Anda di halaman 1dari 7

Nama : Ressa Harnita Puteri

NPM ; 2203090015
Kelas : A-2 Pagi
Mata Kuliah : Sistem Politik Indonesia
Program Studi : Kesejahteraan Sosial

Review Buku

Judul Buku : Politik Ekonomi Islam Indonesia Era Reformasi


Pengarang : Dr. Itang, M.Ag.
Penerbit : Laksita Indonesia
Tahun Terbit : 2015 (Cetakan ke-2)
Ketebalan Buku : 252 halanan
Penulis Resensi : Julius Nurdinsi U. – KSEI FoSEIL

Biografi Pengarang

Dr. Itang, M.Ag merupakan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas
Sultan Maulana Hasanuddin Banten yang saat ini juga sedang diamanahkan menjadi
wakil dekan di fakultas tersebut, telah menempuh pendidikan S3 dan berbagai buku
telah beliau terbitkan mulai dari buku filsafat hukum Islam, teori ekonomi hingga
ekonomi Islam. Beliau mempersembahkan buku Politik Ekonomi Islam Indonesia Era
Reformasi ini untuk para mahasiswa di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN
“Sultan Maulana Hasanuddin” Banten Jurusan Ekonomi Syariah, Perbankan Syariah
dan Asuransi Syariah serta memberikan kontribusi wawasan dalam perkuliahan di
berbagai perguruan tinggi lainnya, yaitu STAIN, IAIN, UIN, UNTIRTA, PTAIS,
PTN dan PTS.

Isi Buku

Politik ekonomi dalam Islam adalah menjamin pemenuhan semua kebutuhan primer
(basic needs) setiap individu maupun kebutuhan-kebutuhan sekundernya sesuai
dengan kadar kemampuannya sebagai individu yang hidup dalam suatu masyarakat
dengan gaya hidup tertentu, begitu kutipan dari Abdurrahman al-Maliki. Hal tersebut
membawa kita menyadari bahwa Islam memadang setiap manusia yang harus
dipenuhi semua kebutuhan primernya secara menyeluruh. Kedua, Islam memandang
sebagai individu tertentu yang berpeluang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
sekundernya sesuai dengan kadar kemampuannya.. Masterpiece karya Dr. Itang,
M.Ag. membawa kita mengenal lebih dalam mengenai ekonomi dalam ranah politik
yang mempunyai banyak model yang mesti dikembangkan.

Buku ini menarik terutama atas kontribusinya memperkenalkan beberapa pandangan


teoritis (alternatif) tentang amanat reformasi khususnya pembaharuan bahwa
kebijakan yang ada sudah tidak relevan lagi untuk menjawab persoalan dan perubahan
untuk mencapai tatanan sosial-ekonomi yang lebih baik. Tema sentral buku ini tentu
saja tercermin dari judulnya yaitu Politik Ekonomi Islam Era Reformasi sudah
menjadi sangat penting untuk dikedepankan mengingat kebutuhan umat yang sangat
mendesak atas kehadiran lembaga ekonomi dan keuangan Islam.

Di dalam bagian isi, buku ini dibagi menjadi lima bab mulai dari pendahuluan,
pengenalan ekonomi Islam hingga penarikan kesimpulan dan saran. Pada bagian
pendahuluan dijelaskan berbagai kajian literatur dan penelitian terdahulu yang
memuat kebijakan pemerintah itu sangat berperan penting dalam mendorong
pertumbuhan pembangunan ekonomi suatu negara seperti penelitian yang
dikemukakan M. Arifin Hamid bahwa pengembangan ekonomi Islam menurut para
pengkaji dan praktisi dewasa ini harus dipayungi dengan hukum yang bersifat publik,
umumnya mengenai hukum prosedural, yaitu perizinan, prosedur pendirian, limit
pemberian kredit, dan lain-lain. Pada bab dua kita dikenalkan mengenai ekonomi
Islam dimana perbedaan yang mendasar antara konsep ekonomi Islam dengan konsep
ekonomi umum adalah terletak

pada hubungan vertikal kepada Sang Pencipta, yakni Allah SWT. Sesuai dengan
tujuan manusia itu diciptakan yaitu semata untuk beribadah kepada-Nya (Q.S.60:62).
Dijelaskan pula bahwa Ekonomi Islam tidak bersifat fragmental (terpenggal-penggal)
akan tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pandangan hidup Islami.
Karena itu, sistem ekonomi Islam bersifat menyeluruh atau kaffah.
Pada bagian selanjutnya mulai diperkenalkan politik ekonomi Islam era reformasi
dimana di era reformasi kebijakan-kebijakan bagi pengembangan lembaga keuangan
syariah sangat pesat. Munculnya kebijakan tersebut untuk menyeimbangkan
perkembangan Perbankan Syariah yang banyak diminati masyarakat. Keputusan
dalam pembuatan sebuah kebijakan mesti atas dasar tuntutan masyarakat. Kebijakan
yang dibuat tidak berdasarkan kehendak rakyat tentu tidak mempunyai legitimasi dan
tidak memenuhi rasa keadilan yang menjadi cita-cita sosial masyarakat. Beberapa
kerangka kerja (framework) Undang-Undang Perbankan Syariah era reformasi adalah:
Pertama, UU No.10/1998 yang merupakan amandemen dari Undang-Undang Nomor
7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi
keberadaan bank yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah. Bank
konvensional dimungkinkan untuk membuka Unit Usaha Syariah. Kedua, UU No.
23/1999 yang diubah oleh UU No. 3/2004 tentang Bank Indonesia, Memberikan
landasan hukum yang lebih kuat. Ketiga, UU No. 21 Tahun 2008 Tanggal 16 Juli
2008, tentang Perbankan Syariah. Memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi
pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia.

Dalam bab empat menekankan pengaruh kebijakan pemerintah terhadap


perkembangan perbankan syariah era reformasi dimana pengaruh kebijakan
pemerintah terhadap perkembangan lembaga keuangan Islam era reformasi sangat
pesat. Setelah disetujuinya Undang-Undang No. 10 tahun 1998, diperkuat lagi dengan
lahirnya Undang-Undang atau kebijakan baru setelahnya. Dalam undang-undang
tersebut, diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat
dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah. Undang-Undang tersebut juga
memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah
atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah.

Di bagian akhir dirumuskan 3 kesimpulan utama yang memuat faktor penyebab


terbentuknya politik ekonomi Islam era reformasi, proses pembuatan peraturan
perundang-undangan dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan,
perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan, oleh DPR
disetujui Presiden. Terakhir, pengaruh kebijakan pemerintah terhadap perkembangan
perbankan syariah era reformasi yang dapat dilihat dari beberapa aspek ekonomi dan
keuangan syariah. Selain itu dibuat rekomendasi oleh penulis yaitu perkembangan
kelembagaan keuangan syariah mesti dimbangi dengan kebijakan-kebijakan yang
baru untuk memperkuat eksistensi hukum ekonomi Islam. Oleh karena itu kebijakan-
kebijakan tersebut mesti didukung dan diperjuangkan agar memiliki legalitas yang
kuat, untuk pengembangan lembaga keuangan syariah serta mengajak penduduk
Indonesia untuk mendukung kebijakan-kebijakan mengenai pengembangan lembaga
keuangan syariah sebagai kebijakan politik ekonomi Islam.

Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Politik ekonomi Islam Era Reformasi muncul seiring dengan lahirnya reformasi itu
sendiri, ditandai dengan turun tahtanya Soeharto (1998-2009 M). Krisis ekonomi yang
terjadi menjadikan sebagian besar bank-bank konvensional kurang berhasil dalam
menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi. Oleh karena itu, dibutuhkan
sebuah lembaga alternatif untuk mempertahankan perekonomian umat yaitu lembaga
perbankan syariah. Adapun faktor penyebab terbentuknya politik ekonomi Islam
Indonesia Era Reformasi (1998-2009 M), dilatar belakangi oleh Aspiration Politic
(Politik Aspirasi), yaitu: Sebuah gagasan dan pemikiran umat Islam ditengah krisis
ekonomi nasional yang berdampak melemahnya kehidupan sosial-ekonomi, termasuk
sektor perbankan. Aspirasi umat Islam disambut baik oleh pemerintah sampai
terbentuknya UU. No. 10/1998 tentang perbankan, yang sangat berperan bagi
pengembangan perbankan syariah baik secara lembaga maupun produknya. Hal ini
sesuai dengan amanat reformasi, yaitu pembaharuan bahwa kebijakan yang ada sudah
tidak relevan lagi untuk menjawab persoalan, dan perubahan untuk mencapai tatanan
sosial-ekonomi yang lebih baik. Pendapat ini didukung oleh: Deliar Noer (2003),
Hidayatullah Muttaqin (2007) dan Nurcholish Madjid (2009). Sedangkan faktor
penyebab terbentuknya politik ekonomi Islam Orde Baru (1966-1998 M), dilatar
belakangi oleh Politik Akomodasi. Yaitu: terakomodasinya para Elit Santri
mempunyai daya tawar yang tinggi ke dalam struktur negara, di tengah melemahnya
kekuatan militer (di mana Soeharto sudah mengalihkan perhatiannya kepada umat
Islam bukan kepada militer). Hal tersebut dimanfaatkan oleh Elit Santri untuk
melontarkan gagasan dan pikirannya sampai lahirnya perbankan syariah dalam UU.
No. 7/1992 tentang perbankan. Pendapat ini didukung oleh: Bactiar Efendi (1998) dan
Noor Azmah Hidayati (2005). Kemudian Peta kekuatan politik ekonomi Islam di era
reformasi ini di antaranya, yaitu; 1). Doktrin Islam yang melekat; 2). Sistem ekonomi
yang dianut; 3). Regulasi/peraturan; 4). Elit santri/ Cendikiawan Muslim; 5).Prioritas
penduduk Muslim; 6). Penguasa militan Muslim; 7).Pelaku ekonomi Islam;
8).Institusi dan organisasi masyarakat (ORMAS); dan 9) Partai politik.

2. Proses pembuatan peraturan perundang-undangan dimulai dari perencanaan,


persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, pengundangan
dan penyebarluasan, oleh DPR disetujui Presiden. Adapun elemen-elemen terkait
dalam pembuatan Undang-Undang adalah Presiden, Anggota DPR, Menteri
Keuangan, Menteri Agama, menteri hukum dan HAM, Fraksi-Fraksi yang duduk di
DPR, dan masyarakat perbankan. Faktor pendorong proses terbentuknya kebijakan-
kebijakan lembaga keuangan Islam di antaranya adalah: 1). Dukungan penentu
kebijakan (Political will); 2). Dukungan masyarakat perbankan (Ulama, Cendikiawan
Muslim, Akademisi dan Praktisi Perbankan); 3). Dukungan sosio-kultural;
4).Dukungan yuridis. Sedang faktor penghambat, adalah: 1). Pembuat kebijakan tidak
aspiratif; 2). Kepercayaan masyarakat terhadap bank konvensional masih tinggi; 3).
Kurangnya SDM; 4). Kurangnya sosialisai. Kebijakan-kebijakan ekonomi Islam yang
terbentuk bagi pengembangan lembaga keuangan syariah di era reformasi, adalah: 1).
UU No. 10/ 1998 Tentang Perbankan; 2). UU No. 23/ 1999 Tentang Bank Indonesia;
3). UU No. 3/ 2004 Tentang Bank Indonesia; 4). UU No. 24/ 2004 Tentang Lembaga
Penjamin Simpanan. Kemudian disempurnakan dengan Peraturan Bank Indonesia
Nomor 6/24/PBI/2004 tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syariah, PP RI Nomor 39 tahun 2005 tentang Penjaminan
Simpanan Nasabah Bank Berdasarkan Prinsip Syariah, dan PERPRES RI No. 2 tahun
2008 tentang Lembaga Penjaminan. 5). UU No. 19/2008 tentang Surat Berharga
Syariah Negara; 6). UU No. 21/ 2008 tentang Perbankan Syariah. 229 dari 262 .

3.Pengaruh kebijakan pemerintah terhadap perkembangan perbankan syariah era


reformasi dapat dilihat dari beberapa segi, yaitu: Pertama, perkembangan
kelembagaan sangat pesat, sampai akhir September 2009, terdapat 1059 kantor bank
syariah yang dioperasikan oleh 5 BUS dan 24 UUS, serta 1685 layanan syariah. Dan
total aset perbankan syariah akhir tahun 2009. sebesar Rp.57.011.948.000. atau 2,39%
share dengan total perbankan. Kedua, perkembangan produk perbankan syariah: 1).
Penghimpunan dana, sampai akhir September 2009, tumbuh signifikan terdapat 892
ribu rekening sehingga totalnya mencapai 4,55 juta rekening. 2). Penyaluran dana,
sampai akhir September 2009, peningkatan pembiayaan sebesar 5.72%, terutama pada
pembiayaan konsumsi, khususnya pembiayaan perumahan, disamping peningkatan
pada sektor perdagangan, perhotelan dan restoran serta sektor jasa dunia usaha yang
tergolong sektor utama pembiayaan. Sedang pembiyaan UMKM dan BPRS, sampai
akhir September 2009, sebesar Rp 24,24% sehingga total asetnya mencapai Rp 1,96
trilyun dengan intermediasi yang berfungsi baik tercermin dari rasio Financing to
Defosit Ratio (FDR) sampai dengan September 2009 telah mencapai 131,62%. Selain
itu kualitas pembiayaan BPRS pada periode yang sama cenderung membaik dimana
rasio NPF sebesar 8,12%, atau lebih rendah dibandingkan rasio NPF pada periode
yang sama tahun 2008 231 of 262 sebesar 8,38% dengan NPF (net) sebesar 6,65%. 3).
Jasa perbankan syariah, profitabilitas dan permodalan, sampai akhir September 2009,
untuk jasa perbankan syariah (sharf dan ijarah) meningkat 3,21% share dengan total
perbankan yaitu Rp. 1.195.159. Sedang profitabilitas dan permodalan mencapai 5,65
trilyun atau tumbuh sebesar 39,4%. Ketiga, perkembangan perbankan syariah dalam
pembangunan ekonomi nasional. Adalah; 1) meningkatkan mobilisasi dana
masyarakat untuk pembiayaan pembangunan nasional (financial deefening); 2)
mendukung stabilitas harga dan meningkatkan daya tahan sistem keuangan terhadap
economic shocks, 3) memperkuat sektor produktif perekonomian dan mendukung
pencapaian inflasi yang rendah 4) pemberdayaan UMKM, BPRS, dan social safety
net menciptakan quality of growth.

Kelebihan Buku

Pembahasan pada buku ini menyajikan penjelasan yang menarik terkait kaidah-kaidah
dan desain kebijakan dalam ekonomi politik pada era reformasi yang memberikan
banyak hal baru terutama bagi akademisi dan para peneliti dengan hipotesis dan
pendekatan melalui data-data valid serta berbagai sumber yang relevan dengan isi
buku sehingga pembaca mendapatkan pemahaman yang cukup padat dan memadai
dari materi yang disajikan pada inti permsalahan.

Kekurangan Buku

Buku ini masih terdapat berbagai kata dan istilah yang masih sulit dipahami tanpa
adai penyertaan glosarium dan indeks untuk memudahkan pembaca, akibatnya orang
yang membaca tidak bisa dengan langsung memahami arti atau maksud dari sebuah
kalimat di dalam buku, selain itu juga masih ada berbagai kesalahan penulisan kata
didalam buku ini.

Penutup

Buku ini sangat direkomendasikan dalam memberikan wawasan dan tambahan


pengetahuan serta referensi bagi pembaca mengeni adanya perkembangan politik
ekonomi Islam di era reformasi yang dijelaskan dengan dua nilai tambah yaitu kaya
pembahasan teori konseptual dan didukung data penelitian terdahulu sehingga para
pembaca menjadi dapat memahami secara komprehensif terkait ekonomi politik Islam
yang sedang berkembang saat era reformasi.

Anda mungkin juga menyukai