Anda di halaman 1dari 22

FAKULTAS KEDOKTERAN RSUD dr. R.

Goeteng DEPARTEMEN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN Taroenadibrata Purbalingga Ilmu Kesehatan Jiwa

GANGGUAN ORIENTASI SEKSUAL


REFERAT

Disusun Oleh:
Agastya Bayuasa Rattananda G4A021072
Lisa Nurfaizah Rosyadi G4A021077
Haniy Thri Afifaningrum G4A021050
Ariska Pranastiara Putri Eliana G4A021089

Pembimbing:
dr. Muhammad Fahmi Irwansyah, Sp.KJ, M.Kes.
Purbalingga, Juli 2023
PENDAHULUAN

● Orientasi seksual : pola ketertarikan seksual, romantis, atau


emosional
● 3 bentuk : heteroseksual, biseksual, homoseksual
● LGBT
● Prevalensi meningkat setiap tahun (10% populasi)
● Indonesia urutan ke-5 (3%)
● Akibat interaksi berbagai faktor (hubungan, kultur, kepribadian,
biologis, sense of self)
● Memunculkan berbagai dampak (kesehatan, sosial, pendidikan)

Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga| Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
HOMOSEKSUAL

● “Homoseksual ialah relasi seks dengan jenis kelamin sama: atau rasa
tertarik dan mencintai jenis seks yang sama.” (American Psychiatric
Association, 2020).
● Jumlah pria yang homoseksual itu diperkirakan 3-4 kali lebih banyak
daripada jumlah wanita homoseksual
● Berkembangnya isu LGBT menyebabkan jumlahnya semakin meningkat
terutama pada laki laki
● Ekspresi homoseksual ada tiga yaitu, aktif, pasif, dan bergantian peranan

Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga| Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
FAKTOR PENYEBAB HOMOSEKSUAL

Faktor Biologis

Faktor Lingkungan

Kebutuhan emosional yang tak terpenuhi

Pengalaman buruk dengan lawan jenis

Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga| Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
HOMOSEKSUAL

“Sexual orientation is obviously more complex in humans,


combining social, familial, environmental, endocrine, and genetic
factors. Geneticists became interested in sexual orientation
when evidence began to suggest a genetic predisposition to
homosexuality”
Rowland & Incrocci (2008)

Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga| Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
BISEKSUAL

● Biseksualitas didefinisikan sebagai kapasitas untuk ketertarikan emosional, romantis, dan/atau


fisik lebih dari satu jenis kelamin atau gender yang mungkin dapat berasal dari dirinya dalam
interaksi seksual (American Psychiatric Association, 2020).
● Biseksual menurut PPDGJ-III (2000) termasuk dalam golongan gangguan maturitas seksual

Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga| Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
FAKTOR PENYEBAB BISEKSUAL

Faktor Biologis Coba-coba Seks bebas (free sex)

Faktor Psikodinamik Kebutuhan emosional yang tak terpenuhi

Faktor Lingkungan Kebutuhan akan variasi dan kreativitas

(Eko, 2010)

Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga| Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
KONDISI KESEHATAN MENTAL BISEKSUAL

American Psychiatric Association (2020)

Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga| Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
PELAYANAN KESEHATAN BAGI BISEKSUAL

Saat memberikan layanan kesehatan mental kepada biseksual individu penting untuk:

● Hindari mengungkapkan penilaian, memberhentikan atau biseksualitas yang patologis.


● Tawarkan praktik positif yang mungkin mencakup penggunaan pertanyaan terbuka dan
mengungkapkan reaksi positif atau netral terhadap pengungkapan.
● Tidak menggunakan praktik-praktik negatif seperti mengajukan pertanyaan yang
mengganggu atau berlebihan.

American Psychiatric Association (2020)

Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga| Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
PARAFILIA

● Asal kata “para” → penyimpangan & “philia” → sesuatu yang membuat


orang tertarik
● Parafilia
○ Sekumpulan gangguan yang terkait dengan ketertarikan seksual pada
objek yang tidak seharusnya, dengan kata lain parafilia adalah kegiatan
seksual yang abnormal (American Psychiatric Association, 2013)
○ Ketertarikan seksual yang terjadi secara intens dan terus menerus
namun ketertarikan ini di luar dari rangsangan atau perilaku seksual
yang normal, dewasa secara fisik dan adanya persetujuan antar
pasangan (Fatmawati, 2019).

Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga| Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
PARAFILIA

1. VOYEURISME
● Gangguan yang membuat individu mengamati atau melihat secara diam-diam pada
orang yang telanjang, sedang melakukan aktivitas seksual, atau sedang membuka
pakaian.
● Merupakan bentuk perwujudan dari fantasi, dorongan seksual dan menjadi kebiasaan.
Penderita akan merasakan gairah seksual dari aktivitas tersebut.
● Gangguan ini umumnya diderita oleh individu yang telah berusia 18 tahun.
Kemungkinan gangguan ini diderita oleh pria ialah 12% dan pada perempuan sebesar
4% (American Psychiatric Association, 2013).
● Dalam PPDGJ-III, F65.3 Voyeurisme → kecenderungan yang berulang atau menetap
untuk melihat orang yang sedang berhubungan seksual atau berperilaku intim seperti
sedang menanggalkan pakaian. Hal ini biasanya menjurus kepada rangsangan
seksual dan mastrubasi, yang dilakukan tanpa orang yang dintip menyadarinya
(Maslim, 2019).

Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga| Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
PARAFILIA
2. EKSHIBISIONALISME
● Bentuk dari fantasi dan dorongan seksual yang membuat seseorang memiliki kebiasaan menunjukkan alat
kelaminnya kepada orang asing tanpa adanya persetujuan dari orang tesebut sehingga ia mendapatkan
kepuasan seksual. Umumnya dilakukan di depan umum namun dalam kondisi dimana korban tidak dapat
menjangkaunya.
● Kemungkinan lelaki menderita gangguan ini adalah 2% hingga 4%. Sedangkan pada wanita masih belum
diketahui pasti namun diyakini jauh lebih rendah (American Psychiatric Association, 2013).
● Dalam PPDGJ-III, F65.2 Ekshibisionisme →
● Hampir terbatas pada pria laki-laki heteroseksual yang memamerkan pada wanita, remaja, atau dewasa,
biasanya menghadap mereka dalam jarak yang aman di tempat umum. Apabila ada yang menyaksikan itu
terjekut, takut, atau terpesona, kegairahan penderita menjadi meningkat.
● Pada beberapa penderita, ekshibisionisme merupakan satu-satunya penyaluran seksual, tetapi pada
penderita lainnya kebiasaan ini dilanjutkan bersamaan (simultaneously) dengan kehidupan seksual yang
aktif dalam suatu jalinan hubungan yang berlangsung lama, walaupun demikian dorongan menjadi lebih
kuat pada saat mengnadapi konflik dalam hubungan tesebut. Kebanyakan penderita ekshibisionisme
mendapatkan kesulitan dalam mengendalikan dorongan tesebut dan dorongan ini bersifat “ego-alien”
(suatu benda asing bagi dirinya) (Maslim, 2019).

Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga| Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
PARAFILIA

3. FROTTEURISME
• Perilaku menyimpang dimana seseorang mendapatkan kepuasan
dengan cara menempelkan atau menggosokkan alat genitalnya
kepada orang lain dengan sengaja tanpa persetujuan orang
tersebut. Gangguan ini dapat terjadi pada √30% pria dewasa
dalam populasi umum (American Psychiatric Association, 2013).

Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga| Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
PARAFILIA

4. SADOMASOKISME
● Dalam PPDGJ-III, F65.5 Sadomasokisme → preferensi terhadap aktivitas seksual yang melibatkan atau
menimbulkan rasa sakit atau penghinaan, (individu yang lebih suka untuk menjadi reisipien dari perangsangan
demikian disebut “masochisme”, sebagai pelaku disebut “sadism”. Seringkali individu mendapatkan rangsangan
seksual dari aktivitas sadistik maupun masokistik. Kategori ini hanya digunanakan apabila aktivitas sadomasokistik
merupakan sumber rangsangan yang penting untuk pemuasan seks. Harus dibedakan dari kebrutalan dalam
hubungan seksual atau kemarahan yang tidak berhubungan dengan erotisme (Maslim, 2019).
● Masokisme → gairah atau kepuasan seksual yang didapatkan dengan melibatkan kekerasan seperti diikat,
dipermalukan, dipukuli atau dibuat menderita. Konsekuensi dari masokisme ialah bisa jadi kematian. Hal ini
disebabkan karena praktek asfiksiofilia atau aktivitas berbahaya lain. Asfiksiofilia ialah pencapaian kepuasan
seksual dengan cara merasakan sesak napas atau tercekik, terkadang hingga hilang kesadaran.
● Jumlah kasus masokisme belum diketahui pasti, namun di Australia, diperkirakan bahwa 2,2% pria dan 1,3%
wanita telah terlibat dalam kegiatan sadomasokisme (American Psychiatric Association, 2013)
● Sadisme umumnya berpasangan dengan masokisme. Hal ini bisa juga terjadi tanpa adanya persetujuan dari
korban yang diberikan kekerasan. Pada suatu studi dilaporkan bahwa perempuan menyadari ia memiliki minat
terhadap sadomasokisme setelah beranjak dewasa. Sedangkan pada laki-laki usia rata-rata kemunculan gangguan
ini ialah 19,4 tahun (American Psychiatric Association, 2013)

Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga| Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
PARAFILIA

5. PEDOFILIA
● Pedofilia ialah fantasi, tindakan secara berulang yang membangkitkan gairah seksual dengan cara melibatkan
aktivitas dewasa dengan anak-anak atau anak pra- remaja yaitu umumnya usia 13 tahun atau bahkan lebih muda.
Pengidap gangguan ini setidaknya berusia 16 tahun atau setidaknya 5 tahun lebih tua dari usia yang telah
disebutkan sebelumnya. Dengan catatan individu di usia remaja akhir yang terlibat hubungan seksual yang
berkelanjutan dengan anak usia 12 atau 13 tahun tidak termasuk dalam kategori gangguan ini.
● Pedofilia terbagi atas tipe spesifik (hanya tertarik pada anak-anak) dan tipe non-spesifik (tertarik pada anak-anak
dan dewasa). Pengidap gangguan ini bisa saja hanya tertarik pada lelaki, hanya tertarik pada perempuan atau
tertarik pada keduanya.
● Kemungkinan prevalensi tertinggi untuk gangguan pedofilia pada populasi pria adalah sekitar 3% sampai 5%.
Sedangkan pada wanita lebih tidak pasti, tetapi kemungkinan lebih kecil dibanding pada pria (American Psychiatric
Association, 2013)
● Dalam PPDGJ-III, F65.4 Pedofilia didefinisikan sebagai preferensi seksual terhadap anak-anak, biasanya pra
pubertas atau awal masa pubertas, baik laki-laki maupun perempuan. Pedofilia jarang ditemukan pada perempuan.
Preferensi tersebut harus berulang dan menetap. Termasuk laki-laki dewasa yang mempunyai preferensi partner
seksual dewasa, tetapi karena mengalami frustasi yang kronis untuk mencapai hubungan seksual yang
diharapkan, maka kebiasaannya beralih kepada anak-anak sebagai pengganti (Maslim, 2019).

Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga| Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
PARAFILIA

6. FETISHISME
● Dalam PPDGJ-III, F65.0 Fetishisme → mengandalkan bedan mati (non-living object) sebagai rangsangan
untuk membangkitkan keinginan seksual dan memberikan kepuasan seksual. Kebanyakan benda tersebut
(objek fetish) adalah ekstensi dari tubuh manusia, seperti pakaian atau sepatu. Diagnosis ditegakkan
apabila objek fetish benar-benar merupakan sumber yang utama dari rangsangan seksual atau penting
sekali untuk respon seksual yang memuaskan. Fantasi fetihistik adalah lazim, tidak menjadikan suatu
gangguan kecuali apabila menjurus kepada suatu ritual yang begitu memaksa dan tidak semestinya sampai
menganggu hubungan seksual dan menyebabkan penderitaan bagi individu. Fetishisme terbatas hampir
hanya pada pria saja (Maslim, 2019).
● Fetishisme dapat berkembang sebelum masa remaja.
● Gangguan fetishisme dapat berupa kegiatan multisensor, seperti menyentuh, meraba, menggesek, atau
mencium objek fetish saat masturbasi, atau lebih memilih pasangannya mengenakan objek fetish selama
melakukan hubungan suami istri. Beberapa individu bisa saja mengoleksi objek fetish yang sangat
diinginkan. Meskipun gangguan fetishisme relatif jarang terjadi di antara pelaku kejahatan seksual dengan
gangguan parafilia yang ditangkap, laki-laki dengan gangguan fetishisme dapat mencuri dan
mengumpulkan objek hasrat fetish khusus mereka (American Psychiatric Association, 2013)

Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga| Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
PARAFILIA

7. TRANSVERTISME FETIHISTIK
● Dalam PPDGJ-III, F65.1 Transvertisme Fetihistik mengenakan pakaian dari lawan jenis dengan
tujuan pokok untuk mencapai kepuasan seksual. Gangguan ini harus dibedakan dengan
Fetishisme (F65.0) dimana pakaian sebagai objek fetish bukan hanya sekedar dipakai, tetapi juga
untuk menciptakan penampilan seorang dari lawan jenis kelaminnya. Biasanya lebih dari satu jenis
barang yang dipakai dan seringali suatu perlengkapan yang menyeluruh, termasuk rambut palsu
dan tata rias wajah.
● Dibedakan juga dengan transvetisme transsexual oleh adanya hubungan yang jelas dengan
bangkitnya gaiah seksual dan keinginan/hasat yang kuat untuk melepaskan baju tersebut apabila
orgasme sudah terjadi dan rangsangan seksual menurun. Adanya riwayat transvetisme fetihistik
biasanya dilaporkan sebagai suatu fase awal oleh penderita transeksualisme dan kemungkinan
suatu stadium dalam perkembangan transseksualisme (Maslim, 2019).

Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga| Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
LAINNYA

1.TRANSGENDER/ TRANSEKSUAL
● Transgender adalah istilah yang merujuk pada orang-orang yang menampilkan identitas
gender yang berbeda dengan jenis kelamin bawaan lahirnya ataupun orang- orang yang
mengekspresikan peran gendernya berbeda secara signifikan dengan seperti apa gender
tersebut diasosiasikan. Transgender terbagi atas dua jenis yaitu female to male
transgender (FtM), dan male to female transgender (MtF) (IOM, 2011).

● Transeksual adalah individu yang identitas gender dan anatomi seksualnya tidak cocok.

Seorang transseksual merasa terjebak dalam tubuh dan anatomi seksual yang salah.

rbalingga| Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman


LAINNYA

2. NECROFILIA
● Necrofilia merupakan kepuasan seksual yang didapatkan dari berhubungan seks
dengan orang mati.
● DSM-IV-TR1 tidak menetapkan kode khusus atau unik untuk necrophilia.
Sebaliknya bersama dengan beberapa paraphilia lain yang tidak biasa (tujuh di
antaranya diberi nama khusus), necrophilia dikelompokkan di bawah kode 302.9
(paraphilias tidak ditentukan lain) (Aggrawal, 2009).

Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga| Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
LAINNYA

3. ZOOFILIA/ BESTIALLY
● Bestially, adalah kelainan seks yang diderita
seseorang dimana kepuasan seks bisa dirasakan
saat melakukan hubungan seks dengan binatang.
● Zoophilia, adalah kelainan seks yang hampir
sama dengan bestiality dimana pelakunya bisa
mendapatkan kepuasan seks hanya dengan
mengelus hewan atau melihatnya sedang
melakukan aktivitas seks.

Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga| Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
Daftar Pustaka
Aggrawal . 2009. A new classification of necrophilia. Journal of Forensic and Legal Medicine 16 (2009) 316–320
American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder Edition “DSM-5”.
Washinton DC: American Psychiatric Publishing. Washinton DC.
American Psychiatric Association. 2020. Mental Health Fact in Bisexual Popoulation.
ConQ.me. 2015. LGBT Survey Edisi 1 Demografi Psikografi: ConQ; 2015
Dian, V., T. 2010. Konsep diri pada biseksual. Medan: Jurnal Psikologi No 10502300.
El-Qudah dan Hamid, A. 2015. Kaum Luth Masa Kini. Jakarta: Yayasan Islah Bina Umat
Fatmawati, F. 2019. Bunga Rampai: Apa Itu Psikopatologi? “Rangkaian Catatan Ringkas Tentang Gangguan
Jiwa”. 53(9).
Fatoni, Gufron. 2017. Penyimpangan seksual dalam pandangan Al-qur'an:study analisis tafsir Al- unir. Masters
thesis, UIN Raden Intan Lampung.
Ihsan, D. 2016. Dampak LGBT dan Antisipasinya di Masyarakat. Jurnal Nizham, Vol. 05, No. 01 Januari-Juni 2016
Maslim, R. 2013. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III dan DSM-5. Jakarta:
Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa-FK Unika.
Nugraha, M. T. 2014. Kaum LGBT dalam Sejarah Peradaban Manusia. Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Pontianak.
Nugroho, R. 2008. Gender dan Strategi Pengarus-Utamaannya di Indonesia. Cetakan Pertama. Yogyakarta :
Pustaka Pelajar
Rizal, K. 2016. Penanggulangan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual Dan Transgender).
Sulistiani, S. 2016. Kejahatan Dan Penyimpangan Seksual. Bandung : Penerbit Nuansa Aulia.
Supratiknya. 1995. Mengenal Perilaku Abnormal. Kanisius.

Departemen Ilmu Kesehatan Jiwa RSUD dr. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga| Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai