MATERI MOOC
OLEH,
MUHAMMAD AMIR BASRI, S.E.Sy
Materi Kebijakan
Pada sesi ini terdapat tiga pengantar materi yang disampaikan dari pejabat LAN,
antara lain:
- Sambutan Kepala LAN RI oleh DR. Adi Suryanto, M.SI. yang menyampaikan
perihal harapannya agar ASN mampu beradaptasi dalam era gempuran
globalisasi dengan persiapan SDM yang unggul, kompeten dan profesional
dengan bekal kompetensi dan pengetahuan yang luas, guna mewujudkan
generasi emas dan berkelas dunia.
- Kemudian seputar Kebijakan Pengembangan Kompetensi ASN oleh DR.
Muhammad Taufiq, DEA menegaskan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa
yang besar dan kebanggaannya terhadap ASN untuk melayani bangsa
Indonesia yang juga besar. Dalam hal ini, presiden telah meluncurkan or value
dan employer branding yang berorientasi pada aspek akuntabel, kompeten dan
humanis. Tentunya hal tersebut merupakan modal bagi ASN untuk terus
mengembangkan diri, sehingga memiliki daya saing antar bangsa dengan
adanya ASN yang unggul.
- Selanjutnya sambutan oleh Erna Irawati, S.Sos., M. Pol. Adm, perihal
Manajemen Penyelenggaraan PPPK, mengharapkan agar seluruh kegiatan
pembelajaran atau peserta MOOC dilakukan secara mandiri dan dikerjakan
secara keseluruhan. Sehingga untuk memastikan hal tersebut maka akan
dilaksanakan tahapan evaluasi. Adapun orientasi MOOC kemudian dibagi
menjadi tiga sub materi pokok atau agenda dalam pembelajaran, yaitu:
Agenda I
1
Brovenbenner,Urie. Perron, N. C., 2007. Dikutip dalam Modul Pelatihan Dasar calon CASN: Analisi Isu Kotemporer,
(Jakarta: Lembaga Administrsi Negara Republiik Indonesia, Ed. 2019), hal. 9.
2
Ancok, 2002. Dikutip dalam Modul Pelatihan Dasar calon CASN: Analisi Isu Kotemporer, (Jakarta: Lembaga
Administrsi Negara Republiik Indonesia, Ed. 2019), hal.12.
Sebagai ASN tentu harus memahami hal tersebut, selain untuk menambah
wawasan juga untuk menjadi aktor penggerak perubahan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara agar menjadi lebih baik sehingga kehidupan berbangsa
dan bernegara tidak tergerus dan senantiasa menjadikan pancasila, UUD 1945 NKRI
dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai pandangan hidup bangsa, mengingat lingkungan
pergaulan dunia yang semakin transparan, terbuka, terhubung dan tak terbatas.
Selain memahami isu-isu strategis kontemporer, yang tidak kalah penting
untuk dipahami adalah cara pemecahan isi tersebut, karena dapat mempengaruhi
keberlangsungan penyelenggaraan pemerintahan. Isu pada dasarnya adalah sebuah
masalah dan untuk memahami dan memecahkan isu tersebut terdapat beberapa
metode atau teknik analisis yang dapat digunakan, antara lain:
1. Mind Mapping;
2. Fishbone Diagram;
Adapun tahapan analisis yang dapat digunakan sebagai berikut:
1. Matriks SWOT;
2. Matriks TOWS;
3. Matriks Internal Eksternal (Matriks I-E)
Sedangkan untuk tahapan pengambilan keputusannya dapat dilakukan
dengan cara analisis kesenjangan atau gap analiysis.
3. Kesiapsiagaan Bela Negara
Kesiapsiagaan bela negara adalah keadaan siap siaga yang dimiliki seseorang
baik secara fisik, mental, maupun sosial dalam menghadapi situasi kerja yang
beragam, yang didasari kebulatan sikap dan tekad yang ikhlas dan sadar, serta
disertai dengan kerelaan berkorban dengan jiwa raga yang dilandasi kecintaan
terhadap NKRI berdasar pancasila UUD 1945 untuk menjaga, merawat dan
menjamin kelangsugan hidup berbangsa dan bernegara.
A. Kerangka Kesiapsiagaan Bela Negara
Sehubungan dengan konteks ini, yang dimaksud kesiapsiagaan bela negara
adalah kesiapsiagaaan ASN dalam berbagai bentuk pemahaman konsep yang
disertai latihan dan aktivitas baik fisik maupun mental untuk mendukung
pencapaian tujuan dari bela negara, yakni mengisi dan melanjutkan cita-cita
kemerdekaan. Kesiapsiagaan tersebut dapat terimplementasi dalam melaksanakan
kegiatan olah rasa, pikir maupun dalam bentuk tindakan.
B. Kemampuan Awal Bela Negara
salah satu indikator yang menjadi ukuran dan nilai dasar dari bela negara
yakni memiliki kemampuan awal bela negara. Adapun yang dimaksud dengan
memiliki kemampuan awal bela negara diantaranya:
1. Kesehatan jasmani dan mental, yaitu kesehatan secara fisik yang dapat
dipengaruhi oleh aktifitas fisik seperti olahraga dan pola hidup sehat, baik
makanan maupun manajmen pola pikir dan kontrol emosi;
2. Kesiapsiagaan jasmani dan mental, yakni kesanggupan untuk
melaksanakan tugas dengan baik dan efisien serta memiliki kemampuan
dalam menerima rasa aman, kasih sayang, kebahagiaan, dan rasa diterima
oleh orang lain dalam melakukan berbagai aktivitas.
3. Etika, etiket dan moral, yaitu kemampuan untuk menjadikan dirinya
sebagai model, panutan tentang kebaikan dan moralitas pemerintahan
sebagai seorang aparatur, terutama yang berkaitan dengan pelayanan
publik.
4. Kearifan lokal, yaitu hasil pemikiran dan perbuatan yang diperoleh dari
lingkungan tempat hidup dengan lingkungan sekitarnya dalam
mendapatkan kebaikan. Baik dalam bentuk ucapan, cara, langkah kerja
alat dan bahan yang dibuat manusia dalam menjalani hidup di berbagai
bidang kehidupan manusia yang mengandung nilai-nilai luhur dan
terhormat yang menjadi jati diri bangsa.
C. Rencana Aksi Bela Negara
Aksi bela negara merupakan sinergi segenap dari warga negara dalam
mengatasi segala macam ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan
dengan berdasarkan pada nilai-nilai luhur bangsa dalam mewujudkan negara
yang berdaulat, adil, dan makmur. Aksi bela negara dapat dilakukan denga
berbagai cara, diantaranya rencana aksi bela negara terhadap peserta latsar
CASN yang diimplementasikan dalam berbagai sikap, kegiatan dan perbuatan.
1. Berorientasi Pelayanan
A. Konsep Pelayanan Publik
Orientasi pelayanan publik dalam lingkup prioritas kerja ASN, sebagaimaa
yang telah dicanangkan oleh pemerintah untuk tahun 2019-2015, setidaknya ada
lima prioritas yakni pembangunan SDM yang unggul, Pembangunan infrastruktur,
Simplifikasi regulasi, penyederhanaan birokrasi dan transparansi ekonomi.
Pelayanan publik pada dasarnya merupakan kegiatan atau rangkaian kegiatan
dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa,
dan/pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Dalam melaksanakan penyelenggaraan tentunya berlandaskan dengan asas-asas
pelayanan publik sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU Pelayanan publik.
Pelayanan publik dalam berbagai literatur menyebutkan bahwa, pelayanan
publik yang baik adalah mesti harus transparan, partisipatif, responsif, tidak
diskriminatif, mudah dan murah, efektif dan efisien, aksesibel, akuntabel serta
berkeadilan.
Untuk mewujudkan hal tersebut, selain dari mewujudkan pelayanan yang
baik, juga harus ditumbuhkan budaya kerja pelayanan yang prima dalam menjaga
dan memeberikan pelayanan publik. Dalam hal ini ASN yang juga sebagai pelayanan
publik harus melaksanakan tugas sebagaimana amanat UU ASN pasal 10.
Terdapat tiga unsur penting dalam konsep pelayanan publik, khususnya ASN,
yaitu 1) penyelengara pelayanan publik yaitu ASN/birokrasi, 2) penerima layanan
adalah masyarakat, stakeholder, atau sektor privat, dan 3) kepuasan yang diberikan
dan/atau diterima oleh penerima layanan.
B. Berorientasi Pelayanan
Tata pelayanan publik pemerintah yang baik adalah wajib mendengan dan
memenuhi kebutuhan warga negaranya. Selain itu, dalam mekanisme pelayanan
dibutuhkan penyelenggara layanan, jam pelayanan, prosedur, dan biaya
penyelenggaraan layanan. Bagi ASN, citra pelayanan yang diberikan dapat tercermin
dari perilaku melayani dengan senyum, memberi salam, berpenampilan rapi,
pelayanan yang cepat dan tepat, memberikan kemudahan layanan dan pilihan,
melayani dengan segenap kemampuan serta optoimisme dalam memberikan
pelayanan yang prima.
Untuk menunjang kinerja pelayanan yang prima, ASN sebagai pelayan publik
haru memiliki sikap yang harmonis, loyal, kompeten,adaptif, kolaboratif dan
akuntabel.
2. Akuntabel
‘Waktu Adalah Uang’.Sebagai individu ataupun ASN, mungkin sudah bosan
dengan kenyataan adanya perbedaan ‘jalur’ dalam setiap pelayanan publik. Baik
sadar atau tidak, kenyataan layanan publik di negeri ini kerap dimanfaatkan oleh
‘oknum’ pemberi layanan untuk mendapatkan keuntungan pribadi ataupun
kelompok. Sehinga, di masyarakat muncul peribahasa baru, sebuah sarkasme,
‘kalau bisa dipersulit, buat apa dipermudah’. Terminologi ‘oknum’ sering dijadikan
kambing hitam dalam buruknya layanan publik, namun, definisi ‘oknum’ itu
seharunya bila hanya dilakukan oleh segelintir personil saja, bila dilakukan oleh
semua, berarti ada yang salah dengan layanan publik di negeri ini. Aturan tentang
layanan Publik yang baik tertuang dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009
Tentang Layanan Publik. Pasal 4 menyebutkan Asas Pelayanan Publik yang
meliputi: a. kepentingan Umum, b. kepastian hukum, c. kesamaan hak, d.
keseimbangan hak dan kewajiban, e. keprofesionalan, f. partisipatif, g. persamaan
perlakuan/tidak diskriminatif h. keterbukaan, i. akuntabilitas, j. fasilitas dan
perlakuan khusus bagi kelompok rentan, k. ketepatan waktu, dan l. kecepatan,
kemudahan, dan keterjangkauan.
A. Konsep Akuntabilitas
Secara terminologi akuntabilitas merujuk pada kewajiban setiap individu,
kelompok atau institusi untuk memenuhi tanggung jawab dari amanah yang
dipercayakan kepadanya. Amanah seorang ASN menurut SE Meneteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021
adalah menjamin terwujudnya perilaku yang sesuai dengan Core Values ASN
BerAKHLAK. Dalam banyak hal, kata akuntabilitas sering disamakan dengan
responsibilitas atau tanggung jawab. Namun pada dasarnya, kedua konsep tersebut
memiliki arti yang berbeda. Responsibilitas adalah kewajiban untuk bertanggung
jawab, sedangkan akuntabilitas adalah kewajiban pertanggungjawaban yang harus
dicapai.
Adapaun aspek-aspek akuntabilitas yakni, Akuntabilitas adalah sebuah
hubungan (Accountability is a relationship), Akuntabilitas berorientasi pada hasil
(Accountability is results-oriented), Akuntabilitas membutuhkan adanya laporan
(Accountability requiers reporting), Akuntabilitas memerlukan konsekuensi
(Accountability is meaningless without consequences), Akuntabilitas memperbaiki
kinerja (Accountability improves performance).
Akuntabilitas publik memiliki tiga fungsi utama (Bovens, 2007), yaitu:
1. Untuk menyediakan kontrol demokratis (peran demokrasi);
2. untuk mencegah korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan (peran
konstitusional);
3. untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas (peran belajar).
Sedangkan untuk tingkatannya, Akuntabilitas memiliki 5 tingkatan yang
berbeda yaitu akuntabilitas personal, akuntabilitas individu, akuntabilitas
kelompok, akuntabilitas organisasi, dan akuntabilitas stakeholder.
B. Panduan perilaku akuntabel
Akuntabilitas dan Integritas adalah dua konsep yang diakui oleh banyak pihak
menjadi landasan dasar dari sebuah Administrasi sebuah negara (Matsiliza dan
Zonke, 2017). Integritas merupakan salah satu pilar penting dalam pemberantasan
korupsi. Secara harafiah, integritas bisa diartikan sebagai bersatunya antara ucapan
dan perbuatan. Dengan demikian, integritas yang konsepnya telah disebut filsuf
Yunani kuno, Plato, dalam The Republic sekitar 25 abad silam, adalah tiang utama
dalam kehidupan bernegara.
Setiap organisasi memiliki mekanisme akuntabilitas tersendiri. Mekanisme ini
dapat diartikan secara berbeda- beda dari setiap anggota organisasi hingga
membentuk perilaku yang berbeda-beda pula. Untuk memenuhi terwujudnya
organisasi sektor publik yang akuntabel, maka mekanisme akuntabilitas harus
mengandung dimensi:
1. Akuntabilitas kejujuran dan hukum (accountability for probity and legality)
Akuntabilitas hukum terkait dengan kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan yang diterapkan.
2. Akuntabilitas proses (process accountability) Akuntabilitas proses terkait
dengan: apakah prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas
sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem informasi akuntansi,
sistem informasi manajemen, dan prosedur administrasi? Akuntabilitas ini
diterjemahkan melalui pemberian pelayanan publik yang cepat, responsif,
dan murah. Pengawasan dan pemeriksaan akuntabilitas proses dilakukan
untuk menghindari terjadinya kolusi, korupsi dan nepotisme.
3. Akuntabilitas program (program accountability) Akuntabilitas ini dapat
memberikan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat tercapai,
dan Apakah ada alternatif program lain yang memberikan hasil maksimal
dengan biaya minimal.
4. Akuntabilitas kebijakan (policy accountability) Akuntabilitas ini terkait
dengan pertanggungjawaban pemerintah atas kebijakan yang diambil
terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas.
Hal-hal yang penting diperhatikan dalam membangun lingkungan kerja yang
akuntabel adalah: 1) kepemimpinan, 2) transparansi, 3) integritas, 4) tanggung
jawab (responsibilitas), 5) keadilan, 6) kepercayaan, 7) keseimbangan, 8) kejelasan,
dan 9) konsistensi. Untuk memenuhi terwujudnya organisasi sektor publik yang
akuntabel, maka mekanisme akuntabilitas harus mengandung 3 dimensi yaitu
Akuntabilitas kejujuran dan hukum, Akuntabilitas proses, Akuntabilitas program,
dan Akuntabilitas kebijakan.
C. Akuntabel dalm Konteks Organisasi Pemerintahan
Keterbukaan informasi telah dijadikan standar normatif untuk mengukur
legitimasi sebuah pemerintahan. Ketersediaan informasi publik ini nampaknya telah
memberikan pengaruh yang besar pada berbagai sektor dan urusan publik di
Indonesia. Seperti bunyi Pasal 3 UU Nomor 14 Tahun 2008 tercantum beberapa
tujuan, sebagai berikut: (1) Menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana
pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan
keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik; (2) Mendorong
partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik; (3)
Meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan
pengelolaan Badan Publik yang baik; (4) Mewujudkan penyelenggaraan negara yang
baik, yaitu yang transparan, efektif dan efisien, akuntabel serta dapat
dipertanggungjawabkan; (5) Mengetahui alasan kebijakan publik yang
mempengaruhi hajat hidup orang banyak; (6) Mengembangkan ilmu pengetahuan
dan mencerdaskan kehidupan bangsa; dan/atau (7) Meningkatkan pengelolaan dan
pelayananinformasi di lingkungan Badan Publik untuk menghasilkan layanan
informasi.
Atas dasar prinsip tersebut, maka pada dasarnya semua ASN berhak
memberikan informasi, namun dalam prakteknya tidak semua ASN punya
kemampuan untuk memberikan informasi berdasarkan berapa prinsip-prinsip yang
telah diatur.
3. Kompeten
Situasi dunia saat ini dengan cirinya yang disebut dengan “Vuca World”, yaitu
dunia yang penuh gejolak (volatility) disertai penuh ketidakpastian (uncertainty).
Demikian halnya situasinya saling berkaitan dan saling mempengaruhi (complexity)
serta ambiguitas (ambiguity) (Millar, Groth, & Mahon, 2018). Faktor VUCA
menuntut ecosystem organisasi terintegrasi dengan berbasis pada kombinasi
kemampuan teknikal dan generik, dimana setiap ASN dapat beradaptasi dengan
dinamika perubahan lingkungan dan tuntutan masa depan pekerjaan. Karena itu,
adaptasi dengan keahlian baru perlu dilakukan setiap waktu. Sehingga ASN harus
memiliki aspek BerAkhlak, yaitu, berorientasi pelayanan, akuntabel, kompeten,
harmonis, loyal, adaptif, serta kolaboratif.
Sesuai dengan kebijakan Undang Undang ASN Nomor 5 Tahun 2014, prinsip
dasar dalam pengelolaan ASN yaitu berbasis merit. Dalam hal ini seluruh aspek
pengelolaan ASN harus memenuhi kesesuaian kualifikasi, kompetensi, dan kinerja.
Termasuk dalam pelaksanaanya tidak boleh ada perlakuan diskriminatif, seperti
karena hubungan agama, kesukuan atau aspek-aspek primodial lainnya yang
bersifat subyektif.
Untuk pembangunan ASN setidaknya terdapat 8 (delapan) karakateristik yang
dianggap relevan bagi ASN dalam menghadapi tuntutan pekerjaan saat ini dan
kedepan. Kedelapan karakterisktik tersebut meliputi: integritas, nasionalisme,
profesionalisme, wawasan global, IT dan Bahasa asing, hospitality, networking, dan
entrepreneurship.
Sedangkan dalam hal peningkatan kompetensi ASN, dapat dilakukan dengan
cara, diantaranya:
1. Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang selalu
berubah adalah keniscayaan.
2. Pendekatan pengembangan mandiri ini disebut dengan Heutagogi atau
disebut juga sebagai teori “net-centric”, merupakan pengembangan
berbasis pada sumber pembelajaran utama dari Internet.
3. Perilaku lain ASN pembelajar yaitu melakukan konektivitas dalam basis
online network.
4. Sumber pembelajaran lain bagi ASN dapat memanfaatkan sumber
keahlian para pakar/konsultan, yang mungkin dimiliki unit kerja atau
instansi tempat ASN bekerja atau tempat lain.
5. Pengetahuan juga dihasilkan oleh jejaring informal (networks), yang
mengatur diri sendiri dalam interaksi dengan pegawai dalam organisasi
dan atau luar organisasi.
4. Harmonis
Indonesia adalah negara yang kaya akan keberagaman sosial-budaya yang
membentuk satu kesatuan/negara. Kondisi itu dipengaruhi karena kondisi letak
geografis Indonesia yang berada di persimpangan dua benua dan samudra. Hal
tersebut mengakibatkan terjadinya percampuran ras, suku bangsa, agama, etnis
dan budaya yang membuat beragamnya suku bangsa dan budaya diseluruh
indonesia.untuk menyatukan semua perbedaan tersebut dibutuhkan sikap
nasionalisme yaitu pandangan tentang rasa cinta yang wajar terhadap bangsa dan
negara, dan sekaligus menghormati bangsa lain.
Sikap nasionalisme dan harmonisasi akibat dari keberagaman tersebut tidak
hanya dibutuhkan dalam konsep kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi juga
sangat dibutuhkan dalam dunia kerja agar tujuam dan cita-cita bangsa dan
diwujudkan dengan semangat persatuan dan kesatuan yang melahirkan kondisi
harmonis dalam lingkungan kerja.
Oleh karena itu, sikap ASN dalam menghadapi keanekaragaman yang ada harus
memiliki pengetahuan mengenai kenekaragaman bangsa dan budaya, sejarah
pergerakan bangsa dan negara, konsep dan teori nasionalisme berbangsa, serta
potensi dan tantangannya maka sebagai ASN harus memiliki sikap dalam
menjalankan peran dan fungsi pelayanan masyarakat. ASN bekerja dalam
lingkungan yang berbeda dari sisi suku, budaya, agama dan lain-lain.
Sehingga dalam hal ini ASN juga memiliki tanggungjawab besar dalam perilaku
dan etika untuk mewujudkan harmonisasi dalam pelayanan sebagai salah satu
kunci sukses kinerja suatu organisasi yang berawal dari suasana tempat kerja.
Energi positif yang ada di tempat kerja bisa memberikan dampak positif bagi
karyawan yang akhirnya memberikan efek domino bagi produktivitas, hubungan
internal, dan kinerja secara keseluruhan. Walaupun pada kenyataannya dalam
mewujudkan suasana harmonis tidaklah mudah. Karena itu, sangat dibutuhkannya
kontribusi nyata ASN untuk mewujudkan harmonisasi tersebut terutama dalam
memberikan pelayanan dan lingkungan kerja.
5. Loyal
Berdasarkan surat edaran menteri pendayagunaan aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2021 tanggal 26 Agustus 2021 tentang
Implementasi Core Values dan Employer Branding ASN. Nilai “Loyal” atau disebut
mutu dari sikap setia, dianggap penting dan dimasukkan menjadi salah satu core
values yang harus dimiliki dan diimplementasikan dengan baik oleh setiap ASN.
Karena pentingnya hal tersebut, banyak ketentuan yang mengatur. mengenai hal
tersebut.
Loyalitas merupakan pada dasarnya merupakan suatu hal yang bersifat
emosional, yang dapat diukur dari ketaatan terhadap peraturan; bekerja dengan
integritas; tanggungjawab terhadap organisasi; kemauan bekerja sama; rasa
memiliki yang tinggi; hubungan antar pribadi; kesukaan terhadap pekerjaan;
keberanian mengutrakan pendapat serta menjadi teladan bagi pegawai yang lain.
Untuk membangun perilaku loyal, dapat dilakukan dengan konteks umum
dengan membangun rasa kecintaan dan memiliki, meningkatkan kesejahteran,
memenuhi kebutuhan rohani, memberikan peningkatan kesempatan karir dan
melakukan evaluasi secara berkala; memantapkan wawasan kebangsaan; serta
meningkatkan sikap nasionalisme.
6. Adaptif
Kata Adaptif pada dasarnya berarti mudah menyesuaikan diri dengan keadaan.
Sedangkan adaptasi merupakan kemampuan alamiah dari makhluk hidup.
Organisasi dan individu memiliki kebutuhan beradaptasi selayaknya makhluk
hidup, untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya.
Kemampuan beradaptasi juga memerlukan adanya inovasi dan kreativitas yang
ditumbuhkembangkan dalam diri individu maupun organisasi. Di dalamnya
dibedakan mengenai bagaimana individu dalam organisasi dapat berpikir kritis
versus berpikir kreatif. Dalam pemerintahan, budaya adaptif merupakan budaya
organisasi di mana ASN memiliki kemampuan menerima perubahan, termasuk
penyelarasan organisasi yang berkelanjutan dengan lingkungannya, juga perbaikan
proses internal yang berkesinambungan.
Pada level organisasi, karakter adaptif diperlukan untuk memastikan
keberlangsungan organisasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Penerapan
budaya adaptif dalam organisasi memerlukan beberapa hal, seperti tujuan
organisasi, tingkat kepercayaan, perilaku tanggung jawab, unsur kepemimpinan dan
lainnya dan juga memerlukan adanya inovasi dan kreativitas yang mesti
ditumbuhkembangkan dari individu maupun organisasi
Budaya adaptif sebagai budaya ASN merupakan kampanye untuk membangun
karakter adaptif pada diri ASN sebagai individu yang menggerakkan organisasi
untuk mencapai tujuannya. Dalam hal ini, diperlukan juga sebuah adaptive
leadership dalam lingkungan yang kompleks, sehingga pemimpin akan berperan
lebih dari sebagai ‘pahlawan’ yang menjadi figure tersendiri yang mencoba
mengontrol dan mengemudikan organisasi, namun juga sebagai katalisator dan
fasilitator.
Selanjutnya, dalam proses mewujudkan perilaku adaptif, terdapat berbagai jenis
tantangan yang tidak menutup kemungkinan untuk dihadapi, salah satu
tantangannya adalah situasi VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, dan
Ambiguity). Maka untuk memecahkan masalah tersebut perlu dihadapi Volatility
dengan Vision, hadapi uncertainty dengan understanding, hadapi complexity dengan
clarity, dan hadapi ambiguity dengan agility.
7. Kolaboratif
Kolaborasi merupakan “ value generated from an alliance between two or more
firms aiming to become more competitive by developing shared routines”. Dalam
istilah lainnya kolaborasi dikenal dengan collaborative governance yaitu “proses
yang melibatkan norma bersama dan interaksi saling menguntungkan antar aktor
governance”. dalam artian sempit, Collaborative governance yakni merupakan
kelompok aktor dan fungsi. Selain itu, Kolaborasi juga sering dikatakan meliputi
segala aspek pengambilan keputusan, implementasi sampai evaluasi.
Pada collaborative governance pemilihan kepemimpinan harus tepat yang mampu
membantu mengarahkan kolaboratif dengan cara yang akan mempertahankan tata
kelola stuktur horizontal sambil mendorong pembangunan hubungan dan
pembentukan ide. Selain itu, Kolaboratif harus memberikan kesempatan kepada
berbagai pihak untuk berkontribusi, terbuka dalam bekerja sama dalam
menghasilkan nilai tambah, serta menggerakan pemanfaatan berbagai sumber daya
untuk tujuan bersama.
Adapaun bentuk kolaborasi sebagaimana yang diungkapkan oleh Esteve et al
(2013 p 20), terdapat beberapa jenis kolaborasi antar organisasi , yaitu:
1. Kerjasama Informal;
2. Perjanjian Bantuan Bersama;
3. Memberikan Pelatihan;
4. Menerima Pelatihan;
5. Perencanaan Bersama;
6. Menyediakan Peralatan;
7. Menerima Peralatan;
8. Memberikan Bantuan Teknis;
9. Menerima Bantuan Teknis;
10. Memberikan Pengelolaan Hibah; dan
11. Menerima Pengelolaan Hibah.
Kolaborasi pada dasarnya dilakukan untuk mencapai keberhasilan antar
lembaga. Adapun yang mempengaruhi keberhasilan tersebut, terutama dalam
kolaborasi antar lembaga pemeritah adalah kepercayaan, pembagian kekuasaan,
gaya kepemimpinan, strategi manajemen dan formalisasi pada pencapaian
kolaborasi yang efisien dan efektif antara entitas publik. Namun, dalam hal ini
bukan berarti tidak ada faktor yang menghambat. Dalam penelitian Astari dkk
(2019) menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang dapat menghambat kolaborasi
antar organisasi pemerintah yaitu: ketidakjelasan batasan masalah karena
perbedaan pemahaman dalam kesepakatan kolaborasi. Selain itu, dasar hukum
kolaborasi juga tidak jelas.
Agenda III
1. SMART ASN
Untuk pembangunan SDM, presiden mengarahkan agar talenta digital, literasi
digital berperan penting untuk meningkatkan kemampuan kognitif sumber daya
manusia di Indonesia agar keterampilannya tidak hanya sebatas mengoperasikan
gawai. Kerangka kerja literasi digital terdiri dari kurikulum digital skill, digital safety,
digital culture, dan digital ethics. Untuk mendukung transformasi digital tersebut,
setidaknya ada 5 langkah yang harus dijalankan, diantaranya:
1. Perluasan akses dan peningkatan infrastruktur digital.
2. Persiapkan betul roadmap transportasi digital di sektorsektor strategis,
baik di pemerintahan, layanan publik, bantuan sosial, sektor pendidikan,
sektor kesehatan, perdagangan, sektor industri, sektor penyiaran.
3. Percepat integrasi Pusat Data Nasional sebagaimana sudah dibicarakan.
4. Persiapkan kebutuhan SDM talenta digital.
5. Persiapan terkait dengan regulasi, skema-skema pendanaan dan
pembiayaan transformasi digital dilakukan secepat-cepatnya.