Anda di halaman 1dari 17

RESUME/RANGKUMAN

MATERI MOOC

OLEH,
MUHAMMAD AMIR BASRI, S.E.Sy

PENYULUH AGAMA ISLAM


KEMENTERIAN AGAMA
KABUPATEN BONE
JURNAL MOOC

Nama : MUHAMMAD AMIR BASRI


NIP : 199111302023211020
Jabatan : IX
Istansi : KEMENTERIAN AGAMA KABUPATEN BONE

Materi Kebijakan
Pada sesi ini terdapat tiga pengantar materi yang disampaikan dari pejabat LAN,
antara lain:
- Sambutan Kepala LAN RI oleh DR. Adi Suryanto, M.SI. yang menyampaikan
perihal harapannya agar ASN mampu beradaptasi dalam era gempuran
globalisasi dengan persiapan SDM yang unggul, kompeten dan profesional
dengan bekal kompetensi dan pengetahuan yang luas, guna mewujudkan
generasi emas dan berkelas dunia.
- Kemudian seputar Kebijakan Pengembangan Kompetensi ASN oleh DR.
Muhammad Taufiq, DEA menegaskan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa
yang besar dan kebanggaannya terhadap ASN untuk melayani bangsa
Indonesia yang juga besar. Dalam hal ini, presiden telah meluncurkan or value
dan employer branding yang berorientasi pada aspek akuntabel, kompeten dan
humanis. Tentunya hal tersebut merupakan modal bagi ASN untuk terus
mengembangkan diri, sehingga memiliki daya saing antar bangsa dengan
adanya ASN yang unggul.
- Selanjutnya sambutan oleh Erna Irawati, S.Sos., M. Pol. Adm, perihal
Manajemen Penyelenggaraan PPPK, mengharapkan agar seluruh kegiatan
pembelajaran atau peserta MOOC dilakukan secara mandiri dan dikerjakan
secara keseluruhan. Sehingga untuk memastikan hal tersebut maka akan
dilaksanakan tahapan evaluasi. Adapun orientasi MOOC kemudian dibagi
menjadi tiga sub materi pokok atau agenda dalam pembelajaran, yaitu:

Agenda I

1. Wawasan Kebangsaan dan Nilai-Nilai Bela Negara


A. Wawasan Kebangsaan
Wawasan kebangsaan adalah cara pandang yang dilandasi kesadaran diri
warga negara terhadap bangsanya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dalam konteks sejarah, perjalanan bangsa Indonesia memiliki beberapa titik
penting untuk mewujudkan kemerdekaan, dimulai dari perkumpulan pemuda di
aula Stovia pada 20 Mei 1908 yang kemudian berlanjut ke pementukan organisasi
Perhimpunan Indonesia (PI) yang menjadi tonggak awal cikal bakal kemerdekaan
bangsa Indonesia yang dibentuk pada tanggal 25 Oktober 1908 yang kemudian
melaksanakan kongres pertamanya pada 30 April 1926 kemudian berlanjut kongres
Kedua pada 27-28 Oktober 1928. Pada 1 Maret 1945. Karena sedang dalam situasi
krisis, Letnan Jenderal Kumakici Harada yang memimpin pendudukan di jawa
kemudian mengumumkan pembentukan BPUPKI pada 1 Maret 1945 dan
selanjutnya dibentuk PPKI pada 7 Agustus 1945 menjelang kemerdekaan.
Mendengar Jepang menyerah kepada sekutu pada 14 Agustus 1945, pernyataan
kemerdekaan Indonesia kemudian diumumkan melalui siaran radio. Sehingga
dipersiapkanlah konsep naskah proklamasi oleh Bung Hatta. Karena adanya
desakan para pemuda, yang menginginkan agar memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, kemudian disepakati oleh golongan tua.
Setelah naskah teks proklamasi di tandatanganni oleh Soekarno-Hatta atas nama
bangsa Indonesia, teks proklamasi akhirnya dibacakan pada tanggal 17 Agustus
1945 pukul 10.00 di jalan pegangsaaan Timur no. 56 dan sang saka merah putih
pun dikibarkan serta lagu kebangsaan Indonesia Raya dikumandangkan.
Untuk mengatur kehidupan berbnagsa dan bernegara pasca kemrdekaan
Indonesia, terdapat 4 (Empat) hal yang menjadi konsensus sebagai dasar berbangsa
dan bernegara. Pertama, Pancasila yang diambil dan digali dari nilai luhur bangsa
Indonesia dengan kandungan nilai, norma yang positif dan tidak asing bagi
masyarakat Indonesia. Kedua, undang-Undang Dasar 1945 sebagai gagasan dasar
pembentukan negara. Ketiga, Bhinneka Tunggal Ika yang memiliki arti “Berbeda-
beda Tetapi pada Hakekatnya Tetap Satu“ yang mengandung nilai inspiratif
terhadap sistem pemerintahan dan pasca kemerdekaan daalam menumbuhkan
semangat persatuan dan kesatuan. Keempat. Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI) yang tidak terpisahkan dari peristiwa Proklamasi 17 Agustus 1945.
Selain daripada konsensus dasar bernegara, sebagai bentuk eksistensi, sarana
pemersatu, identitas dan simbol kedaulatan dan kehormatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana amanat dari Undang-Undang Dasar 1945, terdapat
identitas bangsa Indonesia sebgaai cerminan kedulatan antara lain:
1. Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia yakni sang saka merah
putih;
2. Bahasa Indonesia yang ditetapkan sebagai bahasa Nasional dan bahasa
resmi NKRI;
3. Lambang Negara yang selanjutnya disebut Garuda Pancasila dengan
ssemboyan Bhinneka Tunggal Ika.
4. Lagu kebangsaan yaitu lagu Indonesia Raya
B. Nilai-Nilai Bela Negara
Bela negara meupakan sikap, tekad dan perilaku serta tindakan perseorangan
maupun kolektif warga negara dalam mempertahankan kedaulatan dan keutuhan
sebuha negara, atas dasar kecintaan terhadap negara kesatuan Republik Indoesia
yang berdasar pada Pancasila dan UUD 1945.
1. Nilai-nilai dasar bela negara
Hari bela Negara Republik Indonesia ditetapkan dalam Keputusan Presiden
RI No. 28 tahun 2006 dengan pertimbangan hari bersejarah bangsa Indonesia pada
tanggal19 Desember 1948. Dalam konsep bela negara terdapat beberapa nilai dasar
di dalamnya, antara lain:
a) Cinta tanah air
b) Sadar berbangsa dan bernegara
c) Setia pada Pancasila sebagai Ideologi negara
d) Rela berkorban untuk Bangsa dan Negara
e) Kemampuan awal bela negara
2. Aktualiasai kesadaran bela negara bagi ASN
Kesadaran bela negara ditumbuhkan dari keciantaan terhadap tanah air
Indonesia. Jika dilihat dari sejarahnya, bela negara Republik Indonesia terlihat
sebagai hal yang tidak kekinian tetapi merupakan sebuah warisan yang diwariskan
secara turun temurun mulai awal kemerdekaan hingga era mempertahankan
kemerdekaan yakni adanya kesadaran warga negara sebagai bagian dari negara.
Untuk mencapai tujun nasional sebagaimana amanat dari UUD 1945 pada
alenia ke-4 dan peran ASN berdasarkan UU no. 5 Tahun 2014 tentang ASN,
diperlukan ASN ysng profesional, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik
kirupsi, kolusi dan nepotisme serta mampu menyelenggarakan pelayanan publik
bagi masyarakat serta mampu menjalankan peran sebagai perekat persatuan dan
kesatuan bangsa berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

2. Analisis Isu Kontemporer


Adanya Undang-Undang ASN No. 5 Tahun 2015 secara signifikan medorong ASN
sebagai ASN untuk mempersiapkan diri terhadap perubahan ke arah modernisasi
dengan mengidentifikasi dan menganalisis isu-isu kontemporer yang memngkinkan
menjadi pemicu perubahan lingkungan dan kinerja birokrasi secara umum. Karena
itu, ASN diharapkan memiliki kompetensi untuk menhadapi segala kemungkinan
dan sebagai bentuk bela negara. Adapun kemungkinan perubahan yang dihadapi
ASN antara lain:
A. Perubahan Lingkungan Strategis
Perubahan adalah sebuah keniscayaan dan merupakn hukum alam yang
tidak bisa dibendung serta menjadi bagian dari sejara peradaban manusia. Untuk
menentukan masa depan bangsa yang maju, diperlukan perubahan kearah yang
lebih baik. Sebagai ASN, untuk mewujudkan hal tersebut pertamakali harus
mengetahui tugas dan kewajibannya, yakni melaksanakan kebijakan publik, pelayan
publik yang profesional dan mempererat persatuan dan kesatuan. Dan untuk
mewujudkan sikap ASN yang profesional harus memiliki sikap tanggung jawab,
bermental positif, mengutamakan keprimaan serta memegang teguh kode etik
profesi.
B. Perubahan Lingkungan Strategis
Setidaknya ada empat level lingkungan strategis yang dapat mempengaruhi
kesiapan ASN dalam melaksanakan pekerjaannya dalam bidang masing-masing,
yakni: individu, keluarga, masyarakat pada level lokal dan regional, nasional dan
dunia.1 Oleh karena itu, untuk menghadapi terjadinya perubahan lingkungan
strategis diperlukan modal insani yaitu konsep modal manusia (human capital
concept) mengingat hal tersebut merupakan modal utama dalam organisasi.
Setidaknya terdapat enam komponen dari modal manusia, antara lain: 2
1. Modal Intelektual;
2. Modal Emosional;
3. Modal Sosial;
4. Modal Ketabahan;
5. Modal Etika/Moral
6. Modal Kesdehatan (Kekuatan) Fisik/Jasmani
Keenam modal tersebut sangat openting untuk dimiliki, terutama dalam
lingkup organisasi atau pekerjaan terutama bagi ASN.
Selain daripada modal mausia yang harus dipersiapkan. Dalam konteks
keindonesiaan, saat ini kita dihadapkan dengan berbagai dilematik perubahan
globalisasi yang terus berkembang dan etnik nasionalisme yang mesti juga disadari
sebagai perubahan lingkungan strategis. Era gllobalisasi dengan branding pasar
bebasnya, memiliki konsekuensi tersendiri dari interaksi dan peradaban bangsa.
Kemudin memicu banyaknya bermunculan isu kontemporer yang menyita ruang
publik diantaranya: korupsi yang terjadi dalan sejarah dunia maupun yang terjadi di
Indonesia, dalam setiap zaman beserta sebab dan akibat yang ditimbulkan, narkoba
dengan berbagai golongan dan sejarah kejahatannya, paham radikalisme/terorisme
dengan berbagai ragamnya yang banyak terjadi, baik skala nasional maupun
internasional dengan korban jiwa yang tidak sedikit, money laindry yang banyak
merugikan negara baik yang berskala besar atau kecil dan terjadi di tingkat nasional
maupun dunia, proxy war, dan kejahatan komunikasi massal seperti cyber crime,
hate spech dan lain sebagainya.

1
Brovenbenner,Urie. Perron, N. C., 2007. Dikutip dalam Modul Pelatihan Dasar calon CASN: Analisi Isu Kotemporer,
(Jakarta: Lembaga Administrsi Negara Republiik Indonesia, Ed. 2019), hal. 9.
2
Ancok, 2002. Dikutip dalam Modul Pelatihan Dasar calon CASN: Analisi Isu Kotemporer, (Jakarta: Lembaga
Administrsi Negara Republiik Indonesia, Ed. 2019), hal.12.
Sebagai ASN tentu harus memahami hal tersebut, selain untuk menambah
wawasan juga untuk menjadi aktor penggerak perubahan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara agar menjadi lebih baik sehingga kehidupan berbangsa
dan bernegara tidak tergerus dan senantiasa menjadikan pancasila, UUD 1945 NKRI
dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai pandangan hidup bangsa, mengingat lingkungan
pergaulan dunia yang semakin transparan, terbuka, terhubung dan tak terbatas.
Selain memahami isu-isu strategis kontemporer, yang tidak kalah penting
untuk dipahami adalah cara pemecahan isi tersebut, karena dapat mempengaruhi
keberlangsungan penyelenggaraan pemerintahan. Isu pada dasarnya adalah sebuah
masalah dan untuk memahami dan memecahkan isu tersebut terdapat beberapa
metode atau teknik analisis yang dapat digunakan, antara lain:
1. Mind Mapping;
2. Fishbone Diagram;
Adapun tahapan analisis yang dapat digunakan sebagai berikut:
1. Matriks SWOT;
2. Matriks TOWS;
3. Matriks Internal Eksternal (Matriks I-E)
Sedangkan untuk tahapan pengambilan keputusannya dapat dilakukan
dengan cara analisis kesenjangan atau gap analiysis.
3. Kesiapsiagaan Bela Negara
Kesiapsiagaan bela negara adalah keadaan siap siaga yang dimiliki seseorang
baik secara fisik, mental, maupun sosial dalam menghadapi situasi kerja yang
beragam, yang didasari kebulatan sikap dan tekad yang ikhlas dan sadar, serta
disertai dengan kerelaan berkorban dengan jiwa raga yang dilandasi kecintaan
terhadap NKRI berdasar pancasila UUD 1945 untuk menjaga, merawat dan
menjamin kelangsugan hidup berbangsa dan bernegara.
A. Kerangka Kesiapsiagaan Bela Negara
Sehubungan dengan konteks ini, yang dimaksud kesiapsiagaan bela negara
adalah kesiapsiagaaan ASN dalam berbagai bentuk pemahaman konsep yang
disertai latihan dan aktivitas baik fisik maupun mental untuk mendukung
pencapaian tujuan dari bela negara, yakni mengisi dan melanjutkan cita-cita
kemerdekaan. Kesiapsiagaan tersebut dapat terimplementasi dalam melaksanakan
kegiatan olah rasa, pikir maupun dalam bentuk tindakan.
B. Kemampuan Awal Bela Negara
salah satu indikator yang menjadi ukuran dan nilai dasar dari bela negara
yakni memiliki kemampuan awal bela negara. Adapun yang dimaksud dengan
memiliki kemampuan awal bela negara diantaranya:
1. Kesehatan jasmani dan mental, yaitu kesehatan secara fisik yang dapat
dipengaruhi oleh aktifitas fisik seperti olahraga dan pola hidup sehat, baik
makanan maupun manajmen pola pikir dan kontrol emosi;
2. Kesiapsiagaan jasmani dan mental, yakni kesanggupan untuk
melaksanakan tugas dengan baik dan efisien serta memiliki kemampuan
dalam menerima rasa aman, kasih sayang, kebahagiaan, dan rasa diterima
oleh orang lain dalam melakukan berbagai aktivitas.
3. Etika, etiket dan moral, yaitu kemampuan untuk menjadikan dirinya
sebagai model, panutan tentang kebaikan dan moralitas pemerintahan
sebagai seorang aparatur, terutama yang berkaitan dengan pelayanan
publik.
4. Kearifan lokal, yaitu hasil pemikiran dan perbuatan yang diperoleh dari
lingkungan tempat hidup dengan lingkungan sekitarnya dalam
mendapatkan kebaikan. Baik dalam bentuk ucapan, cara, langkah kerja
alat dan bahan yang dibuat manusia dalam menjalani hidup di berbagai
bidang kehidupan manusia yang mengandung nilai-nilai luhur dan
terhormat yang menjadi jati diri bangsa.
C. Rencana Aksi Bela Negara
Aksi bela negara merupakan sinergi segenap dari warga negara dalam
mengatasi segala macam ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan
dengan berdasarkan pada nilai-nilai luhur bangsa dalam mewujudkan negara
yang berdaulat, adil, dan makmur. Aksi bela negara dapat dilakukan denga
berbagai cara, diantaranya rencana aksi bela negara terhadap peserta latsar
CASN yang diimplementasikan dalam berbagai sikap, kegiatan dan perbuatan.

D. Kegiatan Kesiapsiagaan Bela Negara


Adapun kegiatan kesiapsiagaanbela negara yang dapat dilakukan diantaranya:
1. Kegiatan baris-berbaris yaitu terkait dengan peraturan untuk baris
berbaris;
2. Kegiatan Keprotokolan yaitu pengaturan yang berisi norma-norma atau
aturan-aturan atau kebiasaan-kebiasaan mengenai tata cara agar suatu
tujuan yang telah disepakati dapat tercapai;
3. Kewaspadaan Dini, yang menjadi salah satu pembekalan dasar bagi CASN
tentang cara melakukan bela negara yang diharapkan mampu mencegah
kemungkinan hal-hal yang dapat merusak persatuan dan kesatuan bangsa
bahkan keutuhan negara kesatuan republik Indonesia.
Agenda II

1. Berorientasi Pelayanan
A. Konsep Pelayanan Publik
Orientasi pelayanan publik dalam lingkup prioritas kerja ASN, sebagaimaa
yang telah dicanangkan oleh pemerintah untuk tahun 2019-2015, setidaknya ada
lima prioritas yakni pembangunan SDM yang unggul, Pembangunan infrastruktur,
Simplifikasi regulasi, penyederhanaan birokrasi dan transparansi ekonomi.
Pelayanan publik pada dasarnya merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa,
dan/pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Dalam melaksanakan penyelenggaraan tentunya berlandaskan dengan asas-asas
pelayanan publik sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU Pelayanan publik.
Pelayanan publik dalam berbagai literatur menyebutkan bahwa, pelayanan
publik yang baik adalah mesti harus transparan, partisipatif, responsif, tidak
diskriminatif, mudah dan murah, efektif dan efisien, aksesibel, akuntabel serta
berkeadilan.
Untuk mewujudkan hal tersebut, selain dari mewujudkan pelayanan yang
baik, juga harus ditumbuhkan budaya kerja pelayanan yang prima dalam menjaga
dan memeberikan pelayanan publik. Dalam hal ini ASN yang juga sebagai pelayanan
publik harus melaksanakan tugas sebagaimana amanat UU ASN pasal 10.
Terdapat tiga unsur penting dalam konsep pelayanan publik, khususnya ASN,
yaitu 1) penyelengara pelayanan publik yaitu ASN/birokrasi, 2) penerima layanan
adalah masyarakat, stakeholder, atau sektor privat, dan 3) kepuasan yang diberikan
dan/atau diterima oleh penerima layanan.
B. Berorientasi Pelayanan
Tata pelayanan publik pemerintah yang baik adalah wajib mendengan dan
memenuhi kebutuhan warga negaranya. Selain itu, dalam mekanisme pelayanan
dibutuhkan penyelenggara layanan, jam pelayanan, prosedur, dan biaya
penyelenggaraan layanan. Bagi ASN, citra pelayanan yang diberikan dapat tercermin
dari perilaku melayani dengan senyum, memberi salam, berpenampilan rapi,
pelayanan yang cepat dan tepat, memberikan kemudahan layanan dan pilihan,
melayani dengan segenap kemampuan serta optoimisme dalam memberikan
pelayanan yang prima.
Untuk menunjang kinerja pelayanan yang prima, ASN sebagai pelayan publik
haru memiliki sikap yang harmonis, loyal, kompeten,adaptif, kolaboratif dan
akuntabel.
2. Akuntabel
‘Waktu Adalah Uang’.Sebagai individu ataupun ASN, mungkin sudah bosan
dengan kenyataan adanya perbedaan ‘jalur’ dalam setiap pelayanan publik. Baik
sadar atau tidak, kenyataan layanan publik di negeri ini kerap dimanfaatkan oleh
‘oknum’ pemberi layanan untuk mendapatkan keuntungan pribadi ataupun
kelompok. Sehinga, di masyarakat muncul peribahasa baru, sebuah sarkasme,
‘kalau bisa dipersulit, buat apa dipermudah’. Terminologi ‘oknum’ sering dijadikan
kambing hitam dalam buruknya layanan publik, namun, definisi ‘oknum’ itu
seharunya bila hanya dilakukan oleh segelintir personil saja, bila dilakukan oleh
semua, berarti ada yang salah dengan layanan publik di negeri ini. Aturan tentang
layanan Publik yang baik tertuang dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
Tentang Layanan Publik. Pasal 4 menyebutkan Asas Pelayanan Publik yang
meliputi: a. kepentingan Umum, b. kepastian hukum, c. kesamaan hak, d.
keseimbangan hak dan kewajiban, e. keprofesionalan, f. partisipatif, g. persamaan
perlakuan/tidak diskriminatif h. keterbukaan, i. akuntabilitas, j. fasilitas dan
perlakuan khusus bagi kelompok rentan, k. ketepatan waktu, dan l. kecepatan,
kemudahan, dan keterjangkauan.
A. Konsep Akuntabilitas
Secara terminologi akuntabilitas merujuk pada kewajiban setiap individu,
kelompok atau institusi untuk memenuhi tanggung jawab dari amanah yang
dipercayakan kepadanya. Amanah seorang ASN menurut SE Meneteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021
adalah menjamin terwujudnya perilaku yang sesuai dengan Core Values ASN
BerAKHLAK. Dalam banyak hal, kata akuntabilitas sering disamakan dengan
responsibilitas atau tanggung jawab. Namun pada dasarnya, kedua konsep tersebut
memiliki arti yang berbeda. Responsibilitas adalah kewajiban untuk bertanggung
jawab, sedangkan akuntabilitas adalah kewajiban pertanggungjawaban yang harus
dicapai.
Adapaun aspek-aspek akuntabilitas yakni, Akuntabilitas adalah sebuah
hubungan (Accountability is a relationship), Akuntabilitas berorientasi pada hasil
(Accountability is results-oriented), Akuntabilitas membutuhkan adanya laporan
(Accountability requiers reporting), Akuntabilitas memerlukan konsekuensi
(Accountability is meaningless without consequences), Akuntabilitas memperbaiki
kinerja (Accountability improves performance).
Akuntabilitas publik memiliki tiga fungsi utama (Bovens, 2007), yaitu:
1. Untuk menyediakan kontrol demokratis (peran demokrasi);
2. untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan (peran
konstitusional);
3. untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas (peran belajar).
Sedangkan untuk tingkatannya, Akuntabilitas memiliki 5 tingkatan yang
berbeda yaitu akuntabilitas personal, akuntabilitas individu, akuntabilitas
kelompok, akuntabilitas organisasi, dan akuntabilitas stakeholder.
B. Panduan perilaku akuntabel
Akuntabilitas dan Integritas adalah dua konsep yang diakui oleh banyak pihak
menjadi landasan dasar dari sebuah Administrasi sebuah negara (Matsiliza dan
Zonke, 2017). Integritas merupakan salah satu pilar penting dalam pemberantasan
korupsi. Secara harafiah, integritas bisa diartikan sebagai bersatunya antara ucapan
dan perbuatan. Dengan demikian, integritas yang konsepnya telah disebut filsuf
Yunani kuno, Plato, dalam The Republic sekitar 25 abad silam, adalah tiang utama
dalam kehidupan bernegara.
Setiap organisasi memiliki mekanisme akuntabilitas tersendiri. Mekanisme ini
dapat diartikan secara berbeda- beda dari setiap anggota organisasi hingga
membentuk perilaku yang berbeda-beda pula. Untuk memenuhi terwujudnya
organisasi sektor publik yang akuntabel, maka mekanisme akuntabilitas harus
mengandung dimensi:
1. Akuntabilitas kejujuran dan hukum (accountability for probity and legality)
Akuntabilitas hukum terkait dengan kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan yang diterapkan.
2. Akuntabilitas proses (process accountability) Akuntabilitas proses terkait
dengan: apakah prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas
sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem informasi akuntansi,
sistem informasi manajemen, dan prosedur administrasi? Akuntabilitas ini
diterjemahkan melalui pemberian pelayanan publik yang cepat, responsif,
dan murah. Pengawasan dan pemeriksaan akuntabilitas proses dilakukan
untuk menghindari terjadinya kolusi, korupsi dan nepotisme.
3. Akuntabilitas program (program accountability) Akuntabilitas ini dapat
memberikan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat tercapai,
dan Apakah ada alternatif program lain yang memberikan hasil maksimal
dengan biaya minimal.
4. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability) Akuntabilitas ini terkait
dengan pertanggungjawaban pemerintah atas kebijakan yang diambil
terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas.
Hal-hal yang penting diperhatikan dalam membangun lingkungan kerja yang
akuntabel adalah: 1) kepemimpinan, 2) transparansi, 3) integritas, 4) tanggung
jawab (responsibilitas), 5) keadilan, 6) kepercayaan, 7) keseimbangan, 8) kejelasan,
dan 9) konsistensi. Untuk memenuhi terwujudnya organisasi sektor publik yang
akuntabel, maka mekanisme akuntabilitas harus mengandung 3 dimensi yaitu
Akuntabilitas kejujuran dan hukum, Akuntabilitas proses, Akuntabilitas program,
dan Akuntabilitas kebijakan.
C. Akuntabel dalm Konteks Organisasi Pemerintahan
Keterbukaan informasi telah dijadikan standar normatif untuk mengukur
legitimasi sebuah pemerintahan. Ketersediaan informasi publik ini nampaknya telah
memberikan pengaruh yang besar pada berbagai sektor dan urusan publik di
Indonesia. Seperti bunyi Pasal 3 UU Nomor 14 Tahun 2008 tercantum beberapa
tujuan, sebagai berikut: (1) Menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana
pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan
keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik; (2) Mendorong
partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik; (3)
Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan
pengelolaan Badan Publik yang baik; (4) Mewujudkan penyelenggaraan negara yang
baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat
dipertanggungjawabkan; (5) Mengetahui alasan kebijakan publik yang
mempengaruhi hajat hidup orang banyak; (6) Mengembangkan ilmu pengetahuan
dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau (7) Meningkatkan pengelolaan dan
pelayananinformasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan
informasi.
Atas dasar prinsip tersebut, maka pada dasarnya semua ASN berhak
memberikan informasi, namun dalam prakteknya tidak semua ASN punya
kemampuan untuk memberikan informasi berdasarkan berapa prinsip-prinsip yang
telah diatur.
3. Kompeten
Situasi dunia saat ini dengan cirinya yang disebut dengan “Vuca World”, yaitu
dunia yang penuh gejolak (volatility) disertai penuh ketidakpastian (uncertainty).
Demikian halnya situasinya saling berkaitan dan saling mempengaruhi (complexity)
serta ambiguitas (ambiguity) (Millar, Groth, & Mahon, 2018). Faktor VUCA
menuntut ecosystem organisasi terintegrasi dengan berbasis pada kombinasi
kemampuan teknikal dan generik, dimana setiap ASN dapat beradaptasi dengan
dinamika perubahan lingkungan dan tuntutan masa depan pekerjaan. Karena itu,
adaptasi dengan keahlian baru perlu dilakukan setiap waktu. Sehingga ASN harus
memiliki aspek BerAkhlak, yaitu, berorientasi pelayanan, akuntabel, kompeten,
harmonis, loyal, adaptif, serta kolaboratif.
Sesuai dengan kebijakan Undang Undang ASN Nomor 5 Tahun 2014, prinsip
dasar dalam pengelolaan ASN yaitu berbasis merit. Dalam hal ini seluruh aspek
pengelolaan ASN harus memenuhi kesesuaian kualifikasi, kompetensi, dan kinerja.
Termasuk dalam pelaksanaanya tidak boleh ada perlakuan diskriminatif, seperti
karena hubungan agama, kesukuan atau aspek-aspek primodial lainnya yang
bersifat subyektif.
Untuk pembangunan ASN setidaknya terdapat 8 (delapan) karakateristik yang
dianggap relevan bagi ASN dalam menghadapi tuntutan pekerjaan saat ini dan
kedepan. Kedelapan karakterisktik tersebut meliputi: integritas, nasionalisme,
profesionalisme, wawasan global, IT dan Bahasa asing, hospitality, networking, dan
entrepreneurship.
Sedangkan dalam hal peningkatan kompetensi ASN, dapat dilakukan dengan
cara, diantaranya:
1. Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang selalu
berubah adalah keniscayaan.
2. Pendekatan pengembangan mandiri ini disebut dengan Heutagogi atau
disebut juga sebagai teori “net-centric”, merupakan pengembangan
berbasis pada sumber pembelajaran utama dari Internet.
3. Perilaku lain ASN pembelajar yaitu melakukan konektivitas dalam basis
online network.
4. Sumber pembelajaran lain bagi ASN dapat memanfaatkan sumber
keahlian para pakar/konsultan, yang mungkin dimiliki unit kerja atau
instansi tempat ASN bekerja atau tempat lain.
5. Pengetahuan juga dihasilkan oleh jejaring informal (networks), yang
mengatur diri sendiri dalam interaksi dengan pegawai dalam organisasi
dan atau luar organisasi.
4. Harmonis
Indonesia adalah negara yang kaya akan keberagaman sosial-budaya yang
membentuk satu kesatuan/negara. Kondisi itu dipengaruhi karena kondisi letak
geografis Indonesia yang berada di persimpangan dua benua dan samudra. Hal
tersebut mengakibatkan terjadinya percampuran ras, suku bangsa, agama, etnis
dan budaya yang membuat beragamnya suku bangsa dan budaya diseluruh
indonesia.untuk menyatukan semua perbedaan tersebut dibutuhkan sikap
nasionalisme yaitu pandangan tentang rasa cinta yang wajar terhadap bangsa dan
negara, dan sekaligus menghormati bangsa lain.
Sikap nasionalisme dan harmonisasi akibat dari keberagaman tersebut tidak
hanya dibutuhkan dalam konsep kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi juga
sangat dibutuhkan dalam dunia kerja agar tujuam dan cita-cita bangsa dan
diwujudkan dengan semangat persatuan dan kesatuan yang melahirkan kondisi
harmonis dalam lingkungan kerja.
Oleh karena itu, sikap ASN dalam menghadapi keanekaragaman yang ada harus
memiliki pengetahuan mengenai kenekaragaman bangsa dan budaya, sejarah
pergerakan bangsa dan negara, konsep dan teori nasionalisme berbangsa, serta
potensi dan tantangannya maka sebagai ASN harus memiliki sikap dalam
menjalankan peran dan fungsi pelayanan masyarakat. ASN bekerja dalam
lingkungan yang berbeda dari sisi suku, budaya, agama dan lain-lain.
Sehingga dalam hal ini ASN juga memiliki tanggungjawab besar dalam perilaku
dan etika untuk mewujudkan harmonisasi dalam pelayanan sebagai salah satu
kunci sukses kinerja suatu organisasi yang berawal dari suasana tempat kerja.
Energi positif yang ada di tempat kerja bisa memberikan dampak positif bagi
karyawan yang akhirnya memberikan efek domino bagi produktivitas, hubungan
internal, dan kinerja secara keseluruhan. Walaupun pada kenyataannya dalam
mewujudkan suasana harmonis tidaklah mudah. Karena itu, sangat dibutuhkannya
kontribusi nyata ASN untuk mewujudkan harmonisasi tersebut terutama dalam
memberikan pelayanan dan lingkungan kerja.
5. Loyal
Berdasarkan surat edaran menteri pendayagunaan aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021 tanggal 26 Agustus 2021 tentang
Implementasi Core Values dan Employer Branding ASN. Nilai “Loyal” atau disebut
mutu dari sikap setia, dianggap penting dan dimasukkan menjadi salah satu core
values yang harus dimiliki dan diimplementasikan dengan baik oleh setiap ASN.
Karena pentingnya hal tersebut, banyak ketentuan yang mengatur. mengenai hal
tersebut.
Loyalitas merupakan pada dasarnya merupakan suatu hal yang bersifat
emosional, yang dapat diukur dari ketaatan terhadap peraturan; bekerja dengan
integritas; tanggungjawab terhadap organisasi; kemauan bekerja sama; rasa
memiliki yang tinggi; hubungan antar pribadi; kesukaan terhadap pekerjaan;
keberanian mengutrakan pendapat serta menjadi teladan bagi pegawai yang lain.
Untuk membangun perilaku loyal, dapat dilakukan dengan konteks umum
dengan membangun rasa kecintaan dan memiliki, meningkatkan kesejahteran,
memenuhi kebutuhan rohani, memberikan peningkatan kesempatan karir dan
melakukan evaluasi secara berkala; memantapkan wawasan kebangsaan; serta
meningkatkan sikap nasionalisme.
6. Adaptif
Kata Adaptif pada dasarnya berarti mudah menyesuaikan diri dengan keadaan.
Sedangkan adaptasi merupakan kemampuan alamiah dari makhluk hidup.
Organisasi dan individu memiliki kebutuhan beradaptasi selayaknya makhluk
hidup, untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya.
Kemampuan beradaptasi juga memerlukan adanya inovasi dan kreativitas yang
ditumbuhkembangkan dalam diri individu maupun organisasi. Di dalamnya
dibedakan mengenai bagaimana individu dalam organisasi dapat berpikir kritis
versus berpikir kreatif. Dalam pemerintahan, budaya adaptif merupakan budaya
organisasi di mana ASN memiliki kemampuan menerima perubahan, termasuk
penyelarasan organisasi yang berkelanjutan dengan lingkungannya, juga perbaikan
proses internal yang berkesinambungan.
Pada level organisasi, karakter adaptif diperlukan untuk memastikan
keberlangsungan organisasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Penerapan
budaya adaptif dalam organisasi memerlukan beberapa hal, seperti tujuan
organisasi, tingkat kepercayaan, perilaku tanggung jawab, unsur kepemimpinan dan
lainnya dan juga memerlukan adanya inovasi dan kreativitas yang mesti
ditumbuhkembangkan dari individu maupun organisasi
Budaya adaptif sebagai budaya ASN merupakan kampanye untuk membangun
karakter adaptif pada diri ASN sebagai individu yang menggerakkan organisasi
untuk mencapai tujuannya. Dalam hal ini, diperlukan juga sebuah adaptive
leadership dalam lingkungan yang kompleks, sehingga pemimpin akan berperan
lebih dari sebagai ‘pahlawan’ yang menjadi figure tersendiri yang mencoba
mengontrol dan mengemudikan organisasi, namun juga sebagai katalisator dan
fasilitator.
Selanjutnya, dalam proses mewujudkan perilaku adaptif, terdapat berbagai jenis
tantangan yang tidak menutup kemungkinan untuk dihadapi, salah satu
tantangannya adalah situasi VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan
Ambiguity). Maka untuk memecahkan masalah tersebut perlu dihadapi Volatility
dengan Vision, hadapi uncertainty dengan understanding, hadapi complexity dengan
clarity, dan hadapi ambiguity dengan agility.
7. Kolaboratif
Kolaborasi merupakan “ value generated from an alliance between two or more
firms aiming to become more competitive by developing shared routines”. Dalam
istilah lainnya kolaborasi dikenal dengan collaborative governance yaitu “proses
yang melibatkan norma bersama dan interaksi saling menguntungkan antar aktor
governance”. dalam artian sempit, Collaborative governance yakni merupakan
kelompok aktor dan fungsi. Selain itu, Kolaborasi juga sering dikatakan meliputi
segala aspek pengambilan keputusan, implementasi sampai evaluasi.
Pada collaborative governance pemilihan kepemimpinan harus tepat yang mampu
membantu mengarahkan kolaboratif dengan cara yang akan mempertahankan tata
kelola stuktur horizontal sambil mendorong pembangunan hubungan dan
pembentukan ide. Selain itu, Kolaboratif harus memberikan kesempatan kepada
berbagai pihak untuk berkontribusi, terbuka dalam bekerja sama dalam
menghasilkan nilai tambah, serta menggerakan pemanfaatan berbagai sumber daya
untuk tujuan bersama.
Adapaun bentuk kolaborasi sebagaimana yang diungkapkan oleh Esteve et al
(2013 p 20), terdapat beberapa jenis kolaborasi antar organisasi , yaitu:
1. Kerjasama Informal;
2. Perjanjian Bantuan Bersama;
3. Memberikan Pelatihan;
4. Menerima Pelatihan;
5. Perencanaan Bersama;
6. Menyediakan Peralatan;
7. Menerima Peralatan;
8. Memberikan Bantuan Teknis;
9. Menerima Bantuan Teknis;
10. Memberikan Pengelolaan Hibah; dan
11. Menerima Pengelolaan Hibah.
Kolaborasi pada dasarnya dilakukan untuk mencapai keberhasilan antar
lembaga. Adapun yang mempengaruhi keberhasilan tersebut, terutama dalam
kolaborasi antar lembaga pemeritah adalah kepercayaan, pembagian kekuasaan,
gaya kepemimpinan, strategi manajemen dan formalisasi pada pencapaian
kolaborasi yang efisien dan efektif antara entitas publik. Namun, dalam hal ini
bukan berarti tidak ada faktor yang menghambat. Dalam penelitian Astari dkk
(2019) menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat menghambat kolaborasi
antar organisasi pemerintah yaitu: ketidakjelasan batasan masalah karena
perbedaan pemahaman dalam kesepakatan kolaborasi. Selain itu, dasar hukum
kolaborasi juga tidak jelas.

Agenda III

1. SMART ASN
Untuk pembangunan SDM, presiden mengarahkan agar talenta digital, literasi
digital berperan penting untuk meningkatkan kemampuan kognitif sumber daya
manusia di Indonesia agar keterampilannya tidak hanya sebatas mengoperasikan
gawai. Kerangka kerja literasi digital terdiri dari kurikulum digital skill, digital safety,
digital culture, dan digital ethics. Untuk mendukung transformasi digital tersebut,
setidaknya ada 5 langkah yang harus dijalankan, diantaranya:
1. Perluasan akses dan peningkatan infrastruktur digital.
2. Persiapkan betul roadmap transportasi digital di sektorsektor strategis,
baik di pemerintahan, layanan publik, bantuan sosial, sektor pendidikan,
sektor kesehatan, perdagangan, sektor industri, sektor penyiaran.
3. Percepat integrasi Pusat Data Nasional sebagaimana sudah dibicarakan.
4. Persiapkan kebutuhan SDM talenta digital.
5. Persiapan terkait dengan regulasi, skema-skema pendanaan dan
pembiayaan transformasi digital dilakukan secepat-cepatnya.

Menurut UNESCO, literasi digital adalah kemampuan untuk mengakses,


mengelola, memahami, mengintegrasikan, mengkomunikasikan, mengevaluasi, dan
menciptakan informasi secara aman dan tepat melalui teknologi digital untuk
pekerjaan, pekerjaan yang layak, dan kewirausahaan. Ini mencakup kompetensi
yang secara beragam disebut sebagai literasi komputer, literasi TIK, literasi informasi
dan literasi media.
Hasil survei Indeks Literasi Digital Kominfo 2020 menunjukkan bahwa rata-
rata skor indeks Literasi Digital masyarakat Indonesia masih ada di kisaran 3,3.
Sehingga literasi digital terkait Indonesia dari kajian, laporan, dan survei harus
diperkuat. Penguatan literasi digital ini sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo.
Roadmap Literasi Digital 2021-2024 yang disusun oleh Kominfo, Siberkreasi,
dan Deloitte pada tahun 2020 menjadi panduan fundamental untuk mengatasi
persoalan terkait percepatan transformasi digital, dalam konteks literasi digital.
Sehingga perlu dirumuskan kurikulum literasi digital yang terbagi atas empat area
kompetensi yaitu:
1. kecakapan digital,
2. budaya digital,
3. etika digital
4. dan keamanan digital.
Literasi digital sering kita anggap sebagai kecakapan menggunakan internet
dan media digital. Namun begitu, acap kali ada pandangan bahwa kecakapan
penguasaan teknologi adalah kecakapan yang paling utama. Padahal literasi digital
adalah sebuah konsep dan praktik yang bukan sekadar menitikberatkan pada
kecakapan untuk menguasai teknologi. Lebih dari itu, literasi digital juga banyak
menekankan pada kecakapan pengguna media digital dalam melakukan proses
mediasi media digital yang dilakukan secara produktif (Kurnia & Wijayanto, 2020;
Kurnia & Astuti, 2017). Mengingat petingnya literasi digital, terutama bagi ASN
olehnya itu menjadi kewajiban untuk dimiiki untuk memastikan terlindunginya hak
digital setiap warga negara.
2. Manajemen ASN
Aparatur Sipil Negara mempunyai peran yang amat penting dalam rangka
menciptakan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern,
demokratis, makmur, adil, dan bermoral tinggi dalam menyelenggarakan pelayanan
kepada masyarakat secara adil dan merata, menjaga persatuan dan kesatuan
bangsa dengan penuh kesetiaan kepada Pancasila dan Undang Undang Dasar Tahun
1945. Namun dalam kenyataannya birokrasi kita masih menjadi hambatan dalam
pembangunan, yang ditandai dengan masih rendahnya kinerja pelayanan birokrasi
dan masih tingginya angka korupsi di Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut salah
satunya dibutuhkan menajemen ASN yang baik.
Manajemen ASN terdiri dari Manjemen PNS dan Manajemen PPPK. Manajemen
ASN adalah pengelolaan ASN untuk menghasilkan Pegawai ASN yang professional,
memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik
korupsi, kolusi, dan nepotisme. Manajemen ASN lebih menekankan kepada
pengaturan profesi pegawai sehingga diharapkan agar selalu tersedia sumber daya
aparatur sipil Negara yang unggul selaras dengan perkembangan jaman.
Penerapan sistem merit dalam pengelolaan ASN mendukung pencapaian tujuan
dan sasaran organisasi dan memberikan ruang bagi tranparansi, akuntabilitas,
obyektivitas dan juga keadilan. Beberapa langkah nyata dapat dilakukan untuk
menerpakan sistem ini baik dari sisi perencanaan kebutuhan yang berupa
transparansi dan jangkauan penginformasian kepasa masyarakat maupun jaminan
obyektifitasnya dalam pelaksanaan seleksi. Sehingga instansi pemerintah
mendapatkan pegawai yang tepat dan berintegritas untuk mencapai visi dan
misinya.
Pada dasarnya manajemen ASN meliputi:
1. Manajemen PNS meliputi penyusunan dan penetapan kebutuhan,
pengadaan, pangkat dan jabatan, pengembangan karier, pola karier,
promosi, mutasi, penilaian kinerja, penggajian dan tunjangan,
penghargaan, disiplin, pemberhentian, jaminan pensisun dan hari tua, dan
perlindungan;
2. Manajemen PPPK meliputi penetapan kebutuhan; pengadaan; penilaian
kinerja; penggajian dan tunjangan; pengembangan kompetensi; pemberian
penghargaan; disiplin; pemutusan hubungan perjanjian kerja; dan
perlindungan.
Untuk menjamin efisiensi, efektivitas, dan akurasi pengambilan keputusan
dalam Manajemen ASN diperlukan Sistem Informasi ASN. Sistem Informasi ASN
yang diselenggarakan secara nasional dan terintegrasi antar Instansi Pemerintah
yang terkait.

Anda mungkin juga menyukai