Anda di halaman 1dari 36

Nyonya dan Nyonya karya Motinggo Busye

Motinggo Busye adalah pengarang yang piawai menulis dalam semua genre prosa, mulai cerita
pendek, novel, hingga drama. Naskah dramanya yang bertajuk Nyonya dan Nyonya ini pernah
dipentaskan ketika Motinggo Busye masih tinggal di Yogyakarta, dan diterbitkan di Jakarta pada
1963. Naskah ini adalah naskah komedi, yang menceritakan tentang lika-liku kehidupan seorang
koruptor bernama Tuan Tabrin.

Naskah ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama bercerita tentang seorang nyonya yang
bertamu ke rumah Tuan Tabrin dan mengakali Tuan Tabrin dan istrinya sehingga berhasil
mencuri barang-barang si koruptor. Sedangkan bagian kedua, yang kami nukil di sini, bercerita
tentang Tuan Tabrin, yang melakukan korupsi demi memuaskan keinginan istrinya akan harta.
Merasa bersalah karena telah korupsi, ia mencoba menenteramkan diri dengan menikahi wanita
lain, tetapi pada suatu hari istri keduanya datang ke rumah istri pertamanya. Karena saking
marahnya, kedua istri tersebut memarahi si koruptor. Frustrasi, Tuan Tabrin justru menyerahkan
diri pada polisi. (Redaksi Infokorupsi.com)

BAGIAN KEDUA

Dramatis Personal
Tuan Tabrin
Nyonya Tabrin
Tamu: Nyonya Samirah
Sopinah
Pulisi

Pagi ini adalah pagi yang penuh kecerahan. Cahaya melalui jendela-jendela rumah Tuan Tabrin.
Keadaan gembira itu kelihatan pada wajah Nyonya Tabrin yang senantiasa tersenyum itu ketika
ia memperhatikan suaminya yang mempunyai perhatian besar pada berita-berita koran, terutama
tajuk rencana.
Tuan Tabrin
Kiki.

Nyonya Tabrin
Apa?

Tuan Tabrin
Aku telah disindir sekali lagi oleh tajuk rencan koran ini. Aku, dan juga kau, rupanya termasuk
golongan OKB.

Nyonya Tabrin
Apa itu istilah OKB?

Tuan Tabrin
Orang Kaya Baru. Ya, memang kita OKB. Tetapi apa salah kita? Mereka ini bilang, golongan
kita ini mau cari kekayaan dalam waktu singkat. Jika punya uang, dipakai untuk konsumen, dan
bukan untuk bangunan-bangunan atau pabrik-pabrik yang produktif!

Nyonya Tabrin
Ya, kenapa kau jadi susah karena sindiran itu?

Tuan Tabrin
Soalnya aku punya uang. Aku tentu mau laba yang banyak. Dan karena aku kepingin makmur
sendiri, apakah ini sesat?

Nyonya Tabrin
(Tersenyum) Barangkali, seperti yang aku baca di Berita Minggu, hidup kita ini terlalu
menyolok?

Tuan Tabrin
Itulah yang sering kubilang kepadamu! Tapi apa boleh buat, kita sudah punya Impala, apakah ini
salah, Kiki?
Nyonya Tabrin
Menurut pendapatku, kau tak usah gelisah karena kejadian ini. Ah, pergilah bekerja, jangan
terlalu repot, atau sebaiknya, mulai sekarang jangan terlalu tekun baca koran.

Tuan Tabrin
Aku... (gugup) Aku sekarang bahkan kalau bisa tidak ketemu dengan manusia. Aku merasa aneh,
sampai dalam mimpi pun aku merasa diburu-buru! Aku tadi malam bermimpi diborgol oleh
pulisi.

Nyonya Tabrin
Oh, makna mimpi itu artinya kau akan selamat.

Tuan Tabrin
Aku mulai sangsi, apakah aku akan selamat atau tidak. Soalnya aku sendiri yang takut. Aku
memang merasa, bahwa perbuatanku salah. Tetapi, seperti seorang berlari menuruni jurang, aku
seakan-akan tidak mungkin lagi naik ke atas bukit. Kemarin aku telah pergi ke dokter jiwa itu,
dan kemarin kukatakan semuanya kepadanya!

Nyonya Tabrin
Ha? Kau katakan?

Tuan Tabrin
Ya! Telah kukatakan semuanya, karena kemarin aku sudah melihat ada orang yang bertanya yang
tidak-tidak di kantorku. Itulah sebabnya sore kemarin juga aku pergi ke dokter jiwa itu, dan di
hadapannya demi Tuhan, aku telah betul-betul mengakuinya dengan jujur, bahwa aku telah... Oh,
aku tak sanggup mengatakan sepatah kata yang kutakuti itu. Kukatakan kepada dokter itu,
‘Dokter, apakah dokter bersumpah atas nama jabatan, tidak akan membuka rahasia ini?’ Dokter
itu menjawab, ‘Ya’. Dan kutanyai, ‘Dokter juga bersumpah, tidak akan mengatakan rahasiaku ini
kepada pulisi?’ Kau tahu, Kiki, apakah yang terjadi?

Nyonya Tabrin
Katakan!
Tuan Tabrin
Dokter itu akhirnya menjawab ‘Ya’ juga, tetapi agak terlambat. Waktu yang seperempat detik
itulah yang membikin aku tersiksa, dan hampir saja aku tak jadi membuka rahasiaku! Tapi aku
membuka rahasiaku juga, dan telah kukatakan segalanya kepadanya.

Tuan Tabrin berdiri dengan cara berdiri yang agak aneh. Nyonya Dokter mengikuti hal itu
dengan terharu.

Nyonya Tabrin
Bagaimana kata dokter tentang kisah perempuan cantik yang kemudian ternyata seorang pencuri
tingkat tinggi itu?

Tuan Tabrin
(Terkejut sehingga menjadi gugup) Aku tak ingat.

Nyonya Tabrin
Hei! Kenapa kau jadi gugup tiba-tiba?

Tuan Tabrin
Ya, karena itulah aku ditakdirkan punya masa tua yang menggugupkan.

Nyonya Tabrin
Itu bukan takdir! Itu kemauanmu sendiri.

Tuan Tabrin
Tidak! Bukan kemauanku sendiri saja. Kau juga ikut membonceng dengan kemauanku! Hop,
hop, jangan marah, Kiki. Maksudku kau juga ikut terlibat dalam peristiwa-peristiwa hidupku.
Seorang isteri senantiasa ikut juga memikul tanggungjawab terhadap peristiwa-peristiwa yang
dilakukan suaminya. Apabila aku telah melakukan kesalahan, tentu ada sebabnya. Mungkin hal
ini karena memang aku jadi sebabnya, mungkin kau ikut menambah sebab itu makin banyak!

Nyonya Tabrin
(Meloncat berdiri) Aku tak mau ikut memikul tanggungjawab dosa-dosamu!
Tuan Tabrin
Kenapa kau jadi ganas seperti singa betina?

Nyonya Tabrin
Kau yang mulai. Tajuk rencana koran yang kau baca, kau timpakan pula dosanya kepadaku.
Kalau kau benar-benar berani kau tulis surat kepada redaktur koran itu, bahwa kau yang benar.

Tuan Tabrin
Aku tak berani.

Nyonya Tabrin
Kau memang lelaki banci!

Tuan Tabrin
Jangan hina aku. Aku tak berani karena aku merasa bahwa aku memang bersalah! Aku termasuk
salah seorang yang ikut membikin uang jadi inflasi, karena aku senantiasa enak bermain-main di
tumpukan uang panas—kau tahu bahasa asingnya, hot money!—dan makin lama aku makin jauh
dari hidupku yang dulu. Dulu aku menghormati kejujuran, sekarang tidak. Dulu aku adalah
sahabat setiap orang, sekarang merasa jadi musuh orang-orang yang menderita karena
perbuatanku. Karena itu aku mencari tempat yang teduh, tempat yang benar-benar bisa
mendinginkan perasaanku. Yang mengerti jiwaku sedang merasa runtuh! Ya, tempat yang teduh!

Nyonya Tabrin
Apa rumah ini tidak teduh?

Tuan Tabrin
Ha?

Nyonya Tabrin
Kuulangi, apa rumah ini tidak teduh?

Tuan Tabrin tidak berani menjawabnya, karena itu ia menghindar menyuruk-nyuruk.


Nyonya Tabrin
Kalau memang tempat ini tidak teduh, dan aku tidak bisa mendinginkan jiwamu, carilah tempat
lain yang teduh, dan wanita lain yang lebih dingin seperti semangka!

Tuan Tabrin
Kiki, tempat yang teduh buatku yaitu... aku dapat menyebutkannya dua!

Nyonya Tabrin
Dua? Dua? Jadi... aku mau tahu dulu siapa orangnya? Cantik? Cantik?

Tuan Tabrin
Bukan... dengarlah! Tempatku yang teduh, kalau tidak kuburan, adalah penjara!

Nyonya Tabrin
Apa yang bisa kau lakukan di kuburan?

Tuan Tabrin
Begitulah, sepanjang pengetahuanku kira-kira... kira-kira aku akan gugup menjawab pertanyaan
Malaikat, ‘Hei Tabrin, apa yang telah kau lakukan di dunia? Hei, Tabrin, berapa liter keringat
rakyat yang kau peras, berapa liter beras rakyat yang telah kau manipulasikan?’ Dan, aku tidak
menjawabnya, lalu aku ditendang masuk neraka!

Nyonya Tabrin
Neraka terlalu panas buatmu!

Tuan Tabrin
Kalau tidak, ya penjara.

Nyonya Tabrin
Kau tidak punya bakat untuk mengangkat pasir seperti dongeng yang kau khayalkan dahulu! Kau
tak punya bakat untuk menyabit rumput!

Tuan Tabrin
Di penjara aku akan merenungi nasibku, bahwa aku telah berdosa pada orang banyak. Dan aku
akan menulis sebuah buku tentang seorang kor... semacam aku ini. Demi Tuhan, pagi ini aku
pusing sekali, janganlah aku ditanyai lagi soal-soal yang menakutkan.

Nyonya Tabrin sadar akan panggilan ketakutan itu, lalu dengan langkah perlahan ia berjalan,
duduk berdiri, berjalan dan duduk.

Tuan Tabrin
Mengapa kau?

Nyonya Tabrin
Tidak apa-apa.

Tuan Tabrin
Tapi mengapa kau berjalan ke utara, ke selatan, lalu duduk, lalu berdiri lalu berjalan lagi?

Nyonya Tabrin
Aku sedang teringat sesuatu. Ketakutan ini membikin kita jadi makin bodoh. Dulu, ya, ini
kusebutkan karena aku ingat arloji Omega-ku... ketika akhirnya kita tahu bahwa wanita cantik
yang datang itu seorang pencuri, kita hampir menelepon pulisi. Tapi akhirnya kita takut, dan kita
kehilangan beberapa biji harta benda berharga.

Nyonya Tabrin melihat kepada suaminya untuk menyaksikan reaksinya, tapi Tuan Tabrin
membuang muka.

Nyonya Tabrin
Kenapa kau buang muka tiba-tiba?

Tuan Tabrin
Aku takut padamu!

Nyonya Tabrin
Kenapa?
Tuan Tabrin
Gerak-gerikmu seperti detektif! Kau berjalan mondar-mandir seperti jaksa di pengadilan dan aku
adalah terdakwa! Hei, kenapa kau ulang-ulangi juga tentang pencuri itu?

Nyonya Tabrin terdiam. Tuan Tabrin yang berdiri mendekati.

Tuan Tabrin
Dari Tuhan, aku memohon, supaya kau jangan ngomong lagi soal-soal yang membikin kepalaku
pusing.

Kemudian Tuan Tabrin melipat koran, dan memasukkan koran itu ke dalam actentas.

Tuan Tabrin
Kita bisa gila akhir-akhirnya, Kiki, karena itu akan pergi ke kantor. Dan di kantor aku juga akan
duduk tertunduk karena takut melihat muka orang, dan setiap telepon berdirung kuanggap saja
panggilan masuk.

Nyonya Tabrin
Masuk ke mana?

Tuan Tabrin
Penjara!

Nyonya Tabrin ketawa secara sungguh-sungguh. Dan Tuan Tabrin pun pergi. Tetapi dengan
sembunyi-sembunyi Sopiah muncul di belakang Nyonya Tabrin sehingga Nyonya Tabrin terkejut
hampir memekik. Nyonya Tabrin jadi marah karena itu.

Nyonya Tabrin
Hei, kalau begitu kau tadi mendengarkan ocehan suamiku!

Sopinah
(Dengan takut-takut mengaku)
Maafkan saya, Nyonya. Baru kali ini saya mendengarkan. Tapi itu disebabkan saya khawatir
Nyonya akan dipukul Tuan.

Nyonya Tabrin
Sopinah.

Sopinah
Ya, Nyonya.

Nyonya Tabrin
Kau kenal dukun yang mujarab di Jakarta ini?

Sopinah
Di Jakarta ini saya nggak kenal, Nya. Tapi di Batujaya saya tahu.

Nyonya Tabrin
Dukun apa dia?

Sopinah
Dukun beranak, Nya.

Nyonya Tabrin jadi marah seketika, tapi kemudian menjelaskan.

Nyonya Tabrin
Yang kumaksud dukun yang bisa mengobati orang yang punya penyakit mengigau, atau
kesurupan, atau... sakit... (Nyonya itu meletakkan telunjuknya dengan miring pada keningnya.

Sopinah menggeleng.

Nyonya Tabrin
Barangkali di Banten ada, Nya! Nya! Apakah Tuan sekarang sudah....

Sopinah tak berani meneruskan kata-katanya, dan Nyonya Tabrin mengangguk ya ya ya. Tetapi
tiba-tiba Nyonya Tabrin tergerak untuk melihat ke arah beranda, dan dilihatnya ada tamu wanita.
Mata Nyonya Tabrin tiba-tiba menyinarkan kesenangan yang menyakitkan. Tapi segera
disembunyikan kesan jengkelnya yang sakit itu, ketika tamu itu masuk.

Nyonya Tabrin
Apa kabar, Nyonya?

Samirah
(Mengulurkan tangannya dan memperkenalkan namanya) Baik! Baik! Samirah!

Nyonya Tabrin, sekalipun tidak mendengar dan tidak melepaskan jabatangannya, menanyai.

Nyonya Tabrin
Siapa?

Samirah
Saya Samirah.

Nyonya Tabrin
Silakan duduk, Nyonya. Dari mana tadi rupanya?

Samirah
Saya memang mau datang ke sini.

Nyonya Tabrin
O, kalau begitu memang ada rencana mau datang ke sini?

Samirah
Ya, ada rencana.

Setelah berdiam agak lama, dan mata tetamu itu melihat sekeliling keindahan rumah itu, dia
bertanya pula.

Samirah
Apakah Nyonya yang Nyonya Tabrin?
Nyonya Tabrin
Ya, saya adalah Nyonya Tabrin yang syah.

Tamu itu agak kaku.

Samirah
Barangkali saya datang terlalu pagi.

Nyonya Tabrin pura-pura melihat ke pergelangan lengannya, dan dicopotnya jam itu dan
diberikannya kepada tamunya yang baru datang.

Nyonya Tabrin
Merknya Omega! Ini baru saya beli!

Tapi perempuan itu jadi malu kemudian.

Samirah
Maaf, saya bukan mau membeli jam.

Nyonya Tabrin
O, kalau begitu saya letakkan saja jam ini di atas meja.

Tamu itu mengangguk ragu dan heran. Dan matanya tidak luput melihat ke sekeliling. Dia
kelihatannya agak selesma, dan tiap sebentar memegang hidungnya dengan lampisan
saputangan.

Samirah
Saya pilek.

Nyonya Tabrin
Ya.

Perempuan itu akan bersin tapi tak jadi. Dan cepat-cepat dia berkata.
Samirah
Maafkan kalau saya bersin sewaktu-waktu!

Nyonya Tabrin
Silakan bersin sewaktu-waktu. Tak mengapa!

Samirah
Saya Pilek.

Nyonya Tabrin
Ya, saya sudah tahu. Di mana Nyonya tinggal?

Samirah
Di Jalan salemba Tengah.

Nyonya Tabrin
Nomor? Ah, saya tak sopan untuk menanyakan nomor rumah. Sopinah!

Sopinah muncul dan menanyakan apakah tugas yang akan dikerjakannya.

Nyonya Tabrin
Buatkan buat Nyonya ini kopi susu.

Dengan gerak keramahan yang dibikin-bikin Nyonya Tabrin pada sebenarnya mulai menyelidiki
tamu yang datang agak pagi itu.

Nyonya Tabrin
Keperluan apa rupanya?

Samirah
Saya akan merundingkan sesuatu. Tetapi setelah saya datang kemari, saya agak lega, mungkin
saja Nyonya bisa dibawa berunding.

Nyonya Tabrin
Boleh saja, boleh saja, sedangkan dengan Belanda kita mau berunding.
Samirah
Begini, Nyonya. Saya menderita penyakit pilek belakangan ini (lalu dia bersin, dan,
menyambung), kalau tidak, saya sudah beberapa hari yang lalu saya datang ke sini.

Sopinah datang membawa kopi susu.

Nyonya Tabrin
Silakan minum.

Samirah
Saya gembira karena dapat menemui rumah ini.

Nyonya Tabrin
Saya juga gembira, karena dengan kedatangan Nyonya ke sini kita dapat berdiskusi tentang
lelaki.

Samirah
Tetapi! Memang demikianlah adanya. Saya datang ke sini untuk membicarakan tentang laki-laki.

Nyonya Tabrin
Tentang kebohongan lelaki, tentunya.

Samirah
Tepat! (sekaligus bersin). Ya, tentang kebohongan lelaki.

Nyonya Tabrin
Tentang seorang suami, yang mengaku bahwa dia belum beristeri, tiba-tiba ternyata bahwa dia
telah punya, begitu?

Samirah
Ya, memang begitu. Sebenarnya kita wanita-wanita ini tidak perlu lekas naik darah. Kita tak
perlu cekcok karena hal-hal yang disebabkan lelaki. Kita bisa mencegah...

Nyonya Tabrin ketawa, agak besar.


Samirah
Kenapa Nyonya ketawa?

Nyonya Tabrin
Tidak, jangan tersinggung.

Samirah
Saya membicarakan hal ini dengan penuh khidmat. Itu karena saya ingin penyelesaian dengan
jalan yang menguntungkan.

Nyonya Tabrin
Tapi saya tak sudi kalau kedatangan Nyonya ini akhirnya merugikan saya.

Samirah
Oh, tidak.

Nyonya Tabrin
Sebab saya sudah punya pengalaman! Jangan marah, bahwa saya telah punya pengalaman, ketika
ada tamu yang datang lantas iri melihat radio salon saya.

Samirah
Radio salon?

Nyonya Tabrin
Ya, radio salon. Apakah Nyonya punya perasaan yang demikian pula?

Tamu itu jadi merah padam karena pertanyaan yang dianggapnya melanggar kesopanan itu,
tetapi ia mencoba tersenyum.

Nyonya Tabrin
Saya juga punya kulkas.

Samirah
Di rumah saya juga ada. Cuma radio salonnya tidak sebagus di sini.
Nyonya Tabrin
Tentulah saya mesti bagus.

Samirah
Begini, Nyonya, saya tidak ingin soal ini jadi bertele-tele.

Nyonya Tabrin
Saya juga tidak ingin bertele-tele. Saya ingin segala soal sampai pada sasarannya, yaitu penjara!

Nyonya Tabrin kelihatannya tidak dapat mengendalikan emosinya secara serius, sehingga
sewaktu-waktu pitamnya bangkit tetapi kemudian diredakannya.

Samirah
Ya! kalau perlu kita jebloskan dia ke penjara! Saya sudah kesal dengan dia, dan dia membohongi
saya betul-betul dengan bukti-bukti yang cukup.

Nyonya Tabrin
Yang menipu memang musti ditangkap basah.

Samirah
Ya, saya ditipunya, Nyonya. Kalau dia bilang secara sportif tidak apa. Bagi saya poligami adalah
soal wajar, karena hal itu diperbolehkan agama Islam, dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi
pula. Tapi dia tidak memenuhi syarat, dan lebih dari itu dia berdusta pula!

Nyonya Tabrin berdiri.

Samirah
Nyonya mau ke mana?

Nyonya Tabrin
Sabarlah, sebentar lagi saya akan pergi, dan Nyonya tunggulah saya di sini, sebentar lagi.

Nyonya Tabrin makin tidak bisa menguasai emosinya, kadang-kadang, tapi cepat-cepat
dikendalikannya.
Nyonya Tabrin
Nyonya ceritalah semua soal yang mengenai yang pengalaman pribadi Nyonya dengan jujur,
nanti giliran saya lagi yang cerita.

Samirah
Baiklah! (bersin)

Nyonya Tabrin tiba-tiba melihat Sopinah mengintip.

Nyonya Tabrin
Sopinah, jangan sembunyi di balik pintu!

Samirah
Siapa yang bersembunyi di balik pintu?

Nyonya Tabrin
Pesuruh saya.

Samirah
Oh, orang seperti ini mudah sekali terkejut.

Nyonya Tabrin
Memang demikianlah halnya.

Samirah
Pertama kali akan saya ceritakan nasib saya sebelum berjumpa dengan dia. Saya adalah
perempuan yang taat beragama. Jadi saya tidak begitu saja lekas tergoda apabila melihat
seseorang yang menderita. Karena itu saya menaruh simpati, dan kalau perlu menolong dia agar
kembali lagi jadi manusia normal!

Nyonya Tabrin
Penyakit apa yang dideritanya?
Tamu itu melihat pada Nyonya Tabrin tenang-tenang, lalu dengan telunjuknya sendiri
ditunjuknya dadanya sendiri.

Nyonya Tabrin
Paru-paru!

Samirah
Bukan! Tapi jantungnya. Mungkin jiwanyalah yang sakit menurut taksiran saya.

Nyonya Tabrin
Jadi... setelah Nyonya kasihan benar kepadanya, lalu Nyonya berusaha menjadi segumpal es
yang bisa mendinginkan jiwanya.

Samirah
Ya, begitulah perbandingannya.

Nyonya Tabrin
Lalu, apakah Nyonya berhasil menjadi segumpal es yang bisa menyembuhkan orang yang sakit
jiwa itu... eh... maksud saya orang yang jiwanya sakit itu?

Samirah
Mulanya berhasil. Dan, maaf, akhirnya sayapun jadi bukan menaruh simpati saja.

Nyonya Tabrin
Cinta?

Samirah
Ya, kira-kira begitulah!

Nyonya Tabrin kelihatannya makin kesal, tapi karena sikap geregetannya, dia bertanya terus:

Nyonya Tabrin
Apakah akhirnya Nyonya berhasil mengawininya?
Samirah
Berhasil!

Nyonya Tabrin
Dengan syah?

Samirah
Di hadapan penghulu. Ya, dengan syah. Tapi, maaf, jangan tersinggung.

Nyonya Tabrin
Oh, sama sekali tidak.

Tamu itu kelihatan mulai gugup, dan Nyonya Tabrin mempersilakan minum. Dan kemudian,
setelah bersin, Nyonya tamu itu meneruskan.

Samirah
Mulanya aku tidak tahu, bahwa dia begitu pendusta. Dan juga aku tak tahu, bahwa segala harta
benda yang dibelikannya itu adalah halal. Barulah belakangan ini saya tahu, bahwa dia telah
membuat sesuatu yang bathil. Tetapi itu tidak menyakitkan hati benar. Yang menyakitkan hati
benar, yaitu bahwa dia telah membohongi saya. Katanya dia masih single. Kemudian, ketika saya
mendapatkan foto di dompetnya, dia mengaku. Itu masih saya maafkan. Sebagai wanita, kita
punya sifat menyelidik, iri hati dan saya pun tak luput dari sifat-sifat ini. Saya pun punya
perasaan cemburu. Dan perasaan yang demikianlah yang menyebabkan saya ke sini.

Nyonya Tabrin
Lalu?

Samirah
Lalu saya ke sini. Dan di sinilah saya menemukan kebohongannya lagi. Katanya, isteri pertama
cuma rumah kayu. Ternyata gedong. Katanya tak dibelikan radio. Ternyata radio salon. Katanya
cuma kursi rotan. Ternyata mebel yang mewah. Semuanya adalah dusta belaka.

Nyonya Tabrin
Siapa yang berdusta?
Samirah
Suami saya.

Mendengar jawaban ini Nyonya Tabrin naik darah.

Nyonya Tabrin
Siapa suami Nyonya?

Samirah
Ha?

Nyonya Tabrinya
Ya, saya mau tahu, siapa suami Nyonya?

Samirah
Eh, masa Nyonya tidak tahu? Waktu saya bercerita tadi saya pikir Nyonya sudah tahu....

Nyonya Tabrin jengkel.

Nyonya Tabrin
Katakan padaku, siapa suamimu?

Tamu itu jadi gugup dan takut.

Samirah
Maaf, jangan takut-takuti saya. Saya adalah seseorang yang mudah terkejut. Suami saya, adalah
suami Nyonya!

Nyonya Tabrin
Namanya siapa?

Samirah
Nyonya tahu namanya, dan namanya adalah Tabrin!
Nyonya Tabrin
Betul Tabrin?

Samirah
Betul!

Nyonya Tabrin
Bagaimana rupanya?

Samirah
Seperti orang kurang tidur.

Nyonya Tabrin
Ya, betul. Sebentar lagi akan saya telepon si Tabrin itu!

Samirah
Teleponlah, saya juga tahu nomor teleponnya!

Nyonya Tabrin jadi penasaran, lalu dipanggilnya Sopinah. Sebelum Sopinah datang ia telah
mendekati dan menghilang dari ruang itu. dalam ruangan itu, sang tamu dengan mata yang awas
menyelidiki apa yang sedang dibicarakan oleh Nyonya Tabrin dan Sopinah. Dan ketika Nyonya
Tabrin massuk ruangan, tamu itu bertanya.

Samirah
Apa yang Nyonya bisiki sama pembantu itu?

Nyonya Tabrin
Soal-soal pribadi.

Samirah
Tapi saya tersinggung!

Sementara itu Sopinah melintasi ruangan mengganggu mulut tamu yang akan bicara sehingga tak
jadi.
Nyonya Tabrin
Cepat sedikit ya Pinah!

Sifat-sifat wanita dalam bentuknya yang masih primitif menghilangkan gaya diplomasi yang
semula masih bisa dipertahankannya. Dada Nyonya Tabrin turun naik karena kejadian yang akan
berulang lagi itu.

Nyonya Tabrin
Nyonya memang manis, tapi kita buktikan nanti, bahwa saya menyatakan suatu kenyataan!
Menyatakan suatu kenyataan memang tidak salah. Dalam hal ini kita lihat fungsinya! Dalam
pengakuan Nyonya, Nyonya mengaku berfungsi sebagai Nyonya Tabrin pula.

Samirah
Saya memang Nyonya Tabrin.

Nyonya Tabrin
(Berteriak) Sayalah Nyonya Tabrin.

Samirah
(Menggugat) Sayalah yang Nyonya Tabrin!

Nyonya Tabrin
(Ketawa dongkol) Tunggu saja saatnya, tunggu saja saatnya!

Samirah
Baik! Akan saya tunggu!

Nyonya Tabrin
Jadi—maksudmu, maksudmu, kau akan menunggu di sini, lalu saya sekarang pergi memanggil
suami saya, begitu?

Samirah
Terserah!
Nyonya Tabrin
Tak mungkin terserah! Dan saya juga tak sudi pergi dari rumah ini dan meninggalkan engkau
sendirian. Kalau saya pergi dan meninggalkan rumah ini, itu berarti saya memberikan
kesempatan. Saya akan tertipu dua kali. Cukup satu kali saya tertipu, untuk kedua kalinya saya
sudah cukup kapok! Kapok! Kapok! Kapok!

Nyonya Tabrin hampir tak dapat mengendalikan emosinya sehingga ia hampir menjerit.

Samirah
Kenapa Nyonya jadi bergelora?

Nyonya Tabrin
(Dengan muka cemberut dipandangnya tamu itu serendah orang memandang maling) Saya
memang punya penyakit!

Samirah
Darah tinggi barangkali.

Nyonya Tabrin
Diam kau! Tunggu sebentar lagi, pengadilan akan datang!

Samirah
Tidak apa!? Dibawa ke pengadilan juga boleh. Pada prinsipnya, saya tetap punya hak sebagai
isteri kedua, dan saya menuntut hak itu!

Nyonya Tabrin
Oke, oke! Saya sudah tahu siasat licikmu dari tadi. Kau membikin darah saya bergelora,
memang, memang, ini memang emosi kaum wanita. Tapi jangan kira saya yang impulsif ini bisa
dikelabuin dua kali. Kalau dulu emosi saya bergelora dan karena saya mata gelap lalu
meninggalkan rumah termasuk arloji Omega saya, sekarang, sabar dulu, saya takkan mata gelap
begitu lagi!

Tamu itu menjadi gementar karena sakit hati.


Samirah
Apa maksudmu dengan kalimat-kalimat ajaib itu?

Nyonya Tabrin
Apa tidak jelas? Apa saya perlu membawa sebuah mikroskop untuk menjelaskan kalimat-kalimat
ini? Apa, saya perlu menjelaskan, bahwa—bahwa—kau ini seorang perampok jaman modern?

Samirah
Lucunya...

Nyonya Tabrin
Baiklah, baiklah, anggap saja ini lucu. Memang lucu kalau sebentar lagi diborgol oleh pulisi!

Perempuan muda yang menjadi tamu itu mulai hilang keseimbangannya.

Samirah
Panggil pulisi kalau berani!

Nyonya Tabrin
Si Sopinah memang sedang memanggil pulisi dan sekaligus memanggil suami saya dengan
telepon di rumah sebelah! Mau tahu? Itulah yang tadi saya bisikkan di belakang, dan kira-kira
lima menit lagi pulisi itu datang!

Nyonya Tabrin berdiri dengan gelisah menanti waktu yang lima menit itu, dan kemudian dia
melihat Sopinah datang berlari-lari masuk.

Sopinah
Nyonya! Itu pulisi datang!

Nyonya Tabrin
Rasain!

Ketika pulisi itu masuk, tamu itu berdiri.


Nyonya Tabrin
Tangkap orang ini, Pak!

Samirah
Nanti dulu! (Tiba-tiba menjadi pucat) Ada apa ini?

Nyonya Tabrin
Kau bilang tadi boleh panggil pulisi! Ini pulisinya! Tangkap dia, Pak!

Pulisi itu agaknya mengerti akan emosi meluap-luap dari wanita-wanita.

Pulisi
Boleh saya lihat kartu penduduk?

Tamu itu memeriksa tasnya. Dan ia memang tampak gelisah ketika itu, sehingga ia gugup.
Akhirnya ia melihat pulisi itu dan berkata terus terang.

Samirah
Tinggal, Pak.

Nyonya Tabrin
Nah! Ini sebuah bukti! Mana pula ada perampok yang mempunyai kartu penduduk? Jangan
tanya-tanya lagi, Pak, tangkap saja! Dia sudah jelas mau merampok ke sini dengan siasat yang
sama seperti yang pernah kejadian! Dan ini sama halnya dengan perempuan yang dulu
merampok radio saya di siang bolong! Bukan radio saja, tapi dua radio, satu kulkas, satu bufet,
satu Vespa, dan... satu vaas bunga!

Pulisi
Sabar, Nyonya!

Nyonya Tabrin
Saya tak sabar lagi, Pak!
Pulisi
Tapi dalam hal ini kami memerlukan ketelitian dan kesabaran.

Samirah
Kartu penduduk tinggal! Kau jangan gegabah menuduh saya rampok ya?

Pulisi
Sabar, Nyonya!

Ketika Nyonya Tabrin akan menuding, tiba-tiba telunjuknya jadi turun dan menunjuk ke arah
beranda sewaktu mendengar suara rem mobil.

Nyonya Tabrin
Nah, itu suami saya datang!

Samirah
Aku akan menampar muka si Tabrin itu!

Nyonya Tabrin
Apa? Kau akan menampar muka suamiku? Kau jangan gegabah ya? Itu suami saya! (Mendadak
menunjuk beranda menjemput suaminya)

Samirah
Itu juga suami saya!

Nyonya Tabrin menyeret Tuan Tabrin masuk ruangan dan dia menanyai Tabrin.

Nyonya Tabrin
Katakan padaku, benarkah ini istrimu?

Tuan Tabrin melihat tamu itu dari kaki sampai ke rambut. Dia menggelengkan kepala dengan
aman.

Samirah
(Menuding Tuan Tabrin sambil bersin) Kau pembohong! Penipu!
Nyonya Tabrin
Kau jangan hina suamiku ya? Kaulah yang penipu! Kau datang ke sini dengan berpura-pura
menjadi Nyonya Tabrin tapi sebenarnya perampok siang bolong.

Tuan Tabrin
Memang! (Melihat kepada pulisi) Kami pernah ditipu seperti kejadian sekarang ini! Dia
memang... memang.

Samirah
Tutup mulutmu, Tabrin! Kau penipu! Aku punya bukti-bukti yang syah, bahwa aku adalah
isterimu!

Pulisi itu mulai ragu-ragu dan Tuan Tabrin cuma tersenyum. Pulisi itu kemudian menyetop
dengan isyarat kepada Nyonya Tabrin yang kelihatan sangat nervous mau meledak.

Pulisi
Nyonya! Nyonya punya keterangan lain sebagai bukti?

Samirah
Saya kebetulan ada membawa surat nikah!

Diaduknya tas, dibongkarnya dengan gelisah, hampir didapatkannya dan ternyata surat dobi.

Samirah
Surat binatu ini juga bukti.

Pulisi mengambil surat binatu itu.

Samirah
Lihatlah, Pak Pulisi, nama siapa yang tertulis! (Lalu dikeluarkannya surat foto) Nah, ini surat
foto, kami berdua berfoto beberapa hari yang lalu di Senen... (Diaduknya lagi surat-surat di
dalam tasnya) Dan bacalah, nama siapa yang tertulis... dan ini (Akhirnya tamu itu menantang
setiap orang yang di hadapannya sambil menunjukkan sehelai surat) Dan ini surat nikah! Ada
foto saya dan foto dia dia surat nikah itu!
Lalu pulisi mengambil surat itu, dan membanding foto dengan wajah Tuan Tabrin. Tuan Tabrin,
yang tiba-tiba menjadi gugup, akhirnya kelihatan makin linglung dan dengan gementar dia
berkata kepada pulisi itu.

Tuan tabrin
Pak, ini bukan perkara kriminil lagi. Ini sudah soal prive rumahtangga dan saya akan
menyelesaikannya sendiri!

Pulisi itu tercengang.

Pulisi
Saya menunggu di luar, kalau perlu saya boleh dipanggil!

Pulisi itu pun pergi.

Tuan Tabrin dengan wajah yang merah padam, linglung dan tak dapat berkutik lagi, berkata
kepada tamu itu.

Tuan Tabrin
Kenapa kau datang ke sini bikin gara-gara?

Nyonya Tabrin
Jadi memang benar dia istrimu?

Nyonya Tabrin lalu memegang lehernya sendiri seperti akan mencekik semacam bunuh diri, dan
dengan bantuan Sopinah ia didudukkan di kursi.

Samirah
Kau telah membohongi dia dan membohongiku! (Penuh kesedihan sehingga ia bersin) Kau telah
menghinaku dan hampir saja aku ditangkap kalau tak bawa surat nikah!

Nyonya Tabrin
Kau penipu bajingan! Aku minta cerai.

Tuan Tabrin yang linglung, lalu duduk.


Tuan Tabrin
Aku sekarang mengaku. Aku mengaku bersalah, bahwa memang dia ini adalah isteriku. Tapi
coba sabar, Kiki... (Gugup)

Nyonya Tabrin
Jangan panggil aku Kiki lagi. Aku sudah tak sudi untuk bersamamu!

Samirah
Ya, aku juga tak sudi!

Tuan Tabrin hilang akal, lalu berdiri, tapi kemudian duduk lagi.

Tuan Tabrin
(Dengan gementar) Sebenarnya tak terniat olehku untuk berbuat begini...!

Samirah
Kalau begitu kau telah membohongi aku dengan mengatakan bahwa kau sungguh-sungguh dan
serius untuk mencintaiku!

Nyonya Tabrin
Kau membohongiku juga!

Tuan Tabrin
Dengar, dengar... memang aku telah membohongi kalian berdua. Otakku sedang sakit! Soalnya...
soalnya... dengan datangnya maling dulu itu... aku mendapat sesuatu... inspirasi untuk... kawin
lagi. Dan aku lalu pernah berkata, bahwa kau tak menentang poligami, kenapa sekarang ramai-
ramai?

Nyonya Tabrin
Memang! Memang aku tak menentang, kalau itu dikehendaki suamiku. Tapi aku mau yang
sportif, yang adil, dan demi ketenteraman jiwamu!

Tuan Tabrin
Itu makanya aku kawin lagi dengan maksud mencari ketenteraman jiwa. Mulanya, ketika aku
kawin dengan Samirah ini, jiwaku tenteram. Ketakutanku akan dipenjarakan agak menjauh,
tetapi sejak Samirah mendapat selesma dan tiap sebentar bersin, aku jadi kalut!

Samirah
Kau menghina aku ya! Aku bukan berpenyakit asma! Bersin ini timbul karena cuaca buruk!

Tuan Tabrin terdiam.

Nyonya Tabrin
Kau membikin panas hatiku, mengatakan tenteram kawin dengan dia! Kalau begitu tinggalkan
aku dan pergilah dengan dia! (Nyonya Tabrin menunjuk tamunya. Tamunya melotot)

Samirah
Aku tak sudi menerima dia! (Ditudingnya Tuan Tabrin, sehingga Tuan tabrin makin bingung.

Tuan Tabrin
Jadi kalian berdua telah bersekongkol untuk memboikot aku ya?

Nyonya Tabrin
Ya!

Samirah
Ya! Aku tak sudi kawin dengan koruptor!

Tuan Tabrin berdiri kejang.

Tuan Tabrin
Jangan panggil aku dengan julukan korr... (dilihatnya Sopinah) itu!

Nyonya Tabrin
Memang kau koruptor! Aku punya bukti-bukti untuk membawa engkau kepada yang berwajib!

Samirah
(Kepada Nyonya Tabrin) saya juga punya bukti-bukti untuk menyeret dia ke pengadilan!
Tuan Tabrin
Diam!

Nyonya Tabrin
Saya akan memanggil pulisi!

Tuan Tabrin
Tunggu dulu!

Nyonya Tabrin
Panggil saja pulisi tadi!

Tuan Tabrin
Tunggu dulu!

Tuan Tabrin seakan-akan menangis, lalu ia terduduk dengan kelumpuhan jiwa. Ia mengangkat
mukanya perlahan-lahan dengan sedih, separuh menangis.

Tuan Tabrin
Tak usah kalian menyeretku ke pulisi, kepada yang berwaiib, aku sendiri punya kaki untuk pergi
ke sana!

Nyonya Tabrin
Coba buktikan kalau berani!

Tuan Tabrin
Sabar sebentar, nanti akan kubuktikan beberapa menit lagi. Tapi sebelum itu aku akan
memberikan sebuah kata perpisahan. Memang aku selama ini telah melakukan tindakan-tindakan
melanggar hukum, merugikan rakyat dan negara. Memang. Tetapi semua ini untuk membikin
kalian hidup senang. Dan memang dengan demikian aku menyebabkan kemelaratan orang
banyak—itu aku tahu—membikin inflasi uang, tetapi semuanya ini atas rongrongan kalian!

Nyonya Tabrin
Kau juga menikmatinya!
Tuan Tabrin
Memang aku menikmatinya juga! Tapi jiwaku tidak aman! Jiwaku seperti digigit oleh semut-
semut tajam. Aku akan berterus terang! Aku telah banyak melakukan korupsi! Dan akhir-akhir
ini aku tahu, kawin lagi malah membikin aku bertambah sakit, dan terbukti dengan kejadian ini.
Aku mengaku, aku seorang hipokrit, munafik, dan murtad kepada negara dan bangsa. Karena itu
aku tak perlu minta bantuan dari kalian untuk ditangkap. Jiwaku yang diburu-buru ketakutan
selama ini... kukira lebih baik aku bayar dengan masuk penjara. Kalian menggerogoti akutiap
detik! Tapi aku tak apa... sebentar lagi aku pakai uniform biru dan menyapu di jalan raya
Salemba... Dan kalian akan menontoni makhluk yang sial ini jadi trtawaan sahabat-sahabatnya...
Kalian akan mentertawakan aku dengan hina... (Menangis, lalu berteriak) Sebentar lagi aku akan
menyerahkan diri!

Samirah
Memang! Kami tak butuh lagi orang macam kau!

Nyonya Tabrin
Coba panggil pulisi kalau kau berani!

Tuan Tabrin
Baik! Sedetik lagi kupanggil pulisi. Tapi aku akan mengakhiri kata perpisahanku ini. Setelah aku
diseret diadili, yang berwajib bukan menangkap diriku saja dan menjebloskan aku ke dalam
penjara. Tapi mereka juga akan mensita mobil Impalamu, Kiki, mobil Mercedes Benz-mu,
Samirah, dan juga kulkas, radio, dan mungkin juga rumah ini!

Nyonya Tabrin
Kami tak peduli!

Samirah
Biarlah kau diborgol!

Nyonya Tabrin
Biarlah kau makan rangsuman penjara!
Tuan Tabrin terdiam, dan memandang kedua istrinya dengan kesedihan yang mendalam. Tiba-
tiba rasa gementar yang saat itu melonjak-lonjak di seluruh dirinya itu diruntuhkannya dengan
sekuat tenaga dan mulutnya tertutup rapat-rapat. Kemudian dia berteriak dengan keras.

Tuan Tabrin
Pak Inspektur Pulisi!

Pulisi tadi masuk.

Tuan Tabrin
Tangkap saya, Pak! Saya tidak berlagak jagoan untuk minta ditangkap ini, dan saya minta
diserahkan kepada yang berwajib sekarang juga!

Pulisi itu tercengang.

Tuan Tabrin
Bawalah saya, Pak!

Ketika Tuan Tabrin berangkat, Nyonya Tabrin dan Samirah dengan wajah yang jijik
mengantarkan suami mereka dengan pandangan yang sama. Kemudian, pandangan itu bertemu
satu sama lain. Kemudian terdiam sebentar.

Nyonya Tabrin
(Dengan suara gementar yang rendah) Biar dia rasain bagaimana dia menjalankan nasibnya!

Samirah
Kalau untung dia diborgol dengan borgol besi yang empat kilo!

Nyonya Tabrin
Biar dia tahu diri, bahwa kita sudah dilukainya.

Samirah
Ya, biar dia kapok!
Nyonya Tabrin
Barangkali sekarang dia sudah sampai di kantor pulisi!

Samirah
Barangkali sudah ditanyai!

Nyonya Tabrin
Barangkali tidak ditanyai, tapi terus dikirim ke pengadilan!

Samirah
Tak mungkin! Dia ditahan dulu, diadili dulu, kemudian hakim memutuskan berapa tahun dia
dipenjarakan!

Nyonya Tabrin
Untung-untungan lima belas tahun!

Samirah
Tiga puluh tahun juga tidak apa!

Tiba-tiba, Nyonya Tabrin terdiam agak lama, begitu pula Nyonya tamu itu.

Nyonya Tabrin
(Dengan berdebar, seperti pada dirinya sendiri) Kira-kira dia sudah di mana sekarang ya?

Samirah
Ah, tak perlu dia dipikir lagi!

Nyonya Tabrin
(Mengangkat kepala) Tapi hatiku tiba-tiba menjadi sedih!

Samirah
Sedih? Apa Nyonya pingin kembali kepada dia ketika keluar penjara nanti?
Nyonya Tabrin
Aku isterinya! Aku isterinya! Sebenci-bencinya aku dengan dia, aku masih punya rasa sedih
juga. Aku takut dia masuk angin, dia biasa pakai jas kalau tidur.

Samirah
(Dengan jengkel) Dia pembohong! Apa yang perlu dipikirkan lagi?

Nyonya Tabrin
(Hampir menangis) Ya, ya, dia memang pembohong.

Samirah
Aku pernah dibohongin lima kali.

Nyonya Tabrin
Aku sudah lebih dari sepuluh kali! Tapi sekarang aku sedih!

Samirah
Apa lagi yang disedihkan?

Nyonya Tabrin
(Mengangkat kepalanya yang tertunduk) Aku memikirkan nasibku kalau Tabrin dipenjarakan!

Samirah
Bagiamana? Bagaimana nasib kita?

Nyonya Tabrin
Tentu kita akan susah! Rumah ini—seperti dia tadi mengatakan dalam kata perpisahan—rumah
ini akan disita. Impala-ku juga, kulkas baru dibeli itu juga! Mungkin juga baju-baju kita akan
disita!

Tamu Nyonya Tabrin itu terdiam membisu, tapi otaknya menerawang. Akhirnya ia mengusk-usik
tangan Nyonya Tabrin dua kali. Nyonya Tabrin mengangkat kepala.
Samirah
Nyonya! Katakan kepada saya sekali lagi apa yang Nyonya katakan tadi!

Nyonya Tabrin
Rumahku akan disita!

Samirah
(Terlonjak, lalu menangis) Tentu rumahku juga!

Nyonya Tabrin
Mobil Impala-ku akan disita! (menangis)

Samirah
Mobil Mercedes Benz-ku juga!

Nyonya Tabrin
Kita akan compang-camping!

Samirah
Ya, kita akan compang-camping!

Nyonya Tabrin
Kita bisa kelaparan! (menangis memegang lehernya)

Samirah
Ya! Bisa jadi kita antri beras di T.S.P. serta orang-orang lain.

Nyonya Tabrin
Itu kalau kita masih ada uang. Kalau kita kehabisan uang?

Samirah
Kita kelaparan?

Nyonya Tabrin
Ya, kita akan kelaparan. Dan kemudian kita kan mati (menangis makin tersedu)
Samirah
(Juga menangis tersedu) Kita akan mati!

Terdengar sebuah bersin yang dipancarkan oleh Nyonya Tabrin yang kedua itu.

Jakarta, 1963

Anda mungkin juga menyukai