Anda di halaman 1dari 58

AYAH

Sebuah Sandiwara Tragedi

Oleh

FLORIAN ZELLER
Diterjemahkan dari bahasa Prancis ke bahasa Inggris oleh Christopher Hampton
Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia oleh Naufal Mahdi

Para Tokoh

Drisana

Amir

Andra

Dayita

Indali

Surendra

(Nama Tokoh telah diganti untuk keperluan FTMI)


Satu

Apartemen Amir.

Drisana Ayah? Apa yang terjadi?


Amir Tidak ada.
Drisana Yah.
Amir Apa?
Drisana Beritahu aku.
Amir Seperti yang kau lihat. Tidak ada yang terjadi.
Drisana Tidak ada yang terjadi?
Amir Sama sekali tidak ada. Kau menuduhku seolah sesuatu telah terjadi bahwa ....
Tapi tidak ada yang terjadi. Tidak sama sekali
Drisana Sungguh?
Amir Tidak ada.
Drisana Aku sudah meneleponnya.
Amir Lalu? Apakah itu membuktikan sesuatu?
Drisana Wanita itu pergi dengan tangis.
Amir Siapa?
Drisana Kau tidak bisa terus bersikap seperti ini.
Amir Ini apartemenku, bukan? Maksudku, ini luar biasa. Aku sama sekali tidak
mengetahui siapa wanita ini. Aku tak pernah memintanya melakukan sesuatu.
Drisana Dia di sini untuk membantumu.
Amir Untuk apa? Aku tak membutuhkannya. Aku tak membutuhkan siapa pun.
Drisana Dia mengatakan bahwa kau menyebutnya pelacur. Dan aku tak tahu apa lagi
yang kau katakan padanya.
Amir Ha?
Drisana Ya.
Amir Mungkin. Aku tak ingat.
Drisana Dia menangis.
Amir Apa, hanya karna aku menyebutnya ...
Drisana Tidak. Itu karena kau … Sebenarnya kau … (memperagakan adegan
pemukulan)
Amir Aku?
Drisana Ya. Dengan batang gorden.
Amir Dengan batang gorden … Omong kosong macam apa ini?
Drisana Itu yang dia katakan padaku. Dia mengatakan bahwa kau mengancamnya. Secara
fisik.
Amir Wanita ini membuatku sangat marah, Drisana. Dengan batang gorden …
Apakah kau percaya aku melakukannya? Maksudku … Sangat jelas dia tidak
mengerti apa yang dia katakan. Secara fisik? Dengan … Tidak, memang lebih
baik jika dia pergi saja. Dia benar-benar membuat aku marah. Lebih baik dia
pergi. Percaya saja. Terlebih karena …
Drisana Karena apa?
Amir Mm? Dengar … jika kau ingin tahu kejadiannya, aku menduga dia adalah …
Drisana Dia apa?
Amir Dia itu …
Drisana Dia kenapa?
Amir (Berbisik) Saya tidak ingin memberitahumu, tapi aku menduga dia itu ...
Drisana (dengan sangat tidak sabar) Dia kenapa, Ayah?
Amir Dia mencuri sesuatu.
Drisana Sari? Tentu saja tidak. Apa yang kau katakan itu?
Amir Asal kau tahu ya. Dia mencuri jam tanganku.
Drisana Jam tanganmu?
Amir Benar.
Drisana Bukankah kemungkinan jamnya hilang?
Amir Tidak, tidak, tidak. Memang aku telah curiga. Jadi aku membuat perangkap
untuknya. Kusimpan jam tanganku di suatu tempat, yang terbuka, untuk melihat
apakah dia mengambilnya.
Drisana Di mana? Di mana kau menyimpannya?
Amir Mm? Di suatu tempat. Tak ingat. Yang kutahu hanyalah bahwa jamku sudah
tidak ada. Sudah tidak ada. Aku tak bisa menemukannya, itulah buktinya.
Wanita itu mencurinya dariku. Aku mengetahuinya. Jadi, ya, mungkin saja
aku menyebutnya ... Seperti yang telah kau katakan itu. Bisa jadi. Mungkin
aku sedikit jengkel. Baiklah. Itu pun kalau kau suka dengan penjelasan ini.
Tapi, yang benar saja Drisana, batang gorden, tenanglah … Sinting, percayalah.

Drisana duduk. Dia tampak lelah

Amir Ada apa?

Drisana Aku tak tahu harus berbuat apa.


Amir Mengenai apa?
Drisana Kita harus cerita, Yah.
Amir Inilah yang kita lakukan, bukan?
Drisana Maksudku secara serius.
jeda.
Ini sudah yang ketiga kalinya kau ...
Amir Kubilang, aku tak butuh dia! Aku tak butuh siapa pun! Aku bisa mengurus
diriku sendiri dengan baik!
Drisana Sulit menemukan orang seperti dia. Tidak segampang itu. Kupikir dia sangat
baik. Dengan banyak keterampilan. Dia … kini dia tak ingin bekerja di sini lagi.
Amir Kau tidak mendengar apa yang telah kukatakan. Wanita itu mencuri jam
tanganku! Jam tanganku, Drisana! Aku telah memilikinya selama bertahun-tahun.
Bertahun-tahun! Barang itu sangat berharga. Jam tangan itu … aku tak ingin
tinggal bersama pencuri.
Drisana (kelelahan) Sudahkah kau mencarinya di lemari dapur?
Amir Apa?
Drisana Di lemari dapur. Di belakang pemanggang. Kau menyimpan barang
berhargamu di sana.
jeda.
Amir (merasa ngeri) Bagaimana bisa kau mengetahuinya?
Drisana Apa?
Amir Bagaimana bisa kau mengetahuinya?
Drisana Kutebak saja. Sudahkah kau mencari jam tanganmu di sana?
Amir Mm? Ya. Ku … kurasa begitu.
Dia mengernyitkan kening.
Drisana Ayah, kau harus mengerti aku tak bisa ke sini tiap hari. Memang …
Amir Siapa juga yang mau?
Drisana Memang begitulah adanya. Aku tak bisa meninggalkanmu sendirian.
Amir Apa yang kau katakan itu? Kau menghinaku.
Drisana Tidak, itu bukan penghinaan. Kau harus menerima bahwa kau membutuhkan
seseorang. Untuk berbelanja. Belum lagi … untuk hal yang lain. Aku tak bisa
melakukannya lagi.
Amir Apa kau pernah memeriksa lemariku?
Drisana Apa?
Amir Drisana. Jujurlah. Apa kau pernah memeriksa lemariku?
Drisana Tidak.
Amir Lalu, mengapa kau mengetahuinya … maksudku … bahwa aku kadang …
dengan barang-barang berhargaku … ketika aku … Ya. Singkatnya,
bagaimana bisa kau tahu?
Drisana Aku tak ingat. Bisa jadi aku membukanya secara tidak sengaja.
Amir terlihat terkejut. Dia bergegas menuju dapur.
Mau ke mana?
Amir keluar.
Aku tak menyentuh apa pun, Ayah. Tenang saja. Kau mendengarku? Ayah?
Aku tak menyentuh apa pun. (bicara dengan dirinya sendiri.) Kita tak bisa
terus seperti ini. Tak bisa. Bukan seperti ini … Kita tidak mungkin …
mengapa kau tidak bisa mengerti?
Dia kembali memegang jam tangannya.
Kau menemukannya?
Amir Menemukan apa?
Drisana Jam tanganmu.
Amir Oh. ya.
Drisana Kini kau menyadari Sari tidak ada sangkut pautnya dengan ini.
Amir Itu karena aku menyembunyikannya. Untung saja. Tepat waktu. Kalau tidak,
aku akan bicara denganmu tanpa mengetahui jam berapa sekarang. Sekarang
jam lima, kalau kau mau tahu. Aku sendiri mau tahu. Maaf kalau aku terlihat
sesak. Aku ingin tahu tepatnya di mana aku sepanjang hari. Aku selalu
memakainya, kau tahu. Jika jamku hilang, aku akan kebingungan.
Drisana Sudahkah kau meminum obatmu?
Amir Ya. Tapi, mengapa kau … mengapa kau menatapku seolah ada sesuatu yang salah
terjadi. Semuanya baik-baik saja, Drisana. Dunia berubah. Tapi kau selalu seperti
itu. Selalu khawatir. Bahkan tanpa alasan. Ibumu juga seperti itu. Selalu
ketakutan. Selalu punya cara untuk takut. Tapi dunia tidak bekerja seperti itu.
Baiklah, oke … Kau akan mengatakan bahwa ada semacam … bahwa bayang-
bayangku terus berdatangan. Tapi lebih sering tidak. Kau mengerti maksudku?
Itulah yang harus kau mengerti. Nah, adikmu, dia selalu lebih ... sedikit lebih ...
... dia tidak suka menghawatirkan sesuatu. Maksudku, dia membiarkanku
seperti ini. Ngomong-ngomong, di mana dia?
Drisana Saya harus pindah, Ayah.
Amir Pindah, maksudmu …
Drisana Tinggal di suatu tempat.
Amir Ya. Mengapa tidak. Terdengar menarik.
Drisana Aku harus meninggalkan Paris.
Amir Benarkah? Mengapa?
Drisana Kita pernah bicara soal ini. Kau ingat kan?
Jeda singkat.
Amir Apakah ini alasan mengapa kau begitu ingin perawat ini tinggal bersamaku?
Apakah itu alasannya, Drisana?
Jeda singkat.
Oh, jelas begitu. Seseorang telah lepas tanggung jawab.
Drisana Aku tak akan tinggal di sini, Ayah. Kau harus mengerti itu.
Amir Kau akan pergi?
jeda.
Kapan? Maksudku ... kenapa?
Drisana Aku telah bertemu seseorang.
Amir Kau?
Drisana Ya.
Amir Maksudmu … pria?
Drisana Ya.
Amir Benarkah?
Drisana Kau tidak perlu terkejut.
Amir Tidak, apa sebabnya karena … sejak suamimu … Siapa namanya?
Drisana Antoine.
Amir Ya, betul. Kau harus mengakui, sejak Antoine, tak banyak yang … Ngomong-
ngomong apa pekerjaannya?
Drisana Dia tinggal di London. Aku akan ke sana dan tinggal dengannya.
Amir Apa, kau? Di London? Kau tidak akan melakukan itu, bukan, Drisana?
Maksudku, yang benar saja … Di sana selalu hujan!
Jeda.
Apakah aku mengenalnya?
Drisana Ya. Kau telah bertemu dengannya.
Amir Apakah kau yakin?
Drisana Ya, Ayah. Sudah sering.
Amir Oh?
Jeda. Dia berusaha mengingatnya.
Jadi, jika aku tidak salah ingat, kau akan meninggalkanku. Bukankah begitu?
Kau menelantarkanku
Drisana Ayah …
Amir Apa yang akan terjadi padaku?
Jeda.
Mengapa dia tidak datang saja ke Paris.
Drisana Dia kerja di sana.
Amir Bagaimana dengan pekerjaanmu?
Drisana Aku bisa bekerja dari rumah. Aku tidak harus berada di Paris.
Amir Aku mengerti.
Drisana Kau tahu, ini sangat penting untukku. Kalau tidak, aku tidak akan ke sana. Aku
… Aku sangat mencintainya.
Jeda. Ayahnya tak berkata apa-apa
Aku akan datang sekali-kali. Di akhir pekan. Tapi aku tak bisa
meninggalkanmu sendirian di sini. Itu tidak mungkin. Itulah alasannya. Jika
kau tidak peduli, aku akan ...
Amir Akan apa?
jeda.
Akan apa?
Drisana Kau harus mengerti, ayah.
Amir Kau akan melakukan apa?
Dia merendahkan matanya. Jeda
Drisana … Kau akan melakukan apa?
jeda.
Blackout.
Dua
Ruang yang sama. Amir sendiri
Amir Aku harus menemukan nomor lawyer itu. Dan menelponnya. Ya. Seumur-
umur, aku tidak pernah diperlakukan seperti … seperti ini. Tidak, saya harus
menghubungi … Ya. Seorang pengacara. Putriku sendiri ... putriku sendiri ...
Seorang pria tiba-tiba muncul.
Andra Semuanya baik-baik saja?
Amir Maaf?
Andra Semuanya baik-baik saja?
Amir Apa yang kau lakukan?
Andra Maaf?
Amir Apa yang kaulakukan di sini? Apa yang kau lakukan di apartemenku?
Andra Amir, ini aku … Surendra.
Amir Apa?
Andra Apa kau tidak mengenalku? Ini aku, Surendra …
Amir Siapa? Apa yang kau lakukan di sini?
Andra Aku tinggal di sini.
Amir Kau?
Andra Ya.
Amir Kau tinggal di sini?
Andra Ya.
Amir Kau tinggal di apartemenku? Ini semakin tidak jelas. Omong kosong macam
apa ini?
Andra Aku akan menelepon Drisana.
Dia berjalan menuju telepon.
Putrimu …
Amir Terima kasih, ya, Aku tahu siapa Drisana! Kau mengenalnya?
Jeda sejenak.
Kau berteman dengannya?
Tak ada jawaban.
Aku berbicara denganmu. Apakah kau mengenal Drisana?
Andra Aku suaminya?
Amir (tertangkap basah) Benarkah?
Andra Ya.
Amir Suaminya? tapi … sejak kapan?
Andra Sudah mau sepuluh tahun.
Dia menekan sebuah nomor
Amir (mencoba menyembunyikan kekecewaannya) Ah, ya. Tentu saja. Ya, ya.
Pastinya. Sudah sepuluh tahun? Waktu berlalu begitu cepat … tapi kukira …
kukira kalian sudah bercerai?
Andra Siapa? Aku dan Drisana?
Amir Ya. Memang begitu kan?
Andra Tidak.
Amir Kau yakin? Maksudku, maksudku … kau benar-benar yakin?
Andra Ya, Amir.
Amir Tapi yang tentang Inggris itu? Bukankah dia seharusnya berangkat ke London,
untuk … begitu kan?
Andra (Menelpon) Halo, sayang. Ya, ini aku. Katakan saja. Apakah kau akan segera
selesai? Tidak, tidak masalah. Hanya saja ayahmu sedang tidak baik-baik saja.
Aku rasa dia ingin bertemu denganmu. Ya. Baiklah. Kami akan menunggumu.
Sampai jumpa. Ya. Jangan lama-lama. Tidak, tidak. Aku mencintaimu.
Dia menutup telpon.
Dia akan segera kemari. Dia pergi berbelanja. Tunggu saja.
Amir Dia ingin pergi ke London. Dia mengatakannya beberapa hari yang lalu.
Andra Ke London?
Amir Ya.
Andra Apa yang akan dia lakukan di sana?
Amir Dia bertemu pria Inggris.
Andra Drisana?
Amir Ya.
Andra Kurasa tidak, Amir.
Amir Ya, mereka telah berkenalan. Dia memberitahuku beberapa hari yang lalu, aku
tidak tolol. Katanya dia akan pindah. Ke London dan tinggal berdua. Aku
bahkan ingat pernah berkata padanya itu merupakan ide buruk, karena hujan
tak pernah berhenti di sana. Apakah kau tak tahu tentang hal ini?
Andra Tidak.
Amir Oops.
Andra Apa?
Amir Apakah aku terlalu lancang?
Jeda sejenak.
(kepada dirinya.) Aku terlalu lancang.
Andra Tidak, tidak, tak usah khawatir. Dia belum memberitahuku soal itu, tapi aku
yakin dia akan segera melakukannya …
Amir Kau sama sekali tidak mengetahui tentang pria Inggris itu?
Andra (tergelitik) Tidak.
Amir cup cup…
Jeda. Dia menepuk bahu Andra.
Tak apa. Tegarlah. Bagaimana pun juga, cepat atau lambat, mereka tetap akan
pergi. Aku berbicara berdasarkan pengalaman.
Jeda sejenak
Andra Kau mau minum sesuatu sementara kita menunggunya? Mau segelas air saja? Atau
jus buah?
Amir Tidak, tapi maksudku … Apa ya yang ingin aku sampaikan? Oh, ya, itu dia,
aku ingat sekarang.
Andra Apa?
Amir Itu karena gadis itu …
Andra Gadis yang mana?
Amir Yang perawat itu …
Andra Indali?
Amir Aku lupa namanya. Gadis yang istrimu bersikeras serahkan kepadaku. Seorang
perawat. Kau mengetahuinya? Seolah aku tak bisa mengurus diriku sendiri …
katanya aku butuh bantuan soal ini … padahal aku bisa dengan sangat baik
mengurus diriku sendiri. Bahkan jika dia harus pergi keluar negeri. Aku tak
mengerti mengapa dia bersikeras untuk … Perhatikan aku. Tidak, perhatikan
aku dengan baik …
Dia berusaha mengingat sebuah nama
Andra Surendra.
Amir Ya, betul, Surendra. Perhatikan dengan baik. Aku masih bisa mengurus diriku.
Benarkan? Aku tidak sepenuhnya … Mm? kau setuju? Aku tidak … (dia
membungkuk seperti orang tua.) Apakah aku begitu? Kau setuju? Lihatlah, aku
masih bisa menggerakkan lenganku, kan? (dia menggambarkan
kemampuannya) dan kakiku. Juga tanganku. Faktanya semuanya masih
berfungsi dengan baik. Kau setuju? Tentu saja kau setuju? Tapi bagi dia? Aku
tak mengerti dari mana obsesi itu datang. Obsesi bodoh ini, benar-benar
konyol. Konyol. Sebenarnya, dia tak pernah tahu cara mengatasi situasi. Tidak
pernah. Itulah masalahnya. Dia selalu seperti itu. Sudah dari sejak kecil. Dia
tidak begitu cemerlang. Tidak begitu … Kau setuju? Tidak begitu cerdas.
Turunan dari ibunya.
Andra Kurasa dia mencoba melakukan hal terbaik untukmu, Amir.
Amir Yang terbaik, yang terbaik … aku tak pernah meminta apa pun darinya. Dia
merencanakan sesuatu untukku. Aku tak tahu apa. Tapi dia sedang
merencanakan sesuatu. Dia merencanakan sesuatu, itulah yang kutahu. Aku
menduga dia ingin membawaku ke panti … Ya, dia menginginkannya. Panti
… (dia menampilkan wajah yang merepresentasikan pria tua.) Aku telah
menyaksikan tanda-tandanya. Itulah yang ada di benaknya. Dia nyaris
mengatakannya beberapa hari yang lalu. Tapi biar aku perjelas sekali lagi: aku
tidak akan meninggalkan apartemenku! Aku tidak akan meninggalkannya!
Andra Ini bukan apartemenmu, Amir.
Amir Maksudnya?
Andra Kalau kau ingat, kau pindah ke mari, maksudku kau pindah ke tempat kami
sementara menunggu ...
Amir Apa?
Andra Ya. Sampai didapat seseorang yang bisa merawatmu … Karena kau berseteru
dengan yang terakhir ... dengan Sari.
Amir Benarkah?
Andra Ya. Apa kau lupa? Itulah alasan mengapa kau ada di tempat kami. Sembari
menunggu.
Jeda. Amir terlihat tersesat
Amir Jadi, Antoine …
Andra Surendra.
Amir Ya. Jadi menurutmu aku sedang berada di tempatmu?
Andra Ya.
Amir tertawa dan memutar bola matanya ...
Amir Kini aku telah mengetahui semuanya.
Pintu terbuka. Seorang wanita masuk membawa barang belanjaan. Bukan Drisana.
Dayita Aku mencoba secepat mungkin kemari. Semua baik-baik saja? Apa yang
terjadi?
Andra Tidak banyak. Ayahmu hanya sedikit kebingungan. Kurasa dia ingin ... Bukan?
Ingin menemuimu.
Dayita Ada yang salah? Apa kau baik-baik saja, Ayah?
Dia tidak mengenalnya.
Yah?
Amir Aku …
Dayita Ya?
Amir Omong kosong macam apa ini?
Dayita Apa maksudmu?
Amir Mana Drisana?
Dayita Maaf?
Amir Drisana. Mana dia?
Dayita Aku di sini, Ayah, Aku di sini.
Dia menyadari Amir tidak mengenalinya. Dia menatap cemas ke arah pria itu.
Tadi aku pergi belanja. Sekarang aku kembali. Aku di sini, semuanya akan
baik-baik saja.
Amir Ya … aku mengerti … Tapi … Kau beli apa?
Dayita Ayam. Enak bukan? Apa kau lapar?
Amir Mengapa tidak?
Dia tampak tersesat. Dan muram.
Andra Sini, biar aku saja. Aku akan mengurus semuanya.
Dayita Makasi.
Andra mengambil kantong belanjaan dan melangkah ke dapur. Jeda.
Surendra menelponku. Katanya kau sedang tidak baik-baik saja?
Amir Aku merasa sehat. Kecuali … ada sesuatu yang tidak masuk akal
… tentang semua ini. Maksduku ...
Dayita Apa?
Amir Sulit dijelaskan. Sulit. Kau tidak akan mengerti.
Dayita Belum kau coba.
Amir Tidak!
Jeda.
Dayita Kau tampak khawatir.
Amir Aku?
Dayita Ya. Kau tampak khawatir. Apa semuanya baik-baik saja?
Amir Semua baik-baik saja. Hanya saja ...
Dayita Hanya apa?
Amir (kesal) Tadi aku duduk di sana. Duduk dengan tenang di kamar lukis mencari
nomor telepon, dan tiba-tiba suamimu datang, lalu ...
Dayita Siapa?
Amir Suamimu.
Dayita Suami yang mana?
Amir Mm? Suamimu, sayangku. Bukan suamiku.
Dayita Antoine?
Amir Suamimu.
Dayita Ayah, aku belum menikah.
Amir Maaf?
Dayita Aku bercerai lebih dari lima tahun yang lalu. Apa kau lupa?
Amir Apa? Baiklah, lalu siapa dia?
Dayita Siapa?
Amir Apa kau sengaja melakukan ini? Yang kumaksud adalah ... Dia. Yang baru saja
pergi membawa ayam.
Dayita Ayam? Apa yang kau maksud itu, Ayah?
Amir Di sini, hanya beberapa menit yang lalu. Apa kau tidak memberikan ayam
kepada seseorang.
Jelas si wanita tidak mengetahui apa yang Amir katakan.
Ayamnya! Beberapa menit yang lalu kau memegang ayam, masa tidak?
Seekor Ayam! Seekor Ayam!
Dayita Ayam apa? Ayah, apa yang kau katakan itu?
Amir Aku khawatir padamu Drisana.
Dayita Aku?
Amir Percayalah, aku khawatir padamu. Tidakkah kau ingat? Dia tidak ingat. Apa
daya ingatmu rusak, atau bagaimana? Sebaiknya kau pergi dan bertemu seseorang,
wanita tua. Aku berbicara tentang sesuatu yang terjadi bukan dua menit yang lalu.
Aku bisa menghitungnya.
Dia memeriksa jam tangannya yang masih di pergelangannya.
Bukan dua menit yang lalu. Ya. Aku bisa menghitungnya. Ayam untuk makan
malam. Yang kau bawa itu.
dia menuju ke dapur
Dayita Kurasa kau keliru, Ayah. Tak ada orang di dapur.
Amir Ha, ini sangat aneh. Dia ada di sana dua menit yang lalu.
Dayita Siapa?
Amir keluar sebentar
Ayah …
Dia kembali.
Amir Dia menghilang.
Dia menatap ke sekeliling.
Dia pasti sembunyi di suatu tempat.
Dayita (tersenyum) laki-laki yang punya ayam?
Amir Suamimu. Kengapa kau senyum-senyum? Mengapa kau senyum-senyum?
Dayita Tidak. Maaf.
Amir Semua omong kosong ini membuatku gila.
Dayita Tenanglah.
Amir Kau menyuruhku tenang?
Dayita Ya. Kemarilah.
Amir Ada sesuatu yang lucu terjadi. Percayalah, Drisana, Sesuatu yang lucu sedang
terjadi!
Dayita Sini duduklah di dekatku. Sini …
Amir duduk di sofa. Dia kesal. Wanita itu senyum-senyum padanya dan menggenggam
tangannya.
Tak usah khawatir. Semua akan selesai dengan sendirinya. Mm?
Amir Aku tak tahu.
Dayita (dengan lembut) Ya, pasti. Tak usah khawatir. Sudah kau minum obatmu?
Amir Apa itu berhubungan dengan semua ini?
Dayita Aku akan mengambilkan obatmu. Dosis malam. Setelah itu kau akan merasa
baikan.
Amir Sudah beberapa kali hal ini terjadi. Hal-hal aneh terjadi di sekitar kita.
Tidakkah kau menyadarinya. Laki-laki itu mengatakan bahwa ini bukan
apartemenku. Pria yang sangat tidak sopan. Terlihat seperti suamimu. Tapi dia
lebih buruk. Di apartemenku, kau mengerti? Ini sudah keterlaluan. Bukankah
begitu? Di apartemenku. Kata dia ... Tapi ... Ini apartemenku, bukan? Mm?
Drisana ... Ini apartemenku?
Dia tersenyum kepada Amir tanpa menjawabnya. Dia sedang menyiapkan obat untuk Amir.
Bukankah begitu?
Jeda sejenak.
Katakanlah, Drisana, ini adalah apartemenku, bukan?
Jeda. Dia memberikan obat kepada Amir. Hening.
Blackout.
Tiga
Secara bersamaan, ruang yang sama sekaligus ruang yang berbeda. Beberapa properti
dihilangkan: seiring berjalannya adegan, set melepaskan elemen-elemen tertentu, hingga
menjadi ruang yang kosong dan netral. Drisana sendirian di dalam kamar. Dia sedang
menelepon.
Drisana Tidak, dia akan datang sebentar lagi. Aku tahu. Semoga kali ini berhasil. Ya.
Kau tak bisa membayangkan betapa ... sulit semua ini. Beberapa hari yang lalu
dia bahkan tak mengenaliku. Aku tahu. Aku tahu. Beruntung kau di sana. Ya.
Ya. Tidak, sudah tak ada solusi lain.
Tiba-tiba, bel berbunyi.
Ah, belnya berbunyi. Ya. Itu pasti dia. Ya. Su ...Sudah ya. Baiklah. Aku
mencintaimu. Aku juga. Aku juga.
Dia menutup telepon. Dia pergi menjawab belnya. Pintu terbuka: itu Indali.
Halo.
Indali Halo. Aku tidak telat, kan?
Drisana Tidak. Tidak. Sama sekali tidak. Masuklah. Mari.
Indali masuk.
Indali Terima kasih.
Drisana Aku telah menunggumu. Mari. Terima kasih sudah datang hari ini.
Indali Tidak apa-apa.
Drisana Ayahku sedang di kamarnya. Aku ... aku akan memanggilnya. Kau mau minum
apa?
Indali Tak usah, terima kasih.
Drisana Buatlah dirimu nyaman. Aku ... Jadi ... seperti yang telah kukatakan, Aku ...
Dia sedikit kesal dengan rencana ...
Indali Tak masalah.
Drisana Ya. Dan itu bisa membuatnya ... Lagi pula, dia sedikit jengkel dengan aku.
Asal kau tahu ini hanya peringatan bahwa dia mampu bereaksi ... secara tidak
terduga.
Indali Apakah dia sudah lama tinggal sendiri?
Drisana Ya. Di sebuah apartemen. Dekat dari sini. Sejauh ini baik-baik saja. Saya masih
bisa mengawasinya tiap hari. Tapi akhirnya, kami harus menyusun rencana lain.
Aku sudah tidak bisa mengatasinya.
Indali Aku mengerti.
Drisana Beberapa pengasuh datang silih berganti. Tapi dia kesulitan dengan mereka.
Dia punya cara sendiri ... Dia agak eksentrik. Ya. Agak eksentrik. Itulah
mengapa aku membawanya ke sini, bersamaku. Kurasa itu akan lebih baik
untuknya. Tapi aku tak bisa melakukannya sendiri. Terlalu berat bagiku. Aku
harus kerja. Aku harus ... Ya. Itulah mengapa aku ... Baiklah, itulah mengapa
aku butuh seseorang yang bisa membantuku.
Pintu ke ruang dalam terbuka. Amir muncul. Dia mengenakan piyama.
Amir Apa aku mendengar bel berbunyi?
Drisana Iya … Ayah, aku ingin memperkenalkanmu dengan Indali.
Indali Bagaimana kabarmu, pak.
Drisana Aku menjelaskan padamu bahwa Indali ke mari agar kalian bisa bertemu.
Amir Halo.
Indali Halo.
Amir Kau … sangat cantik.
Indali Terima kasih.
Amir Tapi aku … Apa kita saling kenal? Kita saling kenal, bukan?
Indali Tidak, kurasa tidak.
Amir Apa kau yakin?
Indali Ya, kurasa begitu.
Amir Aku familiar dengan wajahmu.
Indali Begitu?
Amir Ya. Yakin? Aku punya impresi yang jelas bahwa aku pernah bertemu denganmu
sebelumnya.
Indali Mungkin. Aku tak tahu.
Drisana Nah. Jadi, Indali ke mari mengunjungi kita untuk mendapatkan sedikit gambaran
mengenai bagaimana kehidupanmu dan melihat sejauh mana dia bisa membantu.
Amir Aku tahu, sayang, aku tahu itu. Kau telah mengatakannya ratusan kali.
(Kepada Indali.) Putriku punya kecenderungan mengulang-ulang sesuatu.
Kau pasti tahu itu ... faktor umur. Mau minum apa?
Indali Kau sangat baik, tapi tidak usah.
Amir Yakin? Yang beralkohol? Ini sudah waktunya minum minuman beralkohol,
bukan? Jam berapa ini? Ini jam ... Mana ... ? Mana ... Tunggu dulu ... Mana ...
sebentar, aku segera kembali.
Dia bergerak menuju dapur dan keluar.
Drisana Dia mencari jam tangannya.
Indali Oh?
Drisana Ya. Dia sangat ... tepat waktu. Bahkan saat memakai piyama di siang hari.
Indali Mungkin dia sedang tidur siang
Drisana (sedikit malu) Kuharap begitu. Ya.
Jeda.
Indali Bagaimana pun juga, dia ceria.
Drisana Ya. Tidak selalu. Kelihatannya memang seperti itu, ya, dia ceria. Seperti yang
kukatakan, dia punya cara sendiri.
Indali Ya, itu bagus.
Amir kembali, mengenakan jam tangannya.
Amir Seperti yang tadi kukatakan, waktunya minum. Aku punya dua jam tangan.
Selalu dua. Satu di pergelanganku, satunya lagi dikepalaku. Selalu seperti itu.
Maukah kau minum, nona muda?
Drisana Yah …
Amir Apa? Aku boleh menawarkan sesuatu untuk tamu kita, bukan? Kau suka apa?
Indali Apa yang ingin kau siapkan?
Amir Sedikit wiski.
Indali Baiklah, sama.
Amir Sempurna. Jadi, dua wiski. Dua! Aku tidak menawarimu Drisana. (Ke Indali) Dia
tak pernah minum alkohol. Tak pernah.
Drisana Ya benar.
Amir Tidak pernah. Meski setetes. Itulah mengapa dia terlihat sangat ...
Drisana Sangat apa?
Amir Sadar. Ibunya juga begitu. Ibunya adalah wanita yang ... yang paling sadar
yang pernah kutemui. Sedangkan adiknya ... itu adalah cerita berbeda.
Indali Kau punya dua anak?
Amir Benar. Meskipun aku hampir tidak pernah mendengar kabar yang satunya. Tiara.
Meski begitu, dia adalah kesayangku.
Jeda.
Kau pernah mendengar kabar darinya? Aku tak mengerti mengapa dia tak
pernah berkabar. Tidak pernah. Gadis yang mempesona. Pelukis. Seniman. Ini
wiskimu.
Indali Terima kasih.
Amir Cheers.
Mereka mendentingkan gelas.
Aku telah mempertaruhkan segalanya demi segelas wiski. Bukankah begitu?
Indali Ya, Aku tak bisa seperti itu ...
Amir Benarkah? Apa pekerjaanmu?
Indali Ya, Aku ... aku merawat ... orang lain.
Amir Orang lain?
Indali Ya. Kerjaku adalah menolong orang lain yang membutuhkan pertolongan.
Amir (Kepada Drisana) Kedengarannya seperti salah satu dari gadis yang coba kau
pekerjakan untukku?
Jeda.
Pasti pekerjaan yang sulit, bukan? Menghabiskan waktu sepanjang hari
dengan orang lain ... (dia menampilkan wajah yang lain) apa aku benar? Aku
tak bisa memikirkannya.
Indali Bagaimana denganmu, apa pekerjaanmu?
Amir Aku dulunya penari.
Indali Benarkah?
Amir Ya.
Drisana Yah …
Amir Apa?
Drisana Kau seorang insinyur.
Amir Apa yang kau tahu tentang itu? (kepada Indali.) Tari Tap adalah keahlianku.
Indali Sungguh!
Amir Kau terlihat terkejut.
Indali (tertawa) Ya, sedikit.
Amir Kenapa? Apa kau tak bisa membayangkan aku sebagai penari Tap?
Indali Tentu saja tidak. Hanya saja … aku selalu suka Tari Tap.
Amir Kau juga? Aku masih jago. Kapan-kapan aku akan tunjukkan padamu.
Indali Dengan senang hati.
Dia bangkit, melangkah dengan lunglai. Indali mulai tertawa. Dia berhenti.
Amir Mengapa kau tertawa?
Indali (Masih tertawa) Tidak apa-apa. Maaf. Maaf.
Amir Kau tidak percaya padaku?
Amir juga ikut tertawa?
Indali Tentu saja aku percaya. Hanya saja ...
Amir Apa?
Indali Hanya saja … wiskinya.
Amir Itu dia, aku tahu. Aku tahu kau mengingatkanku pada siapa. Aku tahu dia
mengingatkanku pada siapa.
Drisana Siapa?
Amir Tiara. Ya betul. Tiara, ketika dia seumuran dengannya.
Indali Tiara?
Amir Putriku yang satunya. Yang lebih muda. Dia seperti malaikat. Bukankah
begitu?
Drisana Aku tak tahu.
Amir Ya. Ada kemiripan.
Drisana Mungkin. Sedikit.
Amir Ada kemiripan. Ya.
Indali Ada?
Amir Ya. Kebiasaanmu ... kebiasaan tertawamu yang terbahak-bahak itu.
Semua berhenti tertawa. Jeda.
Kena kau, Ha? Ha ha.
Jeda sejenak.
Begitulah caraku. Aku suka membuat kejutan. Tipe humor yang spesial.
Jeda sejenak.
(tiba-tiba serius.) Kau lihat, situasinya sangat sederhana. Aku telah tinggal di
apartemen ini ... oh, sudah sejak lama. Terikat dengan begitu intim. Aku
membelinya lebih dari tiga puluh tahun yang lalu. Kau bisa bayangkan? Kau
bahkan belum lahir saat itu. Apartemen yang besar. Sangat bagus. Sangat luas.
Dan aku telah bahagia tinggal di sini. Asal kau tahu. Putriku tertarik dengan
apartemen ini.
Drisana Apa yang kau bicarakan itu?
Amir Biar kuperjelas. Putriku berpendapat bahwa aku tak bisa mengurus diriku
sendiri. Jadi, dia pindah bersamaku. Berpura-pura untuk membantu. Dengan
pria yang baru dia temui belum lama ini, tepat selepas perceraiannya, yang
sebenarnya telah merasuki pikirannya. Kalau kau mau tahu.
Drisana Dengar, apa yang kau bicarakan itu, Ayah?
Amir Dan saat ini, dia mau meyakinkan aku bahwa aku tak bisa mengurus diriku
sendiri. Langkah selanjutnya adalah mengirimku ke, aku tak tahu ke mana ...
meskipun, nyatanya, aku tahu di mana. Aku tahu. Jelas sekali, perlahan-lahan
dia ingin mengambil apartemenku.
Drisana Ayah …
Amir Tapi tidak akan terjadi hal seperti itu. Sebaiknya kuberi tahu padamu. Aku
tidak punya keinginan pindah dalam waktu dekat. Tidak, kau dengar? Aku
justru mau hidup lebih lama darimu. Kalian berdua. Ya, begitu. Hidup lebih
lama dari kalian berdua. Ya. Aku tidak tahu kalau kau, … tapi pasti kalau
putriku. Akan kupertegas. Aku akan punya warisan darinya. Bukan
sebaliknya. Pada hari pemakamannya, aku akan berpidato singkat untuk
mengingatkan orang-orang betapa takberperasaan dan manipulatifnya dia.
Drisana Maafkan aku soal ini.
Amir Kenapa? Dia sangat mengerti. Kaulah yang tidak mengerti. (Kepada Indali)
Telah kucoba jelaskan padanya selama berbulan-bulan bahwa aku bisa
mengurus diriku sendiri dengan baik. Tapi dia tak pernah mendengar. Tak
pernah. Jadi, selagi kau di sini, dan pekerjaanmu memang adalah ‘menolong
orang’, mungkin kau bisa membantuku menjelaskan ini padanya. Aku tak
butuh bantuan dari siapa pun dan aku tak akan meninggalkan apartemen ini.
Yang kuinginkan hanyalah agar orang-orang menjauh agar aku bisa tenang.
Jika kau berbaik hati untuk menyampaikan ini padanya, aku sangat berterima
kasih padamu. Akhirnya kita tiba di sini.
Dia mengosongkan gelasnya, bangkit, mengeluarkan selembar uang kertas dari kantongnya dan
melemparnya ke meja, seolah dia sedang membayar tagihan.
Maka dari itu, aku dengan senang hati akan meninggalkanmu.
Dia keluar.
Indali Ketika kau mengatakan dia punya cara sendiri, ternyata kau tidak bercanda …
Drisana Tidak … Aku betul-betul minta maaf.
Drisana tampak sangat jengkel.
Indali Tak masalah. Reaksi seperti itu sebenarnya normal saja.
Drisana Tidak, aku betul-betul minta maaf.
Indali Semuanya akan baik-baik saja. Aku yakin. Tak usah khawatir.
Jeda sejenak
Semuanya akan baik-baik saja.
Drisana Menurutmu begitu?
Jeda. Indali minum seteguk wiski.
Blackout.
Empat
Drisana sendiri. Namun, dia seolah berbicara dengan seseorang, seolah dia sedang menjalani
pemeriksaan silang.

Drisana Aku tak bisa tidur. Aku kelelahan, sangat kelelahan bahkan tidur pun susah.
Jadi aku bangkit dari tempat tidur. Dan pergi menuju kamarnya. Kamar
ayahku. Dia tertidur. Terlihat seperti anak kecil. Mulutnya terbuka. Tidurnya
begitu damai. Sangat damai. Dan aku tak tahu apa yang mendorongku,
mungkin semacam kebencian, lalu kusentuh tenggorokannya. Dengan lembut.
Aku bisa merasakan denyut nadinya berdetak di kulitku. Layaknya kupu-kupu.
Lalu kucekik dia. Dengan tanganku, lehernya kucekik kuat-kuat. Matanya
tetap tertutup. Mulutnya juga masih terbuka. Lalu satu momen menegangkan
tiba. Satu menit. Mungkin kurang. Satu momen menegangkan. Masih. Tapi
semua berlalu dengan lembut. Lembut dan tenang ... ketika kukendorkan
tanganku, lalu kusingkirkan dari lehernya, aku menyadari dia tidak lagi
bernafas, begitulah akhirnya. Seolah kupu-kupu telah terlahir. Ya. Dia mati
dan tetap tersenyum. Dalam kematiannya, aku menganggap dia berterima
kasih padaku
Jeda.
Blackout.
Lima
Drisana sedang menata meja untuk makan malam, sementara Surendra membaca koran. Ayam
sedang dimasak di dapur.
Drisana Tidak, semua berjalan dengan baik. Kurasa begitu. Dia akan mulai bekerja
besok.
Surendra Di sini?
Drisana Ya.
Surendra Baguslah.
Drisana Ya. Kita akan melihat bagaimana hari pertama berjalan. Sebenarnya aku takut
kalau ini tidak akan berjalan dengan baik. Tapi ternyata semuanya baik-baik
saja. Dia ceria.
Surendra Kan, sudah kubilang.
Drisana Ya. Perawat itu tampak manis. Sangat cakap. Ayah sangat ceria bersamanya Surendra
Oh, ya?
Drisana Ya. Kau harus melihatnya sendiri ... Ayah memberitahunya bahwa dia adalah
seorang penari. Penari Tap.
Surendra (Tersenyum) Masa …
Drisana Ya. Perawat itu tertawa. Tidak dalam arti mengejek, kau mengerti kan? Ada
semacam kebaikan pada diri perawat itu. Aku sangat lega. Aku tak tahu
bagaimana menggambarkannya padamu. Seolah perawat itu mampu ... ya,
seolah mereka berdua akan menjadi sangat akrab ...
Jeda sejenak.
Ayah mengatakan perawat itu mengingatkannya pada Tiara.
Surendra Oh, ya? Berapa umurnya?
Drisana Aku tak tahu. Mungkin 30. Kira-kira segitu.
Surendra Apa dia cantik?
Drisana Kenapa? Kau suka?
Jeda.
Surendra Kau kenapa?
Drisana Aku?
Surendra Ya. Ada yang janggal. Jika sudah berjalan dengan baik, bukankah itu kabar
baik?
Drisana Ya, ya.
Surendra Lalu? Kau kenapa? Ceritalah.
Drisana Hanya saja …
Surendra Apa?
Drisana Barusan … dia tidak mengenaliku … ketika aku ke bawah membeli makan
malam ... ak ... aku tak tahu. Aku kepikiran.
Surendra Aku mengerti.
Drisana Sulit untuk menerimanya.
Surendra Sini. Biarkan aku memelukmu.
Drisana Tampak jelas di matanya. Dia benar-benar tak mengenaliku. Sama sekali. Aku
seperti orang lain saja baginya.
Surendra Kau harus terbiasa.
Drisana Aku tak bisa melakukannya.
Surendra Kau pasti bisa, menurutku kau telah melakukannya dengan baik.
Drisana Kau salah. Kadang aku merasa aku tak pernah melakukannya dengan baik.
Dan dia terus saja berbicara tentang Tiara. Aku tak tahu harus seperti apa
menyikapinya. Aku bingung.
Surendra Sini … (memeluknya erat)
Jeda sejenak.
Drisana Aku mimpi buruk semalam. Aku mimpi mencekiknya.
Jeda. Dia menenangkan dirinya.
Apa kau menaruh ayamnya di oven?
Surendra Ya. akan segera siap ... sepuluh menit lagi. Sudah lapar?
Drisana Belum.
Jeda. Dia tersenyum padanya.
Semoga harimu menyenangkan?
Amir masuk. Dia melihat Surendra. Dia tak mengenalinya. Dia mengeryitkan keningnya.
Makan malam akan siap dalam sepuluh menit ayah. Apa pakaian itu pas?
Amir Sangat bagus, sayang. Sangat pas. Sangat … Tapi … Halo.
Surendra senyum padanya dengan bingung.
Drisana Kau lapar, Ayah?
Amir Ya, Ya. Tapi … Apa kita kedatangan tamu malam ini?
Drisana Tidak, kenapa?
Amir Tak masalah, Tak masalah …
Amir menatap Surendra. Jeda.
Surendra (Kepada Drisana) Biasa saja. Aku menghadiri beberapa meeting. Biasa saja.
Aku masih menunggu jawaban Simon. Dia selalu menunda sesuatu. Semoga
mereka sudah bertanda tangan sebelum akhir bulan. Bagaimana denganmu?
Drisana Sudah kubilang. Indali datang. Begitu kan, Ayah? Indali datang menemui kita
barusan.
Amir Siapa?
Drisana Indali. Wanita muda yang datang barusan.
Amir Oh, ya.
Drisana Setelah itu aku tidak ke mana-mana.
Surendra Tidak melakukan apa-apa??
Drisana Tidak juga. Aku bersama ayah.
Amir Apa ada yang lihat jam tanganku? Aku tak bisa menemukannya.
Drisana Lagi?
Amir Aku telah mencarinya sejak tadi.
Drisana Kau pasti menyimpannya di lemarimu. Begitu kan? Di tempat
persembunyianmu.
Amir ketakutan kalau Surendra mendengar kata ‘lemari’ dan menemukan tempat
persembunyiannya.
Amir (Sengaja menghindari Surendra) Apa yang kau katakan, Drisana? Aku sungguh
tak mengerti. Lemari yang mana? Mm? Tidak ada lemari. Tak ada. Tidak. Aku tak
mengerti apa yang kau katakan. (kepada Drisana, seperti bisikan) tak bisakah kau
berhati-hati.
Drisana (Berbicara lebih pelan) Sudahkah kau mencarinya di lemari?
Amir Aku baru saja dari sana. Tidak kutemukan. Pasti hilang di suatu tempat. Atau
seseorang mencurinya.
Drisana Tidak, jammu tidak dicuri.
Amir (Mulai kesal, tapi masih berbisik) apa maksudmu, ‘jamnya tidak dicuri’?
Jamnya pasti berada di suatu tempat! Tidak mungkin hilang begitu saja!
Mengapa kau bilang ‘jamnya tidak dicuri’? mengapa kau bilang itu, ketika
jamku sangat mungkin dicuri seseorang? Jamku.
Drisana Kau ingin aku pergi mencarinya?
Amir Ya begitu. Jika kau tidak keberatan. Karena ada kekhawatiran. Aku khawatir.
Semua barangku hilang, sementara orang-orang tidak peduli. Jika ini terus
berlanjut, aku akan telanjang bulat. Telanjang bulat. Dan aku bahkan tak tahu
sudah jam berapa.
Drisana Aku segera kembali.
Dia keluar. Jeda. Surendra membaca koran. Amir mengawasinya dari ruang sebelah. Dia
berdehem untuk menarik perhatiannya, seperti orang memberi kode kepada orang yang tidak
dikenalnya.
Amir Her-hum …
Surendra tidak bereaksi.
Her-hum …
Tidak ada respons. Amir berdehem lebih kencang. Surendra mendongak.
Apa aku mengganggu?
Surendra Maaf?
Amir Apa aku mengganggu?
Surendra Mm? Tidak.
Jeda. Surendra kembali membaca.
Amir Kau ada waktu sebentar?
Surendra Ya.
Amir Ah. Makasi.
Jeda sejenak. Surendra kembali membaca..
Jam berapa sekarang?
Surendra melihat jamnya.
Surendra Hampir jam 8.
Amir Selarut itu? Seharusnya kita sudah makan malam, kan?
Surendra Ya. Kalau ayamnya sudah siap. Sepuluh menit lagi.
Amir Kita akan makan ayam malam ini?
Surendra Ya. Yang Drisana baru saja beli.
Amir Jam tanganmu indah sekali. Sangat ... sangat indah. Apa ... apa itu punyamu?
Maksudku itu punyamu?
Surendra Mm? Ya.
Amir Boleh aku melihatnya?
Jeda. Surendra mendongak dari koran.
Surendra Jadi. Rupanya pertemuanmu berjalan dengan baik?
Amir Ya, sangat baik. Apa?
Surendra Pertemuanmu dengan ... pengasuh.
Amir Oh. Ya. Sangat baik. Sangat baik. Pengasuh itu sangat …
Surendra Rupanya dia mirip Tiara.
Amir Benarkah?
Surendra Aku tak tahu. Aku belum melihatnya.
Amir (Masih fokus melihat jam tangan Surendra) Tidak, Pertemuannya …
pertemuannya berjalan baik. Drisana tampak senang. Seperti kau tahu, ini
semua untuk dia. Aku tak terlalu butuh ... maksudku, ini semua untuk dia.
bolehkah aku melihatnya? Jam tanganmu ...
Surendra Kau betul, sangat penting baginya agar ini berjalan dengan baik. Dia sangat
mengkhawatirkanmu, kau tahu. Dia sangat tidak senang ketika kau berselisih
dengan ... Bagaimana pun, semoga kali ini berjalan dengan baik. Mm? Bahwa
kau bisa senang wanita ini. Bahwa kau akan menyambutnya dengan
sedikit lebih ... hangat. Ada apa dengan jam tanganku?
Amir Tak ada apa-apa. Aku hanya melihat ... ingin mengecek kalau ... jammu indah.
Sangat indah. Apa kau membelinya?
Surendra Maaf?
Amir Tidak, Maksudku ... Apa itu pemberian atau kau membelinya?
Surendra Aku membelinya. Kenapa?
Amir Aku mengira kau tidak menyimpan tanda terima ...
Surendra Apa yang kau katakan itu?
Amir Pembelian jam tanganmu.
Jeda.
Surendra Aku membicarakan Drisana.
Amir Apa kau mengenalnya? Maksudku, kau ... ya, itu betul, kau adalah ... bukan?
Kau adalah ....
Jeda sejenak.
Aku ayahnya. Senang bertemu denganmu. Aku harap kita bisa berkenalan satu
sama lain. Kalau kau baru menjadi ... maksudku, kalaupun itu bertahan.
Karena kami, kami tak pernah benar-benar cocok.
Surendra menjauh darinya.
Surendra Mengapa kau berkata seperti itu?
Amir Hanya memberitahumu saja. Kami tak pernah akrab. Tidak seperti Tiara. Putriku
yang satunya. Kini, dia ... dia sangat luar biasa. Tapi sudah berbulan-bulan aku
tak melihatnya. Kurasa dia pergi berkelana. Dia pergi keliling dunia. Dia sangat
sukses, aku tak bisa menyalahkannya. Pelukis. Dia seorang pelukis. Jadi,
memang. Tapi, aku akan senang kalau dia datang menemuiku suatu hari nanti.
Aku akan menggendongnya selama berjam-jam sehingga kami akan sangat
dekat, sebagaimana dulu kami sering seperti itu, saat dia masih memanggilku
‘ayah sayang’, ‘ayah sayang’. Begitulah biasanya dia memanggilku. Indah
bukan, ‘ayah sayang’?
Jeda. Surendra mulai mendekat ke arah Amir.
Surendra Bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?
Amir Ya.
Surendra semakin mendekat. Ada ancaman dari sikapnya.
Surendra Tapi aku mau kau jawab jujur. Tak lebih ... bisakah kau melakukannya
untukku?
Amir (Tertangkap basah) Ya.
Surendra Jadi …
Jeda sejenak.
Berapa lama lagi waktu yang kau butuhkan untuk membuat semua orang
kewalahan menghadapimu?
Jeda. Blackout.
Enam
Drisana dan Amir. Pagi hari.

Drisana Aku ingin bicara, Yah.


Amir Pasti masalah.
Drisana Mengapa kau begitu?
Amir Sayangku, ketika ada orang berkata ‘aku ingin bicara’, itu berarti ada masalah
yang ingin dia sampaikan. Selalu begitu, kan?
Drisana Tidak. Belum tentu.
Jeda sejenak.
Amir Lalu? Apa yang ingin kau bicarakan?
Drisana (Menimbang bahwa ini mungkin bukan waktu yang tepat) Tidak perlu. Tidak
ada.
Jeda.
Aku telah bicara dengan Surendra.
Amir Surendra?
Drisana Surendra, Yah. Aku telah bicara dengannya.
Amir Suamimu?
Drisana Yah … Surendra bukan suamiku. Aku telah bercerai.
Amir Yang benar saja.
Drisana Aku bercerai dengan Antoine lima tahun yang lalu. Kini aku tinggal bersama
Surendra. Dia pria yang tinggal bersamaku.
Amir Aku tak peduli pada temanmu itu. Dia sangat tidak sopan.
Jeda sejenak.
Begitu kan? Aku tak peduli dengannya.
Drisana Dia bukan temanku, Ayah. Dia kekasihku.
Jeda.
Nah. Aku telah bicara padanya dan ... Kau ingat kan, saat pertama kali pindah
ke sini ... itu kan ... maksudku ... itu adalah solusi sementara. Kau ingat? Itu
merupakan ... solusi sementara. Karena kau berselisih dengan Sari. Tapi ...
bagaimana, ya, cara mengatakannya. Menurutku, mungkin lebih baik jika ...
Kau nyaman di kamarmu, kan?
Jeda sejenak.
Kau nyaman di kamar yang di belakang itu?
Amir Ya.
Drisana Ya, kau kelihatannya nyaman di sana. Kukira begitu. Dan menurutku,
mungkin sebaiknya ... lebih baik jika kita bersepakat kau mesti pindah saja ke
sini. Maksudku, demi kebaikanmu. Bersama kami. Dengan syarat kita mencari
orang yang bisa membantu kita.
Jeda sejenak.
Dengan begitu, kita selalu bisa bertemu setiap hari. Akan lebih mudah.
Bagaimana menurutmu?
Jeda.
Aku telah membicarakannya dengan Surendra. Dia setuju.
Amir Tapi… kukira … kukira kau akan tinggal di London.
Drisana Tidak, Ayah. Mengapa kau terus berbicara tentang London? Aku masih tetap di
Paris.
Amir Aku tak mengerti semua omong kosong ini. Kau selalu berubah pikiran.
Bagaimana mungkin orang bisa percaya padamu?
Drisana Tapi aku tak pernah berpikir akan tinggal di London, Ayah.
Amir Ya, pernah. Kau sendiri bilang.
Drisana Aku tidak …
Amir Akui saja, Drisana. Kau sendiri yang bilang beberapa hari yang lalu. Apa kau
lupa?
Jeda.
Kau lupa. Dengar, Drisana, kurasa kau kadang menderita hilang ingatan.
Memang begitu, asal kau tahu saja. Aku khawatir. Apa kau belum
menyadarinya?
Drisana Dalam keadaan apa pun, aku tak akan pergi ke London.
Amir Baguslah. Di sana hujan tak pernah berhenti.
Drisana Aku tetap di sini. Surendra juga.
Amir Bagaimana denganku?
Drisana Kau juga, Ayah. Kau juga. Kau tetap di sini.
Amir Bagaimana dengan adikmu? Di mana dia?
Drisana Ayah …
Amir Apa?
Jeda sejenak.
Andai saja kau tahu betapa aku merindukannya ...
jeda.
Blackout.
Tujuh
Malam sudah agak larut. Drisana dan Surendra sedang di meja makan. Amir berdiri di ambang
pintu dapur. Drisana dan Surendra belum menyadari kehadirannya.

Surendra Dia sakit, Drisana. Dia sakit.


Drisana and Surendra secara bersamaan menyadari kehadiran Amir. Drisana memulai.
Perasaannya canggung.
Drisana Ayah. Mengapa kau berdiri di sana? Sini, duduklah. Sini.
Dia tidak merespons.
Ayah …
Jeda.
Sini, Yah.
Jeda.
Sini, duduklah.
Jeda.
Blackout.
Delapan
Lampu segera menyala. Drisana, Surendra and Amir. Masih jam-jam awal di malam hari.
Mereka sedang makan.
Surendra Jadi semua berjalan dengan baik?
Drisana Ya. Semua berjalan dengan baik. Kau setuju kan, ayah?
Amir Apa?
Drisana Berjalan dengan baik, pertemuanmu dengan Indali ...
Amir Ya.
Drisana Kau membuatnya tertawa terbahak-bahak.
Amir Benarkah?
Drisana Ya. Katanya kau pria ceria. Begitu. Katanya kau pria ceria. Meski kau punya cara
sendiri, tapi kau ceria. Itulah kata-kata yang dia gunakan. Dia akan kembali besok
pagi. Untuk mulai bekerja.
Jeda sejenak.
Mau tambah lagi?
Amir Ya. Ayamnya enak. Begitu kan? Di mana kau membelinya?
Drisana Di bawah.
Amir Oh?
Drisana Kenapa?
Amir Tidak apa-apa. Enak.
Drisana Surendra?
Surendra Tidak, tidak usah.
Dia menuangkan anggur dirinya sendiri.
Apa dia kerja penuh waktu? Maksudku …
Drisana Ya. Sampai jam enam.
Surendra Lalu?
Drisana Apa maksudmu?
Surendra Setelah itu.
Drisana Aku yang akan menggantikannya.
Jeda.
Surendra (Kepada Amir, seperti sebuah kritik) Apa kau puas?
Amir Tentang apa?
Surendra Kau memiliki putri yang mengurusmu dengan baik. Bukan? Kau beruntung.
Amir Kau juga beruntung.
Surendra Apa kau pikir begitu?
Jeda. Drisana bangkit dan membawa ayam itu ke dapur.
Amir Kenapa dia?
Surendra Drisana? Dia lelah. Dia butuh sinar matahari.
Amir Kau harus mengurusnya, pria tua. Kenapa kau tak mengajaknya saja?
Surendra Kenapa? Kau mau tahu kenapa?
Jeda sejenak.
Kadang aku merasa kau melakukan ini semua dengan sengaja.
Amir Melakukan apa?
Surendra Tidak ada.
Dia menuang anggur lagi.
Kami telah merencanakan untuk berangkat ke Corsica sepuluh hari yang lalu.
Amir Oh?
Drisana kembali
Surendra Ya. Tapi kami harus membatalkannya di saat-saat terakhir. Kau mau tahu kenapa?
Amir Tidak.
Surendra Karena pertengkaranmu dengan Sari.
Amir Sari?
Surendra Wanita yang mengurusmu. Sebelum Indali. Apa kau sudah lupa?
Jeda sejenak.
Kami tak jadi berangkat dan meninggalkanmu sendirian di Paris. Kami harus
membatalkan liburan dan membawamu ke sini. Dan sekarang, kelihatannya
kau akan menetap. Demi kebaikanmu. Jika aku tak salah.
Jeda.
(Kepada Drisana.) Dia lupa … Luar biasa.
Drisana Hentikan.
Surendra Apa?
Drisana Kau sedikit …
Surendra Sedikit apa?
Drisana Sarkastik.
Surendra Tidak sama sekali, Drisana. Kurasa aku cukup sabar. Sangat sabar. Percayalah.
Drisana Apa yang coba kau katakan?
Surendra Tidak ada.
Drisana Ada. Katakan saja.
Jeda.
Kenapa kau menganggap dirimu begitu sabar?
Surendra Kurasa semua orang kecuali aku …
Drisana Ya?
Surendra Semua orang akan memaksamu untuk ...
Drisana Untuk apa?
Surendra Untuk bertindak sesuai keadaan, Drisana. Sesuai keadaan.
Drisana Keadaan apa maksudmu?
Surendra Kau mengetahuinya dengan sangat baik.
Jeda.
Amir Mana ayamnya? Apa kau sudah membereskan ayamnya?
Drisana Ya. Apa kau mau tambah?
Amir Mau. Kau menyimpannya di dapur?
Drisana Aku akan mengambilnya untukmu.
Amir Tak usah. Biar aku saja.
Dia bangkit dan pergi ke dapur. Surendra menuangkan anggur lagi ke gelasnya.
Drisana Kenapa kau berkata seperti itu di depannya?
Surendra Memangnya apa?
Jeda.
Lagi pula, dia pasti lupa segalanya.
Drisana Itu tidak bisa dijadikan alasan.
Jeda.
Surendra Dengar … aku sangat mengerti perasaanmu.
Drisana Tidak, kau tidak mengerti.
Surendra Ya aku mengerti … yang tidak kumengerti adalah ... maksudku, kau terlalu
banyak berkorban untuknya. Kuhargai itu. Kau memilih untuk membawanya
ke sini. Dan mengapa tidak? Tapi ... bagaimana aku menjelaskan ini, ya?
Sejujurnya aku berpikir kau harus menemukan solusi lain ... dia sudah bukan
dirinya, Drisana.
Drisana Jangan berkata seperti itu.
Surendra Kau berharap aku berkata apa? Aku mengatakan yang sebenarnya. Kita harus
menemukan pendekatan lain.
Drisana Seperti?
Amir muncul di ambang pintu. Dia mendengar percakapan itu. Tak satu pun dari mereka yang
menyadarinya.
Surendra Menitipkannya ke lembaga.
Drisana Panti jompo?
Surendra Ya. Panti jompo.
Jeda.
Itu lebih baik untuknya.
Drisana Kenapa kau baru mengatakannya hari ini? Maksudku, besok ... ada seorang ...
Surendra Ya. Kau benar. Kita lihat saja. Mungkin ini akan berjalan baik dengan gadis
itu. Kau tampaknya menganggap dia baik. Tapi percayalah, ada waktunya saat
... Sebagus apa pun dia ... dia sakit, Drisana. Dia sakit.
Drisana and Surendra secara bersamaan menyadari bahwa Amir berada di ruangan. Drisana
memulai. Dia merasa canggung. Sebuah pengulangan.
Drisana Ayah. Mengapa kau berdiri di sana? Sini duduklah. Sini.
Dia tak merespons.
Ayah …
Jeda.
Sini, Yah.
Jeda.
Sini, duduklah.
Dia pergi tanpa berkata apa-apa, seolah dia ingin pergi tidur.
Jeda. Blackout.
Sembilan
Dalam kamar, beberapa waktu kemudian. Surendra sendiri. Drisana muncul di ambang
pintu.
Surendra Apa dia sudah tidur?
Drisana Ya. Akhirnya.
Surendra Sungguh hari yang luar biasa …
Drisana Ya.
Jeda.
Surendra Semua baik-baik saja?
Drisana Dia minta dinyanyikan lagu pengantar tidur Percaya tidak? Dia memintaku ...
Dia ingin dinyanyikan sebuah lagu. Setelah itu dia langsung tertidur.
Mulutnya terbuka. Dia tampak tenang. Sangat tenang.
Jeda sejenak.
Surendra Apa dia mendengarnya? Maksudku …
Drisana Ya. Kau bisa lihat. Di sana. Ya. Dia suka mendengarnya.
Surendra Tapi apa dia mengatakan sesuatu?
Drisana Tidak. Dia terlihat begitu sedih. Seperti seorang anak kecil. Sudah kubilang dia
memintaku bernyanyi lagu pengantar tidur. Tadi aku menangis.
Surendra Bisa kulihat.
Drisana Aku ingat pria seperti apa dia ... aku sangat menakutinya saat masih kecil.
Andai saja kau tahu. Dia sangat berwibawa. Dan sekarang dia di sini,
menyanyikannya lagu pengantar tidur sampai dia tertidur. Aku seperti tak
percaya. Menyedihkan. Sangat menyedihkan.
Jeda sejenak. Dia menatap gelas anggur Surendra.
Masih ada?
Surendra Ya. Mau segelas?
Drisana Silakan.
Surendra bangkit dan menuangkan segelas untuknya.
Dia sangat aneh malam ini.
Surendra Kau tahu apa yang kupikirkan.
Drisana Aku sangat khawatir.
Surendra Bisakah kita ganti topik pembahasan?
Drisana Ya. Maaf.
Jeda lama. Perasaan tegang.
Enak, anggur yang enak.
Surendra Ya.
Jeda. Mereka tersenyum satu sama lain. Sunyi. Apa mereka punya topik pembicaraan satu sama
lain?
Drisana Aku telah mempertimbangkan apa yang kau katakan tadi. Tentang ... ketika
kau bilang kita harus membawanya ke pantai jompo ...
Surendra Oh?
Drisana Ya. Dan aku pikir kau benar. Mungkin memang kau benar.
Dia mengosongkan gelasnya dengan satu tegukan. Surendra tersenyum padanya.
Blackout.
Sepuluh
Masih kamar yang sama. Beberapa properti sudah berganti. Amir keluar dari dapur. Pagi. Dia
membawa segelas kopi.

Amir Apa aku tidur nyenyak? Apa aku tidur nyenyak? Bagaimana aku bisa
mengetahuinya? Harusnya aku tidur nyenyak. Ah. aku lupa gulanya. Gula!
Suara Dayita (Dari dapur) Aku akan membawanya.
Amir Ya. Taruh di … Aku selalu menuangkan gula di kopiku. Di pagi hari. Aku
menuangkan dua gula di kopiku. Mudah saja, laki-laki terbagi atas dua
kelompok. Mereka yang suka gula, dan yang tidak. Semua perseteruan ini
hanya untuk mengetahui kau berpihak ke mana. Secara pribadi, aku berpihak
ke yang suka gula. Dalam ... maaf, tapi itulah yang kusuka. Baiklah. Apakah
kau membawa gulanya?
Suara Dayita (Dari dapur) Ya, ya, aku segera ke sana ...
Amir Aku tentu tidak tidur nyenyak. Aku mengalami mimpi buruk. Ada pria
yang muncul di apartemenku. Aku bertanya padanya dan dia mengaku ini
adalah apartemennya. Dia mengaku suamimu, atau hal yang semacam itu. Dia
mengancamku.
Dia tiba-tiba menyadari ada barang-barang baru, barang yang tidak dikenalinya.
Ada apa ini? Siapa yang menyimpan barang-barang ini di sini? Drisana? Tapi
… Drisana? Kau paling tidak memberitahuku sebelum kau … Drisana?
Indali masuk.
Indali Ini. Aku membawakanmu gula.
Amir terkejut melihatnya.
Amir Apa?
Indali Mau ambil dua?
Amir Mana Drisana?
Indali Dia baru saja pergi.
Amir Sungguh? Baru saja?
Indali Ya.
Amir Sekarang jam berapa?
Indali Dia akan segera kembali. Sebelum malam. Aku akan mengambilkan obatmu.
Amir Tidak. Tunggu.
Indali Apa?
Jeda sejenak. Amir tidak ingin terlihat terkejut.
Aku segera kembali. Aku hanya mengambil obatmu.
Dia keluar. Amir merasa ada masalah dengan kehadiran Indali.
Jam tanganku. Sial. Sejujurnya. Aku ... Aku ... Aku seharusnya sudah ganti
pakaian
sebelum dia tiba ... Piyama ini tidak cocok.
Indali kembali dengan segelas air.
Jam berapa ini?
Indali Sudah jam minum obat. Ini dia. sebaiknya diminum sekarang. Setelah itu
beres. Bukan begitu? Ada tiga pil untuk hari ini. Pil biru yang mungil ... yang
kau suka itu. Pil birumu yang mungil. Warna yang cantik, bukan?
Amir Boleh aku bertanya sesuatu?
Indali Ya.
Amir Apa kau seorang biarawati?
Indali Bukan.
Amir Lalu kenapa bicara seolah aku ini dungu?
Indali Aku?
Amir Ya.
Indali Tapi aku tak bicara seolah kau ini ... tidak sama sekali, aku ...
Amir (Menirunya) ‘Pil birumu yang mungil.’ ‘Pil birumu yang mungil’.
Indali Maafkan aku. Aku tak bermaksud menganggapmu ...
Amir Itu sangat tak menyenangkan. Kau akan tahu saat kau seumuran denganku.
Yang akan terjadi secepat perkiraanmu, kalau kau mau tahu. Itu sangat tidak
menyenangkan.
Indali Aku minta maaf. Aku … Itu tidak akan terjadi lagi.
Amir (Menirunya) ‘pil birumu yang mungil’
Indali memberinya segelas air.
Apa kau telah menyadari sesuatu?
Indali Tentang apa?
Amir Apa kira-kira? Tentang apartemennya!
Indali Tidak. Memangnya kenapa?
Amir Apartemennya berubah.
Indali Begitukah?
Amir Ya. Perabot ini, misalnya. Yang di sana. Siapa yang menaruhnya di sana?
Indali Aku tak tahu. Kurasa putrimu.
Amir Jelas. Putriku ... Jelas ... selalu begitu, menakjubkan! Dia bahkan tak meminta
pendapatku. Aku ... apa kau tahu ada sesuatu sedang direncanakan? Untuk
apartemen ini?
Indali Tidak.
Amir Aku rasa begitu. Mataku terus mengawasi. Telingaku terus mendengar. Aku
tahu segalanya.
Jeda.
Omong-omong, aku ingin minta maaf kalau aku sedikit ... saat terkahir kita
bertemu ... ya, mungkin aku bicara sedikit ... berlebihan ... atau mungkin
kurang ... begitu kan?
Indali Tak masalah. Putrimu telah memperingatiku. Dia bilang kau punya cara sendiri.
Amir Oh?
Indali (Dengan baik hati) Ya. Dan kau tahu balasanku?
Amir Tidak …
Indali Kubilang ‘senang mendengarnya’.
Amir Benarkah? Bagus sekali. Kau terlihat seperti Tiara, luar biasa. Putriku yang satu.
Bukan Drisana, bukan. Yang satunya lagi. Yang aku cintai itu.
Indali Drisana memberitahuku apa yang terjadi padanya. Maafkan aku. Aku tak tahu.
Amir Tak tahu tentang apa?
Indali Kecelakaannya.
Amir Kecelakaan apa?
Indali Apa?
Amir Apa maksudmu?
Indali (Ragu-ragu) tidak ada …
Jeda.
Apakah kau sudah minum obatmu? Dan kita akan mengganti pakaianmu.
Amir Lihatlah?
Indali Apa?
Amir Lihatlah? Yang barusan kau bilang …
Indali Ya …
Amir Kau berbicara seolah aku orang dungu.
Indali Tidak.
Amir Memang!
Indali Tidak, aku …
Amir ‘dan kita akan mengganti pakaianmu …’ ‘Pil birumu yang mungil.
Jeda.
Asal kau tahu saja, aku ini sangat pintar. Sangat pintar. Kadang aku bahkan
terkejut dengan kepintaranku. Kau harus camkan itu, kau mengerti?
Indali Ya, Aku akan … lebih hati-hati.
Amir Terima kasih.
Jeda.
Memang benar. Aku itu sangat .... kadang aku bahkan terkejut dengan
kepintaranku sendiri. Ingatanku seperti gajah.
Jeda sejenak.
(Ingin memperjelas perkataannya.) Kau tahu hewan itu.
Indali Ya, ya.
Dia minum air tanpa mengikutkan obatnya.
Kau lupa obatmu!
Dia melihat obat-obatnya masih di cekungan tangannya.
Amir Oh, ya, jadi aku … Apa yang mereka lakukan di sana?
Indali Aku akan mengambilkanmu air lagi.
Amir Tidak, tidak. Tak usah repot. Aku akan menelannya dengan ...
Indali Apa?
Amir Lihat saja. Dengan kopi.
Indali Kau yakin?
Amir Yakin.
Indali Akan lebih mudah kalau pakai …
Amir Tidak perlu. Perhatikan. Sini. (Dia mulai dengan menganggap itu sebuah trik
sulap) Kau akan melihatnya. Apa kau memperhatikan? Perhatikan baik-baik.
Aku akan memasukkannya ke dalam mulutku. Perhatikan, ini dia, berhasil,
mereka kini di dalam. Kau lihat? Kau lihat? Kau lihat?
Indali Ya, ya. Aku ... aku memperhatikan.
Amir Bagus. Dan sekarang, kopinya. Perhatikan baik-baik ... berhasil.
Dia menelan pil-pil itu.
Tugas telah selesai.
Indali Bravo.
Amir (Rendah hati) Aku pernah kerja di sirkus ketika masih muda.
Indali Benarkah?
Amir Ya. Aku cukup berbakat. Terutama dalam trik sulap. Kau suka trik sulap?
Apakah kau ingin aku menunjukkanmu sedikit sulap? Aku butuh kartu. Kau
punya?
Indali Tidak.
Amir Pasti ada di salah satu laci ini ... kita harus menemukannya. Keriting, hati,
wajik, waru!
Dia menggosok tangannya.
Aku selalu suka kartu. Sebelum aku menikah, aku biasa bermain dengan
teman-temanku. Kadang, bahkan sampai pagi. Hati dan waru. Pasang
taruhanmu! Akan kutunjukkan satu trik yang tak pernah kau lihat sebelumnya.
Keriting. Sebuah trik sulap, ditemukan olehku. Kau akan lihat. Atau malah,
kau tak melihatnya. Kau akan dibutakan. Dibutakan!
Indali Ayo ganti pakaian dulu.
Amir Sekarang?
Indali Ya.
Amir (Seperti anak kecil) Oh, tidak, jangan sekarang.
Indali Ya.
Amir Oh, no.
Indali Ya.
Amir Apa gunanya? Aku hanya akan mengenakan piyamaku lagi kalau malam, kan?
Sebaiknya menghemat waktu.
Indali Aku mengerti maksudmu. Tapi, kalau kau tetap pakai piyama, kita tidak bisa
keluar.
Amir Ke mana kau akan pergi?
Indali Ke taman. Ini hari yang indah.
Tiba-tiba seorang pria masuk. Dia juga sedang memegang kopi.
Andra Semuanya berjalan dengan baik?
Indali Baik. Kami akan ganti pakaian
Amir Tapi …
Indali Mau ikut?
Amir tak mengerti apa yang pria tersebut lakukan di apartemennya.
Andra Semua baik-baik saja, Amir?
Amir terpaku di tempat. Dia tak menjawab.
Ada masalah?
Amir Tidak, tidak …
Andra Aku hanya ingin berbicara denganmu. Sebenarnya.
Amir Denganku?
Andra Ya.
Indali Kalau begitu, aku akan ... aku akan menyiapkan barang-barangmu.
Amir (Khawatir) jangan, tunggu sebentar …
Indali Aku segera kembali.
Amir Jangan tinggalkan aku sendiri.
Indali Apa? Aku di ruangan sebelah. Aku segera kembali.
Indali keluar. Kita bisa lihat Amir terintimidasi, seolah kehadiran orang asing itu
mengancamnya. Posisi dan tata ruang yang sama seperti adegan lima.
Andra Bolehkah aku bertanya sesuatu?
Amir Ya.
Pria itu mendekat. Ada ancaman menyertai kedekatannya.
Andra Tapi, aku ingin jawaban yang jujur. Tak lebih … bisakah kau melakukannya
untukku?
Amir (Tertangkap basah) Ya.
Andra Baiklah, jadi …
Jeda sejenak.
Berapa lama lagi waktu yang kau butuhkan untuk membuat semua orang
kewalahan menghadapimu?
Amir Aku?
Andra Ya, kau. Aku hanya ingin tahu pendapatmu. Paling tidak, mengenai masalah
ini. Aku penasaran berapa lama lagi waktu yang kau butuhkan untuk membuat
semua orang kewalahan menghadapimu?
Jeda sejenak.
Maksudku, apa kau bermaksud menghancurkan hidup putrimu? Atau apakah
terlalu berlebihan untuk berharap bahwa kau akan berperilaku wajar besok-
besok?
Amir Tapi … apa maksudmu?
Andra Ini semua tentang kau, Amir. Tentang kau. Perilakumu.
Dia menamparnya pelan-pelan.
Amir Apa yang kau lakukan? Aku tak membolehkan ini.
Andra Kau tak membolehkan?
Amir Tidak.
Andra Seandainya aku melakukannya lagi, apa yang akan kau lakukan?
Amir Aku akan …
Andra Ya?
Amir Kau akan mengampuniku. Secara fisik.
Andra Apa kau mengatakan itu untuk menggodaku?
Jeda sejenak.
Lihatlah, aku juga, ada sesuatu yang tak kuperbolehkan. Merepotkan semua
orang. Saat mencapai usia tertentu
Dia tersenyum dan menamparnya lagi dengan pelan.
Amir Hentikan! Kau dengar? Hentikan segera.
Pria itu masih tersenyum lebar dan ada ancaman di wajahnya. Amir, di depannya, terlihat tak
berdaya.
Andra Ya. Aku tidak menerima hal itu. Menurutku itu sama sekali tak pantas. Di usiamu
yang sekarang.
Dia menamparnya untuk yang ketiga kali.
Amir Hentikan! Kubilang hentikan!
Andra Baiklah. Aku akan berhenti. Kalau memang seperti itu. Tapi kuharap ini sudah
jelas. Bahwa kau telah mengerti perkataanku. Jika tidak, aku akan ...
Amir Apa?
Jeda sejenak.
Apa?
Andra Memangnya apa yang kau pikirkan …?
Dia mengangkat tangannya seolah bersiap untuk menampar Amir lagi. Untuk sementara, dia
dalam posisi bertahan yang memalukan seperti ini. Lalu Drisana kembali dari dapur: kelanjutan
dari adegan lima. Mood berubah. Dia membawa piring berisi ayam.
Drisana Baiklah. Aku tak bisa menemukan jammu, Ayah. Kita akan mencarinya lagi nanti,
karena ayamnya sudah siap. Kita boleh duduk untuk makan malam.
Drisana melihat ayahnya.
Ayah. Ayah. Apa yang terjadi?
Blackout.
Sebelas
Dengan cepat. Amir dan Surendra (Pada posisi Andra yang sebelumnya). Drisana datang
dengan hidangan ditangannya. Sebuah pengulangan.

Drisana Baiklah. Aku tak bisa menemukan jam tanganmu, Ayah. Kita akan mencarinya
lagi nanti, karena ayamnya sudah siap. Kita duduk dulu untuk makan malam.
Dia melihat ayahnya.
Ayah. Ayah, apa yang terjadi? (Kepada Surendra). Apa yang terjadi dengannya?
Surendra Aku tak tahu.
Drisana menaruh hidangan itu dan mendekati ayahnya, yang tetap berada di posisi yang sama,
seperti sedang ketakutan karena akan ditampar.
Drisana Ayah … Ayah … Apa yang terjadi? Lihat aku. Apa kau baik-baik saja. Ada apa?
Amir Aku …
Drisana Apa yang terjadi?
Amir mulai terisak.
Apa karena jam tanganmu? Ayah, apa karena itu? Kita akan menemukannya,
aku janji. Oke? Aku janji. Tidak ada waktu untuk mencarinya sekarang. Tapi
kita akan menemukannya. Oke. Shush. Sini, jangan menangis.
Sementara dia bicara, Drisana menggenggam tangan ayahnya dan membelai rambutnya. Dia
melihat Surendra dengan ekspresi prihatin. Lalu Surendra duduk di meja dan menuangkan
segelas anggur.
Sekarang, kau akan baik-baik saja. Mm? Shush … kau akan baik-baik saja.
Kau akan baik-baik saja. Ayo makan ayamnya. Boleh kan? Kau suka ayam,
kan?
Amir Tapi ini sudah jam berapa?
Drisana Jam delapan. Waktunya makan.
Amir Jam delapan malam?
Drisana Ya, Ayah.
Amir Tapi kukira ini sudah pagi. Aku baru saja bangun. Lihatlah, aku masih
mengenakan piyama.
Drisana Tidak, ini sudah malam dan aku telah memasak ayam untukmu. Ayo, mari makan.
Ayo. Ayahku sayang. Ayahku sayang.
Amir merasa sangat tersesat.
Jeda.
Blackout.
Dua belas
Dalam kamar, agak larut. Amir sudah tidur. Surendra dan Drisana. Sebuah pengulangan.

Drisana Masih ada?


Surendra Ya. Mau segelas?
Drisana Silakan.
Surendra bangkit dan menuangkan segelas untuknya.
Dia sangat aneh malam ini.
Surendra Kau tahu apa yang kupikirkan
Drisana Aku sangat khawatir.
Surendra Bisakah kita ganti topik pembahasan?
Drisana Ya. Maaf.
Jeda lama. Perasaan tegang.
Enak, anggurnya enak.
Surendra Ya.
Jeda. Mereka tersenyum satu sama lain. Sunyi.
Drisana Aku telah mempertimbangkan apa yang kau katakan tadi. Tentang ... ketika
kau bilang kita harus membawanya ke pantai jompo.
Surendra Oh?
Drisana Ya. Dan aku pikir kau benar. Mungkin memang kau benar.
Surendra Ya, kupikir begitu.
Drisana Sakit sekali rasanya melihat dia malam ini.
Surendra Ya.
Drisana Aku merasa dia takut padamu.
Surendra Aku tahu.
Drisana Aku juga takut padamu.
Jeda. Anehnya, dia tersenyum.
Surendra Jangan bicara omong kosong seperti itu. Berhenti merasa takut. Percaya
padaku, ini sudah keputusan yang tepat. Setelah itu, kita bisa sedikit lebih
santai. Kita bisa pergi ke suatu tempat. Bukankah kau ingin pergi ke suatu
tempat?
Drisana Ke mana?
Surendra Aku tak tahu. Jauh dari sini. Hanya kita berdua. Hidup sedikit lebih ...
Jeda sejenak.
Dengarkan aku, kau tak punya alasan untuk merasa bersalah. Itu tidak masuk
akal.
Drisana Masuk akal? Memangnya apa yang masuk akal?
Surendra Berbahagia. Hidup bersama. Menikmati hidup.
Drisana menciumnya.
Blackout.
Tiga belas
Keesokan paginya. Kini apartemen itu benar-benar kosong. Amir sendiri. Tiba-tiba, Drisana
muncul.

Drisana Sudah bangun?


Amir Aku tidak tidur.
Drisana Tadi malam?
Amir Tidak. Sekedip mata pun.
Drisana Kenapa? Apa kau merasa kurang sehat?
Amir Tidakkah kau melihatnya?
Drisana Apa?
Amir Apa yang kau maksud, ‘Apa’ itu?’ Lihat di sekitarmu. Tidak ada perabotan.
Drisana Jadi?
Amir Jadi? Kita telah dirampok.
Drisana Tidak, belum.
Amir Tapi bisa kau lihat, tidak ada apa-apa di sini.
Drisana Memang selalu seperti ini, Ayah. Memang begini design apartemennya.
Amir Begitukah anggapanmu?
Drisana Tentu saja. Apartemennya selalu seperti ini.
Amir Maaf, kau salah.
Drisana Aku tidak salah. Kurasa tidak. Tidakkah kau menyukainya? Apa kau pikir ini agak
minimalis?
Amir Tepatnya, mengerikan. Kerjaan siapa ini. Siapa yang design.
Drisana Aku, ayah.
Amir Benarkah? Tapi tidak ada apa-apa di sini.
Drisana Aku tahu. Aku suka begini. Oke. Aku mau kopi. Kau mau apa?
Amir Dulu ada perabotan. Aku ingat. Ada beberapa perabotan tersebar di seluruh
tempat.
Drisana Kau mencampuradukannya dengan apartemenmu. Ayah, apartemen ini selalu
seperti ini. Oke. Aku akan membuat kopi. Lalu kita ganti pakaian.
Dia keluar.
Amir Secepat itu?
Drisana (Di luar) Ya. Kau ada tamu hari ini. Ingat?
Jeda.
(Di luar) Ayah, Kau ingat?
Amir Sayangku, kau harus menyudahi kebiasaanmu mengulang-ulang sesuatu, sudah
sangat membosankan. Ulang, ulang, ulang. Tak pernah berhenti mengulang-ulang.
Tentu saja aku ingat. Bagaimana mungkin aku tidak ingat? Kau tak pernah
berhenti membicarakannya.
Drisana kembali.
Drisana Maafkan aku. Aku hanya ingin memastikan kau mengingatnya. Dia akan datang
sebentar lagi.
Amir Sepagi ini?
Drisana Ya. Dia seharusnya datang untuk menyiapkanmu sarapan. Kau mau kopi sebelum dia
... ?
Amir Aku memimpikannya semalam.
Drisana Indali?
Amir Ya. Aku pikir begitu. Aku bisa melihat wajahnya.
Drisana tersenyum padanya.
Kau tahu, dia benar-benar mengingatkanku pada adikmu ...
Drisana Indali? Ya. Seperti yang kau katakan kemarin.
Amir Tidakkah dia mengingatkanmu pada adikmu?
Drisana Mm? Ya, mungkin.
Jeda.
Oh iya, kalau kau menyukainya, aku turut senang. Dia kelihatan sangat baik.
Maksudku, manis. Dan terampil. Dia akan merawatmu dengan baik.
Amir Ya. Aku menyukainya.
Drisana Bagus. Kita sebaiknya berpakaian sebelum dia datang, bukan begitu?
Amir Siapa?
Drisana Indali. Perawat barumu. Yang kausuka itu.
Amir Ah, ya, ya, ya.
Drisana Sebaiknya kau mengenakan jaket saat dia datang.
Amir Dan celana panjang.
Drisana Dia menikmati pertemuan kalian kemarin, kau tahu. Dia menganggapmu
sangat ...
Amir Sangat apa?
Drisana Aku tak ingat kata-kata yang dia gunakan ... oh, ya. Ceria. Katanya kau ceria.
Amir Benarkah?
Drisana Harus kukatakan, kau menyampaikan banyak hal padanya.
Amir Apa aku begitu?
Drisana Ya. Kau meyakinkannya bahwa kau bisa menari. Bahwa kau adalah penari tap
yang jago.
Amir Aku?
Drisana (Tertawa) Ya.
Amir (Senyum kekanak-kanakan) Dan apa katanya?
Drisana Katanya dia berharap kau bisa memperagakannya. Suatu saat.
Amir Lucu. Aku bahkan tidak tahu menari tap. kau bisa?
Drisana Tidak.
Amir Bakat tersembunyi.
Drisana Tampaknya, ya.
Amir Menari tap?
Jeda sejenak. Dia merenung. Bel pintu berbunyi.
Drisana Ah.
Amir Diakah itu?
Drisana Kuharap begitu.
Amir Tapi … secepat itu? Aku belum siap. Aku belum ganti pakaian.
Drisana Tidak apa-apa. Kau bisa ganti pakaian nanti.
Amir Tidak. Aku … Aku harus mengenakan celana panjang, Drisana. Drisana,
pakaianku tidak sesuai.
Drisana Tak masalah.
Drisana berjalan menuju pintu.
Amir Ya, masalah.
Drisana Kau bisa ganti pakaian nanti. Dia ada di luar.
Amir Drisana.
Drisana Apa?
Amir Jangan biarkan aku seperti ini. Pakaianku tidak pas. Apa kata dia nanti?
Aku harus ganti pakaian. Mana pakaianku?
Drisana Ayah. Mengapa kau selalu memperumit segala sesuatu? Kau bisa ganti
pakaian nanti. Tak perlu cemas.
Amir Aku memalukan ...
Drisana Tidak, kau tidak memalukan.
Amir Ya. Lihatlah, aku masih memakai piyama. Aku harus mengenakan celana
panjang.
Bell pintu berbunyi lagi. Drisana membuka pintu. Ternyata Dayita yang muncul.
Drisana Halo.
Dayita Halo. Aku tidak telat kan?
Drisana Tidak, tidak. Tidak sama sekali. Masuklah. Masuklah.
The Dayita masuk.
Dayita Terima kasih.
Amir Tapi … siapa dia?
Drisana Kami telah menunggumu. Masuklah. Terima kasih telah datang sepagi ini.
Amir Tapi, Drisana … ini bukan dia.
Drisana Ayah. (kepada Dayita.) Mau minum apa? Kopi?
Dayita Tak usah, makasi.
Drisana Kau sudah sarapan? Santai saja. Aku …
Amir Aku tidak mau yang ini. Mana yang kususkai itu? Mana dia?
Drisana Tapi Yah … Kenapa bilang begitu? Katakan Halo pada Indali.
Amir Ada sesuatu yang tidak masuk akal tentang semua ini. Ini tidak masuk akal!
Jeda.
Dayita Apa kau mengingatku? Kita ketemu kemarin.
Jeda.
Kita akan mulai saling berkenalan ...
Jeda. Amir terlihat panik. Dia mundur sedikit.
Dan aku berkata aku akan kembali ... hanya untuk melihat caramu melakukan
sesuatu dan melihat apakah aku bisa membantu ...
Jeda.
Apakah kau ingat?
Jeda.
Kau tak ingat?
Jeda.
Amir? Apa kau ingat?
Jeda.
Apa kau ingat?
Jeda.
Blackout.
Empat belas
Dengan cepat. Tak ada lagi perabotan. The Dayita ada di sana.

Drisana Aku ingin bicara denganmu, Yah.


Jeda. Amir tampak ketakutan.
Aku telah bicara dengan Surendra.
Amir Surendra?
Drisana Surendra, Yah. Aku telah bicara dengannya.
Amir Aku tidak peduli dengan temanmu itu.
Drisana Dia bukan temanku, Ayah. Dia kekasihku.
Jeda.
Oke, Aku telah bicara dengannya dan ... kau ingat, pertama kali, ketika kau
datang ... Bagaimana, ya, aku mengatakannya? Aku pikir apakah tidak lebih
baik jika ... bagaimana menurutmu kamar ini?
Jeda sejenak.
Mm? Cukup menyenangkan bukan?
Dayita Pandangannya menghadap ke taman.
Drisana Ya. Sangat menyenangkan. Seperti berada di hotel. Bukankah begitu?
Dayita Semua penghuni berkata begitu.
Drisana Kurasa kau akan lebih baik di sini.
Amir Di mana?
Drisana Di sini. Menurutku akan lebih menenteramkan jika ... lebih menyenangkan jika
kita sepakat bahwa kau sebaiknya pindah ke sini.
Jeda sejenak.
Bagaimana menurutmu?
Amir Kalau kau bagaimana? Apa yang akan kau lakukan? Di mana kau akan tidur?
Kamar yang mana?
Drisana Kalau kau ingat, aku akan pergi ke London.
Amir Tidak, kau tidak akan ke sana.
Drisana Aku kan pergi. Ingat? Aku telah memberitahumu tentang itu ... Kau ingat?
Amir Tapi kau bilang … Apa kau yakin?
Drisana Ya.
Amir Katamu kau akan tinggal bersamaku di sini …
Drisana Tidak, aku harus pergi. Ini penting. Aku telah menjelaskannya kepadamu. Tapi
aku akan datang dan menjengukmu di sini. Sesekali di akhir pekan.
Amir Bagaimana denganku?
Drisana Kau akan tetap di sini. Di Paris.
Amir Sendirian saja?
Jeda.
Bagaimana dengan adikmu? Di mana dia?
Drisana Ayah …
Amir Apa?
Jeda.
Seandainya kau tahu betapa aku merindukannya …
Drisana Sama, Yah, Aku juga merindukannya. Kita semua merindukannya.
Amir menatapnya, membuat isyarat, mungkin saja itu belaian, seolah kali ini dia mengerti
bahwa ada sesuatu yang memang harus dibiarkan tak terucap.
Jeda.
Blackout.
Lima belas
Sebuah ranjang putih, ranjang yang biasanya ada di rumah sakit. Amir tidak tahu di mana dia.
Lalu Dayita datang. Dia mengenakan jaket putih.

Dayita Apakah tidurmu nyenyak?


Amir Apa yang kulakukan di sini?
Dayita Sudah waktunya.
Amir Aku tidak menanyakan waktu. Aku bertanya apa yang kulakukan di sini.
Dayita Apa maksudmu?
Amir Siapa yang menaruh kasurnya di sini. Di tengah ruang gambar. Drisana? Ini
sudah tidak bisa dibiarkan. Maafkan jika aku mengatakan ini, tapi ini sudah
tidak bisa dibiarkan.
Dayita Jangan kesal dulu.
Amir Aku tidak kesal. Aku hanya berkata kau jangan menaruh kasur di tengah-tengah
ruang gambar. Sama sekali tidak masuk akal. Di mana Drisana?
Dayita Lihatlah, Aku membawakanmu obat.
Amir Mengapa kau tidak menyingkir saja dengan obatmu itu! Perawat macam apa
kau ini?
Dayita Ya.
Amir (Akhirnya dia menyadari siapa yang ditemaninya bicara) Oh, kau … Oh,
itulah kenapa … Oh, aku mengerti. Kau memang perawat …
Dayita Ya.
Amir Oh, aku mengerti. Itulah yang kupikirkan. Kau ini sangat khas. Khas perawat. Jadi
apa yang kau lakukan di sini?
Dayita Maaf?
Amir Apa yang kau lakukan di sini?
Dayita Merawatmu.
Amir Astaga, tidak mungkin! Merawatku?
Dayita Ya.
Amir Aku baru mengetahuinya. Sejak kapan?
Dayita Sudah beberapa minggu.
Amir Sudah beberapa minggu? Senang mendengarnya. Tak ada di rumah ini yang
mengatakannya padaku. Selalu saja terjadi hal kebetulan seperti ini. Aku
benar-benar ingin bicara dengan Drisana. Kami tak bisa terus seperti ini. Ini sudah
mulai ... tapi kupikir kami akan mencari yang baru.
Dayita Yang baru apa?
Amir Perawat. Seorang perawat baru.
Jeda.
Perawat yang mirip Tiara. Putriku yang satunya.
Jeda sejenak.
Aku bertemu dia kemarin. Benarkan?
Dayita Baiklah. Kau mau minum obatmu?
Amir Dia harusnya mulai kerja pagi ini. Indali. Begitukan?
Dayita Kurasa kau mencampuradukkan segalanya, Amir.
Amir Yang mengingatkanku pada Tiara …
Dayita (Dengan tidak sabar) Baiklah.
Amir Ya, baiklah, oke. Ayo minum obatnya. Tidak ada waktu tertentu untuk meminumnya,
kan?
Jeda. Dia meluangkan waktu.
Sudah jam berapa?
Dayita Waktunya untuk minum obat.
Amir Aku kehilangan jam tangan. Kau tahu di mana ... ? Aku kehilangan jam tangan ...
Drisana? Drisana?
Dayita Putrimu tidak di sini, Amir.
Amir Oh? Di mana dia? Apa dia keluar?
Dayita Kalau kau ingat, putrimu tinggal di London
Amir Apa? Tidak, memang dia pernah bilang. Tapi akhirnya tidak jadi.
Dayita Dia sudah berbulan-bulan tinggal di sana.
Amir Putriku? Di London? Tidak, dengarlah, di sana tak pernah berhenti hujan.
Dayita Dengar, kemarin, surat yang dia kirim, kita sama-sama membacanya. Apa kau
mengingatnya?
Amir Omong kosong macam apa ini?
Dayita Lihatlah.
Dia menunjukkan surat. Amir membacanya.
Aku mengatakan ini tiap hari. Kau harusnya ingat sekarang. Dia tinggal di
London. Karena dia bertemu pria bernama Surendra, kini mereka tinggal
bersama. Tapi dia akan datang mengunjungimu sesekali.
Amir Drisana?
Dayita Ya. Sesekali dia akan datang di akhir pekan. Dia pernah ke sini. Kalian berjalan-jalan
di taman. Dia berkata padamu tentang kehidupan barunya, tentang apa yang dia
lakukan di sana. Suatu hari, dia membawakanmu teh. Karena kau suka teh.
Amir Aku? Aku benci teh. Aku hanya suka kopi.
Dayita Tapi itu teh yang enak.
Andra masuk. Dia juga berpakaian serba putih.
Andra Semuanya baik-baik saja?
Dayita Ya. Kami baru saja ingin ganti pakaian.
Andra Semuanya baik-baik saja?
Amir tidak menjawab. Andra memberikan sebuah dokumen kepada Dayita lalu
menandatanganinya.
Dayita Sudah.
Andra Makasi. Semoga harimu menyenangkan.
Dayita Sampai ketemu lagi.
Amir Dia, pria itu … Siapa dia?
Andra keluar..
Dayita Siapa?
Amir Dia … Yang baru saja pergi.
Dayita Dia Olivier.
Amir Olivier?
Dayita Ya.
Amir Kau yakin?
Dayita Ya. Kenapa?
Amir Tidak apa-apa. Tapi … Bagaimana ya mengatakan ini? Apa yang dia lakukan
di sini? Maksudku ... di apartemenku. Apa aku mengenalnya?
Dayita Ya. Dia Olivier. Kau bertemu dia tiap hari.
Amir Benarkah? Dan kau …
Dayita Apa?
Amir Maaf kalau aku bertanya begitu, tapi pikiranku kosong ... Maksudku, kau ... kau
... siapa kau sebenarnya?
Dayita Aku Dayita.
Amir Dayita. Ya, benar. Ya, ya, ya. Dayita. Dan dia Olivier.
Dayita Ya.
Amir Oke. Oke. Dan, ... bagaimana denganku?
Dayita Bagaimana denganmu?
Amir Aku … Siapa aku sebenarnya?
Dayita Kau? Kau Amir.
Amir Amir?
Dayita Ya.
Amir Kau yakin?
Dayita (Tergelitik) Ya.
Amir Amir? Nama yang indah, Amir … Bukan?
Dayita Nama yang sangat indah.
Amir Ibuku yang memberikannya. Aku membayangkannya. Apa kau
mengenalinya?
Dayita Siapa?
Amir Ibuku.
Dayita Tidak.
Amir Dia sangat ... matanya sangat besar. Itu ... aku bisa melihat wajahnya saat ini.
Kuharap dia datang mengunjungiku sesekali. Ibu (nada manja). Bagaimana
menurutmu? Kau bilang dia mungkin datang sesekali di akhir pekan ...
Dayita Putrimu?
Hatinya hancur tiba-tiba.
Amir Tidak, Ibu. Aku ... aku mau ibuku. Aku mau ibuku. Aku mau ... aku mau
keluar dari sini. Suruh seseorang datang dan menjemputku.
Dayita Sini. Shush …
Amir Aku mau ibuku. Aku mau dia datang menjemputku. Aku mau pulang
Amir mulai terisak. The Dayita terkejut: dia sama sekali tidak menduga
kejadian ini.
Dayita Tapi … Kau kenapa? Amir … Amir … Kau kenapa? Sini. Sini ... beritahu aku...
Amir Aku …
Dayita Ya?
Amir Aku merasa seolah ... seolah aku kehilangan daunku, satu per satu.
Dayita Daunmu? Apa maksudmu?
Amir Cabang-cabang itu! Dan angin ... aku tak tahu lagi apa yang sedang terjadi.
Kau mengerti apa yang sedang terjadi? Semua permasalahan mengenai
apartemen? Kau tak tahu bagaimana lagi cara menghadapinya. Aku tahu di
mana jam tanganku. Di pergelanganku. Itulah yang aku tahu. Kugunakan
untuk bepergian. Kalau tidak, aku tak tahu kapan harus ...
Dayita Pertama-tama, kita harus ganti pakaian, boleh?
Amir Ya.
Dayita Kita akan ganti pakaian setelah itu kita akan jalan-jalan di taman. Oke?
Amir Ya.
Dayita Bagus. Kita akan melihat pohon-pohon. Dan dedaunan. Lalu kemudian kita
kembali ke sini untuk makan. Di ruang makan. Lalu akan tidur siang. Oke? Kalau
kau masih sanggup, kita akan berjalan-jalan lagi. Di taman. Kita berdua. Karena
ini hari yang cerah. Bukan?
Amir Ya.
Dayita Matahari terik. Kita harus menikmatinya. Jarang-jarang ini terjadi. Cuaca
sebagus ini tidak pernah bertahan lama, bukan begitu? Jadi, ayo dan
bersiaplah, tidak masalah kan?
Amir menahanya.
Amir Tidak.
Dayita Ayolah. Jangan seperti anak kecil. Ayo. Sini. Oke? Sini. Tenanglah. Tenang. Shush.
Shush. Kau akan baik-baik saja nanti. Kau akan baik-baik saja. Shush …
Amir tenang, terpaku pada pelukannya. Dia membelainya dengan lembut.
Jeda..
Blackout.

Anda mungkin juga menyukai