Anda di halaman 1dari 20

BAB II

KAJIAN TEORI
A. Konsep Mudharabah

1. Pengertian Mudharabah

Mudharabah secara bahasa berasal dari suku kata dharbu, yang

berarti bepergian, sebab dalam berdagang pada umumnya terdapat

berpergian. Secara istilah Mudharabah merupakan akad kerja sama usaha

antar dua pihak dimana pemilik modal (shahibul mal) menyediakan

seluruh modal, sedangkan pihak yang lain menjadi pengelola modal

(mudharib).1

Istilah lain dari Mudharabah adalah qiradh yang diambil dari

kalimat qardhu yang artinya putus. Di dalam hal ini dijelaskan bahwa

pemilik modal telah melepaskan sebagian uangnya untuk dijalan kan oleh

pengelola dengan diimbangi sebagian keuntungannya dan pengelola

melepaskan sebagian hasil keoada pemilik modal.2

Menurut Imam Al-Syarbini dalam Syarh al-Minhaj di dalam

Ensiklopedia Fiqih Indonesia karya Ahmad Sarwat menjelaskan bahwa

rukun Mudharabah ada lima yaitu modal, jenis usaha, keuntungan,

pelafalan transaksi dan dua pelaku.

1
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hlm. 135.
2
Siti Fatimah, “Akad Mudharabah Dalam Praktek Nggaduh Kambing (Studi Kasus di
Desa Blumbang Kecamatan Tawangmangu Kabupaten Karanganyar)” (Skripsi Fakultas Syariah
IAIN Surakarta, 2020), hlm. 8.

23
Dalam Mudharabah yang menjadi objek transaksi harus mencakup

kerjasama yang melibatkan modal, usaha kerjasama dan keuntungan.

Dalam

24
pasal 235 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah menyatakan bahwa

ada tiga syarat objek transaksi berupa modal yang harus di penuhi sebagai

berkut: 3

a. Modal harus berupa barang, uang dana atau barang yang berharga.

b. Modal harus diserahkan kepada pelaku usaha atau mudharib.

c. Jumlah modal dalam suatu akad Mudharabah harus dinyatakan dengan

pasti.

Keuntungan dari hasil Mudharabah dibagi sesuai dengan

kesepakatan awal antara pemilik modal dan pengelola. Jika terjadi

kerugian maka kerugian tersebut di tanggung oleh pemilik modal,

sedangkan pengelola tidak memiliki hak kekuasaan didalam hal itu, karena

kerugian adalah ungkapan yang menunjukan kurangnya modal dan itu

menjadi persoalan pemilik modal bukan pengelola dan pihak lain.

2. Dasar Hukum Mudharabah

Islam mensyariatkan dan membolehkan kepada umatnya untuk

memberikan keringanan kepada manusia lainnya. Sebagian orang

terkadang memiliki harta, akan tetapi dia tidak memiliki kemampuan

untuk menjadikan harta tersebut lebih produktif. Hal tersebut menjadi

salah satu alasan Islam mensyariatkan untuk bermuamalah, agar kedua

belah pihak tersebut dapat mengambil manfaatnya.4

3
Mahkamah Agung RI, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, (Direktorat Jenderal Badan
Peradial Agama, 2011), hlm. 65.
4
Rachmad Syafe’I, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Pustaka Setia, 2010), hlm. 223

25
Pemilik harta akan mendapatkan manfaat dengan pengalaman

mudharib (orang yang diberi modal) sedangkan mudharib akan

memperoleh manfaat dengan harta tersebut sebagai modal usahanya.

Dengan demikian terciptalah kerjasama antara pemilik modal dan

pengelola. Allah SWT tidak menetapkan segala akad, melainkan demi

terciptanya kemaslahatan dan terhindarnya kesulitan.5

Melakukan Mudharabah adalah mubah (boleh). Adapun dasar

hukum yang disyariatkannya Mudharabah dalam islam yaitu:

a. al-Qur’an

1. Surah al-Maidah ayat 1-2

ۡ Lِ‫وا ب‬L
‫ ةُ ٱَأۡل ۡن ٰ َع ِم‬L‫ٱل ُعقُو ۚ ِد ُأ ِحلَّ ۡت لَ ُكم بَ ِهي َم‬L ْ Lُ‫َأ ۡوف‬ ‫و ْا‬Lٓ Lُ‫ين َءا َمن‬ َ ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذ‬
َ ‫ ُر ۗ ٌم ِإ َّن ٱهَّلل‬L‫ ۡي ِد َوَأنتُمۡ ُح‬L ‫ٱلص‬
َّ ‫ َر ُم ِحلِّي‬L‫َغ ۡي‬ ۡ‫ِإاَّل َما ي ُۡتلَ ٰى َعلَ ۡي ُكم‬
‫يَ ۡح ُك ُم َما ي ُِري ُد‬
Terjemanya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.
Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan
dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak
menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan
haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum
menurut yang dikehendaki-Nya”.(Q.S. al-Ma’idah: 1)6

ۡ ‫وا َعلَى ٱِإۡل ۡث ِم َو ۡٱلع‬ ۖ


‫د ٰ َو ۚ ِن‬LLُ َ ‫ َو ٰى َواَل تَ َع‬LL‫رِّ َوٱلتَّ ۡق‬LLِ‫وا َعلَى ۡٱلب‬
ْ ُ‫اون‬LL ْ ُ‫اون‬LL َ ‫َوتَ َع‬
Lِ ‫وا ٱهَّلل ۖ َ ِإ َّن ٱهَّلل َ َش ِدي ُد ۡٱل ِعقَا‬
‫ب‬ ْ ُ‫َوٱتَّق‬
Terjemahnya: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu
kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-
Nya”.(Q.S. al-Maidah: 2).7

5
Tria Kusumawardani, “Tinjauan Hukum Islam Tentang Bagi Hasil Dalam Kerjasama
Pengembangbiakan Ternak Sapi (Studi Kasus di Pekon Margodadi Dusun Sumber Agung
Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus)”, hlm. 25.
6
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 97.
7
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hlm. 97.

26
2. Surah al-Baqarah ayat 282

َ ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذ‬


ُ‫ين َءا َمنُ ٓو ْا ِإ َذا تَ َدايَنتُم بِ َد ۡي ٍن ِإلَ ٰ ٓى َأ َج ٖل ُّم َس ٗ ّمى فَ ۡٱكتُبُو ۚه‬
Terjemahnya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya”.(Q.S. al-
baqarah: 282).8

3. Surah al-Muzammil ayat 20

ِ ‫ض ِل ٱهَّلل‬ ِ ‫ُون فِي ٱَأۡل ۡر‬


َ ‫ض يَ ۡبتَ ُغ‬
ۡ َ‫ون ِمن ف‬ ۡ َ‫ُون ي‬
َ ‫ض ِرب‬ َ ‫َو َء‬
َ ‫اخر‬
Terjemahnya: “Dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari
sebagian karunia Allah”.(Q.S. al-Muzammil: 20).9

4. Surah an-Nisa ayat 29

َ L‫ ِل ِإٓاَّل َأن تَ ُك‬L‫ ٰ َولَ ُكم بَ ۡينَ ُكم بِ ۡٱل ٰبَ ِط‬L ۡ‫أ ُكلُ ٓو ْا َأم‬Lۡ Lَ‫وا اَل ت‬L
‫ون‬L َ ‫ٰيََٓأيُّهَا ٱلَّ ِذ‬
ْ Lُ‫ين َءا َمن‬
َ ‫اض ِّمن ُكمۡۚ َواَل تَ ۡقتُلُ ٓو ْا َأنفُ َس ُكمۡۚ ِإ َّن ٱهَّلل َ َك‬
‫ان بِ ُكمۡ َر ِح ٗيما‬ ٖ ‫تِ ٰ َج َرةً َعن تَ َر‬
Terjemahnya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,
kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu”.(Q.S. an-Nisa: 29).10

b. Hadits

Hadits yang berkaitan dengan Mudharabah adalah hadits yang

diriwayatkan oleh Ibn Majah Shuhaib bahwa Nabi Muhammad SAW

bersabda :

8
Ibid., hlm. 44.
9
Ibid., hlm. 518
10
Ibid., hlm. 75

27
Terjemahnya: Hasan Bin Ali Al-Khalal menceritakan kepada kami,

Basar Bin Tsabit Al-Bazaar menceritakan kepada kami, Nasr Bin Al-

Qasim menceritakan kepada kami, dari Abdi Ar-Rahman Bin Daud,

dari Shalih bin Shuhaib r.a bahwa Rasulullah SAW, bersabda, “tiga

hal yang didalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh,

Mudharabah dan mencampur gandum dengan jelas keperluan rumah

tangga, bukan untuk dijual” (H.R Ibnu Majah).11

c. Ijma’

Mudharabah disyariatkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para

sahabat dan berdasarkan kesepakatan para imam yang menyatakan

kebolehannya. Hal ini didasarkan dalil-dalil yang mengungkapkan

bahwa saling tolong-menolong dalam kebaikan dan saling mencegah

dalam hal-hal kemungkaran. Diantara ijma’ dalam Mudharabah,

adanya riwayat yang menyatakan bahwa jamaah dari para sahabat

menggunakan harta anak yatim untuk melakukan Mudharabah.

Perbuatan tersebut ditentang oleh sahabat-sahabat lainnya. Muamalah

dalam bentuk Mudharabah disepakati oleh ulama tentang

kebolehannya. Dasar hukum kebolehan Mudharabah berdasarkan

pengalaman Nabi Muhammad SAW yang berniagakan modal yang

diberikan oleh Siti Khadijah sebelum beliau diangkat menjadi Nabi dan

kemudian ditetapkan setelah beliau menjadi Nabi.12

d. Qiyas
11
Tria Kusumawardani, “Tinjauan Hukum Islam Tentang Bagi Hasil Dalam Kerjasama
Pengembangbiakan Ternak Sapi (Studi Kasus di Pekon Margodadi Dusun Sumber Agung
Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus)”, hlm, 43.

28
Mudharabah diqiyaskan kepada al-Musyaqah (menyuruh

seseorang untuk mengelola kebun). Diantara manusia ada yang kaya

dan ada yang miskin. Pada satu sisi, banyak orang kaya yang

mengusahakan hartanya, di sisi lain juga banyak orang miskin yang

mau bekerja namun tidak memiliki modal. Maka dengan adanya

Mudharabah ditujukan untuk kemaslahatan manusia dalam upaya

memenuhi kebutuhan mereka. Dengan adanya kerjasama kedua belah

pihak tersebut, maka kebutuhan masing-masing bisa dipadukan

sehingga menghasilkan keuntungan.13

3. Rukun dan syarat Mudharabah

Islam telah mengatur rukun dan syarat kerjasama Mudharabah

sehingga kerjasama tersebut dapat dikatakan sah oleh syara’. Berikut ini

penjelasan rukun dan syarat kerjasama Mudharabah, yaitu sebagai berikut:

a. Rukun Mudharabah

Rukun adalah kata mufrad dari kata jama’ “arkan” artinya asas

atau sendi atau tiang, yaitu sesuatu yang menentukan sah (apabila

dilakukan) dan tidak sahnya (apabila ditinggalkan) sesuatu pekerjaan

dan sesuatu itu termasuk di dalam pekerjaan itu.14

Rukun Mudharabah menurut Sayyid Sabiq adalah ijab dan qobul

yang keluar dari orang yang memiliki keahlian. Dalam ijab qobul ini

12
Sohari Sahrani dan Ruf’ah Abdullah, Fiqh Muamalah, (Bogor: Ghalola Indonesia,
2011), hlm. 191.
13
Achmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Amzah, 2010), hlm. 370.
14
Achmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalah, hlm. 370.

29
tidak disyaratkan adanya lafaz tertentu. Yang dimaksud dalam akad ini

adalah tujuan dan maknanya, bukan lafaz dan susunan katanya.

Berdasarkan keterangan tersebut maka dapat sipahami bahwa yang

dimaksud dengan rukun adalah unsur penting yang menyebabkan

adanya suatu pekerjaan atas pekerjaan lain, pekerjaan yang dimaksud

adalah pekerjaan kerjasama akad Mudharabah.

Adapun rukun kerjasama Mudharabah menurut ulama Syafi’iyah

ada enam yaitu:

1. Pemilik barang yang menyerahkan barangnya.

2. Orang yang bekerja, yaitu mengelola barangnya yang diterima dari

pemilik barang.

3. Akad Mudharabah, dilakukan oleh pemilik dengan pengelola

barang.

4. Mall, yaitu harta pokok atau modal.

5. Amal, yaitu pekerjaan pengelola harta sehingga menghasilkan laba

dan,

6. Keuntungan.15

Menurut Malikiyah, bahwa hukum Mudharabah itu adalah jaiz.

Sedangkan rukun-rukunnya adalah:

1. Modal

2. Amal

3. Laba

15
Sohari Sahrani dan Ruf’ah Abdullah, Fiqh Muamalah, hlm. 199.

30
4. Pihak yang mengadakan perjanjian

5. Sighat (ijab qobul)16

Menurut Jumhur Ulama, rukun Mudharabah ada lima yaitu:

1. Orang yang berakad

2. Modal

3. Keuntungan

4. Kerja

5. Sighat (ijab qobul).

Menurut Zuhayli, akad Mudharabah memiliki beberapa rukun

yang telah ditentukan guna mencapai keabsahan, yaitu:

1. Pemilik modal (Shahibul Mal)

2. Pengelola (Mudharib)

3. Sighat (ijab qobul)

4. Modal (ra’sul mal)

5. Pekerjaan

6. Keuntungan.17

Menurut Amir Syuarifudin pada kerjasama Mudharabah terdaprat

tiga unsur yang setiap unsur tersebut harus memenuhi syarat sahnya

suatu akad Mudharabah:

1. Pemilik modal (Shahibul Mal) dan yang menjalankan modal

(Mudharib) sebagai pihak yang melakukan kerjasama. Keduanya

16
Sohari Sahrani dan Ruf’ah Abdullah, Fiqh Muamalah, hlm. 199.
17
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqh Islam Wa Adillatuhu Jilid 6, (Jakarta: Gema Insani, 2011),
hlm. 92.

31
harus memenughi syarat untuk melangsungkan sebuah perjanjian,

yang dewasa sehat akal dan bertindak dengan kesadaran dan pilihan

sendiri, tanpa paksaan, sedangkan pemilik modal atau yang

menjalankam modal harus cakap dan mampu bekerja sesuai dengan

bidangnya.

2. Objek kerjasama atau modal. Syaratnya harus dalam bentuk uang

atau barang yang ditaksir dengan uang, jelas jumlahnya, miliknya

sempurna dari pemilik modal dan dapat diserahkan pada waktu

berlangsungnya akad.

3. Keuntungan atau laba. Keuntungan dibagi sesuai dengan yang

disepakati bersama dan ditentukan dalam kadar persentase, bukan

dalam angka mutlak yang diketahui secara pasti. Alasannya adalah

bahwa yang akan diterima oleh pengelola atau pemilik modal bukan

dalam sesuatu yang pasti.18

b. Syarat Mudharabah

syarat Mudharabah menurut Saayid Sabiq adalah berhubungan

dengan rukun Mudharabah itu sendiri. Syarat-syarat sah Mudharabah

adalah sebagai berikut:

1. Modal atau barang yang diserahkan itu berbentuk uang tunai.

Apabila barang itu berbentuk emas atau perak batangan emas hiasan

atau emas dagangan laininya, maka Mudharabah tersebut batal.

18
Tria Kusumawardani, “Tinjauan Hukum Islam Tentang Bagi Hasil Dalam Kerjasama
Pengembangbiakan Ternak Sapi (Studi Kasus di Pekon Margodadi Dusun Sumber Agung
Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus)”, hlm. 51.

32
2. Bagi orang yang melakukan akad, disyaratkan mampu melakukan

tasharruf, maka akan dibatalkan akad yang masih kecil, orang gila

dan orang-orang dibawah pengampunan.

3. Modal harus diketahui dengan jelas agar dapat dibedakan antara

modal yang diperdagangkan denga laba atau keuntungan dari

pedagang tersebut yang akan dibagikan kepada kedua belah pihak,

sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.

4. Keuntungan yang akan menjadi milik pengelola dan pemilik modal

harus jelas persentasenya, misalnya setengah, sepertiga atau

seperempat.

5. Melafazkan ijab dari pemilik modal, misalkan aku serahkan uang ini

kepada mu untuk keperluan dagang. Jika ada keuntungan akan

dibagi dua dan Kabul pengelola.

6. Mudhaarabah bersifat mutlak, pemilik modal tidak mengikat

pengelola harta untuk berdagang di negara tertentu,

memperdagankan barang-barang tertentu, pada waktu tertentu,

sementara pada waktu lain tidak karena persyaratan yang mengikat

sering menyimpang dari tujuan akad Mudharabah, yaitu keuntungan,

bila dalam Mudharabah ada persyaratan-persyaratan, maka

Mudharabah tersebut menjadi rusak menurut pendapat Al-Syafe’I

dan Malik. Sedangkan menurut Abu Hanifah dan Ahmad Ibn

Hanbal, Mudharabah sah.19


19
Abdu Rohman A, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap sistem Bagi Hasil pemeliharaan
hewan ternak (Studi Kasus di desa sukadana jaya kecamatan sukadana kabupaten sambas. )”, hlm.
26.

33
Adapun menurut Malikiyah syarat-syarat Mudharabah, adalah

sebagai berikut:

1. Penyerahan modal kepada pengelola harus segera, jika penyerahan di

tunda maka Mudarabah fasid.

2. Modal harus diketahui jumlah sewaktu akad dilaksanakan, oleh

karenanya tidak sah Mudharabah dengan modal yang tidak jelas

jumlahnya.

3. Modal yang dipertanggungjawabkan kepada pengelola.

4. Modalnya harus uang yang berlaku dalam suatu negara, baik uang

cetak maupun bukan.

5. Pembagian keuntungan harus ditegaskan salah satu pihak tidak boleh

menentukan suatu yang jelas bagi keuntungannya.

6. Bagian keuntungan yang jelas itu hendaknya terkenal.

7. Hendaknya pengelola saja yang bekerja.

8. Pemilik modal tidak boleh mempersempit pengelola dalam

melakukan pekerjaannya.

9. Tidak menunda waktu.20

Menurut pasal 231 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, syarat

Mudharabah, yaitu sebagai berikut:

1. Pemilik modal wajib menyerahkan dana atau barang yang berharga

kepada pihak lain untuk melakukan kerjasama dalam hal usaha.

20
Tria Kusumawardani, “Tinjauan Hukum Islam Tentang Bagi Hasil Dalam Kerjasama
Pengembangbiakan Ternak Sapi (Studi Kasus di Pekon Margodadi Dusun Sumber Agung
Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus)”, hlm. 55.

34
2. Penerimaan modal menjalankan usaha dalam bidang yang

disepakati.

3. Kesepakatan bidang usaha yang akan dilakukan ditetapkan dalam

akad.21

4. Macam-macam Mudharabah

Ulama Hanafiyah membagi bentuk akad Mudharabah kepada dua

bentuk yaitu Mudharabah shahihah (Mudharabah yang sah) dan

Mudharabah fasidah (Mudharabah yang rusak). Jika Mudharabah itu

jatuh pada yang fasid, menurut ulama Hanafiyah, Syafiiyah dan

Hambaliyah, pengelola hanya berhak menerima upah kerja sesuai dengan

upah yang berlaku di kalangan daerah tersebut. Ulama Malikiyah

menyatakan bahwa dalam Mudharabah fasidah, status pekerjaan tetap

dalam Mudharabah shahihah dalam artian bahwa ia tetap mendapatkan

bagian keuntungan.

Kemudian dilihat dari segi transaksi yang dilakukan pemilik modal

dengan pekerjaan, para ulama fiqih membagi akad Mudharabah menjadi

dua bagian, yaitu Mudharabah mutlaqah (penyrahan modal secara mutlak,

tanpa syarat dan pembatasan) dan Mudharabah muqayyadah, pekerja bisa

mengelola modal itu dengan usaha apa saja yang menurutnya akan

mendatangkan keuntungan dan di daerah mana yang diinginkan. Namun

dalam Mudharabah muqayyadah pekerja harus mengikuti syarat-syarat

21
Mahkamah Agung RI, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, hlm. 65

35
dan batasan-batasan dari pemilik modal. Lebih jelasnya berikut ini akan

dijelaskan sekilas tentang akad Mudharabah yaitu sebagai berikut:

a. Mudharabah mutlaqah (al-mutlak)

Menurut Muhammad Asy-Syarbini Mudharabah mutlaqah adalah

penyerahan modal seseorang kepada pengusaha tanpa memberikan

batasan, seperti berkata , “saya menyerahkan uang kepada mu untuk

dijadikan modal usaha, sedangkan keuntungannya akan kita bagi

antara kita, masing-masing setengah, sepertiga, seperempat atau lain-

lain”. Akad tersebut tidak ada ketentuan atau pembatasan mengenai

tempat kegiatan usaha, jenis usaha barang yang dijadikan objek usaha,

dan ketentuan-ketentuan lain.

Menurut Syafi’I Antonio Mudharabah mutlaqah adalah bentuk

kerjasama antara shahibul mal dan mudharib yang cakupannya sangat

luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu dan daerah

bisnis. Jenis usaha disini mempunyai syarat aman, halal dan

menguntungkan.22

Kebebasan mudharib dalam hal Mudharabah berbentuk

Mudharabah mutlaqah bukan kebebasan yang tidak terbatas sama

sekali. Modal yang ditanamkan oleh shasibul al-mal tidak boleh

digunakan untuk membiayai proyek atau investasi yang dilarang oleh

islam. Seperti memproduksi atau perdagangan minuman keras

22
Muhammad Syafe’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2001), hlm. 90

36
(sekalipun memperoleh izin resmi dari pemerintah), peternakan babi

dan lain sebagainya.23

Mudharabah mulhlaqah, mudharib juga memiliki mandat yang

terbuka (open mandate) dan berwenang untuk melakukan apasaja yang

diperlukan bagi keberhasilan tujuan Mudharabah itu dalam rangka

pelaksanaan bisnis yang bersangkutan. Akan tetapi apabila mudharib

melakukan kecuarangan atau kelalaian dalam menjalankan usaha, maka

mudharib harus bertanggung jawab atas konsekuensi yang

ditimbulkannya. Apabila mudharib melakukan kecurangan atas usaha

tersebut, maka kerugian itu tidak dapat menjadi beban perjanjian

Mudharabah yang bersangkutan.24

Mudharabah muthlawah merupakan akad perjanjian antara dua

pihak yaitu shahibul maal dan mudharib, di dalam perjanjian tersebut

Shahibul maal menyerahkan spenuhnya atas dana yang diinvestasikan

kepada mudharib untuk mengelola usahanya sesuai dengan prinsip

syariah. shahibul maal tidak memberikan batasan jenis usaha, wilayah

bisnis, waktu yang diperlukan, serta strategi pemasaran yang akan

dilakukan. shahibul maal memberikan wewenang besar kepada

mudharib untuk menjalankan aktivtas usahanya, sesuai dengan prinsip

Syariah.

b. Mudharabah muqayyadah (terikat)

23
Muhammad Syafe’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, hlm. 90
24
Azka Amalia Jihad, "Konsep Mudharabah Dan Penerapannya Pada Lembaga Keuangan
Islam." Jurnal Universitas Islam Negeri Kalijaga Yogyakarta Vol 1.1 (2016): hlm. 145

37
Menurut Muhammad Asy-Syarbini, Mudharabah muqayyadah

adalah penyerahan modal seseorang kepada pengusaha dengan

memberikan batasan. Dengan adanya pembatasan ini seringkali

mencerminkan kecenderungan umum shahibul maal dalam memasuki

jenis usaha.

Mudharabah muqayyadah terdapat dua bagian, yaitu

Mudharabah muqayyadah on balance sheet merupakan akad

Mudharabah Muqayyadah dimana mudharib menanggung resiko atas

kerugian dana yang diinvestasikan oleh shahibul maal. Dalam akad ini,

shahibul maal memberikan batasan umum kepada mudharib, missalnya

batasan tentang jenis, wilayah, waktu dan sector usahanya.25

Mudharabah muqayyadah off balance sheet merupakan akad

Mudharabah Muqayyadah yang mana oihak shahibul maal

memberikan batasan jelas, baik batasan tentang proyek yang

diperbolehkan, jangka waktu, serta pihak pelaksana pekerjaan.

Mudharibnya telah ditetapkan oleh shahibul maal.26

Apabila mudharib melakukan hal yang bertentangan dengan

pengawas syarat-syarat tersebut, maka mudharib harus bertanggung

jawab sendiri atas konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan. Pada

Mudharabah ini waktu yang diberikan harus dibatasi, maka

25
Azka Amalia Jihad, "Konsep Mudharabah Dan Penerapannya Pada Lembaga Keuangan
Islam." hlm. 147.
26
Azka Amalia Jihad, "Konsep Mudharabah Dan Penerapannya Pada Lembaga Keuangan
Islam." hlm. 148

38
Mudharabah akan berakhir sesuai dengan jangka waktu yang

diperjanjikan.

Mengenai pembatasan waktu ulama Hanafiyah dan imam Ahmad

membolehkan memberi batasan waktu dan orang, tetapi ulama

Syafi’iyah dan Malikiyah melarangnya. Ulama Hanafiyah dan imam

Ahmad membolehkan akad ini apabila dikaitkan dengan masa yang

akan datang , seperti “usahakan modal yang saya berikan ini dimulai

bulan depan”, sedangkan ulama Hanafiyah dan Malikiyah

melarangnya.

5. Berakhirnya Mudharabah

Menurut Zuhayli, pada prinsipnya kontrak kerjasama dalam

pemodalan (Mudharabah) akan berhenti jika salah satu pihak

menghentikan kontrak, atau meninggal atau modal yang ditanamkan

mengalami kerugian ditangan mudharib. Akad kerja sama dalam

permodalan (Mudharabah) juga akan batal ketika shahibul maal murtad,

begitu juga dengan mudharib. Selain itu, Zuhayli mengatakan,

Mudharabah akan dikatakan fasid jika terdapat salah satu syarat tidak

terpenuhi, diantara bentuk Mudharabah fasid, misalnya seseorang

memiliki sebuah mesin penggiling tebu sebagai shahibul maal,

menawarkan kepada orang lain sebagai pengelola untuk bersama-sama

dalam melakukan dagang es tebu kemudian dibagi bersama-sama sesuai

dengan kesepakatan. Akad Mudharabah fasid ini, mudharib tidak berhak

mendapatkan keuntungan dari penjualan es tebu tersebut, keuntungan ini

39
milik shahibul maal semua, mudharib hanya berhak mendapatkan upah

atas pekerjaan yang dilakukan.27

Dengan alasan keuntungan yang didapatkan bersumber dari aset

yang dimiliki shahibul maal, ia harus menanggung beban kerugian yang

ada. Dalam akad ini mudharib diposisikan sebagai ajir (orang yang disewa

tenaganya) dan ia berhak mendapatkan upah, baik ketika mendapatkan

keuntungan maupun menderita kerugian.28

Hendi Suhendi menjelaskan bahwa, perjanjian bagi hasil menjadi

batal apabila adanya perkara-perkara sebagai berikut:

a. Syarat yang ditentukan sudah tidak terpenuhi. Jika salah satu syarat

Mudharabah tidak terpenuhi, sedangkan modal sudah dipegang oleh

pengelola dan sudah diperdagankan atau kelola maka pengelola

mendapatkan sebagian keuntungan sebagai upah, karena tindakannya

atas izin pengelola dan ia melakukan tugas berhak menerima upah. Jika

terdapat keuntungan, maka keuntungan tersebut menjadi tanggung

jawab pemilik modal karena pengelola adalah sebagai buruh yang

hanya berhak menerima upah dan tidak bertanggung jawab atas

kerugian kecuali karena kelalaiannya.

b. Pengelola dengan sengaja meninggalkan tugasnya atau pengelola

tersebut melakukan sesuatu yang bertentangan dengan tujuan akad.

27
Ismail Nawawi, Fiqih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: ghalia Indonesia,
2012), hlm. 148.
28
Ibid, hlm. 148.

40
Dalam keadaan ini pengelola harus bertanggung jawab apabila terjadi

kerugian.

c. Apabila pemilik modal atau pengelola meninggal dunia, maka

Mudharabah tersebut batal.29

B. Tinjauan Hukum Islam Tentang Sistem Kerjasama Hewan Ternak

Pengertian hewan menurut pasal 1 huruf a undang-undang RI Nomor

6 tahun 1967 adalah semua binatang yang hidup di darat, baik yang di

pelihara maupun yang hidup secara liar. Sedangkan ternak menurut pasal 1

huruf d undang-undang RI Nomor 6 tahun 1967 adalah hewan peliharaan,

yang kehidupannya yakni mengenai tempat, perkembangbiakannya serta

manfaatnya diatur dan diawasi oleh manusia serta di pelihara khusus sebagai

penghasilan bahan-bahan dan jasa-jasa yang berguna bagi kepentingan hidup

manusia.30

Kerjasama hewan ternak adalah kerjasama antara pihak-pihak untuk

menjaga hewan yang dijadikan alat transportasi seperti kuda atau

penggemukan sapi/kerbau dan domba untuk dimanfaatkan dagingnya.

Bagi hasil menurut pasal 17 ayat (1) UU RI Nomor 6 tahun 1967

menyebutkan bahwa peternakan atas dasar bagi hasil ialah penyerahan ternak

sebagai amanat, yang dititipkan oleh pemilik ternak kepada orang lain untuk

di pelihara baik-baik, diternakan, dengan perjanjian bahwa dalam rukun

29
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hlm. 143.
30
Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1967 tentang ketentuan-
ketentuan pokok peternakan dan kesehatan hewan.

41
waktu tertentu titipan tersebut dibayar kembali berupa ternak keturunannya

atau dalam bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.31

31
Pasal 17 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1967 tentang ketentuan-
ketentuan pokok peternakan dan kesehatan hewan.

42

Anda mungkin juga menyukai