Anda di halaman 1dari 39

MOOC PPPK

Massive Open Online


Course
PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN
KERJA

RESUME

Oleh :

NAMA : Mahmudin, S.Pd


NIP : 19831229 202321 1 002
JABATAN : AHLI PERTAMA – GURU SENI BUDYA
UNIT KERJA : SMA NEGERI 1 JATILAWANG

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA (LAN)


TAHUN 2023
MATERI I
Video Sambutan Kepala Lembaga Administrasi Negara
Dr. Adi Suryanto, M.Si

Indonesia menyongsong Indonesia Emas 2045. Era revolusi industry 4.0 menuntut kita
supaya cepat beradaptasi dengan kemajuan teknologi. Pondasi penting mewujudkan Smart ASN
melalui Latsar sebagai bekal menghadapi tantangan dunia yang semakin kompleks. MOOC dapat
dimanfaatkan untuk belajar yang tidak terbatas pada interaksi fisik. Namun dapat dilakukan secara
mandiri dan dikembangkan dalam skama pembelajaran kolaboratif, aktualisasi dan penguatan
secara klasikal. MOOC diharapkan dapat menjadi learning platform bagi ASN secara nasional
untuk mencetak ASN yang unggul dan kompeten untuk menuju birokrasi berkelas dunia dan
menuju Indonesia Emas 2045

MATERI II
Video Sambutan Deputi Kebijakan Pengembangan Kompetensi ASN LAN RI
Dr. Muhammad Taufiq, DEA.

Kebanggaan sebagai ASN karena dapat melayani Bangsa Indonesia. Penguasaan Core
Value bagi ASN dan employer yang dikenal dengan singkatan BerAKHKLAK :
1. Berorientasi Pelayanan
2. Akuntabel
3. Kompeten
4. Harmonis
5. Loyal
6. Adaptif
7. Kolaboratif
Kata kunci : Kempuan berinovasi
Penguasaan Core Value dan penguasaan literasi digital (SMART ASN)
Selamat belajar dan semangat mengembangkan diri supaya menjadi ASN yang unggul dan
mendukung daya saing bangsa
MATERI III
Sambutan Kepala Pusat Pembinaan Program dan Kebijakan Pengembangan Kompetensi
ASN LAN RI
Erna Irawati, S.Sos, M.Pol., Adm.

Penjelasan Manajemen Penyelenggaraan PPPK dituntut belajar mandiri pada materi MOOC.
Pembelajaran dibagi 3 :
1. Sikap perilaku Bela Negara
2. Nilai-nilai rol value dalam penyelenggaraan pemerintahan
3. Kedudukan dalam penyelenggaraan pemerintahan
AGENDA 1

MODUL 1. WAWASAN KEBANGSAAN DAN NILAI – NILAI BELA NEGARA


A. WAWASAN KEBANGSAAN
Pengertian Wawasan Kebangsaan : Wawasan Kebangsaan adalah cara pandang bangsa
Indonesia dalam rangka mengelola kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilandasi oleh jati diri
bangsa (nation character) dan kesadaran terhadap sistem nasional (national system) yang bersumber
dari Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, guna memecahkan
berbagai persoalan yang dihadapi bangsa dan negara demi mencapai masyarakat yang aman, adil,
makmur, dan sejahtera.
4 (empat) Konsesus Dasar Berbangsa dan Bernegara :
1. Pancasila
2. Undang-Undang Dasar 1945
3. Bhinneka Tunggal Ika
4. Negara Kesatuan Republik Indonesia

B. NILAI – NILAI BELA NEGARA


Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya
Nasional untuk Pertahanan Negara Pasal 7 Ayat (3), nilai dasar Bela Negara meliputi :
a. cinta tanah air;
b. sadar berbangsa dan bernegara;
c. setia pada Pancasila sebagai ideologi negara;
d. rela berkorban untuk bangsa dan negara; dan
e. kemampuan awal Bela Negara.
Usaha Bela Negara bertujuan untuk memelihara jiwa nasionalisme Warga Negara dalam
upaya pemenuhan hak dan kewajibannya terhadap Bela Negara yang diwujudkan dengan Pembinaan
Kesadaran Bela Negara demi tercapainya tujuan dan kepentingan nasional, dengan sikap dan perilaku
meliputi : Cinta tanah air bagi ASN, Kesadaran berbangsa dan bernegara bagi ASN, Setia pada
Pancasila sebagai ideologi negara bagi ASN, Rela berkorban untuk bangsa dan negara bagi ASN,
Kemampuan awal Bela negara bagi ASN.

C. SISTEM ADMINISTRASI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA


a. Umum
Bentuk Negara kesatuan yang disepakati oleh para pendiri bangsa dan kemudian ditetapkan
berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga memiliki makna pentingnya
kesatuan dalam sistem penyelenggaraan Negara.
b. Perspektif Sejarah Negara Indonesia
Perubahan penting dalam perkembangan tata pemerintahan selama jaman pendudukan Jepang,
ditandai dengan ditetapkannya Undang-Undang No.27 yang berlaku secara efektif mulai tanggal
8 Agustus 1942.
Pada awal masa kemerdekaan, perubahan sistem administrasi negara di Indonesia masih dalam
keadaan darurat, karena adanya transisi pemerintahan. Sehingga Bangsa Indonesia berusaha
sebisa mungkin untuk membentuk piranti–piranti yang diperlukan dalam rangka
penyelenggaraaan negara sebagai suatu negara yang berdaulat.
Setelah peristiwa Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag antara Pemerintah Belanda
dengan pemerintah Indonesia pada tanggal 23 Agustus-2 November 1949. Negara Indonesia
resmi berubah dari negara kesatuan menjadi negara serikat dengan konstitusi RIS (KRIS) 1949
sebagai Undang-Undang Dasar.
c. Makna Kesatuan dalam Sistem Penyelenggaraan Negara
Sebagai sebuah negara kesatuan (unitary state), sudah selayaknya dipahami benar makna
“kesatuan” tersebut. Dengan memahami secara benar makna kesatuan, diharapkan seluruh
komponen bangsa Indonesia memiliki pandangan, tekat, dan mimpi yang sama untuk terus
mempertahankan dan memperkuat kesatuan bangsa dan negara.
Filosofi dasar persatuan dan kesatuan bangsa dapat ditemukan di berbagai kitab kerajaan di
Indonesia, hal tersebut menunjukkan bahwa gagasan, hasrat, dan semangat persatuan
sesungguhnya telah tumbuh dan berkembang dalam akar sejarah bangsa Indonesia. Namun
dalam alam modern-pun, semangat bersatu yang ditunjukkan oleh para pendahulu bangsa terasa
sangat kuat.
d. Bentuk Negara Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Sebagaimana disebutkan dalam Bab I, pasal 1 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
“Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan, yang berbentuk Republik”. Ini berarti bahwa
Organisasi Pemerintahan Negara Republik Indonesia bersifat unitaris, walaupun dalam
penyelenggaraan pemerintahan kemudian terdesentralisasikan. Sejalan dengan hal tersebut, maka
Negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan provinsi itu dibagi
atas kabupaten dan kota.
e. Makna dan Pentingnya Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Kesatuan bangsa Indonesia yang kita rasakan saat ini, itu terjadi dalam proses yang dinamis dan
berlangsung lama, karena persatuan dan kesatuan bangsa terbentuk dari proses yang tumbuh dari
unsur-unsur sosial budaya masyarakat Indonesia sendiri, yang ditempa dalam jangkauan waktu
yang lama se kali.Unsur-unsur sosial budaya itu antara lain seperti sifat kekeluargaan dan jiwa
gotong-royong.Hal itulah yang mendorong terwujudnya persatuan bangsaIndonesia. Jadi makna
dan pentingnya persatuan dan kesatuan bangsa dapat mewujudkan sifat kekeluargaan, jiwa
gotong-royong, musyawarah dan lain sebagainya.
f. Prinsip-Prinsip Persatuan Dan Kesatuan Bangsa
Terdapat beberapa prinsip yang juga harus kita hayati serta kita pahami lalu kita amalkan.
1) Prinsip Bhineka Tunggal Ika
2) Prinsip Nasionalisme Indonesia
3) Prinsip Kebebasan yang Bertanggungjawab
4) Prinsip Wawasan Nusantara
5) Prinsip Persatuan Pembangunan untuk Mewujudkan Cita-cita Reformasi.
g. Nasionalisme
Nasionalisme adalah sikap mencintai bangsa dan negara sendiri, Nasionalisme terbagi atas:
1) Nasionalisme dalam arti sempit, yaitu sikap mencintai bangsa sendiri secara berlebihan
sehingga menggap bangsa lain rendah kedudukannya, nasionalisme ini disebut juga
nasionalisme yang chauvinisme, contoh Jerman pada masa Hitler.
2) Nasionalisme dalam arti luas, yaitu sikap mencintai bangsa dan negara sendiri dan menggap
semua bangsa sama derajatnya.
h. Kebijakan Publik dalam Format Keputusan dan/atau Tindakan Administrasi Pemerintahan
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (“UUAP”) yang
diberlakukan sejak tanggal 17 Oktober 2014, memuat perubahan penting dalam penyelenggaran
birokrasi pemerintahan
Dalam UU AP tersebut, beberapa pengertian penting yang dimuat di dalamnya adalah
sebagai berikut: administrasi pemerintahan, keputusan administrasi pemerintahan, tindakan
administrasi pemerintahan, diskresi,
i. Landasan Idiil : Pancasila
Pancasila sebagaimana dimuat dalam Pembukaan UUD 1945 yang ditetapkan pada tanggal 18
Agustus 1945, merupakan dasar negara Republik Indonesia, baik dalam arti sebagai dasar
ideologi maupun filosofi bangsa. Kedudukan Pancasila ini dipertegas dalam UU No. 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagai sumber dari segala sumber
hukum negara
j. UUD 1945: Landasan konstitusionil SANKRI
1) Kedudukan UUD 1945
Konstitusi atau UUD, yang bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia disebut UUD 1945
hasil Amandemen I, II, III dan IV terakhir pada tahun 2002 (UUD 1945) merupakan hukum
dasar tertulis dan sumber hukum tertinggi dalam hierarkhi peraturan perundang-undangan
Republik Indonesia
2) Pembukaan UUD 1945 sebagai Norma Dasar (Groundnorms)
Pembukaan UUD 1945 sebagai dokumen yang ditempatkan di bagian depan UUD 1945,
merupakan tempat dicanangkannya berbagai norma dasar yang melatar belakangi,
kandungan cita-cita luhur dari Pernyataan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, dan
oleh karena itu tidak akan berubah atau dirubah, merupakan dasar dan sumber hukum bagi
Batang-tubuh UUD 1945 maupun bagi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
apapun yang akan atau mungkin dibuat.
k. Peran Aparatur Sipil Negara (ASN) Berdasarkan UU No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur
Sipil Negara
Berdasarkan Pasal 11 UU ASN, tugas Pegawai ASN adalah sebagai berikut:
1. Melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas; dan
3. Mempererat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
MODUL 2. ANALISIS ISU KONTEMPORER
A. PERUBAHAN LINGKUNGAN STRATEGIS
1. Konsep Perubahan
Perubahan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari dan menjadi bagian dari perjalanan
peradaban manusia. Perubahan yang diharapkan terjadi adalah perubahan ke arah yang lebih baik
untuk memuliakan manusia/humanity (memberikan manfaat bagi umat manusia).
Undang-undang ASN setiap PNS perlu memahami dengan baik fungsi dan tugasnya:
1. Melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian sesuai
dengan peraturan perundangundangan,
2. Memberikan pelayanan publik yang profesional dan berkualitas, serta
3. Memperat persatuan dan kesatuan Negara Republik Indonesia
Menjadi PNS yang profesional memerlukan pemenuhan terhadap beberapa persyaratan berikut:
1. Mengambil tanggung jawab
2. Menunjukkan sikap mental positif
3. Mengutamakan keprimaan
4. Menunjukkan kompetensi
5. Memegang teguh kode etik
2. Perubahan Lingkungan Strategis
Ada empat level lingkungan strategis yang dapat mempengaruhi kesiapan PNS dalam melakukan
pekerjaannya sesuai bidang tugas masing-masing, yakni: individu, keluarga (family), Masyarakat
pada level lokal dan regional (Community/Culture), Nasional (Society), dan Dunia (Global).
3. Modal Insani Dalam Menghadapi Perubahan Lingkungan Strategis
Konsep ini pada intinya menganggap bahwa manusia merupakan suatu bentuk modal yang
tercermin dalam bentuk pengetahuan, gagasan (ide), kreativitas, keterampilan, dan produktivitas
kerja. Enam komponen modal manusia (Ancok, 2002) yaitu: modal intelektual, modal
emosional, modal social, modal ketabahan(adversity), modal etika/moral.

B. ISU-ISU STRATEGIS KONTEMPORER


 Korupsi
 Terorisme dan Radikalisme
 Money Laundring
 Proxy War
 Kejahatan Mass Communication (Cyber Crime, Hate Speech, Dan Hoax)
C. TEKNIK ANALISIS ISU
1. Isu Kritikal
Isu kritikal dipandang sebagai topik yang berhubungan dengan masalah-masalah sumber daya
yang memerlukan pemecahan disertai dengan adanya kesadaran publik akan isu tersebut.
Isu kritikal secara umum terbagi ke dalam tiga kelompok berbeda berdasarkan tingkat
urgensinya, yaitu :
1. Isu saat ini (currentissue) merupakan kelompok isu yang mendapatkan perhatian dan sorotan
publik secara luas dan memerlukan penanganan sesegera mungkin dari pengambil
keputusan.
2. Isu berkembang (emerging issue) merupakan isu yang perlahan-lahan masuk dan menyebar
di ruang publik, dan publik mulai menyadari adanya isu tersebut.
3. Isu potensial adalah kelompok isu yang belum nampak di ruang publik, namun dapat
terindikasi dari beberapa instrumen (sosial, penelitian ilmiah, analisis intelijen, dsb).
2. Teknik-Teknik Analisis Isu
1. Teknik Tapisan Isu
Alat bantu penetapan kriteria isu yang berkualitas banyak jenisnya, misalnya menggunakan
teknik tapisan dengan menetapkan rentang penilaian (1-5) pada kriteria; Aktual,
Kekhalayakan,
2. Teknik Analis Isu
Beberapa alat bantu menganalisis isu disajikan sebagai berikut: mind mapping, fishbone
diagram, analisis swot.
MODUL 3. KESIAPSIAGAAN BELA NEGARA
A. KERANGKA KESIAPSIAGAAN BELA NEGARA
Kesiapsiagaan Bela Negara adalah suatu keadaan siap siaga yang dimiliki oleh seseorang baik
secara fisik, mental, maupun sosial dalam menghadapi situasi kerja yang beragam yang dilakukan
berdasarkan kebulatan sikap dan tekad secara ikhlas dan sadardisertai kerelaan berkorban sepenuh
jiwa raga yang dilandasi oleh kecintaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
berdasarkan Pancasila dan UUD NKRI 1945 untuk menjaga, merawat, dan menjamin kelangsungan
hidupberbangsa dan bernegara. Manfaat dalam kegiatan kesiapsiagaan bela negara ini diantaranya :
Membentuk sikap disiplin waktu, aktivitas, dan pengaturan kegiatan lain, Membentuk jiwa
kebersamaan dan solidaritas antar sesama rekan seperjuangan, Membentuk mental dan fisik yang
tangguh, Menanamkan rasa kecintaan pada bangsa dan patriotisme sesuai dengan kemampuan diri,
Melatih jiwa leadership dalam memimpin diri sendiri maupun kelompok dalam materi Team
Building, Membentuk Iman dan taqwa pada agama yang dianut oleh individu, Berbakti pada orang
tua, bangsa, agama, Melatih kecepatan, ketangkasan, ketepatan individu dalam melaksanakan
kegiatan, Menghilangkan sikap negatif seperti malas, apatis, boros, egois, tidak disiplin, Membentuk
perilaku jujur, tegas, adil, tepat, dan kepedulian antar sesama.

B. KEMAMPUAN AWAL BELA NEGARA


1. Kesehatan Jasmani dan Mental
Sebagai Aparatur Sipi Negara, anda tidak hanya membutuhkan jasmani yang sehat, tetapi juga
memerlukan jasmani yang bugar. Kebugaran jasmani ini diperlukan agar dapat menjalankan
setiap tugas jabatan Anda dengan baik tanpa keluhan. Kebugaran jasmani setiap orang berbeda-
beda sesuai dengan tugas/profesi masing-masing, tergantung dari tantangan fisik yang
dihadapinya. Contohnya Anda sebagai pegawai kantor tentu membutuhkan kebugaran jasmani
yang berbeda dengan seorang kuli panggul dimana mereka harus memiliki kekuatan otot maupun
daya tahan otot yang lebih baik.
2. Kesiapsiagaan Jasmani dan Mental
Sasaran latihan kesiapsiagaan jasmani adalah mengembangkan dan/atau memaksimalkan
kekuatan fisik, dengan melatih kekuatan fisik akan dapat menghasilkan Tenaga, Daya Tahan,
Kekuatan, Kecepatan, Ketepatan, Kelincahan, Koordinasi.
1. Etika, Etiket, dan Moral
a. Etika
Etika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah Ilmu tentang apa yang baik dan buruk,
tentang hak dan kewajiban moral atau kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan
akhlak atau nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
a. Etiket
Etiket adalah bentuk aturan tertulis maupun tidak tertulis mengenai aturan tata krama, sopan
santun, dan tata cara pergaulan dalam berhubungan sesama manusia dengan cara yan baik,
patut, dan pantas sehingga dapat diterima dan menimblkan komunikasi, hubungan baik, dan
saling memahami antara satu dengan yang lain.
b. Moral
Moral berasal dari bahasa Latin mores yang mempunyai arti kebiasaan, adat sehingga moral
dapat didefinisikan sebagai nilai – nilai dan norma – norma yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan moralitas adalah
sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.
3. Kearifan Lokal
1. Konsep Kearifan Lokal
Guna memahami arti “kearifan lokal”, dapat ditelusuri dalam referensi pustaka, seperti hasil
penelitian dari para ahli dan pakar ilmu yang menyampaikan pendapatnya.
2. Prinsip Kearifsan Lokal
Kearifan lokal yang melekat pada setiap bangsa di dunia ini mengandung nilai-nilai jati diri
bangsa yang luhur dan terhormat; apakah dari satu suku atau gabungan banyak suku di daerah
tempat tinggal suatu bangsa.
3. Urgensi Kearifan Lokal
Keberadaan bentuk-bentuk kearifan lokal bagi masyarakat setempat yangmembuatnya adalah
identitas atau jati diri bagi mereka.

C. RENCANA AKSI BELA NEGARA


1. Program Rencana Aksi Bela Negara
Sebagai wujud internalisasi dari nilai-nilai Bela Negara, maka tugas membuat Rencana Aksi
tersebut yang diberikan kepada peserta Latsar CPNS merupakan bagian unsur penilaian Sikap
Perilaku Bela Negara selama mengikuti Pelatihan Dasar Calon Pegawai Negeri Sipil.
2. Penyusunan Rencana Aksi Bela Negara
1. Tahap Pertama
Tahapan ini dilakukan pada saat On Campus, dimana masing-masing peserta Latsar CPNS
dapat menyusun rencana Aksi-nya yang terkait dengan seluruh rangkaian kegiatan dan tidak
terlepas dari Nilai-nilai Dasar Bela Negara dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan siklus
yang dialami selama pembelajaran di dalam lingkungan penyelenggaraan diklat (On Campus)
selama 21 Hari sejak hari pertama memasuki lembaga diklat (tempat penyelenggaraan Latsar
CPNS).
2. Tahap Kedua
Tahapan ini dilakukan pada saat Off Campus, dimana masing-masing peserta Latsar CPNS
saat kembali ke instansinya masing-masing dalam kurun waktu dan tempat sesuai dengan
situasi dan kondisi di lingkungan kerja masingmasing selama 30 Hari, terhitung sejak Off
Campus sampai On Campus kembali kedua kalinya. Dalam penyusunan Rencana Aksi ini
tidak terlepas dari Nilai-nilai Dasar Bela Negara dalam kehidupan sehari-hari bagi peserta
Latsar CPNS.

D. KEGIATAN KESIAPSIAGAAN BELA NEGARA


1. Peraturan Baris Berbaris
Pengertian Baris Berbaris (PBB) adalah suatu wujud latihan fisik, diperlukan guna
menanamkan kebiasaan dalam tata cara hidup dalam rangka membina dan kerjasama antar
peserta Latsar, salah satu dasar pembinaan disiplin adalah latihan PBB, jadi PBB bertujuan untuk
mewujudkan disiplin yang prima, agar dapat menunjang pelayanan yang prima pula, juga dapat
membentuk sikap, pembentukan disiplin, membina kebersamaan dan kesetiakawanan dan lain
sebagainya.
2. Baris Berbaris dan Tata Upacara
Baris berbaris (PBB) adalah suatu wujud latihan fisik, diperlukan guna menanamkan
kebiasaan dalam tata cara hidup dalam rangka membina dan kerja sama antar peserta diklat.
Manfaat mempelajari baris berbaris yaitu guna menumbuhkan sikap jasmani yang tegap dan
tangkas, rasa persatuan, disiplin, sehingga dengan demikian peserta diklat senantiasa dapat
mengutamakan kepentingan tugas diatas kepentingan individu dan secara tidak langsung juga
menanamkan rasa tanggung jawab.
3. Keprotokolan
Keprotokolan adalah pengaturan yang berisi norma-norma atau kebiasan kebiasaan
mengenai tata cara agar suatu tujuan yang telah disepakati dapat dicapai. Esensi dalam tatanan
tersebut antara lain mencakup :
a. Tata cara, yang menentukan tindakan yang harus dilakukan dalam suatu acara tertentu
b. Tata krama, yang menentukan pilihan kata-kata, ucapan dan perbuatan yang sesuai
dengan tinggi rendahnya jabatan seseorang
c. Rumus-rumus dan aturan tradisi yang telah ditentukan universal didalam bangsa itu sendiri.
Etika Keprotokolan
Protokol berasal dari bahasa Yunani “protokollum’ yang mengandung kata “protos”
(pertama) dan “kollum” (diletakkan) atau bisa juga disebut perekat yang pertama. Protokol
menyangkut kaidah/norma/aturan yang berlaku, dalam menghadapi acara resmi atau
kenegaraan baik untuk kegiatan – kegiatan di dalam negeri maupun antar Negara secara resmi.
Prinsip dasar yang melandasi etika dalam pelayanan keprotokolan adalah untuk membuat setiap
orang nyaman, senang, dan merasa penting tanpa melihat latar belakang status,jabatan.
Bentuk Etiket Secara Umum:
a. Etiket Kerapihan Diri dan Cara Berpakaian
b. Etiket Berdiri
c. Etiket Duduk
d. Etiket Berjalan
e. Etiket Berkenalan dan Bersalaman
f. Etiket Berbicara
g. Etiket dalam Jamuan
4. Kewaspadaan Diri
Kemampuan kewaspadaan dini adalah kemampuan ynag dikembangkan untuk mendukung
sinergisme penyelenggaraan pertahanan militer secara optimal sehingga terwujud kepekaan,
kesiagaan, dan antisipasi setiap warga negara dalam menghadapi potensi ancaman.
a. Kewaspadaan dini dalam penyelenggaraan otonomi daerah
Untuk mewujudkna ketenteraman, ketertiban dan perlindungan masyarakat yang dilakukan
dengan upaya kewaspadaan dini oleh masyaraka dibentuklah Forum Kewaspadaan Dini
Masyarakat (FKDM). FKDM adalah wadah bagi elemen masyarakat yang dibentuk dalam
rangka menjaga dan memelihara kewaspadaan dini masyarakat, termasuk wakil – wakil
Ormas. Pembentukan FKDM dilakukan oleh masyarakat dan difasilitasi oleh pemerintah
daerah.
b. Kewaspadaan Dini dalam Penyelenggaraan Pertahanan Negara
Dalam penyelenggaraan perthanan negara, kemampuan kewaspadaan dni dikembangkan
untuk mendukung sinergisme penyelenggaraan pertahanan militer dan nirmiliter secara
optimal sehingga terwujud kepekaan, kesiagaan dan antisipasi setiap warga negara dalam
menghadapi potensi ancaman.
c. Deteksi Dini dan Peringatan Dini dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah
Dalam rangka mengantisipasi ancaman terhadap integritas nasional dan tegaknya kedaulaan
NKRI, perlu dilaksanakan deteksi dini dan peringatan dini di daerah yang perlu didukung
dengan koordinasi yang baik antar aparat unsur intellijen secara professional yang diatur
dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 11 Tahun 2006 tentang Komunitas Intellijen
Daerah. Komunitas Intellijen Derah atau kominda adalah forum komunikasi dan koordinasi
unsur intellijen dan unsur pimpinan daerah di provinsi dan kabupaten/kota.
d. Deteksi Dini dan Peringatan Dini dalam Sistem Keamanan Nasional
Keamanan nasional merupakan kondisi dinamis bangsa dan NKRI ynag menjamin
keselamatan, kedamaian dan kesejahteraan warga negara, masyarakat dan bangsa,
terlindunginya kedaulatan dan keutuhan wilayah negara, serta keberlangsungan
pembangunan nasional dari segala ancaman. Ancaman memiliki haikat yang majemuk,
berbentuk fisik atau nonfisik, konvensional atau nonkonvensional, global atau local, segera
atau mendatang, potensial atau aktual, militer atau nonmiliter, langsung atau tidak langsung,
daari luar negeri atau dalam negeri, serta degan kekerasan senjata atau tanpa kekerasan
senjata.
e. Deteksi Dini dan Peringatan Dini
Upaya melakukan penilaian terhadap ancaman dapat terwujud denga baik apabila intellijen
negara sebagai bagian dari system keamanan nasional yang merupakan lini pertama mampu
melakukan deteksi dini dan peringatan din terhadap berbagai bentuk dan sifat ancaman, baik
yang potensial maupun aktual. Ruang lingkup intellijen negara meliputi : Intellijen dalam
negeri dan luar negeri, Intellijen pertahanan dan/atau militer, Intellijen kepolisian, Intellijen
penegak hokum, Intellijen kementerian/lembaga pemerintah non kementerian.
f. Kewaspadaan Dini Bagi CPNS
Sebagai abdi negara dan masyarakat, CPNS memiliki kewajiban untuk mengantisipasi
ancaman terhadap integritas nasional dan tegaknya kedaulatan NKRI. Hal ini dapat
diimplementasikan dengan “kesaadaran lapor cepat” terhadap setiap potensi ancaman baik di
lingkungan pekerjaan maupun pemukiman, mendorong terbentuknya FKDM di lingkungan
masing – masing atau berkontribusi pada Kominda.
g. Kegiatan dalam Kesiapsiagaan Bela Negara
PNS yang samapta : PNS yang mampu meminimalisir hal yang tidak diinginkan.
Manfaat kesiapsiagaan : Mengatasi ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan dari
dalam maupun luar.
AGENDA 2
MODUL 1. BERORIENTASI PELAYANAN
A. KONSEP PELAYANAN PUBLIK

1. Pengertian Pelayanan Publik


Asas penyelenggaraan pelayanan publik seperti yang tercantum dalam Pasal 4 UU Pelayanan
Publik, yaitu : kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan
kewajiban, keprofesionalan, partisipatif, persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan,
akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan, ketepatan waktu, dan
kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
2. Membangun Budaya Pelayanan Prima
Terdapat enam elemen untuk menghasilkan pelayanan publik yang berkualitas yaitu : (1)
Komitmen pimpinan, (2) Penyediaan layanan sesuai dengan sasaran dan kebutuhan masyarakat,
(3) Penerapan dan penyesuaian Standar Pelayanan di dalam penyelenggaraan pelayanan public,
(4) Memberikan perlindungan bagi internal pegawai, serta menindaklanjuti pengaduan
masyarakat, (5) Pengembangan kompetensi SDM, jaminan keamanan dan keselamatan kerja,
fleksibilitas kerja, penyediaan infrastruktur teknologi informasi dan sarana prasarana, (6)
Pemantauan dan evaluasi terhadap kinerja penyelenggara pelayanan publik.
3. ASN sebagai Pelayan Publik
Pegawai ASN bertugas untuk : melaksanakan kebijakan publik yang dibuat oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, memberikan pelayanan
publik yang profesional dan berkualitas, dan mempererat persatuan dan kesatuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Menurut Pasal 34 UU Pelayanan Publik, perilaku pelaksana pelayanan publik, termasuk ASN
diantaranya : (1) adil dan tidak diskriminatif, cermat, (2) santun dan ramah, (3) tegas, andal, dan
tidak memberikan putusan yang berlarut- larut, (4) professional, (5) tidak mempersulit, (6) patuh
pada perintah atasan yang sah dan wajar, (7) menjunjung tinggi nilai-nilai akuntabilitas dan
integritas institusi penyelenggara, (8) tidak membocorkan informasi atau dokumen yang wajib
dirahasiakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, (9) terbuka dan mengambil langkah
yang tepat, (10) tidak menyalahgunakan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan public,
(11) tidak memberikan informasi yang salah atau menyesatkan dalam menanggapi permintaan
informasi serta proaktif dalam memenuhi kepentingan masyarakat, (12) tidak menyalahgunakan
informasi, jabatan, dan/atau kewenangan yang dimiliki, (13) sesuai dengan kepantasan, dan (14)
tidak menyimpang dari prosedur.
B. BERORIENTASI PELAYANAN
1. Panduan Perilaku Berorientasi Pelayanan
Panduan perilaku/kode etik dari nilai Berorientasi Pelayanan sebagai pedoman bagi para ASN
dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, yaitu : (1) memahami dan memenuhi kebutuhan
masyarakat, (2) Ramah, Cekatan, Solutif, dan Dapat Diandalkan, dan (3) Melakukan Perbaikan
Tiada Henti
2. Tantangan Aktualisasi Nilai Berorientasi Pelayanan
Tantangan yang berasal dari internal penyelenggara pelayanan publik dapat berupa
anggaran yang terbatas, kurangnya jumlah SDM yang berkompeten, termasuk belum
terbangunnya sistem pelayanan yang baik. Namun, Pemerintah berkomitmen untuk terus
meningkatkan kualitas penyelenggaraan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan dan harapan
masyarakat serta mengatasi berbagai hambatan yang ada.
Dalam rangka mencapai visi reformasi birokrasi serta memenangkan persaingan di era
digital yang dinamis, diperlukan akselerasi dan upaya luar biasa (keluar dari rutinitas dan
business as usual) agar tercipta breakthrough atau terobosan, yaitu perubahan tradisi, pola, dan
cara dalam pemberian pelayanan publik. Terobosan itulah yang disebut dengan inovasi
pelayanan publik. Konteks atau permasalahan publik yang dihadapi instansi pemerintah dalam
memberikan layanannya menjadi akar dari lahirnya suatu inovasi pelayanan public.
Instansi pemerintah dituntut untuk lebih jeli mengamati permasalahan dalam pelayanan
publik sehingga inovasi yang dilahirkan benar-benar sesuai kebutuhan dan tepat sasaran. Untuk
itu, adanya kolaborasi antara pemerintah, partisipasi masyarakat, dan stakeholders terkait lainnya
perlu dibangun sebagai strategi untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya inovasi.
MODUL 2. AKUNTABEL
A. POTRET LAYANAN PUBLIK NEGERI INI

1. Potret Layanan Publik di Indonesia


Pada kenyataan layanan publik di negeri ini kerap dimanfaatkan oleh ‘oknum’ pemberi layanan
untuk mendapatkan keuntungan pribadi ataupun kelompok.
Payung hukum : Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Layanan Publik.
Tantangan dari upaya peningkatan layanan publik antara lain :
 Dari lingkungan ASN sebagai pemberi layanan : godaan dan mental/pola pikir pihak-pihak
yang dahulu menikmati keuntungan dari lemahnya sektor pengawasan layanan
 Dari masyarakat penerima layanan.
Tugas ASN dalam usaha peningkatan layanan publik adalah ikut menjaga bahkan ikut
berpartisipasi dalam proses menjaga dan meningkatkan kualitas layanan tersebut..
2. Keutamaan Mental Melayani
Mental Melayani : dari diri sendiri, dari kecil, dan dari sekarang

B. KONSEP AKUNTABILITAS
1. Pengertian Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk mempertanggungjawabkan segala tindak dan tanduknya
sebagai pelayan publik kepada atasan, lembaga pembina, dan lebih luasnya kepada publik
(Matsiliza dan Zonke, 2017).
2. Aspek-Aspek Akuntabilita s: menunjukkan sebuah hubungan, berorientasi pada hasil,
membutuhkan laporan, memerlukan konsekuensi, dan memperbaiki kinerja
3. Pentingnya Akuntabilitas
Fungsi akuntabilitas publik yaitu : menyediakan kontrol demokratis (peran demokrasi),
mencegah korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan (peran konstitusional), dan
meningkatkan efisiensi dan efektivitas (peran belajar).
4. Tingkatan Akuntabilitas : akuntabilitas personal, individu, kelompok, organisasi, dan
stakeholder

C. PANDUAN PERILAKU AKUNTABEL


1. Akuntabilitas dan Integritas
Akuntabilitas dan Integritas tersebut harus dipegang teguh oleh semua unsur pemerintahan
dalam memberikan layanang kepada masyarakat
2. Integritas dan Anti Korupsi
Integritas adalah salah satu pilar penting dalam pemberantasan korupsi. Secara harafiah,
integritas bisa diartikan sebagai bersatunya antara ucapan dan perbuatan.
3. Mekanisme Akuntabilitas : akuntabilitas kejujuran dan hukum, proses, program, dan kebijakan
o Mekanisme akuntabilitas birokrasi Indonesia : perencanaan strategis, kontrak kinerja, dan
laporan kinerja
o Menciptakan lingkungan kerja yang akuntabel : kepemimpinan, transparansi, integritas,
tanggung jawab, keadilan, kepercayaan, keseimbangan, kejelasan, dan konsistensi
o Langkah yang harus dilakukan dalam menciptakan framework akuntabilitas : (1) Tentukan
tujuan dan tanggung jawab, (2) Rencanakan apa yang akan dilakukan, (3) Lakukan
implementasi dan monitoring, (4) Berikan laporan, (5) Berikan evaluasi dan masukan
o Konflik Kepentingan
Konflik kepentingan adalah suatu keadaan sewaktu seseorang pada posisi yang diberi
kewenangan dan kekuasaan untuk mencapai tugas dari perusahaan atau organisasi
yang memberi penugasan, sehingga orang tersebut memiliki kepentingan profesional dan
pribadi yang bersinggungan.
Ada 2 tipe konflik kepentingan yaitu keuangan dan non keuangan

D. AKUNTABEL DALAM KONTEKS ORGANISASI PEMERINTAHAN


 Prinsip keterbukaan informasi : Maximum Access Limited Exemption (MALE) ;
permintaan tidak perlu disertai alasan; mekanisme yang sederhana, murah, dan cepat; informasi
harus utuh dan benar; informasi pro aktif; perlindungan pejabat yang beritikad baik.
 Untuk membangun budaya antikorupsi di organisasi pemerintahan, dapat mengadopsi langkah-
langkah yang diperlukan dalam penanganan konflik kepentingan : penyusunan kerangka
kebijakan, identifikasi situasi konflik kepentingan,, penyusunan strategi penangan konflik
kepentingan, dan menyiapan serangkaian tindakan untuk menangani konflik kepentingan.
MODUL 3. KOMPETEN
A. TANTANGAN LINGKUNGAN STRATEGIS
1. Dunia Vuca
Situasi dunia saat ini dengan cirinya yang disebut dengan “Vuca World”, yaitu dunia yang penuh
gejolak (volatility) disertai penuh ketidakpastian (uncertainty). Sementara itu dalam konteks
peran pelayanan publik, ia banyak bergeser orientasinya, dimana pentingnya pelibatan
masyarakat dalam penentuan kebutuhan kebijakan dan pelayanan publik (customer centric).
Berdasar dinamika global (VUCA) dan adanya tren keahlian baru, perlunya pemutakhiran
keahlian ASN yang relevan dengan orientasi pembangunan nasional dan aparatur.
2. Disrupsi Teknologi / Informasi
Adaptasi terhadap keahlian baru perlu dilakukan setiap waktu. Kecenderungan kemampuan
memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dalam meningkatkan kinerja organisasi lebih
lambat, dibandikan dengan tawaran perubahan teknologi itu sendiri. Perubahan teknologi
informasi bergerak lebih cepat dibandingkan dengan kemampuan banyak pihak dalam
memanfaatkan kemajuan teknologi untuk meningkatkan produktivitas organisasi. Secara implisit
perlunya penguatan kompetensi secara luas, yang memungkinkan setiap pegawai dapat
memutakhirkan kompetensi, baik secara individu maupun secara kolektif organisasi.
3. Kebijakan Pembangunan Aparatur
Upaya untuk mewujudkan visi tersebut dilakukan melalui 9 (sembilan) Misi Pembangunan yang
dikenal sebagai Nawacita Kedua, yaitu : (1) Peningkatan kualitas manusia Indonesia, (2) Struktur
ekonomi yang produktif, mandiri, dan berdaya saing, (3) Pembangunan yang merata dan
berkeadilan, (4) Mencapai lingkungan hidup yang berkelanjutan, (5) Kemajuan budaya yang
mencerminkan kepribadian bangsa, (6) Penegakan sistem hukum yang bebas korupsi,
bermartabat, dan terpercaya, (7) Perlindungan bagi segenap bangsa dan memberikan rasa aman
pada setiap warga, (8) Pengelolaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan terpercaya, dan (9)
Sinergi pemerintah daerah dalam kerangka negara kesatuan.

B. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN APARATUR


1. Sistem Merit
Sesuai dengan kebijakan Undang Undang ASN Nomor 5 Tahun 2014, prinsip dasar dalam
pengelolaan ASN yaitu berbasis merit. Dalam hal ini seluruh aspek pengelolaan ASN harus
memenuhi kesesuaian kualifikasi, kompetensi, dan kinerja.
2. Pembangunan Aparatur 2020-2024
Dalam tahap pembangunan Aparatur Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2020-2024, Reformasi Birokrasi diharapkan menghasilkan karakter birokrasi yang
berkelas dunia (world class bureaucracy), dicirikan dengan beberapa hal, yaitu pelayanan publik
yang semakin berkualitas, dan tata kelola yang semakin efektif dan efisien (Peraturan Menteri
PANRB Nomor 25 Tahun 2020 Tentang Road Map Reformasi Birokrasi Aparatur 2020-2024).
3. Karakter ASN
Sekurangnya terdapat 8 (delapan) karakateristik yang dianggap relevan bagi ASN dalam
menghadapi tuntutan pekerjaan saat ini dan ke depan diantaranya : integritas, nasionalisme,
profesionalisme, wawasan global, IT dan Bahasa asing, hospitality, networking, dan
entrepreneurship. Ke delapan karakteristik ini disebut sebagai smart ASN. Karakter lain yang
diperlukan dari ASN untuk beradapatasi dengan dinamika lingkungan strategis, yaitu : inovatif
dan kreatif, agility dan flexibility, persistence dan perseverance serta teamwork dan cooperation.

C. PENGEMBANGAN KOMEPTENSI
1. Konsepsi Kompetensi
Sesuai Peraturan Menteri PANRB Nomor 38 Tahun 2017 tentang Standar Kompetensi ASN,
kompetensi meliputi: 1) Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur dan dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan
bidang teknis jabatan; 2) Kompetensi Manajerial adalah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan untuk memimpin dan/atau mengelola
unit organisasi; dan 3) Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahuan, keterampilan, dan
sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dan dikembangkan terkait dengan pengalaman
berinteraksi dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan
kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral, emosi dan prinsip, yang harus dipenuhi setiap pemegang
Jabatan, untuk memperoleh hasil kerja sesuai dengan peran, fungsi dan Jabatan.
2. Hak Pengembangan Kompetensi
Salah satu kebijakan penting dengan berlakunya Undang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
ASN adanya hak pengembangan pegawai, sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) Jam Pelajaran
bagi PNS dan maksimal 24 (dua puluh empat) Jam Pelajaran bagi PPPK.
3. Pendekatan Pengembangan Kompetensi
Terdapat dua pendekatan pengembangan yang dapat dimanfaatkan pegawai untuk meningkatkan
kompetensinya, yaitu klasikal dan non klasikal.

D. PERILAKU KOMPETEN
1. Berkinerja Yang BerAkhlak
ASN sebagai profesi memiliki kewajiban mengelola dan mengembangkan dirinya dan wajib
mempertanggungjawabkan kinerjanya dan menerapkan prinsip merit dalam pelaksanaan
manajemen ASN. Panduan perilaku (kode etik) kompeten yaitu : a. Meningkatkan kompetensi
diri untuk menjawab tantangan yang selalu berubahi; b. Membantu orang lain belajar; dan c.
Melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik.
2. Learn, Unlearn, dan Relearn
Learn berarti sebagai ASN biasakan belajarlah hal yang benar-benar baru dan lakukan secara
terus menerus. Proses belajar ini dilakukan di mana pun, dalam peran apa apun, sudah barang
tentu termasuk di tempat pekerjaannya masing-masing. Unlearn artinya lupakan/tinggalkan apa
yang telah diketahui berupa pengetahuan dan atau kehalian. Relearn berarti kita benar-benar telah
menerima fakta baru.
3. Meningkatkan Kompetensi Diri
Setiap orang termasuk ASN selayaknya memiliki watak sebagai pembelajar sepanjang hayat,
yang dapat bertahan dan berkembang dalam orientasi Ekonomi Pengetahuan. Pembelajar yang
relevan saat ini adalah mereka yang memiliki kemampuan untuk secara efektif dan kreatif
menerapkan keterampilan dan kompetensi ke situasi baru, di dunia yang selalu berubah dan
kompleks. Sebagai ASN pembelajar, ASN juga diharapkan mengalokasikan dirinya dalam waktu
dan ruang yang memadai, yang dikhususkan untuk penciptaan atau perolehan pengetahuan
4. Membantu Orang Lain Belajar
Cara lain untuk membantu orang lain melalui kegiatan aktif untuk akses dan transfer
Pengetahuan (Knowledge Access and Transfer), dalam bentuk pengembangan jejaring ahli
(expert network), pendokumentasian pengalamannya/ pengetahuannya, dan mencatat
pengetahuan bersumber dari refleksi pengalaman. ASN pembelajar dapat juga berpartisipasi
untuk aktif dalam jaringan para ahli sesuai dengan bidang kepakarannya dalam proses transfer
pengetahuan keahlian. Jadi ASN dapat aktif dalam jejaring pengetahuan tersebut untuk
memutakhirkan pengetahuannya dan dapat juga menyediakan dirinya sebagai ahli/sumber
pengetahuan itu sendiri, yang dapat mentrasfer pengetahuannya kepada pihak lain yang
membutuhkannya.
5. Melaksanakan Tugas Terbaik
Pengetahuan menjadi karya : Dalam konteks ini energi kolektif setiap pegawai merupakan salah
satu elemen penting dalam dinamika perubahan tersebut, untuk peningkatan kinerja organisasi.
Makna hidup dan bekerja baik : menemukan makna nilai yang Anda anggap penting
MODUL 4. HARMONIS
A. KEANEKARAGAMAN BANGSA DAN BUDAYA INDONESIA

1. Keanekaragaman Bangsa dan Budaya Indonesia


Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau. Dari ujung
Aceh sampai Papua, Indonesia terdiri dari 1.340 suku bangsa, 715 bahasa, dan 6 agama dengan
penganut mayoritas. Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka tunggal ika" ("Berbeda-beda
namun tetap satu"). Keanekaragaman suku bangsa disebabkan karena kondisi letak geografis
Indonesia yang berada di persimpangan dua benua dan samudra. Sehingga terjadi percampuran
ras, suku bangsa, agama, etnis dan budaya yang membuat beragamnya suku bangsa dan budaya
diseluruh Indonesia.
Nasionalisme Pancasila adalah pandangan atau paham kecintaan manusia Indonesia terhadap
bangsa dan tanah airnya yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Prinsip Nasionaisme bangsa
Indonesia yaitu : (1) Menempatkan persatuan dan kesatuan, (2) Kepentingan dan keselamatan
bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau kepentingan golongan, (3) Menunjukkan
sikap rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara, (4) Bangga sebagai bangsa Indonesia
dan bertanah air Indonesia serta tidak merasa rendah diri, (5) Mengakui persamaan derajat,
persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia dan sesama bangsa, (6) Menumbuhkan
sikap saling mencintai sesama manusia, (7) Mengembangkan sikap tenggang rasa.
2. Pentingnya Membangun Rasa Nasionalisme dan Persatuan Kebangsaan
Kelahiran Budi Oetomo Tahun 1908 dianggap sebagai dimulainya Kebangkitan Nasional karena
menggunakan strategi perjuangan yang baru dan berbeda dengan perjuangan sebelumnya.
Puncak perjungan pemuda yaitu pada saat kongres Pemuda dengan merumuskan Sumpah
Pemuda. Dimana istilah satu Indonesia dan untuk pertama kalinya Lagu Indonesia Raya
dikumandangkan.
Bhinneka Tunggal Ika merupakan semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang
dirumuskan oleh para pendiri bangsa. Semboyan Bhinneka Tunggal Ika diungkapkan oleh Mpu
Tantular dalam kitabnya, kakawin Sutasoma pada tahun 1851.
3. Konsep dan Teori Nasionalisme Kebangsaan
Beberapa aliran besar dalam konsep dan teori mengenai nasionalisme kebangsaan, yaitu aliran
modernis, aliran primordialis, aliran perenialis, dan aliran etno.
4. Potensi dan Tantangan dalam Keanekaragaman bagi ASN
Wujud tantangan ada yang berupa keuntungan dan manfaat yang antara lain berupa:
1. Dapat mempererat tali persaudaraan
2. Menjadi aset wisata yang dapat menghasilkan pendapatan negara
3. Memperkaya kebudayaan nasional
4. Sebagai identitas negara indonesia di mata seluruh negara di dunia
5. Dapat dijadikan sebagai ikon pariwisata sehingga para wisatawan dapat tertarik dan
berkunjung di Indonesia
6. Dengan banyaknya wisatawan maka dapat menciptkan lapangan pekerjaan
7. Sebagai pengetahuan bagi seluruh warga di dunia
8. Sebagai media hiburan yang mendidik
9. Timbulnya rasa nasionalisme warga negara terhadap negara Indonesia
10. Membuat Indonesia terkenal dimata dunia berkat keberagaan budaya yang kita miliki
Beberapa potensi tantangan yang muncul dapat ditandai dengan beberapa hal sebagai berikut:
1. Tidak adanya persamaan pandangan antarkelompok, seperti perbedaan tujuan, cara
melakukan sesuatu, dan sebagainya.
2. Norma-norma sosial tidak berfungsi dengan baik sebagai alat mencapai tujuan.
3. Adanya pertentangan norma-norma dalam masyarakat sehingga menimbulkan kebingungan
bagi masyarakat.
4. Pemberlakuan sanksi terhadap pelanggar atas norma yang tidak tegas atau lemah.
5. Tindakan anggota masyarakat sudah tidak lagi sesuai dengan norma yang berlaku.
6. Terjadi proses disosiatif, yaitu proses yang mengarah pada persaingan tidak sehat, tindakan
kontroversial, dan pertentangan (disharmonis)
7. Menguatnya etnosentrisme dalam masyarakatyaitu berupa perasaan kelompok dimana
kelompok merasa dirinya paling baik, paling benar, dan paling hebat sehingga mengukur
kelompok lain dengan norma kelompoknya sendiri. Sikap etnosentrisme tidak hanya dalam
kelompok suku, namun juga kelompok lain seperti kelompok pelajar, partai politik,
pendukung tim sepakbola dan sebagainya.
8. Stereotip terhadap suatu kelompok, yaitu anggapan yang dimiliki terhadap suatu kelompok
yang bersifat tidak baik. Seperti anggapan suatu kelompok identik dengan kekerasan, sifat
suatu suku yang kasar, dan sebagainya.
5. Sikap ASN dalam Keanekaragaman Berbangsa
Dalam menangani masalah yang ditimbulkan keberagaman budaya diperlukan langkah dan
proses yang berkesinambungan, diantaranya :
 Pertama, memperbaiki kebijakan pemerintah di bidang pemerataan hasil pembangunan di
segala bidang.
 Kedua, penanaman sikap toleransi dan saling menghormati adanya perbedaan budaya melalui
pendidikan pluralitas dan multikultural di dalam jenjang pendidikan formal.
B. MEWUJUDKAN SUASANA HARMONIS DALAM LINGKUNGAN BEKERJA DAN
MEMBERIKAN LAYANAN KEPADA MASYARAKAT

1. Pengertian Nilai Dasar Harmonis dalam Pelayanan ASN


Salah satu kunci sukses kinerja suatu organisasi berawal dari suasana tempat kerja. Ada tiga hal
yang dapat menjadi acuan untuk membangun budaya tempat kerja nyaman dan berenergi positif
diantaranya : membuat tempat kerja yang berenergi, memberikan keleluasaan untuk belajar dan
memberikan kontribusi, serta berbagi kebahagiaan bersama seluruh anggota organisasi
2. Etika Publik ASN dalam Mewujudkan Suasana Harmonis
a. Pengertian Etika dan kode Etik
Ricocur (1990) mendefinisikan etika sebagai tujuan hidup yang baik bersama dan untuk
orang lain di dalam institusi yang adil. Kode Etik adalah aturan-aturan yang mengatur tingkah
laku dalam suatu kelompok. Adapun Kode Etik Profesi dimaksudkan untuk mengatur tingkah
laku/etika suatu kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis
yang diharapkan dapat dipegang teguh oleh sekelompok profesional tertentu.
b. Etika publik
Etika Publik merupakan refleksi tentang standar/norma yang menentukan baik/buruk,
benar/salah perilaku, tindakan dan keputusan untuk mengarahkan kebijakan publik dalam
rangka menjalankan tanggung jawab pelayanan publik. Ada tiga fokus utama dalam
pelayanan publik, yakni : (1) Pelayanan publik yang berkualitas dan relevan, (2) Sisi dimensi
reflektif, Etika Publik berfungsi sebagai bantuan dalam menimbang pilihan sarana kebijakan
publik dan alat evaluasi, dan (3) Modalitas Etika, menjembatani antara norma moral dan
tindakan faktual.
3. Sumber kode etik ASN antara lain meliputi:
a. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)
b. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1959 tentang Sumpah Jabatan Pegawai Negeri Sipil
dan Anggota Angkatan Perang
c. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1975 tentang Sumpah/Janji Pegawai Negeri Sipil
d. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri
Sipil.
e. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik
Pegawai Negeri Sipil.
f. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.
g. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen PNS
4. Kode Etik ASN
Berdasarkan pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN ada dua belas kode etik dan kode
perilaku ASN itu, yaitu:
a. Melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung jawab, dan berintegritas tinggi;
b. Melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin;
c. Melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan;
d. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. Melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau Pejabat yang Berwenang sejauh
tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan etika
pemerintahan;
f. Menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara;
g. Menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan
efisien;
h. Menjaga agar tidak terjadi disharmonis kepentingan dalam melaksanakan tugasnya;
i. Memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan kepada pihak lain yang
memerlukan informasi terkait kepentingan kedinasan.
5. Perilaku ASN
Sikap perilaku ini bisa ditunjukkan dengan : toleransi, empati, dan keterbukaan terhadap
perbedaan
Perubahan mindset merupakan reformasi birokrasi yang paling penting, setidaknya mencakup
tiga aspek penting yakni : (1) berubah dari penguasa menjadi pelayan, (2) merubah dari
’wewenang’ menjadi ’peranan’, dan (3) menyadari bahwa jabatan publik adalah amanah, yang
harus dipertanggung jawabkan bukan hanya di dunia tapi juga di akhirat.
6. Tata Kelola dan Etika dalam Organisasi
Sebagai pelayan, tentu saja pejabat publik harus memahami keinginan dan harapan masyarakat
yang harus dilayaninya. Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan hak-haknya
sebagai dampak globalisasi yang ditandai revolusi dibidang telekomunikasi, teknologi informasi,
transportasi telah mendorong munculnya tuntutan gencar yang dilakukan masyarakat kepada
pejabat publik untuk segera merealisasikan penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik
(good governance).
7. Etika ASN Sebagai Pelayan Publik
Norma etika yang berisi berbagai ketentuan dan kaidah moralitas memiliki perbedaan dalam
sistem sanksi jika dibandingkan dengan norma hukum. Sistem sanksi dalam norma hukum
sebagian besar bersifat paksaan (coercive) dan karena itu memerlukan aparat penegak hukum
yang dibentuk atau difasilitasi oleh negara.
C. PERAN ASN DALAM MEWUJUDKAN SUASANA DAN BUDAYA HARMONIS
1. Peran ASN
Beberapa peran ASN dalam kehidupan berbangsa dan menciptakan budaya harmoni dalam
pelaksanaan tugas dan kewajibannya adalah sebagai berikut :
o Posisi PNS sebagai aparatur Negara harus bersikap netral dan adil
o PNS juga harus bisa mengayomi kepentingan kelompok-kelompok minoritas
o PNS juga harus memiliki sikap toleran atas perbedaan untuk menunjang sikap netral dan adil
o PNS harus memiliki suka menolong baik kepada pengguna layanan, juga membantu kolega
PNS lainnya yang membutuhkan pertolongan.
o PNS menjadi figur dan teladan di lingkungan masyarakatnya
2. Budaya Harmonis
Dalam dunia nyata upaya mewujudkan suasana harmonis tidak mudah. Realita lingkungan selalu
mengalami perubahan sehingga situasi dan kondisi juga mengikutinya
Upaya menciptakan dan menjaga suasana harmonis dilakukan secara terus menerus. Mulai dari
mengenalkan kepada seluruh personil ASN dari jenjang terbawah sampai yang paling tinggi,
memelihara suasana harmonis, menjaga diantara personil dan stake holder. Kemudian yang tidak
boleh lupa untuk selalu menyeseuaikan dan meningkatkan usaha tersebut, sehingga menjadi
habit/kebiasaan dan menjadi budaya hidup harmonis di kalangan ASN dan seluruh pemangku
kepentingannya.
MODUL 5. LOYAL
B. KONSEP LOYAL
Secara etimologis, istilah “loyal” diadaptasi dari bahasa Prancis yaitu “Loial” yang artinya
mutu dari sikap setia. Bagi seorang Pegawai Negeri Sipil, kata loyal dapat dimaknai sebagai
kesetiaan, paling tidak terhadap cita-cita organisasi, dan lebih-lebih kepada Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Terdapat beberapa ciri/karakteristik yang dapat digunakan oleh
organisasi untuk mengukur loyalitas pegawainya, antara lain : (1) Taat pada Peraturan, (2) Bekerja
dengan Integritas, (3) Tanggung Jawab pada Organisasi, (4) Kemauan untuk Bekerja Sama, (5) Rasa
Memiliki yang Tinggi, (6) Hubungan Antar Pribadi, (7) Kesukaan Terhadap Pekerjaan, (8)
Keberanian Mengutarakan Ketidaksetujuan, dan (9) Menjadi teladan bagi Pegawai lain.
Loyal merupakan salah satu nilai yang terdapat dalam Core Values ASN yang dimaknai bahwa setiap
ASN harus berdedikasi dan mengutamakan kepentingan bangsa dan negara dengan panduan
perilaku :
1. Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945, setia kepada NKRI serta pemerintahan yang sah
2. Menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan instansi dan negara; serta
3. Menjaga rahasia jabatan dan negara
Setiap ASN harus senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan martabat
pegawai negeri sipil, serta senantiasa mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan
sendiri, seseorang atau golongan sebagai wujud loyalitasnya terhadap bangsa dan negara. Agar para
ASN mampu menempatkan kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan lainnya dibutuhkan
langkah-langkah konkrit, diantaranya melalui pemantapan Wawasan Kebangsaan. Selain
memantapkan Wawasan Kebangsaan, sikap loyal seorang ASN dapat dibangun dengan cara terus
meningkatkan nasionalismenya kepada bangsa dan negara.

C. PANDUAN PERILAKU LOYAL


Sifat dan sikap loyal warga negara termasuk PNS terhadap bangsa dan negaranya dapat diwujudkan
dengan mengimplementasikan Nilai-Nilai Dasar Bela Negara dalam kehidupan sehari-harinya, yaitu :
Cinta Tanah Air, Sadar Berbangsa dan Bernegara, Setia pada Pancasila sebagai Ideologi Negara,
Rela Berkorban untuk Bangsa dan Negara, dan Kemampuan Awal Bela Negara.

D. LOYAL DALAM KONTEKS ORGANISASI PEMERINTAH


Berdasarkan pasal 10 Undang-Undang No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, seorang
ASN memiliki 3 (tiga) fungsi yaitu sebagai : Pelaksana kebijakan publik, Pelayan publik,
serta Perekat dan pemersatu bangsa.
Kemampuan ASN dalam melaksanakan ketiga fungsi tersebut merupakan perwujudan dari
implementai nilai-nilai loyal dalam konteks individu maupun sebagai bagian dari Organisasi
Pemerintah.
Perilaku loyal yang semestinya dipahami dan dimplementasikan oleh setiap ASN di instansi
tempatnya bertugas, diantaranya :
1. Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945, setia kepada NKRI serta pemerintahan yang sah;
2. Menjaga nama baik sesama ASN, pimpinan instansi dan negara; serta
3. Menjaga rahasia jabatan dan negara.
Adapun kata-kata kunci yang dapat digunakan untuk mengaktualisasikan panduan perilaku loyal
tersebut di atas diantaranya adalah komitmen, dedikasi, kontribusi, nasionalisme dan pengabdian,
yang dapat disingkat menjadi “KoDeKoNasAb”.
MODUL 6. ADAPTIF
Adaptif adalah suatu proses yang menempatkan manusia yang berupaya mencapai tujuan-tujuan atau
kebutuhan untuk menghadapi lingkungan dan kondisi social yang berubah-ubah agar tetap bertahan
(Robbins:2003).
Batasan pengertian adaptif:
a. Proses mengatasi halangan-halangan dari lingkungan
b. Penyesuaian terhadap norma untuk menyalurkan
c. Proses perubahan untuk menyesuaikan dengan situasi yang berubah
d. Mengubah agar sesuai dengan kondisi yang diciptakan
e. Memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk kepentingan lingkungan dan system
f. Penyesuaian budaya dan aspek lainnya sebagai hasil seleksi alamiah.

ADAPTIF SEBAGAI NILAI DAN BUDAYA ASN


Learning Organization (peter senge):
a. Pegawainya harus terus mengasah pengetahunnya hingga ke tingkat mahir (personal mastery).
b. Pegawainya harus terus berkomunikasi hingga memiliki persepsi yang sama atau gelombang
yang sama terhadap suat visi atau cita-cita yang akan dicapai bersama (shared vision).
c. Pegawainya memiliki mental model yang mencerminkan realitas yang organisasi ingin wujudkan
(mental model)
d. Pegawainya perlu selalu sinergis dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk mewujudkan
visinya(team learning)
e. Pegawainya harus selalu berpikir sistematik, tidak kaca mata kuda atau bermental silo (system
thingking)
Penerapan budaya adaptif :
1. Dapat mengantisispasi dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan
2. Memanfaatkan peluang-peluang yang berubah-ubah
3. Mendorong jiwa kewirausahaan
4. Terkait dengan kinerja instansi
5. Memperhatikan kepentingan-kepentingan yang diperlukan antara instansi mitra, masyarakat dan
sebagainya.
Penerapan adaptasi dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi yang merespons perubahan
lingkungannya yaitu antara lain dengan kemampuan sikap maupun proses dapat dipandang sebagai :
a) Fluency (kelancaran) yaitu kemampuan untuk menghasilkan banyak ide atau gagasan baru
karena kapasitas/wawasan yang dimilikinya.
b) Flexibility (Fleksibilitas) yaitu kemampuan untuk menghasilkan banyak kombinasi dari ide-ide
yang berbeda
c) Elaboration (Elaborasi) yaitu kemampuan untuk bekerja secara detail dengan kedalaman dan
komprehensif.
d) Originality (Orisinalitas) yaitu adanya sifat keunikan, novelty, kebaruan dari ide atau gagasan
yang dimunculkan oleh individu.
Pondasi organisasi adaptif dibentuk dari tiga unst dasar yaitu lanskap (landscape), pembelajaran
(learning), dan kepemimpinan (leadhersip). Unsur landscape terkait dengan bagaimana memahami
adanya kebutuhan organisasi untuk beradaptasi dengan lingkungan. Unsur kedua adalah
pembelajaran yang terdiri dari elemen-elemen adaptif organization yaitu perencanaan beradaptasi,
penciptanaan budaya adaptif dan struktur adaptasi. Yang terakhir adalah unsur kepemimpinan yang
menjalankan peran dalam membentuk adaptive organization.
Ada 9 elemen budaya adaptif menurut Management Advisory Service UK antara lain : Purpose,
Cultural values, Vision, Corporate values, Corporate strategy, Structure, Problem solving, Partner
working, dan rulers.
Ciri-ciri individu adaptif : (1) Eksperimen orang yang beradaptasi, (2) Melihat peluang di mana orang
lain melihat kegagalan, (3) Memiliki sumber daya, (4) Selalu berpikir kedepan, (5) Tidak mudah
mengeluh, (6) Tidak menyalahkan, (7) Tidak mencari polularitas, (8) Memiliki rasa ingin tahu, (9)
Memperhatikan system, (10) Membuka pikiran, dan (11) Memahami apa yang sedang diperjuangkan
MODUL 7. KOLABORATIF
A. KONSEP KOLABORASI
Kolaborasi juga sering dikatakan meliputi segala aspek pengambilan keputusan, implementasi
sampai evaluasi. Ansel dan Gash (2007:544) membangun enam kriteria penting untuk kolaborasi
yaitu : (1) forum yang diprakarsai oleh lembaga publik atau Lembaga, (2) peserta dalam forum
termasuk aktor nonstate, (3) peserta terlibat langsung dalam pengambilan keputusan dan bukan
hanya '‘dikonsultasikan’ oleh agensi public, (4) forum secara resmi diatur dan bertemu secara
kolektif, (5) forum ini bertujuan untuk membuat keputusan dengan consensus (bahkan jika konsensus
tidak tercapai dalam praktik), dan (6) fokus kolaborasi adalah kebijakan publik atau manajemen.
Whole-of-Government (WoG) adalah sebuah pendekatan penyelenggaraan pemerintahan
yang menyatukan upaya-upaya kolaboratif pemerintahan dari keseluruhan sektor dalam ruang
lingkup koordinasi yang lebih luas guna mencapai tujuan- tujuan pembangunan kebijakan,
manajemen program dan pelayanan publik. Oleh karenanya WoG juga dikenal sebagai pendekatan
interagency, yaitu pendekatan yang melibatkan sejumlah kelembagaan yang terkait dengan urusan-
urusan yang relevan.

B. PRAKTIK DAN ASPEK NORMATIF KOLABORASI PEMERINTAH


Esteve et al (2013 p 20) mengungkapkan beberapa aktivitas kolaborasi antar organisasi
yaitu : (1) Kerjasama Informal; (2) Perjanjian Bantuan Bersama; (3) Memberikan Pelatihan; (4)
Menerima Pelatihan; (5) Perencanaan Bersama; (6) Menyediakan Peralatan; (7) Menerima
Peralatan; (8) Memberikan Bantuan Teknis; (9) Menerima Bantuan Teknis; (10) Memberikan
Pengelolaan Hibah; dan (11) Menerima Pengelolaan Hibah.
Ansen dan gash (2012 p 550) mengungkapkan beberapa proses yang harus dilalui dalam
menjalin kolaborasi yaitu :
1) Trust building : membangun kepercayaan dengan stakeholder mitra kolaborasi
2) Face to face Dialogue: melakukan negosiasi dengan baik dan bersungguh-sungguh;
3) Komitmen terhadap proses: pengakuan saling ketergantungan; sharing ownership dalam
proses; serta keterbukaan terkait keuntungan bersama;
4) Pemahaman bersama: berkaitan dengan kejelasan misi, definisi bersama terkait
permasalahan, serta mengidentifikasi nilai bersama; dan
5) Menetapkan outcome antara.
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam kolaborasi antar lembaga pemerintah adalah
kepercayaan, pembagian kekuasaan, gaya kepemimpinan, strategi manajemen dan formalisasi pada
pencapaian kolaborasi yang efisien dan efektif antara entitas publik.
Berdasarkan ketentuan Pasal 34 ayat (4) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan diatur bahwa “Penyelenggaraan pemerintahan yang melibatkan
Kewenangan lintas Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dilaksanakan melalui kerja sama antar-
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang terlibat, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan
peraturan perundang- undangan”.
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan dapat memberikan Bantuan Kedinasan kepada Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan yang meminta dengan syarat:
a. Keputusan dan/atau Tindakan tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan yang meminta bantuan
b. Penyelenggaraan pelaksanaan pemerintah tidak dapat dilaksanakan sendiri oleh Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan karena kurangnya tenaga dan fasilitas yang dimiliki oleh
Badan dan/atau Pejabat pemerintahan
c. dalam hal melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan, Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan tidak memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk melaksanakannya sendiri;
d. apabila untuk menetapkan Keputusan dan melakukan kegiatan pelayanan publik, Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan membutuhkan surat keterangan dan berbagai dokumen yang
diperlukan dari Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan lainnya; dan/atau
e. jika penyelenggaraan pemerintahan hanya dapat dilaksanakan dengan biaya, peralatan, dan
fasilitas yang besar dan tidak mampu ditanggung sendiri oleh Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan tersebut.
AGENDA 3
MODUL 1. SMART ASN
A. LITERASI DIGITAL
Percepatan transformasi digital didukung sepenuhnya oleh pemerintah. Dalam visi misi
Presiden Jokowi tahun 2019-2024, disebutkan bahwa masa pemerintahan yang kedua berfokus pada
pembangunan SDM sebagai salah satu visi utama. Berdasarkan petunjuk khusus dari Presiden pada
Rapat Terbatas Perencanaan Transformasi Digital, bahwa transformasi digital di masa pandemi
maupun pandemi yang akan datang akan mengubah secara struktural cara kerja, beraktivitas,
berkonsumsi, belajar, bertransaksi yang sebelumnya luring dengan kontak fisik menjadi lebih banyak
ke daring.
1. Akses kompetensi dalam mendapatkan informasi dengan mengoperasikan media digital.
2. Paham kompetensi dalam mendapatkan informasi dengan mengoperasikan media digital.
3. Mengelola Informasi mampu mengambil data, informasi dan konten dalam lingkungan digital.
4. Memproses Informasi mampu melakukan verifikasi sumber data, informasi, dan konten digital.
5. Berbagi pesan mampu berbagi data, informasi dan konten digital dengan orang lain melalui
teknologi digital yang tepat.
6. Membangun ketangguhan diri mampu mengembangkan diri lewat penggunaan media digital.
Meskipun demikian, Indonesia mencatat kenaikan skor yang cukup tinggi dalam waktu 1
tahun. Laporan ini belum diperbarui di tahun 2018-2019 karena data yang kurang memadai. Sehingga
lingkup literasi digital berfokus pada pengurangan kesenjangan digital dan penguatan literasi digital.
Kedua hal ini terkait erat dengan peta penguatan literasi digital dari Presiden dan Gerakan Literasi
Digital dari Kominfo.
Transformasi digital di sektor pendidikan di Indonesia bukanlah suatu wacana yang baru.
Berbagai perbincangan, regulasi pendukung, dan upaya konkret menerapkan transformasi digital di
lingkungan perguruan tinggi dan semua tingkat sekolah di Indonesia telah dilakukan. Jika
sebelumnya berbagai wacana, kebijakan pendukung, serta sosialisasi tentang era industri 4.0 belum
berhasil membuat industri pendidikan universitas, institut, sekolah tinggi, politeknik, akademi, hingga
sekolah dasar dan menengah mencapai progress signifikan pada transformasi digital pendidikan
Indonesia, terjadinya pandemi COVID-19 justru memberikan dampak luar biasa dalam aspek ini.
Tingkat pemahaman kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan siswa dalam
menggunakan media digital dan internet. Tingkat keterlibatan orang tua, komunitas, dan lembaga
dalam pengembangan literasi digital. Meningkatnya jumlah kegiatan literasi digital yang ada di
masyarakat.
B. PILAR LITERASI DIGITAL
Literasi digital memiliki 4 pilar wajib yang harus dikuasai oleh para pegawai PPPK yang terdiri
dari etika, budaya, aman, dan cakap dalam bermedia digital. Terdapat dua poros yang membagi area
setiap domain kompetensi yang termasuk dalam pilar-pilar literasi digital. Poros pertama, yaitu
domain kapasitas ‘single–kolektif’ memperlihatkan rentang kapasitas literasi digital sebagai
kemampuan individu untuk mengakomodasi kebutuhan individu sepenuhnya hingga kemampuan
individu untuk berfungsi sebagai bagian dari masyarakat kolektif/societal. Sementara itu, poros
berikutnya adalah domain ruang ‘informal–formal’ yang memperlihatkan ruang pendekatan dalam
penerapan kompetensi literasi digital. Ruang informal ditandai dengan pendekatan yang cair dan
fleksibel, dengan instrumen yang lebih menekankan pada kumpulan individu sebagai sebuah
kelompok komunitas/masyarakat. Sedangkan ruang formal ditandai dengan pendekatan yang lebih
terstruktur dilengkapi instrumen yang lebih menekankan pada kumpulan individu sebagai ‘warga
negara digital.’
Etika tradisional adalah etika berhubungan secara langsung/tatap muka yang menyangkut tata
cara lama, kebiasaan, dan budaya yang merupakan kesepakatan bersama dari setiap kelompok
masyarakat, sehingga menunjukkan apa yang pantas dan tidak pantas sebagai pedoman sikap dan
perilaku anggota masyarakat. Etika kontemporer adalah etika elektronik dan digital yang menyangkut
tata cara, kebiasaan, dan budaya yang berkembang karena teknologi yang memungkinkan pertemuan
sosial budaya secara lebih luas dan global. Maka, ruang lingkup etika dalam dunia digital
menyangkut pertimbangan perilaku yang dipenuhi kesadaran, tanggung jawab, integritas, dan nilai
kebajikan.
Kesadaran maksudnya adalah melakukan sesuatu dengan sadar atau memiliki tujuan.
sepenuhnya. Kesadaran adalah kondisi individu yang menyediakan sumber daya secara penuh ketika
menggunakan media digital, sehingga individu tersebut memahami apa saja yang sedang
dilakukannya dengan perangkat digital. Tanggung jawab adalah kemauan menanggung konsekuensi
dari tindakan dan perilakunya dalam bermedia digital. Kebajikan menyangkut hal-hal yang bernilai
kemanfaatan, kemanusiaan, dan kebaikan serta prinsip penggunaan media digital untuk meningkatkan
derajat sesama manusia atau kualitas kehidupan bersama, dan integritas adalah prinsip kejujuran
sehingga individu selalu terhindar dari keinginan dan perbuatan untuk memanipulasi, menipu,
berbohong, plagiasi, dan sebagainya, saat bermedia digital.
Indikator pertama dari kecakapan dalam Budaya Digital (Digital Culture) adalah bagaimana
setiap individu menyadari bahwa ketika memasuki Era Digital, secara otomatis dirinya telah menjadi
warga negara digital. Dalam konteks keIndonesiaan, sebagai warga negara digital, tiap individu
memiliki tanggung jawab (meliputi hak dan kewajiban) untuk melakukan seluruh aktivitas bermedia
digitalnya berlandaskan pada nilai-nilai kebangsaan, yakni Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika. Hal
ini karena Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika merupakan panduan kehidupan berbangsa,
bernegara dan berbudaya di Indonesia. Sehingga jelas, kita hidup di dalam negara yang multikultural
dan plural dalam banyak aspek.
Pemahaman multikulturalisme dan pluralisme membutuhkan upaya pendidikan sejak dini.
Apalagi, kita berhadapan dengan generasi masa kini, yaitu para digital native (warga digital) yang
lebih banyak ‘belajar’ dari media digital. Meningkatkan kemampuan membangun mindfulness
communication tanpa stereotip dan pandangan negatif adalah juga persoalan meningkatkan
kemampuan literasi media dalam konteks budaya digital.
Nilai-nilai Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika yang dimasukkan dalam kerangka literasi
digital dapat diklasifikasikan menjadi dua pokok besar, yaitu: Kecakapan Digital Dalam Kehidupan
Berbudaya dan Ruang Digital. Kita bisa menjadi warga digital yang Pancasilais, yaitu: Berpikir kritis;
Meminimalisir Unfollow, Unfriend dan Block untuk menghindari Echo Chamber dan Filter Bubble:
Gotong Royong Kolaborasi Kampanye Literasi Digital.
Dalam isu budaya, ada 5 kompetensi yang dapat dipahami dan diterapkan dalam kehidupan bernegara,
yaitu: memahami budaya di ruang digital, Produksi Budaya di Ruang Digital, Distribusi Budaya di Ruang
Digital, Partisipasi Budaya di Ruang Digital, Kolaborasi Budaya di Ruang Digital.
Dalam area Budaya Digital (Digital Culture), hak dan tanggungjawab digital menempati posisi
terakhir setelah indikator lainnya dikuasai. Indikator Hak Digital mencakup persoalan akses,
kebebasan berekspresi, perlindungan atas data privasi, dan hak atas kekayaan intelektual di dunia
digital. Hak Digital adalah hak asasi manusia yang menjamin tiap warga negara untuk mengakses,
menggunakan, membuat, dan menyebarluaskan media digital. Hak Digital terdiri dari hak untuk
mengakses, hak untuk berekspresi, dan hak untuk merasa aman.
Kompetensi keamanan digital didefinisikan sebagai kecakapan individual yang bersifat formal
dan mau tidak mau bersentuhan dengan aspek hukum positif. Jejak digital dikategorikan dalam dua
jenis, yakni jejak digital yang bersifat pasif dan jejak digital yang bersifat aktif. Jejak digital pasif
adalah jejak data yang kita tinggalkan secara daring dengan tidak sengaja dan tanpa sepengetahuan
kita. Jejak digital aktif mencakup data yang dengan sengaja kita kirimkan di internet atau di platform
digital.
Masing-masing sub indikator yang membentuk pilar kecakapan bermedia digital yaitu
kecakapan terkait penggunaan perangkat keras dan lunak, mesin pencarian informasi, aplikasi
percakapan dan media sosial, serta dompet digital, loka pasar, dan transaksi digital. Pemahaman
terhadap lanskap digital tidak dapat dilepaskan dari kompetensi literasi digital. Dunia digital
merupakan lingkungan yang tidak asing bagi banyak dari kita.
Mesin pencarian informasi memiliki tiga tahapan kerja sebelum menyajikan informasi yang
kita butuhkan. Pertama, penelusuran (crawling), yaitu langkah ketika mesin pencarian informasi yang
kita akses menelusuri triliunan sumber informasi di internet. Penelusuran tersebut tentu mengacu
pada kata kunci yang diketikkan pada mesin pencarian informasi. Kedua, pengindeksan (indexing),
yakni pemilahan data atau informasi yang relevan dengan kata kunci yang kita ketikkan. Ketiga,
pemeringkatan (ranking), yaitu proses pemeringkatan data atau informasi yang dianggap paling
sesuai dengan yang kita cari.
C. IMPLEMENTASI LITERASI DIGITAL DAN IMPLIKASINYA
Digital Skills (Cakap Bermedia Digital) merupakan dasar dari kompetensi literasi digital,
berada di domain ‘single informal’. Digital Culture (Budaya Bermedia Digital) sebagai wujud
kewarganegaraan digital dalam konteks keindonesiaan berada pada domain ‘kolektif, formal’
dimana kompetensi digital individu difungsikan agar mampu berperan sebagai warganegara dalam
batas-batas formal yang berkaitan dengan hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya dalam ruang
‘negara’. Digital Ethics (Etis Bermedia Digital) sebagai panduan berperilaku terbaik di ruang
digital membawa individu untuk bisa menjadi bagian masyarakat digital, berada di domain
‘kolektif, informal’. Digital Safety (Aman Bermedia Digital) sebagai panduan bagi individu agar
dapat menjaga keselamatan dirinya berada pada domain ‘single, formal’ karena sudah menyentuh
instrumen-instrumen hukum positif. Pola kebiasaan baru untuk belajar dan bekerja dari rumah
secara daring ikut membentuk perilaku kita berinternet. Literasi Digital menjadi kemampuan
wajib yang harus dimiliki oleh masyarakat untuk saling melindungi hak digital setiap warga
negara.
MODUL 2. MANAJEMEN ASN
1. Manajemen ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN yang professional,
memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme.
2. Manajemen ASN lebih menekankan kepada pengaturan profesi pegawai sehingga diharapkan
agar selalu tersedia sumber daya aparatur sipil Negara yang unggul selaras dengan
perkembangan jaman.
3. Berdasarkan jenisnya, Pegawai ASN terdiri atas: Pegawai Negeri Sipil (PNS); dan Pegawai
Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
4. Untuk menjalankan kedudukannya, maka Pegawai ASN berfungsi sebagai berikut: Pelaksana
kebijakan public; Pelayan public; dan Perekat dan pemersatu bangsa
5. Pegawai ASN berkedudukan sebagai aparatur negara yang menjalankan kebijakan yang
ditetapkan oleh pimpinan instansi pemerintah serta harus bebas dari pengaruh dan intervensi
semua golongan dan partai politik
6. Pegawai ASN berkedudukan sebagai aparatur negara yang menjalankan kebijakan yang
ditetapkan oleh pimpinan instansi pemerintah serta harus bebas dari pengaruh dan intervensi
semua golongan dan partai politik. Pegawai ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus
partai politik.
7. Peran dari Pegawai ASN: perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum
pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik
yang professional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan
nepotisme.
a. ASN berfungsi, bertugas dan berperan untuk melaksanakan kebijakan yang dibuat oleh
pejabat pembina kepegawaian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b. ASN berfungsi, bertugas dan berperan untuk memberikan pelayanan publik yang
professional dan berkualitas.
c. ASN berfungsi, bertugas dan berperan untuk mempererat persatuan dan kesatuan Negara
Kesatuan Republik Indonesia
8. Hak PNS dan PPPK yang diatur dalam UU ASN sebagai berikut :
a. PNS berhak memperoleh gaji, tunjangan, dan fasilitas: cuti; jaminan pensiun dan jaminan
hari tua; perlindungan; dan pengembangan kompetensi.
b. Sedangkan PPPK berhak memperoleh: gaji dan tunjangan; cuti; perlindungan; dan
pengembangan kompetensi.
c. Selain hak sebagaimana disebutkan di atas, berdasarkan pasal 70 UU ASN disebutkan bahwa
Setiap Pegawai ASN memiliki hak dan kesempatan untuk mengembangkan kompetensi.
d. Berdasarkan Pasal 92 UU ASN, Pemerintah juga wajib memberikan perlindungan berupa:
jaminan kesehatan; jaminan kecelakaan kerja; jaminan kematian; dan bantuan hukum.
9. Sedangkan kewajiban adalah suatu beban atau tanggungan yang bersifat kontraktual. Dengan
kata lain kewajiban adalah sesuatu yang sepatutnya diberikan. Kewajiban pegawai ASN yang
disebutkan dalam UU ASN adalah:
a. Setia dan taat pada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan pemerintah yangsah;
b. Menjaga persatuan dan kesatuan bangsa;
c. Melaksanakan kebijakan yang dirumuskan pejabat pemerintah yang berwenang;
d. Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. Melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian, kejujuran, kesadaran, dan
tanggung jawab;
f. Menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap, perilaku, ucapan dan tindakan kepada
setiap orang, baik di dalam maupun di luar kedinasan;
g. Menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan rahasia jabatan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
h. Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
10. Kode Etik dan Kode Perilaku ASN
Dalam UU ASN disebutkan bahwa ASN sebagai profesi berlandaskan pada kode etik dan kode
perilaku. Kode etik dan kode perilaku ASN bertujuan untuk menjaga martabat dan kehormatan
ASN. Kode etik dan kode perilaku berisi pengaturan perilaku agar Pegawai ASN:
a. Melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggungjawab, dan berintegritas tinggi;
b. Melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin;
c. Melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan;
d. Melaksnakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
e. Melaksnakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau Pejabat yang Berwenang sejauh
tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan etika pemerintahan;
11. Penerapan sistem merit dalam pengelolaan ASN mendukung pencapaian tujuan dan sasaran
organisasi dan memberikan ruang bagi tranparansi, akuntabilitas, obyektivitas dan juga keadilan.
Beberapa langkah nyata dapat dilakukan untuk menerpakan sistem ini baik dari sisi perencanaan
kebutuhan yang berupa transparansi dan jangkauan penginformasian kepasa masyarakat maupun
jaminan obyektifitasnya dalam pelaksanaan seleksi. Sehingga instansi pemerintah mendapatkan
pegawai yang tepat dan berintegritas untuk mencapai visi dan misinya
12. Pasca recruitment, dalam organisasi berbagai sistem pengelolaan pegawai harus mencerminkan
prinsip merit yang sesungguhnya dimana semua prosesnya didasarkan pada prinsip-prinsip yang
obyektif dan adil bagi pegawai. Jaminan sistem merit pada semua aspek pengelolaan pegawai
akan menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pembelajaran dan kinerja. Pegawai diberikan
penghargaan dan pengakuan atas kinerjanya yang tinggi, disisi lain bad performers mengetahui
dimana kelemahan dan juga diberikan bantuan dari organisasi untuk meningkatkan kinerja.
13. Manajemen ASN terdiri dari Manjemen PNS dan Manajemen PPPK
14. Manajemen PNS meliputi penyusunan dan penetapan kebutuhan, pengadaan, pangkat dan
jabatan, pengembangan karier, pola karier, promosi, mutasi, penilaian kinerja, penggajian dan
tunjangan, penghargaan, disiplin, pemberhentian, jaminan pensiun dan hari tua, dan
perlindungan.
15. Manajemen PPPK meliputi penetapan kebutuhan; pengadaan; penilaian kinerja; penggajian dan
tunjangan; pengembangan kompetensi; pemberian penghargaan; disiplin; pemutusan hubungan
perjanjian kerja; dan perlindungan.
16. Pengisian jabatan pimpinan tinggi utama dan madya pada kementerian, kesekretariatan lembaga
negara, lembaga nonstruktural, dan Instansi Daerah dilakukan secara terbuka dan kompetitif di
kalangan PNS dengan memperhatikan syarat kompetensi, kualifikasi, kepangkatan, pendidikan
dan latihan, rekam jejak jabatan, dan integritas serta persyaratan lain yang dibutuhkan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
17. Pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengganti Pejabat Pimpinan Tinggi selama 2 (dua)
tahun terhitung sejak pelantikan Pejabat Pimpinan Tinggi, kecuali Pejabat Pimpinan Tinggi
tersebut melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak lagi memenuhi syarat
jabatan yang ditentukan.
18. Penggantian pejabat pimpinan tinggi utama dan madya sebelum 2 (dua) tahun dapat dilakukan
setelah mendapat persetujuan Presiden. Jabatan Pimpinan Tinggi hanya dapat diduduki paling
lama 5 (lima) tahun
19. Dalam pengisian Jabatan Pimpinan Tinggi, Pejabat Pembina Kepegawaian memberikan laporan
proses pelaksanaannya kepada KASN. KASN melakukan pengawasan pengisian Jabatan
Pimpinan Tinggi baik berdasarkan laporan yang disampaikan oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian maupun atas inisiatif sendiri
20. Pegawai ASN dapat menjadi pejabat Negara. Pegawai ASN dari PNS yang diangkat menjadi
Pejabat Negara diberhentikan sementara dari jabatannya dan tidak kehilangan status sebagai PNS
21. Pegawai ASN berhimpun dalam wadah korps profesi Pegawai ASN Republik Indonesia. Korps
profesi Pegawai ASN Republik Indonesia memiliki tujuan: menjaga kode etik profesi dan standar
pelayanan profesi ASN; dan mewujudkan jiwa korps ASN sebagai pemersatu bangsa.
22. Untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi pengambilan keputusan dalam Manajemen
ASN diperlukan Sistem Informasi ASN. Sistem Informasi ASN diselenggarakan secara nasional
dan terintegrasi antar Instansi Pemerintah
23. Sengketa Pegawai ASN diselesaikan melalui upaya administratif. Upaya administratif terdiri dari
keberatan dan banding administrative.

Anda mungkin juga menyukai