dini dan peringatan dini.
Dalam penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 tahun
2011 tentang Intelijen Negara Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun dijelaskan bahwa Pembukaan 1945 alinea keempat menyebutkan bahwa
pembentukan Pemerintah Negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial
yang senantiasa diupayakan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Sistem Kemanan Nasonal Untuk mencapai tujuan negara harus dapat
mengembangkan suatu sistem nasional yang meliputi sistem kesejahteraan
nasional, sistem ekonomi nasional, sistem politik nasional, sistem pendidikan
nasional, sistem hukum dan peradilan nasional, sistem pelayanan kesehatan
nasional, dan sistem keamanan nasional.
Keamanan nasional merupakan kondisi dinamis bangsa dan Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang menjamin keselamatan, kedamaian, dan
kesejahteraan warga negara, masyarakat, dan bangsa, terlindunginya kedaulatan
dan keutuhan wilayah negara, serta keberlangsungan pembangunan nasional dari
segala ancaman.
Secara akademik, keamanan nasional dipandang sebagai suatu konsep
multidimensional yang memiliki empat dimensi yang saling berkaitan, yaitu
dimensi keamanan manusia, dimensi keamanan dan ketertiban masyarakat,
dimensi keamanan dalam negeri, dan dimensi pertahanan.
Ancaman memiliki hakikat yang majemuk, berbentuk fisik atau nonfisik,
konvensional ataunonkonvensional, global atau lokal, segera atau mendatang,
potensial atau aktual, militer atau nonmiliter, langsung atau tidak langsung, dari
luar negeri atau dalam negeri, serta dengan kekerasan senjata atau tanpa
kekerasan senjata. Dengan demikian, identifikasi dan analisis terhadap ancaman
harus dilakukan secara lebih komprehensif, baik dari aspek sumber, sifat dan
bentuk, kecenderungan, maupun yang sesuai dengan dinamika kondisi
lingkungan strategis.
Intelijen Negara berperan melakukan upaya, pekerjaan, kegiatan, dan
tindakan untuk deteksi dini dan peringatan dini dalam rangka pencegahan,
penangkalan, dan penanggulangan terhadap setiap hakikat ancaman yang
mungkin timbul dan mengancam kepentingan dan keamanannasional.
Adapun tujuan Intelijen Negara : adalah mendeteksi, mengidentifikasi,
menilai, menganalisis, menafsirkan, dan menyajikan Intelijen dalam rangka
memberikan peringatan dini untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan bentuk
dan sifat ancaman yang potensial dan nyata terhadap keselamatan dan eksistensi
bangsa dan negara serta peluang yang ada bagi kepentingan dan keamanan
nasional.
AGENDA II
A. BERORIENTASI PELAYANAN
B. AKUNTABEL
1. Potret Layanan Publik di Indonesia
Baik sadar atau tidak, kenyataan layanan publik di negeri ini kerap dimanfaatkan
oleh ‘oknum’ pemberi layanan untuk mendapatkan keuntungan pribadi ataupun
kelompok. Peribahasa ‘Waktu Adalah Uang’ digunakan oleh banyak ‘oknum’
untuk memberikan layanan spesial bagi mereka yang memerlukan waktu
layanan yang lebih cepat dari biasanya. Sayangnya, konsep ini sering
bercampur dengan konsep sedekah dari sisi penerima layanan yang sebenarnya
tidak tepat.
KONSEP AKUNTABILITAS
1. Pengertian Akuntabilitas
Dalam banyak hal, kata akuntabilitas sering disamakan dengan
responsibilitas atau tanggung jawab. Namun pada dasarnya, kedua konsep
tersebut memiliki arti yang berbeda. Responsibilitas adalah kewajiban untuk
bertanggung jawab, sedangkan akuntabilitas adalah kewajiban
pertanggungjawaban yang harus dicapai. Aspek - Aspek akuntabilitas mencakup
beberapa hal berikut yaitu akuntabilitas adalah sebuah hubungan, akuntabilitas
berorientasi pada hasil, akuntabilitas membutuhkan adanya laporan, akuntabilitas
memerlukan konsekuensi, serta akuntabilitas memperbaiki kinerja.
2. Aspek-Aspek Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah sebuah hubungan (Accountability is a relationship).
Akuntabilitas berorientasi pada hasil (Accountability is results-oriented)
Akuntabilitas membutuhkan adanya laporan (Accountability requiers
reporting)
Akuntabilitas memerlukan konsekuensi (Accountability is meaningless
without consequences)
Akuntabilitas memperbaiki kinerja (Accountability improves performance)
3. Pentingnya Akuntabilitas
Akuntabilitas publik memiliki tiga fungsi utama (Bovens, 2007), yaitu:
1. untuk menyediakan kontrol demokratis (peran demokrasi);
2. untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan (peran
konstitusional);
3. untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas (peran belajar).
Akuntabilitas publik terdiri atas dua macam, yaitu:
a. akuntabilitas vertical (vertical accountability), dan
b. akuntabilitas horizontal (horizontal accountability).
4. Tingkatan Akuntabilitas
Akuntabilitas memiliki 5 tingkatan yang berbeda yaitu
a. akuntabilitas personal,
b. akuntabilitas individu,
c. akuntabilitas kelompok,
d. akuntabilitas organisasi, dan
e. akuntabilitas stakeholder.
C. KOMPETEN
Sukses ditentukan oleh seberapa banyak tindakan yang ASN ambil dan
bukan hanya oleh seberapa banyak pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki.
Dengan demikian dimensi emosi sukses yang diperlukan setiap ASN, antara lain,
yaitu: motivasi tinggi, kegembiraan, keyakinan, gairah, kebahagiaan, energi, dan
rasa ingin tahu denganmenghindarkan stres yang berlebihan, kekhawatiran, dan
kemarahan. Situasi dunia saat ini dengan cirinya yang disebut dengan “Vuca
World”, yaitu dunia yang penuh gejolak (volatility) disertai penuh ketidakpastian
(uncertainty). Demikian halnya situasinya saling berkaitan dan saling
mempengaruhi (complexity) serta ambiguitas (ambiguity) (Millar, Groth, & Mahon,
2018). Faktor VUCA menuntut ecosystem organisasi terintegrasi dengan berbasis
pada kombinasi kemampuan teknikal dan generik, dimana setiap ASN dapat
beradaptasi dengan dinamika perubahan lingkungan dan tuntutan masa depan
pekerjaan.
Pada sisi lain implikasi VUCA menuntut diantaranya penyesuaian proses
bisnis, karakter dan tuntutan keahlian baru. Adaptasi terhadap keahlian baru perlu
dilakukan setiap waktu. Kecenderungan kemampuan memanfaatkan kemajuan
teknologi informasi dalam meningkatkan kinerja organisasi lebih lambat,
dibandikan dengan tawaran perubahan teknologi itu sendiri.
Perilaku ASN untuk masing-masing aspek BerAkhlak sebagai berikut :
1. Berorientasi Pelayanan:
a. Memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat;
b. Ramah, cekatan, solutif, dan dapat diandalkan;
c. Melakukan perbaikan tiada henti.
2. Akuntabel:
a. Melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat,
disiplin dan berintegritas tinggi;
b. Menggunakan kelayakan dan barang milik negara secara
bertanggung jawab, efektif,dan efesien.
3. Kompeten:
a. Meningkatkan kompetensi diri untuk mengjawab tantangan yang
selalu berubah;
b. Membantu orang lain belajar;
c. Melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik.
4. Harmonis:
a. Menghargai setiap orang apappun latar belakangnya;
b. Suka mendorong orang lain;
c. Membangun lingkungan kerja yang kondusif
5. Loyal:
a. Memegang teguh ideology Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945, setia kepada Negara Kesatuan
Republik Indonesia serta pemerintahan yangsah;
b. Menjaga nama baik sesame ASN, pimpinan, insgansi, dan negara;
c. Menjaga rahasia jabatan dan negara.
6. Adaptif:
a. Cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan;
b. Terus berinovasi dan mengembangakkan kreativitas;
c. Bertindak proaktif.
7. Kolaboratif:
a. Memberi kesempatan kepada berbagai pihak untuk berkontribusi;
b. Terbuka dalam bekerja sama untuk menghasilkan nilai tambah;
c. Menggerakkan pemanfaatan berbagai sumberdaya untuk tujuan
bersama
D. HARMONIS
E. LOYAL
F. ADAPTIF
G. KOLABORATIF
Dyer and Singh (1998, dalam Celik et al, 2019) mengungkapkan bahwa
kolaborasi adalah “ value generated from an alliance between two or more firms
aiming to become more competitiveby developing shared routines”. Sedangkan Gray
(1989) mengungkapkan bahwa : Collaboration is a process though which parties
with different expertise, who see different aspects of a problem, can
constructively explore differences and find novel solutions to problems that would
have been more difficult to solve without the other’s perspective (Gray, 1989).
Selain diskursus tentang definisi kolaborasi, terdapat istilah lainnya yang juga
perlu dijelaskan yaitu collaborative governance. Irawan (2017 P 6) mengungkapkan
bahwa “ Collaborative governance “sebagai sebuah proses yang melibatkan norma
bersama dan interaksi saling menguntungkan antar aktor governance .
Collaborative governance dalam artian sempit merupakan kelompok aktor
dan fungsi. Ansell dan Gash A (2007:559), menyatakan Collaborative
governance mencakup kemitraan institusi pemerintah untuk pelayanan publik.
Sebuah pendekatan pengambilan keputusan, tata kelola kolaboratif, serangkaian
aktivitas bersama di mana mitra saling menghasilkan tujuan dan strategi dan
berbagi tanggung jawab dan sumber daya (Davies Althea L Rehema M. White,
2012). Kolaborasi juga sering dikatakan meliputi segala aspek pengambilan
keputusan, implementasi sampai evaluasi. Berbeda dengan bentuk kolaborasi
lainnya atau interaksi stakeholders bahwa organisasi lain dan individu berperan
sebagai bagian strategi kebijakan, collaborative governance menekankan semua
aspek yang memiliki kepentingan dalam kebijakanmembuat persetujuan
Kolaboratif bersama dengan “berbagi kekuatan”. (Taylo Brent and Rob C. de
Loe, 2012). Ansel dan Gash (2007:544) membangun enam kriteria penting untuk
kolaborasi yaitu:
1. forum yang diprakarsai oleh lembaga publik atau lembaga;
2. peserta dalam forum termasuk aktor nonstate;
3. peserta terlibat langsung dalam pengambilan keputusan dan bukan hanya
4. '‘dikonsultasikan’oleh agensi publik;
5. forum secara resmi diatur dan bertemu secara kolektif;
6. forum ini bertujuan untuk membuat keputusan dengan konsensus (bahkan
jika konsensus tidaktercapai dalam praktik), dan
7. fokus kolaborasi adalah kebijakan publik atau manajemen.
Ratner (2012) mengungkapkan terdapat mengungkapkan tiga tahapan yang
dapat dilakukandalam melakukan assessment terhadap tata kelola kolaborasi
yaitu :
1. mengidentifikasi permasalahan dan peluang;
2. merencanakan aksi kolaborasi; dan
3. mendiskusikan strategi untuk mempengaruhi.
Whole of Govement (WoG ) adalah sebuah pendekatan penyelenggaraan
pemerintahan yang menyatukan upaya-upaya kolaboratif pemerintahan dari
keseluruhan sektor dalam ruang lingkup koordinasi yang lebih luas guna mencapai
tujuan- tujuan pembangunan kebijakan, manajemen program dan pelayanan publik.
Oleh karenanya WoG juga dikenal sebagai pendekatan interagency, yaitu pendekatan
yang melibatkan sejumlah kelembagaan yang terkait dengan urusan-urusan yang
relevan. Dalam pengertian ini WoG dipandang menunjukkan atau menjelaskan
bagaimana instansi pelayanan publik bekerja lintas batas atau lintas sektor guna
mencapai tujuan bersama dan sebagai respon terpadu pemerintah terhadap isu-isu
tertentu. Untuk kasus Australia berfokus pada tiga hal yaitu pengembangan
kebijakan, manajemen program dan pemberian layanan.
Dari definisi ini diketahui bahwa WoG merupakan pendekatan yang
menekankan aspek kebersamaan dan menghilangkan sekat-sekat sektoral yang
selama ini terbangun dalam model NPM. Bentuk pendekatannya bisa dilakukan
dalam pelembagaan formal atau pendekatan informal. Ansen dan gash (2012 p
550) mengungkapkan beberapa proses yang harus dilalui dalam menjalin
kolaborasi yaitu:
1. Trust building : membangun kepercayaan dengan stakeholder mitra
kolaborasi.
2. Face tof face Dialogue: melakukan negosiasi dan baik dan bersungguh-
sungguh;
3. Komitmen terhadap proses : pengakuan saling ketergantungan; sharing
ownership dalamproses; serta keterbukaan terkait keuntungan bersama;
4. Pemahaman bersama: berkaitan dengan kejelasan misi, definisi bersama
terkait permasalahan,serta mengidentifikasi nilai bersama; dan
5. Menetapkan outcome antara
Penelitian yang dilakukan oleh Custumato (2021) menunjukkan bahwa
faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam kolaborasi antar lembaga
pemerintah adalah kepercayaan, pembagian kekuasaan, gaya kepemimpinan,
strategi manajemen dan formalisasi pada pencapaian kolaborasi yang efisien dan
efektif antara entitas publik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Astari dkk
(2019) menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat menghambat
kolaborasi antar organisasi pemerintah. Penelitian tersebut merupakan studi kasus
kolaborasi antar organisasi pemerintah dalam penertiban moda transportasi di
Kota Makassar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kolaborasi mengalami
beberapa hambatan yaitu: ketidakjelasan batasan masalah karena perbedaan
pemahaman dalam kesepakatan kolaborasi. Selain itu, dasar hukum kolaborasi
juga tidak jelas.
AGENDA III
A. SMART ASN
Kompetensi literasi digital diperlukan agar seluruh masyarakat digital dapat
menggunakan media digital secara bertanggung jawab. Hal ini termasuk dalam
visi misi Presiden Jokowi untukmeningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM).
Penilaiannya dapat ditinjau dari etis dalam mengakses media digital (digital ethics),
budaya menggunakan digital (digital culture), menggunakan media digital dengan
aman (digital safety), dan kecakapan menggunakan media digital (digital skills).
1. Percepatan Transformasi Digital
Lima arahan presiden untuk percepatan transformasi digital:
a. Perluasan akses dan peningkatan infrastruktur digital.
b. Persiapkan betul roadmap transportasi digital di sektor-sektor strategis, baik di
pemerintahan, layanan publik, bantuan sosial, sektor pendidikan, sektor kesehatan,
perdagangan, sektor industri, sektor penyiaran.
c. Percepat integrasi Pusat Data Nasional sebagaimana sudah dibicarakan.
d. Persiapkan kebutuhan SDM talenta digital
e. Persiapan terkait dengan regulasi, skema-skema pendanaan dan pembiayaan
transformasi digital dilakukan secepat-cepatnya (Oktari, 2020).
B. MANAJEMEN ASN
Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai
ASN yang professional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi
politik, bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Manajemen ASN lebih
menekankan kepada pengaturan profesi pegawai sehingga diharapkan agar selalu
tersedia sumber daya aparatur sipil Negara yang unggulselaras dengan
perkembangan jaman.
Pegawai ASN berkedudukan sebagai aparatur negara yang menjalankan
kebijakan yang ditetapkan oleh pimpinan instansi pemerintah serta harus bebas
dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik. Pegawai ASN
dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Selain untuk
menjauhkan birokrasi dari pengaruh partai politik, hal ini dimaksudkan untuk
menjamin keutuhan, kekompakan dan persatuan ASN, serta dapat memusatkan
segala perhatian, pikiran, dan tenaga pada tugas yang dibebankan kepadanya.
Oleh karena itu dalam pembinaan karier pegawai ASN, khususnya di daerah
dilakukan oleh pejabat berwenang yaitu pejabat karier tertinggi.
Peran ASN untuk menjalankan kedudukannya tersebut, maka Pegawai ASN
berfungsi sebagai berikut:
1. Pelaksana kebijakan public;
2. Pelayan publik; dan
3. Perekat dan pemersatu bangsa Selanjutnya Pegawai ASN bertugas:
a. Melaksanakan kebijakan yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian
sesuaidengan ketentuan peraturan perundang- undangan
b. Memberikan pelayanan publik yang professional dan berkualitas, dan
c. Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia
ASN berfungsi, bertugas dan berperan untuk melaksanakan kebijakan yang
dibuat oleh pejabat pembina kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Untuk itu ASN harus mengutamakan kepentingan publik
dan masyarakat luas dalam menjalankan fungsi dan tugasnya tersebut. Harus
mengutamakan pelayanan yang berorientasi pada kepentingan publik. ASN
berfungsi, bertugas dan berperan untuk mempererat persatuan dan kesatuan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. ASN harus senantiasa mengutamakan dan
mementingkan persatuan dan kesatuan bangsa (Kepentingan bangsa dan Negara
di atas segalanya).
1. Uraian Materi
a. Pengantar
Pengelolaan SDM harus selalu berkaitan dengan tujuan dan sasaran
organisasi (strategic alignment), dalam konteks ini aktivitas dalam pengelolaan
SDM harus mendukung misi utama organisasi. Pengelolaan SDM/ASN
dilakukan untuk memotivasi dan juga meningkatkan produktivitas pegawai
dalam melaksanakan tugasnya sehingga mampu berkontribusi pada pencapaian
tujuan dan sasaran organisasi. Untuk mendapatkan profil pegawai yang
produktif, efektif dan efisien tersebut diperlukan sebuah sistem pengelolaan
SDM yang mampu memberikan jaminan “keamanan‟ dan “kenyamanan‟
bagi individu yang bekerja didalamnya.
b. Konsep Sistem Merit dalam Pengelolaan ASN
Konsep Sistem Merit menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam
pengelolaan ASN. Sistem merit pada dasarnya adalah konsepsi dalam
manajemen SDM yang menggambarkan diterapkannya obyektifitas dalam
keseluruhan semua proses dalam pengelolaan ASN yakni pada pertimbangan
kemampuan dan prestasi individu untuk melaksanakan pekerjaanya
(kompetensi dan kinerja).
Sistem merit harus diterapkan pada semua komponen atau fungsi dalam
manajemen ASN. Semua fungsi dan komponen dalam manajemen ASN
sebagaimana tercantum dalam Pasal 55 (mengatur tentang manajemen PNS)
dan pasal 93 (mengaturmanajemen PPPK) UU ASN harus menerapkan sistem
merit ini.
Pasal 55 menyebutkan bahwa “ Manajemen PNS meliputi penyusunan dan
penetapan kebutuhan, pengadaan, pangkat dan jabatan, pengembangan karier,
pola karier, promosi, mutasi, penilaian kinerja, penggajian dan tunjangan,
penghargaan, disiplin, pemberhentian, jaminan pensisun dan hari tua, dan
perlindungan.
Pasal 93: Manajemen PPPK meliputi: penetapan kebutuhan, pengadaan,
penilaian kinerja, penggajian dan tunjangan, pengembangan kompetensi,
pemberian penghargaan, disiplin, pemutusan hubungan kerja, perlindungan.
c. Perencanaan
Pasal 56 menyebutkan bahwa setiap instansi pemerintah dalam menyusun
dan menetapkan kebutuhan pegawai harus didasarkan pada analisis jabatan dan
analisis beban kerja. Untuk mendapatkan pegawai yang tepat dibutuhkan
sebuah sistem yang transparan dan adil bagi semua orang.
d. Monitoring, Penilaian dan Pengembangan
Kegiatan monitoring pegawai didasarkan sepenuhnya untuk memastikan
bahwa pegawai digunakan secara efektif dan efisien untuk memenuhi
kebutuhan organisasi (pegawai memberikan kontribusi pada kinerja dan
produktivitas organisasi). Disisi lain pegawai dijamin keberadaan dan
kariernya berdasarkan kontribusi yang diberikan.